Agustining : Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana, 2010.
T E S I S
Oleh
AGUSTINING
087011001/MKn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA
OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI
PERBUATAN PIDANA
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
AGUSTINING
087011001/MKn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA
Nama Mahasiswa : Agustining
Nomor Pokok : 087011001
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum) K e t u a
(Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum) (Syahril Sofyan, SH, Mkn)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, D e k a n,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)
Telah diuji pada
Tanggal : 24 Nopember 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum
Anggota : 1. Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum
2. Notaris Syahril Sofyan, SH, Mkn
3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
ABSTRAK
Tanggung jawab notaris terhadap akta otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana terjadi apabila notaris yang kewenangannya dalam ranah hukum administrasi dan hukum perdata, kemudian ditarik atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh notaris karena keberadaan akta otentik notaris yang diharapkan memberikan jaminan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh ternyata menimbulkan permasalahan bagi para pihak maupun pihak lain yang dirugikan. Atas permasalahan tersebut apabila terdapat alasan yang dijadikan dasar untuk mempidanakan notaris diantaranya bahwa notaris telah membuat surat palsu, atau memalsukan surat berdasarkan pasal 263 jo 264 KUHP maka notaris harus mempertanggung jawabkan akta otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana. Akibat permasalahan tersebut sehingga mengharuskan notaris hadir dalam pemeriksaan atau penyidikan perkara pidana di tingkat Kepolisian. Namun demikian untuk menghadirkan notaris dalam pemeriksaan perkara pidana sesuai amanat pasal 66 UUJN harus terlebih dahulu mendapat ijin dari Majelis Pengawas Daerah.
Jenis penelitian tesis ini adalah penelitian normatif, dengan metode pendekatan penelitian yuridis normatif, artinya penelitian ini cenderung menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis. Analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data primer data sekunder. selanjutnya dilakukan evaluasi dan analisis secara kualitatif untuk membahas permasalahan berdasarkan peraturan perundangan dengan metode deduktif. Uraian hasil analisis dideskripsikan secara kualitatif dengan menggunakan interpretasi dan logika hukum sehingga memperoleh gambaran baru atau menguatkan suatu gambaran yang sudah ada untuk menjawab permasalahan dan membuat kesimpulan serta saran yang bermanfaat.
perlindungan khususnya berkaitan dengan asas praduga tidak bersalah pada posisi notaris sebagai pejabat umum yang sedang melaksanakan tugas negara.
ABSTRACT
The responsibility of a notary public for an authentic act that indicates a criminal act takes place when a notary public whose administrative and civil authority, are then disqualified or they are considered as a criminal act conducted by a notary public because the condition of an authentic act which is expected to give legal assurance to some parties and as a complete and strong proof apparently causes problem to certain parties and other parties who suffer loss. In relation to the problem if there is good reason for taking the notary public to a criminal case, among others, because of a false letter or forging a document based on the article of 263 jo 264 of (KUHP) Criminal Law the notary must be responsible for the authentic act he/she has made. As a consequence, the notary must be present to be examined and investigated by the police. However to take a notary to the procedures of criminal act according to the article 66 of UUJN a permit from Majelis Pengawas Daerah (Regional Control Council) must be obtained.
This is a normative thesis research using normative judicial approach, it means that the research tends to use primary legal material and secondary legal material. The characteristic of the research is descriptive - analytic. The primary and the secondary data were collected and then they were analysed and evaluated qualitatively in order to discuss the problem based on the regulations using deductive method. The result of analysis is described qualitatively using interpretation and logic of law in order to obtain a new picture or to strengthen the past picture in order to give useful suggestions.
The factor that forces the notary public to accept the investigator’s summon to a criminal investigation is to collect information from the notary both formally and materially due to the act made and inflicted a loss to certain parties and other parties based on the initial proof that the notary was guessed to have participated or helped to commit a criminal act, i.e to forger a letter based on the article 263 of KUHP or to give false explanation to the notary act based on the article of 266 of KUHP. The Regional Control Council functions and plays a role to call the notary to the investigation of a criminal case by holding a council court to examine the notary due to the violation of UUJN or the code of ethics and also to give him/her legal advice before giving permission or not on the investigation of the notary. As a public official who is given responsibility to do part of a state’s task, a notary should not legalize any act in order to achieve his/her professionalism, that way the notary spared from criminal thread punishment. The Regional Control Council, besides being a body which supervises the act and behavior of the notary in performing his/her task as a notary, it also has protective function especially about presumption of innocence on the notary’s position as a public official who is performing a state’s task.
KATA PENGANTAR
Sebagai umat beragama, pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur
kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan ridlo-Nya sehingga Tesis ini dapat
penulis selesaikan dengan baik, walaupun penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis
ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan faktor teknis yang sangat terbatas.
Tesis ini berjudul TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA
OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA
merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi
Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan
segala keterbatasan penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh
umat manusia.
Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan selesai dengan baik tanpa
bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak utamanya komisi pembimbing,
baik yang bersifat moril maupun materiil. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
penulis dengan segala kerendahan hati menghaturkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A (K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sebagai
mahasiswa pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, juga selaku Pembimbing Utama penulis.
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, dan Bapak Syahril Syofyan, SH,
Mkn masing-masing selaku Pembimbing.
4. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Chairani, SH, Spn, Mkn,
masing-masing selaku Penguji.
yang telah banyak membantu penulis dengan memberikan bimbingan, petunjuk dan
dorongan semangat serta motivasi untuk kesempurnaan hingga terselesaikannya
penulisan tesis ini. Atas segala bantuan tersebut penulis berdo’a kepada Allah SWT
semoga bapak/ibu senantiasa mendapat lindungan, rahmat, hidayah dan kasih-Nya
dalam menjalani kehidupan serta pengabdian tugasnya kepada Nusa dan Bangsa dan
Agama.
Ucapan terima kasih tiada terhingga penulis haturkan kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Mansur (Almarhum) dan ibunda Hj. Sinto
Maimudah yang telah membesarkan dan mendidik dengan memberikan kasih
sayang yang tulus dan semangat kepada penulis, sehingga penulis menjadi kuat
dan tabah dalam menghadapi dan menjalani kehidupan yang penuh cobaan ini,
juga kedua mertua yaitu ayahanda A. Rivai (alm) dan ibunda Hj Fatmah R
(almh) yang telah memberikan semangat dan kasih sayang semasa hidupnya.
Oleh karena itu penulis berdoa semoga Allah SWT senantiasa mengampuni
dosa-dosanya dan menempatkan almarhum dan almarhumah di tempatkan yang
sebaik-baiknya di sisi-Nya, dan ibunda Hj. Sinto Maimudah, senantiasa dalam
2. Suami penulis Kombes. Pol. Drs. H. Yasdan Rivai, M.Hum, dan putra-putri
tercinta yaitu Indra, Sella dan Dinda, yang senantiasa memanjatkan doa kepada
Allah SWT dan memberikan semangat, dukungan dengan kasih sayang penuh
pengorbanan serta mendorong penulis hingga tesis ini dapat terselesaikan dengan
baik.
