• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluation and development strategies of minapolitan area in Bogor District

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluation and development strategies of minapolitan area in Bogor District"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN

MINAPOLITAN DI KABUPATEN BOGOR

TETI SRI KUSVITA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi dan Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2013

(3)

ABSTRACT

TETI SRI KUSVITA. Evaluation and Development Strategies of Minapolitan Area in Bogor District. Under direction of YUSMAN SYAUKAT and SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA.

Local government of the district of Bogor had determined Minapolitan Area Development program in 2010, which was located in four sub-districts, Ciseeng, Parung, Gunung Sindur and Kemang. This study is intended to evaluate performance of such development after 2 years of implementation and to formulate the strategies and programs to improve its performance in the future. The specific objectives of the research are as follows: (1) to evaluate the achievement of development and sustainability of the Minapolitan Development Program, (2) to identify internal and external factors that influence the performance of Minapolitan development program in Bogor District and (3) to formulate the strategies and programs to improve the performance of the Minapolitan development program.The research was conducted between November 2012 and Februari 2013 in Minapolitan Area, Bogor District, West Java. The informations were collected through a survey and interview 110 catfish raisers and 9 key informans. The data were analized and presented descriptively. Results of the study showed that a totally 37 attributes of sustainable minapolitan development were identifield and analyzed, which consist of 8 agro-industry attributes, 6 marketing attributes, 8 agro-business attributes, 8 infrastructure attributes, and 7 superstructure attributes, the results indicated that the sustainablility index was 73.6, meaning that management status of Minapolitan was quite sustainable. Infrastructure dimension and superstructure dimension were categorized under “sustainable” condition, while the other and dimensions were under “a sufficiently sustainable” conditions. Analysis of external and internal factors in SWOT Matrix lead to 7 alternative strategies of Minapolitan development program in the future. Then, major development strategies of the program was determined through analysis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) that produced three main strategies: (1) market development and increasing the product competitiveness, (2) increasing production capacity and (3) strengthening the institutional capacity.

(4)

RINGKASAN

TETI SRI KUSVITA. Evaluasi dan Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA.

Pada tahun 2010 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan program pengembangan kawasan minapolitan yang berlokasi di Kecamatan Ciseeng, Parung, Gunungsindur dan Kemang. Komoditas utama yang dikembangkan dikawasan ini adalah komoditas ikan lele. Dengan adanya program ini diharapka sektor perikanan di Kabupaten Bogor dapat dikelola dengan lebih terarah dan mampu memperluas lapangan pekerjaan serta mengatasi masalah kemiskinan di pedesaan.Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi kinerja program tersebut. Setelah dua tahun dilaksanakan dan merumuskan strategi dan program untuk meningkatkan kinerjanya dimasa depan. Tujuan spesifik dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) mengevaluasi tingkat perkembangan dan keberlanjutan program pengembangan kawasan minapolitan, (2) mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja pembangunan minapolitan di Kabupaten Bogor, dan (3) merumuskan strategi dan program untuk meningkatkan kinerja program pengembangan minapolitan.

Penelitian dilaksanakan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Bogor pada bulan November 2012 – Februari 2013. Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden, observasi di lapangan terhadap 110 pembudidaya ikan lele dan 9 orang responden pakar. Data sekunder bersumber dari dokumen dan kepustakaan yang relevan.

Penilaian tingkat perkembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor dilakukan melalui pendekatan Multidimensional Scaling terhadap dimensi-dimensi yang menopang keberadaan dan keberlanjutan kawasan yaitu: (1) dimensi agroindustri, (2) dimensi pemasaran, (3) dimensi usaha tani, (4) dimensi infrastruktur, dan (5) dimensi suprastruktur. Alternatif strategi pengembangan kawasan disusun melalui Evaluasi Faktor Internal (IFE-Internal Factor Evaluation), Evaluasi Faktor Eksternal (EFE-External Factor Evaluation) dan analisis SWOT. Selanjutnya pemeringkatan terhadap alternatif strategi yang diperoleh dilakukan melalui analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix. Data yang telah dianalisis disajikan secara deskriptif.

Hasil analisis indeks keberlanjutan terhadap 37 atribut Kawasan Minapolitan yang terdiri atas 8 atribut agroindustri, 6 atribut pemasaran, 8 atribut usaha tani, 8 atribut infrastruktur, dan 7 atribut suprastruktur menghasilkan nilai indeks keberlanjutan 73,36 (kurang dari 75) yang berarti status pengelolaan Kawasan Minapolitan cukup berkelanjutan. Dimensi dengan katagori berkelanjutan diperoleh dari dimensi infrastruktur dan dimensi suprastruktur, sedangkan ketiga dimensi lainnya dengan kategori cukup berkelanjutan.

(5)

diperoleh faktor peluang yang terdiri dari (1) potensi penyerapan pasar yang besar, (2) dukungan kebijakan pemerintah, (3) investasi dan dukungan dunia usaha, dan (4) perkembangan teknologi budidaya dan pascapanen; dan faktor ancaman berupa (1) alih fungsi lahan, (2) degradasi lingkungan dan bencana alam, (3) persaingan pasar produk sejenis, dan (4) ketidakstabilan ekonomi makro.

Analisis terhadap faktor eksternal dan internal dalam matrik SWOT melahirkan 7 alternatif strategi dalam pengembangan Kawasan Minapolitan di masa yang akan datang. Selanjutnya prioritas strategi tertinggi pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor ditentukan melalui analisi Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix -QSPM) yang menghasilkan tiga strategi utama yaitu: (1) Pengembangan Pasar dan Peningkatan Daya Saing Produk, (2) Peningkatan Kapasitas Produksi dan (3) Penguatan Kapasitas Kelembagaan Penunjang. Hasil penelitian menghendaki penyusunan program dan kegiatan oleh instansi terkait diarahkan untuk mendukung strategi tersebut.

(6)

©

Hak Cipta milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

EVALUASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN

MINAPOLITAN DI KABUPATEN BOGOR

TETI SRI KUSVITA

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tugas Akhir : Evaluasi dan Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor

Nama : Teti Sri Kusvita

NRP : H252100025

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Ketua

Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M.Sc Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS, M.Ec

Tanggal Ujian:

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala petunjuk dan karunia-Nya sehingga Karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah Evaluasi dan Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec dan Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M.Sc selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Muhammad Firdaus, SP. M.Si dan Bapak A. Faroby Falatehan, SE, ME yang telah banyak memberikan saran. Disamping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, M.S, M.Ec selaku ketua program studi Manajemen Pembangunan Daerah beserta staf, Bupati Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar, pimpinan dan staf Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Bogor yang telah membantu kelancaran studi, teman-teman MPD XII atas dukungannya, semua pihak yang berperan baik pada proses pengajaran maupun pada penulisan tesis ini. Ungkapan terima juga disampaikan kepada ayah, kakak, suami dan anak-anak tercinta yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus serta kekuatan dan do‟a bagi penulis untuk tetap semangat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 4 Januari 1973 sebagai anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan H. Kusnadi dan Hj. Imas (alm). Pada tahun 1998 penulis diterima bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor. Pendidikan sarjana di tempuh di Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Djuanda ,lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2010 penulis memperoleh kesempatan Tugas Belajar untuk melanjutkan pendidikan magister pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas biaya Pemerintah Kabupaten Bogor.

