Daftar Pustaka
1. Bishara SE, Burkey PS, Kharouf JG. Dental and Facial asymmetries : a
review. Angle Orthod 1994 64(2): 89-98
2. Fischer B. Asymetries of the Dentofacial Complex. Angle Orthod 1954 ; 24 :
1779-192.
3. Bishara SE. Textbook of Orthodontics. W.B. Saunders Co. 2001: Chap 29
4. Ghasemianpour M, Safaci SMR, Golestan JF. Prevalence of dento facial
asymmetries in 14-17 year old Tehran students, 2004. Behesti Univ Dent J
2005 ; 22(Special Issue) : 35-39
5. Haraguchi S, Iguchi Y, Takada K. Asymmetry of the Face In Orthodontic
Patients. Angle Orthod 2008 78(3) : 421-426
6. Smith RJ, Bailit HL. Prevalence and Etiology of Asymmetries in Occlusion.
Angle Orthod 1979;49:199-204
7. Cheong YW, Lo LJ. Facial Asymmetry : Etiology, Evaluation, and
Management. Chang Gung Med J 2011;34: 341-351
8. Chia SY, Naini FB, Gill DS. The Aetiology, Diagnosis and Management of
Mandibular Asymmetry. Ortho Update 2008 ;1: 44-52
9. Severt TR, Proffit WR. The prevalence of Facial Asymmetry in the
Dentofacial deformities population at the University of North Carolina. Int J
Orthodon Orthognath Surg. 1997: 12(3) : 171- 176 (abstrak)
10.Huges BO, Moore GR. Heredity, Growth and the Dentofacial Complex.
Angle Orthod 1941; 11(4) : 217-222
11.Maurice TJ, Kula K. Dental arch asymmetry in the mixed dentition. Angle
Orthod 1998; 68(1): 37-44.
12.Keski-Nisula K, Hernesniemi R, Heiskanen M, Keski-Nisula L, Varrela J.
Orthodontic intervention in the early mixed dentition: A prospective,
controlled study on the effects of the eruption guidance. AmJ Orthod
13.Thapliyal GK, Bandyopadhyay TK, Kaushik SK. Non-Syndromal Facial
Asymmetry. MJAFI 2005 ;61 : 297-299
14.Preedy VR. Handboook of Anthropometry : Physical Measures of Human
Form in Health and Disease. New York: Springer, 2012 : 625-639
15.Zhang N, Bai Y, Lib S. Treatment of a class II Division Malocclusion with
Miniscrew Anchorage. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2012; 141(6) : 85-93
16.Meneghini F. Clinical Facial Analysis : Element Principles Techniques.
Germany : Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2005: 7-12, 98-107
17.Garn SM, Lewis AB, Kerewsky RS. The Meaning of Bilateral Asymmetry in
The Permenent Dentition. Angle Orthod 1966; 36(1) : 55-62
18.Vig PS, Hewitt AB. Asymmetry of the Human Facial Skeleton. Angle Ortod
1975; 45(2) : 125-129
19.Naini FB, Gill DS. Facial Aestheics: 2. Clinical Assesment. Dent Update
2008; 35: 159-170.
20.White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology: Principle and Interpretation. 6th
21.Mladen S, Marina AJ, Lauc T, Senka RM, Martina M. Longitudinal Dental
Arch Changes in the Mixed Dentition. Angle Orthod 2003; 73: 509-514 ed.
New Dehli: Mosby, 2009: 53-64
22.Primozic J, Perinetti G, Richmond S, Ovsenik M. Three-dimensional
Evaluation of Facial Asymmetry in Association with Unilateral Functional
Crossbite in the Primary, Early and Late Mixed Dentiton phases. Angle
Orthod 2012: 1-6
23.Cheney EA. Dentofacial asymmetries and their clinical significance. Am J
Orthod 1961; 47(11): 814-25.
24.Melnik AK. A Cephalometri Study of Mandibular Asymmetry in a
Lonitudinally Followed Sample of Growing Children. Am J Orthod
• Pasien yang berusia 6 – 12 tahun
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik untuk melihat hubungan
asimetri 1/3 wajah bawah dan asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di
Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang bertempat di Jl. Alumni No.2
Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli
hingga Februari 2013
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti
RSGMP FKG USU. Sampel penelitian yang diambil adalah pasien yang dirawat di
Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU yang memenuhi kriteria inklusi dengan metode
purposive sampling. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penyeleksian sampel
sebagai berikut :
3.3.1 Kriteria Inklusi
Kriteri inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
• Pasien yang sedang menjalani perawatan di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU
3.3.2 Kriteria Eksklusi
Kriteri eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
• Pasien yang menderita paralisis wajah
• Pasien yang menderita disfungsional mandibula atau rahang
• Pasien yang menderita kongenital kraniofasial yang parah
• Pasien yang memiliki riwayat gangguan kejiwaan
• Pasien yang memiliki riwayat penyakit kulit pada daerah leher atau dentofasial
• Pasien yang memiliki gigi yang fraktur atau karies besar sehingga cusp pada gigi posterior atau insisal gigi anterior hilang
3.3.3 Besar Sampel
Rumus besar sampel yang digunakan adalah rumus uji hipotesis satu populasi
data poporsi.
α = 5% ~> 1.96 β = 10% ~> 1.282
Po= 50% ≈ 0.5
Qo = 50% ≈ 0.5
Po-Pα = 25% ≈ 0.25
Pα = 25% ≈ 0.25
Pα + Qα = 100%
≈ 37 orang
Jadi besar sampel yang dibutuhkan adalah 37 orang.
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
3.4.1 Variabel
Adapun variabel-variabel penelitain yang terdapat didalam penelitian ini,
antara lain:
1. Variabel bebas : Asimetri lengkung gigi dan asimetri wajah
2. Variabel terkendali : Jarak kamera dengan kursi, merek kamera,
posisi kepala
3. Variabel tergantung : Perbandingan lebar antara 1/3 wajah bawah
sisi kanan dan kiri dari foto frontal,
perbandingan lebar antara lengkung gigi sisi
kanan dan dari foto model.
3.4.2 Definisi Operasional
1. Cupid’s bow adalah titik pada bagian tengah filtrum pada bibir atas
2. Glabella adalah titik di antara alis kiri dan kanan
3. Soft Tissue Gonion (STG) adalah titik paling jauh pada jaringan lunak di
daerah 1/3 wajah bawah.
4. Titik pada model studi :
a. U1 adalah titik pada bagian mesial insisal Insisivus sentralis atas
c. UEMB adalah titik pada cusp mesiobukal molar dua desidui atas
d. U6MB adalah titik pada cusp mesiobukal Molar satu permanen atas
e. L1 adalah titik pada bagian mesial insisal Insisivus sentralis bawah
f. LC adalah titik pada cusp kaninus bawah
g. LEMB adalah titik pada cusp mesiobukal molar dua desidui bawah
h. L6MB adalah titik pada cusp mesiobukal Molar satu permanen bawah
5. Median palatal plane (MPP) adalah garis median pada rahang atas dan
bawah. MPP ditentukan dengan menggunakan dua titik di sepanjang median palatal
raphe yaitu:
a. Titik pertama adalah titik pertemuan rugae palatina kedua kiri dan
kanan
b. Titik kedua adalah titik 1 cm lebih distal dari titik pertama pada
median palatal raphe
6. Merek kamera yang digunakan adalah Sony model DSC-W300.
7. Jarak pengambilan foto adalah jarak antara kamera dengan pasien yaitu
150 cm.
8. Natural Head Position (NHP) – Saat subjek posisi kepala tegak dan
melihat ke arah objek yang jauh, seperti mata pantulan di dalam cermin atau sumber
cahaya yang sejajar dengan mata.
