• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Gaya, Daya, Dan Energi Pemotongan Spesifik Serta Kondisi Pemotongan Moderat Pada Pemesinan Kering (Baja Karbon Aisi 1045 - Pahat Karbida Tak Berlapis, Wc + 6 % Co, Tipe K)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Gaya, Daya, Dan Energi Pemotongan Spesifik Serta Kondisi Pemotongan Moderat Pada Pemesinan Kering (Baja Karbon Aisi 1045 - Pahat Karbida Tak Berlapis, Wc + 6 % Co, Tipe K)"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS SARJANA

PROSES PEMOTONGAN LOGAM

ANALISA GAYA, DAYA, DAN ENERGI

PEMOTONGAN SPESIFIK SERTA KONDISI

PEMOTONGAN MODERAT PADA PEMESINAN

KERING (BAJA KARBON AISI 1045 - PAHAT

KARBIDA TAK BERLAPIS, WC + 6 % Co, TIPE K)

Oleh :

SUPRIADI

NIM : 03 0401 020

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayahnya-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada

waktunya.

Penelitian yang berjudul “Analisa Gaya, Daya, Dan Energi Pemotongan

Spesifik Serta Kondisi Pemotongan Moderat Pada Pemesinan Kering (Baja

Karbon AISI 1045 - Pahat Karbida Tak Berlapis, WC + 6 %Co, Tipe K)”

ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan

sarjana Teknik Mesin Program Regular Departemen Teknik Mesin-Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan laporan ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan

bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Orang tuaku yang telah banyak memberikan perhatian, doa, nasehat dan

dukungan baik moril maupun materil, juga buat adik, dan kakakku

2. Bapak Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku dosen pembimbing tugas

sarjana ini yang telah banyak membantu menyumbang pikiran dan

meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dalam

menyelesaikan tugas sarjana ini.

3. Bapak Dr.Ing-Ir.Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik

Mesin Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Tulus Burhanuddin S, ST.MT selaku Sekretaris Departemen Teknik

(3)

5. Seluruh anggota tim dalam penelitian ini (Zaldi, Yudhi, bang Nouval, H.

Irfandi, Yuki, Juanda, Yetno, Hanafi dan Salman) yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian Tugas akhir ini.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Jurusan Teknik Mesin di

Universitas Sumatera Utara, Kak Ismawati, Kak Sonta, Bang Syawal,

Bang Nyono, Bang Fauzi, Bang Atin, Bang Rustam dan Bang Marlon

yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu selama perkuliahan.

7. Pak Sutiman selaku kepala bidang pemesinan BBLKI (Balai Besar Latihan

Kerja Indonesia) tempat melakukan pengujian, yang telah memberi banyak

masukkan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi kesempurnaan

penelitian yang kami lakukan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas sarjana ini masih jauh dari

sempurna, karena banyak keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan referensi.

Untuk itu diperlukan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk

kesempurnaan tugas sarjana ini. Semoga tugas sarjana ini bermanfaat dan berguna

bagi semua pihak.

Medan, 18 Januari 2008

Penulis

SUPRIADI

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Batasan Masalah ……….4

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Operasi Pembubutan ... 4

2.1.1 Lima Elemen Dasar Pemesinan ... 6

2.1.2 Aplikasi Pada Operasi Pembubutan ... 7

2.1.3 Mekanisme Pembentukkan Geram ... 10

2.1.4 Komponen Gaya dan Kecepatan Pemotongan Orthogonal ... 11

(5)

2.1.6 Kondisi Pemotongan Moderat ... 18

2.2 Bahan Pahat ... 19

2.2.1 Bahan Pahat Komersial ... 19

2.2.2 Bahan Pahat Karbida ... 20

2.2.3 Pahat Karbida Pada Operasi Pembubutan ... 22

2.3 Bahan material ... 25

2.3.1 Bahan Logam (Ferrous Metal) ... 25

2.3.2 Bahan Bukan Logam (Non Ferrous Metal) ... 26

2.4 Pemesinan Kering ... 27

2.4.1 Defenisi ... 27

2.4.2 Perkembangan Pemesinan Kering ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan Dan Alat...32

3.1.1 Bahan ...32

1. Baja Karbon AISI 1045...32

2. Pahat Karbida Tak Berlapis...33

3.1.2 alat ...35

3.2 Metode Penelitian...38

BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Data Hasil Pengujian ... 41

4.2 Komponen Gaya Dan Kecepatan Pembentukan Geram ... 46

(6)

4.4 Daerah Pemesinan Moderat ... 59

BAB V PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA BEBAN GERAM DENGAN GAYA , DAYA DAN ENERGI PEMOTONGAN SPESIFIK 5.1 Pendahuluan ... 64

5.2 Metode Pengolahan Data ... 66

5.3 Beban Geram ... 68

5.3.1 Hubungan Beban Geram Dengan Gaya Pemotongan ... 70

5.3.2 Hubungan Beban Geram Dengan Daya Pemesinan... 80

5.3.3 Hubungan Beban Geram Dengan Energi P. Spesifik ... 84

5.4 Hubungan Beban Geram Dengan Komponen Gaya Pemotongan ... 90

5.4.1 Hubungan Beban Geram Dengan Gaya Potong ... 91

5.4.2 Hubungan Beban Geram Dengan Gaya Makan... 92

5.4.3 Hubungan Beban Geram Dengan Gaya Pemotongan ... 93

5.5 Hubungan Beban Geram Dengan Komponen Daya Pemesinan ... 96

5.5.1 Hubungan Beban Geram Dengan Daya Potong ... 96

5.5.2 Hubungan Beban Geram Dengan Daya Makan... 97

5.5.3 Hubungan Beban Geram Dengan Daya Hilang ... 98

5.5.4 Hubungan Beban Geram Dengan Daya Pemesinan... 99

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 102

6.2 Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Komposisi kimia dari Baja karbon AISI 1045 32

Tabel 3.2. Sifat-sifat mekanis dari Baja karbon AISI 1045 32

Tabel 3.3 Geometri pahat karbida 34

Tabel 3.4 Data Teknis Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co 36

Tabel 3.5 Bentuk tabel data yang dihasilkan dari pengujian. 40

Tabel 4.1 Data-data hasil pengujian 41

Tabel 4.2 Data pemesinan kondisi 1 41

Tabel 4.3 Data pemesinan kondisi 2 43

Tabel 4.4 Data pemesinan kondisi 4 45

Tabel 4.5 Hasil perhitungan komponen gaya p. geram , f = 0.24 mm/rev 50

Tabel 4.5 Hasil perhitungan komponen gaya p. geram , f = 0.17 mm/rev 51

Tabel 4.7 Perhitungan daya dan efisiensi permesinan untuk karbida tak berlapis (WC + 6% Co) 54

Tabel 5.1 Hubungan antara beban geram (chip load) , dengan gaya (F), daya (N) dan energi pemotongan spesifik 68

Tabel 5.2 Analisa hubungan antara beban geram dengan gaya pemotongan untuk f = 0,24 mm/rev 70

Tabel 5.3 Jumlah kuadrat sisa tebakan awal a0 =2293,07643 dan 162993252 , 0 1 =− a 72

Tabel 5.4 Jumlah kuadrat sisa tebakan baru a0 =2317.48803 dan 165761152 . 0 1 =− a 74

(8)

f = 0,24 mm/rev 91

Tabel 5.6 Data hasil pengujian hubungan beban geram dengan komponen

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses bubut 8

Gambar 2.2 Teori modern yang menerangkan terjadinya geram 11

Gambar 2.3 Lingkaran Merchant’s 12

Gambar 2.4 Kecepatan geser vs yang ditentukan oleh kecepatan geram vc

dan kecepatan potong v 14

Gambar 3.1 Gambar geometri benda kerja 34

Gambar 3.2 Gambar benda kerja 34

Gambar 3.3 Mata pahat karbida dan lapisannya 35

Gambar 3.4 Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co 36

Gambar 3.5 Benda kerja terpasang pada mesin 37

Gambar 3.6 Mikroskop VB 38

Gambar 3.7 Centering 38

Gambar 3.8 Jangka sorong 39

Gambar 3.9 Pemegang mata pahat (Tool holder) 39

Gambar 3.10 Diagram alir penelitian 41

Gambar 4.1. Daerah pemotongan moderat pada pemesinan baja karbon dengan

menggunakan pahat karbida tak berlapis (WC + 6% Co, tipe K 62

Gambar 4.2. Daerah pemotongan moderat pada pemesinan baja karbon dengan

menggunakan pahat karbida berlapis (WC-TiC-TaC-Co, tipe P) 65

Gambar 5.1 Pengaruh kecepatan potong v dan gerak makan f terhadap

rasio pemampatan geram h 66

Gambar 5.2 Grafik hubungan Beban Geram dengan Gaya Pemotongan 79

(10)

beberapa nilai gerak makan f 80

Gambar 5.4 Grafik hubungan Beban Geram dengan Daya Pemesinan 84

Gambar 5.5 Grafik hubungan Beban Geram dengan Daya Pemesinan untuk

beberapa nilai gerak makan f 85

Gambar 5.6 Grafik hubungan Beban Geram dengan Energi pemotongan

spesifik 89

Gambar 5.7 Grafik hubungan Beban Geram dengan Energi pemotongan spesifik untuk beberapa nilai gerak makan f. 91