(13)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Strategi dan Evaluasi ... 8

2.2 Pembagunan Ekonomi Lokal ... 9

2.3 Pengembangan Wilayah Melalui Kawasan Minapolitan ... 12

2.4 Penelitian Terdahulu ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Kerangka Pemikiran ... 17

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.3 Rancangan Penelitian ... 19

3.3.1 Teknik Penentuan Sampel ... 19

3.3.2 Jenis dan Sumber Data ... 20

3.3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.4 Metode Analisis ... 21

3.4.1 Tingkat Perkembangan Kawasan Minapolitan ... 21

3.4.2 Perumusan Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan ... 23

IV. GAMBARAN UMUM ... 29

4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi ... 29

4.2 Kondisi Kependudukan ... 32

(14)

4.4 Kondisi Perikanan ... 38

4.5 Budidaya Lele di Kawasan Minapolitan ... 40

4.6 Keterkaitan Antar Kawasan Antar Kawasan dan Keterkaitan dengan Daerah di Luar Kawasan Minapolitan ... 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

5.1 Kondisi Eksisting Usaha Perikanan di Kawasan Minapolitan ... 44

5.1.1 Kondisi Usaha Perikanan ... 44

5.1.2 Kondisi Pembdidaya Ikan Lele ... 47

5.1.3 Kelayakan Usaha Perikanan Lele ... 49

5.2 Evaluasi Perkembangan dan Kinerja Program Minapolitan Kabupaten Bogor ... 51

5.3 Evaluasi Terhadap Elemen Pendukung Kawasan Minapolitan Kabupaten Bogor ... 53

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN ... 61

6.1 Identifikasi Faktor Strategis Pengembangan Kawasan Minapolitan 61 6.1.1 Identifikasi Faktor Internal ... 61

6.1.2 Identifikasi Faktor Eksternal ... 67

6.2 Evaluasi Faktor Strategis ……… 71

6.2.1 Matriks Evaluasi Faktor Internal ... 71

6.2.2 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal ... 72

6.2.3 Perumusan Strategi ... 73

6.2.4 Penentuan Prioritas Strategi ... 78

VII. PERANCANGAN PROGRAM ... 80

7.1 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor ... 80

7.2 Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor 81 VIII. SIMPULAN DAN SARAN ……….. ... 88

8.1 Simpulan ... 88

8.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

(15)

DAFTAR TABEL

Hal 1. Produksi Berdasarkan Jenis Ikan dan Kecamatan di Kolam Air

Tenang Tahun 2010 ... 4

2. Responden Pakar yang Diwawancara dalam Penelitian ... 20

3. Sumber Data, Jenis Data, Metoda Analisis dan Keterkaitan dengan Tujuan Kajian ... 21

4. Kategori Status Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Minapolitan Berdasarkan Nilai Indeks Hasil Analisis Multidimensional Scaling ... 22

5. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah ... 24

6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Wilayah ... 25

7. Matriks QSPM ... 28

8. Kondisi Administratif Kabupaten Bogor Tahun 2012 ... 31

9. Proporsi Penduduk Bekerja (15 tahun ke atas) Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2010-2011 ... 34

10. Jumlah dan Persentase Penduduk Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Bogor Tahun 2011 ... 35

11. Zona Potensi Unggulan Daerah ... 36

12. PDRB Kabupaten Bogor Tahun 2007-2010 ... 37

13. Target dan Realisasi Produksi Ikan Konsumsi Kabupaten Bogor ... 39

14. Luas Areal, Jumlah RTP dan Produksi Perikanan di Kawasan Minapolitan ... 39

(16)

16. Produksi Lele Konsumsi dan Benih Lele di Kawasan Minapolitan ... 44

17. Produksi Benih Lele Tahun 2012 di Kawasan Minapolitan

Berdasarkan Ukuran ... 45

18. Jumlah Kepemilikan Lahan Kolam Pembesaran di Kawasan

Minapolitan ... 46

19. Jumlah Kepemilikan Lahan Kolam Pembenihan di Kawasan

Minapolitan ... 46

20. Kelompok Umur Pembudidaya Ikan di Kawasan Minapolitan ... 48

21. Keragaan Tingkat Pendidikan Pembudidaya Lele di Kawasan

Minapolitan ... 49

22. Penghasilan Bersih Pembudidaya dari Penjualan Lele Konsumsi ... 50

23 Hasil Analisis Root Mean Square Terhadap Dimensi Pendukung

Keberlanjutan Kawasan Minapolitan ... 53

24. Kondisi Elemen Pada Masing-masing Dimensi Pendukung

Keberlanjutan Kawasan Minapolitan ... 60

25. Skor Penentuan Komoditas Unggulan Ikan Air Tawar di Kabupaten

Bogor ... 62

26. Luas Lahan Eksisting Untuk Kegiatan Budidaya di Kawasan Minapolitan . 64

27. Matriks Evaluasi Faktor Internal ( IFE Matrix) Pengembangan

Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor ... 71

28. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matrix) Pengembangan

Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor ... 72

(17)

Perikanan Budidaya di Kabupaten Bogor ... 79

30. Strategi, Program dan Kegiatan Pengembangan Kawasan

(18)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Kajian ... 19

2. Ilustrasi Indeks Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Minapolitan ... 23

3. Peta Lokasi Kabupaten Bogor ... 29

4. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Tahun 2007-2010... 38

5. Perkembangan Pendanaan Sektor Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2009-2012... 41

6. Indeks Keberlanjutan Dimensi Penompang Kawasan Minapolitan ... 52

7. Nilai Elemen Pendukung Dimensi Agroindustri ... 54

8. Nilai Elemen Pendukung Dimensi Pemasaran ... 55

9. Nilai Elemen Pendukung Dimensi Usaha Tani ... 56

10. Nilai Elemen Pendukung Dimensi Infrastruktur ... 57

11. Nilai Elemen Pendukung Dimensi Suprastruktur ... 58

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Kuesioner untuk Responden Pembudidaya ... 94

2. Kuesioner Penilaian Keberlanjutan Kawasan ... 99

3. Kuesioner SWOT ... 103

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia. wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu 5,8 juta km2 atau sama dengan tiga perempat dari keseluruhan luas wilayah Indonesia. Terdapat lebih dari 17.500 pulau besar dan kecil dan dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Sektor perikanan dan kelautan harus lebih difokuskan,untuk membangun perekonomian sebab bukan saja lebih dari dua pertiga wilayah Indonesia berupa perairan, namun sumber daya perikanan dan sumber daya laut lainnya bisa memberikan solusi bagi pemulihan ekonomi Indonesia (Mulyadi, 2007).

Indonesia adalah negara dengan produksi perikanan tangkap terbesar ke empat dunia setelah China, Peru dan Amerika Serikat sehingga perikanan merupakan salah satu sektor yang dapat diandalkan dalam perekonomian Indonesia sebagai penopang pembangunan di masa depan. Pengembangan pembangunan perikanan menjadi penting karena merupakan sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat di kawasan pesisir terutama nelayan dan masyarakat pedesaan yang bekerja sebagai pembudidaya ikan. Sektor perikanan juga merupakan penyumbang devisa yang jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan permintaan ini dapat dianggap sebagai pendorong berkembangnya bisnis dan pembangunan di sektor perikanan.

(21)

untuk percontohan berbasis perikanan tangkap, lalu untuk perikanan budidaya Rp 141,12 milyar, dan Rp 58,96 milyar untuk pengembangan sentra garam.

Kabupaten Bogor adalah salah satu wilayah dengan kondisi ekologis dan geografis yang potensial untuk pengembangan usaha perikanan budidaya air tawar. Kabupaten Bogor yang menjadi hinterland wilayah DKI Jakarta merupakan pemasok pasar produk perikanan baik nasional maupun internasional. Hingga saat ini beberapa komoditas perikanan budidaya yang sudah berkembang di Kabupaten Bogor diantaranya adalah ikan mas, ikan lele dan ikan gurame. Produksi perikanan air tawar ini selalu meningkat dari tahun ke tahun. Produksi ikan konsumsi sebesar 25.087 ton pada Tahun 2008 meningkat hingga mencapai 36.062 ton pada Tahun 2010 atau mengalami kenaikan sebesar 43,74persen [Disnakkan Kab. Bogor, 2010].

