PENGARUH PENGENDALIAN INTERN DAN AUDIT KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS PUBLIK PADA PEMERINTAH KOTA BANDUNG
Isvihana Siti Badriah Rahmat
Universitas Komputer Indonesia
Abstrack
From the results of the audit some areas in 2012 has not been an unqualified predicate ( WTP ) . This was due to the weakness of control caused by mistakes made repeated and the findings of the audit databases must address satisfying CPC still many irregularities that resulted in the lack of public accountability . The purpose of this study is to determine how much influence the internal control and audit performance against public accountability in the city of Bandung .
The population in this study were 43 employees inspectorate Bandung as Operation Supervisor Local Government Affairs (P2UPD) . Sampling method used when making that respondents to the questionnaire is low, then 30 % of the total respondents can be used as the basis of the total sample perhitungan.Analisis used is descriptive analysis and verification with quantitative approaches . The analysis model used is multiple regression analysis .
The results of hypothesis testing in this study show that (1) internal control weak influence on public accountability, (2) performance audit effect on public accountability, (3) internal control and audit performance affect public accountability .
Keywords : Internal Control , Audit Performance, Public Accountability .
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
pemerintah pusat. Dalam penyelenggaraan pemerintahandengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah (Ateng Syaifudin, 2006:17).
Local government (pemerintah daerah/lokal) dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik, harus pula diiringi dengan prinsip good governance. Good governance merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan dalam menyediakan barang dan jasa publik (public good and services). Prinsip-prinsip good governance antara lain adalah prinsip efektifitas (effectiveness), keadilan (equity), partisipasi (participation), akuntabilitas (accountability), dan transparansi (transparency)(Basri, 2007:46).
Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah (Stanbury dalam Mardiasmo, 2003). Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury dalam Mardiasmo, 2003).
Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja fianancial kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999). Pemerintah, baik pusat maupun daerah harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak baik publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya(Stanbury dalam Mardiasmo, 2003).
Pada perubahan orde baru ke era reformasi menurut pelaksanaan akuntablitas publik dalam melaksanakan setiap aktivitas kemasyarakatan dan pemerintahan. Asumsi UU No 17/2003 membawa akuntabilitas hasil sebagai notasi yang dipertanggungjawabkan. Indikator hasil seperti ekonomi, efesiensi, dan efektivitas harus dapat direfleksikan dalam laporan pertanggungjawaban pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Indra Bastian, 2006:74).
Persoalan korupsi telah diperbincangkan sejak satu dekade silam. Pasca reformasi 1998, korupsi telah menjadi extraordinary crime, kejahatan yang pemberantasannya memerlukan pendekatan yang menyeluruh(Abdullah Dahlan, 2012). Artinya, instrumen pemberantasan korupsi tidak hanya meliputi soal hukuman atau efek jera bagi pelaku korupsi, melainkan juga pencegahan terhadap potensi tindak pidana korupsi dan bentuk-bentuk korupsi di berbagai sektor, termasuk korupsi sektor publik. Abdullah Dahlan mengatakan korupsi disebabkan oleh minimnya akuntabilitas publik, ketika di saat bersamaan terjadinya monopoli sumber daya publik dan diskresi pada penggunaan kekuasaan.Yuna juga mengatakan bahwa minimnya akuntabilitas publik di Indonesia dapat dilihat dari sengkarut proses anggaran di berbagai kementrian. Dari semua kementrian hampir semua diisi oleh permainan dari calo anggaran berasal dari partai politik (Abdullah Dahlan, 2012).
sinergi antara lembaga pengawasan pembangunan dan keuangan, Insya Allah akuntablitas pengelolaan Keuangan Daerah serta tata kelola pemerintahan di Jawa barat dapat semakin berkualitas, yang salah satunya tercapainya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK (Ahmad Heryawan, 2011). Lebih lanjut lagi Heryawan menyatakan pelanggaran pemerintah berdasarkan konsepsi otonomi daerah dewasa ini bergerak semakin cepat dan kompleks. Sehingga mengalami rekonstruksi mendasar dalam hal tata kelola pemerintahan, khususnya terkait pertanggungjawaban keungan. Namun demikian, Heryawan menyadari bahwa untuk menghadirkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang berkualitas tersebut tidaklah mudah. Hal ini ditandai dengan masih terdapatnya permaslahan dan hambatan, yang tentunya harus diperbaiki bersama. Beberapa diantaranya sebagai berikut; dari sebanyak 27 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2009 se-wilayah Propinsi Jawa barat yang diaudit BPK, tidak ada satupun yang memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Hal itu akibat penyajian data pada beberapa pos di neraca yang tidak sesuai, sehingga laporan keuangan tersebut tidak dapat diyakini kewajarannya oleh BPK (Heryawan, 2011). Selain itu terdapat Sisa Lebih Pengguana Anggaran (SILPA) di akhir tahun 2009 pada setiap pemerintah daerah se-Provinsi Jawa Barat menunjukan angka cukup besar, yaitu mencapai Rp. 5,946 triliun. Meski demikian, terdapatnya SILPA juga merupakan bentuk efisiensi belanja sebagaimana yang diterapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sementara masih tingginya indikasi penyimpangan pengelolaan keuangan yang berpotensi merugikan keuangan Negara/Daerah. Hal ini terlihat dari 477 Laporan Hasil Audit Investigasi BPKP Jawa Barat sejak tahun 1998 hingga maret 201, dimana kerugian negara/daerah mencapai Rp. 849,5 miliar dan US $ 26,557 (Heryawan, 2011).
Dalam memenuhi akuntabilitas publik, pemerintah melaporkan kinerja secara detail. Berbagai fakta lapangan yang penting harus dipilah sebelum laporan disusun, karena banyak hal yang penting sering mengaburkan fokus pelaporan. Jadi, penilaian informasi yang relevan perlu dilakukan. Kriteria kualitas informasi pelaporan yang dipercaya dan hanya menyajikan hal-hal yang penting dapat dipilah menjadi tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) Mengetahui apa yang dianggap penting oleh user; 2) Memulai informasi tentang tjuan utama pelaporan kinerja dan komitmen-komitmennya pada pencapaian hasil; 3) Memuat informasi yang dinilai peling penting oleh organisasi sektor publik dari aspek kinerja (Bastian, 2006:303).
Seiring dengan munculnya tuntutan dari masyarakat agar organisasi sektor publik dalam hal ini pemerintah untuk mempertahankan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik serta value for money dalam menjalankan aktivitasnya serta untuk menjamin diperlukannya pertanggungjawaban publik oleh organisasi sektorpublik, maka diperlukan audit terhadap organisasi sektor tersebut. Audit yang dilakukan tidak hanya terbatas pada audit keuangan dan kepatuhan, namun perlu diperluas dengan melakukan audit terhadap kinerja organisasi sektor tersebut (Ismet Susila: 2008).
yang lebih luas di banding swasta. Ada tiga macam jenis audit yaitu audit keuangan, audit kepatuhan, dan audit kinerja (Rahmansyah Ritonga, 2013).
Audit kinerja memfokuskan pemerikasaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit. Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan mampu melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Secara teknis kinerja yang baik bagi sustu organisasi dicapai ketika administrasi dan penyedia jasa oleh organisasi yang bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efesiensi dan efektif. Konsep ekonomi, efesiensi, efektivitas saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat diartikan/dimaknai secara terpisah atau sendiri-sendiri. Konsep ekonomi memastikan bahwa biaya input yang digunakan dalam operasional organisasi dapat diminimalkan, konsep efesiensi memastikan bahwa output yang maksimal dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia, konsep efektivitas berarti bahwa jasa yang disediakan/dihasilkan oleh organisasi dapat melayani kebutuhan pengguna jasa dengan tepat (Ismet Susila: 2008).
