• Tidak ada hasil yang ditemukan

Factors affecting the performance of local government employees in implementing the good governance in the District of Talaud Islands

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Factors affecting the performance of local government employees in implementing the good governance in the District of Talaud Islands"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

KEPULAUAN TALAUD DAN DAMPAKNYA DALAM

MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK

(GOOD GOVERNANCE)

YOHANIS BAPTISTA KRISTO KAMAGI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Faktor-Faktor yang

Memengaruhi Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud

dalam Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance) adalah karya

saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana

pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam daftar pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

(3)

iii

YOHANIS B. K. KAMAGI. Factors Affecting the Performance of Local Government Employees in implementing the Good Governance in the District of Talaud Islands. Advisors: AMRI JAHI, PRABOWO TJITROPRANOTO, DANIEL R. MONINTJA and I GUSTI PUTU PURNABA.

The local government employees’ performance illustrates certain attainments in the local government goals, both in terms of quality as well as quantity of works accomplished in performing their duties. The objectives of this study were: (1) to identify factors affecting those officials’ performances, (2) to investigate such factors’ effects on those officials’ performances in realizing the good governance, (3) to disclose the extent of relationships amongst such factors in implementing the good governance, and (4) to formulate a strategy for enhancing those officials’ performances in governing the district of Talaud Islands. This research was conducted in Talaud Islands as an ex post facto study. A stratified random sample was selected from a population of government employee sized 234. Data were collected through interviews using structured questionnaires and observations from December 2011 through January 2012. The data obtained were analyzed using the Structural Equation Model (SEM) procedure with LISREL program. The findings pointed out that: (1) the government employees’ characteristics, competencies, motivations and work climate affected their performances, (2) improvements of their certain characteristics, competencies, motivations and work climate enhanced their performances, (3) their characteristics, competencies, motivations and work climate were mutually correlated, and (4) their performances affected their perceptions on implementing good governance in the district of Talaud Islands

(4)

iv

YOHANIS B. K. KAMAGI. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah dalam Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance). Komisi Pembimbing: Amri Jahi (Ketua), Prabowo Tjitropranoto, Daniel R. Monintja dan I Gusti Putu Purnaba (masing-masing sebagai anggota).

Kinerja aparatur adalah ekspresi dari keberhasilan pencapaian tujuan

organisasi, yang menunjukkan kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dicapai dalam

menjalankan tugas mereka. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

pembangunan nasional mengupayakan optimalisasi pelayanan umum bagi

masyarakat. Birokrasi pemerintahan yang baik menjadi bagian penting dalam

pemberdayaan dan pembangunan. Dalam hubungan ini profesionalitas aparatur

pemerintah daerah dan kesiapan aspek-aspek lainnya dalam melaksanakan

kewenangan pemerintah daerah menjadi penting. Hal yang mendasar ini menuntut

kesiapan pemerintah daerah untuk melaksanakannya semua urusan rumah tangga

daerah, terutama dalam peningkatan kinerja aparatur pemerintah daerah untuk

melayani masyarakat.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi faktor – faktor yang

dapat meningkatkan kinerja aparatur pemerintah daerah di Kabupaten Kepulauan

Talaud, (2) menganalisis pengaruh faktor-faktor tersebut diatas pada kinerja aparatur

pemerintah daerah dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik di Kabupaten

Kepulauan Talaud, (3) menganalisis besar derajat hubungan antara faktor-faktor

tersebut dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik di Kabupaten Kepulauan

Talaud. (4) merumuskan strategi peningkatan kinerja aparatur pemerintahan daerah

yang baik.

Desain penelitian ini adalah penelitian survei yang dikerjakan berdasarkan

data ex post facto, sebagai bentuk penelitian yang menganalisis dan menilai peristiwa

faktual yang terjadi di lapangan. Peubah-peubah penelitian meliputi peubah bebas

(5)

v

pemerintahan yang baik (good governance) (Y2).

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dengan menggunakan instrument berupa daftar pertanyaan

(kuesioner). Jenis data yang berjenjang dengan jarak yang sama sesuai derajat

intensitas masing-masing indikator peubah sesuai definisi oprasionalnya. Validitas instrument dalam penelitian ini difokuskan pada validitas isi, yaitu untuk mengetahui: (1) apakah substansi alat ukur telah mencerminkan seluruh isi yang dimiliki dan (2) apakah informasi yang dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang digunakan. Untuk membantu memperoleh kebenaran instrument dilakukan dengan bantuan pakar.

Penelitian dilakukan di Kepulauan Talaud, dengan jumlah sampel dalam

penelitian ini sebanyak 234 aparatur dengan menggunakan Stratified Random

Sampling. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan obserations langsung

dari Desember 2011 sampai Januari 2012. Data dianalisis menggunakan Structural

Equation Model (SEM). Hasil analisis nilai koefisien reliabilitas Cronbach Alpha

instrumen penelitian adalah 0,889 (sangat reliabel), dengan demikian instrumen dapat

digunakan untuk pengumpulan data pada responden sesungguhnya

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) karakteristik, kompetensi,

motivasi dan iklim organisasi memengaruhi kinerja aparat (2) jika terjadi peningkatan

dalam karakteristik aparatur, kompetensi aparatur, motivasi aparatur dan iklim

organisasi, perbaikan kinerja akan terlihat (3) karakteristik, kompetensi, motivasi dan

iklim organisasi bersifat saling berhubungan, (4) kinerja pejabat pemerintah daerah

Kabupaten Kepulauan Talaud memengaruhi persepsi mereka dalam mewujudkan tata

pemerintahan yang baik (good governance).

Saran temuan ini ditujukan kepada lembaga terkait dan para aparatur

pemerintah daerah dalam rangka peningkatan kinerja guna terwujudnya tata

pemerintahan yang baik, sebagai berikut: (1) pihak yang berkepentingan perlu

(6)

vi

kemampuan kepemimpinan serta kemampuan melakukan pengambilan keputusan

dengan benar dan tepat, (2) pihak yang berkepentingan perlu memacu peningkatan

kinerja aparatur melalui penyelenggaraan pendidikan formil aparatur dengan

memperhatikan masa kerja, dengan arah pendidikan formil yang terkait dengan

kemampuan a) perencanaan, b) pengorganisasian, dan c) kemampuan

pengaktualisasian program ataupun kegiatan organisasi. Hal ini dimaksudkan untuk

lebih meningkatkan kemampuan kompetensi aparatur pada kinerja mereka, (3)

aparatur pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Talaud perlu meningkatkan

motivasi berprestasi dan kebutuhan berafiliasi guna meningkatkan kinerja aparatur

dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), (4) perlunya

strategi pembangunan aparatur yang lebih yang lebih komprehensif yang meliputi

pengembangan aparatur dibidang pendidikan aparatur serta perbaikan iklim

organisasi khususnya pemberian penghargaan berupa penghargaan (reward) kepada

aparatur serta pelimpahan wewenang tanggung jawab sesuai tupoksi yang diemban.

(5) perlu adanya penelitian sejenis menyangkut faktor-faktor lain yang belum diteliti

(7)

vii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan

pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam

(8)

viii

KEPULAUAN TALAUD DALAM MEWUJUDKAN TATA

PEMERINTAHAN YANG BAIK (

GOOD GOVERNANCE)

OLEH:

YOHANIS BAPTISTA KRISTO KAMAGI

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

ix

Penguji Luar Komisi :

Penguji Ujian Tertutup : (1) Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, MA.

Staf Pengajar Program Studi Ilmu

Penyuluhan Pembangunan IPB Bogor

(2) Dr. Ir. Teddy R. Muliady, MM

Kepala Balai Pelatihan Pertanian Jambi

Kementerian Pertanian RI

Penguji Ujian Terbuka (1) Dr. Joyakin Tampubolon

Widyaiswara Pusat Pendidikan dan Latihan

Kementerian Sosial RI

(2) Dr. Ir. Lukman Effendy, M.Si

Staf Pengajar Sekolah Tinggi Penyuluh

(10)

x

dalam Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik

(Good Governance)

Nama : Yohanis Baptista Kristo Kamagi

NIM : I362060091

Program Mayor : Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc.

Ketua Anggota

Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc.

Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, M.Sc.

Anggota Anggota Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA.

