KAJIAN PENGARUH SUHU DAN KONSENTRASI
ETILEN TERHADAP PERUBAHAN FISIOLOGI DAN
MUTU BUAH PEPAYA VARIETAS IPB 1
KAVADYA SYSKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
KAVADYA SYSKA. Kajian Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Perubahan Fisiologi dan Mutu Buah Pepaya Varietas IPB 1. Dibawah bimbingan SUTRISNO, ROKHANI HASBULLAH dan WINARSO DRAJAD WIDODO.
Penyimpanan dingin dengan waktu dan suhu optimum dapat
memperpanjang praklimakterik dan umur simpan buah pepaya IPB 1. Pemberian etilen pada konsentrasi optimum selama pematangan buatan (artificial ripening) dapat memberikan kecerahan warna dan kematangan yang seragam dengan rasa yang tidak berubah sampai ke konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menentukan suhu optimum penyimpanan pepaya matang (full mature) sebelum pemeraman, dan (2) menentukan suhu pemeraman dan konsentrasi etilen untuk pematangan buah pepaya.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor pada bulan November 2005 sampai Februari 2006. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu: (1) tahap I untuk menentukan suhu optimum penyimpanan, dan (2) tahap II untuk menentukan suhu dan konsentrasi etilen pada pematangan buah pepaya. Rancangan percobaan menggunakan RAL faktorial dengan dua faktor. Pada tahap I, faktor pertama yang digunakan adalah lama penyimpanan 0, 4, 8, 12, dan 16 hari, sedangkan faktor kedua adalah suhu penyimpanan 5, 10, 15oC dan suhu ruang. Selanjutnya pada tahap II, faktor pertama yang digunakan adalah konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm, sedangkan faktornya kedua adalah suhu pematangan 20dan 25oC.
Buah pepaya IPB 1 disimpan pada suhu 5, 10, 15oC dan suhu ruang dengan RH 80-95%. Rata-rata laju produksi CO2 dan konsumsi O2 sampai akhir
penyimpanan pada suhu 5, 10, 15oC dan suhu ruang adalah 4.41 ml CO2/kg jam
dan 3.1 ml O2/kg jam, 27.38 ml CO2/kg jam dan 25.4 ml O2/kg jam, 32.31 ml
CO2/kg jam dan 30.7 ml O2/kg jam dan 61.85 ml CO2/kg jam dan 56.6 ml O2/kg
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul “Kajian Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Perubahan Fisiologi dan Mutu Buah Pepaya Varietas IPB 1”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada uswah kita, Muhammad SAW beserta keluarga dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada: Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan kontribusi yang sangat berharga dan bermakna bagi penyelesaian tesis ini. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si. dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, M.S. selaku anggota komisi pembimbing yang telah berkenan memberikan saran dan koreksi terhadap tesis ini. Dr. Ir. Suroso M.Agr. selaku penguji luar komisi atas koreksi yang diberikan. PKBT (Pusat Kajian Buah Tropika) IPB Bogor yang telah memberikan bantuan biaya penelitian.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga yaitu papa, mama, kakak, adek dan keponakan atas segala do’a dan kasih sayangnya. Terima kasih juga disampaikan kepada teknisi Lab. TPPHP, teman-teman di SPs IPB khususnya TPP 2004, TEP 2004, dan IPN 2003 atas bantuan dan dorongan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Segala usaha dan upaya telah dilakukan guna menghasilkan tesis yang baik. Namun demikian tentunya "tiada gading yang tak retak", demikian halnya dengan tesis ini. Demikian, semoga hasil penelitian berupa tesis ini bermanfaat adanya dan dapat memberikan setitik kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bogor, Agustus 2006
MUTU BUAH PEPAYA VARIETAS IPB 1
KAVADYA SYSKA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pasca Panen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kavadya Syska dilahirkan di Palembang pada tanggal 19 Oktober
1979 dari pasangan Bapak Drs. Anwar Sugianto dan Ibu Kartini. Penulis
merupakan putri ke-3 dari 6 bersaudara.
Tahun 1998 lulus dari SMA Negeri 2 Palembang dan pada tahun yang
sama melanjutkan ke Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Palembang lulus pada tahun 2002 lulus. Pada tahun 2003, penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor pada Program
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... v
PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... 1
Tujuan ……….. 2
Manfaat ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pepaya ... 3
Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pepaya ... 4
Pemanenan dan Penentuan Tingkat Kematangan Pepaya ... 5
Perubahan Fisik dan Kimia Selama Proses Pematangan ... 6
Penanganan Pascapanen Pepaya ... 7
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 13
Bahan dan Alat ... 13
Metode Penelitian ………... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi ... 19
Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Pepaya ... 22
Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Laju Respirasi Selama Pematangan ………. 25
Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Mutu Setelah Pematangan ... 29
Uji Organoleptik ………. 41
SIMPULAN DAN SARAN ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 49
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kimia pepaya tiap 100 g ... 4 2 Rekomendasi suhu, kelembaban relatif, dan daya simpan tiap jenis buah ... 11 3 Formulir uji organoleptik ... 17 4 Rata-rata laju respirasi dan RQ (Respiration Quotient) buah pepaya IPB
1 selama penyimpanan ………. 22
5 Rata-rata laju respirasi dan RQ (Respiration Quotient) buah pepaya IPB
1 selama pematangan ……… 29
KAJIAN PENGARUH SUHU DAN KONSENTRASI
ETILEN TERHADAP PERUBAHAN FISIOLOGI DAN
MUTU BUAH PEPAYA VARIETAS IPB 1
KAVADYA SYSKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
KAVADYA SYSKA. Kajian Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Perubahan Fisiologi dan Mutu Buah Pepaya Varietas IPB 1. Dibawah bimbingan SUTRISNO, ROKHANI HASBULLAH dan WINARSO DRAJAD WIDODO.
Penyimpanan dingin dengan waktu dan suhu optimum dapat memperpanjang praklimakterik dan umur simpan buah pepaya IPB 1. Pemberian etilen pada konsentrasi optimum selama pematangan buatan (artificial ripening) dapat memberikan kecerahan warna dan kematangan yang seragam dengan rasa yang tidak berubah sampai ke konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menentukan suhu optimum penyimpanan pepaya matang (full mature) sebelum pemeraman, dan (2) menentukan suhu pemeraman dan konsentrasi etilen untuk pematangan buah pepaya.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor pada bulan November 2005 sampai Februari 2006. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu: (1) tahap I untuk menentukan suhu optimum penyimpanan, dan (2) tahap II untuk menentukan suhu dan konsentrasi etilen pada pematangan buah pepaya. Rancangan percobaan menggunakan RAL faktorial dengan dua faktor. Pada tahap I, faktor pertama yang digunakan adalah lama penyimpanan 0, 4, 8, 12, dan 16 hari, sedangkan faktor kedua adalah suhu penyimpanan 5, 10, 15oC dan suhu ruang. Selanjutnya pada tahap II, faktor pertama yang digunakan adalah konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm, sedangkan faktornya kedua adalah suhu pematangan 20dan 25oC.
