• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN TERHADAP

KONSUMEN KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR)

DALAM KAITANNYA DENGAN PENERAPAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN

SKRIPSI

Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum di Universitas Sumatera Utara

Oleh :

SUGONDO NIM. 040200037

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

Kata Pengantar

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Sanghyang Adi Buddha, Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah dan kesempatan yang telah diberikan oleh-Nya mulai dari masa perkuliahan sampai dengan tahapan penyelesaian skripsi seperti sekarang ini di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini diberi judul “TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN

TERHADAP KONSUMEN KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR)

DALAM KAITANNYA DENGAN PENERAPAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”. Hal

pertama yang melandasi pengangkatan topik ini adalah dikarenakan munculnya keprihatinan terhadap keadaan yang terjadi dewasa ini, dimana posisi konsumen, khususnya di bidang perumahan, sangatlah lemah sehingga hak-hak yang ada seringkali diabaikan oleh pelaku usaha. Selain itu juga adanya keinginan yang besar untuk lebih mengerti lagi sampai sejauh mana jaminan perlindungan terhadap konsumen yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Memang disadari bahwa masih sangatlah sulit untuk mendapatkan literatur yang membahas masalah perlindungan konsumen kredit perumahan secara khusus. Namun, dalam hal ini berbagai usaha diupayakan dalam memanfaatkan bahan-bahan yang telah ada, ditambah dengan pandangan yang diperoleh dari bahan-bahan tersebut untuk membahas permasalahan dimaksud.

Sungguh suatu hal yang luar biasa dimana akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang diharapkan. Skripsi adalah merupakan salah satu unsur yang sangat penting sebagai pemenuhan nilai-nilai tugas dalam mencapai gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum di universitas ataupun perguruan tinggi manapun di seluruh Nusantara, termasuk pula di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(3)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

1. Papa dan Mami tercinta, atas kasih sayang, bimbingan dan nasihat yang telah diberikan selama ini, serta kedua adik tersayang, Subroto dan Sutrisno atas dukungan yang telah diberikan selama ini.

2. Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan berharga yang telah diberikan untuk dapat menyelesaikan studi Strata-I di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara. Selain itu, terima kasih juga atas dukungan moril dan kesempatan yang telah diberikan untuk ikut serta berkompetisi di tingkat nasional.

3. Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara I, II, III, IV, dan V, beserta staf dan jajarannya, yang baik secara langsung maupun tidak langsung juga turut memberikan andil yang tidak ternilai.

4. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta staf dan jajarannya.

5. Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta staf di Bagian Pendidikan.

6. Syafruddin Hasibuan, SH., MH., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta staf di Bagian Keuangan.

7. Muhammad Husni, SH., MH., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta staf di Bagian Kemahasiswaan.

8. Erna Herlinda, SH., M.Hum., selaku Dosen Wali, atas bimbingan, nasehat dan juga waktu yang telah diberikan mulai dari masa awal perkuliahan sampai sekarang ini.

9. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan mulai dari masa-masa perkuliahan sampai sekarang ini.

(4)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

11.Dr. Sunarmi, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang juga adalah Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan, tidak saja dalam masa penulisan skripsi ini, tetapi juga sejak dalam masa-masa perkuliahan.

12.Segenap dosen dan staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanpa bisa disebutkan satu per satu namanya, atas jasa-jasanya dalam memberikan ilmu dan bimbingan selama masa perkuliahan.

13.Kakak-kakak senior yang sangat membantu dan memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini, seperti Kak Vivi Erisa, SH, Kak Daisy Joediono, SH, Bang Robin, SH, Kak Steveni, SH, dan juga senior lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu.

14.Kawan-kawan stambuk 2004 yang telah berjuang bersama-sama selama ini, Tota Pasaribu, Oktoriyanto Gul , Samuel Sihombing, SH., Budi Nababan, Firdaus Armanda, Enriko R.E. Hutasoit, Khairu Rizki, Andres Simanjuntak, Rudi Chandra, Fajrin Zainuddin, Rahmat Suhargon, Eva Norita, Dewi Lestari, Heni Suryani, Sabtia, SH., Martini Sitorus, Lidya Octaviani, Tomita Sitompul, Delima Simanjuntak, Serenity Refisis, Eko Susilo, Tengku Wanda, Rikki Josua. dan kawan-kawan lainnya, atas masukan yang telah diberikan.

15.Kawan-kawan Departemen Hukum Ekonomi, khususnya stambuk 2004, Andre, Amanda P. Lubis, Frisko, Duma Natalia Saragi, Erik Chandra Sagala, Hendrik, SH., Mulianawati V. Silitonga, Panataran Lumbanraja, Ricky, SH., Rivai Halomoan, Susanto, SH., Vera Ekawati, Sandra Liviyanski, Olivia, Lukyta Indryani, Happy Pardede, Agustina, dan juga kawan-kawan lainnya atas kebersamaan kita selama ini. Semuanya sukses ya !

16.Kawan-kawan UKM KMB-USU tercinta, Frendy, Margareth Khoman, Eliza, Wilson S.W., Steven, Heri Sukamto, Eka, Julinda, Bang Sunto, S.Ked., Kak Janti, S.Far., Rosdiana, SE., Hermiaty Honggo, Delken Kuswanto, Yusriwan Tjuanda, Kartono Yap, Yudhi, Meiliana, Budiman Chandra, Thomas, Yulina, Yanto, dan juga kawan lainnya.

(5)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

Fandy Japto, Hamdani Parinduri, Coki Pangaribuan, dan rekan-rekan lainnya, atas segala masukan yang telah diberikan.

18.Rekan-rekan Jessupers 2008, Kak Theresia Tobing, SH., Bang Manahan Tambunan, SH., Kak Elizabeth D.O. Simanjuntak, SH., Christie O. Gozali, Deborah Doloksaribu, Fadhiela Hasanah, Frans Margo Leo, Al-Kautsar Saylanov, Ingrid G. Zega, William, Dewi Anglovaz, Maria A. Pasaribu. Welcome juga untuk Lie Pie Jung dan kawan-kawan baru lainnya. Tetap

semangat ya semuanya untuk Jessup Competition 2009 !

19.Semua teman-teman stambuk 2004 lainnya dan juga adik-adik junior stambuk 2005, 2006 dan 2007 lainnya yang tidak mungkin dapat disebutkan satu persatu, atas segala dukungan moril dan semangat yang telah diberikan selama ini. Tetap semangat !