Diketahui

Koordinator Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian : 31 Januari 2012 Tanggal Lulus :

(11)

xi

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala kasih dan kemurahan-Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan sesuai

dengan waktu dan prosedur yang direncanakan. Judul disertasi ini adalah

“Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Aparatur Pemerintah Kabupaten Kepulauan

Talaud dalam Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance)”,

merupakan penelitian yang berguna untuk pengembangan sumberdaya manusia

aparatur pada pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Talaud.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc.,

Bapak. Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc., Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja

M.Sc., dan Bapak Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA selaku pembimbing yang telah

banyak memberikan saran dalam penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih pula

penulis sampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan

Fema IPB, Ketua Departemen KPM, Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc selaku

koordinator Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang telah memberikan

arahan dan bimbingan pada proses perkuliahan, kepada rekan-rekan mahasiswa PPN

secara khusus kepada Dr. M. Hatta Jamil, dan Dr. I Gede Setiawan dan teman

seperjuangan angkatan 2006, penulis ucapkan terima kasih.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada para pakar yang telah berkenan

terlibat untuk menilai kuesioner penelitian ini. Kepada responden dan rekan-rekan

yang telah memberikan data dan informasi serta turut membantu penulis dalam

mengumpulkan data penelitian.

Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Bupati

Kepulauan Talaud Non Aktif Bapak Elly E. Lasut yang sudah menyekolahkan

penulis pada program doktor IPB Bogor dan juga kepada Bapak Bupati Kepulauan

Talaud Bapak C. Ganggali bersama Ibu dan keluarga yang senantiasa mendukung

dalam penyelesaian studi.

Akhirnya terima kasih mendalam kepada Ibunda Lucia Irene Roong yang

(12)

xii

tersayang Lourdes, Jose dan Andrea yang telah berkorban untuk keberhasilan penulis,

dipersembahkan seluruh hasil capaian ini, ucapan terima kasih yang terdalam untuk

keluarga besar Kamagi Papalapu, atas segala doa dan dukungan selama ini. Kepada

semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu diucapkan terima kasih atas

bantuannya selama penulis menempuh pendididikan doktoral di Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor. Keberhasilan pencapaian meraih gelar doktor penulis turut

persembahkan buat almarhum ayah tercinta Dirk Kamagi

Penulis mengharapkan penelitan ini dapat memberikan manfaat khususnya

kepada kemajuan ilmu penyuluhan pembangunan kedepan. Kritik dan saran yang

bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan karya ilmiah ini.

Bogor, Januari 2012

(13)

xiii

Penulis dilahirkan di Lembean pada tanggal 6 Juni 1975, Minahasa Utara

sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan almarhum Bapak Dirk Kamagi

dan Ibu Lucia Irene Roong. Tahun 1999 penulis menikah dengan Selny Liundame

Papalapu dan telah dikaruniai tiga orang anak masing-masing Lourdes Felixcia

Reginna Caeli Kamagi, Jose Maria Reyn Dirk Kamagi dan Andrea Beniqno Mater

Deo. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di

Minahasa Utara. Pendidikan Menengah Atas di Manado. Pendidikan Ahli

Pemerintahan ditempuh pada tahun 1993 di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam

Negeri, lulus pada tahun 1997. Pendidikan Magister Sains (M.Si) ditempuh pada

tahun 2000 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan Program

Pascasarjana Sam Ratulangi Manado, lulus pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis

diterima sebagai mahasiswa doktoral pada Sekolah Pascasarjana IPB atas beasiswa

Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud.

Penulis memulai karir sebagai seorang aparatur dengan ditempatkan pada

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud sejak lulus dari STPDN tahun

1997. Berbagai jabatan struktural pernah diemban penulis dari jabatan sebagai Kepala

Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa di sebuah kecamatan sehingga meningkat

sampai sekarang sebagai kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa di Kabupaten

(14)

xiv

Masalah Penelitian... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat dan Tujuan Penilaian Kinerja Aparatur ... 12

Kinerja Organisasi Pemerintah Daerah ... 18

Ringkasan ... 21

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA APARATUR PEMERINTAH DAERAH ... 22

Karateristik Aparatur ... 22

Kompetensi Aparatur ... 28

Motivasi Aparatur ... 31

Iklim Organisasi ... 33

REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH DAERAH ... 35

Konsep Birokrasi ... 35

Kepemimpinan ... 40

TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) ... 43

Konsep Good Governance ... 43

Implementasi Good Governance Pada Pemerintah Daerah ... 45

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 48

Kerangka Berpikir ... 48

Hipotesis ... 53

METODE PENELITIAN ... 54

Desain Penelitian ... 54

Populasi dan Sampel ... 59

Data dan Instrumentasi ... 60

Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 62

(15)

xv

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

Hasil Penelitian ... 70

Hipotesis 1 ... 74

Hipotesis 2 ... 74

Hipotesis 3 ... 75

Pembahasan ... 76

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA APARATUR PEMERINTAH DAERAH... 88

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 91

Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... ... 93

LAMPIRAN ... 100

Profil Kabupaten Kepulauan Talaud ... 101

Peta kabupaten Kepulauan Talaud ... 105

(16)

xvi

Halaman

1. Rancangan Pengujian Model studi Kinerja Aparatur ... 56

2. Peubah dan Sub Peubah Model Persamaan Struktural ... 58

3. Jumlah Populasi ... 59

4. Ukuran Sampel ... ... 60

5. Operasionalisasi Peubah Karateristik ... 65

6. Operasionalisasi Peubah Kompetensi ... 66

7. Operasionalisasi Peubah Motivasi ... 66

8. Operasionalisasi Peubah Iklim Organisasi ... 67

9. Operasionalisasi Peubah Kinerja ... 67

10.Operasionalisasi Peubah Good Governance ... 68

11.Dekomposisi Pengaruh Antar Peubah Model Kinerja Aparatur... 73

12.Kefisien dan t-hitung pengaruh peubah karateristik, kompetensi, motivasi dan iklim organisasi pada kinerja aparatur ... 74

(17)

xvii

Halaman

1. Hubungan Kinerja Organisasi Dengan Faktor-faktor Yang

Memengaruhinya ... 10

2. Hubungan Iklim Organisasi Dengan Kinerja ... 34

3. Karateristik Pengembangan Organisasi ... 39

4. Model Logika Pengembangan Program ... 49

5. Pengembangan Kinerja Aparatur Pemda dengan Pendekatan Model Logika ... 51

6. Kerangka Berpikir ... ... 52

7. Kerangka Hipotetik ... 57

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Format kebijakan otonomi daerah yang ada pada saat ini menandai awal

dari suatu perubahan fundamental dalam paradigma penyelenggaraan

pemerintahan di negeri ini. Kalau pada pemerintahan orde baru, pembangunan

menjadi misi terpenting pemerintah (developmentalism) dan pemerintah yang

pada masa itu menjadikan dirinya sebagai pusat kendali proses pembangunan itu

(sentralisasi di tingkat nasional), kini harus mereposisi diri sebagai pelayan dan

pemberdaya masyarakat dan harus menyebarkan aktivitasnya ke berbagai pusat di

tingkat lokal. Dengan kata lain arus baru kehidupan pemerintahan sekarang adalah

realitas pergeseran kekuasaan dari pusat menuju lokus-lokus daerah dan berbasis

pada kekuatan masyarakat sendiri.

Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat yang secara dinamis disertai

dengan peningkatan taraf hidup dan pendidikan masyarakat ditambah dengan

berkembangnya kemajuan dibidang teknologi dan informatika menjadikan

peningkatan proses pemberdayaan (empowering) dalam lingkungan masyarakat.

Oleh karena itu pelayanan birokrasi disektor publik juga diharapkan mengikuti

perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan dinamis sebagaimana yang

terjadi di masyarakat dari monolog harus berani diubah menjadi fleksibel,

kolaboratif, penjajaran (alignment) dan dialogis. Cara-cara sloganis yang

berkembang dikalangan birokrasi model orde baru sebaiknya dirubah dengan pola

kerja yang realistis, programis dan pragmatis.

