SRI PURWANINGSIH
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN
EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman
Hutan Kota di Kebun Raya Bogor
SRI PURWANINGSIH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN
EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor
Nama : Sri Purwaningsih NRP : E 34102028
Program Studi : Konservasi Sumberdaya Hutan
Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas : Kehutanan
NIP: 130 875 597
Diketahui
Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP: 131 430 799
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya sehingga Karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul
Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota dilaksanakan di
Kebun Raya Bogor sejak bulan Agustus 2006.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Endes N. Dahlan, MS
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Bapak Jati, Bapak Harun, dan Bapak Prapto dari Kebun Raya Bogor, Bapak
Hapid dari Balai Besar Biogen, yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga serta
teman-teman, atas segala doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal
16 Mei 1985. Penulis merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara
pasangan Tata Ruhanta dan Ipong. Tahun 2002 penulis lulus dari
SMU Negeri 1 Situraja, Sumedang. Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis
di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
tahun 2002, dengan memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah
melakukan praktek lapang yaitu Praktek Umum Pengenalan Hutan (P3H) di
Baturraden dan Cilacap, Jawa Tengah; Praktek Umum Pengenalan Hutan di
BKPH Kebasen, KPH Banyumas Timur, Jawa Tengah dan terakhir penulis
menyelesaikan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan pada tahun 2006.
Organisasi yang pernah diikuti penulis antara lain Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan periode 2003 – 2004, Himpunan
Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA) dan DKM
Ibaadurrahman 2002 - 2006. Selain itu, penulis pernah menjadi Asisten Ilmu
Tanah Hutan tahun 2003 - 2004, Asisten Pendidikan Agama Islam (PAI) tahun
2004 – 2005, dan Asisten Inventarisasi Sumberdaya hutan tahun 2005. Prestasi
yang pernah diraih penulis yaitu mengikuti Pekan Ilmiah Kehutanan (PIMNAS)
XIX di Universitas Muhamadiyah Malang (UMM) di Malang, Jawa Timur tahun
ABSTRAK
SRI PURWANINGSIH. Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh ENDES N DAHLAN.
Karbondioksida (CO2) adalah salah satu jenis gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap karbondioksida. Untuk memaksimalkan fungsi hutan khususnya hutan kota sebagai penyerap CO2,, maka diperlukan tanaman yang mempunyai kemampuan serapan CO2 yang maksimal. Dalam penelitian ini dihitung kemampuan serapan CO2 pada 25 jenis tanaman hutan kota yaitu : flamboyan, johar, merbau pantai, asam, kempas, sapu tangan, bunga merak, cassia, krey payung, matoa, rambutan, tanjung, sawo kecik, angsana, dadap, trembesi, saga, asam kranji, mahoni, khaya, pingku, beringin, nangka, kenanga, dan sirsak sehingga dapat ditentukan jenis pohon dengan daya serap yang tinggi. Metode yang digunakan adalah konversi dari karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Faktor penting yang diukur berdasarkan data primer adalah luas daun, jumlah daun tiap pohon dan umur pohon. Untuk menaksir kemampuan serapan karbondioksida di Kebun Raya Bogor menggunakan pendekatan median dan taksonomi.
Nilai daya serap karbondioksida berbanding lurus dengan persentasi penyerapan karbohidrat. Perbedaan daya serap karbondioksida tiap cm2 dipengaruhi oleh luas daun tiap helai, ukuran dan kerapatan stomata. Daya serap karbondioksida tiap cm2 tertinggi adalah cassia sebesar 18,9 gcm-1jam-1, sedangkan yang terendah adalah krey payung sebesar 0.084 gcm-1jam-1. Jenis tanaman hutan kota di Kebun Raya Bogor yang memiliki daya serap karbondioksida tiap luas daun terbaik berdasarkan metode karbohidrat adalah kenanga, sirsak, bunga merak, johar, flamboyan, dadap, saga, trembesi,sawo kecik, beringin, tanjung. Daya serap bersih karbondioksida tertinggi tiap daun adalah kenanga sebesar 1.52 gcm-2jam-1. Sedangkan daya serap bersih karbondioksida tiap daun terendah adalah daun asam yaitu sebesar 1.2 X 10-4 gcm-2jam-1.
Kemampuan serapan karbodioksida tiap pohon dipengaruhi oleh jumlah daun. Pada klasifikasi umur <50 tahun, daya serap karbondioksida tertinggi adalah sirsak (25.4 g/pohon/jam) dan kenanga (22.6 g/pohon/jam). Pada klasifikasi 50-100 tahun, daya serap karbondiksida teringgi adalah cassia(1280 g/pohon/jam) dan beringin (622 g/pohon/jam). Pada klasifikasi > 100 tahun, daya serap karbondioksida tertinggi adalah trembesi (66.3 g/pohon/jam) dan krey payung (11.3 g/pohon/jam).
DAFTAR ISI
Peningkatan Konsentrasi Karbondioksida Lingkungan ... 12
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Kebun Raya Bogor ... 15
Jenis dan Cara Pengambilan Data ... 18
Analisis Data ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Massa Karbohidrat ... 25
Daya Serap Karbondioksida ... 27
Stomata ... 29
Daya Serap Karbondioksida perpohon ... 32
Daya Serap Karbondioksida Kebun Raya Bogor ... 35
KESIMPULAN ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota
menggunakan alat IRGA ... 13
2 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota menggunakan metode karbohidrat ... 14
3 Massa karbohidrat dan daya serap karbondioksida per 4 jam ... 25
4 Daya serap karbondioksida tiap waktu ... 28
5 Jarak, ukuran, dan kerapatan stomata daun tanaman hutan kota. ... 30
6 Daya serap karbondioksida per pohon dan Ha lahan ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Data penunjang tanaman hutan kota ... 41
2 Luas daun tanaman hutan kota ... 42
3 Kadar air tanaman hutan kota ... 43
4 Analisis data karbohidrat tanaman hutan kota ... 44
5 Ukuran dan luas stomata tanaman hutan kota ... 45
6 Jumlah koleksi yang ada di Kebun Raya Bogor periode Oktober 2006 ... 46
7 Daya serap karbondioksida kategori famili di Kebun Raya Bogor berdasarkan sistem taksonomi ... 50
8 Daun dan Stomata Tanaman Hutan kota ... 55
9 Gambar Leaf Area Meter (alat pengukur luas daun) ... 68
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu permasalahan lingkungan global saat ini yang menjadi isu
penting adalah pemanasan global. Pemanasan global merupakan akibat dari
penyerapan gelombang panas oleh gas-gas atmosfer sehingga suhu atmosfer bumi
naik yang disebut sebagai Efek Rumah Kaca (EFK). Gas-gas atmosfer yang dapat
menyerap gelombang panas adalah Gas Rumah Kaca (GRK). Gas rumah kaca
yang penting adalah Karbondioksida (CO2). Karbondioksida dihasilkan dari pernafasan, pembusukan, dan pembakaran.
Tanaman mempunyai kemampuan untuk berfotosintesis yang
menggunakan karbondioksida dan air sebagai bahan baku. Hutan merupakan rosot
karbon yang penting, hutan juga merupakan salah satu pengatur GRK. Dengan
adanya hutan sebagai salah satu rosot karbon, kadar karbondioksida di atmosfer
akan menurun. Tetapi kemampuan hutan sebagai rosot karbon semakin
berkurang. Berkurangnya kemampuan hutan ini akibat dari menurunnya luasan
hutan yang disebabkan oleh penebangan, kebakaran, dan konversi hutan menjadi
pemukiman, industri dan sejenisnya. Oleh karena itu perlu dibangun hutan kota
untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut.
Salah satu antisipasi yang dapat dilakukan dalam menghadapi perubahan
iklim dan pemanasan global diakibatkan oleh meningkatnya gas rumah kaca
adalah mengetahui jenis-jenis tanaman hutan kota yang mempunyai kemampuan
tinggi dalam menyerap CO2. Maka perlu dilakukan upaya pendekatan dalam usaha untuk mengetahui kemampuan serapan CO2 oleh tanaman hutan kota.
Kebun Raya Bogor (KRB) merupakan salah satu bentuk hutan kota yang
berada di kota Bogor. KRB sebagai kawasan konservasi ex-situ memiliki potensi
kekayaan tumbuhan koleksi yang cukup menarik. Berdasarkan registrasi periode
Oktober 2006, KRB memiliki koleksi 223 famili, 3.416 jenis, 1.268 marga dan
13.667 spesimen yang ditanam di atas areal kebun seluas 87 hektar. Keberadaan
KRB yang memiliki visi menjadi kebun raya kelas dunia, terutama dalam bidang
konservasi tumbuhan, penelitian, dan pelayanan dalam aspek botani, pendidikan
KRB akan terjamin kelestariannya hingga masa yang akan datang. Hal ini
mendorong KRB sebagai salah satu potensi rosot karbondioksida yang ada di
Kota Bogor
Tujuan
1. Menentukan kemampuan serapan CO2 jenis tanaman hutan kota di Kebun Raya Bogor.
2. Menentukan jenis tanaman hutan kota yang lebih memenuhi fungsi
sebagai penyerap karbondioksida.
3. Menaksir kemampuan Kebun Raya Bogor untuk menyerap
karbondioksida.
