• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury yang Dirawat di Neurosurgical Critical Care Unit RS Hasan Sadikin, Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury yang Dirawat di Neurosurgical Critical Care Unit RS Hasan Sadikin, Bandung"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Hasil Akhir Penderita dengan

Diffuse Brain Injury

yang Dirawat di Neurosurgical Critical Care Unit

RS Hasan Sadikin, Bandung

Suzy Indharty

Bagian/SMF Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin, Bandung

dirawat di RS.dr.Hasan Sadikin/RSHS Bandung.

Metode: Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan pengambilan data dari catatan medis penderita yang dirawat di NCCU (Neurosurgical Critical Care Unit) RSHS dalam periode enam tahun (Nopember 2001 s.d. Oktober 2007). Kriteria inklusi adalah Glasgow Coma Scale (GCS) saat masuk paska resusitasi 8 (cedera kepala berat) dan tanpa lesi fokal yang bermakna pada Computed Tomography Scan (CT Scan) kepala (sesuai dengan klasifikasi diffuse brain injury menurut studi Traumatic Coma Data Bank/TCDB). Data yang diambil adalah jenis kelamin, usia, GCS saat masuk, gambaran CT-Scan kepala, lama perawatan dan kondisi akhir penderita.

Hasil: Dalam periode enam tahun terdapat 524 kasus cedera kepala berat, 234 kasus (48,2%) diantaranya termasuk dalam kriteria diffuse brain injury. Mayoritas penderita adalah laki-laki dengan median usia 23 tahun dan Inter Quartil Range (IQR) 12,75. GCS awal 6-8 sebanyak 86,33%; GCS 6 (38,46%). Berdasarkan klasifikasi diffuse brain injury menurut studi TCBD diperoleh 27,35% kasus derajat I; 46,15% derajat II; 19,66% derajat III, derajat IV 6,84%. Median lama perawatan 26,5 hari, dengan IQR 22. Secara umum mortalitas diffuse brain injury 42,6%; mortalitas diffuse brain injury grade III-IV (71,4%). Hasil analisis faktor usia, GCS saat masuk dan derajat diffuse brain injury, diperoleh nilai p masing-masing adalah 0,04, 0,441, dan 0,01.

Kesimpulan: Faktor usia dan derajat diffuse brain injury memiliki hubungan yang bermakna dengan kecenderungan peningkatan proporsi kematian pada usia yang lebih tua dan derajat cedera yang lebih berat. Derajat diffuse brain injury dapat digunakan sebagai faktor prediktor independen untuk meramalkan prognosis penderita. Walaupun tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor GCS saat masuk, namun secara umum terdapat kecenderungan peningkatan proporsi kematian pada penderita dengan tingkat GCS saat masuk yang lebih rendah. Kata kunci: diffuse brain injury, karakteristik penderita, hasil akhir

Abstract: Preface: Diffuse Brain Injury is one of the cause of death in patient with severe head injury. The purpose of our research is to find the outcome of the patient with diffuse brain injury in dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung.

Metode: This research has been done retrospectively by collecting data from the patient’s medical record hospitalize in Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU) dr. Hasan Sadikin Hospital within the period of Nopember 2001 until Oktober 2007 (6 years). Inclusive criteria with Glasgow Coma Scale (GCS) after resuscitations 8 (severe head injury) and without focal lesion in head Computed Tomography Scan (CT Scan) (according to diffuse brain injury classification study of Traumatic Coma Data Bank/TCDB). The data obtain with sex, age, GCS during admitted, head CT-Scan, the length of stay and patient condition.

(2)

Analysis result of age factor, GCS during admitted and grade of diffuse brain injury was 0,04, 0,441, dan 0,01.

Summary: Age factor and grade of diffuse brain injury has relationship with the impact for proportional increment in mortality to the older patient and grade of more severe injury. Grade of diffuse brain injury can be used as independent predictor factor to forecast the patient prognosis. Even though we didn’t found the relationship between GCS factor during admitted, however generally found the impact for proportional increment in mortality to the patient with the lower grade of GCS during admitted.

