• Tidak ada hasil yang ditemukan

TA : Rancang Bangun Framework Rendering Engine Untuk Pengembangan Aplikasi Berbasis Tiga Dimensi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TA : Rancang Bangun Framework Rendering Engine Untuk Pengembangan Aplikasi Berbasis Tiga Dimensi."

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN FRAMEWORK RENDERING ENGINE UNTUK

PENGEMBANGAN APLIKASI BERBASIS TIGA DIMENSI

TUGAS AKHIR

Nama : Tivan Arnaz

NIM : 06.41010.0317

Program : S1 (Strata Satu)

Jurusan : Sistem Informasi

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER

SURABAYA

2013

STIKOM

(2)

vi ABSTRAK

Komputer Grafis 3D merupakan teknologi yang dipakai untuk

pengembangan aplikasi berbasis 3D, yang mencakup bidang yang cukup luas.

Permasalahan dalam mengembangkan aplikasi tersebut adalah pemrograman yang

kompleks menggunakan pipeline API grafis 3D, kurangnya dukungan perhitungan

matematika dan algoritma 3D untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

rendering, serta tidak adanya sistem manajemen untuk mengelola sumber daya

3D.

Berdasarkan permasalahan diatas, diusulkan perancangan framework

rendering engine untuk pengembangan aplikasi berbasis 3D dengan menyediakan modul-modul pengembangan untuk mengelola sistem rendering beserta

manajemen verteks dan manajemen skinnya, modul-modul algoritma dan

matematika 3D seperti vektor, matriks, ray, plane, AABB, OBB, Octre dan BSP

Tree, dan juga menyediakan modul-modul lainnya seperti kamera, kontrol

pergerakan dan informasi proses rendering grafis 3D.

Sebagai hasil implementasi dan uji coba sistem, framework rendering

engine ini dapat menghasilkan sistem yang lebih efektif dan efisien pada beragam

pengembangan aplikasi berbasis 3D. Dan dengan adanya sistem manajemen scene

membantu meningkatan performa dari proses rendering, disertai dengan teknologi

SIMD (Single Instruction Multiple Data) sehingga dapat meningkatkan nilai frame rate per second sebesar antara 24% sampai dengan 40%.

Kata Kunci: Framework, Rendering Engine, Tiga Dimensi

STIKOM

(3)

ix DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Pembatasan Masalah ... 4

1.4. Tujuan ... 4

1.5. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II ... 7

2.1. Software Framework... 7

2.2. Komputer Grafis 3D ... 9

2.3. Rendering Engine ... 9

2.4. Direct3D API ... 11

2.5. Teknologi SIMD ... 13

2.6. Matematika 3D ... 14

2.6.1. Vektor ... 14

2.6.2. Sistem Koordinat Kartesius ... 16

2.6.3. Matriks dan Transformasi ... 18

2.6.4. Orientasi Euler Angle dan Quaternion ... 19

STIKOM

(4)

x

2.6.5. Plane dan Ray ... 21

2.6.6. Bounding Volume ... 23

2.7. Octree ... 26

2.8. BSP Tree ... 27

2.9. Pemrograman C++ ... 29

2.10. UML... 30

2.11. Pengujian Perangkat Lunak ... 31

BAB III ... 33

3.1. Analisa Identifikasi Permasalahan ... 33

3.2. Algoritma Manajemen Scene... 36

3.2.1. Algoritma Octree ... 36

3.2.2. Algoritma BSP Tree ... 39

3.3. Perancangan Sistem ... 43

3.4. Class Diagram ... 45

3.4.1. Class TumozRenderer ... 48

3.4.2. Class TumozRenderDevice ... 49

3.4.3. Class TumozVertexCacheManager ... 50

3.4.4. Class TumozSkinManager ... 50

3.4.5. Class TumozD3D ... 51

3.4.6. Class TumozD3DSkinManager ... 53

3.4.7. Class TumozD3DVCManager ... 54

3.4.8. Class TumozD3DVCache ... 56

3.4.9. Class TumozVector ... 57

3.4.10. Class TumozMatrix... 57

STIKOM

(5)

xi

3.4.11. Class TumozQuat ... 58

3.4.12. Class TumozRay ... 59

3.4.13. Class TumozPlane... 60

3.4.14. Class TumozAabb ... 61

3.4.15. Class TumozObb... 62

3.4.16. Class TumozPolygon ... 63

3.4.17. Class TumozPolylist ... 64

3.4.18. Class TumozBSPTree ... 65

3.4.19. Class TumozOctree ... 66

3.4.20. Class TumozMovementController ... 67

3.4.21. Class TumozMCEgo ... 69

3.4.22. Class TumozMCFree ... 69

3.4.23. Class TumozTimer ... 70

3.5. Flowchart Diagram ... 71

3.5.1. Flowchart Operasi Create Device() ... 72

3.5.2. Flowchart Operasi Init() ... 73

3.5.3. Flowchart Operasi Go() ... 75

3.5.4. Flowchart Operasi OneTimeInit() ... 77

3.5.5. Flowchart Operasi UseWindow() ... 79

3.5.6. Flowchart Operasi InitStage() ... 80

3.5.7. Flowchart Operasi CreateVShader() ... 81

3.5.8. Flowchart Operasi AddSkin()... 83

3.5.9. Flowchart Operasi AddTexture() ... 85

3.5.10. Flowchart Operasi CreateStaticBuffer() ... 88

STIKOM

(6)

xii

3.5.11. Flowchart Operasi CreateFont() ... 90

3.5.12. Flowchart Operasi BeginRendering() ... 91

3.5.13. Flowchart Operasi EndRendering() ... 92

3.5.14. Flowchart Operasi UseShaders() ... 93

3.5.15. Flowchart Operasi DrawText() ... 94

3.5.16. Flowchart Operasi SetAmbientLight() ... 94

3.5.17. Flowchart Operasi SetWorldTransform() ... 95

3.5.18. Flowchart Operasi ActivateVShader()... 96

3.5.19. Flowchart Operasi Render()... 98

3.6. Component Diagram ... 101

3.6.1. Component Diagram TumozRenderer ... 103

3.6.2. Component Diagram TumozD3D ... 104

3.6.3. Component Diagram Tumoz3D ... 105

3.6.4. Component Diagram TumozGeneral ... 107

BAB IV ... 109

4.1. Kebutuhan Sistem ... 109

4.1.1. Kebutuhan Perangkat Keras ... 109

4.1.2. Kebutuhan Perangkat Lunak ... 109

4.2. Pembuatan Framework Rendering Engine ... 110

4.3. Implementasi Framework Rendering Engine ... 111

4.3.1. Instalasi Framework Rendering Engine ... 111

4.3.2. Pembuatan Referensi Framework Rendering Engine... 112

4.3.3. Insialisasi Framework Rendering Engine ... 114

4.3.4. Siklus Rendering ... 116

STIKOM

(7)

xiii

4.3.5. Rendering Obyek Tiga Dimensi ... 119

4.3.6. Transformasi dan Pencahayaan ... 121

4.3.7. Implementasi Shader ... 123

4.4. Pengujian Sistem Rendering ... 125

4.4.1. Pengujian Perbandingan Inisialisasi Sistem ... 126

4.4.2. Pengujian Perbandingan Pembuatan Obyek 3D ... 127

4.4.3. Pengujian Perbandingan Rendering Obyek 3D ... 131

4.5. Pengujian Implementasi Manajemen Scene ... 132

4.6. Evaluasi Sistem ... 136

4.6.1. Hasil Uji Coba Inisialisasi Framework Rendering Engine... 136

4.6.2. Hasil Uji Coba Pengaturan Scene... 137

4.6.3. Hasil Uji Coba Rendering Obyek Tiga Dimensi ... 137

4.6.4. Hasil Uji Coba Transformasi dan Pencahayaan ... 138

4.6.5. Hasil Uji Coba Implementasi Shader ... 139

BAB V ... 140

5.1. Kesimpulan ... 140

5.2. Saran ... 141

DAFTAR PUSTAKA ... 142

LAMPIRAN ... 144

STIKOM

(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Komputer Grafis 3D (tiga dimensi) merupakan teknologi yang dipakai

untuk pengembangan aplikasi berbasis 3D yang meliputi bidang yang cukup luas

mulai dari industri film, pengembangan game, berbagai simulasi pelatihan bahkan

sampai penggunaan Computer-Aided Design (CAD) untuk konstruksi bangunan dan tata kota. Banyaknya developer yang berminat mengembangkan aplikasi

perangkat lunak berbasis 3D tersebut maka dikembangkanlah dukungan perangkat

lunak dalam bentuk API (Application Programming Interface) Grafis 3D seperti Direct3D dan OpenGL. Selain itu juga adanya dukungan pengembangan

perangkat keras berupa kartu grafis yang ikut membantu dalam perkembangan

teknologi tersebut.