Manfaat
1. Memberikan data tentang daya serap CO2 jenis tanaman hutan kota.
2. Memberikan alternatif pertimbangan dalam penentuan jenis tanaman hutan
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Kota
Hutan kota menurut Peraturan Pemerintah (PP) no 63 tahun 2003 adalah
suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di
dalam perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan
sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang.
Bentuk hutan kota menurut Dahlan (2004), meliputi :
a. Pekarangan
Halaman pekarangan rumah ditanami bebungaan dan bebuahan, agar
rumah dapat terlihat indah dan semarak. Lingkungannya pun akan terasa
sejuk. Tanaman bunga dapat menampakan suasana yang semarak indah,
sedangkan hasil dari tanaman buah dapat dinikmati hasilnya.
b. Sekitar Gedung
Bangunan perkantoran dan sekolah akan lebin indah jika dilengkapi
dengan tanaman. Selain berfungsi untuk keindahan dan kesejukan juga
suasana yang semarak indah dapat meningkatkan kegairahan hidup.
c. Taman Kota
Taman kota dapat diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata
sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia
untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah
d. Taman Atap
Bangunan bertingkat yang yang dilengkapi dengan tempak agak luas di
lantai atasnya dapat dilengkapi pula dengan tanaman buah dalam pot
maupun dengan tanaman bunga.
e. Taman burung
Lahan yang ada di dalam kota maupun dipinggiran kota dapat dibangun
taman burung. Hutan kota yang akan dibangun dengan konsep Hutan kota
yang baik akan menarik kedatangan aneka jenis burung untuk mencari
f. Bawah jalan layang
Tempat yang terdapat di bawah jalan layang dapat dilengkapi dengan pot
tanaman sehingga kesan kaku, keras dan gersang yang muncul karena
adanya dinding semen dapat sedikit diperhalus oleh tanaman.
g. Tempat Parkir
Lahan tempat parkir yang tersedia harus ditanami dengan pohon yang
cukup tinggi dan rindang agar lingkungan tempat parkir dapat lebin sejuk
dan nyaman.
h. Sisi jalan Raya dan Tol
Jalur di kiri dan kanan jalan tol yang paling dekat dengan jalur kendaraan
sebaiknya ditanami dengan semak yang batangnya liat dan tidak berduri.
Di sebelah luar dari jalur tanaman tadi hendaknya ditanami pula dengan
perdu dan di sisi paling luar ditanami dengan pohon yang tinggi.
i. Kebun Binatang dan Kebun Raya
Kebun raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu
bentuk hutan kota. Kebun raya ada yang bersifat ekonomi dan bertujuan
utama untuk ilmiah.
j. Kuburan dan Taman Makam Pahlawan.
Kuburan dan taman makam pahlawan perlu ditanami dengan bebungaan
agar menjadi semarak indah, tidak berkesan menakutkan. Lokasi ini perlu
ditanami agar lebih teduh, sejuk, dan nyaman tetapi tidak terlalu gelap.
k. Sempadan Pantai
Pantai khususnya yang menjadi tempat wisata perlu ditanami dengan
pepohonan agar suasananya menjadi agak sejuk. Pepohonan dapat
mengurangi laju kecepatan angin.
l. Kiri Kanan Sungai dan Sekitar Waduk
Daerah di sebelah hulu waduk, di kiri kanan sungai, serta daerah yang
mengitari waduk agar ditanami pepohonan, dengan tujuan agar erosi dapat
ditekan sekecil mungkin.
m. Sekitar Mata Air dan Daerah Resapan
Daerah resapan air serta daerah dengan radius minimal 100 m dari mata air
5
n. Lapangan Golf
Daerah di sekitar lapangan golf atau daerah di dalam wilayah lapangan
golf yang masih memungkinkan untuk ditanami pepohonan, agar ditanam
pepohonan yang mempunyai daya transpirasi yang rendah, agar air yang
telah masuk meresap ke dalam tanah tidak diuapkan kembali oleh
tanaman.
Fungsi dan Manfaat Hutan Kota
Dahlan (2004) menyebutkan bahwa hutan kota memiliki beberapa fungsi
dan manfaat penting, diantaranya :
1. Fungsi penyehatan lingkungan meliputi penyerap dan penjerap partikel
logam industri, penyerap dan penjerap partikel timbal dari kendaraan
bermotor, penyerap dan penjerap debu semen, mengurangi bahaya hujan
asam, penyerap gas beracun, penyerap gas karbondioksida.
2. Fungsi pengawetan meliputi pelestarian plasma nutfah dan sebagai habitat
burung.
3. Fungsi estetika meliputi meningkatkan citra dan menutupi bagian kota
yang kurang baik.
4. Fungsi perlindungan meliputi peredam kebisingan, ameliorasi iklim,
penapis cahaya silau, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi
penggenangan, mengatasi intrusi air laut, mengamankan pantai dan
membentuk daratan, mengatasi penggurunan.
5. Fungsi produksi meliputi produksi air tanah, kayu, kulit, getah, bunga, dan
buah, madu lebah.
6. Fungsi lainnya meliputi identitas wilayah, pengelolaan sampah,
pendidikan dan penelitian, mengurangi stress, penunjang rekreasi dan
pariwisata, hobi dan pengisi waktu luang, pertahanan dan keamanan,
tempat berjualan, tempat pesta.
Pemilihan Jenis Tanaman Hutan Kota
Jenis yang ditanam dalam program pembangunan dan pengembangan
agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan tanaman tersebut dapat
menanggulangi masalah lingkungan yang muncul ditempat itu dengan baik.
Menurut Dahlan (1992) informasi yang perlu diperhatikan adalah :
1. Persyaratan endemis : pH, jenis tanah, tekstur, altitude, salinitas dan
sejenisnya.
2. Persyaratan meteorologis : suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, dan
radiasi sinar matahari.
3. Persyaratan umum tanaman
4. Persyaratan untuk pohon peneduh jalan
5. Persyaratan estetika
6. Persyaratan untuk pemanfaatan khusus ; Disesuaikan dengan tujuan.
Fotosintesis
Fotosintesis adalah proses pada tanaman hijau dengan bantuan klorofil dan
cahaya, mengubah karbondioksida dan air menjadi karbohidrat dan molekul
oksigen (Kamen, 1963). Jumlah CO2 dalam udara biasanya tidak berubah - ubah, tetapi dalam sel-sel yang mengandung klorofil terjadi perubahan CO2. Oleh sebab itu, CO2 dapat diisap atau dilepaskan oleh daun-daunnya. Fotosintesis memerlukan klorofil, dan klorofil biasanya terdapat dalam kloroflas. Karena
sel-sel mesofil mengandung kloroflas, maka mesofil adalah jaringan tempat proses
fotosintesis berlangsung (Soemarwoto et al., 1980). Produktivitas tanaman dapat dengan tepat ditaksir dengan mengukur baik oksigen maupun karbondioksida
yang digunakan dalam proses fotosintesis karena jumlah C dalam CO2 berbanding lurus dengan jumlah C terikat dalam gula selama fotosintesis, produktivitas dapat
diduga dengan menghilangnya CO2 di lingkungannya (Harjadi 1979).
Lakitan (1993) menyebutkan faktor genetik yang mempengaruhi kemampuan
atau efisiensi tumbuhan dalam mensintesis karbohidrat yaitu :
1. Perbedaan antar spesies
Berdasarkan proses fotosintesis ada tiga golongan besar tumbuhan yaitu
tumbuhan C4, tumbuhan C3, dan tumbuhan CAM. Tumbuhan C4 yaitu
tumbuhan yang mempunyai produk awal fotosintesis berupa senyawa
7
rumputan asal tropis. Tumbuhan C-3 adalah tumbuhan yang menghasilkan
produk awal fotosintesis dengan 3 atom C, yakni asam 3-fosfogliserat,
contohnya seluruh gymnospermae, pteridophyta, bryophyta, dan
ganggang. Tumbuhan CAM ditandai dengan metabolisme unik dimana
melibatkan proses karboksilasi ganda berurutan, contohnya : jenis sekulen
dan tumbuh di daerah kering. Tumbuhan C4 secara umum mempunyai laju
fotosintesis yang tertinggi. Sementara tumbuhan CAM mempunyai laju
fotointesis terendah.
2. Umur daun dan letak daun
Kemampuan umur daun untuk berfotosintesis akan meningkat pada awal
perkembangan daun, tetapi kemudian menurun sebelum daun tersebut
berkembang penuh. Daun yang mengalami scnesscene akan berwarna kuning dan hilang kemampuannya untuk berfotosintesis karena
perombakan klorofil dan hilangnya kloroplas.
4. Pengaruh laju translokasi fotosintat
Fotosintesis dipengaruhi oleh laju translokasi hasil fotosintesis (fotosintat,
dalam bentuk sukrosa) dari daun ke organ-organ penampung yang
berfungsi sebagai lumbung. Perlakuan pemotongan organ seperti umbi,
biji, atau buah yang sedang membesar dapat menghambat laju fotosintesis
untuk beberapa hari, terutama daun yang berdekatan dengan organ yang
dibuang tersebut. Tumbuhan dengan laju fotosintesis tinggi juga memiliki
laju translokasi fotosintat yang tinggi.
