IDENTIFIKASI SIKLAMAT PADA
MADU BUNGA KELENGKENG NUSANTARA
SECARA REAKSI PENGENDAPAN
TUGAS AKHIR
OLEH :
SOFYANI
NIM 112410059
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
IDENTIFIKASI SIKLAMAT PADA
MADU BUNGA KELENGKENG NUSANTARA
SECARA REAKSI PENGENDAPAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh :
SOFYANI
NIM 112410059
Medan, Mei 2014 Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing,
Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197712262008122002
Disahkan Oleh : Pembantu Dekan I,
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahiim.
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang berjudul “Identifikasi Siklamat Pada Madu
Bunga Kelengkeng Nusantara Secara Reaksi Pengendapan”.
Pada dasarnya Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun
berdasarkan apa yang penulis lakukan pada praktek kerja lapangan di Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan di Medan.
Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bimbingan,
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dengan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku koordinator program
studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.
3. Ibu Sumaiyah S.Si., M.Si., Apt. yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
4. Ibu Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., selaku Dosen
Pembimbing Akademik penulis selama melaksanakan pendidikan pada
5. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf program studi Diploma III Analis
Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Drs. I Gde Nyoman Suwandi M.M., Apt., selaku kepala BBPOM di
Medan.
7. Ibu Aisyah, S.Si., Apt., selaku koordinator pembimbing praktek kerja
lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.
8. Seluruh staf dan karyawan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
Medan yang telah membantu penulis selama pelaksanaan praktek kerja
lapangan.
9. Ayahanda Sofyan dan Ibunda Arbiah dan seluruh keluarga yang telah
memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga Tugas Akhir ini
dapat diselesaikan.
10. Seluruh teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Analis Farmasi dan
Makanan angkatan 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Dalam menulis Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak
luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya
penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2014
Penulis,
Sofyani
IDENTIFIKASI SIKLAMAT PADA MADU BUNGA KELENGKENG NUSANTARA SECARA REAKSI PENGENDAPAN
ABSTRAK
Madu merupakan cairan alami yang mempunyai rasa manis dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga. Madu bisa dipalsukan dengan gula invert buatan, sukrosa, dan glukosa cair perdagangan. Siklamat merupakan pemanis buatan yang ditambahkan ke dalam pangan dan minuman dalam bentuk garam natrium dari asam siklamat. Siklamat memiliki tingkat kemanisan ± 30 kali kemanisan sukrosa dan rasanya enak tetapi dapat membahayakan kesehatan. Pada industri pangan natrium siklamat dipakai sebagai bahan pemanis yang tidak mempunyai nilai gizi untuk pengganti sukrosa. Identifikasi siklamat pada madu bertujuan untuk mengetahui apakah madu memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Identifikasi siklamat pada madu dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan. Identifikasi siklamat dilakukan dengan metode kualitatif secara pengendapan. Madu yang diuji negatif mengandung siklamat. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa madu yang diuji memenuhi syarat pemanis sesuai dengan SNI 01-3543-2004, dimana syarat yang diharuskan untuk siklamat pada madu adalah negatif.
2.4.1 Definisi Bahan Tambahan Pangan ... 12
2.4.2 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan ... 12
2.4.3 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan .... 14
2.5 Pemanis ... 14
2.5.1 Pengertian Pemanis ... 14
2.5.2 Jenis Pemanis ... 14
2.5.3 Fungsi Pemanis Buatan ... 16
2.6 Siklamat ... 17
2.6.1 Batas Maksimum Penggunaan Siklamat ... 18
2.6.2 Pemerian Siklamat ... 19
2.6.3 Toksisitas Siklamat ... 19
BAB III METODE PENGUJIAN ... 21
3.1 Tempat Pengujian ... 21
3.2 Alat dan Bahan ... 21
3.3 Prosedur ... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1Hasil ... 23
4.2 Pembahasan ... 23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
5.1 Kesimpulan ... 27
5.2 Saran ... 27
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Syarat mutu madu ... 8
Tabel 2.2 Batas maksimum penggunaan siklamat ... 18
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
IDENTIFIKASI SIKLAMAT PADA MADU BUNGA KELENGKENG NUSANTARA SECARA REAKSI PENGENDAPAN
ABSTRAK
Madu merupakan cairan alami yang mempunyai rasa manis dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga. Madu bisa dipalsukan dengan gula invert buatan, sukrosa, dan glukosa cair perdagangan. Siklamat merupakan pemanis buatan yang ditambahkan ke dalam pangan dan minuman dalam bentuk garam natrium dari asam siklamat. Siklamat memiliki tingkat kemanisan ± 30 kali kemanisan sukrosa dan rasanya enak tetapi dapat membahayakan kesehatan. Pada industri pangan natrium siklamat dipakai sebagai bahan pemanis yang tidak mempunyai nilai gizi untuk pengganti sukrosa. Identifikasi siklamat pada madu bertujuan untuk mengetahui apakah madu memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Identifikasi siklamat pada madu dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan. Identifikasi siklamat dilakukan dengan metode kualitatif secara pengendapan. Madu yang diuji negatif mengandung siklamat. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa madu yang diuji memenuhi syarat pemanis sesuai dengan SNI 01-3543-2004, dimana syarat yang diharuskan untuk siklamat pada madu adalah negatif.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan tambahan pangan semakin
penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan
sintetis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan
tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong
meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan
konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2006).
