• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

Agustining : Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana, 2010.

T E S I S

Oleh

AGUSTINING

087011001/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA

OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI

PERBUATAN PIDANA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

AGUSTINING

087011001/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA

Nama Mahasiswa : Agustining

Nomor Pokok : 087011001

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum) K e t u a

(Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum) (Syahril Sofyan, SH, Mkn)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, D e k a n,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 24 Nopember 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum

Anggota : 1. Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum

2. Notaris Syahril Sofyan, SH, Mkn

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

(5)

ABSTRAK

Tanggung jawab notaris terhadap akta otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana terjadi apabila notaris yang kewenangannya dalam ranah hukum administrasi dan hukum perdata, kemudian ditarik atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh notaris karena keberadaan akta otentik notaris yang diharapkan memberikan jaminan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh ternyata menimbulkan permasalahan bagi para pihak maupun pihak lain yang dirugikan. Atas permasalahan tersebut apabila terdapat alasan yang dijadikan dasar untuk mempidanakan notaris diantaranya bahwa notaris telah membuat surat palsu, atau memalsukan surat berdasarkan pasal 263 jo 264 KUHP maka notaris harus mempertanggung jawabkan akta otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana. Akibat permasalahan tersebut sehingga mengharuskan notaris hadir dalam pemeriksaan atau penyidikan perkara pidana di tingkat Kepolisian. Namun demikian untuk menghadirkan notaris dalam pemeriksaan perkara pidana sesuai amanat pasal 66 UUJN harus terlebih dahulu mendapat ijin dari Majelis Pengawas Daerah.

Jenis penelitian tesis ini adalah penelitian normatif, dengan metode pendekatan penelitian yuridis normatif, artinya penelitian ini cenderung menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis. Analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data primer data sekunder. selanjutnya dilakukan evaluasi dan analisis secara kualitatif untuk membahas permasalahan berdasarkan peraturan perundangan dengan metode deduktif. Uraian hasil analisis dideskripsikan secara kualitatif dengan menggunakan interpretasi dan logika hukum sehingga memperoleh gambaran baru atau menguatkan suatu gambaran yang sudah ada untuk menjawab permasalahan dan membuat kesimpulan serta saran yang bermanfaat.

(6)

perlindungan khususnya berkaitan dengan asas praduga tidak bersalah pada posisi notaris sebagai pejabat umum yang sedang melaksanakan tugas negara.

(7)

ABSTRACT

The responsibility of a notary public for an authentic act that indicates a criminal act takes place when a notary public whose administrative and civil authority, are then disqualified or they are considered as a criminal act conducted by a notary public because the condition of an authentic act which is expected to give legal assurance to some parties and as a complete and strong proof apparently causes problem to certain parties and other parties who suffer loss. In relation to the problem if there is good reason for taking the notary public to a criminal case, among others, because of a false letter or forging a document based on the article of 263 jo 264 of (KUHP) Criminal Law the notary must be responsible for the authentic act he/she has made. As a consequence, the notary must be present to be examined and investigated by the police. However to take a notary to the procedures of criminal act according to the article 66 of UUJN a permit from Majelis Pengawas Daerah (Regional Control Council) must be obtained.

This is a normative thesis research using normative judicial approach, it means that the research tends to use primary legal material and secondary legal material. The characteristic of the research is descriptive - analytic. The primary and the secondary data were collected and then they were analysed and evaluated qualitatively in order to discuss the problem based on the regulations using deductive method. The result of analysis is described qualitatively using interpretation and logic of law in order to obtain a new picture or to strengthen the past picture in order to give useful suggestions.

The factor that forces the notary public to accept the investigator’s summon to a criminal investigation is to collect information from the notary both formally and materially due to the act made and inflicted a loss to certain parties and other parties based on the initial proof that the notary was guessed to have participated or helped to commit a criminal act, i.e to forger a letter based on the article 263 of KUHP or to give false explanation to the notary act based on the article of 266 of KUHP. The Regional Control Council functions and plays a role to call the notary to the investigation of a criminal case by holding a council court to examine the notary due to the violation of UUJN or the code of ethics and also to give him/her legal advice before giving permission or not on the investigation of the notary. As a public official who is given responsibility to do part of a state’s task, a notary should not legalize any act in order to achieve his/her professionalism, that way the notary spared from criminal thread punishment. The Regional Control Council, besides being a body which supervises the act and behavior of the notary in performing his/her task as a notary, it also has protective function especially about presumption of innocence on the notary’s position as a public official who is performing a state’s task.

(8)

KATA PENGANTAR

Sebagai umat beragama, pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur

kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan ridlo-Nya sehingga Tesis ini dapat

penulis selesaikan dengan baik, walaupun penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis

ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan faktor teknis yang sangat terbatas.

Tesis ini berjudul TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA

OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA

merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi

Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan

segala keterbatasan penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh

umat manusia.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan selesai dengan baik tanpa

bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak utamanya komisi pembimbing,

baik yang bersifat moril maupun materiil. Oleh karena itu pada kesempatan ini,

penulis dengan segala kerendahan hati menghaturkan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A (K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sebagai

mahasiswa pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

(9)

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, juga selaku Pembimbing Utama penulis.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, dan Bapak Syahril Syofyan, SH,

Mkn masing-masing selaku Pembimbing.

4. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Chairani, SH, Spn, Mkn,

masing-masing selaku Penguji.

yang telah banyak membantu penulis dengan memberikan bimbingan, petunjuk dan

dorongan semangat serta motivasi untuk kesempurnaan hingga terselesaikannya

penulisan tesis ini. Atas segala bantuan tersebut penulis berdo’a kepada Allah SWT

semoga bapak/ibu senantiasa mendapat lindungan, rahmat, hidayah dan kasih-Nya

dalam menjalani kehidupan serta pengabdian tugasnya kepada Nusa dan Bangsa dan

Agama.

Ucapan terima kasih tiada terhingga penulis haturkan kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Mansur (Almarhum) dan ibunda Hj. Sinto

Maimudah yang telah membesarkan dan mendidik dengan memberikan kasih

sayang yang tulus dan semangat kepada penulis, sehingga penulis menjadi kuat

dan tabah dalam menghadapi dan menjalani kehidupan yang penuh cobaan ini,

juga kedua mertua yaitu ayahanda A. Rivai (alm) dan ibunda Hj Fatmah R

(almh) yang telah memberikan semangat dan kasih sayang semasa hidupnya.

Oleh karena itu penulis berdoa semoga Allah SWT senantiasa mengampuni

dosa-dosanya dan menempatkan almarhum dan almarhumah di tempatkan yang

sebaik-baiknya di sisi-Nya, dan ibunda Hj. Sinto Maimudah, senantiasa dalam

(10)

2. Suami penulis Kombes. Pol. Drs. H. Yasdan Rivai, M.Hum, dan putra-putri

tercinta yaitu Indra, Sella dan Dinda, yang senantiasa memanjatkan doa kepada

Allah SWT dan memberikan semangat, dukungan dengan kasih sayang penuh

pengorbanan serta mendorong penulis hingga tesis ini dapat terselesaikan dengan

baik.

3. Saudara-saudari penulis, Mas, Mbak, kakak serta adik-adik yang telah banyak

memberi dukungan baik moril maupun materiil, semoga Allah SWT memberi

kesehatan, keselamatan dan rezeki yang berlimpah.