3.4.3 Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat-alat (Gambar 7) yang digunakan pada penelitian ini, antara lain:
1. Tiga serangkai (sonde, pinset, dan kaca mulut)
2. Kamera merek Sony model DSC-W300
3. Tripod ketinggian sejajar dengan kepala subjek
4. Kain warna putih sebagai latar belakang
5. Kursi 150 cm dari tripod
6. Meteran
8. Pensil 2B
9. Pulpen
10.Penghapus
11.Penggaris besi merek Kenko
12. Glass plate
13. Kalkulator merek Casio
Gambar 7. Alat-alat (a) Pinset, Kaca Mulut, Sonde, Pulpen, Pensil 2B, Penggaris besi, (b) Penghapus (c) Meteran (d) Kamera Merek Sony (e) Kalkulator (f) Kaliper (g) Kursi (h) Tripod
3.5 Metode Pengumpulan Data /Pelaksanaan Penelitian
3.5.1 Pengambilan Foto Frontal
Pemilihan subjek berdasarkan kriteria inlkusi dan ekslusi dilakukan dengan
pemeriksaan langsung. Subjek penelitian yang sesuai kriteria diminta untuk mengatur
jadwal pengambilan foto di Klinik Ortodonti FKG USU. Adapun langkah-langkah
1. Pengaturan tata letak studio mini yang dibuat di Klinik Ortodonti FKG
USU yaitu dengan menempelkan kain latar belakang pada dinding yang telah
ditentukan, kemudian diletakkan sebuah kursi di depan kain tersebut sebagai tempat
duduk subjek penelitian, lalu 150 cm di depan kursi diletakkan tripod sebagai
penyangga kamera. (Gambar 8)
2. Subjek penelitian diminta untuk melepaskan kaca mata, syal, ataupun
benda-benda yang dapat menghalangi wajah dan sekitarnya.
3. Kamera diatur dalam potrait mode dan tinggi kamera sesuai dengan tinggi
kepala pasien yakni dengan mengatur lengan tripod tersebut.
4. Subjek penelitian diminta untuk melihat lurus ke lensa kamera sehingga
dapat menghasilkan keadaan natural head position (NHP).
5. Operator memperhatikan garis khayal interpupil pasien agar berada pada
posisi yang sejajar, serta median line pasien harus tegak lurus dengan lantai.
6. Foto harus mencakup seluruh kepala, leher dan sekitarnya.
7. Apabila semuanya sudah tepat, tombol capture pada kamera ditekan.
8. Hal tersebut dilakukan pada setiap subjek penelitian hingga semua
softcopy foto terkumpul.
9. Bagian sekeliling foto yang tidak diperlukan dapat dipotong dan kedua
mata subjek penelitian disensor.
10.Proses pencetakan dilakukan dengan menggunakan tinta print merek
Kodak Ektacolor Prime, Kertas foto merek Kodak Brilliance ukuran 7,5 cm x 10,5
Gambar 8. Pengaturan tata letak mini studio
1. Menggunakan pensil 2B untuk membuat tanda pada beberapa titik :
14
3.5.2 Pengambilan Foto Model
Pemilihan subjek berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan dengan
pemeriksaan langsung. Subjek penelitian yang sesuai kriteria diminta model studi
yang ada di Klinik Ortodonti FKG USU. Adapun langkah-langkah dalam proses
pengambilan dan pencetakan foto, antara lain:
a. Mesial insisal Insisivus sentralis atas kanan-kiri (U1)
b. Cusp kaninus atas kanan-kiri (UC)
c. Cusp mesiobukal molar dua desidui atas kanan-kiri (UEMB)
d. Cusp mesiobukal Molar satu permanen atas kanan-kiri (U6MB)
e. Mesial insisal Insisivus sentralis bawah kanan-kiri (L1)
f. Cusp kaninus bawah kanan-kiri (LC)
g. Cusp mesiobukal molar dua desidui bawah kanan-kiri (LEMB)
h. Cusp mesiobukal Molar satu permanen bawah kanan-kiri (L6MB)
2. Model studi diletakkan di glass plate yang rata supaya tidak terbentuk
3. Jarak dua titik diukur terlebih dahulu dengan kapiler sebagai titik referensi.
4. Model studi atas dan bawah kemudian diaturkan seperti ditunjukkan di
gambar.
5. Kemudian menggunakan kamera untuk menangkap gambar dari atas.
6. Hal tersebut dilakukan pada setiap model penelitian hingga semua
softcopy foto terkumpul.
7. Saat pencetakan foto, dilakukan pengaturan terhadap hasil print dengan
titik referensi 1:1.
8. Proses pencetakan dilakukan untuk memperoleh data tersebut dalam
bentuk foto.
Gambar 9. Foto Model
Pengukuran pada foto dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Titik patokan pada foto frontal wajah adalah titik pada bagian tengah
philtrum pada bibir atas (Cupid’s bow), Glabella, dan Soft Tissue Gonion kanan-kiri.
2. Titik serion dan FHm digaris dengan pensil untuk memperoleh garis
midline.
3. Titik-titik patokan digaris dengan pensil untuk memperoleh jarak dari
midline- soft tissue gonion kanan-kiri.
4. Panjang garis diukur dengan menggunakan penggaris
5. Dilakukan perhitungan untuk mencari selisih antara jarak midline-soft
tissue gonion kanan dengan jarak midline- soft tissue gonion kiri.
6. Sisi kanan wajah lebih lebar apabila terdapat nilai lebih atau sama dengan
+2 mm.
7. Sisi kiri wajah lebih lebar apabila terdapat nilai kurang atau sama dengan
Gambar 10. Foto frontal subjek
3.5.4 Pengukuran Foto Model
Pengukuran pada foto dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menentukan Median palatal plane (MPP) dengan menggunakan dua titik
sepanjang median palatal raphe yaitu:
a. Titik pertama adalah titik pertemuan rugae palatina kedua kiri-kanan
b. Titik kedua adalah titik 1 cm lebih distal dari titik pertama pada
median palatal raphe
2. Angulasi yang dibentuk oleh MPP dengan ujung model studi pada rahang
3. Angulasi tersebut diproyeksikan ke rahang bawah untuk mendapat MPP
mandibula.
4. Kemudian garis tegak lurus ditarik dari MPP ke masing-masing titik pada
gigi (U1, UC, UEMB, U6MB, L1, LC, LEMB, L6MB) menggunakan pensil.
5. Dilakukan perhitungan untuk mencari selisih antara sisi kanan dan sisi kiri
pada masing-masing titik pada model di rahang atas dan rahang bawah
6. Apabila selisih nilai dari masing-masing titik kedua sisi lebih atau sama
dengan +2 mm berarti titik pada sisi kanan lebih jauh dari MPP
7. Apabila selisih nilai dari masing-masing titik kedua sisi kurang atau sama
dengan -2 mm berarti titik pada sisi kiri lebih jauh dari MPP
8. Lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar daripada sisi kiri apabila
terdapat minimal empat titik dengan nilai lebih atau sama dengan +2 mm.
9. Lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar daripada sisi kanan apabila
terdapat minimal empat titik dengan nilai kurang atau sama dengan -2 mm.
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
3.6.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan metode komputerisasi
3.6.2 Analisis Data
1. Perhitungan asimetri wajah dan penentuan lebar wajah pada sisi kanan dan
kiri.
2. Perhitungan asimetri lengkung gigi dan penentuan lebar lengkung gigi
pada sisi kanan dan kiri.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Sampel penelitian berjumlah 37 orang yang dipilih dari pasien anak-anak
yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU. Pengambilan foto frontal
dilakukan dengan pengambilan foto secara langsung pada sampel. Sedangkan foto
model dilakukan pada model studi dari pasien yang sedang menjalani perawatan
ortodonti.
Tabel 1. PREVALENSI KESIMETRISAN WAJAH
Frekuensi Persentase (%)
Asimetri dalam batas normal 18 48,6%
Asimetri secara klinis 19 51,4%
Total 37 100%
Tabel 2. PREVALENSI ASIMETRI WAJAH SECARA KLINIS
Frekuensi Persentase (%)
Asimetri Kiri 8 42,10%
Asimetri Kanan 11 57.89%
Total 19 100%
Tabel 1 menunjukkan dari 37 orang subjek, 48,6% (n=18) memiliki asimetri
wajah yang dalam batas normal dan sebanyak 51,4% (n=19) memiliki asimetri wajah
secara klinis. Tabel 2 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah
secara klinis sebanyak 42,10% (n=8) memiliki wajah sisi kiri lebih lebar dan 57,89%
Tabel 3. PREVALENSI KESIMETRISAN LENGKUNG GIGI
Frekuensi Persentase (%)
Asimetri dalam batas normal 26 70,27%
Asimetri secara klinis 11 29,73%
Total 37 100%
Tabel 4. PREVALENSI ASIMETRI LENGKUNG GIGI SECARA KLINIS
Frekuensi Persentase (%)
Asimetri Kiri 6 54,54%
Asimetri Kanan 5 45,46%
Total 11 100%
Tabel 3 menunjukkan dari 37 orang subjek, 70,27% (n=26) memiliki asimetri
lengkung gigi yang dalam batas normal dan 29,73% (n=11) memiliki asimetri
lengkung gigi secara klinis. Tabel 4 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki
asimetri lengkung gigi secara klinis sebanyak 54,54% (n=6) memiliki lengkung gigi
sisi kiri lebih lebar dan 45,46% (n=5) memiliki lengkung gigi sisi kanan lebih lebar.
