• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Asam Retinoat Pada Sediaan Kosmetik Secara Kromatografi Lapis Tipis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Asam Retinoat Pada Sediaan Kosmetik Secara Kromatografi Lapis Tipis"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI ASAM RETINOAT PADA SEDIAAN

KOSMETIK SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

TUGAS AKHIR

OLEH:

NIA NOVRANDA PERTIWI

NIM 122410011

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

IDENTIFIKASI ASAM RETINOAT PADA SEDIAAN

KOSMETIK SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

NIA NOVRANDA PERTIWI NIM 122410011

Medan, Juni 2015 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing

Sri Yuliasmi, S.Farm, M.Si., Apt. NIP 198207032008122002

Disahkan oleh: a.n. Dekan, WakilDekan I,

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT., yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan yang diakhiri dengan penulisan tugas akhir dengan judul Identifikasi Asam Retinoat pada Sediaan Kosmetik Secara Kromatografi Lapis Tipis.

Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.

Selama menyusun tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 4. Ibu Sri Yuliasmi, S.Farm, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang

(4)

5. Bapak Drs. M. Alibata Harahap, Apt., M.Kes., selaku Kepala Balai Besar POM (BBPOM) di Medan.

6. Ibu Lambok Okta SR, S.Si., M.Kes., Apt., selaku Manajer Mutu di Balai Besar POM (BBPOM) di Medan, yang memberikan izin tempat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.

7. Ibu Lucy Rahmadesi, S.Farm., Apt., selaku Koordinator Pembimbing Praktik Kerja Lapangan (PKL) beserta seluruh staf laboratorium Balai Besar POM (BBPOM) di Medan.

8. Ibu Fanny Annita Raprap, S.Si., Apt, selaku pembimbing lapangan yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar POM di Medan.

9. Bapak Drs. Chairul Azhar Dalimunthe., M.Sc., Apt., selaku Dosen Penasehat Akademis yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal akademis setiap semester.

10. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf Fakultas Farmasi USU.

11. Teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2012, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

12. Serta pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

(5)

telah memberikan doa restu, motivasi dan dorongan baik moril maupun materil sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan.Sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kesempurnaan tulisan ini.Akhirnya penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT memberikan rahmat dan berkah-Nya atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis.Amin.

Medan, Juni 2015 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

2.3.2 Fase Gerak (Pelarut Pengembang) ... 19

2.3.3 Aplikasi (Penotolan) Sampel ... 21

(7)

2.3.5 Deteksi ... 23

BAB III METODE PENGUJIAN ... 25

3.1 Tempat Pengujian ... 25

3.2 Alat ... 25

3.3 Bahan ... 25

3.4 Sampel ... 25

3.5 Prosedur ... 26

3.5.1 Larutan Uji ... 26

3.5.2 Larutan Baku ... 26

3.6 Cara Identifikasi ... 27

3.7 Persyaratan ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Hasil ... 29

4.2 Pembahasan ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Kesimpulan ... 31

5.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Keterangan Sampel ... 33

Lampiran 2. Data dan Hasil ... 35

Lampiran 3. Gambar Alat dan Sampel ... 37

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20 (Wall, Jellinek, 1970). Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia usaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau yang disebut kosmetik medik (cosmeceutical). Produk-produk kosmetik dipakai secara berulang setiap hari dan di seluruh tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki, sehingga diperlukan persyaratan aman untuk dipakai (Tranggono dan Latifah, 2007).

Selain itu produk-produk kosmetik harus bisa menjamin pemakainya dari dampak negatif kesehatan yang ditimbulkan. Oleh karena itu, ketika akan menggunakan kosmetik perlu diteliti lebih dahulu kandungan bahan aktifnya. Mengingat sering sekali perlengkapan kosmetik seperti bedak, pewarna alis, pewarna bibir (lipstik), dan kelopak mata (eye shadow) maupun pewarna pipi terbuat dari bahan kimia yang memiliki sifat karsinogenik (Jaelani, 2009).

(10)

retinoat ini tidak langsung melalui penghambatan pigmen melanin seperti beberapa senyawa pemutih lainnya, tetapi diduga karena terjadinya peningkatan poliferasi sel-sel keratin dan percepatan pergantian epidermis (lapisan kulit paling luar), sehingga memberikan efek mencerahkan kulit.Pada penggunaan topikal, asam retinoat dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit seperti terbakar, terutama buat yang berkulit sensitif.Sedangkan pada penggunaan sistemik (misalnya peroral/diminum) asam retinoat memiliki efek teratogenik, yaitu menyebabkan abnormalitas perkembangan janin dalam kandungan. Paparan yang paling kritis selama 3-5 minggu kehamilan, bahkan sebelum sang ibu ketahuan hamil. Penggunaan asam retinoat ini dapat menyebabkan berbagai bentuk malformasi/kecacatanpada janin.Walaupun efek yang paling nyata adalah pada penggunaan sistemik, tetapi pada penggunaan topikaljika dilakukan dalam jangka waktu lama juga dikuatirkan akan menyebabkan terserapnya asam retinoat ke dalam tubuh dan akan mempengaruhi janin apabila digunakan oleh wanita hamil (Ikawati, 2010).

