• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Pembawa Sifat Thalassemia (α & β) dan Hemoglobin-E pada Penduduk Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Distribusi Pembawa Sifat Thalassemia (α & β) dan Hemoglobin-E pada Penduduk Medan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Distribusi Pembawa Sifat Thalassemia (

α

&

β

) dan Hemoglobin-E pada

Penduduk Medan

Ratna Akbari Ganie

Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran USU, Medan, Sumatera Utara

α β

α β

α β

α β

variant were commonly found in Medan as 3,35%, 4,07% and 0, 26% respectively. From the public health of view, this finding seems to be important as basic recommendation for hereditary blood disorders management based on preventive effort both premarital genetic counseling or prenatal diagnosis. Premarital genetic counseling and prenatal diagnosis should be socialized in the near future to prevent the upcoming new high risk couples who could potentially produce new thalassemia babies.

Keywords: hereditary blood disorders, thalassaemia carrier, hemoglobin variants, premarital genetic conseling, prenatal diagnosis

PENDAHULUAN

Seperti Kota besar lainnya, Medan yang terletak di Sumatera Utara, mempunyai penduduk yang heterogen terdiri dari berbagai suku antara lain suku Batak, Melayu, Jawa,

(2)

variant lainnya (Cavalli Sforza, et al., 1994;

Bowie LJ, et al, 1997).1

Sama seperti daerah endemik malaria lainnya, diduga populasi di Medan juga mempunyai seleksi positif berbagai gen unggul terhadap invasi Plasmodium, seperti kelainan hemoglobin;

thalassemia-α, thalassemia-β dan

hemoglobin-E (Hb-hemoglobin-E) maupun kelainan eritrosit lainnya seperti Defisiensi enzim Glucose-6-Phosphat Dehydrogenase (G-6-PD) dan ovalositosis (Lie-Injoe, 1959; Flazt, 1967; Luzatto, 1979).2,3,4

Penyakit Thalassemia-α, Thalassemia-β

dan Hb-E adalah kelainan genetic paling umum dijumpai pada penduduk Asia Tenggara termasuk Indonesia (Weatherall and Clegg, 2001). Wong (1983) memperkirakan

frekuensi pengemban sifat (carrier)

thalassemia-α pada populasi Indonesia secara

keseluruhan sebesar 0,5%, thalasemia-β

sebesar 3,5%, dan Hb-E sebesar 4%.6

Penelitian yang lebih komprehensif telah dilakukan pada 17 populasi di Indonesia oleh Lanni (2002), mendapatkan nilai yang lebih tinggi pada beberapa populasi seperti Palembang, Melayu Sumatera pengemban

sifat thalassemia-β yaitu > 7% demikian pula

dengan pengemban gen Hb-E pada beberapa Populasi di Sunda Kecil mencapai 20% bahkan pada penduduk Sumba Timur

mencapai 30%.7

Walaupun penelitian sebelumnya telah pernah melaporkan keberadaan kelainan darah herediter terkait malaria pada populasi Medan

(Lie-Injoe, 1959; Flazt, 1967),2,3

namun seberapa besar frekuensinya di antara kelompok etnik penghuni kota Medan belum pernah dilaporkan. Apalagi secara terpisah telah dilaporkan bahwa kelompok etnik seperti yang Batak, Melayu, Cina, India, Jawa

mempunyai risiko tinggi untuk carrier gen

thalassemia-α, thalassemia-β dan Hb-E. Lanni

et al., (2004) telah melaporkan prevalensi

carrier thalassemia-β dan Hb-E untuk masyarakat Batak sebesar 1,5% dan 0%,

Melayu 5,2% dan 4,3%, Jawa 3,2% dan 4,8%.7

Selain thalassemia-α, jumlah pembawa sifat

thalassemia-β pada masyarakat China daratan

juga cukup tinggi berkisar antara 2,6 %, sampai 5%, sedangkan pembawa sifat

thalassemia-α dijumpai berkisar antara 3,8 %

sampai 14,95% (Lie et al., 1982; Yang et al,

1985).2,8

Prevalensi penyakit genetik memang

erat hubungannya dengan etnik atau ethnic

related genetic seperti yang ditunjukkan pada

penelitian di atas (Flint et al., 1993; Weiss,

1993).9,10

Dengan demikian maka dapat dipastikan bahwa penduduk kota Medan yang menurut Sensus Penduduk tahun 2000, sebagian besar terdiri dari kelompok etnik di atas, sangat berpotensial menjadi pengemban kelainan darah heriditer. Bertolak pada latar belakang permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian terhadap 1.521 sampel darah penduduk kota Medan yang berasal dari berbagai kelompok suku untuk mengetahui