Kabupaten Kepulauan Talaud yang dimekarkan dari Kabupaten

Kepulauan Sangihe dan Talaud melalui Undang-undang nomor 8 tahun 2002

sebagai bagian integral dari pembangunan nasional mengupayakan optimalisasi

pelayanan umum bagi masyarakat dengan berusaha mengejar ketertinggalan dari

kabupaten-kabupaten lain di Indonesia. Sebagai salah satu kabupaten yang

terbilang muda dan tertinggal di Indonesia, penguatan birokrasi pemerintahan

yang baik menjadi bagian penting dalam pemberdayaan dan pembangunan. Dalam

(19)

aspek-aspek lainnya dalam melaksanakan kewenangan pemerintah daerah menjadi

penting. Hal yang mendasar ini menuntut kesiapan pemerintah daerah Kabupaten

Kepulauan Talaud untuk melaksanakan semua urusan rumah tangga daerah,

terutama dalam peningkatan kinerja aparatur pemerintah daerah guna melayani

masyarakat.

Kompleksnya peningkatan kinerja aparatur Pemda menuntut perubahan

paradigma. Perubahan tersebut meliputi tata pemerintah yang baik (good

governance) atau reformasi birokrasi pemerintah daerah. Dampak reformasi

birokrasi itu ialah perubahan sistem pemerintahan dari yang sentralistik ke

desentralistik. Desentralisasi memberikan keleluasaan yang luas kepada daerah

dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat. Hal tersebut dilakukan dengan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi,

peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemerataan dan

keadilan, yang sesuai dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah. Selain itu

melalui pemerintahan yang desentralistik, akan terbuka wadah demokrasi bagi

masyarakat lokal untuk berperan serta dalam penentu nasibnya. Orientasi kepada

kepentingan rakyat melalui pemerintahan daerah yang terpercaya, terbuka, jujur

dan bertanggung jawab menjadi prasyarat prasyarat bagi terwujudnya

pemerintahan yang akuntabel, yang sesuai dengan asas-asas tata pemerintahan

yang baik (good governance).

Konsep tata pemerintahan yang baik (good governance) sendiri dalam

beberapa tahun belakangan ini banyak dibicarakan dalam berbagai konteks dan

menjadi issue yang paling mengemuka dalam pengelolaan pemerintahan dan

pelayanan kepada publik. Tuntutan ini timbul dari perubahan pola lama

penyelenggaraan pemerintahan, yang dirasakan tidak sesuai lagi bagi tatanan

masyarakat baru yang lebih dinamis.

Dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good

governance), aparatur pemerintah berperan sebagai penentu tercapainya hal

tersebut. Untuk itu kinerja aparatur pemerintah harus ditingkatkan. Upaya-upaya

untuk meningkatkan kinerja aparatur dapat dilakukan dengan cara meningkatkan

kompetensi, membangkitkan motivasi baik dalam bentuk pemberian insentif,

(20)

iklim kerja yang kondusif dalam organisasi pemerintahan daerah. Hal ini dapat

juga berupa berupa dukungan atasan kepada bawahan, kepercayaan atasan

terhadap bawahan maupun dukungan atasan kepada bawahan dalam pengambilan

keputusan.

Kinerja aparatur merupakan ekspresi keberhasilan tercapainya tujuan

organisasi yang telah ditetapkan, yang menunjukkan kualitas dan kuantitas hasil

kerja yang dicapai oleh seorang aparatur dalam melaksanakan tugasnya. Kinerja

aparatur pemerintah daerah yang baik dipengaruhi oleh kemampuan dan sikap

yang dimilikinya. Kemampuan merupakan potensi diri untuk berbuat sesuatu

karena adanya bekal pengetahuan dan keterampilan, sedangkan sikap merupakan

suatu reaksi evaluasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap

sesuatu atau seseorang yang ditunjukan dalam kepercayaan, perasaan atau

perilaku seseorang.

Dalam pencapaian kinerja aparatur yang baik, diperlukan motivasi serta

kompetensi yang tinggi dari aparat pemerintah daerah. Kompentensi menyangkut

kewenangan setiap individu untuk melakukan tugas atau mengambil keputusan

sesuai dengan perannya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian,

pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kompetensi yang dimiliki aparatur

secara individual harus mampu mendukung pelaksanaan strategi organisasi dan

mampu mendukung setiap perubahan yang dilakukan manajemen. Dengan kata

lain kompentensi yang dimiliki individu dapat

Selain memiliki sejumlah kompetensi yang berpengaruh pada kinerjanya,

aparatur pemerintah juga harus memiliki sejumlah karakteristik yang mewarnai

dalam meningkatkan kinerjanya. Faktor motivasi juga penting dalam

meningkatkan kinerja pegawai. Motivasi menjadi pendorong seseorang

melaksanakan suatu kegiatan guna mendapatkan hasil yang terbaik. Oleh karena

itulah tidak heran jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi

biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula. Untuk itu motivasi kerja pegawai

perlu dibangkitkan agar pegawai dapat menghasilkan kinerja yang terbaik,

didukung oleh iklim organisasi dimana aparatur pemerintah tersebut ditempatkan. mendukung sistem kerja organisasi.

Aparatur pemerintah yang berperan dalam mewujudkan tata pemerintahan

(21)

organisasi, (2) memiliki integritas yang baik (3) menyusun perencanaan yang

baik, (4) melakukan pengorganisasian yang beorientasi pada kinerja, (5)

mengaktualisasikan setiap perencanaan dalam bentuk program, (6) melaksanakan

fungsi pengawasan yang benar, (7) menjalankan kepemimpinan dan, (8)

melakukan pengambilan keputusan yang tepat.

Masalah Penelitian

Uraian diatas memberikan gambaran bahwa ada beberapa faktor yang

dapat memengaruhi kinerja aparatur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Yang menjadi pertanyaan, faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja aparatur

dan seberapa besar pengaruhnya dalam pelaksaaan tata pemerintahan yang baik.

Atas dasar itulah perlu kajian yang mendalam mengenai pengaruh faktor-faktor

tersebut pada keberhasilan aparatur dalam menjalankan tugasnya. Hasil kajian

diharapkan dapat memberi sumbangan pada peningkatan kinerja aparatur guna

pencapaian tata pemerintahan yang baik.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja aparatur pemerintah daerah

dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik di Kabupaten Kepulauan

Talaud?

2. Berapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut pada kinerja aparatur

pemerintah daerah dan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik di

Kabupaten Kepulauan Talaud?

3. Berapa besar derajat hubungan antara faktor-faktor tersebut?

4. Bagaimana strategi peningkatan kinerja aparatur pemerintahan yang baik?

Tujuan Penelitian

Peningkatan kinerja aparatur pada berbagai aspek penyelenggaraan

(22)

aparatur dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Bila hal tersebut

tercapai maka akan terjadi perubahan sistem pemerintahan modern yang semakin

maju dan berdaya saing.

Keberhasilan aparatur dalam melaksanakan perannya meningkatkan

kompetensi dan motivasi untuk perubahan kinerja aparatur berhubungan beberapa

faktor baik yang berasal dari karateristik pribadinya, kompetensi yang harus

dimiliki, motivasi dan iklim organisasi yang mendukung kinerja aparatur pemda.

Faktor-faktor tersebut dapat mempunyai hubungan langsung maupun tidak

langsung pada kinerja aparatur pemerintah daerah dalam mewujudkan good

governance.

Sesuai dengan pemikiran serta permasalahan yang telah dirumuskan,

maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor – faktor yang dapat meningkatkan kinerja aparatur

pemerintah daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud.

2. Menganalisis pengaruh faktor-faktor tersebut diatas pada kinerja aparatur

pemerintah daerah dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik di

Kabupaten Kepulauan Talaud.

3. Menganalisis besar derajat hubungan antara faktor-faktor tersebut dalam

mewujudkan tata pemerintahan yang baik di Kabupaten Kepulauan Talaud.

4. Merumuskan strategi peningkatan kinerja paratur pemerintahan yang baik.

Manfaat Penelitian

Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja

aparatur dan besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut serta diketahui besarnya

dampak kinerja aparatur pemda pada peaksanaan good governance dan model

hubungan antara faktor-faktor yang yang berpengaruh pada kinerja aparatur

pemda, maka semua itu diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu, khususnya

ilmu penyuluhan pembangunan. Selain itu berguna pula bagi lembaga-lembaga

(23)

kebijakan aparatur dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Beberapa

butir penting kegunaan penelitian ini antara lain:

(1) Bermanfaat bagi lembaga aparatur dalam merumuskan kebijakan tentang

tugas pokok dan fungsi aparatur pemda.

