• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Aplikasi Starter Solution Pada Tiga Genotipe Cabai (Capsicum Annuum L.) Terhadap Pertumbuhan Tanaman serta Kejadian Penyakit Penting Cabai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Aplikasi Starter Solution Pada Tiga Genotipe Cabai (Capsicum Annuum L.) Terhadap Pertumbuhan Tanaman serta Kejadian Penyakit Penting Cabai"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA

GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT

PENTING CABAI

Triyani Dumaria

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

TRIYANI DUMARIA. Pengaruh Aplikasi Starter Solution pada Tiga Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman serta Kejadian Penyakit Penting Cabai. Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT dan MUHAMAD SYUKUR.

Permasalahan budidaya tanaman cabai dapat terjadi mulai dari fase benih sampai fase pembentukan buah. Beberapa masalah penting yang dapat merugikan komoditas ini antara lain kualitas benih, gangguan hama dan penyakit tanaman, dan teknik budi daya yang kurang tepat. Untuk menanggulangi masalah penyakit tersebut di atas dapat dilakukan langkah-langkah pengendalian, misalnya dengan memperhatikan kesuburan tanah melalui aplikasi pupuk dan menggunakan beberapa genotipe cabai yang resisten. Salah satu metode pemupukan selain pupuk organik adalah aplikasi starter solution atau larutan pupuk pemula. Tujuan penelitian ini adalah mengamati karakter agronomi dan kejadian penyakit utama pada tiga genotipe tanaman cabai (Kopay, IPB C10, dan IPB C5) yang diberi perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda (0 g/l, 15 g/l, dan 30 g/l). Dalam penelitian ini digunakan rancangan petak terbagi (split plot design) rancangan acak kelompok dengan starter solution sebagai petak utama dan genotipe cabai sebagai anak petak. Tiga taraf petak utama yaitu konsentrasi 0 g/l, 15 g/l, dan 30 g/l. Tiga taraf anak petak yaitu genotipe IPB C5 dan IPB C10, serta varietas Kopay. Terdapat sembilan kombinasi perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri dari tiga kelompok, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 20 tanaman, dengan jumlah keseluruhan adalah 540 tanaman uji. Konsentrasi starter solution selama enam minggu pengamatan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap beberapa komponen fase vegetatif tanaman yang mencakup jumlah daun dan tinggi tanaman, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dan waktu antesis. Walaupun demikian perlakuan starter solution dengan konsentrasi 15 g/l dan 30 g/l dapat meningkatkan komponen fase vegetatif tanaman. Dapat disimpulkan bahwa dua genotipe (IPB C5 dan IPB C10) dan satu varietas (Kopay) cabai yang digunakan memiliki karakter agronomi yang berbeda berdasarkan pengukuran jumlah daun, jumlah cabang, dan tinggi tanaman. Potensi produksi genotipe IPB C5 lebih tinggi dibandingkan genotipe IPB C10 dan varietas Kopay. Konsentrasi

(3)

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA

GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT

PENTING CABAI

Triyani Dumaria

A34053864

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul : PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI

Nama : Triyani Dumaria

NIM : A34053864

Menyetujui

Pembimbing I,

(Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc) NIP: 19610708 198603 2 001

Pembimbing II,

(Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi) NIP: 19720102 200003 1 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dadang, MSc)

NIP : 19640204 199002 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

TRIYANI DUMARIA, selaku penulis penelitian ini, dilahirkan pada tanggal 15 Agustus 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan Purba Tagor Pardosi dan Tiodorlina Saragih.

(6)

Puji syukur atas berkat dan kasih karunia Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Pengaruh Aplikasi Starter Solution pada Tiga Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman serta Kejadian Penyakit Penting Cabai. Penulisan ini bertujuan untuk mengamati karakter agronomi dan kejadian penyakit penting pada dua genotipe dan satu varietas tanaman cabai yang diberi perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda dan diharapkan sebagai rekomendasi bagi para petani dalam budidaya tanaman cabai.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc dan Dr. Muhamad Syukur, SP, M.Si atas bimbingan dan arahan yang diberikan mulai dari penyusunan, perencanaan, dan pelaksanaan penelitian hingga selesai penulisan. Terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Widodo, M.Sc atas masukan dan saran selama penelitian, serta ijin pemakaian lahan penanaman cabai di Cibatok.

Penghargaan penulis sampaikan kepada kedua orangtua dan kakak yang telah mengasuh, membimbing, mendukung, dan mendoakan selama penulis me-nempuh studi.

Rasa terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Usnadi, Bapak Wahyu, dan para petani yang sudah membantu di lahan; teknisi Laboratorium Virologi dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman; teman-teman penulis yaitu Bontor Irvan, Mira, Huda, Wiwin, Lulu, Apri, Juning Tyas, Sri Maria, dan mbak Nana atas dukungan dan bantuan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan untuk itu berbagai kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Bogor, 15 Februari 2010

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Asal Usul dan Botani Tanaman Cabai ... 4

Syarat Tumbuh Tanaman Cabai ... 4

Budidaya Tanaman Cabai ... 5

Penyakit Penting pada Tanaman Cabai ... 8

Pengendalian Penyakit Tanaman Cabai ... 10

BAHAN DAN METODE ... 9

Tempat dan Waktu ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 13

Penyemaian Benih Cabai ... 13

Persiapan Lahan ... 13

Pembuatan Starter Solution ... 13

Penanaman Bibit ke Lahan ... 14

Pemanenan ... 14

Pengamatan ... 15

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

KESIMPULAN ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pengaruh startersolution terhadap jumlah daun tanaman cabai …... 17

2. Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah daun tanaman cabai …... 18

3. Pengaruh startersolution terhadap jumlah cabang tanaman cabai ….. 20

4. Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah cabang tanaman cabai …... 21

5. Pengaruh startersolution terhadap tinggi tanaman cabai …... 22

6. Pengaruh genotipe cabai terhadap tinggi tanaman cabai …... 23

7. Pengaruh startersolution terhadap waktu antesis tanaman cabai ….... 25

8. Pengaruh genotipe cabai terhadap waktu antesis tanaman cabai …... 25

9. Kejadian penyakit pada masing-masing genotipe cabai dengan pemberian dosis starter solution terhadap infeksi virus …... 26

10. Pengaruh startersolution terhadap infeksi virus pada tanaman cabai . 27 11. Pengaruh genotipe cabai terhadap infeksi virus …... 27

12. Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi Colletotrichum spp. …... 28

13. Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi Colletotrichum spp. …... 28

14. Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi E. carotovora …... 29

15. Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi E.carotovora …... 29

16. Pengaruh startersolution terhadap jumlah buah cabai …... 30

17. Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah buah cabai …... 30

18. Pengaruh startersolution terhadap bobot buah cabai …... 31

(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Busuk buah akibat infeksi Colletotrichum spp. (A); Gejala layu

bakteri (B); Gejala khas ChiVMV (C, D); Bercak nekrotik akibat

infeksi TMV (E); Bercak nekrotik akibat infeksi CMV (F) ... ... 10 2. Persiapan lahan dan bibit yang baru ditanam ... ... 14 3. Laju pertambahan jumlah daun dengan perlakuan starter solution

selama 6 minggu pengamatan ... ... 18 4. Laju pertambahan jumlah daun pada tiga genotipe cabai selama 6

minggu pengamatan ………... 19 5. Laju pertambahan jumlah cabang dengan perlakuan starter

solution selama 6 minggu pengamatan ………... 20 6. Laju pertambahan jumlah cabang pada tiga genotipe cabai selama

6 minggu pengamatan ………... 21 7. Laju pertambahan tinggi tanaman dengan perlakuan starter solution

selama 6 minggu pengamatan ... ... 23 8. Laju pertambahan tinggi tanaman pada tiga genotipe cabai selama

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun selama enam minggu pengamatan ……... 36 2. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun saat 1 MST ... .. 36 3. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun saat 2 MST ... .. 36 4. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun saat 3 MST ... .. 36 5. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun saat 4 MST ... .. 37 6. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun saat 5 MST ... ... 37 7. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun saat 6 MST ... .. 37 8. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang selama enam minggu pengamatan ……... 37 9. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang 1 MST ... ... 38 10. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang 2 MST ... ... 38 11. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang 3 MST ... .. 38 12. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang 4 MST ... .. 38 13. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang 5 MST ... .. 39 14. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang 6 MST ………... 39 15. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap tinggi tanaman selama enam minggu pengamatan ... .. 39 16. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap tinggi tanaman saat 1 MST ... .. 39 17. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap tinggi tanaman saat 2 MST ... .. 40 18. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

(11)

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA

GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT

PENTING CABAI

Triyani Dumaria

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)

ABSTRAK

TRIYANI DUMARIA. Pengaruh Aplikasi Starter Solution pada Tiga Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman serta Kejadian Penyakit Penting Cabai. Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT dan MUHAMAD SYUKUR.