Keywords: diffuse brain injury, patient characteristics, outcome

PENDAHULUAN

Secara umum, cedera otak dapat dibagi menjadi cedera fokal dan difus.. Klasifikasi sederhana ini memiliki keterbatasan dalam menentukan prognosis pasien dalam kedua kelompok besar tersebut. Walaupun secara umum dapat dikatakan bahwa angka kematian akibat diffuse brain injury lebih rendah dibandingkan dengan angka kematian akibat cedera otak fokal, akan tetapi dalam kelompok pasien dengan diffuse brain injury sendiri terdapat beberapa pasien yang berisiko tinggi untuk terjadinya Tekanan tinggi intracranial (TTIK) dan angka kematian pada kelompok pasien ini jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok pasien lainnya.(1,2,3,4,5)

Atas dasar pemikiran ini, Marshall dkk.tahun 1991 membuat klasifikasi diffuse brain injury berdasarkan gambaran CT-scan kepala. Klasifikasi cedera otak difus menurut TCDB dapat dilihat pada Tabel 1.(2,6)

Klasifikasi diffuse brain injury dibuat dengan tujuan untuk mengidentifikasi kelompok pasien yang berisiko tinggi untuk terjadinya deteriorasi neurologis dan untuk

meramalkan prognosis yang lebih tepat berdasarkan hasil evaluasi awal pada pasien dengan cedera kepala berat.(2)

Marshall dkk. menemukan adanya hubungan yang erat antara klasifikasi diffuse brain injury dengan outcome pasien; angka kematian pasien semakin meningkat seiring dengan semakin beratnya diffuse brain injury yang terjadi. Angka kematian pada kelompok pasien dengan diffuse brain injury derajat I adalah 9,6%; grade II 13,5%; grade III 34%, dan 56,2% pada pasien dengan diffuse brain injury grade IV.(2,6)

Studi tersebut menyimpulkan bahwa klasifikasi baru yang mereka ajukan dapat digunakan untuk meramalkan prognosis penderita, dan dapat diperkuat dengan data lain misalnya usia penderita. Penelitian mereka menunjukkan bahwa pada kelompok pasien dengan diffuse brain injury grade II, 39% pasien dari kelompok usia ≤ 40 tahun memiliki outcome

yang baik atau moderat, dibandingkan 8% pasien dari kelompok usia >40 tahun.(2)

Tabel 1.

Klasifikasi Diffuse Brain Injury menurut studi TCDB

DERAJAT DEFINISI

I Tidak tampak kelainan patologis intrakranial pada CT scan

II Tidak tampak pendesakan sisterna mesensefalik, dengan midline shift 0-5 mm dan tampak lesi dengan densitas tinggi atau densitas campuran dengan volume < 25 cc (termasuk fragmen fraktur dan benda asing)

III Sisterna mesensefalik terdesak atau tidak tampak, dengan atau tanpa midline shift 0-5 mm dan atau tampak lesi dengan densitas tinggi atau densitas campuran dengan volume < 25 cc

IV Midline shift >5 mm, dengan atau tanpa lesi dengan densitas tinggi atau densitas campuran

(3)

Faktor usia merupakan salah satu faktor prognostik yang reliabel untuk meramalkan mortalitas dan morbiditas cedera kepala. Semakin meningkat usia, semakin besar angka kematian. Risiko keluaran yang buruk paska cedera kepala semakin meningkat mulai usia 45 tahun, dan meningkat tajam setelah usia >55 tahun. Pada usia > 65 tahun, angka kematian meningkat lebih dari dua kali dibandingkan dengan usia < 65 tahun. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa faktor usia memiliki kaitan langsung dengan keluaran paska cedera kepala, dan dengan demikian merupakan faktor prognostik yang bersifat independen (tidak terkait dengan faktor-faktor lainnya). Diduga terdapat suatu karakteristik intrinsik pada otak yang telah mengalami penuaan yang menyebabkan timbulnya fenomena tersebut, walaupun patofisiologinya belum diketahui secara pasti.(7,8)

