• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Peternakan Petelur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Peternakan Petelur"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT

BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI PETERNAKAN

PETELUR

BUDI IRIAWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

BUDI IRIAWAN. 2007. Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene dan Sanitasi Peternakan Petelur. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan TRIOSO PURNAWARMAN.

Telur ayam merupakan pangan asal unggas yang banyak disukai oleh masyarakat Indonesia. Namun, telur tersebut dapat membawa agen patogen yang berasal dari ayam atau cemaran lain. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan

checklist untuk audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi peternakan petelur yang mengacu pada penilaian Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Penelitian ini dilakukan pada tiga peternakan petelur di daerah Sukabumi dan Legok. Penelitian dilakukan dengan metode observasi menggunakan kuesioner yang mengamati aspek-aspek biosekuriti, higiene, dan sanitasi. Hasil observasi ini dijadikan dasar acuan penyusunan checklist untuk audit dengan memberikan pembobotan pada setiap aspek yang dinilai. Hasil observasi terhadap ketiga peternakan menunjukkan bahwa penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi belum dilaksanakan dengan baik.

(3)

ABSTRACT

BUDI IRIAWAN. 2007. Development of Checklist for Auditing of Biosecurity, Hygiene, and Sanitation in the Layer Farm. Under the direction of DENNY WIDAYA LUKMAN and TRIOSO PURNAWARMAN.

Chicken eggs are poultry products that are well-liked by Indonesian. Nevertheless, eggs can bring pathogens which derive from chickens or other contamination. The aim of this study is to produce a checklist for auditing of biosecurity, hygiene, and sanitation in the layer farms which are referred to the Veterinary Control Number. The study was conducted in three layer farms in Baros, Sukabumi and Legok, Tangerang. The study was carried out by doing observation using questionnaires which relate to aspects of biosecurity, hygiene, and sanitation. The result of the observation was used as the basis to develop an audit checklist. Afterwards the audit checklist was set with value. The observation result showed that biosecurity, hygiene, and sanitation had not been implemented well in the three layer farms.

(4)

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT

BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI PETERNAKAN

PETELUR

BUDI IRIAWAN

B04103153

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Peternakan Petelur

Nama : Budi Iriawan

NRP : B04103153

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. drh. Trioso Purnawarman, MSi. NIP. 131 760 838 NIP. 131 760 844

Mengetahui,

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. NIP. 131 129 090

(6)

Persembahan untuk Bapa di Surga

dengan segenap perasaan sayang

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala berkat, kasih, dan damai sejahtera yang berlimpah sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang diambil adalah Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Peternakan Petelur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. dan juga kepada Bapak drh. Trioso Purnawarman, MSi. selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan segenap waktu dan tenaga untuk membimbing penulis menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak drh. R. Roso. Soejoedono, MPH, DEA dan Ibu Dr. drh. Agatha Winny Sanjaya, MS yang bersedia turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan kepada Ibu Eha, Bapak Tedy, Bapak Hendra, Bapak Agus, serta seluruh dosen Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner. Ucapan terima kasih terima kasih ingin penulis sampaikan kepada sohib penulis, Babang dan keluarga atas segala sesuatunya dan juga kepada seluruh teman seperjuangan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, terutama 40’ers. Yang terakhir dan yang takkan terlupakan, kepada Papa, Mama, Henry, Yohan, Adi, dan Cahyo atas dukungan doa dan menjadi penghibur saat suka dan duka.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang, Banten pada tanggal 17 November 1984. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, anak dari pasangan Bapak drh. Iriawan Suharyanto dan Ibu drh. Proeliwati Loenardi.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ……….... xii

PENDAHULUAN ……… 1

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Petelur ... 3

Biosekuriti Peternakan Ayam …...………... 3

Higiene Peternakan Petelur ... 7

Sanitasi Peternakan Petelur ... 15

Audit dan Checklist Audit ……….. 18

Nomor Kontrol Veteriner ... 19

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ……… 21

Alat dan Bahan ... 21

Metode Penelitian ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Biosekuriti ………... 23

Aspek Higiene Sanitasi ... 28

Checklist Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Peternakan Petelur ... 35

SIMPULAN DAN SARAN ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Klasifikasi disinfektan ... 17

2. Disinfektan yang biasa digunakan dalam peternakan petelur ... 18

3. Checklist audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi untuk peternakan

petelur ... 36

4. Penentuan peringkat biosekuriti, higiene, dan sanitasi peternakan

(11)

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT

BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI PETERNAKAN

PETELUR

BUDI IRIAWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

BUDI IRIAWAN. 2007. Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene dan Sanitasi Peternakan Petelur. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan TRIOSO PURNAWARMAN.

Telur ayam merupakan pangan asal unggas yang banyak disukai oleh masyarakat Indonesia. Namun, telur tersebut dapat membawa agen patogen yang berasal dari ayam atau cemaran lain. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan

checklist untuk audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi peternakan petelur yang mengacu pada penilaian Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Penelitian ini dilakukan pada tiga peternakan petelur di daerah Sukabumi dan Legok. Penelitian dilakukan dengan metode observasi menggunakan kuesioner yang mengamati aspek-aspek biosekuriti, higiene, dan sanitasi. Hasil observasi ini dijadikan dasar acuan penyusunan checklist untuk audit dengan memberikan pembobotan pada setiap aspek yang dinilai. Hasil observasi terhadap ketiga peternakan menunjukkan bahwa penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi belum dilaksanakan dengan baik.

(13)

ABSTRACT

BUDI IRIAWAN. 2007. Development of Checklist for Auditing of Biosecurity, Hygiene, and Sanitation in the Layer Farm. Under the direction of DENNY WIDAYA LUKMAN and TRIOSO PURNAWARMAN.

Chicken eggs are poultry products that are well-liked by Indonesian. Nevertheless, eggs can bring pathogens which derive from chickens or other contamination. The aim of this study is to produce a checklist for auditing of biosecurity, hygiene, and sanitation in the layer farms which are referred to the Veterinary Control Number. The study was conducted in three layer farms in Baros, Sukabumi and Legok, Tangerang. The study was carried out by doing observation using questionnaires which relate to aspects of biosecurity, hygiene, and sanitation. The result of the observation was used as the basis to develop an audit checklist. Afterwards the audit checklist was set with value. The observation result showed that biosecurity, hygiene, and sanitation had not been implemented well in the three layer farms.

(14)

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT

BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI PETERNAKAN

PETELUR

BUDI IRIAWAN

B04103153

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul : Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Peternakan Petelur

Nama : Budi Iriawan

NRP : B04103153

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. drh. Trioso Purnawarman, MSi. NIP. 131 760 838 NIP. 131 760 844

Mengetahui,

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. NIP. 131 129 090

(16)

Persembahan untuk Bapa di Surga

dengan segenap perasaan sayang

(17)

PRAKATA

Puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala berkat, kasih, dan damai sejahtera yang berlimpah sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang diambil adalah Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Peternakan Petelur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. dan juga kepada Bapak drh. Trioso Purnawarman, MSi. selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan segenap waktu dan tenaga untuk membimbing penulis menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak drh. R. Roso. Soejoedono, MPH, DEA dan Ibu Dr. drh. Agatha Winny Sanjaya, MS yang bersedia turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan kepada Ibu Eha, Bapak Tedy, Bapak Hendra, Bapak Agus, serta seluruh dosen Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner. Ucapan terima kasih terima kasih ingin penulis sampaikan kepada sohib penulis, Babang dan keluarga atas segala sesuatunya dan juga kepada seluruh teman seperjuangan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, terutama 40’ers. Yang terakhir dan yang takkan terlupakan, kepada Papa, Mama, Henry, Yohan, Adi, dan Cahyo atas dukungan doa dan menjadi penghibur saat suka dan duka.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang, Banten pada tanggal 17 November 1984. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, anak dari pasangan Bapak drh. Iriawan Suharyanto dan Ibu drh. Proeliwati Loenardi.

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ……….... xii

PENDAHULUAN ……… 1

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Petelur ... 3

Biosekuriti Peternakan Ayam …...………... 3

Higiene Peternakan Petelur ... 7

Sanitasi Peternakan Petelur ... 15

Audit dan Checklist Audit ……….. 18

Nomor Kontrol Veteriner ... 19

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ……… 21

Alat dan Bahan ... 21

Metode Penelitian ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Biosekuriti ………... 23

Aspek Higiene Sanitasi ... 28

Checklist Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Peternakan Petelur ... 35

SIMPULAN DAN SARAN ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Klasifikasi disinfektan ... 17

2. Disinfektan yang biasa digunakan dalam peternakan petelur ... 18

3. Checklist audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi untuk peternakan

petelur ... 36

4. Penentuan peringkat biosekuriti, higiene, dan sanitasi peternakan

(21)

DAFTAR GAMBAR

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil kuesioner ketiga peternakan ... 44

2. Gambar-gambar keadaan penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi

peternakan A, B, dan C ... 57

3. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan petelur ... 62

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberadaan zoonosis pada ayam dapat menjadi risiko terhadap kesehatan masyarakat bilamana tidak diterapkan sistem kesehatan hewan dan keamanan pangan. Oleh sebab itu penerapan sistem tersebut di peternakan menjadi penting dalam rangka menghasilkan produk ayam yang memenuhi kriteria aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Penyediaan produk hewan yang ASUH menjadi kewenangan dan tanggung jawab bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet). Terkait dengan penerapan Kesmavet pada penyediaan pangan asal hewan, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 381/Kpts/OT.140/10/2005 mengenai Pedoman Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) Unit Usaha Pangan Asal Hewan untuk menjamin pangan asal hewan yang ASUH (Dit Kesmavet 2006).