Buah pepaya IPB 1 disimpan pada suhu 5, 10, 15oC dan suhu ruang dengan RH 80-95%. Rata-rata laju produksi CO2 dan konsumsi O2 sampai akhir
penyimpanan pada suhu 5, 10, 15oC dan suhu ruang adalah 4.41 ml CO2/kg jam
dan 3.1 ml O2/kg jam, 27.38 ml CO2/kg jam dan 25.4 ml O2/kg jam, 32.31 ml
CO2/kg jam dan 30.7 ml O2/kg jam dan 61.85 ml CO2/kg jam dan 56.6 ml O2/kg
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul “Kajian Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Perubahan Fisiologi dan Mutu Buah Pepaya Varietas IPB 1”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada uswah kita, Muhammad SAW beserta keluarga dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada: Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan kontribusi yang sangat berharga dan bermakna bagi penyelesaian tesis ini. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si. dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, M.S. selaku anggota komisi pembimbing yang telah berkenan memberikan saran dan koreksi terhadap tesis ini. Dr. Ir. Suroso M.Agr. selaku penguji luar komisi atas koreksi yang diberikan. PKBT (Pusat Kajian Buah Tropika) IPB Bogor yang telah memberikan bantuan biaya penelitian.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga yaitu papa, mama, kakak, adek dan keponakan atas segala do’a dan kasih sayangnya. Terima kasih juga disampaikan kepada teknisi Lab. TPPHP, teman-teman di SPs IPB khususnya TPP 2004, TEP 2004, dan IPN 2003 atas bantuan dan dorongan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Segala usaha dan upaya telah dilakukan guna menghasilkan tesis yang baik. Namun demikian tentunya "tiada gading yang tak retak", demikian halnya dengan tesis ini. Demikian, semoga hasil penelitian berupa tesis ini bermanfaat adanya dan dapat memberikan setitik kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bogor, Agustus 2006
MUTU BUAH PEPAYA VARIETAS IPB 1
KAVADYA SYSKA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pasca Panen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kavadya Syska dilahirkan di Palembang pada tanggal 19 Oktober
1979 dari pasangan Bapak Drs. Anwar Sugianto dan Ibu Kartini. Penulis
merupakan putri ke-3 dari 6 bersaudara.
Tahun 1998 lulus dari SMA Negeri 2 Palembang dan pada tahun yang
sama melanjutkan ke Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Palembang lulus pada tahun 2002 lulus. Pada tahun 2003, penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor pada Program
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... v
PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... 1
Tujuan ……….. 2
Manfaat ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pepaya ... 3
Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pepaya ... 4
Pemanenan dan Penentuan Tingkat Kematangan Pepaya ... 5
Perubahan Fisik dan Kimia Selama Proses Pematangan ... 6
Penanganan Pascapanen Pepaya ... 7
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 13
Bahan dan Alat ... 13
Metode Penelitian ………... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi ... 19
Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Pepaya ... 22
Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Laju Respirasi Selama Pematangan ………. 25
Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Mutu Setelah Pematangan ... 29
Uji Organoleptik ………. 41
SIMPULAN DAN SARAN ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 49
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kimia pepaya tiap 100 g ... 4 2 Rekomendasi suhu, kelembaban relatif, dan daya simpan tiap jenis buah ... 11 3 Formulir uji organoleptik ... 17 4 Rata-rata laju respirasi dan RQ (Respiration Quotient) buah pepaya IPB
1 selama penyimpanan ………. 22
5 Rata-rata laju respirasi dan RQ (Respiration Quotient) buah pepaya IPB
1 selama pematangan ……… 29
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Pohon buah pepaya varietas IPB 1 ... 4 2 Bagan alir pelaksanaan penelitian tahap I ... 14 3 Bagan alir pelaksanaan penelitian tahap II ... 15 4 Laju produksi CO2 selama penyimpanan buah pepaya IPB 1 pada suhu
5oC, 10oC, 15oC dan suhu ruang ... 20 5 Laju konsumsi O2 selama penyimpanan buah pepaya IPB 1 pada suhu
5oC, 10oC, 15oC dan suhu ruang ... 20 6 Penampakan buah pepaya IPB 1 setelah penyimpanan; (a) suhu ruang
hari ke-8, (b) suhu 5oC hari ke-16, (c) suhu 10oC hari ke-16, dan (d)
suhu 15oC hari ke-16 ... 21 7 Perubahan TPT buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan pada suhu 5oC,
10oC, 15oC dan suhu ruang ……….. 23
8 Perubahan kekerasan buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan pada
suhu 5oC, 10oC, 15oC dan suhu ruang ... 25
9 Pengukuran laju respirasi buah pepaya IPB 1 selama pematangan buatan 26
10 Laju produksi CO2 buah pepaya IPB 1 selama pematangan pada suhu
20oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm ………. 27
11 Laju produksi CO2 buah pepaya IPB 1 selama pemeraman pada suhu
25oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm ………. 27
12 Laju konsumsi O2 buah pepaya IPB 1 selama pematangan pada suhu
20oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm ………. 28
13 Laju konsumsi O2 buah pepaya IPB 1 selama pematangan pada suhu
25oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm ………. 28
14 Alat pengukur TPT buah pepaya IPB 1 selama pematangan buatan ... 30 15 Perubahan kadar TPT buah pepaya IPB 1 setelah pematangan pada suhu
20oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm ………. 31
16 Perubahan kadar TPT buah pepaya IPB 1 setelah pematangan pada suhu
25oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm ... 31 17 Alat pengukur kekerasan buah pepaya IPB 1 setelah pematangan ... 32 18 Perubahan kekerasan buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dan
konsentrasi etilen 50, 100, dan 150 ppm setelah pematangan ... 33 19 Perubahan kekerasan buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC dan
konsentrasi etilen 50, 100, dan 150 ppm setelah pematangan ... 33 20 Perubahan susut bobot buah pepaya IPB 1 pada suhu suhu 20oC dan
konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 35 21 Perubahan susut bobot buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC dan
konsentrasi etilen 50, 100, dan 150 ppm setelah pematangan ... 35
22 Warna buah pepaya IPB 1 setelah pematangan; (a) 20oC 50 ppm, (b) 20oC 100 ppm, (c) 20oC 150 ppm, (d) 25oC 50 ppm, (e) 25oC 100 ppm,
(f) 25oC 150 ppm ……….. 36
23 Perubahan derajat kecerahan buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan
konsentrasi etilen 50, 100, dan 150 ppm setelah pematangan …………. 37
24 Perubahan derajat kecerahan buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC dengan
konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ………….. 37
25 Perubahan derajat hijau buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan
konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ………….. 39
26 Perubahan derajat hijau buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC dengan
konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ………….. 39
27 Perubahan derajat warna kuning buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC
dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 40 28 Perubahan derajat warna kuning buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC
dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 41 29 Skor warna buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan konsentrasi
etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 42 30 Skor warna buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC dengan konsentrasi
etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 42 31 Skor tekstur buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan konsentrasi
etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 43 32 Skor tekstur buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC dengan konsentrasi
etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 44 33 Skor rasa buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan konsentrasi etilen
50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 45 34 Skor rasa buah pepaya IPB 1 pada suhu 25 oC dengan 3 konsentrasi
etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 45 35 Skor kesegaran buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan konsentrasi
etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 46 36 Skor kesegaran buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC dengan konsentrasi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Volume bahan, volume chamber, volume bebas dan bobot buah pepaya
selama penyimpanan ……… 52
2 Laju produksi CO2 (ml/kg jam) buah pepaya selama penyimpanan …… 52
3 Laju konsumsi O2 (ml/kg jam) buah pepaya selama penyimpanan ……. 52
4 Volume bahan, volume chamber, volume bebas dan bobot buah pepaya
selama pematangan ……….. 53
5 Laju produksi CO2 (ml/kg jam) buah pepaya selama pematangan …….. 53
6 Laju konsumsi O2 (ml/kg jam) buah pepaya selama pematangan ……... 53
7 Analisis sidik ragam produksi CO2 (ml/kg jam) selama penyimpanan ... 54
8 Analisis sidik ragam konsumsi O2 (ml/kg jam) selama penyimpanan ... 54
9 Analisis sidik ragam TPT (%brix) selama penyimpanan ... 55 10 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan lamanya penyimpanan
terhadap TPT (%brix) ... 55
11 Analisis sidik ragam kekerasan buah pepaya selama penyimpanan …… 55
12 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan lamanya penyimpanan terhadap kekerasan (kgf) ... 56
13 Analisis sidik ragam TPT (%brix) selama pematangan ………... 56
14 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan suhu terhadap TPT (%brix) ... 56
15 Analisis sidik ragam kekerasan (kgf) buah pepaya selama pematangan 57
16 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
suhu terhadap kekerasan (kgf) selama pematangan buatan ………. 57
17 Analisis sidik ragam kecerahan (L*) buah pepaya selama pematangan .. 57 18 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
suhu terhadap kecerahan (L*) selama pematangan buatan ……….. 58
19 Analisis sidik ragam derajat warna hijau (a*) buah pepaya selama
pematangan ………... 58
20 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
suhu terhadap derajat warna hijau (a*) selama pematangan buatan …… 58
21 Analisis sidik ragam derajat warna kuning (b*) buah pepaya selama
pematangan ………... 59
22 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan suhu terhadap derajat warna kuning (b*) selama pematangan buatan ... 59 23 Analisis sidik ragam organoleptik skor warna buah pepaya selama
pematangan ... 59 24 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
suhu terhadap skor warna selama pematangan ... 60
25 Analisis sidik ragam organoleptik skor tekstur buah pepaya selama
pematangan ... 60 26 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
suhu terhadap skor tekstur buah pepaya selama pematangan ... 60 27 Analisis sidik ragam organoleptik skor rasa buah pepaya selama
pematangan ... 61 28 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
suhu terhadap skor rasa buah pepaya selama pematangan ... 61 29 Analisis sidik ragam organoleptik skor kesegaran buah pepaya selama
pematangan ... 61 30 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropik dan subtropik. Buah pepaya banyak digemari karena mempunyai rasa yang manis, memiliki nilai ekonomis yang tinggi, dan bermanfaat bagi kesehatan terutama untuk memperlancar pencernaan. Produksi buah pepaya di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, dimana pada tahun 2000 sebesar 429 207 ton, 2001 sebesar 500 571 ton, 2002 sebesar 605 194 ton, dan tahun 2003 mencapai 632 000 ton (Dirjen Hortikultura 2003).