Permasalahan budidaya tanaman cabai dapat terjadi mulai dari fase benih sampai fase pembentukan buah. Beberapa masalah penting yang dapat merugikan komoditas ini antara lain kualitas benih, gangguan hama dan penyakit tanaman, dan teknik budi daya yang kurang tepat. Untuk menanggulangi masalah penyakit tersebut di atas dapat dilakukan langkah-langkah pengendalian, misalnya dengan memperhatikan kesuburan tanah melalui aplikasi pupuk dan menggunakan beberapa genotipe cabai yang resisten. Salah satu metode pemupukan selain pupuk organik adalah aplikasi starter solution atau larutan pupuk pemula. Tujuan penelitian ini adalah mengamati karakter agronomi dan kejadian penyakit utama pada tiga genotipe tanaman cabai (Kopay, IPB C10, dan IPB C5) yang diberi perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda (0 g/l, 15 g/l, dan 30 g/l). Dalam penelitian ini digunakan rancangan petak terbagi (split plot design) rancangan acak kelompok dengan starter solution sebagai petak utama dan genotipe cabai sebagai anak petak. Tiga taraf petak utama yaitu konsentrasi 0 g/l, 15 g/l, dan 30 g/l. Tiga taraf anak petak yaitu genotipe IPB C5 dan IPB C10, serta varietas Kopay. Terdapat sembilan kombinasi perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri dari tiga kelompok, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 20 tanaman, dengan jumlah keseluruhan adalah 540 tanaman uji. Konsentrasi starter solution selama enam minggu pengamatan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap beberapa komponen fase vegetatif tanaman yang mencakup jumlah daun dan tinggi tanaman, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dan waktu antesis. Walaupun demikian perlakuan starter solution dengan konsentrasi 15 g/l dan 30 g/l dapat meningkatkan komponen fase vegetatif tanaman. Dapat disimpulkan bahwa dua genotipe (IPB C5 dan IPB C10) dan satu varietas (Kopay) cabai yang digunakan memiliki karakter agronomi yang berbeda berdasarkan pengukuran jumlah daun, jumlah cabang, dan tinggi tanaman. Potensi produksi genotipe IPB C5 lebih tinggi dibandingkan genotipe IPB C10 dan varietas Kopay. Konsentrasi

(13)

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA

GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT

PENTING CABAI

Triyani Dumaria

A34053864

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(14)

Judul : PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI

Nama : Triyani Dumaria

NIM : A34053864

Menyetujui

Pembimbing I,

(Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc) NIP: 19610708 198603 2 001

Pembimbing II,

(Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi) NIP: 19720102 200003 1 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dadang, MSc)

NIP : 19640204 199002 1 002

(15)

RIWAYAT HIDUP

TRIYANI DUMARIA, selaku penulis penelitian ini, dilahirkan pada tanggal 15 Agustus 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan Purba Tagor Pardosi dan Tiodorlina Saragih.

(16)

Puji syukur atas berkat dan kasih karunia Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Pengaruh Aplikasi Starter Solution pada Tiga Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman serta Kejadian Penyakit Penting Cabai. Penulisan ini bertujuan untuk mengamati karakter agronomi dan kejadian penyakit penting pada dua genotipe dan satu varietas tanaman cabai yang diberi perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda dan diharapkan sebagai rekomendasi bagi para petani dalam budidaya tanaman cabai.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc dan Dr. Muhamad Syukur, SP, M.Si atas bimbingan dan arahan yang diberikan mulai dari penyusunan, perencanaan, dan pelaksanaan penelitian hingga selesai penulisan. Terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Widodo, M.Sc atas masukan dan saran selama penelitian, serta ijin pemakaian lahan penanaman cabai di Cibatok.

Penghargaan penulis sampaikan kepada kedua orangtua dan kakak yang telah mengasuh, membimbing, mendukung, dan mendoakan selama penulis me-nempuh studi.

Rasa terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Usnadi, Bapak Wahyu, dan para petani yang sudah membantu di lahan; teknisi Laboratorium Virologi dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman; teman-teman penulis yaitu Bontor Irvan, Mira, Huda, Wiwin, Lulu, Apri, Juning Tyas, Sri Maria, dan mbak Nana atas dukungan dan bantuan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan untuk itu berbagai kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Bogor, 15 Februari 2010

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Asal Usul dan Botani Tanaman Cabai ... 4

Syarat Tumbuh Tanaman Cabai ... 4

Budidaya Tanaman Cabai ... 5

Penyakit Penting pada Tanaman Cabai ... 8

Pengendalian Penyakit Tanaman Cabai ... 10

BAHAN DAN METODE ... 9

Tempat dan Waktu ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 13

Penyemaian Benih Cabai ... 13

Persiapan Lahan ... 13

Pembuatan Starter Solution ... 13

Penanaman Bibit ke Lahan ... 14

Pemanenan ... 14

Pengamatan ... 15

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

KESIMPULAN ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pengaruh startersolution terhadap jumlah daun tanaman cabai …... 17

2. Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah daun tanaman cabai …... 18

3. Pengaruh startersolution terhadap jumlah cabang tanaman cabai ….. 20

4. Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah cabang tanaman cabai …... 21

5. Pengaruh startersolution terhadap tinggi tanaman cabai …... 22

6. Pengaruh genotipe cabai terhadap tinggi tanaman cabai …... 23

7. Pengaruh startersolution terhadap waktu antesis tanaman cabai ….... 25

8. Pengaruh genotipe cabai terhadap waktu antesis tanaman cabai …... 25

9. Kejadian penyakit pada masing-masing genotipe cabai dengan pemberian dosis starter solution terhadap infeksi virus …... 26

10. Pengaruh startersolution terhadap infeksi virus pada tanaman cabai . 27 11. Pengaruh genotipe cabai terhadap infeksi virus …... 27

12. Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi Colletotrichum spp. …... 28

13. Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi Colletotrichum spp. …... 28

14. Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi E. carotovora …... 29

15. Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi E.carotovora …... 29

16. Pengaruh startersolution terhadap jumlah buah cabai …... 30

17. Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah buah cabai …... 30

18. Pengaruh startersolution terhadap bobot buah cabai …... 31

(19)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Busuk buah akibat infeksi Colletotrichum spp. (A); Gejala layu

bakteri (B); Gejala khas ChiVMV (C, D); Bercak nekrotik akibat

infeksi TMV (E); Bercak nekrotik akibat infeksi CMV (F) ... ... 10 2. Persiapan lahan dan bibit yang baru ditanam ... ... 14 3. Laju pertambahan jumlah daun dengan perlakuan starter solution

selama 6 minggu pengamatan ... ... 18 4. Laju pertambahan jumlah daun pada tiga genotipe cabai selama 6

minggu pengamatan ………... 19 5. Laju pertambahan jumlah cabang dengan perlakuan starter

solution selama 6 minggu pengamatan ………... 20 6. Laju pertambahan jumlah cabang pada tiga genotipe cabai selama

6 minggu pengamatan ………... 21 7. Laju pertambahan tinggi tanaman dengan perlakuan starter solution

selama 6 minggu pengamatan ... ... 23 8. Laju pertambahan tinggi tanaman pada tiga genotipe cabai selama

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun selama enam minggu pengamatan ……... 36 2. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun saat 1 MST ... .. 36 3. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun saat 2 MST ... .. 36 4. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun saat 3 MST ... .. 36 5. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun saat 4 MST ... .. 37 6. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun saat 5 MST ... ... 37 7. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah daun saat 6 MST ... .. 37 8. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang selama enam minggu pengamatan ……... 37 9. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang 1 MST ... ... 38 10. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang 2 MST ... ... 38 11. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang 3 MST ... .. 38 12. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang 4 MST ... .. 38 13. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang 5 MST ... .. 39 14. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah cabang 6 MST ………... 39 15. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap tinggi tanaman selama enam minggu pengamatan ... .. 39 16. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap tinggi tanaman saat 1 MST ... .. 39 17. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap tinggi tanaman saat 2 MST ... .. 40 18. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