Banyak sekali fenomena yang terjadi di dalam pemerintahan kita, yaitu BPK RI menemukan modus perjalanan yang fiktif dan perjalanan dinas ganda pada audit laporan keuangan Negara semester 1 tahun 2012. Penyelewengan perjalanan dinas marak terjadi. Ketua BPK, Hadi Poernomo menjelaskan terjadinya penyelewengan perjalanan dinas di pemerintah pusat dan daerah sebanyak 259 kasus dengan kerudian Negara senilai Rp.77 miliar. Hadi juga menjelaskan pada semester 1 tahun 2012 BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas 14 objek pemeriksaan dengan temuan 80 kasus ketidak hematan, ketidakefesiensian, dan ketidakefektifan senilai Rp.125,43 miliar (Hadi Poernomo, 2012). Pemeriksaan kinerja juga mengungkapkan adanya 27 kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp 86.472,67, yang terdiri atas 5 kasus indikasi kerugian Negara/daerah/perusahaan senilai Rp 29.390,24, 2 kasus kekurangan penerimaan senilai Rp 20.671,94 juta dan 16 kasus penyimpangan administrasi.Atas temuan-temuan tersebut telah ditindak lanjuti dengan penyetoran kas Negara/daerah snilai Rp 37.402,06 juta untuk indikasi kerugian Negara/daerah dn senilai Rp 13.585,13 juta untuk potensi kerugian Negara/daerah (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1, 2012).
Penyelenggaraan kegiatan pada suastu instansi pemerintah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efesien dan efektif. Untuk mewujudkannya dibutuhkan suatu sistem yang dapat dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinana memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan dapat mencapai tujuan. Sistem inilah yang dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Dalam Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern dijelaskan bahwa SPIP adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berkaitan dengan hal ini, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh (http://setjen.deptan.go.id).
Tak henti-hentinya sistem pengendalian intern (SPI) lembaga pemerintah mendapatkan serotan tajam dari berbagai pihak. Media ini pernah ada pula menurunkan tulisan menyoal SPI tersebut. Pada umumnya, sorotan terhadap SPI menyangkut kelemahan SPI itu sendiri. Ironis, sebab kelemahan, bahkan kekeliruan itu dilakukan berulang-ulang yang kemudian mempengaruhi kualitas laporan keuangan kementrian/lembaga (K/L). Sorotan terhaap SPI merujuk pada hasil pemerikasaan BPK atas 34 laporam keuangan kementrian /lembaga tahun 2011 yang disampaikan BPK dalam Juni lalu. Dalam laporannya, BPK antara lain mengungkapkan temuan mengenai kelemahan SPI dan ketidak patuhan terhadap peraturan perundangan. Permasalahan yang terkait dengan kelemahan SPI yang ditemukan BPK tersebut terutama terletak pada realitas ketidaktertiban dalam pengelolaan asset tetap, yang meliputi antara lain, asset tetap belum diinventarisasi dan dinilai, asset tetap tidak diketahui keberadaannya, asset tetap belum didukung dokumen kepemilikan, dan asset tetap dikuasai/digunakan oleh pihak lain yang tidak sesuai ketentuan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) (http://www.businessnews.co.id).
Kota Bandung mendapatkan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2012 yang diberikan BPK RI. Ada empat catatan yang diberikan, yaitu persoalan aset, kelemahan pengendalian sistem internal penatausahaan piutang dan pertanggungjawaban, pengendalian internal sewa tanah dan bangunan, serta hibah bansos. Tomtom Dabbul Qomar selaku Pelaksana Badan Anggaran DPRD Kota bandung menyatakan setiap tahun persoalan aset, mulai dari identifikasi aset, pendataan, investigasi, hingga sertifikasi aset. Persoalan mengenai aset ini memang masih terus carut marut, dan ini sangat dirasakan karena langsung bersentuhan dengan masyarakat. Tomtom juga mengatakan, gugatan dari masyarakat juga banyak dilayangkan kepada Pemkot bandung mengenai persoalan aset. Banyak persoalan mengenai aset hilang, atau aset yang disewakan tapi nilai PAD yang masuk ke kas daerah tidak sebanding dengan objek yang disewakan. Permasalahan seperti itu harus dipecahkan secara serius, segera lakukan penelusuran dan investigasi agar bisa selesai (Tomtom Dabbul Qomar, 2012).
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut penulis ingin dan menganalisis penelitian
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 pengertian
Pengendalian intern adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan komisari, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai guna mencapai tujuan-tujuan berikut ini: (a) Keandalan pelaporan keuangan, (b) Menjaga kekayaan dan catatan organisasi, (c) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, (d) Efektivitas dan efesiensi operasi (Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati, 2009:221).
Secara etimologi, istilah audit kinerja terdiri atas dua kata, yaitu “audit” dan “kinerja”. Audit menurut Arens adalah kegiatan pengumpulan dan evaluasi terhadap bukti-bukti yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara kondisi yang ditemukan dan kriteria yang ditetapkan.
Sedangkan menurut Stephen P.Robbin dalam I Gusti Rai (2008:40) kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. Dilain pihak Ahuya menjelaska:
“kinerja adalah cara perseorangan atau kelompok dari suatu organisasi menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas.”
Definisi yang cukup komprehensif tentang audit kinerja berdasarkan oleh Malan, Fountain, Arrowsmith, dan Lockridge dalam I Gusti Rai (2008:41) adalah sebagai berikut:
“Audit kinerja merupakan suatu proses sistematis dalam mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif dan kinerja suatu organisasi, program, fungsi, dan kegiatan. Evaluasi dilakukan berdasarkan aspek ekonomi dan operasi, efektivitas dalam mencapai hasil yang diinginkan, serta kepatuhan tehadap peraturan, hukum, dan kebijakan yang terkait. Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keterkaitan antara kinerja dan kriteria yang ditetapkan serta mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Fungsi audit kinerja adalah memberikan review independen dari pihak ketiga atas kinerja manajemen dan menilai apakah kinerja organisasi dapat memenuhi harapan.”
Miriam Budiardjo dalam Loina Lalolo Krina (2003) akuntabilitas diartikan sebagai pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberikan mandat itu.
2.2 Hipotesis
Menurut Sugiyono dalam buku yang berjudul “Metode Penelitian Bisnis” hipotesis adalah:
“Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap yang diberikan, baru di dasarkan
pada teori yang relevan bukan di dasarkan pada faktor-faktor empiris yang diperoleh dari pengumpulan
data”
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis berasumsi bahwa: H1 : Terdapat pengaruh antara pengendalian intern dengan akuntabilitas publik H2 : Terdapat pengaruh antara audit kinerja dengan akuntabilitas publik.
H3 : Terdapat pengaruh antara pengendalian inetrn dan audit kinerja terhadap akuntabilitas publik.
III. OBJEK DAN METODE PENELITIAN
Objek penelitian ini adalah pengendalian intern, audit kinerja dan akuntabilitas publik. Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiono, 2010:2). Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dan verifikatif dengan pendekatan kuantitatif. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui pengaruh yang signifikan dari variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.
Operasionalisasi variabel diperlukan untuk menentukan jenis, indikator, serta skala dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian, sehingga pengujian hipotesis dengan alat bantu statistik dapat dilakukan secara benar sesuai dengan judul penelitian.