Di Indonesia, varietas pepaya yang banyak ditanam adalah pepaya semangka, jinggo, cibinong, mas, item, ijo, solo, thailand, dan meksiko. Belakangan ini mulai banyak ditanam pepaya jenis IPB1 dan variannya. Pepaya IPB 1 lebih banyak disukai oleh masyarakat disebabkan memiliki rasa yang sangat manis, daging buah tebal, warna daging buah kemerahan/jingga, ringan dan ukuran buah yang kecil sehingga lebih mudah dibawa bepergian.
Buah pepaya dikonsumsi dalam tiga kelompok yaitu: pepaya muda, setengah matang dan matang. Konsumsi terbesar terdapat pada buah pepaya matang sebagai buah meja, seperti di rumah tangga, hotel, restoran dan usaha-usaha jasa boga.
Buah pepaya yang dikonsumsi matang diharapkan memiliki rasa yang manis, segar, daging buah tebal dengan kualitas yang baik dan warna menarik. Menurut Santosa dan Purwoko (1995), bahwa permintaan terhadap buah dipengaruhi oleh salah satu faktor penting seperti kualitas buah misalnya penampakan, tekstur, aroma, nutrisi dan keamanannya. Oleh karena itu diperlukan buah pepaya yang bermutu tinggi yang diperoleh pada saat pemanenan dan penanganan pasca panen (terutama penyimpanan) yang tepat.
melaporkan bahwa pepaya dengan perlakuan bahan pelapis dan disimpan pada suhu rendah (18-20oC) dapat bertahan selama 19 hari setelah diberi perlakuan.
Penyimpanan dingin diperlukan untuk mempertahankan mutu dan kesegaran buah pepaya sehingga dapat diterima konsumen. Selain itu diperlukan juga pematangan buatan dengan menggunakan etilen pada konsentrasi optimum untuk mendapatkan kecerahan warna, kematangan yang seragam dan menghindari rasa pahit pada saat buah berwarna merah.
Penyimpanan dingin dan pemeraman dengan pemberian gas etilen sebagai pemicu (trigger) untuk mengatur pematangan buah telah berkembang di negara-negara maju. Di Indonesia pematangan pepaya dengan menggunakan gas etilen belum biasa dilakukan karena buah pepaya dipanen saat sudah matang dan siap dikonsumsi. Selain itu data penunjang dalam perancangan sistem penyimpanan dan pematangan buah pepaya yang terkontrol juga masih sangat terbatas.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai suhu optimum penyimpanan dan pematangan pepaya serta pemberian konsentrasi optimum etilen sebagai trigger untuk mengatur pematangan. Hal ini menambah data penunjang dalam merancang sistem penyimpanan dan pematangan buah pepaya secara komersial, sehingga mutu pepaya dapat diterima pasar. Dengan demikian kriteria pepaya untuk pasaran dunia dapat terpenuhi dalam hal meningkatkan nilai ekspor.
Tujuan
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengkaji perubahan fisiologi dan mutu buah pepaya selama penyimpanan dan pematangan. Adapun tujuan khususnya adalah (1) menentukan suhu optimum penyimpanan pepaya matang (full mature), dan (2) menentukan suhu pemeraman dan konsentrasi etilen untuk pematangan buah pepaya.
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah berupa herba tahunan dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Meksiko dan Costa Rica. Tinggi pohonnya sekitar 2-10 m
dan pada umumnya tidak bercabang (Yenita 2000). Tanaman pepaya memiliki
daya adaptasi yang cukup luas terhadap lingkungannya. Tanaman ini dapat
tumbuh dan berprodulsi dengan baik mulai dari dataran rendah sampai dataran
tinggi sekitar 1000-1500 di atas permukaan laut. Meskipun di dataran tinggi
tanaman pepaya dapat tumbuh dengan baik, namun makin tinggi tempat
penanaman justru akan mengurangi rasa manis buah. Hal ini dipengaruhi oleh
intensitas sinar matahari yang relatif rendah dan kelembaban yang tinggi (Villegas
1997).
Daerah yang optimum untuk pengembangan budidaya tanaman pepaya
adalah pada ketinggian 600-700 m di atas permukaan laut dengan tingkat
keasaman tanah 6.5-7.0 (Rukmana 1995). Curah hujan yang baik bagi tanaman
pepaya adalah 1500-2000 mm/tahun. Tanaman pepaya termasuk jenis tanaman
tropis basah dan memerlukan cahaya penuh. Buah pepaya yang mendapatkan
cahaya penuh atau diproduksi pada musim kering akan menarik yaitu warna
kulitnya kuning cerah dan penampilannya mulus. Suhu optimal untuk
pertumbuhan tanaman pepaya berkisar antara 21-26oC, suhu minimum 15oC dan
maksimum 43oC (Kalie 1996).
Buah pepaya secara keseluruhan mirip melon, berongga, berbentuk bulat,
panjang, bulat panjang sedangkan warna daging kuning, orange sampai merah
cerah. Berat buah berkisar antara 0. 5-6.8 kg dengan total padatan terlarut 5-19%
(Nishijima 1994). Pepaya varietas IPB 1 (Gambar 1) memiliki kulit buah yang
berwarna hijau muda akan berubah menjadi kuning pada bagian ujungnya ketika
mulai matang. Daging buah akan berwarna kuning sampai kemerah-merahan serta
Gambar 1 Pohon buah pepaya varietas IPB 1.
Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pepaya
Pepaya termasuk buah yang murah dan sangat bermanfaat bagi kesehatan
terutama untuk pencernaan dan mengandung banyak vitamin. Komponen utama
pepaya yaitu air dan karbohidrat dengan nilai energi 200 kJ/100 g. Komposisi mutu
buah pepaya secara lengkap disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia pepaya tiap 100 g
No. Komposisi Jumlah Kandungan
1 Kadar Air (%) 86.6 2 Karbohidrat (g) 12.1 3 Lemak (g) 0.3 4 Protein (g) 0.5 5 Kalsium (mg) 0.034 6 Fosfor (mg) 0.011 7 Besi (mg) 0.001 8 Abu (g) 0.5 9 Serat (g) 0.7 10 Natrium (mg) 3 11 Kalium (mg) 204 12 Vitamin A (IU) 0.45 13 Vitamin B (mg) 0.0003 14 Vitamin C (mg) 0.74
Pemanenan dan Penentuan Tingkat Kematangan Pepaya
Panen perdana buah pepaya dapat dilakukan pada umur 9-11 bulan setelah
pindah tanam, atau tergantung kultivar (varietas) yang ditanam. Kualitas buah
pepaya yang baik akan diperoleh bila pemanenan dilakukan pada saat kematangan
yang tepat. Jika terlambat dipanen buah akan menjadi lunak dan mudah rusak
sehingga tidak tahan lama disimpan. Demikian pula, jika buah pepaya dipetik
dalam keadaan belum matang akan berwarna pucat dengan cita rasa sedikit pahit.
