TUGAS SARJANA
PROSES PEMOTONGAN LOGAM
ANALISA GAYA, DAYA, DAN ENERGI
PEMOTONGAN SPESIFIK SERTA KONDISI
PEMOTONGAN MODERAT PADA PEMESINAN
KERING (BAJA KARBON AISI 1045 - PAHAT
KARBIDA TAK BERLAPIS, WC + 6 % Co, TIPE K)
Oleh :
SUPRIADI
NIM : 03 0401 020
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahnya-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada
waktunya.
Penelitian yang berjudul “Analisa Gaya, Daya, Dan Energi Pemotongan
Spesifik Serta Kondisi Pemotongan Moderat Pada Pemesinan Kering (Baja
Karbon AISI 1045 - Pahat Karbida Tak Berlapis, WC + 6 %Co, Tipe K)”
ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
sarjana Teknik Mesin Program Regular Departemen Teknik Mesin-Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Selama penulisan laporan ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan
bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Orang tuaku yang telah banyak memberikan perhatian, doa, nasehat dan
dukungan baik moril maupun materil, juga buat adik, dan kakakku
2. Bapak Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku dosen pembimbing tugas
sarjana ini yang telah banyak membantu menyumbang pikiran dan
meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dalam
menyelesaikan tugas sarjana ini.
3. Bapak Dr.Ing-Ir.Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik
Mesin Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Tulus Burhanuddin S, ST.MT selaku Sekretaris Departemen Teknik
5. Seluruh anggota tim dalam penelitian ini (Zaldi, Yudhi, bang Nouval, H.
Irfandi, Yuki, Juanda, Yetno, Hanafi dan Salman) yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian Tugas akhir ini.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Jurusan Teknik Mesin di
Universitas Sumatera Utara, Kak Ismawati, Kak Sonta, Bang Syawal,
Bang Nyono, Bang Fauzi, Bang Atin, Bang Rustam dan Bang Marlon
yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu selama perkuliahan.
7. Pak Sutiman selaku kepala bidang pemesinan BBLKI (Balai Besar Latihan
Kerja Indonesia) tempat melakukan pengujian, yang telah memberi banyak
masukkan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi kesempurnaan
penelitian yang kami lakukan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas sarjana ini masih jauh dari
sempurna, karena banyak keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan referensi.
Untuk itu diperlukan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan tugas sarjana ini. Semoga tugas sarjana ini bermanfaat dan berguna
bagi semua pihak.
Medan, 18 Januari 2008
Penulis
SUPRIADI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ...vi
DAFTAR GAMBAR ...viii
DAFTAR NOTASI ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 3
1.3 Manfaat Penelitian ... 3
1.4 Batasan Masalah ……….4
1.5 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Operasi Pembubutan ... 4
2.1.1 Lima Elemen Dasar Pemesinan ... 6
2.1.2 Aplikasi Pada Operasi Pembubutan ... 7
2.1.3 Mekanisme Pembentukkan Geram ... 10
2.1.4 Komponen Gaya dan Kecepatan Pemotongan Orthogonal ... 11
2.1.6 Kondisi Pemotongan Moderat ... 18
2.2 Bahan Pahat ... 19
2.2.1 Bahan Pahat Komersial ... 19
2.2.2 Bahan Pahat Karbida ... 20
2.2.3 Pahat Karbida Pada Operasi Pembubutan ... 22
2.3 Bahan material ... 25
2.3.1 Bahan Logam (Ferrous Metal) ... 25
2.3.2 Bahan Bukan Logam (Non Ferrous Metal) ... 26
2.4 Pemesinan Kering ... 27
2.4.1 Defenisi ... 27
2.4.2 Perkembangan Pemesinan Kering ... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan Dan Alat...32
3.1.1 Bahan ...32
1. Baja Karbon AISI 1045...32
2. Pahat Karbida Tak Berlapis...33
3.1.2 alat ...35
3.2 Metode Penelitian...38
BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Data Hasil Pengujian ... 41
4.2 Komponen Gaya Dan Kecepatan Pembentukan Geram ... 46
4.4 Daerah Pemesinan Moderat ... 59
BAB V PROPOSAL HUBUNGAN ANTARA BEBAN GERAM DENGAN GAYA , DAYA DAN ENERGI PEMOTONGAN SPESIFIK 5.1 Pendahuluan ... 64
5.2 Metode Pengolahan Data ... 66
5.3 Beban Geram ... 68
5.3.1 Hubungan Beban Geram Dengan Gaya Pemotongan ... 70
5.3.2 Hubungan Beban Geram Dengan Daya Pemesinan... 80
5.3.3 Hubungan Beban Geram Dengan Energi P. Spesifik ... 84
5.4 Hubungan Beban Geram Dengan Komponen Gaya Pemotongan ... 90
5.4.1 Hubungan Beban Geram Dengan Gaya Potong ... 91
5.4.2 Hubungan Beban Geram Dengan Gaya Makan... 92
5.4.3 Hubungan Beban Geram Dengan Gaya Pemotongan ... 93
5.5 Hubungan Beban Geram Dengan Komponen Daya Pemesinan ... 96
5.5.1 Hubungan Beban Geram Dengan Daya Potong ... 96
5.5.2 Hubungan Beban Geram Dengan Daya Makan... 97
5.5.3 Hubungan Beban Geram Dengan Daya Hilang ... 98
5.5.4 Hubungan Beban Geram Dengan Daya Pemesinan... 99
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 102
6.2 Saran ... 105
DAFTAR PUSTAKA ... 107
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Komposisi kimia dari Baja karbon AISI 1045 32
Tabel 3.2. Sifat-sifat mekanis dari Baja karbon AISI 1045 32
Tabel 3.3 Geometri pahat karbida 34
Tabel 3.4 Data Teknis Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co 36
Tabel 3.5 Bentuk tabel data yang dihasilkan dari pengujian. 40
Tabel 4.1 Data-data hasil pengujian 41
Tabel 4.2 Data pemesinan kondisi 1 41
Tabel 4.3 Data pemesinan kondisi 2 43
Tabel 4.4 Data pemesinan kondisi 4 45
Tabel 4.5 Hasil perhitungan komponen gaya p. geram , f = 0.24 mm/rev 50
Tabel 4.5 Hasil perhitungan komponen gaya p. geram , f = 0.17 mm/rev 51
Tabel 4.7 Perhitungan daya dan efisiensi permesinan untuk karbida tak berlapis (WC + 6% Co) 54
Tabel 5.1 Hubungan antara beban geram (chip load) , dengan gaya (F), daya (N) dan energi pemotongan spesifik 68
Tabel 5.2 Analisa hubungan antara beban geram dengan gaya pemotongan untuk f = 0,24 mm/rev 70
Tabel 5.3 Jumlah kuadrat sisa tebakan awal a0 =2293,07643 dan 162993252 , 0 1 =− a 72
Tabel 5.4 Jumlah kuadrat sisa tebakan baru a0 =2317.48803 dan 165761152 . 0 1 =− a 74
f = 0,24 mm/rev 91
Tabel 5.6 Data hasil pengujian hubungan beban geram dengan komponen
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses bubut 8
Gambar 2.2 Teori modern yang menerangkan terjadinya geram 11
Gambar 2.3 Lingkaran Merchant’s 12
Gambar 2.4 Kecepatan geser vs yang ditentukan oleh kecepatan geram vc
dan kecepatan potong v 14
Gambar 3.1 Gambar geometri benda kerja 34
Gambar 3.2 Gambar benda kerja 34
Gambar 3.3 Mata pahat karbida dan lapisannya 35
Gambar 3.4 Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co 36
Gambar 3.5 Benda kerja terpasang pada mesin 37
Gambar 3.6 Mikroskop VB 38
Gambar 3.7 Centering 38
Gambar 3.8 Jangka sorong 39
Gambar 3.9 Pemegang mata pahat (Tool holder) 39
Gambar 3.10 Diagram alir penelitian 41
Gambar 4.1. Daerah pemotongan moderat pada pemesinan baja karbon dengan
menggunakan pahat karbida tak berlapis (WC + 6% Co, tipe K 62
Gambar 4.2. Daerah pemotongan moderat pada pemesinan baja karbon dengan
menggunakan pahat karbida berlapis (WC-TiC-TaC-Co, tipe P) 65
Gambar 5.1 Pengaruh kecepatan potong v dan gerak makan f terhadap
rasio pemampatan geram h 66
Gambar 5.2 Grafik hubungan Beban Geram dengan Gaya Pemotongan 79
beberapa nilai gerak makan f 80
Gambar 5.4 Grafik hubungan Beban Geram dengan Daya Pemesinan 84
Gambar 5.5 Grafik hubungan Beban Geram dengan Daya Pemesinan untuk
beberapa nilai gerak makan f 85
Gambar 5.6 Grafik hubungan Beban Geram dengan Energi pemotongan
spesifik 89
Gambar 5.7 Grafik hubungan Beban Geram dengan Energi pemotongan spesifik untuk beberapa nilai gerak makan f. 91
Gambar 5.8 Hubungan antara Beban geram dengan komponen Gaya pemesinan
untuk gerak makan f = 0,24 mm/rev. 97