jumlah pengemban sifat thalassemia-α,

thalassemia-β dan hemoglobin-E. Hasil

penelitian ini sangat penting sebagai acuan untuk menetapkan perioritas pelayanan kesehatan di era MDGs dengan pendekatan

race-related medicine (Ruel, 2006) dengan melakukan konseling genetik pranikah maupun prenatal diagnosis untuk menurunkan insidensi penyakit darah herediter di Indonesia

khususnya di kota Medan.11

BAHAN DAN CARA PENELITIAN Populasi dan Sampel

Sampel darah dikoleksi dari darah vena 1.512 individu dewasa sehat, pendonor darah dengan kisaran umur 18 – 59 tahun, terdiri dari 1.306 laki-laki dan 215 perempuan. Kadar hemoglobin probandus di atas 12g%. Komposisi jumlah sampel wakil tiap suku diambil sedemikian rupa sehingga mendekati keadaan sebenarnya dari komposisi penduduk kota Medan berdasarkan data Sensus Penduduk tahun 2000.

Cara Penelitian

Terhadap semua sampel darah di atas dilakukan penapisan awal berdasarkan indeks hematologis yang meliputi kadar Hb, RBC, WBC, HCT, MCV, MCH. MCHC dengan

electronic cell counter Cell-Dyn 3500. Nilai MCV < 80% dan MCH < 27% sebagai kreteria untuk penegakkan diagnosis Hemoglobinopati dan Thalassemia. Selanjutnya semua sampel yang tersaring sebagai Hemoglobinopati dan Thalassemia dilakukan pemeriksaan sediaan apus darah tepi dengan pengecatan Giemsa untuk mendapatkan gambaran morfologi eritrosit mikrositer hipokrom.

(3)

transferin untuk menapis kemungkinan anemia defisiensi besi. Pemeriksaan kadar

HbA2 juga dilakukan dengan elektroforesis

hemoglobin pada pH alkali dalam media membran selulosa asetat (CAM) dengan memakai kit Helena dan kemudian diberi pewarnaan Ponceau. Fraksi Hb-A lebih ke

arah anoda dibandingkan dengan fraksi HbA2.

Fraksi hemoglobin secara relatif dapat diukur dengan alat densitometer dengan panjang

gelombang λ 525nm. Nilai kuantitasi HbA2

normal adalah 1,5% - 3,5%. Pada

thalassemia-α nilai kuantitasi adalah HbA2<3,5% dan pada

thalassemia-β HbA2>3,5%. Nilai kuantitasi

HbA2 dibedakan dari Hb-E heterizigot jika

nilai kuantitasi HbA2 terhitung > 10%. Untuk

memperkuat diagnosis thalassemia-α, selain

pemeriksaan kadar HbA2, dilakukan juga

pemeriksaan keberadaan badan inklusi secara mikroskopik pada preparat sediaan apus darah tepi.

Pemeriksaan kadar HbA2 dapat juga

dilakukan dengan cara kromatografi HPLC untuk menetapkan sampel pengemban

thalassemia-α, thalassemia-β dan Hb-E.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian terhadap 1.521 sampel darah penduduk kota Medan menunjukkan hasil pada Tabel 2.

Penapisan indeks hematologis terhadap seluruh sampel darah, telah dijumpai 117 sampel di antaranya terdiagnosis sebagai Mikrositer Hipokrom dengan nilai MCV < 80 fl, dan MCH < 27 pg (Tabel.2). Selanjutnya setelah dilakukan pemeriksaan pemeriksaan mikroskopik morfologi eritrosit sediaan apus darah ternyata semua (117) sampel darah yang dinyatakan Mikrositer Hipokrom tersebut adalah carrier Hemoglobinopati / Thalassemia (Tabel 3).

