• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SRI PURWANINGSIH

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN

EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman

Hutan Kota di Kebun Raya Bogor

SRI PURWANINGSIH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN

EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul Skripsi : Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor

Nama : Sri Purwaningsih NRP : E 34102028

Program Studi : Konservasi Sumberdaya Hutan

Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas : Kehutanan

NIP: 130 875 597

Diketahui

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP: 131 430 799

(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan

karuniaNya sehingga Karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota dilaksanakan di

Kebun Raya Bogor sejak bulan Agustus 2006.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Endes N. Dahlan, MS

selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada

Bapak Jati, Bapak Harun, dan Bapak Prapto dari Kebun Raya Bogor, Bapak

Hapid dari Balai Besar Biogen, yang telah membantu selama pengumpulan data.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga serta

teman-teman, atas segala doanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

(5)

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal

16 Mei 1985. Penulis merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara

pasangan Tata Ruhanta dan Ipong. Tahun 2002 penulis lulus dari

SMU Negeri 1 Situraja, Sumedang. Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis

di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

tahun 2002, dengan memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah

melakukan praktek lapang yaitu Praktek Umum Pengenalan Hutan (P3H) di

Baturraden dan Cilacap, Jawa Tengah; Praktek Umum Pengenalan Hutan di

BKPH Kebasen, KPH Banyumas Timur, Jawa Tengah dan terakhir penulis

menyelesaikan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bukit

Barisan Selatan pada tahun 2006.

Organisasi yang pernah diikuti penulis antara lain Badan Eksekutif

Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan periode 2003 – 2004, Himpunan

Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA) dan DKM

Ibaadurrahman 2002 - 2006. Selain itu, penulis pernah menjadi Asisten Ilmu

Tanah Hutan tahun 2003 - 2004, Asisten Pendidikan Agama Islam (PAI) tahun

2004 – 2005, dan Asisten Inventarisasi Sumberdaya hutan tahun 2005. Prestasi

yang pernah diraih penulis yaitu mengikuti Pekan Ilmiah Kehutanan (PIMNAS)

XIX di Universitas Muhamadiyah Malang (UMM) di Malang, Jawa Timur tahun

(6)

ABSTRAK

SRI PURWANINGSIH. Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh ENDES N DAHLAN.

Karbondioksida (CO2) adalah salah satu jenis gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap karbondioksida. Untuk memaksimalkan fungsi hutan khususnya hutan kota sebagai penyerap CO2,, maka diperlukan tanaman yang mempunyai kemampuan serapan CO2 yang maksimal. Dalam penelitian ini dihitung kemampuan serapan CO2 pada 25 jenis tanaman hutan kota yaitu : flamboyan, johar, merbau pantai, asam, kempas, sapu tangan, bunga merak, cassia, krey payung, matoa, rambutan, tanjung, sawo kecik, angsana, dadap, trembesi, saga, asam kranji, mahoni, khaya, pingku, beringin, nangka, kenanga, dan sirsak sehingga dapat ditentukan jenis pohon dengan daya serap yang tinggi. Metode yang digunakan adalah konversi dari karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Faktor penting yang diukur berdasarkan data primer adalah luas daun, jumlah daun tiap pohon dan umur pohon. Untuk menaksir kemampuan serapan karbondioksida di Kebun Raya Bogor menggunakan pendekatan median dan taksonomi.

Nilai daya serap karbondioksida berbanding lurus dengan persentasi penyerapan karbohidrat. Perbedaan daya serap karbondioksida tiap cm2 dipengaruhi oleh luas daun tiap helai, ukuran dan kerapatan stomata. Daya serap karbondioksida tiap cm2 tertinggi adalah cassia sebesar 18,9 gcm-1jam-1, sedangkan yang terendah adalah krey payung sebesar 0.084 gcm-1jam-1. Jenis tanaman hutan kota di Kebun Raya Bogor yang memiliki daya serap karbondioksida tiap luas daun terbaik berdasarkan metode karbohidrat adalah kenanga, sirsak, bunga merak, johar, flamboyan, dadap, saga, trembesi,sawo kecik, beringin, tanjung. Daya serap bersih karbondioksida tertinggi tiap daun adalah kenanga sebesar 1.52 gcm-2jam-1. Sedangkan daya serap bersih karbondioksida tiap daun terendah adalah daun asam yaitu sebesar 1.2 X 10-4 gcm-2jam-1.

Kemampuan serapan karbodioksida tiap pohon dipengaruhi oleh jumlah daun. Pada klasifikasi umur <50 tahun, daya serap karbondioksida tertinggi adalah sirsak (25.4 g/pohon/jam) dan kenanga (22.6 g/pohon/jam). Pada klasifikasi 50-100 tahun, daya serap karbondiksida teringgi adalah cassia(1280 g/pohon/jam) dan beringin (622 g/pohon/jam). Pada klasifikasi > 100 tahun, daya serap karbondioksida tertinggi adalah trembesi (66.3 g/pohon/jam) dan krey payung (11.3 g/pohon/jam).

(7)

DAFTAR ISI

Peningkatan Konsentrasi Karbondioksida Lingkungan ... 12

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Kebun Raya Bogor ... 15

Jenis dan Cara Pengambilan Data ... 18

Analisis Data ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Massa Karbohidrat ... 25

Daya Serap Karbondioksida ... 27

Stomata ... 29

Daya Serap Karbondioksida perpohon ... 32

Daya Serap Karbondioksida Kebun Raya Bogor ... 35

KESIMPULAN ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota

menggunakan alat IRGA ... 13

2 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota menggunakan metode karbohidrat ... 14

3 Massa karbohidrat dan daya serap karbondioksida per 4 jam ... 25

4 Daya serap karbondioksida tiap waktu ... 28

5 Jarak, ukuran, dan kerapatan stomata daun tanaman hutan kota. ... 30

6 Daya serap karbondioksida per pohon dan Ha lahan ... 32

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Data penunjang tanaman hutan kota ... 41

2 Luas daun tanaman hutan kota ... 42

3 Kadar air tanaman hutan kota ... 43

4 Analisis data karbohidrat tanaman hutan kota ... 44

5 Ukuran dan luas stomata tanaman hutan kota ... 45

6 Jumlah koleksi yang ada di Kebun Raya Bogor periode Oktober 2006 ... 46

7 Daya serap karbondioksida kategori famili di Kebun Raya Bogor berdasarkan sistem taksonomi ... 50

8 Daun dan Stomata Tanaman Hutan kota ... 55

9 Gambar Leaf Area Meter (alat pengukur luas daun) ... 68

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu permasalahan lingkungan global saat ini yang menjadi isu

penting adalah pemanasan global. Pemanasan global merupakan akibat dari

penyerapan gelombang panas oleh gas-gas atmosfer sehingga suhu atmosfer bumi

naik yang disebut sebagai Efek Rumah Kaca (EFK). Gas-gas atmosfer yang dapat

menyerap gelombang panas adalah Gas Rumah Kaca (GRK). Gas rumah kaca

yang penting adalah Karbondioksida (CO2). Karbondioksida dihasilkan dari pernafasan, pembusukan, dan pembakaran.

Tanaman mempunyai kemampuan untuk berfotosintesis yang

menggunakan karbondioksida dan air sebagai bahan baku. Hutan merupakan rosot

karbon yang penting, hutan juga merupakan salah satu pengatur GRK. Dengan

adanya hutan sebagai salah satu rosot karbon, kadar karbondioksida di atmosfer

akan menurun. Tetapi kemampuan hutan sebagai rosot karbon semakin

berkurang. Berkurangnya kemampuan hutan ini akibat dari menurunnya luasan

hutan yang disebabkan oleh penebangan, kebakaran, dan konversi hutan menjadi

pemukiman, industri dan sejenisnya. Oleh karena itu perlu dibangun hutan kota

untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut.

Salah satu antisipasi yang dapat dilakukan dalam menghadapi perubahan

iklim dan pemanasan global diakibatkan oleh meningkatnya gas rumah kaca

adalah mengetahui jenis-jenis tanaman hutan kota yang mempunyai kemampuan

tinggi dalam menyerap CO2. Maka perlu dilakukan upaya pendekatan dalam usaha untuk mengetahui kemampuan serapan CO2 oleh tanaman hutan kota.

Kebun Raya Bogor (KRB) merupakan salah satu bentuk hutan kota yang

berada di kota Bogor. KRB sebagai kawasan konservasi ex-situ memiliki potensi

kekayaan tumbuhan koleksi yang cukup menarik. Berdasarkan registrasi periode

Oktober 2006, KRB memiliki koleksi 223 famili, 3.416 jenis, 1.268 marga dan

13.667 spesimen yang ditanam di atas areal kebun seluas 87 hektar. Keberadaan

KRB yang memiliki visi menjadi kebun raya kelas dunia, terutama dalam bidang

konservasi tumbuhan, penelitian, dan pelayanan dalam aspek botani, pendidikan

(11)

KRB akan terjamin kelestariannya hingga masa yang akan datang. Hal ini

mendorong KRB sebagai salah satu potensi rosot karbondioksida yang ada di

Kota Bogor

Tujuan

1. Menentukan kemampuan serapan CO2 jenis tanaman hutan kota di Kebun Raya Bogor.

2. Menentukan jenis tanaman hutan kota yang lebih memenuhi fungsi

sebagai penyerap karbondioksida.

3. Menaksir kemampuan Kebun Raya Bogor untuk menyerap

karbondioksida.