Gambar 5.8 Hubungan antara Beban geram dengan komponen Gaya pemesinan

untuk gerak makan f = 0,24 mm/rev. 97

Gambar 5.9 Hubungan antara Beban geram dengan komponen Daya pemesinan

(11)

DAFTAR NOTASI

Lambang Besaran Satuan

a : Kedalaman potong (depth of cut) mm

A : Penampang geram sebelum terpotong mm2

Ashi : Penampang bidang geser mm2

Aγ : Bidang pada pahat dimana geram mengalir (face) mm2

b : Lebar pemotongan (width of cut) mm

Ck : Faktor koreksi terhadap sudut potong Kr

Cv : Faktor koreksi terhadap kecepatan potong Cv

Cvb : Faktor koreksi terhadap keausan tepi VB

γ

C : Faktor koreksi terhadap sudut geram 0

d : Diameter rata-rata mm

dm : Diameter akhir mm

do : Diameter mula mm

E : Modulus elastisitas (modulus of elasticity) Gpa

Esp : Energi pemotongan spesifik J/cm3

f : Gerak makan mm/rev

F : Gaya total yang bekerja pada pemotongan logam N

Ff : Gaya makan searah dengan kecepatan makan N

Fs : Gaya geser yang bekerja pada pemotongan logam N

Fsn : Gaya normal pada bidang geser pada pemotongan logam N

(12)

γ

F : Gaya gesek pada bidang geram N

n

Fγ : Gaya normal pada bidang geram N

Fp : Gaya radial N

G : Modulus elastisitas geser (shear modulus) GPa

h : Tebal geram sebelum terpotong mm

hc : Tebal geram setelah terpotong mm

Kr : Sudut potong utama ( o)

Ks : Gaya potong spesifik N/mm2

Ks1,1 : Gaya potong spesifik referensi N/mm2

Lt : Panjang pemesinan mm

n : Putaran poros utama rpm

Nc : Daya potong kW

Nct : Daya pemotongan total kW

Nf : Daya makan kW

Nmc : Daya pemesinan kW

NmL : Daya yang hilang kW

Nmn : Daya nominal kW

Nmo : Daya idle kW

Nmr : Daya tersedia kW

rc : Radius ujung pahat mm

Sr : Jumlah kuadrat sisa

c

t : Waktu pemotongan min

v : Kecepatan potong (cutting speed) m/min

(13)

vf : Kecepatan makan m/min

vs : Kecepatan geser pada daerah deformasi utama m/s

v.f : Beban geram (chip load) m2/rpm

VB : Panjang keausan tepi mm

z : Pangkat tebal geram, rata-rata bernilai 0,2

Z : Kecepatan penghasilan geram mm3/min

o : Sudut geram ( o)

η : Besar sudut gesek ( o)

l : Prosentase beban (%)

m : Efisiensi mekanis

ct : Efisiensi pemesinan

h : Rasio pemampatan tebal geram

s : Sudut miring ( o)

σ : Standar deviasi

σu : Tegangan tarik (Ultimate tensile strength) Mpa

σy : Tegangan geser (Tensile yield strength) Mpa

shi : Tegangan geser pada bidang geser N/mm2

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sejak awal proses pemesinan, operasi pemesinan yang berlangsung

menggunakan cairan pemotongan adalah lazim dilakukan, hal ini disebut dengan

operasi pemesinan basah. Untuk operasi pembubutan, tak kurang dari 20 l/menit

cairan pemotongan harus dialirkan pada kawasan pemotongan, yaitu kawasan atau

zona dimana terjadi proses pembentukan geram (Chip formation), Kalpajian

(1995).

Klocke dan Eisen blatter (1997), melaporkan bahwa tak kurang dari

750.000 galon cairan pemotongan bekas (cairan pemotongan yang sudah habis

masa pakai) tercatat sebagai limbah dari industri pemotongan logam di Jerman.

Jika hal ini dihubungkan dengan sejumlah negara-negara industri logam di dunia

seperti Amerika, Jepang, Inggris, dan lainnya, maka jutaan galon cairan

pemotongan bekas akan menjadi limbah. Limbah-limbah ini biasanya akan

disimpan di dalam kontainer sebelum ditanam. Jika hal ini berkelanjutan, maka

lingkungan akan terganggu dan ini bukan merupakan jalan keluar terbaik.

Dalam publikasinya, Strejith dan Ngoi (2000) ada mengutip dari hasil para

pakar pemesinan, yang merekomendasikan harus dilakukan dengan pemesinan

kering. Pemesinan kering didefenisikan sebagai operasi pemesinan yang masih

boleh menggunakan cairan pemotongan untuk voume yang sangat terbatas, yaitu

50 ml/jam. Namun solusi yang paling baik adalah jika operasi pemesinan

(15)

Sebagaimana paparan di atas, bahwa lazimnya operasi pemesinan

dilakukan dengan pemesinan basah sehinggga karakteristik pemesinan basah

sudah dikenal baik selama ini. Berbeda dengan pemesinan basah, dimana

informasi mengenai karakteristik pemesinan kering belum banyak dilaporkan

bahkan masih banyak yang meragukan, apakah pemesinan kering dapat dilakukan.

Diantara banyak parameter-parameter yang digunakan, untuk

mengkarakterisasikan proses pemesinan, maka ada beberapa parameter yang

paling signifikan, diantaranya gaya pembentuk geram F, daya N dan efisiensi

pemotongan serta energi pemotongan spesifik Esp.

Disamping itu, perlu mengetahui pula kondisi pemotongan moderat

sehingga diketahui efisiensi kesesuaian antara material benda kerja dan pahat

yang digunakan. Baja karbon dan karbida adalah material benda kerja dan bahan

pahat standar pada operasi pemotongan logam. Hal ini disebabkan oleh banyaknya

produk-produk industri logam yang dibuat dari baja karbon dan dimesin dengan

pahat karbida. Sebagai contoh, Harahap (2007) melaporkan bahwa industri

pemotongan logam di Sumatera Utara atau Usaha Kecil Menengah (UKM) paling

banyak menggunakan baja karbon sebagai bahan benda kerja, manakala pahat

HSS yang masih banyak digunakan pada industri logam di Sumatera Utara

disarankan beliau menggunakan pahat karbida sebagaimana hasil penelitian

beliau.

Beliau juga sudah melakukan pemesinan kering baja karbon dengan

menggunakan pahat Karbida dan melaporkan kondisi optimum yang dapat

(16)

kondisi pemotongan optimum jika karakteristik pemesinan kering sebagaimana

paparan di atas belum dilaporkan.

Dari paparan di atas, maka dirasa perlu untuk mempelajari karakteristik

pemesinan kering baja karbon menggunakan pahat karbida, agar didapat informasi

mengenai pemesinan kering secara luas dan informatif sehingga pemesinan kering

dapat dilakukan dan lingkungan dapat diselamatkan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik pemesinan baja

karbon AISI 1045 yang meliputi hubungan beban geram terhadap gaya, dan daya

pemesinan serta komponennya dan energi pemotongan spesifik pada pemesinan

kering orthogonal menggunakan pahat karbida tak berlapis. Selain itu, juga

menyelidiki daerah pemotongan moderat dari kondisi pemesinan di atas bagi

mengetahui efisiensi kesesuaian benda kerja dengan jenis pahat yang digunakan.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

1. Untuk Akademis,

dapat memberikan informasi mengenai karakteristik pemesinan baja

karbon AISI 1045 pada pemesinan kering orthogonal dengan

menggunakan pahat karbida tak berlapis untuk meningkatkan

kemampumesinan bahan baja karbon AISI 1045.

(17)

dapat dijadikan pertimbangan untuk merencanakan kondisi pemesinan

yang optimum sehingga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas.

3. Untuk lingkungan,

diharapkan pemesinan kering dapat menjadi solusi pilihan dalam

merencanakan pemesinan optimum tanpa mengabaikan kelestarian

lingkungan.

1.4 Batasan masalah

1. Bahan benda kerja yang digunakan adalah baja karbon rendah AISI

1045. Dengan kondisi awal tanpa pengerjaan pendahuluan, yaitu bahan

yang biasa digunakan dalam industri manufaktur (bukan dalam keadaan

ideal).

2. Pahat yang digunakan adalah pahat karbida tak berlapis (WC + 6% Co,

Cast iron cutting grade, tipe K).

1.5 Sistematika penulisan

Tugas sarjana ini disajikan dalam beberapa bab dengan tujuan untuk

memudahkan pemaparan masalah dan membentuk alur pembahasan analisa yang

mudah dipahami.

BAB I merupakan uraian singkat mengenai latar belakang, tujuan,

manfaat, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II menjelaskan tinjauan pustaka yang akan memberikan informasi

(18)

ketermesinan dari bahan logam dan non logam, jenis material pahat, serta

pemesinan kering dan perkembangannya.

BAB III menjelaskan pengumpulan data, metodologi penelitian, peralatan

dan bahan yang digunakan, proses pengerjaan yang dilakukan, serta faktor-faktor

penting lainnya yang menunjang penelitian ini.

