1.1.Latar Belakang
Sektor perikanan budidaya ikan air tawar di Indonesia memiliki
potensi untuk dikembangkan melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi.
Komoditas budidaya ikan air tawar seperti Lele Sangkuriang memiliki
permintaan cukup tinggi yaitu mencapai ± 500.000 ekor/minggu di pasar
domestik (Lele Dramaga, 2010).
Usaha perikanan merupakan usaha yang menyediakan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat, karena merupakan usaha yang banyak
membutuhkan tenaga kerja dalam hal pelaksanaan produksinya. Oleh
karena itu, dalam pendirian usaha perikanan, jumlah tingkat pengangguran
dapat berkurang seiring besarnya skala usaha. Dalam hal ini pendirian usaha
perikanan secara tidak langsung dapat membantu pengurangan jumlah tingkat pengangguran di Indonesia.
Lele Sangkuriang merupakan komoditas perikanan air tawar yang
potensial untuk dilakukan, karena merupakan komoditas yang
pemeliharaannya tidak terlalu lama dan memiliki daya tahan fisik yang kuat
(tidak mudah terserang penyakit). Dalam usaha budidaya Lele Sangkuriang
terdapat 3 (tiga) jenis budidaya, antara lain pembenihan, pendederan dan
pembesaran. Usaha pembenihan merupakan jenis usaha budidaya perikanan
yang menghasilkan benih (tokolan) Lele Sangkuriang, usaha pendederan
merupakan usaha budidaya perikanan yang membesarkan benih (tokolan)
sampai ukuran benih mencapai 1 2 inci dan usaha pembesaran merupakan
jenis usaha budidaya perikanan yang melakukan pemeliharaan bibit lele
sampai ukuran pedaging (konsumsi).
Usaha pembenihan Lele Sangkuriang merupakan usaha yang
potensial, mengingat banyaknya jumlah pembudidaya pembesaran yang
mulai kesulitan dalam mencari benih (tokolan) Lele Sangkuriang yang
bermutu baik. Saat ini, tingkat kebutuhan Lele Sangkuriang telah mencapai
75 ton/hari untuk satu lokasi, yaitu Kota Jakarta. Pasokan tersebut berasal
dapat disimpulkan bahwa tingkat kebutuhan benih (tokolan) Lele Sangkuriang harus mencapai sekitar 95 ton/hari untuk pembudidaya
pembesaran Lele Sangkuriang di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Kota Bogor merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi
perikanan baik, khususnya perikanan darat (tawar). Potensi tersebut antara
lain adalah topografi tanah, mutu air dan iklim yang menunjang tingkat
keberhasilan dalam bidang budidaya perikanan darat (pembenihan,
pendederan dan pembesaran). Hal yang menunjang Kota Bogor sebagai
wilayah perikanan di Indonesia adalah letak Kota Bogor yang berdekatan
dengan kota-kota lain, yaitu Jakarta, Bandung dan Sukabumi. Oleh karena
itu, pemasaran produk hasil perikanan dapat didistribusikan dengan cepat.
Sangkuriang Jaya merupakan salah satu penghasil benih Lele
Sangkuriang yang terletak di Desa Babakan Ciomas, Kabupaten Bogor.
Sangkuriang Jaya sudah memulai usaha pembenihan Lele Sangkuriang sejak
bulan November tahun 2008 lalu dan sudah berhasil menghasilkan ±
600.000 benih/bulan. Produksi benih tersebut merupakan usaha selain usaha
pembesaran Lele Sangkuriang. Oleh permintaan benih yang tinggi, maka
Sangkuriang Jaya memfokuskan diri untuk pembenihan Lele Sangkuriang
saja. Saat ini Sangkuriang Jaya berkeinginan untuk memperbesar usahanya
dengan cara membuka lokasi produksi yang baru. Oleh sebab itu,
Sangkuriang Jaya membutuhkan suatu perencanaan usaha yang matang dan
suatu studi kelayakan sebelum memulai usahanya.
1.2. Perumusan Masalah
1. Apakah pengembangan usaha layak untuk dilakukan dilihat dari aspek
pasar, keuangan, sumber daya manusia (SDM) dan produksi ?
2. Apakah keuntungan yang diperoleh dari pengembangan usaha
Sangkuriang Jaya bagi masyarakat setempat ?