(11)

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui apakah kandungan asam retinoat yang dilarang terdapat pada sediaan kosmetik yang telah ditetapkan dalam Asean Cosmetics Method

(ACM) SIN 01.

1.3 Manfaat

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik 2.1.1 Pengertian

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan tahun 1976 yang merujuk pada aturan Federal Food and Cosmetic Act tahun 1958, kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan dan disemprotkan pada tubuh untuk memelihara kebersihan, memelihara, menambah daya tarik, dan mengubah rupa, tetapi tidak termasuk golongan obat juga tidak mengganggu kesehatan kulit dan kesehatan tubuh (Jaelani, 2009).

(13)

2.1.2 Penggolongan Kosmetik

Penggolongan kosmetik antara lain menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, menurut sifat modern atau tradisionalnya, dan menurut kegunaannya bagi kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

A.Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13 kelompok:

1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dll. 2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dll. 3. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dll. 4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dll. 5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dll. 6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dll.

7. Preparat make up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstick, dll.

8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes, dll. 9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dll.

10.Preparat kuku, misalnya cat kuku, lotion kuku, dll.

11.Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung, dll. 12.Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dll.

13.Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation, dll (Tranggono dan Latifah, 2007).

B.Penggolongan menurut sifat dan cara pembuatan:

(14)

a. Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan alam dan diolah menurut resep dab cara yang turun-temurun.

b. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet agar tahan lama.

c. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar-benar tradisional dan diberi zat warna yang menyerupai bahan tradisional (Tranggono dan Latifah, 2007).

C.Penggolongan menurut kegunaannya bagi kulit. 1. Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics).

Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di dalamnya:

a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing cream,

cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).

b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizing cream, night cream, anti wringkle cream.

c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen foundation, sun block cream/lotion.

d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling), misalnya

scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengampelas (abrasiver) (Tranggono dan Latifah, 2007).

2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)

(15)

psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confidence).Dalam kosmetik riasan, peran zat pewarna dan zat pewangi sangat besar (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.1.3 Bahan yang Menimbulkan Efek Negatif A. Minyak Mineral dan Turunannya

Minyak mineral (mineral oil), dan produk hasil pengolahan minyak bumi lainnya seperti vaselin (petrolatum) dan minyak parafin yang sering digunakan sebagai bahan dasar formulasi kosmetik. Karena ukuran molekunya lebih besar dari ukuran pori kulit, maka minyak mineral tidak dapat menyerap ke dalam menyerap ke dalam kulit dan dapat menyumbat pori-pori kulit. Selain itu, minyak mineral juga bersifat komedogenik (menimbulkan komedo). Sebagai pengganti, gunakan kosmetik yang mengandung minyak nabati atau minyak dari tumbuhan (vegetable oil) yang ringan atau mengandung asam lemak esensial seperti minyak kedelai atau minyak zaitun. Minyak nabati jenis ini memiliki daya serap yang bagus, molekulnya kecil sehingga cepat menembus pori-pori kulit. Minyak tumbuhan juga mengandung bahan-bahan nutrisi kulit (Jaelani, 2009).

B. Lanolin

(16)

yang menyebutkan bahwa bahan lanolin sering kali terkontaminasi oleh pestisida yang berbahaya. Oleh karena itu, gunakan bahan yang mengandung silk amino acid, atau squalene dari tumbuhan sebagai bahan pelembut alternatif (Jaelani, 2009).

C. Alkohol

Bahan kimia ini sudah umum digunakan pada produk kosmetik untuk kulit berminyak dan berjerawat atau sebagai pelarut. Alkohol dimanfaatkan oleh produsen kosmetik untuk mengeringkan kulit, melarutkan minyak, dan bahan pelembab kulit pada permukaan kulit. Agar lebih aman bagi kesehatan, terjamin keamanan, sebaiknya memakai astringent alami dari ekstrak tumbuhan dan mineral penyerap minyak (oil absorbing clays) untuk mengobati problem pada jenis kulit berminyak. Bisa juga mempergunakan witch hazel (alkohol yang berasal dari ekstrak tumbuhan Hamamelis, yang dapat melembutkan kulit yang teriritasi, dan tidak mengeringkan kulit). Di samping sebagai penyegar, witch hazel juga sebagai astringent untuk kulit berminyak (Jaelani, 2009).