Tabel 5 menunjukkan dari 37 orang subjek, 37,84% (n=14) subjek memiliki
asimetri dalam batas normal pada wajah dan lengkung gigi. Sebanyak 5,41% (n=2)
subjek memiliki asimetri wajah dalam batas normal, tetapi asimetri lengkung gigi
pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 8,11% (n=3) subjek memiliki asimetri wajah
dalam batas normal, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar.
Sebanyak 10,81% (n=4) subjek memiliki asimetri wajah pada sisi kiri lebih lebar,
tetapi terdapat asimetri lengkung gigi dalam batas normal. Sebanyak 8,11% (n=3)
subjek memiliki asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar.
Sebanyak 2,7% (n=1) memiliki asimetri wajah pada sisi kiri lebih lebar, tetapi
asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar. Sebanyak 18,92% (n=7) subjek
memiliki asimetri wajah pada sisi kanan lebih lebar, tetapi terdapat asimetri lengkung
sisi kanan lebih lebar, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar.
Sebanyak 5,41% (n=2) memiliki asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada sisi
kanan lebih lebar.
Tabel 5 juga menunjukkan signifikansi hubungan antara asimetri wajah dan
asimetri lengkung gigi. Nilai signifikansi yang diperoleh dari hasil ini adalah p =
0,558. Nilai tersebut lebih besar dari derajat kepercayaan 95% (p=0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asimetri wajah dan
Tabel 5. HUBUNGAN ASIMETRI WAJAH DAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI
Asimetri Lengkung Gigi
Total
Nilai Sig.
Normal Kiri Kanan
Asimetri Wajah
Normal Frekuensi 14 2 3 19
0.558*
Persentase (%) 37.84% 5.41% 8.11% 51.35%
Kiri Frekuensi 4 3 1 8
Persentase (%) 10.81% 8.11% 2.7% 21.62%
Kanan Frekuensi 7 1 2 10
Persentase (%) 18.92% 2.7% 5.41% 27.03%
Total Frekuensi 25 6 6 37
Persentase (%) 67.57% 16.22% 16.22% 100.0%
BAB 5 PEMBAHASAN
Pemeriksaan asimetri wajah merupakan salah satu prosedur analisis fungsi
yang wajib dilakukan pada pemeriksaan awal suatu kasus ortodonti. Pada peneliian
ini bertujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan asimetri wajah dan
asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG
USU. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu klinisi dalam menegakkan
diagnosis dan rencana perawatan yang tepat serta dapat memberikan informasi bagi
pasien mengenai pentingnya perawatan ortodonti interseptif pada suatu kasus anomali
tertentu. Kondisi ini berkaitan dengan hasil penelitian Ghasemainpour yang
melaporkan bahwa asimetri yang umum terjadi ditemukan adalah pada 1/3 wajah
bawah.4 Oleh karena itu, early ortodontic treatment dapat dilakukan untuk mengkoreksi masalah fungsi dan estetika sebagai alasan utama mencegah terjadinya
suatu maloklusi menjadi lebih parah.
Asimetri wajah merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pemeriksaan
klinis dan foto sefalometri. Asimetri wajah yang ringan biasanya terabaikan dan tidak
membutuhkan perawatan.1 Istilah asimetri yang masih berada dalam batas normal tidak sama dengan simetris karena simetris berarti kedua sisi sama persis baik dari
segi ukuran, bentuk, maupun posisi landmark. Oleh karena itu, asimetri yang masih
berada dalam batas normal dikenal dengan istilah asimetri normal.1
Ketika seorang pasien terlihat memiliki asimetri wajah, kita perlu menilai
apakah asimetri itu bersifat skeletal, dental, jaringan lunak atau masalah fungsional.
Pemeriksaan asimetri wajah secara sederhana dapat dilakukan langsung ke pasien
pada saat pemeriksaan awal ataupun melalui foto frontal. Pemeriksaan studi model
dilakukan untuk mengevaluasi asimetri dental. Bila masalah fungsional dan asimetri
dental bukan merupakan faktor utama yang menyebabkan asimetri wajah, perlu
dilakukan pemeriksaan foto radiografi posteroanterior untuk memeriksa apakah
asimetri bersifat skeletal atau jaringan lunak.
Penyebab asimetri dapat berasal dari kongenital, perkembangan, dan
acquired.3 Banyak penelitian yang melaporkan adanya perubahan lengkung gigi
selama periode tumbuh kembang yang menunjukkan bahwa faktor ekstrinsik dapat
mempengaruhi perkembangan asimetri selain faktor herediter. Penelitian Mladen
menyatakan bahwa faktor perkembangan lebih mempengaruh kesimetrisan pada
wajah dan dental.21 Menurut penelitian Byron, faktor kongenital dan perkembangan masing-masing mempengaruhi 50% dalam pembentukan struktur wajah. Oleh karena
itu, perlu analisis yang seksama dalam menentukan asimetri wajah dan asimetri
dental. Bila asimetri dental diabaikan, asimetri dental dapat berkembang menjadi
asimetri skeletal sehingga diperlukan perawatan yang lebih kompleks seperti bedah
ortognatik. Menurut Cheong, perawatan ortodonti dapat dilakukan sedini mungkin
selama masa tumbuh kembang untuk mencapai perbaikan fungsi dan estetika. Bedah
ortognatik dapat dipertimbangkan bila hasilnya belum sempurna.7
Tabel 1 menunjukkan dari 37 orang subjek, 48,6% (n=18) memiliki asimetri
wajah yang dalam batas normal dan sebanyak 51,4% (n=19) memiliki asimetri wajah
secara klinis. Tabel 2 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah
secara klinis sebanyak 42,10% (n=8) memiliki wajah sisi kiri lebih lebar dan 57,89%
(n=11) memiliki wajah sisi kanan lebih lebar. Persentase subjek yang terdapat
asimetri kanan lebih banyak daripada asimetri wajah kiri tetapi tidak menunjukkan
asimetri wajah yang dominan satu sisi. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian
Haraguchi. Pada penelitian Haraguchi melaporkan prevalensi subjek yang memiliki
asimetri wajah kanan lebih dominan (79,7%).5 Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia dan ras. Perbedaan penelitian ini adalah pasien yang
belum selesai menjalani perawatan ortodonti dan rentang usia sampel penelitian 6-12
tahun sedangkan penelitian Haraguchi dilakukan pada subjek usia rata-rata 15 tahun
3 bulan yang sudah selesai menjalani perawatan ortodonti. Rata-rata usia subjek yang
diteliti oleh Haraguchi lebih tinggi dari penelitian ini. Hal ini diperkuat oleh
penelitian Bishara dan Ghasemainpour yang menyatakan bahwa proses tumbuh
Kunci dalam evaluasi asimetri wajah terletak pada penentuan midline wajah.
Menurut Haraguchi dan Bidra (cit, Preedy 2008), sampai saat ini belum ada metode
yang mutlak untuk menentukan midline wajah.4,14 Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan titik Cupid’s bow dan titik Glabella untuk menentukan midline
wajah.14
Tabel 3 menunjukkan dari 37 orang subjek, 70,27% (n=26) memiliki asimetri
lengkung gigi yang dalam batas normal dan 29,73% (n=11) memiliki asimetri
lengkung gigi secara klinis. Tabel 4 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki
asimetri lengkung gigi secara klinis sebanyak 54,54% (n=6) memiliki lengkung gigi
sisi kiri lebih lebar dan 45,46% (n=5) memiliki lengkung gigi sisi kanan lebih lebar.