Walaupun telah didukung oleh API Grafis 3D, pengembangan aplikasi

berbasis 3D oleh pihak developer ternyata memiliki banyak permasalahan. API

Grafis 3D sejak awal memang dikembangkan sebagai antarmuka yang mewakili

semua fitur perangkat keras sehingga menjadi terlalu kompleks bagi pihak

developer dalam menggunakannya terutama dalam pengembangan program

aplikasi berskala kecil maupun juga yang besar. Permasalahan lain yang timbul

adalah kurangnya dukungan algoritma-algoritma pendukung dalam pemrograman

3D dan fitur matematika 3D pada API sehingga pihak developer terpaksa harus

mengembangkan sendiri fitur tersebut. Dan tidak adanya manajemen untuk

mengelola sumber daya yang saling terintegrasi dalam API Grafis 3D.

STIKOM

(9)

Framework adalah kerangka kerja. Juga dapat diartikan sebagai

sekumpulan komponen pemrograman (terutama class dan function) yang siap

re-use yang membantu developer dalam menangani masalah-masalah pemrograman,

sehingga developer lebih fokus dan lebih cepat dalam membangun aplikasi.

Sedangkan Engine merupakan sistem yang didesain untuk membantu

pengembangan aplikasi dengan melakukan fungsionalitas tertentu, menjalankan

fungsi-fungsi mulai dari tingkat rendah seperti komunikasi dengan antarmuka, dan

mengelola sumber daya secara realtime.

Dengan adanya framework tersebut diharapkan memberikan kerangka

kerja dalam pengembangan aplikasi berbasis 3D yaitu dalam bentuk

komponen-komponen pemrograman untuk persiapan dan menjalankan proses rendering,

modul untuk algoritma-algoritma yang dibutuhkan dalam pemrograman 3D,

fungsi-fungsi matematika 3D, dan serta modul-modul lainnya yang membantu

proses rendering grafis 3D. Berlaku juga untuk engine diharapkan untuk

mengelola sumber daya secara efektif dan efisien mulai dari manajemen memori

dan buffer, material, lighting, texturing, dan file-file yang dibutuhkan agar proses rendering berjalan dengan lancar.

Agar hal tersebut dapat terwujud, maka perlu dibuat suatu sistem aplikasi

framewok rendering engine untuk pengembangan aplikasi berbasis 3D. Dengan

adanya aplikasi tersebut pihak developer dapat menggunakan

komponen-komponen yang tersedia yang memfokuskan pengembangan rendering grafis 3D

pada aplikasinya sendiri dan bukan pada detil-detil yang ada di dalam antarmuka

sistem rendering yang kompleks. Aplikasi framework rendering engine ini juga

memberikan fitur-fitur algoritma dan matematika 3D yang kompatibel dan

STIKOM

(10)

3

terintegrasi sehingga pihak developer dengan leluasa menggunakan komponen

tersebut agar aplikasinya menjadi semakin optimal. Dan aplikasi framework

rendering engine juga menyediakan manajemen pengelolaan sumber daya

sehingga pihak developer dapat dengan mudah mengatur sumber daya rendering

tersebut secara realtime dan terintegrasi.

Aplikasi framework rendering engine ini memiliki kelebihan dengan

adanya fasilitas fitur teknik operasi perhitungan matematika cepat yaitu SIMD

(Single Instruction Multiple Data) sehingga dapat meningkatkan kinerja dari proses rendering engine. Kelebihan lainnya yaitu adanya algoritma seperti BSP

tree, Octree, Quaternion, dan Euler Angle sehingga pengembangan rendering

grafis 3D diharapkan bisa menjadi semaksimal mungkin dan mencakup area

seluas mungkin.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

permasalahan yang ada adalah:

1. Bagaimana merancang dan membangun sistem rendering grafis 3D yang

terpisah dari perhitungan matematika dan algoritma dalam membantu

memudahkan pengembangan aplikasi bebasis 3D bagi developer, dengan

fungsi-fungsi antara lain mengelola perangkat rendering (render device), manajemen verteks (vertex cache manager) dan serta manajemen skin (skin manager) secara efektif dan efisien?

2. Bagaimana merancang dan membangun sistem perhitungan matematika dan

algoritma-algoritma 3D yang terintregrasi dan kompatibel menggunakan

STIKOM

(11)

teknologi SIMD untuk membantu kelancaran proses rendering grafis 3D yang

sesuai dengan harapan pihak developer?

3. Bagaimana merancang dan membangun sistem untuk manajemen scene,

kamera, kontrol pergerakan dan juga beserta informasi-informasi tentang

proses rendering grafis 3D?

1.3. Pembatasan Masalah

Batasan masalah yang yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Aplikasi yang dibuat meliputi pengembangan rendering grafis 3D yang

memakai API DirectX.

2. Aplikasi ini menggunakan algoritma dan perhitungan matematika 3D yaitu

meliputi Vektor, Matriks, Ray, Plane, Polygon, Polylist, Euler Angle,

Quaternion, AABB, OBB, Octree dan BSP Tree.

3. Aplikasi ini terbatas hanya dapat digunakan untuk membantu pengembangan

aplikasi berbasis 3D dalam rendering grafis 3D.

1.4. Tujuan

Dengan batasan masalah diatas maka tujuan yang akan dicapai dalam

penyusunan tugas akhir ini adalah:

1. Merancang dan membuat suatu aplikasi rendering grafis 3D untuk membantu

pengembangan aplikasi berbasis 3D, yang berfungsi mengelola perangkat

rendering, manajemen verteks dan serta manajemen skin secara efektif dan

efisien

STIKOM

(12)

5

2. Merancang dan membuat suatu aplikasi sistem perhitungan matematika dan

algoritma 3D menggunakan teknologi SIMD yang terintegrasi dan kompatibel

dengan sistem rendering grafis 3D.

3. Merancang dan membuat suatu aplikasi untuk manajemen scene, kamera,

kontrol pergerakan dan menampilkan informasi yang dibutuhkan dalam proses

rendering grafis 3D.

1.5. Sistematika Penulisan

Laporan Tugas Akhir (TA) ini ditulis dengan sistematika penulisan

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pertama ini akan dijelaskan mengenai latar belakang

masalah dan penjelasan masalah secara umum, perumusan masalah

serta batasan masalah yang dibuat, tujuan dari pembuatan tugas

akhir dan sistematika penulisan dari buku ini.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab kedua ini berisi tentang pembahasan landasan teori yang

berhubungan dan mendukung dalam pembuatan tugas akhir.

Landasan teori yang digunakan antara lain: software framework, komputer grafis 3D, Direct3D API, matematika 3D, vektor, sistem

koordinat kartesius, matriks dan transformasi, orientasi euler angle,

plane dan ray, dan bounding volume. BAB III PERANCANGAN SISTEM

Bab ini berisi penjelasan mengenai analisa identifikasi

permasalahan, algoritma manajemen scene, perancangan sistem

STIKOM

(13)

class diagram, component diagram, dan flowchart fungsi rendering.

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Bab keempat ini berisi tentang implementasi dari framework

rendering engine. Serta melakukan pengujian terhadap sistem

rendering, pengujian implementasi manjemen scene, dan evaluasi

sistem untuk mengetahui bahwa aplikasi tersebut telah dapat

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sesuai dengan harapan.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Saran yang dimaksud adalah

saran terhadap kekurangan dari aplikasi yang ada kepada pihak lain

yang ingin meneruskan topik TA ini. Tujuannya adalah agar pihak

lain tersebut dapat menyempurnakan aplikasi sehingga bisa

menjadi lebih baik dan berguna.

STIKOM

(14)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Software Framework

Menurut Johnson (1992) framework adalah desain reusable dari sebuah program atau bagian dari sebuah program yang diekspresikan sebagai sekumpulan

kelas. Dengan demikian, maka software framework dapat diartikan sebagai

sekumpulan kode atau library yang menyediakan fungsionalitas umum yang

digunakan untuk menghasilkan aplikasi spesifik sesuai kebutuhan user. Biasanya

satu library normal akan menyediakan satu fungsi tertentu, tetapi berbeda dengan

framework yang menawarkan jangkauan yang lebih luas yang seringkali

digunakan untuk pengembangan salah satu jenis aplikasi. Daripada membuat

ulang logika yang sudah umum, programmer dapat memanfaatkan framework

dimana biasanya menyediakan fungsi-fungsi yang sering digunakan, mengurangi

waktu yang dibutuhkan untuk membangun sebuah aplikasi dan serta mengurangi

kemungkinan penambahan error atau bug baru.

Software framework dapat terdiri dari progam pendukung, kompiler,

kode library, application programming interface (API), dan sekumpulan alat (tool) yang menggabungkan semua komponen yang berbeda untuk menjalankan pengembangan suatu proyek aplikasi. Sebagai contoh framework apilkasi web

mungkin menyediakan manajemen user session, penyimpanan data, dan sistem

template. Sedangkan framework aplikasi dekstop mungkin menyediakan fungsi

user interface dan widget (elemen GUI umum). Hampir semua framework

mengontrol setidaknya beberapa aspek dari alur eksekusi aplikasi.

STIKOM

(15)

Framework memiliki fitur kunci pembeda yang memisahkan mereka dari

library normal yaitu:

1. Inversi dari kontrol: Tidak seperti library atau aplikasi user yang biasanya,

alur kontrol dari program secara keseluruhan tidak diatur oleh pemanggil

(caller), melainkan oleh framework (Riehle 2000).