Program Minapolitan yang dicanangkan KKP yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2009 tentang Penetapan Lokasi Minapolitan yang menetapkan Kabupaten Bogor sebagai salah satu kabupaten pengembangan kawasan minapolitan ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dengan menerbitkan Keputusan Bupati Bogor Nomor 523.31/227/Kpts/Huk/2010 tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor. Dalam keputusan ini ditetapkan bahwa kawasan minapolitan meliputi Kecamatan Ciseeng, Parung, Gunungsindur dan Kemang. Komoditas utama yang dikembangkan di Kawasan Minapolitan ini adalah komoditas ikan lele. Dengan diterbitkannya keputusan tersebut diharapkan sektor perikanan di Kabupaten Bogor dapat dikelola dengan lebih terarah dan mampu memperluas lapangan pekerjaan serta mengatasi masalah kemiskinan di pedesaan.

(22)

(7) pengembangan sistem kelembagaan pengelola kawasan minapolitan, dan (8) pengembangan pembiayaan kawasan minapolitan.

Pembangunan kawasan minapolitan pada tahap awal di tahun 2011 difokuskan pada pembangunan fisik dan infrastruktur diantaranya pembangunan pos penyuluh perikanan (Posluhkan), Kantor Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) budidaya perikanan, kolam-kolam percontohan, dan aula untuk keperluan pelatihan dan pertemuan serta pembelian sejumlah sepeda motor untuk menunjang kelancaran mobilisasi para penyuluh perikanan. Sebagian besar pembangunan kawasan minapolitan didanai dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yakni sebesar Rp.931 juta pada Tahun Anggaran 2010 (Dana Tugas Pembantuan) dan ditingkatkan menjadi Rp. 4,2 miliar pada Tahun Anggaran 2011 melalui Dana Alokasi Khusus.

Minapolitan sangat berperan terhadap percepatan pembangunan perikanan berbasis komoditas lele bagi wilayah Ciseeng, Kemang, Parung dan Gunungsindur melalui pembangunan sarana prasarana, kelembagaan dan peningkatan kapasitas pembudidaya. Pembangunan kawasan minapolitan telah meningkatkan antusias pembudidaya ikan lele dalam meningkatkan produksinya yang dapat dilihat dari capaian produksi ikan konsumsi di kawasan tersebut. Produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor utamanya diperoleh dari cabang usaha kolam air tenang (KAT) yakni sebesar 31.167 ton (86,42 persen) pada Tahun 2010, Cabang usaha KAT di kawasan minapolitan memberikan kontribusi sebesar 71,61 persen dari total produksi ikan konsumsi Kabupaten Bogor. Produksi ikan dari KAT ini juga meningkat dari Tahun 2009 sebesar 29,47 persen dengan produksi pada Tahun 2009 sebesar 24.073 ton. Adapun produksi perikanan per komoditas di kolam air tenang Kabupaten Bogor pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1.

(23)

minapolitan juga berdampak terhadap berkembangnya industri olahan hasil perikanan yang akan memperkuat sinergi yang selama ini sudah terbangun.

.

Tabel 1. Produksi Berdasarkan Jenis Ikan dan Kecamatan di Kolam Air Tenang Tahun 2010 (dalam ton)

No Kecamatan Mas Nila Gurame Lele Lain-lain Produksi

1 Nanggung 20,00 15,00 0,00 12,00 2,18 49,18

2 Leuwiliang 25,00 30,00 28,90 60,00 92,63 236,53

3 Leuwi sadeng 6,00 9,00 2,00 4,00 4,40 25,40

4 Pamijahan 280,00 185,00 4,00 100 48,75 553,75

5 Cibungbulang 175,00 85,00 35,00 40,00 63,25 398,25

6 Ciampea 165,00 120,00 60,00 50,00 9,00 458,00

7 Tenjolaya 60,00 80,00 70,00 20,00 94,60 324,60

8 Dramaga 198,00 95,00 250,00 85,00 37,85 664,00

9 Ciomas 26,00 54,51 47,00 55,00 37,48 219,99

10 Taman Sari 5,50 4,50 3,00 25,00 1,20 39,20

11 Cijeruk 3,80 2,50 3,00 15,00 9,50 33,80

12 Cigombong 1,50 6,50 5,00 2,00 21,60 36,60

13 Caringin 120,50 130,00 10,00 4,00 10,80 275,30

14 Ciawi 34,60 15,00 5,00 16,00 30,85 101,45

15 Cisarua 1,40 1,80 0,00 0,00 0,00 3,20

16 Megamendung 0,80 2,00 0,00 45,00 0,00 47,80

17 Sukaraja 15,33 0,50 0,00 30,00 9,53 55,36

18 Babakan Madang 1,20 0,80 0,00 8,50 1,60 12,10

19 Sukamakmur 8,12 5,60 0,00 62,00 0,00 75,72

20 Cariu 3,50 2,80 0,00 44,00 0,00 50,30

21 Tanjung sari 3,00 4,20 0,00 24,00 0,00 31,20

22 Jonggol 26,20 24,40 1,50 30,00 0,00 82,10

23 Cileungsi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

24 Klapanunggal 2,00 1,00 0,00 1,50 1,30 6,00

25 Gunung Putri 4,00 2,00 0,00 5,00 2,80 13,60

26 Citeureup 2,00 0,50 0,00 4,00 4,25 10,70

27 Cibinong 25,00 30,00 15,00 10,00 27,09 108,39

28 Bojong Gede 10,95 22,00 55,00 196,52 20,98 300,80

29 Tajur Halang 141,79 59,00 85,00 225,00 35,18 546,70

30 Kemang 250,00 85,00 129,00 665,00 69,61 1.201,23

31 Rancabungur 121,06 16,00 24,00 20,00 13,55 196,61

32 Parung 126,00 75,00 615,00 7.000,00 64,25 7.843,30

33 Ciseeng 22,85 18,00 520,00 6.000,00 109,9 6.667,75

(24)

No Kecamatan Mas Nila Gurame Lele Lain-lain Produksi

35 Rumpin 18,00 17,56 60,00 60,00 11,30 166,86

36 Cigudeg 35,05 23,00 12,00 0,00 0,00 70,05

37 Sukajaya 14,56 10,00 4,21 20,00 5,00 55,77

38 Jasinga 6,55 3,10 0,00 22,00 7,30 33,40

39 Tenjo 2,85 2,70 0,00 4,00 3,00 10,15

40 Parungpanjang 35,00 7,50 0,00 2,00 0,00 48,99

Jumlah 2.076,78 1.258,47 2.057,61 24.884,52 689,77 31.167,15 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2010

Tingkat keberhasilan pengembangan kawasan minapolitan sebagai suatu sistem sangat dipengaruhi oleh tingkat pengembangan sub sistem penopangnya yaitu: (1) subsistem minabisnis hulu, (2) subsistem usaha perikanan budidaya, (3) subsistem minabisnis hilir dan, (4) subsistem jasa penunjang. Selama satu tahun efektif pelaksanaan program kawasan minapolitan di Kabupaten Bogor maka dirasa perlu untuk mengkaji sejauhmana tingkat keberhasilan pengembangan kawasan minapolitan tersebut dan bagaimana strategi pengembangannya di masa yang akan datang. Mengingat pentingnya program minapolitan dalam meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan, maka penelitian ini membahas ”Evaluasi dan Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor”.

1.2 Perumusan Masalah

Usaha pembenihan dan pembesaran ikan di Kabupaten Bogor sudah berlangsung sejak lama oleh masyarakat setempat secara turun temurun. Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain lele, mas dan gurame. Prospek usaha ini sangat menjanjikan untuk pemenuhan kebutuhan pasar. Namun demikian terdapat beberapa permasalahan yang masih dihadapi pembudidaya ikan seperti terbatasnya modal, belum adanya agroindustri, produksi yang tidak stabil sehingga permintaan pasar tidak terpenuhi dan fluktuasi harga. Untuk mengatasi hal itu perlu dikembangkan suatu pola pembangunan perikanan yang mengintegrasikan seluruh faktor pendukung minabisnis dalam suatu wilayah terpadu.