3. Apakah pengembangan usaha yang dilakukan oleh Sangkuriang Jaya
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kelayakan pengembangan usaha Sangkuriang Jaya dilihat
dari aspek-aspek seperti pasar, keuangan, SDM dan produksi.
2. Mengkaji dampak pengembangan usaha Sangkuriang Jaya bagi
masyarakat setempat.
3. Merekomendasikan langkah-langkah dan implementasi pendekatan
usaha, guna pengembangan usaha Sangkuriang Jaya ke depan berjalan
secara optimal.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan di tempat pembenihan Lele Sangkuriang Jaya di
Desa Babakan, Kecamatan Ciomas, dengan ruang lingkup ditekankan pada
pengembangan usaha pembenihan Lele Sangkuriang yang didasarkan pada
2.1. Studi Kelayakan Usaha
Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil
suatu keputusan, apakah menerima atau menolak suatu gagasan usaha yang
direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan
dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan memberikan manfaat,
baik dalam halfinancial benefitmaupunsocial benefit(Ibrahim, 2003). Tujuan yang ingin dicapai dari studi kelayakan bisnis mencakup
empat (4) pihak yang berkepentingan (Ibrahim, 2003), yaitu :
1. Investor
Studi kelayakan bisnis ditujukan untuk melakukan penilaian dari
kelayakan usaha untuk menjadi masukan berguna, karena sudah
mengkaji berbagai aspek seperti pasar dan pemasaran, teknologis dan
teknis, finansial dan manajemen operasional, yang secara komprehensif
dan detail, sehingga dapat dijadikan dasar bagi investor untuk membuat
keputusan investasi secara obyektif.
2. Analisis
Studi kelayakan adalah suatu alat yang berguna dan dapat dipakai
sebagai penunjang kelancaran tugas-tugasnya dalam melakukan suatu
penilaian rencana usaha, usaha baru, pengembangan usaha, atau menilai
kembali usaha yang sudah ada.
3. Masyarakat
Hasil studi kelayakan bisnis merupakan suatu peluang untuk
meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat, baik yang
terlibat secara langsung maupun yang muncul akibat adanya nilai
tambah dari adanya usaha tersebut.
4. Pemerintah
Hasil dari studi kelayakan ini bertujuan untuk pengembangan
sumber daya, baik dalam pemanfaatan sumber daya alam (SDA)
maupun pemanfaatan berupa penyerapan tenaga kerja, selain itu adanya
dilakukan oleh individu atau badan usaha tentunya akan menambah
pemasukan pemerintah baik dari pajak pertambahan nilai maupun dari
pajak penghasilan dan retribusi yang berupa perijinan, biaya
pendaftaran, dan administrasi yang layak diterima sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Menurut Ibrahim (2003), tahap-tahap untuk melakukan investasi
usaha adalah :
1. Identifikasi
Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan untuk
memperkirakan kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut.
2. Perumusan
Perumusan ini merupakan tahap untuk menerjemahkan
kesempatan investasi kedalam suatu rencana proyek yang konkrit,
dengan faktor-faktor yang penting dijelaskan secara garis besar.
3. Penilaian
Penilaian dilakukan dengan menganalisa dan menilai
aspek-aspek seperti pasar, teknik, manajemen dan finansial.
4. Pemilihan
Pemilihan dilakukan dengan mengingat segala keterbasan dan
tujuan yang akan dicapai.
5. Implementasi
Implementasi adalah menyelesaikan proyek tersebut dengan
tetap berpegang pada anggaran.
2.1.1. Aspek-aspek Studi Kelayakan Bisnis
Studi kelayakan bisnis merupakan gambaran kegiatan usaha
yang direncanakan, sesuai dengan kondisi, potensi, sesuai dengan
kondisi, potensi, serta peluang yang tersedia dari berbagai aspek.
