KEPULAUAN TALAUD DAN DAMPAKNYA DALAM
MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK
(GOOD GOVERNANCE)
YOHANIS BAPTISTA KRISTO KAMAGI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud
dalam Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance) adalah karya
saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka pada bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
iii
YOHANIS B. K. KAMAGI. Factors Affecting the Performance of Local Government Employees in implementing the Good Governance in the District of Talaud Islands. Advisors: AMRI JAHI, PRABOWO TJITROPRANOTO, DANIEL R. MONINTJA and I GUSTI PUTU PURNABA.
The local government employees’ performance illustrates certain attainments in the local government goals, both in terms of quality as well as quantity of works accomplished in performing their duties. The objectives of this study were: (1) to identify factors affecting those officials’ performances, (2) to investigate such factors’ effects on those officials’ performances in realizing the good governance, (3) to disclose the extent of relationships amongst such factors in implementing the good governance, and (4) to formulate a strategy for enhancing those officials’ performances in governing the district of Talaud Islands. This research was conducted in Talaud Islands as an ex post facto study. A stratified random sample was selected from a population of government employee sized 234. Data were collected through interviews using structured questionnaires and observations from December 2011 through January 2012. The data obtained were analyzed using the Structural Equation Model (SEM) procedure with LISREL program. The findings pointed out that: (1) the government employees’ characteristics, competencies, motivations and work climate affected their performances, (2) improvements of their certain characteristics, competencies, motivations and work climate enhanced their performances, (3) their characteristics, competencies, motivations and work climate were mutually correlated, and (4) their performances affected their perceptions on implementing good governance in the district of Talaud Islands
iv
YOHANIS B. K. KAMAGI. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah dalam Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance). Komisi Pembimbing: Amri Jahi (Ketua), Prabowo Tjitropranoto, Daniel R. Monintja dan I Gusti Putu Purnaba (masing-masing sebagai anggota).
Kinerja aparatur adalah ekspresi dari keberhasilan pencapaian tujuan
organisasi, yang menunjukkan kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dicapai dalam
menjalankan tugas mereka. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari
pembangunan nasional mengupayakan optimalisasi pelayanan umum bagi
masyarakat. Birokrasi pemerintahan yang baik menjadi bagian penting dalam
pemberdayaan dan pembangunan. Dalam hubungan ini profesionalitas aparatur
pemerintah daerah dan kesiapan aspek-aspek lainnya dalam melaksanakan
kewenangan pemerintah daerah menjadi penting. Hal yang mendasar ini menuntut
kesiapan pemerintah daerah untuk melaksanakannya semua urusan rumah tangga
daerah, terutama dalam peningkatan kinerja aparatur pemerintah daerah untuk
melayani masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi faktor – faktor yang
dapat meningkatkan kinerja aparatur pemerintah daerah di Kabupaten Kepulauan
Talaud, (2) menganalisis pengaruh faktor-faktor tersebut diatas pada kinerja aparatur
pemerintah daerah dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik di Kabupaten
Kepulauan Talaud, (3) menganalisis besar derajat hubungan antara faktor-faktor
tersebut dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik di Kabupaten Kepulauan
Talaud. (4) merumuskan strategi peningkatan kinerja aparatur pemerintahan daerah
yang baik.
Desain penelitian ini adalah penelitian survei yang dikerjakan berdasarkan
data ex post facto, sebagai bentuk penelitian yang menganalisis dan menilai peristiwa
faktual yang terjadi di lapangan. Peubah-peubah penelitian meliputi peubah bebas
v
pemerintahan yang baik (good governance) (Y2).
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan menggunakan instrument berupa daftar pertanyaan
(kuesioner). Jenis data yang berjenjang dengan jarak yang sama sesuai derajat
intensitas masing-masing indikator peubah sesuai definisi oprasionalnya. Validitas instrument dalam penelitian ini difokuskan pada validitas isi, yaitu untuk mengetahui: (1) apakah substansi alat ukur telah mencerminkan seluruh isi yang dimiliki dan (2) apakah informasi yang dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang digunakan. Untuk membantu memperoleh kebenaran instrument dilakukan dengan bantuan pakar.
Penelitian dilakukan di Kepulauan Talaud, dengan jumlah sampel dalam
penelitian ini sebanyak 234 aparatur dengan menggunakan Stratified Random
Sampling. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan obserations langsung
dari Desember 2011 sampai Januari 2012. Data dianalisis menggunakan Structural
Equation Model (SEM). Hasil analisis nilai koefisien reliabilitas Cronbach Alpha
instrumen penelitian adalah 0,889 (sangat reliabel), dengan demikian instrumen dapat
digunakan untuk pengumpulan data pada responden sesungguhnya
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) karakteristik, kompetensi,
motivasi dan iklim organisasi memengaruhi kinerja aparat (2) jika terjadi peningkatan
dalam karakteristik aparatur, kompetensi aparatur, motivasi aparatur dan iklim
organisasi, perbaikan kinerja akan terlihat (3) karakteristik, kompetensi, motivasi dan
iklim organisasi bersifat saling berhubungan, (4) kinerja pejabat pemerintah daerah
Kabupaten Kepulauan Talaud memengaruhi persepsi mereka dalam mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good governance).
Saran temuan ini ditujukan kepada lembaga terkait dan para aparatur
pemerintah daerah dalam rangka peningkatan kinerja guna terwujudnya tata
pemerintahan yang baik, sebagai berikut: (1) pihak yang berkepentingan perlu
vi
kemampuan kepemimpinan serta kemampuan melakukan pengambilan keputusan
dengan benar dan tepat, (2) pihak yang berkepentingan perlu memacu peningkatan
kinerja aparatur melalui penyelenggaraan pendidikan formil aparatur dengan
memperhatikan masa kerja, dengan arah pendidikan formil yang terkait dengan
kemampuan a) perencanaan, b) pengorganisasian, dan c) kemampuan
pengaktualisasian program ataupun kegiatan organisasi. Hal ini dimaksudkan untuk
lebih meningkatkan kemampuan kompetensi aparatur pada kinerja mereka, (3)
aparatur pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Talaud perlu meningkatkan
motivasi berprestasi dan kebutuhan berafiliasi guna meningkatkan kinerja aparatur
dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), (4) perlunya
strategi pembangunan aparatur yang lebih yang lebih komprehensif yang meliputi
pengembangan aparatur dibidang pendidikan aparatur serta perbaikan iklim
organisasi khususnya pemberian penghargaan berupa penghargaan (reward) kepada
aparatur serta pelimpahan wewenang tanggung jawab sesuai tupoksi yang diemban.
(5) perlu adanya penelitian sejenis menyangkut faktor-faktor lain yang belum diteliti
vii
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan
pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
viii
KEPULAUAN TALAUD DALAM MEWUJUDKAN TATA
PEMERINTAHAN YANG BAIK (
GOOD GOVERNANCE)
OLEH:
YOHANIS BAPTISTA KRISTO KAMAGI
DISERTASI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
Pada Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ix
Penguji Luar Komisi :
Penguji Ujian Tertutup : (1) Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, MA.
Staf Pengajar Program Studi Ilmu
Penyuluhan Pembangunan IPB Bogor
(2) Dr. Ir. Teddy R. Muliady, MM
Kepala Balai Pelatihan Pertanian Jambi
Kementerian Pertanian RI
Penguji Ujian Terbuka (1) Dr. Joyakin Tampubolon
Widyaiswara Pusat Pendidikan dan Latihan
Kementerian Sosial RI
(2) Dr. Ir. Lukman Effendy, M.Si
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Penyuluh
x
dalam Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik
(Good Governance)
Nama : Yohanis Baptista Kristo Kamagi
NIM : I362060091
Program Mayor : Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc.
Ketua Anggota
Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, M.Sc.
Anggota Anggota Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA.