(21)

ix

19. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap tinggi tanaman saat 4 MST ... ... 40 20. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap tinggi tanaman saat 5 MST ... .. 40 21. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap tinggi tanaman saat 6 MST ………... 41 22. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap tinggi tanaman saat 7 MST ... ... 41 23. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap tinggi tanaman saat 8 MST ... ... 41 24. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap waktu antesis ... .. 41 25. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap infeksi CMV ... .. 42 26. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap infeksi ChiVMV ………... 42 27. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap infeksi TMV ………... 42 28. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap infeksi Colletotrichum spp. ... .. 42 29. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap infeksi Erwinia cartovora ... .. 43 30. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

terhadap jumlah buah per tanaman ... .. 43 31. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae), dengan nama ilmiah Capsicum spp. Diperkirakan terdapat 20 spesies anggota genus Capsicum yang sebagian besar tumbuh di tempat asalnya, di Benua Amerika. Jenis cabai yang umum dibudidayakan secara komersial dan

ber-kembang di Indonesia terdiri atas dua spesies utama, yaitu cabai besar (C. annuum) dan cabai kecil (C. frustescens). Jenis cabai besar yang banyak

ditanam di Indonesia terdiri atas cabai merah, cabai keriting, dan cabai paprika (Setiadi 2008).

Permasalahan budidaya tanaman cabai dapat terjadi mulai dari fase benih sampai fase pembentukan buah. Beberapa masalah penting yang dapat merugikan komoditas ini antara lain kualitas benih, gangguan hama dan penyakit tanaman, dan teknik budi daya yang kurang tepat. Penyakit tanaman merupakan salah satu bentuk kerugian yang berpengaruh langsung pada hasil tanaman, karena dapat menurunkan jumlah dan mutu produksi cabai.

Beberapa penyakit penting yang berpengaruh terhadap produksi cabai adalah layu bakteri (Ralstoniasolanacearum), busuk bakteri pada buah (Erwinia carotovora), belang dan mosaik pada daun (Chilliveinal mottle virus, Cucumber mosaic virus, Tobacco mosaic virus), dan antraknosa pada buah (Colletotrichum

spp.) (Prajnanta 2007).

(23)

Penyakit penting tanaman cabai juga terdapat di bagian daun yang ditandai dengan gejala daun mengecil, keriting, dan mosaik. Gejala tersebut disebabkan oleh kelompok virus, diantaranya Chilliveinalmottlevirus (ChiVMV), Cucumber mosaicvirus (CMV), dan Tobaccomosaicvirus (TMV). Penyebaran penyakit ter-sebut dibantu oleh serangga penular (vektor) seperti kutu daun. Tanaman cabai yang terserang virus sering kali mampu bertahan hidup, tetapi sedikit menghasil-kan buah (Prajnanta 1999). Penyakit penting lainnya adalah busuk buah cabai, sering disebut penyakit antraknosa atau “patek”. Antraknosa merupakan penyakit penting saat tanaman berada pada fase pembuahan. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum spp. Infeksi patogen dapat terjadi saat buah masih hijau, sampai buah cukup masak. Gejala awal ditandai dengan bercak-bercak kecil pada buah, kemudian bercak meluas dan cekung, ditandai dengan lingkaran konsentris (Jones 1997).

Untuk menanggulangi masalah penyakit tersebut di atas dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan, misalnya dengan memperhatikan kesuburan tanah melalui aplikasi pupuk dan menggunakan beberapa varietas cabai yang resisten. Kegiatan pemuliaan tanaman berusaha untuk merakit varietas yang resisten terhadap penyakit utama cabai. Contohnya genotipe C-15 yang merupakan peng-galuran dari 0209-4 asal Asia Vegetable Research Development Centre

(24)

jumlah dan bobot buah tanaman cabai yang dihasilkan. Dilaporkan juga bahwa aplikasi starter solution dapat menurunkan serangan layu bakteri sampai 16%. Potensi starter solution sebagai komponen pemicu pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit perlu diteliti lebih lanjut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakter agronomi dan kejadian penyakit penting pada tiga genotipe cabai (IPB C10, IPB C5 dan Kopay) yang diberi perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda (0 g/l, 15 g/l, dan 30 g/l).

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini yaitu (1) semakin tinggi konsentrasi starter solution akan meningkatkan jumlah daun, jumlah cabang, tinggi tanaman, jumlah buah dan bobot buah saat panen, serta mempercepat waktu antesis; (2) semakin tinggi konsentrasi starter solution akan meningkatkan ketahanan tanaman cabai terhadap penyakit.

Manfaat

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul dan Botani Tanaman Cabai

Tanaman cabai menurut sejarahnya berasal dari Ancon dan Huaca Prieta di Peru. Dalam perkembangan selanjutnya, cabai menyebar ke daerah tropis Benua Amerika bagian tengah dan selatan, bahkan sampai ke Meksiko. Kapan masuknya cabai ke Indonesia belum ditemukan keterangan yang pasti. Sampai saat ini tanaman cabai merupakan salah satu jenis sayuran yang telah sangat mem-budaya di kalangan petani. Sentra produksi cabai tidak hanya di Pulau Jawa, tetapi juga mulai dikembangkan di luar Pulau Jawa (Prajnanta 2007).

Cabai termasuk tanaman semusim, berbentuk perdu atau setengah perdu, mempunyai sistem perakaran agak menyebar, batang utama tumbuh tegak dan pangkalnya berkayu. Daun tumbuh secara tunggal dengan bentuk sangat ber-variasi, yaitu lancip sampai bulat telur dan ujungnya runcing. Bentuk bunga cabai besar, umumnya tunggal, yang keluar dari ketiak-ketiak daun. Daun bunga ber-warna putih atau ungu, dan mempunyai lima benang sari serta satu buah putik. Penyerbukan dapat berlangsung secara silang ataupun menyerbuk sendiri, dan buah yang terbentuk umumnya tunggal. Struktur buah cabai secara umum, terdiri atas kulit, daging buah, dan di dalamnya terdapat sebuah plasenta (tempat biji me-nempel secara tersusun). Cabai kecil termasuk tanaman perdu dan berbunga majemuk dan dapat tumbuh dua sampai tiga tahun. Tiap tandan bunga terdiri atas banyak bunga, dan ukuran buah yang berbentuk kecil, tersusun secara ber-kelompok (Prajnanta 2007).

Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Ketinggian suatu daerah menentukan jenis cabai yang akan ditanam. Cabai ditanam mulai dari ketinggian permukaan laut hingga 13.000 m, peka terhadap bunga es dan memerlukan cuaca panas dan periode pertumbuhan panjang untuk menjadi produktif. Suhu siang rata-rata 20-25oC, pertumbuhan tanaman me-ningkat ketika suhu malam tidak melebihi 20oC (Rubatzky 1999).

(26)

organ tanaman, serta pengisi cairan tubuh tanaman (Prajnanta 2007). Keberadaan air harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman. Lahan pertanaman yang mengalami kekurangan air akan menyebabkan aerasi udara dalam tanah menjadi terganggu dan suplai oksigen dalam tanah tidak lancar. Sebaliknya bila lahan per-tanaman mengalami kelebihan air maka tanah menjadi sangat lembab. Oleh karena itu kandungan air dalam tanah harus diperhatikan dengan mempertimbang-kan lokasi penanamannya. Bila di lahan sawah, sebaiknya cabai ditanam pada akhir musim hujan. Sebaliknya bila di lahan tegal, sebaiknya cabai ditanam pada akhir musim kemarau (Setiadi 2008).

Tanah merupakan tempat tumbuh tanaman. Oleh karena itu, tanah harus subur dan kaya akan bahan organik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budi daya cabai berkisar antara 5.5-6.8 dengan pH optimum 6.0-6.5. Derajat kemasaman tanah merupakan faktor penting yang harus dipahami sebelum dilakukan teknis budi daya (Prajnanta 2007). Tanah yang memenuhi syarat ialah tanah yang menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Sementara itu, kandungan bahan baku diperoleh dari udara dan air. Oleh karena itu tanah harus diolah dahulu agar sirkulasi udara dan peresapan air dalam tanah menjadi lancar meskipun unsur hara sudah ada dalam tanah. Bila unsur hara tidak tersedia dalam jumlah yang cukup maka diperlukan bahan tambahan berupa pupuk, baik berupa pupuk alam atau organik maupun pupuk buatan atau anorganik. Oleh karena hanya sebagai bahan tambahan maka pemberian pupuk melalui tanah harus disesuaikan dengan kondisi kandungan hara dalam tanah. Pemberian pupuk tanpa dosis akan berdampak negatif pada tanah dan tanaman (Setiadi 2008).