Penyusunan studi kelayakan bisnis menurut Ibrahim (2003)
meliputi aspek-aspek berikut :
a. Aspek Pasar dan Pemasaran
Aspek ini bertujuan untuk memahami berapa besar potensi
perusahaan atau usaha yang diusulkan, dan strategi pemasaran
yang direncanakan untuk memperebutkan konsumen.
b. Aspek Teknis dan Teknologis
Aspek ini bertujuan untuk meyakini apakah secara
teknis dan pilihan teknologi perencanaan yang telah dilakukan
dapat dilaksanakan secara layak atau tidak layak (Husnan dan
Suwarsono, 2000). Pada aspek teknis dan teknologis dipaparkan
beberapa faktor, yaitu penentuan kapasitas produksi, tata letak
tempat usaha, pemilihan mesin, peralatan dan teknologi untuk
produksi (Umar, 2001).
c. Aspek Manajemen Operasional
Aspek ini merupakan suatu fungsi atau kegiatan
manajemen yang meliputi perencanaan, organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan, dan pengawasan terhadap operasi
perusahaan (Umar, 2001). Aspek ini juga mengkaji mengenai
legalitas dari suatu perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk
meyakini apakah secara yuridis perencanaan usaha yang telah
dibuat dapat dinyatakan layak atau tidak layak dihadapkan pada
pihak berwajib dan masyarakat (Umar, 2001).
d. Aspek Finansial
Aspek ini berbicara tentang bagaimana penghitungan
kebutuhan dana, baik kebutuhan dana untuk aktiva tetap
maupun dana untuk modal kerja. Analisis aspek finansial juga
membahas mengenai sumber dana yang akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan jumlah dana tersebut, sekaligus
pengalokasiannya secara efisien, sehingga memberikan tingkat
2.1.2. Manfaat Studi Kelayakan Bisnis.
Menurut Ibrahim (2003) manfaat dari studi kelayakan bisnis
antara lain :
a. Manfaat ekonomis (manfaat finansial) bagi proyek itu sendiri,
menguntungkan dibandingkan risiko proyek.
b. Manfaat ekonomis bagi negara (manfaat ekonomis nasional),
manfaat bagi ekonomi makro suatu negara.
c. Manfaat sosial proyek bagi masyarakat sekitar.
2.2. Perikanan
Perikanan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan ikan
termasuk memproduksi ikan, baik melalui penangkapan (perikanan
tangkap), budidaya dan pengolahan untuk memenuhi kebutuhan manusia
akan pangan sebagai sumber pangan dan non pangan, seperti perikanan hias
dan pariwisata (Hakim, 2008). Usaha perikanan adalah semua usaha
perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan
(pembibitan dan pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan
nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (Hakim, 2008).
2.2.1. Budidaya Perikanan
Budidaya perikanan atau akuakultur merupakan kegiatan untuk
memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol
dalam rangka mendapatkan keuntungan (Hakim, 2008). Budidaya
perikanan juga merupakan suatu proses atau kegiatan untuk
memelihara, membesarkan dan membiakan ikan, serta memanen
hasilnya dalam lingkungan terkontrol (UU No. 31 Tentang
Perikanan, 2004).
2.2.2. Pembenihan Lele Sangkuriang
Pembenihan Lele Sangkuriang adalah budidaya Lele
Sangkuriang untuk menghasilkan benih sampai ukuran tertentu
kolam-kolam khusus pemijahan (Prabowo, 2007). Terdapat tiga (3)
sistem pembenihan Lele Sangkuriang yang dikenal adalah :
a. Sistem Massal.
Sistem ini dilakukan dengan menempatkan lele jantan dan
betina dalam satu kolam dengan perbandingan tertentu. Pada
sistem ini induk jantan secara leluasa mencari pasangannya
untuk diajak kawin dalam sarang pemijahan, sehingga sangat
tergantung pada keaktifan induk jantan mencari pasangannya.
b. Sistem Pasangan.
Sistem ini dilakukan dengan menempatkan induk jantan dan
betina pada satu kolam khusus. Keberhasilannya ditentukan
oleh ketepatan menentukan pasangan yang cocok antara kedua
induk.
c. Pembenihan Sistem Suntik (Hyphofisasi).
Sistem ini dilakukan dengan merangsang lele untuk memijah
atau terjadi ovulasi dengan suntikan ekstrak kelenjar hyphofise (hipofisis), yang terdapat di sebelah bawah otak besar. Untuk
keperluan ini harus ada ikan sebagai donor kelenjar hyphofise yang juga harus dari jenis lele.
2.2.3. Teknik Pembenihan Lele Sangkuriang
Menurut Sunarma (2004), pembenihan Lele Sangkuriang
terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu :
2.3. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Chaerunisa (2007) meneliti analisis kelayakan pendirian usaha
penggilingan gabah di desa Cikarawang, Kabupaten Bogor. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis kelayakan pendirian usaha penggilingan
gabah dilihat dari aspek-aspek seperti pasar dan pemasaran, teknis dan
teknologis, manajemen operasional dan finansial. Penelitian ini
menggunakan pendekatan rencana usaha kolaboratif dengan Participatory Action Research(PAR) dan metodeParticipatory Rural Appraisal(PRA).