D. Pewangi Buatan

(17)

E. Pewarna Buatan

Sering kali produk kosmetik menggunakan zat-zat pewarna yang disebut

coal tar dan D&C pigmen (coal tar derivative) yang digunakan sebagai dasar pewarna pada kosmetik. Bahan pewarna buatan ini bersifat komedogenik, dan justru menyebabkan kulit jenis tertentu menjadi sensitif dan berjerawat. Sebagai gantinya, gunakan jenis pewarna alami yang diperoleh dari ekstrak tanaman kesumba keling (merah), pacar cina atau pacar jawa (merah muda), kunyit (kuning), daun suji (hijau), ataupun ubi jalar (violet) (Jaelani, 2009).

F. Formaldehid

Pengawet adalah salah satu bahan kimia biosidal yang ditambahkan dalam produk kosmetik, obat topikal, makanan dan produk industri lainnya supaya terjaga dari kemungkinan kontaminasi mikroorganisme, anatar lain bakteri, jamur, kapang, dan alga yang berimplikasi pada percepatan proses pembusukan. Bahan pengawet merupakan penyebab terbanyak dermatitis kontak alergi (DKA) karena kosmetik setelah pewangi. Salah satu bahan pengawet sintetik yang cukup membahayakan adalah formaldehid (Jaelani, 2009).

(18)

G. Bahan Komedogenik

Ada beberapa bahan baku sintetik yang sering dipakai pada produk kosmetik tertentu bersifat komedogenik dan bisa menyebabkan kelainan kulit. Diantaranya seperti isopropyl myristate dan analognya seperti senyawa isopropyl isostearate, butyl stearate, dan sebagainya (Jaelani, 2009).

H. Bahan Tambahan Lainnya

Bahan tambahan yang berfungsi sebagai preservatif yang biasa digunakan dalam formula kosmetik, antara lain dari golongan paraben (propil paraben dan

metil paraben), asam benzoat, imidazolydinil urea, isothiazolones, benzalkoniumchloride, 2-bromo-2-nitropopanel, dan 3-diol dimethyl-hydantoin (Jaelani, 2009).

2.1.4 Gangguan pada Kulit A. Flek Hitam

Flek hitam atau melasma merupakan hiperpigmentasi kecoklatan yang terjadi di wajah, leher, dan lengan, dengan warna yang simetris sama pada sisi kiri dan sisi kanan. Adanya peningkatan melanin atau tidak meratanya distribusi melanin dapat menyebabkan perubahan pigmentasi lokal atau flek. Penyebab

(19)

B. Iritasi Kulit

Pemakaian kosmetik bukan saja dapat mempercantik dan memperindah penampilan. Tetapi apabila kurang hati-hati dalam memilih produk yang sesuai. Apalagi saat ini banyak produk kosmetik yang menggunakan bahan kimia berbahaya sebagai komponen bahan bakunya. Bila hal ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin terjadi iritasi pada kulit atau luka terutama karena kosmetik yang tidak cocok sehingga bukannya bertambah cantik tetapi malah sebaliknya (Jaelani, 2009).

C. Jerawat

Gangguan dermatologis karena jerawat merupakan permasalahan umum yang dialami setiap orang, terutama anak remaja. Meskipun begitu, justru karena hal inilah rasa percaya diri menjadi berkurang padahal ada bermacam cara untuk mencegah dan mengatasinya sedini mungkin (Jaelani, 2009).

Jerawat bisa disebabkan oleh meningkatnya produksi kelenjar minyak (sebacus gland) sehingga menyumbat saluran folikel rambut maupun pori-pori kulit. Selain wajah, jerawat juga bisa terjadi pada bagian tubuh yang lain seperti di bagian punggung, leher, dada, hingga lengan bagian atas. Bahkan kulit kepala, hidung, dan telinga juga bisa menjadi daerah serangan jerawat (Jaelani, 2009).

(20)

sedangkan komedo tertutup atau whitehead berupa kulit yang tumbuh di atas pori-pori yang tersumbat sehingga tampak seperti benjolan kecil putih (Jaelani, 2009).

Adapun jerawat biasa, dapat terjadi berupa tonjolan kecil berwarna kemerahan yang diakibatkan oleh infeksi bakteri pada pori-pori yang tersumbat. Gangguan psikologis, hormonal, dan lingkungan juga dapat memperbesar terjadinya jerawat. Sementara jerawat batu (cystic acne) merupakan jerawat besar dengan peradangan hebat dan berkumpul pada seluruh wajah. Secara genetis, jerawat jenis ini diakibatkan oleh kelenjar minyak yang berlebihan, pertumbuhan sel-sel kulit yang tidak normal, dan respons berlebihan terhadap radang sehingga meninggalkan bekas pada kulit (Jaelani, 2009).