3. Saudara-saudari penulis, Mas, Mbak, kakak serta adik-adik yang telah banyak
memberi dukungan baik moril maupun materiil, semoga Allah SWT memberi
kesehatan, keselamatan dan rezeki yang berlimpah.
4. Bapak/ibu dosen dan rekan-rekan mahasiswa seperjuangan serta seluruh staf
pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas
Sumatera Utara.
5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian tesis
ini, baik langsung maupun tidak langsung yang tidak mampu penulis sebut satu
persatu.
Penulis telah berusaha untuk menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya
namun sebagai manusia, penulis menyadari adanya kekurangan dan ketidak
sempurnaan dalam tesis ini. Oleh karena itu penulis berharap kiranya para pembaca
dapat memberikan kritik dan saran yang produktif.
Medan, 24 Nopember 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nama : Agustining
Tempat /Tanggal Lahir : Sidoarjo / 20 Agustus 1966
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Komplek Johor Indah Permai I Blok XI No.1 Medan
Nama Orang Tua : Ayah : Mansur (Alm) Ibu : Hj. Sinto Maimudah
Nama Suami : Kombes. Pol. Drs. Yasdan Rivai, M.Hum Nama Anak-anak : 1. Indra Putra Yastika Rivai
2. Salvilia Fitri Dyastini Putri 3. Dinda Amaliah Ifmayati Putri
Pendidikan :
1. Sekolah Dasar Negeri Kalitengah I di Sidoarjo, Jatim (lulus tahun 1977)
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri I di Sidoarjo, Jatim (lulus tahun 1981)
3. Sekolah Menengah Atas Negeri I di Sidoarjo, Jatim (lulus tahun 1984)
4. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya di Malang, Jatim (lulus tahun 1989)
5. Kelas Khusus Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR... iv
RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Perumusan Masalah ... 17
C.Tujuan Penelitian ... 17
D.Manfaat Penelitian ... 18
E.Keaslian Penelitian ... 20
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 20
1. Kerangka Teori ... 20
2. Konsepsi ... 35
G. Metode Penelitian ... 42
1. Jenis Penelitian ... 42
3. Metode Pengumpulan Data ... 43
4. Alat Pengumpulan Data ... 44
5. Analisis Data ... 45
BAB II : FAKTOR YANG MENYEBABKAN NOTARIS DIPERLUKAN - KEHADIRANNYA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA... 46
A. Hubungan Hukum Antara Notaris Dengan Para Penghadap ... 46
B. Faktor yang Menyebabkan Notaris Diperlukan Kehadirannya Dalam - Pemeriksaan Perkara Pidana ... 66
BAB III: TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM TERHADAP AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA ... 77
A. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Yang Dibuat Notaris ... 77
B. Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta - Otentik Yang Dibuat dan Berindikasi Perbuatan Pidana ... 89
BAB IV : FUNGSI DAN PERANAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH TERHADAP PEMANGGILAN NOTARIS PADA PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA ... 99
A. Ruang Lingkup Pengawasan Terhadap Notaris ... 99
B.Fungsi Dan Peranan Majelis Pengawas Daerah Terhadap Pemanggilan Notaris Pada Pemeriksaan Perkara Pidana ...109
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 113
A. Kesimpulan... 113
B. Saran... 116
DAFTAR PUSTAKA...118
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Data Notaris - PPAT yang diperiksa di Wilayah Hukum Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya Tahun
2008 -2009 ... 60
2. Data Notaris - PPAT yang diperiksa di Wilayah Hukum
DAFTAR SINGKATAN
INI : Ikatan Notaris Indonesia
KUHAP : Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana
KUHPerdata : Kitab Undang-undang Hukum Perdata PJN : Peraturan Jabatan Notaris
PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah
Stbl : Staatblat.
UU : Undang-undang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan
tunduk pada hukum.1 Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan
paling tinggi dalam pemerintahan, hukum adalah perlindungan kepentingan manusia.2
Hukum mengatur segala hubungan antar individu atau perorangan dan individu
dengan kelompok atau masyarakat maupun individu dengan pemerintah.3
Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.
4 Kepastian, ketertiban dan
perlindungan hukum menuntut antara lain bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan
masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan
kewajiban seseorang sebagai subyek hukum dalam masyarakat.5
1
Mochtar Kusumaatmadja, B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan
Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum Buku I, Bandung, Alumni, 2000, hal. 43.
2
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, 2003, hal.21, Apakah yang dimaksudkan dengan rule of law itu? Dari bunyi kata-katanya rule of law berarti pengaturan oleh hukum. Jadi yang mengatur adalah hukum, hukumlah yang memerintahkan atau berkuasa. Ini berarti supremasi hukum. Memang rule of law biasanya secara singkat diartikan sebagai
"governance not by man but by law". Perlu diingat bahwa hukum adalah perlindungan kepentingan
manusia, hukum adalah untuk manusia, sehingga "governance not by man but by law" tidak boleh diartikan bahwa manusianya pasif sama sekali dan menjadi budak hukum.
3
Mochtar Kusumaatmadja, B. Arief Sidharta, Op. Cit, hal. 17, untuk mengatur segala hubungan antar-manusia di atas, baik hubungan antar-individu atau antara perorangan, maupun antara perorangan dengan kelompok-kelompok maupun antara individu atau kelompok dengan pemerintah diperlukan hukum.
4
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hal. 29.
5 Ibid.
Tuntutan terhadap perlindungan hukum dalam kehidupan masyarakat salah
satunya tercermin dalam lalu lintas hukum pembuktian, yaitu perlunya akta otentik
dapat dilihat dari sejarah perkembangan notaris di Indonesia. Sejarah perkembangan
notaris diawali pada zaman Romawi. "Perkataan Notaris berasal dari perkataan
Notarius, ialah nama yang ada pada zaman Romawi, diberikan kepada orang - orang
yang menjalankan pekerjaan menulis"6
Pada masa pemerintahan Gereja, Notariil dikenal dan mempunyai
kedudukan yang penting. Notariil gereja ini dapat dibagi menjadi dua golongan: .
7
Menurut GHS Lumban Tobing, dalam bukunya Peraturan Jabatan Notaris,
lembaga notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya
Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.
(1) Mereka yang bekerja di bawah gereja atau di bawah pejabat gereja yang lebih rendah dari Paus.
(2) Mereka yang diangkat oleh gereja atau oleh pejabat gereja, dan ditugaskan untuk memberi bantuan kepada publik untuk urusan-urusan yang tidak semata-mata mengenai gereja. Mereka ini dinamakan "Clericus notarius publicus".
8
6
R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Jakarta, PT. Grafindo, 1993, hal.13.
7
Ibid, hal.15. 8
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (tafsir tematik terhadap UU No.30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris), Bandung, Refika Aditama, 2008, hal. 3.