(25)

dengan pembangunan wilayah perkotaan pada tingkat lokal. Konsep pengembangan kawasan minapolitan merupakan adaptasi dari konsep agropolitan yang terintegrasi dalam pembangunan wilayah. Kabupaten Bogor berdasarkan Keputusan Bupati Bogor Nomor 523.31/227/Kpts/Huk/2010 tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor telah mencanangkan Kecamatan Ciseeng, Parung, Gunungsindur dan Kemang sebagai lokasi pengembangan kawasan minapolitan. Sebagai suatu kawasan baru, perkembangan kawasan minapolitan berbasis budidaya ikan lele ini perlu dievaluasi untuk dilihat sejauh mana keberhasilannya dan sebagai dasar untuk rencana pengembangan lebih lanjut.

Pengembangan kawasan minapolitan menurut pedoman umum (DKP, 2009), kawasan minapolitan dapat berkembang apabila:

1) Memiliki sumberdaya lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditas yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar (komoditas unggulan) serta memiliki potensi diversifikasi komoditas unggulannya. Pengembangan kawasan tersebut tidak saja menyangkut kegiatan budidaya perikanan (on farm) saja tetapi juga kegiatan off farm-nya mulai dari pengadaan sarana prasarana perikanan (benih, obat-obatan dan sebagainya), kegiatan pengolahan hasil perikanan sampai dengan pemasaran hasil perikanan. 2) Memiliki berbagai sarana dan prasarana minabisnis yang memadai untuk

mendukung pengembangan sistem dan usaha minabisnis yaitu: (a) pasar yang meliputi pasar hasil perikanan, pasar sarana perikanan maupun pasar jasa pelayanan seperti gudang tempat penyimpanan dan prosessing hasil perikanan sebelum dipasarkan, (b) lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan sebagai sumber modal untuk kegiatan mina bisnis, (c) lembaga pembudidaya ikan (kelompok), Unit Pelayanan dan Pengembangan Perikanan, (d) Balai Penyuluhan Perikanan, (e)percobaan/pengkajian teknologi minabisnis untuk pengembangan teknologi tepat guna, (f) infrastruktur jalan produksi dan irigasi yang memadai.

3) Memiliki sarana dan prasarana umum yang memadai seperti transportasi, jaringan listrik, telekomunikasi, air bersih dan lain-lain.

(26)

5) Memiliki jaminan kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian sumberdaya alam, sosial budaya maupun keharmonisan hubungan kota dan desa.

Dengan demikian untuk merencanakan kelanjutan pengembangan kawasan minapolitan maka perlu diketahui “Bagaimana tingkat perkembangan dan keberlanjutan Minapolitan Kabupaten Bogor?”.

Pengembangan kawasan minapolitan adalah gerakan masyarakat dimana masyarakat memegang peranan utama dalam setiap kegiatan pembangunan kawasan yang diperkuat melalui pengelolaan kelembagaan dan kemitraan dengan pihak terkait. Selain itu peran pemerintah daerah sangat menentukan keberhasilan dalam pengembangan kawasan minapolitan yang berfungsi sebagai fasilitator, dinamisator dan motivator. Perencanaan kawasan lebih lanjut perlu memperhatikan sejauhmana perkembangan kawasan minapolitan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan kawasan. Untuk itu perlu diketahui “Apa saja faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perkembangan kawasan minapolitan?”

Penyusunan rencana/program pengembangan kawasan minapolitan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya lahan dan perkembangan kawasan. Selain itu pengembangan kawasan hendaknya berorientasi kekuatan pasar (market driven) yang diarahkan untuk menembus batas kawasan bahkan mencapai pasar global. Berdasarkan kenyataan tersebut maka pertanyaan selanjutnya dalam pengembangan kawasan minapolitan di masa yang akan datang adalah “Bagaimana merumuskan strategi dan

program pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Bogor?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berdasarkan hal yang melatarbelakangi dan dari permasalahan yang muncul adalah:

1. Mengevaluasi tingkat perkembangan dan keberlanjutan kawasan minapolitan Kabupaten Bogor.

(27)

3. Merumuskan strategi dan program pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Bogor.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi pembudidaya ikan, pengambil kebijakan, maupun stakeholder lain yang berkepentingan dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Bogor. Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Arahan bagi pengambil kebijakan yang terkait dalam menyusun perencanaan pembangunan pedesaan melalui pengembangan kawasan minapolitan.

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Strategi dan Evaluasi

Strategi berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti “ seni berperang”. Suatu strategi mempunyai dasar-dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju (Husein, 2003). Menurut KBBI, strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang maupun damai. Secara eksplisit, strategi adalah rencana tindakan yang dijabarkan alokasi sumber daya dan aktivitas lain untuk menanggapi lingkungan dan membantu organisasi mencapai sasaran. Intinya strategi adalah pilihan untuk melakukan aktivitas yang berbeda atau melaksanakan aktivitas dengan cara berbeda dari pesaingnya.

Strategi menurut Triton (2011) adalah sekumpulan pilihan kritis untuk perencanaan dan penerapan serangkaian rencana tindakan dan alokasi sumber daya yang penting dalam mencapai tujuan dasar dan sasaran, dengan memperhatikan keunggulan kompetitif, komparatif dan sinergis yang ideal berkelanjutan, sebagai arah cakupan dan perspektif jangka panjang keseluruhan yang ideal dari individu atau organisasi. Penyusunan strategi memerlukan tahapan-tahapan tertentu untuk dipenuhi, yaitu: (1) Seleksi yang mendasar dan kritis terhadap permasalahan, (2) Menetapkan tujuan dasar dan sasaran strategis (3) Menyusun rencana tindakan, (4) Menyusun rencana penyumberdayaan, (5) Mempertimbangkan keunggulan, dan (6) Mempertimbangkan keberlanjutan.

(29)

Evaluasi adalah proses penilaian yang memerlukan uji coba untuk menilai kesesuaian antara draft yang dibuat dengan eksekusi. Proses yang mendasari sebelum melakukan evaluasi, yakni:

1. Mengembangkan konsep dan mengadakan penelitian awal. Konsep perlu direncanakan sebelum diadakan eksekusi pesan dan perlu diadakan uji coba untuk mencek kesesuaian antara draft yang dibuat dengan eksekusi pesan 2. Dengan uji coba yang dilakukan, evaluasi mencoba mencari tanggapan dari

khalayak. Tanggapan dari khalayak ini penting untuk mengukur efektivitas pesan yang disampaikan

Dalam mengadakan sebuah evaluasi terdapat beberapa hal yang akan dibahas yaitu (1) Apa yang menjadi bahan evaluasi; (2) Bagaimana proses evaluasi; (3) Kapan evaluasi diadakan; (4) Mengapa perlu dievaluasi; (5) Dimana proses evaluasi diadakan; (6) Pihak mana yang mengadakan evaluasi (http;//id.wikipedia.org/wiki/evaluasi). Husein (2005) mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh.” Tahapan evaluasi yang umum digunakan adalah: (1) Menentukan apa yang dievaluasi; (2) merancang (desain) kegiatan evaluasi; (3) Pengumpulan data; (4) Pengolahan dan analisis data; dan (5) Pelaporan hasil evaluasi.

2.2 Pembangunan Ekonomi Lokal

(30)

ekonomi dan sosial bagi setiap individu dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap perbudakan dan ketergantungan.

Menurut Irawan (1995), pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riel perkapita. Pembangunan ekonomi menunjukkan perubahan-perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian disamping kenaikan output. Tujuan pembangunan ekonomi adalah menaikkan pendapatan nasional dan meningkatkan produktifitas.

Pembangunan ekonomi menurut Arsyad (1999) adalah suatu proses mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Untuk dapat terlaksananya pembangunan daerah harus ada proses pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternative, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan-pengembangan perusahaan baru.