Seiring dengan kesibukan masyarakat kota, saat ini banyak sekali dari kita
yang memilih untuk membeli makanan di luar. Namun demikian, perlu kita sadari
bahwa seringkali makanan hasil buatan industri rumah tangga mengandung bahan
tambahan makanan yang berbahaya, salah satunya adalah pemanis buatan yang
dilarang atau pemanis buatan yang diizinkan, tetapi dalam jumlah yang berlebihan
(Yuliarti, 2007).
Suatu pangan diterima oleh masyarakat dipengaruhi dari sifat estetika seperti
rasa, warna, bau, dan tekstur dari pangan tersebut. Rasa juga bergantung pada
selera dan bau. Lidah adalah organ tubuh yang dapat membedakan rasa. Rasa
manis dapat dirasakan pada ujung sebelah luar lidah. Rasa manis dihasilkan oleh
berbagai senyawa organik, termasuk alkohol, glikol, gula, dan turunan gula.
Sukrosa adalah bahan pemanis pertama yang digunakan secara komersial karena
alami maupun sintetis mempunyai rasa manis. Bahan pemanis tersebut termasuk
karbohidrat, protein, maupun senyawa sintetis yang bermolekul sederhana dan
tidak mengandung kalori seperti bahan pemanis alami (Winarno, 1994).
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan
untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan
kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma,
memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia
sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman
dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan
dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan
substitusi pemanis utama (Cahyadi, 2006).
Pemanis dibagi menjadi 2 kelompok yaitu pemanis alami dan pemanis
sintetis. Pada pemanis alami yaitu sukrosa dan laktosa yang dapat dipergunakan
dalam produk makanan dan minuman tidak memberikan efek samping, sedangkan
pada pemanis sintetis yaitu siklamat, sakarin, dan aspartam dipergunakan dalam
produk makanan dan minuman dapat memberikan efek samping berupa sakit
perut, sakit kepala, diare, kanker atau tumor kepada konsumen. Oleh sebab itu,
maka pada penggunaan pemanis sintetis mempunyai ketentuan pemakaian
memiliki batas maksimum 2000 mg/kg (BSN, 2004).
Dalam kehidupan sehari-hari, pemanis buatan sakarin dan siklamat maupun
campuran keduanya sering ditambahkan ke dalam berbagai jenis jajanan
anak-anak yang banyak dijajakan pedagang keliling seperti snack, cendol, limun,
dingin yang dibekukan, seperti es krim atau serbuk es yang dituangi sirup.
Meskipun diizinkan, zat pemanis sintetis sakarin dan siklamat merupakan jenis zat
pemanis yang khusus ditujukan bagi penderita diabetes ataupun konsumen dengan
diet rendah kalori. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sakarin dapat
menimbulkan kanker kandung kemih pada tikus. Seperti halnya sakarin,
penggunaan siklamat dapat pula berbahaya mengingat hasil metabolismenya,
yaitu sikloheksamina bersifat karsinogenik, sehingga sekresi lewat urin dapat
merangsang pertumbuhan tumor pada kandung kemih tikus (Yuliarti, 2007).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk mengidentifikasi pemanis buatan siklamat pada sampel madu bunga kelengkeng nusantara secara reaksi
pengendapan.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari identifikasi siklamat pada madu bunga kelengkeng nusantara secara reaksi pengendapan adalah agar dapat mengetahui
bahwa madu tersebut memenuhi persyaratan sehingga aman untuk dikonsumsi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Madu
2.1.1 Definisi Madu
Madu merupakan cairan kental seperti sirup bewarna cokelat kuning muda
sampai cokelat merah yang dikumpulkan dalam indung madu oleh lebah Apis
mellifera. Konstituen dari madu adalah campuran dekstrosa dan fruktosa dengan
jumlah yang sama dan dikenal sebagai gula invert 50-90% dari gula yang tidak
terinversi dan air. Madu biasa dipalsukan dengan gula invert buatan, sukrosa, dan
glukosa cair perdagangan. Madu dapat pula dipalsukan dengan cara pemberian
suatu asupan kepada lebah berupa larutan gula sukrosa yang bukan berasal dari
nektar (Gunawan dan M.S, 2004).