Sejak kehadiran Vereenigde
Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia lalu lintas hukum perdagangan dilakukan
dengan akta notariil, hal ini berdasarkan pendapat Notodisoerjo menyatakan bahwa
oleh Belanda, semula lembaga ini diperuntukkan bagi golongan Eropa terutama
dalam bidang hukum perdata, yaitu Burgelijk Wetboek”.9
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) pada tanggal
6 Oktober 2004, pasal 91 UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi : Berdasarkan hal tersebut, lembaga notariat yang sebenarnya hanya
diperuntukkan bagi kalangan golongan Eropa dalam lapangan hukum perdata, namun
dalam perkembangan selanjutnya masyarakat Indonesia secara umum dapat membuat
suatu perjanjian yang dilakukan di hadapan Notaris. Hal ini menjadikan Lembaga
Notariat sangat dibutuhkan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat.
Setelah Indonesia merdeka, sejak tanggal 17 Agustus 1945, keberadaan
notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan pasal II aturan peralihan
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu segala peraturan perundang-undangan yang ada
masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang
Dasar ini. Dengan demikian peraturan tentang notaris pada jaman jajahan Belanda
yaitu Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860 : 3) tetap
berlaku di Indonesia. Pada tanggal 13 Nopember 1954 telah diberlakukan
Undang-Undang nomor 33 tahun 1954, yang menegaskan berlakunya Reglement op Het
Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860 : 3) sebagai Reglement tentang Jabatan
Notaris di Indonesia (pasal 1 huruf a) untuk notaris Indonesia.
10
9
R.Soegondo Notodisoerjo, Op. Cit, hal. 1. 10
1. Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860 : 3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam lembaran Negara 1954 Nomor 101.
2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris. 3. Undang-undang nomor 33 tahun 1954
4. Pasal 54 Undang-undang nomor 8 tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum.
5. Peraturan pemerintah nomor 11 tahun 1949 tentang sumpah/janji Jabatan Notaris.
Jika dibandingkan fungsi Notaris pada zaman sekarang sangat berbeda dengan
Notarius pada zaman Romawi tersebut. Pada abad ke-13 Masehi akta yang dibuat
oleh notaris memiliki sifat sebagai akta umum yang diakui, dan untuk selanjutnya
pada abad ke-15 barulah akte notaris memiliki kekuatan pembuktian. Meskipun hal
ini tidak pernah diakui secara umum, tetapi para ahli berpendapat mengenai akta
notaris sebagai alat bukti di persidangan dan secara substansial merupakan alat bukti
yang mutlak sehingga mempunyai konsekuensi tersendiri dari sifat mutlaknya
tersebut. Hal senada diutarakan oleh R. Soegondo Notodisoerjo, 1993 bahwa:11
Perkembangan lalu lintas hukum yang komplek dalam kehidupan
bermasyarakat, semakin menuntut akan adanya kepastian hukum terhadap hubungan
hukum individu maupun subyek hukum. Semenjak itulah akte notaris dibuat tidak
hanya sekedar catatan atau bukti untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang Akta notaris dapat diterima dalam sidang di Pengadilan sebagai alat bukti yang mutlak mengenai isinya, walaupun terhadap akta itu masih dapat diadakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh para saksi, apabila mereka yang membuktikan tersebut dapat membuktikan bahwa apa yang diterangkan dalam akte itu adalah tidak benar.
11
telah terjadi, tetapi lebih ditujukan untuk kepentingan kekuatan pembuktiannya,
sehingga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum di kemudian hari.
Dengan pesatnya lalu lintas hukum dan tuntutan masyarakat akan pentingnya
kekuatan pembuktian suatu akta, sehingga menuntut peranan Notaris sebagai pejabat
umum harus dapat selalu mengikuti perkembangan hukum dalam memberikan
jasanya kepada masyarakat yang memerlukan dan menjaga akta-akta yang di buatnya
untuk selalu dapat memberikan kepastian hukum. Dengan demikian diharapkan
bahwa keberadaan akta otentik notaris akan memberikan jaminan kepastian hukum
bagi para pihak dan sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh.
Seiring dengan semakin berkembangnya jaman, masyarakat semakin
menyadari perlunya perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh para pihak dibuat secara
otentik untuk menjamin kepastian hukum dan sebagai alat bukti yang kuat
dikemudian hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberadaan jabatan
sebagai notaris sangat penting dan dibutuhkan masyarakat luas, mengingat fungsi
notaris adalah sebagai Pejabat Umum yang membuat alat bukti tertulis berupa akte
otentik.
Akta Otentik yang dibuat oleh notaris ada 2 (dua) macam, yaitu :
1. Ambtelijk acten, procesverbaal acten dan
2. Party acten.
Ambtelijk acten, procesverbaal acten dimaksudkan yaitu akta yang dibuat
oleh (door enn) notaris atau yang dinamakan "akta relaas" atau "akta pejabat"
yang dilakukan oleh notaris tersebut. Akta jenis ini diantaranya akta berita acara
rapat umum pemegang saham perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventarisasi
harta peninggalan dan akta berita acara penarikan undian.12
Sedangkan Party acten atau akta para pihak dimaksudkan sebagai akta yang
dibuat oleh dan dihadapan Notaris berdasarkan kehendak atau keinginan para pihak
dalam kaitannya dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak tersebut,
dinamakan "akta partij" (partij aktan). Akta jenis ini diantaranya akta jual beli, akta
sewa menyewa, akta perjanjian kredit dan sebagainya.13
Uraian diatas menjelaskan bahwa ruang lingkup kewenangan notaris adalah
dalam bidang hukum Perdata dalam rangka mencipkatan kepastian hukum melalui
alat bukti akta otentik. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, alat
pembuktian meliputi, bukti tertulis, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah,
sedangkan bukti tertulis dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu berupa akta otentik dan akta
dibawah tangan.14
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan penting
dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat.
15
12
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan ke-5, Jakarta, Erlangga, hal. 51-52.
13 Ibid. 14
Pasal 1866 KUH Perdata “alat pembuktian meliputi : Bukti Tertulis, Bukti Saksi, Persangkaan, Pengakuan, Sumpah, semuanya tunduk pada aturan-aturan yang tercantum dalam bab-bab berikut”
Pasal 1867 KUH Perdata “Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan dibawah tangan”.
Pasal 1868 KUH Perdata “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat”.
15
Supriadi, Op. Cit, hal. 29.
yang sempurna maksudnya adalah kebenaran yang dinyatakan di dalam akta notaris
itu tidak perlu dibuktikan dengan dibantu lagi dengan alat bukti yang lain.
Undang-undang memberikan kekuatan pembuktian demikian itu atas akta tersebut karena akta
itu dibuat oleh atau di hadapan notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh
Pemerintah.16
Fungsi akta otentik dalam hal pembuktian tentunya diharapkan dapat
menjelaskan secara lengkap dalam proses pembuktian di persidangan, karena pada
proses peradilan berdasarkan hukum acara pidana, di dalamnya terdapat proses
pembuktian, yang menekankan pada alat - alat bukt i yang sah menurut pasal 184
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), antara lain :
17
Sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 angka 1 UU Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat dengan UUJN) bahwa “Notaris adalah
pejabat umum, yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya 1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli; 3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
Akta otentik sebagai produk notaris dalam pembuktian di persidangan dikategorikan
sebagai alat bukti surat.