Hal ini sejalan dengan penelitian Maurice dan Kula yang mengatakan sebanyak 25%
anak-anak yang terdapat asimetri dental yang lebih dari 2,0 mm.11 Primozic melaporkan bahwa asimetri skeletal pada mandibula menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan asimetri wajah. Selanjutnya, penelitian tersebut juga menyatakan
bahwa subjek yang memiliki unilateral crossbite menunjukkan asimetri wajah yang
lebih parah dari subjek yang normal.22
Pada umumnya ortodontis mengevaluasi asimetri lengkung gigi dengan cara
menganalisis permukaan oklusal secara visual pada studi model dan menggunakan
median palatal raphe sebagai garis referensi untuk menentukan kesimetrisan
lengkung gigi. Maurice dan Kula menyatakan bahwa metode ini memiliki kelemahan.
Jika hasil trimming pada bagian belakang model tidak memenuhi syarat maka garis
median palatal raphe tidak dapat membentuk sudut 90º dengan garis pada belakang
model. Oleh karena itu, model yang digunakan dalam penelitian ini harus ditrimming
dengan baik supaya hasilnya lebih akurat.11
Tabel 5 menunjukkan dari 37 orang subjek, 37,84% (n=14) subjek memiliki
asimetri dalam batas normal pada wajah dan lengkung gigi. Sebanyak 5,41% (n=2)
subjek memiliki asimetri wajah dalam batas normal, tetapi asimetri lengkung gigi
pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 8,11% (n=3) subjek memiliki asimetri wajah
dalam batas normal, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar.
tetapi terdapat asimetri lengkung gigi dalam batas normal. Sebanyak 8,11% (n=3)
subjek memiliki asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar.
Sebanyak 2,7% (n=1) memiliki asimetri wajah pada sisi kiri lebih lebar, tetapi
asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar. Sebanyak 18,92% (n=7) subjek
memiliki asimetri wajah pada sisi kanan lebih lebar, tetapi terdapat asimetri lengkung
gigi dalam batas normal. Sebanyak 2,7% (n=1) subjek memiliki asimetri wajah pada
sisi kanan lebih lebar, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar.
Sebanyak 5,41% (n=2) memiliki asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada sisi
kanan lebih lebar.
Tabel 5 juga menunjukkan signifikansi hubungan antara asimetri wajah dan
asimetri lengkung gigi. Nilai signifikansi yang diperoleh dari hasil ini adalah p=
0,558. Nilai tersebut lebih besar dari derajat kepercayaan 95% (p=0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asimetri wajah dan
asimetri lengkung gigi. Menurut Fischer dan Cheney, asimetri dental dapat
diklasifikasikan menurut arah asimetri, yaitu, antero-posterior, supero-inferior
(vertikal), dan medio-lateral (transversal).2,23 Penelitian ini melihat asimetri lengkung gigi menggunakan foto model. Oleh karena itu asimetri yang dapat dilihat hanya
asimetri secara transversal sebaliknya asimetri secara vertikal tidak dapat dilihat
dalam foto model gigi.
Menurut penelitian Haraguchi, pasien yang sudah selesai menjalani perawatan
ortodonti juga mempunyai asimetri wajah.4 Hal ini membuktikan bahwa dengan memperbaiki asimetri dental tidak mutlak dapat memperbaiki asimetri wajah
Perawatan ortodonti dilakukan untuk memperbaiki susunan gigi agar dapat oklusi
serta fungsi yang normal dapat tercapai, namun bukan berarti dapat memperbaiki
asimetri wajah secara langsung. Cheong mengatakan bahwa asimetri dental dapat
dikoreksi hanya dengan menjalani perawatan ortodonti tetapi untuk asimetri yang
lebih berat membutuhkan kombinasi perawatan ortodonti dan bedah ortognatik.7 Oleh karena itu, informasi yang jelas harus disampaikan ke pasien yang memiliki asimetri
Asimetri lengkung gigi tidak mempengaruhi asimetri wajah secara langsung.
Asimetri lengkung gigi akan menyebabkan gangguan pada perkembangan rongga
mulut. Dari hasil penelitian longitudinal Melnik dilaporkan bahwa asimetri lengkung
gigi berhubungan dengan usia karena pada saat usia 6 tahun asimetri mandibula pada
sisi kiri lebih lebar tetapi saat usia 16 tahun asimetri mandibula berkembang sehingga
lebih lebar pada sisi kanan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor
ekstrinsik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan lengkung
gigi.24 Menurut Vig dan Hewitt, asimetri dental dapat menyebabkan aktivitas fungsional yang tidak seimbang saat pengunyahan. Hal ini akan menyebabkan
disfungsi mekanisme sendi temporomandibula. Untuk mendapat fungsi yang simetris
dan mencapai interdigitasi yang maksimal maka struktur dentoalveolar akan
beradaptasi dengan lengkung gigi yang asimetri. Akhirnya terjadi asimetri skeletal
seperti diskrepansi skeletal. Penelitian Vig dan Hewitt juga menyatakan bahwa
daerah dentoalveolar dan bagian bawah kavitas nasal memiliki respon adaptasi yang
tinggi. Oleh karena itu, bila dilakukan perawatan dini, maka struktur dentoalveolar
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Prevalensi asimetri 1/3 wajah bawah pada pasien yang dirawat di Klinik
Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut: dari 37 orang subjek,
48,6% (n=18) memiliki asimetri wajah yang dalam batasan normal dan sebanyak
51,4% (n=19) memiliki asimetri wajah secara klinis. Dari hasil analisis subjek
yang memiliki asimetri wajah secara klinis, diperoleh 42,10% (n=8) memiliki
wajah sisi kiri lebih lebar dan 57,89% (n=11) memiliki wajah sisi kanan lebih
lebar.
2. Prevalensi asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik
Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut: dari 37 orang subjek,
70,27% (n=26) memiliki asimetri lengkung gigi yang dalam batasan normal dan
29,73% (n=11) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis. Dari hasil analisis
subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis, diperoleh 54,54% (n=6)
memiliki lengkung gigi sisi kiri lebih lebar dan 45,46% (n=5) diperoleh sisi kanan
lebih lebar.
3. Dari hasil penelitian ini diperoleh tidak ada hubungan yang signifikan
antara asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah
sampel yang lebih besar agar didapatkan validitas yang lebih tinggi
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode longitudinal untuk
melihat hubungan asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi dalam jangka waktu
yang lebih panjang.
3. Menggunakan subjek yang belum pernah melakukan perawatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asimetri
Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam
segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median
plate.2 Jadi asimetri berarti ketidakseimbangan antara satu sisi dan sisi lainnya, misalnya pada sisi kiri atau kanan. Hal ini dapat terjadi pada setiap individu. Asimetri
fungsional atau morfologi dapat terlihat dalam aktifitas manusia, misalnya dominan
menggunakan tangan kanan atau kiri pada saat beraktifitas.3
Asimetri dentofasial kompleks dapat terjadi baik unilateral maupun bilateral,
anteroposterior, superoinferior dan mediolateral. Asimetri wajah dapat pula terjadi
pada individu dengan oklusi yang baik, sedangkan asimetri dental juga dapat
dijumpai pada individu dengan wajah yang simetri. Bahkan kedua jenis asimetri ini
dapat dijumpai pada satu individu yang sama.5,7
2.2 Etiologi
Penyebab asimetri bersifat multifaktorial yang melibatkan faktor genetik dan
lingkungan. Etiologi asimetri wajah dapat diklasifikasikan atas kongenital,
perkembangan, dan acquired.3,13
Tipe kongenital dimulai sejak saat prenatal. Asimetri ini dapat langsung
terlihat pada saat lahir, seperti celah langit-langit, hemifasial mikrosomia (Gambar 1),
neurofibromatosis dan lain-lain.
Tipe perkembangan yang menyebabkan asimetri wajah merupakan penyebab
yang bersifat idiopatik dan sering dijumpai pada populasi umum. Penyebab asimetri
tipe ini terjadi dalam rentang yang lama sehingga terjadi perubahan skeletal atau
jaringan lunak yang bersifat ipsilateral. Misalnya, mengunyah pada satu sisi
menyebabkan perkembangan skeletal yang berlebihan pada satu sisi atau kebiasaan
tidur pada satu sisi juga merupakan salah satu penyebab.
1,3
Gambar 1. Hemifasial mikrosomia1
Tipe acquired merupakan tipe asimetri yang disebabkan oleh karena penyakit
atau adanya trauma. Penyebab asimetri ini merupakan faktor lingkungan yang dapat
menjadi faktor stimulan atau predisposisi terjadinya asimetri. Misalnya, trauma,
radioterapi pada masa anak-anak, tumor, ankilosis TMJ (Gambar 2) dan lain-lain.3,7
2.3 Asimetri Wajah
Asimetri wajah merupakan suatu fenomena yang normal terjadi pada manusia.
