STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN
SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT
KOTA BINJAI SUMATERA UTARA
NAVISA FAIRUZ 100302035
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN
SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT
KOTA BINJAI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
NAVISA FAIRUZ 100302035
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN
SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT
KOTA BINJAI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
NAVISA FAIRUZ 100302035
Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Usulan : Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Sungai Bingai Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai Sumatera Utara
Nama : Navisa Fairuz
NIM : 100302035
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hasan Sitorus, M.S Indra Lesmana. S.Pi, M.Si
Ketua Pembimbing Anggota Pembimbing
Mengetahui
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Struktur Komunitas
Makrozoobenthos di Perairan Sungai Bingai Kecamatan Binjai Barat Kota
Binjai Sumatera Utara”, menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya
dan bukan merupakan duplikasi sebagian atau seluruhnya dari karya orang lain,
kecuali bagian yang sumber informasi dicantumkan.
Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya secara sadar dan
bertanggung jawab dan saya bersedia menerima sanksi pembatalan skripsi apabila
terbukti melakukan duplikasi terhadap skripsi atau karya ilmiah orang lain yang
sudah ada.
Medan, Januari 2015
Navisa Fairuz
NIM. 100302035
ABSTRAK
NAVISA FAIRUZ. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai
Bingai Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai. Dibimbing oleh HASAN SITORUS
dan INDRA LESMANA.
Sungai Bingai merupakan perairan dimana dilakukannya beragam aktifitas manusia yang dapat menyebabkan pencemaran dan penurunan kadar kualitas air di sungai tersebut. Pengkajian kualitas perairan dapat diketahui dengan analisis biologi seperti makrozoobentos. Penelitian mencakup pengambilan dan pengidentifikasian makrozoobentos dan pengukuran parameter fisika kimia perairan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di perairan Sungai Bingai terdapat 3 kelas yang terdiri dari 7 genus. Kelas gastropoda yang banyak ditemukan di Sungai Bingai Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai. Pada setiap stasiun menunjukkan nilai keanekaragaman jenis makrozoobenthos sedang. Perairan Sungai Bingai tidak memiliki jenis makrozoobenthos yang mendominansi karena nilai yang diperoleh mendekati 0.
ABSTRACT
NAVISA FAIRUZ. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai
Bingai Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai. Dibimbing oleh HASAN SITORUS
dan INDRA LESMANA.
Sungai Bingai merupakan perairan dimana dilakukannya beragam aktifitas manusia yang dapat menyebabkan pencemaran dan penurunan kadar kualitas air di sungai tersebut. Pengkajian kualitas perairan dapat diketahui dengan analisis biologi seperti makrozoobentos. Penelitian mencakup pengambilan dan pengidentifikasian makrozoobentos dan pengukuran parameter fisika kimia perairan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di perairan Sungai Bingai terdapat 3 kelas yang terdiri dari 7 genus. Kelas gastropoda yang banyak ditemukan di Sungai Bingai Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai. Pada setiap stasiun menunjukkan nilai keanekaragaman jenis makrozoobenthos sedang. Perairan Sungai Bingai tidak memiliki jenis makrozoobenthos yang mendominansi karena nilai yang diperoleh mendekati 0.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 20 Januari
1993. Penulis merupakan putri ketiga dari empat
bersaudara dari ayah Desprianto dan Ibu Jurmiah.
S.Pdi. Penulis menyelesaikan pendidikan di Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) Binjai pada tahun 2010 dan pada
tahun 2010 penulis diterima di Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB/UMB).
Penulis melaksanakan Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Unit
Pelaksana Teknis Daerah Pusat Informasi dan Pengembangan Ikan Hias (UPTD
PIP Ikan Hias) di Medan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013. Selama
mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif sebagai Anggota seksi Minat dan
Bakat , Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMMASPERA)
tahun 2011 – 2012 dan sebagai sekretaris bidang Keolahragaan, Pemerintahan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Sungai Bingai Kecamatan
Binjai Barat Kota Binjai Sumatera Utara”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibunda
Jurmiah S.Pdi dan Ayahanda Desprianto, Abangda Muhammad Fadhli, SH.
Kakanda Raudha Fadila Isna, S.Pd, serta Adinda Putri Sakina Najwa yang selalu
memberikan do’a dan dukungan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
seluruh keluarga besar penulis. Serta kepada Bapak R. Gatot Pahlawan, kepala
UPTD BBI Tuntungan yang juga telah memberikan banyak inspirasi dalam
penulisan skripsi ini
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hasan
Sitorus, M.S selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Indra Lesmana, S.Pi
M.Si selaku anggota komisi pembimbing serta Pegawai dan Seluruh Staf Pengajar
di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.
Terima kasih juga diucapkan kepada Kepala Kesatuan Bangsa Politik dan
Linmas Kota Binjai, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota
Binjai yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian sehingga penelitian
dalam keadaan lancar. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku Kepala Laboratorium Riset dan Teknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan Bapak Rudi selaku analis
Terima kasih kepada Atikah Asry, S.Pi, Teuku Irfan L Setiady,
Muhammad Zulfahmi, Rianda Putra, Irfandhi Hamzah Nasution, Ronald Fadli
Naibaho, Rewaldy Inson Siregar, Khairunnisa, S.Pi, Siti Aisyah, S.Pi, Windy,
Madiah Handayani, Eulis Safina, S.Pi, Friyuanita Lubis, S.Pi, Heri Syahputra
Siregar, Andreas Humala Marpaung, Maria Christie Sembiring, S.Pi dan
teman-teman mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan 2010 yang telah memberikan
bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis berharap semoga skripsi
ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan pada bidang Manajemen
Sumberdaya Perairan.
Medan, Januari 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
Hasil ... 19
Parameter Fisika Kimia Perairan pada Setiap Stasiun ... 19
Struktur Komunitas Makrozoobentos ... 19
Analisis Data ... 20
Komposisi Jenis ... 20
Kepadatan Makrozoobentos ... 21
Indeks Keanekaragaman Jenis ... 21
Indeks Keseragaman Jenis ... 22
Indeks Dominansi Jenis... 23
Pembahasan ... 24
Parameter Fisika Kimia Perairan pada Setiap Stasiun ... 25
Analisis Data ... 26
Komposisi Jenis ... 26
Kepadatan Makrozoobentos ... 28
Indeks Keanekaragaman Jenis ... 29
Indeks Keseragaman Jenis ... 30
Indeks Dominansi Jenis... 30
KESIMPULAN DAN SARAN ... 31 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran ... 3
2. Peta Lokasi Penelitian ... 12
3. Foto Lokasi Stasiun I ... 13
4. Foto Lokasi Stasiun II ... 14
5. Foto Lokasi Stasiun III ... 14
6. Kepadatan makrozoobentos ... 21
7. Indeks Keanekaragaman Jenis ... 22
8. Indeks Keseragaman Jenis ... 22
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
10. Nilai Parameter Fisika Kimia Perairan Sungai Bingai ... 19
11. Klasifikasi Makrozoobenthos ... 20
ABSTRAK
NAVISA FAIRUZ. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai
Bingai Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai. Dibimbing oleh HASAN SITORUS
dan INDRA LESMANA.