Sejak bergulirnya reformasi dengan konsep otonomi daerahnya, maka pembangunan ekonomi daerah berdasar keunggulan lokalitas pun menjadi perhatian di setiap program kerja pemerintah daerah. Pembangunan ekonomi Local (PEL atau LED=Local Economic Development) merupakan kerjasama seluruh komponen masyarakat di suatu daerah (local) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (sustainable economic growth) yang akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi ( economic welfare) dan kualitas hidup (quality of life) seluruh masyarakat didalam komunitasnya (Syaukat,2011)

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses kerja antara pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sector swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad,1999).

(31)

pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Tujuan utama pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.

Potensi lokal yang digali untuk meningkatkan perekonomian daerah salah satunya adalah potensi sumberdaya perairan. Potensi sumber daya perairan yang sangat luas merupakan peluang yang besar untuk membuka usaha perikanan perairan umum. Pemerintah telah mengupayakan berbagai langkah kebijakan untuk mendukung suksesnya pengembangan perikanan, antara lain: 1. Melakukan pembinaan bagi seluruh aparat dinas perikanan mulai tingkat

pusat hingga daerah dengan bimbingan teknis dan non teknis.

2. Merekomendasikan paket-paket teknologi hasil penelitian untuk dapat disebarluaskan kepada masyarakat (pembudidaya) atau pengusaha dengan tujuan agar dapat meningkatkan produksi dan produktivitas.

3. Melaksanakan bimbingan bagi masyarakat berupa penyuluhan ataupun pendidikan mengenai sarana produksi budidaya ikan air tawar, yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk dapat mengelola dengan baik usaha perikanan, khususnya budidaya diperairan umum

4. Membangun sarana dan prasarana budidaya ikan air tawar di seluruh wilayah Indonesia, yang tujuannya untuk memudahkan petani atau pengusaha mendapatkan informasi atau fasilitas lainnya, seperti untuk pengadaan benih ikan, pakan, prasarana dll., khususnya perikanan air tawar untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Selain kebijakan pemerintah yang mengatur pemanfaatan perairan umum, untuk dapat meningkatkan pembangunan perikanan juga harus diimbangi dengan peningkatan dan pengembangan sumberdaya manusia sebagai pelaku utama yang mengelola sumberdaya alam. Kebijakan pemerintah tidak dapat berjalan baik jika masyarakat (pembudidaya ikan) kurang menyadari pentingnya pembangunan sektor perikanan (Cahyono, 2001).

(32)

kini, tapi juga tetap memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup (Oktaviani, 2009).

Menurut Djakapermana (2010), pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi kini tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi sendiri kebutuhan mereka. Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya mencakup tiga dimensi penting, yaitu ekonomi, sosial (budaya), dan lingkungan. Dimensi ekonomi, antara lain berkaitan dengan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memerangi kemiskinan, dan mengubah pola produksi serta konsumsi kearah yang seimbang. Dimensi sosial bersangkutan dengan upaya pemecahan masalah kependudukan, perbaikan pelayanan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan, dan lain-lain. Adapun dimensi lingkungan, diantaranya upaya pengurangan dan pencegahan terhadap polusi, pengelolaan limbah, dan konservasi/preservasi sumberdaya alam.

Tujuan pembangunan berkelanjutan terfokus pada ketiga dimensi, keberlanjutan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keberlanjutan kesejahteraan sosial yang adil dan merata, serta keberlanjutan ekologi dalam tata kehidupan yang serasi dan seimbang. Untuk mencapai tujuan tersebut maka strategi pembangunan harus memenuhi persyaratan seperti: sistem politik yang menjamin secara efektif partisipasi warga dalam pengambilan keputusan, sistem ekonomi dan inovasi teknologi yang mampu menghasilkan surplus secara berkesinambungan, sistem sosial yang menyediakan cara pemecahan secara efektif terhadap permasalahan yang timbul karena ketidakharmonisan dalam melaksanakan pembangunan dan sistem internasional dengan pola berkelanjutan dalam pengelolaan keuangan serta perdagangan.

2.3 Pengembangan Wilayah melalui Kawasan Minapolitan

(33)

Berdasarkan pengertian tersebut ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam konsep wilayah yaitu, pertama di dalam wilayah ada unsur-unsur yang saling terkait yaitu ruang yang berfungsi lindung yang harus selalu dijaga keberadaannya dan ruang yang berfungsi budidaya sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya untuk kelangsungan hidupnya dan kedua, adanya pengertian deliniasi fungsi berdasarkan koordinasi geografis (batasan berdasarkan titik-titik koordinat) yang deliniasinya bisa wilayah administratif (pemerintah) dan wilayah fungsi tertentu lainnya (Djakapermana, 2010)

Pengembangan wilayah bertujuan agar suatu wilayah dapat berkembang seperti yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimilikinya secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan. Untuk mendapat hasil yang optimal dalam pengembangan wilayah diperlukan penataan ruang, yaitu proses yang dimulai dari penyusunan rencana tata ruang dengan mengalokasikan rencana ruang sumber daya alam dan buatan secara optimal, pemanfaatan ruang yaitu, proses pembangunan yang dimulai dengan penyusunan serangkaian kegiatan program pembangunan dan pembiayaan. Pengendalian pemanfaatan ruang, yaitu kegiatan pengaturan zonasi, pemberian izin pemanfaatan ruang dan IMB, pemberian insentif dan disinsentif serta penertiban dalam bentuk pencabutan izin, pembongkaran dan pemberian sanksi terhadap pembangunan (pemanfaatan ruang) agar sesuai dengan rencana tata ruang (Djakapermana, 2010).

(34)

Mengadopsi konsep agropolitan, minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan sistem dan manajemen kawasan dengan prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi tinggi. Minapolitan juga merupakan upaya percepatan pengembangan pembangunan kelautan dan perikanan di sentra-sentra produksi perikanan yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam rangka mendukung visi dan misi Kementrian Kelautan dan Perikanan (Purnomo et al, 2011).

Tujuan dari pengembangan minapolitan (KKP, 2010) yaitu (1) meningkatkan produksi, produktivitas dan kualitas; (2) meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan yang adil dan merata; (3) mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah dan sentra-sentra produksi perikanan sebagai penggerak perekonomian rakyat. Program minapolitan adalah suatu program kegiatan yang berupaya untuk mensinergiskan kegiatan produksi bahan baku, pengolahan dan pemasaran dalam satu rangkaian kegiatan pengusahaan yang memperhatikan keseimbangan permintaan pasar dan pasokan, serta berorientasi terhadap peningkatan nilai tambah untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat

Kawasan sentra perikanan budidaya yang sudah berkembang harus memiliki ciri-ciri (Bappeda, 2010) sebagai berikut:

1. Sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan perikanan budidaya dalam suatu sistem yang utuh dan terintegrasi mulai dari:

a. Subsistem minabisnis hulu (up stream minabusiness) yang mencakup penelitian dan pengembangan, sarana perikanan, permodalan.

b. Subsistem usaha perikanan budidaya (on farm minabusiness) yang mencakup usaha pembenihan ikan, pembesaran ikan dan penyediaan sarana perikanan budidaya.

c. Subsistem minabisnis hilir (down stream minabusiness) yang meliputi: industri-industri pengolahan dan pemasarannya, termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor.

(35)

2. Adanya keterkaitan antara kota dengan desa (urban-rural linkages) yang bersifat timbal balik dan saling membutuhkan, dimana kawasan perikanan budidaya di pedesaan mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm), sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan minabisnis seperti penyediaan sarana perikanan antara lain: modal, teknologi, informasi, peralatan perikanan dan lain sebagainya.

3. Kegiatan sebagian besar masyarakat dikawasan tersebut didominasi usaha industri (pengolahan) produk perikanan, perdagangan hasil-hasil perikanan (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan minabisnis hulu (sarana perikanan dan permodalan), minawisata dan jasa pelayanan. 4. Infrastruktur yang ada dikawasan diusahakan tidak jauh berbeda dengan di

kota.