Budidaya Tanaman Cabai

(27)

diolah. Tahapan pengolahan lahan bertujuan mengubah struktur tanah yang padat dan keras menjadi struktur tanah yang gembur, sesuai perkembangan akar tanam-an cabai, menstabilktanam-an peredartanam-an air, udara, dtanam-an suhu di dalam ttanam-anah. Untuk men-jadikan struktur tanah yang gembur diperlukan beberapa proses, yaitu pem-bajakan, pengeringan, dan akhirnya pembuatan bedengan kasar. Sebelum tanah dibajak, tanah digenangi sehari semalam agar tanah menjadi lunak dan tidak melekat pada mata bajak bila dilakukan pembajakan. Untuk tanaman cabai, ke-dalaman bajakan berkisar 15-20 cm jika dilakukan pada lahan bekas pertanaman palawija. Setelah pembajakan, lahan digenangi. Selanjutnya secara bertahap lahan dikeringkan selama 5-7 hari. Bongkahan atau gumpalan tanah yang mengalami proses dari basah ke kering dan sebaliknya akan membentuk struktur tanah yang gembur. Tanah yang gembur sudah dapat dibentuk menjadi bedengan-bedengan kasar. Bedengan ini bertujuan sebagai tempat penanaman cabai. Ukuran bedengan yang sesuai yaitu panjang 10-12 m, lebar 110-120 cm, tinggi 30-40 cm saat musim kemarau dan 50-70 cm di musim hujan, lebar parit 50-55 cm di musim kemarau dan 60-70 cm saat musim hujan. Panjang bedengan tidak lebih dari 12 m supaya memudahkan pemeliharaan tanaman. Lebar bedengan dibuat 110-120 cm karena digunakan untuk dua baris tanaman. Tinggi dan lebar parit disesuaikan dengan musim. Saat musim hujan bedengan lebih tinggi supaya perakaran tanam-an tidak terendam air dalam waktu ytanam-ang lama dtanam-an pembutanam-angtanam-an airnya ltanam-ancar. Air yang berlebihan akan menyulitkan akar untuk bernapas (Prajnanta 2007).

(28)

bilah bambu. Selama bibit dipersemaian, kegiatan rutin pemeliharaan adalah penyiraman 1-2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari (Prajnanta 2007).

Sebelum melakukan pindah tanam, bedengan ditutup dengan mulsa plastik dan dibuatkan lubang tanam. Jarak tanam untuk tanaman cabai adalah 50-60 cm x 60-70 cm. Untuk membuat lubang tanam menggunakan kaleng bekas yang sudah dilubangi dan diisi arang panas. Penggunaan alat ini dilakukan dengan cara menempelkan ujung bawah kaleng sesuai jarak tanam yang telah ditetapkan (Setiadi 2008).

Waktu pindah tanam yang baik adalah pagi hari atau saat udara sejuk, tidak terlalu panas dan bibit cabai telah berumur 18-21 hari setelah penyemaian atau sudah mempunyai 3-4 helai daun. Bibit cabai yang siap dipindahtanamkan disiram secukupnya. Sebagian tanah pada lubang tanam dibuang kira-kira seukur-an media semai. Kemudiseukur-an, bibit dimasukkseukur-an bersamaseukur-an dengseukur-an media semainya. Bibit cabai yang telah ditanam segera disiram sampai tanahnya cukup basah (Prajnanta 2007).

(29)

menunjukkan bahwa penggunaan suplemen NPK cair sebagai starter solution

untuk pertumbuhan vegetatif dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman famili Solanaceae (AVRDC 2004). Pupuk starter solution memberikan nutrisi penting untuk tanaman pada fase vegetatif sebelum terbentuknya sistem perakaran yang kuat (AVRDC 2004).

Penyakit Penting pada Tanaman Cabai

Penyakit utama tanaman cabai dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan cendawan. Diantara penyakit utama tanaman cabai yang sering dilaporkan adalah antraknosa pada buah (Collectrotichum spp.), layu bakteri pada batang (Ralstonia solanacearum), busuk bakteri pada buah (Erwiniacarotovora), mosaik pada daun (Chilli veinal mottle virus, Cucumber mottle virus, dan Tobacco mosaic virus) (Semangun 2007).

Penyakit antraknosa dapat timbul pada daun muda, batang, dan buah. Terjadi infeksi laten, dimana cendawan masuk ke dalam beberapa sel kulit dan tidak berkembang terus. Cendawan baru akan berkembang dan membentuk bercak setelah buah matang (Semangun 2006). Infeksi pada buah ditandai dengan adanya bercak kecil, bulat cekung dengan diameter 30 mm. Bagian tengah bercak menjadi kecokelatan sementara jaringan di bawah bercak dikelilingi dengan bintik-bintik kehitaman yang kemudian menyatu, pada akhir-nya menyebabkan busuk pada buah (Gambar 1A). Serangan berat akan menyebabkan buah cabai mengerut dan mengering. Colletotrichum memiliki jangkauan terluas di antara tanaman inang famili Solanaceae (Cerkauskas 2004a).

(30)

Erwinia carotovora menyebabkan busuk lunak, nekrosis, dan kelayuan. Gejala yang disebabkan oleh bakteri ini yaitu mula-mula terjadi cedera yang meluas dengan cepat, menjadi bercak lunak, akhirnya busuk basah yang umumnya berbau tidak enak (Semangun 2006). Serangan berat dapat menyebabkan buah rontok.

Gejala umum penyakit yang disebabkan oleh ChiVMV adalah daun mengecil, keriting, dan mosaik (Gambar 1C). Tanaman terinfeksi mempunyai daun-daun muda yang tulang-tulang daunnya lebih pucat daripada biasa ( vein-clearing), sering bentuknya melengkung. Gejala khas ChiVMV adalah adanya belang berwarna hijau kegelapan di sekitar tulang daun (Gambar 1F). Tanaman muda yang terinfeksi virus ini dapat mengalami kekerdilan. Banyak bunga yang berguguran dan abnormalitas pada buah yang dihasilkan. Gejala seperti itu dapat menyebabkan kehilangan hasil yang sangat berarti. Penyebaran ChiVMV dibantu oleh kutu daun Myzus persicae. Seekor kutu daun yang terinfeksi virus dari tanaman sakit dapat menularkan virus dengan cepat (Cerkauskas 2004d).

Infeksi CMV menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Daun dapat mengkerut dan munculnya bercak nekrotik yang meluas, akibatnya daun mudah berguguran sebelum waktunya (Gambar 1D). Buah yang dihasilkan me-nunjukkan gejala keriput dan berlekuk. Penyebaran CMV juga dibantu oleh kutu daun, M. persicae (Cerkauskas 2004e).

(31)

10 

Gambar 1 Busuk buah akibat infeksi Colletotrichum spp. (A); Gejala layu bakteri (B); Gejala khas ChiVMV (C, D); Bercak nekrotik akibat infeksi TMV (E); Bercak nekrotik akibat infeksi CMV (F) (CABI 2005).

Pengendalian Penyakit Tanaman Cabai

Penyakit tanaman dapat menyebabkan kerugian langsung pada petani, karena penyakit dapat mengurangi kuantitas dan kualitas (mutu) hasil, meningkatkan biaya produksi, dan mengurangi kemampuan usaha tani (Semangun 2006). Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas produksi tanaman, mencegah terjadinya kerugian ekonomis serta menaikkan nilai hasil produksi panen dari tanaman.

Colletotrichum spp. dapat bertahan hidup selama berbulan-bulan dari sisa-sisa tanaman sakit. Pengendalian dilakukan dengan rotasi tanaman yang berbeda

(A) (B)

(C) (D)

(32)

famili. Selain itu, pembersihan gulma sangat penting karena patogen memiliki kisaran inang yang luas. Pemakaian fungisida dilakukan secara berkala mulai dari tanaman membentuk bunga sampai panen buah. Karena infeksi laten dapat terjadi bahkan pada buah yang masih hijau, cakupan penyemprotan diperlukan untuk sebagian besar masa pertumbuhan vegetatif. Membuang buah yang terinfeksi dapat men-cegah penumpukan inokulum di dalam tanah (Jones etal 1997).