Sumber data adalah sumber-sumber data penelitian yang diperlukan dan dapat diperoleh secara langsung berhubungan dengan objek penelitian (primer). Pengumpulan data primer dalam penelitian ini melalui cara menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data adalah Studi Lapangan (field research) dan Studi Kepustakaan (Library research). Dalam penelitian ini yang akan diuji adalah seberapa besar pengaruh pengendalian intern dan audit kinerja terhadap akuntabilitas publik, maka uji statistiknya menggunakan uji analisis Regresi Linier Berganda/Multiple Linear Regression. Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat pada analisis regresi berganda maka dilakukan pengujian asumsi klasik.
H0 ; ρ = 0, Secara simultan pengendalian intern dan audit kinerja tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas publik.
H1 ; ρ ≠ 0, Secara simultan pengendalian intern dan audit kinerja berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas publik.
Dengan kriteria pengujian H0 ditolak apabila Fhitung > Fkritis (α = 0,05)
Peneliti melakukan uji t untuk menguji pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat (uji parsial), hipotesisnya sebagai berikut :
H01 ; ρ = 0, pengendalian intern tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas publik.
H11 ; ρ ≠ 0, pengendalian intern berpengaruh terhadap akuntabilitas publik.
H02 ; ρ = 0, audit kinerja tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas publik.
H12 ; ρ ≠ 0, audit kinerja berpengaruh akuntabilitas publik. Kriteria pengakuannya yaitu sebagai berikut:
H0 ditolak apabila thitung < ttabel (α = 0,05).
IV. PENELITIAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh pengendalian Intern terhadap Akuntabilitas Publik
Pengendalian intern yang diimplementasikan di Pemerintah Kota Bandung secara keseluruhan dalam kategori cukup dalam interval 52 – 68, dan memiliki pengaruh yang terhadap Pengendalian Internal dibuktikan dari uji thitunglebih besar dari ttabel yang bernilai 3,679, berarti menerima rumusan
hipotesis Ha2 yang berbunyi, “Pengendalian internberpengaruh signifikan terhadap Akuntabilitas Publik
survey pada Pemerintah Kota Bandung. Namun untuk mencapai pengendalian internal yang baik Pemerintah Kota Bandung, nyatanya dibutuhkan kriteria Pengendalian Intren dengan nilai dalam kategori yang sangat baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pengendalian intern memiliki pengaruh lemah namun signifikan terhadap akuntabilitas publik. Pengendalian intern memberikan pengaruh lemah hanya sebesar 26,8% namun signifikan terhadap akuntabilitas publik. Artinya pengendalian intern pemerintah masih lemah atau belum optimal, terlihat dari indikator lingkungan pengendalian, penaksiran resiko dan pemantauan yang berkategori cukup.Hal tersebut
sesuai dengan fenomena yang terjadi yaitu “sistem pengendalin intern pemerintah masih lemah, hal ini
terlihat dari hasil audit BPK yang sebagian besar belum dapat memeberikan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP)”.
Penelitian yang hampir sama telah dilakukan oleh Anastasia Rasia Rahma Kresiadanti (2012) menjelaskan dalam penelitiannya berkaitan internal control dan internal auditor terhadap akuntabilitas bahwa terdapat hubungan internal control (pengendalian intern) terhadap akuntabilitas.
dengan teori yang dikemukakan oleh Halim (2004) menyatakan bahwa untuk mendukung akuntabilitas dibutuhkan adanya sistem pengendalian intern dan ekstern yang baik serta dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan hasil penelitian beserta teori dan hasil penelitian sebelumnya yang mendukung hasil penelitian tersebut, maka sebaiknya untuk mempertahankan pengendalian yang baik maka seharusnya inspektorat lebih berhati-hati dalam memilih orang untuk ikut serta ke dalam pemeriksaan audit sebaiknya dilakukan oleh auditor yang sudah berpengalaman dan dipandang mempunyai pengetahuan yang memadai selain itu juga diberikannya pelatihan khusus audit.
4.2 Pengaruh Audit Kinerja terhadap Akuntabilitas Publik
Pengendalian intern yang diimplementasikan di Kota Bandung secara keseluruhan dalam kategori cukup dalam interval 68-84, dan memiliki pengaruh yang terhadap Pengendalian Internal dibuktikan dari uji thitunglebih besar dari ttabel yang bernilai 4,938, berarti menerima rumusan hipotesis Ha2
yaitu “Audit kinerjaberpengaruh terhadap Akuntabilitas Publik di Pemerintah Kota Bandung.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa audit kinerja berpengaruh jadi dapat dikatakan bahwa ada hubungan terhadap akuntabilitas publik yang dihasilkan. Dengan kata lain bahwa akuntabilitas akan baik jika kinerjanya baik. Audit kinerja memberikan pengaruh sebesar 39,7% terhadap akuntabilitas publik. Dan hasil tanggapan responden mengenai audit kinerja secara keseluruhan dinyatakan baik, akan tetapi masih ada indikator yang berkriteria cukup yaitu efisien dan
efektivitas serta kepatuhan kepada kebijakan /peraturan, sama halnya dengan fenomena “pemeriksaan kinerja mengungkapkan temuan ketidakefisienan dan ketidakefektivitasan serta ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan.
Penelitian yang serupa juga telah dilakukan Sherly (2010) yang dalam penelitiannya menjelaskan bahwa jika audit kineja baik maka akuntablitas akan baik juga.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin baiknya audit kinerja yang dilakukan oleh Kota Bandung akan mempengaruhi akuntabilitas tersebut, hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan I Gusti Rai (2008:31) audit kinerja adalah audit yang dilakukan secara objektif dan sistematis terhadap berbagai macam bukti untuk menilai kinerja entitas yang diaudit dalam hal ekonomi, efesiensi, dan efektivitas dengan tujuan memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dalam meningkatkan akuntabilitas publik. Berdasarkan fenomena, teori yang mendukung, beserta penelitian terdahulu maka dapat disarankan untuk melakukan rotasi semu untuk menjaga akuntabilitas publik.
Dalam hal ini audit kinerja lebih besar pengaruhnya terhadap akuntabilitas publik dari pada pengendalian intern, karena pengendalian masih lemah maka pengendalian intern pemerintah Kota Bandung harus lebih diperhatikan
4.3 Pengaruh Pengendalian Intern dan Audit Kinerja terhadap Akuntabilitas Publik
Inspektorat yang menjadi sampel dalam penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan dan pengalaman yang menjadi indikator dalam pengenalian intern memepengaruhi akuntabilitas publik, begitu juga dengan audit kinerja, semakin bagus audit kinerja makan semakin bagus pula akuntabiltas publik yang dihasilkan.
Dalam penelitian ini menunjukan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap akuntabilitas publik yaitu audit kinerja dengan persentasi skor sebesar 39,7%sedangkan pengendalian intern sebesar 26,8% namun keduanya memiliki pengaruh terhadap akuntabilitas publik.
Akuntabilitas publik dapat dijelaskan oleh variabel pengendalian intern (X1) dan audit kinerja (X2)
sebesar 54,1% termasuk dalam kategori “tinggi” sedangkan sisanya 45,9% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Dengan kata lain, besarnya nilai variabel akuntabilitas publik ditentukan oleh variabel pengendalian intern (X1) dan audit kinerja (X2) sebesar 54,1% sedangkan sisanya ditentukan
oleh faktor lain dari pengendalian intern dan audit kinerja seperti pelayanan publik, kualitas informasi keuangan, dan manajerial (Dedy dan Sherly, 2010).