Berdasarkan analisis finansial diperoleh nilai dari beberapa
parameter kelayakan proyek yang meliputi Net Present Value (NPV) Rp. 254.889.000,00; Internal Rate of Return (IRR) 40,8%; Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 8,54;Payback Periode (PBP) 0,8 tahun. Dari keseluruhan penilaian kriteria tersebut, terlihat bahwa pendirian usaha penggilingan
gabah layak untuk didirikan, serta analisis sensitivitas menunjukkan NPV
negatif pada saat harga input operasional naik 50% dan volume penjualan turun 66%.
Tahmid (2005) meneliti mengenai studi kelayakan pendirian
industri gelatin tipe B berbasis tulang sapi di Indonesia. Tujuan dari
penentuan kelayakan ditentukan dengan pengkajian aspek-aspek seperti
kelayakan pasar pemasaran, ketersediaan bahan baku, teknis dan
teknologis, manajemen dan organisasi, legalitas dan finansial.
Pada aspek pemasaran digunakan teknik peramalan Double Exponential Smoothing dengan dua parameter Holt s untuk memproyeksikan permintaan dan penawaran gelatin di masa mendatang,
sedangkan untuk mengetahui ketersediaan bahan baku dilakukan
penelusuran ke beberapa pemasok. Pada aspek teknis dan teknologis
digunakan metode perbandingan berpasangan untuk menentukan lokasi
pabrik.
Berdasarkan beberapa parameter kelayakan finansial proyek yang
meliputi NPV Rp. 402.927.007.574,87, IRR 53,70%, Net B/C 4,06 dan
PBP 2,91 tahun, pendirian pabrik gelati tipe B di Indonesia layak untuk
kenaikan harga bahan baku 121,10% dan ketika terjadi penurunan harga
produk gelatin 43,45%, industri ini dinilai tidak layak, karena NPV proyek
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Sangkuriang Jaya yang terletak di Desa Babakan, Kecamatan
Ciomas, Kabupaten Bogor berkeinginan untuk melakukan pengembangan
usaha untuk meraup pangsa pasar yang lebih besar lagi. Oleh karena itu,
Sangkuriang Jaya ingin sekali melakukan suatu studi tentang kelayakan
pengembangan usaha yang dilakukan agar pengembangan usaha yang
dilakukan berjalan optimal. Pengembangan usaha didasarkan atas
banyaknya permintaan benih (tokolan) Lele Sangkuriang.
Dalam melakukan rencana pengembangan usaha, Sangkuriang Jaya
membutuhkan studi tentang kelayakan usaha. Hal ini disebabkan pihak
Sangkuriang Jaya ingin mengetahui ramalan (probablititas), arah dan skala
usaha yang akan dilakukan didalam pengembangan usahanya. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu kajian atau studi tentang kelayakan pengembangan
usaha yang akan dilakukan oleh pihak Sangkuriang Jaya.
Kajian kelayakan tentang pengembangan usaha Lele Sangkuriang
ini akan sangat bermanfaat bagi Sangkuriang Jaya untuk merancang dan
memperbaiki rencana usaha selanjutnya. Jika dikemudian hari usaha ini
memberikan dampak positif, maka akan tercipta usaha-usaha lain yang dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat dan memotivasi masyarakat untuk
berwirausaha, sehingga dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat itu
sendiri. Secara konseptual, kerangka pemikiran penelitian yang dimaksud
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Peneliti melakukan identifikasi potensi desa untuk
mengidentifikasi potensi ekonomi dan lingkungan yang dapat menunjang
kelangsungan proses produksi pembenihan Lele Sangkuriang yang terdapat
di Desa Babakan, yaitu dengan observasi lapangan dan wawancara kepada
penduduk setempat dan para ahli perikanan. Hasil yang telah diperoleh
selama pengidentifikasian dapat dijadikan bahan bagi strategi untuk
melakukan tindakan pengembangan ekonomi desa lebih lanjut. Tahap
selanjutnya mengetahui gambaran proses kegiatan usaha Sangkuriang Jaya Sangkuriang Jaya
Keinginan untuk melakukan pengembangan usaha, untuk memenuhi permintaan pasar
Ketersediaan lokasi, SDM dan modal usaha
Banyaknya permintaan benih (tokolan)
Besarnya peluang untuk melakukan pengembangan
usaha
Kajian kelayakan
Evaluasi
Studi kelayakan Usaha
dalam menjalankan usahanya, sehingga dapat diketahui apakah lingkungan
yang dipilih sesuai dengan kebutuhan pengembangan usaha. Penentuan
bersama bentuk pengembangan usaha Sangkuriang Jaya dilakukan dengan
cara mengidentifikasi masalah, kebutuhan dan keinginan pihak perusahaan.