2. Default behavior: Framework memiliki default behavior yaitu suatu perilaku atau aturan operasi yang selalu sama dalam setiap penggunaannya

sehingga akan memudahkan user dalam mengembangkan aplikasi. Default

behavior harus merupakan suatu operasi yang bermanfaat bukan

serangkaian operasi yang tidak melakukan apa-apa.

3. Ekstensibilitas: Framework dapat diperluas oleh user biasanya dengan cara

melakukan overriding secara selektif atau spesialisasi kode user yang menghasilkan fungsionalitas spesifik.

4. Kode framework Non-Modifiable: Secara umum kode framework tidak

diijinkan untuk dimodifikasi. User dapat menambah framework tetapi

bukan memodifikasi kodenya.

Ada berbagai jenis dari framework bahkan di dalam satu klasifikasi dari

aplikasi. Beberapa menawarkan sedikit lebih banyak dari fungsi utilitas dasar dari

suatu aplikasi. Dan yang lainnya menawarkan hampir menjadi sebuah aplikasi

lengkap dan memerlukan organisasi kode yang baku dan beberapa aturan-aturan

lainnya. Memilih framework yang terbaik untuk suatu proyek seringkali

membutuhkan programmer untuk menyeimbangkan seberapa banyak

fungsi-fungsi yang mereka dapatkan dari framework terhadap fleksibilitas yang mereka

harapkan.

STIKOM

(16)

9

2.2. Komputer Grafis 3D

Menurut Santosa (1994:2), “Grafika komputer (komputer grafis) pada dasarnya adalah suatu bidang ilmu komputer yang mempelajari tentang cara-cara

untuk meningkatkan dan memudahkan komunikasi antara manusia dengan mesin

(komputer) dengan jalan membangkitkan, menyimpan dan memanipulasi gambar

model suatu obyek menggunakan komputer”. Berdasarkan penjelasan diatas

aplikasi yang berbasis komputer grafis 3D menggunakan representasi tiga dimensi

dari data geometris (biasanya menggunakan sistem koordinat Kartesius) yang

tersimpan pada komputer yang ditujukan untuk melakukan kalkulasi dan

rendering gambar 2D.

Dalam pembuatan komputer grafis 3D dibagi menjadi 3 tahapan yaitu

sebagai berikut:

1. Pemodelan 3D: Proses pembentukan model komputer dari bentuk obyek.

2. Layout dan animasi: Pergerakan dan penempatan dari obyek dalam scene.

3. Rendering 3D: Perhitungan komputer yang berdasarkan pada penempatan

cahaya, jenis permukaan, dan kualitas lainnya dalam pembuatan gambar.

2.3. Rendering Engine

Dalam pemrograman komputer grafis, proses rendering engine hampir

sama dengan cara kerja mesin pada umumnya yaitu merupakan bagian dari proyek

dimana menjalankan fungsionalitas tertentu dari program. Dimulai dari

memanggil fungsi menyalakan engine untuk melakukan persiapan. Kemudian

engine akan mencari adapter grafis yang siap dijalankan. Ketika engine

dikendalikan seperti memasukkan model 3D kedalam adapter grafis, maka

rendering engine dengan segera menampilkannya kedalam layar. Rendering

STIKOM

(17)

engine melakukan semua pekerjaaan tingkat rendah seperti melakukan

komunikasi dengan adapter grafis, mengatur render states, transformasi model, dan berurusan dengan matematika yang rumit seperti matriks rotasi.

Pekerjaan-pekerjaan kotor ini sangat diperlukan akan tetapi seperti pengemudi kendaraan

dalam hal ini sebagai developer tidak perlu harus memahami cara kerja mesin

didalamnya dan yang terpenting adalah agar dapat digunakan untuk mencapai

tujuannya.

Kebanyakan rendering engine dibangun dari application programming

interface (API) grafis seperti Direct3D, Java3D atau OpenGL dimana

menyediakan abstraksi software dari graphics processing unit (GPU). Menurut Bao dan Hua (2011), Seringkali rendering engine menyediakan setidaknya satu

modul yaitu scene graph manager (rendering engine yang lain mungkin memiliki

nama yang berbeda) untuk membantu memanipulasi grafis di dalam scene seperti

membuat, memodifikasi, mereferensi, menduplikasi, mencari, menghapus node

dari scene graph.

Gambar 2.1. Contoh struktur dari Rendering Engine [Sumber: Bao dan Hua, 2011]

STIKOM

(18)

11

Zerbst dan Düval (2004) menyimpulkan bahwa rendering engine harus

melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Memanajemen semua data dan wilayah tanggung jawabnya.

2. Melakukan komputasi semua data berdasarkan tugas wilayahnya.

3. Menyampaikan semua data menuju instansi berikutnya, jika diperlukan.

4. Menerima semua data untuk dikelola dan untuk dikomputasi dari instansi

sebelumnya.

2.4. Direct3D API

Direct3D merupakan subset atau bagian dari Microsoft DirectX

application programming interface (API). Menurut Luna (2003) Direct3D adalah

API grafis tingkat rendah yang memungkinkan kita untuk merender dunia 3D

menggunakan akselerasi hardware. Direct3D dapat digambarkan sebagai mediator

antara aplikasi dan graphics device (hardware 3D). Sebagai contoh, untuk menginstruksikan graphics device untuk membersihkan layar, aplikasi akan

memanggil fungsi Direct3D IDirect3DDevice9::Clear. Gambar dibawah ini

menunjukkan hubungan antara aplikasi, Direct3D, dan hardware grafis.

Gambar 2.2. Hubungan antara Aplikasi, Direct3D dan Hardware [Sumber: http://www.codeproject.com/KB/graphics/DirectX_Lessons_2_

/device.jpg Time Download: 31/07/2013 11:38:34]

STIKOM

(19)

Bagian Direct3D pada gambar diatas mendefinisikan sekumpulan

interface dan fungsi yang dipaparkan ke aplikasi atau programmer. Interface dan

fungsi tersebut mewakili seluruh fitur dimana mendukung versi Direct3D saat ini.

Seperti yang ditunjukkan gambar tersebut, disana juga ada langkah penengah

antara Direct3D dan graphics device yaitu HAL (Hardware Abstraction Layer). Direct3D tidak dapat berinteraksi secara langsung dengan graphics device karena

karena terdapat bergam kartu grafis yang beredar di pasaran, dan masing-masing

kartu tersebut memiliki beragam kemampuan dan cara dalam implementasinya.

Sebagai contoh, dua kartu grafis yang berbeda mungkin mengimplementasikan

operasi membersihkan layar secara berbeda. Dengan demikian Direct3D

membutuhkan manufaktur device untuk mengimplementasikan HAL. HAL adalah

sekumpulan kode spesifik device yang menginstruksikan device untuk melakukan

operasi. Dengan cara ini Direct3D dapat menghindari untuk mengetahui secara

detil spesifik dari device, dan spesifikasinya dapat dibuat secara independen dari

hardware device.

Manufaktur device mengimplementasikan semua fitur yang mereka

dukung kedalam HAL. Fitur yang dipaparkan oleh Direct3D tetapi tidak didukung

oleh device tidak akan diimplementasikan kedalam HAL. Pemanggilan fungsi

Direct3D yang tidak diimplementasikan oleh HAL akan menghasilkan kegagalan

(failure), kecuali operasi pemrosesan verteks, dimana fungsionalitas yang

diharapkan dapat diemulasi di dalam software, jika menggunakan software vertex

processing oleh Direct3D runtime.

Dengan dukungan dari kartu grafis yang mengimplementasikan HAL

tersebut Direct3D dapat memaparkan kemampuan grafis tingkat lanjut (advanced)

STIKOM

(20)

13

dari hardware grafis 3D, antara lain z-buffering, anti-aliasing, alpha blending,

mipmapping, atmospheric effect, dan perspective-correct texture mapping.

2.5. Teknologi SIMD

SIMD merupakan singkatan dari Single Instruction Multiple

Data. Umumnya unit prosesing (CPU) mengolah data dan melakukan instruksi

pada data tersebut dalam sekuensial linear yang disebut sebagai operasi skalar,

akan tetapi dengan menggunakan SIMD dapat melakukan sebuah instruksi pada

beberapa data sekaligus secara paralel (Cockshott dan Renfrew 2004). Seperti

gambar dibawah ini:

Gambar 2.3 Perbedaan (a) operasi skalar, dan (b) operasi SIMD [Sumber:

https://www.kernel.org/pub/linux/kernel/people/geoff/cell/ps3-linux-docs/CellProgrammingTutorial/CellProgrammingTutorial.files/image008.jpg Time Download: 19/07/2013 10:02:34]

Seandainya ada sebuah vektor yang memiliki tiga buah data floating

point masing-masing sebesar 32 bit dengan total 96 bit. Jika menggunakan

teknologi SIMD seperti SSE dengan register 128-bit, maka vektor tersebut dapat

melakukan instruksi misalnya penambahan hanya sekali saja. Sedangkan

menggunakan register normal seperti 64-bit atau 32-bit membutuhkan instruksi

STIKOM

(21)

sebanyak 2 atau 3 kali. Dengan demikian SIMD mampu meningkatkan performa

dari operasi terhadap vektor tersebut secara signifikan.