Sungai Bingai merupakan perairan dimana dilakukannya beragam aktifitas manusia yang dapat menyebabkan pencemaran dan penurunan kadar kualitas air di sungai tersebut. Pengkajian kualitas perairan dapat diketahui dengan analisis biologi seperti makrozoobentos. Penelitian mencakup pengambilan dan pengidentifikasian makrozoobentos dan pengukuran parameter fisika kimia perairan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di perairan Sungai Bingai terdapat 3 kelas yang terdiri dari 7 genus. Kelas gastropoda yang banyak ditemukan di Sungai Bingai Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai. Pada setiap stasiun menunjukkan nilai keanekaragaman jenis makrozoobenthos sedang. Perairan Sungai Bingai tidak memiliki jenis makrozoobenthos yang mendominansi karena nilai yang diperoleh mendekati 0.
ABSTRACT
NAVISA FAIRUZ. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai
Bingai Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai. Dibimbing oleh HASAN SITORUS
dan INDRA LESMANA.
Sungai Bingai merupakan perairan dimana dilakukannya beragam aktifitas manusia yang dapat menyebabkan pencemaran dan penurunan kadar kualitas air di sungai tersebut. Pengkajian kualitas perairan dapat diketahui dengan analisis biologi seperti makrozoobentos. Penelitian mencakup pengambilan dan pengidentifikasian makrozoobentos dan pengukuran parameter fisika kimia perairan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di perairan Sungai Bingai terdapat 3 kelas yang terdiri dari 7 genus. Kelas gastropoda yang banyak ditemukan di Sungai Bingai Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai. Pada setiap stasiun menunjukkan nilai keanekaragaman jenis makrozoobenthos sedang. Perairan Sungai Bingai tidak memiliki jenis makrozoobenthos yang mendominansi karena nilai yang diperoleh mendekati 0.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran
penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air
(catchment area) bagi daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya.
Sebagai suatu ekosistem, perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik
dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang
saling mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu
sama lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas
ekosistem tersebut (Setiawan, 2009)
Sungai adalah badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin dan
jernih serta mengandung sedikit sedimen makanan. Aliran air dan gelombang
secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan
ketinggian dan garis lintang. Salah satu sungai di kota Binjai Provinsi Sumatera
Utara yang dimanfaatkan untuk kepentingan sumber kebutuhan sehari-hari oleh
masyarakat setempat adalah sungai Bingai dimana sungai ini memiliki hulu
sungai yang terletak di Namukur Kabupaten Langkat.
Seperti sungai pada umumnya, Sungai Bingei juga mengalami pencemaran
yang ditimbulkan akibat dari limbah domestik dan limbah pertanian yang
menyebabkan kualitas air diperairan air tersebut menurun dan warna air di sungai
tersebut kecoklatan. Kondisi perairan tersebut akan mempengaruhi kehidupan
Makrozoobenthos berperan penting dalam proses mineralisasi dan
pendaur-ulangan bahan organik maupun sebagai salah satu sumber makanan bagi
organisme konsumen yang lebih tinggi. Selain itu benthos berfungsi juga menjaga
stabilitas dan geofisika sedimen. Penurunan komposisi, kelimpahan dan
keanekaragaman dari makrozoobenthos biasanya merupakan indikator adanya
gangguan ekologi yang terjadi pada sungai tersebut. Oleh karena itu peran
makrozoobenthos dalam keseimbangan ekosistem perairan dapat menjadi
indikator kondisi ekologi terkini pada kawasan sungai tersebut (Setiawan, 2009).
Perumusan Masalah
Sungai Bingei yang terletak di Binjai Kota merupakan sungai yang
melintasi beberapa kabupaten dan kota diantaranya daerah hulu Kotalimbau,
Kecamatan Namoukur, Kabupaten Deli Serdang kearah hilir antara Kota Binjai
dan Kecamatan Selesai Kabupaten Deli Serdang. Sungai Bingai digunakan untuk
aktifitas manusia seperti pertanian, keperluan sehari-hari dan kegiatan keramba
jarring apung (KJA).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan permasalahan yang terjadi
antara lain:
1. Bagaimana kualitas air Sungai Bingei akibat dampak dari aktifitas
manusia didaerah perairan tersebut?
2. Bagaimana struktur komunitas makrozoobenthos di perairan Sungai
Bingai Kecamatan Binjai Barat dikaitkan dengan parameter fisika
Kerangka Pemikiran
Sungai Bingai merupakan perairan dimana dilakukannya beragam aktifitas
manusia yang dapat menyebabkan pencemaran dan penurunan kadar kualitas air
di sungai tersebut. Adanya penurunan kualitas air di Sungai Bingai tersebut
mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos didalamnya. Dari sinilah di
lakukan penelitian mengenai struktur komunitas makrozoobenthos dengan
pengambilan beberapa sampel air untuk diteliti. Dapat dilihat seperti kerangka
pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Sungai Bingai
Limbah Pertanian Limbah Rumah Tangga
Pencemaran Air
Struktur Komunitas Makrozoobenthos
Aktivitas Manusia
Parameter Fisika Parameter Kimia
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis struktur komunitas makrozoobentos di Sungai Bingai
Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai Sumatera Utara
2. Menganalisis parameter fisika kimia dikaitkan dengan struktur komunitas
makrozoobenthos di perairan Sungai Bingai Kecamatan Binjai Barat
Sumatera Utara.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :
1. Sebagai sumber belajar untuk menambah pengetahuan tentang
Makrozoobenthos.
2. Untuk memberikan informasi dan pedoman bagi masyarakat sekitar dalam
pemanfaatan Sungai Bingai
3. Sebagai acuan dalam pengelolaan dan pelestarian biota Sungai Bingai di
TINJAUAN PUSTAKA
Sungai
Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan
untuk keperluan manusia seperti tempat penampungan air, alat transportasi,
mengairi sawah dan keperluan peternakan, keperluan industri, perumahan, sebagai
daerah tangkapan air, pengendali banjir, ketersediaan air, irigasi, tempat
memelihara ikan dan juga sebagai tempat rekreasi. Sebagai tempat penampungan
air maka sungai dan situ mempunyai kapasitas tertentu dan ini dapat berubah
karena aktivitas alami maupun antropogenik. Sebagai contoh pencemaran sungai
dan situ dapat berasal dari (1) tingginya kandungan sedimen yang berasal dari
erosi, kegiatan pertanian, penambangan, konstruksi, pembukaan lahan dan
aktivitas lainnya; (2) limbah organic dari manusia, hewan dan tanaman (3)
kecepatan pertambahan senyawa kimia yang berasal dari aktivitas industri yang
membuang limbahnya ke perairan (Hendrawan, 2005).
