• Tidak ada hasil yang ditemukan

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA DITINJAU DARI PERAN GENDER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA DITINJAU DARI PERAN GENDER"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA DITINJAU

DARI PERAN GENDER

SKRIPSI

Oleh : Nadia Sofia Putri

(08810118)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

i

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING (PWB) REMAJA DITINJAU DARI

PERAN GENDER

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh: Nadia Sofia Putri

08810118

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)
(4)
(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah...Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam atas rahmat

NYA Serta shalawat dan salam untuk sang idola Rasulullah Muhammad SAW

sehingga penulis mampu menyelesaikan studi ini serta memperoleh hasil yang

diharapkan. Hasil studi dan gelar dipersembahkan untuk Papah dan Mamah

tercinta yang selalu mendidik, mendoakan, memberikan kasih sayang, nasehat

serta supportnya sehingga saya mampu berjuang demi mencapai cita-cita dan

masa depan yang lebih baik

Penelitian dengan judul Psychological Well-Being (PWB) Remaja Ditinjau Dari Peran Gender ini dibuat sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan studi tingkat strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Meskipun sudah melakukan penelitian secara cermat namun penelitian ini tidak luput dari kesalahan semata karena keterbatasan penulis sebagai manusia. Karenanya penulis menyadari bahwa kelancaran penyusunan penelitian ini tidak lepas dari dukungan, bantuan dan dukungan semua pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Yudi Suharsono, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing I atas dorongan, nasehat dan masukan yang sangat berarti dalam penulisan skripsi ini.

3. Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing II atas bimbingan dan saran-saran selama penyusunan skripsi ini.

(7)

vi

5. Papah dan Mamah atas segala dukungan, doa, dan kasih sayang yang sangat besar kepada penulis.

6. Ka’ Farah, Ka’ Jehandan Ka’ Aan tercinta atas bantuan, dukungan, do’a dan kesediaannya untuk mendengarkan semua keluh kesahku.

7. Teman-teman psikologi 2008 terutama kelas B yang selalu setia berbagi semangat, informasi, dan pikirannya untuk penyelesaian skripsi ini.

8. Buat para sahabatku Marita, Wira dan Friska terima kasih sudah banyak memberikan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk menemani dalam suka dan duka.

9. Terima kasih yang tidak terhingga untuk semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Hanya Allah S.W.T yang dapat membalas amal baik kalian semua.

Tiada satupun manusia yang sempurna, saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk kebaikan bersama. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua

Malang, 12 September 2012

(8)

vii

D. Dinamika Psychological Well-Being pada Remaja Ditinjau Dari Peran Gender ... 27

E. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 29

F. Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 32

(9)

viii

C. Definisi Operasional ... 32

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

E. Prosedur Penelitian ... 34

F. Jenis Data dan Instrumen Penelitian ... 34

G. Validitas dan Reliabilitas Penelitian ... 39

H. Analisa Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 47

B. Analisis Data ... 50

C. Pembahasan ... 56

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Psychological Well-Being... 36

Tabel 2. Blue Print Skala Peran Gender... 38

Tabel 3. Item Valid Skala Psychological Well-Being ………... 42

Tabel 4. Blue Print Psychological Well-Being Setelah Uji Validitas... 42

Tabel 5. Item Valid Skala Peran Gender (BSRI)... 43

Tabel 6. Rangkuman Analisa Reliabilitas Skala Psychological Well-Being…….. 44

Tabel 7. Rangkuman Analisis Reliabilitas Skala Peran Gender ………... 44

Tabel 8. Tingkat Psychological Well-Being Subjek... 49

Tabel 9. PWB pada masing-masing peran gender... 49

Tabel 10. Anava 1-Jalur... 50

Tabel 11. Rangkuman mean PWB pada masing-masing peran gender... 51

Tabel 12. Dimensi otonomi pada masing-masing peran gender... 51

Tabel 13. Dimensi penguasaan lingkungan pada masing-masing peran gender... 52

Tabel 14. Dimensi pertubuhan pribadi pada masing-masing peran gender... 53

Tabel 15. Dimensi hubungan positif dengan orang lain pada masing-masing peran gender... 54

Tabel 16. Dimensi tujuan hidup pada masing-masing peran gender... 55

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

(12)

xi

DAFTAR GRAFIK

(13)

xii

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2006). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta : Pustaka belajar.

Baron, R. A & Byrne, D. (2004). Psikologi sosial (Jilid Satu). Jakarta : Erlangga.

Bem, S. L. (1977). On The Utility of Alternative Procedures for Assessing Psychological Androgyny. Journal of Consulting and Clinical Psychology, Vol. 45, No. 2, 196-205.