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh pengendalian intern dan audit kinerja terhadap akuntabilitas publik pada pemerintah Kota Bandung dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Pengendalian intern pada pemerintah Kota Bandung secara umum berada dalam kategori cukup. Kegiatan pengendalian serta informasi dan komunikasi pada pemerintah Kota Bandung sudah baik. Namun lingkungan pengendalian, penaksiran risiko dan pemantuan pada pemerintah Kota Bandung masih termasuk dalam kategori cukup. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengendalian intern berpengaruh terhadap akuntabilitas publik pada pemerintah Kota Bandung. Pengendalian intern secara parsial memberikan pengaruh lemah sebesar 26,8% terhadap akuntabilitas publik pada pemerintah Kota Bandung.
2. Audit kinerja pada pemerintah Kota Bandung secara umum termasuk baik. Pengendalian secara independen, ekonomis, kesesuian antara kinerja yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan termasuk dalam kategori baik. Akan tetapi efektivitas dan efisien dan kepatuhan kepada kebijakan/peraturan masih termasuk dalam kategori cukup. Hasil pengujian menunjukkan bahwa audit kinerja berpengaruh terhadap akuntabilitas publik pada Pemerintah Kota Bandung. Audit kinerja memberikan pengaruh sebesar 39,7% terhadap akuntabilitas publik pada pemerintah Kota Bandung.
5.2 Saran
Berdasarkan tinjauan yang penulis lakukan selama melakukan Penelitian pada Pemerintah Kota Bandung, penulis dapat memberikan beberapa saran yang diharapkan bisa bermanfaat bagi instansi terkait, sebagai berikut :
5.2.1 Saran Operasional
1. Agar pengenalian intern baik maka pelaksanaan pemantauan lebih sering dan Inspektorat perlu memberikan perhatian yang lebih dalam membuat laporan audit, karena laporan audit tersebut harus memberikan nilai tambah bagi pemangku kepentingan (stakeholder), yaitu lembaga legislatif, pemerintah, publik, maupun akedemisi.
2. Agar audit kinerja di Pemerintah Kota Bandung baik, maka pemerintah harus meningkatkan kinerja, dan berkaitan dengan ketidakefektivan dan ketidakeefisienan pemerintah harus meninjau ulang laporan tersebut karena masih lemahnya hal tersebut. Selain itu Pemerintah harus membuat aturan yang lebih ketat dari sebelumnya yang bisa membuat para pelanggar aturan jera akan hal yang dilanggarnya.
3. Agar saluran akuntabilitas dapat tersistem dengan baik, seperti auditor dan parlemen selain itu kepada pemegang otoritas yang lebih tinggi. Melalui variasi saluran akuntabilitas tersebut setiap masyarakat dapat menaggapi, mengkritisi, dan menyampaikan aspirasinya untuk dapat diteruskan kepada pejabat publik yang bersangkutan. Masukan dan keluhan dari masyarakat dapat menjadi rekomendasi untuk pejabat baru dalam memperbaiki kinerja peride berikutnya .
5.2.2 Saran Akademis 1. Bagi Pengembangan Ilmu
Disarankan bagi peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian yang sama, dengan metode yang sama tetapi unit analisis dan sample yang berbeda agar diperoleh kesimpulan yang mendukung teori dan konsep diterima secara umum.
2. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan agar para peneliti lain dapat lebih memberikan bukti empiris dari konsep yang telah dikaji bahwa akuntabilitas publik dipengaruhi oleh pengendalian intern dan audit kinerja.
VI DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim, Theresia Damayanti, 2007, Pengelolaan Keuangan Daerah, Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, UPP STIM YKPN,Yogyakarta.
Anastasia Rasia Rahma. 2012. Pengaruh Internal Control dan Internal Auditor terhadap Akuntabilitas di Universitas Brawijaya.
Deddy Supardi dan Sherly Wiarty. 2010. Peran Audit Kinerja dalam Menunjang Akuntabilitas Publik Pemerintah Kota Bandung. Jurnal Riset Akuntansi-Vol 1/No.2/ April 2010.
Gusnardi. 2008. Analisis Faktor Audit Internal dan Pengaruhnya terhadap Pelaksanaan Good Governance. Jurnal Ekuitas, 12(3): 353-372.
Husein Umar. 2011. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
I Gusti Agung Rai. 2008. Audit Kinerja Pada Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
I Made Wirartha. 2006. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Andi Offset. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 tahun 2012.
Indra Bastian. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Salemba Empat.
Indra Bastian. 2007. Akuntansi Yayasan dan Lembaga Publik. Jakarta: Erlangga.
Ismet Susila. 2008. Audit Sektor Publik. INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008 ISSN 1693-9034.
Mardiasmo. 2006. Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance. Yogyakarta: UGM.
Mashuri, Ilham. 2008. Penentuan Tajuk dan Klasifikasi. http://perpusstainkdr.multiply.com/journal/item/4/Penentuan_Tajuk_dan_Klasifikasi. 09/04/2011. Muindro Renyowijoyo. 2008. Akuntansi Sektor Publik: Organisasi Non Laba. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Penyempurnaan Sistem Manajemen Akuntabilitas Kinerja Kementerian PPN/Bappenas.
Rahmansyah Ritonga. 2013. Optimalisasi Audit Kinerja Instansi Pemerintah.
Robert Tampubolon. 2006. Risk and Systems-Based: Internal Auditing. Jakarta: Gramedia.
Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati. 2009 . Auditing Konsep dasar dan Pedoman Pemeriksaan Akuntan Publik : Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sugiyono.2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV. ALFABETA
Sukrisno Agoes. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor AkuntanPublik. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.
Umi Narimawati. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Aplikasi. Bandung : Agung Media.
Umi Narimawati. 2010. Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta : Genesis Software:
Variabel Konsep Variabel Indikator Skala
Pengendalian Intern
Pengendalian adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efesiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. 4. Informasi dan komunikasi 5. Pemantauan
(I Gust Rai, 2008:86)
Skala Ordinal
Audit Kinerja Audit kinerja adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh
1. Melakukan pengendalian secara independen
dan mengevaluasi bukti secara objektif agar dapat melakukan peniaian secara independen atas ekonomi dan efesiensi, dan efektivitas dalam mencapai hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan, hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah dicapai sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
(Damayanti dan Abdul Halim, 2007)
2. Ekonomis,
3. Efesiensi dan Efektivitas
4. Kepatuhan kepada kebijakan peraturan yang berlaku
5. Menentukan kesesuian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
6. Mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan
(Theresia Damayanti dan Abdul Halim, 2007)
Akuntabilitas Publik
Regresi Linier Berganda
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Korelasi Antara Pengendalian Intern dan Audit Kinerja terhadap Akuntabilitas Publik Akuntabilitas Pengendalian Audit
Pearson Correlation
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
a. Dependent Variable: Akuntabilitas
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 ,736a ,541 ,516 ,52576
PENGARUH PENGENDALIAN INTERN
DAN AUDIT KINERJA TERHADAP
AKUNTABILITAS PUBLIK
(Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandung)
The influence Of Internal Control and Audit Performance to Public Accountability
SKRIPSI
Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
ISVIHANA SITI BADRIAH RAHMAT
21109118
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkah,
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Pengendalian Intern dan Audit Kinerja terhadap Akuntabilitas
Publik”.
Adapun tujuan pelaksanaan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu
syarat dalam menyelesaikan studi jenjang strata satu (S1) di Program Studi Akuntansi
Universitas Komputer Indonesia.
Dengan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis, maka
penulis membutuhkan peran serta dari pihak lain dalam proses penyelesaian laporan
skripsi ini. Oleh karena itu ijinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir Eddy Suryanto Sugoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.
2. Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE., Spec. Lic selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Komputer Indonesia.
3. Dr. Surtikanti, SE.,M.Si.,Ak selaku Ketua Program Studi Akuntansi
4. Wati Aris Astuti, SE.,M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi dan
iv
5. Sri Dewi Anggadini, SE.,M.Si, selaku dosen pembimbing. Terimakasih ibu
telah banyak membantu dalam untuk menyelesaikan skripsi ini dan sabar
membimbingin saya.
