• Tidak ada hasil yang ditemukan

bahan tutorial 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "bahan tutorial 1"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

SINUSITIS

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus parasanal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus parasanal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

1. Etiologi dan faktor predisposisi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis ormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologi, diskinesia silia seperti pada sindroma kartagener dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

2. Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mokosiliar (muccociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang bersifat sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

(2)

Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Jika terapi ini tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa semakin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid, atau pembentuka polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

3. Klasifikasi dan Mikrobiologi

Konsesus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan dengan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus Pneumonia (30-50%). Hemophylus Influenzae (20-40%) dan Moraxella Catarhallis (4%). Pada anak, M. Catarhallis lebih banyak ditemukan (20%). Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ke arah bakteri negatif gram dan anaerob (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

4. SINUSITIS DENTOGEN

Merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik.

Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga sinusmaksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflasi jaringan periodontal muda menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi arus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali juga perlu dilakukan irigasi sinus maksila (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

5. Gejala Sinusitis

(3)

Keluhan nyeri dan rasa tekanan di daera sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang ke dua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang adalah nyeri alih ke gigi dan telinga (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Gejala lain adalah sakit kepala, hipossmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak napas pada anak (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit di diagnosisi. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawa ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorokan, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis) bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskoi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid) (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

CT scan sinus merupakan gold standartd diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karema hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusits kronik yang tidak membaik dengan pengobatan dan pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan suda jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotikyang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

(4)

7. Terapi

Tujuan terapi sinusitis ialah 1) mempercepat pertumbuhan 2) mencegah komplikasi dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan embengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan pinisilin seperti amoksisislin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selam 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan anaerob.Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika perlukan seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proesz displacement therapy juga merupaknan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

8. Tindakan Operasi

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF / FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tindakan radikal (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Indikasinya berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista aau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

9. Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus (Rusmarjono, Soepardi, 2007). Kelainan intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan

trombosis sinus kavernosus (Rusmarjono, Soepardi, 2007). Osteomielitis dan abses

(5)

aau fistula pada pipi (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Kelainan paru seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

RINITIS

Rhinitis dikenal juga sebagai Common cold, Coryza, Cold atau selesma adalah salah satu penyakit IRA-atas tersering pada anak. Anak-anak lebih sering mengalami rhinitis daripada dewasa. Rata-rata mereka mengalami 6-8 kali rhinitis per tahun, sedangkan orang dewasa 2-4 kali per tahun. Selama tahun pertama kehidupan, anak laki-laki lebih sering mengalami rinitis daripada anak perempuan. Penyakit ini juga merupakan penyebab terbanyak yang menyebabkan anak tidak dapat pergi kesekolah.

Rinitis dapat terjadi sepanjang tahun, tetapi insidensinya tergantung pada musim. Di belahan bumi utara, insidens rinitis meningkat. Rinitis tetap tinggi selama musim dingin, dan menurun pada musim semi, sedangkan di daerah tropis, rinitis terutama terjadi pada musim hujan.

Rinitis adalah penyakit infeksi virus akut yang sangat menular. Rinitis ditandai dengan pilek, bersin, hidung tersumbat, dan iritasi tenggorokan, serta dapat disertai dengan atau tanpa demam. Hampir semua rinitis disebabkan oleh virus. Virus penyebab tersering adalah Rhinovirus, sedangkan virus lain adalah virus parainfluenza, respiratory syncytial virus (RSV), dan Coronavirus. Dengan demikian antibiotik tidak diperlukan dalam tatalaksana rinitis. Hanya dalam keadaan tertentu saja bakteri berperan dalam rinitis, yaitu jika merupakan bagian dari faringitis seperti pada rinofaringitis (nasofaringitis).

Definisi

Rinitis merupakan istilah konvensional untuk infeksi saluran pernapasan atas ringan dengan gejala utama hidung buntu, adanya sekret hidung, bersin, nyeri tenggorok, dan batuk. Infeksi ini terjadi secara akut, dapat sembuh spontan, dan merupakan penyakit yang paling sering diderita manusia. Di Amerika serikat, lebih kurang 25 juta pasien per tahun datang ke dokter karena infeksi saluran pernapasan atas tanpa komplikasi.

Rinitis merupakan penyakit akut yang sangat infeksius, dan biasanya disebabkan oleh virus. Salah satu virus penyebab rinitis adalah virus influenza, sehingga terdapat salah pengertian penyebutan rinitis dengan flu, yang merupakan nama lain dari influenza. Pada kenyataannya, ada banyak jumlah virus yang dapat menyebabkan rinitis, misalnya Rhinovirus, Adenovirus, virus parainfluenza, respiratory syncytial virus (RSV), dan lain-lain.