Rukmana (1995) menjelaskan bahwa waktu panen yang tepat ditentukan dengan
ciri-ciri sebagai berikut: (1) penampakan visual warna buah telah menunjukkan ¾
dari bagian buah berwarna kuning, (2) getah berwarna bening dan encer, (3)
tangkai buah mulai menguning atau terdapat garis-garis kuning pada ujung buah, dan
(4) buah telah mencapai ukuran maksimal.
Menurut Pantastico (1998), penundaan waktu pemanenan dapat
meningkatkan kepekaan terhadap pembusukan sehingga menurunkan mutu dan
nilai jualnya buah yang belum matang bila dipanen akan menyebabkan mutu buah
menjadi jelek. Saat pemanenan diusahakan buah tidak terluka, tergores atau memar
karena bagian ini akan merangsang terjadinya pembusukan buah, terutama pada saat
penyimpanan atau pengangkutan (Warison 2003).
Pemanenan buah pepaya pada umumnya dilakukan dengan melihat warna
kulit buah. Buah pepaya segera dipanen apabila pada ujung buah terdapat warna
kuning atau disebut ”semburat”. Buah yang dipanen pada tingkat kematangan ini
akan masak dalam waktu empat sampai lima hari. (Pantastico et al. 1989). Daging buah pepaya umumnya berwarna kuning dan merah. Perbedaan ini
disebabkan adanya pigmen karoten dan likopen. Bila tidak ada pigmen likopen
maka buah akan berwarna kuning. Karoten adalah suatu kelompok pigmen warna
kuning, jingga atau merah jingga yang mudah larut dalam lemak atau pelarut
organik tetapi tidak larut dalam air. Karoten yang berwarna kuning merupakan
provitamin A (Winarno 1981).
Perubahan Fisik dan Kimia Selama Proses Pematangan
Buah pepaya digolongkan sebagai buah klimakterik yaitu buah yang mengalami kenaikan kadar CO2 yang mendadak dan mengalami penurunan secara
cepat (Pantastico 1989). Winarno (2002) menambahkan bahwa proses klimakterik
disebabkan adanya reaksi antara permeabilitas sel, enzim dan substrat yang
menyebabkan penggabungan ketiganya. Proses klimakterik ini menyebabkan
kematangan pada buah.
Buah pepaya yang sudah dipetik masih tetap melakukan proses fisiologis,
seperti pernapasan, proses biokimia, perubahan warna dan sebagainya yang
diakhiri dengan perombakan fungsional sampai terjadi pembusukan oleh jasad
renik. Proses ini berlangsung sampai cadangan makanan habis sehingga
mengakibatkan buah pepaya tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama dan
hanya dapat dipasarkan dalam jangka waktu yang relatif singkat.
Kerusakan dan pembusukan dapat dihambat dengan melakukan penanganan
pasca panen yang dapat menjamin konsumen untuk menikmati buah pepaya yang
manis, segar dan tidak busuk (Warison 2003). Selama pematangan, buah pepaya
mengalami beberapa perubahan nyata seperti tekstur, warna dan bau yang
menunjukkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunannya. Perubahan
warna dapat terjadi pada proses perombakan maupun proses sintetik ataupun
keduanya. Winarno (2002) menjelaskan bahwa pada umumnya tanda kematangan
pertama pada buah adalah hilangnya warna hijau.
Pantastico (1989) menyatakan bahwa pada saat kandungan gula dalam
daging buah lebih tinggi dari kulit buah menyebabkan tekanan osmotik
meningkat. Ditambahkan oleh Suyanti dan Dasuki (1988), bila daging buah
menyerap air dari kulit maka perbandingan berat antara daging dan kulit buah
akan menurun sehingga bagian buah yang dapat dimakan semakin besar.
Menurut Winarno (2002), etilen merupakan hormon penting dalam proses
pematangan buah dan sayur. Etilen berbentuk gas dan bersifat tidak jenuh pada
suhu kamar. Jumlah etilen yang terdapat di dalam buah-buahan pada saat
praklimakterik dan puncak klimakterik selalu berubah-ubah selama proses
pematangan. Laju respirasi akan meningkat lebih awal bila etilen diberikan pada
saat praklimakterik dan suhu tinggi tetapi pemberian C2H4 tidak mengubah laju
Penanganan Pascapanen Pepaya
Buah pepaya termasuk buah yang bersifat mudah rusak dan tidak tahan lama
selama penyimpanan. Kerusakan buah pepaya ditandai dengan bau busuk, daging
buah menjadi lembek dan rasanya menjadi sedikit asam. Penanganan pascapanen
buah pepaya harus dapat mempertahankan mutu, kesegaran, keseragaman buah
serta kandungan vitamin dan mineral, sehingga buah pepaya dapat diterima dan
dapat disimpan lebih lama. Adapun beberapa kegiatan pascapanen pepaya yang
perlu diperhatikan yaitu pengemasan, laju respirasi, perlakuan panas, penyimpanan,
dan pematangan buatan (Warison 2003).
Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk melindungi buah pepaya dari kerusakan selama
pengangkutan, mempermudah penyusunan, baik penyusunan dalam alat
pengangkutan maupun dalam tempat penjualan, serta meningkatkan daya tarik
sehingga harga jual lebih tinggi (Warison 2003).
Pengemasan buah pepaya yang dilakukan dengan baik dapat mencegah
terjadinya dehidrasi sehingga kesegaran buah dapat dipertahankan. Setelah dipanen,
buah pepaya dengan tingkat kematangan 25% dibungkus dengan kertas koran, plastik
berlubang dan dimasukan ke dalam kemasan dari karton serta diberi penyekat
potongan kertas. Penyusunan buah pepaya dalam kemasan dapat secara sejajar (isi 3
buah/kemasan), silang (5 buah/kemasan) atau disusun secara bertingkat (isi 6
buah/kemasan). Hasil penelitian terhadap cara pengemasan tersebut menunjukkan
bahwa kerusakan pascapanen hanya mencapai 1.3% (Winarno 1981).
Laju Respirasi
Buah-buahan setelah dipanen dan selama penanganan pascapanen masih
melakukan kegiatan metabolisme dengan terus berlangsungnya kegiatan respirasi.
Respirasi merupakan proses oksidasi dimana substrat organik dirombak
(Pantastico 1986). Ditambahkan oleh Winarno dan Wirakartakusumah (1981),
respirasi merupakan suatu proses metabolisme menggunakan O2 untuk
mengoksidasi senyawa yang lebih kompleks seperti gula, pati, protein, lemak,
asam organik sehingga menghasilkan molekul yang sederhana antara lain CO2, air
dan energi. Proses respirasi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6 H2O + 674 kkal (energi)
Respirasi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu (a) pemecahan polisakarida menjadi
gula sederhana, (b) oksidasi gula menjadi piruvat, (c) transfomasi piruvat dan
asam-asam organik secara aerobik menjadi CO2, air dan energi, dimana protein dan lemak
berperan sebagai subtrat dalam proses pemecahan polisakarida (Pantastico 1986).
Laju respirasi dipengaruhi oleh umur panen, suhu penyimpanan, komposisi
udara, adanya luka dan komposisi bahan kimia. Hal yang dapat menyebabkan
kecepatan laju respirasi tinggi yaitu suhu penyimpanan yang tinggi, umur panen
yang muda, ukuran buah yang besar, adanya luka pada buah dan kandungan gula
yang tinggi pada awal produk. Setiap peningkatan 10oC maka laju respirasi akan
meningkat 2 kali lipat, tetapi di atas 35oC laju respirasi menurun akibat aktifitas
enzim terganggu sehingga mengakibatkan difusi oksigen terhambat (Winarno dan
Wirakartakusumah 1981).