GCS juga merupakan salah satu faktor prognostik yang dapat digunakan untuk meramalkan paska cedera kepala. GCS mencerminkan beratnya cedera otak yang terjadi. Terdapat hubungan yang kuat antara GCS yang rendah dengan outcome yang buruk. Sekitar 80-87% penderita dengan GCS 3 akan mengalami kematian. Studi Glasgow menyarankan penilaian GCS 6 jam setelah trauma sebagai nilai GCS yang paling bisa dipercaya, karena penilaian yang terlalu dini dapat menyebabkan overestimasi beratnya cedera kepala. Akan tetapi dengan semakin baiknya penanganan pre-rumah sakit, sehingga penatalaksaan bisa segera dilakukan. National Coma Data Bank memilih untuk menggunakan nilai GCS pasca resusitasi sebagai faktor prognostik cedera kepala. Akan tetapi beberapa studi menunjukkan variabilitas yang bermakna pada nilai prognostik cedera kepala berdasarkan

penilaian GCS pasca resusitasi, sehingga validitasnya masih dipertanyakan. Beberapa kondisi tertentu juga dapat mempersulit penilaian GCS, misalnya mata yang bengkak dan intubasi endotracheal. Jane dan Rimel menyatakan komponen motorik GCS dapat digunakan sebagai faktor prediktor cedera kepala. Dengan demikian, pada kondisi-kondisi tersebut, skoring motorik GCS mungkin lebih ideal dibandingkan dengan skor GCS total sebagai faktor prediktor cedera kepala.(9)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik penderita brain diffuse injury yang dirawat di RSU Dr. Hasan Sadikin, Bandung, meliputi usia, jenis kelamin, GCS saat masuk, derajat brain diffuse injury,lama rawat dan outcome pasien. Penelitian ini juga dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel usia, GCS saat masuk dan derajat brain diffuse injury. Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antara variabel usia, GCS saat masuk dan derajat diffuse brain injury dengan hasil akhir penderita.

KERANGKA PENELITIAN

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah: faktor usia, GCS saat masuk dan derajat diffuse brain injury akan mempengaruhi outcome dari diffuse brain injury.

ƒ Usia

ƒ GCS saat masuk ƒ Derajat diffuse brain

injury

Hasil akhir

Gambar 1. Kerangka penelitian

DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

Tabel 2.

Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini

1 Diffuse brain injury : Pasien dengan GCS masuk paska resusitasi ≤ 8, dan tanpa lesi fokal hiperdens atau

dengan densitas campuran > 25 cc pada CT scan kepala.

2 Jenis kelamin : Jenis kelamin penderita, sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis penderita.

3 Usia : Usia penderita, sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis penderita dan dinyatakan dalam tahun.

(4)

5 Derajat cedera : Derajat beratnya brain diffuse injury berdasarkan klasifikasi menurut studi TCDB (lihat Tabel 1).

6 Lama rawat : Lama perawatan pasien di RSHS, sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis penderita, dinyatakan dalam hari. Penghitungan dimulai sejak pasien MRS, sampai dengan pasien pulang. Pasien yang pulang paksa dan yang meninggal dalam perawatan tidak diperhitungkan dalam analisis data lama rawat.

7 Outcome : Kondisi akhir penderita pada saat pulang/dipulangkan, sesuai dengan yang tercantum

di dalam rekam medis penderita, dinyatakan sebagai hidup atau meninggal. Pasien yang pulang paksa tidak diperhitungkan dalam analisis outcome pasien.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan pengambilan data dari catatan medis pasien yang dirawat di NCCU (Neurosurgical Critical Care Unit) RSHS dalam periode enam tahun (Nopember 2001 s.d. Oktober 2007). Kriteria inklusi pasien adalah pasien dengan GCS masuk paska resusitasi ≤ 8 (cedera kepala berat) dan tanpa lesi fokal yang bermakna pada CT-Scan kepala (sesuai dengan klasifikasi brain diffuse injury menurut studi TCDB).