(2) Dapat memberikan kontribusi kebaruan pada bidang pengembangan

sumberdaya manusia khususnya penyuluh pembangunan dalam memberikan

informasi ilmiah yang efektif dan efisien, baik dalam bentuk informasi teknis

maupun manajemen aparatur pemda.

(3) Dapat dijadikan dasar kebijakan dalam peningkatan dan pembinaan karir

aparatur pemda, serta menjadi pedoman dalam sistem penempatan aparatur

pemda sesuai kompetensi yang dimiliki baik oleh pemerintah daerah maupun

pemerintah pusat.

(4) Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu

penyuluhan pembangunan untuk kepentingan masyarakat.

(5) Sebagai kontribusi bagi calon peneliti untuk mengembangkan model

peningkatan kinerja aparatur dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik.

Definisi Istilah

Definisi istilah dimaksudkan untuk memberikan suatu batasan tentang

konsep yang digunakan pada peubah yang diteliti. Penelitian ini menjelaskan

faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja aparatur pemerintah daerah

kabupaten kepulauan talauddan dampaknya pada pelaksanaan tata pemerintahan

yang baik (good governance) di Kabupaten Kepulauan Talaud. Selanjutnya

faktor-faktor tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:

Karateristik aparatur adalah ciri personal aparatur yang mendasari tingkah lakunya

dalam melaksanakan tugas, seperti umur, pendidikan, pelatihan, masa

kerja, tingkat penghasilan, esselonisasi.

Kompetensi aparatur adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh aparatur pemda

(24)

bertanggung jawab terhadap tugas pokok yang diembannnya, ketaatan,

kejujuran, kerjasama dan prakarsa.

Motivasi aparatur adalah dorongan diri aparatur untuk berprestasi, afiliasi,

kekuasaan, pengembangan potensi diri dan mendapatkan pengakuan atas

tugas yang diembannya.

Iklim organisasi ialah seperangkat karateristik yang dimiliki oleh organisasi yang

mempengaruhi anggotanya yang terdiri dari rasa tanggung jawab, standard

harapan kualitas, ganjaran/reward dan kerjasama tim.

Kinerja aparatur merupakan kualitas dari hasil kerja aparatur dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawabnya yang diakibatkan oleh karateristik aparatur,

kompetensi, motivasi dan iklim organisasi.

Tata pemerintahan yang baik adalah suatu mekanisme interaksi para pihak terkait

yang berada di lembaga pemerintah, lembaga legislatif dan masyarakat,

baik secara pribadi maupun kelompok (perusahaan, asosiasi, LSM, dll.),

untuk bersama-sama merumuskan berbagai kesepakatan yang berkaitan

dengan manajemen pembangunan dalam suatu wilayah hukum atau

administratif tertentu.

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

KINERJA APARATUR

Konsep Kinerja

Kinerja didefinisikan secara beragam. Para ahli manajemen kinerja

menyatakan bahwa konsep kinerja bersifat multi dimensional, artinya memiliki

berbagai macam pengukuran dan berbagai dimensi kinerja yang ada. Begitu pula

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Peningkatan dan perbaikan indikator

kinerja pada pelayanan publik dewasa ini menjadi tolok ukur bahwa kesulitan

yang dihadapi pelayanan publik dalam pengukuran kinerja tidak berarti

mengendurnya upaya peningkatan kinerja yang baik.

Menurut Blumberg dan Pringler (Stoner 1986) kinerja merupakan fungsi

dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan untuk berprestasi dengan rumusan

performance = (ability x motivation x opportunity to performance). Maksud

kesempatan berprestasi adalah kesempatan untuk mencapai kinerja yang lebih

tinggi bila mendapatkan dukungan, bantuan dan fasilitasi dari luar seperti kondisi

tempat kerja, peralatan kerja, teman kerja, informasi dan aturan kerja. Robbins

(2006) yang diacu dalam (Usman 2010) mengartikan kinerja adalah produk dari

fungsi kemampuan dan motifasi. Jika diformulasikan adalah sebagai berikut:

Kinerja = f (kemampuan x motivasi).

Pandangan Robbins tersebut menunjukkan bahwa kinerja dinyatakan sebagai

suatu produk kerja dari orang maupun dari lembaga.

Rothwell et al. (2000) dalam kalimat awal bukunya mengemukakan

bahwa kinerja dapat menjadi suatu konsep yang elusive, artinya sulit untuk dicari

kesamaan pemahamannya. Artinya konsep atau pendefinisian kinerja sering

digunakan secara rancu dengan konsep behaviour, melalui cara yang sederhana,

kinerja sering dirumuskan sebagai hasil akhir, dan perilaku adalah alat untuk

mencapai hasil akhir tersebut. Menurut Rothweell dan kawan-kawan, hal tersebut

tidak sepenuhnya benar. Seorang yang rajin dan sangat loyal pada organisasi serta

(26)

utama menurut Rothwell dan kawan-kawan adalah bagaimana mereka dapat

mencapai hasil terbaik, sedangkan perilaku menjadi penekanan kedua.

Kinerja menurut Brumbach (1988) yang diacu dalam Amstrong dan

Baron (1998):

“Performance means both behaviours and results. Behaviour emanate from the performer and transform performance from abstraction to action. Not just the instruments for results, behaviours are also outcomes in their own right – the product of mental and physical effort applied to task – and can be judged apart from result.”

Rumusan Brumbrach tentang kinerja tersebut membawa pada pemahaman bahwa

kinerja mencakup baik perilaku dan hasil. Armstrong menyebut pandangan ini

sebagai ‘mix-model’ dimana perilaku dipertimbangkan sebabagi input dan hasil

dari hasil sebagai output. Namun demikian, “Performance is not only about what

is achieved but also about how it is achieved” (Armstrong dan Baron 1998), yang

berarti bahwa masalah kinerja harus ditangani secara professional melalui

manajemen kinerja yang dapat mengarahkan berbagai konteks kinerja yang ada,

apakah hal tersebut berkaitan dengan penetapan indikator, pengukurannya,

evaluasi, maupun pengembangan dan perbaikan kinerja.

Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan

kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Menurut Bernardin & Russel

(Mardikanto 1993) kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari

fungsi pegawai tertentu. Kontribusi anggota organisasi terhadap organisasinya

dapat diukur dengan penilaian kinerja kerja. Gibson (1996) menyatakan kinerja

adalah hasil yang diinginkan dari pelaku. Hasibuan (2001) menyatakan bahwa

prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang didasarkan pada kecakapan,

pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Timpe (1992), kinerja adalah tingkat

prestasi seseorang atau karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan yang

dapat meningkatkan produktivitas. Cardy et al., (1995) kinerja dipandang sebagai

bagian dari fungsi sistem kerja dari karakteristik seorang pekerja, karena

karakteristik pekerja diasumsikan memiliki pengaruh besar terhadap kinerja. Hal

ini didasari pada perbedaan-perbedaan individu dalam melaksanakan pekerjaan

(27)

Atmosoeprapto (2001) menyatakan bahwa kinerja (performance)

merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan yang merupakan dua faktor yang

dapat menimbulkan efek sinergik. Kemampuan yang tinggi dan didukung oleh

motivasi yang tinggi pula akan memberikan keragaan yang baik berupa

produktivitas yang lebih baik (produktif). Seseorang untuk mampu melaksanakan

tugas pokok berdasarkan standar tertentu, memerlukan kemampuan yang tertentu

pula. Kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan ketiga aspek perilaku yaitu

psikomotor, efektif dan kognitif.

Lusthaus et al. (2002) dalam Organizational Assesment: A Framwork

for Improving Performance menyatakan bahwa kinerja organisasi dipengaruhi

oleh tiga faktor yaitu kapasitas organisasi, motivasi organisasi dan lingkungan

organisasi. Kapasitas organisasi merupakan kemampuan dari suatu organisasi

untuk menggunakan sumberdaya yang tersedia, motivasi organisasi menunjukkan

kepribadian dasar organisasi, dan lingkungan eksternal merupakan faktor kunci

didalam menetukan tinkat ketersediaan sumberdaya dan dan kesenangan, yang

mana suatu organisasi dapat menyelesaikan kegiatannya. Lusthaus et al. (2008)

menggambarkan kinerja organisasi dengan faktor-faktor yang memengaruhinya

sebagai berikut:

Gambar 1 Hubungan Kinerja Organisasi dengan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.