NKV yang ada saat ini belum memuat checklist untuk audit di peternakan petelur (layer). Penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi di peternakan petelur sangat menentukan keamanan dan kesehatan telur yang dihasilkan, serta kesehatan hewan di peternakan.

Untuk menjamin penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi yang baik di peternakan, diperlukan suatu audit yang dapat dilakukan oleh pihak peternakan (audit internal) dan pihak luar (pemerintah, konsumen, dan lembaga sertifikasi). Salah satu perangkat audit yang penting adalah checklist untuk menilai kondisi dan akhirnya menentukan peringkat yang dapat digunakan oleh manajemen dan pemerintah untuk menjamin kesehatan hewan dan keamanan pangan.

(24)

2

peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan asal hewan dan membahayakan kesehatan manusia (Marriott 1999).

Tujuan

Menghasilkan checklist untuk audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi peternakan petelur yang mengacu pada penilaian Nomor Kontrol Veteriner yang telah ada.

Manfaat Penelitian

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Peternakan Petelur

Tujuan dari suatu peternakan petelur adalah untuk menyediakan bahan pangan asal ternak (telur ayam) sebagai sumber kebutuhan protein hewani bagi kebutuhan seluruh bangsa Indonesia dan sekaligus untuk mencapai kesejahteraan, serta kesehatan dan ketentraman batin masyarakat (Anonymous 1967). Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan kesehatan masyarakat yang memelihara dan mengkonsumsi telur ayam dari peternakan yang bersangkutan. Setiap usaha peternakan unggas harus memenuhi ketentuan tentang masyarakat veteriner dari ternak unggas, syarat-syarat kesehatan lingkungan dan perkandangan yang ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk (Anonymous 1983)

Agar tujuan dari peternakan itu dapat tercapai dengan baik, dibutuhkan suatu pengaturan yang benar. Pengaturan ini berupa seperangkat peraturan perundang-undangan. Undang-undang yang berlaku untuk peternakan nasional saat ini adalah Undang-undang Nomor 6 tahun 1967 yang dikenal sebagai Undang-undang Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Anonymous 1967).

Biosekuriti Peternakan Ayam

(26)

4

Menurut Jeffrey (1997), penerapan biosekuriti pada peternakan petelur dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu (1) isolasi, (2) pengendalian lalu lintas, dan (3) sanitasi.

Isolasi. Isolasi mengandung pengertian penempatan atau pemeliharaan hewan di dalam lingkungan yang terkendali. Pengandangan atau pemagaran kandang akan menjaga dan melindungi unggas serta menjaga masuknya hewan lain ke dalam kandang. Isolasi ini diterapkan juga dengan memisahkan ayam berdasarkan kelompok umur. Selanjutnya, penerapan manajemen all-in/all-out

pada peternakan besar mempraktekan depopulasi secara berkesinambungan, serta memberi kesempatan pelaksanaan pembersihan dan disinfeksi seluruh kandang dan peralatan untuk memutus siklus penyakit (Jeffrey 1997).

Pengendalian lalu lintas. Pengendalian lalu lintas ini diterapkan terhadap lalu lintas ke peternakan dan lalu lintas di dalam peternakan. Pengendalian lalu lintas ini diterapkan pada manusia, barang, dan bahan (Jeffrey 1997).

Sanitasi. Sanitasi ini meliputi praktek disinfeksi bahan, manusia, dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan, serta kebersihan pegawai di peternakan (Jeffrey 1997).

Biosekuriti Sumber Ayam

Ayam hidup yang akan masuk ke dalam peternakan berpotensi membawa agen penyakit. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terhadap sumber ayam yang akan masuk ke dalam wilayah peternakan, yaitu:

1. Ayam yang datang berasal dari peternakan atau peternakan bibit yang bebas penyakit. Ayam yang boleh masuk ke area kandang adalah yang telah diperiksa oleh dokter hewan dan hasilnya harus negatif dari keberadaan agen-agen patogen dalam unggas tersebut (Shulaw dan Bowman 2001).

2. Ayam yang datang harus disertai Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang dikeluarkan oleh Dinas yang membawahi Kesehatan Hewan dan ditandatangani oleh dokter hewan yang terkait (Anonymous 1977).

(27)

5

Biosekuriti terhadap Hewan Penggangu

Beberapa hewan yang potensial sebagai hewan penganggu adalah unggas/burung liar, tikus, dan insekta (Hanson 2002). Hal yang harus diperhatikan oleh pemilik ataupun pekerja peternakan (EF 2003), yaitu:

1. Tidak diperbolehkan mempunyai/merawat unggas lain, babi, dan segala hewan yang bisa menimbulkan risiko penyakit atau bahaya terhadap ayam (tikus dan unggas liar merupakan vektor yang potensial).

2. Melakukan pencegahan khusus setelah kontak dengan hewan lain sebelum masuk atau kontak dengan unggas.

Pada penerapan sistem hazard analysis critical control point (HACCP) di peternakan ayam, salah satu titik kendali kritis (critical control point/CCP) adalah adanya pemantauan harian terhadap burung liar dan rodensia di sekitar area kandang ayam. Dalam program dan prosedur biosekuriti dilakukan pemisahan unggas terhadap jenis unggas lain, spesies bukan unggas, termasuk burung liar, rodensia, dan hewan-hewan lainnya (Grimes 2001). Menurut Kuney (1999), pakan bisa menjadi sumber datangnya bangsa rodensia dan unggas liar. Oleh karena itu, tikus dan unggas liar dicegah agar tidak menjangkau pakan.

Pada dasarnya tidak semua yang disebutkan tadi berbahaya karena juga tergantung spesies hewan tersebut, penyakit yang dibawanya, dan resistensi ayam ternak terhadap penyakit yang dibawa hewan-hewan liar tersebut. Namun, karena ketidakmungkinan setiap hewan yang masuk diperiksa satu per satu, lebih baik dicegah sedini mungkin agar hewan-hewan tersebut tidak memasuki wilayah peternakan (Soeroso, komunikasi pribadi, 14 Juli 2007). Jadi, sebisa mungkin meminimalisasi paparan mikroorganisme berbahaya terhadap ayam (Kuney 1999).

Biosekuriti Peti Telur

Peti telur yang berasal dari luar peternakan sangat tidak boleh masuk ke dalam area peternakan. Hal ini bertujuan untuk mencegah agen-agen patogen ataupun yang berbahaya mengkontaminasi area dalam peternakan.

(28)

6

Bahan kayu sangat sukar untuk didisinfeksi dan sebaiknya tidak digunakan untuk peralatan dalam peternakan, termasuk peti telur (Marriott 1999).

Biosekuriti Tamu dan Pekerja Peternakan

Penerapan biosekuriti dalam pengawasan lalu lintas manusia (EF 2003) meliputi:

1. Karyawan atau orang yang terlibat di bisnis peternakan pembibitan ayam tidak diperbolehkan memelihara burung atau ayam di rumahnya. Begitu pula untuk peternakan komersial.

2. Orang yang akan masuk kedalam peternakan, sebelumnya tidak mengunjungi peternakan pada tingkat di bawahnya (peternakan komersial, processing dan lain-lain) yang status higienenya tidak diketahui, minimum dua hari setelah kunjungan tersebut.

3. Tamu sebaiknya tidak mengunjungi peternakan bibit tetua (grand parent), kecuali profesional (ahli) yang berhubungan dengan peternakan bibit tetua (grand parent) tersebut.

4. Orang yang memasuki lokasi peternakan diharuskan mengikuti persyaratan sanitasi peternakan, yaitu disinfeksi dengan spray, mandi, mengganti baju, dan alas kaki khusus. Hal ini berlaku juga untuk sanitasi bagi barang (disinfeksi dengan cairan disinfektan).

Biosekuriti Ayam Sakit/Mati

(29)

7

Higiene Peternakan Telur

Higiene adalah segala upaya yang berhubungan dengan masalah kesehatan serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Anonymous 2004). Pengertian higiene pangan adalah semua kondisi dan tindakan untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan pada semua tahap dalam rantai makanan (CAC 1997).

Keamanan pangan (food safety) adalah jaminan agar bahan makanan tidak membahayakan konsumen pada saat disiapkan dan/atau dimakan menurut kebutuhannya (CAC 1997). Sedangkan, menurut pemerintah, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Anonymous 1996). Kelayakan Pangan (food suitability) adalah jaminan agar bahan makanan dapat diterima untuk konsumsi manusia menurut kebutuhannya (CAC 1997).