Untuk mengurangi kerugian akibat serangan penyakit layu bakteri di-lakukan pergiliran tanaman dan pemeliharaan tanah yang sebaik-baiknya dengan mengadakan drainasi dan penggarapan tanah yang tepat (Semangun 2006). Pada penyakit busuk bakteri, pengendalian awal dilakukan dengan cara sterilisasi alat-alat panen. Membersihkan lahan dari buah sakit dapat mengurangi penyebaran penyakit pada buah sehat. Untuk mencegah kontaminasi patogen melalui benih, dapat dikendalikan dengan merendam benih ke dalam 1% sodium hipoklorit selama 30 detik, kemudian benih dicuci dengan air bersih. Pemeliharaan lahan yang tepat, misalnya terlebih dahulu melakukan penyiangan di lahan yang belum terinfeksi Erwinia sp. disusul di lahan yang terinfeksi. Jika jumlah tanaman yang terinfeksi masih sedikit, pengendalian dilakukan dengan membuang atau membakar tanaman sakit. Melakukan rotasi tanaman, contohnya kedelai, jagung, atau buncis, jika jumlah tanaman terinfeksi banyak (Cerkauskas 2004b).

(33)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di lahan petani yang terletak di Desa Cibatok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Deteksi dan diagnosis penyakit dilakukan di Laboratorium Virologi dan Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2009.

Bahan dan Alat

Dalam penelitian ini digunakan tiga genotipe (C. annuum L.), yaitu genotipe IPB C10 (cabai kecil) dan IPB C5 (cabai besar) koleksi Laboratorim Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, dan satu varietas komersial dari Sumatera Barat yaitu Kopay (cabai keriting).

Bahan lain yang digunakan adalah starter solution berupa larutan pupuk daun dengan kandungan 20%N-15%P2O5-15%K2O dan pupuk kandang. Media tanam yang digunakan untuk persemaian adalah tanah, pupuk kandang, dan sekam.

(34)

Metode

Rancangan Percobaan

Dalam penelitian ini digunakan rancangan petak terbagi (split plot design) anak kelompok dengan starter solution sebagai petak utama dan genotipe cabai sebagai anak petak. Tiga taraf petak utama yaitu konsentrasi 0 g/l, 15 g/l, dan 30 g/l. Tiga taraf anak petak yaitu IPB C5, IPB C10, dan Kopay. Terdapat sembilan kombinasi perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 20 tanaman, dengan jumlah keseluruhan adalah 540 tanaman uji.

Penyemaian Benih Cabai

Penyemaian dilakukan sebelum penanaman di lahan. Media semai berupa tanah, pupuk kandang, dan sekam yang dicampur dahulu dalam ember. Setelah siap digunakan, media dimasukkan ke dalam tray semai dan diisikan sampai padat, kemudian benih ditanam pada masing-masing lubang tray semai (Gambar 2A&B). Selama masa penyemaian dilakukan pemeliharaan berupa penyiraman. Bibit cabai yang telah siap ditanam, yaitu memiliki empat pasang daun, kemudian di pindah tanam ke bedengan-bedengan di lahan.

Persiapan Lahan

(35)

14 

Pembuatan Starter Solution

Startersolution dibuat dengan melarutkan pupuk daun anorganik (20-15-15) sebanyak 15 g/l dan 30 g/l. Pupuk tersebut ditimbang kemudian dilarutkan dalam 10 liter air, diaduk hingga merata. Starter solution ditakar dengan takaran 50 ml untuk diaplikasikan langsung pada perakaran tanaman. Larutan pupuk daun anorganik diaplikasikan pada saat pindah tanam sebagai startersolution dan pada umur 12, 25, dan 72 HST (hari setelah pindah tanam) sebagai pupuk susulan.

Penanaman Bibit ke Lahan

Kegiatan yang pertama dilakukan yaitu melubangi mulsa plastik sebagai lubang penanaman. Lubang dibuat dengan menggunakan kaleng bekas yang di-panasi dengan arang. Jarak tanam yang digunakan adalah 60 cm antar barisan dan 50 cm dalam barisan dengan posisi lubang lubangnya berhadapan. Penanaman di-lakukan untuk bibit yang sudah mempunyai 3-5 helai daun. Satu lubang tanam diisi satu bibit tanaman cabai (Gambar 2D).

Pemanenan

(36)

Gambar 2 Penyemaian, persiapan lahan dan bibit yang baru ditanam. Penyemaian benih cabai di dalam tray semai (A); Bibit yang siap pindah tanam (B); Persiapan lahan yang sudah ditutupi mulsa plastik (C); Penanaman bibit ke lahan (D).

Pengamatan

Pengamatan dilakukan selama fase pertumbuhan vegetatif dan generatif, di-lanjutkan pada saat panen. Pengamatan pertumbuhan pada fase vegetatif meliputi (1) tinggi tanaman, diukur mulai batas kotiledon pada permukaan tanah sampai pucuk tanaman tertinggi sampai umur 8 MST (minggu setelah pindah tanam); (2) jumlah daun, meliputi seluruh jumlah daun yang tumbuh tiap minggunya sampai umur 6 MST; (3) jumlah cabang, menghitung jumlah cabang yang muncul tiap minggunya sampai umur 6 MST. Pengamatan pada fase generatif meliputi waktu antesis yaitu umur tanaman saat 50% berbunga dalam satu petakan, dihitung sejak hari penanaman hingga bunga mekar di buku kedua. Pengamataan saat panen dilakukan pada keseluruhan hasil panen yang meliputi (1) bobot buah hasil panen, meliputi bobot buah per petak dari tiap panen, serta bobot buah yang di-hasilkan per tanaman sampai delapan kali masa panen; (2) jumlah buah hasil panen, meliputi jumlah buah per petak dan jumlah buah per tanaman sampai delapan kali panen.

Pengamatan penyakit penting meliputi (1) pengamatan gejala layu dan busuk bakteri pada buah, antraknosa, dan mosaik atau belang sejak mulai pindah tanam

(C) (A)

(37)

16 

hingga saat panen; (2) deteksi penyebab penyakit dilakukan melalui isolasi propagul (cendawan dan bakteri) dan pengujian ELISA; (3) kejadian penyakit di-hitung berdasarkan proporsi tanaman yang terinfeksi patogen dalam suatu populasi tanaman, tanpa memperhitungkan berat atau ringannya tingkat serangan. Penghitungan kejadian penyakit dimulai dari tanaman mulai menunjukkan gejala sampai akhir panen.

Analisis Data

Data pengamatan dianalisis secara statistik menggunakan Statistical Analysis System(SAS). Apabila data menunjukkan pengaruh nyata maka dilanjut-kan dengan uji lanjut DMRT (DuncanMultipleRangeTest) pada taraf 5%.

Laju pertambahan jumlah daun, jumlah cabang, dan tinggi tanaman dihitung dengan rumus:

Laju pertambahan = P(n+1) – P(n) Keterangan:

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Starter Solution dan Genotipe Cabai terhadap Jumlah Daun

Pemberian konsentrasi starter solution pada masing-masing genotipe cabai tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada jumlah daun berdasarkan hasil analisis ragam selama 6 minggu pengamatan (Lampiran 1). Hal tersebut menunjukkan tidak ada interaksi antara starter solution dan genotipe cabai. Selanjutnya analisis statistik dilakukan secara terpisah untuk starter solution dan genotipe cabai. Terdapat pengaruh konsentrasi starter solution yang berbeda nyata terhadap jumlah daun berdasarkan pengamatan mingguan yaitu sejak 3 sampai 6 MST (minggu setelah tanam). Pemberian starter solution (15 g/l dan 30 g/l) mampu meningkatkan jumlah daun sejak 3 sampai 6 MST (Tabel 1).