Sumber: Lusthaus et al. (2002) dalam Organizational Assesment:

A Framwork for improving Performance Motivasi

Organisasi

Kapasitas Organisasi Lingkungan

Organisasi

(28)

Menurut Gomez (2001), secara administratif organisasi atau perusahaan

dapat menjadikan tujuan penilaian kinerja sebagai acuan atau standar di dalam

membuat keputusan yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan karyawan,

termasuk untuk promosi pada jenjang karir yang lebih tinggi, pemberhentian dan

penghargaan atau penggajian. Pengembangannya adalah untuk memotivasi dan

meningkatkan keterampilan kerja, termasuk pemberian konseling untuk

mengubah perilaku karyawan dengan mengadakan latihan (training).

Pemahaman kinerja dari asumsi organisasi sebagaimana dikemukakan

oleh Yuchtman dan Seashore (1967) bahwa kinerja sebagai kemampuan suatu

organisasi yang memanfaatkan lingkungannya untuk mengakses sumber-sumber

daya yang terbatas. Selanjutnya dikemukakan bahwa kinerja adalah sebuah

pengukuran yang mencakup persepsi dari berbagai stakeholder dalam organisasi.

Carter (1991) dan Otley (1999) dalam Lye (2006) kinerja digambarkan

sebagai berikut: “Performance is an ambiguous concept that has different

meanings for different audiences, determined organizationally and contextually”.

K

Kinerja sebuah organisasi ialah gambaran mengenai bagaimana seorang

(baik pimpinan maupun anggota) melakukan segala sesuatu yang berhubungan

dengan suatu pekerjaan, jabatan atau peranan dalam organisasi. Kinerja diartikan

sebagai sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja

perorangan atau kelompok organisasi dalam jangka waktu tertentu. Kinerja

adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu

organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam

upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan (Sedarmayanti 2003).

inerja adalah suatu konsep ambigu yang memiliki arti yang berbeda untuk

audiens yang berbeda, ditentukan oleh organisasi dan kontekstualnya.

Berbagai uraian tujuan dan manfaat penilaian kinerja di atas, maka dapat

dirumuskan bahwa tujuan dan manfaat penilaian kinerja terangkum pada detail

faktor-faktor atau unsur-unsur yang dijadikan acuan menilai kinerja itu sendiri.

Bila acuannya adalah faktor-faktor atau unsur-unsur penilaian kinerja individu

maka tujuannya dapat dirumuskan pada sekitar faktor-faktor atau unsur-unsur

tersebut. Sedangkan manfaatnya tentu saja pada obyek dan subyek penilaian

(29)

Demikian halnya, bila penilaian kinerja ditekankan pada kinerja organisasai atau

kinerja proses, maka tujuannya dapat dirumuskan dari faktor-faktor atau

unsur-unsur apa yang menjadi obyek penilaian-kriteria penilaian. Sedangkan manfaat

nya untuk obyek dan subyek yang melekat pada penilaian kinerja yang dilakukan.

Manfaat dan Tujuan Penilaian Kinerja Aparatur

Masalah manajemen kinerja yang dihadapi lembaga pemerintah adalah

masalah pengukuran. Lembaga pemerintah sebagai lembaga sektor publik pada

umumnya tidak memiliki standard kinerja yang baku sebagaimana sektor privat.

Standard kinerja yang ada umumnya bersifat ad hoc dan jauh dari sistematik

(Hughes 1994). Pengukuran kinerja pemerintah sering bias pada beban kerja dan

bukan pada hasil, serta difokuskan pada satu bidang saja, dengan mengabaikan

bidang yang lain. Rendahnya kesadaran, pemahaman dan kemampuan melakukan

penilaian kinerja menjadi hambatan utama bagi penilaian kinerja itu sendiri.

Pemerintah Daerah harus sadar akan pentingnya penilaian kinerja bagi perbaikan

kinerja

Rothwell et al. (2004) menyatakan bahwa kesenjangan atau gap kinerja

merupakan perbedaan antara tingkatan kinerja saat ini dengan yang diinginkan.

Konsep kinerja yang multidimensional juga menggambarkan ragam-ragam faktor

yang diperkirakan memengaruhi penilaian suatu kinerja. Tom Gilbert (LaBonte

2001) mengidentifikasikan 6 (enam) variabel kunci yang menurutnya harus

dipertimbangkan dalam menilai kinerja organisasi, yakni pertama adalah variabel

lingkungan yang terdiri dari informasi, sumberdaya, dan insentif, serta yang

kedua adalah variabel individual yang terdiri dari pengetahuan, kemampuan dan

motivasi.

Rummler dan Brache 1988 (Rothwell 2000) mengemukakan 6 (enam)

variable yang memengaruhi kinerja individu dalam dalam pekerjaanya yaitu:

spesifikasi pekerjaan, campur tangan terhadap pekerjaan mereka,

konsekwensi-konsekwensi, umpan balik, pengetahuan dan keahlian, serta kapasitas individual.

(30)

Baron (1998) mengemukakan 5 (lima) faktor yang memengaruhi kinerja yaitu:

yang pertama faktor-faktor personal yang terdiri dari skill, kompetensi, motivasi

dan komitmen. Kemudian yang kedua adalah faktor-faktor kepemimpinan

(leadership) seperti kualitas dukungan, pemberian semangat dan team leader.

Ketiga, yakni faktor team antara lain kualitas dukungan yang disediakan oleh

kolega/teman/teamwork. Keempat, faktor sistem meliputi sistem kerja dan

fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh organisasi. Dan yang kelima, adalah faktor

situasional atau kontekstual yang berupa tekanan dan perubahan lingkungan

eksternal maupun internal dimana individu itu bekerja.

Simamora (1999) menyatakan bahwa, penilaian kinerja adalah proses

penilaian hasil kerja yang digunakan manajemen untuk memberikan informasi

kepada karyawan secara individual, tentang mutu hasil pekerjaannya dari sudut

kepentingan perusahaan. Hwang-Sun Kang (2003) menggunakan kriteria

workload, efficiency, effectivines dan productivity untuk penilaian kinerja.

Workload merupakan beban kerja yang berhasil diselesaikan. Efficiency

menunjukkan perbandingan antara input dan output. Effectivines menunjukkan

perbandingan antara output dan outcome yaitu tingkat ketercapaian hasil akhir

setelah output diperoleh. Productivity menunjukkan jumlah hasil yang dicapai

pada kurun waktu tertentu.

Belows (1961) dan Beach (1970) memahami bahwa, penilaian kinerja

perlu dilakukan periodik dan sistematis pada prestasi seorang karyawan dalam

melakukan pekerjaannya. Penilaian dilaksanakan oleh atasan atau seseorang yang

ditunjuk oleh organisasi untuk mengevaluasi kinerja karyawannya. Belows (1961)

lebih mengarah pada penilaian kinerja individu pada suatu organisasi secara

periodik, sedangkan Beach (1970) lebih mengarah pada potensi yang diberikan

oleh karyawan dalam pengembangan organisasi.

Blanchard dan Spencer (1982), Muchinsky (1993) serta Bittel dan

Newsroom (1996) memiliki pemahaman yang sama tentang penilaian kinerja.

Menurut mereka penilaian kinerja adalah proses evaluasi yang dilakukan oleh

organisasi secara sistematis dan formal tentang hasil kerja dari seorang karyawan

(31)

Blanchard dan Spencer (1982) lebih menekankan pada evaluasi kinerja

karyawan sebelumnya dan untuk mengetahui apa yang akan dilakukan

selanjutnya, hal ini berhubungan dengan penghargaan ataupun sanksi yang akan

diberikan kepada karyawan tersebut. Contoh: pemberian penghargaan kenaikan

jabatan atau pemberian sanksi penundaan kepangkatan. Lain halnya dengan

Muchinsky (1993) yang memandang dari segi efektivitas kerja dari seorang

karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Misalnya efektivitas melakukan

perencanaan, menentukan prioritas program kerja dan mengimplementasikannya.

Bittel dan Newsroom (1996) lebih mengarah pada evaluasi formal tentang

seberapa baik seseorang melakukan tugas dan perannya sesuai dengan tujuan

organisasi.