Untuk mengatasi gangguan kulit seperti jerawat ini bisa dilakukan dari dalam dan dari luar. Menjaga kondisi psikis agar tetap stabil dan tenang berpengaruh pada respons hormonal yang menjadi pemicu munculnya jerawat. Demikian juga dengan konsumsi makanan berkadar lemak tinggi perlu dikurangi. Sebagai kompensasi, perbanyak mengkonsumsi makanan berserat tinggi seperti sayuran dan buah-buahan. Sementara itu perawatan kulit secara intensif dan alami bisa segera dicoba dengan mempergunakan bahan-bahan herbal untuk pencegahan dan penyembuhan jerawat (Jaelani, 2009).

(21)

pengelupasan kulit dapat timbul setelah aplikasi untuk beberapa hari tetapi berkurang dengan waktu (BPOM RI, 2008).

D. Kanker Kulit

Secara patologis, kanker kulit dapat diartikan sebagai bentuk abnormalitas pertumbuhan dan perkembangan sel-sel gerak yang bisa terjadi pada kulit. Paparan cahaya matahari yang berlebihan bisa menjadi penyebab kanker kulit. Hal ini mengingat perkembangan kanker kulit itu tergantung pada jumlah sinar ultraviolet yang terserap kulit, daya tahan tubuh serta jumlah melanin (pigmen kulit) dari seseorang (Jaelani, 2009).

Bagi mereka yang kebanyakan bekerja di luar rumah (misalnya petani dan nelayan) mempunyai risiko tinggi terkena kanker kulit. Apalagi dengan adanya perubahan suhu pada lingkungan global di atmosfer bumi, terutama dengan semakin menipisnya lapisan ozon (O3) akibat efek rumah kaca. Padahal ozon merupakan penyerap yang sangat efektif terhadap radiasi sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh matahari. Ozon ini membentuk lapisan pelindung di sekeliling bumi sehingga dapat menjaga bumi dari bencana radiasi yang disebabkan oleh sinar ultraviolet (Jaelani, 2009).

(22)

Deteksi terhadap kanker kulit dapat diketahui dari beberapa gejala yang menyertainya seperti adanya bintik lebar berwarna keputihan pada daerah yang terkena, adanya lesi yang menonjol pada permukaan kulit dengan lingkaran yang tidak teratur, perubahan nyata dari tahi lalat (mole), serta pemborokan kulit pada luka yang lama (Tucker, 1998).

2.2 Asam Retinoat

Asam retinoat disebut juga tretinoin adalah bentuk asam dan bentuk aktif dari vitamin A (retinol). Asam retinoat ini sering dipakai sebagai bentuk sediaan vitamin A topikal, yang dapat diperoleh secara bebas maupun dengan resep dokter. Bahan ini sering dipakai pada preparat untuk kulit terutama untuk pengobatan jerawat, dan sekarang banyak dipakai untuk mengatasi kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari (sundamage) dan untuk pemutih (Ikawati, 2010).

Asam retinoat (C20H28O2) BM 300,44

Tretionin topikal sebaiknya dihindari pada jerawat berat yang meliputi pada area yang luas. Hindari kontak dengan mata, lubang hidung, mulut, membran mukosa, kulit bereksim, kulit terbakar matahari atau kulit luka. Obat ini sebaiknya digunakan hati-hati pada area yang sensitif seperti leher dan penumpukan pada sudut hidung juga sebaiknya dihindari (BPOM RI, 2008)

(23)

hablur, kuning sampai jingga muda. Kelarutan tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform (Ditjen POM, 1995).

Menurut edaran BPOM bahwa asam retinoat/tretinoin/retinoic acid dapat menyebabkan kulit kering, rasa terbakar teratogenik (cacat pada janin).Padahal asam retinoat banyak dijumpai pada produk pemutih kulit, salah satunya adalah produk yang cukup popular di Yogyakarta yaitu Natasha Medicated Skin Care.Merek terkenal yang telah ditarik dari peredaran adalah OLAY Total White produk Malaysia dan PONDS Age Miracle produk Thailand/Singapore (Ikawati, 2010).

2.2.1 Mekanisme Kerja Asam retinoat

Kulit memiliki reseptor untuk asam retinoat yang disebut retinoic acid receptor (RAR) yang berlokasi di dalam sel (intraseluler). Jika asam retinoat mengikat reseptornya, maka akan mengaktifkan transkripsi gen yang akan menstimulasi replikasi dan diferensiasi sel, terutama adalah sel-sel keratin (sel-sel tanduk) penyusun kulit dari luar (epidermis). Hal ini akan menyebabkan efek berkurangnya keriput dan memperbaiki sel-sel kulit yang rusak, misalnya karena paparan sinar matahari (Ikawati, 2010).