6. Dr. Ony Widilestariningtyas SE., M.Si, selaku dosen seminar akuntansi yang
telah banyak membantu dalam pemilihan judul.
7. Pihak Inspektorat Kota Bandung yang mau menerima penelitian saya dengan
baik.
8. Terima kasih kepada orang tua yang dengan tulus selalu mendo’akan,
memberi dorongan moril dan materil, masukan, perhatian, dukungan
sepunuhnya, dan kasih sayang tidak ternilai dan tanpa batas yang telah kalian
berikan.
9. Ke-4 kakak saya Atep Abdu Rofiq beserta istri, Anne Rahmat beserta suami,
Reni Rahmat beserta suami, dan Ogi.
10. Keempat ponakan tercinta Rafie, Nadya, Riffat, dan Rayesa si imut baru lahir
yang memberikan kehangatan dalam setiap berkumpul bersama.
11. Teruntuk Annas yang selalu memberikan semangat, dorongan, dan doa
menyelesaikan laporan ini.
12. Teman tercinta Janet, Gita, Ivie, Dianne, Hani makasih kalian menjadi yang
terbaik.
13. Teman-teman seperjuangan Ak 3 angkatan 2009 yang memberikan
v
Selanjutnya penulis memohon maaf apabila dalam penyusunan
laporan ini terdapat kesalahan dan kekeliruan, semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya.
Bandung, Januari 2014
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHA
LEMBAR KEASLIAN
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 9
1.2.1 Identifikasi Masalah ... 9
1.2.2 Rumusan Masalah ... 10
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10
1.3.1 Maksud Penelitian ... 10
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 11
1.4 Kegunaan Penelitian... 11
vii
1.4.2 Kegunaan Dasar (Basic Research)... 11
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka ... 14
2.1.1 Pengendalian Intern... 14
2.1.1.1 Pengertian Pengendalian Intern ... 14
2.1.1.2 Tujuan Pengendalian Intern ... 15
2.1.1.3 Jenis Pengendalian Intern ... 16
2.1.1.4 Komponen Pengendalian Intern ... 18
2.1.1.5 Keterbatasan Pengendalian Intern ... 19
2.1.2 Audit Kinerja ... 20
2.1.2.1 Pengertian Audit Kinerja ... 20
2.1.2.2 Karakteristik Audit Kinerja ... 22
2.1.2.3 Manfaat Audit Kinerja ... 23
2.1.2.4 Standar Umum Audit Kinerja ... 23
2.1.2.5 Tahapan-tahapan Audit Kinerja ... 26
2.1.2.6 Indikator Audit Kinerja ... 28
2.1.3 Akuntabilitas Publik ... 29
2.1.3.1 Pengertian Akuntabilitas Publik ... 29
2.1.3.2 Macam-macam Akuntabilitas Publik ... 30
2.1.3.3 Indikator Akuntabilitas Publik ... 30
viii
2.1.3.5 Tahapan Akuntabilitas Publik ... 32
2.2 Penelitian Terdahulu ... 33
2.3 Kerangka Pemikiran ... 35
2.3.1 Hubungan Pengendalian Intern dengan Akuntabilitas Publik 37
2.3.2 Hubungan Audit Kinerja dengan Akuntabilitas Publik ... 38
2.4 .. Hipotesis ... 39
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian ... 40
3.2 Metode Penelitian ... 40
3.2.1 Desaian Penelitian ... 42
3.3 Operasionalisasi Variabel ... 47
3.4 Sumber Data ... 50
3.5 Alat Ukur Penelitian ... 51
3.5.1 Uji Validita ... 51
3.5.2 Uji Realibilitas ... 53
3.6 Metode Penarikan Sampel ... 55
3.7 Metode Pengumpulan Data ... 56
3.8 Metode Analisis dan Rancangan Hipotesis ... 57
3.8.1 Analisis Deskriptif (Kualitatif) ... 57
3.8.2 Analisis Kuantitatif ... 58
3.8.3 Analisis Korelasi Pearson Product Moment ... 58
ix
3.8.5 Analisis Regresi Linier Berganda ... 59
3.8.6 Analisis Korelasi Parsial ... 62
3.8.7 Pengujian Hipotesis ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ... 68
4.1.1 Gambaran Umum Pemerintah Kota Bandung ... 68
4.1.1.1 Sejarah Pemerintah Kota Bandung ... 68
1. VISI ... 71
2. MISI ... 72
4.1.1.2 Struktur Organisasi ... 73
4.1.1.3 Uraian Dinas-Dinas Kota Bandung ... 73
4.1.1.4 Karakteristik Responden ... 74
A. Profil Responden Berdasarkan Usia ... 75
B. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 75
C. Profil Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 76
4.1.2 Pengujian Alat Analisis ... 77
4.1.2.1 Hasil Pengujian Validitas ... 77
4.1.2.2 Hasil Pengujian Reliabilitas ... 79
4.1.3 Analisis Deskriptif ... 80
4.1.3.1 Analisis Deskriftif Pengendalian Intern ... 81
4.1.3.2 Analisis Audit Kinerja ... 87
x
4.1.4 Analisis Verifikatif ... 102
1) Hasil Pengujian Asumsi Normalitas ... 103
2) Pengujian Asumsi Heteroskedastisitas ... 105
3) Pengujian Asumsi Multikolinieritas ... 106
4) Estimasi Persamaan Regresi ... 107
4.1.4.1 Pengaruh Pengendalian intern Terhadap
Akuntabilitas publik ... 109
4.1.4.2 Pengaruh Audit kinerja Terhadap Akuntabilitas publik 111
4.1.4.3 Pengaruh Pengendalian Intern dan Audit kinerja
Terhadap Akuntabilitas publik ... 114
4.2 Pembahasan Penelitian ... 117
4.2.1 Pengaruh Pengendalian Intern terhadap Akuntabilitas Publik 117
4.2.2 Pengaruh Audit Kinerja terhadap Akuntabilitas Publik 119
4.2.3 Pengaruh Pengendalian Intern dan Audit Kinerja
terhadap Akuntabilitas Publik ... 120
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 122
5.2 Saran ... 123
5.2.1 Saran Operasioanal ... 123
5.2.2 Saran Akademis ... 124
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengendalian Intern
2.1.1.1 Pengertian Pengendalia Intern
Pengendalian intern diartikan secara berbeda oleh orang-orang yang berbeda.
Pengertian yang berbeda ini seringkali menimbulkan kebingungan diantara para
pelaku bisnis, pembuat hukum, pelaksanaan hukum dan pihak lainnya.
Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission (COSO)
dalam Robert Tampubolon (2006:32) mendefinisikan pengendalian intern secara luas
“… is as a process, effected by an entity’s board of directors, management and other personnel, designed to provider reasonable assurance regarding the achiecement of objectives in the following categories:
Effectiveness and efficiency of operations
Realibility of financial reporting, and
Compliance with applicable laws and regulation.”
Ada juga pengertian pengendalian intern yang dikemukakan oleh para ahli,
berikut pengertian tersebut:
a. Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2009:221):
“Pengendalian intern adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan
komisari, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai guna mencapai tujuan-tujuan berikut ini:
a. Keandalan pelaporan keuangan
15
b. IAI yang dikutip Sukrisno Agoes (2004:79)
”Pengendalian intern suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinana memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini :
Keandalan pelaporan keuangan
Efektivitas dan efesiensi operasi
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”
Maka dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pengendalian intern
adalah suatu proses yang dilakukan oleh direksi suatu entitas yang bertujuan untuk
mendapatkan keandalan suatu laporan keuangan, efektivitas dan efisien dalam
operasi organisasi, serta kepatuhan terhadap kepatuhan yang berlaku.