Diketahui
Koordinator Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 31 Januari 2012 Tanggal Lulus :
xi
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kasih dan kemurahan-Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktu dan prosedur yang direncanakan. Judul disertasi ini adalah
“Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Aparatur Pemerintah Kabupaten Kepulauan
Talaud dalam Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance)”,
merupakan penelitian yang berguna untuk pengembangan sumberdaya manusia
aparatur pada pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Talaud.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc.,
Bapak. Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc., Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja
M.Sc., dan Bapak Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan saran dalam penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih pula
penulis sampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan
Fema IPB, Ketua Departemen KPM, Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc selaku
koordinator Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang telah memberikan
arahan dan bimbingan pada proses perkuliahan, kepada rekan-rekan mahasiswa PPN
secara khusus kepada Dr. M. Hatta Jamil, dan Dr. I Gede Setiawan dan teman
seperjuangan angkatan 2006, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada para pakar yang telah berkenan
terlibat untuk menilai kuesioner penelitian ini. Kepada responden dan rekan-rekan
yang telah memberikan data dan informasi serta turut membantu penulis dalam
mengumpulkan data penelitian.
Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Bupati
Kepulauan Talaud Non Aktif Bapak Elly E. Lasut yang sudah menyekolahkan
penulis pada program doktor IPB Bogor dan juga kepada Bapak Bupati Kepulauan
Talaud Bapak C. Ganggali bersama Ibu dan keluarga yang senantiasa mendukung
dalam penyelesaian studi.
Akhirnya terima kasih mendalam kepada Ibunda Lucia Irene Roong yang
xii
tersayang Lourdes, Jose dan Andrea yang telah berkorban untuk keberhasilan penulis,
dipersembahkan seluruh hasil capaian ini, ucapan terima kasih yang terdalam untuk
keluarga besar Kamagi Papalapu, atas segala doa dan dukungan selama ini. Kepada
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu diucapkan terima kasih atas
bantuannya selama penulis menempuh pendididikan doktoral di Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Keberhasilan pencapaian meraih gelar doktor penulis turut
persembahkan buat almarhum ayah tercinta Dirk Kamagi
Penulis mengharapkan penelitan ini dapat memberikan manfaat khususnya
kepada kemajuan ilmu penyuluhan pembangunan kedepan. Kritik dan saran yang
bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan karya ilmiah ini.
Bogor, Januari 2012
xiii
Penulis dilahirkan di Lembean pada tanggal 6 Juni 1975, Minahasa Utara
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan almarhum Bapak Dirk Kamagi
dan Ibu Lucia Irene Roong. Tahun 1999 penulis menikah dengan Selny Liundame
Papalapu dan telah dikaruniai tiga orang anak masing-masing Lourdes Felixcia
Reginna Caeli Kamagi, Jose Maria Reyn Dirk Kamagi dan Andrea Beniqno Mater
Deo. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di
Minahasa Utara. Pendidikan Menengah Atas di Manado. Pendidikan Ahli
Pemerintahan ditempuh pada tahun 1993 di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam
Negeri, lulus pada tahun 1997. Pendidikan Magister Sains (M.Si) ditempuh pada
tahun 2000 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pembangunan Program
Pascasarjana Sam Ratulangi Manado, lulus pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis
diterima sebagai mahasiswa doktoral pada Sekolah Pascasarjana IPB atas beasiswa
Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud.
Penulis memulai karir sebagai seorang aparatur dengan ditempatkan pada
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud sejak lulus dari STPDN tahun
1997. Berbagai jabatan struktural pernah diemban penulis dari jabatan sebagai Kepala
Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa di sebuah kecamatan sehingga meningkat
sampai sekarang sebagai kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa di Kabupaten
xiv
Masalah Penelitian... 4
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat dan Tujuan Penilaian Kinerja Aparatur ... 12
Kinerja Organisasi Pemerintah Daerah ... 18
Ringkasan ... 21
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA APARATUR PEMERINTAH DAERAH ... 22
Karateristik Aparatur ... 22
Kompetensi Aparatur ... 28
Motivasi Aparatur ... 31
Iklim Organisasi ... 33
REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH DAERAH ... 35
Konsep Birokrasi ... 35
Kepemimpinan ... 40
TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) ... 43
Konsep Good Governance ... 43
Implementasi Good Governance Pada Pemerintah Daerah ... 45
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 48
Kerangka Berpikir ... 48
Hipotesis ... 53
METODE PENELITIAN ... 54
Desain Penelitian ... 54
Populasi dan Sampel ... 59
Data dan Instrumentasi ... 60
Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 62
xv
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70
Hasil Penelitian ... 70
Hipotesis 1 ... 74
Hipotesis 2 ... 74
Hipotesis 3 ... 75
Pembahasan ... 76
STRATEGI PENINGKATAN KINERJA APARATUR PEMERINTAH DAERAH... 88
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 91
Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... ... 93
LAMPIRAN ... 100
Profil Kabupaten Kepulauan Talaud ... 101
Peta kabupaten Kepulauan Talaud ... 105
xvi
Halaman
1. Rancangan Pengujian Model studi Kinerja Aparatur ... 56
2. Peubah dan Sub Peubah Model Persamaan Struktural ... 58
3. Jumlah Populasi ... 59
4. Ukuran Sampel ... ... 60
5. Operasionalisasi Peubah Karateristik ... 65
6. Operasionalisasi Peubah Kompetensi ... 66
7. Operasionalisasi Peubah Motivasi ... 66
8. Operasionalisasi Peubah Iklim Organisasi ... 67
9. Operasionalisasi Peubah Kinerja ... 67
10.Operasionalisasi Peubah Good Governance ... 68
11.Dekomposisi Pengaruh Antar Peubah Model Kinerja Aparatur... 73
12.Kefisien dan t-hitung pengaruh peubah karateristik, kompetensi, motivasi dan iklim organisasi pada kinerja aparatur ... 74
xvii
Halaman
1. Hubungan Kinerja Organisasi Dengan Faktor-faktor Yang
Memengaruhinya ... 10
2. Hubungan Iklim Organisasi Dengan Kinerja ... 34
3. Karateristik Pengembangan Organisasi ... 39
4. Model Logika Pengembangan Program ... 49
5. Pengembangan Kinerja Aparatur Pemda dengan Pendekatan Model Logika ... 51
6. Kerangka Berpikir ... ... 52
7. Kerangka Hipotetik ... 57
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Format kebijakan otonomi daerah yang ada pada saat ini menandai awal
dari suatu perubahan fundamental dalam paradigma penyelenggaraan
pemerintahan di negeri ini. Kalau pada pemerintahan orde baru, pembangunan
menjadi misi terpenting pemerintah (developmentalism) dan pemerintah yang
pada masa itu menjadikan dirinya sebagai pusat kendali proses pembangunan itu
(sentralisasi di tingkat nasional), kini harus mereposisi diri sebagai pelayan dan
pemberdaya masyarakat dan harus menyebarkan aktivitasnya ke berbagai pusat di
tingkat lokal. Dengan kata lain arus baru kehidupan pemerintahan sekarang adalah
realitas pergeseran kekuasaan dari pusat menuju lokus-lokus daerah dan berbasis
pada kekuatan masyarakat sendiri.
Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat yang secara dinamis disertai
dengan peningkatan taraf hidup dan pendidikan masyarakat ditambah dengan
berkembangnya kemajuan dibidang teknologi dan informatika menjadikan
peningkatan proses pemberdayaan (empowering) dalam lingkungan masyarakat.
Oleh karena itu pelayanan birokrasi disektor publik juga diharapkan mengikuti
perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan dinamis sebagaimana yang
terjadi di masyarakat dari monolog harus berani diubah menjadi fleksibel,
kolaboratif, penjajaran (alignment) dan dialogis. Cara-cara sloganis yang
berkembang dikalangan birokrasi model orde baru sebaiknya dirubah dengan pola
kerja yang realistis, programis dan pragmatis.
Kabupaten Kepulauan Talaud yang dimekarkan dari Kabupaten
Kepulauan Sangihe dan Talaud melalui Undang-undang nomor 8 tahun 2002
sebagai bagian integral dari pembangunan nasional mengupayakan optimalisasi
pelayanan umum bagi masyarakat dengan berusaha mengejar ketertinggalan dari
kabupaten-kabupaten lain di Indonesia. Sebagai salah satu kabupaten yang
terbilang muda dan tertinggal di Indonesia, penguatan birokrasi pemerintahan
yang baik menjadi bagian penting dalam pemberdayaan dan pembangunan. Dalam
aspek-aspek lainnya dalam melaksanakan kewenangan pemerintah daerah menjadi
penting. Hal yang mendasar ini menuntut kesiapan pemerintah daerah Kabupaten
Kepulauan Talaud untuk melaksanakan semua urusan rumah tangga daerah,
terutama dalam peningkatan kinerja aparatur pemerintah daerah guna melayani
masyarakat.