Tabel 1. Distribusi ratio pengambilan sampel tiap suku terhadap jumlah penduduk Kota Medan berdasarkan data sensus penduduk tahun 2000

Jumlah Sampel Penelitian

Jumlah Penduduk Medan SP 2000*

Suku n % n % Ratio Jumlah

1. Batak 503 33,07 641.782 33,70 Relatif sama

2. Jawa 466 30,64 628.898 33,03 Relatif sama

3. Cina 223 14,66 202.839 10,65 Relatif sama

4. Melayu 136 8,94 125.557 6,59 Relatif sama

5. Minangkabau 128 8,42 163.774 8,60 Relatif sama

6. Aceh 57 3,75 53.011 2,78 Relatif sama

7. Nias 8 0,53 13,159 0,69 Relatif sama

8. Lain-lain suku 0 0,00 75.253 3,95 Berbeda

Jumlah 1.521 1.904.273

* SP = Sensus Penduduk

Tabel 2. Distribusi sampel darah normal dan mikrositer hipokrom berdasarkan skrining indeks hematologis

dengan Electronic Cell Counter Cell Dyn 3500

Subjek Frekuensi HGB WBC RBC HCT MCV MCH MCHC RDW PLT

(g/dl) (k/ul) (M/ul) (%) (fl) (pg) (g/dl) (%) (k/ul)

MCV < 80 fl,

MCH < 27 pg 117 13,69 ± 6,26 ± 6,05 ± 41,27 ± 68,42 ± 22,75 ± 33,27 ± 15,45 ± 265,69 ± 1,24 2,38 0,75 4,45 4,71 1,79 1,79 1,73 90,34

MCV > 80 fl,

MCH > 27 pg 1.404 13,69 ± 6,22 ± 4,48 ± 41,87 ± 93,53 ± 30,69 ± 32,88 ± 15,59 ± 228,98 ± 1,05 1,91 0,45 4,42 5,91 2,27 2,44 1,73 56,93

Tabel 3. Distribusi sampel darah hemoglobinopati/thalassemia dan mikrositer hipokrom berdasarkan

(4)

Suku ∑ Sampel ∑ Sampel ∑ Sampel Persentase

Hasil pemeriksaan lanjutan terhadap kadar Serum Feritin dan Saturasi Transferin (Tabel 4 dan Tabel 5) menunjukkan kadar Feritin maupun Saturasi Transferin pada 117 sampel darah mikrositik hipokrom tersebut dalam kisaran normal. Artinya semua sampel (117) tersebut

adalah suspect Hemoglobinopati/Thalassemia

akibat kelainan hemoglobin herediter.

Hasil pemeriksaan lanjutan terhadap kadar

HbA2 menunjukkan dari 117 sampel suspect

kelainan hemoglobin herediter tersebut, 51

sampel di antaranya mempunyai kadar HbA2nya

kurang dari 3,5% (carrier thalassemia-α) 62

sampel dengan kadar HbA2nya > 3,5 < 15%

(carrier thalassemia-β) dan 4 sampel kadar

HbA2nya > 15% (carrier HbE) seperti tertera

pada Tabel 6.

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemeriksaan indeks hematologis

menggunakan Electronic Cell Counter dengan

patokan nilai MCV < 80fl dan MCH <27

cukup efektif untuk penapisan (screening)

awal kelainan hemoglobin herediter dalam populasi besar seperti yang telah direkomendasikan sebelumnya oleh WHO (1994).12

Hasil penelitian ini, diperkuat lagi dengan pemeriksaan morfologi eritrosit secara mikroskopik, kadar feritin serum dan saturasi transferin sebagai langkah penapisan kedua, ternyata hasilnya cukup signifikan karena seluruh sampel (117) yang terjaring pada penapisan indeks hematologis benar-benar

merupakan suspect kelainan hemoglobin

herediter.

