• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar komplemen C3 Pada Penderita demam Bewrdarah Dengue

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kadar komplemen C3 Pada Penderita demam Bewrdarah Dengue"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR KOMPLEMEN C3 PADA PENDERITA

DEMAM BERDARAH DENGUE

SEMINAR HASIL

Oleh : E r w i n

Pembimbing :

Dr.Ozar Sanuddin. SpPK

Dr.Yosia Ginting SpPD KPTI

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA/ RSUP HAJI ADAM MALIK

(2)

KADAR KOMPLEMEN C3 PADA PENDERITA

DEMAM BERDARAH DENGUE

T E S I S

Diajukan untuk melengkapi persyaratan untuk mencapai keahlian

Dalam bidang Patologi Klinik pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh : E R W I N

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA/ RSUP HAJI ADAM MALIK

(3)

Medan , Juni 2008

Tesis ini telah diterima sebagai salah satu syarat Program Pendidikan untuk mendapatkan gelar Dokter Spesialis Patologi Klinik di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara di Medan.

Disetujui

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Ozar Sanuddin, SpPK Dr. Yosia Ginting, SpPD KPTI NIP. 130 925 040 NIP. 140 151 081

Disyahkan oleh:

Kepala Departemen Patologi Klinik Ketua Program Studi Departemen FK USU/RSUP H. Adam Malik Patologi Kliniok FK USU/RSUP Medan H. Adam Malik Medan

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi ... i

Daftar gambar, Grafik dan tabel ……… v

Daftar Lampiran ... vi

Daftar Singkatan ... vii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Hipotesa Penelitian ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komplemen . ... 5

2.1.1. Aktivasi Komplemen . ... 5

2.1.1.1. Aktivasi Komplemen Melalui Jalur Klasik... 6

2.1.1.2. Aktivasi Komplemen Melalui Jalur Alternatif ... 7

2.1.2. Fungsi Komplemen .. ... 8

2.1.2.1. Inflamasi ... 8

2.1.2.2. Kemokin ... 9

2.1.2.3. Fagositosis dan Opsonin ... 9

2.1.2.4. Adherens Imun ... 10

2.1.2.5. Eliminasi Kompleks Imun ... 10

2.1.2.6. Lisis Osmotik ... 10

(5)

2.1.3. Sistem Pengendalian Komplemen ... 11

2.1.4. Katabolisme Komplemen C3 ... 12

2.1.5. Pemeriksaan Komplemen ... 12

2.2. Demam berdarah Dengue (DBD) ... 14

2.2.1. Sejarah dan Epidemi ... 14

2.2.2. Etiologi ... 16

2.2.3. Vektor ... 17

2.2.4. Penyebaran ... 19

2.3. Patogenesis Demam Berdarah Dengue ... 20

2.3.1. Teori Secondary Heterologous Infection ... 25

2.3.2. Teori Enhancing Antibody ... 25

2.3.3. Teori Antigen Antibodi ... 26

2.3.4. Teori mediator ... 26

2.4. Diagnosa Klinis ... 27

2.4.1. Kriteria Klinis ... 27

2.4.2. Kriteria Laboratorium ... 27

2.4.3. Pemeriksaan Penunjang ... 28

2.4.3.1. Pencitraan Radiologis ... 28

2.4.3.2. Pencitraan Ultrasonografis (USG) ... 29

2.4.3.3. Serologis ... 29

2.4.3.3.1. Uji Hemaglutinasi Inhibisi ... 30

2.4.3.3.2. Uji Fiksasi Komplemen ... 30

2.4.3.3.3. Uji Netralisasi ... 30

(6)

2.4.3.3.5. Uji Imunokromatografi (ICT) ... 31

2.5. Gangguan Hemostasis Pada DBD ... 31

2.5.1. Vaskulopati ... 32

2.5.2. Trombositopenia dan Gangguan Fungsi Trombosit ... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ……….34

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 34

3.3. Populasi dan Subjek Penelitian ... 34

3.3.1. Populasi Penelitian ... 34

3.3.2. Subjek Penelitian ... 34

3.3.3. Kriteria Inklusi ... 35

3.3.4. Kriteria Eksklusi ... 35

3.4. Perkiraan Besar Sampel ... 35

3.5. Analisa data ... 36

3.6. Bahan dan Cara Kerja ... 36

3.6.1. Pengambilan Sampel ... 36

3.6.2. Pengolahan Sampel ... 37

3.6.3. Pemeriksaan Laboratorium ... 37

3.6.3.1. Pemeriksaan Komplemen ... 37

3.6.3.2. pemeriksaan Darah Lengkap ... 38

3.7. Pemantapan Kualitas ... 38

3.8. Kerangka Kerja ... 40

3.9. Jadwal Pelaksanaan ... 40

(7)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 43

BAB 5. PEMBAHASAN ……….……….. 50

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

DAFTAR PUSTAKA... 58

(8)

DAFTAR GAMBAR, GRAFIK DAN TABEL

Halaman GAMBAR

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD……….. 22

Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD ……… 24

Gambar 3. Profil dari penelitian ……….. 43

Grafik 1. Rata-rata jumlah limfosit pada penderita DBD ... 46

Grafik 2. Rata-rata jumlah trombosit pada penderita DBD …………. 47

Grafik 3. Hasil rata-rata komplemen C3 pada penderita DBD ……… 49

TABEL Tabel 1. Pemantapan Kualitas Menggunakan Kontrol Precinorm protein. 39 Tabel 2. Karakteristik Subyek Penelitian ……….. 43

Tabel 3. Rata-rata jumlah limfosit pada penderita DBD ………….. 45

Tabel 4. Rata-rata jumlah trombosit pada penderita DBD ………….. 46

Tabel 5. Rata-rata kadar komplemen C3 pada subyek penelitian …... 47

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

(10)

DAFTAR SINGKATAN

DBD : Demam Berdarah Dengue

DSS : Dengue Shock Syndrome

LED : Laju Endap Darah

WHO : World Health Organization

ADCC : Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity

MAC : Membrane Attack Complex

INH : Inhibitor

CFT : Complement Fixation Test

DHF : Dengue hemorrhagic Fever

DEN : Dengue

ADE : Antibody Dependent Enhancement

ADP : Adenosin Diphospat

RES : reticulo Endotelial System

KID : Koagulasi Intravaskular Diseminata

PRNT : Plaque Reduction Neutralizatio Test

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Ada sembilan komponen dasar komplemen yaitu C1 sampai C9 yang bila diaktifkan, dipecah menjadi bagian-bagian yang besar dan kecil (C3a, C4a dan sebagainya). Fragmen yang besar dapat berupa enzim tersendiri dan mengikat serta mengaktifkan molekul lain. Fragmen tersebut dapat juga berinteraksi dengan inhibitor yang menghentikan reaksi selanjutnya. Komplemen sangat sensitif terhadap sinyal kecil, misalnya jumlah virus yang sangat sedikit sudah dapat menimbulkan reaksi beruntun yang biasanya menimbulkan respon lokal. (1,3,11)

(12)

Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibodi membentuk kompleks virus-antibodi yang akan mengaktifkan sistem komplemen. (5,7) Aktivasi sistem komplemen menimbulkan interaksi berantai menghasilkan produk-produk yang mempunyai aktifitas biologik dan menyusun suatu sistem mediator humoral yang penting dalam reaksi-reaksi inflamatoris, sebagai opsonin dan pembentukan kompleks serangan membran makromolekular yang menyebabkan kematian sel-sel sasaran. (1,11,14)

Patogenesis penyakit infeksi virus Dengue sampai sekarang masih belum jelas. Para sarjana cenderung mengemukakan hipotesis reaksi sekunder heterologus anamnestik yang proses selanjutnya menunjukkan terjadinya kebocoran plasma ke jaringan tubuh sekitarnya dengan manifestasi klinis efusi pleura, ascites, perdarahan dan syok. Beberapa sarjana mengemukakan bahwa kegawatan dapat terjadi karena virulensi virus, peran mediator dan proses apoptosis. (5,9,30,36)

(13)

Viktor A.B et al, Thailand 1972 meneliti hubungan kadar komplemen C3 dengan jumlah trombosit pada penderita demam berdarah dengue dan penderita demam shock sindrom, dijumpai pada jam ke 20 sakit kadar komplemen menurun 20-40% dari kadar normal dan jumlah trombosit bersisa 5%-10% dari nilai normal. Pada jam ke 45 sakit jumlah trombosit meningkat 40% dan kadar komplemen C3 meningkat 20%. (14)

R S Briggs et al 1978 melaporkan kasus dengue syok sindrom di Jamaica pada penderita demam berdarah dengue orang dewasa dijumpai adanya penurunan kadar komplemen C3 mencapai 20-30 % dari kadar normal dengan kadar IgG normal. (10)

Robert E, et al, Honolulu England 1979 meneliti hubungan kadar komplemen C3 dengan Jumlah trombosit pada penderita DBD, dijumpai pada hari ke 5-8 sakit terjadi penurunan kadar komplemen C3 yang tajam disertai dengan penurunan jumlah trombosit yang banyak sampai hari ke-9. Hari ke-9 kadar komplemen C3 meningkat drastis, jumlah trombosit baru meningkat pada hari ke-10 secara cepat dan kemudian tidak ada penurunan sampai fase penyembuhan. (11)

(14)

Ampaiwan C, Kanchana T,Thailand 2005 melaporkan bahwa kadar komplemen C3 pada demam berdarah dengue dijumpai menurun selama fase akut demam dan dalam fase toxic meningkat kembali. (9)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Apakah kadar komplemen C3 pada demam berdarah dengue menurun ?.