Kompleksnya peningkatan kinerja aparatur Pemda menuntut perubahan
paradigma. Perubahan tersebut meliputi tata pemerintah yang baik (good
governance) atau reformasi birokrasi pemerintah daerah. Dampak reformasi
birokrasi itu ialah perubahan sistem pemerintahan dari yang sentralistik ke
desentralistik. Desentralisasi memberikan keleluasaan yang luas kepada daerah
dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat. Hal tersebut dilakukan dengan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi,
peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemerataan dan
keadilan, yang sesuai dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah. Selain itu
melalui pemerintahan yang desentralistik, akan terbuka wadah demokrasi bagi
masyarakat lokal untuk berperan serta dalam penentu nasibnya. Orientasi kepada
kepentingan rakyat melalui pemerintahan daerah yang terpercaya, terbuka, jujur
dan bertanggung jawab menjadi prasyarat prasyarat bagi terwujudnya
pemerintahan yang akuntabel, yang sesuai dengan asas-asas tata pemerintahan
yang baik (good governance).
Konsep tata pemerintahan yang baik (good governance) sendiri dalam
beberapa tahun belakangan ini banyak dibicarakan dalam berbagai konteks dan
menjadi issue yang paling mengemuka dalam pengelolaan pemerintahan dan
pelayanan kepada publik. Tuntutan ini timbul dari perubahan pola lama
penyelenggaraan pemerintahan, yang dirasakan tidak sesuai lagi bagi tatanan
masyarakat baru yang lebih dinamis.
Dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good
governance), aparatur pemerintah berperan sebagai penentu tercapainya hal
tersebut. Untuk itu kinerja aparatur pemerintah harus ditingkatkan. Upaya-upaya
untuk meningkatkan kinerja aparatur dapat dilakukan dengan cara meningkatkan
kompetensi, membangkitkan motivasi baik dalam bentuk pemberian insentif,
iklim kerja yang kondusif dalam organisasi pemerintahan daerah. Hal ini dapat
juga berupa berupa dukungan atasan kepada bawahan, kepercayaan atasan
terhadap bawahan maupun dukungan atasan kepada bawahan dalam pengambilan
keputusan.
Kinerja aparatur merupakan ekspresi keberhasilan tercapainya tujuan
organisasi yang telah ditetapkan, yang menunjukkan kualitas dan kuantitas hasil
kerja yang dicapai oleh seorang aparatur dalam melaksanakan tugasnya. Kinerja
aparatur pemerintah daerah yang baik dipengaruhi oleh kemampuan dan sikap
yang dimilikinya. Kemampuan merupakan potensi diri untuk berbuat sesuatu
karena adanya bekal pengetahuan dan keterampilan, sedangkan sikap merupakan
suatu reaksi evaluasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap
sesuatu atau seseorang yang ditunjukan dalam kepercayaan, perasaan atau
perilaku seseorang.
Dalam pencapaian kinerja aparatur yang baik, diperlukan motivasi serta
kompetensi yang tinggi dari aparat pemerintah daerah. Kompentensi menyangkut
kewenangan setiap individu untuk melakukan tugas atau mengambil keputusan
sesuai dengan perannya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian,
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kompetensi yang dimiliki aparatur
secara individual harus mampu mendukung pelaksanaan strategi organisasi dan
mampu mendukung setiap perubahan yang dilakukan manajemen. Dengan kata
lain kompentensi yang dimiliki individu dapat
Selain memiliki sejumlah kompetensi yang berpengaruh pada kinerjanya,
aparatur pemerintah juga harus memiliki sejumlah karakteristik yang mewarnai
dalam meningkatkan kinerjanya. Faktor motivasi juga penting dalam
meningkatkan kinerja pegawai. Motivasi menjadi pendorong seseorang
melaksanakan suatu kegiatan guna mendapatkan hasil yang terbaik. Oleh karena
itulah tidak heran jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi
biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula. Untuk itu motivasi kerja pegawai
perlu dibangkitkan agar pegawai dapat menghasilkan kinerja yang terbaik,
didukung oleh iklim organisasi dimana aparatur pemerintah tersebut ditempatkan. mendukung sistem kerja organisasi.
Aparatur pemerintah yang berperan dalam mewujudkan tata pemerintahan
organisasi, (2) memiliki integritas yang baik (3) menyusun perencanaan yang
baik, (4) melakukan pengorganisasian yang beorientasi pada kinerja, (5)
mengaktualisasikan setiap perencanaan dalam bentuk program, (6) melaksanakan
fungsi pengawasan yang benar, (7) menjalankan kepemimpinan dan, (8)
melakukan pengambilan keputusan yang tepat.
Masalah Penelitian
Uraian diatas memberikan gambaran bahwa ada beberapa faktor yang
dapat memengaruhi kinerja aparatur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Yang menjadi pertanyaan, faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja aparatur
dan seberapa besar pengaruhnya dalam pelaksaaan tata pemerintahan yang baik.
Atas dasar itulah perlu kajian yang mendalam mengenai pengaruh faktor-faktor
tersebut pada keberhasilan aparatur dalam menjalankan tugasnya. Hasil kajian
diharapkan dapat memberi sumbangan pada peningkatan kinerja aparatur guna
pencapaian tata pemerintahan yang baik.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja aparatur pemerintah daerah
dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik di Kabupaten Kepulauan
Talaud?
2. Berapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut pada kinerja aparatur
pemerintah daerah dan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik di
Kabupaten Kepulauan Talaud?
3. Berapa besar derajat hubungan antara faktor-faktor tersebut?
4. Bagaimana strategi peningkatan kinerja aparatur pemerintahan yang baik?
Tujuan Penelitian
Peningkatan kinerja aparatur pada berbagai aspek penyelenggaraan
aparatur dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Bila hal tersebut
tercapai maka akan terjadi perubahan sistem pemerintahan modern yang semakin
maju dan berdaya saing.
Keberhasilan aparatur dalam melaksanakan perannya meningkatkan
kompetensi dan motivasi untuk perubahan kinerja aparatur berhubungan beberapa
faktor baik yang berasal dari karateristik pribadinya, kompetensi yang harus
dimiliki, motivasi dan iklim organisasi yang mendukung kinerja aparatur pemda.
Faktor-faktor tersebut dapat mempunyai hubungan langsung maupun tidak
langsung pada kinerja aparatur pemerintah daerah dalam mewujudkan good
governance.
Sesuai dengan pemikiran serta permasalahan yang telah dirumuskan,
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi faktor – faktor yang dapat meningkatkan kinerja aparatur
pemerintah daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud.
2. Menganalisis pengaruh faktor-faktor tersebut diatas pada kinerja aparatur
pemerintah daerah dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik di
Kabupaten Kepulauan Talaud.
3. Menganalisis besar derajat hubungan antara faktor-faktor tersebut dalam
mewujudkan tata pemerintahan yang baik di Kabupaten Kepulauan Talaud.
4. Merumuskan strategi peningkatan kinerja paratur pemerintahan yang baik.
Manfaat Penelitian
Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja
aparatur dan besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut serta diketahui besarnya
dampak kinerja aparatur pemda pada peaksanaan good governance dan model
hubungan antara faktor-faktor yang yang berpengaruh pada kinerja aparatur
pemda, maka semua itu diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu, khususnya
ilmu penyuluhan pembangunan. Selain itu berguna pula bagi lembaga-lembaga
kebijakan aparatur dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Beberapa
butir penting kegunaan penelitian ini antara lain:
(1) Bermanfaat bagi lembaga aparatur dalam merumuskan kebijakan tentang
tugas pokok dan fungsi aparatur pemda.
(2) Dapat memberikan kontribusi kebaruan pada bidang pengembangan
sumberdaya manusia khususnya penyuluh pembangunan dalam memberikan
informasi ilmiah yang efektif dan efisien, baik dalam bentuk informasi teknis
maupun manajemen aparatur pemda.