Gambar 5.9 Hubungan antara Beban geram dengan komponen Daya pemesinan
DAFTAR NOTASI
Lambang Besaran Satuan
a : Kedalaman potong (depth of cut) mm
A : Penampang geram sebelum terpotong mm2
Ashi : Penampang bidang geser mm2
Aγ : Bidang pada pahat dimana geram mengalir (face) mm2
b : Lebar pemotongan (width of cut) mm
Ck : Faktor koreksi terhadap sudut potong Kr
Cv : Faktor koreksi terhadap kecepatan potong Cv
Cvb : Faktor koreksi terhadap keausan tepi VB
γ
C : Faktor koreksi terhadap sudut geram 0
d : Diameter rata-rata mm
dm : Diameter akhir mm
do : Diameter mula mm
E : Modulus elastisitas (modulus of elasticity) Gpa
Esp : Energi pemotongan spesifik J/cm3
f : Gerak makan mm/rev
F : Gaya total yang bekerja pada pemotongan logam N
Ff : Gaya makan searah dengan kecepatan makan N
Fs : Gaya geser yang bekerja pada pemotongan logam N
Fsn : Gaya normal pada bidang geser pada pemotongan logam N
γ
F : Gaya gesek pada bidang geram N
n
Fγ : Gaya normal pada bidang geram N
Fp : Gaya radial N
G : Modulus elastisitas geser (shear modulus) GPa
h : Tebal geram sebelum terpotong mm
hc : Tebal geram setelah terpotong mm
Kr : Sudut potong utama ( o)
Ks : Gaya potong spesifik N/mm2
Ks1,1 : Gaya potong spesifik referensi N/mm2
Lt : Panjang pemesinan mm
n : Putaran poros utama rpm
Nc : Daya potong kW
Nct : Daya pemotongan total kW
Nf : Daya makan kW
Nmc : Daya pemesinan kW
NmL : Daya yang hilang kW
Nmn : Daya nominal kW
Nmo : Daya idle kW
Nmr : Daya tersedia kW
rc : Radius ujung pahat mm
Sr : Jumlah kuadrat sisa
c
t : Waktu pemotongan min
v : Kecepatan potong (cutting speed) m/min
vf : Kecepatan makan m/min
vs : Kecepatan geser pada daerah deformasi utama m/s
v.f : Beban geram (chip load) m2/rpm
VB : Panjang keausan tepi mm
z : Pangkat tebal geram, rata-rata bernilai 0,2
Z : Kecepatan penghasilan geram mm3/min
o : Sudut geram ( o)
η : Besar sudut gesek ( o)
l : Prosentase beban (%)
m : Efisiensi mekanis
ct : Efisiensi pemesinan
h : Rasio pemampatan tebal geram
s : Sudut miring ( o)
σ : Standar deviasi
σu : Tegangan tarik (Ultimate tensile strength) Mpa
σy : Tegangan geser (Tensile yield strength) Mpa
shi : Tegangan geser pada bidang geser N/mm2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sejak awal proses pemesinan, operasi pemesinan yang berlangsung
menggunakan cairan pemotongan adalah lazim dilakukan, hal ini disebut dengan
operasi pemesinan basah. Untuk operasi pembubutan, tak kurang dari 20 l/menit
cairan pemotongan harus dialirkan pada kawasan pemotongan, yaitu kawasan atau
zona dimana terjadi proses pembentukan geram (Chip formation), Kalpajian
(1995).
Klocke dan Eisen blatter (1997), melaporkan bahwa tak kurang dari
750.000 galon cairan pemotongan bekas (cairan pemotongan yang sudah habis
masa pakai) tercatat sebagai limbah dari industri pemotongan logam di Jerman.
Jika hal ini dihubungkan dengan sejumlah negara-negara industri logam di dunia
seperti Amerika, Jepang, Inggris, dan lainnya, maka jutaan galon cairan
pemotongan bekas akan menjadi limbah. Limbah-limbah ini biasanya akan
disimpan di dalam kontainer sebelum ditanam. Jika hal ini berkelanjutan, maka
lingkungan akan terganggu dan ini bukan merupakan jalan keluar terbaik.
Dalam publikasinya, Strejith dan Ngoi (2000) ada mengutip dari hasil para
pakar pemesinan, yang merekomendasikan harus dilakukan dengan pemesinan
kering. Pemesinan kering didefenisikan sebagai operasi pemesinan yang masih
boleh menggunakan cairan pemotongan untuk voume yang sangat terbatas, yaitu
50 ml/jam. Namun solusi yang paling baik adalah jika operasi pemesinan
Sebagaimana paparan di atas, bahwa lazimnya operasi pemesinan
dilakukan dengan pemesinan basah sehinggga karakteristik pemesinan basah
sudah dikenal baik selama ini. Berbeda dengan pemesinan basah, dimana
informasi mengenai karakteristik pemesinan kering belum banyak dilaporkan
bahkan masih banyak yang meragukan, apakah pemesinan kering dapat dilakukan.
Diantara banyak parameter-parameter yang digunakan, untuk
mengkarakterisasikan proses pemesinan, maka ada beberapa parameter yang
paling signifikan, diantaranya gaya pembentuk geram F, daya N dan efisiensi
pemotongan serta energi pemotongan spesifik Esp.
Disamping itu, perlu mengetahui pula kondisi pemotongan moderat
sehingga diketahui efisiensi kesesuaian antara material benda kerja dan pahat
yang digunakan. Baja karbon dan karbida adalah material benda kerja dan bahan
pahat standar pada operasi pemotongan logam. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
produk-produk industri logam yang dibuat dari baja karbon dan dimesin dengan
pahat karbida. Sebagai contoh, Harahap (2007) melaporkan bahwa industri
pemotongan logam di Sumatera Utara atau Usaha Kecil Menengah (UKM) paling
banyak menggunakan baja karbon sebagai bahan benda kerja, manakala pahat
HSS yang masih banyak digunakan pada industri logam di Sumatera Utara
disarankan beliau menggunakan pahat karbida sebagaimana hasil penelitian
beliau.
Beliau juga sudah melakukan pemesinan kering baja karbon dengan
menggunakan pahat Karbida dan melaporkan kondisi optimum yang dapat
kondisi pemotongan optimum jika karakteristik pemesinan kering sebagaimana
paparan di atas belum dilaporkan.
Dari paparan di atas, maka dirasa perlu untuk mempelajari karakteristik
pemesinan kering baja karbon menggunakan pahat karbida, agar didapat informasi
mengenai pemesinan kering secara luas dan informatif sehingga pemesinan kering
dapat dilakukan dan lingkungan dapat diselamatkan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik pemesinan baja
karbon AISI 1045 yang meliputi hubungan beban geram terhadap gaya, dan daya
pemesinan serta komponennya dan energi pemotongan spesifik pada pemesinan
kering orthogonal menggunakan pahat karbida tak berlapis. Selain itu, juga
menyelidiki daerah pemotongan moderat dari kondisi pemesinan di atas bagi
mengetahui efisiensi kesesuaian benda kerja dengan jenis pahat yang digunakan.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. Untuk Akademis,
dapat memberikan informasi mengenai karakteristik pemesinan baja
karbon AISI 1045 pada pemesinan kering orthogonal dengan
menggunakan pahat karbida tak berlapis untuk meningkatkan
kemampumesinan bahan baja karbon AISI 1045.
dapat dijadikan pertimbangan untuk merencanakan kondisi pemesinan
yang optimum sehingga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas.
3. Untuk lingkungan,
diharapkan pemesinan kering dapat menjadi solusi pilihan dalam
merencanakan pemesinan optimum tanpa mengabaikan kelestarian
lingkungan.
1.4 Batasan masalah
1. Bahan benda kerja yang digunakan adalah baja karbon rendah AISI
1045. Dengan kondisi awal tanpa pengerjaan pendahuluan, yaitu bahan
yang biasa digunakan dalam industri manufaktur (bukan dalam keadaan
ideal).
2. Pahat yang digunakan adalah pahat karbida tak berlapis (WC + 6% Co,
Cast iron cutting grade, tipe K).
1.5 Sistematika penulisan
Tugas sarjana ini disajikan dalam beberapa bab dengan tujuan untuk
memudahkan pemaparan masalah dan membentuk alur pembahasan analisa yang
mudah dipahami.
BAB I merupakan uraian singkat mengenai latar belakang, tujuan,
manfaat, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II menjelaskan tinjauan pustaka yang akan memberikan informasi
ketermesinan dari bahan logam dan non logam, jenis material pahat, serta
pemesinan kering dan perkembangannya.
BAB III menjelaskan pengumpulan data, metodologi penelitian, peralatan
dan bahan yang digunakan, proses pengerjaan yang dilakukan, serta faktor-faktor
penting lainnya yang menunjang penelitian ini.