2. Apakah ada hubungan penurunan jumlah trombosit terhadap kadar komplemen C3 ?.

1.3. Hipotesa Penelitian

Kadar komplemen C3 pada demam berdarah dengue menurun. 1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kadar komplemen C3 pada demam berdarah Dengue dan melihat pengaruh penurunan jumlah trombosit terhadap kadar Komplemen C3.

1.5. Manfaat Penelitian

(15)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Komplemen

Komplemen merupakan salah satu sistem enzim serum yang berfungsi dalam inflamasi, opsonisasi partikel antigen dan kerusakan (lisis) membran patogen. Sampai saat ini diketahui melibatkan sekurang-kurangnya 20 jenis protein yang berperan dalam sistem komplemen beredar dalam plasma bentuk inaktif. Komplemen merupakan molekul dari sistem imun non spesifik yang larut dalam keadaan tidak aktif dapat diaktifkan oleh berbagai bahan seperti toksin bakteri. Komplemen dapat juga merupakan bagian dari sistem imun spesifik yang setiap waktu dapat diaktifkan oleh kompleks imun (antigen-antibodi kompleks). Aktivasi sistem komplemen menghasilkan interaksi berantai menghasilkan produk-produk yang mempunyai aktifitas biologik dan menyusun suatu sistem mediator humoral yang penting dalam reaksi-reaksi inflamatoris. Aktivasi komplemen sering pula disertai kerusakan jaringan sehingga merugikan tubuh sendiri. (1,2,4)

2.1.1. Aktivasi Komplemen

(16)

komplemen sebelumnya. Rangkaian reaksi aktivasi dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu fase awal, fase amplifikasi yang melibatkan berbagai protease serta molekul-molekul lain, dan fase lisis membran sel. Protein-protein ini disintesa dalam hepar, tetapi dapat juga oleh sel-sel sistem limforetikuler seperti limfosit dan monosit. (2,3,4,20)

2.1.1.1. Aktivasi Komplemen Melalui Jalur Klasik

(17)

2.1.1.2. Aktivasi Komplemen Melalui Jalur Alternatif

(18)

terdapat pada membran sekitar kompleks C5b-9 lalu menimbulkan lubang-lubang dan berakhir dengan lisis sel. (2,4,13,20)

2.1.2. Fungsi Komplemen

Berbagai fragmen yang dilepaskan oleh aktivasi jalur alternatif dan klasik ikut berperan dalam pertahanan imun. Disamping penglepasan fragmen proteolitik, aktivasi komplemen baik jalur klasik maupun alternatif dapat menghasilkan serangan membran yang kompleks (Membrane Attack Complex:= MAC ) di permukaan sel bakteri. Ada beberapa fungsi komplemen secara umum yaitu; (2,13,20)

2.1.2.1. Inflamasi

(19)

Peningkatan permeabilitas vaskuler yang lokal terjadi atas pengaruh anafilatoksin (C3a,C4a,C5a). Aktivasi komplemen C3 dan C5 menghasilkan fragmen kecil C3a dan C5a yang merupakan anafilatoksin yang dapat memacu degranulasi sel mast dan atau basofil melepas histamin kemudian merangsang peningkatan permeabilitas vaskuler dan kontraksi otot polos dan memberikan jalan untuk terjadinya migrasi sel-sel lekosit memasuki jaringan dan keluarnya plasma yang mengandung banyak antibodi, opsonin dan komplemen kejaringan. (2,4,13)

2.1.2.2. Kemokin

Kemokin adalah molekul yang dapat menarik dan mengerahkan sel-sel fagosit. C3a,C5a dan C5-6-7 merupakan kemokin yang dapat mengerahkan sel-sel fagosit baik mononuklear maupun polimorfonuklear ketempat terjadinya infeksi. C5a adalah kemotraktan untuk netrofil yang juga merupakan anafilatoksin. Monosit yang masuk jaringan menjadi makrofag dan fagositosisnya diaktifkan opsonin dan antibodi. Makrofag yang diaktifkan melepaskan berbagai mediator yang ikut berperan dalam reaksi inflamsi. (20,22)

2.1.2.3. Fagositosis dan Opsonin

(20)

2.1.2.4. Adherens Imun

Adherens imun merupakan fenomena dari partikel yang melekat pada berbagai permukaan (misalnya permukaan pembuluh darah), kemudian dilapisi antibodi dan mengaktifkan komplemen. Akibatnya antigen akan mudah difagositosis. C3b berfungsi dalam adherens imun tersebut. (22,34)

2.1.2.5. Elimiminasi Kompleks Imun

C3a dan iC3b dapat diendapkan di permukaan kompleks imun dan merangsang eliminasi kompleks imun. Baik sel darah merah dan neutrofil memiliki CR1-R dan mengikat C3b dan iC3b. C3 dan C4 ditemukan dalam kompleks imun yang larut. Neutrofil dapat mengeliminasi kompleks imun kecil dalam sirkulasi. Bila antigen tidak larut yang diikat antibodi dalam darah tidak disingkirkan, akan memacu inflamasi dan dapat menimbulkan penyakit kompleks imun. Kompleks imun besar tidak larut, sulit untuk disingkirkan dari jaringan. Sejumlah besar C3 yang diaktifkan dapat melarutkan kompleks tersebut. ( 2,34)

2.1.2.6. Lisis Osmotik

(21)

2.1.2.7. Aktivitas Sitolitik

Eosinofil dan sel polimorfonuklear mempunyai reseptor untuk C3b dan IgG sehingga C3b dapat meningkatkan sitotoksisitas sel efektor Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) yang kerjanya tergantung pada IgG. Disamping itu, sel darah merah C3b dapat dihancurkan juga melalui kerusakan kontak ( contactual damage ). C8-9 merusak membran membentuk saluran-saluran dalam membran sel yang menimbulkan lisis osmotik. (4,20,39)

2.1.3. Sistem Pengendalian Komplemen

(22)

terus menerus sehingga menimbulkan lebih banyak fragmen-fragmen yang kemudian diaktifkan plasmin dan membentuk peptida vasoaktif. Jadi stimulasi kecil yang mengaktifkan C1 dapat menimbulkan respon besar yang tidak dapat dikendalikan. Penderita dengan defisiensi C1 INH menunjukkan oedem angineurotik, oedem diberbagai organ tubuh seperti kulit, saluran cerna dan napas. Oedem berat yang terjadi dilarings dan saluran napas menimbulkan kematian. (3,14,22,34)

2.1.4. Katabolisme Komplemen C3

Komplemen C3 adalah globulin dengan berat molekul 180.000 dalton dan dilepas sebagai pro C3 oleh makrofag. C3 diaktifkan oleh C42 atau konvertase C3 sehingga C3 dipecah menjadi fragmen-fragmen C3a yang kecil dan C3b yang lebih besar. Satu molekul C42 dapat mengaktifkan ratusan molekul C3. Selain itu komplemen C3 dapat diaktifkan oleh IgG4, agregat IgA (IgA1,IgA2).(1)

C3a dan C3b mempunyai sifat biologik dan fungsi tersendiri yaitu dapat berikatan dengan membran sel (sel darah merah,virus dengue, bakteri, Polimorfonuklear,makrofag, trombosit yang semuanya mempunyai reseptor untuk C3b), berikatan dengan C42 dan membentuk C423, atau enzim yang disebut konvertase C5. (1,2)