Mekanisme asam retinoat sebagai obat jerawat belum banyak diketahui sepenuhnya. Sebuah penelitian oleh Diane Thiboutot dan Pennsylvania State University Collage of Medicine mengungkapkan bahwa asam retinoat ini meng-up

(24)

Dengan kematian sel kelenjar sebasea ini, maka produksi minyak kulit berkurang dan akan mengurangi jerawat (Ikawati, 2010).

Asam retinoat juga sering dimasukkan dalam komposisi krim pemutih karena dipercaya memiliki efek pemutih. Efek asam retinoat ini tidak langsung melalui penghambatan pigmen melanin seperti beberapa senyawa pemutih lainnya, tetapi diduga karena terjadinya peningkatan poliferasi sel-sel keratin dan percepatan pergantian epidermis (lapisan kulit paling luar), sehingga memberikan efek mencerahkan kulit (Ikawati, 2010).

2.2.2 Efek Samping Asam Retinoat

Pada penggunaan topikal, asam retinoat dapat, menyebabkan iritasi kulit, kulit seperti terbakar, terutama buat yang berkulit sensitif. Sedangkan pada penggunaan sistemik (misalnya peroral/diminum) asam retinoat memiliki efek teratogenik, yaitu menyebabkan abnormalitas perkembangan janin dalam kandungan. Paparan yang paling kritis selama 3-5 minggu kehamilan, bahkan sebelum sang ibu ketahuan hamil. Penggunaan asam retinoat ini dapat menyebabkan berbagai bentuk malformasi/kecacatan pada janin. Fakta ini diperoleh beberapa saat setelah Accutane, suatu obat jerawat berbentuk kapsul berisi isotretinoin (13-cis-retinoic acid), diperkenalkan pada bulan September tahun 1982. Diperkirakan 160 ribu wanita hamil pada saat itu menggunakannya. Antara tahun 1982-1987, kurang lebih dijumpai 900-1300 bayi yang lahir cacat, 700-1000 terjadi aborsi spontan, dan 5000-7000 janin digugurkan secara medis karena paparan Accutane. Anak-anak yang sempat dilahirkan memiliki gangguan

(25)

jantung, dan penurunan intelegensia. Sejak itu Accutane digolongkan sebagai obat dengan kategori X untuk kehamilan, yaitu tidak boleh sama sekali dipakai pada wanita hamil atau yang merencanakan hamil. Accutane sendiri masih beredar di Amerika dan merupakan obat dengan resep dokter (Ikawati, 2010).

Walaupun efek yang paling nyata adalah pada penggunaan sistemik, tetapi pada penggunaan topikal (dioleskan di kulit) jika dilakukan dalam jangka waktu lama juga dikuatirkan akan menyebabkan terserapnya asam retinoat ke dalam tubuh dan akan mempengaruhi janin apabila digunakan oleh wanita hamil (Ikawati, 2010).

2.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia.Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).

(26)

didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Rohman, 2009).

Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Untuk campuran yang tidak diketahui, lapisan pemisah (sifat penjerap) dan sistem larutan pengembang harus dipilih dengan tepat karena keduanya bekerja sama untuk mencapai pemisahan. Selain itu, hal yang juga penting adalah memilih kondisi kerja yang optimum yang meliputi sifat pengembangan, atmosfer bejana, dan lain-lain (Stahl, 1985).

Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom.Demikian juga peralatan yang digunakan.Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.1 Fase Diam (Lapisan Penjerap)

(27)

dengan penyangga. Panjang lapisan tersebut 200 mm dengan lebar 200 atau 100 mm. Untuk analisis, tebalnya 0,1 - 0,3 mm, biasanya 0,2 mm. Sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang tidak lembab dan bebas dari uap laboratorium (Stahl, 1985).

Penjerap untuk KLT ialah (diurut mulai dari yang paling penting) silika gel, alumina, kiselgur, dan selulosa. Semuanya lebih halus (melewati ayakan 200 mesh) daripada penjerap yang dipakai pada kromatografi kolom klasik dan kehalusannya sama seperti kehalusan penjerap untuk KCKT. Pada kenyataannya memang penjerap KLT dapat dipakai langsung pada beberapa sistem KCKT. Penjerap biasanya mengandung pengikat dan banyak juga yang sekaligus mengandung zat tambahan lain (Gritter, 1991).

Terdapat perbedaan yang sangat berarti anatar penjerap (dan lapisan siap pakai) yang berasal dari sumber niaga yang berlainan. Terutama silika gel mempunyai bermacam-macam sifat, bahkan kadang-kadang batch yang satu berbeda dengan batch yang lain meskipun pabriknya sama. Dianjurkan agar sedapat mungkin bekerja dengan memakai pelat yang berasal dari satu pabrik. Walaupun ada petunjuk pembuatan berbagai penjerap dalam pustaka, dianjurkan untuk membeli dari sumber niaga (Gritter, 1991).