4. Bapak/ibu dosen dan rekan-rekan mahasiswa seperjuangan serta seluruh staf

pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas

Sumatera Utara.

5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian tesis

ini, baik langsung maupun tidak langsung yang tidak mampu penulis sebut satu

persatu.

Penulis telah berusaha untuk menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya

namun sebagai manusia, penulis menyadari adanya kekurangan dan ketidak

sempurnaan dalam tesis ini. Oleh karena itu penulis berharap kiranya para pembaca

dapat memberikan kritik dan saran yang produktif.

Medan, 24 Nopember 2009

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Agustining

Tempat /Tanggal Lahir : Sidoarjo / 20 Agustus 1966

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Komplek Johor Indah Permai I Blok XI No.1 Medan

Nama Orang Tua : Ayah : Mansur (Alm) Ibu : Hj. Sinto Maimudah

Nama Suami : Kombes. Pol. Drs. Yasdan Rivai, M.Hum Nama Anak-anak : 1. Indra Putra Yastika Rivai

2. Salvilia Fitri Dyastini Putri 3. Dinda Amaliah Ifmayati Putri

Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri Kalitengah I di Sidoarjo, Jatim (lulus tahun 1977)

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri I di Sidoarjo, Jatim (lulus tahun 1981)

3. Sekolah Menengah Atas Negeri I di Sidoarjo, Jatim (lulus tahun 1984)

4. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya di Malang, Jatim (lulus tahun 1989)

5. Kelas Khusus Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... iv

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Perumusan Masalah ... 17

C.Tujuan Penelitian ... 17

D.Manfaat Penelitian ... 18

E.Keaslian Penelitian ... 20

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 20

1. Kerangka Teori ... 20

2. Konsepsi ... 35

G. Metode Penelitian ... 42

1. Jenis Penelitian ... 42

(13)

3. Metode Pengumpulan Data ... 43

4. Alat Pengumpulan Data ... 44

5. Analisis Data ... 45

BAB II : FAKTOR YANG MENYEBABKAN NOTARIS DIPERLUKAN - KEHADIRANNYA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA... 46

A. Hubungan Hukum Antara Notaris Dengan Para Penghadap ... 46

B. Faktor yang Menyebabkan Notaris Diperlukan Kehadirannya Dalam - Pemeriksaan Perkara Pidana ... 66

BAB III: TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM TERHADAP AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA ... 77

A. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Yang Dibuat Notaris ... 77

B. Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta - Otentik Yang Dibuat dan Berindikasi Perbuatan Pidana ... 89

BAB IV : FUNGSI DAN PERANAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH TERHADAP PEMANGGILAN NOTARIS PADA PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA ... 99

A. Ruang Lingkup Pengawasan Terhadap Notaris ... 99

B.Fungsi Dan Peranan Majelis Pengawas Daerah Terhadap Pemanggilan Notaris Pada Pemeriksaan Perkara Pidana ...109

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 113

A. Kesimpulan... 113

B. Saran... 116

DAFTAR PUSTAKA...118

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Data Notaris - PPAT yang diperiksa di Wilayah Hukum Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya Tahun

2008 -2009 ... 60

2. Data Notaris - PPAT yang diperiksa di Wilayah Hukum

(15)

DAFTAR SINGKATAN

INI : Ikatan Notaris Indonesia

KUHAP : Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana

KUHPerdata : Kitab Undang-undang Hukum Perdata PJN : Peraturan Jabatan Notaris

PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

Stbl : Staatblat.

UU : Undang-undang

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan

tunduk pada hukum.1 Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan

paling tinggi dalam pemerintahan, hukum adalah perlindungan kepentingan manusia.2

Hukum mengatur segala hubungan antar individu atau perorangan dan individu

dengan kelompok atau masyarakat maupun individu dengan pemerintah.3

Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan

hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.

4 Kepastian, ketertiban dan

perlindungan hukum menuntut antara lain bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan

masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan

kewajiban seseorang sebagai subyek hukum dalam masyarakat.5

1

Mochtar Kusumaatmadja, B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan

Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum Buku I, Bandung, Alumni, 2000, hal. 43.

2

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, 2003, hal.21, Apakah yang dimaksudkan dengan rule of law itu? Dari bunyi kata-katanya rule of law berarti pengaturan oleh hukum. Jadi yang mengatur adalah hukum, hukumlah yang memerintahkan atau berkuasa. Ini berarti supremasi hukum. Memang rule of law biasanya secara singkat diartikan sebagai

"governance not by man but by law". Perlu diingat bahwa hukum adalah perlindungan kepentingan

manusia, hukum adalah untuk manusia, sehingga "governance not by man but by law" tidak boleh diartikan bahwa manusianya pasif sama sekali dan menjadi budak hukum.

3

Mochtar Kusumaatmadja, B. Arief Sidharta, Op. Cit, hal. 17, untuk mengatur segala hubungan antar-manusia di atas, baik hubungan antar-individu atau antara perorangan, maupun antara perorangan dengan kelompok-kelompok maupun antara individu atau kelompok dengan pemerintah diperlukan hukum.

4

Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hal. 29.

5 Ibid.

(17)

Tuntutan terhadap perlindungan hukum dalam kehidupan masyarakat salah

satunya tercermin dalam lalu lintas hukum pembuktian, yaitu perlunya akta otentik

dapat dilihat dari sejarah perkembangan notaris di Indonesia. Sejarah perkembangan

notaris diawali pada zaman Romawi. "Perkataan Notaris berasal dari perkataan

Notarius, ialah nama yang ada pada zaman Romawi, diberikan kepada orang - orang

yang menjalankan pekerjaan menulis"6

Pada masa pemerintahan Gereja, Notariil dikenal dan mempunyai

kedudukan yang penting. Notariil gereja ini dapat dibagi menjadi dua golongan: .

7

Menurut GHS Lumban Tobing, dalam bukunya Peraturan Jabatan Notaris,

lembaga notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya

Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.

(1) Mereka yang bekerja di bawah gereja atau di bawah pejabat gereja yang lebih rendah dari Paus.

(2) Mereka yang diangkat oleh gereja atau oleh pejabat gereja, dan ditugaskan untuk memberi bantuan kepada publik untuk urusan-urusan yang tidak semata-mata mengenai gereja. Mereka ini dinamakan "Clericus notarius publicus".

8

6

R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Jakarta, PT. Grafindo, 1993, hal.13.

7

Ibid, hal.15. 8

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (tafsir tematik terhadap UU No.30 tahun 2004

tentang Jabatan Notaris), Bandung, Refika Aditama, 2008, hal. 3.

Sejak kehadiran Vereenigde

Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia lalu lintas hukum perdagangan dilakukan

dengan akta notariil, hal ini berdasarkan pendapat Notodisoerjo menyatakan bahwa

(18)

oleh Belanda, semula lembaga ini diperuntukkan bagi golongan Eropa terutama

dalam bidang hukum perdata, yaitu Burgelijk Wetboek”.9

Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) pada tanggal

6 Oktober 2004, pasal 91 UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi : Berdasarkan hal tersebut, lembaga notariat yang sebenarnya hanya

diperuntukkan bagi kalangan golongan Eropa dalam lapangan hukum perdata, namun

dalam perkembangan selanjutnya masyarakat Indonesia secara umum dapat membuat

suatu perjanjian yang dilakukan di hadapan Notaris. Hal ini menjadikan Lembaga

Notariat sangat dibutuhkan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat.