Manfaat

1. Memberikan data tentang daya serap CO2 jenis tanaman hutan kota.

2. Memberikan alternatif pertimbangan dalam penentuan jenis tanaman hutan

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Kota

Hutan kota menurut Peraturan Pemerintah (PP) no 63 tahun 2003 adalah

suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di

dalam perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan

sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang.

Bentuk hutan kota menurut Dahlan (2004), meliputi :

a. Pekarangan

Halaman pekarangan rumah ditanami bebungaan dan bebuahan, agar

rumah dapat terlihat indah dan semarak. Lingkungannya pun akan terasa

sejuk. Tanaman bunga dapat menampakan suasana yang semarak indah,

sedangkan hasil dari tanaman buah dapat dinikmati hasilnya.

b. Sekitar Gedung

Bangunan perkantoran dan sekolah akan lebin indah jika dilengkapi

dengan tanaman. Selain berfungsi untuk keindahan dan kesejukan juga

suasana yang semarak indah dapat meningkatkan kegairahan hidup.

c. Taman Kota

Taman kota dapat diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata

sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia

untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah

d. Taman Atap

Bangunan bertingkat yang yang dilengkapi dengan tempak agak luas di

lantai atasnya dapat dilengkapi pula dengan tanaman buah dalam pot

maupun dengan tanaman bunga.

e. Taman burung

Lahan yang ada di dalam kota maupun dipinggiran kota dapat dibangun

taman burung. Hutan kota yang akan dibangun dengan konsep Hutan kota

yang baik akan menarik kedatangan aneka jenis burung untuk mencari

(13)

f. Bawah jalan layang

Tempat yang terdapat di bawah jalan layang dapat dilengkapi dengan pot

tanaman sehingga kesan kaku, keras dan gersang yang muncul karena

adanya dinding semen dapat sedikit diperhalus oleh tanaman.

g. Tempat Parkir

Lahan tempat parkir yang tersedia harus ditanami dengan pohon yang

cukup tinggi dan rindang agar lingkungan tempat parkir dapat lebin sejuk

dan nyaman.

h. Sisi jalan Raya dan Tol

Jalur di kiri dan kanan jalan tol yang paling dekat dengan jalur kendaraan

sebaiknya ditanami dengan semak yang batangnya liat dan tidak berduri.

Di sebelah luar dari jalur tanaman tadi hendaknya ditanami pula dengan

perdu dan di sisi paling luar ditanami dengan pohon yang tinggi.

i. Kebun Binatang dan Kebun Raya

Kebun raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu

bentuk hutan kota. Kebun raya ada yang bersifat ekonomi dan bertujuan

utama untuk ilmiah.

j. Kuburan dan Taman Makam Pahlawan.

Kuburan dan taman makam pahlawan perlu ditanami dengan bebungaan

agar menjadi semarak indah, tidak berkesan menakutkan. Lokasi ini perlu

ditanami agar lebih teduh, sejuk, dan nyaman tetapi tidak terlalu gelap.

k. Sempadan Pantai

Pantai khususnya yang menjadi tempat wisata perlu ditanami dengan

pepohonan agar suasananya menjadi agak sejuk. Pepohonan dapat

mengurangi laju kecepatan angin.

l. Kiri Kanan Sungai dan Sekitar Waduk

Daerah di sebelah hulu waduk, di kiri kanan sungai, serta daerah yang

mengitari waduk agar ditanami pepohonan, dengan tujuan agar erosi dapat

ditekan sekecil mungkin.

m. Sekitar Mata Air dan Daerah Resapan

Daerah resapan air serta daerah dengan radius minimal 100 m dari mata air

(14)

5

n. Lapangan Golf

Daerah di sekitar lapangan golf atau daerah di dalam wilayah lapangan

golf yang masih memungkinkan untuk ditanami pepohonan, agar ditanam

pepohonan yang mempunyai daya transpirasi yang rendah, agar air yang

telah masuk meresap ke dalam tanah tidak diuapkan kembali oleh

tanaman.

Fungsi dan Manfaat Hutan Kota

Dahlan (2004) menyebutkan bahwa hutan kota memiliki beberapa fungsi

dan manfaat penting, diantaranya :

1. Fungsi penyehatan lingkungan meliputi penyerap dan penjerap partikel

logam industri, penyerap dan penjerap partikel timbal dari kendaraan

bermotor, penyerap dan penjerap debu semen, mengurangi bahaya hujan

asam, penyerap gas beracun, penyerap gas karbondioksida.

2. Fungsi pengawetan meliputi pelestarian plasma nutfah dan sebagai habitat

burung.

3. Fungsi estetika meliputi meningkatkan citra dan menutupi bagian kota

yang kurang baik.

4. Fungsi perlindungan meliputi peredam kebisingan, ameliorasi iklim,

penapis cahaya silau, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi

penggenangan, mengatasi intrusi air laut, mengamankan pantai dan

membentuk daratan, mengatasi penggurunan.

5. Fungsi produksi meliputi produksi air tanah, kayu, kulit, getah, bunga, dan

buah, madu lebah.

6. Fungsi lainnya meliputi identitas wilayah, pengelolaan sampah,

pendidikan dan penelitian, mengurangi stress, penunjang rekreasi dan

pariwisata, hobi dan pengisi waktu luang, pertahanan dan keamanan,

tempat berjualan, tempat pesta.

Pemilihan Jenis Tanaman Hutan Kota

Jenis yang ditanam dalam program pembangunan dan pengembangan

(15)

agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan tanaman tersebut dapat

menanggulangi masalah lingkungan yang muncul ditempat itu dengan baik.

Menurut Dahlan (1992) informasi yang perlu diperhatikan adalah :

1. Persyaratan endemis : pH, jenis tanah, tekstur, altitude, salinitas dan

sejenisnya.

2. Persyaratan meteorologis : suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, dan

radiasi sinar matahari.

3. Persyaratan umum tanaman

4. Persyaratan untuk pohon peneduh jalan

5. Persyaratan estetika

6. Persyaratan untuk pemanfaatan khusus ; Disesuaikan dengan tujuan.

Fotosintesis

Fotosintesis adalah proses pada tanaman hijau dengan bantuan klorofil dan

cahaya, mengubah karbondioksida dan air menjadi karbohidrat dan molekul

oksigen (Kamen, 1963). Jumlah CO2 dalam udara biasanya tidak berubah - ubah, tetapi dalam sel-sel yang mengandung klorofil terjadi perubahan CO2. Oleh sebab itu, CO2 dapat diisap atau dilepaskan oleh daun-daunnya. Fotosintesis memerlukan klorofil, dan klorofil biasanya terdapat dalam kloroflas. Karena

sel-sel mesofil mengandung kloroflas, maka mesofil adalah jaringan tempat proses

fotosintesis berlangsung (Soemarwoto et al., 1980). Produktivitas tanaman dapat dengan tepat ditaksir dengan mengukur baik oksigen maupun karbondioksida

yang digunakan dalam proses fotosintesis karena jumlah C dalam CO2 berbanding lurus dengan jumlah C terikat dalam gula selama fotosintesis, produktivitas dapat

diduga dengan menghilangnya CO2 di lingkungannya (Harjadi 1979).

Lakitan (1993) menyebutkan faktor genetik yang mempengaruhi kemampuan

atau efisiensi tumbuhan dalam mensintesis karbohidrat yaitu :

1. Perbedaan antar spesies

Berdasarkan proses fotosintesis ada tiga golongan besar tumbuhan yaitu

tumbuhan C4, tumbuhan C3, dan tumbuhan CAM. Tumbuhan C4 yaitu

tumbuhan yang mempunyai produk awal fotosintesis berupa senyawa

(16)

7

rumputan asal tropis. Tumbuhan C-3 adalah tumbuhan yang menghasilkan

produk awal fotosintesis dengan 3 atom C, yakni asam 3-fosfogliserat,

contohnya seluruh gymnospermae, pteridophyta, bryophyta, dan

ganggang. Tumbuhan CAM ditandai dengan metabolisme unik dimana

melibatkan proses karboksilasi ganda berurutan, contohnya : jenis sekulen

dan tumbuh di daerah kering. Tumbuhan C4 secara umum mempunyai laju

fotosintesis yang tertinggi. Sementara tumbuhan CAM mempunyai laju

fotointesis terendah.

2. Umur daun dan letak daun

Kemampuan umur daun untuk berfotosintesis akan meningkat pada awal

perkembangan daun, tetapi kemudian menurun sebelum daun tersebut

berkembang penuh. Daun yang mengalami scnesscene akan berwarna kuning dan hilang kemampuannya untuk berfotosintesis karena

perombakan klorofil dan hilangnya kloroplas.

4. Pengaruh laju translokasi fotosintat

Fotosintesis dipengaruhi oleh laju translokasi hasil fotosintesis (fotosintat,

dalam bentuk sukrosa) dari daun ke organ-organ penampung yang

berfungsi sebagai lumbung. Perlakuan pemotongan organ seperti umbi,

biji, atau buah yang sedang membesar dapat menghambat laju fotosintesis

untuk beberapa hari, terutama daun yang berdekatan dengan organ yang

dibuang tersebut. Tumbuhan dengan laju fotosintesis tinggi juga memiliki

laju translokasi fotosintat yang tinggi.

5. Pengaruh intensitas cahaya

Cahaya merupakan sumber energi untuk reaksi anabolik fotosintesis.