Asimetri wajah pertama kali diobservasi oleh seniman Yunani dan ia menyatakan
bahwa asimetri wajah juga memiliki batasan nilai yang normal. Asimetri dalam
batasan nilai yang normal dikenali dengan istilah asimetri normal bukan simetris
karena pengertian simetris adalah kedua sisi sama persis maupun dalam ukuran,
bentuk, atau posisi landmark 1,2 Asimetri wajah merupakan ketidakseimbangan yang terjadi pada wajah dalam hal ukuran, bentuk dan posisi pada sisi kiri dan
kanan.2,5 Asimetri wajah terjadi akibat adanya diskrepansi pada masa pembentukan tulang atau malposisi pada tulang kraniofasial. Selain itu, asimetri wajah juga dapat
disebabkan karena ketidakseimbangan perkembangan jaringan lunak wajah.1
Asimetri wajah ini dapat terjadi pada individu yang normal dan juga pada
orang yang berpenampilan menarik. Asimetri wajah minor atau normal merupakan
hal yang biasa dan tidak perlu dilakukan perawatan untuk mengkoreksi. Asimetri
wajah yang normal atau abnormal biasanya ditentukan berdasarkan pertimbangan
dokter dengan melihat keseimbangan wajah pasien atau dari persepsi pasien sendiri.7 Penelitian Haraguchi dan Okatoma menyatakan bahwa jika perbedaan satu titik pada
sisi kiri dan kanan wajah ke midline wajah kurang dari 2 mm diklasifikasikan sebagai
asimetri yang masih dalam batasan normal.5
Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk menciptakan gambar frontal
wajah yang simetri pada individu dengan menggunakan program tertentu (Gambar 3).
Gambar tersebut lalu dibandingkan dengan gambar yang asli. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa gambar wajah yang memiliki asimetri ringan
dinyatakan lebih menarik daripada gambar wajah yang simetri.
Penelitian Haraguchi melaporkan bahwa pada kasus asimetri wajah yang
minor diperoleh hasil sisi kanan lebih lebar daripada sisi kiri dan terdapat deviasi
dagu ke arah kiri.
14
5
Menurut penelitian Servet dan Proffit, dari 1460 pasien yang
dirawat di klinik dentofasial University of North Carolina terdapat 34% (n= 196)
pasien yang mempunyai asimetri wajah secara klinis. Dari 34% (n=496) pasien yang
36% (n=178) pada 1/3 wajah tengah (terutama pada hidung), dan 74% (n=365) pada
1/3 wajah bawah. 1/3 wajah bawah menunjukkan frekuensi dan asimetri yang lebih
tinggi daripada 1/3 wajah atas dan 1/3 wajah tengah.9 Penelitian Lundstorm menyatakan bahwa asimetri juga dapat disebabkan oleh faktor genetik dan
non-genetik, atau kombinasi dari keduanya.(cit, Bishara 1994)1
Gambar 3. (a) Gambar asli (b) Gambar wajah sebelah kanan dicerminkan untuk mendapat simetri (c) Gambar wajah sebelah kiri dicerminkan untuk mendapat simetri.
Bentuk wajah tergantung pada pola skeletal dan jaringan lunak. Berdasarkan
struktur, asimetri wajah dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu, asimetri dental,
asimetri skeletal, asmetri jaringan lunak dan asimetri fungsional.
14
3,13
Banyak kasus
asimetri wajah yang disebabkan karena kombinasi faktor dental, skeletal, jaringan
lunak dan fungsional. Oleh karena itu, pada saat menegakkan diagnosis harus
2.3.1 Asimetri Dental
Asimetri dental merupakan ketidakseimbang gigi geligi dan asimetri tersebut
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu, ketidakseimbangan yang disebabkan oleh
jumlah gigi dengan lengkung gigi yang tersedia, ketidakseimbangan jumlah gigi
rahang atas dan bawah pada segmen yang sama, ketidakseimbangan lengkung gigi
rahang atas dan bawah secara keseluruhan atau sebagian.2 Asimetri lengkung gigi biasanya dapat ditemui pada pasien yang mempunyai maloklusi yang berat, misalnya
asimetri dental pada pasien maloklusi Klas II (Gambar 4). 4
Gambar 4. Asimetri dental pada pasien maloklusi Klas II15
Asimetri dentofasial lebih banyak dijumpai pada mandibula daripada maksila.
Hal ini disebabkan karena mandibula lebih banyak didukung jaringan lunak
dibandingkan maksila yang jaringan lunak di sekitarnya lebih sedikit. Asimetri pada
maksila biasanya merupakan akibat dari pertumbuhan mandibula yang tidak
seimbang.10 Struktur gigi berperan dalam mendukung dan membentuk 1/3 wajah bawah. Dalam pemeriksaan klinis perlu diperhatikan relasi lengkung gigi (vertikal,
transversal dan sagital), kehilangan gigi, serta bentuk gigi yang abnormal.16
Asimetri dental dapat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lokal. Faktor
genetik inilah yang mempengaruhi diameter lebar mesiodistal gigi sehingga
menyebabkan terjadinya asimetri dental.
1
lingkungan mencakup premature loss gigi desidui, kebiasaan menghisap atau
mengunyah sebelah sisi yang disebabkan karies, ekstraksi atau trauma.2,3
Penelitian Garn melaporkan bahwa asimetri ukuran gigi tidak melibatkan
semua gigi yang terdapat dalam satu lengkung. Gigi pada klas morfologi yang sama
biasanya menunjukkan asimetri yang sama, misalnya gigi premolar satu maksila
kanan yang lebih besar dari normal biasanya diikuti dengan gigi premolar dua
maksila kanan yang juga lebih besar. Hal tersebut juga terjadi pada gigi molar.
Namun kelainan yang terjadi pada gigi premolar tidak seharusnya berpengaruh pada
gigi molar. Selain itu, asimetri lebih sering dijumpai pada daerah yang lebih distal
dari klas morfologi yang sama, misalnya, insisivus lateralis, premolar dua, dan molar
tiga.17
2.3.2 Asimetri Skeletal
Asimetri skeletal merupakan asimetri yang terjadi pada tulang pembentukan
wajah. Asimetri skeletal dapat terjadi pada satu tulang saja seperti maksila atau
mandibula, ataupun melibatkan beberapa tulang pembentukan wajah. Selain itu,
asimetri skeletal juga dapat melibatkan beberapa tulang pada satu sisi wajah seperti
hemifasial mikrosomia (Gambar 5).3 Asimetri skeletal dapat dinyatakan sebagai hasil akhir dari semua asimetri baik asimetri dental, fungsional, dan jaringan lunak.
Apabila asimetri dental, fungsional dan jaringan lunak tidak dirawat maka akan
berkembang lebih parah dan akhirnya akan terjadi asimetri skeletal, seperti deviasi
dan perkembangan skeletal yang unilateral.1,18
2.3.3 Asimetri Jaringan Lunak
Asimetri jaringan lunak merupakan ketidakseimbang pembentukan otot pada
wajah. Asimetri jaringan lunak biasanya menyebabkan disproporsi wajah dan
diskrepansi midline. Asimetri jaringan lunak biasanya juga dapat disertai dengan
2.3.4 Asimetri Fungsional
Asimetri fungsional merupakan suatu keadaan dimana terjadi pengerakan
mandibula ke arah lateral atau anterior-posterior yang disebabkan oleh karena adanya
gangguan oklusi sehingga menghalangi tercapai oklusi sentrik yang benar.1 Deviasi fungsional ini dapat disebabkan karena lengkung maksila yang sempit atau faktor
lokal seperti malposisi gigi.3
Gambar 5. Asimetri skeletal disebabkan hemifasial mikrosomia1
2.4 Diagnosis
Diagnosis diperlukan untuk mengetahui apakah pasien tersebut perlu
dilakukan perawatan ortodonti atau tidak. Oleh karena itu, pasien yang terdeteksi
mempunyai asimetri wajah memerlukan pemeriksaan klinis, fotografi, radiografi dan
tomografi 3-D untuk membantu dalam menegakkan diagnosis yang akurat.