BAB IV menjelaskan analisa data mengenai karakteristik pemesinan
material yang meliputi komponen gaya pembentuk geram, daya dan efisiensi
pemotongan, energi pemotongan spesifik, dan kondisi pemesinan moderat.
BAB V menampilkan proposal hubungan antara beban geram (Chipload)
dengan gaya dan daya pemesinan serta energi pemotongan spesifik. Pada bab ini
akan ditunjukkan hubungan dari parameter-parameter di atas dalam bentuk grafik
tiga dimensi dengan beban geram sebagai sumbu x dan variable pemesinan
lainnya seperti gaya, dan daya pemesinan serta energi pemotongan spesifik
sebagai sumbu y.
BAB VI merupakan kesimpulan dan saran dari semua uraian pembahasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Operasi Pembubutan
2.1.1 Lima Elemen Dasar Pemesinan
Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik
suatu produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis pemesinan seperti
proses bubut, proses gurdi dan lain-lain harus dipilih sebagai suatu proses atau
urutan proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses,
ukuran objektif ditentukan dan pahat harus membuang sebagian material benda
kerja sampai ukuran objektif itu dicapai. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara
menentukan penampang geram (sebelum terpotong). Selain itu, setelah berbagai
aspek teknologi ditinjau, kecepatan pembuangan geram dapat dipilih supaya
waktu pemotongan sesuai dengan yang dikehendaki. Pekerjaan ini akan ditemui
dalam setiap perencanaan proses pemesinan. Untuk itu perlu dipahami lima
elemen dasar proses pemesinan yaitu : (lit. 4, hal : 13)
1. Kecepatan potong (cutting speed) : v (m/min)
2. Kecepatan makan (feeding speed) : vf (mm/min)
3. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm)
4. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min)
5. Kadar pembuangan material
Elemen proses pemesinan tersebut (v, vf, a, tc, Z) dihitung berdasarkan
dimensi benda kerja dan pahat serta besaran dari mesin perkakas. Oleh sebab itu,
rumus yang dipakai dalam setiap proses pemesinan bisa berlainan. Karena dalam
penelitian ini penulis menggunakan mesin bubut (turning) maka yang akan
dibahas dalam bab ini hanya mengenai elemen dasar proses pemesinan dari mesin
bubut (turning).
2.1.2 Aplikasi Pada Operasi Pembubutan
Elemen dasar dari proses bubut (turning) dapat diketahui atau dihitung
dengan menggunakan rumus yang dapat diturunkan dengan memperhatikan
Gambar 2.1. Kondisi pemotongan ditentukan sebagai berikut :
Benda Kerja : d0 : diameter awal ; mm
dm : diameter luar ; mm
lt : panjang pemesinan ; mm
Pahat : r : sudut potong utama ; o γ0 : sudut geram ;
o
Mesin Bubut : a : kedalaman potong ; mm
= (d0 - dm )/2 ; mm ...…………... 2.1
f : gerak makan ; mm/rev
Gambar 2.1 Proses Bubut (Sumber : Rochim 1993)
Dari Gambar 2.1 terlihat bahwa proses bubut tersebut menggunakan
suatu proses pemotongan miring (oblique cutting) yaitu suatu sistem pemotongan
dengan gerakan relatif antara pahat dan benda kerja membentuk sudut potong
utama r kurang dari 90º. Kecepatan makan vf dihasilkan oleh pergerakan dari
pahat ke benda kerja.
Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut :
1. Kecepatan Potong
v =
1000 n . d .
π ; m/min ...…………... 2.2
dimana,
v : kecepatan potong ; m/min
d : diameter rata-rata
d = (d0 + dm) /2 ≈ d0 ; mm, ………... 2.3
Kecepatan potong maksimal yang diizinkan tergantung pada :
1. Bahan benda kerja : makin tinggi kekuatan bahan, makin rendah
kecepatan potong.
2. Bahan pahat : pahat karbida memungkinkan kecepatan yang lebih
tinggi dari pada pahat HSS.
3. Besar asutan : makin besar gerak makan, makin rendah kecepatan
potong.
4. Kedalaman potong : makin besar kedalaman potong, makin rendah
kecepatan potong.
2. Kecepatan Pemakanan
vf = f . n ; mm/min ...…………... 2.4
dimana,
vf : kecepatan makan ; mm/min
f : gerak makan ; mm/rev
n : putaran poros utama (benda kerja) ; rpm
3. Waktu Pemotongan
tc = lt / vf ; min ………... 2.5
dimana,
tc : waktu pemotongan ; min
lt : panjang pemesinan ; mm
vf: kecepatan makan ; mm/min
4. Kecepatan Penghasilan Geram
dimana, penampang geram sebelum terpotong A = f . a ; mm2
maka
Z = f . a . v ...….………... 2.7
dimana,
Z : kecepatan penghasilan geram ; cm3 / min
f : gerak makan ; mm/rev
a : kedalaman potong ; mm
Pada Gambar 2.1 diperlihatkan sudut potong utama ( r, principal cutting
edge angle) yaitu merupakan sudut antara mata potong mayor dengan kecepatan
makan vf. Untuk harga a dan f yang tetap maka sudut ini menentukan besarnya
lebar pemotongan. (b, widh of cut) dan tebal geram sebelum terpotong (h,
underformed chip thicknes) sebagai berikut:
a. Lebar pemotongan :
b = a / sin r ; mm ...………...… 2.8
b. Tebal geram sebelum terpotong :
h = f sin Kr ; mm ...………... 2.9
Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong dapat dituliskan
sebagai berikut :
A = f . a = b . h ; mm2 ...………... 2.10
Perlu dicatat bahwa tebal geram sebelum terpotong (h) belum tentu sama
dengan tebal geram (hc, chip thicknes) dan hal ini antara lain dipengaruhi oleh
2.1.3 Mekanisme Pembentukan Geram
Logam yang pada umumnya bersifat ulet (ductile) apabila mendapat
tekanan akan timbul tegangan (stress) di daerah sekitar konsentrasi gaya
penekanan mata potong pahat. Tegangan pada logam (benda kerja) tersebut
mempunyai orientasi yang kompleks dan pada salah satu arah akan terjadi
tegangan geser (shearing stress) yang maksimum. Apabila tegangan geser ini
melebihi kekuatan logam akan terjadi deformasi plastik (perubahan bentuk) yang
menggeser dan memutuskan benda kerja diujung pahat pada suatu bidang geser
(shear plane). Ilustrasi mengenai mekanisme pembentukan geram ditunjukkan
pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Teori modern (yang dianut) yang menerangkan terjadinya geram
2.1.4 Komponen Gaya Dan Kecepatan Pemotongan Orthogonal
Suatu analisa mekanisme pemotongan orthogonal yang dikemukakan oleh
Merchant mendasarkan teorinya sebagai suatu sistem yang dipandang sebagai
sebuah bidang dan diuraikan menjadi dua buah gaya yang saling tegak lurus.
2.1.4.1 Komponen Gaya Pembentuk Geram
Komponen gaya pembentuk geram dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Gaya geser (Fs)
adalah gaya yang mendeformasi material pada bidang geser.
Fs = F cos ( + – o) ; N ...………….. 2.11
2. Gaya normal pada bidang geser (Fsn)
adalah gaya yang menyebabkan pahat tetap melekat pada benda kerja.
Fsn2 + Fs2 = F2 ; N ... 2.12
II. Gaya dari pengukuran dinamometer.
1. Gaya potong (Fv)
adalah gaya yang bekerja searah dengan kecepatan potong.
) cos(
sin
) cos( . . .
o o shi
v
h b F
γ η γ η τ
− + Φ
Φ −
= ; N ……….…………. 2.13
2. Gaya makan (Ff)
adalah gaya yang searah dengan kecepatan makan.
Fv2 + Ff2 = F2 ; N …….……... 2.14
III. Gaya yang bereaksi pada bidang geram.
1. Gaya gesek (F )
adalah gaya yang timbul karena aliran geram pada bidang geram.
F = Ff cos o + Fv sin o ; N ... 2.15
2. Gaya normal pada bidang geram (Fn )
adalah gaya yang menyebabkan geram tetap mengalir pada bidang
geram.