Madu murni menurut Farmakope Indonesia adalah madu yang diperoleh
dari sarang lebah madu Apis mellifera dan spesies lainnya yang telah dimurnikan
dengan pemanasan sampai 70°C. Setelah dingin kotoran yang mengapung
disaring. Selanjutnya, madu dapat ditambah dengan air secukupnya untuk
pengenceran sehingga bobot madu per ml memenuhi persyaratan yang telah
dibakukan (Sarwono, 2001).
Lebah madu menghasilkan madu yang dibuat dari nektar sewaktu musim
tumbuhan berbunga. Sewaktu nektar dikumpulkan dari bunga oleh pekerja, bahan
tinggi. Setelah lebah mengubah nektar menjadi madu, kandungan air jadi rendah
dan sukrosa diubah menjadi fruktosa dan glukosa (Sihombing, 1997).
2.1.2 Penggolongan Madu
Madu berdasarkan asal nektarnya dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu :
1. Madu Flora adalah madu yang dihasilkan dari nektar bunga. Madu yang berasal
dari satu jenis bunga disebut madu monoflora dan yang berasal dari aneka
ragam bunga disebut madu poliflora. Madu poliflora dihasilkan dari beberapa
jenis tanaman dari nektar bunga.
2. Madu Ekstraflora adalah madu yang dihasilkan dari nektar di luar bunga seperti
daun, cabang, atau batang tanaman.
3. Madu Embun adalah madu yang dihasilkan dari cairan hasil suksesi serangga
yang meletakkan gulanya pada tanaman, kemudian dikumpulkan oleh lebah
madu dan disimpan dalam sarang madu.
Sedangkan madu berdasarkan proses pengambilannya dapat digolongkan
menjadi dua bagian yaitu :
1. Madu Ekstraksi (Extracted Honey)
Diperoleh dari sarang yang tidak rusak dengan cara memusingkan atau
memutarnya memakai alat ekstraktor.
2. Madu Paksa (Strained Honey)
Diperoleh dengan merusak sarang lebah lewat pengepresan, penekanan atau
2.1.3 Komposisi dan Kandungan Madu
Madu tersusun atas beberapa molekul gula seperti glukosa dan fruktosa serta
sejumlah mineral seperti magnesium, kalium, potasium, sodium, klorin, sulfur,
besi, dan fosfat. Madu juga mengandung vitamin B1, B2, C, B3, dan B6 yang
komposisinya berubah-ubah sesuai dengan kualitas madu bunga dan serbuk sari
yang dikonsumsi lebah. Disamping itu, di dalam madu terdapat pula tembaga,
yodium, dan seng dalam jumlah yang kecil, juga beberapa jenis hormon
(Sarwono, 2001).
Zat-zat yang terkandung dalam madu sangatlah kompleks dan kini telah
diketahui tidak kurang dari 181 macam zat yang terkandung dalam madu.
Karbohidrat merupakan komponen terbesar yang terkandung dalam madu, yaitu
berkisar lebih dari 75%. Jenis karbohidrat yang paling dominan dalam hampir
semua madu adalah dari golongan monosakarida yang biasanya terdiri levulosa
dan dekstrosa. Levulosa dan dekstrosa mencakup 85%-90% dari total karbohidrat
yang terdapat dalam madu, sisanya terdiri dari disakarida dan oligosakarida
(Sihombing, 1997).
Sedangkan enzim penting yang terdapat dalam madu adalah enzim diastase,
invertase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase. Enzim diastase adalah enzim
yang mengubah karbohidrat kompleks (polisakarida) menjadi karbohidrat yang
sederhana (monosakarida). Enzim invertase adalah enzim yang memecah molekul
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Sedangkan enzim oksidase adalah enzim
melakukan proses oksidasi metabolisme. Semua zat tersebut berguna untuk proses
metabolisme tubuh (Suranto, 2004).
Asam utama yang terdapat dalam madu adalah asam glutamat. Sedangkan
asam organik yang terdapat dalam madu adalah asam asetat, butirat, format,
suksinat, glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat. Dalam madu juga
terdapat hormon gonadotropin yang merangsang alat reproduksi lebah ratu dan
membantu dalam proses pematangan telur (Suranto, 2004).