5. Pengaruh intensitas cahaya
Cahaya merupakan sumber energi untuk reaksi anabolik fotosintesis.
Secara umum fiksasi CO2 maksimum terjadi disekitar tengah hari, yakni pada saat intensitas cahaya mencapai puncaknya. Namun, efisiensi
fototsintesis maksimum tercapai pada intensitas cahaya matahari penuh
dan hari panjang yang hasil tertinggi tanaman dicapai. Adanya penutupan
cahaya matahari oleh awan akan mempengaruhi laju fotosintesis. Menurut
Gardner et al.(1991) peningkatan cahaya secara berangsur –angsur akan meningkatkan fotosintesis sampai tingkat kompesasi cahaya yaitu tingkat
6. Ketersediaan CO2
CO2 adalah bahan utama fotosintesis . Kecepatan fotosintesis meningkat dengan meningkatnya konsentrasi CO2 intra seluler. Konsentrasi CO2 dan pembukaan stomata mempengaruhi fotosintesis. Menurut Gardner et al. (1991) karbondioksida merupakan komponen gas di udara, yaitu sekitar
0,034 %CO2. Walaupun konsentrasi CO2 itu rendah, 85-92 % berat kering tanaman berasal dari pengambilan CO2 dalam fotosíntesis (Gardner et al. 1991).
7. Pengaruh suhu
Pengaruh suhu terhadap fotosintesis tergantung spesies dan kondisi tempat
tumbuhnya. Secara umum suhu optimum untuk fotosintesis setara dengan
suhu siang pada habitat asalnya.
8. Ketersediaan air
Pengaruh utama kekurangan air pada fotosintesis adalah dalam hal
aktivitas membuka dan menutupnya stomata. Apabila kekurangan air
makin parah, tahanan mesofil juga akan meningkat karena adanya
kerusakan permanen pada peralatan fotosintesis.
9. Kesehatan daun
Daun yang teserang penyakit menyebabkan tidak bisa melakukan
fotosintesis secara optimal.
10.Polutan atmosferik
Banyak polutan di atmosfer mempengaruhi kecepatan fotosintesis dari
daun sebab polutan dapat masuk ke dalam klorofil daun. Pengaruhnya
mungkin komplkes dan berbeda-beda untuk masing-masing polutan.
Stomata Dan Trikoma
Karbon masuk ke dalam tumbuhan sebagai karbondioksida (CO2) melalui pori stomata, yang paling banyak terdapat di permukaan daun dan air keluar
secara difusi melalui pori yang sama pada saat stomata terbuka (Salisbury 1995).
Stomata adalah poros atau lubang – lubang yang terrdapat pada epidermis yang
9
kemungkinan pula hanya terdapat pada satu permukaannnya saja, yaitu pada
permukaan bagian bawah (Abaxial surface) (Sutrian, 1992).
Stomata banyak sekali bentuknya (Wilkinson 1979 dalam Salisbury 1995). Beberapa ahli anatomi bersikukuh bahwa stomata hanya terdiri dari bukaan, tapi
ilmuan yang lainnya (Esau, 1965; Mauseth, 1988 dalam Salisbury 1995) menggunakan nama tersebut untuk seluruh perangkat stomata, termasuk sel
penjaga. Maka, bukaannya disebut pori stomata Di sebelah setiap sel penjaga,
biasanya terdapat satu atau bebrapa epidermis lain yang berubah bentuk yang
disebut sel pelengkap. Air menguap dalam daun, dari dinding sel parenkima
palisade dan parenkima bunga karang yang secara bersama disebut mesofil, ke
dalam ruang antar sel yang sinambung dengan udara di luar, saat stomata
membuka (Salisbury 1995)
Stomata tumbuhan pada umumnya membuka saat matahari terbit dan
menutup saat hari gelap, sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan untuk fotosintesis pada siang hari. Umumnya proses pembukaan memerlukan
waktu sekitar 1 jam dan penutupan berlangsung secara bertahap sepanjang sore.
Stomata menutup lebih cepat jika tumbuhan di tempatkan dalam gelap secara
tiba-tiba. Tingkat cahaya yang tinggi mengakibatkan stomata membuka lebih besar.
Pada sebagian besar tumbuhan, konsentrasi CO2 yang rendah di daun membuat stomata membuka. Sebaliknya, konsentrasi CO2 yang tinggi di daun menyebabkan stomata menutup sebagian. Stomata tanggap terhadap tingkat CO2 yang berada di antara sel, tetapi tidak terhadap konsentrasi CO2 di permukaan daun dan di pori stomata (Mott 1988 dalam Salisbury 1995).
Menurut Goldsworthy, Fisher (1992) pembukaan Stomata dipengaruhi
oleh :
1. Karbondioksida (CO2). Pembukaan stomata berkurang bila kadar ruang-ruang antar sel bertambah. Penurunan CO2 di ruang antar sel akan menyebabkan terbukanya stomata.
2. Cahaya. Pengurangan cahaya menyebabkan pembukaan stomata berkurang
pada kebanyakan tumbuhan.
3. Suhu. Bila faktor-faktor lain tak terkendali, stomata sering kali akan
faktor-faktor lain konstan, stomata biasanya akan membuka lebih lebar
bila suhu meningkat.
4. Potensial air daun. Pembukaan stomata biasanya mengecil bila potensial
air daun menurun.
5. Angin. Kenaikan kecepatan angin menyebabkan pembukaan stomata
berkurang. Pengaruh angin secara langsung dapat disebabkan oleh gerakan
daun secara mekanis. Pengurangan pembukaan stomata dalam keadaan
berangin akan mengurangi pembukaan stomata apabila laju evaporasi
potensialnya tinggi.
6. Laju fotosintesis. Penurunan laju fotosintesis akan mengurangi pembukaan
stomata dan dengan demikian mengawetkan air dengan meningkatkan
potensial air melalui pengurangan transpirasi.
Schwendener dalam Kartasapoetra (1991) mengemukakan tentang bentuk-bentuk stomata berdasarkan letak penebalan – penebalan pada sel penutup.
Bentuk-bentuk tersebut dibedakan atas :
1. Bentuk amaryllidaceae. Bentuk sel penutup yang menyerupai ginjal. Dinding punggungnya tipis tetapi dinding perutnya lebih tebal, baik
dinding atas maupun dinding bawah ternyata mempunyai penebalan –
penebalan kutikula. Sel – sel tetangganya sangat berbatasan dengan sel
penutup.
Gambar 1 Stomata Tipe Amaryllidaceae
11
Gambar 2 Stomata Tipe Helleborus
3. Bentuk Gramineae. Bentuk sel penutupnya seperti halter, dinding sel bagian penutupnya tebal, bagian ini merupakan penopang pada halter
tersebut. Masing-masing ujung dinding selnya tipis, sedangkan dinding
atas dan bawahnya demikian tebal.
Gambar 3 Penampang-penampang pada Stomata Tipe Gramineae
4. Bentuk Mnium. Bentuk sel penutup seperti ginjal. Dinding perutnya tipis.
Trichoma adalah rambut – rambut tumbuh yang berasal dari sel-sel
epidermis yang mempunyai bentuk, susunan serta fungsinya bervariasi. Trichoma
terdapat pada hampir semua organ tumbuh-tumbuhan itu masih hidup atau aktif.
Di samping itu, terdapat juga trichoma yang hidupnya hanya sebentar. Trichoma
dapat memperbesar fungsi epidermis sebagai jaringan pelindung, terutama
mencegah penguapan yang berlebihan (Sutrian 1992).
Peningkatan Konsentrasi CO2 Lingkungan
Kemungkinan perubahan iklim yang bisa diharapkan akibat peningkatan
kadar CO2 mendapat perhatian yang besar akhir-akhir ini. Peningkatan CO2
dalam atmosfer meningkat 280 ppm satu abad yang lalu (Nerburger 1995). Lebih
dari 50 % akibat dari pembakaran fosil. Peningkatan CO2 akibat penggundulan hutan, pembakaran kayu dan kertas. Kemampuan biosfer dan lautan menyerap
kelebihan CO2. Penggunaan bahan bakar fosil dapat meningkatkan 5 kali CO2 awal (Nerburger 1995). Tahun 1958 konsentrasi CO2 atmosfer sekitar 315 ppm, sedangkan pada tahun 1988 menjadi 350 ppm dan pada akhir abad 21
diperkirakan konsentrasinya mencapai 700 ppm (Allen 1990 dalam Atmowidi 1998). Meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfer menyebabkan meningkatnya suhu lingkungan. Tercatat bahwa selama satu abad yaitu dari tahun 1852 sampai
tahun 1990 terdapat kenaikan suhu 0.5 ºC dan diperkirakan akan terus meningkat
pada abad berikutnya (Campbell et al. 1994 dalam Atmowidi 1998)
Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki
kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali oleh
permukaan bumi. Sifat termal radiasi itu menyebabkan pemanasan atmosfer
secara global (global Warning). Diantara GRK penting yang diperhitungkan dalam pemanasan global adalah karbondioksida, metana, dan Nitrous oksida.
Dengan kontribusinya yang > 55 % terhadap pemanasan global, CO2 yang
diemisikan dari aktivitas manusia (anthropogenik) mendapat perhatian yang lebih besar (Moerdiyaso 1999).