Ketiga hal tersebut merupakan dampak dari meningkatnya populasi
manusia, kemiskinan dan industrialisasi. Penurunan kualitas air akan menurunkan
dayaguna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari
sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya
alam. Untuk menjaga kualitas air agar tetap pada kondisi alamiahnya, perlu
dilakukan pengelolaan dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana
(Hendrawan, 2005).
Menurut Dinas PU, sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai
sedangkan PP No. 35 Tahun 1991 tentang sungai, Sungai merupakan
tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai
muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis
sempadan.
Makroozobenthos Dan Peranannya
Bentos merupakan organism air hidupnya terdapat pada substrat dasar
suatu perairan baik bersifat sesil maupun vigil. Berdasarkan sifat hidupnya bentos
dibedakan menjadi fitobentos yang bersifat tumbuhan serta zoobentos yang
bersifat hewan (Barus, 2004).
Bentos organisme dasar perairan, baik berupa hewan maupun tumbuhan,
baik yang hidup di permukaan dasar ataupun dasar perairan. Berdasarkan ukuran
tubuhnya, bentos dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu makrobentos,
mesobentos, dan mikrobentos. Makrobentos merupaka organisme yang
mempunyai ukuran lebih dari 1,0 milimeter seperti molusca, mesobentos
merupakan organisme yang mempunyai ukuran 0,1 – 1,0 milimeter seperti cidaria
dan mikrobentos merupakan organisme yang memliki ukuran kurang dari 0,1
milimeter (Fachrul, 2007 diacu oleh Iliana, 2014).
Makrozoobentos merupakan organisme yang menempati substrat dasar
perairan, baik di atas maupun di dalam sedimen dasar perairan. Organisme ini
dapat dibagi menjadi dua grup besar yaitu makrozoobentos dan mikrozoobentos.
Makrozoobentos adalah organisme yang tersaring dengan saringan. Kehidupan
makrozoobentos dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik yang
dasar, kandungan kimia dan fisika air, serta kecepatan arus (Moss, 1980; Lind,
1985; Horne and Goldman, 1994 diacu oleh Sitepu, 2012).
Perubahan peruntukan kawasan tanpa pengendalian yang tepat dapat
menyebabkan perubahan kualitas lingkungan perairan. Makrozoobentos
merupakan salah satu organisme akuatik menetap di dasar perairan yang memiliki
pergerakan relative lambat serta daur hidup relatif lama sehingga memiliki
kemampuan merespon kondisi kualitas air secara terus menerus. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa komponen biota akuatik (ikan, plankton dan
bentos) dapat difungsikan untuk biomonitoring kondisi lingkungan (Ives et al. 1999 diacu oleh Setiawan dkk. 2008).
Salah satu faktor yang menjadikan makrozoobenthos sebagai bioindikator
untuk kualitas perairan dilihat berdasarkan sifatnya yaitu bersifat ubiquitous yaitu sebarannya luas, jumlah spesies lebih banyak dapat memberikan spektrum respon
terhadap tekanan lingkungan. Selain itu cara hidup makrozoobenthos yang relatif
menetap (sedentary) pada habitatnya dan juga memiliki siklus hidup lebih panjang memungkinkan menjelaskan perubahan temporal (Rosenberg and Resh, 1993
diacu oleh Musthofa, dkk. 2014).
Makrozoobenthos yaitu organisme dasar perairan yang hidup diatas
maupun di dalam sedimen dasar perairan dan relatif hidupnya menetap merayap,
atau menggali lubang. Makrozoobenthos memiliki peranan penting dalam
jaring-jaring makanan. Fase larva dari makrozoobenthos menjadi sumber makanan bagi
sebagian besar organisme yang hidup di daerah estuari. Disamping itu,
makrozoobenthos juga meningkatkan kadar oksigen didalam sedimen atau
yang memiliki habitat hidup relative menetap, pergerakan terbatas, hidup didalam
dan didasar perairan sangat baik digunakan sebagai indikator biologis suatu
perairan. Kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobenthos pun sangat
dipengaruhi oleh perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya
(Ulfah, dkk. 2012).
Berdasarkan cara hidupnya, bentos di bedakan atas 2 kelompok yaitu:
infauna dan epifauna. Infauna adalah kelompok makrozoobentos yang hidup
terbenam di dalam lumpur (berada di dalam substrat), sedangkan epifauna adalah
kelompok makrozoobentos yang menempel di permukaan dasar perairan.
Keberadaan hewan akuatik seperti hewan bentos dapat digunakan sebagai
parameter biologi dalam pemantauan kualitas air sungai secara kontinyu, karena
hewan bentos dapat menghabiskan seluruh hidupnya di lingkungan tersebut.
Dalam memantau kualitas air sungai secara biologi, idealnya melibatkan seluruh
komunitas (full community) yang melibatkan seluruh taksa yang ada pada tingkat
tropik (tropic lavel) yang berbeda, namun hal ini sangat sulit dilakukan sehingga
dalam prakteknya digunakan kelompok tunggal (single group) seperti
makroinvertebrata bentik ( Firstyananda, 2012).
Kelompok makrozoobenthos merupakan kelompok hewan yang relatif
menetap di dasar perairan dan kerap digunakan sebagai petunjuk biologis
(indikator) kualitas perairan. Pada saat ini penggunaan bioindikator menjadi
sangat penting untuk memperlihatkan hubungan antara lingkungan biotik dengan
non-biotik. Bioindikator atau indikator ekologis merupakan taksa atau kelompok
oleh tekanan lingkungan akibat dari kegiatan manusia dan destruksi sistem biotic
(McGeoch, 1998 dalam Alis dan Fajar, 2007 dalam Zulkifli. Dkk. 2012).