20.Dan tidak lupa juga seluruh staf dan pegawai di Fakultas Hukum, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, Perpustakaan Pusat USU dan juga staf di Pusat Dokumen dan Informasi Hukum atas segala bantuannya.

Selain itu, sebelum dan sesudahnya juga dimohonkan maaf atas segala kesilapan dalam perbuatan maupun ucapan yang pernah dilakukan. Karena seperti kata pepatah “Tiada Gading yang Tak Retak”, maka kita sebagai manusia biasa tentunya juga tidak akan luput dari kesilapan dan kesalahan.

Skripsi yang telah diselesaikan dengan segenap hati ini tentunya masih perlu untuk diperbaiki karena diyakini bahwa apa yang telah ditulis dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu, segala kritik maupun saran yang sifatnya membangun akan diterima dengan senang hati demi kemajuan bersama.

Akhir kata, terima kasih atas segala perhatian yang telah diberikan. Semoga karya ini sedikit banyak juga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2008. Hormat Penulis,

(6)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iv

Abstraksi ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 9

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Kepustakaan ... 11

F. Metode Penulisan ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 26

A. Sejarah Perlindungan Konsumen ... 26

B. Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen ... 35

C. Pengertian dan Kedudukan Konsumen secara Umum ... 41

BAB III KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) DI INDONESIA 49

A. Pengertian dan Latar Belakang Lahirnya Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) ... 49

B. Tinjauan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman dalam hal Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) ... 55

C. Menelusuri Pelayanan Bank dan Pemberian Informasi terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) ... 59

(7)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) DALAM KAITANNYA DENGAN PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN

1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 71

A. Hak dan Tanggung Jawab Pihak-pihak dalam Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dalam Kaitannya dengan Hukum Perlindungan Konsumen ... 71

B. Perlindungan bagi Konsumen sebagai Debitur atas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) terhadap Perjanjian Baku yang dibuat oleh Bank sebagai Kreditur ... 77

C. Keduduka n dan Peranan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dalam Memberikan Perlindungan terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) ... 90

D. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen yang timbul di antara Pihak-pihak dalam Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) ... 94

1. Penyelesaian sengketa secara damai ... 96

2. Penyelesaian sengketa melalui lembaga yang tertentu ... 97

a. Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) 99 b. Melalui peradilan umum ... 104

BAB V PENUTUP ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 113

Daftar Pustaka ... 118

(8)

RUMAH (KPR) DALAM KAITANNYA DENGAN PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., MLI ∗)

Dr. Sunarmi, SH., M.Hum. ∗∗)

Sugondo ∗∗∗)

Abstraksi

Pesatnya pembangunan dan perkembangan perekonomian di Indonesia, telah menumbuhkan suatu metode baru dalam berinteraksi antar manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Dewasa ini, perkembangan pembangunan di segala bidang, juga ditandai dengan pesatnya pembangunan perumahan. Namun, konsumen seringkali dikecewakan dengan realisasi yang berbeda jauh sekali dengan apa yang dijanjikan sebelumnya. Dalam hal ini, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dimaksudkan untuk menjamin dipenuhinya hak-hak konsumen dengan adanya pembatasan-pembatasan tertentu terhadap perilaku pelaku usaha.

Skripsi ini membahas tentang perlindungan konsumen terhadap konsumen kredit kepemilikan rumah (KPR). Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah agar dapat diketahui hakikat perlindungan konsumen sebenarnya. Selain itu, penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan sejauh mana jaminan perlindungan bagi konsumen KPR. Kemudian bagaimana cara penyelesaian sengketa konsumen yang mungkin timbul nantinya. Di dalam penulisan skripsi ini akan digunakan metode penelitian kepustakaan. Hal ini dilakukan dengan cara menganalisa literatur pustaka dan artikel, yang akan ditinjau menurut UUPK. Kemudian dari hasil analisa terhadap data yang ada, diharapkan akan dapat ditarik suatu kesimpulan, yang akan memudahkan dalam memberi masukan dan saran guna menanggulangi permasalahan yang timbul dari topik yang dibahas tersebut.

UUPK merupakan instrumen hukum yang dapat memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-hak konsumen, termasuk konsumen KPR. Dalam hal timbul sengketa konsumen, walaupun senantiasa diupayakan cara damai, UUPK juga memberikan legitimasi bagi lembaga pengadilan ataupun BPSK sebagai lembaga luar pengadilan untuk dapat menyelesaikan sengketa yang timbul. Sangat diharapkan agar di dalam prakteknya, undang-undang yang ada tidak hanya dianggap sebagai aturan belaka, tetapi benar-benar dimanfaatkan sebagai instrumen hukum dalam memberikan perlindungan. Kemudian di dalam menyelesaikan sengketa konsumen, maka diupayakan cara damai terlebih dahulu. Apabila tidak mungkin, maka peran serta lembaga BPSK dan peradilan juga menjadi sangat penting. Dalam hal ini, peran aktif dari pemerintah, masyarakat konsumen dan pelaku usaha sendiri juga sangat penting.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Kredit Kepemilikan Rumah

∗) Dosen Pembimbing I ∗∗) Dosen Pembimbing II

(9)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu semakin bertambah pula kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa. Hal tersebut selain didukung oleh semakin beragamnya penawaran yang dilakukan oleh produsen atau penghasil barang dan jasa, juga disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang dulunya hanya berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan primer semata, sekarang ini sudah cenderung mengarah kepada pola konsumsi yang kadang kala sudah tidak terkontrol. Kondisi tersebut kemudian mendorong para penghasil barang dan jasa untuk semakin gencar memberikan berbagai tawaran menggiurkan dan kebebasan bagi konsumen untuk dapat memilih aneka ragam jenis dan bentuk barang yang diinginkan, walaupun untuk hal kualitas masih dipertanyakan. Dengan demikian, sebenarnya sudah timbul permasalahan yang boleh dikatakan cukup serius yang telah menimbulkan kesengsaraan bagi konsumen.

Pada zaman perdagangan klasik, konsumen yang dijunjung tinggi layaknya ‘raja’, kini seperti dijadikan sebagai objek aktivitas bisnis yang tidak sehat dari para pelaku usaha. Dalam hal ini, konsumen hanya dianggap sebagai ‘lahan’ untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, yang mana hal tersebut dilakukan dengan melalui kiat-kiat dan metode apa saja yang oleh pelaku usaha dirasakan efektif namun tidak terlalu membebani budget1

1 Budget means amount of money that is available to a person or an organization and a

(10)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

yang gencar (atau yang sifatnya agresif), metode penjualan ekstrim, menyalahgunakan ketidaktahuan konsumen, bahkan sampai kepada pemberian informasi yang tidak benar atau menyesatkan, yang tujuannya tidak lain agar konsumen bisa memiliki persepsi yang salah terhadap suatu produk yang ditawarkan kepada mereka.