2.2 Mutu dan Kualitas Madu
Kualitas madu ditentukan oleh beberapa hal diantaranya waktu pemanenan
madu, kadar air, warna madu, rasa, dan aroma madu. Waktu pemanenan madu
harus dilakukan pada saat yang tepat, yaitu ketika madu telah matang dan sel-sel
madu mulai ditutup oleh lebah. Selain itu, kadar air yang terkandung dalam madu
juga sangat berpengaruh terhadap kualitas madu. Madu yang baik adalah madu
yang mengandung kadar air sekitar 17-21 persen (Sihombing, 1997).
Warna madu dipengaruhi oleh kandungan mineral, jenis tanaman asal, cara
pengolahan madu seperti ekstraksi madu dan pemanasan. Madu yang berwarna
putih harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan madu yang berwarna coklat
gelap. Semakin gelap warna madu, semakin tajam dan keras aromanya (Suranto,
2004).
Untuk cita rasa madu ditentukan oleh zat yang terdapat dalam madu
diantaranya glukosa, alkaloid, gula, asam glukonat, dan prolin. Rasa dan aroma
itu, senyawa-senyawa yang terdapat dalam madu sedikit demi sedikit akan
menguap. Hal ini disebabkan senyawa yang terdapat dalam madu bersifat volatil
(mudah menguap). Karena itu, cara memanen dan menyimpan madu perlu
diperhatikan untuk menjaga kualitas madu (Suranto, 2004).
Di Indonesia, kualitas madu ditentukan berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) nomor 01-3543-2004 seperti yang tercantum pada Tabel 2.1.
Dimana standar tersebut merupakan kriteria dari mutu madu yang telah ditetapkan
oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan merupakan hasil revisi dari SNI
tentang syarat mutu madu tahun 1994.
Tabel 2.1 Syarat Mutu Madu
No Jenis uji Satuan Persyaratan
1 Aktivitas enzim diastase DN min. 3
2 Hidroksimetilfurfural mg/kg maks. 50
2.2.1 Faktor-faktor Penentu Kualitas Madu
1. Glukosa
Gula utama dari nektar adalah sukrosa, selama proses gula akan
dihancurkan oleh enzim invertase. Selama proses pematangan, gula nektar akan
dipecah oleh aktifitas enzim invertase menjadi bentuk gula sederhana yaitu
glukosa dan fruktosa. Secara simultan dengan hancurnya sukrosa, gula baru
terbentuk (fruktosa dan glukosa), jenis gula ini tidak terdapat pada nektar.
2. Kadar Air
Banyaknya air dalam madu menentukan keawetan madu. Madu yang
mempunyai kadar air yang tinggi akan mudah berfermentasi. Fermentasi terjadi
karena jamur yang terdapat dalam madu. Jamur ini tumbuh aktif jika kadar air
dalam madu tinggi. Kandungan air dalam madu dapat diukur dengan suatu alat
yang dinamakan hidrometer yang dilengkapi dengan termometer. Selain itu
pengukuran air juga dapat menggunakan alat yang dinamakan refraktometer.
Misalnya kadar air 17,4 % indeks refraktonya sebesar 1,493 pada 20o C
(Sumoprastowo dan Suprapto, 1993).
3. Keasaman
Dalam kandungan madu terdapat sejumlah asam organik yang memainkan
peranan penting dalam proses metabolisme tubuh. Jenis-jenis asam tersebut
adalah asam format, asam asetat, asam sitrat, asam laktat, asam butirat, asam
4. Padatan Tak Larut
Bagian yang tidak dapat larut dalam air adalah zat-zat kotoran seperti pasir,
potongan-potongan daun, serangga, dan lain-lain.
5. Warna, Aroma, dan Rasa
Warna madu tergantung dari jenis tanaman asal dan sifat tanah, tetapi
tingkatan pemanasan juga mempengaruhi warna. Pemanasan madu yang lama
akan mempertua warna. Panas yang tinggi akan membentuk kerak gula yang
bewarna coklat yang memberikan bau gosong pada madu. Aroma madu ada
hubungannya dengan warnanya. Makin gelap warnanya, aromanya makin keras
atau tajam. Tetapi aroma mudah menguap. Oleh karena itu madu harus dirawat
dan ditutup rapat. Pemanasan menghilangkan sebagian aroma, sedangkan aroma
mulai berkurang sepanjang proses ekstraksi. Sebaiknya madu tidak dipanaskan
agar tidak banyak kehilangan aromanya (Sumoprastowo dan Suprapto, 1993).
Warna dan rasa adalah yang paling penting dalam pemasaran madu dan
dapat rusak selama pengolahan. Pemanasan madu harus tepat agar tidak merusak
madu. Madu yang berlebihan dipanaskan warnanya semakin gelap dan rasanya
seperti zat terbakar. Pemanasan yang berlebihan juga dapat menghilangkan aroma
(Sihombing, 1997).