(3) Dapat dijadikan dasar kebijakan dalam peningkatan dan pembinaan karir
aparatur pemda, serta menjadi pedoman dalam sistem penempatan aparatur
pemda sesuai kompetensi yang dimiliki baik oleh pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat.
(4) Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu
penyuluhan pembangunan untuk kepentingan masyarakat.
(5) Sebagai kontribusi bagi calon peneliti untuk mengembangkan model
peningkatan kinerja aparatur dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
Definisi Istilah
Definisi istilah dimaksudkan untuk memberikan suatu batasan tentang
konsep yang digunakan pada peubah yang diteliti. Penelitian ini menjelaskan
faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja aparatur pemerintah daerah
kabupaten kepulauan talauddan dampaknya pada pelaksanaan tata pemerintahan
yang baik (good governance) di Kabupaten Kepulauan Talaud. Selanjutnya
faktor-faktor tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:
Karateristik aparatur adalah ciri personal aparatur yang mendasari tingkah lakunya
dalam melaksanakan tugas, seperti umur, pendidikan, pelatihan, masa
kerja, tingkat penghasilan, esselonisasi.
Kompetensi aparatur adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh aparatur pemda
bertanggung jawab terhadap tugas pokok yang diembannnya, ketaatan,
kejujuran, kerjasama dan prakarsa.
Motivasi aparatur adalah dorongan diri aparatur untuk berprestasi, afiliasi,
kekuasaan, pengembangan potensi diri dan mendapatkan pengakuan atas
tugas yang diembannya.
Iklim organisasi ialah seperangkat karateristik yang dimiliki oleh organisasi yang
mempengaruhi anggotanya yang terdiri dari rasa tanggung jawab, standard
harapan kualitas, ganjaran/reward dan kerjasama tim.
Kinerja aparatur merupakan kualitas dari hasil kerja aparatur dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya yang diakibatkan oleh karateristik aparatur,
kompetensi, motivasi dan iklim organisasi.
Tata pemerintahan yang baik adalah suatu mekanisme interaksi para pihak terkait
yang berada di lembaga pemerintah, lembaga legislatif dan masyarakat,
baik secara pribadi maupun kelompok (perusahaan, asosiasi, LSM, dll.),
untuk bersama-sama merumuskan berbagai kesepakatan yang berkaitan
dengan manajemen pembangunan dalam suatu wilayah hukum atau
administratif tertentu.
TINJAUAN PUSTAKA
KINERJA APARATUR
Konsep Kinerja
Kinerja didefinisikan secara beragam. Para ahli manajemen kinerja
menyatakan bahwa konsep kinerja bersifat multi dimensional, artinya memiliki
berbagai macam pengukuran dan berbagai dimensi kinerja yang ada. Begitu pula
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Peningkatan dan perbaikan indikator
kinerja pada pelayanan publik dewasa ini menjadi tolok ukur bahwa kesulitan
yang dihadapi pelayanan publik dalam pengukuran kinerja tidak berarti
mengendurnya upaya peningkatan kinerja yang baik.
Menurut Blumberg dan Pringler (Stoner 1986) kinerja merupakan fungsi
dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan untuk berprestasi dengan rumusan
performance = (ability x motivation x opportunity to performance). Maksud
kesempatan berprestasi adalah kesempatan untuk mencapai kinerja yang lebih
tinggi bila mendapatkan dukungan, bantuan dan fasilitasi dari luar seperti kondisi
tempat kerja, peralatan kerja, teman kerja, informasi dan aturan kerja. Robbins
(2006) yang diacu dalam (Usman 2010) mengartikan kinerja adalah produk dari
fungsi kemampuan dan motifasi. Jika diformulasikan adalah sebagai berikut:
Kinerja = f (kemampuan x motivasi).
Pandangan Robbins tersebut menunjukkan bahwa kinerja dinyatakan sebagai
suatu produk kerja dari orang maupun dari lembaga.
Rothwell et al. (2000) dalam kalimat awal bukunya mengemukakan
bahwa kinerja dapat menjadi suatu konsep yang elusive, artinya sulit untuk dicari
kesamaan pemahamannya. Artinya konsep atau pendefinisian kinerja sering
digunakan secara rancu dengan konsep behaviour, melalui cara yang sederhana,
kinerja sering dirumuskan sebagai hasil akhir, dan perilaku adalah alat untuk
mencapai hasil akhir tersebut. Menurut Rothweell dan kawan-kawan, hal tersebut
tidak sepenuhnya benar. Seorang yang rajin dan sangat loyal pada organisasi serta
utama menurut Rothwell dan kawan-kawan adalah bagaimana mereka dapat
mencapai hasil terbaik, sedangkan perilaku menjadi penekanan kedua.
Kinerja menurut Brumbach (1988) yang diacu dalam Amstrong dan
Baron (1998):
“Performance means both behaviours and results. Behaviour emanate from the performer and transform performance from abstraction to action. Not just the instruments for results, behaviours are also outcomes in their own right – the product of mental and physical effort applied to task – and can be judged apart from result.”
Rumusan Brumbrach tentang kinerja tersebut membawa pada pemahaman bahwa
kinerja mencakup baik perilaku dan hasil. Armstrong menyebut pandangan ini
sebagai ‘mix-model’ dimana perilaku dipertimbangkan sebabagi input dan hasil
dari hasil sebagai output. Namun demikian, “Performance is not only about what
is achieved but also about how it is achieved” (Armstrong dan Baron 1998), yang
berarti bahwa masalah kinerja harus ditangani secara professional melalui
manajemen kinerja yang dapat mengarahkan berbagai konteks kinerja yang ada,
apakah hal tersebut berkaitan dengan penetapan indikator, pengukurannya,
evaluasi, maupun pengembangan dan perbaikan kinerja.
Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan
kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Menurut Bernardin & Russel
(Mardikanto 1993) kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari
fungsi pegawai tertentu. Kontribusi anggota organisasi terhadap organisasinya
dapat diukur dengan penilaian kinerja kerja. Gibson (1996) menyatakan kinerja
adalah hasil yang diinginkan dari pelaku. Hasibuan (2001) menyatakan bahwa
prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang didasarkan pada kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Timpe (1992), kinerja adalah tingkat
prestasi seseorang atau karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan yang
dapat meningkatkan produktivitas. Cardy et al., (1995) kinerja dipandang sebagai
bagian dari fungsi sistem kerja dari karakteristik seorang pekerja, karena
karakteristik pekerja diasumsikan memiliki pengaruh besar terhadap kinerja. Hal
ini didasari pada perbedaan-perbedaan individu dalam melaksanakan pekerjaan
Atmosoeprapto (2001) menyatakan bahwa kinerja (performance)
merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan yang merupakan dua faktor yang
dapat menimbulkan efek sinergik. Kemampuan yang tinggi dan didukung oleh
motivasi yang tinggi pula akan memberikan keragaan yang baik berupa
produktivitas yang lebih baik (produktif). Seseorang untuk mampu melaksanakan
tugas pokok berdasarkan standar tertentu, memerlukan kemampuan yang tertentu
pula. Kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan ketiga aspek perilaku yaitu
psikomotor, efektif dan kognitif.
Lusthaus et al. (2002) dalam Organizational Assesment: A Framwork
for Improving Performance menyatakan bahwa kinerja organisasi dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu kapasitas organisasi, motivasi organisasi dan lingkungan
organisasi. Kapasitas organisasi merupakan kemampuan dari suatu organisasi
untuk menggunakan sumberdaya yang tersedia, motivasi organisasi menunjukkan
kepribadian dasar organisasi, dan lingkungan eksternal merupakan faktor kunci
didalam menetukan tinkat ketersediaan sumberdaya dan dan kesenangan, yang
mana suatu organisasi dapat menyelesaikan kegiatannya. Lusthaus et al. (2008)
menggambarkan kinerja organisasi dengan faktor-faktor yang memengaruhinya
sebagai berikut:
Gambar 1 Hubungan Kinerja Organisasi dengan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
Sumber: Lusthaus et al. (2002) dalam Organizational Assesment:
A Framwork for improving Performance Motivasi
Organisasi
Kapasitas Organisasi Lingkungan
Organisasi
Menurut Gomez (2001), secara administratif organisasi atau perusahaan
dapat menjadikan tujuan penilaian kinerja sebagai acuan atau standar di dalam
membuat keputusan yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan karyawan,
termasuk untuk promosi pada jenjang karir yang lebih tinggi, pemberhentian dan
penghargaan atau penggajian. Pengembangannya adalah untuk memotivasi dan
meningkatkan keterampilan kerja, termasuk pemberian konseling untuk
mengubah perilaku karyawan dengan mengadakan latihan (training).