Tabel 1 Pengaruh startersolution terhadap jumlah daun tanaman cabai Waktu pengamatan (MST) Konsentrasi starter solution (g/l)*

0 15 30

1 5.93a 7.26a 5.70a

2 7.15a 12.20a 10.48a

3 15.28b 29.13a 25.54a

4 29.78b 53.57a 49.09a

5 54.20b 80.45a 82.37a

6 89.41b 118.39a 118.93a

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Berdasarkan perhitungan laju pertambahan jumlah daun pada konsentrasi

(39)

18 

0 5 10 15 20 25 30 35 40

1-2 2-3 3-4 4-5 5-6

La

ju

pe

rt

am

ba

ha

n j

um

la

h da

un

(c

m

)

Konsentrasi starter solution

Waktu pengamatan (MST)

0 g/l

15g/l

30g/l

Gambar 3 Laju pertambahan jumlah daun dengan perlakuan starter solution

selama 6 minggu pengamatan

Laju pertambahan jumlah daun meningkat lebih tinggi pada konsentrasi 15 g/l dan 30 g/l dibandingkan 0 g/l karena bertambahnya kandungan N, P, dan K pada tanaman yang diberi starter solution. Hal ini sesuai dengan penyataan Soedomo (2006) bahwa Nitrogen yang diambil oleh daun dalam bentuk N2, Fosfor, dan Kalium saling berkaitan dalam membantu pertumbuhan tanaman. Soedomo (2006) juga menyatakan bahwa penambahan pupuk daun bersifat sebagai penambah unsur hara yang lebih lengkap, terutama dalam unsur hara mikro.

[image:39.612.135.474.81.234.2]

Demikian pula jumlah daun antar genotipe berbeda selama pengamatan mingguan (Tabel 2). Genotipe IPB C5 memiliki jumlah daun tertinggi selama pengamatan (129 daun), diikuti oleh genotipe Kopay (116 daun), sedangkan genotipe IPB C10 memiliki jumlah daun terendah (82 daun). Hasil analisis ragam saat 6 MST disajikan pada Lampiran 7.

Tabel 2 Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah daun tanaman cabai

Waktu pengamatan (MST) Genotipe*

Kopay IPB C5 IPB C10

1 5.43b 7.72a 5.74b

2 10.09a 10.87a 8.87a

3 24.76a 26.02a 19.17a

4 48.07a 52.28a 32.09b

5 77.11ab 86.43a 53.48b

6 115.70a 128.80a 82.22b

(40)
[image:40.612.137.500.163.365.2]

Laju pertambahan jumlah daun pada ketiga genotipe cenderung sama (Gambar 4). Genotipe IPB C5 laju pertambahannya meningkat lebih tajam dibandingkan genotipe Kopay dan IPB C10. Genotipe IPB C10 memiliki laju per-tambahan jumlah daun yang terendah mulai awal hingga akhir pengamatan.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

1-2 2-3 3-4 4-5 5-6

la

ju p

er

ta

m

ba

ha

n

jum

la

h

da

un

(c

m

)

Genotipe cabai

Waktu pengamatan (MST)

Kopay IPB C5 IPB C10

Gambar 4 Laju pertambahan jumlah daun pada tiga genotipe cabai selama 6 minggu pengamatan

Pengaruh Starter Solution dan Genotipe Cabai terhadap Jumlah Cabang Pemberian konsentrasi starter solution pada masing-masing genotipe cabai memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada jumlah cabang berdasarkan hasil analisis ragam selama 6 minggu pengamatan (Lampiran 8). Namun demikian, tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap interaksi antara starter solution dan genotipe cabai. Pengaruh yang berbeda nyata tampak pada pengamat-an minggupengamat-an yaitu saat 5 dpengamat-an 6 MST pada perlakupengamat-an tpengamat-anpa starter solution (0 g/l) dan dengan starter solution (15 g/l dan 30 g/l). Pada akhir pengamatan, perlakuan

(41)
[image:41.612.139.493.379.562.2]

20 

Tabel 3 Pengaruh startersolution terhadap jumlah cabang tanaman cabai Waktu pengamatan (MST) Konsentrasi starter solution (g/l)*

0 15 30

1 1.00a 1.00a 1.00a

2 1.00a 1.00a 1.00a

3 1.00a 1.17a 1.13a

4 1.20a 2.67a 2.59a

5 3.33b 5.78a 6.69a

6 6.13c 9.19b 10.96a

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Laju pertambahan jumlah cabang pada perlakuan starter solution me-ningkat mulai dari pengamatan minggu kedua (Gambar 5). Pada konsentrasi 15 g/l dan 30 g/l, laju pertambahannya lebih tinggi dibandingkan konsentrasi 0 g/l. Per-tambahan jumlah cabang dengan perlakuan starter solution pada selang 3 MST ke 4 MST meningkat sekitar 2 cabang dibandingkan tanpa perlakuan starter solution. Sampai akhir pengamatan terlihat bahwa pertambahan jumlah cabang lebih banyak meningkat pada tanaman yang diberi perlakuan starter solution.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

1-2 2-3 3-4 4-5 5-6

L

aju pe

rt

am

ba

ha

n

jum

la

h

c

aba

ng

(c

m) Konsentrasi starter solution

Waktu pengamatan (MST)

0 g/l 15g/l 30g/l

Gambar 5 Laju pertambahan jumlah cabang dengan perlakuan starter solution

selama 6 minggu pengamatan

(42)
[image:42.612.135.505.104.205.2]

Tabel 4 Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah cabang tanaman cabai

Waktu pengamatan (MST) Genotipe*

Kopay IPB C5 IPB C10

1 1.00a 1.00a 1.00a

2 1.00a 1.00a 1.00a

3 1.30a 1.00a 1.00a

4 2.06ab 3.28a 1.13b

5 6.02a 6.33a 3.45b

6 10.06a 9.94a 6.28b

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Laju pertambahan jumlah cabang pada genotipe Kopay lebih banyak meningkat pada selang 4 MST sampai 6 MST (4 cabang). Pertambahan cabang genotipe IPB C5 meningkat pada selang 3 MST menuju 4 MST. Pada akhir pengamatan, terlihat bahwa pertambahan jumlah cabang genotipe IPB C10 lebih rendah dibandingkan genotipe Kopay dan IPB C5.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

1-2 2-3 3-4 4-5 5-6

La

ju

p

er

ta

m

ba

ha

n

ju

m

la

h

c

aba

ng

(cm

) Genotipe cabai

Waktu pengamatan (MST)

Kopay IPB C5 IPB C10

Gambar 6 Laju pertambahan jumlah cabang pada tiga genotipe cabai selama 6 minggu pengamatan

[image:42.612.136.504.346.533.2]
(43)

22 

Pengaruh Starter Solution dan Genotipe Cabai terhadap Tinggi Tanaman Perlakuan starter solution pada masing-masing genotipe tanaman cabai tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan hasil analisis ragam selama 6 minggu pengamatan (Lampiran 15). Hal tersebut menunjukkan tidak ada interaksi antara starter solution dan genotipe cabai. Aplikasi starter solution pada konsentrasi 15 g/l dan 30 g/l memberikan pengaruh yang besar dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberikan starter solution. Pada awal pertumbuhannya yaitu 1 dan 2 MST, perlakuan starter solution memberikan pengaruh terhadap pertambahan tinggi tanaman. Walaupun demikian perlakuan starter solution tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman karena pada konsentrasi 15g/l tanaman cabai lebih tinggi dibandingkan konsentrasi 30 g/l. Pada akhir pengamatan (8 MST), tanaman cabai yang diberikan starter solution dengan konsentrasi 30 g/l mencapai tinggi 42.38 cm, konsentrasi 15 g/l memiliki tinggi 42.73 cm, dan tanaman cabai yang tidak diberikan starter solution mencapai tinggi 39.57 cm.

Tabel 5 Pengaruh startersolution terhadap tinggi tanaman cabai

Waktu pengamatan (MST) Konsentrasi starter solution (g/l)*

0 15 30

1 7.44a 8.20a 8.02a

2 7.92a 9.39a 9.20a

3 10.37a 12.96a 12.71a

4 13.75a 17.16a 16.49a

5 19.50a 23.51a 22.55a

6 25.54a 29.39a 28.25a

7 32.11a 35.77a 34.66a

8 39.57a 42.73a 42.38a

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

(44)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1-2 2-3 3-4 4-5 5-6 6-7 7-8

la

ju

pe

rt

am

ba

ha

n t

inggi

ta

na

m

an (

cm)

Konsentrasi starter solution

Waktu pengamatan (MST)

0 g/l 15g/l 30g/l

Gambar 7 Laju pertambahan tinggi tanaman dengan perlakuan starter solution

selama 6 minggu pengamatan

Tinggi tanaman masing-masing genotipe berbeda. Saat 1 dan 2 MST genotipe Kopay lebih tinggi dibandingkan genotipe IPB C5, tetapi memasuki minggu keempat tinggi kedua genotipe tersebut sama. Pada 5 MST genotipe IPB C5 lebih tinggi dibandingkan dengan Kopay dan IPB C10 (Tabel 6). Di akhir pengamatan tinggi tanaman genotipe IPB C5, Kopay, dan IPB C10 secara ber-turut-turut yaitu 47.95 cm, 45.27 cm, dan 31.46 cm. Hasil analisis ragam disajikan pada Lampiran 16-23.