F2 + F n2 =F2 ; N …... 2.16
Komponen gaya di atas dapat dianalisa dengan lingkaran Merchant’s
Gambar 2.3 Lingkaran Merchant’s (Sumber : Rochim 1993
1. sudut geser ( )
2 2 45+γ −η
=
Φ o
………... 2.17
o h
o
γ λ sinγ
cos tan
− =
Φ ………... 2.18
2. Sudut gesek ( )
= 90 + o - 2 ………... 2.19
dimana,
shi : tegangan geser pada bidang geser ; N/mm2
Ashi : penampang bidang geser
= A/sin ; mm2
A : penampang geram sebelum terpotong
= b.h ; mm2
h : rasio pemampatan geram
Rumus teoritik di atas diturunkan dalam analisa proses pemotongan
sudut potong utama r dan kondisi bahan yang diperhatikan sedangkan
faktor-faktor koreksi untuk kondisi pemotongan, seperti kecepatan potong, kecepatan
makan, dan lain-lain belum dipertimbangkan. Dari paparan di atas, maka kita
dapat menggunakan rumus empiris yang lebih kompleks, diantaranya :
Fv = ks. A ; N ………... 2.20
dimana,
ks : gaya potong spesifik ; N/mm2
A : penampang geram sebelum terpotong ; mm2
: b. h = a.f
Gaya potong spesifik ks akan dipengaruhi oleh pahat (jenis dan geometri),
benda kerja (jenis dan kondisi pengerjaan), dan kondisi pemotongan serta jenis
proses pemesinan yang dapat berciri spesifik.
ks = ks 1.1.f-z .CK.C .CVB.Cv ; N ………... 2.21
dimana,
ks 1.1 : gaya potong spesifik referensi ; N/mm2
Z : pangkat tebal geram = 0,2
CK : faktor koreksi sudut potong utama r
C : faktor koreksi sudut geram o
CVB : faktor koreksi keausan VB
Cv: faktor koreksi kecepatan potong v
Untuk menentukan harga ks 1.1 dapat diperoleh dari table 8.1 (lit.4, hal :
187) atau dengan korelasi persamaan gaya potong spesifik referensi dengan
kekuatan tarik.
dimana,
u : kekuatan tarik ; N/mm2
2.1.4.2 Komponen Kecepatan Pemesinan
Oleh karena adanya pemampatan tebal geram, maka kecepatan aliran
geram selalu lebih rendah dari pada kecepatan potong, seperti terlihat pada
gambar 2.4.
Gambar 2.4 Kecepatan geser vs yang ditentukan oleh kecepatan geram vc dan kecepatan potong v.
Berdasarkan polygon kecepatan di atas, maka
1. Kecepatan geram vc.
vc =
) cos(
sin )
cos( sin
0
0 φ γ
φ φ
γ φ− = − v v
………... 2.23
dari persamaan
φγ φ λ
sin ) cos( − 0
=
h
maka diperoleh :
h c
v v
λ
= ………...… 2.24
dimana,
v : kecepatan potong ; m/min
vs : kecepatan geser ; m/min
2. Kecepatan geser (vs)
φγ
sin cos 0 c s
v v =
) cos(
cos 0 0 γ φ−γ
= v
vs ; m/min ... 2.25
2.1.5 Daya dan Efisiensi Pemesinan
Daya pemotongan ditentukan oleh gaya dan kecepatan pemotongannya,
daya pemotongan dapat dinyatakan :
Nct = Nc + Nf ………..….2.26
dimana,
Nct : daya pemotongan total ; kW
Nc : daya potong ; kW
Nf : daya makan ; kW
1. Daya potong (Nc)
adalah daya yang dibutuhkan saat pemotongsn berlangsung, jadi daya potong
terjadi atau dibutuhkan pada pahat.
Nc =
60000
v Fv
; kW ……… 2.27
2. Daya makan (Nf)
adalah daya yang dibutuhkan agar pahat tetap bergerak melakukan gerak
makan searah kecepatan makan.
Nf =
000 . 000 . 60
f fv
F
Daya pemotongan Nct adalah daya yang terpakai dalam proses pembentukan
geram, selain daya pemotongan, motor mesin perkakas juga harus menanggung
daya yang hilang karena terpakai untuk menggerakkan komponen mesin dan
gesekan pada sistem transmisi daya pada mesin tersebut.
Maka daya dalam proses pemesinan Nmc adalah :
Nmc = Nct + Nml ; kW ….………... 2.29
dimana, Nmc : daya pemesinan ; kW
Nml : daya yang hilang ; kW
Oleh karena itu, efisiensi pemesinan dapat didefinisikan sebagai berikut :
ct = 100 N
N mc
ct ×
% ... 2.30
Setiap mesin memiliki karakteristik tertentu yang berhubungan dengan
daya. Karakteristik daya tersebut dapat diselidiki dengan mengukur daya idel (idle
power) yaitu daya yang dipakai motor listrik sewaktu mesin dijalankan dengan
benda kerja dalam keadaan terpasang pada berbagai kecepatan potong dan
kecepatan makan dalam keadaan tanpa melakukan pemotongan.
Berdasarkan daya nominal yang tertulis pada motor listrik, maka daya
yang tersedia untuk pemesinan adalah
Nmr = Nmn - Nmo ; kW ………... 2.31
dimana,
Nmr : daya tersedia ; kW NmL > Nmo
Nmn : daya nominal ; kW
Nmo : daya idle ; kW
m = ×100 mn mv
N N
% ... 2.32
Umumnya pemilihan motor penggerak disesuaikan dengan kekuatan dan
kekakuan dari komponen utama mesin, sehingga diharapkan daya yang tersedia
dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Tapi dalam prakteknya, daya yang tersedia tidak
selalu mungkin sepenuhnya dimanfaatkan karena beberapa kendala teknologi
seperti kehalusan produk.
Untuk mengukur sampai seberapa jauh pemanfaatan daya yang tersedia
tersebut, dapat dinyatakan dengan persentase beban, yaitu
l = ×100 mr
ct
N N
% ... 2.33
Selain dengan efisiensi pemesinan c dan persentase beban l, maka kondisi
pemesinan juga dapat pula dinilai berdasarkan energi pemotongan specifik Esp.
Esp = Z Nct60000
; J/cm3 ………... 2.34
dimana,
Nct : daya pemotongan total ; kW
Z : kecepatan penghasil geram ; cm3/min
2.1.6 Kondisi Pemotongan Moderat
Kecepatan potong moderat adalah kecepatan potong yang memberikan
kondisi dimana keausan tepi mulai terus membesar (pada suatu harga kecepatan
potong) dan keausan kawah juga mulai membesar dimana sebelumnya hampir
Harga kecepatan potong moderat akan turun jika kecepatan makan
dipertinggi, jadi kondisi pemotongan moderat merupakan fungsi dari kecepatan
potong dan kecepatan makan.
Lebar daerah pemotongan moderat dibatasi oleh garis bawah Rmin, yang
menyatakan saat hilangnya BUE dan garis atas yang menunjukan saat terjadinya
deformasi dan laju keausan kawah yang semakin cepat. Pada daerah yang moderat
tersebut, hendaknya kondisi pemesinan direncanakan. Hal ini bergantung pada
kombinasi pahat dan material benda kerja. Jika daerah pemotongan moderat
menjadi lebih sempit, maka dianggap pasangan pahat dan material benda kerja tak
sesuai. Dan jika kondisi pemesinan yang direncanakan ternyata jatuh diluar daerah
pemesinan moderat, maka harus dilakukan pengubahan, yaitu jika memungkinkan
dilakukan pengubahan kecepatan potong v dan gerak makan f secara serentak
sedemikian rupa sehingga kecepatan penghasil geram Z tidak berubah.
v = R . f – atau v.f - = R ...………... 4.12
dimana,
R : konstanta dari kecepatan potong untuk f sebesar 1 satuan
: pangkat gerak makan = 0,77
kondisi pemesinan yang diharapkan
Rmin < v.f – < Rmax
2.2 Bahan Pahat
2.2.1 Bahan Pahat Komersial
Dalam suatu pemesinan jenis pekerjaan pemesinan yang tertentu
jenis material pahat perlu diperhitungkan. Berikut adalah pahat yang sering
digunakan menurut urutannya mulai dari material yang relatif lunak sampai
dengan yang paling keras sebagai berikut :
1. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel, Carbon Tool Steels, CTS)
2. HSS (High Speed Steels, Tool Steels)
3. Paduan Cor Nonlogam (Cast Nonferous Alloys, Cast Carbides)
4. Karbida (Cermeted Carbides, Hardmetals)
5. Keramik (Ceramic)
6. CBN (Cubic Boron Nitride)
7. Intan (Sintered Diamons & Natural Diamonds)
2.2.2 Bahan Pahat Karbida
Jenis karbida yang disemen (Cemeted Carbides) merupakan bahan pahat
yang dibuat dengan cara menyinter serbuk karbida (nitrida dan oksida) dengan
bahan pengikat yang umumnya dari cobalt (Co), dengan cara carburizing
masing-masing bahan dasar serbuk Tungsten (wolfram), Titanium, Tantalum dibuat
menjadi karbida yang kemudian digiling dan disaring. Campuran serbuk karbida
tersebut kemudian dicampur dengan bahan pengikat (Co) dan dicetak tekan
dengan memakai bahan pelumas kemudian dipanaskan sampai 1600 0C. Ada tiga
jenis bahan utama pahat karbida yaitu :
1. Karbida Tungsten ( WC + Co ) yang merupakan jenis pahat karbida untuk
memotong besi tuang.