Berkaitan dengan konsepsi kebijakan industrialisasi perikanan budidaya yang dicanangkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sejak Tahun 2012 maka perkembangan minapolitanpun diarahkan kepada industrialisasi. Industrialisasi perikanan budidaya merupakan proses perubahan dimana arah kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan budidaya, pembangunan infrastruktur, pengembangan sistem investasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan sumberdaya manusia, diselenggarakan secara terintegrasi berbasis industri untuk meningkatkan nilai tambah, efisiensi dan skala produksi yang berdaya saing tinggi.

(36)

memiliki hamparan kawasan budidaya dan ikan lele sebagai komoditas unggulan.

2.4 Penelitian Terdahulu

Asmara (2010), menganalisis tingkat perkembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Banyumas untuk mengetahui potensi perikanan dan keberkelanjutan potensi wilayah yang dimiliki Kabupaten Banyumas. Hasil penelitiannya mengelompokkan wilayah minapolitan di Kabupaten Banyumas termasuk dalam strata Pra Kawasan Agropolitan II, dan nilai Indek Keberkelanjutan Multidimensi berdasarkan kondisi eksisting sebesar 57,95 % (cukup berkelanjutan) dengan 20 Atribut yang sensitive berpengaruh terhadap nilai indeks berkelanjutan.

Penelitian yang dilakukan oleh Tar (2010), mengidentifikasi tingkat perkembangan wilayah Kawasan Minapolitan Mandeh, Sumatera Barat berdasarkan kondisi sarana dan prasarana, komoditas unggulan perikanan di kawasan minapolitan mandeh, dan menyusun arahan strategi pengembangan kawasan minapolitan mandeh. Hasil penelitian menyatakan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana wilayah pada Kawasan Minapolitan Mandeh sangat minim dan belum merata, sehingga sebagian kawasan masih dalam kondisi tertinggal, sehingga perlu adanya upaya percepatan pembangunan infrastruktur terutama untuk meningkatkan aksesibilitas antar kampung dalam kawasan.

Hasil penelitian Setiawan (2010), menunjukkan tingkat perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo termasuk dalam katagori Pra Kawasan Minapolitan II dengan Indeks perkembangan sebesar 42,97% yang menunjukkan bahwa kawasan tersebut cukup berkembang. Perkembangan terbaik adalah aspek infrastruktur, sedangkan aspek agroindustri, aspek pemasaran dan aspek input produksi masih memerlukan perhatian khusus dalam perkembangan kawasan ke depan.

(37)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka pemikiran

Kebijakan pembangunan nasional mengamanatkan bahwa

pendayagunaan sumberdaya alam sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, optimal, rasional, bertanggung jawab dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. Namun proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini selain memberikan dampak positif juga menimbulkan dampak negatif.

Pendekatan pembangunan yang lebih menonjolkan pertumbuhan ekonomi secara cepat tidak bisa dipungkiri telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah yang cukup besar, dimana investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah perdesaan (hinterland) mengalami pengurasan sumberdaya yang berlebihan. Ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah ini berpotensi memunculkan konflik. Selain itu akumulasi pembangunan di wilayah perkotaan mendorong terjadinya over urbanization di wilayah perkotaan.

Untuk mengatasi hal ini, maka pemerintah telah menyelenggarakan berbagai program pengembangan wilayah/kawasan yang salah satunya dilakukan melalui program minapolitan. Minapolitan adalah suatu konsep pembangunan untuk mendorong percepatan pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dengan mendorong keterkaitan desa-kota dan berkembangnya sistem dan usaha minabisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi di Kawasan Minapolitan.

Kegiatan masyarakat dalam Kawasan Minapolitan merupakan kegiatan perikanan dalam suatu sistem yang utuh dan terintegrasi sehingga pengembangan Kawasan Minapolitan perlu didukung oleh sub-sistem yang mendukung kawasan tersebut. Subsistem yang harus dipenuhi dalam Kawasan Minapolitan adalah: (1) subsistem minabisnis hulu meliputi kios sarana produksi, penyediaan pakan, pengadaan pupuk dan obat; (2) subsistem usaha perikanan budidaya yang meliputi pembenihan dan pembesaran ikan, penyediaan sarana perikanan budidaya seperti sarana air baku (irigasi), sarana air bersih (jaringan pipa, sumur) dan jalan usaha;, (3) subsistem minabisnis hilir meliputi industri pengolahan dan pemasaran seperti tempat penanganan ikan segar, pengawetan ikan, pendinginan, pengalengan ikan, pasar ikan dan fasilitas pendukungnya, dan (4) subsistem jasa penunjang yang meliputi sarana perkreditan, asuransi, transportasi, pendidikan, penyuluhan, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Dengan terpenuhinya subsistem tersebut di atas maka akan terbentuk sarana dan prasarana yang mirip dengan perkotaan pada daerah Kawasan Minapolitan.

(38)

dalam kawasan untuk pengembangan Kawasan Minapolitan dan (3) pengembangan kawasan dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya lahan dan perkembangan kawasan.

Penilaian tingkat perkembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor dapat dinilai dari dimensi-dimensi yang menopang keberadaan dan keberlanjutan kawasan yaitu: (1) dimensi agroindustri, (2) dimensi pemasaran, (3) dimensi usaha tani, (4) dimensi infrastruktur dan (5) dimensi suprastruktur. Untuk merumuskan suatu strategi pengembangan Kawasan Minapolitan di masa yang akan datang perlu diinventarisir keseluruhan faktor internal dan eksternal yang terkait dengan kawasan (Chuenpagdee dan Jentoft 2009; Dirhamsyah, 2007). Analisis terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari Kawasan Minapolitan akan melahirkan beberapa alternatif strategi yang selanjutnya akan dipertimbangkan untuk dijadikan strategi utama dalam pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor. Alir kerangka pemikiran dari kajian ini dapat dilihat dalam Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Kajian

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN

Dimensi Usaha Tani Dimensi

Pemasaran

Analisis MDS KAWASAN

MINAPOLITAN

TINGKAT PERKEMBANGAN

ALTERNATIF

STRATEGI - Matriks IE

- Matriks SWOT

Analisis QSPM Dimensi

Agroindustri

Dimensi Pendukung Kawasan Minapolitan

Dimensi Suprastruktur Dimensi

(39)

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian meliputi empat kecamatan yaitu Kecamatan Ciseeng, Parung, Gunungsindur dan Kemang. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Nopember 2012 – Februari 2013.

3.3 Rancangan Penelitian

3.3.1 Teknik Penentuan Sampel

a. Responden Pembudidaya Ikan

Penentuan responden pembudidaya ikan dilakukan secara stratified random sampling yang stratifikasinya dilakukan berdasarkan lokasi usaha budidaya perikanan. Lokasi dibagi empat sesuai dengan jumlah kecamatan yang menjadi bagian kawasan minapolitan yaitu Kecamatan Ciseeng, Gunungsindur, Parung dan Kemang. Ukuran sampel minimal untuk penelitian deskriptif berdasarkan metode Gay dan Diehl adalah 10 persen dari populasi (Sanusi, 2003). Ukuran sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 10 persen dari jumlah pembudidaya ikan di masing-masing lokasi yaitu Kecamatan Ciseeng (38 sampel), Parung (35 sampel), Gunungsindur (27 sampel) dan Kemang (10 sampel).

b. Responden Pakar

Penentuan responden pakar dilakukan dengan cara purposive sampling berdasarkan pertimbangan bahwa individu/lembaga yang bersangkutan dinilai memiliki kepentingan dan/atau kompetensi dan/atau pengaruh dalam menentukan arah pembangunan perikanan di Kawasan Minapolitan. Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Responden Pakar yang Diwawancarai dalam Penelitian

Lembaga/Instansi Jumlah Informan

Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Bogor

1 orang

3.3.2 Jenis dan Sumber Data

(40)

3.3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan: (1) survei melalui kuisioner dan wawancara terhadap responden pembudidaya ikan dan responden pakar (2) observasi dan pengamatan kegiatan fisik di lapangan, dan (3) dokumentasi terhadap sumber dari berbagai instansi yang terkait dengan penelitian.