Kemudian dilakukan rencana usaha kolaboratif tentang aspek pasar, teknis,
manajemen dan finansial. Data yang diperoleh dan ditabulasikan, lalu
selanjutnya, terkait analisis kelayakan aspek pasar dan pemasaran, analisis
teknis dan teknologi, analisis kelayakan aspek-aspek seperti kelayakan aspek
manajemen operasional, kelayakan aspek dampak usaha dan analisis
sensitivitas.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Desa Babakan, Kecamatan
Ciomas, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari
sampai dengan bulan Maret 2011.
3.3. Pengumpulan Data
Data dan informasi dikumpulkan untuk menjelaskan gambaran dan
keterangan yang berkaitan dengan lingkup usaha. Data primer diperoleh
melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian dengan wawancara dan
Focus Group Discussion (FGD) dengan pihak Sangkuriang Jaya yaitu pemilik dan karyawan (Lampiran 1). Data sekunder merupakan
dokumen-dokumen tertulis dari Sangkuriang Jaya, lembaga-lembaga terkait dan studi
pustaka.
3.4. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis secara kualitatif adalah menganalisis kelayakan usaha
Sangkuriang Jaya dilihat dari aspek manajemen usaha dan dampak usaha.
Metode analisis data secara kuantitatif dilakukan dengan menghitung
kelayakan usaha ini dari aspek-aspek seperti pasar, teknik dan
finansialnya. Selanjutnya, hasil analisis dijelaskan secara deskriptif dan
Aspek-aspek yang ditelaah (Husnan dan Suwarsono, 2000) adalah:
1. Aspek Pasar
Pengkajian mengenai aspek pasar dilakukan dengan menganalisis
permintaan, penawaran, harga, bentuk pasar, program pemasaran,
pesaing dan perkiraan penjualan. Melalui analisis aspek pasar ini dapat
dilihat kondisi pasar yang terjadi dapat diperkirakan penjualan yang
mungkin terjadi dan nantinya dapat memperkirakan anggaran usaha.
Analisis permintaan dan pesaing didapatkan dari penyebaran angket
yang diberikan kepada pembudidaya yang terbiasa melakukan
pembenihan Lele Sangkuriang.
2. Aspek teknis
Penilaian aspek teknis dilakukan dengan menganalisis apakah dari
segi pembangunan usaha dan segi implementasinya secara teknis dapat
dilaksanakan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui pula rancangan
awal penaksiran biaya investasi dari usaha ini. Hal-hal yang perlu
dianalisis dari aspek teknis ini adalah :
a. Lokasi proyek, dimana usaha didirikan dengan pertimbangan lokasi
dan lahan usaha.
b. Skala usaha/luas produksi, ditetapkan untuk mencapai suatu tingkatan
skala ekonomis.
c. Mesin dan alat pembantu mesin, dengan melihat kriteria
pemilihannya.
d. Proses produksi dan tata letak, termasuk bangunan dan fasilitas
lainnya.
e. Penyediaan bahan baku.
3. Aspek finansial
a. NPV atau nilai bersih sekarang
=
( ) ± (1)
Keterangan :
k = tingkat diskonto yang tepat
IO = pengeluaran kas awal
N = periode analisis usaha
Kriteria :
NPV 0 : usaha layak
NPV < 0 : usaha tidak layak
b. IRR atau Tingkat Pengembalian Internal.
=
( ) .(2)
Keterangan :
ACTt = arus kas tahunan setelah pajak pada periode IRR = tingkat pengembalian internal
IO = pengeluaran kas awal
n = periode analisis usaha
Kriteria :
IRR tingkat pengembalian yang berlaku (suku bunga bank) : usaha
layak
IRR < tingkat pengembalian yang berlaku : usaha tidak layak
c. Net B/C atau Rasio Keuntungan/Biaya Sama dengan Profitabilitas Indeks (PI) atau Indeks Keuntungan.