2.1.1.2 Tujuan Pengendalian Intern
Ada beberapa tujuan menurut Robert Tampubolon (2006:33) yang dapat
dikategorikan ke dalam proses pengendalian intern, berikut penjelasannya:
a. Operation/performance objectives, yaitu adanya aktivitas yang efesien dan efektif
dalam hubungannya dengan misi dasar dan kegiatan usaha organisasi, termasuk
standar kinerja dan pengamanan sumber daya. Secara lebih rinci tujuan ini
berhubungan dengan :
Efektivitas dan efesiensi dari kinerja sebuah perusahaan dalam menggunakan
asset dan sumber daya lainnya,
Melindungi perusahaan dari kerugian,
Memastikan bahwa semua pegawai telah bekerja memenuhi sasaran dan
16
Berbagai pihak (pegawai, vendor maupun pelanggan) menempatkan
kepentingan mereka diblakang dan mendahulukan kepentingan perusahaan.
b. Information/financial reporting objective, yaitu adanya informasi mengenai
keuangan dan informasi untuk manajemen yang bebas dan dapat dipercaya,
lengkap dan tepat waktu, termasuk penyiapan laporan keuangan yang handal serta
mencegah penggelapan informasi kepada publik. Secara lebih rinci tujuan ini
berhubungan dengan:
Penyediaan laporan yang tpat waktu, bebas dan dapat dipercaya (reliable),
dan sesuai dengan kebutuhan pengambilan keputusan.
Laporan tahunan, laporan keuangan lainnya, dan penjelasan keuangan
mauoun laporan kepada pemilik saham, pengawasan dan regulator, dan pihak
luar lainnya, yang kesemuanya harus bebas dan dapat dipercaya serta tepat
waktu.
Compliance objective, yaitu adanya kepatuhan kepada hukum dan peraturan
yang berlaku. Tujuan ini untuk memastikan bahwa kegiatan usaha perusahaan
patuh pada hukum, peraturan, rekomendasi dan regulator, kebijakan dan
prosedur intern perusahaan. Tujuan ini juga melindungi hak dan reputasi
perusahaan.
2.1.1.3 Jenis Pengendalian Intern
Berikut ini merupakan jenis-jenis pengendalian intern menurut Indra Bastian
17
1. Organisasi penyerahan wewenang dan tanggung jawab, termasuk jalur pelaporan
untuk semua aspek operasi dan pengendaliannya, harus disebutkan secara rinci.
2. Pemisahan tugas salah satu fungsi utama pengendalian intern adalah pemisahan
tugan dan tanggung jawab. Apabila kedua hal tersebut digabungkan, maka
pencatatan dan pemprosesan transaksi yang transparan serta akuntabel akan
dihasilkan. Artinya, pemisahan tugas dapat mengurangi resiko terjadinya
menipulsi maupun kesalahan yang disengaja.
3. Fisik pengendalian ini berhubungan dengan pengawasan asset. Jika prosedur dan
keamanan yang memadai harus dirancang untuk memberikan keyakinana bahwa
akses baik, akses langsung, maupun tidak langsung terhadap asset terbatas pada
personel yang berwenang.
4. Persetujuan dan otorisasi seluruh transaksi harus diotorisasi dan disetujui oleh
orang yang berwenang.
5. Akuntansi pengecekan atas keakuratan pencatatan, perhitungan jumalah total,
rekonsiliasi, pemakaian nomor rekening, jurnal, akuntasi untuk dokumen.
6. Personel harus ada prosedur yang menjamin bahwa personel mempunyai
kemampuan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.
7. Supervise setiap sistem pengendalian intern harus mencakup supervise atau
pengawasan langsung oleh pengelola yang bertanggung jawab atas transaksi dan
18
8. Pengelolaan ini merupakan pengendalian yang dilakukan oleh pengelola di luar
tugas rutinnya, termasuk pengendalian secara keseluruhan, fungsi pengendalian
internal, dan prosedur review khusus.
2.1.1.4 Komponen Pengendalian Intern
Adapun komponen pengendalian inetrn yang dijelaskan oleh I Gusti Rai
(2008:86) adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Pengendalian(control environment) adalah kondisi lingkungan
organisasi yang menetapkan corak suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran
akan pengendalian. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua
komponen pengendalian internal, meliputi integritas dan nilai etika, komitmen
terhadap kompetensi, partisipasi dewan komisaris atau komite audit, filosofi dan
gaya operasi manajemen, struktur organisasi, pemberian wewenang dan tanggung
jawab, serta kebijakan dan praktik sumber daya manusia.
b. Penaksiran risiko (risk assessment) adalah proses yang meliputi identifikasi,
analisis, dan pengelolaan risiko yang dihadapi oleh manajemen, yang dapat
menghambat pencapaian tujuan organisasi. Dalam penentuan area kunci dengan
menggunakan pendekatan faktor pemilihan, penaksiran risiko termasuk ke dalam
aktivitas identifikasi risiko manajemen.
c. Aktivitas pengendalian (control activities) adalah kebijakan dan prosedur yang
membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas
pengendalian dapat meliputi review kinerja, pengelolahan informasi,
19
d. Informasi dan komunikasi (informasi and communication) adalah
pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi yang memungkinkan
setiap orang dapat melaksanakan tanggung jawab mereka. Sistem informasi
menghasilkan laporan atas hal-hal yang terkait dengan operasional, keuangan,
kepatuhan terhadap peraturan.
e. Pemantauan (monitoring) adalah kondisi dimana seluruh sistem pengendalian
organisasi harus dimonitor untuk menilai mutu dari sistem pengendalian tersebut.
Kelemahan dalam sistem pengendalian harus dilaporkan kepada manajemen
tingkat atas. Selain itu, harus dilakukan evaluasi yang independen atas sistem
pengendalian internal. Frekuensi dan lingkup evaluasi bergantung pada
penaksiran risiko serta efektivitas prosedur pengawasan.
2.1.1.5 Keterbatasan Pengendalian Intern
Dalam semua hal, tidak ada sistem pengendalian intern yang dapat menjamin
administrasi yang efesien, kelengkapan, dan kekurangan pencatatan. Setiap sistem
pengendalian memiliki keterbatasan seperti yang disebutkan oleh Indra Bastian
(2007:179):
1. Pengendalian intern yang bergantung pada pemisahan tugas dapat dihindari
dengan kolusi.
2. Otoritas dapat diabaikan oleh seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu
oleh pengelola.
20
2.1.2 Audit Kinerja
2.1.2.1 Pengertian Audit Kinerja
Secara etimologi, istilah audit kinerja terdiri atas dua kata, yaitu “audit” dan
“kinerja”. Audit menurut Arens adalah kegiatan pengumpulan dan evaluasi terhadap
bukti-bukti yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen untuk
menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara kondisi yang ditemukan dan
kriteria yang ditetapkan.
Sedangkan menurut Stephen P.Robbin dalam I Gusti Rai (2008:40) kinerja
merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan
dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. Dilain pihak Ahuya menjelaska:
“kinerja adalah cara perseorangan atau kelompok dari suatu organisasi menyelesaikan
suatu pekerjaan atau tugas.”
Definisi yang cukup komprehensif tentang audit kinerja berdasarkan oleh
Malan, Fountain, Arrowsmith, dan Lockridge dalam I Gusti Rai (2008:41) adalah
sebagai berikut:
21
Selanjutnya pengertian audit kinerja yang dikemukakan oleh Indra Bastian
(2007), adalah:
“Pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai jenis bukti agar
dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau
program/kegiatan organisasi yang diaudit”.