Dalam orasi ilmiahnya, Moerdiyaso 1999 menyatakan bawa rata-rata
13
pada waktu itu konsentrasinya hanya 280 ppmv. Bahkan pada dekade 1980-an
laju peningkatan CO2 adalah sekitar 1,5 ppmv/ tahun (0,4%). Kemudian menurun menjadi 0,6 ppmv/ tahun pada awal 1990-an. Penyebab utama peningkatan
konsentrasi CO2 adalah kegiatan manusia yang berkaitan dengan pemakaian bahan bakar fosil (BBF) dan penggundulan hutan yang merupakan cadangan
karbon dalam ekosistem daratan. Emisi netto global pada dekade 1980-an adalah
1,5 GtC/ th. Secara global atmosfer bumi mengakumulasi karbon sebesar 1,5
GtC/th (Moerdiyaso 1999).
Negara-negara berkembang memacu ketertinggalan dengan meningkatkan
konsumsi energi bagi penduduknya yang meningkat pesat dan pengurasan
sumberdaya alam untuk mendapatkan devisa. Dengan tingkat konsumsi energi
yang semakin tinggi dan laju pembangunan yang semakin cepat, pembakaran BBF
tidak dapat dihentikan begitu saja, bahkan untuk melakukan efisiensi pun
diperlukan investasi yang besar. Selama pemakaian BBF akan terus meningkat
seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan standar hidup manusia. Maka salah
satu cara yang paling mungkin untuk menstabilkan konsentrasi karbon atmosfer
adalah dengan meningkatkan kapasitas rosot ekosistem daratan melalui kegiatan
penghutanan kembali lahan kritis dan pemanfaatan hutan alam secara
berkelanjutan (Moerdiyaso 1999).
Kemampuan Serapan Karbondioksida
Tanaman mempunyai kemampuan serapan karbondioksida yang
berbeda-beda. Karyadi 2005 menentukan daya serap karbondioksida dengan menggunakan
alat IRGA. Alat ini memperhitungkan laju fotosintesis dan laju transpirasi dari
tiap jenis tanaman yang diteliti.
Tabel 1 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota menggunakan alat IRGA
2. Kenari (Canarium commune) 0,363 225,418
3. Mangga (Mangifera indica) 1,247 498,657
4. Sawo duren (Chrysophyllum cainito) 0,648 259,405
5. Tanjung (Mimosops elengi) 1,622 648,418
Penentuan kemampuan serapan karbondioksida dapat dilakukan dengan
menggunakan proses fotosintesis sebagai parameter. Dalam proses fotosintesis,
jumlah C dalam CO2 berbanding lurus dengan jumlah C terikat dalam gula selama fotosintesis. Sinambela 2006 melakukan penelitian untuk mendapatkan
kemampuan serapan karbondioksida pada beberapa jenis tanaman hutan kota
dengan menggunakan metode analisis karbondioksida.
Tabel 2 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota menggunakan metode analisis karbohidrat.
No Nama Daya Serap
CO2 tiap luas
daun (g cm-1 jam-1)
Daya Serap
CO2 tiap
pohon (g cm-1 jam-1)
Daya Serap
CO2 tiap Ha
(g cm-1 jam-1)
1. Krey Payung (Filicium decipiens) 2,07 x 10-4 0.10 40.8 2. Manggis Hutan (Garcinia mangostana) 6,67 x 10-4 0.60 240.4
3. Melinjo (Gnetum gnemon) 3,41 x 10-4 0.39 156
4. Sawo kecik (Manilkara kauki) 3,33 x 10-4 0.37 146.8
5. Trengguli (Cassia fistula) 1,10 x 10-4 0.06 22
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Kebun Raya Bogor
Sejarah berdirinya Kebun Raya Bogor (KRB) bermula dari Prof. Dr. C. G.
Reinwardt, botanis asal Jerman yang berada di Indonesia pada awal abad ke-19.
kemudian ia menulis surat yang disampaikan kepada G. A. G. P Baron van der
Cappellen, Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia , memohon sebidang
tanah untuk penelitian manfaat berbagai tumbuhan serta lokasi koleksi tanman
yang bernilai ekonomi, yang berasal dari kawasan Indonsia dan mancanegara.
Kebun Raya Bogor didirikan pada tanggal 18 Mei 1817 dengan nama S” Lands Plantetuin Buitenzorg dan Hortus Botanicus Bogoriensis. Pemimpin pertama adalah seorang ahli botani Prof. Dr. C. G. Reinwardt.
Pada perkembangannya, ketika masa pimpinan J. E. Teysman (1981)
Kebun Raya Bogor mulai dikembangkan menjadi pusat penelitian botani yang
penting di Asia Tenggara. Kedudukan Kebun Raya Bogor sekarang adalah Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengembangan Kebun Raya Bogor Lembaga Ilmu
Penelitian Indonesia (LIPI). Kebun Raya Bogor atau nama lengkapnya Pusat
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI berada di bawah Kedeputin Ilmu
Pengetahuan Ilmu Hayati LIPI. KRB merupakan pusat Kebun Raya yang
membawahi 3 cabang Kebun Raya, yaitu Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya
Purwodadi dan Kebun Raya “Eka Karya” Bedegul, Bali.
Letak Dan Luas
Kebun Raya Bogor mempunyai luas 87 Hektar, terletak antara 1060 3’ 30” – 1060 52’ 00” dan 6o 30’ 30”- 6o 41’ 00” LS. KRB terletak pada ketinggian 235 – 260 meter di ats permukaan laut (mdpl), serta mempunyai ketinggian rata-rata
minimal 190 m, maksimal 350 m. jarak dari Jakarta kurang lebih 60 km.
Secara administrasi KRB termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor
Tengah, Kota Bogor Batas-batas KRB meliputi :
Sebelah utara dibatasi oleh Jalan Jalak Harupat
Sebelah selatan dibatasi oleh Jalan Otto Iskandardinata
Sebelah Timur oleh jalan Pajajaran
Tofografi dan Iklim
Keadaan topografi KRB secara umum termasuk datar dengan kemiringan
3 – 5 %. Kawasan ini dilalui oleh Sungai Ciliwung dengan anak sungai Cibatok.
Suhu udara rata-rata harian minimum 25o C pada pagi hari dan maksimum 27o C pada siang hari dalam keadaan cuaca cerah. Kelembaban udara tinggi dan hanya
sedikit terjadi perubahan suhu musiman. Lama penyinaran tertinggi terjadi pada
bulan Agustus dan terendah pada bulan Januari.
Curah hujan rata-rata 4330 mm pertahun dengan hari hujan rata-rata 165
pertahun dengan 12 bulan basah. Curah hujan tertinggi > 400 mm/ bulan yang
terjadi pada bulan Juni, Juli, Agustus dengan hari hujan rata-rata lebih kecil dari
10 hari perbulan. Menurut Schmidt dan Ferguson (1951), Bogor termasuk tipe
curah hujan A.
Geologi
Jenis tanah di KRB termasuk latosol cokelat kemerahan. Tanah ini
bertekstur halus, drainase sedang, aktivitas biologi sedang, permeabilitas baik,
dan kepekaan terhadap erosi kecil. Bahan organik penyusunnya tergolong rendah
sampai sedang di lapisan atas dan menurun ke bawah dan daya absorbsinya
tergolong rendah sampai sedang.
Koleksi Kebun Raya Bogor
Koleksi Kebun Raya Bogor memiliki koleksi 223 famili, 3.416 jenis,
1.268 marga dan 13.667 spesimen berdasarkan registrasi periode Oktober 2006.
Beberapa jenis koleksi merupakan koleksi unik, spesifik dan langka seperti
tanaman tua yang berumur lebih dari 100 tahun, tanaman eksotik, atraktif seperti
pohon raja, teratai raksasa, bunga bangkai raksasa, spesimen tipe, koleksi
anggrek, koleksi palem, dan koleksi polong-polongan. Tanaman langka menurut
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Pengambilan sampel dilakukan di Kebun Raya Bogor. Pengambilan data
dilakukan di Laboratorium BB-BIOGEN Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Bogor. Penelitian
dilakukan selama 3 bulan (Agustus – Oktober 2006).
Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Daun dari jenis pohon sampel yang tumbuh di Kebun Raya Bogor ( daun
muda, dewasa, dan tua)
2. Pereaksi Cu
3. Pereaksi Nelson
4. Phenol merah
5. Alkhohol
6. Aquades
7. Cutex (pewarna kuku bening)
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Tabung reaksi
2. Pipet kaca berskala
3. Labu ukur
4. Mortar dan cawan porselin
5. Oven
6. Kertas filter dengan kesarangan 0,05 mg/ cm
7. Spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 µm
8. Water bath (penangas air) 9. Timbangan Elektrik 0,1 g
10. Leaf Area Meter (LAM) tipe LI-3100 untuk mengukur luas daun. 11. Mikroskop
12. Gelas objek
14. Kertas preparat (slide box) 15. binokuler
16. Silet
17. Gunting daun
18. Plastik bening
19. Alat tulis
20. Alat Dokumentasi
Jenis dan Cara Pengambilan Data
Data sekunder yang diambil meliputi :
Jumlah daun per pohon
Jumlah dan gambar stomata daun bagian atas dan bawah per jenis pohon
Jumlah dan gambar trikoma per jenis pohon
Massa karbohidrat pada daun
Metode kerja pada penelitian ini adalah
1. Penentuan jenis pohon contoh (sampel)
Pohon yang dipilih adalah pohon yang biasa ditanam untuk hutan
kota.