Berry, J. W., Segall, M. H., and Kagitçibasi, C. (1997). Handbook of Cross-cultural Psychology (Second Edition). Social Behavior and Aplications, Vol.3. Needham Heights : Allyn and Bacon

Burr, V. (1998). Gender and Social Psychology. London and New York : Routledge

Dewi, E. M. P. (2005). Gender dalam Perspektif Psikologi. Jurnal Psikodinamik : The Indonesian Journal of Psychology, Vol.7, No.2. Malang : Fakultas Psikologi UMM.

Hauser, R. M., Springer, K. W., and Pudrovska, T. (2005). Temporal Structure of Psychological Well-Being:Continuity or Change?. Madison : University of Wisconsin.

Hurlock, B, B. 1980. Psikologi perkembangan edisi kelima: suatu pendidikan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta : Penerbit erlangga.

Kerlinger, F. N. (2000). Asas-asal Penelitian Behavioral. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Papalia, Olds, Feldman. (2009). Human Development: Perkembangan Manusia. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika.

Rahayu, M. A. (2008). Psychological Well-Being pada Wanita Dewasa Muda sebagai Istri Kedua dalam Pernikahan Poligami. Skripsi. Universitas Indonesia

(14)

xiii

Ryff, C. D. (1989). Happiness is Everything, or Is It? Exploration on The Meaning of Pschological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology, Vol.57, No.6, 1069-1081.

Ryff, C. D., and Keyes, C. L. M. (1995). The Structure of Psychological Well-Being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 69, No. 4, 719-727.

Santrock, J. W. (2003). Adolescence, Perkembangan Remaja (Edisi Keenam). Jakarta: Erlangga

Sarwono, S. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta : Penerbit Rajawali Pers

Snyder, S. R., and Lopez, S. J. (2002). Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press

Supriyantini, Sri. (2002). Hubungan Antara Pandangan Peran Gender dengan Keterlibatan Suami dalam Kegiatan Rumah Tangga, diakses dalam website http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3631/1/psiko-sri.pdf

(diakses 1 September 2011)

Springer, K. W., and Hauser, R. M. (2006). An Assasment of The Construct Validity

of Ryff’s Scale of Psychological Well-Being : Methode, Mode, and Measurement Effects. Elsevier, Social Science Research, 35, 1080-1102.

Springer, K. W., Pudrovska, T., and Hauser, R. M. (2011). Does Psychological Well-Being Change With Age? Longitudinal Tests of Age Variations And Further

Exploration of The Multidimensionality of Ryff’s Model of Psychological

Well-Being. Elsevier, Social Science Research, 40, 392-398.

Steger, M. F., Kashdan, T. B., and Oishi, S. (2008). Being Good by Doing good : Daily EudaimonicActivity and Well-Being. 42, 22-42.

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Psychological well-being (PWB) atau kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi yang menjadikan individu dapat mengenali, menggali dan memiliki potensi yang khas pada dirinya. Sikap inilah yang kemudian dapat mengarahkan seseorang untuk mencapai kepuasan dalam hidupnya. Karena ketika individu dapat merasakan kepuasan hidup maka kesejahteraan psikologisnya sudah terpenuhi dan otomatis keadaan mentalnya pun bisa dikatakan dalam keadaan sehat.

Di dalam PWB sendiri terdapat enam dimensi sebagai indikator

pencapaian kesejahteraan psikologis seseorang. Enam dimensi itu adalah dimensi penerimaan diri, dimensi hubungan positif dengan orang lain,

dimensi otonomi, dimensi penguasaan lingkungan, dimensi tujuan hidup dan dimensi pertumbuhan pribadi. Setiap individu tentu memiliki pencapaian dimensi PWB yang berbeda dengan individu yang lain. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah karena faktor peran gender.

Peran gender pada hakikatnya adalah bagian dari peran sosial. Sama halnya dengan anak yang harus mempelajari perannya sebagai anak terhadap orang tua, maka ia pun harus mempelajari perannya sebagai anak dari jenis kelamin tertentu terhadap jenis kelamin lawannya. Dengan demikian peran gender ini tidak hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya, lingkungan dan budaya.

(16)

2

walaupun di beberapa negara menambahkan jenis kelamin transseksual pada penduduknya, sedangkan peran gender terbagi menjadi 4 jenis yaitu maskulin, feminin, androgini, dan undifferentiated (tak terbedakan).

Selain pembahasan mengenai kesetaraan gender, kita juga perlu memperhatikan bagaimana kesejahteraan hidup seseorang yang mempunyai peran gender tertentu. Karena, belum tentu seorang yang mempunyai jenis kelamin wanita merasa bahagia dan sejahtera jika dia dituntut untuk menjalankan peran gender feminine, hal ini bisa disebabkan karena peran gender yang dimilikinya adalah cenderung maskulin, dan begitu juga sebaliknya. Selain itu, menjalankan satu peran gender maskulin atau feminin saja tidak menjamin bahwa seseorang akan sepenuhnya menjadi sejahtera.