2.1.5. Pemeriksaan Komplemen

(23)

syndrom, bakterimia, inflamasi kulit, hepatitis kronis dan glomerulonefritis. Defisiensi komplemen dapat dibagi menjadi defisiensi primer yang ditentukan oleh faktor genetik dan defisiensi sekunder yang diakibatkan oleh pemakaian komplemen dalam interaksi antigen-antibodi yang lebih memberikan hubungan dengan patogenesis penyakit. (17,19,20)

Pemeriksaan komplemen C3 yang sering dipakai dalam membantu menegakkan diagnosa dan pengobatan demam berdarah dengue adalah dengan cara Compelemen fixation Test (CFT) atau uji fiksasi komplemen merupakan cara untuk menemukan antigen atau antibodi yang hanya bereaksi bila ada komplemen. Prinsip dasar pemeriksaan adalah bila antigen dicampur dengan serum penderita yang mengandung antibodi yang homolog, dan komplemen, maka komplemen akan diikat oleh kompleks antigen-antibodi tersebut sehingga tidak ada sisa komplemen yang bebas. Bila kemudian ditambahkan sel darah merah domba yang telah disensitisasi dengan sel darah merah domba, tak terjadi hemolisis, maka tes dikatakan positip. Sebaliknya bila dalam serum tidak terdapat antibodi yang sesuai (homolog) dengan antigen, maka tidak akan terjadi ikatan antigen-antibodi, sehingga komplemen dalam keadaan bebas. Bila selanjutnya ditambahkan sel darah merah domba yang tersensitisasi, maka sel darah domba tersebut dilisiskan oleh komplemen dan tes dikatakan negatif. (4,5,7,20)

(24)

pengukuran kekeruhan konsentrasi larutan antigen-antibodi kompleks yang terbentuk didalam serum penderita. Kekeruhan diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 340 nanometer. (26,39,40)

2.2. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang dikenal juga dengan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit DBD didefenisikan sebagai berikut : adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, yang ditandai dengan adanya demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa bintik perdarahan (petekie), lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock). (17,18,19)

2.2.1. Sejarah dan Epidemi

(25)

tulang tersebut maka dengue disebut juga broken wing, break bone fever (Amerika Serikat), knokkel koorts (Belanda), dan abos-abous, abourekabe yang berarti ‘nyeri lutut’ (Arab, Syria, Mesir). Oleh karena rasa lemah yang bersifat luas dan berkepanjangan, maka penyakit ini di Filadelpia disebut break heart fever.(6,17,18)

Di Indonesia, infeksi virus dengue telah ada sejak abad ke-18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada waktu itu infeksi virus dengue dikenal dengan penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts), disebut demikian karena demamnya menghilang dalam waktu lima hari dan demam tersebut disertai dengan adanya nyeri sendi, nyeri otot dan nyeri kepala. Di Asia Tenggara sendiri infeksi virus dengue tersebut pada tahun 1952 menjadi epidemi terutama di Filipina sehingga waktu itu disebut Philippine Haemorrhagic Fever.(5)

Di Indonesia, DBD pertama sekali dicurigai pada tahun 1968 di Surabaya, akan tetapi konfirmasi virologisnya baru diperoleh pada tahun 1970. Epidemi pertama diluar Pulau Jawa dilaporkan pada tahun 1972 (Sumatera Barat, Lampung). Pada tahun 1994 DBD telah menyebar keseluruh provinsi di Indonesia dan pada saat ini DBD sudah endemis di kota-kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah menjangkiti daerah pedesaan. (5,7,18)

(26)

5 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus kematian tahun 2006 yang disebabkan oleh penyakit DBD adalah sebanyak 21 kasus dengan angka case fatality rate (CFR) sebesar 1,5% angka ini sudah melewati angka nasional yaitu sebesar <1%. (41)

2.2.2. Etiologi

DBD merupakan penyakit yang ditularkan oleh serangga (Arthopoda) dan virus penyebabnya digolongkan Arthopoda borne virus (Arbovirus). Bila artropoda tersebut menggigit/menghisap darah dari vertebrata yang sedang dalam keadaan viremia maka virus akan berkembang biak dalam tubuh artropoda tersebut dan bila artropoda tersebut menggigit vertebra lainnya maka akan dapat menularkan virus tersebut. (6,18)

Ada lima famili virus yang masuk kedalam arbovirus yaitu : Flaviviridae (Flavivirus), Togaviridae (Alphavirus), Rhabdoviridae,

Bunyaviridae dan Reoviridae (Orbivirus). Infeksi virus dengue disebut juga mosquito-borne infection oleh karena virus dengue tersebut ditularkan oleh nyamuk. (5,19)

(27)

fenomena haemaglutinasi, netralisasi dan interaksi antara virus dengan sel pada saat awal infeksi. Genome (rangkaian kromosom) dari virus dengue tersebut berukuran panjang sekitar 11.000 base pairs dan terbentuk dari tiga gen protein struktural dan tujuh gen non struktural (NS). Virus dengue bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh natrium dioksikolat dan dietil eter, stabil pada suhu 70ºC dan mempunyai kemampuan untuk mengaglutinasi butir darah merah angsa. (5,10,12)

Sampai saat ini dikenal empat serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe tersebut tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis DBD dapat terinfeksi dengan tiga atau bahkan empat serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe tersebut saat ini dapat ditemukan diberbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. (5,6,7)

2.2.3. Vektor

(28)

sebagai vektor dengue seperti Aedes stegomya, Aedes scuttelaris, Aedes polynensis, akan tetapi diperkirakan bahwa Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan vektor utama dari penyakit DBD, demikian pula di Indonesia. Nyamuk Aedes mempunyai pola yang sangat jelas, pada dinding dada terdiri dari corak hitam dan putih, kakinya dilingkari warna hitam dan putih seperti cincin. (5,13)

Nyamuk Aedes aegypti dapat dijumpai pada daerah 30º lintang utara dan 20º lintang selatan bahkan dapat dimumpai pada daerah dengan ketinggian 2300 kaki diatas permukaan laut, juga dapat dijumpai pada daerah tropis dan subtropis. Aedes aegypti bersifat antropofilik (senang pada manusia) dan hanya nyamuk betina yang menggigit, biasanya nyamuk betina menggigit didalam rumah (indoor biting), pada siang hari (day biting), bisa juga ditempat yang agak gelap dan kadang-kadang juga menggigit diluar rumah. Nyamuk jantan juga tertarik pada manusia bila melakukan perkawinan tetapi tidak menggigit. Pada malam hari biasanya nyamuk tersebut beristirahat didalam rumah pada benda-benda yang di gantung sepert pakaian, kelambu, biasanya ditempat gelap. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple bitters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Nyamuk betina dapat terbang sejauh 2 kilometer, kemampuan normalnya kira-kira 40 meter. (13,15)

(29)

menggigit dan menghisap darah manusia sepanjang hari mulai pagi hingga sore baik pada waktu hujan maupun waktu hujan sedikit. Waktu menggigit palilng sedikit adalah tengah hari selama cuaca kering dan panas. Frekwensi menggigit diluar rumah bisa sampai 25 kali lebih besar dari pada di dalam rumah. Nyamuk ini mempunyai daya terbang yang lemah, yaitu 1,4 meter sehari. Secara normal nyamuk ini terbang 18 meter selama masa hidupnya. (5,15)

2.2.4. Penyebaran

(30)

2.3. Patogenesis Demam Berdarah Dengue

(31)

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. (5,9,17,18)

(32)

genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar.Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris. (4,5,27,30,32,36) Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Anamnestic antibody response Kompleks virus-antibodi

Aktivasi komplemen

Komplemen Anafilatoksin (C3a,C5a)

Histamindalam urin me Permeabilitas kapiler meningkat

Ht meningkat >30% pd kasus Perembesan plasma Natrium Menurun shock 24-48 jam Cairan dlm rongga serosa Hipovolemia

Syok

Anoksia Asidosis

Meninggal

(33)
(34)

Secondary heterologous dengue infection

Replikasi Virus (+) Anamnestic antibody Kompleks virus antibody

Agregasi trombosit Aktivasi kaogulasi Aktivasi komplemen

Penghancuran PLT Pengeluaran Plasma Aktivasi Oleh RES FP III Faktor Hageman

Trombositopenia Koagulopati Sistim Kinin Anafilatoksin Konsumtif

Kinin Penurunan

Faktor Pembekuan FDP Meningkat Peningkatan permeabilitas Kapiler

Gangguan Perdarahan Masif Syok Fungsi Trombosit

(35)

kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi. (28,29,32,33)