Secara umum fiksasi CO2 maksimum terjadi disekitar tengah hari, yakni pada saat intensitas cahaya mencapai puncaknya. Namun, efisiensi

fototsintesis maksimum tercapai pada intensitas cahaya matahari penuh

dan hari panjang yang hasil tertinggi tanaman dicapai. Adanya penutupan

cahaya matahari oleh awan akan mempengaruhi laju fotosintesis. Menurut

Gardner et al.(1991) peningkatan cahaya secara berangsur –angsur akan meningkatkan fotosintesis sampai tingkat kompesasi cahaya yaitu tingkat

(17)

6. Ketersediaan CO2

CO2 adalah bahan utama fotosintesis . Kecepatan fotosintesis meningkat dengan meningkatnya konsentrasi CO2 intra seluler. Konsentrasi CO2 dan pembukaan stomata mempengaruhi fotosintesis. Menurut Gardner et al. (1991) karbondioksida merupakan komponen gas di udara, yaitu sekitar

0,034 %CO2. Walaupun konsentrasi CO2 itu rendah, 85-92 % berat kering tanaman berasal dari pengambilan CO2 dalam fotosíntesis (Gardner et al. 1991).

7. Pengaruh suhu

Pengaruh suhu terhadap fotosintesis tergantung spesies dan kondisi tempat

tumbuhnya. Secara umum suhu optimum untuk fotosintesis setara dengan

suhu siang pada habitat asalnya.

8. Ketersediaan air

Pengaruh utama kekurangan air pada fotosintesis adalah dalam hal

aktivitas membuka dan menutupnya stomata. Apabila kekurangan air

makin parah, tahanan mesofil juga akan meningkat karena adanya

kerusakan permanen pada peralatan fotosintesis.

9. Kesehatan daun

Daun yang teserang penyakit menyebabkan tidak bisa melakukan

fotosintesis secara optimal.

10.Polutan atmosferik

Banyak polutan di atmosfer mempengaruhi kecepatan fotosintesis dari

daun sebab polutan dapat masuk ke dalam klorofil daun. Pengaruhnya

mungkin komplkes dan berbeda-beda untuk masing-masing polutan.

Stomata Dan Trikoma

Karbon masuk ke dalam tumbuhan sebagai karbondioksida (CO2) melalui pori stomata, yang paling banyak terdapat di permukaan daun dan air keluar

secara difusi melalui pori yang sama pada saat stomata terbuka (Salisbury 1995).

Stomata adalah poros atau lubang – lubang yang terrdapat pada epidermis yang

(18)

9

kemungkinan pula hanya terdapat pada satu permukaannnya saja, yaitu pada

permukaan bagian bawah (Abaxial surface) (Sutrian, 1992).

Stomata banyak sekali bentuknya (Wilkinson 1979 dalam Salisbury 1995). Beberapa ahli anatomi bersikukuh bahwa stomata hanya terdiri dari bukaan, tapi

ilmuan yang lainnya (Esau, 1965; Mauseth, 1988 dalam Salisbury 1995) menggunakan nama tersebut untuk seluruh perangkat stomata, termasuk sel

penjaga. Maka, bukaannya disebut pori stomata Di sebelah setiap sel penjaga,

biasanya terdapat satu atau bebrapa epidermis lain yang berubah bentuk yang

disebut sel pelengkap. Air menguap dalam daun, dari dinding sel parenkima

palisade dan parenkima bunga karang yang secara bersama disebut mesofil, ke

dalam ruang antar sel yang sinambung dengan udara di luar, saat stomata

membuka (Salisbury 1995)

Stomata tumbuhan pada umumnya membuka saat matahari terbit dan

menutup saat hari gelap, sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan untuk fotosintesis pada siang hari. Umumnya proses pembukaan memerlukan

waktu sekitar 1 jam dan penutupan berlangsung secara bertahap sepanjang sore.

Stomata menutup lebih cepat jika tumbuhan di tempatkan dalam gelap secara

tiba-tiba. Tingkat cahaya yang tinggi mengakibatkan stomata membuka lebih besar.

Pada sebagian besar tumbuhan, konsentrasi CO2 yang rendah di daun membuat stomata membuka. Sebaliknya, konsentrasi CO2 yang tinggi di daun menyebabkan stomata menutup sebagian. Stomata tanggap terhadap tingkat CO2 yang berada di antara sel, tetapi tidak terhadap konsentrasi CO2 di permukaan daun dan di pori stomata (Mott 1988 dalam Salisbury 1995).

Menurut Goldsworthy, Fisher (1992) pembukaan Stomata dipengaruhi

oleh :

1. Karbondioksida (CO2). Pembukaan stomata berkurang bila kadar ruang-ruang antar sel bertambah. Penurunan CO2 di ruang antar sel akan menyebabkan terbukanya stomata.

2. Cahaya. Pengurangan cahaya menyebabkan pembukaan stomata berkurang

pada kebanyakan tumbuhan.

3. Suhu. Bila faktor-faktor lain tak terkendali, stomata sering kali akan

(19)

faktor-faktor lain konstan, stomata biasanya akan membuka lebih lebar

bila suhu meningkat.

4. Potensial air daun. Pembukaan stomata biasanya mengecil bila potensial

air daun menurun.

5. Angin. Kenaikan kecepatan angin menyebabkan pembukaan stomata

berkurang. Pengaruh angin secara langsung dapat disebabkan oleh gerakan

daun secara mekanis. Pengurangan pembukaan stomata dalam keadaan

berangin akan mengurangi pembukaan stomata apabila laju evaporasi

potensialnya tinggi.

6. Laju fotosintesis. Penurunan laju fotosintesis akan mengurangi pembukaan

stomata dan dengan demikian mengawetkan air dengan meningkatkan

potensial air melalui pengurangan transpirasi.

Schwendener dalam Kartasapoetra (1991) mengemukakan tentang bentuk-bentuk stomata berdasarkan letak penebalan – penebalan pada sel penutup.

Bentuk-bentuk tersebut dibedakan atas :

1. Bentuk amaryllidaceae. Bentuk sel penutup yang menyerupai ginjal. Dinding punggungnya tipis tetapi dinding perutnya lebih tebal, baik

dinding atas maupun dinding bawah ternyata mempunyai penebalan –

penebalan kutikula. Sel – sel tetangganya sangat berbatasan dengan sel

penutup.

Gambar 1 Stomata Tipe Amaryllidaceae

(20)

11

Gambar 2 Stomata Tipe Helleborus

3. Bentuk Gramineae. Bentuk sel penutupnya seperti halter, dinding sel bagian penutupnya tebal, bagian ini merupakan penopang pada halter

tersebut. Masing-masing ujung dinding selnya tipis, sedangkan dinding

atas dan bawahnya demikian tebal.

Gambar 3 Penampang-penampang pada Stomata Tipe Gramineae

4. Bentuk Mnium. Bentuk sel penutup seperti ginjal. Dinding perutnya tipis.

(21)

Trichoma adalah rambut – rambut tumbuh yang berasal dari sel-sel

epidermis yang mempunyai bentuk, susunan serta fungsinya bervariasi. Trichoma

terdapat pada hampir semua organ tumbuh-tumbuhan itu masih hidup atau aktif.

Di samping itu, terdapat juga trichoma yang hidupnya hanya sebentar. Trichoma

dapat memperbesar fungsi epidermis sebagai jaringan pelindung, terutama

mencegah penguapan yang berlebihan (Sutrian 1992).

Peningkatan Konsentrasi CO2 Lingkungan

Kemungkinan perubahan iklim yang bisa diharapkan akibat peningkatan

kadar CO2 mendapat perhatian yang besar akhir-akhir ini. Peningkatan CO2

dalam atmosfer meningkat 280 ppm satu abad yang lalu (Nerburger 1995). Lebih

dari 50 % akibat dari pembakaran fosil. Peningkatan CO2 akibat penggundulan hutan, pembakaran kayu dan kertas. Kemampuan biosfer dan lautan menyerap

kelebihan CO2. Penggunaan bahan bakar fosil dapat meningkatkan 5 kali CO2 awal (Nerburger 1995). Tahun 1958 konsentrasi CO2 atmosfer sekitar 315 ppm, sedangkan pada tahun 1988 menjadi 350 ppm dan pada akhir abad 21

diperkirakan konsentrasinya mencapai 700 ppm (Allen 1990 dalam Atmowidi 1998). Meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfer menyebabkan meningkatnya suhu lingkungan. Tercatat bahwa selama satu abad yaitu dari tahun 1852 sampai

tahun 1990 terdapat kenaikan suhu 0.5 ºC dan diperkirakan akan terus meningkat

pada abad berikutnya (Campbell et al. 1994 dalam Atmowidi 1998)

Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki

kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali oleh

permukaan bumi. Sifat termal radiasi itu menyebabkan pemanasan atmosfer

secara global (global Warning). Diantara GRK penting yang diperhitungkan dalam pemanasan global adalah karbondioksida, metana, dan Nitrous oksida.

Dengan kontribusinya yang > 55 % terhadap pemanasan global, CO2 yang

diemisikan dari aktivitas manusia (anthropogenik) mendapat perhatian yang lebih besar (Moerdiyaso 1999).

Dalam orasi ilmiahnya, Moerdiyaso 1999 menyatakan bawa rata-rata

(22)

13

pada waktu itu konsentrasinya hanya 280 ppmv. Bahkan pada dekade 1980-an

laju peningkatan CO2 adalah sekitar 1,5 ppmv/ tahun (0,4%). Kemudian menurun menjadi 0,6 ppmv/ tahun pada awal 1990-an. Penyebab utama peningkatan

konsentrasi CO2 adalah kegiatan manusia yang berkaitan dengan pemakaian bahan bakar fosil (BBF) dan penggundulan hutan yang merupakan cadangan

karbon dalam ekosistem daratan. Emisi netto global pada dekade 1980-an adalah

1,5 GtC/ th. Secara global atmosfer bumi mengakumulasi karbon sebesar 1,5

GtC/th (Moerdiyaso 1999).