Setelah Indonesia merdeka, sejak tanggal 17 Agustus 1945, keberadaan

notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan pasal II aturan peralihan

Undang-Undang Dasar 1945, yaitu segala peraturan perundang-undangan yang ada

masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang

Dasar ini. Dengan demikian peraturan tentang notaris pada jaman jajahan Belanda

yaitu Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860 : 3) tetap

berlaku di Indonesia. Pada tanggal 13 Nopember 1954 telah diberlakukan

Undang-Undang nomor 33 tahun 1954, yang menegaskan berlakunya Reglement op Het

Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860 : 3) sebagai Reglement tentang Jabatan

Notaris di Indonesia (pasal 1 huruf a) untuk notaris Indonesia.

10

9

R.Soegondo Notodisoerjo, Op. Cit, hal. 1. 10

(19)

1. Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860 : 3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam lembaran Negara 1954 Nomor 101.

2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris. 3. Undang-undang nomor 33 tahun 1954

4. Pasal 54 Undang-undang nomor 8 tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum.

5. Peraturan pemerintah nomor 11 tahun 1949 tentang sumpah/janji Jabatan Notaris.

Jika dibandingkan fungsi Notaris pada zaman sekarang sangat berbeda dengan

Notarius pada zaman Romawi tersebut. Pada abad ke-13 Masehi akta yang dibuat

oleh notaris memiliki sifat sebagai akta umum yang diakui, dan untuk selanjutnya

pada abad ke-15 barulah akte notaris memiliki kekuatan pembuktian. Meskipun hal

ini tidak pernah diakui secara umum, tetapi para ahli berpendapat mengenai akta

notaris sebagai alat bukti di persidangan dan secara substansial merupakan alat bukti

yang mutlak sehingga mempunyai konsekuensi tersendiri dari sifat mutlaknya

tersebut. Hal senada diutarakan oleh R. Soegondo Notodisoerjo, 1993 bahwa:11

Perkembangan lalu lintas hukum yang komplek dalam kehidupan

bermasyarakat, semakin menuntut akan adanya kepastian hukum terhadap hubungan

hukum individu maupun subyek hukum. Semenjak itulah akte notaris dibuat tidak

hanya sekedar catatan atau bukti untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang Akta notaris dapat diterima dalam sidang di Pengadilan sebagai alat bukti yang mutlak mengenai isinya, walaupun terhadap akta itu masih dapat diadakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh para saksi, apabila mereka yang membuktikan tersebut dapat membuktikan bahwa apa yang diterangkan dalam akte itu adalah tidak benar.

11

(20)

telah terjadi, tetapi lebih ditujukan untuk kepentingan kekuatan pembuktiannya,

sehingga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum di kemudian hari.

Dengan pesatnya lalu lintas hukum dan tuntutan masyarakat akan pentingnya

kekuatan pembuktian suatu akta, sehingga menuntut peranan Notaris sebagai pejabat

umum harus dapat selalu mengikuti perkembangan hukum dalam memberikan

jasanya kepada masyarakat yang memerlukan dan menjaga akta-akta yang di buatnya

untuk selalu dapat memberikan kepastian hukum. Dengan demikian diharapkan

bahwa keberadaan akta otentik notaris akan memberikan jaminan kepastian hukum

bagi para pihak dan sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh.

Seiring dengan semakin berkembangnya jaman, masyarakat semakin

menyadari perlunya perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh para pihak dibuat secara

otentik untuk menjamin kepastian hukum dan sebagai alat bukti yang kuat

dikemudian hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberadaan jabatan

sebagai notaris sangat penting dan dibutuhkan masyarakat luas, mengingat fungsi

notaris adalah sebagai Pejabat Umum yang membuat alat bukti tertulis berupa akte

otentik.

Akta Otentik yang dibuat oleh notaris ada 2 (dua) macam, yaitu :

1. Ambtelijk acten, procesverbaal acten dan

2. Party acten.

Ambtelijk acten, procesverbaal acten dimaksudkan yaitu akta yang dibuat

oleh (door enn) notaris atau yang dinamakan "akta relaas" atau "akta pejabat"

(21)

yang dilakukan oleh notaris tersebut. Akta jenis ini diantaranya akta berita acara

rapat umum pemegang saham perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventarisasi

harta peninggalan dan akta berita acara penarikan undian.12

Sedangkan Party acten atau akta para pihak dimaksudkan sebagai akta yang

dibuat oleh dan dihadapan Notaris berdasarkan kehendak atau keinginan para pihak

dalam kaitannya dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak tersebut,

dinamakan "akta partij" (partij aktan). Akta jenis ini diantaranya akta jual beli, akta

sewa menyewa, akta perjanjian kredit dan sebagainya.13

Uraian diatas menjelaskan bahwa ruang lingkup kewenangan notaris adalah

dalam bidang hukum Perdata dalam rangka mencipkatan kepastian hukum melalui

alat bukti akta otentik. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, alat

pembuktian meliputi, bukti tertulis, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah,

sedangkan bukti tertulis dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu berupa akta otentik dan akta

dibawah tangan.14

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan penting

dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat.

15

12

G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan ke-5, Jakarta, Erlangga, hal. 51-52.

13 Ibid. 14

Pasal 1866 KUH Perdata “alat pembuktian meliputi : Bukti Tertulis, Bukti Saksi, Persangkaan, Pengakuan, Sumpah, semuanya tunduk pada aturan-aturan yang tercantum dalam bab-bab berikut”

Pasal 1867 KUH Perdata “Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan dibawah tangan”.

Pasal 1868 KUH Perdata “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat”.

15

Supriadi, Op. Cit, hal. 29.

(22)

yang sempurna maksudnya adalah kebenaran yang dinyatakan di dalam akta notaris

itu tidak perlu dibuktikan dengan dibantu lagi dengan alat bukti yang lain.

Undang-undang memberikan kekuatan pembuktian demikian itu atas akta tersebut karena akta

itu dibuat oleh atau di hadapan notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh

Pemerintah.16

Fungsi akta otentik dalam hal pembuktian tentunya diharapkan dapat

menjelaskan secara lengkap dalam proses pembuktian di persidangan, karena pada

proses peradilan berdasarkan hukum acara pidana, di dalamnya terdapat proses

pembuktian, yang menekankan pada alat - alat bukt i yang sah menurut pasal 184

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), antara lain :

17

Sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 angka 1 UU Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat dengan UUJN) bahwa “Notaris adalah

pejabat umum, yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya 1. Keterangan saksi;

2. Keterangan ahli; 3. Surat;

4. Petunjuk;

5. Keterangan terdakwa.

Akta otentik sebagai produk notaris dalam pembuktian di persidangan dikategorikan

sebagai alat bukti surat.

16

17

R Sunarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahakamah Agung

(23)

sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang ini”. 18

Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang untuk membuat akta otentik, mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat, banyak sektor kehidupan transaksi bisnis dari masyarakat yang memerlukan peran serta dari Notaris, bahkan beberapa ketentuan yang mengharuskan dibuat dengan Akta Notaris yang artinya jika tidak dibuat dengan Akta Notaris maka transaksi atau kegiatan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

Eksistensi notaris sebagai

Pejabat Umum didasarkan atas UUJN yang menetapkan rambu-rambu bagi "gerak

langkah" seorang notaris.