Masyarakat Indonesia yang pada saat ini telah hampir atau bahkan melewati angka 220.000.000 (dua ratus dua puluh juta) jiwa2 yang tentunya bukanlah sebuah jumlah yang kecil, kalau boleh dikatakan angka tersebut adalah angka yang cukup besar (yang menempatkan Indonesia menempati posisi 5 besar negara dengan populasi terbesar di dunia).3 Dari jumlah yang sedemikian banyak tersebut yang hampir seluruhnya adalah lebih condong merupakan konsumen, sebagian besar darinya masih sangat awam sekali, atau bahkan dikatakan “buta” akan apa yang disebut dengan hak-hak konsumen yang wajib dipenuhi.4

Petaka yang menimpa konsumen Indonesia tidaklah jarang terjadi. Selama beberapa dasawarsa, sejumlah peristiwa penting yang menyangkut keamanan dan keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa mencuat ke permukaan sebagai wujud kepihatinan nasional yang tak kunjung mendapat perhatian dari sisi perlindungan hukum bagi para konsumen. Padahal saat ini lebih Third Edition, (Oxford : Oxford University Press, 2003), hal. 50). Budget diartikan juga sebagai

anggaran (S. Wojowasito & Tito Wasito, Kamus Lengkap, Inggris – Indonesia, (Malang : Penerbit Hasta, 1980), hal. 19).

2 Berdasarkan hasil yang dikemukakan oleh Data Statistik Indonesia, penduduk Indonesia berjumlah 218.868.791 jiwa (2005) (Arya, Indonesia dalam Data Statistik, 11 Desember 2006). 3 Jumlah penduduk Indonesia bertambah terus dan berdasarkan hasil data statistik dunia yang diperoleh setelahnya, diketahui Indonesia masih tetap menempati posisi ke-4 (empat) setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, untuk jumlah penduduk terbesar dengan jumlah 222.051.298 jiwa (2006) dari 219 negara yang terdata, dimana penduduk dunia sudah mencapai 6.617.471.420 jiwa tersebut merupakan data yang telah diverifikasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) (Jumlah

Penduduk - beasiswa_kpt_co_id.htm, terakhir kali diakses pada tanggal 27 Mei 2008).

(11)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

dari 200 juta penduduk Indonesia tidak akan mungkin dapat menanggalkan predikat sebagai “konsumen”.5

Sekalipun umumnya masyarakat Indonesia sudah memahami siapa yang dimaksudkan dengan konsumen, tetapi hukum positif di Indonesia sampai dengan tanggal 20 April 1999 belum mengenalnya secara jelas.

Memang tidak dipungkiri bahwa yang terjadi selama ini adalah konsumen secara tidak langsung memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha untuk dapat mengambil keuntungan dari mereka. Minimnya pengetahuan ditambah lagi dengan kurang pedulinya konsumen terhadap hak-haknya tersebut semakin membuat para pelaku usaha mudah untuk ber-euforia dalam dunianya yang berorientasi hanya pada laba semata. Ketidakberdayaan konsumen di dalam menghadapi para pelaku usaha ini jelas sangat merugikan kepentingan dari konsumen pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya.

6

Bahkan keadaan ini juga didukung oleh sistem peradilan Indonesia yang rumit, berbelit-belit dan relatif mahal yang tentunya masih kurang dapat memberikan suatu penyelesaian yang adil bagi konsumen, dimana yang terjadi adalah pengaburan terhadap apa yang menjadi hak-hak konsumen dan apa yang menjadi kewajiban-kewajiban pelaku usaha. Belum lagi selama ini para pelaku usaha cenderung untuk berlindung di balik perjanjian baku (standard contract) yang sebelumnya telah ditandatangani oleh kedua belah pihak.7

Walaupun boleh dikatakan sudah sedikit terlambat, namun tidak mengurangi tujuan dasar daripada dilahirkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun

5 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 15.

6 AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar, (Jakarta : Penerbit Diadit Media, 2002), hal. 1.

(12)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

1999 tentang Perlindungan Konsumen, diharapkan bahwa peraturan yang relatif masih baru tersebut dapat mendidik masyarakat Indonesia untuk lebih menyadari segala hak-hak dan kewajiban-kewajibannya terhadap pelaku usaha.

Perlindungan konsumen pada dasarnya bukan secara tegas membatasi hak pelaku usaha untuk berkreasi dalam memasarkan produknya kepada konsumen, tetapi lebih dimaksudkan untuk menjamin adanya iklim berusaha yang sehat tanpa mengorbankan kepentingan konsumen.8

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemampuan konsumen untuk melindungi diri;

Di dalam Pasal 3 dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dengan jelas diterangkan bahwa:

Perlindungan konsumen bertujuan:

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Disadari bahwa ruang lingkup perlindungan konsumen itu sulit dibatasi hanya dengan menampungnya dalam satu jenis perundang-undangan seperti Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, dimana hukum perlindungan konsumen itu sendiri selalu berhububungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu

(13)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

senantiasa terdapat pihak yang berpredikat “konsumen”.9

Dengan semakin tumbuh kembangnya perekonomian bangsa, memicu pula semakin meningkatnya permintaan akan perumahan itu sendiri. Permintaan itu sendiri tidak lain dikarenakan semakin tingginya kepadatan penduduk, dimana mendongkrak juga permintaan terhadap perumahan. Hal inilah yang menyebabkan munculnya pengembang-pengembang baru dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan kepada masyarakat. Akan tetapi, dalam praktek akhir-akhir ini ternyata banyak sekali timbul permasalahan di bidang tersebut yang cenderung merugikan pihak konsumen. Permasalahan dalam pemasaran perumahan di dalam praktek pembangunan yang terjadi itu sudah dapat dikategorikan sebagai kejahatan.

Oleh karenanya, di dalam meninjau tentang perlindungan konsumen ini, perlu juga ditinjau bidang-bidang hukum lainnya yang dapat memberikan gambaran yang lebih menyeluruh tentang hukum perlindungan konsumen.