Menjalankan dua peran gender sekaligus justru bukanlah suatu kesalahan, melainkan dapat menjadikan seseorang lebih bisa fleksibel dalam menjalani

kehidupannya. Hal ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian berikut yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan peran gender tertentu, pria dan perempuan androgini lebih kreatif dan optimis (Norlander, dkk, 2000), lebih

mampu menyesuaikan diri (Williams & D’ Alessandro, 1994), lebih mampu

mengadaptasi tuntutan berbagai situasi (Prager & Bailey, 1985), lebih fleksibel dalam menghadapi stress (McCall & Struthers, 1994), dan lebih puas dalam hubungan interpersonal mereka (Rosenzweig & Daley, 1989) (dalam Baron & Byrne, 2004).

(17)

3

Hal ini sesuai dengan karakteristik maskulin dan feminin yang dijelaskan oleh Bem (dalam Baron & byrne), bahwa peran gender maskulin cenderung dominan, agresif, ambisius, kompetitif, mandiri, mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, bergantung pada diri sendiri, bersedia mengambil sikap, dan sebagainya yang mencerminkan maskulinitas. Sedangkan pada gender feminin lebih dikenal dengan sifat lemah lembut, penyayang, hangat, dan sebagainya yang mencerminkan femininitas. Dari karakteristik-karakteristik tersebut, kemudian peneliti menyimpulkan bahwa gender maskulin mempunyai skor yang tinggi pada dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan, yang memang pada kedua dimensi tersebut seseorang memiliki kemampuan yang baik dalam hal kemandirian, kemampuan pengambilan keputusan, kompetitif, serta mampu mengatur

lingkungan sekitar (Ryff, 1995). Akan tetapi, karena orang yang mempunyai peran gender maskulin cenderung kurang hangat dalam hubungan

interpersonal dan kurang melibatkan emosi dalam hubungan, maka peran gender maskulin rendah pada dimensi hubungan positif dengan orang lain. Sedangkan pada peran gender feminin, peneliti menyimpulkan akan tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain akan tetapi rendah pada dimensi otonomi, karena mereka memilki kemampuan untuk membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dengan orang lain, serta sangat memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antar pribadi, akan tetapi cenderung kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau kurang mandiri dan terlalu berpegang pada pendapat dan keputusan orang lain (Ryff, 1995).

Sedangkan untuk peran gender androgini tergolong memiliki hampir semua dimensi yang ada dalam PWB karena mereka mempunyai karakteristik maskulin dan feminin yang tinggi (Sarwono, 2011). Sehingga mereka cenderung lebih fleksibel dalam berinteraksi dan beraktivitas dengan lingkungannya. Terakhir yaitu peran gender undifferentiated (tidak terbedakan) yang merupakan kebalikan dari androgini, karena mereka

(18)

4

Selain mempunyai kaitan dengan peran gender, PWB sangat erat kaitannya terhadap proses perkembangan manusia. Semakin bertambah kematangan seseorang, maka dimensi-dimensi yang dimilikinya juga akan semakin matang. Di dalam setiap tahap perkembangan manusia sendiri tentu mengalami banyak sekali siklus yang berbeda dari satu tahap ke tahap selanjutnya. Hal ini menjadi salah satu penyebab timbulnya rasa tidak bahagia, karena perasaan nyaman pada tahap sebelumnya menjadi alasan ketidaksiapan individu menjalani tahap selanjutnya.

Ketika individu tersebut menginjak usia remaja, maka dia dituntut untuk bisa mandiri, disiplin dan bertanggung jawab terutama terhadap dirinya sendiri. Hal ini bisa saja menimbulkan tekanan pada diri remaja karena dia

telah keluar dari ”zona nyaman” ketika dia masih menjadi anak-anak. Tekanan inilah yang menimbulkan perasaan marah, tidak bahagia bahkan dapat menyebabkan gangguan-gangguan terhadap kesehatan mental yang

membuat remaja tidak merasakan adanya kesejahteraan dalam aspek psikologisnya.

Akan tetapi bilamana remaja cukup berhasil mengatasi masalah yang dihadapi dan kepercayaan diri pada kemampuannya dalam mengatasi masalah-masalah tanpa bantuan orang dewasa semakin meningkat, maka periode tidak bahagia lambat lau akan berkurang. Pada saat mereka duduk di kelas terakhir sekolah menengah atas dan pandangan serta perbuatannya lebih seperti orang dewasa, berangsur-angsur rasa bahagia timbul menggantikan rasa tidak bahagia dan tekanan serta ketidakpuasan yang menandai awal masa remaja sebagian besar menghilang (Hurlock, 1980).