19

Dalam pasal 1 angka 7 UUJN menyebutkan bahwa “Akta notaris adalah akta

otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang

ditetapkan dalam undang-undang ini”.20 Pasal ini merupakan penegasan dari pasal

1868 KUH Perdata ”Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang di

tentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum

yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”.21

(3) Akte itu dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum;

Jelas bahwa salah satu

akta otentik adalah akta yang dibuat oleh notaris.

Berdasarkan bunyi pasal tersebut, dapat diketahui unsur-unsur dalam suatu

akta, yang termaktub dalam Pasal 1868 KUH Perdata adalah :

(1) Akte itu dibuat sesuai Undang-undang;

(2) Akte itu dibuat dalam bentuk menurut Undang-undang;

18

Hadi Setia Tunggal, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jabatan Notaris dilengkapi

Putusan Mahkamah Konstitusi & AD, ART dan Kode Etik Notaris, Jakarta, Harvarindo, 2006, hal. 36

Nopember 2008 jam 21.30 WIB.

20

Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal 37. 21

(24)

(4) Akte itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya

di mana akte itu dibuat.

Kewenangan membuat akta otentik ini merupakan permintaan para pihak,

sepanjang tidak bertentangan dengan pasal 1320 KUH Perdata yaitu : untuk sah nya

persetujuan diperlukan 4 syarat : 22

a. Kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri,

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,

c. Obyek / hal yang tertentu,

d. Suatu sebab yang halal.

Atas dasar kewenangan tersebut, dalam menjalankan tugas dan kewajibannya

notaris dituntut untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan pelayanan yang

profesional. Dalam mewujudkan 2 (dua) sisi pekerjaan yang mengandung banyak

resiko tersebut diperlukan pengetahuan hukum yang cukup dan ketelitian serta

tanggung jawab yang tinggi. Untuk itu dalam praktek sehari-hari notaris diwajibkan

untuk senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas negara serta bertindak sesuai

dengan makna sumpah jabatan dan mengutamakan pengabdiannya kepada

kepentingan masyarakat dan negara.

Adanya kewajiban kepribadian yang baik dan tuntutan untuk menjunjung

tinggi martabat jabatan notaris, dengan demikian dalam pelaksanaan jabatannya

notaris tidak dibenarkan melakukan hal-hal dan/atau tindakan yang tidak sesuai

dengan martabat dan kehormatan jabatan notaris.

22

(25)

Notaris sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan tugas jabatannya

mengemban amanat yang berasal dari 2 (dua) sumber, seperti yang dinyatakan oleh

Rachmat Setiawan, yaitu: 23

Unsur-unsur perilaku profesionalisme yang dimaksud adalah bahwa notaris harus mempunyai keahlian yang didukung dengan pengetahuan dan pengalaman yang tinggi dan dalam pelaksanaan tugasnya selalu dilandasi dengan pertimbangan moral yang diselaraskan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, nilai-nilai sopan santun dan agama yang berlaku juga harus jujur, tidak saja pada pihak kedua atau pihak ketiga, tetapi juga pada dirinya sendiri, serta tidak boleh semata-mata didorong oleh pertimbangan uang dalam arti ia harus bersifat sosial dan tidak bersikap diskriminatif dengan (1) anggota masyarakat yang menjadi klien notaris, menghendaki agar notaris

membuatkan akta otentik yang berkepentingan;

(2) amanat berupa perintah dari undang - undang secara tidak langsung kepada notaris, agar untuk perbuatan hukum itu dituangkan dan dinyatakan dengan akta otentik, hal ini mengandung makna bahwa notaris terikat dan berkewajiban untuk mentaati peraturan yang mensyaratkan untuk sahnya sebagai akta otentik.

Berkaitan dengan tugas dan kewenangan notaris tersebut, maka dapat

dipahami bahwa keberadaan profesi notaris merupakan profesi yang sangat penting

dan dibutuhkan dalam masyarakat, mengingat kewenangan dari notaris adalah

sebagai pembuat alat bukti tertulis berupa akta-akta otentik.

Sebagai pejabat umum publik notaris hendaknya dalam melaksanakan

tugasnya selalu dijiwai oleh Pancasila, sadar dan taat kepada hukum dan Peraturan

Jabatan Notaris (UUJN), sumpah jabatan, kode etik notaris dan berbahasa Indonesia

yang baik. Notaris dalam melakukan profesinya harus memiliki perilaku profesional

dan ikut serta dalam pembangunan Nasional khususnya di bidang hukum.

23

(26)

membedakan antara orang yang mampu dan yang tidak mampu, untuk itu ia harus memegang teguh etik profesi dalam pelaksanaan tugas profesi yang baik, karena dalam kode etik profesi itulah ditentukan segala perilaku dimiliki oleh seorang notaris.24

Idealisme seakan menjadi barang baru dan aneh di tengah maraknya pragmatisme yang menjadi faham baru di tengah masyarakat. Notaris sebagai bagian dari individu dalam masyarakat menghadapi tantangan yang serupa. Di satu sisi notaris diminta menjaga idialismenya sebagai pejabat umum, namun di sisi lain notaris dihimpit oleh kehidupan materialisme gemerlap yang merobohkan benteng nurani.

Dengan berperilaku profesional serta memahami pengetahuan tentang

aturan-aturan / ketentuan-ketentuan hukum yang terkait dengan pekerjaan notaris yaitu

dalam rangka pembuatan akta otentik, diharapkan dalam pelaksanaan tugasnya,

notaris akan terhindar dari segala akibat hukum terhadap akta-akta yang telah dan

atau akan dibuatnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering manusia selalu dihadapkan pada tuntutan

pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin sulit. Keadaan ini yang membuat

beberapa orang berpikir singkat untuk dapat segera memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari dengan jalan pintas, tidak terkecuali dengan profesi notaris.

25

Profesi hukum khususnya notaris merupakan profesi yang menuntut

pemenuhan nilai moral dan pengembangannya. Nilai moral merupakan kekuatan

yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu notaris dituntut

supaya memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan 5

24

Penjelasan atas Kode Etik Notaris pasal 1 ayat (2) Keputusan Sidang Pleno Kongres INI ke XIII di Bandung tahun 1987.

25

Anke Dwi Saputro (penyadur), Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa

(27)

(lima) kriteria nilai moral yang kuat mendasari kepribadian profesional hukum. Ke 5

(lima) kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :26

a) Kejujuran, kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik, penuh tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu (1) sikap terbuka, ini berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau secara Cuma-Cuma. (2) sikap wajar, ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas dan tidak memeras.

b) Autentik. Autentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Autentik pribadi professional hukum antara lain : (1) Tidak menyalahgunakan wewenang; (2) Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (perbuatan tercela); (3) Mendahulukan kepentingan klien; (4) Berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan kebijakan, tidak semata-mata menunggu perintah atasan; (5) Tidak mengisolasi diri dari pergaulan.

c) Bertanggung Jawab. Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib bertanggung jawab, artinya (1) kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin apa saja yang termasuk lingkup profesinya; (2) bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara Cuma-Cuma (prodeo).

d) Kemandirian Moral. Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama.

e) Keberanian moral. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain : (1) menolak segala bentuk korupsi, kolusi, suap dan pungli. (2) menolak tawaran damai di tempat atas tilang karena pelanggaran lalu lintas jalan raya. (3) menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.