BAB IV menjelaskan analisa data mengenai karakteristik pemesinan

material yang meliputi komponen gaya pembentuk geram, daya dan efisiensi

pemotongan, energi pemotongan spesifik, dan kondisi pemesinan moderat.

BAB V menampilkan proposal hubungan antara beban geram (Chipload)

dengan gaya dan daya pemesinan serta energi pemotongan spesifik. Pada bab ini

akan ditunjukkan hubungan dari parameter-parameter di atas dalam bentuk grafik

tiga dimensi dengan beban geram sebagai sumbu x dan variable pemesinan

lainnya seperti gaya, dan daya pemesinan serta energi pemotongan spesifik

sebagai sumbu y.

BAB VI merupakan kesimpulan dan saran dari semua uraian pembahasan

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Operasi Pembubutan

2.1.1 Lima Elemen Dasar Pemesinan

Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik

suatu produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis pemesinan seperti

proses bubut, proses gurdi dan lain-lain harus dipilih sebagai suatu proses atau

urutan proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses,

ukuran objektif ditentukan dan pahat harus membuang sebagian material benda

kerja sampai ukuran objektif itu dicapai. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara

menentukan penampang geram (sebelum terpotong). Selain itu, setelah berbagai

aspek teknologi ditinjau, kecepatan pembuangan geram dapat dipilih supaya

waktu pemotongan sesuai dengan yang dikehendaki. Pekerjaan ini akan ditemui

dalam setiap perencanaan proses pemesinan. Untuk itu perlu dipahami lima

elemen dasar proses pemesinan yaitu : (lit. 4, hal : 13)

1. Kecepatan potong (cutting speed) : v (m/min)

2. Kecepatan makan (feeding speed) : vf (mm/min)

3. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm)

4. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min)

5. Kadar pembuangan material

(20)

Elemen proses pemesinan tersebut (v, vf, a, tc, Z) dihitung berdasarkan

dimensi benda kerja dan pahat serta besaran dari mesin perkakas. Oleh sebab itu,

rumus yang dipakai dalam setiap proses pemesinan bisa berlainan. Karena dalam

penelitian ini penulis menggunakan mesin bubut (turning) maka yang akan

dibahas dalam bab ini hanya mengenai elemen dasar proses pemesinan dari mesin

bubut (turning).

2.1.2 Aplikasi Pada Operasi Pembubutan

Elemen dasar dari proses bubut (turning) dapat diketahui atau dihitung

dengan menggunakan rumus yang dapat diturunkan dengan memperhatikan

Gambar 2.1. Kondisi pemotongan ditentukan sebagai berikut :

Benda Kerja : d0 : diameter awal ; mm

dm : diameter luar ; mm

lt : panjang pemesinan ; mm

Pahat : r : sudut potong utama ; o γ0 : sudut geram ;

o

Mesin Bubut : a : kedalaman potong ; mm

= (d0 - dm )/2 ; mm ...…………... 2.1

f : gerak makan ; mm/rev

(21)

Gambar 2.1 Proses Bubut (Sumber : Rochim 1993)

Dari Gambar 2.1 terlihat bahwa proses bubut tersebut menggunakan

suatu proses pemotongan miring (oblique cutting) yaitu suatu sistem pemotongan

dengan gerakan relatif antara pahat dan benda kerja membentuk sudut potong

utama r kurang dari 90º. Kecepatan makan vf dihasilkan oleh pergerakan dari

pahat ke benda kerja.

Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut :

1. Kecepatan Potong

v =

1000 n . d .

π ; m/min ...…………... 2.2

dimana,

v : kecepatan potong ; m/min

d : diameter rata-rata

d = (d0 + dm) /2 ≈ d0 ; mm, ………... 2.3

(22)

Kecepatan potong maksimal yang diizinkan tergantung pada :

1. Bahan benda kerja : makin tinggi kekuatan bahan, makin rendah

kecepatan potong.

2. Bahan pahat : pahat karbida memungkinkan kecepatan yang lebih

tinggi dari pada pahat HSS.

3. Besar asutan : makin besar gerak makan, makin rendah kecepatan

potong.

4. Kedalaman potong : makin besar kedalaman potong, makin rendah

kecepatan potong.

2. Kecepatan Pemakanan

vf = f . n ; mm/min ...…………... 2.4

dimana,

vf : kecepatan makan ; mm/min

f : gerak makan ; mm/rev

n : putaran poros utama (benda kerja) ; rpm

3. Waktu Pemotongan

tc = lt / vf ; min ………... 2.5

dimana,

tc : waktu pemotongan ; min

lt : panjang pemesinan ; mm

vf: kecepatan makan ; mm/min

4. Kecepatan Penghasilan Geram

(23)

dimana, penampang geram sebelum terpotong A = f . a ; mm2

maka

Z = f . a . v ...….………... 2.7

dimana,

Z : kecepatan penghasilan geram ; cm3 / min

f : gerak makan ; mm/rev

a : kedalaman potong ; mm

Pada Gambar 2.1 diperlihatkan sudut potong utama ( r, principal cutting

edge angle) yaitu merupakan sudut antara mata potong mayor dengan kecepatan

makan vf. Untuk harga a dan f yang tetap maka sudut ini menentukan besarnya

lebar pemotongan. (b, widh of cut) dan tebal geram sebelum terpotong (h,

underformed chip thicknes) sebagai berikut:

a. Lebar pemotongan :

b = a / sin r ; mm ...………...… 2.8

b. Tebal geram sebelum terpotong :

h = f sin Kr ; mm ...………... 2.9

Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong dapat dituliskan

sebagai berikut :

A = f . a = b . h ; mm2 ...………... 2.10

Perlu dicatat bahwa tebal geram sebelum terpotong (h) belum tentu sama

dengan tebal geram (hc, chip thicknes) dan hal ini antara lain dipengaruhi oleh

(24)

2.1.3 Mekanisme Pembentukan Geram

Logam yang pada umumnya bersifat ulet (ductile) apabila mendapat

tekanan akan timbul tegangan (stress) di daerah sekitar konsentrasi gaya

penekanan mata potong pahat. Tegangan pada logam (benda kerja) tersebut

mempunyai orientasi yang kompleks dan pada salah satu arah akan terjadi

tegangan geser (shearing stress) yang maksimum. Apabila tegangan geser ini

melebihi kekuatan logam akan terjadi deformasi plastik (perubahan bentuk) yang

menggeser dan memutuskan benda kerja diujung pahat pada suatu bidang geser

(shear plane). Ilustrasi mengenai mekanisme pembentukan geram ditunjukkan

pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Teori modern (yang dianut) yang menerangkan terjadinya geram

2.1.4 Komponen Gaya Dan Kecepatan Pemotongan Orthogonal

Suatu analisa mekanisme pemotongan orthogonal yang dikemukakan oleh

Merchant mendasarkan teorinya sebagai suatu sistem yang dipandang sebagai

sebuah bidang dan diuraikan menjadi dua buah gaya yang saling tegak lurus.

2.1.4.1 Komponen Gaya Pembentuk Geram

Komponen gaya pembentuk geram dapat diuraikan sebagai berikut :

(25)

1. Gaya geser (Fs)

adalah gaya yang mendeformasi material pada bidang geser.

Fs = F cos ( + – o) ; N ...………….. 2.11

2. Gaya normal pada bidang geser (Fsn)

adalah gaya yang menyebabkan pahat tetap melekat pada benda kerja.

Fsn2 + Fs2 = F2 ; N ... 2.12

II. Gaya dari pengukuran dinamometer.

1. Gaya potong (Fv)

adalah gaya yang bekerja searah dengan kecepatan potong.

) cos(

sin

) cos( . . .

o o shi

v

h b F

γ η γ η τ

− + Φ

Φ −

= ; N ……….…………. 2.13

2. Gaya makan (Ff)

adalah gaya yang searah dengan kecepatan makan.

Fv2 + Ff2 = F2 ; N …….……... 2.14

III. Gaya yang bereaksi pada bidang geram.

1. Gaya gesek (F )

adalah gaya yang timbul karena aliran geram pada bidang geram.

F = Ff cos o + Fv sin o ; N ... 2.15

2. Gaya normal pada bidang geram (Fn )

adalah gaya yang menyebabkan geram tetap mengalir pada bidang

geram.