(6)

pada gejala dihidungdan infeksi pada faring, walaupun pada keadaan sebenarnya bukan hanya itu yang terjadi. Akan tetapi, beberapa literatur masih menggunakan nasofaringitis untuk membicarakan rinitis.

Etiologi

Beberapa virus telah teridentifikasi sebagai penyebab rinitis. Rhinovirus, RSV, virus influenza, virus parainfluenza, dan Adenovirus merupakan penyebab rinitis tersering pada anak usia rasekolah. Persentase virus-virus ini sebagai penyebab rinitis bervariasi antara penelitian yang satu dengan yang lainnya. Hal ini mungkin dikarenakan perbedaan waktu dilakukan penelitian, metode pengambilan sampel, dan pemeriksaan, serta usia subjek penelitian. Meskipun demikian, Rhinovirus merupakan penyebab rinitis tersering pada semua usia, apapun metode pemeriksaannya. Rhinovirus yang mempunyai lebih dari 100 serotipe merupakan penyebab 30-50% rinitis per tahun, dan dapat mencapai 80% selama musim semi.

Meskipun jarang, rinitis dapat juga disebabkan oleh enterovirus (echovirus dan Coxsackievirus) dan Coronavirus. Coronavirus ditemukan pada 7-18% orang dewasa dengan infeksi saluran pernapasan atas. Human metapneumovirus, virus yang relatif baru ditemukan, selain diketahui menyebabkan pneumonia dan bronkiolitis, dapat juga menyebabkan infeksi saluran pernapasan-atas ringan. Pada sekitar 5% pasien dengan rinitis, ditemukan dua atau lebih virus pada saat yang bersamaan; sedangkan 20-30% rinitis tidak diketahui penyebabnya. Etiologi rinitis berdasarkan kekerapannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Katagori Mikroorganisme

Penyebab rinitis terbanyak Rhinovirus

Virus parainfluenza RSV

Coronavirus

Dapat menyebabkan rinitis Adenovirus

Enterovirus Virus influenza Virus parainfluenza Reovirus

Myocoplasma pneumoniae Jarang menyebabkan rinitis Coccidioides immitis

Histoplasma capsulatum Bordatella pertussis Chlamydia psitacci Coxiella burnetti

Klasifikasi

(7)

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alregen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986)

Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Klasifikasi Rinitis Alergi

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu : 1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Di Indonesia tidak dikenal rinitis

alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang tepat ialah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi)

2. rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering adalah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan alergen ingestan. Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah (indoor) dan alergen diluar rumah (outdoor). Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perenial lebih ringan dibandingkan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasimya lebih sering ditemukan.

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma) tahun 2001, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :

1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :

1. Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2. sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.

Rinitis vasomotor

(8)

Rinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adanya alergi/alergen spesifik tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai (anamnesis, tes cukit kulit, kadar antibodi IgE spesifik serum)

Kelainan ini disebut juga Vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea, nasal vasomotor instability, atau juga non-allergic perennial rhinitis.

Etiologi dan patofisiologi yang pasti belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menerangkan patofisiologi rinitis vasomotor :

1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom) 2. Neuropeptida

3. Nitrik Oksida 4. Trauma

Rinitis medikamentosa

Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse).

Patofisiologi

Rhinitis vasomotor

Perangsangan saraf parasimpatis  melepaskan asetilkolin  dilatasi pembuluh darah dalam konka, peningkatan permeabilitas vaskuler dan sekresi kelenjar  rhinitis

Rhinitis alergi

Paparan berulang allergen  release mediator kimia (histamine), dilatasi pembuluh darah, peningkatan permeabilitas kapiler, aktivasi sel – sel kelenjar  rhinitis

Rhinitis medikamentosa

Pemakaian obat terus menerus  dilatasi berulang  obstruksi  peningkatan mukosa jaringan  sumbatan menetap  rhinitis

Diagnosis dan gejala klinis

Rhinitis akut

(9)

Pada anamnesis dijumpai keluhan sesuai dengan stadium yang dialami pasien, pasien bias datang dengan stadium apapun, dan berbagai macam gejala seperti demam, bersin – bersin, mialgia dll.

 PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik, dapat dilakukan evaluasi terhadap warna sputum pasien.

 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jarang dilakukan tetapi, pada rhinitis akut dapat dilakukan kultur secret ataupun swab mukosa.