2.6. Matematika 3D

Matematika 3D biasanya berhubungan dengan komputasi geometri,

dimana berurusan dengan pemecahan permasalahan geometri secara algoritma

(Dunn dan Parberry 2002). Matematika 3D dan komputasi geometri memiliki

aplikasi dalam bidang yang sangat beragam yang menggunakan komputer untuk

memodelkan atau hal-hal yang mendasari dunia dalam 3D, seperti grafis, game,

simulasi, robotik, virtual reality, dan sinematografi.

2.6.1. Vektor

Vektor merupakan entitas matematika formal yang biasanya digunakan

untuk melakukan perhitungan matematika 2D dan 3D. Kata vektor memiliki arti

yang berbeda tapi saling berhubungan. Definisi secara matematika vektor adalah

daftar bilangan (kumpulan bilangan) atau dalam komputer sebagai array dari bilangan. Vektor memiliki dimensi mulai 1D (atau disebut skalar), 2D, 3D dan

seterusnya contoh penulisan vektor: [1, 2, 3]. Sedangkan secara geometri vektor

adalah segmen garis berarah yang memiliki besaran (magnitude) dan arah (Gambar 2.4.), akan tetapi vektor juga dapat mewakili suatu titik (point) di dalam ruang koordinat walaupun secara konseptual memiliki arti yang berbeda.

Gambar 2.4. Vektor 2D memiliki magnitude dan arah

STIKOM

(22)

15

Vektor memiliki beragam operasi-operasi yang sangat bermanfaat untuk

matematika tiga dimensi. Secara geometri operasi negasi pada vektor akan

menghasilkan magnitude yang sama tetapi memiliki arah yang berlawanan,

contoh penulisan: - [3, 5, -4] = [-3, -5, 4]. Vektor memiliki magnitude (besaran)

atau juga disebut panjang vektor (norm), dan persamaan yang digunakan untuk mencari magnitude tersebut adalah sebagai berikut (Lengyel 2004):

√∑

Untuk mempermudah perhitungan matematika 3 dimensi terkadang

kuantitas vektor berkosentrasi pada arahnya bukan magnitude, dengan demikian

vektor tersebut dijadikan vektor unit. Vektor unit adalah vektor yang memiliki

nilai magnitude 1, yang juga dikenal sebagai normalisasi vektor (normal). Untuk membuat normalisasi vektor persamaannya adalah sebagai berikut:

Operasi produk (perkalian) pada 2 vektor bersamaan ada dua jenis yaitu

dot product dan cross product. Dot product diambil dari simbol titik pada notasinya: a . b yang menghasilkan nilai skalar. Persamaannya adalah sebagai

berikut:

∑

STIKOM

(23)

Sedangkan cross product hanya dapat digunakan pada vektor 3 dimensi.

Hasil produknya akan menghasilkan vektor 3 dimensi juga, dengan notasi: a × b

persamaannya adalah sebagai berikut:

2.6.2. Sistem Koordinat Kartesius

Menurut Dunn dan Parberry (2002), Matematika Kartesian ditemukan

oleh dan diberi nama sesuai dengan matematikawan dan filsuf terkenal Perancis

yang bernama RenéDescartes yang hidup antara tahun 1596 sampai dengan tahun

1650. Dia juga terkenal dengan merevolusi matematika yang menyediakan

hubungan secara sistematik pertama kali antara geometri dan aljabar.

Sistem koordinat Kartesius digunakan untuk menentukan tiap titik dalam

bidang dengan menggunakan dua bilangan yang biasa disebut koordinat x dan

koordinat y dari titik tersebut. Sistem koordinat Kartesius dapat pula digunakan

pada dimensi-dimensi yang lebih tinggi, seperti 3 dimensi, dengan menggunakan

tiga sumbu (sumbu x, y, dan z).

Gambar 2.5. Menentukan lokasi pada 3D [Sumber: Dunn dan Parberry, 2002]

STIKOM

(24)

17

Dalam menentukan lokasi suatu titik dalam ruang tiga dimensi ditentukan

dengan tiga angka x, y, dan z yang masing-masing memiliki jarak terhadap bidang

yz, xz, dan xy (Gambar 2.5.). Akan tetapi tidak seperti pada ruang 2 dimensi yang

memiliki hasil setara bila dibalik, sedangkan pada ruang tiga dimensi ada

permasalahan dalam menentukan suatu posisi, jika kordinat z ditentukan maka

ada dua kemungkinan yang terjadi dan mengarah kearah yang berbeda. Ini

menyimpulkan bahwa semua ruang koordinat tidak setara, dan ada dua tipe

berbeda dari koordinat ruang tiga dimensi yaitu ruang koordinat tangan kiri ( left-handed) dan ruang koordinat tangan kanan (right-handed). Direct3D menggunakan sistem ruang koordinat tangan kiri sebagai acuan dalam

penggunaan dan penentuan lokasi dalam ruang tiga dimensinya.

Masing-masing obyek dalam dunia virtual 3D memiliki ruang koordinat

beserta titik asal dan dan sumbunya masing-masing yang disebut dengan ruang

obyek (object space). Dengan koordinat ruang obyek yang independen maka dapat mudah melakukan perubahan pada obyek tersebut seperti memperbesar atau

memperkecil obyek. Jika semua obyek sudah siap selanjutnya obyek itu akan

digabung kedalam satu ruang koordinat yaitu world space. Di dalam world space

masing-masing ruang koordinat obyek tersebut akan ditransformasikan terhadap

koordinat obyek lain seperti ukuran, orientasi, bahkan jarak antar masing-masing

obyek. Dan terakhir world space akan ditransformasikan lagi ke ruang koordinat

kamera (camera space). Pada tahapan ini akan menentukan obyek-obyek mana yang masuk kedalam luang lingkup yang terlihat oleh kamera. Dalam ruang

kamera sumbu positif x akan mengarah kekanan, sumbu positif y keatas dan

STIKOM

(25)

sumbu positif z mengarah kedalam untuk sistem koordinat tangan kiri (atau sistem

koordinat tangan kanan sumbu negatif z mengarah kedalam).

2.6.3. Matriks dan Transformasi

Transformasi adalah sebuah operasi yang membutuhkan entitas seperti

titik, vektor, atau warna dan mengkonversi mereka dalam beberapa cara (Möller,

Haines dan Hoffman 2008). Dengan tranformasi dapat memposisikan, mengubah

bentuk, dan melakukan animasi pada obyek, cahaya (light), dan kamera. Dan juga

dapat memastikan bahwa semua perhitungan dilakukan dalam sistem koordinat

yang sama, dan melakukan proyeksi pada objek kedalam suatu bidang dengan

cara yang berbeda.

Secara umum matriks bujur sangkar (square matrix) dapat

mendefinisikan setiap transformasi linear. Secara geometri dapat dikatakan bahwa

transformasi linear mempertahankan garis lurus dan paralelnya, dan tidak

melakukan translasi, yang berarti bahwa titik asal tidak berubah. Ketika

tansformasi linear mempertahankan garis lurusnya, sifat-sifat yang lain dari

geometri seperti panjang, sudut, luas, dan volumenya kemungkinan dapat berubah

oleh transformasi, contohnya antara lain seperti rotasi, scaling, refleksi, proyeksi

orthogonal, dan shearing.

Transformasi rotasi adalah tranformasi yang memutar vektor (baik posisi

atau arah) berdasarkan sudut yang diberikan disekitar sumbu melalui titik asal.

Persamaan dari transformasi rotasi bedasarkan sudut θ untuk masing-masing sumbu x, y dan z adalah sebagai berikut:

STIKOM

(26)

19

)

)

)

Selain transformasi linear juga ada bermacam-macam transformasi

lainnya seperti transformasi affine untuk melakukan translasi (memindahkan

posisi obyek dari titik asal) dengan menggunakan matriks homogen 4x4. Dengan

memakai matriks homogen 4x4, translasi dapat dikombinasikan dengan

transformasi linear lainnya. Persamaan dari matriks homogen 4x4 untuk

melakukan translasi dalam tiga dimensi berdasarkan vektor t = (tx, ty, tz) adalah sebagai berikut:

)

2.6.4. Orientasi Euler Angle dan Quaternion

Seperti yang dibahas sebelumnya transformasi rotasi menggunakan

matriks dapat mewakili orientasi dari obyek, akan tetapi ketika melakukan rotasi

menggunakan matriks ada beberapa kelemahan yaitu membutuhkan lebih banyak

memori, sangat sulit untuk digunakan secara intuitif, dan nilainya bisa cacat

(akibat gabungan antar transformasi dan data eksternal). Maka ada teknik lain

STIKOM

(27)

selain matriks dalam mewakili orientasi yaitu menggunakan sudut Euler (Euler angle), dan Quaternion.