Dalam suatu peternakan, praktek higiene yang baik wajib diterapkan pada penanganan telur, karena telur termasuk pangan yang berpotensi membawa agen-agen patogen (misalnya Salmonella Enteritidis) dan termasuk pangan yang mudah rusak (PCFS 1999).

Bangunan

(30)

8

Fasilitas

Fasilitas yang direncanakan secara baik dengan tataletak (layout) tepat sangat penting untuk kelancaran operasional di unit usaha pangan. Tataletak, disain, dan fasilitas secara langsung mempengaruhi (1) keselamatan dan produktivitas pekerja, (2) biaya pekerja dan energi, (3) kepuasan pelanggan. Semakin baik fasilitas unit usaha direncanakan, maka semakin mudah pencapaian keamanan pangan dan perolehan keuntungan (McSwane et al. 2000).

Fasilitas dalam area peternakan harus menunjang penerapan higiene di peternakan tersebut. Area kandang sebaiknya ditanami rumput dengan kualitas bagus. Rumput ini berguna untuk mengurangi panas dengan cara memantulkan panas yang dapat timbul ketika udara sangat panas di area kandang. Kegunaan lainnya adalah mencegah erosi langsung tanah di area tersebut yang bisa menyebabkan kerusakan kandang/bangunan (Berry 2003).

Pepohonan sebaiknya tidak terlalu banyak di area kandang karena dapat mengganggu sirkulasi udara area kandang. Untuk fasilitas listrik, diatur agar intensitas cahaya cukup di area kandang dan gudang pakan/telur (Berry 2003).

Peralatan

Setiap pekerja atau orang di unit usaha pangan bertanggung jawab menjaga segala sesuatu tetap bersih dan saniter. Pembersihan peralatan yang efektif mengurangi peluang terjadinya kontaminasi selama penyiapan, penyimpanan, dan penyajian. Pembersihan berarti penghilangan kotoran-kotoran yang kasat mata (visible) dari permukaan peralatan dan bahan. Saniter berarti sehat atau higienis. Hal ini mencakup pengurangan sejumlah mikroorganisme patogen pada permukaan peralatan dan bahan sampai tingkat aman bagi kesehatan. Sesuatu yang saniter tidak memiliki risiko bagi kesehatan manusia (McSwane et al. 2000).

Peralatan yang terdapat di dalam area peternakan dianjurkan menggunakan bahan yang mudah untuk dibersihkan dan didisinfeksi. Hindarkan peralatan dengan menggunakan bahan kayu karena bahan ini sukar untuk didisinfeksi. Bahan yang dianjurkan adalah yang menggunakan plastik atau stainless steel

(31)

9

Higiene Personal

Menurut Marriott (1999), kata higiene digunakan untuk menggambarkan penerapan prinsip-prinsip kebersihan untuk perlindungan kesehatan manusia. Higiene personal mengacu kepada kebersihan tubuh perseorangan. Manusia merupakan sumber potensial mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.

Pegawai dapat memindahkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Kenyataannya, manusia merupakan sumber utama pencemaran pangan. Tangan, nafas, rambut, dan keringat dapat mencemari pangan. Pemindahan mikroorganisme fekal manusia dan hewan melalui karyawan merupakan sumber potensial mikroorganisme patogen yang dapat masuk ke dalam rantai pangan. Karyawan yang sakit tidak diperkenankan kontak dengan pangan, peralatan, dan fasilitas.

Penyakit manusia yang dapat ditularkan melalui pangan adalah penyakit saluran nafas seperti demam, radang tenggorok, pneumonia, scarlet fever, dan tuberkulosis; gangguan pencernaan; disentri; demam tifoid; serta hepatitis infeksius. Pada beberapa penyakit, mikroorganisme penyebab penyakit masih dapat bertahan/tinggal pada penderita setelah sembuh. Orang dengan kondisi demikian disebut carrier.

Karyawan yang sakit berpotensi sebagai sumber pencemar.

Staphylococcus biasanya terdapat di sekitar bisul, jerawat, karbunkel, luka yang terinfeksi, serta mata dan telinga. Infeksi pada sinus, radang tenggorok, batuk terus-menerus, serta gejala penyakit dan demam merupakan gambaran bahwa mikroorganisme meningkat. Prinsip tersebut perlu diterapkan pada saluran pencernaan seperti diare. Bahkan setelah sembuh, mikroorganisme masih dapat berada dalam tubuh yang merupakan sumber pencemaran, contohnya Salmonellae

(32)

10

Kulit

Bagian terluar dari epidermis yang disebut dengan corneum merupakan lapisan sel yang lebih datar dan lebih halus dibandingkan dengan sel-sel lain. Lapisan ini yang penting dalam pendistribusian mikroflora transien dan residen. Kelenjar dalam kulit mengeluarkan (sekresi) keringat dan minyak. Kulit berfungsi secara konstan pengaturan pengeluaran keringat, minyak, dan sel-sel yang mati ke bagian permukaan. Jika bahan-bahan tersebut bercampur dengan bahan-bahan dari lingkungan sekitarnya seperti debu, kotoran, dan lemak, maka akan membentuk suatu lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan bakteri. Sejalan dengan peningkatan sekresi maka bakteri akan terus tumbuh.

Karyawan akan memindahkan bakteri-bakteri tersebut ke makanan. Cuci tangan yang tidak benar dan mandi yang jarang akan meningkatkan jumlah mikroorganisme yang bercampur dengan sel-sel mati pada permukaan kulit. Pencemaran mikroorganisme akan mengurangi masa simpan produk atau menyebabkan keracunan makanan (foodborne illness).

Keracunan makanan dapat terjadi jika karyawan menjadi pembawa (carrier) Staphylococcus aureus atau Staphylococcus epidermis, yang merupakan dua spesies bakteri paling dominan yang secara normal berada di kulit. Kedua bakteri tersebut berada di folikel rambut dan saluran kelenjar keringat kulit. Bakteri tersebut dapat menyebabkan abses, bisul, dan infeksi luka setelah operasi. Bersamaan dengan sekresi dari kelenjar keringat kulit, bakteri tersebut akan keluar bercampur dengan keringat dan sebum (bahan berlemak di folikel rambut) ke permukaan kulit.

Golongan bakteri tertentu tidak dapat tumbuh pada permukaan kulit karena kulit merupakan barier fisik dan menghasilkan sekreta kimiawi yang dapat membunuh beberapa mikroorganisme. Fungsi ini akan paling efektif jika kulit dalam keadaan bersih.

Epidermis mengandung cracks, crevices, dan hollows sehingga menjadikan kondisi lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri juga tumbuh pada folikel rambut dan kelenjar keringat.

(33)

11

kelenjar kulit. Mikroorganisme dalam kelompok residen terutama mencakup

Micrococcus luteus dan Staphylococcus epidermis, sedangan bakteri kelompok transien adalah Staphylococcus aureus (Marriott 1999).

Jari-jari

Bakteri akan terikut dengan tangan saat menyentuh peralatan kotor, pangan tercemar, pakaian, dan bagian lain dari tubuh. Jika hal ini terjadi, maka karyawan harus menggunakan sanitaiser yang dapat mengurangi perpindahan cemaran. Sarung tangan plastik merupakan salah satu solusinya. Hal tersebut akan mencegah perpindahan bakteri patogen dari jari-jari dan tangan ke makanan (Marriott 1999).

Kuku

Penyebaran bakteri yang paling mudah adalah melalui kotoran yang berada pada kuku (bagian dalam kuku). Karyawan dengan kuku yang kotor dilarang menangani pangan. Pencucian tangan dengan sabun dan air akan menghilangkan bakteri transien, dan penggunaan sanitaiser atau antiseptik akan mengendalikan bakteri residen. Rumah sakit telah menunjukkan bahwa penggunaan alkohol dapat mengendalikan dan menghilangkan bakteri-bakteri residen dan transien tanpa iritasi tangan (Marriott 1999).

Perhiasan

Perhiasan tidak boleh dikenakan selama penanganan makanan atau di daerah penanganan makanan untuk mengurangi pencemaran serta menghindari kemungkinan jatuh ke dalam makanan (Marriott 1999).

Rambut

Mikroorganisme, terutama Staphylococcus, terdapat pada rambut. Karyawan yang menggaruk kepala atau menyentuh rambutnya harus mencuci dan mensanitasi tangannya. Karyawan harus menggunakan penutup kepala. Hair net

(34)

12

Mata

Pada dasarnya mata bebas dari bakteri, namun infeksi bakteri ringan dapat pula terjadi. Bakteri dapat dijumpai di eyelashes dan sudut mata dekat hidung. Tangan yang menggosok mata akan tercemar oleh mikroorganisme tersebut (Marriott 1999).

Mulut

Beberapa bakteri ditemukan di dalam mulut dan pada bibir. Saat bersin sejumlah bakteri akan berpindah ke udara dan mungkin akan mencemari makanan yang sedang ditanganinya. Sejumlah bakteri dan virus penyebab penyakit pada manusia dapat pula ditemukan di mulut, khususnya pada karyawan yang sakit. Mikroorganisme tersebut akan berpindah ke individu atau makanan saat karyawan yang sakit tersebut bersin. Meludah dilarang di area pengolah makanan. Meludah dapat mencemari makanan (Marriott 1999).