F2 + F n2 =F2 ; N …... 2.16

Komponen gaya di atas dapat dianalisa dengan lingkaran Merchant’s

(26)

Gambar 2.3 Lingkaran Merchant’s (Sumber : Rochim 1993

1. sudut geser ( )

2 2 45+γ −η

=

Φ o

………... 2.17

o h

o

γ λ sinγ

cos tan

− =

Φ ………... 2.18

2. Sudut gesek ( )

= 90 + o - 2 ………... 2.19

dimana,

shi : tegangan geser pada bidang geser ; N/mm2

Ashi : penampang bidang geser

= A/sin ; mm2

A : penampang geram sebelum terpotong

= b.h ; mm2

h : rasio pemampatan geram

Rumus teoritik di atas diturunkan dalam analisa proses pemotongan

(27)

sudut potong utama r dan kondisi bahan yang diperhatikan sedangkan

faktor-faktor koreksi untuk kondisi pemotongan, seperti kecepatan potong, kecepatan

makan, dan lain-lain belum dipertimbangkan. Dari paparan di atas, maka kita

dapat menggunakan rumus empiris yang lebih kompleks, diantaranya :

Fv = ks. A ; N ………... 2.20

dimana,

ks : gaya potong spesifik ; N/mm2

A : penampang geram sebelum terpotong ; mm2

: b. h = a.f

Gaya potong spesifik ks akan dipengaruhi oleh pahat (jenis dan geometri),

benda kerja (jenis dan kondisi pengerjaan), dan kondisi pemotongan serta jenis

proses pemesinan yang dapat berciri spesifik.

ks = ks 1.1.f-z .CK.C .CVB.Cv ; N ………... 2.21

dimana,

ks 1.1 : gaya potong spesifik referensi ; N/mm2

Z : pangkat tebal geram = 0,2

CK : faktor koreksi sudut potong utama r

C : faktor koreksi sudut geram o

CVB : faktor koreksi keausan VB

Cv: faktor koreksi kecepatan potong v

Untuk menentukan harga ks 1.1 dapat diperoleh dari table 8.1 (lit.4, hal :

187) atau dengan korelasi persamaan gaya potong spesifik referensi dengan

kekuatan tarik.

(28)

dimana,

u : kekuatan tarik ; N/mm2

2.1.4.2 Komponen Kecepatan Pemesinan

Oleh karena adanya pemampatan tebal geram, maka kecepatan aliran

geram selalu lebih rendah dari pada kecepatan potong, seperti terlihat pada

gambar 2.4.

Gambar 2.4 Kecepatan geser vs yang ditentukan oleh kecepatan geram vc dan kecepatan potong v.

Berdasarkan polygon kecepatan di atas, maka

1. Kecepatan geram vc.

vc =

) cos(

sin )

cos( sin

0

0 φ γ

φ φ

γ φ− = − v v

………... 2.23

dari persamaan

φγ φ λ

sin ) cos( − 0

=

h

maka diperoleh :

h c

v v

λ

= ………...… 2.24

dimana,

v : kecepatan potong ; m/min

(29)

vs : kecepatan geser ; m/min

2. Kecepatan geser (vs)

φγ

sin cos 0 c s

v v =

) cos(

cos 0 0 γ φ−γ

= v

vs ; m/min ... 2.25

2.1.5 Daya dan Efisiensi Pemesinan

Daya pemotongan ditentukan oleh gaya dan kecepatan pemotongannya,

daya pemotongan dapat dinyatakan :

Nct = Nc + Nf ………..….2.26

dimana,

Nct : daya pemotongan total ; kW

Nc : daya potong ; kW

Nf : daya makan ; kW

1. Daya potong (Nc)

adalah daya yang dibutuhkan saat pemotongsn berlangsung, jadi daya potong

terjadi atau dibutuhkan pada pahat.

Nc =

60000

v Fv

; kW ……… 2.27

2. Daya makan (Nf)

adalah daya yang dibutuhkan agar pahat tetap bergerak melakukan gerak

makan searah kecepatan makan.

Nf =

000 . 000 . 60

f fv

F

(30)

Daya pemotongan Nct adalah daya yang terpakai dalam proses pembentukan

geram, selain daya pemotongan, motor mesin perkakas juga harus menanggung

daya yang hilang karena terpakai untuk menggerakkan komponen mesin dan

gesekan pada sistem transmisi daya pada mesin tersebut.

Maka daya dalam proses pemesinan Nmc adalah :

Nmc = Nct + Nml ; kW ….………... 2.29

dimana, Nmc : daya pemesinan ; kW

Nml : daya yang hilang ; kW

Oleh karena itu, efisiensi pemesinan dapat didefinisikan sebagai berikut :

ct = 100 N

N mc

ct ×

% ... 2.30

Setiap mesin memiliki karakteristik tertentu yang berhubungan dengan

daya. Karakteristik daya tersebut dapat diselidiki dengan mengukur daya idel (idle

power) yaitu daya yang dipakai motor listrik sewaktu mesin dijalankan dengan

benda kerja dalam keadaan terpasang pada berbagai kecepatan potong dan

kecepatan makan dalam keadaan tanpa melakukan pemotongan.

Berdasarkan daya nominal yang tertulis pada motor listrik, maka daya

yang tersedia untuk pemesinan adalah

Nmr = Nmn - Nmo ; kW ………... 2.31

dimana,

Nmr : daya tersedia ; kW NmL > Nmo

Nmn : daya nominal ; kW

Nmo : daya idle ; kW

(31)

m = ×100 mn mv

N N

% ... 2.32

Umumnya pemilihan motor penggerak disesuaikan dengan kekuatan dan

kekakuan dari komponen utama mesin, sehingga diharapkan daya yang tersedia

dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Tapi dalam prakteknya, daya yang tersedia tidak

selalu mungkin sepenuhnya dimanfaatkan karena beberapa kendala teknologi

seperti kehalusan produk.

Untuk mengukur sampai seberapa jauh pemanfaatan daya yang tersedia

tersebut, dapat dinyatakan dengan persentase beban, yaitu

l = ×100 mr

ct

N N

% ... 2.33

Selain dengan efisiensi pemesinan c dan persentase beban l, maka kondisi

pemesinan juga dapat pula dinilai berdasarkan energi pemotongan specifik Esp.

Esp = Z Nct60000

; J/cm3 ………... 2.34

dimana,

Nct : daya pemotongan total ; kW

Z : kecepatan penghasil geram ; cm3/min

2.1.6 Kondisi Pemotongan Moderat

Kecepatan potong moderat adalah kecepatan potong yang memberikan

kondisi dimana keausan tepi mulai terus membesar (pada suatu harga kecepatan

potong) dan keausan kawah juga mulai membesar dimana sebelumnya hampir

(32)

Harga kecepatan potong moderat akan turun jika kecepatan makan

dipertinggi, jadi kondisi pemotongan moderat merupakan fungsi dari kecepatan

potong dan kecepatan makan.

Lebar daerah pemotongan moderat dibatasi oleh garis bawah Rmin, yang

menyatakan saat hilangnya BUE dan garis atas yang menunjukan saat terjadinya

deformasi dan laju keausan kawah yang semakin cepat. Pada daerah yang moderat

tersebut, hendaknya kondisi pemesinan direncanakan. Hal ini bergantung pada

kombinasi pahat dan material benda kerja. Jika daerah pemotongan moderat

menjadi lebih sempit, maka dianggap pasangan pahat dan material benda kerja tak

sesuai. Dan jika kondisi pemesinan yang direncanakan ternyata jatuh diluar daerah

pemesinan moderat, maka harus dilakukan pengubahan, yaitu jika memungkinkan

dilakukan pengubahan kecepatan potong v dan gerak makan f secara serentak

sedemikian rupa sehingga kecepatan penghasil geram Z tidak berubah.

v = R . f – atau v.f - = R ...………... 4.12

dimana,

R : konstanta dari kecepatan potong untuk f sebesar 1 satuan

: pangkat gerak makan = 0,77

kondisi pemesinan yang diharapkan

Rmin < v.f – < Rmax

2.2 Bahan Pahat

2.2.1 Bahan Pahat Komersial

Dalam suatu pemesinan jenis pekerjaan pemesinan yang tertentu

(33)

jenis material pahat perlu diperhitungkan. Berikut adalah pahat yang sering

digunakan menurut urutannya mulai dari material yang relatif lunak sampai

dengan yang paling keras sebagai berikut :

1. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel, Carbon Tool Steels, CTS)

2. HSS (High Speed Steels, Tool Steels)

3. Paduan Cor Nonlogam (Cast Nonferous Alloys, Cast Carbides)

4. Karbida (Cermeted Carbides, Hardmetals)

5. Keramik (Ceramic)

6. CBN (Cubic Boron Nitride)

7. Intan (Sintered Diamons & Natural Diamonds)

2.2.2 Bahan Pahat Karbida

Jenis karbida yang disemen (Cemeted Carbides) merupakan bahan pahat

yang dibuat dengan cara menyinter serbuk karbida (nitrida dan oksida) dengan

bahan pengikat yang umumnya dari cobalt (Co), dengan cara carburizing

masing-masing bahan dasar serbuk Tungsten (wolfram), Titanium, Tantalum dibuat

menjadi karbida yang kemudian digiling dan disaring. Campuran serbuk karbida

tersebut kemudian dicampur dengan bahan pengikat (Co) dan dicetak tekan

dengan memakai bahan pelumas kemudian dipanaskan sampai 1600 0C. Ada tiga

jenis bahan utama pahat karbida yaitu :

1. Karbida Tungsten ( WC + Co ) yang merupakan jenis pahat karbida untuk

memotong besi tuang.