Di sinilah kadar spiritual seseorang diukur, tidak hanya dengan kekerapan

beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa saja.27

26

Supriadi, Op. Cit, hal. 19-20. 27

Anke Dwi Saputro (penyadur), Op. Cit, hal. 98.

(28)

hidup dengan konsisten sesuai pemahaman misi hidup manusia sesuai keyakinan

agama yang dianjurkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Demikian juga dalam

menjalankan profesi notaris, telah diatur dalam Kode Etik sebagai parameter kasat

mata, detail dan jelas tentang larangan boleh dan tidak terhadap perilaku dan

perbuatan notaris. Kode Etik dipamahi sebagai norma dan peraturan mengenai etika,

baik yang tertulis maupun tidak tertulis dari suatu profesi yang dinyatakan oleh

organisasi profesi, yang fungsinya sebagai pengingat berperilaku bagi para anggota

organisasi profesi tersebut.

Kode etik hanya sebagai pagar pengingat mana yang boleh dan tidak boleh

yang dinamis mengikuti perkembangan lingkungan dan para pihak yang

berkepentingan.28 Organisasi profesi notaris yaitu INI (Ikatan Notaris Indonesia) telah

membentuk Kode Etik Profesi yaitu Kode Etik INI. Kode Etik INI bagi para notaris

hanya sampai pada tataran sanksi moral dan administratif.29

Tekanan faktor eksternal dari lingkungan serta pertahanan diri yang lemah

merupakan sebab betapa sebagian oknum notaris dewasa ini mudah terjerumus ke Meskipun telah diatur sedemikian rupa dalam Undang-undang Jabatan

Notaris, dan Kode Etik Notaris yang merupakan keseluruhan kaedah moral yang

ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang wajib ditaati oleh semua

orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, baik dalam pelaksanaan tugas

jabatan maupun dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

28

Ibid, hal. 99. 29

(29)

praktek kenotariatan tidak ideal yang mengurangi esensi keluhuran dan martabat

sebagai pejabat umum.30 Data pelanggaran yang dilakukan oleh notaris sebagaimana

disampaikan Kapolda Sumatera Utara pada pembukaan acara “Seminar pemeriksaan

dan penyidikan oleh Polri terhadap notaris/PPAT sebagai Saksi/Tersangka atas

perbuatan tindak pidana”.31

(3) sebagai pencegah kesalah pahaman dan konflik.

Fungsi kode etik profesi memiliki 3 (tiga) makna yaitu :

(1) sebagai sarana kontrol sosial;

(2) sebagai pencegah campur tangan pihak lain;

32

30

Ibid, hal. 100 31

Hal ini terlihat dari gambaran data penanganan kasus yang melibatkan notaris sejak tahun 2005 sampai dengan 2007 di Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumut yang disampaikan pada sambutan Kapolda Sumut pada pembukaan acara “Seminar pemeriksaan dan penyidikan oleh Polri terhadap notaris/PPAT sebagai Saksi/Tersangka atas perbuatan tindak pidana” pada tanggal 27 Oktober 2007 di Hotel Danau Toba yaitu sebanyak 153 kasus, terdiri dari Notaris sebagai tersangka 10 kasus dan sebagai saksi 143 kasus. Pada umumnya melanggar KUHP pasal 231 (membantu pelaku dalam melakukan kejahatan), 263 (membuat surat palsu), 266 (memberikan keterangan palsu dalam akta otentik), 372 (penggelapan), 378 (penipuan).

32

Supriadi, Op. Cit, hal. 24.

Banyaknya kasus pidana yang berkaitan dengan profesi jabatan notaris,

sehingga notaris harus dapat mempertanggung jawabkan terhadap akta otentik yang

dibuat dan berindikasi perbuatan pidana, mengharuskan notaris hadir dalam

pemeriksaan awal yaitu penyidikan di tingkat Kepolisian, penuntutan di Kejaksaan

sampai dengan proses persidangan di Pengadilan.

Perlunya pemanggilan dan kehadiran notaris dalam pemeriksaan perkara

(30)

1. Sebagai ahli, dalam hal ini notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam

pemeriksaan perkara pidana sebagai ahli hukum yang berwenang membuat akta

otentik sehingga diperlukan pertimbangan hukum yang khusus sesuai

keahliannya berkaitan dengan kewenangan dan tanggung jawab notaris serta

hal-hal yang dapat memberikan penjelasan kepada penyidik di Kepolisian,

Jaksa/penuntut umum, hakim, pengacara/penasehat hukum maupun pihak pencari

keadilan.

2. Sebagai Saksi, dalam hal ini notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam

pemeriksaan perkara pidana, dalam kapasitas sebagai pejabat umum yang

membuat akta otentik, diperlukan kesaksiannya terhadap apa yang dilihat,

didengar dan bukti-bukti pendukung dalam pembuatan akta otentik tersebut, yang

ternyata terindikasi perkara pidana. Dalam kedudukan sebagai saksi ini apabila

kuat dugaan notaris terlibat, maka dapat ditingkatkan statusnya menjadi

tersangka.

3. Sebagai tersangka, dalam hal ini notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam

pemeriksaan perkara pidana sebagai tersangka berdasarkan bukti awal sehingga

patut diduga adanya tindak pidana yang dilakukan notaris sebagai pembuat akta

otentik, baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama, yang ditemukan oleh

penyidik, sehingga notaris harus mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut

dalam persidangan.33

33

(31)

Dalam menjalankan tugasnya berdasarkan pasal 68 UUJN, Notaris secara

hirarkhis/berjenjang diawasi oleh Majelis Pengawas, yaitu :

1. Majelis Pengawas Daerah untuk tingkat kabupaten atau kota

2. Majelis Pengawas Wilayah untuk tingkat Propinsi.

3. Majelis Pengawas Pusat, untuk tingkat pusat di Jakarta.

Mengenai ruang lingkup pengawasan terhadap notaris adalah meliputi

keseharian/perilaku notaris dan pelaksanaan jabatan notaris, yaitu terhadap

akta-aktanya. Pengawasan ini semula dilakukan secara hirarkis/berjenjang mulai dari

Ketua Pengadilan Negeri setempat, Ketua Pengadilan Tinggi, dan Ketua Mahkamah

Agung. Namun sejak bulan Januari 2004 dengan dikeluarkannya Undang-undang

No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang di dalamnya juga mengatur

kewenangan pengawasan terhadap notaris, maka sejak saat itu kewenangan

pengawasan beralih yang semula dilakukan oleh Pengadilan Negeri yang secara

struktur berada dibawah Mahkamah Agung, kini beralih kepada Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penelitian tesis ini akan difokuskan

pada tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuat dan berindikasi perbuatan

pidana berdasarkan bukti awal/patut diduga adanya keterlibatan notaris dalam

melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan akte otentik yang dibuat, yang

(32)

AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN

PIDANA” yang nantinya diharapkan dapat memberikan saran dan masukan terhadap

praktek notaris khususnya dan lembaga kenotariatan umumnya, serta lembaga yang

terkait dalam penegakan hukum di Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diidentifikasi permasalahan

dalam penulisan tesis ini untuk selanjutnya dilakukan pengkajian dalam rangka

memberikan pemecahan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan sebagai

berikut :

1. Faktor apakah yang menyebabkan notaris diperlukan kehadirannya dalam

pemeriksaan perkara pidana?