Dalam kaitan dengan perlindungan konsumen dimaksud, di dalamnya juga meliputi perlindungan terhadap konsumen perumahan, karena memang ruang lingkup perlindungan konsumen memang sangat luas sekali. Jadi, di dalam prakteknya selain perlindungan konsumen perumahan, juga masih banyak lagi konsep perlindungan konsumen yang ada, misalnya perlindungan konsumen pangan, pelayanan kesehatan, dan sebagainya.

10

9 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : PT. Grasindo, 2006), hal. 1.

(14)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

Mengingat dalam pembangunan perumahan terlibat berbagai pihak, maka banyak yang berpotensi melakukan kejahatan, dimana adalah termasuk: 11

1. Pihak pengembang sebagai pihak yang berinisiatif membangun perumahan; 2. Pihak perbankan, khususnya yang menyalurkan KPR; dan

3. Notaris, selaku penyedia jasa profesional dalam berbagai transaksi hukum dalam proses jual beli perumahan.

Hubungan ketiga individu tersebut sangatlah erat sekali, dimana seringkali terjadi adalah adanya persekongkolan terselubung untuk menipu konsumen secara tidak langsung, walaupun dalam hal ini pembuktian masih sangat perlu dilakukan terlebih dahulu, dimana sesuai dengan asas presumption of innocence.12

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 sebagai produk hukum dari perlindungan konsumen yang telah berlaku kurang lebih 9 (sembilan) tahun13

11 Ibid., hal. 44.

12 Sudah menjadi communis opinio bahwa membuktikan berarti memberikan kepastian kepada hakim tentang adanya peristiwa-peristiwa tertentu. Tujuan dari pembuktian adalah putusan hakim yang didasarkan atas pembuktian tersebut (Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata

Indonesia, Yogyakarta : Penerbit Liberty, 2002, hal. 129). Namun, pembuktian bukanlah sesuatu

yang mudah dan murah, apalagi dalam hal pembuktian tentang sesuatu produk konsumen yang telah menimbulkan kerugian bagi konsumen (Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, Penulisan Karya Ilmiah tentang Perlindungan Konsumen dan Peradilan di

Indonesia, Jakarta, 1995, hal 101).

13 UUPK telah disepakati oleh DPR pada tanggal 30 Maret 1999, dan disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 20 April 1999 dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 42), dan berlaku efektif sejak tanggal 20 April 2000.

(15)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

ada tersebut belumlah benar-benar mampu untuk mengakomodir semua keluh kesah konsumen, apalagi untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang timbul. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 ini memang sangat diharapkan agar hak-hak konsumen di Indonesia tidak diabaikan lagi oleh para pelaku usaha, dimana secara tegas diatur pula mengenai sanksi terhadap para pelaku usaha yang ‘nakal’.

Apabila ditinjau dari ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, maka sudah tercantum dengan jelas di dalam beberapa pasal tentang kewajiban pelaku usaha, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, dan juga hak-hak yang perlu dijamin daripada konsumen itu sendiri. Masalah yang paling mendasar adalah harus diberikannya kemudahan untuk mengakses informasi produk bagi konsumen. Selain itu, janji yang ditawarkan dalam label, brosur, ataupun iklan haruslah benar-benar relevan dengan realisasi di lapangan.

(16)

instrumen-Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

instrumen yang telah ada tersebut benar-benar telah memberikan perlindungan dengan baik atau tidak bagi konsumen perumahan.

Selama hampir 3 (tiga) dekade, perkembangan perlindungan konsumen di Indonesia memang masih amat menyedihkan. Gerakan konsumen di Indonesia selama ini lebih banyak diwadahi oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), yang berdiri pada tanggal 11 Mei 1973.14

B. Perumusan Masalah

Memang tidak dipungkiri bahwa selama ini masih banyak sekali timbul persoalan dalam hal perlindungan konsumen, dimana masih lemahnya pelaksanaan terhadap regulasi tentang perlindungan konsumen ini. Apalagi dalam kaitannya dengan KPR yang tidak lain merupakan salah satu produk perbankan, tentunya ruang lingkup perlindungan konsumen itu menjadi lebih rumit lagi. Hal-hal tersebut di ataslah yang akan menjadi pokok utama dari pembahasan di dalam skripsi yang diberi judul:

“TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) DALAM KAITANNYA DENGAN PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”.

Berdasarkan kepada judul skripsi ini, yaitu “Perlindungan terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dalam Kaitannya dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimana pengaturan tentang praktek perlindungan konsumen di Indonesia

ditinjau dari hukum perlindungan konsumen ?

(17)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

2. Bagaimana hukum perlindungan konsumen dapat menjamin terpenuhinya hak-hak konsumen kredit kepemilikan rumah (KPR) dalam hubungannya dengan pengembang/pihak bank ?

3. Bagaimana mekanisme atau cara penyelesaian sengketa dalam hukum perlindungan konsumen yang sebaiknya ditempuh guna menyelesaikan sengketa konsumen yang timbul dalam kredit kepemilikan rumah (KPR) ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan dalam rangka penyusunan skripsi ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai, sehingga penulisan ini akan lebih terarah serta dapat mengenai sasarannya. Tujuan utama daripada penulisan skripsi ini adalah sebagai sarana untuk melengkapi tugas akhir dan syarat untuk memperoleh gelar ‘Sarjana Hukum’ dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Selain itu, adapun tujuan lain daripada penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui lebih jauh tentang hakikat pengaturan perlindungan konsumen di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Untuk mengetahui bagaimana hukum perlindungan konsumen dapat menjamin terpenuhinya hak-hak konsumen kredit kepemilikan rumah (KPR) dalam hubungannya dengan pengembang/pihak bank.

(18)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

Selain tujuan daripada penulisan skripsi, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan yang cukup berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum, dan ilmu hukum pada khususnya, dan lebih khususnya lagi adalah di bidang perlindungan konsumen perumahan. Selain itu, skripsi ini diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat ketentuan di bidang perlindungan konsumen. 2. Secara praktis

Melalui penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan masukan dan pemahaman yang lebih mendalam bagi aparat penegak hukum dan masyarakat sehingga akan lebih mengetahui bagaimanakah aspek perlindungan hukum yang sebenarnya yang harus diberikan kepada konsumen di bidang perumahan, khususnya yang menyangkut Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

D. Keaslian Penulisan

(19)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

beberapa penulisan sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Hukum Ekonomi mungkin dapat dijumpai kesamaan dari segi substansi dasar mengenai hukum perlindungan konsumen, akan tetapi penulisan skripsi yang memfokuskan kepada perlindungan konsumen perumahan dalam kaitan dengan KPR melalui bank belumlah dijumpai.

Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya sendiri yang asli dan bukan jiplakan dari skripsi orang lain, dimana diperoleh melalui pemikiran para pakar & praktisi, referensi buku-buku, bahan seminar, makalah-makalah, media cetak seperti koran-koran, media elektronik (internet) serta bantuan dari berbagai pihak, berdasarkan kepada azas-azas keilmuan yang jujur, rasional, dan terbuka. Semua ini tidak lain adalah merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga hasil penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

(20)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika)15, atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah, arti kata konsumer itu adalah “(lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang”.16 Dalam kamus ekonomi, konsumen (consumer) diartikan sebagai seseorang yang menikmati penggunaan fisik sesuatu benda atau jasa ekonomis.17

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai, pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uiten delijke gebruiken van goederen en diensten). Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir. Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir.18

Pengertian tersebut dapat diparalelkan dengan definisi konsumen, yaitu: setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.19

Dalam hal ini, yang lebih ditekankan sebagai pengertian konsumen adalah orang yang menjadi pemakai terakhir. Pengertian yang dimaksudkan di sini senada juga dengan pengertian yang diuraikan bahwa konsumen adalah seseorang atau sekelompok orang yang membeli suat

15 Consumer is person who buys goods (__________, Oxford Learners Pocket Dictionary,

Op. Cit., hal. 89). Bandingkan juga dengan David Oughton & John Lowry, Textbook on Consumer Law, (London : Blackstone Press Limited, 1997), hal. 1, yang menyatakan, However, the term ‘consumer’ can also be used to describe a person who makes use of the services provided by public-sector bodies or privatised monopolies subject to public control or scrutiny.

16 AZ. Nasution, Op. Cit., hal. 3.

17 Winardi, Kamus Ekonomi, Edisi ke-8, (Bandung : Penerbit Alumni, 1984), hal. 126. 18 Shidarta, Op. Cit., hal. 3. Bandingkan dengan Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan

Konsumen di Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 17, yang menyatakan

Konsumen umumnya juga diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha.

(21)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

untuk dipakai sendiri dan tidak untuk dijual kembali. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (jawa: kulakan), maka dia disebut atau distributor.20

Konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang perlu diperhatikan di sini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.21

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (LNRI Tahun 1992 No. 100)

Dalam hukum positif Indonesia dapat dilihat untuk memberikan pengertian konsumen digunakan beberapa istilah, antara lain sebagai berikut :

Undang-undang ini tidak menggunakan istilah konsumen untuk pemakai, pengguna barang dan/atau pemanfaat jasa kesehatan. Untuk maksud itu digunakan beberapa istilah. Antara lain istilah setiap orang (Pasal 1 Angka 1, Pasal 3, 4, 5, dan Pasal 56); juga istilah masyarakat (Pasal 9, 10, dan 21). Pengertian masyarakat sebagai dijelaskan dalam Penjelasannya diartikan sebagai termasuk perorangan, keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat secara keseluruhan (Penjelasan Pasal 10).22

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Kitab Undang-Udang Hukum Dagang (KUHD)

Betapapun menurut SEMA 3/1963 bahwa KUHPerdata tidak lagi dipandang sebagai undang-undang, terdapat beberapa istilah yang perlu diperhatikan.

20

(22)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

Adapun istilah ‘pembeli’ (Pasal 1460, 1513 dst. jo. Pasal 1457), ‘penyewa’ (Pasal 1550 dst. Jo. Pasal 1548), ‘penerima hibah’ (Pasal 1670 dst. Jo. Pasal 1666), ‘peminjam pakai’ (Pasal 1743 jo. Pasal 1740), ‘peminjam’ (pasal 1744) dan sebagainya. Sedangkan di dalam KUHD ditemukan istilah ‘tertanggung’ (Pasal 246 dst.), ‘penumpang’ (Pasal 393, 394 dst. Jo. Pasal 341).23

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Undang-undang ini memuat suatu defenisi tentang konsumen, yaitu setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain. Batasan ini mirip dan garis besar maknanya sebagian besar diambil alih oleh UUPK.24

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang ini tentu memuat arti daripada konsumen, khusus di dalam Pasal 1 angka (2) disebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan25

Dalam perkembangan sebelumnya, istilah konsumen juga telah pula digunakan dalam putusan pengadilan. Di dalam Putusan Mahkamah Agung (MA)

.

23 Ibid., hal. 8.

24 Shidarta, Op. Cit., hal. 2.

(23)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

No. 341, pengertian khalayak ramai yang terdapat dalam UU No. 21 Tahun 1961 ditafsirkan pula sebagai konsumen.26

Rumusan-rumusan berbagai ketentuan itu menunjukkan sangat beragamnya pengertian konsumen. Masing-masing ketentuan memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu, dengan mempelajari perbandingan dari rumusan konsumen, masih perlu dilihat kembali pengertian konsumen yang terdapat di dalam Pasal 1 angka (2) UUPK, dimana unsur-unsur daripada konsumen adalah:27 1. Setiap orang

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut sebagai natuurlijke persoon atau termasuk juga badan hukum (rechtpersoon). Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk “pelaku usaha” dalam Pasal 1 angka (3), yang secara eksplisit membedakan kedua pengertian ‘persoon’ di atas, dengan menyebutkan kata-kata: “orang perseorangan atau badan usaha.” Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga badan usaha, dengan makna lebih luas daripada badan hukum.

2. Pemakai

Sesuai dengan bunyi Penjelasan Pasal 1 angka (2) UUPK, kata “pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan, barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta

(24)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

hasil dari transaksi jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract).

Konsumen memang tidak hanya sekedar pembeli (buyer atau koper), tetapi mencakup semua orang (perorangan atau badan usaha) yang mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Jadi, yang paling penting adalah terjadinya suatu transaksi konsumen (consumer transaction) berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.

3. Barang dan/atau jasa

Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk28

Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dikonsumsi. Pengertian “disediakan bagi masyarakat” menunjukkan, jasa itu harus ditawarkan kepada . Saat itu, “produk” sudah berkonotasi dengan barang atau jasa.

UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

28 Dalam _________, Oxford Learners Pocket Dictionary, Op. Cit., hal. 342, produk diistilahkan sebagai product, yang diartikan sebagai ‘(1) thing that is grown or produced, usually

(25)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

masyarakat. Kata-kata “ditawarkan kepada masyarakat” itu harus ditafsirkan sebagai bagian dari suatu transaksi konsumen.