Buah yang mengalami pola respirasi klimakterik adalah pisang, tomat,
alpukat, mangga, pepaya, peach, dan pear. Selama proses respirasi beberapa
perubahan kimia, fisik dan biologi dapat terjadi seperti pematangan, pembentukan
aroma dan kemanisan, berkurangnya keasaman, melunaknya buah-buahan akibat
degradasi pektin pada kulit buah dan berkurangnya bobot karena kehilangan air.
Pengkerutan dan pembusukan pada buah terjadi bila proses respirasi berlangsung
terus sehingga mengakibatkan mutu buah dan nilai gizi berkurang (Winarno dan
Wirakartakusumah 1981).
Kader (1992) mengatakan bahwa ciri dari kelompok buah klimakterik adalah
tingginya tingkat respirasi buah dan produksi etilen. Respirasi pisang berkisar antara
10-20 ml CO2/kg jam dan produksi etilen 1-10 ml/ kg jam.
Perlakuan Panas (Heat Treatment)
9
untuk meningkatkan daya simpan buah dan mengeliminasi organisme perusak.
Perlakuan panas metode hot water dilakukan dengan cara mencelupkan buah ke dalam air panas selama beberapa menit (Stewart et al. 1973).
Lurie (1998) menjelaskan bahwa pemanasan bertujuan untuk membunuh
mikroba patogen dengan tetap mempertahankan zat nutrisi, karena ketahanan nutrisi
terhadap pemanasan lebih besar dari pada ketahanan mikroba. Ditambahkan juga
oleh Kader (1992b), bahwa perlakuan panas dapat berfungsi sebagai fungisida
maupun insektisida karena perlakuan pascapanen dengan fungisida pada buah tidak
dapat menggantikan fungisida pemanasan. Pencelupan buah dan sayuran ke dalam
air panas (60-50oC) dapat juga mengurangi residu pestisida.
Menurut Stewart et al. (1973), perlakuan air panas metode hot water dilakukan dengan mencelupkan buah ke dalam air panas selama beberapa menit.
Pemanasan digunakan dalam proses pengawetan untuk meningkatkan daya
simpan buah, mengeliminasi organisme perusak yang ada dan pengaruh suhu
tinggi terhadap kematangan komoditas.
Pironie (1978) mengatakan bahwa suhu yang biasa digunakan untuk
pencelupan dalam air panas adalah 43oC, akan tetapi pencelupan dalam air panas
yang bersuhu 48oC sampai 49oC selama 30 menit memberikan hasil yang terbaik.
Suhu dan waktu merupakan dua hal penting yang harus diperhatikan untuk dapat
membunuh hama tanpa menyebabkan kerusakan.
Pencelupan buah-buahan dalam air panas membutuhkan waktu 90 menit
dengan suhu 46oC (Lurie 1998). Ditambahkan oleh Rokhani et al. (2001), bahwa pencelupan mangga ”Irwin” dalam air panas memberikan hasil terbaik pada suhu
47.2oC selama 90 menit.
Kerusakan buah pepaya akibat antraknosa (Colletotrichum gleosporides) dapat dicegah dengan mencelupkan buah pepaya ke dalam air bersuhu 46-49oC
selama 20 menit atau 42oC selama 30 menit yang kemudian diikuti dengan
pencelupan buah ke dalam air berfungisida thiobendazol 0.01% selama 60 detik
(Zuhairini 1996). Buah yang mengalami perlakuan air panas pada suhu 46oC
selama 15 menit akan menghambat aktifitas enzim yang ada dalam buah sehingga
Lurie (1998) menyatakan bahwa pada beberapa komoditas hortikultura,
perlakuan air panas dapat mempertahankan kadar gula. Perlakuan panas dengan
air dan uap air bersuhu 45oC selama 3 jam sebelum penyimpanan dingin terhadap
buah melon dapat mencegah kehilangan sukrosa.
Penyimpanan
Umumnya buah pepaya disimpan di tempat penampungan sementara
sebelum dipasarkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penampungan
sementara ini adalah kondisi ruang penyimpanan. Kondisi ruang penyimpanan
yang baik harus terhindar dari sinar matahari secara langsung dan dilengkapi
sistem pendingin dengan suhu sekitar 5-10oC (Warison 2003).
Penyimpanan buah segar diharapkan dapat memperpanjang umur simpan
dan mempertahankan mutu. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah
pengendalian laju transpirasi dan respirasi dengan caraa mengatur suhu dan
kelembaban ruang penyimpanan (Pantastico 1989).
Penyimpanan dingin merupakan perlakuan suhu rendah tetapi masih diatas
titik beku, baik dilakukan secara tersendiri atau dikombinasikan dengan teknik
pengawetan yang bertujuan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang
masa simpan buah dan sayuran, serta menekan laju respirasi tetapi penyimpanan
dingin dapat menyebabkan timbulnya kerusakan fisiologis yang disebut kerusakan
dingin (chilling injury) pada komoditas hortikultura tertentu. Chilling injury merupakan jenis kerusakan yang terjadi karena produk hortikultura yang
terekspose pada suhu rendah tetapi bukan pada suhu pembekuan.
Kelembaban lingkungan sangat berpengaruh terhadap proses fisiologi
selama penyimpanan, kelembaban relatif udara yang jenuh menyebabkan
pengembunan air pada permukaan buah yang mengandung pertumbuhan mikroba,
sementara kelembaban relatif yang rendah mengakibatkan pengkriputan kulit
(Pantastico et al. 1986). Suhu biasanya diikuti dengan kelembaban nisbi yang optimum agar produk tidak mengalami kekeringan (Winarno 2002). Rekomendasi
Tabel 2 Rekomendasi suhu, kelembaban relatif, dan daya simpan tiap jenis buah
Jenis buah Suhu
(oC)
RH (%)
Daya simpan (minggu) Alpukat, Pisang
Latun dan (Pisang raja sere) hijau Latun dan matang
Cavendish hijau Cavendish matang
Lakatan (Pisang barangan) hijau Langkatan matang
Jeruk Jambu Pepaya Rambutan 13.3 12.8-13.3 12.8-14.4 12.8-14.4 12.8 12.8-15.6 15.6 8.9-10 8.3-10 10 10 85-90 85-90 85-90 85-90 85-90 85-90 85-90 90 85-90 85-90 85-90 2 3-4 1 3-4 1 4 1.5 2 2-5 3 1-2.5
Sumber: Satuhu (1995)
Penggunaan suhu rendah sampai batas tertentu selama penyimpanan dapat
memperpanjang fase praklimakterik sehingga umur simpan buah menjadi lebih lama.
Keberhasilan memperpanjang umur simpan buah segar ditunjukkan dengan penurunan
laju kematangan dan pencegahan kerusakan fisik dan mikrobiologis (Chrysanti 1996).
Apandi (1984) menyatakan bahwa buah yang disimpan pada suhu optimum
dapat dipertahankan mutu dan kesegarannya. Suhu yang lebih rendah dari suhu
optimum dapat menyebabkan kerusakan karena pendinginan (chilling injury). Diperkuat juga oleh Kalie (2005), pengangkutan dan penyimpanan buah pepaya
dibawah 10oC dapat menimbulkan gangguan fisiologis. Akamine (1975)
menambahkan bahwa chilling injury dapat mengakibatkan buah jadi berbintik-bintik, tidak dapat masak, rasanya tawar dingin atau bahkan dapat menjadi busuk.
Pematangan Buatan
Pematangan buatan (artificial ripening) merupakan suatu usaha untuk mengatur proses pematangan sehingga tidak hanya mengandalkan proses
pematangan alami. Pematangan buatan dilakukan secara komersial untuk dapat
memenuhi permintaan pasar terhadap buah masak optimum (Mikasari 2004).
Pemanenan pepaya untuk tujuan komersial dengan tingkat kematangan
75-85%, buah pepaya akan matang setelah beberapa hari namun mutu pepaya
terkadang masih kurang baik, rasa kurang enak dan aromanya kurang kuat
Sehingga buah pepaya yang dipanen saat belum matang sering dilakukan
pemeraman (Winarno 2002).