= ( ) (3)
Keterangan :
ACFt = arus kas tahunan setelah pajak pada periode t
k = tingkat diskonto yang tepat
IO = pengeluaran kas awal
Kriteria :
PI 1 : usaha layak
PI < 1 : tidak layak
d. BEP atau Titik Impas
= .(4)
e. PBP atau masa pengembalian investasi menurut :
= × 1 (5)
Kriteria :
PBP periode pembayaran maksimum : usaha tidak layak
PBP < periode pembayaran maksimum : usaha layak
4. Aspek manajemen
Tujuan analisis kelayakan usaha dari aspek manajemen adalah
untuk mengetahui apakah pembangunan dan implementasi usaha dapat
direncanakan, dilaksanakan dan dikendalikan, sehingga pada akhirnya
rencana usaha dapat dikatakan layak atau tidak layak. Hal yang perlu
dianalisis dalam aspek manajemen adalah manajemen dalam operasi,
seperti bentuk organisasi, kebutuhan SDM, jumlah tenaga kerja yang
digunakan dan sistem penggajian. 5. Aspek dampak usaha
Menganalisis dampak dari pendirian usaha terhadap lingkungan
sekitar, jika banyakbenefitatau manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan lingkungan, maka pendirian usaha tersebut memiliki dampak yang
baik, sehingga dapat dinyatakan layak apabila didirikan. Namun, bila
yang terjadi sebaliknya, manfaat yang dirasakan oleh lingkungan dan
6. Analisis sensitivitas
Perencanaan suatu usaha pada umumnya menggunakan perkiraan
dalam menentukan semua biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang
akan diperoleh tiap tahun oleh suatu usaha. Peubah-peubah kebijakan
yang digunakan sebagai alat analisis sensitivitas pada penelitian ini
adalah perubahan biaya operasional dan penurunan volume penjualan.
Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisis finansial adalah :
1. Periode analisis adalah lima tahun, terhitung mulai tahun 2011 - 2015.
2. Perhitungan menggunakan basis harga tetap (fixed price) dan penentuan harga menggunakan harga yang berlaku pada periode pengambilan data
pada bulan Juni 2010.
3. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 7%, yaitu suku bunga
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Sangkuriang Jaya terletak di Desa Babakan, Kecamatan Ciomas,
Kabupaten Bogor. Sebelah utara Desa Babakan berbatasan dengan
Kecamatan Dramaga sementara di sebelah selatan berbatasan dengan
Kecamatan Ciapus Bogor. Desa Babakan Kecamatan Ciomas, Kabupaten
Bogor memiliki luas daerah 180 Ha. Total penduduk di desa ini 12.804 jiwa,
terdiri dari 6.559 orang laki-laki dan 6.248 orang perempuan.
Sektor ekonomi yang terdapat di Kecamatan Ciomas dapat dibagi ke
dalam beberapa sektor, antara lain adalah sektor pertanian, sektor perikanan,
dan sektor perdagangan. Sektor pertanian dan sektor perikanan khususnya
perikanan air tawar merupakan sektor ekonomi yang utama dari Kecamatan
Ciomas, karena masih banyak yang mendukung untuk melakukan usaha
dalam bidang pertanian dan perikanan. Jenis-jenis kegiatan usaha di
Kecamatan Ciomas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Kegiatan Usaha Peternakan dan Perikanan di Kecamatan Ciomas Tahun 2009
No Jenis Usaha Jumlah (unit)
1 Kelinci 1
2 Domba 1
3 Ayam ras petelur 1
4 Ayam ras pedaging 2
5 Ikan nila 3
6 Ikan mas 3
7 Ikan gurame 2
8 Ikan patin 2
9 Ikan lele 1
sumber : BPS Kota Bogor 2009 (data diolah kembali)
Untuk sektor perdagangan benih Lele Sangkuriang di wilayah Bogor begitu pesat, sehingga para pelaku pembesaran Lele Sangkuriang belum dapat
usaha pembenihan lele masih memiliki peluang pasar yang sangat
menjanjikan.
Lele sangkuriang tergolong jenis lele yang memiliki laju pertumbuhan
cepat. Dengan cepatnya pertumbuhan ikan, kebutuhan total pakan selama
masa pemeliharaan ikan relatif bisa ditekan.Food conversion rate(FCR) Lele Sangkuriang lebih rendah dari FCR Lele Dumbo biasa (Nasrudin, 2010). FCR
yang baik dan menguntungkan petani adalah yang memiliki nilai rendah.