2. Bagaimana tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum terhadap akta otentik

yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana?

3. Bagaimana fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap pemanggilan

notaris pada pemeriksaan perkara pidana ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok-pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin

dicapai dari penelitian / penulisan tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan notaris diperlukan

(33)

2. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum terhadap akta

otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana.

3. Untuk mengetahui fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap

pemanggilan notaris pada pemeriksaan perkara pidana.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian merupakan pencerminan secara konkrit kegiatan ilmu dalam

memproses ilmu pengetahuan.34 Penelitian dapat diibaratkan sebagai “dukun

beranak” bagi pengetahuan, teknologi dan seni. Secara operasional penelitian dapat

berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menunjang

pembangunan, mengembangkan sistem dan mengembangkan kualitas manusia.35

Proses penelitian dilakukan karena ditemukan kejanggalan, ketidakserasian,

ketidakseimbangan, ketidakpuasan dan semacamnya. Itu semua terjadi karena

terdapat keadaan empirik atau realita yang tidak sesuai dengan keadaan ideal atau

dengan apa yang diharapkan. Dengan perkataan lain terjadi kesenjangan antara Das

Sollen dan Das Sein.

36

Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang

timbul.

37

34

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, Cetakan kesatu, 2008, hal.10.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, cetakan ke-3, 2007, hal. 41.

Oleh karena itu penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam

(34)

diharapkan hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa

yang seyogianya atas isu yang diajukan.38

1. Secara Teoritis

Bertitik tolak dari tujuan penelitian

sebagaimana tersebut diatas, diharapkan dengan penelitian ini akan dapat

memberikan manfaat atau kegunaan secara teoritis dan praktis di bidang hukum

yaitu :

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu yang bermanfaat sebagai

sumbangsih dalam bidang hukum Kenotariatan yang berlaku umumnya, dan

khususnya Ilmu Kenotariatan sebagai lembaga pencetak notaris, agar dapat

mencetak notaris yang handal dan profesional.

2. Secara Praktis

Memberikan masukan kepada notaris sebagai pejabat umum yang membuat akta

otentik agar akta tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan

mempunyai nilai pembuktian yang sempurna, sehingga tercapai tujuan terhadap

dibuatnya akta otentik oleh notaris yaitu untuk memberikan keadilan dan

kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak.

Memberikan saran dan masukan kepada Majelis Pengawas Daerah selaku ujung

tombak pengawasan notaris di daerah agar lebih pro aktif menjalankan tugas

pengawasan sekaligus pembinaan dan perlindungan kepada notaris, sehingga

benar-benar membantu notaris di daerah.

38

(35)

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan

Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian tentang Jabatan Notaris telah banyak

dilakukan, namun demikian penelitian dengan judul “Tanggung Jawab Notaris

Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat dan Berindikasi Perbuatan Pidana” belum

pernah di lakukan dalam pendekatan maupun terhadap permasalah yang sama.

Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan mengandung kadar keaslian karena

telah memenuhi dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu mengandung beberapa

aspek kejujuran, rasional objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat di

pertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah, dan terbuka terhadap beberapa

masukan serta saran-saran yang bersifat membangun.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi. Fungsi Teori

dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan penemuan-penemuan penelitian,

membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang

dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan

rasional yang berkesesuaian dengan obyek yang dijelaskan dan harus didukung oleh

fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.39

39

(36)

Teori yaitu suatu hipotesis yang dipergunakan untuk argumen atau

investigasi.40 Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans

Kelsen tentang tanggung jawab hukum. Satu konsep yang berhubungan dengan

konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang

bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia

memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas

suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan41

Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara

tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan kewenangan notaris berdasarkan

UUJN yang berada dalam bidang hukum perdata. Kewenangan ini salah satunya

adalah menciptakan alat bukti yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para

pihak, kemudian menjadi suatu delik atau perbuatan yang harus dipertanggung

jawabkan secara pidana. Pertanggung jawaban secara pidana berarti berkaitan dengan

delik. Dari sudut pandang ilmu hukum murni, delik dikarakterisasi sebagai kondisi

dari sanksi. Menurut pengertian ilmu hukum delik adalah perbuatan seseorang

terhadap siapa sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan. .

42

Definisi delik sebagai perbuatan seseorang individu terhadap siapa sanksi

sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan, mensyaratkan bahwa sanksi

itu diancamkan terhadap seseorang individu yang perbuatannya dianggap oleh

40

Komaruddin, Yooke Tjuparmah S Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara, 2006, hal. 270.

41

Hans Kelsen (Alih Bahasa oleh Somardi), General Theory Of Law and State,Teori Umum

Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik,

Jakarta, BEE Media Indonesia, 2007, hal. 81. 42

(37)

pembuat undang-undang membahayakan masyarakat, oleh karena itu oleh pembuat

undang-undang diberikan sanksi untuk mencegahnya. Menurut ketentuan hukum

pidana sanksi biasanya ditetapka hanya untuk kasus-kasus dimana akibat yang tidak

dikehendaki oleh masyarakat telah ditimbulkan baik secara sengaja maupun tidak.

Menurut Hans Kelsen43

Konsep ini menunjukkan adanya kompromi antara hukum yang bersifat

tertulis sebagai suatu kebutuhan masyarakat hukum demi kepastian hukum dan living

law sebagai wujud dari pembentukan dari pentingnya peranan masyarakat dalam

pembentukan dan orientasi hukum.

Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum di-sebut "kekhilapan" (negligence); dan kekhilapan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari "kesalahan" (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan.

Adanya kewenangan notaris yang diberikan oleh undang-undang Jabatan

Notaris, berkaitan dengan kebenaran materiil atas akta otentiknya, jika dilakukan

tanpa kehati-hatian sehingga membahayakan masyarakat dan atau menimbulkan

kerugian baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak dan perbuatan tersebut

diancam dan atau memenuhi unsur-unsur tindak pidana, maka notaris harus

mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut secara pidana.

44

43

Ibid, hal. 83 44

Lili Rasjidi dan Putra, I. B. Wiyasa, Hukum Sebagai Suatu System, Bandung, Remaja Rosdakarya, hal. 79.

Aktualisasi dari living law tersebut bahwa

hukum tidak dilihat dalam wujud kaidah melainkan perkembangannya dalam

(38)

Lembaga notariat merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang

diperlukan masyarakat untuk ikut serta menjaga tetap tegaknya hukum, sehingga

notaris diharapkan dapat membantu dalam menciptakan ketertiban, keamanan dan

menciptakan kepastian hukum dalam masyarakat.

Profesi notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang

menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani

kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik

hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa

notaris. Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang

memiliki unsur-unsur sebagai berikut:45

45

Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Semarang, Aneka Ilmu, 2003, hal. 93.

1. Memiliki integritas moral yang mantap;

2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri;

3. Sadar akan batas-batas kewenangannya;

4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.

Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memperhatikan dan tunduk pada

Undang-Undang nomor : 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disingkat UUJN dan

Kode Etik Notaris yang merupakan peraturan yang berlaku bagi pedoman moral

(39)

Kewenangan Notaris sebagai penjabaran dari pasal 1 angka 1 UUJN terdapat

dalam pasal 15 UUJN.46

(1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.