Hidung, Nasofaring, dan Saluran Pernafasan

Hidung dan tenggorok memiliki jumlah mikroorganisme yang sangat terbatas dibandingkan dengan mulut. Hal ini karena sistem penyaringan tubuh yang efektif. Partikel-partikel lebih besar dari diameter 7 μm yang masuk saat bernafas akan ditahan pada saluran pernafasan atas. Hal tersebut akan lebih efektif dengan adanya lendir yang kental pada permukaan saluran hidung, sinus, faring, dan esofagus.

Kira-kita setengah dari partikel-partikel dengan diameter lebih besar dari 3 μm akan dihilangkan dari saluran pernafasan, sedangkan sisanya akan masuk ke paru-paru. Partikel-partikel yang masuk ke dalam paru-paru akan dimusnahkan dengan sistem pertahanan tubuh. Virus akan dikendalikan dengan bahan yang dapat menginaktivasi virus yang berada pada cairan serous hidung. Kadang-kadang mikroorganisme tertentu dapat masuk ke dalam membran yang mucous

dan tinggal pada tenggorok dan saluran pernafasan, contohnya Staphylococcus,

(35)

13

Organ-organ Ekskretor

Buangan dari usus merupakan sumber utama pencemar mikroorganisme. Sebanyak 30-35% bahan kering isi usus terdiri dari sel-sel bakteri. Pada saluran pencernaan bagian atas umumnya ditemukan Streptococcus faecalis dan

Staphylococcus. Buruknya higiene pribadi akan menyebabkan pencemaran

[image:35.612.137.527.270.531.2]

bakteri-bakteri tersebut ke makanan. Oleh sebab itu, karyawan harus mencuci tangan dengan sabun sebelum meninggalkan toilet dan menggunakan sanitaiser sebelum menangani makanan (Marriott 1999). Gambar 1 mengilustrasikan pencemaran yang potensial dari manusia.

Gambar 1 Pencemaran potensial dari manusia (Marriott 1999).

Menurut Marriott (1999), manusia merupakan sumber pencemar pangan yang paling umum. Orang yang memindahkan penyakit dikenal sebagai carrier.

Carrier adalah orang yang mengandung dan mengeluarkan patogen tetapi tidak menunjukkan gejala klinis sakit. Carrier dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Convalescent carrier. Orang yang telah sembuh dari sakit yang masih

mengandung patogen sampai jangka waktu tertentu, biasanya kurang dari 10 minggu.

Karyawan

Pencemaran sal. pencernaan: batuk,

bersin

Pencemaran kulit & rambut (luka terbuka, goresan, jerawat,

ketombe)

Pencemaran sal. pencernaan melalui

tangan dan feses

Penyiapan pangan

Konsumsi pangan

(36)

14

2. Chronic carrier. Orang yang terus-menerus mengandung mikroorganisme infeksius namun tidak menunjukkan gejala sakit.

3. Contact carrier. Orang yang mendapatkan dan terinfeksi oleh

mikroorganisme patogen melalui kontak dekat (close contact) dengan orang yang terinfeksi namun orang tersebut tidak menunjukkan gejala sakit.

Orang dapat mengandung sejumlah mikroorganisme antara lain: (1)

Streptococcus yang umumnya berada di tenggorok dan saluran pencernaan yang menyebabkan infeksi sekunder, (2) Staphylococcus, sumber utama terpenting mikroorganisme ini pada tubuh manusia adalah lubang hidung, serta (3) mikroorganisme intestinal, antara lain Salmonella, Shigella, E. coli, Cholera, virus hepatitis infeksius, dan amuba infeksius, yang merupakan mikroorganisme penting dalam masalah kesehatan masyarakat, karena sebagai penyebab penyakit yang serius.

Cuci Tangan

Kira-kira 25% pencemaran pangan berkaitan dengan cuci tangan yang tidak sempurna. Cuci tangan dilakukan untuk memutus jalur transmisi mikroorganisme dari tangan ke sumber lain serta mengurangi bakteri residen.

Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, Serratia marcescens,

Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus dapat bertahan hidup sampai 90 menit jika diinokulasikan secara buatan di atas jari-jari tangan.

Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air, yang berfungsi sebagai bahan emulsifikasi untuk melarutkan lemak dan minyak pada tangan, akan menghilangkan bakteri transien. Peningkatan friksi melalui penggosokan kedua tangan atau penggunaan sikat dengan sabun akan mengurangi jumlah bakteri transien dan residen dibandingkan dengan cuci tangan yang cepat (Marriott 1999).

Higiene Penanganan Telur

(37)

15

mencegah telur yang baik terkontaminasi agen patogen yang mungkin terdapat pada telur kotor/retak. Perlakuan yang dapat diterapkan terhadap telur yang kotor adalah dengan cara dilap, tanpa dicuci terlebih dahulu.

Pada gudang penyimpanan telur, telur disimpan pada egg tray terbuat dari plastik yang telah dibersihkan dan didisinfeksi, atau jika tidak ada, telur dapat diletakkan di dalam peti kayu baru dengan sekam yang telah didisinfeksi, terpisah dengan telur yang retak/rusak. Telur yang retak harus segera digunakan. Baki telur diletakkan di atas palet plastik setinggi minimum 15 cm dari permukaan lantai dan berjarak minimum 15 cm dari dinding. Menurut McSwane et al.(2000) penyimpanan pangan pada area gudang kering pada permukaan datar yang berjarak minimum 6 inch (15.24 cm) dari permukaan lantai dan dinding. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembersihan lantai dan dinding, mencegah serangan hama, serta memberikan sirkulasi udara yang baik terhadap produk.

Sanitasi Peternakan Petelur

Sanitasi berasal dari kata latin sanitas yang berarti sehat. Sanitasi adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan berkembangbiaknya mikroba pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan asal hewan dan membahayakan kesehatan manusia (Marriott 1999). Sanitasi berkaitan erat dengan disinfeksi. Sanitasi yang diterapkan pada peternakan unggas meliputi praktek disinfeksi bahan, manusia, dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan, serta kebersihan pegawai di peternakan (Jeffrey 1997).

Pengertian disinfeksi adalah upaya yang dilakukan untuk membebaskan media pembawa dari mikroorganisme secara fisik atau kimia, antara lain seperti pemberian disinfektan, alkohol, NaOH, dan lain-lain (Anonymous 2000).

(38)

16

Salah satu perlakuan air yang umum dilakukan adalah dengan menambahkan klorin 2 ppm. Untuk menjamin bahwa air tersebut memenuhi syarat air bersih, maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala, minimum 1 tahun sekali. Klorin berguna untuk mematikan mikroorganisme yang terkandung dalam sumber air. air merupakan media pembersih selama proses sanitasi serta merupakan bahan baku pada proses pengolahan pangan (Depkes 2001).

Air juga dapat sebagai sumber pencemar. Jika air tercemar, perlu dicari alternatif sumber air lain atau air tersebut harus diolah dengan metode kimia atau metode lainnya. Sumber pencemar lain adalah udara di sekitarnya (Marriott 1999).

Pangan dapat tercemar oleh mikroorganisme pada udara selama proses, pengemasan, penyimpanan, dan penyiapan. Cara yang efektif untuk mengurangi pencemaran mikroorganisme dari udara antara lain praktek higiene, penyaringan udara yang masuk ke ruang proses, dan penerapan metode pengemasan yang baik (Marriott 1999).

Intensitas pengambilan sampah dan limbah peternakan (kotoran ayam) dilakukan pada periode tertentu secara teratur, karena dapat mengundang lalat atau insekta lain serta tumpukan sampah dapat menjadi sumber pencemaran di peternakan (Jeffrey 1997)

Praktek Disinfeksi

Menurut Gernat (2004), disinfeksi merupakan hal yang sangat penting menjaga biosekuriti di area peternakan. Disinfeksi pada peternakan ditunjang adanya fasilitas disinfektan, seperti kolam dipping dan spraying. Kolam dipping

digunakan untuk merendam sepatu bot ataupun roda kendaraan yang akan masuk ke dalam peternakan. Tempat spraying digunakan untuk mendisinfeksi tubuh dari orang yang akan masuk ke dalam wilayah peternakan.