Menurut Barry (1997) dan Amstrong (1998), penilaian kinerja ialah

bentuk tanggungjawab manajemen untuk memastikan karyawan memahami misi

dan tujuan organisasi yang difokuskan pada pengungkapan kelebihan dan

kekurangan karyawan dalam bekerja. Barry (1997) lebih mengarah pada

tanggungjawab manajemen dalam menanamkan kepercayaan diri karyawan untuk

memahami misi dan tujuan organisasi. Amstrong (1998) lebih mengarah pada

pengungkapan kelebihan dan kekurangan karyawan dalam bekerja. Kelebihan

karyawan dapat dikembangkan secara berkelanjutan untuk memperbaiki

kekurangan yang dilakukan selama pelaksanaan tugasnya.

Simamora (1999) dan Hwang-Sun Kang (2003) memahami bahwa,

penilaian kinerja merupakan informasi pihak manajemen kepada karyawan

tentang kualitas hasil pekerjaannya, yang penilaiannya didasarkan pada workload,

efficiency, effectivines dan productivity dalam pelaksanaan tugas organisasi.

Simamora (1999) lebih mengarah pada kepentingan perusahaan, karena karyawan

hanya menerima informasi keberhasilan pelaksanaan tugasnya dan tidak

mengetahui sejauh mana kinerja mereka untuk meningkatkan karir di perusahaan.

Hwang-Sun Kang (2003) lebih memahami pada efektivitas, efisiensi dan

produktivitas karyawan dalam melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan

beban kerjanya. Karyawan secara langsung dapat mengetahui kemampuan yang

telah mereka hasilkan untuk kemajuan organisasi dan pengembangan karir

(32)

Berdasarkan uraian di atas, maka penilaian kinerja dapat didefinisikan

sebagai metode sistematis berdasarkan peraturan dan standar pekerjaan dengan

kriteria penilaian workload, efficiency, effectivnes dan productivity selama periode

tertentu yang dilakukan oleh organisasi untuk mengetahui prestasi kerja,

kontribusi, potensi dan nilai dari pekerjaan karyawan. Penilaian kinerja sebagai

bentuk umpan balik organisasi pada hasil kerja karyawan yang dilaksanakan oleh

pimpinan, manajer atau orang-orang yang diberi wewenang sebagai landasan

pengembangan misi dan tujuan organisasi.

Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan

salah satu kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien.

Untuk keperluan penilaian kinerja diperlukan adanya informasi yang relevan dan

reliabel tentang prestasi masing-masing individu (Sulistiyani dan Rosidah)

Martoyo (2000) mengatakan bahwa penilaian prestasi kerja pada dasarnya

penilaian yang sistemik terhadap penampilan kerja pegawai itu sendiri dan

terhadap taraf potensi pegawai dalam upaya mengembangkan diri untuk

kepentingan organisasi. Sasaran yang menjadi obyek penilaian antara lain adalah

kecakapan dan kemampuan pelaksanaan tugas yang diberikan, penampilan dalam

melaksanakan tugas, cara membuat laporan atas pelaksanaan tugas, kesegaran

jasmani maupun rohani selama bekerja.

Menurut Desler (1997), ada beberapa alasan untuk menilai kinerja yaitu:

(1) penilaian memberikan informasi tentang dapat dilakukannya promosi dan

penetapan gaji, dan (2) penilaian memberikan suatu peluang bagi atasan dan

bawahan untuk meninjau perilaku yang berhubungan dengan kerja bawahan. Hal

tersebut memungkinkan untuk dapat mengembangkan suatu rencana untuk

memperbaiki kemerosotan apa saja yang mungkin dapat digali dalam penilaian

dan dapat mendorong hal-hal baik yang sudah dilakukan.

Tujuan dilakukan penilaian kinerja secara umum adalah untuk

memberikan umpan balik (feedback) kepada pegawai dalam upaya memperbaiki

tampilan kerjanya dan upaya meningkatkan produktivitas organisasi, dan secara

khusus dilakukan dalam kaitannya terhadap pegawai seperti tujuan promosi,

(33)

Dalam menilai kinerja sesorang tidak terlepas dari manajemen

kinerjanya, yaitu proses komunikasi yang berlangsung terus menerus yang

dilaksanakan berdasarkan kemitraan antara petugas dan atasannya. Proses ini

meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai

pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan sebuah sistem, artinya ia memiliki

sejumlah bagian yang semuanya harus diikutsertakan yaitu organisasi, pengelola

kinerja dan anggota staff. Manajemen kinerja merupakan cara mencegah kinerja

buruk dan cara bekerjasama meningkatkan kinerja (Bacal 2002).

Manfaat pengukuran kinerja menurut Parker (Sadjiarto 2000) terdiri dari

lima manfaat: (1) pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengambilan

keputusan, (2) pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal, (3)

Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik, (4) pengukuran kinerja

mendukung perencanaan strategis dan penetapan tujuan, (5) pengukuran kinerja

memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumberdaya secara

efektif.

Selanjutnya dikatakan bahwa manfaat pengukuran kinerja dapat

digunakan sebagai bahan informasi mengenai kinerja pemerintah yang meliputi:

(1) menetapkan sasaran dan tujuan program tertentu, (2) merencanakan program

kegiatan untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, (3) mengalokasikan

sumberdaya untuk pelaksanaan program, (4) memonitor dan mengevaluasi hasil

untuk menentukan apakah ada kemajuan yang diperoleh dalam mencapai sasaran

dan tujuan tersebut, (5) memodifikasi perencanaan program untuk meningkatkan

kinerja.

Walaupun ada beberapa pendekatan untuk menilai kinerja organisasi, ada

sedikit yang merupakan kesepakatan untuk apa seperangkat kriteria yang valid.

Pandangan yang sama dikemukan oleh Davis dan Verma (1993) bahwa penilaian

kinerja dalam pelayanan penyuluhan menimbulkan keprihatinan seluruh

karyawan. hal itu memengaruhi motivasi karyawan, kinerja, dan efektifitas

program pendidikan, keberhasilan program bergantung sebagian besar pada

kinerja agen di lapangan. Oleh karena itu, penilaian kinerja merupakan fungsi

(34)

Tujuan penilaian kinerja adalah untuk mengetahui keberhasilan atau

ketidakberhasilan seorang Pegawai Negeri Sipil, dan untuk mengetahui

kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Pegawai

Negeri Sipil yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya. Hasil penilaian

kinerja digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan Pegawai Negeri

Sipil, antara lain pengangkatan, kenaikan pangkat, pengangkatan dalam jabatan,

pendidikan dan pelatihan, serta pemberian penghargaan. Penilaian kinerja

Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil.

Unsur-unsur yang dinilai dalam melaksanakan penilaian pelaksanaan

pekerjaan adalah : (1) kesetiaan, (2) prestasi kerja, (3) tanggungjawab, (4)

ketaatan, (5) kejujuran, (6) kerjasama, (7) prakarsa dan, (8) kepemimpian.

Kesetiaan, adalah kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian kepada Pancasila,

Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.

Prestasi Kerja, adalah hasil kerja yang dicapai seorang Pegawai Negeri Sipil

dalam melaksana tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi

kerja seorang Pegawai Negeri Sipil dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan ,

pengalaman dan kesungguhan PNS yang bersangkutan

Tanggung jawab, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil

menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan

tepat pada waktunya serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya

atau tindakan yang dilakukannya.

Ketaatan, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menaati

segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku,

menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta

kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.

Kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam

melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang

yang diberikan kepadanya.

Kerjasama, adalah kemampuan seseorang Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja

bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang

(35)

Prakarsa, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk mengambil

keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan

dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan.

Kepemimpinan, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk

meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk

melaksanakan tugas pokok.

Kinerja Organisasi Pemerintah Daerah

Kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat

pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran visi,

misi dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan

dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan

kebijakan yang ditetapkan. Penilaian kinerja adalah proses sistematis dan

berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan

kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang ditetapkan

dalam mewujudkan visi, misi dan strategi instansi pemerintah.

Studi tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja organisasi sangat

ditentukan oleh jenis dan profil organisasi serta tujuan penelitian dilakukan.