2. Karbida Tungsten Paduan (WC .TiC +Co; WC-TaC-TiC + Co ; WC –TaC+
Co ; WC-TiC-TiN+Co; TiC + Ni,Mo) merupakan jenis pahat karbida yang
3. Karbida lapis (Coated Cemeted Carbides) merupakan jenis karbida Tungsten
yang dilapis. (Rochim 1993).
a. Karbida tungsten (WC + Co)
Karbida tungsten murni merupakan jenis yang paling sederhana terdiri
dari karbida tungsten (WC ) dan pengikat cobalt ( Co). Jenis yang cocok
untuk pemesinan dimana mekanisme keausan pahat terutama disebabkan
oleh proses abrasi seperti terjadi pada berbagai besi tuang, apabila
digunakan untuk baja akan terjadi keausan kawah yang berlebihan. Untuk
pemesinan baja dipakai jenis karbida tungsten paduan ( Destefani 2002).
b. Karbida WC-TiC + Co
Pengaruh utama dari TiC adalah mengurangi tendensi dari geram untuk
melekat pada muka pahat (BUE : Buit Up Edge) serta menaikkan daya
tahan keausan kawah ( Destefani 2002).
c. Karbida WC- TaC- TiC +Co
Penambahan TaC memperbaiki efek samping TiC yang menurunkan
transverse rupture strength. Hot Hardness dan compressive strength
dipertinggi, sehingga ujung pahat tahan terhadap deformasi plastik
(Rochim 1993).
d. Karbida WC –TaC + Co
Pengaruh TaC adalah hampir serupa dengan pengaruh TiC, akan tetapi
TaC lebih lunak dibandingkan dengan TiC. Jenis ini lebih tahan terhadap
thermal shock cocok untuk pembuatan alur ( Destefani 2002).
Jenis karbida lapis ini sedang berkembang dan banyak digunakan dalam
berbagai jenis permesinan, pemakainya sekitar 40 % dari seluruh jenis
pahat karbida yang digunakan. Material dasarnya adalah karbida tungsten
(WC + Co) yang dilapis dengan bahan keramik (karbida, nitrida dan
oksida) yang keras tahan terhadap temperatur tinggi ( Destefani 2002 ).
2.2.3 Pahat Karbida Pada Operasi Pembubutan
I. Geometri Pahat
Proses pemesinan menggunakan pahat sebagai perkakas potongnya dan
geometri pahat tersebut merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan
keberhasilan suatu proses pemesinan. Geometri pahat harus dipilih dengan benar
disesuaikan dengan jenis material benda kerja, material pahat, dan kondisi
pemotongan sehingga salah satu atau beberapa objektif seperti tingginya umur
pahat, rendahnya gaya atau daya pemotongan, halusnya permukaan, dan ketelitian
geometri produk dapat tercapai. Untuk itu, disini akan dibahas optimisasi
geometri pahat bubut yaitu sudut-sudut pahat ditinjau dalam sistem referensi
orthogonal karena dalam sistem referensi yang lain efeknya akan sama.
1. Sudut Bebas ( )
fungsinya adalah mengurangi gesekan antara bidang utama A dengan
bidang transien dari benda kerja sehingga temperatur tinggi akibat gesekan dapat
dihindari sehingga aus tepi tidak cepat terjadi.
Gerak makan f akan menentukan harga sudut bebas, semakin besar gerak
pahat dibutuhkan sudut penampang o yang besar yaitu dengan memperkecil
sudut bebas bila sudut geram tetap.
Sebagai petunjuk umum dalam pemesinan baja, harga sudut bebas dipilih sesuai
dengan gerak makan, yaitu :
f ≤ 0,2 mm/rev, maka o = 12o
f > 0,2 mm/rev, maka o = 8o
2. Sudut Geram ( )
Sudut geram adalah sudut dari bidang geram terhadap bidang normal.
Sama seperti sudut bebas, sudut geram juga memiliki harga optimum. Untuk
kecepatan potong tertentu, sudut geram yang besar akan menurunkan rasio
pemampatan tebal geram h yang mengakibatkan kenaikan sudut geser yang
besar akan menurunkan penampang bidang geser Ashi sehingga gaya potong
menurun, tapi sudut geram yang terlalu besar akan menghambat proses
perambatan panas sehingga temperatur naik, hal ini mengakibatkan menurunnya
umur pahat T.
3. Sudut Miring ( )
Sudut miring mempengaruhi arah aliran geram, bila berharga nol maka
arah aliran geram tegak lurus mata potong. Dengan adanya sudut miring, maka
panjang kontak antara pahat dan benda kerja menjadi lebih diperpanjang.
Temperatur bidang kontak akan mencapai harga minimum bila s = + 5o untuk
proses penghalusan (finishing) dan -5o untuk proses pengasaran (roughing).
4. Sudut Potong Utama (kr)
Sudut potong utama mempunyai peran antara lain :
2. Menentukan panjang mata potong yang aktif atau panjang kontak antara
geram dengan bidang pahat, dan
3. Menentukan besarnya gaya radial Fx
Gaya radial akan membesar dengan pengecilan kr, hal ini akan
menyebabkan lenturan yang besar ataupun getaran sehingga menurunkan
ketelitian geometri produk dan hasil pemotongan terlalu kasar.
5. Sudut Potong Bantu (k’r)
Pada prinsipnya, sudut potong bantu dapat dipilih sekecil mungkin karena
selain memperkuat ujung pahat, maka kehalusan produk dapat dipertinggi. Yang
menjadi kendala adalah kekakuan sistem pemotongan karena k’r yang kecil akan
mempertinggi gaya radial Fx, sebagai petunjuk :
1. sistem pemotongan yang kaku, k’r = 5o s.d 10o
2. sistem pemotongan yang lemah, k’r = 10o s.d 20o
6. Radius Pojok (r )
Radius pojok berfungsi untuk memperkuat ujung pertemuan antara mata
potong utama S dengan mata potong minor S’ dan selain itu menentukan
kehalusan permukaan hasil pemotongan
Untuk r yang relatif besar, maka bersama-sama dengan gerak makan yang
dipilih sehingga mempengaruhi kehalusan permukaan produk.
II. Kondisi Pemotongan
Pada dasarnya dalam setiap proses pemesinan ada tiga variabel proses yang
perlu ditetapkan harganya yaitu kedalaman potong a, gerak makan f, dan
kecepatan potong v, untuk menghasilkan produk sesuai dengan geometri dan
perlu ditentukan terlebih dahulu jenis mesin perkakas dan pahatnya (material
pahat disesuaikan dengan material benda kerja, geometri pahat disesuaikan
dengan kondisi proses yang direncanakan). Kemudian tiga variabel proses di atas
harus dipilih supaya kecepatan penghasilan geram setinggi mungkin. Kecepatan
penghasilan geram yang tinggi dapat dicapai dengan menaikkan ketiga variabel
proses tersebut dengan urutan yaitu kedalaman potong (sebesar mungkin)
ditentukan terlebih dahulu dengan memperhatikan dimensi bahan dan dimensi
produk (dimensi akhir), kekakuan sistem, dan dimensi mata potong pahat,
sehingga langkah pemotongan sependek mungkin (satu atau beberapa langkah
pengasaran dan mungkin diperlukan langkah akhir yang berupa penghalusan).
Gerak makan ditentukan sebesar mungkin, tergantung pada gaya pemotongan
maksimum yang diizinkan (defleksi) serta tingkat kehalusan permukaan yang
diminta (tidak selalu harus halus), kecepatan potong harus ditentukan supaya daya
pemotongan (Nc) tidak melebihi daya tersedia (Nmr) serta umur pahat diharapkan
sesuai dengan batasan yang akan ditentukan kemudian. Prosedur penentuan harga
ketiga variabel proses ini pada umumnya dapat dilaksanakan dengan mudah pada
proses pemesinan dimana tidak terjadi fluktuasi gaya.
2.3 Bahan Material
Secara garis besar material bahan dapat dikelompokkan kedalam dua jenis,
yaitu bahan logam (Ferrous Metal) dan bahan bukan logam (Non Ferrous Metal).
2.3.1. Bahan Logam (Ferrous Metal)
Pada umumnya dapat dibagi kedalam : besi tuang yang terdiri dari
kurang. yang kemudian dapat dibagi atas baja karbon dengan kandungan karbon
rendah, menengah dan tinggi, paduan baja rendah dan tinggi, dan baja perkakas.
1. Baja (Steel)
Beberapa sifat baja, diantaranya :
1. Modulus elastisitasnya : 28.106 – 30.106 lb/inch2
2. Kekerasan dipengaruhi kandungan karbon bukan paduan.
3. Ketangguhan baja untuk kekerasan yang seragam dalam volumenya
bergantung pada jumlah dan jenis paduan.
Baja adalah logam yang memiliki batas pertahanan. Kegagalan material
biasanya disebabkan pembebanan yang berulang, tegangan untuk material dapat
tahan di bawah pembebanan konstan jauh di bawah pembebanan statik.