Rhinitis vasomotor

 ANAMNESIS

Pasien biasanya datang dengan keluhan hidung tersumbat, kadang bersin, sering mengalami kekambuhan apabila udara dingin, namun tidak memiliki riwayat alergi.

 PEMERIKSAAN FISIK dan PENUNJANG

a. Rinoskopi anterior (pada saat serangan) menunjukkan edema cavum nasi, konka terlihat merah dan gelap atu terkadang pucat.

b. Tes adrenalin untuk membedakan dengan jenis medikamentosa c. Tes kulit untuk membedakan dengan jenis alergi

d. Swab secret didapatkan eosinifil e. Transiluminasi

Rhinitis alergi

 ANAMNESIS

Pasien dapat datang dengan salah satu gejala seperti berikut, rasa gatal di hidung, mata, palatum molle, bersin – bersin (paroksismal dominan  >5x serangan dengan secret encer dan hidung buntu), gangguan pembau, mata berair, sakit kepala, gejala demam, dengan disertai riwayat keluarga (+).

 PEMERIKSAAN FISIK dan PENUNJANG

a. Rinoskopi anterior didapatkan konka edema dan pucat, secret seromucin

b. Test kulit, ditemukan eosinofil secret hidung (positif bila > 25%), eosinofil darah (positif bila >400/mm3), IgE total serum (positif bila > 200IU)

c. X foto water jika dicurigai sinusitis Rhinitis medikamentosa

 ANAMNESIS

(10)

 PEMERIKSAAN FISIK dan PENUNJANG

a. Rinoskopi anterior didapatkan konka edema (hipertrofi), banyak secret yang dihasilkan

b. Tes adrenalin didapatkan hasil negative (edema konka tidak berkurang)

Terapi

Rhinitis akut

a. Local  diberikan uap hangat atau tetes hidung (dekongestan)

b. Umum  istirahat, Terapi simptomatik (antipiretik, antihistamin, mukolitik), antibiotic Atau dapat dengan mengobatai sesuai stadium yang dialami pasien. Stadium prodormal dan hiperemis dapat diatasi dengan istirahat, tetapi jika gejala berat dapat diberikan obat simtomatik. Apabila pasien dalam stadium infeksi sekunder perlu diberikan antibiotic. c. Tambahan  imunisasi

Rhinitis vasomotor

a. Hindari factor predisposisi

b. Peningkatan kondisi tubuh dengan olahraga, gizi baik, istirahat.

c. Simtomatik, seperti dengan memberikan antihistamin dan dekongestan oral, sebelum tidur malam/serangan atau dengan tetes hidung kaustik konka inferior, konkotomi, dan konka inferior.

Rhinitis alergi

a. Hindari penyebab

b. Meningkatkan kondisi tubuh

c. Simtomatis dengan antihistamin, dekongestan atau steroid. d. Imunoterapi

e. Terapi komplikasi Rhinitis medikamentosa

a. hentikan pemakaian obat pemicu b. kortikosteroid

c. dekongestan oral

d. operatif jika tidak ada perbaikan selama 3 minggu

Komplikasi

Rhinitis akut  sinusitis paranaslis, occlusion tubae (otitis media), faringitis, bronchitis, pneumonia

(11)

POLIP NASI

Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).

Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.

Polip nasi muncul seperti anggur pada rongga hidung bagian atas, yang berasal dari dalam kompleks ostiomeatal. Polip nasi terdiri dari jaringan ikat longgar, edema, sel-sel inflamasi dan beberapa kelenjar dan kapiler dan ditutupi dengan berbagai jenis epitel, terutama epitel pernafasan pseudostratified dengan silia dan sel goblet.

Epidemiologi

Prevalensi polip nasi pada populasi bervariasi antara 0,2%-4,3% (Drake Lee 1997, Ferguson et al.2006). Polip nasi dapat mengenai semua ras dan frekuensinya meningkat sesuai usia. Polip nasi biasanya terjadi pada rentang usia 30 tahun sampai 60 tahun dimana dua sampai empat kali lebih sering terjadi pada pria. Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Dengan perbandingan pria dan wanita 2- 4:1.

Etiologi

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.

Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain : 1. Alergi terutama rinitis alergi.

2. Sinusitis kronik. 3. Iritasi.

4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.

Patofisiologi

Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.

(12)

ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.

Gejala Klinis

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak hilang – timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore.

Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung.

Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip dan konka polipoid ialah :

Polip :

- Bertangkai - Mudah digerakkan - Konsistensi lunak - Tidak nyeri bila ditekan - Tidak mudah berdarah

- Pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil.