(39)

17

[image:39.612.134.505.313.706.2]

Menurut Soeroso (komunikasi pribadi, 14 Juli 2007), penggunaan disinfektan tidak boleh hanya menggunakan satu bahan aktif yang sama terus menerus. Penggunaan disinfektan yang sama secara terus-menerus dapat menimbulkan resistensi mikroorganisme penyakit terhadap disinfektan tersebut. Perubahan secara periodik penggunaan disinfektan sesuai kebutuhan mencegah resistennya mikroorganisme tersebut. Penggunaan disinfektan harus memperhatikan kandungan disinfektan tersebut sehingga disinfektan tidak salah penggunaannya dan sesuai dengan syarat disinfektan yang baik, yaitu aman, efektif, dan efisien (Smith 2001). Klasifikasi disinfektan dan disinfektan yang sering digunakan di peternakan petelur dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1 Klasifikasi disinfektan (Smith 2000)

Tipe Disinfektan

Cara Kerja

terhadap Mikroba Penggunaan Keterangan

Alkohol Merusak sel vegetatif, dehidrasi, denaturasi membran sel dan dinding sel bakteri gram negatif

Peralatan-peralatan kecil

Aktivitas residu yang buruk, mudah

terbakar, mahal

Halogen Merusak spora bakteri, inaktivasi enzim dan merusak membran sel

Sistem perairan dan rendam kaki

Korosif, beresidu tinggi, inefektif untuk bahan organik Amonium Kuartener Denaturasi protein bakteri Peralatan inkubasi dan sistem pemberian pakan

Tidak korosif, residu rendah, efektif untuk bahan organik

Fenol Merusak sel membran dan

denaturasi protein sel

Penggunaan biasa untuk perlengkapan bangunan Agak sedikit mengiritasi, residu rendah, dan efektif utuk bahan organik Agen Pengoksidas i Merusak endospora bakteri, menyerang membran sitoplasma

Peralatan kecil Beresidu tinggi, korosif, inefektif untuk bahan organik Aldehid Antimikrobial,

denaturasi protein sel, dan merusak DNA

Fumigasi inkubator/telur

Sangat toksik, sedikit beresidu, sporisidal dan fungisidal Arang destilasi Antimikrobial, denaturasi protein enzim dan sel membran

Penggunaan biasa untuk bangunan

(40)
[image:40.612.133.506.100.323.2]

18

Tabel 2 Disinfektan yang digunakan di peternakan petelur (Anonymous 2000)

Bahan Aktif Indikasi Cara penggunaan

Glutaraldehid, isopropanol, benzalkonium klorida, dan ammonium kuartener Sanitasi/cuci hama kandang dan peralatan, cuci tangan dan dipping

1ml/4L untuk cuci tangan/dipping,

1ml/2,5L untuk sanitasi kandang cypermethrin, glutaraldehid, didecylmethylammonium chloride Insektisida, virusidal, bakterisidal, dan fungisidal 1L/200L air disemprotkan

Cresylic acid,

o-phenylphenol, o-benzyl-p chlorophenol, tributylin neodecanoate

Membasmi oosit koksi dan telur askaridia

1-2L/200L air, semprot, bilas dengan air,

diulang lagi

bromadiolone dan denatonium benzoate

Racun untuk tikus 20-60g/4m diletakkan dalam bambu yang dilubangi

Kebersihan Pegawai di Kandang

Aspek sanitasi ini berkaitan erat dengan penerapan higiene. Yang harus diperhatikan adalah menjaga agar jangan ada kontaminan yang masih menempel pada tubuh sehingga dapat menulari ayam di kandang. Hal ini dapat diterapkan dengan mencuci tangan, mengganti baju yang kotor, melakukan dipping sepatu bot dan spraying seluruh anggota badan (Stanton 2004).

Audit dan Checklist Audit

Pengertian audit adalah evaluasi dari suatu organisasi, sistem, proses, proyek, atau produk. Audit diadakan untuk menunjukkan validitas dan reabilitas dari suatu informasi dan juga untuk menyediakan suatu akses dari sistem kontrol internal. Kegiatan audit diadakan untuk mendapatkan pengakuan, misalnya sertifikat quality control ISO 9000 (Wikipedia 2007).

Audit berdasarkan dari beberapa contoh yang acak (random sampling) dan tidak bisa dijamin bahwa hasil data audit bebas dari kesalahan. Namun, audit itu sendiri bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan dan membuat suatu informasi menjadi valid dan dapat dipercaya (Wikipedia 2007).

(41)

19

berujung pada penarikan kesimpulan) secara sistematis, objektif, dan terdokumentasi yang berorientasi pada azas penggalian nilai atau manfaat (Susilo 2003).

Tujuan dari audit adalah (1) mengevaluasi keefektifan suatu sistem yang diterapkan, (2) menilai kesesuaiannya terhadap persyaratan yang ditentukan, (3) mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dalam suatu sistem, serta (4) mengidentifikasi kemungkinan penyempurnaan (Susilo 2003).

Checklist audit adalah daftar kriteria penilaian untuk menunjang proses audit yang berguna untuk mengingatkan auditor akan aspek-aspek yang perlu diaudit. Checklist audit tidak bisa menuntaskan suatu proses karena sifatnya hanyalah merupakan alat bantu auditor untuk mengumpulkan informasi awal. Dari informasi awal yang terkumpul melalui penggunaan checklist audit ini, auditor dapat mengarahkan perhatiannya secara lebih mendalam pada aspek-aspek manajemen mutu yang dipandang signifikan yang telah terindikasi dalam checklist

audit (Susilo 2003).

Nomor Kontrol Veteriner (NKV)

Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan.

Auditor NKV adalah petugas pemerintah dengan latar belakang pendidikan dokter hewan, sarjana peternakan, serta sarjana lain di bidang pangan dan gizi atau paramedik veteriner yang telah mengikuti pelatihan auditor NKV dan memiliki sertifikat auditor NKV (Dit Kesmavet 2006).

(42)

20

akhirnya juga diperbaharui setelah adanya konsorsium antara WHO, FAO dan OIE sehingga menjadi kontribusi terhadap kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial masyarakat melalui suatu pemahaman dan penerapan ilmu kedokteran (WHO 2002).

Pengawas Kesmavet adalah dokter hewan atau tenaga paramedik pemerintah yang telah mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikat pengawas kesmavet serta ditunjuk oleh Kepala Dinas Propinsi atas nama Gubernur atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota yang selanjutnya memiliki wewenang untuk melaksanakan pengawasan Kesmavet (Dit Kesmavet 2006).

Menurut Ditkesmavet (2006), Dokter Hewan Penanggung Jawab Kesmavet adalah dokter hewan yang diserahi tugas sebagai penanggung jawab keamanan dan mutu di unit usaha pangan asal hewan termasuk pemeriksaan

(43)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tiga peternakan ayam petelur di Baros, Sukabumi dan Legok, Tangerang yang berlangsung selama 30 hari, dimulai dari Januari 2007 sampai Juni 2007. Masing-masing peternakan layer diamati selama 10 hari. Kedua tempat tersebut dipilih karena banyaknya peternakan petelur yang terdapat di kedua daerah tersebut dan kedua daerah tersebut merupakan jalur wilayah distribusi telur untuk wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan sekitarnya.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah alat tulis, kamera, komputer, dan

printer.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan observasi menggunakan bantuan kuesioner pada peternakan ayam yang dipilih secara purposif. Respondennya adalah pemilik peternakan ayam. Observasi dilakukan terhadap penerapan biosekuriti, higiene, sanitasi. Aspek biosekuriti yang diamati adalah sumber unggas; penanganan burung/unggas liar, tikus, dan insekta; pengawasan peti telur; penerapan disinfeksi; dan penanganan unggas sakit dan mati. Aspek higiene sanitasi yang diamati adalah higiene sanitasi pekerja peternakan; higiene sanitasi pengunjung/tamu; sanitasi kandang; gudang penyimpanan telur; gudang pakan; higiene penanganan telur; dan sanitasi peternakan.

Observasi diperkuat oleh komunikasi pribadi (deep interview) pada tanggal 14 Juli 2007 dengan drh. Aloysius Wahono Soeroso, manajer sebuah

breeding farm di Indonesia.

(44)

22

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Biosekuriti, higiene, dan sanitasi merupakan hal-hal yang saling berkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri. Biosekuriti tidak bisa berjalan dengan baik tanpa ditunjang sanitasi dan higiene yang baik, begitu pula sebaliknya. Dari hasil observasi peternakan petelur, diketahui hal yang paling penting adalah menjaga agar jangan sampai ada agen-agen penyakit yang masuk dari luar ke dalam wilayah peternakan. Jikapun harus sampai masuk, agen-agen penyakit yang seharusnya tidak ada ini harus dicegah agar tidak menyebar sehingga tidak membahayakan bagi populasi ayam tersebut (Shulaw dan Bowman 2001). Biosekuriti dapat diibaratkan sebagai suatu lingkaran rantai. Jika ada bagian rantai yang lepas/rusak, maka rantai akan terputus sehingga tidak berguna lagi sebagai rantai (Gernat 2000). Jadi yang ditekankan pada peternakan adalah bagaimana mencegah penyakit yang sifatnya eksotis dan endemis masuk ke dalam area peternakan (Shulaw dan Bowmn 2001).

Penyakit-penyakit pada ayam mudah sekali masuk ke dalam lingkungan dalam peternakan, menginfeksi, dan menyebabkan penyakit, yang tergantung dari resistensi dari mikroorganisme itu sendiri, seperti temperatur, kelembaban, dan sinar matahari. Organisme ini juga bisa masuk melewati hewan-hewan lain, misalnya rodensia, burung-burung, dan golongan insekta.