2.3 Manfaat Madu
Madu mempunyai beberapa khasiat diantaranya adalah sebagai berikut (Suranto,
1. Madu dapat menghasilkan energi, meningkatkan daya tahan tubuh, dan
meningkatkan stamina
2. Madu dapat memperlancar peredaran darah dan menurunkan tekanan darah,
dimana dalam madu terdapat zat asetil kolin yang dapat melancarkan
metabolisme
3. Madu bisa meningkatkan pH lambung. Hal ini disebabkan karena madu
mengandung mineral yang bersifat alkali dan berfungsi sebagai buffer.
Semakin gelap warna madu, kandungan mineralnya semakin tinggi sehingga
semakin tinggi pula alkalinitasnya
4. Madu mengandung zat antibakteri sehingga baik untuk mengobati luka luar
dan penyakit infeksi
5. Madu sebagai bahan pengawet, karena madu mempunyai sifat osmolalitas
yang tinggi sehingga bakteri sulit untuk hidup
6. Madu dapat mengobati penyakit luar seperti luka bakar, bibir pecah-pecah,
sariawan, dan penyakit kulit. Madu juga baik dikonsumsi ibu hamil untuk
menambah daya tahan tubuh, mencegah keracunan kehamilan, dan baik bagi
pertumbuhan anak.
2.4 Bahan Tambahan Pangan
2.4.1 Definisi Bahan Tambahan Pangan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
722/Menkes/PER/IX/88, bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik)
pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan, atau diharapkan
menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Suatu bahan dikatakan dalam kategori bahan tambahan pangan jika memiliki
syarat-syarat sebagai berikut:
a. Bahan tambahan pangan bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi,
misalnya pati.
b. Bahan tambahan makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan
dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan.
c. Bahan tambahan pangan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah
mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna
yang sudah dilengkapi dengan sertifikat aman (Yuliarti, 2007).
2.4.2 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya
di dalam pangan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
722/Menkes/PER/IX/88, bahan tambahan makanan yang diizinkan untuk
digunakan pada makanan terdiri dari golongan :
1. Antioksidan (Antioxidant)
2. Antikempal (Anticaking Agent)
4. Pemanis buatan (Artificial Sweeterner)
5. Pemutih dan pematang tepung (Flour Treatment Agent)
6. Pengemulsi, pemantap, dan pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener)
7. Pengawet (Preservative)
8. Pengeras (Firming Agent)
9. Pewarna (Colour)
10.Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
11.Sekuestran (Sequestrant)
Beberapa bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan,
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988
diantaranya sebagai berikut :
1. Natrium tetraborat (Boraks)
2. Formalin (Formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
4. Kloramfenikol (Chloramphenicol)
5. Kalium klorat (Potassium Chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988,
selain bahan tambahan di atas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang
seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin
2.4.3 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Penggunaan bahan tambahan pangan bertujuan untuk membuat makanan
lebih berkualitas, lebih menarik, dengan rasa tekstur lebih sempurna. Bahan
tambahan pangan tidak hanya berfungsi sebagai pengawet, pewarna, penyedap
maupun aroma pada berbagai jenis makanan dan minuman, tetapi juga pengemulsi
(emulsifier) (Yuliarti, 2007).
2.5 Pemanis
2.5.1 Pengertian Pemanis
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan
digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan
makanan kesehatan. Berfungsi sebagai pengawet, meningkatkan citra rasa dan
aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia sekaligus merupakan sumber kalori
bagi tubuh, mengontrol program pemeliharaan, penurunan berat badan,
mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama
(Cahyadi, 2006).
2.5.2 Jenis Pemanis
Pemanis (gula) terbagi menjadi 2 berdasarkan proses pembuatannya, yaitu
gula alami dan gula sintetis (buatan).
a. Gula alami/pemanis alami
Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis
Kedua jenis tanaman ini sering disebut gula alam atau sukrosa. Selain sukrosa ada
jenis pemanis alami lain yang sering digunakan antara lain: laktosa, maltosa,
galaktosa, D-glukosa, D-fruktosa, sorbitol, manitol, gliserol, glisina (Cahyadi,
2006).
b. Gula sintetis/pemanis buatan
Gula sintetis adalah bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis
dalam makanan tetapi tidak memiliki nilai gizi. Gula sintetis adalah gula yang
dibuat dengan bahan-bahan kimia di laboratorium atau dalam suatu industri
dengan tujuan memenuhi produksi gula yang belum cukup dipenuhi oleh gula
alami khususnya gula tebu. Contohnya: sakarin, siklamat, aspartam, dulsin,
sorbitol sintetis, dan nitropropoksi-anilin (Yuliarti, 2007).