2. Karbida Tungsten Paduan (WC .TiC +Co; WC-TaC-TiC + Co ; WC –TaC+

Co ; WC-TiC-TiN+Co; TiC + Ni,Mo) merupakan jenis pahat karbida yang

(34)

3. Karbida lapis (Coated Cemeted Carbides) merupakan jenis karbida Tungsten

yang dilapis. (Rochim 1993).

a. Karbida tungsten (WC + Co)

Karbida tungsten murni merupakan jenis yang paling sederhana terdiri

dari karbida tungsten (WC ) dan pengikat cobalt ( Co). Jenis yang cocok

untuk pemesinan dimana mekanisme keausan pahat terutama disebabkan

oleh proses abrasi seperti terjadi pada berbagai besi tuang, apabila

digunakan untuk baja akan terjadi keausan kawah yang berlebihan. Untuk

pemesinan baja dipakai jenis karbida tungsten paduan ( Destefani 2002).

b. Karbida WC-TiC + Co

Pengaruh utama dari TiC adalah mengurangi tendensi dari geram untuk

melekat pada muka pahat (BUE : Buit Up Edge) serta menaikkan daya

tahan keausan kawah ( Destefani 2002).

c. Karbida WC- TaC- TiC +Co

Penambahan TaC memperbaiki efek samping TiC yang menurunkan

transverse rupture strength. Hot Hardness dan compressive strength

dipertinggi, sehingga ujung pahat tahan terhadap deformasi plastik

(Rochim 1993).

d. Karbida WC –TaC + Co

Pengaruh TaC adalah hampir serupa dengan pengaruh TiC, akan tetapi

TaC lebih lunak dibandingkan dengan TiC. Jenis ini lebih tahan terhadap

thermal shock cocok untuk pembuatan alur ( Destefani 2002).

(35)

Jenis karbida lapis ini sedang berkembang dan banyak digunakan dalam

berbagai jenis permesinan, pemakainya sekitar 40 % dari seluruh jenis

pahat karbida yang digunakan. Material dasarnya adalah karbida tungsten

(WC + Co) yang dilapis dengan bahan keramik (karbida, nitrida dan

oksida) yang keras tahan terhadap temperatur tinggi ( Destefani 2002 ).

2.2.3 Pahat Karbida Pada Operasi Pembubutan

I. Geometri Pahat

Proses pemesinan menggunakan pahat sebagai perkakas potongnya dan

geometri pahat tersebut merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan

keberhasilan suatu proses pemesinan. Geometri pahat harus dipilih dengan benar

disesuaikan dengan jenis material benda kerja, material pahat, dan kondisi

pemotongan sehingga salah satu atau beberapa objektif seperti tingginya umur

pahat, rendahnya gaya atau daya pemotongan, halusnya permukaan, dan ketelitian

geometri produk dapat tercapai. Untuk itu, disini akan dibahas optimisasi

geometri pahat bubut yaitu sudut-sudut pahat ditinjau dalam sistem referensi

orthogonal karena dalam sistem referensi yang lain efeknya akan sama.

1. Sudut Bebas ( )

fungsinya adalah mengurangi gesekan antara bidang utama A dengan

bidang transien dari benda kerja sehingga temperatur tinggi akibat gesekan dapat

dihindari sehingga aus tepi tidak cepat terjadi.

Gerak makan f akan menentukan harga sudut bebas, semakin besar gerak

(36)

pahat dibutuhkan sudut penampang o yang besar yaitu dengan memperkecil

sudut bebas bila sudut geram tetap.

Sebagai petunjuk umum dalam pemesinan baja, harga sudut bebas dipilih sesuai

dengan gerak makan, yaitu :

f ≤ 0,2 mm/rev, maka o = 12o

f > 0,2 mm/rev, maka o = 8o

2. Sudut Geram ( )

Sudut geram adalah sudut dari bidang geram terhadap bidang normal.

Sama seperti sudut bebas, sudut geram juga memiliki harga optimum. Untuk

kecepatan potong tertentu, sudut geram yang besar akan menurunkan rasio

pemampatan tebal geram h yang mengakibatkan kenaikan sudut geser yang

besar akan menurunkan penampang bidang geser Ashi sehingga gaya potong

menurun, tapi sudut geram yang terlalu besar akan menghambat proses

perambatan panas sehingga temperatur naik, hal ini mengakibatkan menurunnya

umur pahat T.

3. Sudut Miring ( )

Sudut miring mempengaruhi arah aliran geram, bila berharga nol maka

arah aliran geram tegak lurus mata potong. Dengan adanya sudut miring, maka

panjang kontak antara pahat dan benda kerja menjadi lebih diperpanjang.

Temperatur bidang kontak akan mencapai harga minimum bila s = + 5o untuk

proses penghalusan (finishing) dan -5o untuk proses pengasaran (roughing).

4. Sudut Potong Utama (kr)

Sudut potong utama mempunyai peran antara lain :

(37)

2. Menentukan panjang mata potong yang aktif atau panjang kontak antara

geram dengan bidang pahat, dan

3. Menentukan besarnya gaya radial Fx

Gaya radial akan membesar dengan pengecilan kr, hal ini akan

menyebabkan lenturan yang besar ataupun getaran sehingga menurunkan

ketelitian geometri produk dan hasil pemotongan terlalu kasar.

5. Sudut Potong Bantu (k’r)

Pada prinsipnya, sudut potong bantu dapat dipilih sekecil mungkin karena

selain memperkuat ujung pahat, maka kehalusan produk dapat dipertinggi. Yang

menjadi kendala adalah kekakuan sistem pemotongan karena k’r yang kecil akan

mempertinggi gaya radial Fx, sebagai petunjuk :

1. sistem pemotongan yang kaku, k’r = 5o s.d 10o

2. sistem pemotongan yang lemah, k’r = 10o s.d 20o

6. Radius Pojok (r )

Radius pojok berfungsi untuk memperkuat ujung pertemuan antara mata

potong utama S dengan mata potong minor S’ dan selain itu menentukan

kehalusan permukaan hasil pemotongan

Untuk r yang relatif besar, maka bersama-sama dengan gerak makan yang

dipilih sehingga mempengaruhi kehalusan permukaan produk.

II. Kondisi Pemotongan

Pada dasarnya dalam setiap proses pemesinan ada tiga variabel proses yang

perlu ditetapkan harganya yaitu kedalaman potong a, gerak makan f, dan

kecepatan potong v, untuk menghasilkan produk sesuai dengan geometri dan

(38)

perlu ditentukan terlebih dahulu jenis mesin perkakas dan pahatnya (material

pahat disesuaikan dengan material benda kerja, geometri pahat disesuaikan

dengan kondisi proses yang direncanakan). Kemudian tiga variabel proses di atas

harus dipilih supaya kecepatan penghasilan geram setinggi mungkin. Kecepatan

penghasilan geram yang tinggi dapat dicapai dengan menaikkan ketiga variabel

proses tersebut dengan urutan yaitu kedalaman potong (sebesar mungkin)

ditentukan terlebih dahulu dengan memperhatikan dimensi bahan dan dimensi

produk (dimensi akhir), kekakuan sistem, dan dimensi mata potong pahat,

sehingga langkah pemotongan sependek mungkin (satu atau beberapa langkah

pengasaran dan mungkin diperlukan langkah akhir yang berupa penghalusan).

Gerak makan ditentukan sebesar mungkin, tergantung pada gaya pemotongan

maksimum yang diizinkan (defleksi) serta tingkat kehalusan permukaan yang

diminta (tidak selalu harus halus), kecepatan potong harus ditentukan supaya daya

pemotongan (Nc) tidak melebihi daya tersedia (Nmr) serta umur pahat diharapkan

sesuai dengan batasan yang akan ditentukan kemudian. Prosedur penentuan harga

ketiga variabel proses ini pada umumnya dapat dilaksanakan dengan mudah pada

proses pemesinan dimana tidak terjadi fluktuasi gaya.

2.3 Bahan Material

Secara garis besar material bahan dapat dikelompokkan kedalam dua jenis,

yaitu bahan logam (Ferrous Metal) dan bahan bukan logam (Non Ferrous Metal).

2.3.1. Bahan Logam (Ferrous Metal)

Pada umumnya dapat dibagi kedalam : besi tuang yang terdiri dari

(39)

kurang. yang kemudian dapat dibagi atas baja karbon dengan kandungan karbon

rendah, menengah dan tinggi, paduan baja rendah dan tinggi, dan baja perkakas.

1. Baja (Steel)

Beberapa sifat baja, diantaranya :

1. Modulus elastisitasnya : 28.106 – 30.106 lb/inch2

2. Kekerasan dipengaruhi kandungan karbon bukan paduan.

3. Ketangguhan baja untuk kekerasan yang seragam dalam volumenya

bergantung pada jumlah dan jenis paduan.

Baja adalah logam yang memiliki batas pertahanan. Kegagalan material

biasanya disebabkan pembebanan yang berulang, tegangan untuk material dapat

tahan di bawah pembebanan konstan jauh di bawah pembebanan statik.

2. Baja Karbon (Carbon Steel)

Faktor utama yang mempengaruhi sifat dari baja karbon adalah kandungan

karbon dan mikrostruktur yang ditentukan oleh komposisi baja, seperti : C, Mn,

Si, P, S, dan elemen sisanya seperti O2H2 dan N. Dan dengan pengerjaan akhir,

pengerolan, penempaan dan perlakuan panas.

Baja karbon biasa dalam fase perilitic, dalam kondisi penuangan,

pengerolan, dan penempaan. Dalam kondisi hypo eutectoid adalah ferrite dan

pearlite. Dan hypo eutectoid adalah cementite dan pearlite.