Semakin rendah nilai FCR, semakin kecil jumlah biaya yang harus
dikeluarkan untuk membali pakan. Bagi pembeli benih Lele Sangkuriang
mutu produk adalah yang paling penting terutama untuk petani pembesaran,
dimana petani pembesaran mengharapkan benih yang memiliki ketahanan
yang tinggi. Ketahanan benih yang tinggi akan mengurangi tingkat kematian
benih sehingga jumlah lele yang dipanen sesuai dengan target yang
diharapkan.
4.2. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Sangkuriang Jaya 4.2.1 Rencana Pengembangan Usaha Sangkuriang Jaya
Sangkuriang Jaya merupakan salah satu perusahaan dari
beberapa perusahaan di Desa Babakan yang bergerak di bidang usaha
perikanan air tawar. Saat ini Sangkuriang Jaya berkeinginan untuk memperbesar usahanya dengan cara membuka lokasi produksi yang
baru. Oleh sebab itu, Sangkuriang Jaya membutuhkan suatu
perencanaan usaha yang matang dan suatu studi kelayakan sebelum
memulai usahanya.
4.2.2 Fasilitas dan Kegiatan Pengembangan Usaha Sangkuriang Jaya Sangkuriang Jaya memiliki fasilitas yang cukup memadai dalam
menunjang kegiatan usahanya. Fasilitas tersebut adalah :
a. Fasilitas utama usaha. Sarana yang dimiliki Sangkuriang Jaya untuk usaha pembenihan Lele Sangkuriang adalah, lahan seluas
1.000 m2. Kolam semen 20 petak yang terdiri dari 1 petak kolam untuk pemijahan dengan ukuran kolam 4 m x 2 m dengan tinggi 1
15 m2 dan tinggi kolam 1 m. Selebihnya kolam untuk penetasan dan pemeliharaan larva atau benih yang masing-masing berukuran
4 m x 2 m dengan tinggi 0,5 m
Gambar 2. Kolam pembenihan dan indukan Lele Sangkuriang
b. Perlengkapan produksi. Perlengkapan alat yang dimiliki oleh Sangkuriang Jaya untuk menunjang kegiatannya adalah rak, papan
tulis, meja, kursi, dan lain-lain.
c. Peralatan. Peralatan untuk produksi, yaitu aerator, timbangan, baskom sortir, ember, selang, jaring, kakaban dan tabung oksigen.
Gambar 3 Perlengkapan usaha Lele Sangkuriang
d. Fasilitas pendukung usaha. Fasilitas pendukung yang dimiliki oleh Sangkuriang Jaya dalam kegiatan usaha adalah tempat
4.2.3 Kepengurusan Sangkuriang Jaya
Jumlah tenaga kerja yang bekerja di Sangkuriang Jaya
berjumlah 4 orang tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut terdiri dari
penanggungjawab lapangan (2 orang) dan tenaga pelaksana produksi
(2 orang). Koordinator lapangan bertugas mengawasi lokasi usaha dan
turut membantu dalam proses pemanenan. Sedangkan tenaga
operasional bertugas mengawasi perkembangan benih Lele
Sangkuriang. Untuk lebih jelasnya akan diterangkan pada bagian
manajemen SDM.
Pada rencana awal berdirinya usaha, Sangkuriang Jaya telah
membuat struktur organisasi. Struktur organisasi yang dibuat oleh
Sangkuriang Jaya adalah struktur organisasi sederhana (Gambar 4).
Struktur organisasi Sangkuriang Jaya dapat dilihat pada aspek
manajemen.