Menurut peraturan menteri kesehatan RI Nomor 208/Menkes/Per/IV/1985 di
antara semua pemanis buatan hanya beberapa yang diizinkan penggunaannya.
Pemanis buatan yang dimaksud adalah sakarin, siklamat, dan aspartam dengan
jumlah yang dibatasi dengan dosis tertentu (Cahyadi, 2006).
Pemanis buatan dan juga bahan kimia yang lain sesuai peraturan
penggunaannya harus dibatasi. Alasannya, meskipun aman dikonsumsi dalam
kadar kecil, tetap saja dalam batas-batas tertentu pemanis buatan akan
menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia maupun hewan yang
mengkonsumsinya. Pembatasan tersebut dikenal sebagai Acceptable Daily Intake
(ADI) atau asupan harian yang dapat diterima. ADI merupakan jumlah maksimal
pemanis buatan dalam g/kg berat badan yang dapat dikonsumsi tiap hari selama
2.5.3 Fungsi Pemanis Buatan
Penggunaan pemanis buatan sudah sangat banyak dimanfaatkan dalam
hampir semua pangan baik dalam makanan atau minuman. Pemanis buatan
ditambahkan ke dalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan antara lain:
a. Sebagai pangan penderita diabetes melitus karena tidak menimbulkan kelebihan
gula darah.
b. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan.
Seseorang yang gemuk akan berusaha untuk mengindari makanan-makanan
yang berasa manis. Gula dalam tubuh akan dimetabolisme dalam tubuh
menjadi suatu energi atau kalori. Jika orang gemuk mengkonsumsi
makanan-makanan manis atau minuman manis maka akan menghasilkan energi atau
kalori yang sangat banyak. Seandainya energi atau kalori ini tidak digunakan
maka akan disimpan dalam tubuh dalam bentuk cadangan makanan yang
biasanya berupa lemak. Kemudian jika konsumsi gula sudah dicukupi oleh zat
lain maka energi sisa atau kalori sisa juga akan tetap disimpan dalam bentuk
lemak. Agar orang gemuk tetap bisa menikmati rasa manis maka orang yang
gemuk sebaiknya mengkonsumsi makanan atau minuman dengan gula
pengganti yaitu berupa pemanis buatan.
c. Sebagai penyalut/penutup obat
Beberapa obat mempunyai rasa yang tidak enak, karena itu untuk menutupi
rasa yang tidak enak dari obat tersebut biasanya dibuat obat yang bersalut
untuk penyalut obat karena umumnya bersifat higroskopis dan tidak
menggumpal.
d. Menghindari kerusakan gigi
Pemanis sintetis memiliki rasa manis yang lebih tinggi dari pemanis alami
sehingga pemakaian pemanis sintetis lebih sedikit dari pemanis alami. Dengan
jumlah pemanis sintetis yang digunakan lebih sedikit maka tidak merusak gigi.
e. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintetis
digunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi, karena pemanis
sintetis mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya lebih
murah dibandingkan dengan gula yang diproduksi di alam (Cahyadi, 2006).
2.6 Siklamat
Siklamat atau asam siklamat atau cyclohexylsulfamic acid (C6H13NO3S)
sebagai pemanis buatan digunakan dalam bentuk garam kalsium dan natrium
siklamat. Pertama kali ditemukan dengan tidak sengaja oleh Michael Sveda pada
tahun 1937. Secara umum, garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau,
tidak berwarna, dan mudah larut dalam air dan etanol serta berasa manis. Sejak
tahun 1950, siklamat ditambahkan ke dalam pangan dan minuman biasanya dalam
bentuk garam natrium dari asam siklamat dengan rumus molekul
C6H11NHSO3Na. Siklamat dikenal dengan nama assugrin, sucaryl, atau sucrosa
(Cahyadi, 2006).
Siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang disenangi, tidak seperti
kemanisan sukrosa. Pada industri pangan natrium siklamat dipakai sebagai bahan
pemanis yang tidak mempunyai nilai gizi (non-nutritive) untuk pengganti sukrosa.
Bersifat tahan panas, sehingga sering digunakan dalam pangan yang diproses
dalam suhu tinggi, misalnya pangan dalam kaleng (Cahyadi, 2006).