Sebagai contoh studi yang diterbitkan oleh sebuah lembaga yang bernama Goliath

Business Knowladge on Demand, dimana temuan penelitian yang dilakukan

sebelumnya dalam kewirausahaan, manajemen, dan daerah pemasaran telah

menunjukkan bahwa orientasi pasar, orientasi pembelajaran, gaya manajemen

kewirausahaan, dan fleksibilitas organisasi sangat berkorelasi dengan kinerja

organisasi. (Goliath Business Knowledge on Demand, 2005) dan penelitian

tersebut diperkuat dengan hasil studi yang diterbitkan baru-baru ini (Barrett,

Balloun, dan Weinstein, 2004 dalam Goliath Business Knowledge on Demand,

2005) menunjukkan bahwa organisasi nirlaba dan bisnis tidak menganggap diri

mereka berbeda pada empat faktor keberhasilan atau korelasi tersebut, meskipun

tingkat usaha mandiri melaporkan kinerjanya lebih tinggi dari organisasi nirlaba.

Sebuah langkah logis berikutnya adalah untuk membandingkan layanan bisnis

(36)

Semler, (1997) dalam Way dan Johnson (2005) bahwa kedudukan

kinerja berhubungan dengan cakupan dimana hasil aktual organisasi sesuai

dengan hasil yang penting bagi organisasi untuk menemukan tujuan dan

sasarannya. Proses ini dimaksudkan untuk menilai pencapaian setiap indikator

kinerja guna memberikan gambaran tentang keberhasilan dan kegagalan

pencapaian tujuan dan sasaran, selanjutnya dilakukan pula analisa akuntabilitas

kinerja yang menggambarkan keterkaitan pencapaian kinerja kegiatan dengan

program dan kebijakan dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan dan visi dan

misi sebagaimana ditetapkan dalam rencana strategik.

Pemerintahan reformasi yang ada selama ini dinilai kurang responsif dan

tidak peka terhadap tuntutan perubahan, aspirasi dan dinamika yang terjadi di

masyarakat, belum mampu mengantarkan bangsa keluar dari himpitin krisis serta

belum mampu menghasilkan perbaikan kehidupan yang berarti. Perebutan

kekuasaan antar elit politik lebih mewarnai jalannya reformasi dengan adanya

pergantian presiden yang begitu cepat tanpa diikuti dengan tindakan nyata kearah

perbaikan. Tingkat kepercayaan rakyat pada integritas pemerintahanpun mulai

dipertanyakan dan menunjukkan gejala penurunan dengan banyaknya bentuk

ekspresi ketidakpuasan rakyat seperti main hakim sendiri, demonstrasi, protes,

kecaman, cacimaki terhadap birokasi publik bahkan ada sebagian daerah

berkeinginan untuk berpisah dari Indonesia. Pemerintah dengan birokrasinya yang

diharapkan menjadi jalan pemecahan masalah tetapi malah menjadi sumber

masalah dari permasalahan yang dihadapi bangsa. Berbagai bentuk penyakit

birokrasi (bureau-pathologies) (Caiden 1991 dan Hariandja 1999) adalah

merupakan hasil dari kepongahan dan salah urusnya (mis-management) para

penyelenggara negara di semua tingkatan dan pada semua sektor kehidupan.

Tuntutan dan aspirasi masyarakat yang semakin mengedepan dalam era

reformasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan setidaknya meliputi beberapa

hal; pertama, reformasi sistem politik yang merupakan sebuah kenyataan yang

tidak dapat dinafikan untuk menuju kehidupan politik yang lebih demokratis

melalui keterlibatan dan partisipasi rakyat dalam proses politik yang menyangkut

kepentingan publik (Gaffar 2000); kedua, reformasi hubungan antara pemerintah

(37)

menjadi desentralisasi yang bersifat kemitraan (Rasyid 2001); ketiga, tuntutan

untuk mewujudkan good governance and clean government dalam

penyelenggaraan negara yang didukung dengan prinsip dasar kepastian hukum,

akuntabilitas, transparansi, keadilan, profesionalisme dan demokratis seperti yang

dikumandangkan oleh World Bank, UNDP, United Nation dan beberapa lembaga

international lainnya.

Dalam upaya merespon dinamika masyarakat dan berbagai tuntutan

tersebut lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Keberadaan undang-undang ini

memberikan kewenangan yang besar pada daerah untuk mengurus rumah

tangganya sendiri dan menawarkan berbagai kemungkinan untuk diterapkannya

paradigma baru dalam menata kembali sistem pemerintahan daerah dan

menemukan cara-cara baru dalam menjalankan birokrasi publik dengan efisien,

efektif, responsif, transparan dan akuntabel terhadap kebutuhan masyarakat.

Daerah dapat mengembangkan kehidupan demokrasi, peran serta, prakarsa dan

pemberdayaan masyarakat serta terpeliharanya nilai-nilai keanekaragaman daerah

yang pada akhirnya pemerintah daerah dapat menentukan disain dan model

birokrasi publik yang tepat untuk merespon tuntutan, aspirasi dan dinamika yang

terjadi dimasyarakat. Kegagalan dalam merespon tuntutan perubahan itu bisa

menciptakan sumber konflik baru antara pemerintah dengan masyarakat yang

pada akhirnya bisa mengganggu legitimasi dan jalannya roda pemerintahan.

Untuk mendiesain dan menentukan model birokrasi yang tepat maka

perlu dilakukan perubahan yang mendasar terhadap ‘anatomi’ dan ‘kode genetika’

birokrasi publik di Indonesia agar dapat terwujud birokrasi yang mampu

beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan strategis yang terjadi.

Osborne dan Plastrik (1997) mengatakan dengan tegas dan menjadikannya

sebagai aturan pertama dari penemuan kembali: tidak ada kode genetik baru,

transformasi tidak ada “the first rule of reinvention: No new DNA, No

Transformation”. Terlebih lagi bagi daerah Kabupaten atau Kota termasuk

Kabupaten Kepulauan Talaud dalam memasuki era otonomi daerah, yang

(38)

sendiri ditengah kompetisi global serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan

peran birokrasi publik yang sebenarnya.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud sudah saatnya untuk

mereposisi peranannya kembali menjadi birokrasi publik yang memiliki

akuntabilitas, responsif, inovatif dan profesional serta berjiwa entreprenuer.

Birokrasi daerah harus semakin kreatif dalam mengemban fungsi pemerintahan

modern yakni, ‘pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat (Rasyid

1997). Pola-pola lama dalam kultur birokrasi, kepemimpinan, struktur

kelembagaan, manajemen sumber daya manusia dan sebagainya harus

diorientasikan kearah pembentukan birokrasi publik yang adaptif terhadap

perubahan lingkungan strategis yang berlangsung cepat dan mengglobal.

Perubahan birokrasi publik yang diperkenalkan para teorisi tersebut

merupakan perubahan birokrasi publik melalui pendekatan NPM (New Public

Management) sebagai paradigma baru dalam upaya ‘mentransformasi birokrasi

yang kaku, hirarkis, birokratis bentuk adminisitrasi publiknya menjadi suatu

birokrasi yang fleksibel dan berorientasi pasar - pengguna jasa/pelanggan - bentuk

manajemen publiknya (Hughes 1994).

Pendekatan NPM ini bila ditarik benang merahnya (Hughes 1994;

Osborne dan Gaebler 1992) menghendaki suatu birokrasi publik yang memiliki

kriteria Good Governance dan Enterpreneurial Government dengan kemampuan

memacu kompetisi, akuntabilitas, responsif terhadap perubahan, transparan,

berpegang pada aturan hukum, mendorong adanya partisipasi pengguna jasa,

mementingkan kualitas, efektif dan efisien, mempertimbangkan rasa keadilan bagi

seluruh pengguna jasa, dan terbangunnya suatu orientasi pada nilai-nilai untuk

mewujudkan Good Governance dan Enterpreneurial Government itu sendiri.

Ringkasan

Benang merah dari ragam batasan kinerja yang dikemukakan para ahli

tersebut serta manfaat dilakukan pengukuran terhadapa kinerja adalah bahwa

kinerja dapat diukur secara individual, yakni melalui hasil perilaku individu

(39)

dicapai oleh organisasi. Dengan demikian juga dapat dikatakan bahwa kinerja

individu adalah bagian dari organisasi. Penekanan individual di sini dimaksudkan

mengacu pada kinerja para aparatur di dalam organisasi. Berdasarkan pemahaman

tersebut maka kinerja pegawai sesungguhnya menjadi dasar atau fondasi

keberhasilan organisasi.