Pemahaman kinerja dari asumsi organisasi sebagaimana dikemukakan
oleh Yuchtman dan Seashore (1967) bahwa kinerja sebagai kemampuan suatu
organisasi yang memanfaatkan lingkungannya untuk mengakses sumber-sumber
daya yang terbatas. Selanjutnya dikemukakan bahwa kinerja adalah sebuah
pengukuran yang mencakup persepsi dari berbagai stakeholder dalam organisasi.
Carter (1991) dan Otley (1999) dalam Lye (2006) kinerja digambarkan
sebagai berikut: “Performance is an ambiguous concept that has different
meanings for different audiences, determined organizationally and contextually”.
K
Kinerja sebuah organisasi ialah gambaran mengenai bagaimana seorang
(baik pimpinan maupun anggota) melakukan segala sesuatu yang berhubungan
dengan suatu pekerjaan, jabatan atau peranan dalam organisasi. Kinerja diartikan
sebagai sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja
perorangan atau kelompok organisasi dalam jangka waktu tertentu. Kinerja
adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan (Sedarmayanti 2003).
inerja adalah suatu konsep ambigu yang memiliki arti yang berbeda untuk
audiens yang berbeda, ditentukan oleh organisasi dan kontekstualnya.
Berbagai uraian tujuan dan manfaat penilaian kinerja di atas, maka dapat
dirumuskan bahwa tujuan dan manfaat penilaian kinerja terangkum pada detail
faktor-faktor atau unsur-unsur yang dijadikan acuan menilai kinerja itu sendiri.
Bila acuannya adalah faktor-faktor atau unsur-unsur penilaian kinerja individu
maka tujuannya dapat dirumuskan pada sekitar faktor-faktor atau unsur-unsur
tersebut. Sedangkan manfaatnya tentu saja pada obyek dan subyek penilaian
Demikian halnya, bila penilaian kinerja ditekankan pada kinerja organisasai atau
kinerja proses, maka tujuannya dapat dirumuskan dari faktor-faktor atau
unsur-unsur apa yang menjadi obyek penilaian-kriteria penilaian. Sedangkan manfaat
nya untuk obyek dan subyek yang melekat pada penilaian kinerja yang dilakukan.
Manfaat dan Tujuan Penilaian Kinerja Aparatur
Masalah manajemen kinerja yang dihadapi lembaga pemerintah adalah
masalah pengukuran. Lembaga pemerintah sebagai lembaga sektor publik pada
umumnya tidak memiliki standard kinerja yang baku sebagaimana sektor privat.
Standard kinerja yang ada umumnya bersifat ad hoc dan jauh dari sistematik
(Hughes 1994). Pengukuran kinerja pemerintah sering bias pada beban kerja dan
bukan pada hasil, serta difokuskan pada satu bidang saja, dengan mengabaikan
bidang yang lain. Rendahnya kesadaran, pemahaman dan kemampuan melakukan
penilaian kinerja menjadi hambatan utama bagi penilaian kinerja itu sendiri.
Pemerintah Daerah harus sadar akan pentingnya penilaian kinerja bagi perbaikan
kinerja
Rothwell et al. (2004) menyatakan bahwa kesenjangan atau gap kinerja
merupakan perbedaan antara tingkatan kinerja saat ini dengan yang diinginkan.
Konsep kinerja yang multidimensional juga menggambarkan ragam-ragam faktor
yang diperkirakan memengaruhi penilaian suatu kinerja. Tom Gilbert (LaBonte
2001) mengidentifikasikan 6 (enam) variabel kunci yang menurutnya harus
dipertimbangkan dalam menilai kinerja organisasi, yakni pertama adalah variabel
lingkungan yang terdiri dari informasi, sumberdaya, dan insentif, serta yang
kedua adalah variabel individual yang terdiri dari pengetahuan, kemampuan dan
motivasi.
Rummler dan Brache 1988 (Rothwell 2000) mengemukakan 6 (enam)
variable yang memengaruhi kinerja individu dalam dalam pekerjaanya yaitu:
spesifikasi pekerjaan, campur tangan terhadap pekerjaan mereka,
konsekwensi-konsekwensi, umpan balik, pengetahuan dan keahlian, serta kapasitas individual.
Baron (1998) mengemukakan 5 (lima) faktor yang memengaruhi kinerja yaitu:
yang pertama faktor-faktor personal yang terdiri dari skill, kompetensi, motivasi
dan komitmen. Kemudian yang kedua adalah faktor-faktor kepemimpinan
(leadership) seperti kualitas dukungan, pemberian semangat dan team leader.
Ketiga, yakni faktor team antara lain kualitas dukungan yang disediakan oleh
kolega/teman/teamwork. Keempat, faktor sistem meliputi sistem kerja dan
fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh organisasi. Dan yang kelima, adalah faktor
situasional atau kontekstual yang berupa tekanan dan perubahan lingkungan
eksternal maupun internal dimana individu itu bekerja.
Simamora (1999) menyatakan bahwa, penilaian kinerja adalah proses
penilaian hasil kerja yang digunakan manajemen untuk memberikan informasi
kepada karyawan secara individual, tentang mutu hasil pekerjaannya dari sudut
kepentingan perusahaan. Hwang-Sun Kang (2003) menggunakan kriteria
workload, efficiency, effectivines dan productivity untuk penilaian kinerja.
Workload merupakan beban kerja yang berhasil diselesaikan. Efficiency
menunjukkan perbandingan antara input dan output. Effectivines menunjukkan
perbandingan antara output dan outcome yaitu tingkat ketercapaian hasil akhir
setelah output diperoleh. Productivity menunjukkan jumlah hasil yang dicapai
pada kurun waktu tertentu.
Belows (1961) dan Beach (1970) memahami bahwa, penilaian kinerja
perlu dilakukan periodik dan sistematis pada prestasi seorang karyawan dalam
melakukan pekerjaannya. Penilaian dilaksanakan oleh atasan atau seseorang yang
ditunjuk oleh organisasi untuk mengevaluasi kinerja karyawannya. Belows (1961)
lebih mengarah pada penilaian kinerja individu pada suatu organisasi secara
periodik, sedangkan Beach (1970) lebih mengarah pada potensi yang diberikan
oleh karyawan dalam pengembangan organisasi.
Blanchard dan Spencer (1982), Muchinsky (1993) serta Bittel dan
Newsroom (1996) memiliki pemahaman yang sama tentang penilaian kinerja.
Menurut mereka penilaian kinerja adalah proses evaluasi yang dilakukan oleh
organisasi secara sistematis dan formal tentang hasil kerja dari seorang karyawan
Blanchard dan Spencer (1982) lebih menekankan pada evaluasi kinerja
karyawan sebelumnya dan untuk mengetahui apa yang akan dilakukan
selanjutnya, hal ini berhubungan dengan penghargaan ataupun sanksi yang akan
diberikan kepada karyawan tersebut. Contoh: pemberian penghargaan kenaikan
jabatan atau pemberian sanksi penundaan kepangkatan. Lain halnya dengan
Muchinsky (1993) yang memandang dari segi efektivitas kerja dari seorang
karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Misalnya efektivitas melakukan
perencanaan, menentukan prioritas program kerja dan mengimplementasikannya.
Bittel dan Newsroom (1996) lebih mengarah pada evaluasi formal tentang
seberapa baik seseorang melakukan tugas dan perannya sesuai dengan tujuan
organisasi.