2.6.1 Batas Maksimum Penggunaan Siklamat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988
tentang bahan tambahan makanan, batas maksimum penggunaan siklamat dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Batas Maksimum Penggunaan Siklamat
No Jenis/Bahan Makanan Batas Maksimum Penggunaan Siklamat
1 Permen Karet 500 g/kg
9 Minuman fermentasi 500 g/kg
2.6.2 Pemerian Siklamat 1. Natrium siklamat
Gambar 2.1 Struktur kimia natrium siklamat Rumus molekul : C6H11NHSO3Na
Berat molekul : 201,22
Kelarutan : larut dalam 5 bagian air, dalam 250 bagian etanol (95 %) P
dan dalam 25 bagian propilen glikol P, praktis tidak larut
dalam kloroform P dan dalam eter P.
Pemerian : hablur atau serbuk hablur; putih; tidak berbau atau hampir
tidak berbau; rasa agak manis walaupun dalam larutan
encer (Ditjen POM, 1979).
2.6.3 Toksisitas siklamat
Siklamat memunculkan banyak gangguan bagi kesehatan, di antaranya tremor
(penyakit syaraf), migrain dan sakit kepala, kehilangan daya ingat, bingung,
insomnia, iritasi, asma, hipertensi, diare, sakit perut, alergi, impotensi dan
gangguan seksual, kebotakan, dan kanker otak (Budianto, 2009).
Siklamat memiliki tingkat kemanisan tinggi dan rasanya enak (tanpa rasa
pahit) tetapi dapat membahayakan kesehatan. Campuran siklamat dengan sakarin
akan menimbulkan gangguan kesehatan karena hasil metabolisme siklamat yang
disebut sikloheksiamin bersifat karsinogenik sehingga ekskresi (pembuangannya)
melalui urin dapat merangsang pertumbuhan tumor. Bahaya kesehatan ini tidak
berlangsung seketika, tetapi bisa muncul bertahun-tahun setelah mengkonsumsi
BAB III
METODE PENGUJIAN
3.1 Tempat Pengujian
Pengujian identifikasi siklamat pada madu secara pengendapan dilakukan di
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) yang berada di Jalan
Williem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan-Estate.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah corong pisah, penangas air, tabung reaksi, lemari
asam. Bahan yang digunakan adalah madu bunga kelengkeng nusantara
(BBPOM), HCl (p), BaCl2 (10%), NaNO2 (10%), etil asetat.
3.3 Prosedur
Prosedur yang digunakan adalah prosedur yang diterapkan di Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Medan.
Sejumlah 100 ml cuplikan bentuk cair atau larutan cuplikan padat setara
dengan 3 mg siklamat dimasukkan ke dalam corong pisah 250 ml lalu
ditambahkan 50 ml HCl pekat. Di-ekstraksi 3 kali, setiap kali dengan 50 ml etil
asetat. Lapisan etil asetat dikumpulkan dan di-ekstraksi kembali 3 kali, setiap kali
dengan 30 ml air. Selanjutnya lapisan air dikumpulkan lalu ditambahkan 5 ml HCl
pekat dan 10 ml BaCl2 10%, dibiarkan selama 5 menit. Saring bila terbentuk
kurang 2 jam di atas penangas air. Siklamat dinyatakan positif jika terbentuk
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pada percobaan identifikasi kandungan siklamat pada madu secara reaksi
pengendapan, diketahui bahwa negatif mengandung siklamat dengan tidak
terbentuknya endapan putih barium sulfat. Data hasil pengujian dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Identifikasi Siklamat Pada Madu Bunga Kelengkeng Nusantara Secara Reaksi Pengendapan
Nama Zat Pereaksi Pengamatan Hasil
Baku pembanding
Madu yang diuji memenuhi persyaratan pemanis, karena menurut SNI
Konstituen dari madu adalah campuran dekstrosa dan fruktosa dengan jumlah
yang sama dan dikenal sebagai gula invert 50-90% dari gula yang tidak terinversi
dan air. Madu biasa dipalsukan dengan gula invert buatan, sukrosa, dan glukosa
cair perdagangan (Gunawan, 2004).
Identifikasi siklamat pada sampel madu ini menggunakan metode kualitatif
atau pengendapan, yaitu dengan menggunakan reagen HCl (p), BaCl2 (10%),
NaNO2 (10%) , dan etil asetat.
Prinsip identifikasi adanya siklamat dalam sampel yaitu dengan cara
pengendapan. Pengendapan dilakukan dengan cara menambahkan barium klorida
(BaCl2) dalam suasana asam kemudian ditambah natrium nitrit (NaNO2) sehingga
akan terbentuk endapan barium sulfat (BaSO4).