4. Yang tersedia dalam masyarakat

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran (lihat juga bunyi Pasal 9 ayat (1) huruf (e) UUPK)29

5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain

. Dalam perdagangan yang makin kompleks dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan sudah biasa untuk mengadakan transaksi terlebih dahulu sebelum bangunannya jadi. Bahkan, untuk jenis-jenis transaksi konsumen tertentu, seperti futures trading, keberadaan barang yang diperjualbelikan bukanlah sesuatu yang diutamakan.

Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam defenisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan. Dari sisi teori kepentingan, setiap tindakan manusia adalah bagian dari kepentingannya. 6. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan

Pengertian konsumen dalam UUPK dipertegas, yakni hanya mencakup konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan

(26)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

perlindungan konsumen di berbagai negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen itu sendiri.

Setelah mengetahui pengertian daripada konsumen, perlu juga diketahui pengertian tentang perlindungan konsumen itu sendiri. Istilah ‘perlindungan konsumen’ seringkali dipakai untuk menggambarkan perlindungan dalam bidang hukum yang diberikan kepada konsumen dalam upaya untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dimaksud terhadap hal-hal yang dapat merugikan konsumen tersebut30

Di dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen sendiri disebutkan bahwa : Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

.

31

Adapun pengertian perlindungan konsumen dalam literatur luar, misalnya sebagai contoh diambil pengertian yang diberikan oleh Oxford Dictionary of Law, yang menyatakan bahwa:32

“Consumer protections are the protection, especially by legal means, of consumers (those who contract otherwise than in the course of a business to obtain goods or services from those who supply them in the course of business). It is the policy of current legislation to protect consumers against unfair contract terms. In particular they are protected against terms that attempt to exclude or restrict the seller’s implied undertakings that he has a right to sell the goods, that the goods confirm with either description or sample, and that they are merchantable quality and fit for their particular purpose (Unfair Contract Terms Act 1977). There is also provision for the banning of unfair consumer trade practices (Fair Trade

30 Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 9.

31 Pengertian yang sama juga dimuat dalam Pasal 1 angka (1) pada PP 57/2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional, LN No. 201; PP 58/2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen; PP 59/2001 tentang Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

(27)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

Act 1973). Consumers (including individual businessmen) are also protected when obtaining credit (Consumer Credit Act 1974) and there is provision for the imposition of standards relating to the safety of goods under the Consumer Protection Act 1987 for tort liability under the Consumer Protection Act.”

Memang di dalam menyusun batasan dari hukum perlindungan konsumen selama ini tampaknya dipersulit oleh belum adanya pengalaman khusus berkaitan dengan perlindungan konsumen itu.33

1. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkannya kepada konsumen barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati bersama ataupun melanggar ketentuan undang-undang. Dalam keadaan ini termasuk pula persoalan-persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, disain produk dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan standar sehubungan dengan keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Dalam hal ini, termasuk pula tentang bagaimana konsumen mendapatkan penggantian atas kerugian yang timbul akibat memakai atau menggunakan produk yang tidak sesuai tersebut.

Perlindungan konsumen itu sendiri memiliki cakupan yang cukup luas, dimana selain meliputi perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa, juga tidak ketinggalan adalah perlindungan hingga kepada akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa yang timbul di kemudian harinya. Adapun cakupan perlindungan konsumen dalam 2 (dua) aspeknya tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

2. Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-syarat yang tidak adil dan memberatkan satu pihak saja. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, layanan

(28)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

purnajual, dan sebagainya. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan perilaku produsen di dalam memproduksi dan mengedarkan produknya kepada konsumen.34

Kemudian istilah kredit ada disebutkan pada Pasal 1 angka (11) dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang pengertiannya adalah sebagai berikut:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

Selain itu, pengertian kredit yang lainnya dapat dilihat sebagai berikut:35

Dalam praktek perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan, umumnya perjanjian kreditnya dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku (standard contract).

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

36

34 Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 10.

35 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 237.

36 Ibid., hal. 263.

(29)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

door een vast semenstel van contracts bedingen”, artinya: Perjanjian yang bagian

pentingnya dituangkan dalam susunan perjanjian. Uraian ini menunjukkan bahwa perjanjian baku adalah perjanjian yang di dalamya dibakukan syarat eksonerasi dan dituangkan dalam bentuk formulir.37

Klausul eksonerasi/perjanjian baku dapat dibedakan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu sebagai berikut:38

1. Perjanjian baku sepihak, adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat lazimnya adalah pihak kreditur yang memiliki posisi ekonomi kuat dibandingkan pihak debitur. Misalnya dalam perjanjian buruh kolektif, dimana kedua belah pihak terikat dalam suatu organisasi.

2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh Pemerintah, ialah perjanjian baku yang mempunyai objek hak-hak atas tanah. Dalam bidang agraria misalnya terdapat dalam formulir-formulir perjanjian sebagaimana diatur dalam SK Menteri Dalam Negeri tanggal 6 Agustus 1977 No. 104/Dja/1977, yang berupa akta jual beli (model 1156727), akta hipotik (model 10405055), dan sebagainya. 3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat, dimana

konsep-konsep perjanjian sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan dari notaris atau advokat yang bersangkutan. Dalam kepustakaan Belanda, jenis perjanjian ini disebut sebagai contract model.

37 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung : Penerbit Alumni, 1994), hal. 47-48.

(30)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

F. Metode Penulisan

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, tentunya harus dilakukan penelitian di dalam upaya untuk mengumpulkan data. Dalam hal ini akan digunakan metode penelitian yang bersifat normatif. Hal ini ditempuh dengan cara melakukan penelitian kepustakaan (library research), atau biasa dikenal dengan sebutan studi kepustakaan, walaupun penelitian dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun dari internet. Penelitian kepustakaan yang normatif adalah penelitian dengan mengolah dan menggunakan bahan hukum primer dan juga bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan perlindungan konsumen dan juga tentang kredit kepemilikan rumah (KPR).

2. Alat Pengumpul Data

Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data seperti yang dimaksud di bawah ini:39

b. Bahan hukum sekunder, yaitu : a. Bahan hukum primer, yaitu :

Berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini antara lain adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, dan juga peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan kredit pemilikan rumah (KPR).