Menurut Barry (1997) dan Amstrong (1998), penilaian kinerja ialah
bentuk tanggungjawab manajemen untuk memastikan karyawan memahami misi
dan tujuan organisasi yang difokuskan pada pengungkapan kelebihan dan
kekurangan karyawan dalam bekerja. Barry (1997) lebih mengarah pada
tanggungjawab manajemen dalam menanamkan kepercayaan diri karyawan untuk
memahami misi dan tujuan organisasi. Amstrong (1998) lebih mengarah pada
pengungkapan kelebihan dan kekurangan karyawan dalam bekerja. Kelebihan
karyawan dapat dikembangkan secara berkelanjutan untuk memperbaiki
kekurangan yang dilakukan selama pelaksanaan tugasnya.
Simamora (1999) dan Hwang-Sun Kang (2003) memahami bahwa,
penilaian kinerja merupakan informasi pihak manajemen kepada karyawan
tentang kualitas hasil pekerjaannya, yang penilaiannya didasarkan pada workload,
efficiency, effectivines dan productivity dalam pelaksanaan tugas organisasi.
Simamora (1999) lebih mengarah pada kepentingan perusahaan, karena karyawan
hanya menerima informasi keberhasilan pelaksanaan tugasnya dan tidak
mengetahui sejauh mana kinerja mereka untuk meningkatkan karir di perusahaan.
Hwang-Sun Kang (2003) lebih memahami pada efektivitas, efisiensi dan
produktivitas karyawan dalam melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan
beban kerjanya. Karyawan secara langsung dapat mengetahui kemampuan yang
telah mereka hasilkan untuk kemajuan organisasi dan pengembangan karir
Berdasarkan uraian di atas, maka penilaian kinerja dapat didefinisikan
sebagai metode sistematis berdasarkan peraturan dan standar pekerjaan dengan
kriteria penilaian workload, efficiency, effectivnes dan productivity selama periode
tertentu yang dilakukan oleh organisasi untuk mengetahui prestasi kerja,
kontribusi, potensi dan nilai dari pekerjaan karyawan. Penilaian kinerja sebagai
bentuk umpan balik organisasi pada hasil kerja karyawan yang dilaksanakan oleh
pimpinan, manajer atau orang-orang yang diberi wewenang sebagai landasan
pengembangan misi dan tujuan organisasi.
Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan
salah satu kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien.
Untuk keperluan penilaian kinerja diperlukan adanya informasi yang relevan dan
reliabel tentang prestasi masing-masing individu (Sulistiyani dan Rosidah)
Martoyo (2000) mengatakan bahwa penilaian prestasi kerja pada dasarnya
penilaian yang sistemik terhadap penampilan kerja pegawai itu sendiri dan
terhadap taraf potensi pegawai dalam upaya mengembangkan diri untuk
kepentingan organisasi. Sasaran yang menjadi obyek penilaian antara lain adalah
kecakapan dan kemampuan pelaksanaan tugas yang diberikan, penampilan dalam
melaksanakan tugas, cara membuat laporan atas pelaksanaan tugas, kesegaran
jasmani maupun rohani selama bekerja.
Menurut Desler (1997), ada beberapa alasan untuk menilai kinerja yaitu:
(1) penilaian memberikan informasi tentang dapat dilakukannya promosi dan
penetapan gaji, dan (2) penilaian memberikan suatu peluang bagi atasan dan
bawahan untuk meninjau perilaku yang berhubungan dengan kerja bawahan. Hal
tersebut memungkinkan untuk dapat mengembangkan suatu rencana untuk
memperbaiki kemerosotan apa saja yang mungkin dapat digali dalam penilaian
dan dapat mendorong hal-hal baik yang sudah dilakukan.
Tujuan dilakukan penilaian kinerja secara umum adalah untuk
memberikan umpan balik (feedback) kepada pegawai dalam upaya memperbaiki
tampilan kerjanya dan upaya meningkatkan produktivitas organisasi, dan secara
khusus dilakukan dalam kaitannya terhadap pegawai seperti tujuan promosi,
Dalam menilai kinerja sesorang tidak terlepas dari manajemen
kinerjanya, yaitu proses komunikasi yang berlangsung terus menerus yang
dilaksanakan berdasarkan kemitraan antara petugas dan atasannya. Proses ini
meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai
pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan sebuah sistem, artinya ia memiliki
sejumlah bagian yang semuanya harus diikutsertakan yaitu organisasi, pengelola
kinerja dan anggota staff. Manajemen kinerja merupakan cara mencegah kinerja
buruk dan cara bekerjasama meningkatkan kinerja (Bacal 2002).
Manfaat pengukuran kinerja menurut Parker (Sadjiarto 2000) terdiri dari
lima manfaat: (1) pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengambilan
keputusan, (2) pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal, (3)
Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik, (4) pengukuran kinerja
mendukung perencanaan strategis dan penetapan tujuan, (5) pengukuran kinerja
memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumberdaya secara
efektif.
Selanjutnya dikatakan bahwa manfaat pengukuran kinerja dapat
digunakan sebagai bahan informasi mengenai kinerja pemerintah yang meliputi:
(1) menetapkan sasaran dan tujuan program tertentu, (2) merencanakan program
kegiatan untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, (3) mengalokasikan
sumberdaya untuk pelaksanaan program, (4) memonitor dan mengevaluasi hasil
untuk menentukan apakah ada kemajuan yang diperoleh dalam mencapai sasaran
dan tujuan tersebut, (5) memodifikasi perencanaan program untuk meningkatkan
kinerja.
Walaupun ada beberapa pendekatan untuk menilai kinerja organisasi, ada
sedikit yang merupakan kesepakatan untuk apa seperangkat kriteria yang valid.
Pandangan yang sama dikemukan oleh Davis dan Verma (1993) bahwa penilaian
kinerja dalam pelayanan penyuluhan menimbulkan keprihatinan seluruh
karyawan. hal itu memengaruhi motivasi karyawan, kinerja, dan efektifitas
program pendidikan, keberhasilan program bergantung sebagian besar pada
kinerja agen di lapangan. Oleh karena itu, penilaian kinerja merupakan fungsi
Tujuan penilaian kinerja adalah untuk mengetahui keberhasilan atau
ketidakberhasilan seorang Pegawai Negeri Sipil, dan untuk mengetahui
kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya. Hasil penilaian
kinerja digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan Pegawai Negeri
Sipil, antara lain pengangkatan, kenaikan pangkat, pengangkatan dalam jabatan,
pendidikan dan pelatihan, serta pemberian penghargaan. Penilaian kinerja
Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil.
Unsur-unsur yang dinilai dalam melaksanakan penilaian pelaksanaan
pekerjaan adalah : (1) kesetiaan, (2) prestasi kerja, (3) tanggungjawab, (4)
ketaatan, (5) kejujuran, (6) kerjasama, (7) prakarsa dan, (8) kepemimpian.
Kesetiaan, adalah kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.
Prestasi Kerja, adalah hasil kerja yang dicapai seorang Pegawai Negeri Sipil
dalam melaksana tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi
kerja seorang Pegawai Negeri Sipil dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan ,
pengalaman dan kesungguhan PNS yang bersangkutan
Tanggung jawab, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil
menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan
tepat pada waktunya serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya
atau tindakan yang dilakukannya.
Ketaatan, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menaati
segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku,
menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta
kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.
Kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang
yang diberikan kepadanya.
Kerjasama, adalah kemampuan seseorang Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja
bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang
Prakarsa, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk mengambil
keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan
dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan.
Kepemimpinan, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk
meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk
melaksanakan tugas pokok.
Kinerja Organisasi Pemerintah Daerah
Kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat
pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran visi,
misi dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan
dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan
kebijakan yang ditetapkan. Penilaian kinerja adalah proses sistematis dan
berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang ditetapkan
dalam mewujudkan visi, misi dan strategi instansi pemerintah.
Studi tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja organisasi sangat
ditentukan oleh jenis dan profil organisasi serta tujuan penelitian dilakukan.