Negara-negara berkembang memacu ketertinggalan dengan meningkatkan

konsumsi energi bagi penduduknya yang meningkat pesat dan pengurasan

sumberdaya alam untuk mendapatkan devisa. Dengan tingkat konsumsi energi

yang semakin tinggi dan laju pembangunan yang semakin cepat, pembakaran BBF

tidak dapat dihentikan begitu saja, bahkan untuk melakukan efisiensi pun

diperlukan investasi yang besar. Selama pemakaian BBF akan terus meningkat

seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan standar hidup manusia. Maka salah

satu cara yang paling mungkin untuk menstabilkan konsentrasi karbon atmosfer

adalah dengan meningkatkan kapasitas rosot ekosistem daratan melalui kegiatan

penghutanan kembali lahan kritis dan pemanfaatan hutan alam secara

berkelanjutan (Moerdiyaso 1999).

Kemampuan Serapan Karbondioksida

Tanaman mempunyai kemampuan serapan karbondioksida yang

berbeda-beda. Karyadi 2005 menentukan daya serap karbondioksida dengan menggunakan

alat IRGA. Alat ini memperhitungkan laju fotosintesis dan laju transpirasi dari

tiap jenis tanaman yang diteliti.

Tabel 1 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota menggunakan alat IRGA

2. Kenari (Canarium commune) 0,363 225,418

3. Mangga (Mangifera indica) 1,247 498,657

4. Sawo duren (Chrysophyllum cainito) 0,648 259,405

5. Tanjung (Mimosops elengi) 1,622 648,418

(23)

Penentuan kemampuan serapan karbondioksida dapat dilakukan dengan

menggunakan proses fotosintesis sebagai parameter. Dalam proses fotosintesis,

jumlah C dalam CO2 berbanding lurus dengan jumlah C terikat dalam gula selama fotosintesis. Sinambela 2006 melakukan penelitian untuk mendapatkan

kemampuan serapan karbondioksida pada beberapa jenis tanaman hutan kota

dengan menggunakan metode analisis karbondioksida.

Tabel 2 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota menggunakan metode analisis karbohidrat.

No Nama Daya Serap

CO2 tiap luas

daun (g cm-1 jam-1)

Daya Serap

CO2 tiap

pohon (g cm-1 jam-1)

Daya Serap

CO2 tiap Ha

(g cm-1 jam-1)

1. Krey Payung (Filicium decipiens) 2,07 x 10-4 0.10 40.8 2. Manggis Hutan (Garcinia mangostana) 6,67 x 10-4 0.60 240.4

3. Melinjo (Gnetum gnemon) 3,41 x 10-4 0.39 156

4. Sawo kecik (Manilkara kauki) 3,33 x 10-4 0.37 146.8

5. Trengguli (Cassia fistula) 1,10 x 10-4 0.06 22

(24)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Kebun Raya Bogor

Sejarah berdirinya Kebun Raya Bogor (KRB) bermula dari Prof. Dr. C. G.

Reinwardt, botanis asal Jerman yang berada di Indonesia pada awal abad ke-19.

kemudian ia menulis surat yang disampaikan kepada G. A. G. P Baron van der

Cappellen, Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia , memohon sebidang

tanah untuk penelitian manfaat berbagai tumbuhan serta lokasi koleksi tanman

yang bernilai ekonomi, yang berasal dari kawasan Indonsia dan mancanegara.

Kebun Raya Bogor didirikan pada tanggal 18 Mei 1817 dengan nama S” Lands Plantetuin Buitenzorg dan Hortus Botanicus Bogoriensis. Pemimpin pertama adalah seorang ahli botani Prof. Dr. C. G. Reinwardt.

Pada perkembangannya, ketika masa pimpinan J. E. Teysman (1981)

Kebun Raya Bogor mulai dikembangkan menjadi pusat penelitian botani yang

penting di Asia Tenggara. Kedudukan Kebun Raya Bogor sekarang adalah Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengembangan Kebun Raya Bogor Lembaga Ilmu

Penelitian Indonesia (LIPI). Kebun Raya Bogor atau nama lengkapnya Pusat

Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI berada di bawah Kedeputin Ilmu

Pengetahuan Ilmu Hayati LIPI. KRB merupakan pusat Kebun Raya yang

membawahi 3 cabang Kebun Raya, yaitu Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya

Purwodadi dan Kebun Raya “Eka Karya” Bedegul, Bali.

Letak Dan Luas

Kebun Raya Bogor mempunyai luas 87 Hektar, terletak antara 1060 3’ 30” – 1060 52’ 00” dan 6o 30’ 30”- 6o 41’ 00” LS. KRB terletak pada ketinggian 235 – 260 meter di ats permukaan laut (mdpl), serta mempunyai ketinggian rata-rata

minimal 190 m, maksimal 350 m. jarak dari Jakarta kurang lebih 60 km.

Secara administrasi KRB termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor

Tengah, Kota Bogor Batas-batas KRB meliputi :

ƒ Sebelah utara dibatasi oleh Jalan Jalak Harupat

ƒ Sebelah selatan dibatasi oleh Jalan Otto Iskandardinata

ƒ Sebelah Timur oleh jalan Pajajaran

(25)

Tofografi dan Iklim

Keadaan topografi KRB secara umum termasuk datar dengan kemiringan

3 – 5 %. Kawasan ini dilalui oleh Sungai Ciliwung dengan anak sungai Cibatok.

Suhu udara rata-rata harian minimum 25o C pada pagi hari dan maksimum 27o C pada siang hari dalam keadaan cuaca cerah. Kelembaban udara tinggi dan hanya

sedikit terjadi perubahan suhu musiman. Lama penyinaran tertinggi terjadi pada

bulan Agustus dan terendah pada bulan Januari.

Curah hujan rata-rata 4330 mm pertahun dengan hari hujan rata-rata 165

pertahun dengan 12 bulan basah. Curah hujan tertinggi > 400 mm/ bulan yang

terjadi pada bulan Juni, Juli, Agustus dengan hari hujan rata-rata lebih kecil dari

10 hari perbulan. Menurut Schmidt dan Ferguson (1951), Bogor termasuk tipe

curah hujan A.

Geologi

Jenis tanah di KRB termasuk latosol cokelat kemerahan. Tanah ini

bertekstur halus, drainase sedang, aktivitas biologi sedang, permeabilitas baik,

dan kepekaan terhadap erosi kecil. Bahan organik penyusunnya tergolong rendah

sampai sedang di lapisan atas dan menurun ke bawah dan daya absorbsinya

tergolong rendah sampai sedang.

Koleksi Kebun Raya Bogor

Koleksi Kebun Raya Bogor memiliki koleksi 223 famili, 3.416 jenis,

1.268 marga dan 13.667 spesimen berdasarkan registrasi periode Oktober 2006.

Beberapa jenis koleksi merupakan koleksi unik, spesifik dan langka seperti

tanaman tua yang berumur lebih dari 100 tahun, tanaman eksotik, atraktif seperti

pohon raja, teratai raksasa, bunga bangkai raksasa, spesimen tipe, koleksi

anggrek, koleksi palem, dan koleksi polong-polongan. Tanaman langka menurut

(26)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Pengambilan sampel dilakukan di Kebun Raya Bogor. Pengambilan data

dilakukan di Laboratorium BB-BIOGEN Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Bogor. Penelitian

dilakukan selama 3 bulan (Agustus – Oktober 2006).

Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Daun dari jenis pohon sampel yang tumbuh di Kebun Raya Bogor ( daun

muda, dewasa, dan tua)

2. Pereaksi Cu

3. Pereaksi Nelson

4. Phenol merah

5. Alkhohol

6. Aquades

7. Cutex (pewarna kuku bening)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Tabung reaksi

2. Pipet kaca berskala

3. Labu ukur

4. Mortar dan cawan porselin

5. Oven

6. Kertas filter dengan kesarangan 0,05 mg/ cm

7. Spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 µm

8. Water bath (penangas air) 9. Timbangan Elektrik 0,1 g

10. Leaf Area Meter (LAM) tipe LI-3100 untuk mengukur luas daun. 11. Mikroskop

12. Gelas objek

(27)

14. Kertas preparat (slide box) 15. binokuler

16. Silet

17. Gunting daun

18. Plastik bening

19. Alat tulis

20. Alat Dokumentasi

Jenis dan Cara Pengambilan Data

Data sekunder yang diambil meliputi :

ƒ Jumlah daun per pohon

ƒ Jumlah dan gambar stomata daun bagian atas dan bawah per jenis pohon

ƒ Jumlah dan gambar trikoma per jenis pohon

ƒ Massa karbohidrat pada daun

Metode kerja pada penelitian ini adalah

1. Penentuan jenis pohon contoh (sampel)

ƒ Pohon yang dipilih adalah pohon yang biasa ditanam untuk hutan

kota.

ƒ Pohon yang dipilih belum diketahui daya serap karbondioksidanya

ƒ Pohon ada dalam kondisi yang sehat, tidak dalam kondisi tertekan,

dan tidak terserang penyakit.

ƒ Pohon merupakan jenis tanaman hutan kota yang endemik.

ƒ Pengambilan contoh berdasarkan klasifikasi famili.

2. Pengukuran jumlah daun pada satu individu pohon

ƒ Hitung jumlah cabang yang ada dalam 1 pohon.

ƒ Kelompokan cabang tersebut berdasarkan kemiripan ukurannya

ƒ Pilih satu sampel cabang

ƒ Hitung jumlah daun pada sampel cabang dengan menggunakan

counter .

(28)

19

ƒ Jumlahkan seluruh hasil kali tersebut sehingga didapatkan jumlah

daun total.