2.3.1. Teori Secondary Heterologous Infection

Teori ini mengatakan bahwa bila seseorang terinfeksi pertama sekali oleh virus dengue maka akan menghasilkan antibodi terhadap virus dengue serotipe tersebut, bila orang tersebut terinfeksi lagi oleh virus dengue dengan serotipe yang sama maka virus tersebut akan di eliminasi oleh respon memori (antibodi), akan tetapi bila orang tersebut terinfeksi oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda maka oleh antibodi non netralisasi virus tersebut tidak dapat dinetralisir, bahkan akan bereplikasi didalam monosit yang pada akhirnya dapat mengakibatkan pelepasan mediator-mediator inflamasi dan pada saat itu akan tampak manifestasi kllinis DBD yang lebih berat. (5,6,16,37)

2.3.2. Teori Enhancing Antibody

Teori ini berdasarkan peranan sel fagosis mononuklear yang merangsang terbentuknya antibodi non netralisasi yaitu antibodi yang tidak dapat menetralisir virus dengue bahkan dapat memacu replikasi virus dengue tersebut. (15,30)

(36)

berinteraksi dengan sistim humoral, seperti sistim komplemen yang akan mengeluarkan substansi inflamasi, pengeluaran sitokin dan tromboplastin yang akan mempengarauhi permeabilitas kapiler dan mengktivasi sistim koagulasi (mekanisme efektor = C). (9,11,25)

2.3.3. Teori Antigen Antibodi

Virus dengue yang masuk kedalam dtubuh manusia dianggap ssebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibodi membentuk “kompleks virus-antibodi” yang akan mengaktifkan sistim komplemen dan menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a, bahan-bahan ini mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin yang merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat terjadinya kebocoran plasma ke ruang ekstravaskuler yang akan mengakibatkan turunnya volume darah yang akan berakibat terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, efusi pleura, efusi perikard, asites dan syok. (5,17,24,37)

2.3.4. Teori Mediator

(37)

2.4. Diagnosis Klinis

Gejala klinis utama dari DBD adalah demam dengan manifestasi perdarahan, baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet. WHO telah membuat penuntun untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. (27)

2.4.1. Kriteria Klinis:

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan: a. Uji torniquet positip

b. Petekie, ekimosis, purpura

c. Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi d. Hematemesis dan atau melena.

3. Pembesaran hati (hepatomegali)

4. Syok ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah. (5,17,27)

2.4.2. Kriteria laboratorium :

1.Trombositopenia (≤ 100.000 ku/ml)

2. Hemokonsentrasi dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% Atau lebih. (2,5,27,32)

(38)

Secara klinis DBD dapat dibagi menjadi 4 stadia :

1. Derajat I : DBD ringan, demam mendadak 2-7 hari disertai gejala kli- nis lain dan manifestasi perdarahan teringan, uji torniquet positip.

2. Derajat II : DBD derajat I ditambah dengan perdarahan bawah kulit dan tempat lain (gusi, epistaksis dan lain-lain).

3. Derajat III : terdapat kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah, atau hipotensi disertai kulit dingin dan lembab serta penderita menjadi gelisah.

4. Derajat IV : syok, yang ditandai dengan penurunan tekanan darah dan nadi tidak terukur.

DBD derajat III dan IV digolongkan dalam sindroma syok dengue. (5,6,13,27)

2.4.3. Pemeriksaan Penunjang

Kelainan utama pada DBD adalah adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan adanya hemokonsentrasi, adanya penumpukan cairan ekstravaskuler yang tercermin dengan adanya efusi pleura, asites, dan lain-lain. (36,38)

2.4.3.1. Pencitraan Radiologis

(39)

radiologik toraks dengan posisi lateral dekubitus kanan sangat berperan dalam menegakkan diagnosis DBD. (9,27)

2.4.3.2. Pencitraan Ultrasonografis (USG)

Adanya asites maupun cairan pleura dapat dideteksi dengan USG dapat dipakai sebagai alat bantu dalam meramalkan kemungkinan penyakit menjadi lebih berat dengan melihat penebalan dinding kandung empedu dan pankreas. (10,27,38)

2.4.3.3. Serologis

Isolasi virus merupakan cara yang paling baik dalam arti sangat menentukan, tetapi karena memerlukan peralatan dan tehnik yang canggih, isolasi virus tersebut tidak dipakai secara rutin, Test serologis jauh lebih sederhana dan cepat tetapi dapat memberikan hasil yang positip palsu. Ada lima cara pemeriksaan serologi untuk menentukan adanya virus dengue : 1. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination Inhibition Test = HI Test), 2. Uji Komplemen Fiksasi (Complement Fixation Test =CF Test), 3. Uji Neutralisasi (Neutralization Test = NT Test), 4. Test Mac. Elisa (Igm capture enzyme-linked immunosorbent assay) , 5. Test IgG Elisa indirek. (13,27,32,39)

2.4.3.3.1. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI)

(40)

mencapai 1 : 5.120 sampai 1 : 10.240 atau bahkan lebih. Titer 1 : 1.280 atau lebih pada serum fase akut menunjukkan adanya infeksi dengue yang baru. Titer HI akan tetap tinggi selama 2 – 3 bulan, tetapi umumnya titer HI akan mulai menurun pada hari ke 30 – 40. (13,32)

2.4.3.3.2. Uji Fiksasi Komplemen

Uji ini tidak rutin dilakukan karena pemeriksaannya rumit dan memerlukan keahlian tersendiri. Antibodi fiksasi komplemen ini hanya dapat bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2 – 3 tahun). (5,17,27,32)

2.4.3.3.3. Uji Netralisasi

Uji ini merupakan uji yang paling sensitif dan spesifik akan tetapi tidak dilakukan secara rutin karena memerlukan biaya yang mahal dan keterampilan khusus. Uji ini memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT), yaitu berdasarkan reduksi plak yang terjadi sebagai akibat adanya proses netralisasi virus. Antibodi netralisasi ini dapat bertahan sampai > 50 tahun dalam darah. (5,6,27,32)

2.4.3.3.4. Test Mac ELISA

(41)

2.4.3.3.5. Uji Imunokromatografi (ICT)

Uji ini dapat mendeteksi baik IgM dan IgG anti Dengue sekaligus dalam serum tunggal dalam waktu 15-30 menit. Pada Dengue Rapid Test (uji ICT) berbentuk strip telah distandardisasi sedemikian rupa sehingga pada penderita infeksi primer IgM positif dimana IgGnya negatif, sebaliknya pada infeksi sekunder hasil IgG positip dapat disertai dengan atau tanpa hasil IgM yang positif. (27,31,32,39)

Prinsip pemeriksaan yaitu Captured ELISA dengan fase padat nitroselulose/ dipstick dengan daya kromatografi maka antibodi IgM atau IgG anti dengue yang terdapat di dalam serum penderita akan berikatan dengan antihuman IgM atau antihuman IgG yang telah dimobilisasi pada fase padatnya membentuk garis melintang pada membran tes. Secara bersamaan antibodi monoklonal anti dengue yang berlebel gold bereaksi dengan antigen dengue (rekombinan). Konjugat ini (antibodi monoklonal anti dengue yang berikatan dengan antigen dengue) akan berikatan dengan antibodi IgM atau IgG dari serum penderita tersebut membentuk garis berwarna ungu. (31,32,35,39 )

2.5.Gangguan Hemostasis Pada DBD.

(42)

2.5.1. Vaskulopati.

Terjadinya vaskulopati pada DBD dapat bermanifestasi sebagai adanya petekie, uji torniquet positip maunpun perembesan cairan dan protein ke ruang ekstravaskuler. Defek pada vaskuler tersebut disebabkan oleh infiltrasi limfosit, fagosit mononuklear, deposit IgM, komplemen maupun fibrinogen pada dinding pembuluh darah. (13,16,21)

Pada DBD, jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit, seperti uji torniquet yang positip, purpura maupun ekimosis. Uji torniquet positip menunjukkan keadaan fragilitas kapiler yang meningkat. Uji torniquet dilakukan dengan cara pembendungan di lengan atas pada tekanan setengah dari tekanan nadi selama 10 menit. Dikatakan positip bila terdapat lebih dari 10 petekie dalam lingkaran dengan diameter 5 cm pada daerah volar lengan bawah. (5,6,13,18)

Petekie biasanya muncul pada hari-hari pertama demam. Untuk memastikan petekie dilakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai dengan penggaris plastik transparan ataupun dengan kaca objek, Jika bintik merah menghilang maka bukan petekie. (5,13,26,27 )

2.5.2. Trombositopenia dan Gangguan Fungsi Frombosit.

(43)
(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1.Desain Penelitian

Penelitian dilakukan secara cross sectional study. 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.Pirngadi Medan bekerjasama dengan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Maret 2008. Penelitian dihentikan bila jumlah sampel minimal tercapai atau waktu pengambilan sampel telah mencapai tiga bulan.