Tabel 4. Hasil pemeriksaan nilai serum feritin pada 117 sampel darah mikrositer hipokrom

dengan kit abbot diagnostic

Jenis Kelamin Nilai

Serum Feritin Laki-Laki Perempuan

20 – < 110

Tabel 5. Hasil pemeriksaan nilai saturasi transferin

terhadap 117 sampel darah mikrositer hipokrom

Jenis Kelamin Nilai

Saturasi Transferin

Laki-Laki Perempuan

20 – < 30

Hasil penelitian ini juga menunjukkan

bahwa pemeriksaan kadar HbA2 cukup efektif

untuk membedakan antara carrier

thalassemia-α dari carrier thalassemia-β

maupun carrier Hb-E. Jumlah carrier

thalassemia-α, pada populasi Medan cukup

tinggi, mencapai 3,35% bahkan pada etnik Cina mencapai 6,72%. Hasil tersebut tidaklah mengejutkan karena sebelumnya Weatherall & Clegg (2001) telah memprediksi angka

pembawa sifat thalassemia-α pada berbagai

Tabel 6. Distribusi Carrier thalassemia-α , thalassemia-β dan Hb-E berdasarkan pemeriksaan kadar HbA2 dengan

(5)

Jumlah

Sampel Suspect Carrier Carrier Carrier

Suku yang diperiksa

Kelainan

populasi di Indonesia berkisar 1 – 10%, bahkan pada penduduk Cina sendiri jumlahnya mencapai 3,8 % sampai 14,95%

(Lie et al., 1982; Yang et al, 1985).8,13

Jumlah carrier thalassemia-β yang

teridentifikasi adalah 4,07% dan carrier Hb-E

sebesar 0,26%. Hemoglobin-E merupakan salah satu varian hemoglobin yang paling umum dijumpai pada populasi di kawasan Asia Tenggara (Fucharoen & Winichagoon, 1987).6,14

Secara umum prevalensi pengemban sifat (carrier) thalassemia-α, thalassemia-β dan Hb-E yang dijumpai dalam penelitian ini cukup representatif dan tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan laporan penelitian sebelumnya seperti Weatherall and Clegg (2001) yang memperkirakan keseluruhan

jumlah carrier thalassemia-β pada populasi

Indonesia adalah 3,7%, Hb-E sebesar 2,7%

dan thalassemia-α kira-kira 1% -10%. Data

lebih rinci tentang prevalensi carrier

thalassemia-β dan Hb-E juga dilaporkan oleh

Lanni et al., (2004) secara komprehensif pada

berbagai suku di Sumatera dan Jawa antara lain pada suku Batak di Medan sebesar 1,5% dan 0%; Minangkabau di Padang sebesar 3,7% dan 2,9%; Melayu di Pekanbaru sebesar 5,2% dan 4,3%; dan Jawa di Yogyakarta adalah 3,2% dan 4,8%.

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka

prevalensi carrier thalassemia-α dan

thalassemia-β cukup tinggi pada populasi di

kota Medan. Keadaan ini juga mempunyai arti penting dalam manajemen kesehatan

masyarakat secara keseluruhan dalam konteks

race related medicine yang berbasis pada

ethnic related genetic (Wadman, 2005; Ruel, 2006).15,11

Seperti daerah Asia Tenggara dan

Indonesia lainnya, prevalensi carrier

thalassemia-α, thalassemia-β dan Hb-E cukup

tinggi memungkinkan terjadinya kasus thalassemia mayor cukup besar akibat

kombinasi antara sesama carrier thalassemia-α

atau dengan carrier thalassemia-β maupun

carrier Hb-E (Weatherall and Clegg, 2001).5

Kombinasi pada kasus di atas dapat menghasilkan bayi thalassemia mayor, dengan manifestasi klinis dapat dari ringan sampai

berat (Bunn and Forget, 1986; Bowie et al.,

1997; )16,17

Seperti negara berkembang lainnya, managemen klinis penyakit thalassemia di Indonesia belum memadai, sehingga penderita biasanya meninggal pada usia anak-anak dan jarang yang mencapai usia dewasa. Oleh karena itu tindakan preventif mutlak dilakukan sesuai dengan anjuran WHO (1994) untuk mengurangi insidensi thalassemia dan hemoglobinopati. Artinya dari hasil penelitian

ini yang menunjukkan prevalensi carrier

penyakit tersebut > 3%, merupakan alasan yang kuat untuk melakukan tindakan preventif di kota Medan baik melalui konseling genetik pranikah maupun prenatal diagnosis.

KESIMPULAN

(6)

1. Prevalensi carrier thalassemia α dan

thalassemia-β pada populasi Medan

cukup tinggi masing-masing 3,35% dan 4,07%.