3. Pengukuran luas daun

ƒ Ambil sampel daun seberat 30 g berat basah dengan komposisi

daun muda, dewasa dan tua proporsional

ƒ Tekan tombol on/off sehingga Leaf Area Meter (LAI) menyala

ƒ Nyalakan lampu start agar daun yang akan dimasukan kedalam

terpantau jelas

ƒ Kalibrasikan alat dengan menekan tombol reset hingga layar

menunjukan nilai 0.0000.

ƒ Masukan daun di atas roller (pemutar) yang terbuat dari plastik

ƒ Daun akan melewati pedeteksi luas daun dan secara otomatis layar

akan menunjukan luas daun.

4. Penentuan jumlah dan gambar stomata daun per jenis pohon

ƒ Tentukan daun sampel tiap jenis pohon dengan asumsi letak dan

lama penyinaran sama.

ƒ Oleskan cutex dengan ukuran 2 x 1 cm dengan tipis pada permukaan atas dan bawah daun.

ƒ Gunting daun pada bagian ujung tangkai.

ƒ Biarkan daun pada bagian ujung tangkai

ƒ Biarkan hingga cutex kering

ƒ Setelah kering kelupaskan cutex tersebut

ƒ Letakkan di atas gelas preparat

ƒ Amati di bawah mikroskop

ƒ Hitung di bawah mikroskop

ƒ Hitung jumlah stomata pada permukaan atas dan bawah daun per

luas bidang pandang

ƒ Dokumentasikan stomata.

5. Penentuan jumlah dan gambar trikhoma

ƒ Tentukan daun sampel tiap jenis pohon dengan asumsi letak dan

(29)

ƒ Oleskan cutex dengan ukuran 2 x 1 cm dengan tipis pada

permukaan atas dan bawah daun

ƒ Gunting daun pada bagian ujung tangkai

ƒ Biarkan hingga cutex kering

ƒ Setelah kering kelupaskan cutex tersebut

ƒ Letakkan di atas gelas preparat

ƒ Amati di bawah mikroskop

ƒ Hitung jumlah trikhoma per luas bidang pandang

ƒ Dokumentasikan

6. Pengukuran massa karbohidrat pada daun

a. Pengambilan sampel daun

ƒ Tentukan pohon contoh

ƒ Ambil daun dari pohon contoh dengan komposisi muda, dewasa,

dan dewasa secara proposional sebanyak >30 g pada pukul 05.00

WIB.

ƒ Masukan sampel daun ke dalam plastik

ƒ Rendam dengan alkohol 70 % selama ± 5 menit, kering udarakan.

ƒ Lakukan ulangan pada pukul 10.00 WIB pada hari yang sama

.

b. Pengukuran Massa Karbohidrat

1) Pembuatan perekasi

ƒ Pereaksi Cu : Cu Agregat

A. Timbang 12 g K Na Tartrat

Timbang 24 g Na2O3

Timbang 2 g CuSO4

Timbang 16 g NaHCO3

B. Larutkan 180 g NaSO4 dengan air panas lalu dinginkan

C. Setelah dingin, campurkan bagian A dan B. Campuran ini

yang disebut sebagai pereaksi Cu

D. Diamkan campuran tersebut selama 2 hari pada tempat

(30)

21

ƒ Pereaksi Nelson

A. Larutkan 25 g Amonium molibdat dalam 450 ml H2O.

Tambahkan H2SO4 pekat.

B. Larutkan 3 g Amonium hidrogen arsenat dalam 25 H2O.

C. Campurkan larutan A dan B sehingga menjadi pereaksi

Nelson.

ƒ Pereaksi total karbohidrat A. 0.7 NHCL

2) Pengukuran Massa Karbondioksida menggunakan Metode Karbohidrat

ƒ Timbang sampel daun

ƒ Hancurkan sampel tersebut dengan cara menggerus

menggunakan mortar pada cawan porselin sampai halus

ƒ Keringkan menggunakan oven pada suhu + 105o C

selama 48 jam ( 36 jam terlebih dahulu, 12 jam

kemudian) untuk mendapatkan berat kering mutlak.

ƒ Timbang 200 mg sampel yang sudah kering.

ƒ Tambahkan dengan 20 ml HCL 0,7 N.

ƒ Hidrolisis selama 2,5 jam dalam penangas air

ƒ Saring dalam labu ukur 100 ml

ƒ Masukan phenol merah

(31)

ƒ Tambahkan 5 ml ZnSO4 5% dan 5 m Ba(OH)2 0,3 N dengan tujuan mengendapkan sampel.

ƒ tambahkan larutan aquades sampai tanda tera 100 ml.

ƒ Saring dan ambil larutan yang telah jernih (super natan).

ƒ Pipet 1 ml larutan super natan dalam tabung kimia

ƒ Buat deret satandar karbohidrat 0, 5, 10, 15, 20, 25 ml

ƒ Tambahkan pereaksi Cu sebanyak 2 ml

ƒ Panaskan dalam penangas air selama 10 menit lalu dinginkan.

ƒ Tambahkan pereaksi Nelson dan 20 ml H2O sampah tanda tera pada masing-masing deret estándar.

ƒ Kocok dan biarkan selama 20 menit.

ƒ Ukur dengan spektometer pada gelombang 500 µm

ƒ Hitung persentase karbohidrat (%C6H12O6) menggunakan

rumus :

(

)

A: Absorpsi karbohidrat sampel

S: Rata-rata standar karbohidrat

ƒ Hitung massa karbondioksida (m C6H12O6) menggunakan rumus

% C6H12O6 x bobot basah daun ……….. 2

ƒ Hitung massa karbondioksida (m CO2) menggunakan

rumus : 2

(32)

23

Analisis Data

Analisis data dilakukan berdasarkan hasil pengukuran massa

karbohidrat dari persamaan 2.

1. Penentuan daya serap Karbondioksida per luas sampel daun.

Perhitungan daya serap karbondioksida tiap jenis tanaman menggunakan

persamaan reaksi fotosintesis :

6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2

2. Penentuan Karbondioksida yang diserap bersih perluas daun perjam

(Dt)

(33)

3. Penentuan Karbondioksida yang diserap bersih per pohon (Dn) per jam

Dn = Dt x(∑d : n) ………... 6

Keterangan:

Dn = Daya serap bersih CO2 per pohon per jam

Dt = Daya serap bersih CO2 per luas daun.

∑d = Jumlah daun tiap pohon.

n = jumlah helai daun dalam 30 g bobot basah daun sampel

4. Penentuan Karbondioksida yang diserap bersih per hektar lahan (Dh)

Dh = Dn x 400 pohon/ Ha

Keterangan :

Dh = Daya serap bersih CO2 per hektar lahan per jam

Dn = Daya serap bersih CO2 per pohon per jam

Jumlah pohon per Ha lahan = 10000m2 / Ha ... 7 Jarak tanam(m2)

Asumsi jarak tanam adalah 5 x 5 m2

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Massa Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu hasil dari sintesis karbondioksida

dengan air oleh tumbuhan yang membutuhkan cahaya matahari dalam prosesnya.

Penentuan persentase karbohidrat yang dihasilkan selama fotosintesis dapat

menentukan massa karbondioksida yang diserap oleh tanaman. Penentuan

persentase karbohidrat tersebut menggunakan metode analisis karbohidrat lalu

dikonversi ke persamaan 1 dan 2 sehingga didapatkan massa karbohidrat tiap

waktu pengambilan sampel. Massa karbohidrat yang dihasilkan oleh suatu

tanaman dapat menaksir kemampuan serapan karbondioksida suatu tanaman. Hal

ini karena menurut Harjadi (1992), penaksiran massa karbondioksida yang

digunakan dalam proses fotosintesis berbanding lurus dengan jumlah C dalam

gula (karbohidrat). Massa karbohidrat dikonversi dengan persamaan 3 dan 4

sehingga didapatkan kemampuan serapan karbondioksida selama rentang waktu

pengambilan sampel (4 jam). Hasil dari pengukuran tersebut seperti ditunjukan

pada tabel 3.

Tabel 3 Massa karbohirat daun dan daya serap karbondioksida selama rentang

waktu pengamatan (4 jam)

N

o Nama Jenis Famili

Massa Karbohidrat Daya serap

CO2 /4 jam (x

10-4 g cm-2) 05.00 10.00

1. Flamboyan Caesapiniaceae 4.341 5.343 10.1

2. Johar Caesapiniaceae 2.835 4.497 11.7

3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 4.866 5.688 4.51

4. Asam Caesapiniaceae 2.928 3.051 2.41

5. Kempas Caesapiniaceae 1.908 2.442 3.93

6. Sapu tangan Caesapiniaceae 2.046 2.211 1.30

7. Bunga merak Caesapiniaceae 3.771 5.346 11.2

8. Cassia Caesapiniaceae 3.069 4.128 75.8

9. Krey Payung Sapindaceae 3.684 3.723 0.336

10 Matoa Sapindaceae 3.198 3.273 0.485

11 Rambutan Sapindaceae 3.18 3.231 0.467

(35)

Lanjutan

13 Sawo kecik Sapotaceae 3.207 3.708 6.56

14 Angsana Papilinoaceae 2.145 2.97 4.79

15 Dadap Papilinoaceae 2.697 3.921 10.9

16 Trembesi Mimosaceae 3.453 4.572 7.78

17 Saga Mimosaceae 4.095 5.097 8.23

18 Asam Kranji Mimosaceae 3.711 4.47 5.76

19 Mahoni Meliaceae 2.877 3.687 5.28

20 Khaya Meliaceae 2.796 3.063 2.19

21 Pingku Meliaceae 3.477 3.576 0.896

22 Beringin Moraceae 2.454 3.069 6.35

23 Nangka Moraceae 2.628 2.913 2.30

24 Kenanga Annonaceae 3.645 6.933 29.1

25 Sirsak Annonaceae 1.761 3.261 15.2

Tabel 3 menunjukkan bahwa setiap jenis tanaman memiliki massa

karbohidrat yang berbeda. Massa karbohidrat sebanding dengan nilai persentase

karbohidrat yang dihasilkan oleh spektofotometer. Apabila nilai persentase

karbohidrat tinggi, maka massa karbohidrat yang dihasilkan akan tinggi. Hal ini

karena nilai persentase karbohidrat sebanding dengan massa karbohidrat. Pada

waktu analisis, perbedaan terlihat pada warna cairan hasil pengenceran ekstraksi

daun yang akan di baca pada spektofotometer. Semakin pekat warna hasil

ekstraksi, maka nilai persentase karbohidrat akan semakin tinggi.