Sudut Euler merupakan teknik yang ditemukan oleh matematikawan

terkenal yang bernama Leonhard Euler (1707-1783) yang membuktikan bahwa

perpindahan sudut berurutan setara dengan perpindahan sudut tunggal. Ide

dasarnya adalah untuk mendefinisikan perpindahan sudut berurutan dari tiga

rotasi terhadap tiga sumbu yang saling tegak lurus. Tiga rotasi itu disebut heading,

pitch, bank masing-masing terhadap sumbu positif x kekanan, positif y keatas, dan positif z kedepan (menggunakan sistem koordinat tangan kiri). Dengan cara

tersebut akan lebih intuitif bagi manusia dalam melakukan rotasi terhadap suatu

obyek, contohnya untuk mengukur rotasi navigasi pesawat terbang. Tapi teknik

ini juga memiliki kelemahan yaitu terjadinya Gimbal Lock. Gimbal lock adalah hilangnya satu derajat kebebasan dalam ruang tiga dimensi yang terjadi ketika dua

sumbu didorong kedalam konfigurasi paralel, sehingga sistem akan terkunci

kedalam rotasi yang menurun ke dua dimesi.

Möller, Haines dan Hoffman (2008) menjelaskan bahwa quaternion

adalah alat yang sangat ampuh untuk membangun transformasi dengan fitur yang

menarik, dan dalam beberapa hal lebih unggul dari sudut Euler dan matriks,

terutama mengenai rotasi dan orientasi (termasuk mengatasi gimbal lock).

Pertama kali ditemukan oleh Sir William Hamilton pada tahun 1843 sebagai

perluasan dari bilangan kompleks, dengan persamaan matematika sebagai berikut:

̂

STIKOM

(28)

21

Variabel qw merupakan bagian real dari quaternion ̂. Sedangkan bagian imajiner adalah qv, dan i, j, dan k dinamakan unit imajiner.

Dengan persamaan diatas maka proses perhitungan matematika menjadi

lebih luas sehingga terbuka untuk terbentuknya rumus-rumus perhitungan

matematika yang baru, tidak terkecuali pada perhitungan ruang tiga dimensi.

Quaternion memiliki mempunyai beragam operasi antara lain seperti mencari

negasi, magnitude, identitas, perkalian, konjugasi, invers dan sebagainya. Untuk

menentukan rotasi vektor terhadap sumbu vektor uq

berdasarkan sudut θ, dan diasumsikan bahwa unit quaternion

̂ , maka persamaannya sebagai berikut:

̂ ̂

Rotasi dengan menggunakan matriks, sudut Euler dan quaternion

masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Akan tetapi

teknik-teknik tersebut dapat dikonversikan antara satu dengan yang lain sehingga dapat

digunakan secara optimal sesuai kondisi dan kebutuhan.

2.6.5. Plane dan Ray

Plane (bidang) dalam 3D adalah sekumpulan dari titik-titik yang berjarak

sama (equidistant) dari dua titik (Dunn dan Parberry 2002). Secara geometri plane adalah permukaan 2 dimensi yang datar, tidak memiliki ketebalan, dan melebar

tak terbatas. Persamaan dari plane umumnya ditulis sebagai berikut:

dimana komponen x, y, z merupakan bagian dari titik p = (x, y, z), yang berada di dalam plane, serta komponen vektor normal n = [A, B, C] yang tegak lurus

STIKOM

(29)

dengan plane. Berdasarkan persamaan tersebut maka untuk menentukan jarak ke

titik asal D, adalah dengan persamaan di bawah ini:

Cara lain untuk mendefinisikan plane adalah dengan memberikan 3 titik

noncollinear yang tidak pada garis lurus yang sama. Untuk mencari vektor normal n dari ketiga titik noncollinear p1, p2, dan p3 adalah dengan persamaan sebagai

berikut:

Sedangkan untuk mencari jarak ke titik asal D yaitu menggunakan rumus yang

sama seperti sebelumnya akan tetapi titik p digantikan oleh titik p1.

Gambar 2.6. Plane berdasarkan titik dan vektor normal

[Sumber: http://mathworld.wolfram.com/images/eps-gif/Plane_1001.gif Time Download: 19/07/2013 15:54:12]

STIKOM

(30)

23

Jika ingin menghitung jarak a antara suatu titik q yang tidak berada di dalam plane dengan plane, berdasarkan titik p yang saling tegak lurus dengan titik

q, dan vektor normal n adalah dengan rumus sebagai berikut:

apabila a hasil perhitungan rumus diatas adalah positif maka titik q berada di depan plane (front face), dan sebaliknya bila negatif maka berada di belakang plane (back face).

Ray adalah garis yang memiliki titik asal (origin) dan memanjang tak terbatas dalam satu arah (Dunn dan Parberry 2002). Ray didefinisikan secara

matematika dengan persamaan sebagai berikut:

dimana S mewakili posisi awal dari ray dan V mewakili arah dimana ray menuju.

Sedangkan parameter t pada kasus tertentu memiliki nilai dari 0..l, dan l sebagai panjang dari ray.

2.6.6. Bounding Volume

Bounding volume dibangun agar dapat menutupi semua verteks milik dari

sebuah triangle mesh (sekumpulan segitiga yang membentuk obyek tiga dimensi),

maka dengan demikian dapat memastikan bahwa setiap segitiga di dalam mesh

tersebut masuk ke dalam bounding volume (Lengyel 2004). Bounding volume

digunakan untuk meningkatkan efisiensi dari operasi geometri dengan

menggunakan volume yang sangat sederhana untuk melingkupi obyek tiga

dimensi yang lebih kompleks. Biasanya, volume yang lebih sederhana memiliki

STIKOM

(31)

cara yang juga lebih sederhana untuk menguji obyek yang saling tumpang tindih

(overlap).

Salah satu bounding volume yang paling umum digunakan adalah Axially

Aligned Bounding Box (AABB). Dalam 3D AABB adalah kotak bersegi enam sederhana, dimana masing-masing sisinya paralel ke salah satu cardinal plane yaitu suatu plane (bidang) dimana titik pusatnya melewati seperti ketika individu

berdiri di posisi anatomis. Gambar di bawah ini menunjukkan gambar obyek 3D

sederhana berserta dengan AABBnya.

Gambar 2.7. Obyek 3D dan AABBnya. [Sumber: Dunn dan Parberry, 2002]

Apabila suatu titik berada di dalam AABB, maka koordinatnya berada di

dalam persamaan di bawah ini:

STIKOM

(32)

25

Berdasarkan dari persamaan diatas maka dapat menentukan 2 titik ekstrim yang

menandakan batas dari AABB dengan persamaan sebagai berikut:

[ ]

[ ]

Dengan demikian titik pusat c dari AABB tersebut dapat dihitung dengan

persamaan di bawah ini:

(

Berbeda dengan teknik OBB (Oriented Bounding Box), bahwa OBB

harus menyimpan vektor lokalnya (sebagai sumbu) agar dapat mengetahui

orientasinya (Zerbst dan Düval 2004). Vektor tersebut harus menjadi vektor arah

yang dinormalisasi. Kemudian menyimpan separuh dari perpanjangan bounding

box pada masing-masing sumbunya. Dan informasi terakhir yang dibutuhkan dari

OBB adalah titik pusatnya.

Apabila sebuah OBB didefinisikan berdasarkan titik pusat c, dengan

sumbu right-handedorthonomalA0, A1, A2, dan perpanjangan a0 > 0, a1 > 0, a2 > 0, maka dapat digambarkan ke delapan verteks dari OBB tersebut dengan

persamaan di bawah ini:

∑

diimana | | untuk semua i

Walaupun AABB sangat mudah untuk dibuat dan mampu meningkatkan

kemampuan untuk menguji obyek yang saling tumpang tindih, akan tetapi AABB

STIKOM

(33)

bukan merupakan solusi bounding volume yang optimal. Hal ini dibuktikan oleh

OBB, walaupun memerlukan perhitungan yang lebih banyak sehingga dapat

mempengaruhi performanya, akan tetapi OBB menghasilkan bounding volume

yang lebih erat dengan obyek 3D yang dilingkupinya sehingga meminimalisir

tingkat kesalahannya. Contoh perbedaan AABB dan OBB dapat dilihat pada

gambar dibawah ini:

Gambar 2.8. Perbedaan bounding volume (a) AABB, dan (b) OBB [Sumber: http://portal.ku.edu.tr/~cbasdogan/Tutorials/imageU21.JPG

Time Download: 19/07/2013 15:20:09]

2.7. Octree

Foley, van Dam, Feiner, dan Hughes (1996), menyimpulkan bahwa

octree merupakan varian secara hirarki dari enumerasi penempatan spasial,

pendekatan tersebut dirancang untuk ditujukan mengatasi kebutuhan persyaratan

penyimpanan. Octree merupakan turunan dari konsep quadtree, yang merupakan

representasi dua dimensi dari format yang digunakan untuk encoding gambar. Sebuah kotak akan dibagi secara simultan disepanjang semua ketiga

sumbunya, dan titik pemotongan harus berada pusat dari kotak. Ini akan membuat

delapan kotak baru, sehingga dinamakan octree (diagram pohon dengan delapan

simpul anak).