Data yang diambil adalah jenis kelamin, usia, GCS saat masuk, gambaran CT-Scan kepala (untuk menentukan derajat diffuse brain injury), lama perawatan dan kondisi akhir penderita. Selanjutnya dilakukan analisis univariat masing-masing variabel untuk memberikan gambaran umum data, yang dinyatakan dalam ukuran statistik sesuai dengan jenis datanya (numerikal atau katagorikal). Kemudian dilakukan analisis bivariat untuk menilai hubungan antara variabel independen (usia, GCS saat masuk, dan derajat diffuse brain injury) dengan variabel dependen (outcome).

Untuk variabel usia yang pada mulanya termasuk jenis variabel numerikal, dilakukan konversi menjadi variabel katagorikal dengan mengelompokkan penderita dalam beberapa kelompok dengan interval usia sepuluh tahunan.

Untuk kondisi akhir penderita ditentukan berdasarkan kondisi pasien saat dipulangkan, apakah dalam keadaan hidup atau meninggal (bukan berdasarkan Glasgow Outcome Scale). Penyederhanaan penilaian keluaran ini terpaksa dilakukan karena kurangnya data yang tersedia mengingat penelitian ini merupakan penelitian retrospektif, dengan sumber data dari catatan medis penderita. Untuk mengurangi bias pada penilaian

outcome, penderita yang pulang paksa dari Rumah Sakit dikeluarkan dari sampel penelitian.

Pada analisis statistik mengenai lamanya rawatan, selain penderita yang pulang paksa, yang meninggal juga ikut dikeluarkan dari sampel penelitian. Alasan pengeluaran sampel tersebut karena tujuan dari analisis lamanya rawatan dilakukan untuk mendapatkan gambaran rata-rata lama perawatan dengan diffuse brain injury sehingga bila penderita yang pulang paksa dan yang meninggal selama perawatan dimasukkan dalam analisis lama rawat, maka hasil yang diperoleh akan lebih singkat dari yang seharusnya (bias).

HASIL PENELITIAN

Dalam periode enam tahun (Nopember 2004 s.d. Oktober 2007) terdapat 524 kasus cedera kepala berat; 234 kasus (48,2%) diantaranya termasuk dalam kriteria diffuse brain injury.

524 kasus cedera kepala berat selama periode November 2001 s/d Oktober 2007

285 kasus cedera kepala fokal

234 kasus cedera kepala difus diikut sertakan dalam penelitian

(5)

Karakteristik Sampel Penelitian

Gambaran umum karakteristik sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, GCS saat masuk, derajat cedera otak difus, lama rawat, dan hasil akhir.

Tabel 3.

Distribusi menurut jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 208 88,9

Perempuan 26 11,1

Total 234 100,0

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa penderita laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, dengan persentase 88,9% banding 11,1%.

Tabel 4.

Distribusi menurut usia

Statistik Usia

Frekuensi 234

Mean 26,02

95% CI 23,21 – 28,82

Standar Deviasi 15,33

Median 22

IQR: Inter Quartil Range

CI: Confidence Interval

Tabel 4 menunjukkan gambaran berdasarkan usia. Dari data tersebut tampak adanya variabilitas data yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat pada gambaran histogram yang miring ke kiri pada grafik 1, dan dikonfirmasi dengan uji Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan nilai p = 0,000. Pada data dengan sebaran yang tidak normal, mean dan standar deviasi kurang tepat untuk menggambarkan karakteristik usia, karena sangat dipengaruhi oleh nilai ekstrim. Dengan demikian lebih tepat menggunakan median dan IQR untuk menggambarkan karakteristik usia. Diperoleh nilai median usia 22 tahun, dengan IQR 15,5. Temuan ini sesuai dengan hasil temuan dari Kraus dkk. 1996 yang menyatakan puncak insidensi cedera kepala adalah pada kelompok usia 15-24 tahun.(8,9)

Frekuensi

Gambar 3. Histogram variabel usia

Hubungan antara variabel usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 4. Tampak mayoritas penderita adalah laki-laki usia muda (dengan median usia 23 tahun, dan IQR 12,75). Hal ini mungkin erat kaitannya dengan tingkat aktifitas yang lebih tinggi.