Tabel 3. Sumber Data, Jenis Data, Metode Analisis dan Keterkaitannya dengan Tujuan Kajian

No. Tujuan Penulisan Data Metode

Analisis

3.4.1 Tingkat Perkembangan Kawasan Minapolitan 3.4.1.1 Analisis Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif

(41)

hasil wawancara terhadap pembudidaya ikan yang berada dalam Kawasan Minapolitan dan responden pakar.

3.4.1.2 Analisis Multi Dimensional Scaling (MDS)

Analisis keberlanjutan pengembangan Kawasan Minapolitan dilakukan dengan pendekatan Multidimensional Scaling (MDS) yang merupakan pengembangan dari metode Rapfish yang digunakan untuk menilai status keberlanjutan perikanan tangkap. Analisis keberlanjutan ini dinyatakan dalam Indeks Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Minapolitan.

Analisis dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: (a) penentuan atribut pengembangan Kawasan Minapolitan secara berkelanjutan yang mencakup lima dimensi yaitu: agroindustri, pemasaran, usaha tani, infrastruktur dan suprastruktur (b) penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi, dan (c) penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengembangan Kawasan Minapolitan.

Setiap atribut pada masing-masing dimensi diberikan skor berdasarkan scientific judgement responden. Rentang skor berkisar antara 0-3 atau tergantung pada penilaian masing-masing kondisi elemen di lapangan yang diartikan mulai dari yang buruk (0) sampai baik (3). Nilai skor dari masing-masing atribut dianalisis secara multidimensional scaling untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan pengembangan Kawasan Minapolitan yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik baik dan titik buruk. Adapun nilai skor yang merupakan nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kategori Status Keberlanjutan Pengembangan Kawasan MinapolitanBerdasarkan Nilai Indeks Hasil Analisis Multidimensional Scaling

(42)

Gambar 2. Ilustrasi Indeks Keberlanjutan Pengembangan Kawaan Minapolitan

Dalam analisis tersebut akan tedapat pengaruh galat yang dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kesalahan dalam pembuatan skor karena kesalahan pemahaman terhadap atribut atau kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna, variasi skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti, proses analisis MDS yang berulang-ulang, kesalahan pemasukan data atau ada data yang hilang dan tingginya nilai stress, yaitu nilai stress dapat diterima jika nilai <25% (Kavanagh, 2001).

3.4.2 Perumusan Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan

3.4.2.1 Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation)

Matriks IFE ditujukan mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki daerah, sedangkan matriks EFE ditujukan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan mengukur sejauh mana peluang dan ancaman yang dihadapi daerah. Tahap-tahap yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut :

a. Identifikasi Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Wilayah

Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal, yaitu mendaftar semua kekuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah. Daftarkan kekuatan terlebih dahulu, baru kemudian kelemahan wilayah. Identifikasikan faktor eksternal wilayah dengan melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman wilayah. Daftarkan peluang terlebih dahulu, baru kemudian ancaman wilayah. Daftar harus spesifik dengan menggunakan presentase, rasio atau angka perbandingan. Hasil kedua identifikasi faktor-faktor diatas menjadi faktor penentu eksternal dan internal yang selanjutnya akan diberi bobot.

b. Penentuan Bobot Variabel

Pemberian bobot setiap faktor dengan skala mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (paling penting). Pemberian bobot ini berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis wilayah dalam suatu daerah tertentu. Jumlah bobot yang diberikan harus sama dengan satu. Penentuan bobot akan dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan eksternal tersebut kepada stake holders dengan menggunakan metode ”paired comparison” (Kinnear dan Taylor, 1991). Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal. Setiap variabel digunakan skala 1, 2, dan 3 untuk menentukan bobot. Skala yang digunakan untuk menentukan bobot adalah :

Buruk Baik

100% 50%

(43)

1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal

Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6 Cara membaca perbandingan dimulai dari variabel baris (indikator vertikal) dibandingkan dengan variabel kolom (indikator horizontal) dan harus konsisten.

Tabel 5. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah

Faktor Strategis Internal A B C D …. Total

Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Wilayah

Faktor Strategis Eksternal A B C D …. Total

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :

∝ � = ��

(44)

EFE dapat dilihat pada Tabel 4, dan 5. Menurut David (2004) skala nilai rating untuk matriks IFE (kekuatan dan kelemahan) adalah :

1 = Kelemahan utama/mayor 3 = Kekuatan kecil/minor 2 = Kelemahan kecil/minor 4 = Kekuatan besar/mayor

sedangkan untuk matriks EFE (peluang dan ancaman), skala nilai rating yang digunakan adalah :

1 = Tidak berpengaruh 3 = Kuat pengaruhnya

2 = Kurang kuat pengaruhnya 4 = Sangat kuat pengaruhnya

Penentuan rating yang dilakukan oleh masing-masing responden, selanjutnya akan disatukan dalam matriks gabungan IFE dan EFE. Untuk perolehan nilai rating pada matriks gabungan dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata dan setiap hasil yang memiliki nilai desimal akan dibulatkan. Adapun ketentuan pembulatan dalam matriks gabungan ini adalah, jika pecahan desimal berada pada kisaran dibawah 0,5 (<0,5) dibulatkan kebawah, jika hasil rating diperoleh hasil desimal dengan nilai sama atau diatas 0,5 (>0,5) dibulatkan keatas. Pembulatan ini tentunya tidak akan mempengaruhi hasil perhitungan secara signifikan (David, 2004).

Selanjutnya dilakukan penjumlahan dari pembobotan yang dikalikan dengan rating pada tiap faktor untuk memperoleh skor pembobotan. Jumlah skor pembobotan berkisar antara 1,0-4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor pembobotan IFE dibawah 2,5 maka kondisi internal wilayah lemah. Untuk jumlah skor bobot faktor eksternal berkisar 1,0-4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor pembobotan EFE 1,0 menunjukkan wilayah tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada. Jumlah skor 4,0 menunjukkan wilayah merespon peluang maupun ancaman yang dihadapinya dengan sangat baik.

3.4.2.2 Analisis SWOT

Rangkuti (2006) mendefenisikan SWOT sebagai singkatan dari kekuatan (Strenghts) dan kelemahan (weakness) intern suatu daerah serta peluang (oppurtunities) dan ancaman (Threats) dalam lingkungan yang dihadapi daerah. Analisis SWOT merupakan cara sistematis untuk mengidentifikasikan faktor-faktor dan strategi yang menggambarkan kesesuaian paling baik diantara berbagai alternatif strategi yang ada. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman.

Faktor-faktor strategis eksternal dan internal merupakan pembentukan matriks SWOT (David, 2004). Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu pemerintah dalam hal ini stakeholders mengembangkan empat tipe strategi Analisa SWOT berdasarkan asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang, meminimalkan kelemahan dan ancaman. Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu :

(45)

2. Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal daerah. 3. Tentukan faktor-faktor kekuatan internal daerah. 4. Tentukan faktor-faktor kelemahan internal daerah.

5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi SO.

6. Sesuaikan kelemahan dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi WO.

7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi ST.

8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi WT.

3.4.2.3 Analisis Quantitative Strategic Planning (QSPM)

Analisis ini selain membuat peringkat strategi, juga dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak. Teknik ini secara sasaran menunjukkan strategi alternatif mana yang terbaik. QSPM adalah alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara obyektif, berdasarkan faktor-faktor kritis untuk sukses eksternal dan internal yang dikenali pada tahap awal. David (2004), menguraikan langkah untuk mengembangkan matriks QSPM sebagai berikut:

1. Mendaftar peluang dan ancaman kunci eksternal dan kekuatan serta kelemahan internal organisasi dalam kolom kiri QSPM. Informasi ini harus diambil dari matriks EFE dan IFE.