2. Baja Karbon (Carbon Steel)
Faktor utama yang mempengaruhi sifat dari baja karbon adalah kandungan
karbon dan mikrostruktur yang ditentukan oleh komposisi baja, seperti : C, Mn,
Si, P, S, dan elemen sisanya seperti O2H2 dan N. Dan dengan pengerjaan akhir,
pengerolan, penempaan dan perlakuan panas.
Baja karbon biasa dalam fase perilitic, dalam kondisi penuangan,
pengerolan, dan penempaan. Dalam kondisi hypo eutectoid adalah ferrite dan
pearlite. Dan hypo eutectoid adalah cementite dan pearlite.
3. Baja Paduan (Steel Alloy)
adalah paduan dari besi dan karbon yang berisi elemen paduan satu atau
lebih, yaitu 1.65% Mn; 0.6 % Si; 0.6 % Cu; atau paduan spesifik yang mencapai
Baja paduan dapat menghasilkan kekuatan, kegetasan, dan keuletan yang lebih
baik dari baja karbon. Baja paduan sesuai untuk tegangan tinggi dan beban kejut.
Pengaruh paduan elemen dan baja paduan adalah sebagai berikut :
1. Ni : menghasilkan keuletan, tahan korosi, dan kekerasan yang lain.
2. Cr : tahan korosi, keuletan, dan kemampuan pengerasan.
3. SiO2 : menghasilkan ketahanan, oksida temperatur tinggi, menaikkan
temperatur kristis. Pada perlakuan panas, meningkatkan
kecenderungan dekaburisasi dan gravitasi.
4. Baja Perkakas (Tool Steel)
Baja perkakas sama seperti baja paduan karbon tinggi, dengan sifat tahan
aus dan kejut, keras, tangguh dan ulet yang didapat dari perlakuan panas, dan
pabrifikasi. Baja perkakas biasanya dikombinasikan dengan besi dari satu atau
lebih elemen berikut :
0.8-1.3% C; 0.2-1.6% Mn; 0.5-2.0% Si; 0.25-1.4% Cr; 1.5-2.0% T; 0.15-3.0%
Vn; 0.8-5.0% Mo; dan 0.75-1.2% Co.
Kekerasan dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan, dari di atas
temperatur kritis ke temperatur transformasi kebutuhan (sekitar 1160 0F).
5. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)
Sifat terpenting adalah ketahan korosi, yang berhubungan dengan lapisan
tipis CrO2 yang terbentuk di atas permukaan. Lapisan tersebut hanya tahan
terhadap oksidasi seperti asam nitrit, tapi tidak pada penyerongan bahan, seperti
asam hidrochloris, dan banyak garam halogen.
Ada 5 jenis besi tuang, diantaranya besi tuang kelabu besi tuang ulet,
lunak, paduan tinggi dan putih. Dan yang paling terkenal besi tuang kelabu dan
ulet. Variasi jenis di atas ditentukan kandungan karbon. Sifat mekanik besi tuang,
yaitu :
1. Kekuatan tarik, yang dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan dalam
cetakan.
2. Kekuatan tekan, kekuatan tekan besi tuang kelabu biasanya 3-5 kali
kekuatan tariknya dan tegangan gesernya sama dengan tegangan tariknya.
3. Modulus Elastisitas, dalam menentukan modulus elastisitas dari besi tuang
kelabu biasanya digunakan slope dari kurva defleksi pembebanan pada 25
% tegangan tarik sehingga dianjurkan memilih besi tuang dengan modulus
elastisitas yang rendah pada aplikasi yang membutuhkan ketahanan
kenaikan temperatur yang tiba-tiba.
4. Kekerasan, kekerasan besi tuang kelabu bervariasi dengan tegangan
tariknya.
2.4 Pemesinan Kering (Dry Machining)
2.4.1 Definisi
Pemesinan kering atau dalam dunia manufakturing dikenal dengan
pemesinan hijau (Green Machining) merupakan suatu cara proses pemesinan atau
pemotongan logam tanpa menggunakan cairan pendingin melainkan
menggunakan partikel udara sebagai media pendingin selama proses pemesinan
untuk mengurangi biaya produksi, meningkatkan produktivitas serta ramah
lingkungan.
Mengingat persaingan dalam dunia manufakturing begitu ketatnya maka
penelitian terhadap teknologi pemesinan hijau (green machining) terus dilakukan,
karena walaupun teknologi pemesinan hijau (green machining) terus berkembang
akan tetapi teknologi yang ada sekarang ini hanya mampu digunakan untuk proses
dengan pemakanan yang kecil sehingga biasanya hanya dipakai untuk proses
penghalusan (finishing).
2.4.2 Perkembangan Pemesinan Kering
Saat ini pengembangan pemesinan kering (Green machining) hangat
dibicarakan di kalangan orang teknologi pemesinan. Pemesinan kering pada
industri manufaktur sekarang ini masih sedikit sekali atau boleh dikatakan
masih dalam tahap uji coba, ini disebabkan karena belum tegaknya
undang-undang lingkungan hidup dan masih minimnya pahat yang direkomendasi untuk
pemesinan kering, sehingga industri manufaktur masih tetap bertahan pada sistem
yang lama yaitu pemesinan basah ( Molinary & Nouari 2003, Grzesik & Nieslony
2003 ). Ada tiga faktor yang menyebabkan pemesinan kering menjadi menarik
dibicarakan yaitu :
1. Pemesinan kering hanya dipilih untuk mengatasi masalah pemutusan atau
penguraian rantai ikatan kimia yang panjang dengan waktu paruh yang
sangat lama (non biodegradable) yang potensial untuk merusak lingkungan.
2. Teknik pemesinan kering sangat potensial untuk mengurangi biaya produksi.
pemotongan (7-20) % dari biaya pahat total. Jumlah ini adalah dua sampai
empat kali lebih besar dari biaya pahat potong.
3. Salah satu cara pemesinan yang tidak menimbulkan limbah dan pengabutan
udara serta tidak menimbulkan sisa pada serpihan adalah pemesinan kering
(Sreejith & Ngoi 2000, Sokovic & Mijanovic 2001).
Keuntungan utama dari cairan pemotongan adalah untuk mengurangi
panas dan gesekan yang ditimbulkan sepanjang daerah pemotongan serta juga
bermanfaat untuk membersihkan serpihan dari daerah pemotongan. Jika cairan
pemotongan tidak digunakan pada proses pemesinan maka kedua keuntungan di
atas tidak diperoleh mengakibatkan koefisien gesekan serta suhu pemotongan
meningkat sehingga akan menimbulkan keausan pada pahat yang disebabkan
difusi pahat. Mekanisme keausan pahat ditunjukkan dalam pemotongan kering
beban kerja tinggi (beban termal) Sebaliknya dalam perspektif pahat sebagai
material yang rapuh, pemotongan kering memberikan manfaat untuk menghindari
tegangan termal yang umumnya diindikasikan oleh keretakan sisir (comb crack)
pada permukaan pahat potong (Che Haron 2001).
Pahat potong dioptimalkan dengan pemilihan material pahat bersalut dan
geometri pahat yang sesuai. Material yang tahan terhadap suhu yang tinggi dan
keausan tinggi adalah karbida, sermet, keramik, CBN dan PCD. Tujuan
penggunaan pemesinan kering ini, untuk mencapai peningkatan kemampuan
mesin dengan mengurangi koefisien gesekan dan panas selama proses
pemotongan. Sekarang ini material yang berlapis telah ditemukan menjamin
suksesnya pemesinan kering. Studi literatur menyatakan bahwa pengaruh cairan
dianalisa dan dipublikasikan (Klocke and Eisenblatter 1997). Mereka melaporkan
bahwa pemesinan kering dapat dilakukan dengan hasil yang diharapkan pada besi
tuang, karbon dan baja tuangan. Graham (2000) juga melaporkan bahwa
perubahan dari pemesinan yang menggunakan cairan pemotongan ke pemesinan
kering dapat dilakukan untuk beberapa logam seperti baja, besi tuang dan
aluminium. Sreejith and Ngoi (2000) di dalam papernya berjudul pemesinan
kering untuk masa yang akan datang sangat diharapkan.
Graham (2000), Sreejth and Ngoi (2000) melaporkan bahwa pemesinan
yang sukses untuk masa yang akan datang adalah pemesinan kering dengan
menggunakan pahat potong karbida berlapis, CBN, Sialon dan PCD. CBN dan
PCD telah banyak digunakan untuk pemesinan kering kecepatan tinggi 1000
m/menit. Dalam kasus baja paduan, beberapa peneliti melaporkan bahwa karbida
berlapis keramik, CBN dan PCD sangat potensial digunakan (Che Haron et al
2001, Grzesik & Nieslony 2003).