(31)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer, dan dapat digunakan untuk menganalisa dan memahami bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang perlindungan konsumen dan kredit kepemilikan rumah (KPR), seperti hasil seminar atau makalah para pakar hukum perlindungan konsumen dan juga kredit kepemilikan rumah (KPR), surat kabar, majalah, dan juga sumber-sumber dari dunia maya internet yang tentunya memiliki kaitan erat dengan persoalan yang dibahas.

c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yang mencakup kamus bahasa, untuk pembenahan tata bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalihbahasaan beberapa literatur asing.

3. Analisa Data

Bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan tersier yang telah disusun secara sistematis sebelumnya kemudian akan dianalisis secara perspektif dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:40

a. Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang berkebenaran empiris. Dalam hal ini, adapun data-data yang telah diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan, dan diteliti sedemikian rupa sebelum dituangkan dalam menarik satu kesimpulan akhir.

b. Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal yang bersifat

(32)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

aksiomatik (self evident) yang esensi kebenarannya tidak perlu diragukan lagi,

dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini, dalam garis besarnya akan dibagi ke dalam 5 (lima) bab yang saling berhubungan satu dengan lainnya, mulai dari bab Pendahuluan, bab Tinjauan Umum tentang Hukum Perlindungan Konsumen, bab Tinjauan Umum terhadap Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) di Indonesia, bab Tinjauan mengenai Perlindungan terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dalam kaitannya dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta bab Penutup. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. BAB I yaitu Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah yang menjadi dasar penulisan skripsi. Kemudian berdasarkan kepada latar belakang penulisan tersebut, dibuatlah perumusan masalah dan tujuan penulisan. Selain itu, dalam bab ini juga diterangkan mengenai keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan. 2. BAB II yaitu Tinjauan Umum tentang Hukum Perlindungan Konsumen di

Indonesia, yang membahas mulai dari Sejarah dan Arti Penting Perlindungan Konsumen, Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen, serta membahas tentang Pengertian dan Kedudukan Konsumen secara Umum.

(33)

Undang-Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dalam hal Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Menelusuri Pelayanan Bank dan Pemberian Informasi kepada Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), dan juga kan membahas tentang Masalah-masalah yang timbul di dalam Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

4. BAB IV yaitu Tinjauan mengenai Perlindungan terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dalam Kaitannya dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang akan membahas mengenai Hak dan Tanggung Jawab Pihak-pihak dalam Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dalam Kaitannya dengan Hukum Perlindungan Konsumen, kemudian Perlindungan bagi Konsumen sebagai Debitur atas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) terhadap Perjanjian Baku yang dibuat oleh Bank sebagai Kreditur, Kedudukan dan Peranan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dalam Memberikan Perlindungan terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), juga akan membahas tentang bagaimana Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen yang timbul di antara Pihak-pihak dalam Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

(34)

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Sejarah Perlindungan Konsumen

Dalam kehidupannya, manusia membutuhkan sarana untuk memuaskan kebutuhannya, baik dari segi fisik maupun rohani. Kebutuhan yang ada tersebut dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) tingkatan, yakni kebutuhan primer yang sifatnya boleh dikatakan urgen, kebutuhan sekunder, dan terakhir adalah kebutuhan tersier. Namun bagaimanapun, seperti dalam teori ekonomi pada umumnya, sudah jelas dinyatakan bahwa kebutuhan tersebut tidak akan mungkin untuk terpenuhi seluruhnya, karena benda dan/atau jasa yang ada jumlahnya terbatas sedangkan sifat manusia sendiri tidak akan pernah merasa puas. Seperti dikatakan oleh Winardi,41

Selain daripada hal itu, di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas tersebut, manusia tetap menginginkan segalanya berjalan dengan baik dan tertib. Namun demikian, tetap haruslah disadari bahwa kebutuhan setiap orang berbeda-beda yang tentunya berpotensi untuk menimbulkan benturan satu dengan lainnya. Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu dibuat suatu aturan bahwa apabila semua benda-benda/alat-alat yang dibutuhkan manusia terdapat dalam jumlah yang berlimpah ruah, seperti umpamanya hawa udara, maka tidak akan ada lagi kebutuhan akan ilmu ekonomi ataupun ahli-ahli ekonomi.

(35)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

bersama yang akan menjadi pedoman yang harus ditaati untuk meminimalkan potensi benturan tadi.42

Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Barang dan/atau jasa tersebut pada umumnya merupakan barang dan/atau jasa yang sejenis maupun yang bersifat komplementer satu terhadap yang lainnya. Dengan “diversifikasi” produk yang sedemikian luasnya dan dengan dukungan kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika, dimana terjadi perluasan ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, konsumen pada akhirnya dihadapkan kepada berbagai jenis barang dan/atau jasa yang ditawarkan secara variatif, baik yang berasal dari produksi domestik – dimana konsumen berkediaman – maupun yang berasal dari luar negeri.43

Kondisi seperti ini, pada satu sisi memberikan manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi, serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Namun, di sisi lain dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang, dimana seringkali konsumen berada pada posisi yang lemah.44

Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang dan jasa dengan cara-cara yang seefektif mungkin agar

42 Janus Sidabalok, Pengantar Hukum Ekonomi, (Medan : Penerbit Bina Media, 2000), hal. 30.

(36)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

dapat mencapai konsumen yang majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji.45 Konsumen menjadi objek aktifitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan serta penerapan standar yang merugikan konsumen.46

Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu.47 Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya berbagai kelemahan, pada konsumen yang menyebabkan konsumen tidak memiliki kedudukan yang “aman”.48 Padahal dilihat dari saling ketergantungan antara konsumen dengan pelaku usaha, sudah seyogianya kedudukan konsumen dan pelaku usaha itu berada pada posisi yang seimbang.49

Hal tersebut ternyata bukanlah gejala regional saja, tetapi menjadi permasalahan yang mengglobal dan melanda konsumen di seluruh dunia. Timbulnya kesadaran konsumen ini telah melahirkan salah satu cabang baru ilmu

45 Sri Redjeki Hartono, Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalam Kerangka Era

Perdagangan Bebas, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung : Penerbit CV. Mandar Madju,

2000), hal. 34.

46 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Loc. Cit.