-Penegakan Diagnosis

Diagnosis polip nasi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior, pemeriksaan nasoendoskopi.

Gejala utama dari polip nasi adalah sumbatan hidung yang terus menerus namun dapat bervariasi tergantung dari lokasi polip. Pasien juga mengeluh keluar ingus encer dan post nasi drip. Anosmia dan hiposmia juga menjadi ciri dari polip nasi. Sakit kepala jarang terjadi pada polip nasi.

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior dapat dijumpai massa polipoid, licin, berwarna pucat keabu-abuan yang kebanyakan berasal dari meatus media dan prolaps ke kavum nasi. Polip nasi tidak sensitif terhadap palpasi dan tidak mudah berdarah.

Pemeriksaan nasoendoskopi memberikan visualisasi yang baik terutama pada polip yang kecil di meatus media.

(13)

Penatalaksanaan

Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid :

1. Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari, kemudian dosis diturunkan perlahan – lahan (tappering off).

2. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5 – 7 hari sekali, sampai polipnya hilang.

3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat untuk rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan pengobatn kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.

Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip (polipektomi) dengan menggunakan senar polip. Selain itu bila terdapat sinusitis, perlu dilakukan drenase sinus. Oleh karena itu sebelum operasi polipektomi perlu dibuat foto sinus paranasal untuk melihat adanya sinusitis yang menyertai polip ini atau tidak. Selain itu, pada pasien polip dengan keluhan sakit kepala, nyeri di daerah sinus dan adanya perdarahan pembuatan foto sinus paranasal tidak boleh dilupakan.

Prosedur polipektomi dapat mudah dilakukan dengan senar polip setelah pemberian dekongestan dan anestesi lokal.

Pada kasus polip yang berulang – ulang, perlu dilakukan operasi etmoidektomi oleh karena umumnya polip berasal dari sinus etmoid. Etmoidektomi ada dua cara, yakni :

1. Intranasal 2. Ekstranasal Prognisis

Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi.

Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan cara desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.

(14)

1. Hidung

Hidung meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian internal berupa rongga hidung sebagai alat penyalur udara. Hidung bagian luar tertutup oleh kulit dan disupport oleh sepasang tulang hidung. Rongga hidung terdiri atas :

 Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi

 Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai penapis udara

 Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara luar karena strukturnya yang berlapis

 Sel silia yang berperan untuk mlemparkan benda asing ke luar dalam usaha untuk membersihkan jalan napas (Seeley,2004)

Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi 3 saluran oleh penonjolan turbinasi atau konka dari dinding lateral. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. (Seeley,2004)

Rongga hidung dimulai dari Vestibulum, yakni pada bagian anterior ke bagian posterior yang berbatasan dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi atas 2 bagian, yakni secara longitudinal oleh septum hidung dan secara transversal oleh konka superior, medialis, dan inferior. (Seeley,2004)

Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia. (Seeley,2004)

Terdapat 3 fungsi Rongga Hidung, antara lain :

a. Dalam hal pernafasan, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tigs proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Penyaringan dilakukan oleh membran mukosa pada rongga hidung yang sangat kaya akan pembuluh darah dan glandula serosa yang mensekresikan mukus cair untuk membersihkan udara sebelum masuk ke Oropharynx. Penghangatan dilakukan oleh jaringan pembuluh darah yang sangat kaya pada ephitel nasal dan menutupi area yang sangat luas dari rongga hidung. Dan pelembaban dilakukan oleh concha, yaitu suatu area penonjolan tulang yang dilapisi oleh mukosa. (Seeley,2004)

b. Epithellium olfactory pada bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam penerimaan sensasi bau. (Seeley,2004)

(15)
(16)

2. Faring

Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada larynx pada dasar tengkorak.

nasofaring  ada saluran penghubung antara nasopharinx dengan telinga bagian tengah, yaitu Tuba Eustachius dan Tuba Auditory

 ada Phariyngeal tonsil (adenoids), terletak pada bagian posterior nasopharinx, merupakan bagian dari jaringan Lymphatic pada permukaan posterior lidah

(17)

laringofaring Merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian bawahnya, sistem respirasi menjadi terpisah dari sistem digestil. Makanan masuk ke bagian belakang, oesephagus dan udara masuk ke arah depan masuk ke laring. 3. Laring

Laring tersusun atas 9 Cartilago ( 6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar ). Terbesar adalah Cartilago thyroid yang berbentuk seperti kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple”, dan di dalam cartilago ini ada pita suara. Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat cartilago cricoid. Laring menghubungkan Laringopharynx dengan trachea, terletak pada garis tengah anterior dari leher pada vertebrata cervical 4 sampai 6. (Seeley,2004)