Pemesinan kering meniadakan kebutuhan untuk pembuangan dan
pembelian cairan pendingin, menghapus ditutupnya produksi pembersih
pemesinan dan meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja. Pemesinan
kering juga akan memberikan lebih bersih lingkungan benda kerja seperti tak
adanya minyak yang melekat pada benda kerja. Selain itu, geram akan menjadi
tak terkontaminasi. Keuntungan biaya dari pemesinan kering meliputi tanpa
pendingin, tanpa pompa pendingin, tak ada pembelian filter dan tak ada penjualan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat
3.1.1 Bahan
Material yang digunakan pada penelitian ini yaitu :
1. Baja karbon (AISI 1045)
Komposisi kimia dan sifat mekanik dari Baja karbon AISI 1045 dapat dilihat
[image:45.595.117.458.316.638.2]pada tabel 3.1 dan table 3.2.
Tabel 3.1 Komposisi kimia dari Baja karbon AISI 1045
C (%) Mn (%) P (%) S (%)
0,43-0,50 0.60-0.90 <=0.040 <=0.050
Sumber : Tools and inserts for turning ( Ceratizit):
Tabel 3.2. Sifat-sifat mekanik dari Baja karbon AISI 1045
Sumber : eFunda Properties of Carbon Steel AISI 1045
Baja karbon sering digunakan sebagai bahan paduan dlam pembuatanbatang
penghubung, die block, kabel dan lain-lain.
Sifat Mekanis Baja Karbon AISI 1045 (T25oC)
Tegangan luluh ( y) 505 Mpa
Tegangan batas ( u) 250.103 psi, 1725 Mpa
Kekuatan tarik 585 Mpa
Kekerasan 179 HB
Modulus elastisitas (E) 210 Gpa
Kerapatan massa ( ) 0.33 lb/in3, 9.13 g/cm3
Berat spesifik ( ) 8.03 (x1000 kg/m3)
Material bahan yang digunakan berbentuk selinder pejal dengan diameter
[image:46.595.123.445.154.241.2]80 mm dan panjang 500 mm, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3.1 dan 3.2.
Gambar 3.1 Gambar geometri benda kerja
Gambar 3.2 Gambar benda kerja
2. Pahat karbida tak berlapis
Pahat potong yang digunakan adalah pahat karbida tak berlapis (WC + 6%
Co) yang diproduksi oleh PLANSEE dengan pengenal CNMG 120412 EN-TM.
Geometri dan sifat mekanik dari pahat karbida tak berlapis ditunjukkan pada tabel
3.3 dan 3.4.
[image:46.595.128.446.188.529.2]Tabel 3.3 Geometri Pahat Karbida
Geometri Pahat Satuan
Sudut Potong Utama
80
o
Sudut Geram
6
o
Toleransi
d = 0.05-0.10 mm; m = 0.08-0.20 mm; Bentuk Permukaan Atas
IK ≥ ¼ inc Panjang Sisi Potong
L = 12 mm; d = 12.7 mm Tebal MataPahat
s = 4.76 mm Radius Pojok
r = 1,2 mm Sumber : Tools and inserts for turning ( Ceratizit)
Gambar 3.3 Mata Pahat Karbida dan Lapisannya
Tabel 3.4 sifat-sifat mekanis pahat karbida tak berlapis
Kekerasan 90 HRA, 1800HK
Kekuatan tekan 150.103 psi, 1050 Mpa Kekuatan kejut 3 in.lb, 0.34 J Modulus elastisitas 75.106 psi, 520 Gpa Densitas 10 g/cm3, 0.36 lb/in3
Titik leleh 2250 oF, 1400 oC
Konduktifitas thermal 42 W/m.oC
[image:47.595.139.395.538.712.2]Batas kondisi pemesinan yang dianjurkan dalam pemesinan baja karbon
menggunakan pahat karbida tak berlapis adalah sebagai berikut :
Kecepatan potong (v) = 180-250 m/min
Gerak makan (f) = 0.15-0.35 mm/rev
Kedalaman potong (a) = 1.0-4.0 mm
Sumber : www.Plansee.com
3. 1 .2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah :
[image:48.595.133.500.316.559.2]1. Mesin Bubut Konvensional
Gambar 3.4 Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co
Data teknik dari mesin bubut Jhung Metal Machinery Co ditunjukkan pada
tabel 3.4.
7
4 3
6 2
1 5
Tabel 3.5 Data Teknis Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co
Daya (N) 8.7 kW
Torsi 6600 N
Diameter penjepit maksimum (mm) 158
Ukuran (mm) 530 x 1100
Putaran (rpm) 1440 1730
Voltase (v) 220/330 220/330
Ampere (A) 14.0/8.11 13.5/7.82
Frekuensi (Hz) 50 60
Motor listrik High effisiensi, 3 phase.
Induction motor.
Sumber : Data mesin BBLKI
2. Benda kerja terpasang
Penampang dari benda kerja terpasang ditunjukkan pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Benda kerja terpasang pada mesin
Keterangan
1. Putaran poros utama (spindle) 4. Pemegang pahat (tool holder)
2. Pencekam benda kerja (chuck) 5. Kepala lepas (tailstock)
3. Pahat (tool) 6. Benda kerja (work piece)
7. Tempat dudukan pahat (tool post) dan tool holder
3. Mikroskop VB
Gambar 3.6 Mikroskop VB
4. Pemusatan (Centering) benda kerja
adalah membuat lubang dudukan kepala lepas (tail stock) yang digunakan
sebagai sumbu putar ketika benda kerja berputar untuk melakukan pemesinan
sebagaiman ditunjukkan pada gambar 3.7.
[image:50.595.144.435.332.547.2]
Gambar 3.7 Centering benda kerja
5. Jangka Sorong
Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter benda kerja sebelum dan
setelah pemesinan pada tiap fase. Jangka sorong dapat dilihat pada gambar 3.8.
[image:50.595.205.404.609.680.2]
6. Pemegang Pahat (Tool Holder)
digunakan untuk memegang mata pahat (insert). Adapun jenis pemegang
pahat yang digunakan adalah pemegang pahat PCLNR 2525 M13 seperti
ditunjukkan pada gambar 3.9.
Gambar 3.9 Pemegang mata pahat (Tool holder)
3. 2 Metode
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dengan
menggunakan mesin perkakas bubut (turning). Variabel kondisi pemesinan seperti
kecepatan potong, kedalaman potong, dan gerak makan disesuaikan dengan batas
kondisi pemesinan baja karbon AISI 1045 menggunakan pahat karbida tak
berlapis dan kemampuan mesin bubut yang digunakan sebagaimana ditunjukkan
pada tabel 3.6.
Tabel 3.6 Kondisi pemesinan
No putaran(n) Gerak makan (f) Kedalaman(a) Diameter(d)
1 950 rpm 0,24 mm/rev 2,0 mm 80 mm
2 950 rpm 0,17 mm/rev 1,2 mm 65 mm
3 650 rpm 0,24 mm/rev 2,0 mm 80 mm
4 650 rpm 0,17 mm/rev 1,2 mm 65 mm
Mulai penelitian Pengajuan tema penelitian dan penelusuran literatur
Penyelidikan unjuk kerja maksimum mesin
n = 950 rpm, f = 0.24 mm/rev, a = 2 mm
Penyelidikan ketermesinan baja karbon AISI 1045 dengan pahat karbida tak berlapis : v = 180-250 m/min, f = 0.15-0.35 mm/rev, a = 1.0-4.0 mm
Penentuan kondisi pemotongan n = (650-950) rpm, f = (0.17-0.24) mm/rev, dan a = (1.2-2.0) mm
Pemesinan kering orthogonal
Pengumpulan data hasil eksperimen :
•Tebal geram ( h) •Waktu pemesinan (tc) Survey ketersediaan alat :
• Mesin bubut
• Mikroskop
• jangka sorong, dll
Penyediaan bahan :
• Baja karbon AISI 1045
Gambar 3.10 Diagram alir pengujian pemesinan
Untuk menghindari beban kejut yang terlalu besar maka dibuat jalan
masuk pahat (entry path) sepanjang 5 mm untuk setiap langkah pemotongan
baru. Dari hasil pengujian yang dilakukan, maka akan diperoleh data-data hasil
pengujian yang dapat disajikan pada tabel hasil seperti pada tabel 3.7. Menganalisa data hasil eksperimen bagi menghasilkan gaya (F), daya (N), beserta komponennya dan energi p. spesifik (Esp)
Menyusun proposal pembentukan beban geram dan
hubungannya dengan F, N, beserta komponennya dan Esp
Menghasilkan grafik hubungan beban geram dengan F, N, beserta komponennya dan Esp
untuk beberapa nilai f
Kesimpulan :
• Gaya F ~ 1/(v.f), Daya N ~ (v.f)
• Esp~ (v.f) untuk f ≤ 0.294 mm/rev dan
Esp~ 1/(v.f) untuk f ≥ 0.352 mm/rev
• Pahat karbida tak berlapis menunjukan perfoma yang lebih rendah dari karbida berlapis pada pemesinan baja karbon AISI 1045.