Analisis foto frontal bertujuan untuk menilai dimensi wajah dalam arah
transversal dan vertikal secara menyeluruh. Hal yang dapat dilihat adalah relasi antara
lebar bitemporal, bizygomatic, bigonial dan mentale, serta membandingkan
13
.
ketinggian wajah, menentukan bentuk wajah (lebar atau sempit, panjang atau pendek,
segi empat atau segi tiga).16,19
Pada umumnya pasien tidak menyadari bahwa mereka memiliki asimetri
sampai saat diperiksa. Oleh karena itu, pengunaan foto frontal dapat membantu dalam
memberikan penjelasan kepada pasien mengenai asimetri wajahnya. Dalam
pemeriksaan foto frontal, midline wajah perlu ditentukan terlebih dahulu. Hal ini
bertujuan sebagai dasar untuk membandingkan titik-titik pada sisi kiri dan kanan
wajah dalam menganalisis foto frontal (Gambar 6). 14,16
Gambar 6. Titik-titik yang digunakan untuk analisis foto frontal.
Diagnosis asimetri wajah dan dental dapat diperoleh dengan pemeriksaan
klinis dan radiografi untuk menentukan penyebab utamanya apakah berkaitan dengan
jaringan lunak, skeletal, dental atau fungsional. Pemeriksaan klinis dapat membantu
kita dalam mengidentifikasi asimetri secara vertikal, sagital atau transversal.
14
Pemeriksaan klinis dimulai dari keluhan utama pasien dan dilanjutkan dengan
pemeriksaan riwayat medis. Pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan visual pada
seluruh wajah, palpasi untuk menentukan defek jaringan lunak atau tulang,
pemeriksaan midline dental dan midline wajah. 1,7
2.4.2.1 Evaluasi Midline Dental
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan klinis evaluasi midline
dental adalah sebagai berikut, saat membuka mulut, relasi sentrik, kontak initial, dan
oklusi sentrik. Asimetri yang disebabkan oleh struktur skeletal atau dental yang tidak
disertai oleh faktor lain akan menunjukkan diskrepansi midline waktu relasi sentrik
dan oklusi sentrik.1-3
Asimetri yang disebabkan oleh gangguan oklusal dapat menyebabkan
pengeseran mandibula. Arah pergeseran boleh sama atau berlawanan dengan arah
asimetri dental atau diskrepansi skeletal. Evaluasi kondisi TMJ juga perlu dilakukan
untuk mencegah asimetri fungsional. 1,2
2.4.2.2 Evaluasi Oklusi Vertikal
Bidang oklusal yang miring menunjukkan adanya perbedaan tinggi condylus
dan ramus pada sisi kanan dan kiri. Asimetri ini dapat diobservasi dengan
menginstruksi pasien mengigit sebuah tongue blade dan memeriksa relasi
berdasarkan dataran interpupil.
Lundstorm menyatakan bahwa penggunaan median maxillary raphe sebagai
garis referensi masih kurang reliable untuk mengevaluasi asimetri dalam arah
1,2
2.4.2.3 Evaluasi Oklusi dalam Arah Transversal dan Sagital
Evaluasi dental dalam arah transversal perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah penyebab asimetri bersifat skeletal, dental dan/atau fungsional. Contoh
kelainan yang dapat dijumpai adalah crossbite posterior yang bersifat unilateral.
Selain itu dapat ditemukan asimetri lengkung gigi yang disebabkan oleh faktor lokal,
anteroposterior atau arah lateral.(cit, Bishara 1994)1 Oleh karena itu, lengkung gigi juga harus diperhatikan secara menyeluruh saat pemeriksaan klinis, dengan
menggunakan model gigi untuk melihat kesimetrisan posisi molar dan kaninus kiri
dan kanan. 1,2
2.4.2.4 Evaluasi Skeletal dan Jaringan Lunak Secara Transversal
Asimetri mandibula dapat diobservasi secara klinis dengan melihat dari arah
frontal dan memperhatikan relasi titik yang terletak pada dagu dengan struktur wajah
yang lain. Perbandingan struktur bilateral, deviasi di dorsum dan ujung hidung dapat
dinilai dengan mengevaluasi jaringan lunak. 1,2
2.4.3 Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan radiografi merupakan pemeriksaan yang sangat berguna dalam
diagnosis perawatan ortodonti dan diperlukan sebagai pemeriksaan penunjang,
terutama untuk melihat ada tidaknya asimetri skeletal dan jaringan lunak.1 Radiografi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, intra-oral dan extra-oral. Pemeriksaan
radiografi extra-oral seperti sefalometri dan panoramik sering digunakan untuk
mengevaluasi asimetri skeletal dan jaringan lunak pada wajah karena dengan foto
radiografi tersebut kita dapat melihat perbedaan yang terdapat pada sisi kiri dan sisi
kanan.
2.4.3.1 Radiografi Sefalometri
Sefalometri merupakan radiografi yang digunakan untuk melihat relasi antara
skeletal, dental dan jaringan lunak. Landmark anatomi pada skeletal, dental, dan
jaringan lunak akan digunakan untuk membentuk garis, bidang, angulasi dan jarak.
Garis, bidang, angulasi dan jarak ini dapat diklasifikasikan menurut morfologi
2.4.3.1.1 Sefalometri lateral
Sefalometri lateral dapat digunakan untuk mendiagnosis asimetri pada ramus
dalam arah vertikal, panjang mandibula, dan angulasi gonial.15 Namun, sefalometri lateral hanya dapat memberikan informasi yang sedikit.1,3 Hal ini disebabkan struktur pada kiri dan kanan berlapis menjadi satu, jarak film berbeda dan sumber sinar X
menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam pembesaran. Selain itu, penggunaan
ear rod dapat membuat external auditory meatus kelihatan simetris.1,3 Oleh karena itu, penggunaan sefalometri lateral untuk membantu diagnosis suatu asimetri sangat
terbatas.
2.4.3.1.2 Radiografi Posteroanterior
Radiografi posteroanterior digunakan untuk mempelajari struktur kiri dan
kanan di kepala. Perbandingan kiri dan kanan dengan menggunakan radiografi
posterior-anterior akan lebih akurat daripada menggunakan radiografi yang lain. Hal
ini disebabkan karena jarak film dengan sumber sinar X adalah sama dan
menyebabkan efek pembesaran yang tidak rata dapat diminimalkan serta distorsi
dapat dikurangi. 3
2.4.3.2 Radiografi Panoramik
Radiografi panoramik adalah suatu radiografi yang menunjukkan struktur
maksila dan mandibula serta lengkung gigi.20 Biasanya panoramik digunakan untuk membantu dalam menegakkan diagnosis. Radiografi panoramik biasanya digunakan
mengevaluasi derajat trauma, melokasikan molar tiga, penyakit osseous, lesi
periapikal, perkembangan gigi (terutama fase gigi bercampur), sendi
temporomandibula (TMJ) dan perkembangan lain yang abnormal.20
Radiografi panoramik merupakan radiografi yang sangat berguna untuk
mendeteksi asimetri yang berkaitan dengan faktor dental dan basis tulang alveolar.
Selain itu, radiografi panoramik juga dapat membantu untuk melihat kondisi
2.5 Perawatan Berdasarkan Struktur Wajah
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis, kita dapat mengetahui
etiologi terjadinya asimetri pada pasien sehingga rencana perawatan disesuaikan
dengan diagnosis yang diperoleh. Dalam penilaian asimetri harus dilihat apakah
asimetrinya meliputi skeletal, lengkung gigi, diskrepansi antara oklusi sentrik dan
relasi sentrik, atau kombinasi.3
2.5.1 Perawatan Asimetri Dental
Asimetri dental seperti kehilangan gigi secara kongenital biasanya dirawat
dengan piranti ortodonti. Perawatan asimetri lengkung gigi memperhatikan perawatan
symmetric extraction sequence dan asimetri mekanis seperti Klas III angle dirawat
dengan elastik pada satu sisi. Bentuk gigi yang asimetri dapat diperbaiki dengan
menggunakan komposit untuk mengembalikan bentuknya atau digantikan dengan
protesa. 3,7
2.5.2 Perawatan Asimetri Fungsional
Asimetri fungsional yang ringan biasanya dapat diperbaiki dengan koreksi
oklusi. Pada kasus yang lebih berat, piranti ortodonti dibutuhkan untuk merawat
asimetri fungsional. Pada asimetri fungsional yang disebabkan oleh kebiasaan buruk,
oklusal splint dibutuhkan untuk mengevaluasi perawatan. Asimetri fungsional yang
melibatkan skeletal membutuhkan perawatan yang lebih kompleks seperti ekspansi
maksila, pesawat fungsional, bedah ortognatik dan/atau kombinasi.