47 Zumrotin K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, (Jakarta : Puspa Swara, 1996), hal. 11.

48 Sri Redjeki Hartono, Op. Cit., hal. 33.

49 Bandingkan dengan David Oughton and John Lowry, Op. Cit., hal. 15, yang menyatakan “It is necessary to consider how this imbalance of power has come about, how the use of common

(37)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

hukum, yaitu hukum perlindungan konsumen atau yang kadang kala dikenal juga dengan hukum konsumen (consumers law).50 Sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan dibuat batasannya.51

Perkembangan hukum konsumen di dunia bermula dari adanya gerakan perlindungan konsumen (consumers movement).52 Perhatian terhadap perlindungan konsumen, terutama di Amerika Serikat (era 1960-an – 1970-an) mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian bidang ekonomi, sosial, politik, dan hukum.53 Secara historis, perlindungan konsumen diawali dengan adanya gerakan-gerakan konsumen di awal abad ke-19, dimana pada tahun 1891 terbentuk Liga Konsumen untuk pertama kalinya di New York, dan menyusul pada tahun 1898 dibentuk Liga Konsumen Nasional (The National Consumer’s League) yang pada kelanjutannya semakin berkembang

pesat meliputi 20 negara bagian.54

Selanjutnya di dalam perjalanannya, gerakan perlindungan konsumen juga mengalami berbagai hambatan dan rintangan. Setelah gagal berulang kali, pada tahun 1906 dihasilkan The Food and Drugs Act dan The Meat Inspecton Act. Menyusul setelahnya, pada tahun 1914 dibuka kemungkinan membentuk komisi

50 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Loc. Cit.

51 AZ. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup (AZ. Nasution, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum

pada Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 64-65

(dalam Shidarta, Op. Cit., hal. 11)). 52 Shidarta, Ibid.

53 Ibid., hal. 35.

(38)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

yang bergerak di bidang perlindungan konsumen dengan lahirnya The Federal Trade Commission Act. Pada 1938, sesuai dengan tuntutan keadaan diadakan

amandemen terhadap The Food and Drugs Act yang melahirkan The Food, Drugs and Cosmetics Act.55

Pada era 1960-an, sejarah gerakan perlindungan konsumen mengalami perubahan penting ditandai pada saat Presiden AS, John F. Kennedy menyampaikan pidato kenegaraan berjudul “A Special Message of Protection the Consumer Interest” di hadapan Kongres Amerika Serikat, dimana dikemukakan 4

(empat) hak konsumen (dikenal juga sebagai consumer bill of rights)56 sebagai berikut:57

1. The right to safety – to be protected against the marketing of goods that are hazardous to health or life.

2. The right to be informed – to be protected against fraudulent, deceitful, or grossly, misleading information, advertising, labeling, and other practices,

and to be given the facts needed to make informed choices.

55 Ibid., hal. 14.

56 Keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia yang dicanangkan oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masing-masing pada Pasal 3, 8, 19, 21, dan Pasal 26 (Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 39).

57 Shidarta, Op. Cit., hal. 44-45. Keempat hak tersebut dipergunakan sebagai acuan di dalam memperjuangkan hak konsumen. Tetapi dalam kenyataannya, memang tidak hanya 4 (empat) hak itu saja yang diperjuangkan, dimana kemudian hak-hak yang gencar untuk diperjuangkan, antara lain:

1) The right to safety, 2) The right to honesty, 3) The right to fair agreements, 4) The right to know,

5) The right to choose,

6) The right to privacy, the right to correct abuse, and the right to security of employment and peace of mind, and

(39)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

3. The right to choose – to be assured, wherever possible, access to a variety of products and services at competitive prices. And in those industries in which

competition is not workable and government regulation is substitued, there

should be assurance of satisfactory quality and services at fair prices.

4. The right to be heard – to be assured that consumer interests will receive full and sympathetic consideration in the formulation of government policy and

fair and expeditious treatment in its administrative tribunals.

Resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa Nomor 39/248 Tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen (Guidelines for Consumer Protection), juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, yang meliputi : 58

1. Perlindungan konsumen dari bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya. 2. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen.

3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi.

4. Pendidikan konsumen.

5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif.

6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.

Di Indonesia sendiri, walaupun di Amerika Serikat sudah sedemikian gencarnya disuarakan, masalah perlindungan konsumen masih belum begitu mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Bahkan, mengutip pernyataan Erna

(40)

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

Witoelar, pada saat masih menjabat sebagai Ketua International Organization of Consumers Union (IOCI), sekarang Consumers International (CI), beliau pernah

berujar bahwa perlindungan konsumen di Indonesia masih tertinggal, bahkan apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga dekat sekalipun.59 Hal ini terbukti dimana negara-negara di dunia, yang terimbas oleh gerakan konsumerisme di Amerika Serikat, sudah saling berpacu untuk melahirkan regulasi tentang perlindungan konsumen, seperti contoh berikut:60

1. Jepang, pada tahun 1968 mengeluarkan The Consumer Protection Fundamental Act.

2. Inggris, menerbitkan The Consumer Protection Act pada tahun 1970, yang kemudian diamandemen pada tahun 1971.

3. Singapura, mengeluarkan The Consumer Protection (Trade Description and Safety Requirement Act) pada tahun 1975.

4. Australia, dengan Consumer Affairs Act, pada tahun 1978. 5. Thailand, pada tahun 1979 mengeluarkan Consumer Act.

Sebelum Indonesia merdeka, sebenarnya sudah ada beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, walaupun sebagian besar peraturan tersebut tidak berlaku lagi.61 Selain itu, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, juga terdapat ketentuan-ketentuan di dalam beberapa pasal yang isinya bertendensi melindungi konsumen.62

59 “Tertinggal, Perlindungan bagi Konsumen di Indonesia”, Kompas, 5 September 1994, hal. 8 (dalam Shidarta, Op. Cit., hal. 48).

60 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 15. 61 Ibid., hal. 18.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari karya ilmiah ini adalah konsumen mendapatkan perlindungan hukum dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 19 dan pelaku

Keterampilan menyimak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterampilan anak autis dalam mendengarkan cerita tentang binatang yang terdapat pada materi

Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Pintrich, 2003, Santrock, 2007, Brophy 2004). mahasiswa yang memiliki

Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Tarkalil sebagai Kepala Bagian Humas yang dilaksanakan pada 28 Oktober 2019 dan data

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

e) Bagi pengonsumsi alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram/hari. b) Dalam keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol asupan protein tidak akan

“ Pengaruh adanya sertifikasi guru terhadap guru jelas-jelas ada khususnya guru SD, yang sebelumnya pendapatannya pas-pas an, sekarang cukup Sebab TPP yang

Dari hasil penelitian didapati nilai koefisien kompensasi yang positif dan menunjukkan jika kompensasi ditingkatkan atau dilakukan dengan tepat maka akan dapat meningkatkan