STIKOM

(34)

27

Ketika membagi kotak (dalam hal ini adalah ruang tiga dimensi),

obyek-obyek berdasarkan kotak tersebut dimasukkan kedalam simpul (node) pada

diagram pohon (tree). Untuk menempatkan obyek kedalam octree, dimulai dari simpul akar (root). Jika obyek sepenuhnya di dalam satu simpul anak (child), maka turunkan kedalam simpul anak tersebut. Lanjutkan penelusuran kebawah

dari diagram pohon selama obyek sepenuhnya berada di dalam simpul anak atau

sudah mencapai simpul daun (leaf). Jika sebuah obyek tercakup diantara dua bidang yang terpisah, maka penurunan kebawah dihentikan dan mendaftarkan

obyek tersebut kedalam simpul berdasarkan pada tingkatannya (level).

Gambar 2.9. Mengelompokkan Obyek dengan Octree

Ketika obyek dimasukkan atau didaftarkan kedalam simpul, maka octree

menjadi alat yang sangat ampuh dalam mencari lokasi obyek dalam radius

tertentu dari titik yang tentukan, atau untuk melakukan culling (penyisihan) pada obyek untuk rendering dan collision detection (deteksi benturan).

2.8. BSP Tree

BSP merupakan kependekan dari binary space partitioning. Seperti yang

dapat dibayangkan berdasarkan namanya, BSP adalah struktur diagram pohon

STIKOM

(35)

dimana setiap simpulnya memiliki dua anak. BSP tree secara rekursif membagi

ruang kedalam sepasang sub-ruang, dan masing-masing dipisahkan oleh bidang

(plane) dengan orientasi dan posisi yang sewenang-wenang (arbitrary) (Foley, van Dam, Feiner, dan Hughes 1996). Tidak seperti octree bidang pemisah BSP

tree tidak harus sejajar sumbu (axially aligned).

Sebagai contoh dari BSP tree yang ditunjukkan pada gambar 2.10,

ketebalan pada garis mewakili bidang pemisah dengan tingkatan yang lebih lebih

tinggi dalam diagram pohon.

Gambar 2.10. Hirarki dari BSP Tree [Sumber: Dunn dan Parberry, 2002]

Dalam gambar tersebut simpul diberi label beserta struktur diagram

pohon yang sebenarnya. Simpul interior memakai angka dan simpul daun

memakai huruf, akan tetapi sangat penting untuk dipahami bahwa masing-masing

simpul mewakili sebuah area dari ruang, bahkan termasuk simpul interior. Dalam

praktek untuk melacak simpul anak depan dan belakang dari bidang pemisah,

ditentukan dengan menggunakan normal dari bidang.

STIKOM

(36)

29

Seperti octree obyek disimpan kedalam simpul-simpul BSP tree yang

menurun sejauh mungkin. Untuk memproses obyek dalam diagram pohon,

dimulai dari simpul akar dan memproses semua obyek di dalam simpul tersebut.

Kemudian menentukan apakah area yang diinginkan (untuk rendering, collision

detection dll) berada sepenuhnya pada satu sisi dari bidang pemisah atau pada sisi

yang lainnya. Jika hanya menginginkan isi volume dari ruang pada satu sisi

bidang pemisah, maka isi seluruh cabang pada sisi lainnya dapat dihiraukan. Dan

jika area yang diinginkan terbentang diantara bidang pemisah, maka kedua

simpul anak tersebut harus diproses.

Menggunakan BSP tree ketika telah dibangun sangatlah mudah.

Kuncinya adalah menentukan penempatan bidang pemisah. Dan dalam

menentukan bidang pemisah tersebut jauh lebih fleksibel daripada menggunakan

octree.

2.9. Pemrograman C++

C++ dimulai sebagai versi perluasan dari bahasa C. C++ pertama kali

ditemukan oleh Bjarne Stroustrup pada tahun 1979 di Laboratorium Bell Murray

Hill, New Jersey (Schildt 2003). C++ seringkali dinamakan sebagai bahasa

komputer tingkat menengah, karena mengkombinasikan elemen-elemen terbaik

dari bahasa tingkat tinggi dengan kontrol dan fleksibilitas dari bahasa assembly. C++ mampu melakukan manipulasi secara langsung dari bit, byte dan alamat memori (pointer) dari elemen dasar beserta fungsi komputer, sehingga sangat cocok untuk pemrograman level sistem.

Pemrograman C++ juga merupakan bahasa pemrograman yang memiliki

sifat pemrograman yang berorientasi obyek. Untuk menyelesaikan masalah, C++

STIKOM

(37)

melakukan langkah pertama dengan menjelaskan class-class yang merupakan

anak class yang dibuat sebelumnya sebagai abstraksi obyek-obyek fisik. Class

tersebut berisi keadaan obyek, anggota-anggotanya dan kemampuan dari

obyeknya. Setelah beberapa class dibuat kemudian masalah akan dipecahkan

dengan class. Gambar dibawah ini merupakan contoh sintaks program yang

menggunakan bahasa C++.

Gambar 2.11. Contoh sintaks bahasa C++

2.10. UML

“Unified Modeling Language (UML) adalah keluarga notasi grafis yang didukung oleh meta-model tunggal, yang membantu pendeskripsian dan desain

sistem perangkat lunak, khususnya sistem yang dibangun menggunakan

pemrograman berorientasi obyek (OO).” (Fowler 2005:1). UML mulai

diperkenalkan Object Management Group, sebuah organisasi yang telah

mengembangkan model, teknologi, dan standar OOP sejak tahun 1980-an.

Sekarang UML sudah mulai banyak digunakan oleh para praktisi OOP.

UML terdiri dari sejumlah elemen grafis yang dikombinasikan untuk

membentuk diagram. Karena merupakan bahasa, UML memiliki aturan untuk

mengkombinasikan elemen tersebut. Macam-macam dari diagram UML tersebut

antara lain:

STIKOM

(38)

31

1. Class Diagram

Class diagram mendeskripsikan jenis-jenis obyek dalam sistem dan

berbagai macam hubungan statis yang terdapat diantara mereka. Class

diagram juga menunjukkan properti dan operasi sebuah class dan

batasan-batasan yang terdapat dalam hubungan-hubungan obyek tersebut.

2. Component Diagram

Component diagram mendeskripsikan bagaimana sebuah sistem perangkat

lunak dibagi menjadi komponen-komponen dan menjelaskan hubungan

antar komponen tersebut.

2.11. Pengujian Perangkat Lunak

Pengujian perangkat lunak merupakan suatu investigasi yang dilakukan

untuk mendapatkan informasi mengenai kualitas dari produk atau layanan yang

sedang diuji. Pengujian perangkat lunak juga memberikan pandangan mengenai

perangkat lunak secara obyektif dan independen, yang bermanfaat dalam

operasional bisnis untuk memahami tingkat resiko pada implementasinya.

Teknik-teknik pengujian mencakup, namun tidak terbatas pada, proses

mengeksekusi suatu bagian program atau keseluruhan aplikasi dengan tujuan

untuk menemukan bug perangkat lunak. Teknik-teknik pengujian perangkat lunak

yang paling sering dipakai yaitu:

1. White-box Testing

White-box testing merupakan metode pengujian perangkat lunak yang

menguji struktur internal dari sebuah aplikasi, bukan pada

fungsionalitasnya. White-box testing meramalkan cara kerja perangkat

lunak secara rinci, karenanya jalur logika perangkat lunak akan diuji

STIKOM

(39)

dengan menyediakan test case yang akan mengerjakan kumpulan kondisi dan atau pengulangan secara spesifik.

2. Black-box Testing

Black-box testing adalah metode pengujian perangkat lunak yang menguji

fungsionalitas dari sebuah aplikasi. Pengujian ini bertujuan untuk menguji

fungsionalitas dari operasi dari sebuah sistem, apakah pemasukan data

keluaran telah berjalan sebagaimana yang diharapkan dan apakah

informasi yang disimpan secara eksternal selalu dijaga kemutakhirannya.

STIKOM

(40)

33 BAB III

PERANCANGAN SISTEM

3.1. Analisa Identifikasi Permasalahan

Dalam mengembangkan aplikasi berbasis tiga dimensi pihak

pengembang biasanya memerlukan suatu alat (tool) yang dapat berupa API yang

berfungsi untuk menghubungkan antara perangkat lunak yang dikembangkan

dengan perangkat keras untuk mengolah data tiga dimensi yang diinginkan. API

tersebut merupakan kumpulan interface atau perintah untuk menjalankan hal-hal

yang dibutuhkan dalam melakukan pengolahan data tiga dimensi yaitu antara lain:

enumerasi device rendering, pengaturan tampilan, mengolah data primitif tiga

dimensi, menghitung posisi model, menampilkan gambar ke layar, memproses file

tekstur, dan sebagainya.