(2) Notaris berwenang pula :

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. membuat akta risalah lelang.

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa kewenangan Notaris selain

untuk membuat akta otentik juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan

mengesahkan (wuarmerken dan legaliseren) 47

46

Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal 44-45. 47

Waarmerking, yaitu membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, sedangkan Legalisasi adalah mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, (bedakan antara legalisasi dengan pengesahan kecocokan fotocopi dengan surat aslinya).

surat-surat/akta-akta yang dibuat

(40)

mengenai undang-undang terutama yang berkaitan dengan isi dari akta yang dibuat

para pihak di hadapan Notaris.

Dari definisi dan kewenangan notaris berdasarkan UUJN tersebut, selanjutnya

Sutrisno dalam bukunya Komentar Atas UU Jabatan Notaris, berpendapat :

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.48

Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab notaris sebagai pejabat

umum, dapat di kaji dari teori kekuasaan negara. Dengan teori kekuasaan negara

sehingga dapat terlihat kedudukan notaris sebagai pejabat umum dalam struktur

kekuasaan negara. Salah satu bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yaitu negara

memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk memperoleh tanda bukti atau

dokumen hukum yang berkaitan dalam hukum perdata. Untuk keperluan tersebut

diberikan kewenangan kepada Pejabat Umum yang dijabat oleh notaris. Dan minuta Notaris sebagai pejabat umum karena notaris diangkat dan diberhentikan oleh

kekuasaan pemerintah dan diberikan wewenang serta kewajiban untuk melayani

publik (kepentingan umum) dalam hal-hal tertentu, oleh karena itu notaris ikut

melaksanakan kewibawaan pemerintah.

48

(41)

atas akta tersebut menjadi milik Negara yang harus disimpan dan dijaga oleh notaris

sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Sebagai bentuk menjalankan kekuasaan negara maka yang diterima oleh

notaris dalam kedudukan sebagai Jabatan (bukan profesi), karena menjalankan

jabatan seperti itu, maka notaris memakai lambang negara, yaitu Burung Garuda.

Dengan kedudukan seperti tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa

notaris menjalankan sebagian kekuasaan negara dalam bidang hukum perdata, yaitu

untuk melayani kepentingan rakyat yang memerlukan bukti atau dokumen hukum

berbentuk akta otentik yang diakui oleh negara sebagai bukti yang sempurna.

Sebagai pejabat umum notaris mempunyai tugas yang berat yaitu memberikan

pelayanan hukum kepada masyarakat sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah

dalam bidang hukum perdata, yaitu pembuatan akta otentik guna tercapainya

kepastian hukum.

Dalam PJN dan KUHPerdata umumnya diatur ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan jabatan Notaris. Pelayanan jabatan Notaris maksudnya adalah untuk membebaskan anggota masyarakat dari penipuan dan kepada orang-orang tertentu memberikan kepastian terhadap hilangnya hak-hak mereka, sehingga untuk kepentingan tersebut diperlukan tindakan-tindakan preventif yang khusus, antara lain juga mempertahankan kedudukan akta-akta otentik khususnya akta-akta Notaris.49

Meskipun notaris sebagai pejabat umum, namun notaris bukan pegawai negeri

sipil yang tunduk pada UU No.8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok kepegawaian

karena antara Pemerintah dengan notaris tidak ada hubungan kedinasan, dan notaris

49

(42)

tidak digaji dari anggaran Pemerintah, namun demikian notaris juga bukan pegawai

swasta biasa karena notaris harus tunduk pada UU Jabatan Notaris.

Sebagai pejabat umum notaris dalam menjalankan tugasnya diwajibkan

terlebih dahulu untuk melaksanakan sumpah jabatan, hal ini bertujuan agar dalam

melaksanakan tugasnya notaris senantiasa menjunjung tinggi martabat jabatan

notaris. Hal ini lebih tegas diatur pada pasal 4 ayat (2) UUJN yaitu tentang Sumpah

Jabatan Notaris bagian yang ke-3 (tiga) “Notaris akan menjaga sikap, tingkah laku

dan akan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan,

martabat dan tanggung jawab sebagai notaris”50

Dari batasan pengertian dan kewenangan notaris tersebut jelas bahwa produk

akta yang dibuat oleh notaris adalah merupakan alat bukt i otentik yang kuat dan

penuh. Agar akta tersebut berfungsi sesuai tujuannya yaitu sebagai alat bukti otentik

hendaknya akta tersebut dapat dibuktikan keotentikannya, sehingga akta tersebut

secara yuridis dapat menjamin adanya kepastian hukum. Untuk itu hendaknya dalam

pembuatan akta tersebut harus memenuhi ketentuan pembuatan dan persyaratan yang

ditentukan oleh undang-undang baik secara formil maupun materiil bahwa isinya

tidak bertentangan dengan undang-undang.

artinya notaris dalam menjalankan

tugasnya notaris wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya, yaitu notaris tidak

boleh bertindak sebagai swasta, karena martabat yang dijunjungnya itu menyangkut

kewibawaan pemerintah disamping juga martabat secara pribadi, yaitu moral notaris

itu sendiri dalam kehidupan pribadinya.

50

(43)

Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan beberapa hal tentang

Notaris, yaitu:

(1) Notaris adalah Pejabat Umum;

(2) Notaris merupakan satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta

otentik;

(3) Akta-akta yang berkaitan dengan perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang

diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang

berkepentingan supaya dinyatakan dalam suatu akta otentik;

(4) Adanya kewajiban untuk menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan akta,

memberikan grosse, salinan dan kutipannya;

(5) Terhadap pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualian oleh

suatu Peraturan Umum kepada pejabat atau orang lain.

R. Soegondo Notodisoerjo, dalam bukunya "Hukum Notariat di Indonesia"

menyatakan :51

51

R. Soegondo Notodisoerjo, Op.Cit, hal.43.

(44)

Pejabat lain, selain notaris hanya mempunyai wewenang tertentu sebagaimana

telah ditugaskan oleh perundang-undangan. Pejabat lain yang ditunjuk untuk

membuat akta otentik selain Notaris adalah Pegawai Catalan Sipil (Ambtenaar Van

De Burgerlijke Stand). Pegawai Catatan sipil (sekarang, Dinas Kependudukan)

walaupun bukan ahli hukum, berhak untuk membuat akta-akta otentik untuk hal-hal

tertentu, yaitu akta kelahiran, perkawinan, dan kematian.

Disamping sebagai pejabat umum, notaris juga merupakan pejabat profesi,

yang mempunyai spesialisasi tersendiri, dia berperan sebagai penasehat hukum,

penemu hukum, dan penyuluh hukum dalam hal-hal yang berkaitan dengan akta yang

dibuatnya. Sebagai penemu hukum, notaris terikat pada pasal 1338 KUHPerdata yaitu

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang

membuatnya”. Dengan demikian semua akta yang dibuat oleh para pihak dihadapan

notaris berlaku sebagai undang-undang yang harus ditaati oleh para pihak.