3. Baja Paduan (Steel Alloy)

adalah paduan dari besi dan karbon yang berisi elemen paduan satu atau

lebih, yaitu 1.65% Mn; 0.6 % Si; 0.6 % Cu; atau paduan spesifik yang mencapai

(40)

Baja paduan dapat menghasilkan kekuatan, kegetasan, dan keuletan yang lebih

baik dari baja karbon. Baja paduan sesuai untuk tegangan tinggi dan beban kejut.

Pengaruh paduan elemen dan baja paduan adalah sebagai berikut :

1. Ni : menghasilkan keuletan, tahan korosi, dan kekerasan yang lain.

2. Cr : tahan korosi, keuletan, dan kemampuan pengerasan.

3. SiO2 : menghasilkan ketahanan, oksida temperatur tinggi, menaikkan

temperatur kristis. Pada perlakuan panas, meningkatkan

kecenderungan dekaburisasi dan gravitasi.

4. Baja Perkakas (Tool Steel)

Baja perkakas sama seperti baja paduan karbon tinggi, dengan sifat tahan

aus dan kejut, keras, tangguh dan ulet yang didapat dari perlakuan panas, dan

pabrifikasi. Baja perkakas biasanya dikombinasikan dengan besi dari satu atau

lebih elemen berikut :

0.8-1.3% C; 0.2-1.6% Mn; 0.5-2.0% Si; 0.25-1.4% Cr; 1.5-2.0% T; 0.15-3.0%

Vn; 0.8-5.0% Mo; dan 0.75-1.2% Co.

Kekerasan dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan, dari di atas

temperatur kritis ke temperatur transformasi kebutuhan (sekitar 1160 0F).

5. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)

Sifat terpenting adalah ketahan korosi, yang berhubungan dengan lapisan

tipis CrO2 yang terbentuk di atas permukaan. Lapisan tersebut hanya tahan

terhadap oksidasi seperti asam nitrit, tapi tidak pada penyerongan bahan, seperti

asam hidrochloris, dan banyak garam halogen.

(41)

Ada 5 jenis besi tuang, diantaranya besi tuang kelabu besi tuang ulet,

lunak, paduan tinggi dan putih. Dan yang paling terkenal besi tuang kelabu dan

ulet. Variasi jenis di atas ditentukan kandungan karbon. Sifat mekanik besi tuang,

yaitu :

1. Kekuatan tarik, yang dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan dalam

cetakan.

2. Kekuatan tekan, kekuatan tekan besi tuang kelabu biasanya 3-5 kali

kekuatan tariknya dan tegangan gesernya sama dengan tegangan tariknya.

3. Modulus Elastisitas, dalam menentukan modulus elastisitas dari besi tuang

kelabu biasanya digunakan slope dari kurva defleksi pembebanan pada 25

% tegangan tarik sehingga dianjurkan memilih besi tuang dengan modulus

elastisitas yang rendah pada aplikasi yang membutuhkan ketahanan

kenaikan temperatur yang tiba-tiba.

4. Kekerasan, kekerasan besi tuang kelabu bervariasi dengan tegangan

tariknya.

2.4 Pemesinan Kering (Dry Machining)

2.4.1 Definisi

Pemesinan kering atau dalam dunia manufakturing dikenal dengan

pemesinan hijau (Green Machining) merupakan suatu cara proses pemesinan atau

pemotongan logam tanpa menggunakan cairan pendingin melainkan

menggunakan partikel udara sebagai media pendingin selama proses pemesinan

(42)

untuk mengurangi biaya produksi, meningkatkan produktivitas serta ramah

lingkungan.

Mengingat persaingan dalam dunia manufakturing begitu ketatnya maka

penelitian terhadap teknologi pemesinan hijau (green machining) terus dilakukan,

karena walaupun teknologi pemesinan hijau (green machining) terus berkembang

akan tetapi teknologi yang ada sekarang ini hanya mampu digunakan untuk proses

dengan pemakanan yang kecil sehingga biasanya hanya dipakai untuk proses

penghalusan (finishing).

2.4.2 Perkembangan Pemesinan Kering

Saat ini pengembangan pemesinan kering (Green machining) hangat

dibicarakan di kalangan orang teknologi pemesinan. Pemesinan kering pada

industri manufaktur sekarang ini masih sedikit sekali atau boleh dikatakan

masih dalam tahap uji coba, ini disebabkan karena belum tegaknya

undang-undang lingkungan hidup dan masih minimnya pahat yang direkomendasi untuk

pemesinan kering, sehingga industri manufaktur masih tetap bertahan pada sistem

yang lama yaitu pemesinan basah ( Molinary & Nouari 2003, Grzesik & Nieslony

2003 ). Ada tiga faktor yang menyebabkan pemesinan kering menjadi menarik

dibicarakan yaitu :

1. Pemesinan kering hanya dipilih untuk mengatasi masalah pemutusan atau

penguraian rantai ikatan kimia yang panjang dengan waktu paruh yang

sangat lama (non biodegradable) yang potensial untuk merusak lingkungan.

2. Teknik pemesinan kering sangat potensial untuk mengurangi biaya produksi.

(43)

pemotongan (7-20) % dari biaya pahat total. Jumlah ini adalah dua sampai

empat kali lebih besar dari biaya pahat potong.

3. Salah satu cara pemesinan yang tidak menimbulkan limbah dan pengabutan

udara serta tidak menimbulkan sisa pada serpihan adalah pemesinan kering

(Sreejith & Ngoi 2000, Sokovic & Mijanovic 2001).

Keuntungan utama dari cairan pemotongan adalah untuk mengurangi

panas dan gesekan yang ditimbulkan sepanjang daerah pemotongan serta juga

bermanfaat untuk membersihkan serpihan dari daerah pemotongan. Jika cairan

pemotongan tidak digunakan pada proses pemesinan maka kedua keuntungan di

atas tidak diperoleh mengakibatkan koefisien gesekan serta suhu pemotongan

meningkat sehingga akan menimbulkan keausan pada pahat yang disebabkan

difusi pahat. Mekanisme keausan pahat ditunjukkan dalam pemotongan kering

beban kerja tinggi (beban termal) Sebaliknya dalam perspektif pahat sebagai

material yang rapuh, pemotongan kering memberikan manfaat untuk menghindari

tegangan termal yang umumnya diindikasikan oleh keretakan sisir (comb crack)

pada permukaan pahat potong (Che Haron 2001).

Pahat potong dioptimalkan dengan pemilihan material pahat bersalut dan

geometri pahat yang sesuai. Material yang tahan terhadap suhu yang tinggi dan

keausan tinggi adalah karbida, sermet, keramik, CBN dan PCD. Tujuan

penggunaan pemesinan kering ini, untuk mencapai peningkatan kemampuan

mesin dengan mengurangi koefisien gesekan dan panas selama proses

pemotongan. Sekarang ini material yang berlapis telah ditemukan menjamin

suksesnya pemesinan kering. Studi literatur menyatakan bahwa pengaruh cairan

(44)

dianalisa dan dipublikasikan (Klocke and Eisenblatter 1997). Mereka melaporkan

bahwa pemesinan kering dapat dilakukan dengan hasil yang diharapkan pada besi

tuang, karbon dan baja tuangan. Graham (2000) juga melaporkan bahwa

perubahan dari pemesinan yang menggunakan cairan pemotongan ke pemesinan

kering dapat dilakukan untuk beberapa logam seperti baja, besi tuang dan

aluminium. Sreejith and Ngoi (2000) di dalam papernya berjudul pemesinan

kering untuk masa yang akan datang sangat diharapkan.

Graham (2000), Sreejth and Ngoi (2000) melaporkan bahwa pemesinan

yang sukses untuk masa yang akan datang adalah pemesinan kering dengan

menggunakan pahat potong karbida berlapis, CBN, Sialon dan PCD. CBN dan

PCD telah banyak digunakan untuk pemesinan kering kecepatan tinggi 1000

m/menit. Dalam kasus baja paduan, beberapa peneliti melaporkan bahwa karbida

berlapis keramik, CBN dan PCD sangat potensial digunakan (Che Haron et al

2001, Grzesik & Nieslony 2003).

Pemesinan kering meniadakan kebutuhan untuk pembuangan dan

pembelian cairan pendingin, menghapus ditutupnya produksi pembersih

pemesinan dan meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja. Pemesinan

kering juga akan memberikan lebih bersih lingkungan benda kerja seperti tak

adanya minyak yang melekat pada benda kerja. Selain itu, geram akan menjadi

tak terkontaminasi. Keuntungan biaya dari pemesinan kering meliputi tanpa

pendingin, tanpa pompa pendingin, tak ada pembelian filter dan tak ada penjualan

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Bahan dan Alat

3.1.1 Bahan

Material yang digunakan pada penelitian ini yaitu :

1. Baja karbon (AISI 1045)

Komposisi kimia dan sifat mekanik dari Baja karbon AISI 1045 dapat dilihat

[image:45.595.117.458.316.638.2]

pada tabel 3.1 dan table 3.2.