3.3. Populasi dan Subjek Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah pasien demam berdarah dengue yang sakit hari ke 5 sampai 7,rawat inap di bangsal penyakit dalam yang telah didiagnosa oleh dokter Poliklinik dan ruang rawat inap ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.Pirngadi Medan bekerjasama dengan Departemen Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.3.2. Subjek Penelitian

(45)

3.3.3. Kriteria Inklusi

1. Bersedia ikut dalam penelitian

2. Bila dijumpai demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas berlangsung terus menerus selama 2-7 hari ditambah dua dari gejala klinis lainnya menurut kriteria WHO tahun1997.

3. Satu dari hasil pemeriksaan laboratorium positip.

4. Konfirmasi dengan pemeriksaan serologi anti dengue IgG, IgM yaitu :

-IgG(+), IgM(+), -IgG(+), IgM(-), -IgG(-) , IgM(+).

-IgG (-), IgM (-) dimasukkan kedalam kontrol. 3.3.4. Kriteria Ekslusi

1. Tidak bersedia ikut dalam penelitian.

2. Demam yang disebabkan oleh penyakit infeksi lain. 3. Trombositopenia yang disebabkan oleh penyakit lain. 4. Manifestasi perdarahan yang disebabkan oleh penyakit lain.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

(46)

2 z(0,5– /2) = nilai baku normal dari tabel z yang besarnya tergantung pada nilai yang ditentukan.

Pengolahan data dan perhitungan statistik digunakan perangkat komputer Microsoft Exel. Untuk melihat gambaran kadar komplemen C3 hasil disajikan dalam bentuk tabulasi dan didiskripsikan. Untuk melihat hubungan penurunan kadar komplemen dengan jumlah trombosit digunakan korelasi spearmen. Dikatakan bermakna bila nilai dari p< 0,05. 3.6. Bahan dan Cara Kerja

3.6.1. Pengambilan Sampel

(47)

kering, kemudian dilakukan punksi. Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan spuit disposibel sebanyak 6 cc, lalu darah dibagi atas dua bagian yaitu :

- 4 cc darah tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan complemen C3 dan serologi IgG ,IgM anti dengue.

- 2cc dengan antikoagulan Ethylen Diamine Tetra Acetate (EDTA) untuk pemeriksaan darah lengkap.

3.6.2. Pengolahan Sampel

- Darah dengan antikoagulan EDTA dilakukan pemeriksaan darah - Lengkap.

- Darah tanpa koagulan dibiarkan dalam suhu ruangan selama 30 menit , kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 g selama 15 menit, serum dipisahkan secara hati-hati kedalam tabung plas- tik tertutup dan segera disimpan dalam freezer suhu -20ºC sam- pai dilakukan pemeriksaan komplemen C3 secara serentak. Sebagian dari serum ini dipisahkan untuk dipakai pada pemerik- saan serologi anti dengue IgG, IgM.

3.6.3. Pemeriksaan Labaoratorium 3.6.3.1. Pemeriksaan Komplemen

(48)

Kalibrator dan sampel pada disk sampel. Metode pemeriksaan Komplemen C3 adalah berdasarkan pengukuran kekeruhan larutan komplemen C3 metode Imunoturbidimetri yang diukur dengan spectrofotometer pada gelombang 340 nm. (26,39,40,42)

Prinsip reaksi adalah sebagai berikut.

Komplemen C3 (sampel) + Antibodi Kompelemen C3-Antibodi (pengumpulan kekeruhan) diukur dengan spektrofotometer 340 nm. 3.6.3.2. Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan dengan menggunakan alat Cell-Dyne 3700 untuk :

- Pemeriksaan Hb, Jumlah lekosit, jumlah trombosit, dan hematokrit. - Pemeriksaan hitung jenis lekosit dan morfologi darah tepi.

3.7. Pemantapan Kualitas

(49)

Tabel 1. Pemantapan Kualitas Menggunakan Kontrol Precinorm protein

(50)

3.8. Kerangka Kerja.

Inklusi : Bersedia ikut dalam penelitian,Penderita DBD sesuai

(51)

Perkiraan Biaya Penelitian

NO JENIS PENGELUARAN JUMLAH HARGA BIAYA

1. IgG/IgM Antidengue 50 stick @ Rp. 100.000. Rp. 5.000.000,. 2. Calibrator protein,

Precinorom protein

1 kit @ Rp.2.373.700. Rp. 2.373.700,.

3. Reagensia C3 1 kit @ Rp.4.455.000. Rp. 4.455.000,. 4. ATK 50 @ Rp. 10.000. Rp. 500.000,. 5. Konsumsi 50 @ Rp. 20.000. Rp. 1.000.000,.

(52)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

(53)

Gambar 3. Profil dari penelitian.

Tabel 2. Karakteristik Subyek Penelitian

Karakteristik Penderita DBD

(54)

(28,6%) dan 15 orang (26,8%) pada kontrol. Perempuan 12 orang (21,4%) pada penderita DBD dan 13 orang (23,2%) pada penderita kontrol, tidak ada perbedaan jenis kelamin antara kedua kelompok dengan p > 0,05.

Rata-rata umur penderita DBD adalah (25,39 ± 9,22) tahun, pada pasien kontrol (27,50 ± 10,98) tahun, tidak ada perbedaan umur antara kedua kelompok dengan p > 0,05.

Lamanya demam pada penderita DBD rata-rata (6,04 ± 0,83) hari, pasien kontrol (5,96 ± 0,97) hari, tidak ada perbedaan lamanya demam antara kedua kelompok dengan p > 0,05.

Kadar Hemogloblin darah (Hb darah) pada penderita DBD rata-rata (14,03 ± 1,76) g/dl, pada pasien kontrol (13,54 ± 1,80) g/dl tidak ada perbedaan kadar Hb antara kedua kelompok dengan p > 0,05.

Kadar Hematokrit darah (Ht darah) rata-rata pada penderita DBD adalah (41,44 ± 5,80)%, pada pasien kontrol nilai rata-rata Ht (40,28 ± 5,61)%, tidak ada perbedaan kadar Ht antara kedua kelompok dengan p > 0,05.

Jumlah lekosit rata-rata pada penderita DBD adalah (4,93 ± 3,15) x103 sel/mm3, pada pasien kontrol jumlah lekosit rata-rata adalah (4,86 ± 2,68) x103 sel/mm3, tidak ada perbedaan jumlah lekosit antara kedua kelompok dengan p > 0.05.

(55)

Jumlah limfosit rata-rata pada penderita DBD adalah (49,50 ± 13,95) %, sedang pada pasien kontrol dijumpai rata-rata limfosit (36,75 ± 10,96) %, dijumpai perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dengan p < 0,05.

Jumlah trombosit rata-rata pada penderita DBD (53150 ± 31920) /mm3, pada pasien kontrol (76220 ± 42020) /mm3, dijumpai perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dengan p < 0,05.

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Limfosit pada penderita Demam Berdarah Dengue Bedasarkan Uji Serologi.

(56)

tidak ada perbedaan antara kedua kelompok dengan nilai p > 0,05. dan kelompok uji serologi IgG(-)/IgM(+) ada 4 orang penderita rata-rata jumlah limfosit (52,50 ± 17,00) %, dibanding dengan kelompok kontrol dengan uji serologi IgG(-)/IgM(-) 28 penderita rata rata jumlah limfosit (36,75 ±10,96) %, dijumpai perbedaan bermakna antara kedua kelompok dengan p < 0,05.

Grafik 1. Rata-rata Jumlah limfosit pada penderita DBD Konfirmasi serologi IgG, IgM antidengue.