Sebagai contoh studi yang diterbitkan oleh sebuah lembaga yang bernama Goliath
Business Knowladge on Demand, dimana temuan penelitian yang dilakukan
sebelumnya dalam kewirausahaan, manajemen, dan daerah pemasaran telah
menunjukkan bahwa orientasi pasar, orientasi pembelajaran, gaya manajemen
kewirausahaan, dan fleksibilitas organisasi sangat berkorelasi dengan kinerja
organisasi. (Goliath Business Knowledge on Demand, 2005) dan penelitian
tersebut diperkuat dengan hasil studi yang diterbitkan baru-baru ini (Barrett,
Balloun, dan Weinstein, 2004 dalam Goliath Business Knowledge on Demand,
2005) menunjukkan bahwa organisasi nirlaba dan bisnis tidak menganggap diri
mereka berbeda pada empat faktor keberhasilan atau korelasi tersebut, meskipun
tingkat usaha mandiri melaporkan kinerjanya lebih tinggi dari organisasi nirlaba.
Sebuah langkah logis berikutnya adalah untuk membandingkan layanan bisnis
Semler, (1997) dalam Way dan Johnson (2005) bahwa kedudukan
kinerja berhubungan dengan cakupan dimana hasil aktual organisasi sesuai
dengan hasil yang penting bagi organisasi untuk menemukan tujuan dan
sasarannya. Proses ini dimaksudkan untuk menilai pencapaian setiap indikator
kinerja guna memberikan gambaran tentang keberhasilan dan kegagalan
pencapaian tujuan dan sasaran, selanjutnya dilakukan pula analisa akuntabilitas
kinerja yang menggambarkan keterkaitan pencapaian kinerja kegiatan dengan
program dan kebijakan dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan dan visi dan
misi sebagaimana ditetapkan dalam rencana strategik.
Pemerintahan reformasi yang ada selama ini dinilai kurang responsif dan
tidak peka terhadap tuntutan perubahan, aspirasi dan dinamika yang terjadi di
masyarakat, belum mampu mengantarkan bangsa keluar dari himpitin krisis serta
belum mampu menghasilkan perbaikan kehidupan yang berarti. Perebutan
kekuasaan antar elit politik lebih mewarnai jalannya reformasi dengan adanya
pergantian presiden yang begitu cepat tanpa diikuti dengan tindakan nyata kearah
perbaikan. Tingkat kepercayaan rakyat pada integritas pemerintahanpun mulai
dipertanyakan dan menunjukkan gejala penurunan dengan banyaknya bentuk
ekspresi ketidakpuasan rakyat seperti main hakim sendiri, demonstrasi, protes,
kecaman, cacimaki terhadap birokasi publik bahkan ada sebagian daerah
berkeinginan untuk berpisah dari Indonesia. Pemerintah dengan birokrasinya yang
diharapkan menjadi jalan pemecahan masalah tetapi malah menjadi sumber
masalah dari permasalahan yang dihadapi bangsa. Berbagai bentuk penyakit
birokrasi (bureau-pathologies) (Caiden 1991 dan Hariandja 1999) adalah
merupakan hasil dari kepongahan dan salah urusnya (mis-management) para
penyelenggara negara di semua tingkatan dan pada semua sektor kehidupan.
Tuntutan dan aspirasi masyarakat yang semakin mengedepan dalam era
reformasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan setidaknya meliputi beberapa
hal; pertama, reformasi sistem politik yang merupakan sebuah kenyataan yang
tidak dapat dinafikan untuk menuju kehidupan politik yang lebih demokratis
melalui keterlibatan dan partisipasi rakyat dalam proses politik yang menyangkut
kepentingan publik (Gaffar 2000); kedua, reformasi hubungan antara pemerintah
menjadi desentralisasi yang bersifat kemitraan (Rasyid 2001); ketiga, tuntutan
untuk mewujudkan good governance and clean government dalam
penyelenggaraan negara yang didukung dengan prinsip dasar kepastian hukum,
akuntabilitas, transparansi, keadilan, profesionalisme dan demokratis seperti yang
dikumandangkan oleh World Bank, UNDP, United Nation dan beberapa lembaga
international lainnya.
Dalam upaya merespon dinamika masyarakat dan berbagai tuntutan
tersebut lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Keberadaan undang-undang ini
memberikan kewenangan yang besar pada daerah untuk mengurus rumah
tangganya sendiri dan menawarkan berbagai kemungkinan untuk diterapkannya
paradigma baru dalam menata kembali sistem pemerintahan daerah dan
menemukan cara-cara baru dalam menjalankan birokrasi publik dengan efisien,
efektif, responsif, transparan dan akuntabel terhadap kebutuhan masyarakat.
Daerah dapat mengembangkan kehidupan demokrasi, peran serta, prakarsa dan
pemberdayaan masyarakat serta terpeliharanya nilai-nilai keanekaragaman daerah
yang pada akhirnya pemerintah daerah dapat menentukan disain dan model
birokrasi publik yang tepat untuk merespon tuntutan, aspirasi dan dinamika yang
terjadi dimasyarakat. Kegagalan dalam merespon tuntutan perubahan itu bisa
menciptakan sumber konflik baru antara pemerintah dengan masyarakat yang
pada akhirnya bisa mengganggu legitimasi dan jalannya roda pemerintahan.
Untuk mendiesain dan menentukan model birokrasi yang tepat maka
perlu dilakukan perubahan yang mendasar terhadap ‘anatomi’ dan ‘kode genetika’
birokrasi publik di Indonesia agar dapat terwujud birokrasi yang mampu
beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan strategis yang terjadi.
Osborne dan Plastrik (1997) mengatakan dengan tegas dan menjadikannya
sebagai aturan pertama dari penemuan kembali: tidak ada kode genetik baru,
transformasi tidak ada “the first rule of reinvention: No new DNA, No
Transformation”. Terlebih lagi bagi daerah Kabupaten atau Kota termasuk
Kabupaten Kepulauan Talaud dalam memasuki era otonomi daerah, yang
sendiri ditengah kompetisi global serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan
peran birokrasi publik yang sebenarnya.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud sudah saatnya untuk
mereposisi peranannya kembali menjadi birokrasi publik yang memiliki
akuntabilitas, responsif, inovatif dan profesional serta berjiwa entreprenuer.
Birokrasi daerah harus semakin kreatif dalam mengemban fungsi pemerintahan
modern yakni, ‘pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat (Rasyid
1997). Pola-pola lama dalam kultur birokrasi, kepemimpinan, struktur
kelembagaan, manajemen sumber daya manusia dan sebagainya harus
diorientasikan kearah pembentukan birokrasi publik yang adaptif terhadap
perubahan lingkungan strategis yang berlangsung cepat dan mengglobal.
Perubahan birokrasi publik yang diperkenalkan para teorisi tersebut
merupakan perubahan birokrasi publik melalui pendekatan NPM (New Public
Management) sebagai paradigma baru dalam upaya ‘mentransformasi birokrasi
yang kaku, hirarkis, birokratis bentuk adminisitrasi publiknya menjadi suatu
birokrasi yang fleksibel dan berorientasi pasar - pengguna jasa/pelanggan - bentuk
manajemen publiknya (Hughes 1994).
Pendekatan NPM ini bila ditarik benang merahnya (Hughes 1994;
Osborne dan Gaebler 1992) menghendaki suatu birokrasi publik yang memiliki
kriteria Good Governance dan Enterpreneurial Government dengan kemampuan
memacu kompetisi, akuntabilitas, responsif terhadap perubahan, transparan,
berpegang pada aturan hukum, mendorong adanya partisipasi pengguna jasa,
mementingkan kualitas, efektif dan efisien, mempertimbangkan rasa keadilan bagi
seluruh pengguna jasa, dan terbangunnya suatu orientasi pada nilai-nilai untuk
mewujudkan Good Governance dan Enterpreneurial Government itu sendiri.
Ringkasan
Benang merah dari ragam batasan kinerja yang dikemukakan para ahli
tersebut serta manfaat dilakukan pengukuran terhadapa kinerja adalah bahwa
kinerja dapat diukur secara individual, yakni melalui hasil perilaku individu
dicapai oleh organisasi. Dengan demikian juga dapat dikatakan bahwa kinerja
individu adalah bagian dari organisasi. Penekanan individual di sini dimaksudkan
mengacu pada kinerja para aparatur di dalam organisasi. Berdasarkan pemahaman
tersebut maka kinerja pegawai sesungguhnya menjadi dasar atau fondasi
keberhasilan organisasi.