Tabel 6 Pengaruh genotipe cabai terhadap tinggi tanaman cabai

Waktu pengamatan (MST) Genotipe*

Kopay IPB C5 IPB C10

1 9.56a 7.92b 6.17c

2 10.59a 9.17a 7.05b

3 13.66a 13.12a 9.25b

4 17.58a 17.88a 11.95b

5 23.47a 26.03a 16.06b

6 29.82a 32.88a 20.47b

7 36.77a 40.20a 25.58b

8 45.27a 47.95a 31.46b

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

(45)

24 

minggu kelima. Pada akhir pengamatan, genotipe Kopay memiliki laju per-tambahan yang paling tinggi kemudian diikuti genotipe IPB C5 dan IPB C10.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1-2 2-3 3-4 4-5 5-6 6-7 7-8

la

ju

pe

rt

am

ba

ha

n

ti

nggi

ta

na

m

an

(cm

) Genotipe cabai

Waktu pengamatan (MST)

Kopay IPB C5 IPB C10

Gambar 8 Laju pertambahan tinggi tanaman pada tiga genotipe cabai selama 6 minggu pengamatan

(46)

Pengaruh Starter Solution dan Genotipe Cabai terhadap Waktu Antesis Pemberian starter solution memberikan pengaruh yang nyata terhadap waktu antesis tanaman cabai (Lampiran 24), tetapi tidak berbeda nyata terhadap interaksi antara konsentrasi starter solution dan genotipe cabai. Tanaman cabai tanpa pemberian starter solution memiliki waktu antesis lebih panjang dibanding-kan dengan tanaman yang diberi starter solution. Waktu antesis tanaman cabai dengan konsentrasi 0 g/l yaitu 32 hari setelah tanam (HST), sedangkan konsentrasi 15 g/l dan 30 g/l yaitu 23 HST (Tabel 7).

Tabel 7 Pengaruh startersolution terhadap waktu antesis tanaman cabai

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Genotipe cabai yang berbeda menunjukkan waktu antesis yang sangat ber-beda pula (Lampiran 24). Waktu antesis genotipe Kopay dan IPB C5 lebih cepat (24 HST) dibandingkan IPB C10 (30 HST) (Tabel 8).

Tabel 8 Pengaruh genotipe cabai terhadap waktu antesis tanaman cabai

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Pemberian konsentrasi starter solution pada masing-masing genotipe cabai memberikan pengaruh yang nyata terhadap waktu antesis. Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian Sari (2007) yang menunjukkan bahwa penggunaan starter solution tidak dapat mempercepat waktu antesis. Pupuk daun yang mengandung unsur hara makro dan mikro dengan komposisi yang tepat mempunyai manfaat mempercepat pertumbuhan, menyuburkan pertumbuhan daun, mempercepat pertunasan dan pembuahan (Kelpitna 2009). Diduga dengan adanya penambahan

starter solution, unsur hara tersedia dalam tanah dengan komposisi yang tepat. Konsentrasi starter solution (g/l) Waktu antesis (HST)*

0 31.66a 15 23.26b 30 23.37b

Genotipe Waktu antesis (HST)*

Kopay 23.88b

IPB C5 24.29b

(47)

26 

Pengaruh Starter Solution dan Genotipe Cabai terhadap Infeksi Virus

Menurut laporan AVRDC (1993) di antara berbagai penyakit yang mempengaruhi cabai, virus dianggap sebagai kendala produksi terbesar. Kebanyakan tanaman cabai terinfeksi oleh dua atau lebih virus dengan gejala mosaik, distorsi daun, vein banding, dan menguning. Infeksi tidak hanya menyebabkan pengurangan dalam hasil panen, tetapi juga mengakibatkan kerusakan tanaman. Kerugian akibat infeksi CMV dalam cabai dapat meningkat 97% untuk cabai, sedangkan infeksi TMV dapat mengurangi hasil panen sekitar 45-75%.

[image:47.612.130.513.431.646.2]

Berdasarkan penghitungan kejadian penyakit dapat disimpulkan bahwa gejala yang diamati pada tanaman di lapangan berasosiasi dengan infeksi CMV, ChiVMV, dan TMV (Tabel 9). Infeksi CMV dan TMV dapat mencapai 100% sementara infeksi ChiVMV hanya mencapai 33,33%. Kejadian penyakit 0% di-kategorikan sebagai tanaman tahan terhadap virus dan menjadi kriteria ketahanan paling tinggi (Riyanto 2007). Tiap genotipe cabai memiliki respon kejadian penyakit yang berbeda-beda terhadap infeksi CMV, ChiVMV, dan TMV.

Tabel 9 Kejadian penyakit pada masing-masing genotipe cabai dengan pemberian konsentrasi starter solution terhadap infeksi virus

Starter solution Genotipe Kejadian Penyakit (%)

CMV ChiVMV TMV

0 g/l

Kopay 0 0 0

IPB C5 0 0 0

IPB C10 0 33.33 0

15 g/l

Kopay 66.67 0 100

IPB C5 0 0 100

IPB C10 100 33.33 100

30 g/l

Kopay 0 0 0

IPB C5 0 0 33.33

(48)

Starter solution pada masing-masing genotipe cabai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap infeksi CMV, ChiVMV dan TMV (Lampiran 25-27). Perlakuan dengan dan tanpa starter solution tidak memberikan pengaruh terhadap nilai absorban ELISA (NAE) (Tabel 10). Berdasarkan analisis statistik terhadap NAE dapat disimpulkan bahwa perlakuan konsentrasi 15 g/l menghasilkan NAE yang lebih tinggi. Genotipe Kopay cenderung lebih mudah terinfeksi oleh CMV dan ChiVMV, sedangkan genotipe IPB C5 lebih mudah terinfeksi oleh TMV (Tabel 11).

Tabel 10 Pengaruh startersolution terhadap infeksi virus pada tanaman cabai Nilai Absorban ELISA (NAE) Konsentrasi starter solution (g/l)*

0 15 30

CMV 0.25b 0.42a 0.28b

ChiVMV 0.86a 0.98a 0.19b

TMV 0.19c 1.09a 0.45b

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Tabel 11 Pengaruh genotipe cabai terhadap infeksi virus

Nilai Absorban ELISA (NAE) Genotipe*

Kopay IPB C5 IPB C10

CMV 0.41a 0.30ab 0.24b

ChiVMV 1.01a 0.39b 0.63b

TMV 0.50a 0.51a 0.71a

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

(49)

28 

[image:49.612.132.475.75.277.2]

Gambar 9 Gejala buah yang terinfeksi dan konidia Colletotrichum spp. Buah yang terinfeksi Colletotrichum spp. menunjukkan gejala bintik-bintik kehitaman yang menyatu (A); Konidia Colletotrichum spp. perbesaran 400x (B)

Perlakuan starter solution memberikan hasil yang tidak berbeda nyata ter-hadap persentase jumlah buah terinfeksi Colletotrichum spp. (Lampiran 28). Walaupun demikian ada kecenderungan perlakuan tanpa starter solution memiliki persentase jumlah buah terinfeksi lebih kecil dibandingkan perlakuan dengan

starter solution.

Tabel 12 Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi

Colletotrichum spp.

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Berbeda dengan perlakuan starter solution, tampaknya terdapat perbedaan respon genotipe terhadap infeksi Colletotrichum spp. (Tabel 13). Genotipe IPB C10 memiliki persentase jumlah buah terinfeksi lebih rendah (25.10%). Persentase jumlah buah terinfeksi Colletotrichum spp. tertinggi terjadi pada genotipe IPB C5 (75.45%). Syukur et al (2007) melaporkan bahwa respon ke-tahanan yang berbeda diantara genotipe cabai terhadap antraknosa dikendalikan oleh faktor genetik.

Konsentrasi starter solution (g/l) Jumlah buah (%)*

0 44.96a 15 45.24a 30 46.38a

(50)

Tabel 13 Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi

Colletotrichum spp.