Tabel 3.1 Komposisi kimia dari Baja karbon AISI 1045

C (%) Mn (%) P (%) S (%)

0,43-0,50 0.60-0.90 <=0.040 <=0.050

Sumber : Tools and inserts for turning ( Ceratizit):

Tabel 3.2. Sifat-sifat mekanik dari Baja karbon AISI 1045

Sumber : eFunda Properties of Carbon Steel AISI 1045

Baja karbon sering digunakan sebagai bahan paduan dlam pembuatanbatang

penghubung, die block, kabel dan lain-lain.

Sifat Mekanis Baja Karbon AISI 1045 (T25oC)

Tegangan luluh ( y) 505 Mpa

Tegangan batas ( u) 250.103 psi, 1725 Mpa

Kekuatan tarik 585 Mpa

Kekerasan 179 HB

Modulus elastisitas (E) 210 Gpa

Kerapatan massa ( ) 0.33 lb/in3, 9.13 g/cm3

Berat spesifik ( ) 8.03 (x1000 kg/m3)

(46)

Material bahan yang digunakan berbentuk selinder pejal dengan diameter

[image:46.595.123.445.154.241.2]

80 mm dan panjang 500 mm, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3.1 dan 3.2.

Gambar 3.1 Gambar geometri benda kerja

Gambar 3.2 Gambar benda kerja

2. Pahat karbida tak berlapis

Pahat potong yang digunakan adalah pahat karbida tak berlapis (WC + 6%

Co) yang diproduksi oleh PLANSEE dengan pengenal CNMG 120412 EN-TM.

Geometri dan sifat mekanik dari pahat karbida tak berlapis ditunjukkan pada tabel

3.3 dan 3.4.

[image:46.595.128.446.188.529.2]
(47)
[image:47.595.126.510.103.496.2]

Tabel 3.3 Geometri Pahat Karbida

Geometri Pahat Satuan

Sudut Potong Utama

80

o

Sudut Geram

6

o

Toleransi

d = 0.05-0.10 mm; m = 0.08-0.20 mm; Bentuk Permukaan Atas

IK ≥ ¼ inc Panjang Sisi Potong

L = 12 mm; d = 12.7 mm Tebal MataPahat

s = 4.76 mm Radius Pojok

r = 1,2 mm Sumber : Tools and inserts for turning ( Ceratizit)

Gambar 3.3 Mata Pahat Karbida dan Lapisannya

Tabel 3.4 sifat-sifat mekanis pahat karbida tak berlapis

Kekerasan 90 HRA, 1800HK

Kekuatan tekan 150.103 psi, 1050 Mpa Kekuatan kejut 3 in.lb, 0.34 J Modulus elastisitas 75.106 psi, 520 Gpa Densitas 10 g/cm3, 0.36 lb/in3

Titik leleh 2250 oF, 1400 oC

Konduktifitas thermal 42 W/m.oC

[image:47.595.139.395.538.712.2]
(48)

Batas kondisi pemesinan yang dianjurkan dalam pemesinan baja karbon

menggunakan pahat karbida tak berlapis adalah sebagai berikut :

Kecepatan potong (v) = 180-250 m/min

Gerak makan (f) = 0.15-0.35 mm/rev

Kedalaman potong (a) = 1.0-4.0 mm

Sumber : www.Plansee.com

3. 1 .2 Alat

Peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah :

[image:48.595.133.500.316.559.2]

1. Mesin Bubut Konvensional

Gambar 3.4 Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co

Data teknik dari mesin bubut Jhung Metal Machinery Co ditunjukkan pada

tabel 3.4.

(49)

7

4 3

6 2

1 5

Tabel 3.5 Data Teknis Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co

Daya (N) 8.7 kW

Torsi 6600 N

Diameter penjepit maksimum (mm) 158

Ukuran (mm) 530 x 1100

Putaran (rpm) 1440 1730

Voltase (v) 220/330 220/330

Ampere (A) 14.0/8.11 13.5/7.82

Frekuensi (Hz) 50 60

Motor listrik High effisiensi, 3 phase.

Induction motor.

Sumber : Data mesin BBLKI

2. Benda kerja terpasang

Penampang dari benda kerja terpasang ditunjukkan pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Benda kerja terpasang pada mesin

Keterangan

1. Putaran poros utama (spindle) 4. Pemegang pahat (tool holder)

2. Pencekam benda kerja (chuck) 5. Kepala lepas (tailstock)

3. Pahat (tool) 6. Benda kerja (work piece)

7. Tempat dudukan pahat (tool post) dan tool holder

3. Mikroskop VB

(50)
[image:50.595.266.381.86.218.2]

Gambar 3.6 Mikroskop VB

4. Pemusatan (Centering) benda kerja

adalah membuat lubang dudukan kepala lepas (tail stock) yang digunakan

sebagai sumbu putar ketika benda kerja berputar untuk melakukan pemesinan

sebagaiman ditunjukkan pada gambar 3.7.

[image:50.595.144.435.332.547.2]

Gambar 3.7 Centering benda kerja

5. Jangka Sorong

Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter benda kerja sebelum dan

setelah pemesinan pada tiap fase. Jangka sorong dapat dilihat pada gambar 3.8.

[image:50.595.205.404.609.680.2]
(51)

6. Pemegang Pahat (Tool Holder)

digunakan untuk memegang mata pahat (insert). Adapun jenis pemegang

pahat yang digunakan adalah pemegang pahat PCLNR 2525 M13 seperti

ditunjukkan pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Pemegang mata pahat (Tool holder)

3. 2 Metode

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dengan

menggunakan mesin perkakas bubut (turning). Variabel kondisi pemesinan seperti

kecepatan potong, kedalaman potong, dan gerak makan disesuaikan dengan batas

kondisi pemesinan baja karbon AISI 1045 menggunakan pahat karbida tak

berlapis dan kemampuan mesin bubut yang digunakan sebagaimana ditunjukkan

pada tabel 3.6.

Tabel 3.6 Kondisi pemesinan

No putaran(n) Gerak makan (f) Kedalaman(a) Diameter(d)

1 950 rpm 0,24 mm/rev 2,0 mm 80 mm

2 950 rpm 0,17 mm/rev 1,2 mm 65 mm

3 650 rpm 0,24 mm/rev 2,0 mm 80 mm

4 650 rpm 0,17 mm/rev 1,2 mm 65 mm

(52)

Mulai penelitian Pengajuan tema penelitian dan penelusuran literatur

Penyelidikan unjuk kerja maksimum mesin

n = 950 rpm, f = 0.24 mm/rev, a = 2 mm

Penyelidikan ketermesinan baja karbon AISI 1045 dengan pahat karbida tak berlapis : v = 180-250 m/min, f = 0.15-0.35 mm/rev, a = 1.0-4.0 mm

Penentuan kondisi pemotongan n = (650-950) rpm, f = (0.17-0.24) mm/rev, dan a = (1.2-2.0) mm

Pemesinan kering orthogonal

Pengumpulan data hasil eksperimen :

•Tebal geram ( h) •Waktu pemesinan (tc) Survey ketersediaan alat :

• Mesin bubut

• Mikroskop

• jangka sorong, dll

Penyediaan bahan :

• Baja karbon AISI 1045

(53)
[image:53.595.110.528.79.602.2]

Gambar 3.10 Diagram alir pengujian pemesinan

Untuk menghindari beban kejut yang terlalu besar maka dibuat jalan

masuk pahat (entry path) sepanjang 5 mm untuk setiap langkah pemotongan

baru. Dari hasil pengujian yang dilakukan, maka akan diperoleh data-data hasil

pengujian yang dapat disajikan pada tabel hasil seperti pada tabel 3.7. Menganalisa data hasil eksperimen bagi menghasilkan gaya (F), daya (N), beserta komponennya dan energi p. spesifik (Esp)

Menyusun proposal pembentukan beban geram dan

hubungannya dengan F, N, beserta komponennya dan Esp

Menghasilkan grafik hubungan beban geram dengan F, N, beserta komponennya dan Esp

untuk beberapa nilai f

Kesimpulan :

• Gaya F ~ 1/(v.f), Daya N ~ (v.f)

• Esp~ (v.f) untuk f ≤ 0.294 mm/rev dan

Esp~ 1/(v.f) untuk f ≥ 0.352 mm/rev

• Pahat karbida tak berlapis menunjukan perfoma yang lebih rendah dari karbida berlapis pada pemesinan baja karbon AISI 1045.

Selesai penelitian

Penyelidikan kondisi pemotongan moderat pada pemesinan baja karbon AISI 1045

dengan pahat karbida tak berlapis

(54)

Tabel 3.7 Bentuk tabel data yang dihasilkan dari pengujian.

Kondisi Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8

1 v (m/min)

hc (mm)

2 v (m/min)

hc (mm)

4 v (m/min)

hc (mm)

(55)

BAB IV

DATA DAN ANALISA

4.1 Data Hasil Pengujian

Dari hasil pengujian pemesinan baja karbon AISI 1045 dengan menggunakan

pahat karbida tak berlapis sesuai dengan kondisi pemotongan yang telah

dipaparkan pada tabel 3.6, maka diperoleh data hasil pemesinan sebagaimana

tersaji pada table 4.1.