0

0-10 11.-20 21.-30 31.-40 41.-50 51.-60 71.-80 81.-90

Usia

Laki-laki Perempuan

Gambar 4. Distribusi penderita menurut jenis kelamin dan usia

94

GCS GCS5 GCS6 GCS7 GCS8

Gambar 5. Distribusi berdasarkan GCS saat masuk rumah sakit

(6)

resusitasi 3. Kemungkinan penderita meninggal di UGD maupun yang di bawa pulang paksa sebelum pindah ke ruangan dan tidak termasuk dalam penelitian ini.

64

108

46

16

0 20 40 60 80 100 120

Grade I Grade II Grade III Grade IV

Gambar 6. Distribusi berdasarkan derajat Diffuse Brain Injury

Gambar di atas menunjukkan bahwa mayoritas adalah diffuse brain injury derajat II, mencakup 46,15% dari seluruh kasus (n = 54).

Tabel 5 dan Gambar 7 menunjukkan karakteristik data lama rawat penderita cedera otak difus. Penghitungan lama rawat dimulai sejak penderita masuk rumah sakit sampai dengan pulangPenderita yang pulang paksa (23 orang) dan yang meninggal dalam perawatan (40 orang) tidak dimasukkan dalam analisis data lama rawat. Mencegah timbulnya bias saat analisis.

Tabel 5.

Gambaran lama perawatan pasien

Statistik Lama Perawatan

Frekuensi 54

Mean 29,48

95% CI 23,83 – 35,13

Standar Deviasi 20,69

Median 26,5

Modus 25

Range 136

Minimal-Maksimal 6-142

Persentil 25 15

50 26,5

75 37,25

IQR 22

Frekuensi

Gambar 7. Histogram variabel lama rawat

Gambar 7 menunjukkan sebaran data lama rawat yang tidak normal (miring ke kiri), dengan hasil uji Kolmogorov-Smirnov dengan nilai p = 0,002. Dengan demikian, median dan IQR merupakan ukuran yang lebih tepat untuk menggambarkan data lama rawat (median 26,5 hari; IQR 22). Perawatan yang lama berhubungan erat dengan biaya perawatan yang tinggi, apalagi pada fase akut umumnya memerlukan perawatan di Neurosurgical Critical Care Unit hingga kondisi penderita cukup stabil.

Tabel 6.

Distribusi outcome pasien

Outcome Jumlah Persentase

Hidup 108 57,4

Mati 80 42,6

Total 188 100

Tabel 6 mengambarkan hasil akhir diffuse brain injury. Pada analisa data outcome, total 188 kasus. Terdapat angka kematian akibat diffuse brain injury sebesar 42,6%.

Hubungan antara Variabel Usia, GCS Saat Masuk, Derajat Diffuse Brain Injury dan Outcome

(7)

0

0-10 11.-20 21.-30 31.-40 41.-50 51.-60

Usia

Hidup Mati

Gambar 8. Histogram variabel usia dan outcome

Gambar di atas menunjukkan angka kematian masing-masing kelompok usia cenderung lebih tinggi pada kelompok usia 31-50 tahun. Selanjutnya dilakukan uji Chi Square, akan tetapi karena jumlah sampel dalam kelompok usia 41-60 tahun terlalu sedikit (jumlah expected < 5), maka dilakukan penggabungan kelompok usia menjadi 2 kelompok, yaitu ≤ 30 tahun dan > 30 tahun. Hasil uji satistik dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7.