16
17
R Sunarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahakamah Agung
sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang ini”. 18
Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang untuk membuat akta otentik, mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat, banyak sektor kehidupan transaksi bisnis dari masyarakat yang memerlukan peran serta dari Notaris, bahkan beberapa ketentuan yang mengharuskan dibuat dengan Akta Notaris yang artinya jika tidak dibuat dengan Akta Notaris maka transaksi atau kegiatan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.
Eksistensi notaris sebagai
Pejabat Umum didasarkan atas UUJN yang menetapkan rambu-rambu bagi "gerak
langkah" seorang notaris.
19
Dalam pasal 1 angka 7 UUJN menyebutkan bahwa “Akta notaris adalah akta
otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang
ditetapkan dalam undang-undang ini”.20 Pasal ini merupakan penegasan dari pasal
1868 KUH Perdata ”Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang di
tentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum
yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”.21
(3) Akte itu dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum;
Jelas bahwa salah satu
akta otentik adalah akta yang dibuat oleh notaris.
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, dapat diketahui unsur-unsur dalam suatu
akta, yang termaktub dalam Pasal 1868 KUH Perdata adalah :
(1) Akte itu dibuat sesuai Undang-undang;
(2) Akte itu dibuat dalam bentuk menurut Undang-undang;
18
Hadi Setia Tunggal, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jabatan Notaris dilengkapi
Putusan Mahkamah Konstitusi & AD, ART dan Kode Etik Notaris, Jakarta, Harvarindo, 2006, hal. 36
Nopember 2008 jam 21.30 WIB.
20
Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal 37. 21
(4) Akte itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya
di mana akte itu dibuat.
Kewenangan membuat akta otentik ini merupakan permintaan para pihak,
sepanjang tidak bertentangan dengan pasal 1320 KUH Perdata yaitu : untuk sah nya
persetujuan diperlukan 4 syarat : 22
a. Kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri,
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
c. Obyek / hal yang tertentu,
d. Suatu sebab yang halal.
Atas dasar kewenangan tersebut, dalam menjalankan tugas dan kewajibannya
notaris dituntut untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan pelayanan yang
profesional. Dalam mewujudkan 2 (dua) sisi pekerjaan yang mengandung banyak
resiko tersebut diperlukan pengetahuan hukum yang cukup dan ketelitian serta
tanggung jawab yang tinggi. Untuk itu dalam praktek sehari-hari notaris diwajibkan
untuk senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas negara serta bertindak sesuai
dengan makna sumpah jabatan dan mengutamakan pengabdiannya kepada
kepentingan masyarakat dan negara.
Adanya kewajiban kepribadian yang baik dan tuntutan untuk menjunjung
tinggi martabat jabatan notaris, dengan demikian dalam pelaksanaan jabatannya
notaris tidak dibenarkan melakukan hal-hal dan/atau tindakan yang tidak sesuai
dengan martabat dan kehormatan jabatan notaris.
22
Notaris sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan tugas jabatannya
mengemban amanat yang berasal dari 2 (dua) sumber, seperti yang dinyatakan oleh
Rachmat Setiawan, yaitu: 23
Unsur-unsur perilaku profesionalisme yang dimaksud adalah bahwa notaris harus mempunyai keahlian yang didukung dengan pengetahuan dan pengalaman yang tinggi dan dalam pelaksanaan tugasnya selalu dilandasi dengan pertimbangan moral yang diselaraskan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, nilai-nilai sopan santun dan agama yang berlaku juga harus jujur, tidak saja pada pihak kedua atau pihak ketiga, tetapi juga pada dirinya sendiri, serta tidak boleh semata-mata didorong oleh pertimbangan uang dalam arti ia harus bersifat sosial dan tidak bersikap diskriminatif dengan (1) anggota masyarakat yang menjadi klien notaris, menghendaki agar notaris
membuatkan akta otentik yang berkepentingan;
(2) amanat berupa perintah dari undang - undang secara tidak langsung kepada notaris, agar untuk perbuatan hukum itu dituangkan dan dinyatakan dengan akta otentik, hal ini mengandung makna bahwa notaris terikat dan berkewajiban untuk mentaati peraturan yang mensyaratkan untuk sahnya sebagai akta otentik.
Berkaitan dengan tugas dan kewenangan notaris tersebut, maka dapat
dipahami bahwa keberadaan profesi notaris merupakan profesi yang sangat penting
dan dibutuhkan dalam masyarakat, mengingat kewenangan dari notaris adalah
sebagai pembuat alat bukti tertulis berupa akta-akta otentik.
Sebagai pejabat umum publik notaris hendaknya dalam melaksanakan
tugasnya selalu dijiwai oleh Pancasila, sadar dan taat kepada hukum dan Peraturan
Jabatan Notaris (UUJN), sumpah jabatan, kode etik notaris dan berbahasa Indonesia
yang baik. Notaris dalam melakukan profesinya harus memiliki perilaku profesional
dan ikut serta dalam pembangunan Nasional khususnya di bidang hukum.
23
membedakan antara orang yang mampu dan yang tidak mampu, untuk itu ia harus memegang teguh etik profesi dalam pelaksanaan tugas profesi yang baik, karena dalam kode etik profesi itulah ditentukan segala perilaku dimiliki oleh seorang notaris.24
Idealisme seakan menjadi barang baru dan aneh di tengah maraknya pragmatisme yang menjadi faham baru di tengah masyarakat. Notaris sebagai bagian dari individu dalam masyarakat menghadapi tantangan yang serupa. Di satu sisi notaris diminta menjaga idialismenya sebagai pejabat umum, namun di sisi lain notaris dihimpit oleh kehidupan materialisme gemerlap yang merobohkan benteng nurani.
Dengan berperilaku profesional serta memahami pengetahuan tentang
aturan-aturan / ketentuan-ketentuan hukum yang terkait dengan pekerjaan notaris yaitu
dalam rangka pembuatan akta otentik, diharapkan dalam pelaksanaan tugasnya,
notaris akan terhindar dari segala akibat hukum terhadap akta-akta yang telah dan
atau akan dibuatnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering manusia selalu dihadapkan pada tuntutan
pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin sulit. Keadaan ini yang membuat
beberapa orang berpikir singkat untuk dapat segera memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari dengan jalan pintas, tidak terkecuali dengan profesi notaris.
25
Profesi hukum khususnya notaris merupakan profesi yang menuntut
pemenuhan nilai moral dan pengembangannya. Nilai moral merupakan kekuatan
yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu notaris dituntut
supaya memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan 5
24
Penjelasan atas Kode Etik Notaris pasal 1 ayat (2) Keputusan Sidang Pleno Kongres INI ke XIII di Bandung tahun 1987.