Selesai penelitian
Penyelidikan kondisi pemotongan moderat pada pemesinan baja karbon AISI 1045
dengan pahat karbida tak berlapis
Tabel 3.7 Bentuk tabel data yang dihasilkan dari pengujian.
Kondisi Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8
1 v (m/min)
hc (mm)
2 v (m/min)
hc (mm)
4 v (m/min)
hc (mm)
BAB IV
DATA DAN ANALISA
4.1 Data Hasil Pengujian
Dari hasil pengujian pemesinan baja karbon AISI 1045 dengan menggunakan
pahat karbida tak berlapis sesuai dengan kondisi pemotongan yang telah
dipaparkan pada tabel 3.6, maka diperoleh data hasil pemesinan sebagaimana
tersaji pada table 4.1.
Tabel 4.1 Data-data hasil pengujian
Kondisi Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8
1 v (m/min) 238,6 226,7 214,8 202,8 190,9 179 167 155,2
hc (mm) 0,443 0,445 0,45 0,456 0,463 0,473 0,485 0,5
2 v (m/min) 193,9 186,7 179,6 172,4 165,3 158,1 150,9 143,8 hc (mm) 0,299 0,3 0,311 0,315 0,321 0,329 0,333 0,34
4 v (m/min) 132,6 127,7 122,8 117,9 113,1 108,2 103,3 98,4
hc (mm) 0,353 0,359 0,365 0,37 0,378 0,385 0,391 0,4
Data hasil pengujian pada tabel 4.1 tidak dapat langsung digunakan untuk
mencapai tujuan penelitian ini sebagaimana yang telah dipaparkan pada Bab I
sebelumnya, oleh karena itu berikut akan disajikan analisa dari data hasil
pengujian di atas. Analisa data hasil pemesinan pada kondisi I ditunjukkan pada
tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data pemesinan kondisi 1
Dia (mm) 80 76 72 68 64 60 56 52
v (m/min) 238,6 226,7 214,8 202,8 190,9 179 167 155,2 hc (mm) 0,443 0,445 0,45 0,456 0,463 0,473 0,485 0,5
Nilai hc (tebal geram) didapat dari pengukuran langsung dengan
menggunakan mikroskop VB. Kemudian dengan menggunakan persamaan rasio
pemampatan geram, maka didapat harga h seperti di atas.
h hc h =
λ ....………. 4.1
dimana,
h : rasio pemampatan geram hc : tebal geram ; mm
h : tebal geram sebelum terpotong ; mm
1. Tebal geram sebelum terpotong (h)
h = f sin Kr = 0,24 sin 90o
h = 0,24 mm
2. Panjang pemesinan tiap fase (Lt) = 458 mm
3. Kecepatan pemakanan (vf)
vf = f.n ; m/min, ...………... 4.2
= 0,24 . 950
vf = 228 mm/min
dimana,
vf : kecepatan pemakanan ; mm/min
f : pemakanan ; mm/rev
n : putaran ; rpm
1. waktu pemesinan teori (tc,teori)
min 01 , 2
228 458
, ,
= = =
teori c
f t teori c
t
v L t
2. waktu pemesinan praktek (tc,praktek)
tc,praktek = 2,567 min
5. Lebar pemotongan (b)
b = a/sin Kr = 2/ sin 90o
b = 2 mm
6. Rasio kerampingan pemotongan ( )
= b/h = 2/0,24 = 8,33
Analisa data hasil pemesinan pada kondisi II ditunjukkan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Data pemesinan kondisi 2
Dia (mm) 65,0 62,6 60,2 57,8 55,4, 53,0 50,6 48,2 v (m/min) 193,9 186,7 179,6 172,4 165,3 158,1 150,9 143,8
hc (mm) 0,299 0,30 0,311 0,315 0,321 0,329 0,333 0,34 h 1,76 1,79 1,83 1,855 1,89 1,935 1,96 2,0
1. Tebal geram sebelum terpotong (h)
h = f sin Kr =0,17 sin 90o
h = 0,17 mm
2. Panjang pemesinan tiap fase (Lt) = 467 mm
3. Kecepatan pemakanan (vf)
n f vf = .
4. Waktu pemesinan (tc)
1. waktu pemesinan teori (tc,teori)
min 89 , 2
5 , 161
467
, ,
= = =
teori c
f t teori c
t
v L t
2. waktu pemesinan praktek (tc,praktek)
tc,praktek = 3,517 min
5. Lebar pemotongan (b)
b = a/sin Kr = 1,2/ sin 90o
b = 1,2 mm
6. Rasio kerampingan pemotongan ( )
= b/h = 1,2 / 0,17
= 7,06
kondisi 3
Untuk kondisi pemotongan 3, yaitu :
n = 650 rpm a = 2 mm f = 0,24 mm/rev
Dinyatakan tidak dapat dijalankan, setelah dua kali percobaan pemesinan.
Hal ini karena kondisi pemesinan dianggap terlalu berat, dimana putaran mesin
terlalu kecil untuk melayani gerak makan f dan kedalaman potong a sedemikian
besar.
Selain itu, hal ini disebabkan juga oleh cacat produk dari material benda
kerja yang digunakan, dimana material yang digunakan memiliki kekerasan yang
tidak merata baik antara kulit luar dengan bagian dalam bahan maupun sepanjang
Kedua hal di atas menyebabkan pemesinan untuk kondisi ketiga tidak
dapat berjalan dengan ideal, yang ditandai dengan getaran yang sangat besar
sehingga diputuskan diberhentikan untuk kebaikan proses pemesinan.
Fenomena pemesinan ini akan dibahas secara lebih terperinci oleh rekan
saya yang juga ikut melaksanakan pengujian pemesinan ini. Analisa data hasil
pemesinan pada kondisi III ditunjukkan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data pemesinan kondisi 4
Dia (mm) 65,0 62,6 60,2 57,8 55,4 53,0 50,6 48,2 v (m/min) 132,6 127,7 122,8 117,9 113,1 108,2 103,3 98,4 hc (mm) 0,353 0,359 0,365 0,370 0,378 0,385 0,391 0,40
h 2,075 2,115 2,145 2,18 2,225 2,265 2,30 2,35 1. Tebal geram sebelum terpotong (h)
h = f sin Kr = 0,17 sin 90o
h = 0,17 mm
2. Panjang pemesinan tiap fase (Lt) = 467 mm
3. Kecepatan pemakanan (vf)
n f vf = .
= 0,17 . 650
vf = 110,5 mm/min
4. Waktu pemesinan (tc)
1. waktu pemesinan teori (tc,teori)
min 226 , 4
5 , 110
467
, ,
= = =
teori c
f t teori c
t
v L t
2. waktu pemesinan praktek (tc,praktek)
5. Lebar pemotongan (b)
b = a/sin Kr = 1,2/ sin 90o
b = 1,2 mm
6. Rasio kerampingan pemotongan ( )
= b/h =1,2 / 0,17
= 7,06
4.2 Komponen Kecepatan dan Gaya Pembentukan Geram
Dari proses pemesinan yang telah dijalankan sesuai kondisi pemotongan
yang ditentukan sebelumnya, maka diperoleh data-data hasil pengujian pada tabel
4.1. Data-data hasil pengujian ini selanjutnya akan dianalisa lebih lanjut bagi
menghasilkan analisa untuk menjabarkan komponen kecepatan dan gaya
pembentukan geram pada penelitian ini.
Untuk perhitungan awal, maka ditentukan kondisi pemesinan sebagai berikut :
f = 0,24 mm/rev a = 2,0 mm
v = 238,6 m/min h= 1,845
kr = 90o o = 6o = 5o
Dari kondisi di atas, analisa komponen gaya dan kecepatan akan diberikan
sebagai berikut :
1. sudut geser ( )
0 0
sin cos tan
γ
λ γ
φ
− =
h
0 0
6 sin 845 , 1
6 cos tan
− =
φ
0 =
Dari persamaan :
2 2
45 γ0 η
φ = + −
Maka diperoleh :
2. sudut gesek ( )
= 90o + 0 - 2
= 90o + 6o – 2 (29,73224o)
= 36,5355o
Untuk perhitungan komponen gaya, digunakan rumus empiris sebagai berikut :
Fv = ks . A
dimana,
ks = ks1.1 . f -z . Ck C o CVB Cv
Untuk menentukan gaya potong spesifik referensi (ks1.1), maka dapat
digunakan rumus pendekatan berikut :
ks1.1 = 144 u0,37
Baja karbon (AISI 1045) memiliki kekerasan : 179 BHN, maka
diperkirakan memiliki kekuatan tarik ( u) sebesar :
u = 2,93 HB1,03
u = 2,93 (179)1,03
u = 612,78 N/mm2
sehingga diperoleh gaya potong spesifik referensi (ks1.1), yaitu :
ks1.1 = 144 u0,37
= 144 (612,78)0,37
ks1.1 = 1547,625 N/mm2
3. Gaya potong spesifik (ks)
dimana,
Ck = 1 untuk kr = 90