Pemeraman bertujuan untuk mempercepat dan menyeragamkan kematangan
buah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mutu hasil pemeraman diantaranya
tingkat kematangan buah, suhu dan kelembaban ruang pemeraman serta
pemeraman dengan pemberian gas etilen. Efek pemberian gas etilen pada buah
nonklimakterik yaitu menaikkan laju respirasi yang mengakibatkan meningkatnya
laju pematangan buah, selain itu berhubungan juga dengan jumlah konsentrasi gas
yang diberikan serta tidak berpengaruh terhadap waktu terjadinya puncak
klimakterik. Pada buah klimakterik pemberian etilen akan mempercepat tercapainya
puncak klimakterik tetapi tidak mempengaruhi laju respirasi (Winarno 2002).
Menurut Broto (2003), penggunaan gas etilen murni atau gas asetilen dalam
proses pematangan sebaiknya dilakukan dalam bangsal. Keberhasilan proses
pematangan di dalam bangsal sangat bergantung pada keberhasilan pengelolaan
komponen utama proses pematangan yaitu ruang pematangan, bahan pemacu
pematangan dan buah yang diperam. Persyaratan untuk ruang pematangan adalah
kedap udara, adanya pengaturan suhu ruang, sirkulasi udara yang baik dan adanya
pengatur kelembaban di dalam ruang pematangan. Ditambahkan oleh Kader
(2004) bahwa pemakaian etilen 100 ppm dengan suhu 20-25oC dan kelembaban
80-95% selama 24-48 jam dapat menghasilkan ¼ warna kuning dengan
kematangan pepaya yang seragam. Pramudianti (2004) menambahkan bahwa
kajian penyerap etilen dalam penyimpanan pepaya segar mendapatkan suhu
optimum untuk pepaya yaitu 15oC dengan umur simpan 10 hari.
Seperti halnya pisang, melon, mangga, dan pepaya termasuk salah satu buah
klimakterik yaitu buah-buahan yang memperlihatkan kenaikan respirasi yang
cepat selama pematangan (Kartasapoetra 1989). Perubahan laju respirasi
mempengaruhi perubahan fisik dan kimia buah. Pada buah klimakterik laju
respirasi meningkat selama pematangan dan mencapai maksimum pada akhir
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2005 sampai Februari 2006.
Tempat penelitian yaitu Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah pepaya genotip IPB 1. Bahan penunjang
penelitian yaitu: lilin mainan dan gas etilen. Alat-alat yang digunakan adalah gas
analyzer, kromatografi, rheometer, chromameter, refraktometer, ruang pendingin, termometer, chamber kaca kedap udara yang berukuran 30x20x50 cm, dan timbangan digital.
Metode Penelitian
Pepaya dipanen pada umur 120-130 hari setelah anthensis. Pepaya tersebut
dicelupkan pada water bath pada suhu 46oC selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan uji kekerasan, warna, total padatan terlarut dan susut bobot.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu: (1) menentukan suhu optimum
penyimpanan, dan (2) menentukan suhu dan konsentrasi etilen pada pematangan
buah pepaya. Urutan prosesnya dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Pada tahap pertama, pepaya dimasukkan ke dalam toples dan disimpan
dalam lemari pendingin pada suhu 5, 10 dan 15oC serta suhu ruang (27oC) selama
16 hari. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial
dengan 2 faktor dan diulang sebanyak 2 kali. Faktor pertama yaitu lama
penyimpanan 0, 4, 8, 12, dan 16 hari dan faktor kedua yaitu 5,10, 15oC dan suhu
ruang. Dilakukan analisis laju respirasi, kekerasan, dan total padatan terlarut pada
0, 4, 8, 12, dan 16 hari.
Pada tahap kedua, pematangan dilakukan dengan cara mensuntikan gas etilen
pada konsentrasi 50, 100 dan 150 ppm. Selajutnya pepaya ditempatkan dalam
menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor dan diulang
sebanyak 2 kali. Faktor pertama yaitu konsentrasi etilen 50, 100, dan 150 ppm dan
faktor kedua yaitu suhu pematangan pepaya 20 dan 25oC. Dilakukan analisis laju
respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut (TPT), warna dan uji
organoleptik satu hari setelah selesai pemeraman selama 3 hari berturut-turut.
Gambar 2 Bagan alir pelaksanaan penelitian tahap I. Buah pepaya IPB 1
Pembersihan dan sortasi
Pencelupan dengan air panas 46oC selama 15 menit
Penyimpanan pada suhu 5oC, 10oC, 15oC, RH 80-95%
Pengamatan Penimbangan
Respirasi: - Produksi CO2 - Konsumsi O2
Mutu:
Gambar 3 Bagan alir pelaksanaan penelitian tahap II.
Pengukuran Laju Respirasi
Laju respirasi pada tahap pertama dilakukan dengan sistem terbuka. Udara
dalam toples dikembalikan ke keadaan normal tiap 2 jam selama 3 kali
pengukuran. Keadaan normal yaitu membuka tutup toples yang telah diukur laju
respirasinya menggunakan kipas untuk mengeluarkan gas dalam toples selama 5
menit, sehingga diperoleh konsentrasi CO2 dan O2 untuk tiap jamnya. Pepaya IPB 1
Pembersihan dan sortasi
Perlakuan panas: suhu 46oC selama 15 menit
Penimbangan
Pemeraman:
Konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm dengan suhu 20oC dan 25oC selama 24 jam
Penyimpanan:
suhu optimum tahap I (10oC) selama 12 hari
Penyimpanan (suhu ruang)
Respirasi: - Produksi CO2 - Konsumsi O2
Mutu:
- Total Padatan Terlarut (TPT) - Kekerasan
- Susut bobot - Warna
- Uji Ogranoleptik
Laju respirasi pada tahap kedua dilakukan dengan sistem tertutup. Udara di
dalam chamber tidak dikembalikan pada kondisi normal dan laju respirasi diukur tiap jam selama 24 jam. Laju produksi gas CO2 atau O2 (ml/kg/jam) selama
respirasi pada ruang tertutup dihitung dengan persamaan:
dt dx W
V
R (1)
dimana:
R = laju respirasi (ml/kg/jam) W = berat segar produk (kg) V = volume bebas ruangan (ml) t = waktu (jam)
x = kosentrasi gas CO2 dan O2 (%)
Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dihitung berdasarkan persentase penurunan bobot bahan
sejak awal sampai akhir penyimpanan, dinyatakan dengan persamaan:
Susut bobot (%) = x 100% Wi
Wa -Wi
(2)
dimana:
Wi = bobot bahan awal penyimpanan (g)
Wa = bobot bahan akhir setelah penyimpanan (g)
Kekerasan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum
penusuk dari rheometer model CR-300 yang disetting dengan beban maksimum
10 kg, dan penekanan 15 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan
diameter 5 mm. Pengukuran dilakukan terhadap tiga titik yaitu bagian pangkal,
tengah dan ujung buah. Nilai pengukuran dinyatakan dalam kg-force (kgf).
Warna
Perubahan warna kulit pepaya diukur menggunakan chromameter Minolta
Total Padatan Terlarut (TPT)
Pengukuran TPT dilakukan menggunakan refraktometer. Pasta pepaya
ditempatkan pada lensa refraktometer yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan
aquades. Nilai TPT yang diukur dinyatakan dengan %brix.
Uji Organoleptik
Cita rasa diuji secara organoleptik untuk tujuan konsumen terhadap contoh
produk yang akan diuji dengan jumlah panelis 15 orang. Panelis akan memberikan
penilaian berdasarkan skala mutu hedonik terhadap warna, tekstur, rasa dan
kesegaran.
Uji organoleptik digunakan uji kesukaan yang meliputi warna, rasa,
kekerasan dan testur dengan 15 orang panelis. Skala yang digunakan antara 1-7
yaitu: 1 = sangat tidak suka, 2 = agak tidak suka, 3 = tidak suka, 4 = netral, 5 =
agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka.
Tabel 3 Formulir uji organoleptik
Panelis : ……….. Komoditi : Pepaya IPB 1
Pekerjaan : ……….. Tanggal : ……….