API tersebut dari awal ditujukan sebagai antarmuka (interface) untuk

perangkat grafis tiga dimensi. Dengan demikian tahapan-tahapan dalam

pengolahannya menyesuaikan urutan proses yang panjang dalam hardware grafis

tiga dimensi tersebut. Contohnya pada gambar tahapan proses pada API Direct3D

[image:40.595.53.545.146.708.2]

(Direct3D Graphics Pipeline) dibawah ini:

Gambar 3.1. Direct3D Graphics Rendering Pipeline [Sumber: http://www.viznet.ac.uk/files/d39pipeline.gif

Time Download: 15/01/2013 14:38:10]

STIKOM

(41)

Berdasarkan gambar diatas prosedur pipeline dimulai dari membuat data

primitif (primitive data) berupa titik, garis, segitiga dan poligon serta mendefinisikan data verteks (vertex data) beserta parameternya sesuai kebutuhan.

Setelah itu tesselator unit akan mengkonversi urutan dari atas ke bawah data primitif, displacement maps, dan mesh patches ke lokasi verteks lalu menyimpan lokasi tersebut ke dalam verteks buffer dan proses ini dinamakan Tesselation. Kemudian pada tahapan Vertex Processing transformasi data Direct3D

diaplikasikan ke verteks yang kemudian disimpan di verteks buffer. Selanjutnya

tahap Geometry Processing akan melakukan beberapa proses yang meliputi

clipping, backface culling, evaluasi atribut, dan rasterization yang kemudian

digunakan pada verteks yang sudah ditransformasikan. Tahapan Pixel Processing

akan melakukan operasi pixel shader menggunakan data geometri untuk

memodifikasi input nilai verteks dan data tekstur sehingga menghasilkan output

berupa nilai warna pixel (pixel color values). Dan terakhir pada tahapan Pixel

Rendering merupakan proses rendering akhir yang memodifikasi warna pixel

dengan nilai alpha, depth (kedalaman), stencil testing, blending dan fog lalu semua hasil nilai pixel akan ditampilkan ke output display (layar). Tahapan-tahapan pipeline grafis tersebut harus dilalui untuk menghasilkan gambar tiga

dimensi sekecil apapun agar dapat di proses ke dalam layar.

Berdasarkan penjelasan diatas maka pengembang akan sulit untuk

mengembangkan aplikasi berbasis tiga dimensi dikarenakan oleh proses yang

panjang dan kompleks dari prosedur tahapan-tahapan pipeline grafis dari API.

Permasalahan lainnya adalah banyaknya fungsi-fungsi teknis yang rumit pada API

seperti fungsi persiapan device beserta parameternya, pengaturan tipe data

STIKOM

(42)

35

verteks, pengaturan buffer-buffer untuk perangkat grafis tiga dimensi dan

sebagainya. API grafis tiga dimensi juga memiliki keterbatasan yaitu kurangnya

dukungan algoritma-algoritma untuk efisiensi dan efektifitas dalam proses

rendering, dan perhitungan matematika dalam mengolah data tiga dimensi. Serta

tidak adanya manajemen untuk mengelola sumber daya yang saling terintegrasi

antara perangkat lunak yang dikembangkan oleh pihak pengembang dengan

perangkat keras grafis tiga dimensi yang disediakan.

Untuk mengatasi permasalahan diatas maka perlu dirancang suatu sistem

framework rendering engine yang membantu pihak pengembang dalam

mengembangkan aplikasi berbasis tiga dimensi yang diinginkan. Konsep

framework dinilai dapat sangat bermanfaat untuk pengembangan aplikasi karena

fungsi dan perintah dari API grafis seperti Direct3D berserta algoritma-algoritma

dan perhitungan matematika akan dikelompokkan ke dalam modul-modul

subsistem yang saling terintegrasi antara satu dengan yang lain. Kemudian akan

menyediakan class-class yang berisi perintah dan fungsi-fungsi yang hanya

dibutuhkan oleh pihak pengembang untuk membuat suatu aplikasi berbasis tiga

dimensi. Sedangkan rendering engine berfungsi sebagai manjemen pengelolaan

sumber daya dari aplikasi yang dibuat ketika ditampilkan di layar (secara

realtime). Rendering engine juga melakukan fungsi-fungsi tertentu (khusus)

seperti enumerasi adapter grafis, mengolah data dan model tiga dimensi,

berkomunikasi dengan kartu grafis, mengelola memory (buffer), melakukan

komputasi perhitungan matematika dan pekerjaan-pekerjaan tingkat rendah

lainnya. Selain itu pada framework rendering engine ini menggunakan teknologi

SIMD atau perhitungan matematika cepat dengan bantuan hardware seperti MMX

STIKOM

(43)

dan SSE untuk mengolah komputasi algoritma dan perhitungan matematika.

Dengan adanya framework rendering engine tersebut pihak pengembang akan

lebih mudah mengelola dan menjalankan aplikasi berbasis tiga dimensi yang

dikembangkannya sesuai dengan yang diharapkan.

3.2. Algoritma Manajemen Scene

Dalam proses rendering algoritma manajemen scene merupakan instrumen

yang sangat penting jika ingin menampilkan menampilkan lebih dari ratusan ribu

polygon segitiga yang membentuk obyek-obyek 3D ke dalam layar. Hal ini

dikarenakan keterbatasan dari pengolahan yang dapat dilakukan oleh kartu grafis

yang ada saat ini. Algoritma tersebut membantu memilih polygon yang diperlukan

terhadap lokasi dan orientasi tertentu dari penonton agar dapat dikeluarkan dari

seluruh anggota ratusan ribu lebih polygon dari scene. Karena kebanyakan dari

polygon tersebut tidak terlihat oleh user. Metode algoritma manajemen scene

yang akan digunakan oleh framework rendering engine ini adalah Octree dan BSP

Tree.

3.2.1. Algoritma Octree

Octree merupakan salah satu algoritma manajemen scene yang umumnya

digunakan untuk area outdoor. Algoritma tersebut akan membagi menjadi 8 kelompok simpul kecil dari kelompok polygon secara rekursif, yang kemudian

dapat diuji persimpangannya dan melakukan traversal agar dapat ditampilkan pada layar. Berikut adalah pembuatan algoritma Octree berdasarkan inputan

polygon.

STIKOM

(44)
[image:44.595.46.548.82.754.2]

37

Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Algoritma Octree

Mulai

Load seluruh polygon

Buat obyek Octree

Set Octree menjadi Root

Daftarkan polygon & jumlahnya ke dalam

Octree

Kalkulasi Bounding Box Root

Cek apakah jumlah polygon > 10

Inisialisasi Child berdasarkan ID dan Parentnya sebanyak 8

bagian

Proses memisahkan polygon berdasarkan

Bounding Box Child Ya

Rekursif Pembuatan Child

Selesai Tidak

STIKOM

(45)

Berikut adalah penjelasan langkah-langkah pembuatan algoritma Octree:

1. Pertama-tama diawali dengan seluruh memuat (load) seluruh polygon baik

yang berasal dari file atau sumber lainnya (data polygon disimpan menjadi

pointer array TumozPolygon).

2. Proses selanjutnya adalah membuat obyek Octree yang ditujukan untuk

membangun tree baru berdasarkan polygon yang ada.

3. Polygon-polygon yang telah di muat kemudian didaftarkan pada Octree

yang baru dibuat dan juga memasukkan jumlahnya sebagai parameter.

4. Octree yang baru dibuat tersebut kemudian dijadikan root (simpul akar)

atau parent (simpul induk) dari tree (diagram pohon). Hal ini dilakukan

agar menjadi acuan bagi semua child (simpul anak).

5. Setelah di atur menjadi root, maka dilanjutkan dengan proses

mengkalkulasi bounding box root tersebut. Setiap obyek simpul di dalam

Octree harus mengkalkulasikan bounding boxnya (menggunakan AABB)

agar nanti dapat dikelompokkan berdasarkan posisisnya dan untuk

mengetahui ruang lingkup dari tiap simpul.

6. Setelah itu melakukan pemeriksaan jumlah anggota simpul yaitu

polygon-polygon yang telah didaftarkan, apabila melebihi batas jumlah yang

ditentukan maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya (sistem ini

memberikan batas 10 polygon per simpul). Dan jika sebaliknya maka akan

menjadi simpul daun (leaf) sehingga proses pembuatan child akan diakhiri.

7. Root atau parent akan di bagi menjadi 8 child dan melakukan proses

inisialisasi. Inisialisasi tersebut merupakan proses pemberian ID untuk

masing-masing child, lalu mengkalkulasi ulang bounding box berdasarkan

STIKOM

(46)

39

posisinya, serta menyimpan data parentnya. Kedelapan ID atau Posisi dari

child tersebut adalah Timur Laut Atas (UP_NE), Barat Laut Atas

(UP_NW), Tenggara Atas (UP_SE), Barat Daya Atas (UP_SW), Timur

Laut Bawah (LW_NE), Barat Laut Bawah (LW _NW), Tenggara Bawah

(LW _SE), dan Barat Daya Bawah (LW _SW).