Massa karbohidrat mengalami peningkatan pada waktu pengambilan

sampel. Massa karbohidrat pada pengambilan sampel pukul 10.00 lebih besar

dibandingkan pukul 05.00. Hal ini karena cahaya merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi fotosintesis. Karbohidrat sebagai produk dari fotosintesis

mempunyai pengaruh pula terhadap peningkatan cahaya. Pengambilan sampel

pertama dilakukan pada saat fotosintesis belum aktif berlangsung (05.00)

sedangkan pengambilan sampel kedua dilakukan pada saat matahari berada pada

intensitas cahaya yang tinggi (10.00). Sehingga pada rentang pengambilan

tersebut terjadi peningkatan intensitas cahaya yang mempengaruhi proses

fotosintesis. Menurut Gardner et al. (1991), peningkatan cahaya secara berangsur-angsur akan meningkatkan fotosintesis sampai pada tingkat kompesasi cahaya.

Karbondioksida merupakan produk awal dari proses fotosintesis.

(36)

27

fotosintesis dapat menentukan massa karbondioksida yang dipergunakan. Massa

karbondioksida ditentukan berdasarkan persamaan 3. Nilai massa karbondioksida

yang dihasilkan selama fotosintesis berlangsung sebanding dengan massa

karbohidrat. Apabila massa karbohidrat yang dihasilkan tinggi maka nilai massa

karbondioksida akan tinggi, sedangkan apabila massa karbohidrat yang dihasilkan

rendah maka nilai massa karbondioksida akan rendah. Massa karbondioksida yang

dihasilkan adalah 1.47 kali dari massa karbohidrat yang dihasilkan selama

fotosintesis berlangsung. Selama berlangsungnya fotosintesis dari pukul 06.00

sampai 10.00, kenanga mempunyai selisih massa karbohidrat tertinggi yaitu 3.288

g. Sedangkan massa karbondioksida terendah adalah krey payung yaitu sebesar

0.039 g.

Daya serap karbondioksida dikonversi dari massa karbondioksida dan luas

daun dengan bobot basah daun yang sama (30 g) menggunakan persamaan 4.

Nilai massa karbohidrat dan massa karbondioksida yang tinggi tidak selalu

menghasilkan daya serap karbondioksida yang tinggi, karena faktor luas daun

sebagai faktor pembagi tidak sama pada setiap jenis tanaman. Kenanga

mempunyai massa karbohidrat yang paling tinggi diantara lainnya, tetapi karena

luas daun sebagai pembagi besar pula (1661,70 cm2), maka daya serap

karbondioksida yang dihasilkan bukan merupakan daya serap karbondioksida

yang paling tinggi. Daya serap karbondioksida tertinggi adalah Cassia sebesar

75,8 X 10-4 g cm-1, sedangkan terendah adalah Krey Payung sebesar 0,336 X 10-4

g cm-1. Cassia mempunyai luas daun yang terendah (205,50 cm2) dari 30 g sampel

daun dibandingkan jenis lainnya sehingga memungkinkan mempunyai daya serap

karbondioksida yang tinggi.

Daya Serap Karbondioksida

Penentuan daya serap karbondioksida tiap jam untuk tanaman

menggunakan persamaan 5. Daya serap karbondioksida yang dihasilkan

merupakan daya serap bersih tiap jenis tanaman dalam rentang waktu 1 jam,

sehingga dihasilkan daya serap daun tiap cm2. Untuk daya serap karbondioksida

(37)

Tabel 4 Daya serap karbondioksida tiap waktu

1. Flamboyan Caesapiniaceae 2,51 3,03

2. Johar Caesapiniaceae 2,92 1,97

3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 1,13 2,60

4. Asam Caesapiniaceae 0,60 0,01

5. Kempas Caesapiniaceae 0,98 0,65

6. Sapu tangan Caesapiniaceae 0,33 0,14

7. Bunga merak Caesapiniaceae 2,80 2,45

8. Cassia Caesapiniaceae 18,90 2,08

9. Krey Payung Sapindaceae 0,08 0,45

10. Matoa Sapindaceae 0,12 5,97

11. Rambutan Sapindaceae 0,12 0,06

12. Tanjung Sapotaceae 1,21 0,37

13. Sawo kecik Sapotaceae 1,64 0,48

14. Angsana Papilinoaceae 1,19 2,07

15. Dadap Papilinoaceae 2,71 3,21

16. Trembesi Mimosaceae 1,94 0,57

17. Saga Mimosaceae 2,05 0,72

18. Asam Kranji Mimosaceae 1,44 0,43

19. Mahoni Meliaceae 1,32 7,94

20. Khaya Meliaceae 0,55 2,86

21. Pingku Meliaceae 0,22 0,30

22. Beringin Moraceae 1,58 0,26

23. Nangka Moraceae 0,57 0,39

24. Kenanga Annonaceae 7,26 152,00

25. Sirsak Annonaceae 3,80 0,37

Tabel 4 menunjukan daya serap karbondioksida tiap cm2 yang tertinggi

adalah cassia (18,90 x 10-4 g cm-2 jam-1) sedangkan terendah adalah matoa (0,08

26 x 10-4 g cm-2 jam-1), Rata-rata daya serap karbondioksida tiap cm2 dari 25 jenis

tanaman hutan kota yang diteliti adalah 2,32 x 10-4 g cm-2 jam-1, Merbau pantai,

asam, kempas, sapu tangan, krey payung, matoa, rambutan, tanjung, angsana,

asam kranji, mahoni, khaya, pingku, dan nangka mempunyai daya serap yang

rendah karena di bawah nila rata-rata, Sedangkan flamboyan, johar, sawo kecik,

dadap, trembesi, saga, beringin, kenanga, sirsak, cassia, dan bunga merak

tergolong tinggi karena berada di atas nilai rata-rata,

Daya serap karbondioksida tiap daun untuk jenis tanaman hutan kota yang

(38)

29

mempunyai daya serap karbondioksida tiap daun tertinggi sebesar 1,52 g cm-2

jam-1, kenanga mempunyai daya serap tiap cm yang tinggi (7,26 x 10-4 g cm-2 jam

-1

) dan merupakan komposisi daun majemuk sehingga daya serap bersih tiap daun

sigifikan, Sedangkan daya serap karbondioksida tiap daun terendah adalah daun

asam yaitu sebesar 1,2 X 10-4 g cm-2 jam-1,Walaupun asam merupakan daun

dengan komposisi tunggal, tetapi karena mempunyai daya serap karbondioksida

tiap cm2 yang rendah (0,60 X 10-4 g cm-2 jam-1) dan luas daun yang rendah (1,98

cm2) maka daya serap karbondioksidanya tidak mengalami peningkatan yang

signifikan,

Nilai daya serap karbondioksida pada tanaman hutan kota kota pada tabel

4 mendukung penelitian Sinambela 2006 yang menghasilkan nilai daya serap

karbondioksida yang berada pada kisaran 10-4, Tetapi nilai daya serap

karbondioksida Sinambela 2006 pada jenis sama yang diteliti lebih rendah

dibandingkan dengan tabel 4, Hal ini karena faktor dari pemilihan lokasi/ tempat,

Kebun raya merupakan hutan kota yang dikelilingi oleh jalan utama di Bogor,

sehingga buangan gas karbondioksida sebagai hasil pembakaran kendaraan

bermotor lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kampus IPB Darmaga yang

menjadi pemilihan lokasi Sinamabela 2006,

Stomata

Daya serap bersih karbondiksida tiap jenis tanaman hutan kota merupakan

faktor utama dalam menentukan pemilihan jenis tanaman hutan kota, Daun

merupakan organ produsen fotosintesis utama yang menyerap karbondioksida,

Atas dasar ini, luas daun dijadikan parameter utama karena laju fotosintesis

persatuan tanaman sebagian besar ditentukan oleh luas daun (Sitompul & Guritno,

1995), Karbon masuk ke dalam tumbuhan sebagai karbondioksida (CO2) melalui

pori stomata yang terdapat di permukaan daun (Salisbury & Ross 1995), Oleh

karena itu, ukuran dan kerapatan stomata menentukan penyerapan

karbondioksida,

Penelitian stomata pada 25 jenis tanaman hutan kota ini, seluruh jenis

(39)

terdapat pada permukaaan bawah tanaman dan penelitian Sinambela 2005 yang

menemukan stomata pada jenis tanaman hutan kota hanya pada permukaan bawah

daun,

Tabel 5 Jarak, ukuran, dan kerapatan stomata daun tanaman hutan kota,

No Nama Jenis Famili

5. Kempas Caesapiniaceae 6,25 12,50 706

6. Sapu tangan Caesapiniaceae 11,25 6,25 111

7. Bunga merak Caesapiniaceae 12,50 12,50 507

8. Cassia Caesapiniaceae 18,75 18,75 503

9. Krey Payung Sapindaceae 7,50 6,25 232

10 Matoa Sapindaceae 11,25 11,25 492

11 Rambutan Sapindaceae 8,75 5,00 941

12 Tanjung Sapotaceae 6,25 7,50 103

13 Sawo kecik Sapotaceae 12,50 8,75 76

14 Angsana Papilinoaceae 15,00 12,50 76

15 Dadap Papilinoaceae 12,50 12,50 709

16 Trembesi Mimosaceae 12,50 5,00 220

17 Saga Mimosaceae 11,25 15,00 624

24 Kenanga Annonaceae 12,50 13,75 681

25 Sirsak Annonaceae 8,75 8,75 151

Perbedaan daya serap bersih karbondioksida disebabkan oleh perbedaan

(40)

masing-31

masing jenis berbeda-beda, Kerapatan stomata tertinggi adalah johar (811/mm2)

sedangkan kerapatan stomata terendah adalah pingku sebesar 62 /mm2)