25
Anke Dwi Saputro (penyadur), Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa
(lima) kriteria nilai moral yang kuat mendasari kepribadian profesional hukum. Ke 5
(lima) kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :26
a) Kejujuran, kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik, penuh tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu (1) sikap terbuka, ini berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau secara Cuma-Cuma. (2) sikap wajar, ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas dan tidak memeras.
b) Autentik. Autentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Autentik pribadi professional hukum antara lain : (1) Tidak menyalahgunakan wewenang; (2) Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (perbuatan tercela); (3) Mendahulukan kepentingan klien; (4) Berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan kebijakan, tidak semata-mata menunggu perintah atasan; (5) Tidak mengisolasi diri dari pergaulan.
c) Bertanggung Jawab. Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib bertanggung jawab, artinya (1) kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin apa saja yang termasuk lingkup profesinya; (2) bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara Cuma-Cuma (prodeo).
d) Kemandirian Moral. Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama.
e) Keberanian moral. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain : (1) menolak segala bentuk korupsi, kolusi, suap dan pungli. (2) menolak tawaran damai di tempat atas tilang karena pelanggaran lalu lintas jalan raya. (3) menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.
Di sinilah kadar spiritual seseorang diukur, tidak hanya dengan kekerapan
beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa saja.27
26
Supriadi, Op. Cit, hal. 19-20. 27
Anke Dwi Saputro (penyadur), Op. Cit, hal. 98.
hidup dengan konsisten sesuai pemahaman misi hidup manusia sesuai keyakinan
agama yang dianjurkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Demikian juga dalam
menjalankan profesi notaris, telah diatur dalam Kode Etik sebagai parameter kasat
mata, detail dan jelas tentang larangan boleh dan tidak terhadap perilaku dan
perbuatan notaris. Kode Etik dipamahi sebagai norma dan peraturan mengenai etika,
baik yang tertulis maupun tidak tertulis dari suatu profesi yang dinyatakan oleh
organisasi profesi, yang fungsinya sebagai pengingat berperilaku bagi para anggota
organisasi profesi tersebut.
Kode etik hanya sebagai pagar pengingat mana yang boleh dan tidak boleh
yang dinamis mengikuti perkembangan lingkungan dan para pihak yang
berkepentingan.28 Organisasi profesi notaris yaitu INI (Ikatan Notaris Indonesia) telah
membentuk Kode Etik Profesi yaitu Kode Etik INI. Kode Etik INI bagi para notaris
hanya sampai pada tataran sanksi moral dan administratif.29
Tekanan faktor eksternal dari lingkungan serta pertahanan diri yang lemah
merupakan sebab betapa sebagian oknum notaris dewasa ini mudah terjerumus ke Meskipun telah diatur sedemikian rupa dalam Undang-undang Jabatan
Notaris, dan Kode Etik Notaris yang merupakan keseluruhan kaedah moral yang
ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang wajib ditaati oleh semua
orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, baik dalam pelaksanaan tugas
jabatan maupun dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
28
Ibid, hal. 99. 29
praktek kenotariatan tidak ideal yang mengurangi esensi keluhuran dan martabat
sebagai pejabat umum.30 Data pelanggaran yang dilakukan oleh notaris sebagaimana
disampaikan Kapolda Sumatera Utara pada pembukaan acara “Seminar pemeriksaan
dan penyidikan oleh Polri terhadap notaris/PPAT sebagai Saksi/Tersangka atas
perbuatan tindak pidana”.31
(3) sebagai pencegah kesalah pahaman dan konflik.
Fungsi kode etik profesi memiliki 3 (tiga) makna yaitu :
(1) sebagai sarana kontrol sosial;
(2) sebagai pencegah campur tangan pihak lain;
32
30
Ibid, hal. 100 31
Hal ini terlihat dari gambaran data penanganan kasus yang melibatkan notaris sejak tahun 2005 sampai dengan 2007 di Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumut yang disampaikan pada sambutan Kapolda Sumut pada pembukaan acara “Seminar pemeriksaan dan penyidikan oleh Polri terhadap notaris/PPAT sebagai Saksi/Tersangka atas perbuatan tindak pidana” pada tanggal 27 Oktober 2007 di Hotel Danau Toba yaitu sebanyak 153 kasus, terdiri dari Notaris sebagai tersangka 10 kasus dan sebagai saksi 143 kasus. Pada umumnya melanggar KUHP pasal 231 (membantu pelaku dalam melakukan kejahatan), 263 (membuat surat palsu), 266 (memberikan keterangan palsu dalam akta otentik), 372 (penggelapan), 378 (penipuan).
32
Supriadi, Op. Cit, hal. 24.
Banyaknya kasus pidana yang berkaitan dengan profesi jabatan notaris,
sehingga notaris harus dapat mempertanggung jawabkan terhadap akta otentik yang
dibuat dan berindikasi perbuatan pidana, mengharuskan notaris hadir dalam
pemeriksaan awal yaitu penyidikan di tingkat Kepolisian, penuntutan di Kejaksaan
sampai dengan proses persidangan di Pengadilan.
Perlunya pemanggilan dan kehadiran notaris dalam pemeriksaan perkara
1. Sebagai ahli, dalam hal ini notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam
pemeriksaan perkara pidana sebagai ahli hukum yang berwenang membuat akta
otentik sehingga diperlukan pertimbangan hukum yang khusus sesuai
keahliannya berkaitan dengan kewenangan dan tanggung jawab notaris serta
hal-hal yang dapat memberikan penjelasan kepada penyidik di Kepolisian,
Jaksa/penuntut umum, hakim, pengacara/penasehat hukum maupun pihak pencari
keadilan.
2. Sebagai Saksi, dalam hal ini notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam
pemeriksaan perkara pidana, dalam kapasitas sebagai pejabat umum yang
membuat akta otentik, diperlukan kesaksiannya terhadap apa yang dilihat,
didengar dan bukti-bukti pendukung dalam pembuatan akta otentik tersebut, yang
ternyata terindikasi perkara pidana. Dalam kedudukan sebagai saksi ini apabila
kuat dugaan notaris terlibat, maka dapat ditingkatkan statusnya menjadi
tersangka.
3. Sebagai tersangka, dalam hal ini notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam
pemeriksaan perkara pidana sebagai tersangka berdasarkan bukti awal sehingga
patut diduga adanya tindak pidana yang dilakukan notaris sebagai pembuat akta
otentik, baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama, yang ditemukan oleh
penyidik, sehingga notaris harus mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut
dalam persidangan.33
33
Dalam menjalankan tugasnya berdasarkan pasal 68 UUJN, Notaris secara
hirarkhis/berjenjang diawasi oleh Majelis Pengawas, yaitu :