2. Memberikan bobot untuk faktor kritis eksternal dan internal. Bobot ini identik dengan yang dipakai dalam matriks EFE dan IFE.

3. Memeriksa tahap pencocokan strategi dan mengidentifikasi strategi alternatif yang harus dipertimbangkan organisasi untuk diimplementasikan.

4. Menetapkan nilai daya tarik (Attractiveness Score) yang menunjukkan daya tarik relatif dari tiap strategi terhadap strategi lainnya.

5. Menghitung total nilai daya tarik (Total Attractiveness Score), yaitu merupakan hasil perkalian bobot dengan nilai daya tarik.

(46)

Tabel 7. Matriks QSPM

ALTERNATIF-ALTERNATIF STRATEGI

Faktor Kunci

Bobot AS

(Strategi 1)

TAS (Strategi 1)

AS (Strategi 2)

TAS (Strategi 2)

Peluang 1. 2. 3. Dst Ancaman 1.

2. 3. Dst Kekuatan 1.

2. 3. Dst

Kelemahan 1.

2. 3. Dst Jumlah

(47)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat, terletak antara 618‟0” - 647‟10” Lintang Selatan dan 10623‟45” - 10713‟30” Bujur Timur. Secara geografis, Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang,

Kabupaten/Kota Bekasi dan Kota Depok di sebelah Utara, kemudian dengan Kabupaten Cianjur, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta di sebelah Timur, sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur, sementara di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten serta di tengah-tengah terletak Kota Bogor. Jika dilihat dari kondisi geografis tersebut, Kabupaten Bogor merupakan kawasan dengan lokasi geografis yang sangat strategis dan menjadi titik simpul dari tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.

(48)

Topologi wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi, yaitu berupa daerah pegunungan di bagian selatan, hingga daerah dataran rendah disebelah utara, daerah dataran rendah industry disebelah timur dan daerah pegunungan, perkebunan dan pertanian disebelah barat. Secara klimatologis, wilayah

Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di bagian utara dan selatan. Rata-rata hujan tahunan 2.500-5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Suhu rata-rata di wilayah Kabupaten Bogor adalah 200- 300 C, dengan rata-rata tahunan sebesar 250 C. Kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah, dengan rata-rata 1,2 m/detik dengan evaporadi di daerah terbuka rata-rata sebesar 146,2 mm/bulan.

Wilayah Kabupaten Bogor terdapat 6 Daerah Aliran Sungai ( DAS) yaitu: DAS Cidurian, DAS Cimanceri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung, DAS Angke, DAS Citarum, dengan Sub DAS Cipamingkis, dan DAS Cibeet. Selain itu terdapat 32 jaringan irigasi pemerintah, 794 jaringan irigasi pedesaan, 96 mata air dan 93 situ yang berfungsi sebagai reservoir atau tempat peresapan air dan

diantaranya dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Komposisi pemanfaatan lahan di Kabupaten Bogor menurut RTRW Kabupaten Bogor, yaitu (1) Kawasan

Lindung seluas 112.584,615 ha atau 37,67 persen; (2) Kawasan Budidaya seluas 186.253,69 ha atau 62,33 persen.

Kabupaten Bogor dengan luas wilayah sebesar 298.838,304 Ha merupakan salah satu wilayah administratif terluas (keenam) di Provinsi Jawa Barat setelah Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya dan Ciamis.

(49)

terletak di Kecamatan Cibinong, 42,5 persen atau 17 kecamatan berjarak 25-50 km dan 20 persen atau delapan kecamatan berjarak lebih dari 50 km. Lebarnya rentang kendali tersebut berdampak pada pelayanan pemerintahan daerah terhadap masyarakat, terutama pada kecamatan-kecamatan yang jaraknya lebih dari 50 km dari pusat pemerintahan daerah. Rincian kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dilihat di Tabel 8.

Tabel 8. Kondisi Administratif Kabupaten Bogor Tahun 2012

No Kecamatan Luas Wilayah

Jarak dari Ibukota Kabupaten

(km)

Jumlah

Desa/Kel RW RT

1 Nanggung 13.525,25 49 11 112 394

2 Leuwiliang 6.177,12 38 11 129 450

3 Leuwisadeng 3.283,12 45 8 61 280

4 Pamijahan 8.088,29 40 15 141 525

5 Cibungbulang 3.266,15 35 15 124 412

6 Ciampea 5.106,45 32 13 119 499

7 Tenjolaya 2.368,00 45 7 46 168

8 Dramaga 2.437,64 42 10 72 313

9 Ciomas 1.630,57 20 11 131 529

10 Tamansari 2.161,40 25 8 91 365

11 Cijeruk 3.166,23 38 9 64 262

12 Cigombong 4.042,52 41 9 81 293

13 Caringin 5.729,29 34 12 81 351

14 Ciawi 2.581,00 27 13 88 363

15 Cisarua 6.373,62 39 10 73 262

16 Megamendung 3.987,38 37 12 56 257

17 Sukaraja 4.297,38 9 13 106 550

18 Babakan Madang 9.871,00 8 9 72 264

(50)

20 Cariu 7.366,12 53 10 55 155

21 Tanjungsari 12.998,71 66 10 75 175

22 Jonggol 12.686,00 39 14 122 366

23 Cileungsi 7.378,64 23 12 161 671

24 Klapanunggal 9.764,40 17 9 72 220

25 Gunung Putri 5.628,67 12 10 253 1.007

26 Citeureup 6.719,00 6 14 110 482

27 Cibinong 4.336,96 0 12 159 958

28 Bojonggede 2.955,32 21 9 145 760

29 Tajurhalang 2.927,76 15 7 79 352

30 Kemang 6.369,99 20 9 77 307

31 Rancabungur 2.168,67 17 7 54 200

32 Parung 7.376,69 22 9 53 231

33 Ciseeng 3.678,86 47 10 60 252

34 Gunung Sindur 5.126,00 32 10 91 356

35 Rumpin 11.100,77 42 14 101 460

36 Cigudeg 15.889,97 53 15 188 563

37 Sukajaya 7.628,31 55 11 91 307

38 Jasinga 20.806,50 64 16 99 460

39 Tenjolaya 6.444,75 79 9 42 192

40 Parung Panjang 6.259,00 87 11 74 307

Total 266.381,50 434 3.770 15.561

Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Bogor, 2012

4.2 Kondisi Kependudukan

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Kajian
Tabel 3. Sumber Data, Jenis Data, Metode Analisis dan Keterkaitannya dengan
Tabel 5. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah
Tabel 7. Matriks QSPM
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai strategi tersebut, dapat diformulasikan bahwa strategi pemberdayaan petani dalam pengelolaan usahatani pada petani di Jawa Barat

Strategi Penanggulangan Kemiskinan melalui Pengembangan Pertanian di Kabupaten Bogor (Studi Kasus di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang). Komisi pembimbing terdiri dari

Kajian mengenai unsur peluang dalam upaya pengembangan kawasan sapi potong meliputi aspek : (a) prospek pasar dan harga produksi ternak relatif meningkat, (b) dukungan

Strategi optimalisasi penggunaan air irigasi di DI Berambai Makmur yaitu dengan Penyimpanan air irigasi saat musim hujan sekaligus sebagai cadangan saat musim kemarau,

umumnya bukan merupakan inang utama dari spesies ini, namun keberadaan tanaman hutan di suatu habitat dapat berperan sebagai inang alternatif bagi lalat buah di suatu

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengetahui persepsi masyarakat petambak terhadap perubahan iklim lokal di Kecamatan Muara Badak; (2) mengidentifikasi

Pemanfaatkan Google Trend dengan pemilihan kata kunci yang digunakan dalam penulisan promosi sangat di perlukan karena tingkat persaingan para pelaku bisnis yang memasarkan produk

Penentuan alternatif strategi dalam pengembangan petani kelapa dalam di Desa Lamu Kecamatan Tilamuta Kabupaten Gorontalo dengan menggunakan Matriks SWOT menghasilkan beberapa