Peranan makrozoobentos dalam perairan sangat penting sekali, terutama
dalam struktur rantai makanan dan struktur rantai aliran energi, dimana dalam
suatu ekosistem sungai, makrozoobentos bertindak sebagai konsumen primer
(herbivor) dan konsumen sekunder (karnivor), selanjutnya mereka akan dimakan
oleh top carnivor. Kebanyakan tipe makannya mikrofagus, makrofagus dan
detritivor. Sebagai makanannya antara lain: fitoplankton, alga, perifiton,
makrofita, bakteri, senyawa organik di dalam lumpur, zooplankton, maupun
sesama makrozoobentos. Demikian pentingnya peranan makrozoobentos dalam
ekosistem, sehingga bila makrozoobentos terganggu, akan menyebabkan
ekosistem akan terganggu pula ( Sitepu, 2012)
Selanjutnya Odum (1993) membedakan hewan benthos berdasarkan
caramakannya, yaitu pemakan penyaring (filter feeder), contohnya kerang dan
pemakan deposit (deposit feeder), contohnya siput. Disamping itu, benthos dapat
juga dibedakan berdasarkan pergerakannya yaitu hewan bentik yang hidupnya
menetap (sesil) dan hewan bentik yang hidupnya relative berpindah ( motil).
Benthos adalah organisme yang melekat pada dasar perairan atau yang
hidup dalam sedimen di dasar perairan (Odum, 1993). Organisme ini mempunyai
peranan yang cukup penting dalam mempercepat proses dekomposisi materi
organik. Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detritivor, dapat
menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang
masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga
perairan. Benthos juga merupakan sumber makanan yang alami bagi ikan
(Rosmelina, 2009 dalam Fauziah, dkk, 2012).
Makrozoobenthos merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh
adanya bahan pencemar kimiawi serta keberadaan lumpur, pasir dan arus air. Hal
ini disebabkan makrozoobenthos pada umumnya tidak dapat bergerak cepat dan
habitatnya di dasar perairan yang merupakan penumpukan bahan pencemar kimia,
lumpur serta pasir. Perubahan substrat dan penambahan bahan pencemar akan
berpengaruh terhadap kepadatan, komposisi dan tingkat keragaman zoobenthos
(Fauziah, dkk, 2012).
Menurut Hasliandah (2003) Zoobentos merupakan hewan yang sebagian
atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang menempel,
merayap maupun menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran penting
dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material
organik yang memasuki perairan, serta menduduki beberapa tingkatan trofik
dalam rantai makanan. Keragaman jenis merupakan parameter yang sering
digunakan untuk mengetahui tingkat kestabilan yang mencirikan kekayaan jenis
dan keseimbangan suatu komunitas. Faktor-faktor tang mempengaruhi keragaman
jenis dan dominasi antara lain kerusakan habitat alami, pencemaran kimiawi, dan
perubahan iklim.
Kelompok organisme yang dominan yang meyusun makrozoobenthos
adalah dari kelompok Polychaeta, Crustacea, Echinodermata dan moluska.
Polychaeta banyak terdapat sebagai organisme pembentuk tabung dan penggali,
Crustacea terutama golongan Ostracoda yang umumnya mendiami daerah
Gastropoda yang hidup di permukaan, serta Echinodermata terutama dari bintang
laut atau bintang ular (Haslindah, 2003).
Menurut Mason (1981) dalam Setiawan (2009) beberapa alasan
makroozobenthos sering digunakan sebagai bioindikator pencemaran di suatu
lingkungan perairan adalah sebagai berikut:
1. Prosedur samplingnya relative sudah berkembang dimana telah tersedia
kunci identifikasi untuk sebagian besar kelompok biota
2. Hidup menetap (sesil) dan mobilitasnya rendah sehingga dapat digunakan
untuk menduga kualitas suatu perairan fimana komunitas organisme
tersebut berada.
3. Organisme ini mudah ditangkap dan dianalisis. Pada dasarnya, jika limbah
organik dibuang kesuatu basan perairan, maka akan timbul serangkaian
peristiwa seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini menciptakan kondisi
lingkungan yang berbeda dan mengasilkan komunitas akuatik yang
berubah secara suksesif di bperairan tersebut. Struktur komunitas
makrozoobenthos dalam konfisi perairan tertentu.
Komunitas adalah populasi yang hidup pada suatu lingkungan tertentu atau
habitat fisik tertentu yang saling berintertaksi dan secara bersama
membentuk tingkat trofik. Didalam komunitas, jenis organisme yang
dominan akan mengendalikan komunitas tersebut, sehingga jika jenis
organisme yang dominan tersebut hilang akan menimbulkan
perubahan-perubahan penting dalam komunitas, bukan hanya komunitas biotiknya
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan
September 2014 di perairan Sungai Bingai, Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai
Sumatera Utara.
Deskripsi Area Penelitian
Sungai Bingei merupakan sungai yang mengaliri sepanjang kota Binjai.
Air disungai ini berwana kecoklatan dan terkadang dibeberapa tempat
mengeluarkan bau yang tidak sedap sehingga dapat mengganggu lingkungan
disekitarnya. Meski begitu banyak warga yang tinggal di pinggiran sungai tersebut
melakukan aktivitas sehari-hari menggunakan air tersebut, misalnya untuk MCK,
mengairi sawah atau kegiatan keramba jarring apung. Adapun peta dari Sungai
Bingei dapat dilihat dari Gambar 2.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air sungai,
alkohol 70%. Alat-alat yang digunakan adalah Surber net, pipet tetes, bola duga,
stopwatch, pH meter, termometer, peralatan untuk titrasi, ice box, botol sampel, kantong plastik, kertas label dan alat-alat tulis.
Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sampling dan
prosedur penelitian menggunakan purposive sampling dimana perairan Sungai
Bingei dijadikan sebagai lokasi penelitian. Data yang diperoleh merupakan data
primer berupa pengukuran dari parameter kualitas air seperti fisika, kimia serta
biologi (makrozoobenthos), yang diukur langsung di lapangan dan kemudian
dianalisis di laboratorium.
Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel di tiga stasiun.
Stasiun I yaitu di Jembatan Besi berada di tengah-tengah atau pusat Kota Binjai
yang merupakan daerah Pemukiman. Lokasi stasiun I dapat dilihat pada Gambar
3.
Kemudian Stasiun II dari penelitian ini berada di Payaroba yang
merupakan tempat kegiatan keramba jaring apung, dimana pada keramba tersebut
membudidayakan Ikan Nila Thailand atau Nila Bangkok. Lokasi penelitian pada
Stasiun II tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Foto Lokasi Stasiun II
Lalu kemudian Stasiun III terletak diantara pertemuan dua sungai besar di
Kota Binjai yaitu Sungai Bingei dan Sungai Mencirim. Lokasi ini merupakan hilir
dari kedua sungai tersebut yang kemudian mengalir hingga ke Deli Serdang.