8. Apabila child telah diinisialisasi maka dilanjutkan dengan proses

memotong atau mengelompokkan polygon-polygon berdasarkan ruang

lingkup bounding box dari child tersebut. Setelah selesai maka akan

dilakukan proses rekursif kembali ke langkah ke 6, dan menjadikan child

tersebut menjadi root atau parent bagi child dibawahnya secara terus

menerus sampai memenuhi kondisi dimana jumlah polygon tidak melebihi

batas yang telah ditentukan yaitu 10 polygon pada langkah ke 6.

3.2.2. Algoritma BSP Tree

Berbeda dengan Octree, BSP Tree (Binary Space Partitioning Tree)

merupakan algoritma manajemen scene yang sangat efektif digunakan untuk area

indoor. Prinsip dari BSP Tree adalah membagi menjadi 2 kelompok simpul kecil dari kelompok-kelompok polygon secara rekursif. Dan hampir sama dengan

Octree hasil dari BSP Tree tersebut dapat diuji persimpangannya dan juga dapat

melakukan traversal ke dalam simpul-simpul agar dapat ditampilkan ke layar.

Berikut adalah pembuatan algoritma BSP Tree berdasarkan inputan polygon.

STIKOM

(47)

Mulai

Load seluruh polygon

Buat obyek BSP Tree

Daftarkan polygon & jumlahnya ke dalam

BSP Tree

Set BSP Tree menjadi Root & Parent = NULL

Kalkulasi Bounding Box simpul ini

Mengklasifikasikan kelompok polygon dan mendaftarkan ke

Front dan Back Child Membuat obyek child

baru BSP Tree Front dan Back Rekursif Front & Back Child

Splitter terbaik ditemukan?

Ya

[image:47.595.41.552.75.731.2]

Selesai Tidak

Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Algoritma BSP Tree

STIKOM

(48)

41

Berikut adalah penjelasan langkah-langkah pembuatan algoritma BSP Tree:

1. Seluruh polygon baik yang berasal dari file atau sumber lainnya di muat

terlebih dahulu sebagai inputan (biasanya disimpan menjadi pointer array

TumozPolygon).

2. Membuat obyek BSP Tree yang ditujukan untuk membangun tree baru

berdasarkan polygon yang ada atau polygon yang di muat sebelumnya.

3. Polygon-polygon yang telah di muat tersebut kemudian didaftarkan pada

BSP Tree yang baru dibuat dan sekaligus memasukkan jumlahnya sebagai

parameter.

4. BSP Tree yang di buat tersebut kemudian dijadikan simpul root dan

simpul parent di set menjadi NULL yang menandakan bahwa simpul

tersebut tidak memiliki induk.

5. Pada tahapan ini merupakan awal dari proses pembuatan simpul child dan

proses yang dilakukan adalah melakukan kalkulasi bounding box (AABB)

pada simpul ini. Tujuan dari proses tersebut adalah untuk mengetahui

ruang lingkup dari tiap simpul.

6. Proses selanjutnya adalah mencari splitter terbaik dari simpul ini. Splitter tersebut merupakan plane pemisah yang nanti digunakan untuk

memisahkan daftar polygon-polygon dari simpul ini. Berdasarkan daftar

polygon yang ada splitter dapat di cari dengan cara sebagai berikut.

Pertama-tama membuat perulangan pada seluruh daftar polygon ke dalam

outer loop (perulangan luar). Untuk setiap iterasi dari perulangan, pilih polygon terpilih saat ini dari daftar dan asumsikan sebagai splitter.

Kemudian jalankan inner loop (perulangan dalam) yang juga melakukan

STIKOM

(49)

perulangan terhadap polygon dari daftar, dan klasifikasikan

masing-masing polygon terhadap polygon yang sebelumnya dianggap sebagai

splitter. Hitung berapa banyak polygon yang berada di sisi depan, di sisi

belakang, dan berapa banyak polygon yang terpisah. Ketika inner loop

selesai, hitung skor dari polygon yang seharusnya menjadi splitter dan

bandingkan skor tersebut terhadap skor terbaik (terendah) yang dapat

ditemukan. Dan arahkan pointer ke skor terendah karena semakin tinggi

skor, maka semakin buruk polygon tersebut untuk menjadi splitter.

Apabila splitter tidak ditemukan maka proses akan menjadikan simpul ini

menjadi leaf (simpul daun) dan mengakhiri proses pembuatan tree.

7. Setelah itu dilanjutkan dengan membuat obyek child BSP Tree baru yaitu

front (simpul depan) dan back (simpul belakang) dan mengatur simpul ini sebagai parentnya.

8. Berdasarkan splitter terbaik yang telah ditemukan, maka proses

selanjutnya adalah mengklasifikasikan splitter tersebut terhadap daftar

polygon yang ada pada simpul ini. Apabila polygon ada di depan dari

spliter, maka masukkan ke dalam daftar polygon dari child front. Untuk

yang di belakang, polygon dimasukkan ke dalam daftar polygon dari child

back. Apabila polygon berpotongan dengan splitter, maka polygon di

clipping (dipotong atau dibelah) dan masing-masing hasil polygon depan

dan belakangnya dimasukkan ke daftar child front dan back. Dan Terakhir

apabila polygon berada pada posisi splitter, maka periksa sudut antara

normalnya dengan normal splitter. Jika hasil sudutnya sama dengan 0 atau

positif maka normal dari polygon tersebut searah dengan normal splitter

STIKOM

(50)

43

dan dimasukkan ke dalam daftar polygon dari child front. Dan sebaliknya

jika hasilnya negatif maka polygon tersebut dimasukkan ke dalam daftar

polygon dari child back. Setelah proses klasifikasi dan pendaftaran

polygon selesai maka masing-masing child front dan back akan melakukan

proses rekursif kembali ke langkah ke 5, dan menjadikan child tersebut

menjadi parent bagi child dibawahnya secara terus menerus sampai

memenuhi kondisi tidak menemukan splitter terbaik pada langkah ke 5.

3.3. Perancangan Sistem

Berdasarkan analisa identifikasi permasalahan yang telah dilakukan

sebelumnya bahwa Framework rendering engine ini dibangun menggunakan API

Direct3D dari Microsoft DirectX SDK dan diprogram dengan bahasa

pemrograman C++. Sedangkan desain sistemnya menggunakan UML dan

flowchart pada masing-masing fungsi framework. Garis besar desain sistem

rancang bangun yang akan dibuat digambarkan seperti gambar di bawah ini:

Aplikasi Berbasis 3D Static Library

Tumoz3D.lib untuk Matematika &

Algoritma 3D

Static Library TumozGeneral.lib untuk

Kontrol Pergerakan, Kamera dsb

Static Library TumozRenderer.lib

untuk interface Sistem Rendering

Dynamic Library TumozD3D.dll untuk implementasi Sistem

Rendering Render Interface

Buat Obyek Beri Device

Load Implemen

Gunakan

Gunakan Gunakan

[image:50.595.50.509.443.725.2]

Gunakan Gunakan

Gambar 3.4. Gambaran Umum Rancang Bangun Sistem

STIKOM

(51)

Pada gambar diatas sistem dijelaskan menjadi beberapa tahapan sebagai

berikut:

1. Pihak developer yang mengembangkan aplikasi berbasis 3D dapat

menggunakan tiga library yang disediakan dari framework ini antara lain

TumozRenderer.lib, Tumoz3D.lib, da

Gambar

Gambar 3.1. Direct3D Graphics Rendering Pipeline
Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Algoritma Octree
Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Algoritma BSP Tree
Gambar 3.4. Gambaran Umum Rancang Bangun Sistem
+7

Referensi

Dokumen terkait

dengan penyakit telinga kronik selain OME yang Hasil pemeriksaan audiometri durante 2.000 ada kaitannya dengan KNF, gangguan dengar cGy dan 6.600 cGy, serta

Jika dilihat dari bulan Januari hingga Agustus, total penjualan alat berat UNTR mencapai 2.411 unit atau naik 74,08% jika dibandingkan periode yang sama tahun

Leg Press) lebih baik dari kelompok latihan Power tungkai dan kekuatan otot lengan (Lat Mach dan Leg Extension).(1)Latihan Power tungkai dan kekuatan otot

Pada masa awal tanam mempunyai ketersediaan air yang mencukupi meskipun tidak terlalu banyak, tetapi masa tanam selanjutnya sangat kekurangan air..

7. Menemukan latar cerita rakyat dengan mengutip kalimat atau paragraf yang mendukung. Menemukan amanat dalam cerita rakyat... 9. Menuliskan kembali isi cerita dengan

kelumpuhan akibat pen0akit berikut: a. Idiopatik, pen0ebabn0a tidak diketahui. +ipe dari %&olio%i% ini di$ambarkan berda%arkan pada umur ketika %&olio%i% berkemban$.

Tradisi yang hingga saat ini masih berlangsung di masyarakat pedesaan itu mempunyai makna simbolis, hubungan diri orang Jawa dengan para leluhur, dengan sesama, dan

Semua laporan kegiatan dan bukti pengeluaran dibuat rangkap 3 (tiga), yaitu rangkap pertama (asli) untuk arsip lembaga dan rangkap kedua (foto copy) dilampirkan dalam