Identifikasi adanya siklamat dalam sampel madu dimulai dengan penambahan
asam klorida pada sampel. Fungsi dari penambahan asam klorida adalah untuk
mengasamkan sampel. Setelah sampel bersifat asam kemudian sampel diekstraksi
dengan etil asetat. Fungsi dari etil asetat adalah untuk mengikat siklamat yang ada
dalam sampel. Setelah ekstraksi dilakukan, didapat lapisan etil asetat yang
kemudian diekstraksi kembali dengan air. Air yang digunakan berfungsi untuk
menghidrolisis Na-siklamat menjadi ion Na+ dan ion siklamat sehingga akan lebih
mudah sampel bereaksi dengan reagen yang akan direaksikan (Lestari, 2011).
Adapun fungsi dari reagen-reagen yang ditambahkan atau direaksikan dalam
1) Penambahan HCl pekat dalam sampel berfungsi untuk mengasamkan larutan.
Larutan dibuat dalam keadaan asam agar reaksi yang akan terjadi dapat lebih
mudah terjadi.
2) Penambahan BaCl2 10 % berfungsi untuk mengendapkan pengotor-pengotor
yang ada dalam larutan, seperti adanya ion karbonat.
3) Penambahan NaNO2 10 % berfungsi untuk memutuskan ikatan sulfat dalam
siklamat.
Ketika ikatan sulfat telah diputus maka ion Ba2+ akan bereaksi dengan ion sulfat
dan menghasilkan endapan barium sulfat (BaSO4). Reaksi yang terjadi pada suatu
sampel jika mengandung siklamat dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini:
+ Ba2+ + NO2- NaO + BaSO4 (s) + N2(g)
Gambar 4.1 reaksi pembentukan endapan barium sulfat (Lestari, 2011).
Endapan barium sulfat yang didapat dianalogkan dengan besarnya siklamat
yang ada. Ini dikarenakan dalam mekanismenya siklamat yang bereaksi sama
dengan barium sulfat yang di peroleh. Dengan kata lain 1 mol siklamat sama
dengan 1 mol barium sulfat. Gas nitrogen yang dihasilkan dari reaksi dapat
diketahui dengan bau yang menyegat ketika proses pemanasan (Lestari, 2011).
Hasil uji secara kualitatif adanya siklamat pada madu kelengkeng ditunjukkan
dengan tidak adanya endapan putih BaSO4 yang berada pada filtrat, hal ini
menunjukkan hasil yang negatif. Uji dinyatakan positif bila terbentuk endapan.
Berbahaya di BBPOM Medan secara kualitatif diketahui bahwa sampel madu
diketahui negatif terhadap uji kandungan senyawa siklamat sebagai pemanis
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil percobaan identifikasi siklamat pada madu secara reaksi pengendapan,
diketahui bahwa madu yang diuji negatif mengandung siklamat, sehingga
memenuhi persyaratan SNI 01-3543-2004 karena pemanis siklamat tidak boleh
ada pada madu.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar memeriksa pemanis sintetis pada
madu lainnya. Sebaiknya dilakukan uji parameter syarat mutu madu lainnya
seperti uji pemanis sintetis sakarin, uji pewarna, uji cemaran logam, serta uji
DAFTAR PUSTAKA
Al Jamili, S. (2004). Khasiat Madu Dalam Al-qur’an & Sunnah. Jakarta: Penerbit Cendekia Sentra Muslim. Hal. 25.
BSN. (2004). Syarat Mutu Madu. SNI 01-3543-2004. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Hal. 1-2.
Budianto, A.K. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press. Hal. 207.
Cahyadi, W. (2006). Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal. 67, 74-75, 77-78, 80-81.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 407.
Gunawan D. dan M.S. (2004). Ilmu Obat Alam. Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 97.
Lestari, D. (2011). Analisis Adanya Kandungan Pemanis Buatan Sakarin Dan
Siklamat Pada Jamu Gendong Di Pasar Grubug Grobogan. Skripsi. Hal.
39-40.
Sarwono, B. (2001). Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Agro Media Pustaka. Hal. 62-63, 69.
Sihombing, D. T. H. (1997). Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 100-101, 144.
Sumoprastowo, R.M. dan Suprapto, A. (1993). Beternak Lebah Madu Modern. Jakarta: Bhratara. Hal. 44-45.
Suranto, A. (2004). Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Jakarta: Agro Media Pustaka. Hal. 31-32, 25, 28.
Winarno, F.G. (1994). Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal. 95-99.
Lampiran 1 Identitas Sampel
Nama Contoh : Madu Bunga Kelengkeng Nusantara
No. Kode contoh: 0009/D-1/MM/14
Wadah/Kemasan: Botol kaca/250 ml
Pabrik: Madu Nusantara, Solo-Indonesia
Komposisi: Madu murni bunga kelengkeng
Waktu daluarsa: Oktober 2017
No. Reg: MD 137611005072
Bentuk: Cairan kental
Rasa: Manis
Warna: Coklat