Teknik Pengambilan Sampel Makrozoobenthos
Makrozoobenthos diambil dengan menggunakan Surber net. Setelah
sampel diperoleh lalu disaring setelah itu dimasukkan kedalam botol sampel dan
diawetkan dengan menggunakan alkohol 70% dan diberi label menurut stasiun
pengambilan sampel. Setelah itu sampel diidentifikasi di Laboratorium
Parameter Penelitian
Parameter utama yang diukur adalah :
- Komposisi jenis
- Kepadatan makrozoobentos
- Indeks keanekaragaman jenis
- Indeks keseragaman jenis
- Indeks dominansi jenis
Parameter pendukung adalah faktor fisika kimia perairan antara lain :
- Suhu diukur dengan termometer
- pH diukur dengan menggunakan pH meter.
- Oksigen terlarut diukur dengan menggunakan metode titrasi Winkler.
- BOD (Biochemical Oxygen Demmand) diukur menggunakan titrasi
Winkler.
- Kecepatan arus diukur dengan menggunakan bola dan stopwatch
Analisis Data Komposisi Jenis
Komposisi jenis ditentukan dengan perhitungan jumlah spesies dan jumlah
individu pada setiap spesies serta proporsinya, dengan rumus :
P� =��
� � 100%
Keterangan : ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu.
Kepadatan Makrozoobenthos
Kepadatan zoobenthos dapat diukur dengan menghitung jumlah individu
per satuan luas (ind/m2) menurut Odum (1993) dengan rumus :
K =10000��
�
Keterangan: K = Indeks kepadatan (ind/m2)
a = Luas tangkapan atau luas bukaan mulut Ekman grabb (cm2)
b = Jumlah total individu zoobenthos yang tertangkap dalam a (ind).
Indeks Keanekaragaman Jenis
Untuk melihat keanekaragaman jenis zoobenthos digunakan indeks
keanekaragaman Shannon Wienner (Odum, 1993) dengan rumus sebagai berikut :
H′ = � ����
�
�=1
��
Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman jenis
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
Keterangan: H’ < 1; Keragaman rendah, penyebaran individu tiap jenis
rendah dan kestabilan komunitas rendah. 1 ≤ H’ ≤ 3 ; Keragaman sedang,
penyebaran jumlah individu tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas sedang.
H’ > 3; Keragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap jenis tinggi dan
kestabilan komunitas tinggi
Indeks Keseragaman Jenis
Jika terjadi penurunan keanekaragaman maka akan mencapai
keseragaman, maka keseimbangan komunitas tersebar merata. Rumus yang
digunakan untuk Indeks Keseragaman adalah Krebs (1978) diacu oleh Fitriana
(2006) seperti di bawah ini:
E′= H′
Ln S
Keterangan :
E’ = indeks keseragaman (Evenness index) H’= indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
S = jumlah spesies
Kriteria tingkat keseragaman spesies berdasarkan indeks keseragaman (E’)
adalah sebagai berikut:
0 ≤ E < 0,4 : keseragaman rendah
0,4 ≤ E < 0,6 : keseragaman sedang
Indeks Dominansi jenis
Untuk melihat ada atau tidaknya jenis yang mendominasi pada suatu
ekosistem dapat dilihat dari nilai indeks dominansi Simpson (Odum, 1993)
dengan rumus sebagai berikut :
C =�(Pi)2
�
�=1
Keterangan: C = Indeks dominansi jenis
Pi = ni/N
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
Nilai C (indeks dominansi) jenis ini berkisar antara 0-1, jika nilai C
mendekati nol berarti tidak ada jenis yang mendominasi dan apabila nilai C
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Parameter Fisika Kimia Perairan pada Setiap Stasiun Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, nilai parameter fisika kimia
yang diperoleh dari setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Parameter Fisika Kimia Perairan Sungai Bingai pada setiap stasiun
penelitian
Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Fisika:
Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Setiap Stasiun Penelitian
Dari penelitian yang telah dilakukan di Sungai Bingai diperoleh
makrozoobenthos yang di temukan pada 3 stasiun penelitian yang terbagi dalam 7
genus yaitu Littorina, Thiara, Faunus, Melanoides, Quoiya, Tubifex dan Aeshna.
Total individu yang paling banyak ditemukan adalah jenis Thiara. Klasifikasi
makrozoobenthos yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian di perairan sungai
Tabel 2. Klasifikasi Makrozoobenthos yang Diperoleh pada Setiap Stasiun Penelitian di Perairan Sungai Bingai
Kelas Famili Genus Jumlah individu
Gastropoda Thiaridae Faunus 40
Melanoides 251
Thiara 305
Planaxidae Quoiya 21
Littorinidae Littorina 237
Insekta Aeshnidae Aeshna 5
Oligochaeta Tubifisidae Tubifex 5
Analisis Data Komposisi Jenis
Komposisi jenis yang diperoleh selama penelitian di sungai Bingai
berkisar antara 0 – 37,34 %. Stasiun yang memiliki nilai komposisi jenis tertinggi
adalah stasiun 1 dengan nilai 37,34% dan yang terendah juga berada di stasiun 1
dengan nilai 0. Nilai komposisi jenis pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3. Nilai Komposisi Jenis Pada Setiap Stasiun
Nama Genus Komposisi Jenis (%)
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Kepadatan makrozoobentos di perairan Sungai Bingai yang diperoleh
selama penelitian berkisar antara 0,241 – 0,358 ind/m2. Stasiun yang memiliki
0,358 ind/m2. Sedangkan nilai kepadatan makrozoobentos terendah terdapat pada
stasiun 1 dengan nilai 0,241 ind/m2. Nilai kepadatan makrozoobentos yang
terdapat pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram Kepadatan Makrozoobenthos
Indeks Keanekaragaman Jenis
Indeks Keanekaragaman Jenis makrozoobentos di perairan Sungai Bingai
yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 1,27 – 1,42. Stasiun yang
memiliki nilai Indeks Keanekaragaman Jenis tertinggi terdapat pada Stasiun 3
dengan nilai 1,42. Sedangkan nilai Indeks Keanekaragaman Jenis terendah
terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 1,27. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis
yang terdapat pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 7.
0,241 0,265
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
ind/
m
2
Gambar 7. Diagram Indeks Keanekaragaman Jenis
Indeks Keseragaman Jenis
Nilai indeks keseragaman jenis yang diperoleh selama penelitian berkisar
antara 0,73 – 0,79. Indeks keseragaman jenis terendah terdapat pada stasiun 3
yang merupakan wilayah pertemuan sungai dengan nilai 0,73. Sedangkan nilai
indeks keseragaman jenis tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 0,79.
Stasiun 1 merupakan tempat pemukiman penduduk. Nilai Indeks Keseragaman
Jenis yang terdapat pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 8. 1,27
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Indeks Keanekaragaman Jenis
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Indeks Dominansi Jenis
Indeks Dominansi Jenis makrozoobentos di perairan Sungai Bingai yang
diperoleh selama penelitian berkisar antara 0,27 – 0,52. Stasiun yang memiliki
nilai Indeks Dominansi Jenis tertinggi terdapat pada Stasiun 1 dengan nilai 0,52.