Apabila dibandingkan untuk semua jenis tanaman hutan kota berdasarkan

tabel 4, maka daya serap bersih karbondioksida per jam yang paling tinggi adalah

cassia sebesar cassia sebesar 18,9 g cm-1 jam-1. Cassia mempunyai kerapatan

stomata per mm2 tinggi (503). Sedangkan yang terendah adalah krey payung

sebesar 0.084 g cm-1 jam-1 dengan kerapatan 232 /mm2.

Pada famili Sapindaceae, urutan daya serap karbondioksida dari yang

tertinggi adalah rambutan, matoa, krey payung. Urutan ini sebanding dengan

urutan kerapatan stomata.

Pada famili Sapotaceae daya serap karbondioksida pada sawo kecik lebih

tinggi dibandingkan tanjung. Hal ini diduga oleh faktor ketebalan relatif daun

pada sawo kecik lebih tinggi dibandingkan pada tanjung.

Pada famili Papilionaceae, daya serap karbondioksida pada dadap lebih

tinggi dibandingkan dengan angsana. Hal ini sebanding dengan urutan pada luas

dan kerapatan stomata serta luas daun,

Pada famili Mimosaceae, urutan daya serap karbondioksida dari yang

tertinggi adalah Saga, Trembesi, dan Asam Kranji. Urutan ini sebanding dengan

urutan luas dan kerapatan stomata, serta luas dan ketebalan relatif daun.

Pada famili Moraceae, daya serap karbondiooksida pada beringin lebih

tinggi dibandingkan daya serap pada nangka. Hal ini sebanding dengan luas dan

kerapatan stomata.

Pada famili Annonaceae, daya serap karbondioksidda pada kenanga lebih

tinggi dibandingkan dengan sirsak. Hal ini sebanding dengan kerapatan stomata

dan luas daun.

Berdasarkan perbandingan tiap famili, maka Annonaceae merupakan

famili dengan daya serap karbondioksida rata-rata tertinggi sebesar 5,53 x 10-4

g/cm2. Sapindaceae merupakan famili dengan daya serap karbondiosida rata-rata

terendah sebesar 0,17 x 10-4 g/cm2. Urutan daya serap karbondioksida rata-rata/

jam pada famili adalah Annonaceae, Caesalpiniaceae, Mimosaceae,

(41)

Ukuran dan kerapatan stomata tidak selalu berpengaruh sebanding

terhadap daya serap karbondioksida pada tanaman. Stomata tidak dapat

menggambarkan secara utuh hubungan dengan daya serap karbondioksida.

Daya Serap Karbondioksida Perpohon

Daya serap karbondioksida tiap pohon untuk masing-masing jenis selain

ditentukan oleh daya serap karbondioksida tiap cm2 juga sangat ditentukan oleh

jumlah daun/ pohon, Semakin banyak jumlah daun maka akan semakin tinggi pula

kemampuan serapan karbondioksidanya,

Tabel 6 Daya serap karbondioksida per pohon

No Nama Jenis Famili Jumlah

daya serap Bersih

karbondioksida/

ha(x 103 g/jam)

1. Flamboyan Caesapiniaceae 69.120 1,430 0,572

2. Johar Caesapiniaceae 292.880 2,750 1,100

3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 36.750 0,356 1,420

4. Asam Caesapiniaceae 739.200 0,118 0,047

5. Kempas Caesapiniaceae 1.543.764 4,970 1,990

6. Sapu tangan Caesapiniaceae 292.880 0,107 0,043

7. Bunga merak Caesapiniaceae 62.700 0,743 0,297

8. Cassia Caesapiniaceae 12.636.000 1280,000 511,000

9. Krey Payung Sapindaceae 4.465.125 11,800 4,704

10. Matoa Sapindaceae 274.153 7,180 2,870

11. Rambutan Sapindaceae 181.000 0,064 0,026

12. Tanjung Sapotaceae 460.000 0,102 0,041

13. Sawo kecik Sapotaceae 432.000 1,840 0,734

14. Angsana Papilinoaceae 26.666 0,217 0,087

15. Dadap Papilinoaceae 7.040 0,136 0,056

16. Trembesi Mimosaceae 248.062.500 66,300 26,500

17. Saga Mimosaceae 1.524.705 7,400 2,960

18. Asam Kranji Mimosaceae 97.920 0,218 0,087

19. Mahoni Meliaceae 71.280 2,500 1,000

20. Khaya Meliaceae 37.997 0,605 0,242

21. Pingku Meliaceae 11.920.000 99,300 39,700

22. Beringin Moraceae 10.230.000 622,000 2490,000

23. Nangka Moraceae 1.610.000 3,410 5,980

24. Kenanga Annonaceae 24.705 22,600 9,030

(42)

33

Tabel 6 menunjukan daya serap karbondioksida per pohon yang paling

tinggi untuk semua jenis tanaman hutan kota yang diteliti adalah cassia 1280

g/jam. Sedangkan jenis tanaman yang mempunyai daya serap terendah adalah

asam rambutan (0,064 g/jam),

Pada tanaman hutan kota yang diteliti di Kebun Raya Bogor, jenis

tanaman yang berumur < 50 tahun adalah flamboyan, sapu tangan, tanjung, sawo

kecik, dadap, nangka, kenanga, sirsak, dan bunga merak. Jenis tanaman yang

berumur antara 50 – 100 tahun adalah rambutan, asam kranji, mahoni, pingku,

beringin, dan cassia. Jenis tanaman yang berumur > 100 tahun adalah johar,

merbau pantai, asam, kempas, krey payung, matoa, angsana, trembesi, saga, dan

khaya.

Pada tanaman yang berumur < 50 th, Sirsak dan Kenanga merupakan jenis

yang mempunyai daya serap karbondioksida per pohon yang tertinggi ,.Walaupun

kenanga bukan jenis dengan jumlah daun per pohon yang tinggi (0,46 x 106 helai),

kenanga mempunyai daya serap karbondioksida yang tertinggi (7,26 g/cm2/jam)

dan didukung oleh luas daun perpohon tinggi (51,7 x 106 cm2). Sirsak memiliki

daya serap karbondioksida kategori tinggi (3,8 x 10-4 g/cm2/jam) dengan didukung

jumlah dan luas daun per pohon tinggi (1,01 x 106 helai dan 97,0 x 106 cm2).

Sedangkan Tanjung dan Sapu tangan merupakan jenis yang mempunyai daya

serap karbondioksida per pohon rendah (0,102 g/jam, 0,107 g/jam) karena daya

serap karbondioksida yang rendah (1,21 x 106 g/cm2/jam, 0,325 g/cm2/jam)

didukung oleh jumlah daun dan luas daun per pohon yang rendah (0,046 x 106

helai, 0,139 x 106 helai dan 1,39 x 106 cm2, 6,17 x 106 cm2), Urutan daya serap

karbondioksida per pohon pada kisaran umur ini adalah sirsak, kenanga, nangka,

sawo kecik, flamboyan, bunga merak, dadap, sapu tangan, tanjung.

Pada tanaman yang berumur 50 – 100 th, cassia (1280 g/jam) dan beringin

(622 g/jam) merupakan jenis tanaman yang mempunyai daya serap bersih

karbondioksida per pohon yang tinggi, cassia (13,76 x 106 helai) dan beringin

(8,18 x 106 helai) mempunyai jumlah daun perpohon tertinggi pada kisaran umur

ini. Walaupun cassia mempunyai daya serap karbondioksida tiap cm2 yang paling

rendah (0,189 g/cm2/jam), cassia mempunyai jumlah daun per pohon yang

(43)

karbondioksida per pohon yang tinggi. Rambutan merupakan jenis tanaman yang

mempunyai daya serap karbondioksida per pohon terendah (0,064 g/jam),

Rambutan memiliki jumlah daun perpohon yang terendah (0,181 x 106 helai) pada

kisaran umur 50-100 th. Urutan daya serap bersih perpohon pada kisaran umur ini

adalah cassia, beringin, pingku, mahoni, asam kranji, dan rambutan.

Trembesi merupakan jenis yang mempunyai daya serap bersih perpohon

yang tertinggi (2980 g/jam) pada kisaran umur ini. Trembesi memiliki jumlah

daun per pohon yang signifikan (2980 x 106 helai) dibandingkan jenis lainnya.