IgG (-) dan IgM(-)

(57)

Tabel 4 memperlihatkan jumlah trombosit rata-rata pada penderita demam berdarah dengue berdasarkan uji serologi IgG,IgM antidengue dibanding dengan jumlah trombosit rata-rata kontrol. Hasil uji serologi IgG(+)/IgM(+) dijumpai 12 orang jumlah trombosit rata-rata (41.15± 25.00)x1000 sel/mm3,sedang pasien kontrol Ig(-)/IgM(-) 28 penderita rata-rata jumlah trombosit (76.22 ± 42.02) x1000 sel/mm3, ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok dengan p < 0,05. Jumlah trombosit kelompok dengan uji serologi IgG(+)/IgM(-) ada 12 orang dan kelompok uji serologi IgG(-)/IgM(+) ada 4 orang dibanding dengan jumlah trombosit kelompok kontrol dengan uji serologi IgG(-)/IgM(-) 28 orang, tidak ada perbedaan antara kedua kelompok dengan p > 0,05.

Grafik 2. Rata-rata Jumlah Trombosit pada penderita DBD dan Kontrol konfirmasi serologi IgG, IgM antidengue.

IgG (-) dan IgM(-)

Tabel 5 . Rata-rata Kadar Komplemen C3 pada Subyek Penelitian.

(58)

Dari tabel 5 ini terlihat kadar komplemen C3 rata-rata pada penderita DBD adalah (81,43 ± 16,70) g/dl, pada pasien kontrol kadar komplemen C3 rata-rata (114,57 ± 21,17) g/dl, dijumpai perbedaan bermakna antara kedua kelompok dengan p < 0,05.

Tabel 6. Rata-rata kadar Komplemen C3 pada penderita DBD Konfirmasi

(59)

perbedaan yang bermakna dengan p < 0,05. Hasil keseluruhan table 6 dapat dilihat dari grafik 3 dibawah ini.

Grafik 3. Hasil rata-rata kadar komplemen C3 pada penderita DBD dan kontrol Konfirmasi serologi IgG, IgM antidengue.

Rata-rata

Kadar C3

IgG (-) dan IgM(-) IgG (-) dan IgM(+)

IgG (+) dan IgM(-) IgG (+) dan IgM(+)

(60)

BAB 5 PEMBAHASAN

Gomez dkk 2005, di Mexico mendapati lebih banyak laki-laki yang menderita DBD yaitu 151 orang (52,2%) dan perempuan 138 orang (47,8%) dari 289 sampel penelitian.(39) Sopacua E, 2005, di Medan mendapatkan lebih banyak laki-laki yang menderita DBD, 413 orang (53,4%) dan perempuan 361 orang (46,6%).(51) Siregar AD, 2005, di Singkawang juga mendapatkan lebih banyak kelompok jenis kelamin laki-laki 261 orang (50,4%) yang menderita DBD dibanding dengan perempuan 257 orang (49,6%).(49) Pada penelitian ini penderita demam berdarah dengue lebih banyak dijumpai pada kelompok kelamin laki-laki sebanyak 31 orang (55,4%) dibanding dengan perempuan 25 orang (44,6%) dari 56 sampel penelitian. Hal ini ada kesamaam dengan penelitian Gomez dkk , Sopacua E dan Siregar AD.

(61)

umur 20-25 tahun yaitu 32,4% dari 251 orang sampel penelitian dan yang paling sedikit adalah kelompok umur 16-20 tahun yaitu 13%.(51) Pada penelitian ini kelompok umur terbanyak dijumpai pada umur 24-28 tahun yaitu 35%, ada persamaan dengan kelompok umur yang dijumpai oleh Sopacua E pada penderita DBD. Dengan Solano, Shah, dan Siregar AD ada perbedaan dalam kelompok umur yang menderita DBD. Mungkin oleh karena design, metode, jumlah sampel penelitian dan waktu penelitian yang berbeda.

(62)

Chairulfatah A dkk, mungkin oleh karena adanya perbedan metode, jumlah sampel, tempat dan lamanya penelitian yang dilakukan.

Kalayanarooj.S dkk 1997 di thailand dari 172 penderita demam yang diobservasi dijumpai 60 orang (35%) akibat virus dengue meliputi 32 orang deman dengue dan 28 orang DBD didapati kadar Hematokrit demam dengue (36 ± 5)% dan kadar Hematokrit DBD (39 ± 4)%.(57) Thanh hung nguyen dkk 2002 di Vietnam menemukan ada perbedaan yang bermakna antara kadar hematokrit pasien DBD non syok (39,2 ± 3,6)% dengan pasien dengue syok sindrom (43,6 ± 4,8)%. (55) Narayanan M dkk 2003 di India dari 59 orang penderita demam berdarah dengue berusia dibawah 12 tahun dijumpai Nilai Ht penderita DBD dengan syok (34,4 ± 3,2)% dan tanpa syok (32,9 ± 3,4)%. Nilai Ht pada penderita DBD dengan perdarahan (32,3 ± 2,8)% dan tanpa perdarahan Ht (32,2 ± 2,0)%.(56) Pada penelitian ini kadar hematokrit penderita DBD (41,44 ± 5,8)% lebih tinggi dari kadar hematokrit kontrol ( 40,28 ± 5,61)% ada kesamaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh Kalayanarooj.S walau dengan jumlah sampel yang berbeda. Berbeda dengan Narayana M dan Thanh hung nguyen, pasien yang diteliti DBD dengan syok dan usia anak-anak.

(63)

dan pada penderita dengue syok sindrom (5719,5 ± 2451,7)mm3.(55) Kalayanarooj dkk 2002, menyatakan bahwa lekopenia dapat dipakai sebagai indikator yang baik untuk para klinisi agar mewaspadai kondisi pasien yang akan mendekati kritis karena lekopenia mempunyai sensitivitas yang tinggi (91,19%) untuk menegakkan diagnosa infeksi dengue.(57)

Jumlah monosit pasien kontrol lebih tinggi (17.50 ± 5.97) % dibanding dengan jumlah monosit pada penderita DBD (16.29 ± 4.33) % tidak dijumpai perbedaan jumlah monosit antara kedua kelompok. Liu J W dkk 2003, diTaiwan menjumpai jumlah monosit 31 orang penderita DBD (27,7%) dan 13 orang penderita demam berdarah non dengue mempunyai jumlah monosit (30,2%) dari 43 sampel penderita demam dengue.(48) Penelitian ini dan Liu J W dkk ada persamaan antara jumlah monosit yang didapati pada demam dengue lebih tinggi dibanding dengan jumlah monosit pada penderita DBD. Halstead 1989, mendapatkan bahwa monosit atau makrofag adalah salah satu sel target dari virus dengue. Virus dengue berkembang biak didalam sel ini, semakin banyak makrofag yang terinfeksi virus semakin berat penyakit yang ditimbulkannya.(52,53)

(64)

kontrol. Diduga IgM(+) pada penelitian ini lebih berperan dari IgG karena IgM yang bersifat spesifik pada infeksi sekunder dapat mencegah timbulnya sakit yang berat. Secara umum IgM antidengue yang berbentuk pentamer diperlukan untuk menetralisir virus. Semakin sedikit IgM semakin lemah daya tahan terhadap virus.(52,64)

Kalayanarooj.S dkk 1997 di thailand, dari 172 penderita demam yang diobservasi 60 orang (35%) akibat virus dengue meliputi 32 orang deman dengue dan 28 orang DBD. Dari sini dijumpai perbandingan jumlah trombosit penderita demam dengue (239 ±111) x103 sel/mm3 dan penderita demam berdarah dengue (184 ± 106) x103 sel/mm3.(57)

(65)

100.000 /mm3 sebanyak 663 orang (51%).(59) Pada penelitian ini ada perberbedaan antara jumlah trombosit penderita DBD ( 53150 ± 31920) /mm3 dengan kontrol (76220± 42020) /mm3. Dengan penelitian Kalayanarooj.S dkk, Chairulfatah A dkk ada kesamaan dalam jumlah trombosit yang menurun antara penderita DBD dengan kontrol. Dengan peneliti yang lainnya ada perbedaan mungkin dalam metode, jumlah sampel dan kriteria DBD yamg mereka tentukan.