Manfaat penilaian kinerja aparatur pemerintah daerah adalah: (1)

meningkatkan objektivitas penilaian kinerja pegawai, (2) meningkatkan

keefektian penilaian kinerja pegawai, (3) meningkatkan kinerja pegawai dan (4)

mendapatkan bahan-bahan pertimbangan objektif dalam pembinaan aparatur

dalam membuat kebijakan seperti promosi, demosi, mutasi, hukuman, pemecatan,

bonus, job design dan lain lain, (5) mendiagnosa masalah organisasi, dan (6)

sebagai umpan balik dalam menetukan kebijakan organisasi,

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli Steer (!980), Gomez (2001),

Lusthaus et al. (2002), Sedamaryanti (2003), Robins (2006), maka dalam

penelitian ini faktor-faktor yang memengaruhi kinerja aparatur pemerintah daerah

adalah karateristik aparatur, kompetensi, motivasi aparatur dan lingkungan

organisasi pemerintah daerah.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA APARATUR PEMERINTAH DAERAH

Karateristik Aparatur

Harus disadari, keberhasilan pembangunan dan daya saing suatu negara

amat ditentukan oleh komitmen dan usaha sistematik untuk membenahi aparatur

pemerintah. Tidak bisa tidak karena aparatur pemerintah bukan saja pelaksana

kebijakan, tetapi adalah juga fasilitator pembangunan bagi masyarakat. ”Aparat”

adalah badan pemerintahan; instansi pemerintah, pegawai negeri, alat negara.

Istilah ”aparatur pemerintah” diartikan sebagai pegawai negeri, alat Negara,

aparatur negara. Kata aparatur sendiri berarti perangkat, alat (negara, pemerintah);

(40)

Aparatur negara merupakan alat kelengkapan negara, terutama meliputi

bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, yang mempunyai

tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari. Pengertian

mengenai Aparatur Pemerintah menurut Salam (2002) adalah pekerja yang digaji

pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan melakukan pelayanan

kepada masyarakat berdasarkan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan pengertian

di atas, maka aparatur pemerintahan merupakan seseorang yang digaji oleh

pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah secara teknis dengan

berdasarkan ketentuan yang ada.

Karakter individu aparatur adalah suatu ciri atau sifat sifat yang melekat

pada diri seseorang yang berhubungan dengan aspek kehidupan social orang

tersebut. Menurut Mardikanto (1993), karateristik individu adalah sifat sifat yang

melekat pada diri seseorang yang berhubungan dengan aspek kehidupan, yaitu

umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial dan agama, Karateristik individu

merupakan salah satu faktor untuk mengetahui perilaku seseorang dalam

masyarakat, mempunyai cirri-ciri atau sifat individual yang berhubungan dengan

semua aspek kehidupan dan lingkungan seseorang.

Agung (2008) mengemukakan bahwa setiap individu memiliki karakteristik

individu yang menentukan terhadap perilaku individu dan akhirnya akan

menghasilkan sebuah motivasi individu. Karakteristik individu dalam organisasi

menurutnya antara lain: (1) karakteristik biografis, seperti: umur, jenis kelamin,

status kawin, dan masa kerja; (2) kemampuan, seperti: kemampuan fisik dan

kemampuan intelektual; (3) kepribadian; (4) proses belajar; (5) persepsi; (6) sikap,

dan (7) kepuasan kerja. Rogers dan Shoemaker (1995) mengemukakan bahwa

karateristik pribadi merupakan bagian dari individu dan melekat pada diri

seseorang yang mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun

situasi lainnya.

Adapun yang menjadi karateristik aparatur dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Umur

Menurut Muliady (2009) umur seseorang umumnya seiring dengan

(41)

akan terkait erat dengan umurnya, walaupun untuk kasus tertentu belum tentu

sering. Umur juga mempengaruhi kekuatan fisik seseorang dalam beraktifitas.

Selain itu umur terkait dengan kemampuan belajar seseorang. Menurut

Padmowiharjo (1994), kemampuan untuk belajar bagi seseorang berkembang

secara gradual semenjak dilahirkan sampai saat kedewasaan. Seseorang pada usia

15-25 tahun akan belajar lebih cepat dan berhasil mepertahankan retensi belajar,

jika diberikan bimbingan dalam pembelajaran yang baik kemampuan ini akan

berkembang dan tumbuh maksimal sampai usia 45 tahun. Kemampuan belajar

akan berkurang setelah usia 55 sampai 60 tahun.

Sudomo dan Jarmie (1985) mengemukakan bahwa, angkatan kerja usia

muda ialah mereka yang berumur 10-34 tahun, sedangkan batas umur seorang

pemuda adalah 10-40 tahun, sehingga sangat berpengaruh pada efektifitas dan

efisiensi kinerja seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya. Semakin bertambah umur, maka beban pekerjaan akan selalu

dikurangi terutama yang behubungan dengan pekerjaan yang membutuhkan

kekuatan fisik. Szilagyi dan Wallace (1990), beberapa pola perilaku mengalami

perubahan ketika manusia tumbuh dewasa sebagai akibat dari proses sosialisasi.

Beberapa potensi untuk mempelajari keterampilan tertentu dipengaruhi oleh usia.

Menurut Schemerhorn, et al. (1997), umur atau usia seseorang

berhubungan dengan kemampuan dan kemauan belajar serta fleksibilitas.

Kesimpulannya bahwa, usia tidak ada hubungannya dengan kinerja seseorang,

dalam hal ini orang yang lebih tua tidak lebih unproduktif daripada orang muda,

meskipun demikian orang yang sudah tua lebih banyak tidak dapat menghindari

absen daripada orang yang lebih muda. Umur dalam penelitian ini ialah usia

aparatur sejak dilahirkan sampai ulang tahun terdekat pada saat penelitian ini

dilaksanakan

Pendidikan

Pendidikan merupakan tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan yang

dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai

pengetahuan, kebiasaan dan sikap, dapat berlangsung secara formal maupun

nonformal (Syah 2003). Pendidikan adalah suatu proses perubahan perilaku

(42)

(Lunandi 1993). Salam (2002) mengemukakan bahwa pendidikan pada

hakekatnya merupakan usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah

dan berlangsung seumur hidup. Selanjutnya Barnabib (1996) menjelaskan bahwa

pendidikan adalah proses perubahan pada masyarakat sehingga terbentuk kualitas

baru pada diri masyarakat.

Tingkat pendidikan menurut Schram dalam Amri Jahi (1988), menyatakan

bahwa pendidikan merupakan faktor yang menentukan untuk mendapatkan

pengetahuan. Pendidikan juga melengkapi segmen-segmen tertentu dengan

keterampilan berkomunikasi yang diperlukan. Gilley dan Eggland (1989)

menjelaskan bahwa, konsep behavioristik dari kinerja manusia dan konsep

pendidikan menjadi dasar bagi pengembangan sumberdaya manusia. Orientasi ini

menekankan pada pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk tujuan

meningkatkan produktivitas dan efisiensi organisasi.

Pendapat lain yang mengemukakan bahwa pendidikan sebagai upaya

proses memperoleh pengetahuan untuk merubah taraf hidup seseorang yaitu apa

yang dinyatakan oleh Houle (1975), yaitu pendidikan merupakan proses

pengembangan pengetahuan, keterampilan maupun sikap individu yang dilakukan

secara terencana, sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan

taraf hidupnya. Sedangkan Wiraatmadja (1977), mengemukakan bahwa

pendidikan adalah usaha untuk mengadakan perubahan perilaku berdasarkan

ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui oleh masyarakat.

Pendidikan formal, yaitu tahun mengikuti pendidikan formal dari SD

sampai perguruan tinggi. Diukur dari jumlah tahun mengikuti pendidikan formal

sampai saat penelitian dilaksanakan.

Pelatihan

Usmara (2002) menyatakan bahwa faktor utama penyebab meningkatnya

kinerja seorang pegawai adalah dengan mengikuti pelatihan-pelatihan. Sulistiyana

dan Rosidah (2003) mendefinisikan pelatihan sebagai proses sistematik

pengubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan peserta. Pelatihan biasanya dimulai dengan

Gambar

Gambar 1
Gambar 2  Hubungan Iklim Organisasi Dengan Kinerja (Steer 1980) dalam (Usman 2010)
Gambar 3 Karateristik Pengembangan Organisasi (Newtrom dan Davis 1997)
Gambar 3. Model logika pengembangan program
+7

Referensi

Dokumen terkait