Sedangkan nilai Indeks Dominansi Jenis terendah terdapat pada stasiun 3 dengan
nilai 0,27. Nilai Indeks Dominansi Jenis yang terdapat pada setiap stasiun dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Indeks dominansi jenis 0,52
0,3
0,27
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Pembahasan
Parameter Fisika Kimia Perairan pada Setiap Stasiun Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di perairan Sungai
Bingai suhu yang terdapat pada setiap stasiun berkisar antara 26 – 30oC,
pengukuran suhu diantara ketiga stasiun relatif memiliki rentang waktu yang
sama. Nilai suhu terendah yaitu 26 oC, disebabkan oleh pengkuran suhu dilakukan
saat setelah hujan sehingga mempengaruhi suhu diperairan sungai Bingai.
Sedangkan suhu tertinggi adalah 30 oC yang disebabkan pengukuran dilakukan
pada siang hari.
Kecepatan arus pada setiap stasiun berkisar antara 0,1 – 0,6 m/s. Nilai
kecepatan arus terendah yaitu 0,1 m/s diukur pada saat kondisi air yang relatif
bergerak tenang sedangkan kecepatan arus tertinggi dengan yaitu nilai 0,6 m/s
diukur pada saat setelah hujan turun sehingga kecepatan arus air meningkat.
Kecepatan arus disetiap stasiun dapat mempengaruhi kehidupan makrozoobentos
di sungai tersebut.
Nilai kecerahan sungai berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
kecerahan di sungai tempat lokasi penelitian berkisar antara 25 – 90 cm. Tinggi
rendahnya nilai kecerahan didalam suatu perairan dapat dipengaruhi oleh zat-zat
terlarut yang masuk ke dalam air sehingga dapat mempengaruhi masuknya cahaya
matahari kedalam badan air tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Barus (2004)
yang menyatakan banhwa terjadinya penurunan nilai penetrasi cahaya disebabkan
oleh kurangnya intensitas cahaya matahari yang msuk kedalam badan perairan,
adanya kekeruhan oleh zat-zat terlarut. Nilai kecerahan yang terdapat pada lokasi
limbah rumah tangga yang ringan dan pada stasiun 2 merupakan lokasi
pembudidayaan ikan dimana nilai kecerahan 30 – 60 cm cukup baik untuk
produksi perikanan. Sedangkan pada stasiun 3 dengan nilai kecerahan 25 – 60 cm
karena lokasi tersebut merupakan tempat pertemuan 2 sungai antara sungai Bingai
dan sungai Mencirim.
Nilai DO pada setiap stasiun berkisar antara 3,5 – 5 mg/l. Berdasarkan
literatur Wardoyo (1981) yang menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut
yang dapat mendukung kehidupan organisme akuatik secara normal tidak kurang
dari 2 mg/l. Maka dengan nilai konsentrasi DO tersebut dapat dikatakan bahwa
secara keseluruhan perairan sungai Bingai tersebut masih mampu mendukung
kehidupan organisme akuatik didalamnya.
Nilai pH yang diperoleh berkisar antara 6,7 – 8,4. Nilai pH terendah dan
tertinggi terdapat pada stasiun 1. Menurut Odum (1993) yang menyatakan bahwa
perairan dengan pH 6 – 9 merupakan perairan dengan kesuburan yang cukup
tinggi karena memiliki kisaran pH yang dapat membantu dalam proses
perombakan bahan organic yang ada dalam perairan menjadi mineral yang dapat
diasimilasikan oleh organisme perairan. Oleh karena itu, nilai pH disungai Bingai
masih termasuk baik untuk keberlangsungan kehidupan makrozoobentos.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan nilai BOD5 terendah berada pada
stasiun 1 dengan kisaran nilai 1 – 1,5 mg/l. sedangkan nilai BOD5 tertinggi berada
pada stasiun 3 dengan nilai 1 – 1,7 mg/l. menurut Brower dkk., dalam Sitorus
(2008) menyatakan bahwa nilai konsentrasi BOD5 menunjukkan suatu kualitas
perairan masih tergolong baik apabila konsumsi O2 selama 5 hari berkisar sampai
oraganisme yang dijumpai smembuktikan bahwa sungai Bingai masih tergolong
baik untuk kehidupan organisme.
Kadar organik substrat yang diuji dalam penelitian ini adalah kandungan C
organik yang terdapat didalam substrat. Nilai C organik tertinggi terdapat pada
stasiun 3 dengan nilai 0,22 %. Ini disebabkan karena pada stasiun 3 merupakan
tempat pertemuan 2 sungai antara sungai Bingai dan sungai Mencirim. Kedua
sungai tersebut sama-sama membawa zat-zat organik yang terbawa arus lalu
kemudian bertemu disatu titik sehingga terjadi percampuran zat-zat organik.
Selain itu, dari pengukuran zat organik ini dapat diketahui jenis substratnya,
seperti pada stasiun 3 yang kandungan C organiknya tertinggi memiliki jenis
substrat yang berlumpur. Sedangkan pada stasiun 1 nilai C organiknya terendah
memiliki jenis substrat yang berpasir.
Analisis Data Komposisi Jenis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di sungai Bingai
Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai Sumatera Utara, ditemukan sekitar 7 jenis
makrozoobenthos yang terdiri dari 3 Kelas yang terdiri dari Gastropoda, Insekta,
dan Oligochaeta. Pada Kelas Gastropoda terdapat 3 Famili yaitu Famili Thiaridae, Planaxidae, Littorinidae. Sedangkan pada Kelas Insekta Terdapat Famili
Aeshnidae dan pada Kelas Oligochaeta terdapat Famili Tubifisidae. Family
Thiaridae ditemukan 3 genus yakni Faunus, Melanoides dan Thiara. Famili
Planaxidae ditemukan 1 genus yaitu Quoiya dan Famili Littorinidae ditemukan 1
genus Aeshna dan pada kelas Oligochaeta terdapat 1 Famili yaitu Tubifisisdae dengan genus Tubifex.
Komposisi jenis tertinggi untuk stasiun 1 adalah Melanoides, nilai
Komposisi Jenis untuk Melanoides yaitu 37,34 % . Untuk jenis Thiara juga
memiliki nilai komposisi jenis yang tinggi pada stasiun 1 dengan nilai 34,02%
nilai komposisi jenis terendah di stasiun 1 yaitu Aeshna dan Tubifex dengan nilai 0
ini dikarenakan Aeshna dan Tubifex kurang mampu untuk dapat bertahan pada
substrat berpasir yang terdapat pada stasiun 1, oleh sebab itu genus Aeshna dan
Tubifex sulit ditemukan di stasiun 1 tersebut.