Tabel 4.1 Data-data hasil pengujian

Kondisi Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8

1 v (m/min) 238,6 226,7 214,8 202,8 190,9 179 167 155,2

hc (mm) 0,443 0,445 0,45 0,456 0,463 0,473 0,485 0,5

2 v (m/min) 193,9 186,7 179,6 172,4 165,3 158,1 150,9 143,8 hc (mm) 0,299 0,3 0,311 0,315 0,321 0,329 0,333 0,34

4 v (m/min) 132,6 127,7 122,8 117,9 113,1 108,2 103,3 98,4

hc (mm) 0,353 0,359 0,365 0,37 0,378 0,385 0,391 0,4

Data hasil pengujian pada tabel 4.1 tidak dapat langsung digunakan untuk

mencapai tujuan penelitian ini sebagaimana yang telah dipaparkan pada Bab I

sebelumnya, oleh karena itu berikut akan disajikan analisa dari data hasil

pengujian di atas. Analisa data hasil pemesinan pada kondisi I ditunjukkan pada

tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data pemesinan kondisi 1

Dia (mm) 80 76 72 68 64 60 56 52

v (m/min) 238,6 226,7 214,8 202,8 190,9 179 167 155,2 hc (mm) 0,443 0,445 0,45 0,456 0,463 0,473 0,485 0,5

(56)

Nilai hc (tebal geram) didapat dari pengukuran langsung dengan

menggunakan mikroskop VB. Kemudian dengan menggunakan persamaan rasio

pemampatan geram, maka didapat harga h seperti di atas.

h hc h =

λ ....………. 4.1

dimana,

h : rasio pemampatan geram hc : tebal geram ; mm

h : tebal geram sebelum terpotong ; mm

1. Tebal geram sebelum terpotong (h)

h = f sin Kr = 0,24 sin 90o

h = 0,24 mm

2. Panjang pemesinan tiap fase (Lt) = 458 mm

3. Kecepatan pemakanan (vf)

vf = f.n ; m/min, ...………... 4.2

= 0,24 . 950

vf = 228 mm/min

dimana,

vf : kecepatan pemakanan ; mm/min

f : pemakanan ; mm/rev

n : putaran ; rpm

(57)

1. waktu pemesinan teori (tc,teori)

min 01 , 2

228 458

, ,

= = =

teori c

f t teori c

t

v L t

2. waktu pemesinan praktek (tc,praktek)

tc,praktek = 2,567 min

5. Lebar pemotongan (b)

b = a/sin Kr = 2/ sin 90o

b = 2 mm

6. Rasio kerampingan pemotongan ( )

= b/h = 2/0,24 = 8,33

Analisa data hasil pemesinan pada kondisi II ditunjukkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data pemesinan kondisi 2

Dia (mm) 65,0 62,6 60,2 57,8 55,4, 53,0 50,6 48,2 v (m/min) 193,9 186,7 179,6 172,4 165,3 158,1 150,9 143,8

hc (mm) 0,299 0,30 0,311 0,315 0,321 0,329 0,333 0,34 h 1,76 1,79 1,83 1,855 1,89 1,935 1,96 2,0

1. Tebal geram sebelum terpotong (h)

h = f sin Kr =0,17 sin 90o

h = 0,17 mm

2. Panjang pemesinan tiap fase (Lt) = 467 mm

3. Kecepatan pemakanan (vf)

n f vf = .

(58)

4. Waktu pemesinan (tc)

1. waktu pemesinan teori (tc,teori)

min 89 , 2

5 , 161

467

, ,

= = =

teori c

f t teori c

t

v L t

2. waktu pemesinan praktek (tc,praktek)

tc,praktek = 3,517 min

5. Lebar pemotongan (b)

b = a/sin Kr = 1,2/ sin 90o

b = 1,2 mm

6. Rasio kerampingan pemotongan ( )

= b/h = 1,2 / 0,17

= 7,06

kondisi 3

Untuk kondisi pemotongan 3, yaitu :

n = 650 rpm a = 2 mm f = 0,24 mm/rev

Dinyatakan tidak dapat dijalankan, setelah dua kali percobaan pemesinan.

Hal ini karena kondisi pemesinan dianggap terlalu berat, dimana putaran mesin

terlalu kecil untuk melayani gerak makan f dan kedalaman potong a sedemikian

besar.

Selain itu, hal ini disebabkan juga oleh cacat produk dari material benda

kerja yang digunakan, dimana material yang digunakan memiliki kekerasan yang

tidak merata baik antara kulit luar dengan bagian dalam bahan maupun sepanjang

(59)

Kedua hal di atas menyebabkan pemesinan untuk kondisi ketiga tidak

dapat berjalan dengan ideal, yang ditandai dengan getaran yang sangat besar

sehingga diputuskan diberhentikan untuk kebaikan proses pemesinan.

Fenomena pemesinan ini akan dibahas secara lebih terperinci oleh rekan

saya yang juga ikut melaksanakan pengujian pemesinan ini. Analisa data hasil

pemesinan pada kondisi III ditunjukkan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data pemesinan kondisi 4

Dia (mm) 65,0 62,6 60,2 57,8 55,4 53,0 50,6 48,2 v (m/min) 132,6 127,7 122,8 117,9 113,1 108,2 103,3 98,4 hc (mm) 0,353 0,359 0,365 0,370 0,378 0,385 0,391 0,40

h 2,075 2,115 2,145 2,18 2,225 2,265 2,30 2,35 1. Tebal geram sebelum terpotong (h)

h = f sin Kr = 0,17 sin 90o

h = 0,17 mm

2. Panjang pemesinan tiap fase (Lt) = 467 mm

3. Kecepatan pemakanan (vf)

n f vf = .

= 0,17 . 650

vf = 110,5 mm/min

4. Waktu pemesinan (tc)

1. waktu pemesinan teori (tc,teori)

min 226 , 4

5 , 110

467

, ,

= = =

teori c

f t teori c

t

v L t

2. waktu pemesinan praktek (tc,praktek)

(60)

5. Lebar pemotongan (b)

b = a/sin Kr = 1,2/ sin 90o

b = 1,2 mm

6. Rasio kerampingan pemotongan ( )

= b/h =1,2 / 0,17

= 7,06

4.2 Komponen Kecepatan dan Gaya Pembentukan Geram

Dari proses pemesinan yang telah dijalankan sesuai kondisi pemotongan

yang ditentukan sebelumnya, maka diperoleh data-data hasil pengujian pada tabel

4.1. Data-data hasil pengujian ini selanjutnya akan dianalisa lebih lanjut bagi

menghasilkan analisa untuk menjabarkan komponen kecepatan dan gaya

pembentukan geram pada penelitian ini.

Untuk perhitungan awal, maka ditentukan kondisi pemesinan sebagai berikut :

f = 0,24 mm/rev a = 2,0 mm

v = 238,6 m/min h= 1,845

kr = 90o o = 6o = 5o

Dari kondisi di atas, analisa komponen gaya dan kecepatan akan diberikan

sebagai berikut :

1. sudut geser ( )

0 0

sin cos tan

γ

λ γ

φ

− =

h

0 0

6 sin 845 , 1

6 cos tan

− =

φ

0 =

(61)

Dari persamaan :

2 2

45 γ0 η

φ = + −

Maka diperoleh :

2. sudut gesek ( )

= 90o + 0 - 2

= 90o + 6o – 2 (29,73224o)

= 36,5355o

Untuk perhitungan komponen gaya, digunakan rumus empiris sebagai berikut :

Fv = ks . A

dimana,

ks = ks1.1 . f -z . Ck C o CVB Cv

Untuk menentukan gaya potong spesifik referensi (ks1.1), maka dapat

digunakan rumus pendekatan berikut :

ks1.1 = 144 u0,37

Baja karbon (AISI 1045) memiliki kekerasan : 179 BHN, maka

diperkirakan memiliki kekuatan tarik ( u) sebesar :

u = 2,93 HB1,03

u = 2,93 (179)1,03

u = 612,78 N/mm2

sehingga diperoleh gaya potong spesifik referensi (ks1.1), yaitu :

ks1.1 = 144 u0,37

= 144 (612,78)0,37

ks1.1 = 1547,625 N/mm2

3. Gaya potong spesifik (ks)

(62)

dimana,

Ck = 1 untuk kr = 90

Gambar

Tabel  3.1   Komposisi kimia dari Baja karbon AISI 1045
Gambar 3.1 Gambar geometri benda kerja
Gambar 3.3  Mata Pahat Karbida dan Lapisannya
Gambar  3.4   Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co
+7

Referensi

Dokumen terkait

Software Design Expert digunakan untuk mendapatkan pecontohan dari beberapa hasil pelaksanaan eksperimen untuk menginvestigasi pengaruh antara 3 parameter input,

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Survey yang dilakukan menunjukkan bahwa permasalahan di atas hanya diselesaikan bedasarkan pengalaman dan pengalaman tersebut acap kali belum tentu sesuai

Diharapkan untuk mencari lokasi yang tenang dan tidak adanya getaran pada lantai pada saat mengukur keausan mata pahat supaya hasil lebih akurat.. Introduction

[r]

Grafik pemotongan Vc 100 Gambar 10 memberikan informasi tentang hubungan antara waktu pemotongan tc dan keausan yang dialami oleh pahat VB pada kondisi pemotongan Vc 100.Dapat dilihat