Pohon yang dipilih belum diketahui daya serap karbondioksidanya
Pohon ada dalam kondisi yang sehat, tidak dalam kondisi tertekan,
dan tidak terserang penyakit.
Pohon merupakan jenis tanaman hutan kota yang endemik.
Pengambilan contoh berdasarkan klasifikasi famili.
2. Pengukuran jumlah daun pada satu individu pohon
Hitung jumlah cabang yang ada dalam 1 pohon.
Kelompokan cabang tersebut berdasarkan kemiripan ukurannya
Pilih satu sampel cabang
Hitung jumlah daun pada sampel cabang dengan menggunakan
counter .
19
Jumlahkan seluruh hasil kali tersebut sehingga didapatkan jumlah
daun total.
3. Pengukuran luas daun
Ambil sampel daun seberat 30 g berat basah dengan komposisi
daun muda, dewasa dan tua proporsional
Tekan tombol on/off sehingga Leaf Area Meter (LAI) menyala
Nyalakan lampu start agar daun yang akan dimasukan kedalam
terpantau jelas
Kalibrasikan alat dengan menekan tombol reset hingga layar
menunjukan nilai 0.0000.
Masukan daun di atas roller (pemutar) yang terbuat dari plastik
Daun akan melewati pedeteksi luas daun dan secara otomatis layar
akan menunjukan luas daun.
4. Penentuan jumlah dan gambar stomata daun per jenis pohon
Tentukan daun sampel tiap jenis pohon dengan asumsi letak dan
lama penyinaran sama.
Oleskan cutex dengan ukuran 2 x 1 cm dengan tipis pada permukaan atas dan bawah daun.
Gunting daun pada bagian ujung tangkai.
Biarkan daun pada bagian ujung tangkai
Biarkan hingga cutex kering
Setelah kering kelupaskan cutex tersebut
Letakkan di atas gelas preparat
Amati di bawah mikroskop
Hitung di bawah mikroskop
Hitung jumlah stomata pada permukaan atas dan bawah daun per
luas bidang pandang
Dokumentasikan stomata.
5. Penentuan jumlah dan gambar trikhoma
Tentukan daun sampel tiap jenis pohon dengan asumsi letak dan
Oleskan cutex dengan ukuran 2 x 1 cm dengan tipis pada
permukaan atas dan bawah daun
Gunting daun pada bagian ujung tangkai
Biarkan hingga cutex kering
Setelah kering kelupaskan cutex tersebut
Letakkan di atas gelas preparat
Amati di bawah mikroskop
Hitung jumlah trikhoma per luas bidang pandang
Dokumentasikan
6. Pengukuran massa karbohidrat pada daun
a. Pengambilan sampel daun
Tentukan pohon contoh
Ambil daun dari pohon contoh dengan komposisi muda, dewasa,
dan dewasa secara proposional sebanyak >30 g pada pukul 05.00
WIB.
Masukan sampel daun ke dalam plastik
Rendam dengan alkohol 70 % selama ± 5 menit, kering udarakan.
Lakukan ulangan pada pukul 10.00 WIB pada hari yang sama
.
b. Pengukuran Massa Karbohidrat
1) Pembuatan perekasi
Pereaksi Cu : Cu Agregat
A. Timbang 12 g K Na Tartrat
Timbang 24 g Na2O3
Timbang 2 g CuSO4
Timbang 16 g NaHCO3
B. Larutkan 180 g NaSO4 dengan air panas lalu dinginkan
C. Setelah dingin, campurkan bagian A dan B. Campuran ini
yang disebut sebagai pereaksi Cu
D. Diamkan campuran tersebut selama 2 hari pada tempat
21
Pereaksi Nelson
A. Larutkan 25 g Amonium molibdat dalam 450 ml H2O.
Tambahkan H2SO4 pekat.
B. Larutkan 3 g Amonium hidrogen arsenat dalam 25 H2O.
C. Campurkan larutan A dan B sehingga menjadi pereaksi
Nelson.
Pereaksi total karbohidrat A. 0.7 NHCL
2) Pengukuran Massa Karbondioksida menggunakan Metode Karbohidrat
Timbang sampel daun
Hancurkan sampel tersebut dengan cara menggerus
menggunakan mortar pada cawan porselin sampai halus
Keringkan menggunakan oven pada suhu + 105o C
selama 48 jam ( 36 jam terlebih dahulu, 12 jam
kemudian) untuk mendapatkan berat kering mutlak.
Timbang 200 mg sampel yang sudah kering.
Tambahkan dengan 20 ml HCL 0,7 N.
Hidrolisis selama 2,5 jam dalam penangas air
Saring dalam labu ukur 100 ml
Masukan phenol merah
Tambahkan 5 ml ZnSO4 5% dan 5 m Ba(OH)2 0,3 N dengan tujuan mengendapkan sampel.
tambahkan larutan aquades sampai tanda tera 100 ml.
Saring dan ambil larutan yang telah jernih (super natan).
Pipet 1 ml larutan super natan dalam tabung kimia
Buat deret satandar karbohidrat 0, 5, 10, 15, 20, 25 ml
Tambahkan pereaksi Cu sebanyak 2 ml
Panaskan dalam penangas air selama 10 menit lalu dinginkan.
Tambahkan pereaksi Nelson dan 20 ml H2O sampah tanda tera pada masing-masing deret estándar.
Kocok dan biarkan selama 20 menit.
Ukur dengan spektometer pada gelombang 500 µm
Hitung persentase karbohidrat (%C6H12O6) menggunakan
rumus :
(
)
A: Absorpsi karbohidrat sampel
S: Rata-rata standar karbohidrat
Hitung massa karbondioksida (m C6H12O6) menggunakan rumus
% C6H12O6 x bobot basah daun ……….. 2
Hitung massa karbondioksida (m CO2) menggunakan
rumus : 2
23
Analisis Data
Analisis data dilakukan berdasarkan hasil pengukuran massa
karbohidrat dari persamaan 2.
1. Penentuan daya serap Karbondioksida per luas sampel daun.
Perhitungan daya serap karbondioksida tiap jenis tanaman menggunakan
persamaan reaksi fotosintesis :
6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2
2. Penentuan Karbondioksida yang diserap bersih perluas daun perjam
(Dt)
3. Penentuan Karbondioksida yang diserap bersih per pohon (Dn) per jam
Dn = Dt x(∑d : n) ………... 6
Keterangan:
Dn = Daya serap bersih CO2 per pohon per jam
Dt = Daya serap bersih CO2 per luas daun.
∑d = Jumlah daun tiap pohon.
n = jumlah helai daun dalam 30 g bobot basah daun sampel
4. Penentuan Karbondioksida yang diserap bersih per hektar lahan (Dh)
Dh = Dn x 400 pohon/ Ha
Keterangan :
Dh = Daya serap bersih CO2 per hektar lahan per jam
Dn = Daya serap bersih CO2 per pohon per jam
Jumlah pohon per Ha lahan = 10000m2 / Ha ... 7 Jarak tanam(m2)
Asumsi jarak tanam adalah 5 x 5 m2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Massa Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu hasil dari sintesis karbondioksida
dengan air oleh tumbuhan yang membutuhkan cahaya matahari dalam prosesnya.
Penentuan persentase karbohidrat yang dihasilkan selama fotosintesis dapat
menentukan massa karbondioksida yang diserap oleh tanaman. Penentuan
persentase karbohidrat tersebut menggunakan metode analisis karbohidrat lalu
dikonversi ke persamaan 1 dan 2 sehingga didapatkan massa karbohidrat tiap
waktu pengambilan sampel. Massa karbohidrat yang dihasilkan oleh suatu
tanaman dapat menaksir kemampuan serapan karbondioksida suatu tanaman. Hal
ini karena menurut Harjadi (1992), penaksiran massa karbondioksida yang
digunakan dalam proses fotosintesis berbanding lurus dengan jumlah C dalam
gula (karbohidrat). Massa karbohidrat dikonversi dengan persamaan 3 dan 4
sehingga didapatkan kemampuan serapan karbondioksida selama rentang waktu
pengambilan sampel (4 jam). Hasil dari pengukuran tersebut seperti ditunjukan
pada tabel 3.