Untuk genus Thiara dan Littorina termasuk jenis makrozoobentos yang
mudah ditemukan pada stasiun 2. Thiara memiliki nilai komposisi jenis tertinggi di stasiun 2 dengan nilai 35,84 % sedangkan Littorina memiliki nilai komposisi jenis berkisar 34,71 %. Nilai komposisi jenis terendah pada stasiun 2 yaitu jenis
Tubifex dengan nilai komposisi jenis 0 karena Tubifex sama sekali tidak
ditemukan di stasiun 2. Sedangkan jenis Aeshna juga memiliki nilai komposisi
terendah yaitu 0,75% pada stasiun 2.
Pada stasiun 3 nilai Komposisi jenis tertinggi adalah jenis Thiara dengan nilai 35,75% sedangkan nilai komposisi jenis terendah pada stasiun 3 adalah
Tubifex dengan nilai 0,83%. Tubifex dapat ditemukan di stasiun 3 dikarenakan pada stasiun 3 yang merupakan titik pertemuan antara Sungai Mencirim dan
Sungai Bingai sehingga substrat yang terdapat pada titik tersebut adalah lumpur
dimana Tubifex mampu hidup di substrat tersebut karena banyaknya kandungan
bahan organik. Hal ini sesuai dengan literatur Djarijah (1996) yang menyatakan
adalah berlumpur dan mengandung bahan organik. Makanan utamanya adalah
bagian-bagian organik yang terurai dan mengendap didasar perairan tersebut.
Berdasarkan uraian komposisi jenis diatas menunjukkan bahwa komposisi
jenis yang tertinggi di Sungai Bingai Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai
Sumatera Utara adalah Kelas Gastropoda. Sesuai dengan literatur dari Iliana
(2010) yang menyatakan bahwa hal ini disebabkan karena kelas Gastropoda dapat
ditemukan di berbagai jenis substrat, baik substrat berbatu, berpasir maupun
berlumpur. Hasil penelitian juga menunjukkan kelas Gastropoda mendominasi
komposisi jenis makrozoobentos. Sedangkan nilai Komposisi Jenis terendah untuk
semua stasiun adalah Kelas Aeshnidae dengan genus Aeshna dan Kelas
Oligochaetadengan genus Tubifex
Kepadatan Makrozoobentos
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Sungai Bingai nilai
kepadatan makrozoobentos tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 0,358
ind/m2. Nilai kepadatan maskrozoobentos di stasiun 2 adalah 0,265 ind/m2 dan
nilai kepadatan makrozoobentos terendah terdapat pada stasiun 1 dengan nilai
0,241 ind/m2. Jenis makrozoobentos dengan nilai kepadatan tertinggi adalah
berada pada kelas gastropoda dengan genus Thiara, Lithorina dan Melanoides
sedangkan untuk genus Quoiya dan Faunus memiliki nilai terendah untuk kelas
Gastropoda. Untuk genus Aeschna dan Tubifex juga termasuk makrozoobentos
dengan nilai kepadatan yang rendah. Ini ditunjukkan dengan sulit ditemukannya
makrozoobentos jenis ini di perairan sungai Bingai dengan bahkan untuk jenis
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2009) yang
menyatakan bahwa Adanya perbedaan jumlah komposisi taksa ini dapat
disebabkan karena adanya perbedaan pengaruh bahan organik dan adanya
perubahan kondisi lingkungan, khususnya substrat sebagai akibat dari kegiatan
antropogenik dan industri yang menimbulkan tekanan lingkungan terhadap jenis
makrozoobenthos tertentu. Komposisi taksa pada tingkat genus yang hanya
berkisar antara 5 – 6 jenis, menandakan bahwa tingkat keanekaragaman taksa ini
tergolong rendah. Sedikitnya jumlah taksa yang ditemukan juga tidak dapat
menunjukkan bahwa perairan tersebut tercemar. Ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kondisi suatu lingkungan, misalnya fungsi aliran energi.
Menurut Odum (2003) yang diacu oleh Setiawan 2009 penilaian tercemar
atau tidaknya suatu ekosistem tidak mudah terdeteksi dari hubungan antara
keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Sistem yang stabil, dalam
pengertian tahan terhadap gangguan atau bahan pencemar bisa saja memiliki
keanekaragaman yang rendah atau tinggi, hal ini tergantung dari fungsi aliran
energi yang terdapat pada perairan tersebut.
Indeks Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman tergantung pada jumlah jenis yang ada dalam suatu
komunitas dan pola penyebaran individu antar jenis. Indeks keanekaragaman tidak
hanya ditentukan oleh jumlah jenis dan jumlah individu saja tetapi juga
dipengaruhi oleh pola penyebaran, jumlah individu pada masing masing jenis.
Suatu komunitas dinyatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi
apabila ternyata banyak spesies dengan jumlah individu masing masing spesies
sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata maka komunitas
tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah.
Indeks Keanekaragaman Jenis yang ditunjukkan berdasarkan hasil
penelitian di Sungai Bingai nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai
1,42. Hal ini karena pada stasiun 3 merupakan daerah muara, yaitu daerah
pertemuan antara Sungai Bingai dan Sungai Mencirim sehingga mengandung
banyak bahan-bahan organik yang terkait dengan tingginya tingkat
keanekaragaman hayati.
Sedangkan pada stasiun 2 indeks keanekaragaman jenis makrozoobenthos
bernilai 1,32. Ini disebabkan karena pada stasiun 2 merupakan lokasi keramba
jarring apung. Dan indeks keanekaragaman jenis terendah terdapat pada stasiun 1
dengan nilai 1,27 karena lokasi stasiun 1 merupakan pemukiman masyarakat.
Odum (1993) menyatakan bahwa H’ < 1; Keragaman rendah, penyebaran individu
tiap jenis rendah dan kestabilan komunitas rendah. 1 ≤ H’ ≤ 3; Keragaman sedang,
penyebaran jumlah individu tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas sedang.
H’ > 3; Keragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap jenis tinggi dan
kestabilan komunitas tinggi.
Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) pada setiap stasiun menunjukkan
bahwa keragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap jenis sedang dan
kestabilan komunitas sedang. Oleh karena itu kondisi yang terjadi pada sungai
Bingai mengalami keadaan tercemar sedang, dapat diketahui dengan adanya nilai
Indeks keanekaragaman makrozobentos. Hal ini sesuai dengan literatur Emiyarti
(H') makrozoobentos sering digunakan untuk menduga kondisi suatu lingkungan
berdasarkan komponen biologisnya.