Manfaat penilaian kinerja aparatur pemerintah daerah adalah: (1)
meningkatkan objektivitas penilaian kinerja pegawai, (2) meningkatkan
keefektian penilaian kinerja pegawai, (3) meningkatkan kinerja pegawai dan (4)
mendapatkan bahan-bahan pertimbangan objektif dalam pembinaan aparatur
dalam membuat kebijakan seperti promosi, demosi, mutasi, hukuman, pemecatan,
bonus, job design dan lain lain, (5) mendiagnosa masalah organisasi, dan (6)
sebagai umpan balik dalam menetukan kebijakan organisasi,
Berdasarkan berbagai pendapat para ahli Steer (!980), Gomez (2001),
Lusthaus et al. (2002), Sedamaryanti (2003), Robins (2006), maka dalam
penelitian ini faktor-faktor yang memengaruhi kinerja aparatur pemerintah daerah
adalah karateristik aparatur, kompetensi, motivasi aparatur dan lingkungan
organisasi pemerintah daerah.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA APARATUR PEMERINTAH DAERAH
Karateristik Aparatur
Harus disadari, keberhasilan pembangunan dan daya saing suatu negara
amat ditentukan oleh komitmen dan usaha sistematik untuk membenahi aparatur
pemerintah. Tidak bisa tidak karena aparatur pemerintah bukan saja pelaksana
kebijakan, tetapi adalah juga fasilitator pembangunan bagi masyarakat. ”Aparat”
adalah badan pemerintahan; instansi pemerintah, pegawai negeri, alat negara.
Istilah ”aparatur pemerintah” diartikan sebagai pegawai negeri, alat Negara,
aparatur negara. Kata aparatur sendiri berarti perangkat, alat (negara, pemerintah);
Aparatur negara merupakan alat kelengkapan negara, terutama meliputi
bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, yang mempunyai
tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari. Pengertian
mengenai Aparatur Pemerintah menurut Salam (2002) adalah pekerja yang digaji
pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan melakukan pelayanan
kepada masyarakat berdasarkan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan pengertian
di atas, maka aparatur pemerintahan merupakan seseorang yang digaji oleh
pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah secara teknis dengan
berdasarkan ketentuan yang ada.
Karakter individu aparatur adalah suatu ciri atau sifat sifat yang melekat
pada diri seseorang yang berhubungan dengan aspek kehidupan social orang
tersebut. Menurut Mardikanto (1993), karateristik individu adalah sifat sifat yang
melekat pada diri seseorang yang berhubungan dengan aspek kehidupan, yaitu
umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial dan agama, Karateristik individu
merupakan salah satu faktor untuk mengetahui perilaku seseorang dalam
masyarakat, mempunyai cirri-ciri atau sifat individual yang berhubungan dengan
semua aspek kehidupan dan lingkungan seseorang.
Agung (2008) mengemukakan bahwa setiap individu memiliki karakteristik
individu yang menentukan terhadap perilaku individu dan akhirnya akan
menghasilkan sebuah motivasi individu. Karakteristik individu dalam organisasi
menurutnya antara lain: (1) karakteristik biografis, seperti: umur, jenis kelamin,
status kawin, dan masa kerja; (2) kemampuan, seperti: kemampuan fisik dan
kemampuan intelektual; (3) kepribadian; (4) proses belajar; (5) persepsi; (6) sikap,
dan (7) kepuasan kerja. Rogers dan Shoemaker (1995) mengemukakan bahwa
karateristik pribadi merupakan bagian dari individu dan melekat pada diri
seseorang yang mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun
situasi lainnya.
Adapun yang menjadi karateristik aparatur dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Umur
Menurut Muliady (2009) umur seseorang umumnya seiring dengan
akan terkait erat dengan umurnya, walaupun untuk kasus tertentu belum tentu
sering. Umur juga mempengaruhi kekuatan fisik seseorang dalam beraktifitas.
Selain itu umur terkait dengan kemampuan belajar seseorang. Menurut
Padmowiharjo (1994), kemampuan untuk belajar bagi seseorang berkembang
secara gradual semenjak dilahirkan sampai saat kedewasaan. Seseorang pada usia
15-25 tahun akan belajar lebih cepat dan berhasil mepertahankan retensi belajar,
jika diberikan bimbingan dalam pembelajaran yang baik kemampuan ini akan
berkembang dan tumbuh maksimal sampai usia 45 tahun. Kemampuan belajar
akan berkurang setelah usia 55 sampai 60 tahun.
Sudomo dan Jarmie (1985) mengemukakan bahwa, angkatan kerja usia
muda ialah mereka yang berumur 10-34 tahun, sedangkan batas umur seorang
pemuda adalah 10-40 tahun, sehingga sangat berpengaruh pada efektifitas dan
efisiensi kinerja seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya. Semakin bertambah umur, maka beban pekerjaan akan selalu
dikurangi terutama yang behubungan dengan pekerjaan yang membutuhkan
kekuatan fisik. Szilagyi dan Wallace (1990), beberapa pola perilaku mengalami
perubahan ketika manusia tumbuh dewasa sebagai akibat dari proses sosialisasi.
Beberapa potensi untuk mempelajari keterampilan tertentu dipengaruhi oleh usia.
Menurut Schemerhorn, et al. (1997), umur atau usia seseorang
berhubungan dengan kemampuan dan kemauan belajar serta fleksibilitas.
Kesimpulannya bahwa, usia tidak ada hubungannya dengan kinerja seseorang,
dalam hal ini orang yang lebih tua tidak lebih unproduktif daripada orang muda,
meskipun demikian orang yang sudah tua lebih banyak tidak dapat menghindari
absen daripada orang yang lebih muda. Umur dalam penelitian ini ialah usia
aparatur sejak dilahirkan sampai ulang tahun terdekat pada saat penelitian ini
dilaksanakan
Pendidikan
Pendidikan merupakan tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan yang
dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai
pengetahuan, kebiasaan dan sikap, dapat berlangsung secara formal maupun
nonformal (Syah 2003). Pendidikan adalah suatu proses perubahan perilaku
(Lunandi 1993). Salam (2002) mengemukakan bahwa pendidikan pada
hakekatnya merupakan usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah
dan berlangsung seumur hidup. Selanjutnya Barnabib (1996) menjelaskan bahwa
pendidikan adalah proses perubahan pada masyarakat sehingga terbentuk kualitas
baru pada diri masyarakat.
Tingkat pendidikan menurut Schram dalam Amri Jahi (1988), menyatakan
bahwa pendidikan merupakan faktor yang menentukan untuk mendapatkan
pengetahuan. Pendidikan juga melengkapi segmen-segmen tertentu dengan
keterampilan berkomunikasi yang diperlukan. Gilley dan Eggland (1989)
menjelaskan bahwa, konsep behavioristik dari kinerja manusia dan konsep
pendidikan menjadi dasar bagi pengembangan sumberdaya manusia. Orientasi ini
menekankan pada pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk tujuan
meningkatkan produktivitas dan efisiensi organisasi.
Pendapat lain yang mengemukakan bahwa pendidikan sebagai upaya
proses memperoleh pengetahuan untuk merubah taraf hidup seseorang yaitu apa
yang dinyatakan oleh Houle (1975), yaitu pendidikan merupakan proses
pengembangan pengetahuan, keterampilan maupun sikap individu yang dilakukan
secara terencana, sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan
taraf hidupnya. Sedangkan Wiraatmadja (1977), mengemukakan bahwa
pendidikan adalah usaha untuk mengadakan perubahan perilaku berdasarkan
ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui oleh masyarakat.
Pendidikan formal, yaitu tahun mengikuti pendidikan formal dari SD
sampai perguruan tinggi. Diukur dari jumlah tahun mengikuti pendidikan formal
sampai saat penelitian dilaksanakan.
Pelatihan
Usmara (2002) menyatakan bahwa faktor utama penyebab meningkatnya
kinerja seorang pegawai adalah dengan mengikuti pelatihan-pelatihan. Sulistiyana
dan Rosidah (2003) mendefinisikan pelatihan sebagai proses sistematik
pengubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan peserta. Pelatihan biasanya dimulai dengan