Damayanti dan Abdul Halim (2007) juga mengungkapkan pengertian dari
audit kinerja;
“Audit kinerja adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efesiensi operasi, efektivitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan, dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna
laporan tersebut”.
Selain para ahli di atas Undang-Undang juga menyebutkan pengertian dari
audit kinerja yaitu Undang-Undang No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pasal 4 ayat 3 adalah:
Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keungan negara terdiri atas
pemeriksaan aspek ekonomi dan efesiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.
Dari berbagai pengertian di atas istilahnya berbeda-beda namun dari istilah
yeng berdeda dapat dikatakan bahwa audit kinerja adalah suatu proses yang sistematis
untuk menilai kinerja entitas/suatu program/ organisasi yang meliputi ekonomi,
22
2.1.2.2 Karakteristik Audit Kinerja
Menurut I Gusti Agung (2008:44) karakteristik audit kinerja adalah sesuatu
yang hanya dimiliki oleh audit kinerja, yang membedakan audit kinerja dengan jenis
audit kinerja lainnya. Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari audit kinerja,
yaitu:
1. Audit kineja berusaha mencari jawaban atas dua pertanyaan dasar
a. Apakah sesuatu yang benar telah dilakukan (doing the things) ?
b. Apa sesuatu telah diakukan dengan cara yang benar (doing the things right)?
2. Proses audit kinerja dapat dihentikan apabila pengujian terinci dinilai tidak akan
memberikan nilai tambahan yang signifikan bagi perbaikan manajemen atau
kondisi internal lembaga audit dinilai tidak mampu untuk melaksanakan
pengujian terinci.
3. Soemarjo Tjitrosindojo memberikan karakteristik audit kinerja sebagai berikut:
a. Pemeriksaan operasioanal,
b. Pemeriksaan haruslah wajar (fair), objektif, dan realistis,
c. Pemeriksa ( atau setidaknya tim pemeriksa secara kolektif) harus memepunyi
pengetahuan keterampilan dari berbagai macam bidang, seperti ekonomi,
hukum, moneter, statistic, computer, keisinyuran, dan sebagainya.
d. Agar pemeriksaan dapt berhasil dengan baik, pemeriksa harus dapat berpikir
dengan menggunakan sudut pandang pejabat pempinan organisasi yang
diperiksanya, dan sudah barang tertentu, ian harus mendpat dukungan dari
23
e. Pemeriksaan operasional harus dapat berfungsi sebagai suatu “early warning
system”(sistem peringatan dini) agar pimpinan secara tepat pada waktunya.
2.1.2.3 Manfaat Audit Kinerja
Manfaat utama audit kinerja menurut Mahmudi (2007:189) adalah adalah
untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas publik. Berikut adalah yang termasuk
manfaat audit kineja:
1. Meningkatkan pendapatan. Hal ini karena kebocoran, penggelapan, dan
ketidak optimalan dalam sisi pendapatan bisa diketahui dan diperbaiki.
2. Mengurangi biaya atau belanja. Melalui audit kinerja, sumber penyebab
kebocoran dan pemborosan organisasi bisa diidentifikasi sehingga melalui
efesiensi organisasi dapat melakukan penghematan daya.
3. Memperbaiki efesiensi dan produktifitas. Hal ini juga berarti memperbaiki
proses.
4. Memperbaiki proses kualitas pelayanan yang diberikan.
5. Meningkatkan kesadaran manajemen sektor publik terhadap perlunya
transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan sumber daya publik.
2.1.2.4 Standar Umum Audit Kinerja
Standar umum audit kinerja menurut Indra Bastian (2007:200) ada 3 yaitu:
a. Standar Umum
1. Staf yang ditugasi untuk melaksanakan audit harus secra kolektif memiliki
24
2. Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit, organisasi atau
lembaga audit dan auditor, baik pemerintah maupun akuntan publik, harus
independen (secara organisasi maupun pribadi), bebas dari gangguan
independensi (bersifat pribadi dan luar pribadinya), yang dapat mempengaruhi
indenpendensinya, serta harus dapat mempertahankan sikap dan penampilan
yang independen.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.
4. Setiap organisasi atau lembaga audit yang melaksanakan audit berdasarkan
standar audit harus memiliki sisitem pengendalian internal yang memadai,
sistem pengendalian mutu terseut harus di review oleh pihak lain yang
kompeten. Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa audit telah
dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum (PABU).
b. Standar Pekerja Lapangan Audit Kinerja
1. Pekerjaan harus direncanakan secara memadai.
2. Staf harus diawali (disupervisi) dengan baik.
3. Apabila huku, peraturan perundang-undangan, dan persyaratan kepatuhan
lainnya merupakan hal merancang audit untuk memberikan keyakinan yang
memadai mengenai kepatuhan tersebut. Dalam sistem audit kinerja, auditor
harus waspada terhadap situasi atau transaksi yang mengindikasikan adanya
25
4. Auditor harus benar-benar memahami pengendalian manajemen yang relevan
dengan audit. Jika pengendalian manajemen signifikan terhadap tujuan audit,
maka auditor harus memperoleh bukti yang cukup untuk mendukung
pertimbangannya mengenai pengendalian tersebut.
c. Standar Pelaporan Audit Kinerja
1. Auditor harus membuat laporan audit secara tertulis agar dapat
mengomunikasikan hasil setiap audit.
2. Auditor harus dengan semestinya menerbitkan laporan kepada manajemen
dan pihak lain yang berkepentingan.
3. Laporan hasil pemeriksaan harus mencakup tujua, lingkup, metodologi, hasil
audit, temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.
4. Laporan harus lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, serta jelas dan ringkas
sepanjang hal ini dimungkinkan.
5. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan oleh lembaga audit kepada:
Pejabat yang berwenang dalam yayasan yang diaudit;
Pejabat berwenang dalam yayasan yang meminta atau mengatur audit,
termasuk yayasan luar yang memberikan dana, kecuali peraturan
perundang-undangan melarangnya;
Pejabat lain yang bertanggung jawab atas pengawasan secara hukum atau
pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut berdasarkan
26
Pihak lain yang diberi wewenang oleh entitas yang diaudit untuk
menerima laporan tersebut.
2.1.2.5 Tahapan-tahapan Audit Kinerja
Menurut Boyton dalam Gusnardi (2008) pelaksanaan audit kinerja/ audit
operasional dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap Select Audite, merupakan suatu proses penyaringan yang menghasilkan
suatu peringat dari auditeeyang potensial. Dalam memilih auditte dimulai dengan
studi atau survey pendahuluan dari audittepotensial dalam suatu entitas untuk
mngidentifikasi aktivitas-aktivitas yang mempunyai potensial paling tinggi dalam
arti memperbaiki efektifitas, efesiensi dan ekonomi.
2. Tahap Plan Audit, perencanaan audit hati-hati merupakan hal yang sangat penting
agar tujuan audit operasional untuk menilai tingkat efesien dan efektivitas dapat
tercapai. Berdasarkan perencanaan audit maka disusun program yang berisi
tentang prosedur yang didesain untuk mencapai tujuan audit. Perencanaan
menggambarkan aspek penting dari suatu pemeriksaan dan diharapkan sesuai
dengan standar pekerjaan lapangan. Untuk tiap jenis pekerjaan, penetapan
koordinasi antara manajemen dan staf internal audit perlu dituangkan dalam
dokumen planning memo. Dokumen ini menjamin bahwa tujuan dan skedul
pemeriksaan dapat dikomunikasikan dan dipahami oleh mereka yang terlibat
dalam pemeriksaan. Dengan demikian auditor/manajemen bisa
27
3. Tahap Perform Audit, dengan cara yang sama seperti untuk audit keuangan,
auditor audit kinerja harus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup kompeten agar
dapat menjadi dasar yang layak guna menarik suatu simpulan mengenai objek
yang sedang diuji.