Pada kasus asimetri skeletal yang ringan, penggunaan perawatan ortodonti
sudah cukup untuk memperbaiki asimetri tersebut. Tetapi untuk kasus yang lebih
parah, perawatan ortodonti hanya dapat memperbaiki sebagian asimetri ini.
Sebaiknya asimetri skeletal ditanggulangi sejak awal karena untuk memperbaiki
asimetri skeletal dibutuhkan pembedahan. Oleh sebab itu, pemilihan perawatan
3
dengan pesawat ortopedik pada pasien yang memiliki asimetri skeletal pada masa
tumbuh kembang dapat mengkoreksi masalah skeletal. 3
2.5.4 Perawatan Jaringan Lunak
Deformitas yang disebabkan oleh ketidakseimbangan jaringan lunak dapat
dirawat dengan pembedahan augmentasi atau reduksi. Pembedahan augmentasi
termasuk pencangkokan tulang dan implant untuk mengembalikan kontur pada
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Simetri berasal dari bahasa Yunani ‘Symmetria’ yang berarti ukuran yang
sama.1 Simetri wajah merupakan suatu kondisi keseimbangan yang sempurna pada kedua sisi wajah kiri dan kanan serta menunjukkan ukuran, bentuk dan posisi yang
sama.1,2 Kesimetrisan mutlak atau sempurna merupakan suatu konsep teori yang jarang sekali ditemui pada individu. Sedangkan asimetri pada wajah dan gigi
merupakan suatu fenomena yang normal terjadi pada individu.3
Ghasemianpour pernah melakukan penelitian untuk meneliti asimetri wajah
pada pelajar usia 14 – 17 tahun di Tehran. Beliau mengelompokkan asimetri wajah
menjadi tiga yaitu asimetri skeletal, asimetri dental dan asimetri fungsional. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa hampir 50% sampel dari 400 perempuan dan
420 laki-laki dapat memperlihatkan sekurang-kurangnya terdapat 1 jenis asimetri
pada wajah mereka.4 Haraguchi yang meneliti 2619 pasien yang pernah menjalani perawatan ortodonti di Universitas Jepang melaporkan bahwa asimetri wajah dapat
ditemukan pada pasien yang sedang maupun sudah menjalani perawatan ortodonti.5 Dari hasil pemeriksaan asimetri wajah, sebanyak 79,7% pasien memiliki wajah
sebelah kanan lebih lebar. Selanjutnya, dari hasil pemeriksaan deviasi dagu, sebanyak
79,3% pasien memiliki deviasi dagu ke kiri.5 Menurut penelitian Smith dan Bailit, dari 150 orang yang pernah dirawat ortodonti di Bougainville terdapat 70% yang
subjek menunjukkan asimetri lengkung gigi kurang dari 0.5 mm dan sebanyak 97%
pasien memiliki asimetri yang kurang dari 2.5 mm.
Berdasarkan struktur yang terlibat maka asimetri dapat diklasifikasikan atas
tipe skeletal, dental, jaringan lunak dan fungsional.
6
7,8
Asimetri skeletal merupakan
asimetri yang terjadi pada tulang pembentukan wajah. Hal ini dapat terjadi pada
ketidakseimbangan antara jumlah gigi dengan lengkung gigi yang tersedia,
ketidakseimbangan antara jumlah gigi rahang atas dan bawah pada segmen yang
sama, ketidakseimbangan antara lengkung gigi rahang atas dan bawah, baik secara
keseluruhan maupun sebagian.2 Asimetri jaringan lunak adalah perkembangan jaringan lunak yang tidak seimbang pada sebelah kiri dan kanan wajah. Hal ini dapat
disebabkan oleh perkembangan otot yang asimetri atau penyakit yang menyebabkan
atropi pada jaringan lunak seperti cerebral palsy. Asimetri fungsional merupakan
pengerakan mandibula yang tidak seimbang. Hal ini dapat terlihat pada saat
membuka dan menutup mulut dengan pengeseran mandibula ke lateral atau
anteroposterior.
Pada umumnya pasien yang didiagnosis mengalami asimetri wajah biasanya
juga disertai dengan asimetri dental.2 Menurut penelitian Servet dan Proffit, dari 1460 pasien yang dirawat di klinik dentofasial University of North Carolina terdapat 34%
(n= 196) pasien yang mempunyai asimetri wajah secara klinis. Dari 34% (n=496)
pasien yang memiliki asimetri wajah tersebut, 5% (n=23) asimetri terdapat pada 1/3
wajah atas, 36% (n=178) pada 1/3 wajah tengah (terutama pada hidung), dan 74%
(n=365) pada 1/3 wajah bawah.9
Asimetri dental merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi
asimetri wajah. Hal ini disebabkan oleh susunan gigi yang sangat mempengaruhi 1/3
wajah bawah. Penelitian Ghasemianpour menunjukkan sekurang-kurangnya 20%
kasus asimetri wajah yang ditemui disebabkan oleh asimetri dental.4
Asimetri dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu, faktor kongenital,
lingkungan dan deviasi fungsional.
1,10
Faktor kongenital merupakan faktor yang
mempengaruhi pada masa prenatal, seperti celah langit langit dan bibir. Faktor
lingkungan merupakan faktor yang terjadi pada saat masa tumbuh kembang, seperti
kebiasaan mengisap jari atau karena trauma.1,7 Faktor deviasi fungsional disebabkan oleh pengeseran mandibula yang terjadi akibat gangguan dari gigi.1,8 Menurut penelitian Byron, 85% pola erupsi gigi dipengarhui oleh faktor herediter namun pada
masa tumbuh kembang seseorang, susunan gigi akan berubah akibat dengan pengaruh
akibat karena faktor herediter dan 50% terjadi akibat faktor lingkungan pada masa
tumbuh kembang.10
Perawatan ortodonti diperlukan untuk memperbaiki kondisi gigi geligi dan
mengatasi masalah asimetri dental.1 Pada kasus tertentu, ahli ortodonti akan melakukan perawatan yang dapat mengubah penampilan wajah seperti tindakan
ekstraksi dan pemakaian pesawat fungsional.1 Namun untuk kasus asimetri yang disebabkan oleh skeletal dan dental, bedah ortognatik diperlukan untuk memperbaiki
asimetri pada skeletal bersama dengan perawatan ortodonti.1
Dalam praktek kedokteran gigi, dapat dijumpai banyak pasien dengan asimetri
dental dan/atau wajah. Penelitian Maurice dan Kula pada 52 orang anak-anak
kaukasoid menyatakan bahwa asimetri pada fase gigi bercampur hanya 25% (n=11)
anak yang mengalami asimetri dental secara transversal.11 Asimetri harus dideteksi sedini mungkin karena asimetri dental seperti posterior crossbite dapat
mempengaruhi pengunyahan dan pengerakan fungsional rahang. Kelainan tersebut
dapat menyebabkan terjadinya asimetri skeletal sehingga membutuhkan perawatan
yang lebih sulit dan rumit untuk memperbaikinya bila tidak dirawat sejak dini.
Penelitian Keski-Nisula membandingkan 167 orang anak yang pasca perawatan
ortodonti dan 104 orang anak sebagai kelompok kontrol. Hasil tersebut menunjukkan
perawatan ortodonti terhadap anak-anak pada fase gigi bercampur sangat efektif
dalam memperbaiki maloklusi Klas II (overjet yang berlebihan dan deepbite),
openbite, crowding, anterior crossbite dan buccal crossbite.12
Penelitian tentang hubungan asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi masih
sedikit dijumpai saat ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui prevalensi
kesimetrisan 1/3 wajah bawah dan lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik
Pada umumnya alasan utama mayoritas pasien ingin memperbaiki asimetri
adalah karena masalah estetika dan keinginan untuk memperoleh penampilan wajah
yang seimbang, bukan karena gangguan fungsi. Oleh karena itu, perlu ditegakkan
diagnosis yang tepat sehingga dapat dilakukan penyusunan rencana perawatan yang
Ortodonti RSGMP FKG USU dan apakah terdapat hubungan antara asimetri wajah
dengan asimetri lengkung gigi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah prevalensi kesimetrisan 1/3 wajah bawah pada pasien yang dirawat
di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.
2. Berapakah prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada pasien yang dirawat di
Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.