Profesi notaris bukan semata-mata merupakan profesi biasa, dalam arti kata

walaupun notaris dijadikan sebagai pekerjaan yang menjadi mata pencaharian karena

ada kompensasi, tetapi eksistensi notaris lebih merupakan suatu jabatan umum yang

melaksanakan sebagian kewibawaan (gezag) pemerintah. Oleh karena itu, notaris

sebagai suatu jabatan yang mempunyai kewibawaan layaknya pejabat negara, juga

diperlukan pedoman etika dalam menjalankan jabatannya yang tertuang Kode Etik

Notaris dari Ikatan Notaris Indonesia (INI).

Oleh karena itu notaris dalam bertugas juga harus menjaga kepribadian dan

(45)

norma yang hidup dalam masyarakat serta kebiasaan yang baik di tempat dimana ia

bertugas.

Produk dari Notaris adalah berupa akta otentik yang mempunyai kekuatan

pembuktian sempurna, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1870 KUHPerdata,

"Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli-ahli warisnya atau

orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang

apa yang dimuat di dalamnya"52

b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang

Berdasarkan bunyi pasal di atas, bahwa kekuatan pembuktian akta otentik

adalah sempurna, sedangkan akta-akta lainnya yang bukan otentik dinamakan dengan

akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sebagai bukti permulaan.

Notaris dalam posisinya sebagai pejabat umum dan sekaligus sebagai profesi

bertugas membuat akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian hukum yang kuat

dan sempurna, sehingga keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat. Dengan

keberadaan tersebut sudah seharusnya kinerja profesi notaris tersebut diawasi dan

dipantau oleh lembaga semi indepanden, agar tidak terjadi penyalahgunaan

kewenangan.

Pengawasan kinerja profesi notaris berdasarkan pasal 67 UUJN dilakukan

oleh Menteri dan dalam melaksanakan pengawasannya dibantu oleh Majelis

Pengawas. Majelis Pengawas berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas unsur :

a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang

52

(46)

c. Ahli/akademis sebanyak 3 (tiga) orang

Oleh karena itu apabila dalam suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka keanggotaan dalam Majelis

Pengawas dapat diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.

Pengawasan yang dilakukan meliputi perilaku notaris dan pelaksanaan jabatan

notaris. Pengawasan ini juga berlaku bagi Notaris pengganti, Notaris Pengganti

Khusus dan Pejabat sementara notaris. Majelis Pengawas tersebut terdiri dari 3 (tiga)

tingkatan atau jenjang, yaitu:

a. Majelis Pengawas Daerah.

b. Majelis Pengawas Wilayah.

c. Majelis Pengawas Pusat.

Berdasarkan pasal 69 undang-undang nomor : 30 tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris disingkat UUJN, Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten/Kota yang

keanggotaannya terdiri dari unsur sebagaimana tersebut diatas (pasal 67 UUJN), masa

jabatannya adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.

Sedangkan Majelis Pengawas Wilayah berdasarkan pasal 72 undang-undang

nomor : 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disingkat UUJN, kedudukan dan

wilayah kerja Majelis Pengawas Wilayah adalah berada di ibukota Propinsi yang

meliputi seluruh Kabupaten/Kota, susunan keanggotaannya serta masa jabatannya.

Pada prinsipnya sama dengan susunan keanggotaan yang ada pada Majelis Pengawas

(47)

Majelis Pengawas Pusat diatur dalam pasal 76 undang-undang nomor : 30

tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disingkat UUJN, yaitu berkedudukan di Ibu Kota

Negara / Jakarta sedangkan susunan keanggotaan dan masa jabatannya sama dengan

Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Pengawas Wilayah.

Mekanisme pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan tugas dan

jabatan Notaris adalah bersifat preventif maupun represif. Pengawasan yang

dilakukan secara preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan

jabatan, dalam arti pencegahan agar tidak terjadi permasalahan dikemudian hari.

Pengawasan preventif disini juga dilakukan terhadap perilaku notaris sehari-hari.

Sedangkan pengawasan yang dilakukan secara represif adalah pengawasan

yang dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris, yaitu

pengawasan dalam praktek sehari-hari notaris termasuk terhadap akibat dari akta

yang dibuatnya, dalam hal ini Majelis Pengawas secara berjenjang diberikan

kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administrasi.

Notaris selaku pejabat pembuat akta yang eksistensinya diakui oleh Negara

mempunyai tanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun di muka pengadilan,

apalagi kalau berkaitan dengan masalah Minuta Akta.53 Oleh karena itu dalam rangka

pengawasan dan perlindungan terhadap notaris, dalam pasal 66 UUJN ditegaskan

bahwa :54

53

Supriadi, Op. Cit, hal. 45. 54

Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal.68-69.

(48)

a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan

b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.

Atas dasar pasal 66 tersebut maka, setiap permintaan penyidik ataupun

penuntut umum dan pengadilan kepada notaris untuk memberikan fotocopi Minuta

Akta atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta untuk proses pembuktian di

peradilan, harus mendapat persetujuan tertulis dari Majelis Pengawas Daerah. Dalam

kewenangannya memberikan persetujuan terhadap pemeriksaan notaris, Majelis

Pengawas Daerah terlebih dahulu dapat memanggil dan memeriksa notaris tersebut

dalam sidang Majelis, sebagai pemeriksaan awal berkaitan dengan substansi perlunya

kehadiran notaris.55 Apabila hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Daerah ternyata

berkesimpulan bahwa notaris tidak perlu hadir, maka Majelis Pengawas Daerah akan

menjawab permohonan tersebut, beserta alasan-alasannya.56

55

Wawancara dengan Ketua Majelis Pengawas Daerah Kota Medan pada hari Jum’at tanggal 6 Nopember 2009 di Kantor Ketua Majelis Pengawas Daerah Kota Medan.

56 Ibid.

Dengan demikian notaris dapat menolak memberikan keterangan guna

penyidikan perkara maupun memberikan fotocopi minuta akta atau surat-surat yang

dilekatkan pada minuta akta untuk proses penyidikan maupun pembuktian di

peradilan, apabila belum dan atau tidak ada persetujuan dari Majelis Pengawas

Gambar

Tabel 1.  Data Notaris-PPAT yang diperiksa di Wilayah Hukum Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya Tahun 2008 -2009 .100
Tabel 2.  Data Notaris-PPAT yang diperiksa di Wilayah Hukum Polda Sumut tahun 2008-2009.101

Referensi

Dokumen terkait

Rasio profitabilitas (Sudana,2011) merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan sumber- sumber yang dimiliki perusahaan,

Dengan nilai yang diperoleh siswa tersebut menunjukkan telah tecapainya KKM yang di tetapkan di Kelas V SDN 009 Air Emas Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan, yang mana

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan arah dan metode pengembangan bisnis yang dilakukan oleh Arcapada Motor dan mengetahui peran yang diberikan

Rouf, NIM 08210057, Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, maka skripsi yang bersangkutan dengan judul:.. HAK

Powers ruang lingkupnya adalah hukum waris Islam, yang dijelaskannya dengan analisis sejarah dan literasi sehingga Powers dapat menjelaskan bahwa hukum Islam sudah

(Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas VIII dalam mata pelajaran PKn diSMP Negeri 5

Dengan memahami petunjuk, siswa dapat menjelaskan aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari di rumah tentang menjaga kebersihan di lingkungan rumah dengan tepat.

Dengan begitu, ketika transaksi e-commerce dengan segala bentuknya telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang disebut di atas, dalam pelaksanaan akad secara umum dan