2. Pembawa sifat thalassemia α pada etnik

Cina di Medan mencapai 6,72%

3. Hasil penelitian dapat dilakukan sebagai

acuan untuk melakukan usaha preventif untuk mengurangi insidensi penyakit thalassemia baik melalui Konseling Genetik Pranikah maupun Prenatal Diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cavalli-Sforza LL, Menozzi P and Piazza

A (1994). The History and Geography of

Human Genes. Princeton University Press. Princeton. New Jersey. 60-121.

2. Lie Injoe L E (1959). Phatological

Haemoglobin in Indonesia. In Abnormal Haemoglobins (eds. JHP Jonxis & JF. Delafresnaye) Blackwell Scientific Publication, Oxford. UK. p 210-216.

3. Flatz G (1967) Hemoglobin-E:

Distribution and Population Dynamics.

Hum. Genet. 3: 189-234.

4. Luzatto L (1079). Genetics of red cells

and susceptibility to malaria. Blood

54:961-976.

5. Weatherall DJ and Clegg JB (2001) The

Thalassemia Syndromes, 4th

eds. Blackwell Scientific Publ. Oxford. 422-439.

6. Wong, HB. Thalassemia as community

health in Southeast Asia. Naskah Lengkap

Kongres National PHDTI. Yogyakarta 24-26 September 1983.

7. Lanni F., Sofro ASM, Ismadi M, Marzuki

S (2004). ISVI-5 (GÆC): The most

Commom β-thalassemia mutation found

in the Island of Sumatera. Indonesian

Journal of Biotechnology 6: 571-577.

8. Yang TY, Yang XY and Chen WC (1985)

Thalassemia in China. Ann N.Y. Acad.

Sci 445: 92-97.

9. Flint J, Harding R, Clegg JB and Boyce A

(1993). Why are some genetic diseases so common? Distinguishing selection from other process by molecular analysis of

globin gene variants. Hum Genet.

91:91-117.

10. Weiss, KM (1993). Genetic Variation and

Human Disease. Cambridge University Press. UK.

11. Ruel MD (2006) Using race in clinical

research to develop tailored medications. Is the FDA encouraging discrimination or eliminating traditional disparities in health

care for African-Americans? J. Leg Med

27: 225-241.

12. WHO (1994) Guidelines for the control

of haemoglobin disorders report of the VIth Annual Meeting of the WHO Working Group on Haemoglobinopathies, Cagliari, Sardinia, 8-9 April 1989, World Health Organization, GenevaBowie LJ, Reddy PL and Beck KR (1997). Alpha thalassemia and its impact on other

clinical conditions. Clinics in Laboratory

Medicine. 17 (1) :97-108.

13. Li, AMC, Lee, FT and Tood D (1982)

The screening of Chinese blood cord

blood for hemoglobinopathies. Hum

Hered 32: 62-65.

14. Fucharoon S and Winichagoon P (1987)

Hemoglobinopathies in Southeast Asia: molecular biology and clinical medicine.

Hemoglobin 11:65-69.

15. Wadman M (2005) Drug targeting: is race

enough? Nature 435:1008-1009.

16. Bunn HF and Forget BG (1986)

Gambar

Tabel 1. Distribusi ratio pengambilan sampel tiap suku terhadap jumlah penduduk Kota Medan berdasarkan data sensus penduduk tahun 2000
Tabel 4. Hasil pemeriksaan nilai serum feritin pada

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Yang paling sering menjadi sumber dari penyakit rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung,

Dengan semangat kerja yang tinggi merupakan suatu reaksi yang positif denga kata lain dapat menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang lebih baik, maka semangat kerja

Maka dibuat suatu aplikasi permainan yang bertemakan permainan tradisional bekel yang dapat dimainkan pada perangkat atau smartphone yang menggunakan sistem

Setelah melakukan serangkaian kegiatan mulai dari perancangan, implementasi dan pengujian terhadap sistem yang dikembangkan dalam penelitian ini, maka dapat

Tugas ini untuk memenuhi persyaratan untuk menempuh wisuda pada Fakultas Teknologi Industri Program Studi Sistem Informasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Tekstur citra pada kenaikan arus filamen (mA) yaitu nilai kontras dan nilai energi matrik GLCM memiliki kecenderungan menurun pada tegangan 25 kV, sedangkan nilai

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa 1) Tingkat kemampuan awal siswa dalam menyelesaikan soal penjumlahan pecahan sebelum diberi pembelajaran