Kebahagiaan yang lebih besar yang merupakan ciri masa remaja akhir sebagian besar disebabkan karena mereka diberi status yang lebih banyak dalam usaha mempertahankan tingkat perkembangannya dibandingkan ketika pada awal masa remaja. Misalnya, remaja akhir lebih diberi kebebasan dan oleh karenanya tidak banyak mengalami kekecewaan. Remaja akhir lebih realistik akan kemampuannya dan meletakan tujuan sesuai dengan apa yang

(19)

5

pengetahuan mengenai keberhasilan di masa-masa lalu yang melawan perasan-perasaan tidak mampu yang mengganggu pada saat ia lebih muda (remaja awal).

Hipotesis intensifikasi gender (gender intensification hypothesis) menyebutkan bahwa perbedaan psikologis dan tingkah laku antara anak laki-laki dan perempuan menjadi sangat jelas selama masa remaja awal, karena adanya peningkatan tekanan-tekanan sosial dari masyarakat untuk menyesuaikan diri pada peran gender maskulin atau feminine yang tradisional (Hill & Lynch, dalam Satrock 2002). Maka dari itu, peran pubertas remaja pada intensifikasi gender dapat menjadi tolak ukur bagi orang-orang dewasa dan lingkungan di sekitarnya seperti orang tua, teman-teman sebaya, atau bahkan para pendidik untuk lebih mengarahkan remaja tersebut sesuai dengan

jenis kelamin dan stereotype gender yang dimilikinya.

Dengan adanya PWB, maka akan memudahkan individu dalam

menjalankan berbagai tugas perkembangan dalam tiap tahapan perkembangannya. Apalagi jika dikaitkan dengan peran gender, maka remaja akan lebih mudah untuk melakukan pencapaian terhadap dimensi PWB sesuai dengan peran gender yang dimilikinya, karena dengan perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing peran gender berbeda satu sama lain, sehingga menjadikan pencapaian individu dalam tiap dimensi PWB juga berbeda. Hal inilah yang membuat peran gender menjadi begitu penting dalam penentuan kesejahteraan hidup seseorang.

Melalui penelitian mengenai peran gender ini akan banyak sekali aspek yang dapat diungkap. Karena, informasi yang akan diterima oleh individu tidak hanya mengenai pembagian peran gender secara utuh lalu kemudian mengetahui tinggi rendahnya PWB seseorang saja, akan tetapi juga dapat mengetahui mengenai dimensi dari PWB apa saja yang banyak terdapat pada masing-masing peran gender. Artinya, dengan semua informasi tersebut akan memberikan kemudahan bagi seseorang dalam memenuhi perannya baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Selain itu, penelitian ini juga dapat

(20)

6

mencapai PWB, maka penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi agar individu tersebut bisa mempertahankan kesejahteraan psikologis yang ada dalam dirinya. Maka dari itu, keragaman informasi dari penelitian inilah yang membuat penelitian ini sangat penting untuk dilakukan.

Dari penjelasan di atas, maka peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan psychological well-being (PWB) remaja ditinjau dari peran gender.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan

psychological well-being (PWB) remaja ditinjau dari peran gender.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan psychological well-being (PWB) remaja ditinjau dari peran gender.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya mengenai psikologi gender dan

psychological well-being sendiri. Karena masih banyak masyarakat yang kurang popular dengan salah satu cabang ilmu dari positive psychology

tersebut.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Remaja

(21)

7

b. Bagi Orang Tua dan Pendidik

Referensi

Dokumen terkait

Aspek-aspek penilaian para siswa terhadap kebermanfaatan layanan bimbingan belajar dalam skala ini adalah mendapatkan cara belajar yang efektif, mampu mengatur waktu dan

Perpustakaan adalah suatu unit kerja dari suatu badan atau lembaga tertentu yang mengelola bahan-bahan pustaka, baik berupa buku-buku maupun bukan buku (non book material)

pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.. Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja yang mereka lakukan. •

Amarullah Akbar et al,2008.

Sistem Pemantauan dan Perekaman gerak kendaraan atau dikenal dengan istilah fleet tracking system atau car tracking system merupakan suatu sistem yang dirancang untuk

Observasi dialukan pada saat proses pembelajaran berlangsung, peneliti melakukan observasi terhadap aktifitas siswa selama proses pembelajaran, sesuai

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah, memperoleh besarnya gaya dalam yang timbul pada kolom bangunan perumahan di wilayah Surakarta akibat kombinasi beban

Kegiatan pendukung dari Pusat Produksi dan Distribusi Majalah Bog-bog adalah dengan adanya fasilitas seperti ruang baca dan kafetaria yang dapat mendukung