(18)

Epiglotis daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan

Glotis ostium antara pita suara dalam laring

Kartilago Thyroid kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun ( Adam’s Apple )

Kartilago Krikoid satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago thyroid )

Kartilago Aritenoid digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago thyroid Pita suara ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi

suara; pita suara melekat pada lumen laring. (Seeley,2004)

Ada 2 fungsi lebih penting selain sebagai produksi suara, yaitu :

a. Laring sebagai katup, menutup selama menelan untuk mencegah aspirasi cairan atau benda padat masuk ke dalam tracheobroncial

b. Laring sebagai katup selama batuk

(19)

Trakea merupakan suatu saluran rigid yang memeiliki panjang 11-12 cm dengan diametel sekitar 2,5 cm. Terdapat pada bagian oesephagus yang terentang mulai dari cartilago cricoid masuk ke dalam rongga thorax. Tersusun dari 16 – 20 cincin tulang rawan berbentuk huruf “C” yang terbuka pada bagian belakangnya. Didalamnya mengandung pseudostratified ciliated columnar epithelium yang memiliki sel goblet yang mensekresikan mukus. Terdapat juga cilia yang memicu terjadinya refleks batuk/bersin. Trakea mengalami percabangan pada carina membentuk bronchus kiri dan kanan. (Seeley,2004)

(20)

Tuba Eustachius

Tuba eutachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Fungsi tuba ini adalah untuk ventilasi, drenase secret dan menghalangi masuknya secret dari nasofaring ke telinga tengah. Bila tuba terbuka maka terasa udara masuk ke dalam rongga telinga tengah yang menekan membran timpani ke arah lateral. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap.gangguann fungsi tuba dapat terjadi oleh beberapa hal, seperti tuba terbuka abnormal yang memungkinkan infeksius bisa masuk. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Pada anak tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizotal dari tuba orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Perbedaan inilah yang memungkinkan lebih cepat terjadinya infeksi pada anak dibawah 9 bulan karena secret lebih cepat masuk ke tuba eutachius dari hidung sehingga kemungkinan anak untuk terkena infeksi telinga lebih besar seperti otitis media. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Laring

Ukuran laring bayi sama pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi lebih kecil perbandingannya dengan ukuran tubuh daripada laring dewasa. Pada bayi, kerangka tulang rawang laring lebih lunak, dan ligamen yang menyangganya lebih longgar, membuat laring lebih mudah mengempis jika mendapat tekanan negatif di bagian dalam. (Ballenger,1994)

Bagian laring Anak Pubertas Dewasa

Pria Wanita

Pita suara

Panjang

Bag. Membran

Bag. Kartilago

Glotis

Lebar istirahat

(21)

Jaringan epithel krang padat, lebih banyak dan lebih bervaskuler pada bayi, yang cendrung mengakumulasi cairan jaringan. Hal ini merupakan faktor penting penyebabterjadinya obstruksi daerah infraglotik dan supraglotik akibat edem inflamasi pada anak kecil. (Ballenger,1994)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada organisasi profit bobot terbesar diberikan pada perspektif finansial, sedangkan pada Direktorat Pelayanan Usaha Penangkap- an Ikan yang merupakan organisasi non

Berangkat dari judul penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini mencoba untuk mengetahui tentang ada atau tidaknya hubungan antara hasil belajar mata

Menurut Mangkunegara, 2011, dalam Edi Sugiono (2019) Kinerja sumber daya manusia merupakan prestasi kerja yang dicapai oleh seseorang. Kinerja juga dapat

Peta Lokasi Pumping Test Sumur Dalam Kota Denpasar (10 titik data primer dan 5 titik data sekunder) Sumber : Hasil pemetaan.. Peta Kontur Air Tanah Tertekan Kota Denpasar

Penelitian deskriptif mengungkap bahwa gugatan sederhana bisa menjadi sebuah solusi dan alternatif dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang murah dan cepat

Hasil pengujian hipotesis pada substruktur 2 yang menjelaskan pengaruh kepemilikan manajerial dan komite audit yang merupakan proksi dari tata kelola perusahaan, serta

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan keterampilan berpikir kreatif siswa kelas V pada materi pesawat sederhana antara yang menggunakan model Pembelajaran Berbasis

Pada fraktur femur, pasien biasanya datang dengan gejala trauma hebat disertai pembengkakan pada daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan tungkai..