Tabel 3 Massa karbohirat daun dan daya serap karbondioksida selama rentang
waktu pengamatan (4 jam)
N
o Nama Jenis Famili
Massa Karbohidrat Daya serap
CO2 /4 jam (x
10-4 g cm-2) 05.00 10.00
1. Flamboyan Caesapiniaceae 4.341 5.343 10.1
2. Johar Caesapiniaceae 2.835 4.497 11.7
3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 4.866 5.688 4.51
4. Asam Caesapiniaceae 2.928 3.051 2.41
5. Kempas Caesapiniaceae 1.908 2.442 3.93
6. Sapu tangan Caesapiniaceae 2.046 2.211 1.30
7. Bunga merak Caesapiniaceae 3.771 5.346 11.2
8. Cassia Caesapiniaceae 3.069 4.128 75.8
9. Krey Payung Sapindaceae 3.684 3.723 0.336
10 Matoa Sapindaceae 3.198 3.273 0.485
11 Rambutan Sapindaceae 3.18 3.231 0.467
Lanjutan
13 Sawo kecik Sapotaceae 3.207 3.708 6.56
14 Angsana Papilinoaceae 2.145 2.97 4.79
15 Dadap Papilinoaceae 2.697 3.921 10.9
16 Trembesi Mimosaceae 3.453 4.572 7.78
17 Saga Mimosaceae 4.095 5.097 8.23
18 Asam Kranji Mimosaceae 3.711 4.47 5.76
19 Mahoni Meliaceae 2.877 3.687 5.28
20 Khaya Meliaceae 2.796 3.063 2.19
21 Pingku Meliaceae 3.477 3.576 0.896
22 Beringin Moraceae 2.454 3.069 6.35
23 Nangka Moraceae 2.628 2.913 2.30
24 Kenanga Annonaceae 3.645 6.933 29.1
25 Sirsak Annonaceae 1.761 3.261 15.2
Tabel 3 menunjukkan bahwa setiap jenis tanaman memiliki massa
karbohidrat yang berbeda. Massa karbohidrat sebanding dengan nilai persentase
karbohidrat yang dihasilkan oleh spektofotometer. Apabila nilai persentase
karbohidrat tinggi, maka massa karbohidrat yang dihasilkan akan tinggi. Hal ini
karena nilai persentase karbohidrat sebanding dengan massa karbohidrat. Pada
waktu analisis, perbedaan terlihat pada warna cairan hasil pengenceran ekstraksi
daun yang akan di baca pada spektofotometer. Semakin pekat warna hasil
ekstraksi, maka nilai persentase karbohidrat akan semakin tinggi.
Massa karbohidrat mengalami peningkatan pada waktu pengambilan
sampel. Massa karbohidrat pada pengambilan sampel pukul 10.00 lebih besar
dibandingkan pukul 05.00. Hal ini karena cahaya merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi fotosintesis. Karbohidrat sebagai produk dari fotosintesis
mempunyai pengaruh pula terhadap peningkatan cahaya. Pengambilan sampel
pertama dilakukan pada saat fotosintesis belum aktif berlangsung (05.00)
sedangkan pengambilan sampel kedua dilakukan pada saat matahari berada pada
intensitas cahaya yang tinggi (10.00). Sehingga pada rentang pengambilan
tersebut terjadi peningkatan intensitas cahaya yang mempengaruhi proses
fotosintesis. Menurut Gardner et al. (1991), peningkatan cahaya secara berangsur-angsur akan meningkatkan fotosintesis sampai pada tingkat kompesasi cahaya.
Karbondioksida merupakan produk awal dari proses fotosintesis.
27
fotosintesis dapat menentukan massa karbondioksida yang dipergunakan. Massa
karbondioksida ditentukan berdasarkan persamaan 3. Nilai massa karbondioksida
yang dihasilkan selama fotosintesis berlangsung sebanding dengan massa
karbohidrat. Apabila massa karbohidrat yang dihasilkan tinggi maka nilai massa
karbondioksida akan tinggi, sedangkan apabila massa karbohidrat yang dihasilkan
rendah maka nilai massa karbondioksida akan rendah. Massa karbondioksida yang
dihasilkan adalah 1.47 kali dari massa karbohidrat yang dihasilkan selama
fotosintesis berlangsung. Selama berlangsungnya fotosintesis dari pukul 06.00
sampai 10.00, kenanga mempunyai selisih massa karbohidrat tertinggi yaitu 3.288
g. Sedangkan massa karbondioksida terendah adalah krey payung yaitu sebesar
0.039 g.
Daya serap karbondioksida dikonversi dari massa karbondioksida dan luas
daun dengan bobot basah daun yang sama (30 g) menggunakan persamaan 4.
Nilai massa karbohidrat dan massa karbondioksida yang tinggi tidak selalu
menghasilkan daya serap karbondioksida yang tinggi, karena faktor luas daun
sebagai faktor pembagi tidak sama pada setiap jenis tanaman. Kenanga
mempunyai massa karbohidrat yang paling tinggi diantara lainnya, tetapi karena
luas daun sebagai pembagi besar pula (1661,70 cm2), maka daya serap
karbondioksida yang dihasilkan bukan merupakan daya serap karbondioksida
yang paling tinggi. Daya serap karbondioksida tertinggi adalah Cassia sebesar
75,8 X 10-4 g cm-1, sedangkan terendah adalah Krey Payung sebesar 0,336 X 10-4
g cm-1. Cassia mempunyai luas daun yang terendah (205,50 cm2) dari 30 g sampel
daun dibandingkan jenis lainnya sehingga memungkinkan mempunyai daya serap
karbondioksida yang tinggi.
Daya Serap Karbondioksida
Penentuan daya serap karbondioksida tiap jam untuk tanaman
menggunakan persamaan 5. Daya serap karbondioksida yang dihasilkan
merupakan daya serap bersih tiap jenis tanaman dalam rentang waktu 1 jam,
sehingga dihasilkan daya serap daun tiap cm2. Untuk daya serap karbondioksida
Tabel 4 Daya serap karbondioksida tiap waktu
1. Flamboyan Caesapiniaceae 2,51 3,03
2. Johar Caesapiniaceae 2,92 1,97
3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 1,13 2,60
4. Asam Caesapiniaceae 0,60 0,01
5. Kempas Caesapiniaceae 0,98 0,65
6. Sapu tangan Caesapiniaceae 0,33 0,14
7. Bunga merak Caesapiniaceae 2,80 2,45
8. Cassia Caesapiniaceae 18,90 2,08
9. Krey Payung Sapindaceae 0,08 0,45
10. Matoa Sapindaceae 0,12 5,97
11. Rambutan Sapindaceae 0,12 0,06
12. Tanjung Sapotaceae 1,21 0,37
13. Sawo kecik Sapotaceae 1,64 0,48
14. Angsana Papilinoaceae 1,19 2,07
15. Dadap Papilinoaceae 2,71 3,21
16. Trembesi Mimosaceae 1,94 0,57
17. Saga Mimosaceae 2,05 0,72
18. Asam Kranji Mimosaceae 1,44 0,43
19. Mahoni Meliaceae 1,32 7,94
20. Khaya Meliaceae 0,55 2,86
21. Pingku Meliaceae 0,22 0,30
22. Beringin Moraceae 1,58 0,26
23. Nangka Moraceae 0,57 0,39
24. Kenanga Annonaceae 7,26 152,00
25. Sirsak Annonaceae 3,80 0,37
Tabel 4 menunjukan daya serap karbondioksida tiap cm2 yang tertinggi
adalah cassia (18,90 x 10-4 g cm-2 jam-1) sedangkan terendah adalah matoa (0,08
26 x 10-4 g cm-2 jam-1), Rata-rata daya serap karbondioksida tiap cm2 dari 25 jenis
tanaman hutan kota yang diteliti adalah 2,32 x 10-4 g cm-2 jam-1, Merbau pantai,
asam, kempas, sapu tangan, krey payung, matoa, rambutan, tanjung, angsana,
asam kranji, mahoni, khaya, pingku, dan nangka mempunyai daya serap yang
rendah karena di bawah nila rata-rata, Sedangkan flamboyan, johar, sawo kecik,
dadap, trembesi, saga, beringin, kenanga, sirsak, cassia, dan bunga merak
tergolong tinggi karena berada di atas nilai rata-rata,
Daya serap karbondioksida tiap daun untuk jenis tanaman hutan kota yang
29
mempunyai daya serap karbondioksida tiap daun tertinggi sebesar 1,52 g cm-2
jam-1, kenanga mempunyai daya serap tiap cm yang tinggi (7,26 x 10-4 g cm-2 jam
-1
) dan merupakan komposisi daun majemuk sehingga daya serap bersih tiap daun
sigifikan, Sedangkan daya serap karbondioksida tiap daun terendah adalah daun
asam yaitu sebesar 1,2 X 10-4 g cm-2 jam-1,Walaupun asam merupakan daun
dengan komposisi tunggal, tetapi karena mempunyai daya serap karbondioksida
tiap cm2 yang rendah (0,60 X 10-4 g cm-2 jam-1) dan luas daun yang rendah (1,98
cm2) maka daya serap karbondioksidanya tidak mengalami peningkatan yang
signifikan,
Nilai daya serap karbondioksida pada tanaman hutan kota kota pada tabel
4 mendukung penelitian Sinambela 2006 yang menghasilkan nilai daya serap
karbondioksida yang berada pada kisaran 10-4, Tetapi nilai daya serap
karbondioksida Sinambela 2006 pada jenis sama yang diteliti lebih rendah
dibandingkan dengan tabel 4, Hal ini karena faktor dari pemilihan lokasi/ tempat,
Kebun raya merupakan hutan kota yang dikelilingi oleh jalan utama di Bogor,
sehingga buangan gas karbondioksida sebagai hasil pembakaran kendaraan
bermotor lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kampus IPB Darmaga yang
menjadi pemilihan lokasi Sinamabela 2006,
Stomata
Daya serap bersih karbondiksida tiap jenis tanaman hutan kota merupakan
faktor utama dalam menentukan pemilihan jenis tanaman hutan kota, Daun
merupakan organ produsen fotosintesis utama yang menyerap karbondioksida,
Atas dasar ini, luas daun dijadikan parameter utama karena laju fotosintesis
persatuan tanaman sebagian besar ditentukan oleh luas daun (Sitompul & Guritno,
1995), Karbon masuk ke dalam tumbuhan sebagai karbondioksida (CO2) melalui
pori stomata yang terdapat di permukaan daun (Salisbury & Ross 1995), Oleh
karena itu, ukuran dan kerapatan stomata menentukan penyerapan
karbondioksida,
Penelitian stomata pada 25 jenis tanaman hutan kota ini, seluruh jenis
terdapat pada permukaaan bawah tanaman dan penelitian Sinambela 2005 yang
menemukan stomata pada jenis tanaman hutan kota hanya pada permukaan bawah
daun,
Tabel 5 Jarak, ukuran, dan kerapatan stomata daun tanaman hutan kota,
No Nama Jenis Famili
5. Kempas Caesapiniaceae 6,25 12,50 706
6. Sapu tangan Caesapiniaceae 11,25 6,25 111
7. Bunga merak Caesapiniaceae 12,50 12,50 507
8. Cassia Caesapiniaceae 18,75 18,75 503
9. Krey Payung Sapindaceae 7,50 6,25 232
10 Matoa Sapindaceae 11,25 11,25 492
11 Rambutan Sapindaceae 8,75 5,00 941
12 Tanjung Sapotaceae 6,25 7,50 103
13 Sawo kecik Sapotaceae 12,50 8,75 76
14 Angsana Papilinoaceae 15,00 12,50 76
15 Dadap Papilinoaceae 12,50 12,50 709
16 Trembesi Mimosaceae 12,50 5,00 220
17 Saga Mimosaceae 11,25 15,00 624
24 Kenanga Annonaceae 12,50 13,75 681
25 Sirsak Annonaceae 8,75 8,75 151
Perbedaan daya serap bersih karbondioksida disebabkan oleh perbedaan
masing-31
masing jenis berbeda-beda, Kerapatan stomata tertinggi adalah johar (811/mm2)
sedangkan kerapatan stomata terendah adalah pingku sebesar 62 /mm2)
Apabila dibandingkan untuk semua jenis tanaman hutan kota berdasarkan
tabel 4, maka daya serap bersih karbondioksida per jam yang paling tinggi adalah
cassia sebesar cassia sebesar 18,9 g cm-1 jam-1. Cassia mempunyai kerapatan
stomata per mm2 tinggi (503). Sedangkan yang terendah adalah krey payung
sebesar 0.084 g cm-1 jam-1 dengan kerapatan 232 /mm2.