1. Majelis Pengawas Daerah untuk tingkat kabupaten atau kota
2. Majelis Pengawas Wilayah untuk tingkat Propinsi.
3. Majelis Pengawas Pusat, untuk tingkat pusat di Jakarta.
Mengenai ruang lingkup pengawasan terhadap notaris adalah meliputi
keseharian/perilaku notaris dan pelaksanaan jabatan notaris, yaitu terhadap
akta-aktanya. Pengawasan ini semula dilakukan secara hirarkis/berjenjang mulai dari
Ketua Pengadilan Negeri setempat, Ketua Pengadilan Tinggi, dan Ketua Mahkamah
Agung. Namun sejak bulan Januari 2004 dengan dikeluarkannya Undang-undang
No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang di dalamnya juga mengatur
kewenangan pengawasan terhadap notaris, maka sejak saat itu kewenangan
pengawasan beralih yang semula dilakukan oleh Pengadilan Negeri yang secara
struktur berada dibawah Mahkamah Agung, kini beralih kepada Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penelitian tesis ini akan difokuskan
pada tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuat dan berindikasi perbuatan
pidana berdasarkan bukti awal/patut diduga adanya keterlibatan notaris dalam
melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan akte otentik yang dibuat, yang
AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN
PIDANA” yang nantinya diharapkan dapat memberikan saran dan masukan terhadap
praktek notaris khususnya dan lembaga kenotariatan umumnya, serta lembaga yang
terkait dalam penegakan hukum di Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diidentifikasi permasalahan
dalam penulisan tesis ini untuk selanjutnya dilakukan pengkajian dalam rangka
memberikan pemecahan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan sebagai
berikut :
1. Faktor apakah yang menyebabkan notaris diperlukan kehadirannya dalam
pemeriksaan perkara pidana?
2. Bagaimana tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum terhadap akta otentik
yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana?
3. Bagaimana fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap pemanggilan
notaris pada pemeriksaan perkara pidana ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok-pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian / penulisan tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan notaris diperlukan
2. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum terhadap akta
otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana.
3. Untuk mengetahui fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap
pemanggilan notaris pada pemeriksaan perkara pidana.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian merupakan pencerminan secara konkrit kegiatan ilmu dalam
memproses ilmu pengetahuan.34 Penelitian dapat diibaratkan sebagai “dukun
beranak” bagi pengetahuan, teknologi dan seni. Secara operasional penelitian dapat
berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menunjang
pembangunan, mengembangkan sistem dan mengembangkan kualitas manusia.35
Proses penelitian dilakukan karena ditemukan kejanggalan, ketidakserasian,
ketidakseimbangan, ketidakpuasan dan semacamnya. Itu semua terjadi karena
terdapat keadaan empirik atau realita yang tidak sesuai dengan keadaan ideal atau
dengan apa yang diharapkan. Dengan perkataan lain terjadi kesenjangan antara Das
Sollen dan Das Sein.
36
Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang
timbul.
37
34
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, Cetakan kesatu, 2008, hal.10.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, cetakan ke-3, 2007, hal. 41.
Oleh karena itu penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam
diharapkan hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa
yang seyogianya atas isu yang diajukan.38
1. Secara Teoritis
Bertitik tolak dari tujuan penelitian
sebagaimana tersebut diatas, diharapkan dengan penelitian ini akan dapat
memberikan manfaat atau kegunaan secara teoritis dan praktis di bidang hukum
yaitu :
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu yang bermanfaat sebagai
sumbangsih dalam bidang hukum Kenotariatan yang berlaku umumnya, dan
khususnya Ilmu Kenotariatan sebagai lembaga pencetak notaris, agar dapat
mencetak notaris yang handal dan profesional.
2. Secara Praktis
Memberikan masukan kepada notaris sebagai pejabat umum yang membuat akta
otentik agar akta tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan
mempunyai nilai pembuktian yang sempurna, sehingga tercapai tujuan terhadap
dibuatnya akta otentik oleh notaris yaitu untuk memberikan keadilan dan
kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak.
Memberikan saran dan masukan kepada Majelis Pengawas Daerah selaku ujung
tombak pengawasan notaris di daerah agar lebih pro aktif menjalankan tugas
pengawasan sekaligus pembinaan dan perlindungan kepada notaris, sehingga
benar-benar membantu notaris di daerah.
38
E. Keaslian Penelitian
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan
Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian tentang Jabatan Notaris telah banyak
dilakukan, namun demikian penelitian dengan judul “Tanggung Jawab Notaris
Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat dan Berindikasi Perbuatan Pidana” belum
pernah di lakukan dalam pendekatan maupun terhadap permasalah yang sama.
Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan mengandung kadar keaslian karena
telah memenuhi dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu mengandung beberapa
aspek kejujuran, rasional objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat di
pertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah, dan terbuka terhadap beberapa
masukan serta saran-saran yang bersifat membangun.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi. Fungsi Teori
dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan penemuan-penemuan penelitian,
membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang
dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan
rasional yang berkesesuaian dengan obyek yang dijelaskan dan harus didukung oleh
fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.39
39
Teori yaitu suatu hipotesis yang dipergunakan untuk argumen atau
investigasi.40 Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans
Kelsen tentang tanggung jawab hukum. Satu konsep yang berhubungan dengan
konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang
bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia
memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas
suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan41
Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara
tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan kewenangan notaris berdasarkan
UUJN yang berada dalam bidang hukum perdata. Kewenangan ini salah satunya
adalah menciptakan alat bukti yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para
pihak, kemudian menjadi suatu delik atau perbuatan yang harus dipertanggung
jawabkan secara pidana. Pertanggung jawaban secara pidana berarti berkaitan dengan
delik. Dari sudut pandang ilmu hukum murni, delik dikarakterisasi sebagai kondisi
dari sanksi. Menurut pengertian ilmu hukum delik adalah perbuatan seseorang
terhadap siapa sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan. .
42
Definisi delik sebagai perbuatan seseorang individu terhadap siapa sanksi
sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan, mensyaratkan bahwa sanksi
itu diancamkan terhadap seseorang individu yang perbuatannya dianggap oleh
40
Komaruddin, Yooke Tjuparmah S Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara, 2006, hal. 270.
41
Hans Kelsen (Alih Bahasa oleh Somardi), General Theory Of Law and State,Teori Umum
Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik,
Jakarta, BEE Media Indonesia, 2007, hal. 81. 42
pembuat undang-undang membahayakan masyarakat, oleh karena itu oleh pembuat
undang-undang diberikan sanksi untuk mencegahnya. Menurut ketentuan hukum
pidana sanksi biasanya ditetapka hanya untuk kasus-kasus dimana akibat yang tidak
dikehendaki oleh masyarakat telah ditimbulkan baik secara sengaja maupun tidak.
Menurut Hans Kelsen43
Konsep ini menunjukkan adanya kompromi antara hukum yang bersifat
tertulis sebagai suatu kebutuhan masyarakat hukum demi kepastian hukum dan living
law sebagai wujud dari pembentukan dari pentingnya peranan masyarakat dalam
pembentukan dan orientasi hukum.
Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum di-sebut "kekhilapan" (negligence); dan kekhilapan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari "kesalahan" (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan.
Adanya kewenangan notaris yang diberikan oleh undang-undang Jabatan
Notaris, berkaitan dengan kebenaran materiil atas akta otentiknya, jika dilakukan
tanpa kehati-hatian sehingga membahayakan masyarakat dan atau menimbulkan
kerugian baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak dan perbuatan tersebut
diancam dan atau memenuhi unsur-unsur tindak pidana, maka notaris harus
mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut secara pidana.