2.3.2 Fase Gerak (Pelarut Pengembang)

(28)

sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen. Angka banding campuran dinyatakan dalam bagian volume sedemikian rupa sehingga volume total 100, misalnya benzena-kloroform-asam asetat 96% (50:40:10). Pada kromatografi penjerap, pelarut pengembang dapat dikelompokkan ke dalam deret eluotropik berdasarkan efek elusinya. Efek elusi naik dengan kenaikan kepolaran pelarut. Misalnya heksana nonpolar mempunyai efek elusi lemah, kloroform cukup kuat, dan metanol yang polar efek elusinya kuat (Stahl, 1985).

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam mamilih dan mengoptimasi fase gerak:

• Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT

merupakan teknik yang sensitif

• Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak

antara 0,2 – 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan

• Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,

(29)

campuran air dan campuran metanol dengan perbandingan tertentu (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.3.3 Aplikasi (Penotolan) Sampel

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak makan akan menurunkan resolusi (Rohman, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 µl (Gandjar dan Rohman, 2007).

Campuran yang akan dikromatografi harus dilarutkan di dalam pelarut yang agak nonpolar untuk ditotolkan pada lapisan. Pada umumnya, dipakai larutan 0,1-1%. Hampir segala macam pelarut dapat dipakai, tetapi yang terbaik yang bertitik didih antara 50o dan 100oC.Pelarut yang demikian mudah ditangani dan mudah menguap dari lapisan.Air hanya dipakai jika tidak ada pilihan (Gritter, 1991).

(30)

ditotolkan sebagian-sebagian; dalam hal ini pelarut dibiarkan menguap dahulu sebelum penotolan berikutnya dilakukan (Stahl, 1985).

2.3.4 Pengembangan

Pengembangan ialah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak pengembangan normal, yaitu jarak antara garis awal dan garis depan, ialah 100 mm. Di samping pengembangan sederhana, yaitu perambatan satu kali sepanjang 10 cm ke atas, pengembangan ganda dapat juga digunakan untuk memperbaiki efek pemisahan yaitu dua kali merambat 10 cm ke atas berturut-turut pada pengembangan dua kali. Lapisan KLT harus dalam keadaan kering diantara kedua pengembangan tersebut, ini dilakukan dengan membiarkan pelat di udara selam 5-10 menit (Stahl, 1985).

Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng lapis tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah lempeng yang telah berisi totolan sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

(31)

Ada beberapa teknik untuk melakukan pengembangan dalam kromatografi lapis tipis, yaitu pengembangan menaik (ascending). Selain dengan cara menaik, dikenal pula pengembangan dengan cara menurun (descending), melingkar dan mendatar. Meskipun demikian, cara pengembangan menaik merupakan cara yang paling populer dibandingkan dengan cara menurun (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.3.5 Deteksi

Setelah plat mengembang, bercak-bercak yang terbentuk segera dilihat (dengan menggunakan lampu ultraviolet jika memiliki gugus kromofor, atau dengan uap iodin jika tidak memiliki gugus kromofor) dan Rf masing-masing bercak ditentukan. Rf dalah hasil pembagian antara jarak perpindahan bercak dengan jarak pengembangan pelarut, dan dituliskan dalam bentuk nilai desimal (Cairns, 2008).

Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan dengan fluoresensi dibawah sinar ultraviolet (Rohman, 2009).

2.3.5.1Lampu UV untuk Eksitasi Fluoresensi

(32)

ini menghasilkan kekuatan radiasi yang jauh lebih besar ketimbang lampu pijar berkaca hitam (Stahl, 1985).

Lampu raksa bertekanan rendah dari kaca khusus dengan pelat filter kaca hitam, misalnya UG 5 Schott&Gen biasanya digunakan untuk eksitasi fluoresensi di daerah UV gelombang pendek. Lampu pembunuh hama yang kecil, dengan menggunakan filter yang disebutkan tadi, sangat bermanfaat. Suatu sudut kecil yang gelap atau suatu ruang kecil yang ditutup dengan tirai hitam merupakan tempat yang baik untuk melakukan pemeriksaan (Stahl, 1985).

2.3.5.2Deteksi dengan Pereaksi Semprot

Penting diingat bahwa pereaksi warna harus mencapai pelat KLT dalam bentuk tetesan yang sangat halus sebagai aerosol, dan bukan sebagai semprotan kasar. Biasanya hal ini tidak dapat dicapai bila digunakan penyemprot pompa bola. Penyemprot serba kaca digunakan dengan udara tekan (saluran udara tekan, kompresor kecil atau botol N2 dengan katup pengecil) (Stahl, 1985).