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Tenaya et al (2001) menyatakan bahwa secara genotipe apabila terdapat kandungan capsaicin pada buah dan aktivitas enzim peroksidase yang tinggi pada daun di lapangan, maka tanaman cabai akan lebih tahan terhadap serangan antraknosa. Apabila persentase jumlah buah terserang dan kandungan fruktosa lebih tinggi, maka tanaman cabai mempunyai kerentanan yang lebih tinggi ter-hadap penyakit antraknosa.

Pengaruh Starter Solution dan Genotipe Cabai terhadap E. carotovora

Erwinia carotovora menginfeksi tanaman saat dua minggu pertama tanam-an cabai berbuah. Busuk buah bakteri ini btanam-anyak menyertanam-ang genotipe IPB C5 (cabai besar).

Perlakuan starter solution pada masing-masing genotipe cabai memberi-kan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap persentase jumlah buah terinfeksi

E. carotovora dan interaksi antara konsentrasi starter solution dan genotipe cabai (Lampiran 29). Persentase jumlah buah terinfeksi yang paling rendah terjadi pada perlakuan 30 g/l (Tabel 14).

Tabel 14 Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi

E. carotovora

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Genotipe IPB C5 memiliki persentase paling tinggi terhadap jumlah buah yang terinfeksi E. carotovora yaitu 61.11%. Persentase jumlah buah terinfeksi

E. carotova terendah yaitu genotipe Kopay sebesar 3.70% (Tabel 15).

Genotipe Jumlah buah (%)*

Kopay 36.04b

IPB C5 75.45a

IPB C10 25.10b

Konsentrasi starter solution (g/l) Jumlah buah (%)*

(51)

30 

Tabel 15 Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi

E. carotovora

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Pengaruh Starter Solution dan Genotipe Cabai terhadap Jumlah Buah Per Tanaman

Pengaruh starter solution pada masing-masing genotipe cabai memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap persentase jumlah buah cabai dan interaksi antara konsentrasi starter solution dan genotipe cabai (Lampiran 30).

Starter solution dengan konsentrasi 30 g/l memiliki jumlah buah cabai paling rendah (21 buah). Jumlah buah tertinggi terdapat pada konsentrasi 15 g/l (29 buah). Perlakuan konsentrasi starter solution antara 15 g/l dengan 30 g/l tidak ber-pengaruh terhadap jumlah buah.

Tabel 16 Pengaruh startersolution terhadap jumlah buah cabai

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Genotipe cabai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah buah cabai. Genotipe IPB C5 memiliki jumlah buah terendah (13 buah), sedang-kan genotipe IPB C10 memiliki jumlah buah tertinggi (37 buah).

Tabel 17 Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah buah cabai

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Hasil penelitian Kelpitna (2009) menyatakan bahwa pemberian pupuk daun berpengaruh positif terhadap jumlah buah yang terbentuk dan tinggi

tanam-Genotipe Jumlah buah (%)*

Kopay 3.70b

IPB C5 61.11a

IPB C10 8.64b

Konsentrasi starter solution (g/l) Jumlah buah (g)*

0 24.34a 15 29.34a 30 20.85a

Genotipe Jumlah buah (g)*

Kopay 24.17ab

IPB C5 12.92b

(52)

an. Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian karena jumlah buah pada tanaman dengan perlakuan starter solution hampir sama dengan tanaman tanpa starter solution.

Pengaruh Starter Solution dan Genotipe Cabai terhadap Bobot Buah Per Tanaman

Aplikasi starter solution pada masing-masing genotipe cabai memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap bobot buah cabai dan interaksi antara konsentrasi starter solution dan genotipe cabai (Lampiran 31). Dengan pemberian

starter solution (15 g/l dan 30 g/l) bobot buah dapat meningkat sekitar 20 gram dibandingkan tanpa starter solution (0 g/l). Starter solution dengan konsentrasi 0 g/l memiliki bobot buah cabai paling kecil yaitu 61.11 gram. Perlakuan dengan konsentrasi 15 g/l dan 30 g/l tidak memberikan pengaruh terhadap bobot buah karena bobot buah tertinggi terdapat pada konsentrasi 15 g/l seberat 84.51 gram.

Tabel 18 Pengaruh startersolution terhadap bobot buah cabai

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Genotipe IPB C5 memiliki bobot buah (112.76 gram), sedangkan genotipe IPB C10 memiliki bobot buah terkecil (49.66 gram). Perbedaan besar bobot buah pada tiap genotipe cabai disebabkan oleh karakteristik masing-masing genotipe. Genotipe IPB C5 (cabai besar) memiliki ukuran dan bentuk buah lebih besar dibandingkan genotipe Kopay dan IPB C10 (cabai rawit).

Tabel 19 Pengaruh genotipe cabai terhadap bobot buah cabai

*nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Konsentrasi starter solution (g/l) Bobot buah (g)*

0 61.11a 15 84.51a 30 81.26a

Genotipe Bobot buah (g)*

Kopay 64.46b

IPB C5 112.76a

(53)

32 

Bobot buah per tanaman tidak dipengaruhi oleh pemberian konsentrasi

(54)

KESIMPULAN

Kesimpulan

Aplikasi starter solution tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap beberapa komponen fase vegetatif tanaman yang mencakup jumlah daun dan tinggi tanaman, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dan waktu antesis. Peningkatan komponen fase vegetatif tanaman tersebut paling tinggi tercapai pada perlakuan konsentrasi 15 g/l.

Dapat disimpulkan bahwa dua galur (IPB C5 dan IPB C10) dan satu varietas (Kopay) cabai yang digunakan memiliki karakter agronomi yang berbeda berdasarkan pengukuran jumlah daun, jumlah cabang, dan tinggi tanaman. Potensi produksi galur IPB C5 lebih tinggi dibandingkan galur IPB C10 dan varietas Kopay.

Aplikasi starter solution tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kejadian penyakit. Perkembangan penyakit sangat ditentukan oleh genotipe cabai. Galur IPB C5 lebih banyak terinfeksi oleh Colletotrichum spp. dan E. carotovora, sementara varietas Kopay lebih banyak terinfeksi oleh CMV dan ChiVMV. Kejadian penyakit antraknosa, CMV dan TMV pada galur IPB C10 cenderung lebih rendah dibandingkan kedua genotipe yang lain.

Saran

(55)

 

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 1988. Plant Pathology. 3rd edition. San Diego, California: Academic Press Inc.

Alviana VF, Anas DS. 2009. Optimasi Dosis Pemupukan Pada Budidaya Cabai (Capsicum annuum L.) Menggunakan Irigasi Tetes dan Mulsa

Polyethylene. Jurnal Agronomi Indonesia 37 (1). Hlm 28-33.

AVRDC. 1993. Vegetable Research And Development In Southeast Asia: The AVNET Final Report. http://www.avrdc.org [16 Nov 2009].

. 1998. Project 4: Improvement And Stabilization Of Year Round Vegetable Supplies. http://www.avrdc.org [16 Nov 2009].

. 2004. The World Vegetable Center In Asia. http://www.avrdc.org [16 Nov 2009].

. 2004. AVRDC Report 2003 Publication Number 04-599. http://www.avrdc.org [15 Des 2009].

[CABI] Cen

Gambar

Tabel 2  Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah daun tanaman cabai Genotipe*
Gambar 4  Laju pertambahan jumlah daun pada tiga genotipe cabai selama 6  minggu pengamatan
Tabel 3  Pengaruh starter solution terhadap jumlah cabang tanaman cabai Konsentrasi starter solution (g/l)*
Gambar 6  Laju pertambahan jumlah cabang pada tiga genotipe cabai selama 6  minggu pengamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Agroindustri daging sapi merupakan suatu kegiatan ekonomi, karena berhubungan dengan biaya – biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi untuk

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi pihak Swalayan Qoni’ Latansa Gontor dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan agar lebih memuaskan

Maka dari itu, akan didirikan Pabrik Trisodium Fosfat dengan kapasitas 45.000 ton/tahun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan untuk peluang ekspor1. Pabrik

This evening is also often used for young men looking at their candidates (looking for girlfriends), and (3) the shift in the tradition after the marriage

Skripsi Perlindungan Hukum bagi Pramuniaga yang Bekerja Shift Malam pada Indomaret 24 Jam di Kota Semarang ini mencakup berbagai hal yang berkaitan dengan Hukum

The aims of this study are to find out the portrayals of the characters and the biblical values conveyed through the five people that Eddie meets in heaven in Mitch Albom’s The

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil analisis menggunakan program Response-2000 dan metode pias dengan hasil eksperimen terhadap balok beton