1. Aspek Biosekuriti

1.1 Sumber Ayam

Ayam yang masuk ketiga peternakan yang diobservasi tidak pernah dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dan surat jaminan

(46)

24

Setiap ayam yang masuk ke area peternakan hendaknya dilengkapi dengan SKKH yang dikeluarkan oleh Dinas yang membawahi bidang kesehatan hewan (Anonymous 1977). Surat ini harus dimiliki oleh pembibit ayam. Menurut Shulaw dan Bowman (2001) setiap hewan/benda yang masuk ke dalam area peternakan harus diisolasikan terlebih dahulu. Isolasi ini harus dilakukan di area tertutup sempurna dari luar.

Shulaw dan Bowman (2001) dan Jeffrey (1997) mengatakan meskipun penyakit infeksius bisa terjadi dalam peternakan dengan berbagai cara, membawa hewan baru atau hewan yang diduga berhubungan dengan, atau terpapar dengan hewan lain diluar peternakan biasanya menjadi resiko yang paling besar (the greatest risks). Oleh karena itu, periksa surat-surat keterangan status ayam dan segera tolak jika bukan berasal dari sumber yang telah terbukti surat-suratnya atau juga ayam yang menunjukkan gejala klinis penyakit (Grimes 2001).

1.2 Penanganan Burung/Unggas Liar, Tikus, dan Insekta

Ketiga peternakan yang diamati melakukan usaha-usaha mengendalikan tikus dan insekta. Pengendalian tikus dilakukan dengan menggunakan racun tikus yang diletakkan di tempat tertentu (Peternakan A) atau memberi upah kepada pegawai kandang untuk membunuh tikus-tikus yang berkeliaran di sekitar dengan kayu atau bambu (Peternakan B dan C). Untuk penanggulangan insekta, digunakan insektisida pada periode tertentu. Ketiga peternakan tidak melaksanakan pengendalian terhadap burung atau unggas liar.

Pada dasarnya tikus sangat sulit diberantas. Ini disebabkan ukuran tubuh tikus yang kecil dan tikus sangat aktif dalam pergerakannya. Ditunjang lagi habitat tikus di tempat yang gelap.

Menurut Soeroso (komunikasi pribadi, 14 Juli 2007), pengendalian tikus yang efektif adalah dengan memberi racun tikus yang diletakkan di tempat-tempat khusus yang diawasi atau memasang perangkap tikus dari bambu yang di dalamnya diberi racun tikus. Tikus sebagai reservoir alami Salmonella sp.

(47)

25

higiene sanitasi perlu mengambil penting dalam penanganan hal ini karena selain berbahaya bagi ayam ternak, ternyata mampu menimbulkan penyakit zoonosis.

Penanganan hama (insekta) dilakukan secara rutin, tidak hanya pada musim hama saja. Penyemprotan dengan bahan aktif pembasmi hama sangat efektif dilakukan, asal bahan aktif tersebut jangan sampai mengenai ayam-ayam atau tidak berbahaya bagi ayam-ayam tersebut. Untuk mengendalikan burung atau unggas liar, perlu dilakukan kerjasama dengan penduduk sekitar peternakan dengan cara menukar burung atau ayam peliharaan penduduk dengan ternak lain seperti kambing atau domba.

Merunut pada keadaan populasi penduduk di Indonesia yang padat, sangat cocok bagi burung/unggas liar berada di sekitar area peternakan. Ini dikarenakan di daerah peternakan tersedia pakan. Burung/unggas liar ini sangat menyukai daerah yang mencukupi kebutuhan untuk bertahan hidup. Populasi penduduk yang padat di sekitar wilayah peternakan juga menyebabkan adanya unggas/ burung yang dipelihara dan biasanya dilepas begitu saja. Menurut Soeroso (komunikasi pribadi, 14 Juli 2007), berdasarkan pemeriksaan selama tahun 2006 diketahui bahwa seluruh ayam liar (ayam kampung)/burung liar di daerah sekitar

breeding farm tempat Beliau bekerja, positif terkena Salmonellosis.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pemilik ataupun pekerja peternakan (EF 2003), yaitu:

1. Tidak diperbolehkan mempunyai/merawat unggas lain, babi, dan juga segala hewan yang bisa menimbulkan risiko penyakit atau bahaya terhadap ayam.

2. Melakukan pencegahan khusus setelah kontak dengan hewan lain sebelum masuk atau kontak dengan unggas.

(48)

26

penyakit yang dibawanya, dan resistensi ayam ternak terhadap penyakit yang dibawa hewan-hewan liar tersebut. Namun, karena ketidakmungkinan setiap hewan yang masuk diperiksa satu per satu, lebih baik dicegah sedini mungkin agar hewan-hewan tersebut tidak memasuki wilayah peternakan (Soeroso, komunikasi pribadi, 14 Juli 2007). Jadi sebisa mungkin meminimalisasi paparan mikroorganisme berbahaya dari kandang ayam tersebut (Kuney 1999).

1.3 Pengawasan Peti Telur

Belum adanya peraturan tentang keluar-masuknya peti telur pada ketiga peternakan yang diamati menyebabkan peti telur yang berasal dari luar peternakan dapat kembali masuk ke area peternakan. Peti-peti telur ini tidak mendapatkan perlakuan disinfeksi terlebih dahulu ketika akan memasuki area peternakan. Peti-peti telur yang biasa dipakai di peternakan-peternakan ini terbuat dari kayu yang sulit untuk didisinfeksi dan juga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.

Pada dasarnya, peti telur yang berasal dari luar peternakan tidak boleh dan sangat dilarang untuk masuk kembali ke dalam peternakan. Hal ini bertujuan untuk mencegah masuknya agen patogen yang berada di luar masuk ke dalam peternakan melalui peti telur. Peti telur yang telah berpindah berkali-kali dari satu peternakan ke peternakan lain tentu menjadi sumber agen patogen yang penting. Kayu sebagai bahan peti telur memudahkan mikroorganisme bersembunyi dan sulit dibersihkan dan didisinfeksi (Gernat 2000). Seperti yang diketahui juga, mikroorganisme satu peternakan dengan peternakan lain beraneka ragam dan bermacam-macam jenis dan tingkat infeksinya. Apalagi probabilitas mikroorganisme tersebut bermutasi menghasilkan mikroorganisme yang lebih resisten terhadap disinfektan menjadi sangat besar (Gernat 2000). Hal tersebut menjadikan penularan dengan cara seperti ini menjadi bahaya yang terbesar (the greatest risk).

(49)

27

1.4 Penerapan Disinfeksi

Dari ketiga peternakan yang diamati, hanya peternakan A yang melakukan penerapan prosedur disinfeksi pada kendaraan dan pengunjung yang masuk ke dalam area peternakan. Peternakan A memiliki kolam dipping untuk kaki dan kendaraan, serta tempat spraying untuk orang dan juga kendaraan. Bahan aktif yang digunakan adalah benzalkonium klorida. Pada peternakan B dan C tidak terdapat kolam dipping dan tempat spraying. Hal ini disebabkan karena belum adanya aturan biosekuriti yang ketat.

Setiap peternakan hendaknya memiliki kolam dipping untuk kendaraan dan orang, serta tempat spraying untuk kendaraan, orang, dan peralatan pada pintu masuk area peternakan. Bahan aktif yang digunakan bersifat tidak iritan terhadap kulit, tidak beracun, dan ampuh dalam membasmi mikroorganisme (Stanton 2004).

Semua peralatan yang berasal dari luar peternakan hendaknya diisolasikan terlebih dahulu dalam ruangan yang tertutup sempurna selama dua hari. Dalam ruangan ini, benda-benda tersebut difumigasi menggunakan formalin dan KMnO4 sebelum dapat masuk ke dalam area peternakan. Setelah dilakukan fumigasi, kemudian diuji terhadap kontaminan oleh seorang staf ahli (EF 2003). Selanjutnya menurut Soeroso (komunikasi pribadi, 14 Juli 2007) tindakan yang paling baik adalah dengan membawa truk barang milik peternakan yang telah didisinfeksi sebelumnya.

Penggunaan disinfektan tidak boleh hanya menggunakan satu bahan aktif yang sama terus menerus. Penggunaan disinfektan yang sama secara terus-menerus dapat menimbulkan resistensi mikroorganisme penyakit terhadap disinfektan tersebut. Perubahan secara periodik penggunaan disinfektan sesuai kebutuhan mencegah resistennya mikroorganisme tersebut.

1.5 Penanganan Ayam Sakit dan Mati

(50)

28

Ayam yang sakit atau mati dapat menjadi sumber pencemar dan penular agen penyakit kepada unggas lain dan atau telur. Agen-agen penyakit ini dapat menjadi resisten sehingga akan sangat sukar untuk ditanggulangi.

Penanganannya adalah dengan membawa keluar ayam tersebut dari kandang dan diisolasikan jauh dari area kandang. Diagnosa, penanganan, dan pengendalian penyakit pada unggas menjadi kewenangan dokter hewan, sehingga keberadaan dokter hewan di peternakan unggas sangat penting. Dokter hewan memeriksa ayam yang sakit dan mati tersebut agar segera diambil tindakan penanganan yang tepat. Ayam sakit sangat berbahaya jika diisolasi pada kandang khusus.