(33)

BAB III

METODE PENGUJIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pengujian

Pengujian identifikasi asam retinoat pada sediaan kosmetik dilakukan di Laboratorium Kosmetik, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan Jalan Willem Iskandar, Pasar V Barat I No. 2 Medan pada tanggal 26 Februari 2015.

3.2 Alat

Alat yang digunakan adalahbeaker glass, sonikasi, timbangan digital,

magnetic stirrer, alat penyemprot bercak, aluminium foil, chamber, corong pisah, kertas saring, mesin penotol, syiringe KLT, lampu UV 254 nm, silica gel 60F 254 20 cm x 20 cm.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah metanol, n-heksan, asam asetat glasial 0,33% dalam etanol, dan aseton (semua bahan merupakan pro-analysis).

3.4 Sampel

(34)

3.5 Prosedur 3.5.1 Larutan Uji

a) Sediaan Krim

Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam beaker glass 50 mL, ditambahkan 10 mL metanol, kemudian ditutup dengan aluminium foil, dikocok selama 5 menit, lalu didinginkan dalam lemari es selama 15 menit, kemudian disaring dengan kertas saring whatman 42 (Larutan A). b) Sediaan Cair atau Gel

Masing-masing sediaan cair dan gel, sebanyak 10 gram sampel ditimbang dalam beaker glass 50 mL. Sediaan gel, ditambahkan 5 mL aquadest, sedangkan sediaan cair, ditambahkan 50 mL n-heksan. Kemudian ditutup dengan aluminium foil. Masing-masing sedian cair dan gel dimasukkan ke dalam corong pisah untuk diekstraksi, lalu ekstrak dicuci dengan 10 mL air. Dikeringkan ekstrak pada temperatur ruang, lalu dilarutkan residu dengan 1 mL metanol, kemudian disaring dengan kertas saring whatman 42 (Larutan A).

3.5.2 Larutan Baku

(35)

3.6 Cara Identifikasi

Totolkan masing-masing larutan A dan larutan B secara terpisah dan lakukan kromatografi lapis tipis.

Kondisi Kromatografi Lapis Tipis

Keterangan Kondisi KLT

Fase diam Silika gel 60F 254 Penjenuhan Dengan kertas saring

Volume penotolan

(36)

3.7 Persyaratan

(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan pengujian yang dilakukan yaitu identifikasi asam retinoat pada sediaan kosmetik dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT), diperoleh hasil yaitu sebagai berikut:

Sampel Hasil Identifikasi

Harga Rf PB 1 PB 2

Daily Cream Tabita − − −

Nightly Cream Tabita − − −

Tabita Skin Care Smooth Lotion + 0,18 0,62

Tabita Skin Care Facial Soap − − −

Baku Pembanding Asam Retinoat + 0,18 0,62

Keterangan:

PB 1 = n-Heksan : Asam asetat glacial 0,33% dalam etanol (9:1) PB 2 = n-Heksan : Aseton (6:4)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan syarat yang dicantumkan pada ACM SIN 01bahwa asam retinoat tidak boleh terdapat pada sediaan kosmetik, sedangkan pada sediaan

(38)

memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan tidak diizinkan beredar di pasarankarena asam retinoat pada sediaan dapat membahayakan kesehatan.

Pada penggunaan topikal, asam retinoat dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit seperti terbakar, terutama buat yang berkulit sensitif.Sedangkan pada penggunaan sistemik (misalnya peroral/diminum) asam retinoat memiliki efek teratogenik, yaitu menyebabkan abnormalitas perkembangan janin dalam kandungan. Paparan yang paling kritis selama 3-5 minggu kehamilan, bahkan sebelum sang ibu ketahuan hamil. Penggunaan asam retinoat ini dapat menyebabkan berbagai bentuk malformasi/kecacatanpada janin.Fakta ini diperoleh beberapa saat setelah Accutane, suatu obat jerawat berbentuk kapsul berisi isotretinoin (13-cis-retinoic acid), diperkenalkan pada bulan September tahun 1982.Diperkirakan 160 ribu wanita hamil pada saat itu menggunakannya.Antara tahun 1982-1987, kurang lebih dijumpai 900-1300 bayi yang lahir cacat, 700-1000 terjadi aborsi spontan, dan 5000-7000 janin digugurkan secara medis karena paparan Accutane.Anak-anak yang sempat dilahirkan memiliki gangguan hidrocephalus (pembesaran kepala berisi cairan), kecacatan telinga, gangguan jantung, dan penurunan intelegensia. Sejak itu

Accutane digolongkan sebagai obat dengan kategori X untuk kehamilan, yaitu tidak boleh sama sekali dipakai pada wanita hamil atau yang merencanakan hamil.