3. Apakah terdapat hubungan antara asimetri wajah dengan asimetri lengkung
gigi?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prevalensi kesimetrisan 1/3 wajah bawah pada pasien yang
dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.
2. Untuk mengetahui prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada pasien yang
dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.
3. Untuk mengetahui hubungan antara asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi.
1.4 Hipotesis Penelitian
Terdapat hubungan antara asimetri 1/3 wajah bawah dengan asimetri lengkung
gigi.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi bagi klinisi dalam menegakkan diagnosis dan rencana
perawatan yang tepat.
2. Memberikan informasi bagi pasien mengenai pentingnya perawatan ortodonti
interseptif.
Tahun 2013
Ching Jie Han
Hubungan Asimetri Sepertiga Wajah Bawah dan Asimetri Lengkung Gigi pada
Pasien yang Dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU
xi + 38 halaman
Asimetri wajah merupakan penemuan klinis yang sering dijumpai. Asimetri
tersebut dapat dipengaruhi oleh struktur pendukungnya yaitu skeletal, dental dan
jaringan lunak. Banyak pasien yang datang untuk menjalani perawatan ortodonti karena
ingin memperbaiki asimetri dengan alasan estetika dan bukan karena masalah fungsi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan asimetri wajah dan asimetri
lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.
Penelitian ini adalah bersifat penelitian deskriptif analitik yang menggunakan
foto frontal dan foto studi model dari 37 orang subjek dengan rentang usia 6-12 tahun.
Foto frontal dan foto studi model diperoleh dari pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti
RSGMP FKG USU dengan teknik purposive sampling. Foto frontal dan foto studi
model diukur untuk melihat apakah terdapat asimetri pada wajah dan lengkung gigi
pada subjek.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi asimetri 1/3 wajah bawah pada pasien
yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut : dari 37
kiri lebih lebar dan 57,89% (n=11) memiliki wajah sisi kanan lebih lebar. Prevalensi
asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG
USU adalah sebagai berikut: dari 37 orang subjek, 70,27% (n=26) memiliki asimetri
lengkung gigi yang dalam batasan normal dan 29,73% (n=11) memiliki asimetri
lengkung gigi secara klinis. Dari hasil analisis subjek yang memiliki asimetri lengkung
gigi secara klinis, diperoleh 54,54% (n=6) memiliki lengkung gigi sisi kiri lebih lebar
dan 45,46% (n=5) diperoleh sisi kanan lebih lebar. Nilai uji statistik Chi-Square pada
penelitian ini adalah p = 0,558. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara asimetri 1/3 wajah bawah dan asimetri lengkung gigi dengan derajat
kepercayaan 95%.
Oleh karena itu, kesimpulan dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara asimetri 1/3 wajah bawah dan
asimetri lengkung gigi.
DAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI PADA PASIEN
YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI
RSGMP FKG USU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
CHING JIE HAN
NIM : 090600157
DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tahun 2013
Ching Jie Han
Hubungan Asimetri Sepertiga Wajah Bawah dan Asimetri Lengkung Gigi pada
Pasien yang Dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU
xi + 38 halaman
Asimetri wajah merupakan penemuan klinis yang sering dijumpai. Asimetri
tersebut dapat dipengaruhi oleh struktur pendukungnya yaitu skeletal, dental dan
jaringan lunak. Banyak pasien yang datang untuk menjalani perawatan ortodonti karena
ingin memperbaiki asimetri dengan alasan estetika dan bukan karena masalah fungsi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan asimetri wajah dan asimetri
lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.
Penelitian ini adalah bersifat penelitian deskriptif analitik yang menggunakan
foto frontal dan foto studi model dari 37 orang subjek dengan rentang usia 6-12 tahun.
Foto frontal dan foto studi model diperoleh dari pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti
RSGMP FKG USU dengan teknik purposive sampling. Foto frontal dan foto studi
model diukur untuk melihat apakah terdapat asimetri pada wajah dan lengkung gigi
pada subjek.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi asimetri 1/3 wajah bawah pada pasien
yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut : dari 37
kiri lebih lebar dan 57,89% (n=11) memiliki wajah sisi kanan lebih lebar. Prevalensi
asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG
USU adalah sebagai berikut: dari 37 orang subjek, 70,27% (n=26) memiliki asimetri
lengkung gigi yang dalam batasan normal dan 29,73% (n=11) memiliki asimetri
lengkung gigi secara klinis. Dari hasil analisis subjek yang memiliki asimetri lengkung
gigi secara klinis, diperoleh 54,54% (n=6) memiliki lengkung gigi sisi kiri lebih lebar
dan 45,46% (n=5) diperoleh sisi kanan lebih lebar. Nilai uji statistik Chi-Square pada
penelitian ini adalah p = 0,558. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara asimetri 1/3 wajah bawah dan asimetri lengkung gigi dengan derajat
kepercayaan 95%.
Oleh karena itu, kesimpulan dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara asimetri 1/3 wajah bawah dan
asimetri lengkung gigi.
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 28 Februari 2013
Pembimbing: Tanda Tangan
Ervina Sofyanti, drg., Sp. Ort. ...
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 28 Februari 2013
TIM PENGUJI
KETUA : Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort
ANGGOTA : Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort(K)
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI………...
KATA PENGANTAR...………...………. iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3.Tujuan Penelitian ... 4
1.4.Hipotesis Penelitian ... 4
1.5.Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1.Asimetri ………... 5
2.2.Etiologi ………... 5
2.3.Asimetri Wajah….….….….….….….….….….….….….….….…... 7
2.3.1Asimetri Dental….….….….….….….….….….….….…... 8
2.3.2Asimetri Skeletal….….….….….….….….….….….….…... 10
2.4.1 Analisis Foto Frontal ………... 11
2.4.2 Pemeriksaan Klinis ……….. 12
2.4.3 Pemeriksaan Radiografi ………….……….. 14
2.5.Perawatan Berdasarkan Struktur Wajah ………... 15
2.5.1Perawatan Asimetri Dental ……….. 16
2.5.2Perawatan Asimetri Fungsional ………... 16
2.5.3Perawatan Asimetri Skeletal ……….... 16
2.5.4Perawatan Asimetri Jaringan Lunak ……….... 16
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian ………...………... 17 3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ...………. 17
3.3.Populasi dan Sampel ………... 17
3.3.1 Kriteria Inklusi ………... 17
3.3.2 Kriteria Eksklusi ……….………... 18
3.3.3 Besar Sampel ………... 18
3.4.Variabel dan Definisi Operasional ...………... 19
3.4.1 Variabel ………...………... 19
3.4.2 Definisi Operasional ………...………. 19
3.4.3 Alat dan Bahan ………. 20
3.5.Metode Pengumpulan Data ………... 21
3.5.1 Pengambilan Foto Frontal ……….... 21
3.5.2 Pengambilan Foto Model ………...….. 23
3.5.3 Pengukuran Foto Frontal ………...….. 24
3.6.1.Pengolahan Data ………... 26
3.6.2.Analisis Data ………...………. 26
BAB 4 HASIL PENELITIAN...………... 27
BAB 5 PEMBAHASAN...………...………... 31
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...………... 36
DAFTAR PUSTAKA ………...
37
TABEL Halaman
1. Prevalensi Kesimetrisan Wajah...………. 27
2. Prevalensi Asimetri Wajah secara Klinis... 27
3. Prevalensi Kesimetrisan Wajah Lengkung Gigi...………... 28
4. Prevalensi Asimetri Lengkung Gigi secara Klinis... 28
Gambar Halaman
1. Hemifasial Mikrosomia ……….. 5
2. TMJ Ankylosis ……… 6
3. Gambar Simetri……… 8
4. Asimetri dental pada pasien maloklusi klas II... 9
5. Asimetri skeletal disebabkan hemifasial mikrosomia... 11
6. Titik-titik yang digunakan untuk analisis foto frontal ... 12
7. Alat dan Bahan ……… 21
8. Pengaturan tata letak mini studio... 22
9. Foto Model ……….. 24
Lampiran
1. Kerangka Teori
2. Kerangka Konsep
3. Ethical Clearence
4. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian
5. Lember Persetujuan Subjek Penelitian
6. Data Pengukuran Foto Frontal dan Foto Model
7. Hasil Uji Statistik Hubungan Asimetri Wajah dan Asimetri Lengkung Gigi pada