Berilah tanda () dalam kolom dibawah ini
Skor Warna Rasa Tekstur Kesegaran
Sangat suka Suka Agak suka Netral Tidak Suka Agak tidak suka Sangat tidak suka
Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2
ulangan. Faktor pertama konsentrasi etilen untuk pematangan yang terdiri dari 50,
100 dan 150 ppm. Faktor kedua adalah suhu penyimpanan pepaya yaitu 20 dan
25oC. Model rancangan acak lengkap faktorial adalah sebagai berikut:
Yijk = µ +
α
i + j + (α)ij + ε ijk (3)dimana:
Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor α dan taraf ke-j dari faktor )
µ = Nilai rata-rata umum
αi = Pengaruh jumlah etilen ke-i (i = 50, 100, 150)
j = Pengaruh suhu penyimpanan ke-j (j = 20 dan 25oC)
(α)ij = Pengaruh interaksi jumlah etilen ke-i dengan suhu penyimpanan ke-j ε ijk = Galat percobaan jumlah etilen ke-i, suhu ke-j dan ulangan ke-k.
Analisis data menggunakan analisis ragam. Jika hasil analisis ragam berbeda
nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan multi range test untuk melihat perlakuan mana yang berbeda. Persamaan untuk menghitung uji lanjut Duncan multi range test yaitu:
Rp = rp(α, p, dbg)
Y
S (4)
r KTG
Y
S (5)
dimana:
α = Nilai tabel Duncan pada taraf nyata α p = Jarak peringkat 2 perlakuan
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2005 sampai Februari 2006.
Tempat penelitian yaitu Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah pepaya genotip IPB 1. Bahan penunjang
penelitian yaitu: lilin mainan dan gas etilen. Alat-alat yang digunakan adalah gas
analyzer, kromatografi, rheometer, chromameter, refraktometer, ruang pendingin,
termometer, chamber kaca kedap udara yang berukuran 30x20x50 cm, dan
timbangan digital.
Metode Penelitian
Pepaya dipanen pada umur 120-130 hari setelah anthensis. Pepaya tersebut
dicelupkan pada water bath pada suhu 46oC selama 15 menit. Selanjutnya
dilakukan uji kekerasan, warna, total padatan terlarut dan susut bobot.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu: (1) menentukan suhu optimum
penyimpanan, dan (2) menentukan suhu dan konsentrasi etilen pada pematangan
buah pepaya. Urutan prosesnya dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Pada tahap pertama, pepaya dimasukkan ke dalam toples dan disimpan
dalam lemari pendingin pada suhu 5, 10 dan 15oC serta suhu ruang (27oC) selama
16 hari. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial
dengan 2 faktor dan diulang sebanyak 2 kali. Faktor pertama yaitu lama
penyimpanan 0, 4, 8, 12, dan 16 hari dan faktor kedua yaitu 5,10, 15oC dan suhu
ruang. Dilakukan analisis laju respirasi, kekerasan, dan total padatan terlarut pada
0, 4, 8, 12, dan 16 hari.
Pada tahap kedua, pematangan dilakukan dengan cara mensuntikan gas etilen
pada konsentrasi 50, 100 dan 150 ppm. Selajutnya pepaya ditempatkan dalam
menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor dan diulang
sebanyak 2 kali. Faktor pertama yaitu konsentrasi etilen 50, 100, dan 150 ppm dan
faktor kedua yaitu suhu pematangan pepaya 20 dan 25oC. Dilakukan analisis laju
respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut (TPT), warna dan uji
organoleptik satu hari setelah selesai pemeraman selama 3 hari berturut-turut.
Gambar 2 Bagan alir pelaksanaan penelitian tahap I. Buah pepaya IPB 1
Pembersihan dan sortasi
Pencelupan dengan air panas 46oC selama 15 menit
Penyimpanan pada suhu 5oC, 10oC, 15oC, RH 80-95%
Pengamatan Penimbangan
Respirasi: - Produksi CO2
- Konsumsi O2
Mutu:
Gambar 3 Bagan alir pelaksanaan penelitian tahap II.
Pengukuran Laju Respirasi
Laju respirasi pada tahap pertama dilakukan dengan sistem terbuka. Udara
dalam toples dikembalikan ke keadaan normal tiap 2 jam selama 3 kali
pengukuran. Keadaan normal yaitu membuka tutup toples yang telah diukur laju
respirasinya menggunakan kipas untuk mengeluarkan gas dalam toples selama 5
menit, sehingga diperoleh konsentrasi CO2 dan O2 untuk tiap jamnya.
Pepaya IPB 1
Pembersihan dan sortasi
Perlakuan panas: suhu 46oC selama 15 menit
Penimbangan
Pemeraman:
Konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm dengan suhu 20oC dan 25oC selama 24 jam
Penyimpanan:
suhu optimum tahap I (10oC) selama 12 hari
Penyimpanan (suhu ruang)
Respirasi: - Produksi CO2
- Konsumsi O2
Mutu:
- Total Padatan Terlarut (TPT) - Kekerasan
- Susut bobot - Warna
- Uji Ogranoleptik
Laju respirasi pada tahap kedua dilakukan dengan sistem tertutup. Udara di
dalam chamber tidak dikembalikan pada kondisi normal dan laju respirasi diukur
tiap jam selama 24 jam. Laju produksi gas CO2 atau O2 (ml/kg/jam) selama
respirasi pada ruang tertutup dihitung dengan persamaan:
dt dx W
V
R (1)
dimana:
R = laju respirasi (ml/kg/jam) W = berat segar produk (kg) V = volume bebas ruangan (ml) t = waktu (jam)
x = kosentrasi gas CO2 dan O2 (%)
Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dihitung berdasarkan persentase penurunan bobot bahan
sejak awal sampai akhir penyimpanan, dinyatakan dengan persamaan:
Susut bobot (%) = x 100% Wi
Wa
-Wi
(2)
dimana:
Wi = bobot bahan awal penyimpanan (g)
Wa = bobot bahan akhir setelah penyimpanan (g)
Kekerasan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum
penusuk dari rheometer model CR-300 yang disetting dengan beban maksimum
10 kg, dan penekanan 15 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan
diameter 5 mm. Pengukuran dilakukan terhadap tiga titik yaitu bagian pangkal,
tengah dan ujung buah. Nilai pengukuran dinyatakan dalam kg-force (kgf).
Warna
Perubahan warna kulit pepaya diukur menggunakan chromameter Minolta
Total Padatan Terlarut (TPT)
Pengukuran TPT dilakukan menggunakan refraktometer. Pasta pepaya
ditempatkan pada lensa refraktometer yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan
aquades. Nilai TPT yang diukur dinyatakan dengan %brix.
Uji Organoleptik
Cita rasa diuji secara organoleptik untuk tujuan konsumen terhadap contoh
produk yang akan diuji dengan jumlah panelis 15 orang. Panelis akan memberikan
penilaian berdasarkan skala mutu hedonik terhadap warna, tekstur, rasa dan
kesegaran.
Uji organoleptik digunakan uji kesukaan yang meliputi warna, rasa,
kekerasan dan testur dengan 15 orang panelis. Skala yang digunakan antara 1-7
yaitu: 1 = sangat tidak suka, 2 = agak tidak suka, 3 = tidak suka, 4 = netral, 5 =
agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka.
Tabel 3 Formulir uji organoleptik
Panelis : ……….. Komoditi : Pepaya IPB 1
Pekerjaan : ……….. Tanggal : ……….
Berilah tanda () dalam kolom dibawah ini
Skor Warna Rasa Tekstur Kesegaran
Sangat suka Suka Agak suka Netral Tidak Suka Agak tidak suka Sangat tidak suka
Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2
ulangan. Faktor pertama konsentrasi etilen untuk pematangan yang terdiri dari 50,
100 dan 150 ppm. Faktor kedua adalah suhu penyimpanan pepaya yaitu 20 dan
25oC. Model rancangan acak lengkap faktorial adalah sebagai berikut:
dimana:
Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor α dan taraf ke-j dari faktor )
µ = Nilai rata-rata umum
αi = Pengaruh jumlah etilen ke-i (i = 50, 100, 150)
j = Pengaruh suhu penyimpanan ke-j (j = 20 dan 25oC)
(α)ij = Pengaruh interaksi jumlah etilen ke-i dengan suhu penyimpanan ke-j ε ijk = Galat percobaan jumlah etilen ke-i, suhu ke-j dan ulangan ke-k.