2. Aspek Higiene-Sanitasi

2.1 Higiene Sanitasi Pekerja Peternakan

Ketiga peternakan yang diamati belum menerapkan higiene pekerja dan tidak memiliki peraturan terkait higiene personal. Pekerja kandang biasanya adalah penduduk sekitar dan kurang memiliki pengetahuan tentang higiene -sanitasi dan biosekuriti peternakan. Perilaku bersih pekerja tidak diterapkan saat berkontak dengan ayam. Belum adanya pengawas di depan pintu masuk menyebabkan status kesehatan serta pakaian pekerja tidak teramati.

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemilik aupun pekerja peternakan sehubungan dengan penerapan higiene sanitasi adalah:

1. Tidak diperbolehkan mempunyai/merawat unggas lain, babi, lembu/sapi, segala sesuatu hewan yang berbulu, dan juga segala hewan yang bisa menimbulkan bahaya yang sama (bahaya terhadap ayam ternak).

2. Hal yang sama berlaku untuk seluruh anggota keluarga di rumah tersebut. 3. Tidak boleh memiliki burung sebagai hewan peliharaan.

4. Tidak boleh melakukan aktivitas yang menyertakan unggas, babi, atau spesies sejenis tanpa pernyataan tertulis.

(51)

29

Menurut Soeroso (komunikasi pribadi, 14 Juli 2007), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh setiap pekerja dan manajer dalam peternakan:

1. Hanya pekerja yang sehat yang bisa memasuki area peternakan, dan kesehatan pekerja harus diperiksa secara rutin minimum 1 tahun sekali 2. Setiap pekerja memakai pakaian kerja dan sepatu bot yang bersih, dan

sepatu bot harus kerap didisinfeksi sebelum dan setelah masuk kandang 3. Perhiasan seperti cincin, gelang, kalung, jam tangan harus dilepas dan

disimpan dengan baik (misalnya di locker pribadi)

4. Disinfeksi terhadap seluruh tubuh (fogging) dengan disinfektan yang tidak berbahaya (mengiritasi) tubuh.

Setelah memasuki peternakan, pekerja diharuskan menjaga kebersihan diri, misalnya dengan senantiasa mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan pekerjaan (Stanton 2004).

2.2 Higiene Sanitasi Pengunjung/Tamu

Ketiga peternakan yang diamati kurang melakukan penerapan higiene sanitasi terhadap pengunjung. Peternakan A melakukan prosedur ini hanya dengan merendam sepatu bot yang digunakan tamu, selebihnya tidak ada prosedur lanjut. Peternakan B dan C yang tidak memiliki fasilitas sanitasi sehingga tidak menerapkan prosedur higiene sanitasi terhadap pengunjung.

(52)

30

Antara area buffer dan area bersih harus ada batas higienis (hygiene lock) yang berfungsi sebagai batas kotor dan bersih yang jelas bahwa area bersih haruslah benar-benar bebas dari segala mikroorganisme yang membahayakan ayam di kandang tersebut. Antara batas area kotor dan area buffer terdapat fasilitas untuk datangnya pakan (truk pakan dari luar hanya boleh masuk sampai di sini), penyimpanan ayam yang mati (untuk segera diperiksa), disinfeksi untuk segala peralatan yang datang, ganti baju dan mandi (sebelum memasuki daerah bersih), sanitasi dan penyimpanan telur (EF 2003).

Ada beberapa hal yang harus diterapkan terhadap pengunjung ketika akan memasuki suatu peternakan (EF 2003), yaitu:

1. Pengunjung hanya boleh masuk sampai ke area yang dianggap bersih bagi kesehatan ayam kandang (tidak boleh sampai masuk ke dalam area kandang).

2. Ahli-ahli dalam industri unggas dianggap dan diperlakukan sebagai salah satu faktor bahaya yang paling besar sehubungan kemungkinan membawa mikroorganisme ke dalam kandang sehat atau area bersih lainnya, dan harus memenuhi beberapa ketentuan jika akan memasuki area peternakan:

• Terutama harus menjadi kunjungan pertama dalam minggu tersebut

(misalnya Senin pagi).

• Dua hari sebelum kedatangan, jangan melakukan kegiatan yang

status higienenya tidak diketahui.

• Jangan memelihara hewan yang dapat berbahaya bagi kesehatan ayam ternak.

Pengunjung yang datang ke area peternakan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Kelompok pengunjung umum, berasal dari area urban (low risk visitor). Kelompok ini tidak pernah berhubungan dengan hewan ternak lainnya, sehingga kemungkinan terpapar oleh mikroorganisme yang berbahaya bagi ternak juga sangat kecil.

(53)

31

ternak. Misalnya: sales, pengantar pakan dan bahan bakar, dan tukang-tukang.

3. Kelompok pengunjung bahaya tinggi (high risk visitor) adalah orang-orang yang biasanya mengunjungi banyak peternakan dan biasanya berhubungan langsung (close contact) dengan populasi ayam dari peternakan yang berbeda. Orang-orang ini harus diberi perhatian khusus sebelum masuk dengan cara seperti yang telah dipaparkan di atas. Contoh orang-orang kategori ini adalah dokter hewan, konsultan peternakan, dan pemilik peternakan lainnya (Shulaw dan Bowman 2001).

2.3 Sanitasi Kandang

Penerapan sanitasi kandang yang dilakukan pada ketiga peternakan adalah mengosongkan kandang dari ayam periode sebelumnya, lalu membersihkannya dari segala jenis kotoran yang berasal dari periode sebelumnya (misalnya: feses, bulu-bulu ayam, debu). Selanjutnya, kandang diberi insektisida untuk membasmi kutu-kutu kandang, didisinfeksi menggunakan sprayer, kemudian mengapur alas kandang. Untuk DOC, alas kandang brooder ditaburi sekam. Alat-alat kandang (tempat pakan, tempat minum, dan sebagainya) didisinfeksi.

Pada peternakan A, alas brooder setelah ditaburi sekam diberi anti-koksidia (bahan aktif: cresylic acid, o-phenylphenol, o-benzyl-p chlorophenol,

tributylin neodecanoate). Sedangkan, peternakan B dan C tidak melakukan. Ketiga peternakan tidak menerapkan program kebersihan lingkungan sekitar kandang secara teratur.

Menurut Jeffrey (1997) prosedur penerapan sanitasi kandang yang baik memiliki beberapa tahapan, yaitu:

1. Mengosongkan kandang dari ayam periode sebelumnya

(54)

32

3. Segera setelah kandang bersih sepenuhnya dari kotoran, dilakukan pembasmian kutu-kutu kandang dengan insektisida, perendaman dengan disinfektan, kemudian dilakukan pengapuran.

4. Untuk DOC, kandang berupa brooder, alas ditaburi sekam/serutan kayu (litter). Setelah ditaburi didisinfeksi dengan antikoksidia.

5. Disinfeksi juga dilakukan terhadap alat-alat kandang (tempat pakan, tempat minum, dan sebagainya).

6. Layar penutup juga dilakukan disinfeksi (mencegah kotoran dari lalat/hama yang hinggap pada layar).

7. Terakhir jaga kebersihan lingkungan sekitar kandang dengan melakukan penyemprotan disinfektan secara berkala.

Prinsip all-in all-out harus diperhatikan. Maksudnya adalah satu kandang hanya untuk satu jenis umur, tidak boleh dicampur-campur dengan berbagai umur lainnya. Seperti diketahui bahwa umur ayam yang masih muda dan yang sangat tua sangat rentan terkena penyakit. Oleh karena itu, jika seorang pekerja akan masuk ke dalam suatu kandang, diwajibkan dari umur yang termuda menuju umur yang lebih tua (McGuire dan Scheideler 2005).

2.4 Gudang Penyimpanan Telur

Pada ketiga peternakan yang diamati, kondisi higiene sanitasi gudang penyimpanan telur yang kurang memadai. Lantai terbuat dari semen yang tidak halus. Dinding semen yang tidak dicat. Pertemuan dinding dengan lantai membentuk sudut siku-siku. Tidak terdapat langit-langit (kecuali peternakan B). Ventilasi udara kurang baik, suhu dalam ruang 20°C-27°C dengan kelembaban yang tinggi. Cahaya kurang memadai. Peti telur langsung diletakkan di atas lantai tanpa menggunakan palet. Fasilitas sanitasi pekerja tidak ada. Pada ketiga peternakan ini, tidak dilakukan program pembersihan dan desinfeki gudang secara rutin.

(55)

33

ventilasi yang baik untuk menjaga aliran udara di dalam ruang yang baik, serta penerangan yang memadai (minimum 220 luks). Kelembaban gudang telur perlu dijaga tidak lebih dari 70-80%. Suhu sebaiknya dijaga antara 12°C-15°C (Sudaryani 2003).

Tersedia pula fasilitas cuci tangan dan sanitasi dalam gudang. Peti telur diletakkan di atas palet untuk menjaga aliran udara yang baik pada telur. Penerapan program kebersihan dan disinfeksi secara rutin yang terus diawasi oleh pengawas (Shulaw dan Bowman 2001). Pada gudang penyimpanan telur, praktek higiene sanitasi harus diterapkan dengan baik dan konsisten (Soeroso, komunikasi pribadi, 14 Juli 2007).