Asam merupakan jenis tanaman yang mempunyai daya serap karbondioksida

terendah (0,118 g/jam). Hal ini karena asam merupakan jenis yang mempunyai

daya serap karbondioksida tiap cm2 rendah (0,602 x 10-4 g/cm2/jam), luas dan

jumlah daun perpohon yang terendah (1,47 x 106 cm2 dan 17,7 x 106 helai)

dibandingkan jenis lainnya. Urutan daya serap karbondioksida per pohon pada

kisaran umur ini adalah trembesi, krey payung, saga, matoa, kempas, johar, khaya,

merbau pantai, bunga merak, asam.

Urutan daya serap karbondioksida per Ha lahan untuk masing-masing

klasifikasi berbanding lurus dengan daya serap karbondioksida per pohon, Hal ini

berdasarkan persamaan 7 yang menggunakan faktor kali yang sama, Sehingga

urutan daya serap karbondioksida per Ha lahan pada kisaran umur < 50 th dalah

adalah sirsak, kenanga, nangka, sawo kecik, flamboyan, bunga merak, dadap,

sapu tangan, tanjung, Kisaran umur 50-100 th, cassia, beringin, pingku, mahoni,

asam kranji, dan rambutan, Kisaran umur > 100 th, trembesi, angsana, saga,

matoa, kempas, johar, khaya, merbau pantai, bunga merak, asam,

Nilai daya serap karbondioksida pada tabel 6 untuk tanaman hutan kota

yang sejenis yaitu krey payung dan sawo kecik lebih tinggi dibandingkan dengan

Sinambela 2006. Faktor yang mempengaruhi adalah nilai daya serap

kabondioksida tiap luas daun dan jumlah daun perpohon. Selain nilai daya serap

karbondioksida tiap luas daun yang lebih tinggi, nilai jumlah daun perpohon pun

pada tabel 6 lebih tinggi sehingga nilai daya serap karbondiosida perpohonnya

(44)

35

Daya Serap Karbondioksida Kebun Raya Bogor

Kebun raya bogor memiliki 223 famili, 3.416 jenis, dan 13.667 spesimen.

Pendugaan daya serap karbondioksida kebun raya bogor menggunakan

pendekatan median dan pendekatan taksonomi,

Tabel 7 Pendugaan daya serap total karbondioksida Kebun Raya Bogor

No Nama jenis Daya serap

karbondioksida/

pohon

Jumlah pohon Daya serap total

1. Cassia 1280 10 12800

Daya serap tanaman lain 10011,182

(45)

Tabel 7 menunjukan bahwa daya serap karbondioksida seluruh Kebun

Raya Bogor adalah 115312,022 g/jam atau 0,11 ton g/jam, Pendugaan daya serap

total karbondioksida Kebun Raya Bogor berdasarkan pendekatan taksonomi

adalah 0,54 ton/jam (lampiran 7), Nilai yang diperoleh lebih besar dibandingkan

dengan menggunakan pendekatan median. Pendekatan taksonomi menggunakan

nilai dari tiap jenis yang mewakili famili. Kedua hasil ini mengindikasikan bahwa

Kebun Raya Bogor mempunyai fungsi sebagai penyerap karbondoksida. Oleh

karena itu, keberadaan kebun raya memungkinkan sebagai rosot karbon di

wilayah Bogor. Hal ini memantapkan Kebun Raya Bogor sebagai hutan kota yang

berfungsi untuk menyerap karbon, menghindarkan efek pulau bahang, dan

(46)

KESIMPULAN

Daya serap karbondioksida tiap cm2 tertinggi adalah cassia sebesar 18,9 g cm-1 jam-1, sedangkan yang terendah adalah krey payung sebesar 0.084 g cm-1 jam-1. Jenis tanaman hutan kota di Kebun Raya Bogor yang memiliki daya serap karbondioksida tiap luas daun terbaik berdasarkan metode karbohidrat adalah

kenanga, sirsak, bunga merak, johar, flamboyan, dadap, saga, trembesi,sawo

kecik, beringin, tanjung.

Daya serap bersih karbondioksida tertinggi tiap daun adalah kenanga

sebesar 1.52 g cm-2 jam-1. Sedangkan daya serap bersih karbondioksida tiap daun terendah adalah daun asam yaitu sebesar 1.2 X 10-4 g cm-2 jam-1.

Kemampuan serapan karbodioksida tiap pohon dipengaruhi oleh jumlah

daun. Pada klasifikasi umur <50 tahun, daya serap karbondioksida tertinggi adalah

sirsak (25.4 g/pohon/jam) dan kenanga (22.6 g/pohon/jam). Pada klasifikasi

50-100 tahun, daya serap karbondiksida teringgi adalah cassia(1280 g/pohon/jam)

dan beringin (622 g/pohon/jam). Pada klasifikasi > 100 tahun, daya serap

karbondioksida tertinggi adalah trembesi (66.3 g/pohon/jam) dan krey payung

(11.3 g/pohon/jam).

Daya serap karbondioksida Kebun Raya Bogor menggunakan pendekatan

median adalah 0.11 ton/jam sedangkan menggunakan pendekatan taksonomi

adalah 0.54 ton/ jam. Kondisi ini memantapkan Kebun Raya untuk menjalankan

(47)

Atmowidi T. 1998. Peningkatan Konsentrasi Karbondioksida Lingkungan dan Pengaruhnya Terhadap Interaksi Serangga Tanaman [skripsi]. Bogor: Departemen Biologi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Benson L. 1957. Plant Classification. Boston: DC Heath and Company

Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan. Jakarta: APHI.

Dahlan, EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB Press

Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: U.I Press

Grey GW, Deneke FJ. 1986. Urban Forestry. New York: John Wiley and Sons. Harjadi SS. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta: PT Gramedia Jakarta

Kamen MD. 1963. Primary Processes in Fhotosynthesis. New York: Academic Press

Kartasapoetra AG. 1991. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan (tentang Sel dan Jaringan). Jakarta: PT Rieke Cipta

Karyadi H. 2005. Pengukuran Daya Serap Karbondioksida 5 Jenis Tanaman Hutan Kota [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Lakitan B. Dasar – dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Rajawali Press.

Murdiyaso D. 1999. Perlindungan Atmosfer melalu Perdagangan Karbon : Paradigma Baru dalam Sektor Kehutanan [orasi ilmiah]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

(48)

39

Sinambela T. 2006. Kemampuan Serapan Karbondioksida Tanaman Hutan Kota [skripsi]. Bogor. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Salisbury FB, Cleon WR. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press

Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Sutrian Y. 1992. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan tentang Sel dan Jaringan. Jakarta: PT. Rineke Cipta.

(49)
(50)

41 Lampiran 1 Data penunjang tanaman hutan kota

(51)

42 Lampiran 2 Luas daun tanaman hutan kota

(52)

43 Lampiran 3 Kadar air tanaman hutan kota

No Nama Jenis Famili Berat basah Berat Kering Kadar air

1. Flamboyan Caesapiniaceae 30 10,25 65,84

2. Johar Caesapiniaceae 30 14,22 52,59

3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 30 8,50 71,68

4. Asam Caesapiniaceae 30 11,26 62,46

5. Kempas Caesapiniaceae 30 11,33 62,24

6. Sapu tangan Caesapiniaceae 30 17,16 42,82

7. Bunga merak Caesapiniaceae 30 24,69 17,68

8. Cassia Caesapiniaceae 30 11,51 61,62

9. Krey Payung Sapindaceae 30 14,63 53,76

10. Matoa Sapindaceae 30 16,07 51,25

11. Rambutan Sapindaceae 30 12,65 46,44

12. Tanjung Sapotaceae 30 13,10 57,84

13. Sawo kecik Sapotaceae 30 14,02 56,35

14. Angsana Papilinoaceae 30 11,26 53,25

15. Dadap Papilinoaceae 30 7,73 62,47

16. Trembesi Mimosaceae 30 14,63 74,22

(53)

44 Lampiran 4 Analisis data karbohidrat tanaman hutan kota

No Nama Jenis Famili Berat

(54)

45 Lampiran 5 Ukuran dan luas stomata tanaman hutan kota

(55)
(56)
(57)
(58)

Gambar

Gambar 1 Stomata Tipe Amaryllidaceae
Gambar 2 Stomata Tipe Helleborus
Tabel 1 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota menggunakan alat IRGA
Tabel 2 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota menggunakan metode analisis karbohidrat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Itu berarti tidak sesuai dengan harapan pihak Kebun Raya Bdgdr yaitu tidak mencapai target yang diharapkan dleh Kebun Raya Bdgdr, menurut salah satu pegawai

Kesepuluh jenis capung ini tersebar di beberapa lokasi di Kebun Raya Bogor yaitu, Taman Lebak Sudjana Kassan, Kafe Dedaunan, Koleksi Tanaman Air, dan Istana Bogor..

Sistem Informasi Geografis Kebun Raya Bogor Berbasis Web.. Komisi

Sistem Informasi Geografis Kebun Raya Bogor Berbasis Web.. Komisi

Responden yang memiliki kesulitan dalam bernavigasi ditanyakan mengenai orientation sign yang berada di dalam Kebun Raya Bogor, dan pengunjung tersebut mengatakan bahwa

1) Analisis xilem, floem, kolenkim pada bagian akar tanaman Hanjuang (Cordyline furticosa) di Kebun Raya Bogor. 2) Analisis stomata, kolenkim, karotenoid, zar ergastik

Hasil wawancara dengan Informan Kunci dan Informan dari Kebun Raya Bogor LIPI diketahui bahwa, Peningkatkan kualitas pelayanan dilakukan oleh Kebun Raya Bogor LIPI

Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dipimpin oleh seorang Kepala Pusat yang secara struktural membawahi Bidang Konservasi Ex-situ, Bagian Tata Usaha, UPT