Analisis data menggunakan analisis ragam. Jika hasil analisis ragam berbeda
nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan multi range test untuk melihat perlakuan
mana yang berbeda. Persamaan untuk menghitung uji lanjut Duncan multi range
test yaitu:
Rp = rp(α, p, dbg) Y
S (4)
r KTG
Y
S (5)
dimana:
α = Nilai tabel Duncan pada taraf nyata α p = Jarak peringkat 2 perlakuan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi
Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan
perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen. Semakin renda h
laju respirasi buah memberikan umur simpan buah yang semakin panjang. Laju
respirasi buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan dihitung berdasarkan produksi
CO2 dan konsumsi O2. Perubahan laju respirasi pepaya IPB 1 selama
penyimpanan mengalami peningkatan dan menurun pada akhir penyimpanan
(Lampir an 2 dan 3).
Pada suhu ruang, laju respirasi mengalami kenaikan produksi CO2 sebesar
26.02 ml/kg jam dan laju konsumsi O2 sebesar 20.7 ml/kg jam pada hari ke-4,
penurunan laju respirasi terjadi sampai hari ke-8 tetapi pada hari ke -16 laju respirasi
naik dengan tajam sehingga laju produksi CO2 61.85 ml/kg jam dan konsumsi O2
56.6 ml/kg jam. Hal ini dikarenakan pada buah pepaya di dalam toples ditumbuhi
kapang yang melakukan aktivitas sehingga terjadi peningkatan produksi CO2.
Wills et al. (1981) menjelaskan bahwa penurunan laju respirasi setelah puncak
klimakterik disebabkan adanya jumlah adenosin dipospat (ADP) yang bertindak
sebagai aseptor. Selain itu, konsentrasi pospat dan mitokondria sebagai konsentrasi
adenosin tripospat (ATP) dalam reaksi metabolik juga menurun. Ditambahkan
Pantastico (1989) kenaikkan laju respirasi mendadak menunjukkan bahwa pada suhu
ruang terjadi proses klimakterik.
Pengukuran laju respirasi hari ke-12 pada suhu 10oC untuk laju produksi CO2 sebesar 27.38 ml/kg jam dan konsumsi O2 sebesar 25.4 ml /kg jam. Untuk
suhu 15oC rata-rata produksi CO2 adalah 32.31 ml/kg jam dan konsumsi O2 30.7
ml/kg jam. Sedangkan laju respirasi pada suhu 5oC hari ke-4 paling rendah yaitu produksi CO2 4.41 ml/kg jam dan konsumsi O2 3.1 ml/kg jam, dapat dilihat pada
0 10 20 30 40 50 60
0 4 8 12 16
Lama penyimpanan (hari)
Laju produksi CO
2
(ml/kg jam) Suhu ruang
[image:50.612.189.449.286.442.2]Suhu 5 C Suhu 10 C Suhu 15 C
Gambar 4 Laju produksi CO2 selama penyimpanan buah pepaya IPB 1 pada
suhu 5oC, 10oC, 15oC dan suhu ruang.
0 10 20 30 40 50 60 70
0 4 8 12 16
Lama penyimpanan (hari)
Laju konsumsi O
2
(ml/kg jam) suhu ruang
suhu 5 C suhu 10 C suhu 15 C
Gambar 5 Laju konsumsi O2 selama penyimpanan buah pepaya IPB 1 pada
suhu 5oC, 10oC, 15oC dan suhu ruang.
Penyimpanan pada suhu 5oC memberikan nilai laju respirasi terendah dibandingkan dengan suhu ruang, 10 dan 15oC. Buah pepaya yang disimpan pada suhu 5oC terlihat segar, namun setelah disimpan pada suhu yang lebih tinggi maka buah pepaya mengalami perubahan warna kulit buah hijau kehitam-hitaman
dan buah tidak dapat matang hal ini disebut dengan chilling injury (Gambar 6) .
Muchtadi dan Sugiono (1989) menjelaskan bahwa suhu rendah dapat menghambat
proses respirasi, aktivitas mikroorganisme dan enzim. Semakin tinggi suhu maka
laju respirasi semakin cepat hingga mencapai suhu optimum dan kecepatan
respirasi menurun kembali bila batas suhu optimum telah terlewati. Ditambahkan
21
bahwa laju respirasi kimia dan biokimia meningkat 2-3 kali lipat untuk setiap
kenaikan suhu sebesar 10oC.
Besarnya perbedaan lonjakan laju respirasi pada penyimpanan suhu 10dan
15oC maka dapat dikatakan bahwa penyimpanan pada suhu 10oC dapat
menghambat laju respirasi buah pepaya, aktifitas enzim, reaksi-reaksi
kimia-biokimia maupun pertumbuhan mikroorganisme. Hingga hari terakhir
penyimpanan suhu 10oC kondisi buah pepaya masih tetap segar, warna kulit tetap hijau dan buah tetap keras, untuk selanjutnya suhu 10oC akan digunakan dalam penyimpanan pepaya sebe lum dilakukan pematangan buatan.
(a) (b)
(c) (d)
[image:51.612.131.511.273.589.2]mengevaluasi sifat proses respirasi. Sifat proses respirasi ditentukan dar i
perbandingan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 yang dinyatakan dengan
nilai RQ (Respiration Quotient) pada Tabel 4.
Tabel 4 Rata-rata laju respirasi dan RQ (Respiration Quotient) buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan
Rata-rata laju respirasi Suhu (oC) Produksi CO2
(ml/kg jam)
Konsumsi O2
(ml/kg jam)
RQ
Suhu ruang 32.8 27.9 1.17
5oC 2.6 2.9 0.88
10oC 11.7 9.7 1.20
15oC 15.0 13.2 1.13
Nilai RQ pada suhu ruang sebesar 1.62 berarti Nilai RQ > 1 maka substra t
yang dipakai adalah asam-asam organik. Untuk suhu 10 dan 15oC nilai RQ = 1 maka substrat yang dipakai dalam respirasi adalah glukosa, sedangkan pada suhu
5oC apabila RQ < 1 maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi misalnya substrat yang dipakai mempunyai perbandingan O2 terhadap karbon ya ng lebih kecil dari
pada heksosa, oksidasi belum selesai dan CO2 yang digunakan masih melakukan
sintesa dalam pembentukkan asam oksaloasetat dan asam malat dari piruvat dan
CO2 (Muc htadi 1992) .
Hasil analisis ragam (Lampiran 7 dan 8) terlihat bahwa pada perlakuan lama
penyimpanan berpengaruh nyata (P 0.05) terhadap laju respirasi buah pepaya
selama penyimpanan. Hasil uji lanjut menggunakan Duncan pada taraf 5%
menunjukkan bahwa laju res pirasi berbeda nyata pada penyimpanan hari ke-4 dan 8
namun tidak berbeda nyata pada hari ke 12 dan 16.
Peng aruh Suhu Penyimpanan Te rhadap Mutu Buah Pepaya
Hasil pengamatan suhu penyimpanan dingin terhadap mutu buah dalam
mempertahankan kesegaraan buah pepaya, penggunaan suhu rendah sampai batas
tertentu selama penyimpanan dapat memperpanjang fase praklimakterik sehingga
23
buah segar ditunjukkan dengan penurunan laju pematangan dan pencegahan
kerusakan fisik serta biologis yang meliputi TPT dan kekerasan.
Total Padatan Terlarut (TPT)
Kandungan TPT selama penyimpanan mengalami peningkatan dan pada
akhirnya terjadi penurunan. Winarno dan Wirakartakusumah (1981) menjelaskan
bahwa pada saat terjadinya proses respirasi maka terjadi pemecahan oksidatif dari
bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat, lemak dan protein yang
menyebabkan pati turun dan gula sederhana terbentuk. Ditambahkan Winarno
(2002), peningkatan gula terjadi karena akumulasi gula sebagai hasil degradasi
pati sedangkan penurunan TPT terjadi karena sebagian gula digunakan untuk