Pada famili Sapindaceae, urutan daya serap karbondioksida dari yang
tertinggi adalah rambutan, matoa, krey payung. Urutan ini sebanding dengan
urutan kerapatan stomata.
Pada famili Sapotaceae daya serap karbondioksida pada sawo kecik lebih
tinggi dibandingkan tanjung. Hal ini diduga oleh faktor ketebalan relatif daun
pada sawo kecik lebih tinggi dibandingkan pada tanjung.
Pada famili Papilionaceae, daya serap karbondioksida pada dadap lebih
tinggi dibandingkan dengan angsana. Hal ini sebanding dengan urutan pada luas
dan kerapatan stomata serta luas daun,
Pada famili Mimosaceae, urutan daya serap karbondioksida dari yang
tertinggi adalah Saga, Trembesi, dan Asam Kranji. Urutan ini sebanding dengan
urutan luas dan kerapatan stomata, serta luas dan ketebalan relatif daun.
Pada famili Moraceae, daya serap karbondiooksida pada beringin lebih
tinggi dibandingkan daya serap pada nangka. Hal ini sebanding dengan luas dan
kerapatan stomata.
Pada famili Annonaceae, daya serap karbondioksidda pada kenanga lebih
tinggi dibandingkan dengan sirsak. Hal ini sebanding dengan kerapatan stomata
dan luas daun.
Berdasarkan perbandingan tiap famili, maka Annonaceae merupakan
famili dengan daya serap karbondioksida rata-rata tertinggi sebesar 5,53 x 10-4
g/cm2. Sapindaceae merupakan famili dengan daya serap karbondiosida rata-rata
terendah sebesar 0,17 x 10-4 g/cm2. Urutan daya serap karbondioksida rata-rata/
jam pada famili adalah Annonaceae, Caesalpiniaceae, Mimosaceae,
Ukuran dan kerapatan stomata tidak selalu berpengaruh sebanding
terhadap daya serap karbondioksida pada tanaman. Stomata tidak dapat
menggambarkan secara utuh hubungan dengan daya serap karbondioksida.
Daya Serap Karbondioksida Perpohon
Daya serap karbondioksida tiap pohon untuk masing-masing jenis selain
ditentukan oleh daya serap karbondioksida tiap cm2 juga sangat ditentukan oleh
jumlah daun/ pohon, Semakin banyak jumlah daun maka akan semakin tinggi pula
kemampuan serapan karbondioksidanya,
Tabel 6 Daya serap karbondioksida per pohon
No Nama Jenis Famili Jumlah
daya serap Bersih
karbondioksida/
ha(x 103 g/jam)
1. Flamboyan Caesapiniaceae 69.120 1,430 0,572
2. Johar Caesapiniaceae 292.880 2,750 1,100
3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 36.750 0,356 1,420
4. Asam Caesapiniaceae 739.200 0,118 0,047
5. Kempas Caesapiniaceae 1.543.764 4,970 1,990
6. Sapu tangan Caesapiniaceae 292.880 0,107 0,043
7. Bunga merak Caesapiniaceae 62.700 0,743 0,297
8. Cassia Caesapiniaceae 12.636.000 1280,000 511,000
9. Krey Payung Sapindaceae 4.465.125 11,800 4,704
10. Matoa Sapindaceae 274.153 7,180 2,870
11. Rambutan Sapindaceae 181.000 0,064 0,026
12. Tanjung Sapotaceae 460.000 0,102 0,041
13. Sawo kecik Sapotaceae 432.000 1,840 0,734
14. Angsana Papilinoaceae 26.666 0,217 0,087
15. Dadap Papilinoaceae 7.040 0,136 0,056
16. Trembesi Mimosaceae 248.062.500 66,300 26,500
17. Saga Mimosaceae 1.524.705 7,400 2,960
18. Asam Kranji Mimosaceae 97.920 0,218 0,087
19. Mahoni Meliaceae 71.280 2,500 1,000
20. Khaya Meliaceae 37.997 0,605 0,242
21. Pingku Meliaceae 11.920.000 99,300 39,700
22. Beringin Moraceae 10.230.000 622,000 2490,000
23. Nangka Moraceae 1.610.000 3,410 5,980
24. Kenanga Annonaceae 24.705 22,600 9,030
33
Tabel 6 menunjukan daya serap karbondioksida per pohon yang paling
tinggi untuk semua jenis tanaman hutan kota yang diteliti adalah cassia 1280
g/jam. Sedangkan jenis tanaman yang mempunyai daya serap terendah adalah
asam rambutan (0,064 g/jam),
Pada tanaman hutan kota yang diteliti di Kebun Raya Bogor, jenis
tanaman yang berumur < 50 tahun adalah flamboyan, sapu tangan, tanjung, sawo
kecik, dadap, nangka, kenanga, sirsak, dan bunga merak. Jenis tanaman yang
berumur antara 50 – 100 tahun adalah rambutan, asam kranji, mahoni, pingku,
beringin, dan cassia. Jenis tanaman yang berumur > 100 tahun adalah johar,
merbau pantai, asam, kempas, krey payung, matoa, angsana, trembesi, saga, dan
khaya.
Pada tanaman yang berumur < 50 th, Sirsak dan Kenanga merupakan jenis
yang mempunyai daya serap karbondioksida per pohon yang tertinggi ,.Walaupun
kenanga bukan jenis dengan jumlah daun per pohon yang tinggi (0,46 x 106 helai),
kenanga mempunyai daya serap karbondioksida yang tertinggi (7,26 g/cm2/jam)
dan didukung oleh luas daun perpohon tinggi (51,7 x 106 cm2). Sirsak memiliki
daya serap karbondioksida kategori tinggi (3,8 x 10-4 g/cm2/jam) dengan didukung
jumlah dan luas daun per pohon tinggi (1,01 x 106 helai dan 97,0 x 106 cm2).
Sedangkan Tanjung dan Sapu tangan merupakan jenis yang mempunyai daya
serap karbondioksida per pohon rendah (0,102 g/jam, 0,107 g/jam) karena daya
serap karbondioksida yang rendah (1,21 x 106 g/cm2/jam, 0,325 g/cm2/jam)
didukung oleh jumlah daun dan luas daun per pohon yang rendah (0,046 x 106
helai, 0,139 x 106 helai dan 1,39 x 106 cm2, 6,17 x 106 cm2), Urutan daya serap
karbondioksida per pohon pada kisaran umur ini adalah sirsak, kenanga, nangka,
sawo kecik, flamboyan, bunga merak, dadap, sapu tangan, tanjung.