(66)

pada demam berdarah dengue dijumpai menurun 10-35% selama fase akut demam dan dalam fase toxic meningkat kembali.(9) Pada penelitian ini dijumpai kadar rata-rata komplemen C3 pada penderita DBD dengan IgG(+)/IgM(+); rata-rata kadar komplemen C3 (68,75±12,22)g/dl, ada penurunanan kadar komplemen C3 sebesar 10,03% - 37,2%. Dengan IgG(+)/IgM(-); rata-rata kadar komplemen C3 (91,67±14,56)g/dl, dijumpai penurunan kadar komplemen C3 sebesar 14,3% dan IgG(-)/IgM(+);rata-rata kadar komplemen C3 (88,75 ± 7,14)g/dl dijumpai penurunan kadar komplemen C3 sebesar 9,32%. Penelitian ini ada kesamaan dengen penelitian De Bracco MM dkk, S B Halstead, S.Rajajee, D.Mukenden dan Ampaiwan C, Kanchana T, pada penderita DBD terjadi penurunan kadar komplemen C3 berkisar 10 – 40 % pada fase akut penyakit. Dengan peneliti-peneliti yang lain dijumpai penurunan kadar komplemen C3 pada penderita DBD yang shock. Pada penelitian ini tidak dijumpai penderita DBD yang shock oleh karena penderita cepat mencari pengobatan kerumah sakit dan tempat-tempat pengobatan yang terdekat.

Ada hubungan yang erat antara penurunan kadar komplemen C3 dengan jumlah trombosit. Dengan nilai r = 0,366, p < 0,05. Berarti hubungan antara penurunan kadar komplemen C3 dengan penurunan jumlah trombosit adalah bermakna.

(67)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1. KESIMPULAN

1. Pada pasien DBD dijumpai penurunan kadar komplemen C3 yang bermakna dibanding dengan kontrol.

2. Pada pasien DBD dijumpai penurunan jumlah trombosit yang bermakna dibanding dengan kontrol.

3. Penurunan kadar komplemen C3 berhubungan erat dengan adanya penurunan jumlah trombosit pada pasien DBD.

4. Penurunan kadar komplemen C3 berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit DBD.

6. 2. SARAN

1. Perlu dilakukan pemeriksaan komplemen C3 dan serologi anti dengue pada setiap pasien demam berdarah yang sudah didapati tanda-tanda perdahan.

2. Dianjurkan pemeriksaan komplemen hari pertama masuk rawat inap pada pasien yang terdiagnosa DBD.

(68)

Daftar Pustaka

1. Baratawidjaya K G, Imunologi dasar Edisi ke 5 Balai Penerbit FKUI, jakarta 2002, hal;40-48.

2. Abbas A K, Effector Mechanisms Of Humoral Immunity in Cellular and Molecular Immunology, Fifth Edition International Edition Elsevier Saunders 2005, page;326-341.

3. Hirsch R L, The Complement System: Its Importance in The Host Response to Viral Infection in Microbiological Reviews Mart.1982, page. 71-85.

4. Kresno S B; Imunologi: Diagnosa dan Prosedur Laboratorium, Balai Penerbit FKUI Jakarta 2001, hal;60-62.

5. Sutaryo, Dengue, Penerbit Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gajah mada 2004, hal; 65-92

6. Hadinegoro S R, Soegijanto S, wuryadi S, Soroso T; Tatalaksana Demam berdarah Dengue Di Indonesia Departemen Kesehatan Dan Kesejahteraan Sosial RI Direktorak Jenderal Pemeberantasan Penyakit Menular Dan penyehatan Lingkungan 2001; hal;11-24 7. Hadinegoro S R, Hindra I S; Naskah lengkap Demam Berdarah

Dengue Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dalam Tatalaksana Kasus DBD, Balai Penerbit FK UI 2002, hal; 5-35.

(69)

9. Chuansumrit A, Tangnararatchakit K, Pathophysiology and Managament of Dengue Hemorrhagic Fever. Journal Compilation 2006 LMS Group, Transfusion Alternatives in Transfusion Medicine 8 (Suppl. 1), 3-11.

10. Briggs R S, May A E, Gergis M I. Dengue Shock Syndrome in Jamaica, British Medical Journal 8 April 1978, p; 1-2.

11. Edelman R, Suchitra N, Robert W. C, Richard C. T, Franklin H. T; Evaluation of the Plasma Kinin System in Dengue Hemorrhagic Fever, 1972, p; 11-18.

12. Halstead B S; Pathogenesis of Dengue: Challenges to Molecular Biology.Rockefeller Foundation, New York. Science, vol 239 1981 p; 476-480.

13. Sunaryo S P S; Demam Berdarah Dengue Pada Anak, Penerbit Universitas Indoneia Jakarta 2005. hal; 65-92.

14. Bokisch A.V, Franklin HT, Boonchob P, Paibulya P, Suchitra N; Catabolic Rate of C3 and C1q of Patients With Dengue Hemorrhagic Fever, 1972.p:3-10.

15. Suharti C et al; Cytokine Pattern During Dengue Shock Syndrome in Dengue hemorrhagic fever in Indonesia Publisher Nijemegen University Press 2001, page 50-57

(70)

17. Soedarmo SSP ; Demam Berdarah Dengue Pada Anak, Penerbit Universitas Indoneia Jakarta 2005. hal; 29-32.

18. Soegijanto S ; Demam Berdarah Dengue, Edisi 1 Penerbit Airlangga University Press 2004. hal ; 13-24.

19. Hadinegoro S R, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T; Tata Laksana DBD Di Indonesia, DepKes RI Direktorat Jenderal P2M dan Penyehatan Lingkungan Jakarta, 2001, Hal ; 3-6.

20. Baratawijaya K G, Imunologi Dasar, Edisi ke Tujuh Balai Penerbit FKUI 2006, hal; 86-98.

21. Gatot D. perubahan Hematologi pada Infeksi Dengue. Dalam: hadinegoro SR, Satari HI ( Penyunting ). Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak, Dokter Spesialis penyakit Dalam, dalam tatalaksana kasus DBD, Balai Penerbit FKUI. Jakarta; 2000.hal; 44-45.

22. Walport. MJ, Mackay I R; Advances in Immunology: Complement, From the Rheumatology Section N Engl J Med, vol.344, No 14. April 5, 2001; p.1058-1066.

23. Sulani F. Analisis Situasi Penyakit Demam berdarah dengue di Provinsi Sumatera Utara. MK Nusantara 2004; 37 (SI): 1-6.

24. Zein U. Penatalaksanaan Demam Berdarah dengue dan Dengue Syok Sindrom pada dewasa. MK Nusantara 2004; 37 (SI): 29-31. 25. Abednego HM. Perkembangan 5 tahun Demam Berdarah dengue

(71)

26. Vitros Products Chemistry, Instruction For Use Vitros Chemistry Producs C3 Reagent, Ortho-Clinical Diagnosticts, Inc.2004.

27. WHO. Dengue Haemorrhagic fever, Diagnosis, Treatment, Prevention and control. Second Geneva: WHO, 1997; 1-33.

28. Gubler DJ. Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Clinical Microbiology Review, July 1998; 488-96.

29. Suroso Th, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar Al, Pitoyo PD dkk (editors). Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan RI; 2003. h.1-161.

30. Scott R M et al; The Pathogenesis of Dengue Hemorrhagic Fever: The Role of Biological Mediators : Histamine and Serotonin. Children’s Hospital Bangkok, Thailand 1974.p;24-25.

31. Aman AK; Aspek Pemeriksaan Laboratorium dalam Menunjang Diagnostik Demam Dengue/ Demam Berarah Dengue/Dengue Shock Sindrom. MK Nusantara. 2004; 37 (S1): 19-22.

32. Aryati, Aspek Laboratorium DBD; dalam Soegeng S, Demam Berdarah Dengue Edisi 2 Penerbit Airlangga University Press 2006 hal:117-126.

(72)

34. Glovsky M, Ward A P, Johnson J. K; Complement Determinations in Human Disease,CME Review Article, Volume 93, Desember 2004, p: 513-523. (internet).

35. Fick S U A. Vanada et al ; use of an Immunoglobulin G Avidity Test To Discriminate between Primary and Secondary Dengue Virus Infections, Journal of Clinical Microbiology, April 2004, p. 1782-1784.

36. Green S, Rothman A. Immunopathological Mechanisms in Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Univesity of Massachusetts Medical School, Center for Infection Disease and Vaccine Research, Worcester, Massachusetts USA, Current Opinion in Infectious Disease, Lippincott Williams and Wilkins. 2006. 19: 429-436.

37. Huang YH et al, Dengue Virus Infects Human Endothelial Cell and Induces IL-6 and IL-8 Production. Am.J.Trop.Med Hyg. 63(1,2), 2000, pp. 71-75.

38. Pang T, Cardosa M J, Guzman M G; Of Cascade and Perfect Storm: the Immunophatogenesis of Dengue Haemorrhagic Fever-Dengue Shock Syndrome (DHF/DSS). Immunology and Biology (2007)85, 43-4. WWW.nature.com/icb.