44
43
Ibid, hal. 83 44
Lili Rasjidi dan Putra, I. B. Wiyasa, Hukum Sebagai Suatu System, Bandung, Remaja Rosdakarya, hal. 79.
Aktualisasi dari living law tersebut bahwa
hukum tidak dilihat dalam wujud kaidah melainkan perkembangannya dalam
Lembaga notariat merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang
diperlukan masyarakat untuk ikut serta menjaga tetap tegaknya hukum, sehingga
notaris diharapkan dapat membantu dalam menciptakan ketertiban, keamanan dan
menciptakan kepastian hukum dalam masyarakat.
Profesi notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang
menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani
kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik
hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa
notaris. Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang
memiliki unsur-unsur sebagai berikut:45
45
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Semarang, Aneka Ilmu, 2003, hal. 93.
1. Memiliki integritas moral yang mantap;
2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri;
3. Sadar akan batas-batas kewenangannya;
4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.
Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memperhatikan dan tunduk pada
Undang-Undang nomor : 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disingkat UUJN dan
Kode Etik Notaris yang merupakan peraturan yang berlaku bagi pedoman moral
Kewenangan Notaris sebagai penjabaran dari pasal 1 angka 1 UUJN terdapat
dalam pasal 15 UUJN.46
(1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.
(2) Notaris berwenang pula :
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa kewenangan Notaris selain
untuk membuat akta otentik juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan
mengesahkan (wuarmerken dan legaliseren) 47
46
Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal 44-45. 47
Waarmerking, yaitu membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, sedangkan Legalisasi adalah mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, (bedakan antara legalisasi dengan pengesahan kecocokan fotocopi dengan surat aslinya).
surat-surat/akta-akta yang dibuat
mengenai undang-undang terutama yang berkaitan dengan isi dari akta yang dibuat
para pihak di hadapan Notaris.
Dari definisi dan kewenangan notaris berdasarkan UUJN tersebut, selanjutnya
Sutrisno dalam bukunya Komentar Atas UU Jabatan Notaris, berpendapat :
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.48
Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab notaris sebagai pejabat
umum, dapat di kaji dari teori kekuasaan negara. Dengan teori kekuasaan negara
sehingga dapat terlihat kedudukan notaris sebagai pejabat umum dalam struktur
kekuasaan negara. Salah satu bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yaitu negara
memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk memperoleh tanda bukti atau
dokumen hukum yang berkaitan dalam hukum perdata. Untuk keperluan tersebut
diberikan kewenangan kepada Pejabat Umum yang dijabat oleh notaris. Dan minuta Notaris sebagai pejabat umum karena notaris diangkat dan diberhentikan oleh
kekuasaan pemerintah dan diberikan wewenang serta kewajiban untuk melayani
publik (kepentingan umum) dalam hal-hal tertentu, oleh karena itu notaris ikut
melaksanakan kewibawaan pemerintah.
48
atas akta tersebut menjadi milik Negara yang harus disimpan dan dijaga oleh notaris
sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Sebagai bentuk menjalankan kekuasaan negara maka yang diterima oleh
notaris dalam kedudukan sebagai Jabatan (bukan profesi), karena menjalankan
jabatan seperti itu, maka notaris memakai lambang negara, yaitu Burung Garuda.
Dengan kedudukan seperti tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa
notaris menjalankan sebagian kekuasaan negara dalam bidang hukum perdata, yaitu
untuk melayani kepentingan rakyat yang memerlukan bukti atau dokumen hukum
berbentuk akta otentik yang diakui oleh negara sebagai bukti yang sempurna.
Sebagai pejabat umum notaris mempunyai tugas yang berat yaitu memberikan
pelayanan hukum kepada masyarakat sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah
dalam bidang hukum perdata, yaitu pembuatan akta otentik guna tercapainya
kepastian hukum.
Dalam PJN dan KUHPerdata umumnya diatur ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan jabatan Notaris. Pelayanan jabatan Notaris maksudnya adalah untuk membebaskan anggota masyarakat dari penipuan dan kepada orang-orang tertentu memberikan kepastian terhadap hilangnya hak-hak mereka, sehingga untuk kepentingan tersebut diperlukan tindakan-tindakan preventif yang khusus, antara lain juga mempertahankan kedudukan akta-akta otentik khususnya akta-akta Notaris.49
Meskipun notaris sebagai pejabat umum, namun notaris bukan pegawai negeri
sipil yang tunduk pada UU No.8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok kepegawaian
karena antara Pemerintah dengan notaris tidak ada hubungan kedinasan, dan notaris
49
tidak digaji dari anggaran Pemerintah, namun demikian notaris juga bukan pegawai
swasta biasa karena notaris harus tunduk pada UU Jabatan Notaris.
Sebagai pejabat umum notaris dalam menjalankan tugasnya diwajibkan
terlebih dahulu untuk melaksanakan sumpah jabatan, hal ini bertujuan agar dalam
melaksanakan tugasnya notaris senantiasa menjunjung tinggi martabat jabatan
notaris. Hal ini lebih tegas diatur pada pasal 4 ayat (2) UUJN yaitu tentang Sumpah
Jabatan Notaris bagian yang ke-3 (tiga) “Notaris akan menjaga sikap, tingkah laku
dan akan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan,
martabat dan tanggung jawab sebagai notaris”50
Dari batasan pengertian dan kewenangan notaris tersebut jelas bahwa produk
akta yang dibuat oleh notaris adalah merupakan alat bukt i otentik yang kuat dan
penuh. Agar akta tersebut berfungsi sesuai tujuannya yaitu sebagai alat bukti otentik
hendaknya akta tersebut dapat dibuktikan keotentikannya, sehingga akta tersebut
secara yuridis dapat menjamin adanya kepastian hukum. Untuk itu hendaknya dalam
pembuatan akta tersebut harus memenuhi ketentuan pembuatan dan persyaratan yang
ditentukan oleh undang-undang baik secara formil maupun materiil bahwa isinya
tidak bertentangan dengan undang-undang.
artinya notaris dalam menjalankan
tugasnya notaris wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya, yaitu notaris tidak
boleh bertindak sebagai swasta, karena martabat yang dijunjungnya itu menyangkut
kewibawaan pemerintah disamping juga martabat secara pribadi, yaitu moral notaris
itu sendiri dalam kehidupan pribadinya.
50
Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan beberapa hal tentang
Notaris, yaitu:
(1) Notaris adalah Pejabat Umum;
(2) Notaris merupakan satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta
otentik;
(3) Akta-akta yang berkaitan dengan perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang
diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang
berkepentingan supaya dinyatakan dalam suatu akta otentik;
(4) Adanya kewajiban untuk menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipannya;
(5) Terhadap pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualian oleh
suatu Peraturan Umum kepada pejabat atau orang lain.