4. Tahap Report Finding, laporan audit kinerja disampaikan kepada manajemen,
dengan salinan kepada yang diaudit dan tidak secara khusus diperuntukan kepada
pihak ketiga sehingga laporan audit kinerja kata-katanya tidak dibakukan.
Keragaman audit kinerja memerlukan penyusunan laporan secara khusus untuk
menyajikan ruang lingkup audit, temuan dan rekomendasi.
5. Tahap Perform Follow-up, tahap ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi
atau temuan yang diusulkan kepeda manajemen. Tujuan tahap ini untuk
mengetahui apakah perubahan yang direkomendasi telah dilakukan dan bila tidak
ada penyebabnya.
Sebelum melakukan audit, auditor terlebih dahulu harus memperoleh
informasi umum organisasi guna mendapatkan pemahaman yang memadai tentang
lingkungan organisasi yang diauit, struktur organisasi, misi organisasi, proses kerja
serta sistem informasi dan pelaporan. Pemahaman lingkungan masing-masing
organisasi akan memberikan dasar untuk memperoleh penjelasan analisis yang lebih
mendalam mengenai sistem pengendalian manajemen.
Berdasarkan hasil analisis terhadap kelemahan dan kekuatan sistem
28
menetapkan criteria audit dan mengembangkan ukuran-ukuran kinerja yang tepat.
Berpedoman kepada rencana yang telah dibuat, auditor kemudian melakukan
pengauditan, pengembalikan hasil-hasil temuan audit, dan membandingkan antara
kinerja yang dicapai dengan criteria yang tela ditetapkan sebelumnya. Hasil temuan
kemudian dilaporkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan yang disertai denga
rekondasi yang diusulkan oleh auditor. Rekomendasi-rekomendasi yang diusulkan
oleh auditor pada akhirnya akan ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berwenang.
2.1.2.6 Indikator Audit Kinerja
Abdul Halim dan Theresia Damayanti (2007) menyatakan bahwa audit kinerja
merupakan suatu proses yang sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti
secara objektif agar dapat:
1. Melakukan penilaian secara independen, tidak tergantung pada sesuatu
lain/tidak bias dalam bersikap. Auditor yang independen akan memungkinkan
yang bersangkutan bersikap onjektif.
2. Ekonomi, berkaitan dengan perolehan sumber daya yang akan digunakan
dalam proses dengan biaya, waktu, tempat, kualitas, dan kualitas yang benar.
Ekonomi berarti meminimalkan biaya perolehan input untuk digunakan dalam
proses, dengan tetap menjaga kualitas sejalan dengan prinsip dan praktik
administrasi yang sehat dan kebijakan manajemen.
3. Efesiensi, merupakan hubungan yang optimal antara input dan output. Suatu
29
dengan jumlah input tertentu atau mampu menghasilkan output tertentu
dengan memanfaatkan input minimal.
4. Efektivitas, pada dasarnya adalah pencapaian tujuan. Efektivitas berkaitan
dengan hubungan antara output dengan tujuan atau sasaran yang akan dicapai
(outcome). Efektif berarti output yang dihasilkan telah memenuhi tujuan yang
telah ditetapkan.
5. Kepatuhan kepada kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku
6. Menentukan antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang ditetapkan
sebelumnya.
7. Mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan.
2.1.3 Akuntabilitas Publik
2.1.3.1 Pengertian Akuntabilitas Publik
Miriam Budiardjo dalam Loina Lalolo Krina (2003) akuntabilitas diartikan
sebagai pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada
mereka yang memberikan mandat itu.
Menurut Mardiasmo (2006) Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak
pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban menyajikan,
melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya kepada pihak member amanah (principal) yang memiliki hak dan
30
2.1.3.2 Macam-Macam Akuntabilitas Publik
Akuntabilitas publik terdiri dari atas dua macam yang diungkapkan Muindro
(2008:20), yaitu :
1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability), adalah pertanggujawban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya
pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, kemudian
pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, pemerintah pusat ke MPR.
2. Akuntabilitas horizontal (Horizontal accountability), adalah pertanggungjawaban
kepada masyarakat luas.
2.1.3.3 Indikator Akuntabilitas
Menurut Ellwood dalam Muindro (2008:22) akuntabilitas publik yang
dilakukan organisasi sektor publik terdiri atas empat dimensi, yaitu:
1. Akuntabilitas kejujuran dan hukum (Accountability for probity and legality).
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyakahgunaan jabatan
(abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang ditetapkan.
2. Akuntabilitas Proses (Process accountability). Akuntabilitas proses terkait dengan
apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik
dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen,
dan prosedur administrasi. Dimanifestasikan melalui pemberian pelayanan public
31
dilakukan terhadap akuntabilitas proses, untuk dapat menghindari kolusi, korupsi,
dan nepotisme.
3. Akuntabilitas Program (Accountability Program). Untuk mempertimbangkan
apakah tujuan yang ditetapkan dapat tercapai, dan apakah ada alternatif program
lain yang memberikan hasil maksimal dengan biaya minimal.
4. Akuntabilitas Kebijakan (Policy accountability). Terkait dengan
pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan yang diambil terhadap
DPR/DPRD dan masyarakat luas.
2.1.3.4Dimensi Akuntabilitas
Menurut Ellwood dalam Muindro (2008:22) akuntabilitas publik yang
dilakukan organisasi sektor publik terdiri atas empat dimensi, yaitu:
1. Akuntabilitas kejujuran dan hukum (Accountability for probity and legality).
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyakahgunaan jabatan
(abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang ditetapkan.
2. Akuntabilitas Proses (Process accountability). Akuntabilitas proses terkait dengan
apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik
dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen,
dan prosedur administrasi. Dimanifestasikan melalui pemberian pelayanan public
yang cepat, responsive, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan dapat
32
3. Akuntabilitas Program (Accountability Program). Untuk mempertimbangkan
apakah tujuan yang ditetapkan dapat tercapai, dan apakah ada alternatif program
lain yang memberikan hasil maksimal dengan biaya minimal.
4. Akuntabilitas Kebijakan (Policy accountability). Terkait dengan
pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan yang diambil terhadap
DPR/DPRD dan masyarakat luas.
2.1.3.5 Tahap Akuntabilitas Publik
Tahapan akuntabilitas menurut Mulgan dalam Theresia Damayanti (2007)
yaitu mempunyai empat tahapan, berikut tahapan tersebut:
1. Pelaporan. Pelaporan merupakan kewajiban yang dilaksanakan oleh steward atau
pemerintah untuk mempertanggungjawabkan atau melaporkan hasil kinerjanya
dalam mengelola sumber daya atau dana publik.
2. Pencarian informasi atau investigasi. Pencarian informasi atau investigasi
merupakan kewenangan dari owner (pemilik sumber daya /dana) atau masyarakat
untuk mengetahui bagaimana kinerja steward dalam mengelola sumber daya
publik.
3. Penilaian atau verifikasi. Penilaian atau verifikasi merupakan kewenangan dari
owner (pemilik sumber daya/dana) atau masyarakat untuk menilai kinerja steward
dalam mengelola sumber daya publik.
4. Pengendalian dan pengarahan. Pengendalian dan pengarahan merupakan
kewenangan dari owner (pemilik sumber daya/dana) atau masayrakat untuk