Pada tanaman yang berumur 50 – 100 th, cassia (1280 g/jam) dan beringin
(622 g/jam) merupakan jenis tanaman yang mempunyai daya serap bersih
karbondioksida per pohon yang tinggi, cassia (13,76 x 106 helai) dan beringin
(8,18 x 106 helai) mempunyai jumlah daun perpohon tertinggi pada kisaran umur
ini. Walaupun cassia mempunyai daya serap karbondioksida tiap cm2 yang paling
rendah (0,189 g/cm2/jam), cassia mempunyai jumlah daun per pohon yang
karbondioksida per pohon yang tinggi. Rambutan merupakan jenis tanaman yang
mempunyai daya serap karbondioksida per pohon terendah (0,064 g/jam),
Rambutan memiliki jumlah daun perpohon yang terendah (0,181 x 106 helai) pada
kisaran umur 50-100 th. Urutan daya serap bersih perpohon pada kisaran umur ini
adalah cassia, beringin, pingku, mahoni, asam kranji, dan rambutan.
Trembesi merupakan jenis yang mempunyai daya serap bersih perpohon
yang tertinggi (2980 g/jam) pada kisaran umur ini. Trembesi memiliki jumlah
daun per pohon yang signifikan (2980 x 106 helai) dibandingkan jenis lainnya.
Asam merupakan jenis tanaman yang mempunyai daya serap karbondioksida
terendah (0,118 g/jam). Hal ini karena asam merupakan jenis yang mempunyai
daya serap karbondioksida tiap cm2 rendah (0,602 x 10-4 g/cm2/jam), luas dan
jumlah daun perpohon yang terendah (1,47 x 106 cm2 dan 17,7 x 106 helai)
dibandingkan jenis lainnya. Urutan daya serap karbondioksida per pohon pada
kisaran umur ini adalah trembesi, krey payung, saga, matoa, kempas, johar, khaya,
merbau pantai, bunga merak, asam.
Urutan daya serap karbondioksida per Ha lahan untuk masing-masing
klasifikasi berbanding lurus dengan daya serap karbondioksida per pohon, Hal ini
berdasarkan persamaan 7 yang menggunakan faktor kali yang sama, Sehingga
urutan daya serap karbondioksida per Ha lahan pada kisaran umur < 50 th dalah
adalah sirsak, kenanga, nangka, sawo kecik, flamboyan, bunga merak, dadap,
sapu tangan, tanjung, Kisaran umur 50-100 th, cassia, beringin, pingku, mahoni,
asam kranji, dan rambutan, Kisaran umur > 100 th, trembesi, angsana, saga,
matoa, kempas, johar, khaya, merbau pantai, bunga merak, asam,
Nilai daya serap karbondioksida pada tabel 6 untuk tanaman hutan kota
yang sejenis yaitu krey payung dan sawo kecik lebih tinggi dibandingkan dengan
Sinambela 2006. Faktor yang mempengaruhi adalah nilai daya serap
kabondioksida tiap luas daun dan jumlah daun perpohon. Selain nilai daya serap
karbondioksida tiap luas daun yang lebih tinggi, nilai jumlah daun perpohon pun
pada tabel 6 lebih tinggi sehingga nilai daya serap karbondiosida perpohonnya
35
Daya Serap Karbondioksida Kebun Raya Bogor
Kebun raya bogor memiliki 223 famili, 3.416 jenis, dan 13.667 spesimen.
Pendugaan daya serap karbondioksida kebun raya bogor menggunakan
pendekatan median dan pendekatan taksonomi,
Tabel 7 Pendugaan daya serap total karbondioksida Kebun Raya Bogor
No Nama jenis Daya serap
karbondioksida/
pohon
Jumlah pohon Daya serap total
1. Cassia 1280 10 12800
Daya serap tanaman lain 10011,182
Tabel 7 menunjukan bahwa daya serap karbondioksida seluruh Kebun
Raya Bogor adalah 115312,022 g/jam atau 0,11 ton g/jam, Pendugaan daya serap
total karbondioksida Kebun Raya Bogor berdasarkan pendekatan taksonomi
adalah 0,54 ton/jam (lampiran 7), Nilai yang diperoleh lebih besar dibandingkan
dengan menggunakan pendekatan median. Pendekatan taksonomi menggunakan
nilai dari tiap jenis yang mewakili famili. Kedua hasil ini mengindikasikan bahwa
Kebun Raya Bogor mempunyai fungsi sebagai penyerap karbondoksida. Oleh
karena itu, keberadaan kebun raya memungkinkan sebagai rosot karbon di
wilayah Bogor. Hal ini memantapkan Kebun Raya Bogor sebagai hutan kota yang
berfungsi untuk menyerap karbon, menghindarkan efek pulau bahang, dan
KESIMPULAN
Daya serap karbondioksida tiap cm2 tertinggi adalah cassia sebesar 18,9 g cm-1 jam-1, sedangkan yang terendah adalah krey payung sebesar 0.084 g cm-1 jam-1. Jenis tanaman hutan kota di Kebun Raya Bogor yang memiliki daya serap karbondioksida tiap luas daun terbaik berdasarkan metode karbohidrat adalah
kenanga, sirsak, bunga merak, johar, flamboyan, dadap, saga, trembesi,sawo
kecik, beringin, tanjung.
Daya serap bersih karbondioksida tertinggi tiap daun adalah kenanga
sebesar 1.52 g cm-2 jam-1. Sedangkan daya serap bersih karbondioksida tiap daun terendah adalah daun asam yaitu sebesar 1.2 X 10-4 g cm-2 jam-1.
Kemampuan serapan karbodioksida tiap pohon dipengaruhi oleh jumlah
daun. Pada klasifikasi umur <50 tahun, daya serap karbondioksida tertinggi adalah
sirsak (25.4 g/pohon/jam) dan kenanga (22.6 g/pohon/jam). Pada klasifikasi
50-100 tahun, daya serap karbondiksida teringgi adalah cassia(1280 g/pohon/jam)
dan beringin (622 g/pohon/jam). Pada klasifikasi > 100 tahun, daya serap
karbondioksida tertinggi adalah trembesi (66.3 g/pohon/jam) dan krey payung
(11.3 g/pohon/jam).
Daya serap karbondioksida Kebun Raya Bogor menggunakan pendekatan
median adalah 0.11 ton/jam sedangkan menggunakan pendekatan taksonomi
adalah 0.54 ton/ jam. Kondisi ini memantapkan Kebun Raya untuk menjalankan
Atmowidi T. 1998. Peningkatan Konsentrasi Karbondioksida Lingkungan dan Pengaruhnya Terhadap Interaksi Serangga Tanaman [skripsi]. Bogor: Departemen Biologi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Benson L. 1957. Plant Classification. Boston: DC Heath and Company
Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan. Jakarta: APHI.
Dahlan, EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB Press
Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: U.I Press
Grey GW, Deneke FJ. 1986. Urban Forestry. New York: John Wiley and Sons. Harjadi SS. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta: PT Gramedia Jakarta
Kamen MD. 1963. Primary Processes in Fhotosynthesis. New York: Academic Press
Kartasapoetra AG. 1991. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan (tentang Sel dan Jaringan). Jakarta: PT Rieke Cipta
Karyadi H. 2005. Pengukuran Daya Serap Karbondioksida 5 Jenis Tanaman Hutan Kota [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Lakitan B. Dasar – dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Rajawali Press.
Murdiyaso D. 1999. Perlindungan Atmosfer melalu Perdagangan Karbon : Paradigma Baru dalam Sektor Kehutanan [orasi ilmiah]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
39
Sinambela T. 2006. Kemampuan Serapan Karbondioksida Tanaman Hutan Kota [skripsi]. Bogor. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Salisbury FB, Cleon WR. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press
Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sutrian Y. 1992. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan tentang Sel dan Jaringan. Jakarta: PT. Rineke Cipta.
41 Lampiran 1 Data penunjang tanaman hutan kota
42 Lampiran 2 Luas daun tanaman hutan kota
43 Lampiran 3 Kadar air tanaman hutan kota
No Nama Jenis Famili Berat basah Berat Kering Kadar air
1. Flamboyan Caesapiniaceae 30 10,25 65,84
2. Johar Caesapiniaceae 30 14,22 52,59
3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 30 8,50 71,68
4. Asam Caesapiniaceae 30 11,26 62,46
5. Kempas Caesapiniaceae 30 11,33 62,24
6. Sapu tangan Caesapiniaceae 30 17,16 42,82
7. Bunga merak Caesapiniaceae 30 24,69 17,68
8. Cassia Caesapiniaceae 30 11,51 61,62
9. Krey Payung Sapindaceae 30 14,63 53,76
10. Matoa Sapindaceae 30 16,07 51,25
11. Rambutan Sapindaceae 30 12,65 46,44
12. Tanjung Sapotaceae 30 13,10 57,84
13. Sawo kecik Sapotaceae 30 14,02 56,35
14. Angsana Papilinoaceae 30 11,26 53,25
15. Dadap Papilinoaceae 30 7,73 62,47
16. Trembesi Mimosaceae 30 14,63 74,22
44 Lampiran 4 Analisis data karbohidrat tanaman hutan kota
No Nama Jenis Famili Berat
45 Lampiran 5 Ukuran dan luas stomata tanaman hutan kota