Hubungan antara variabel usia dan outcome

Outcome

Dari Tabel di atas dapat disimpulkan adanya hubungan yang bermakna antara variabel usia dengan variabel outcome (p = 0,041), dengan kecenderungan angka kematian yang lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih tua (60,9% berbanding 36,6%). Setelah dilakukan kontrol terhadap variabel GCS dan derajat diffuse brain injury, signifikansi hubungan antara variabel usia dan outcome menjadi hilang; akan tetapi masih terdapat kecenderungan angka kematian yang lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih tua.

Pada analisis statistik hubungan antara variabel GCS masuk dan keluaran (uji Chi square), didapatkan jumlah sampel dalam kelompok GCS 4 dan 5 terlalu sedikit (nilai expected <5), sehingga dilakukan penggabungan kedua kelompok. Selanjutnya dilakukan analisis statistik ulang dengan uji Chi square (Tabel 8).

Tabel 8.

Hubungan antara variabel GCS saat masuk dan outcome

Hasil analisis hubungan antara GCS masuk dengan outcome penderita, tampak ada kecenderungan terjadinya kematian yang lebih tinggi pada tingkat GCS yang lebih rendah (61,5% pada GCS 3-5, dibandingkan dengan 34,6% - 43,2% pada kelompok GCS yang lebih baik); walaupun uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada hasil akhir (p = 0,333).

Pada analisis statistik hubungan antara variable grade diffuse brain injury; dengan variabel outcome, ternyata jumlah sampel dalam kelompok diffuse brain injury grade IV terlalu sedikit (nilai expected <5). Oleh karena itu dilakukan penggabungan kelompok diffuse brain injury grade III dan IV untuk mencapai jumlah sampel yang adekuat. Selanjutnya dilakukan analisis statistik ulang dengan uji Chi square (Tabel 9).

Tabel 9.

Hubungan antara variabel grade Brain Diffuse Injury dan outcome

(8)

DISKUSI

Secara umum angka kematian diffuse brain injury sebesar adalah 42,6%. Hasil analisis faktor usia, GCS masuk dan derajat diffuse brain injury dan hubungannya dengan outcome penderita, didapatkan faktor usia dan derajat diffuse brain injury memiliki hubungan yang bermakna dengan outcome penderita. Angka kematian cenderung makin meningkat pada kelompok usia yang lebih tinggi (> 30 tahun; p = 0,041) dan dan derajat diffuse brain injury yang lebih berat (pada derajat III-IV, angka kematian 71,4%; p = 0,01). Derajat diffuse brain injury merupakan suatu faktor prognostik yang independen untuk meramalkan outcome diffuse brain injury. Temuan ini konsisten dengan hasil studi TCDB.(2,3)

Walaupun tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor GCS masuk (p = 0,441) dengan outcome penderita, namun secara umum terdapat kecenderungan peningkatan proporsi kematian pada penderita dengan tingkat GCS masuk yang lebih rendah. Hasil tersebut tidak sesuai dengan tinjauan kepustakaan yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara GCS dengan outcome pasien. Hal ini mungkin disebabkan adanya variabilitas dalam waktu penilaian GCS yang digunakan. Seperti telah disebutkan sebelumnya, penilaian GCS paska resusitasi menunjukkan variabilitas yang bermakna pada nilai prognostik cedera kepala.(9)

Beberapa hal yang menjadi kelemahan dalam penelitian ini berkaitan erat dengan desain penelitian yang bersifat retrospektif. Karena sumber data penelitian ini diambil dari catatan medis rawat inap penderita, dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini tidak sesuai dengan jumlah kasus sesungguhnya, karena penderita yang meninggal di UGD maupun yang di bawah pulang paksa oleh keluarganya sebelum pindah ke ruang rawat tidak masuk dalam penelitian ini. Selain itu kurang lengkapnya catatan medis juga menyebabkan berbagai keterbatasan penelitian ini (misal: tidak adanya data GOS). Hal-hal tersebut di atas perlu dipertimbangkan untuk menilai kemungkinan adanya bias dalam hasil penelitian ini.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa faktor usia dan derajat diffuse brain injury memiliki hubungan yang bermakna dengan outcome penderita, dengan kecenderungan peningkatan proporsi kematian pada kelompok usia yang lebih tua dan derajat cedera yang lebih berat. Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan dari studi TCDB yang menunjukkan bahwa gambaran CT scan awal penderita (yang merupakan dasar dari klasifikasi diffuse brain injury menurut TCDB) dapat digunakan sebagai faktor prediktor independen untuk meramalkan prognosis.