2.5 Gudang Pakan

Gudang pakan pada ketiga peternakan yang diamati memiliki kondisi yang hampir sama dengan gudang telur. Struktur bangunan dan fasilitas tidak memenuhi persyaratan higiene sanitasi, serta tidak adanya program penerapan kebersihan dan disinfeksi secara rutin.

Hal utama yang perlu diperhatikan pada gudang pakan adalah suhu (12°C -15°C) dan kelembaban (tidak boleh lebih dari 40%). Hal ini untuk mengendalikan pertumbuhan kapang. Pembelian pakan dari pabrik harus memperhatikan program quality assurance (QA) dari pabrik pakan tersebut agar menjaga standar kualitas pakan (Grimes 2001). Pakan yang tercecer di atas lantai tidak boleh digunakan, sebaiknya dikumpulkan dan dibuang.

(56)

34

Untuk penanganan pakan yang tercecer, sebaiknya pakan dikumpulkan lalu dibuang dan tidak dipakai lagi. Meskipun peternak/pekerja ternak sudah melakukan pembersihan dengan disinfeksi terhadap lantai gudang, tidak menutup kemungkinan masih banyaknya mikroorganisme yang dapat mencemari ceceran pakan tersebut. Selain itu, ceceran pakan yang tidak segera dibersihkan dan dibuang akan mengundang datangnya lalat dan tikus.

2.6 Higiene PenangananTelur

Pada ketiga peternakan yang diamati, tidak tampak adanya prosedur higiene penanganan telur yang ditetapkan oleh peternakan. Pada ketiga peternakan, telur yang retak dan telur yang kotor dicampur dengan telur yang bersih dan baik dalam satu tempat.

Menurut PCFS (1999), sebaiknya saat pengumpulan telur di kandang, telur yang utuh dan baik dikumpulkan dengan menggunakan baki telur plastik yang dipisahkan dengan telur yang retak/kotor. Hal ini dilakukan untuk mencegah telur baik terkontaminasi agen patogen yang mungkin terdapat pada telur kotor/retak perlakuan untuk telur yang kotor adalah dengan cara dilap, tanpa dicuci terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar telur tersebut bersih tanpa menghilangkan lapisan kutikulanya. Kutikula adalah lapisan lilin yang menyelimuti cangkang luar telur yang berfungsi mencegah mikroorganisme patogen menembus pori-pori telur.

Pada gudang telur, telur disimpan pada egg tray terbuat dari plastik yang telah dibersihkan dan didisinfeksi, atau jika tidak ada, telur dapat diletakkan di dalam peti kayu baru dengan sekam yang telah didisinfeksi, terpisah dengan telur yang retak/rusak. Telur yang retak harus segera digunakan. Egg tray atau peti telur diletakkan di atas palet plastik (setinggi minimum 15 cm dari permukaan lantai) yang ditujukan untuk memberi aliran udara yang baik. Menurut Sudaryani (2003), telur boleh disimpan dalam gudang tidak lebih dari dua minggu.

(57)

35

2.7 Sanitasi Peternakan

Ketiga peternakan ini menggunakan air tanah sebagai sarana sumber air bersih. Peternakan A, B, dan C menggunakan klorin (2 ppm) untuk perlakuan air minum untuk ayam. Namun, hal ini tidak ditunjang dengan pengujian di laboratorium. Pada ketiga peternakan tersedia pula penampungan sementara untuk feses dan sampah, yang secara berkala sampah dan feses tersebut diangkut.

Menurut Smith (2000), air yang digunakan untuk minum untuk manusia dan ayam, serta membersihkan peralatan dan kandang harus memenuhi persyaratan air bersih. Jika digunakan air tanah atau dari sumber lain, maka air harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan air bersih. Salah satu perlakuan air yang umum dilakukan adalah dengan menambahkan klorin 2 ppm. Untuk menjamin bahwa air tersebut memenuhi syarat air bersih, maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala, minimum 1 tahun sekali. Klorin berguna untuk mematikan mikroorganisme yang terkandung dalam sumber air (Watkins 2004).

Intensitas pengambilan sampah dan limbah peternakan (kotoran ayam) dilakukan pada periode tertentu secara teratur, karena dapat mengundang lalat atau insekta lain serta tumpukan sampah dapat menjadi sumber pencemaran di peternakan.

(58)
[image:58.612.128.512.92.620.2]

36

Tabel 3 Checklist audit biosekuriti, higiene dan sanitasi untuk peternakan petelur

No Aspek Biosekuriti yang Dinilai Bobot Nilai

Ya (1)/

Tidak (0) Nilai Keterangan I Biosekuriti Sumber Ayam

1 Pengiriman DOC atau ayam baru masuk tersebut disertai

dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) 10,0 2 Dilakukan isolasi sebelum ayam baru masuk ke area peternakan 10,0

Total I 20,0

II Penanganan Burung/Unggas Liar, Tikus, dan Insekta

1 Dilakukan penanganan burung/unggas liar 5,0

2 Dilakukan penanganan tikus 5,0

3 Dilakukan penanganan insekta dengan insektisida 5,0

Total II 15,0

III Pengawasan Peti Telur

1 Tidak ada peti telur dari luar yang boleh masuk peternakan 10,0

Total III 10,0

IV Biosekuriti Peternakan Ayam

1 Memiliki kolam dipping dan tempat spraying pada pintu masuk

untuk kendaraan, peralatan, dan orang 10,0 2 Adanya isolasi sebelum peralatan masuk ke area peternakan 5,0

3 Dilakukan vaksinasi secara lengkap dan terpantau sesuai

kebutuhan 10,0

Total IV 25

V Penanganan Ayam Sakit/Mati

1 Ayam yang sakit diisolasi pada kandang terpisah dan cukup jauh dari kandang unggas sehat 15,0 2 Adanya dokter hewan peternakan 15,0

Total V 30,0

Total Nilai Penerapan Biosekuriti 100,0 No Aspek Higiene Sanitasi yang Dinilai Bobot Nilai

Ya(1)/

Tidak(0) Nilai Keterangan I Higiene Sanitasi Pekerja Peternakan

1 Adanya pemeriksaan status kesehatan pekerja secara rutin

(minimum 1 tahun sekali) 7,5

2 Pekerja memakai pakaian kerja yang bersih dan sepatu bot 5,0

3 Pekerja tidak memakai perhiasan di dalam area kandang

(gelang, cincin, jam tangan, dll) 2,5 4 Pekerja berperilaku bersih/higienis 5,0

5 Terdapat pelatihan rutin terhadap setiap pekerja terkait dengan

biosekuriti, higiene, dan sanitasi 5,0

Total I 25,0

II Higiene-Sanitasi Pengunjung/Tamu

1 Adanya pengawasan terhadap pengunjung/tamu 5,0

2 Pengunjung/tamu mengikuti aturan terkait biosekuriti, higiene

dan sanitasi 2,5

(59)

37

No. Aspek Higiene Sanitasi yang Dinilai Bobot Nilai

Ya(1)/

Tidak(0) Nilai Keterangan III Sanitasi Kandang

1 Mengosongkan kandang dari ayam periode sebelumnya (all-in

all-out) 2,5

2

Membersihkan kandang dari segala jenis kotoran yang berasal dari periode sebelumnya (misalnya: feses, bulu-bulu ayam, debu) dan memberikan insektisida untuk membasmi kutu-kutu kan

Gambar

Gambar 1  Pencemaran potensial dari manusia (Marriott 1999).
Tabel 1  Klasifikasi disinfektan (Smith 2000)
Tabel 2  Disinfektan yang digunakan di peternakan petelur (Anonymous 2000)
Tabel 3 Checklist audit biosekuriti, higiene dan sanitasi untuk peternakan petelur
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Sanitasi Lingkungan terdapat beberapa kriteria. Banyak peternakan yang tidak memperhatikan kebersihan dinding seperti keadaan dinding yang

Hasil penelitian diperoleh: 1) Aspek pengetahuan sanitasi dan higiene, pengetahuan siswa dapat dikelompokkan pada kategori tinggi, dimana skor rata- rata siswa 16,7 berada

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI Tahun 2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga.. Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Hubungan Higiene Pedagang dan Sanitasi dengan Kontaminasi Salmonella pada Daging Ayam.. Prosedur Penelitian : Suatu

Hasil pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sanitasi peralatan pemerahan susu mempengaruhi Total plate count susu sapi di peternakan

Akses inklusif untuk air, sanitasi dan higiene (WASH) sangatlah penting bagi sektor pariwisata untuk menjaga reputasi baik di kalangan wisatawan dan izin sosial dari masyarakat

Komitmen untuk meningkatkan upaya pelayanan air minum dan sanitasi terutama kepada masyara- kat yang belum terlayani serta me- ningkatkan praktik higiene melalui kemauan

Prevalensi setiap jenis endoparasit pada itik petelur KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa ektoparasit dan endoparasit yang menginfeksi itik petelur pada peternakan