(73)

40. Handojo I. Imunoasai Terapan Pada beberapa Penyakit Infeksi, Airlangga University Press,2004. halaman; 170-171, 277.

41. Dinas Kesehatan Kota Medan 2006, Laporan Analisis Penyakit Menular Demam berdarah Dengue (DBD) Di Kota Medan Tahun 2006. hal: 1-14.

42. Pagana-Pagana; Moesby’s Manual of Diagnostic and Laboratory Test, Third Edition Mosby Elsevier 2006; p: 186-188.

43. Noisakran, S., Perng, G. C. (2008). Alternate Hypothesis on the Pathogenesis of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)/Dengue Shock Syndrome (DSS) in Dengue Virus Infection. Exp. Biol. Med. 2008; 233: 401-408.

44. Chen, L.C., Lei, H.-Y., Liu, C.-C. Shiesh, S.-C. Chen, S.H. Liu.H. S., Lin.Y.S., Wang,S.T., Shyu,H.W., Yeh,T.M. Correlation of Serum Levels of Macrophage Migration Inhibitory Factor with Disease Severity and Clinical Outcome in Dengue Patiens. Am J Trop Med Hyg 2006;74: 142-147.

45. Matheus, S., Deparis, X., Labeau, B., Lelarge, J., Morvan, J., Dussart, P. Discrimination between Primary and Secondary Dengue Virus Infection by an Immunoglobulin G Avidity Test Using a Single Acute-Phase Serum Sample. J. Clin. Microbiol. 2005;43: 2793-2797.

(74)

and Secondary Dengue Virus Infections. J. Clin. Microbiol. 2004; 42: 1782-1784.

47. Halstead SB, O’Rourke EJ, Dengue viruses and mononuclear

phagocytes. I. Infection enhancement by nonneutralizing antibody.

J Exp Med 1977,146: 201–217.

48. Liu JW, Khor Boon-Siang, Lee CH, Lee Ing-Kit, Chen RF, Yang KD. Dengue haemorrhagic Fever in Taiwan. Dengue Bulletin-Vol

27,2003; 19-27.

49. Siregar AD. Gambaran Pasien Demam Berdarah Dengue di

Bangsal Anak RSUD Dr.Abdul Azis, Singkawang Tahun 2005.

Dexa Media, 2006; 2: 66-71.

50. Solano AC, Altamirano MBM, Soriano UM, Rojas FJ, Badillo AD,

Munoz ML. Sero-epidemiological and Virological Investigation

of dengue Infection in Oaxaca, Mexico, during 2000-2001. Dengue

Buletin, 2004; 28: 28-33.

51. Sopacua E. Masa Parsial Tromboplastin Sebagai Prediktor

Terjadinya Perdarahan Masif Pada Demam Berdarah Dengue

Derejat II. Tesis, 2005.

52. Soegijanto S ;Tatat Laksana Sindrom Syok Dengue di Era Tahun 2005, Dalam Buku Demam Berdarah Dengue Edisi 2 Penerbit Airlangga University Press 2006. hal ; 169-187.

(75)

54. Kulatilaka TA, Jayakuru WS. Control of dengue/Dengue

Haemorrhagic Fever in Sri Langka. Dengue Bulletin, 1998; 22.

55. Nguyen TH, Huan YL, Nguyen TL, Yee SL, Kao JH, Le BL, et al.

Dengue Hemorrhagic Fever in Infants: A Study of Clinical and

Cytokine Profile. The Journal of Infectious Diseases, 2004; 189.

56. Narayana M, Aravind MA, Ambikapathy P, Prema R, Jayapaul MP.

Dengue Fever – Clinical and Laboratory Parameters Associate with

Complications. Dengue Bulletin, 2003: 108-14.

57. Kalayanarooj S, Chansiriwongs V, Nimmannitya S. Dengue Patiens

at the Children’s Hospital. Bangkok: 1995-1999, Dengue Bulletin,

2002; 26: 33-43.

58. Witayathawornwong P. Dengue Haemorrhagic Fever With

Encephalopathy/ Fatality at petchabun Hospital A Three-Year

Prospective Study (1999-1002). Dengue Bulletin Vol 28,2004;

121-34.

59. Chairulfatah A, Setiabudi Dj, Agoes R, Colebunders R.

Thrombocytopenia and Platelet Transfusions in Dengue

Haemorrhagic fever and Dengue Shock Syndrome. Dengue

Bulletin-vol 27,2003; 138-43.

60. Rajajee.S, Makundan.D. Neurological Manifestation in Dengue

Hemorrhagic fever. The Childs Trust Hospital and the CIULDS

Trust Medical Research Foundation,Madras.1993; 688-90.

61. MM de Bracco, MT Rimoldi, PM Cossio, A Rabinovich, JI

(76)

Alteration of the Complement System and anti-Junin Virus Humoral

Response. N Eng J Med. 1978 Aug 3; 299(5): 216-21.

62. Soedarmo SSP ; Demam Berdarah Dengue Pada Anak, Penerbit Universitas Indoneia Jakarta Cetakan 2005. hal: 98-99.

63. Shah I, Katira B, Clinical and Laboratory Abnormalities due to Dengue in Hospitalized Children in Mumbai in 2004, Dengue Bulletin, 2005; 29: 90-6.

(77)

Lampiran 1 STATUS PASIEN

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Status Perkawinan : Suku/Bangsa :

Pekerjaan :

Alamat Sekarang :

Anamnese:

Keluhan Utama : ...

Penyakit Terdahulu : ...

Status Present

Kesadaran : ...

Nadi : ... kali/menit. TD =... mmHg RR : ... kali/menit

Suhu Tubuh (OC) : ...

Pemeriksaan Fisik

Kepala :

Mulut : gusi berdarah (+/-)

Leher :

Thoraks :

Abdomen :

(78)

Pemeriksaan Laboratorium 1. Darah lengkap;

Hb :

Ht :

Lekosit : Trombosit :

MCV :

MCH :

MCHC : Difftel :

Morfologi : Eritrosit :

Lekosit :

Trombosit :

(79)

Lampiran 2 FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Departemen Patologi Klinik FK.USU/RSUP HAM Medan

SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko penelitian yang berjudul : Kadar Komplemen C3 Pada Penderita Demam Berdarah Dengue, dan memahami bahwa subyek dalam

peneltian ini sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dalam keikut-

Sertaannya, maka saya setuju ikut serta dalam penelitian ini dan bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang telah disepakati.

Medan, ...2007/2008

Mengetahui Yang Menyatakan Penanggung jawab Penelitian Peserta Uji Klinik

(Nama Jelas...) ( Nama Jelas...)

Saksi

(80)
(81)
(82)
(83)

25. Fa 15 L 6 13.4 37 2.4 122 (-) (-) 100 20 40 2

26. R.F 23 P 5 11.7 34.9 4.8 156 (-) (-) 112 13 36 1

27. M.S 25 L 6 9.36 28.3 4.26 65.8 (-) (-) 101 24 22 2

Gambar

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD
Tabel 1. Pemantapan Kualitas Menggunakan Kontrol Precinorm protein                Pada Pemeriksaan Kadar Komplemen C3
Gambar 3. Profil dari penelitian.  Tabel 2. Karakteristik Subyek Penelitian
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Limfosit pada penderita Demam Berdarah Dengue Bedasarkan Uji Serologi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan antara ukuran dewan komisaris (DK), komisaris independen (KI), opini

Kemampuan dasar keilmuan dan humanitas berdasar keimanan tentunya merupakan landasan bagi setiap kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berwujud sensitifitas dan

kumpulkan kemudian di analisis dalam penelitian kualitatif berlangsung bersama dengan proses pengumpulan data. Untuk tahap selanjutya data tersebut disajikan dan

Pada kombinasi perlakuan konsentrasi Na-alginat paling besar yaitu 2% dan lama penyimpanan 20 hari, penurunan pH dan kenaikan total asam (%) paling kecil karena kekuatan

Penelitian ini memberikan saran atau rekomendasi bagi puskesmas sebagai masukan untuk penentuan kebijakan dan perencanaan program gizi terutama dalam meningkatkan status

A Statement From the Ad Hoc Committee on Guidelines for the Management of Transient Ischemic Attacks, Stroke Council, American Heart Association.. National

makanan yang kurang baik sehingga jumlah energi yang dikonsumsi.. berlebihan

Pada penelitian ini menggunakan algoritma naïve bayes disertai information gain sebagai metode seleksi fitur dan metode adaboost sebagai teknik untuk memperbaiki tingkat