Walaupun tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor GCS masuk dengan hasil akhir, namun secara umum terdapat kecenderungan peningkatan proporsi kematian pada penderita dengan tingkat GCS masuk yang lebih rendah.

Diharapkan dengan penelitian ini dapat diperoleh gambaran umum penderita diffuse brain injury di RS dr.Hasan Sadikin, dan data yang diperoleh dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut dalam skala yang lebih besar, dengan desain penelitian yang lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

1. Foulkes MA, Eisenberg HM, Jane JA, et al (1991). The Traumatic Coma Data Bank: Design, Methods, and Baseline Characteristic. J. Neurosurg. 75, 8-13.

2. Marshall LF, Marshall SB, Klauber MR, et al (1991). A New Classification of Head Injury Based on Computerized Tomography. J. Neurosurg. 75, 14-20.

3. Valadka AB, Narayan RK (1996). Emergency Room Management of the Head Injured Patient, dari Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT: Neurotrauma. New York: McGraw-Hill, hal 122.

(9)

5. McCormick WF (1996). Pathology of Closed Head Injury, dari Wilkins RH, Rengachary SS: Neurosurgery. New york: McGraw-Hill, hal 2629.

6. Japardi I (1994). Cedera Kepala. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, hal. 24.

7. Jane AJ, Francel PC (1996). Age and Outcome of Head Injury, dari Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT: Neurotrauma. New york: McGraw-Hill, hal 793.

8. Marshall LF, Marshall SB (1996). Outcome Prediction in Severe Head Injury, dari Wilkins RH, Rengachary SS: Neurosurgery. New York: McGraw-Hill,, hal. 2717.

9. Feldman Z (1996). The Limits of Salvageability in Head Injury, dari Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT: Neurotrauma. New york: McGraw-Hill,, hal 805.

10. Kraus JF, McArthur DL, Silverman TA, Jayaraman M (1996). Epidemiology of Brain Injury, dari Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT: Neurotrauma. New York: McGraw-Hill, hal 13.

Gambar

Gambar di mayoritas penderita masuk dengan GCS pasca resusitasi 6 (38,46%; n = 45). Tidak ada atas menunjukkan penderita yang masuk dengan GCS pasca
Gambar 7. Histogram variabel lama rawat
Tabel 8.  Hubungan antara variabel GCS saat masuk dan

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji ucapan syukur kepata Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa mempimpin, dan karena kasih karuania-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

Izin Usaha Angkutan Laut Pelayaran Rakyat bagi badan usaha yang berdomisili dan yang beroperasi pada lintas pelabuhan antar Daerah kabupaten/kota dalam Daerah

Berdasarkan pertimbangan teoritis dan fakta-fakta penerapan pendekatan komunikatif pada berbagai kurikulum, terutama kurikulum mata pelajaran bahasa Indonesia, maka

[r]

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa lagu “Get It On” merupakan salah satu karya Brian Culbertson bergenre funk dari albumnya yang kelima,

Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui

Majelis ta‟lim digolongkan sebagai pendidikan nonformal, sedangkan sekolah atau madrasah sebagai pendidikan formal (baca lembaga pendidikan).Fungsi dan Peranan

• Identifikasi potensi bahaya dengan benar dan mitigasinya • Resiko operasi pengangkatan tertuang dalam Lifting Plan • Peralatan angkat memenuhi standar dan spek yang sesuai •