Indeks Keseragaman Jenis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Sungai Bingai nilai
indeks keseragaman jenis berkisar antara 0,73 – 0,79. Nilai keseragaman jenis
tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 0,79. Sedangkan nilai keseragaman
jenis terendah terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 0,73. Nilai Indeks
Keseragaman ketiga stasiun mendekati nilai 1, artinya tingkat keseragaman tinggi
yang menggambarkan sebaran atau pembagian jumlah individu tiap jenis merata
atau seragam.
Menurut Krebs (1985) dalam Simamora (2009) yang diacu oleh Iliana
(2010) nilai Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0 – 1. Nilai indeks ini
menunjukkan penyebaran individu, apabila nilai indeks keseragaman mendekati 0
berarti keseragamannya rendah karena ada jenis yang mendominasi. Bila nilai
mendekati 1, maka keseragaman tinggi dan menggambarkan tidak ada jenis yang
mendominansi sehingga pembagian jumlah individu pada masing masing jenis
sangat seragam atau merata.
Indeks Dominansi Jenis
Indeks Dominansi (C) menunjukkan peranan masing-masing genus falkam
suatu komunitas sehingga dapat diketahui dalam suatu komunitas tertentu terdapat
makrozoobentos yang mendominasi atau tidak, dimana jenis yang mendominasi
cenderung mengendalikan komunitas (Simpson, 1984 diacu oleh Hertanto, 2008).
Hasil pengamatan yang telah dilakukan pada Indeks Dominansi jenis nilai
terendah terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 0,27 seperti yang ditunjukkan pada
gambar 9. Nilai yang diperoleh berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa
perairan sungai Bingai tidak memiliki jenis makrozoobentos yang mendominansi
karena nilai yang diperoleh mendekati 0. Hal ini sesuai dengan literatur Odum
(1993) menyatakan bahwa Nilai C (indeks dominansi) jenis ini berkisar antara
0-1, jika nilai C mendekati nol berarti tidak ada jenis yang mendominasi dan apabila
nilai C mendekati 1 berarti terdapat jenis yang mendominasi perairan tersebut.
Menurut Setiawan (2009) Hal ini disebabkan semakin kecil jumlah spesies dan
adanya beberapa individu yang jumlahnya lebih besar atau dengan kata lain
mendominasi sehingga mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem
yang kemungkinan disebabkan adanya tekanan atau gangguan dari lingkungan,
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Makrozoobentos yang ditemukan diperairan sungai Bingai pada pengamatan
di 3 stasiun diperoleh 7 genus yang terdiri dari 3 kelas yaitu kelas
Gastropoda, kelas Insekta dan kelas Oligochaeta. pada kelas Gastropoda
terdapat 3 Famili yaitu famili Thiaridae, Planaxidae dan Littorinidae. Pada
famili Thiaridae ditemukan 3 genus yaitu Faunus, Melanoides, Thiara.Pada kelas Oligochaeta terdapat 1 famili yaitu Tubifisidae dan ditemukan 1 genus yaitu Tubifex, pada kelas Insekta terdapat 1 famili yaitu Aeshnidae dengan
genus Aeshna. Komposisi Jenis tertinggi terdapat di stasiun 1 Jenis
Melanoides dengan nilai 37,34% . sedangkan yang terendah adalah Aeshna
dan Tubifex yang tidak ditemukan di stasiun 1.
2. Nilai keanekaragaman jenis makrozoobentos tertinggi terdapat pada stasiun
3 yang merupakan muara, pertemuan sungai Bingai dan sungai Mencirim
dengan nilai sebesar 1,42 dan terendah pada stasiun 1 yaitu tempat aktivitas
rumah tangga dengan nilai 1,27. Nilai Indeks Keanekaragaman jenis
makrozoobentos mengindikasikan bahwa sungai Bingai tergolong dalam
kategori tercemar sedang.
Saran
Perlu membandingkan berbagai metode penentuan kualitas air seperti
metode storet, metode saprobi, metode kothe dan metode lainnya, untuk melihat
hasil yang berbeda dan didukung pengamatan yang lebih lama untuk mengetahui
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus, dkk. 2013. Struktur Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan di Pulau Lengkang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. [Skripsi]. Universitas
Maritim Raja Ali Haji.Kepulauan Riau.
Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobenthos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir, Tesis Pasca Sarjana IPB.Bogor.
Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi Tentang Ekosistem Daratan. USU Press. Medan
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius Yogyakarta. Fauziah, Y., E, Febrita., S, Alayubi. 2012. Struktur Komunitas
Makrozoobenthos di Perairan Sungai Suir Kanan Kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan Meranti.[Jurnal]. Universitas Riau. Pekan Baru.
Firstyananda, P. 2012. Komposisi Dan Keanekaragaman Makrozoobentos di
Tiga Lokasi Aliran Sungai Sumber Kuluhan Jabung, Kabupaten Magetan. [Jurnal].Universitas Airlangga. Surabaya.
Haslindah. 2003. Komunitas Makrozoobenthos Daerah Intertidal Pantai Siag
Kelurahan Dewi-Dewi. Kecamatan Pomalaa. [Skripsi]. FKIP. Universitas Haluoleo Kendari
Hendrawan, D. 2005. Kualitas Air Sungai Dan Situ di Dki Jakarta.
[Jurnal]. Universitas Indonesia. Depok.
Hutabarat , F . 2011 . Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobenthos
Pada Ekosistem Mangrove Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalipah Kabupaten Serdang Bedagai. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Iliana, S. 2014. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Pulau Sarang Kota Batam. [Jurnal]. UMRAH.
Musthofa, A., 2014. Analisis Struktur Komunitas Makrozoobenthos
Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Sungai Wedung Kabupaten Demak. [Jurnal].Universitas Diponegoro. Semarang.
Odum, E. P. 1993. Dasar - Dasar Ekologi. Terjemahan Tjahyo Samingan dan Srigandano. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Setiawan, D. 2009. Studi Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Hilir Sungai Lematang Sekitar Daerah Pasar Bawah Kabupaten Lahat. [Jurnal].Universitas Sriwijaya. Palembang.
Sitepu, N. 2012. Komposisi dan Struktur Komunitas Makrozoobentos Pada
Beberapa Gua di Kota Padang Sumatera Barat. [Jurnal]. Universitas Andalas. Padang.
Ulfah, Y., Widianingsih., Zainuri, M. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Wilayah Morosari Desa Bedono Kecamatan Sayung Demak. [Jurnal]. Universitas Diponegoro. Semarang.
Zulkifli, H dan Setiawan D. 2011. Struktur Komunitas Makrozoobentos di
Perairan Sungai Musi Kawasan Pulokerto sebagai Instrumen Biomonitoring. [Jurnal].Universitas Sriwijaya. Palembang.