R. Soegondo Notodisoerjo, dalam bukunya "Hukum Notariat di Indonesia"
menyatakan :51
51
R. Soegondo Notodisoerjo, Op.Cit, hal.43.
Pejabat lain, selain notaris hanya mempunyai wewenang tertentu sebagaimana
telah ditugaskan oleh perundang-undangan. Pejabat lain yang ditunjuk untuk
membuat akta otentik selain Notaris adalah Pegawai Catalan Sipil (Ambtenaar Van
De Burgerlijke Stand). Pegawai Catatan sipil (sekarang, Dinas Kependudukan)
walaupun bukan ahli hukum, berhak untuk membuat akta-akta otentik untuk hal-hal
tertentu, yaitu akta kelahiran, perkawinan, dan kematian.
Disamping sebagai pejabat umum, notaris juga merupakan pejabat profesi,
yang mempunyai spesialisasi tersendiri, dia berperan sebagai penasehat hukum,
penemu hukum, dan penyuluh hukum dalam hal-hal yang berkaitan dengan akta yang
dibuatnya. Sebagai penemu hukum, notaris terikat pada pasal 1338 KUHPerdata yaitu
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang
membuatnya”. Dengan demikian semua akta yang dibuat oleh para pihak dihadapan
notaris berlaku sebagai undang-undang yang harus ditaati oleh para pihak.
Profesi notaris bukan semata-mata merupakan profesi biasa, dalam arti kata
walaupun notaris dijadikan sebagai pekerjaan yang menjadi mata pencaharian karena
ada kompensasi, tetapi eksistensi notaris lebih merupakan suatu jabatan umum yang
melaksanakan sebagian kewibawaan (gezag) pemerintah. Oleh karena itu, notaris
sebagai suatu jabatan yang mempunyai kewibawaan layaknya pejabat negara, juga
diperlukan pedoman etika dalam menjalankan jabatannya yang tertuang Kode Etik
Notaris dari Ikatan Notaris Indonesia (INI).
Oleh karena itu notaris dalam bertugas juga harus menjaga kepribadian dan
norma yang hidup dalam masyarakat serta kebiasaan yang baik di tempat dimana ia
bertugas.
Produk dari Notaris adalah berupa akta otentik yang mempunyai kekuatan
pembuktian sempurna, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1870 KUHPerdata,
"Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli-ahli warisnya atau
orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang
apa yang dimuat di dalamnya"52
b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang
Berdasarkan bunyi pasal di atas, bahwa kekuatan pembuktian akta otentik
adalah sempurna, sedangkan akta-akta lainnya yang bukan otentik dinamakan dengan
akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sebagai bukti permulaan.
Notaris dalam posisinya sebagai pejabat umum dan sekaligus sebagai profesi
bertugas membuat akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian hukum yang kuat
dan sempurna, sehingga keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat. Dengan
keberadaan tersebut sudah seharusnya kinerja profesi notaris tersebut diawasi dan
dipantau oleh lembaga semi indepanden, agar tidak terjadi penyalahgunaan
kewenangan.
Pengawasan kinerja profesi notaris berdasarkan pasal 67 UUJN dilakukan
oleh Menteri dan dalam melaksanakan pengawasannya dibantu oleh Majelis
Pengawas. Majelis Pengawas berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas unsur :
a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang
52
c. Ahli/akademis sebanyak 3 (tiga) orang
Oleh karena itu apabila dalam suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka keanggotaan dalam Majelis
Pengawas dapat diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.
Pengawasan yang dilakukan meliputi perilaku notaris dan pelaksanaan jabatan
notaris. Pengawasan ini juga berlaku bagi Notaris pengganti, Notaris Pengganti
Khusus dan Pejabat sementara notaris. Majelis Pengawas tersebut terdiri dari 3 (tiga)
tingkatan atau jenjang, yaitu:
a. Majelis Pengawas Daerah.
b. Majelis Pengawas Wilayah.
c. Majelis Pengawas Pusat.
Berdasarkan pasal 69 undang-undang nomor : 30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris disingkat UUJN, Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten/Kota yang
keanggotaannya terdiri dari unsur sebagaimana tersebut diatas (pasal 67 UUJN), masa
jabatannya adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
Sedangkan Majelis Pengawas Wilayah berdasarkan pasal 72 undang-undang
nomor : 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disingkat UUJN, kedudukan dan
wilayah kerja Majelis Pengawas Wilayah adalah berada di ibukota Propinsi yang
meliputi seluruh Kabupaten/Kota, susunan keanggotaannya serta masa jabatannya.
Pada prinsipnya sama dengan susunan keanggotaan yang ada pada Majelis Pengawas
Majelis Pengawas Pusat diatur dalam pasal 76 undang-undang nomor : 30
tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disingkat UUJN, yaitu berkedudukan di Ibu Kota
Negara / Jakarta sedangkan susunan keanggotaan dan masa jabatannya sama dengan
Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Pengawas Wilayah.
Mekanisme pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan tugas dan
jabatan Notaris adalah bersifat preventif maupun represif. Pengawasan yang
dilakukan secara preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan
jabatan, dalam arti pencegahan agar tidak terjadi permasalahan dikemudian hari.
Pengawasan preventif disini juga dilakukan terhadap perilaku notaris sehari-hari.
Sedangkan pengawasan yang dilakukan secara represif adalah pengawasan
yang dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris, yaitu
pengawasan dalam praktek sehari-hari notaris termasuk terhadap akibat dari akta
yang dibuatnya, dalam hal ini Majelis Pengawas secara berjenjang diberikan
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administrasi.
Notaris selaku pejabat pembuat akta yang eksistensinya diakui oleh Negara
mempunyai tanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun di muka pengadilan,
apalagi kalau berkaitan dengan masalah Minuta Akta.53 Oleh karena itu dalam rangka
pengawasan dan perlindungan terhadap notaris, dalam pasal 66 UUJN ditegaskan
bahwa :54
53
Supriadi, Op. Cit, hal. 45. 54
Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal.68-69.
a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
Atas dasar pasal 66 tersebut maka, setiap permintaan penyidik ataupun
penuntut umum dan pengadilan kepada notaris untuk memberikan fotocopi Minuta
Akta atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta untuk proses pembuktian di
peradilan, harus mendapat persetujuan tertulis dari Majelis Pengawas Daerah. Dalam
kewenangannya memberikan persetujuan terhadap pemeriksaan notaris, Majelis
Pengawas Daerah terlebih dahulu dapat memanggil dan memeriksa notaris tersebut
dalam sidang Majelis, sebagai pemeriksaan awal berkaitan dengan substansi perlunya
kehadiran notaris.55 Apabila hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Daerah ternyata
berkesimpulan bahwa notaris tidak perlu hadir, maka Majelis Pengawas Daerah akan
menjawab permohonan tersebut, beserta alasan-alasannya.56
55
Wawancara dengan Ketua Majelis Pengawas Daerah Kota Medan pada hari Jum’at tanggal 6 Nopember 2009 di Kantor Ketua Majelis Pengawas Daerah Kota Medan.
56 Ibid.
Dengan demikian notaris dapat menolak memberikan keterangan guna
penyidikan perkara maupun memberikan fotocopi minuta akta atau surat-surat yang
dilekatkan pada minuta akta untuk proses penyidikan maupun pembuktian di
peradilan, apabila belum dan atau tidak ada persetujuan dari Majelis Pengawas