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari keempat sampel yang diuji, hanya sediaan Tabita Skin Care Smooth Lotion yang mengandung asam retinoat dengan harga Rf pada penampak bercak PB 1 adalah 0,18 dan pada penampak bercak PB 2 adalah 0,62, maka dapat disimpulkan bahwa sediaan Tabita Skin Care Smooth Lotion tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada Asean Cosmetics Method (ACM) SIN 01 yaitu tidak boleh mengandung asam retinoat.

5.2 Saran

(40)

DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI.(2008). Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Sagung Seto dan Koperpom.

Cairns, Donald. (2008). Intisari Kimia Farmasi. Terjemahan: Rini Maya Puspita. Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gritter., Bobbitt dan Schwarting. (1991). Pengantar Kromatografi. Terjemahan: Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB

Ikawati, Prof. Dr. Zullies. (2010). Cerdas Mengenali Obat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Jaelani.(2009). Kosmetika Nabati. Edisi I. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Rohman, Abdul. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Edisi I. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Stahl, Egon. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Terjemahan: Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro. Bandung: Penerbit ITB.

Subandi, A. (2007). Inner Healing In The Office. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007).Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

(41)

Lampiran 1.Keterangan Sampel

Identifikasi Asam Retinoat pada Sediaan Kosmetik secara KLT 1. Nama Sampel : Daily Cream Tabita

Nomor Kode Contoh : 02 Nomor Registrasi: -

Nomor Bets : -

Wadah/Kemasan : Pot Krim

Pemerian : Bentuk : Krim Rasa : -

Warna : Kuning

Bau : Khas

2. Nama Sampel : Nightly Cream Tabita

Nomor Kode Contoh : 03 Nomor Registrasi: -

Nomor Bets : -

Wadah/Kemasan : Pot Krim

Pemerian : Bentuk : Krim Rasa : - Warna : Putih

(42)

Lampiran 1.(Lanjutan)

3. Nama Sampel : Tabita Skin Care Smooth Lotion

Nomor Kode Contoh : 04 Nomor Registrasi: -

Nomor Bets : -

Wadah/Kemasan : Botol Plastik

Pemerian : Bentuk : Lotio Rasa : - Warna : Putih

Bau : Khas

4. Nama Sampel : Tabita Skin Care Facial Soap

Nomor Kode Contoh : 05 Nomor Registrasi: -

Nomor Bets : -

Wadah/Kemasan : Botol Plastik Pemerian : Bentuk : Cair

Rasa : -

Warna : Kuning Bening

(43)

PB 1 Lampiran 2.Data dan Hasil

Fase Gerak : n-Heksan : Asam Asetat Glasial 0,33% dalam Etanol (9:1) (PB 1) n-Heksan : Aseton (6:4) (PB 2)

Sampel 02. Daily Cream Tabita

Nama Zat

Sampel 03. Nightly Cream Tabita

(44)

PB 1

Sampel 04. Tabita Skin Care Smooth Lotion

Nama Zat

Sampel 05. Tabita Skin Care Facial Soap

(45)

Lampiran 3. Gambar Alat dan Sampel

Mesin Penotol Alat Sonikasi

Magnetic Stirrer Timbangan Digital

(46)

Lampiran 3.(Lanjutan)

Chamber KLT Plat Silica Gel 60F 254

Tabita Smooth Lotion Tabita Facial Soap

(47)

Lampiran 4. Kromatogram Tabita Skin Care Smooth Lotion

PB 1 n-Heksan : Asam Asetat Glasial 0,33% dalam Etanol (9:1)

Referensi

Dokumen terkait

Membantu praktikan untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan peserta didik baik di kelas (dalam proses pembelajaran) maupun di luar kelas (luar jam belajar) sehingga

Biaya Operasi yang Belum Dapat Dikembalikan (Unrecovered Cost) adalah bagian Biaya Operasi yang telah dikeluarkan namun melebihi Lifting Minyak atau Gas Bumi setelah

Provinsi

‘caring’ untuk keluarga pasien, membuat rumah sakit ini menjadi salah satu alternative pilihan untuk medical tourism dari negara lain. Pasien yang dirawat di

Based on the data analyzed, it can be concluded that re may serve as prefix when the word formation and meaning are generated directly based on the prefix

KASUS LEMBAGA KEUANGAN MIKRO BLESSING REVOLVER ” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas

Saat ini perangkat MATLAB telah menggabung dengan LAPACK dan BLAS library, yang merupakan satu kesatuan dari sebuah seni tersendiri dalam perangkat lunak untuk komputasi

Tahap Preprocessing diperlukan untuk membersihkan data dari hal yang tidak diperlukan, dengan tujuan pada tahap masuk ke dalam metode naïve bayes classifier lebih optimal