4.3. Latar Belakang dan Rencana Usaha Sangkuriang Jaya
Kota Bogor merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi
perikanan baik, khususnya perikanan darat (tawar). Potensi tersebut antara
lain adalah topografi tanah, mutu air dan iklim yang menunjang tingkat
keberhasilan dalam bidang budidaya perikanan darat (pembenihan,
pendederan dan pembesaran). Hal yang menunjang Kota Bogor sebagai
wilayah perikanan di Indonesia adalah letak Kota Bogor yang berdekatan
dengan kota-kota lain, yaitu Jakarta, Bandung dan Sukabumi. Oleh karena
itu, pemasaran produk hasil perikanan dapat didistribusikan dengan cepat. Pemilik Sangkuriang Jaya
Lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara
silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan
generasi keenam (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai
Budidaya Air Tawar (BBAT) sukabumi, yang berasal dari keturunan kedua
lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1985. Sedangkan
induk jantan F6 merupakan sediaan induk dasar yang didiseminasikan, yaitu
dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara induk betina generasi kedua
dengan induk jantan hasil silang balik tahap pertama (F26). Adapun gambar
dari Lele Sangkuriang dapat dilihat pada Gambar 5. Perbandingan Lele
sangkuriang dan Lele Dumbo dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 5. Lele Sangkuriang
Menurut Nasrudin (2010) keunggulan yang terdapat pada Lele
Sangkuriang adalah :
a. Panen lebih cepat
b. Kemampuan bertelur dan daya tetas telur tinggi
c. Lebih tahan terhadap penyakit
d. Kualitas daging lebih unggul
e. Lebih tahan banting
f. Teknik pemeliharaan lebih mudah
g. Dapat dibudidayakan pada lahan sempit
Sangkuriang Jaya merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
perikanan air tawar khususnya Lele Sangkuriang. Rencana pengembangan
usaha yang dilakukan Sangkuriang Jaya adalah untuk memenuhi permintaan
pasar untuk benih Lele Sangkuriang. Selain itu juga potensi untuk usaha
Jabodetabek. Oleh karena itu diharapkan Sangkuriang Jaya dapat meraup
keuntungan yang optimal dari pembenihan lele tersebut.
4.3.1. Bidang Usaha dan Hasil Produksi
Rencana usaha Sangkuriang Jaya yang akan dibuat adalah
memiliki sarana untuk pendederan, pembenihan dan produksi benih.
Kegiatan utama Sangkuriang Jaya yang direncanakan adalah
pembenihan Lele Sangkuriang.
4.3.2. Tujuan dan Manfaat Ekonomi Usaha
Tujuan dari pengembangan usaha ini adalah menciptakan suatu
usaha yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan
memberikan kesempatan kepada warga sekitar untuk bekerja.
Pengembangan usaha ini juga diharapkan mampu untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di Desa Babakan Kecamatan Ciomas.
Pengembangan usaha pembenihan Lele Sangkuriang ini,
diharapkan dapat membantu meringankan masyarakat sekitar terutama
petani pembesaran dalam mencari benih Lele Sangkuriang. Pencarian
informasi menjadi lebih mudah dengan pembudidaya Lele
Sangkuriang lainnya.
4.4. Aspek-Aspek Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan pendirian usaha pembenihan Lele Sangkuriang di
Desa Babakan ini dikaji menurut aspek-aspek yang terdapat dalam analisis
kelayakan usaha. Aspek-aspek kelayakan usaha tersebut, yaitu aspek pasar,
aspek keuangan, aspek teknis dan aspek manajemen. Dari keempat aspek
yang dibahas tersebut disesuaikan dengan kondisi usaha pembenihan
Sangkuriang Jaya dan menjelaskan apakah usaha ini layak atau tidak untuk
didirikan.
4.4.1. Analisis Aspek Pasar
Aspek pasar merupakan aspek yang menempati urutan pertama
dalam studi kelayakan. Aspek pasar merupakan aspek yang perlu
dianalisis, dengan tujuan mengetahui apakah produk/jasa yang
memperkirakan atau meneliti permintaan produk, maka dikemudian
hari usaha akan terancam dan akan timbulnya banyak sekali kesulitan
akibat kekurangan atau kelebihan permintaan. Pembahasan pada aspek
ini meliputi kondisi peluang pengembangan usaha di pasar, kebijakan
bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, distribusi dan
promosi yang direncanakan oleh Sangkuriang Jaya.
a. Peluang Pasar
Budidaya Lele Sangkuriang dapat dilakukan 1 800 m dari
permukaan laut (dpl) dan tidak memerlukan persyaratan lokasi baik
tanah maupun air secara spesifik. Permintaan dari Lele
Sangkuriang di wilayah Bogor khususnya masih sangat tinggi,
yaitu 40 ton per hari. Sementara untuk wilayah Jabodetabek
permintaan Lele Sangkuriang 75 ton per hari
(www.agromaret.com, 2009). Peningkatan permintaan ikan lele
yang merupakan salah satu ikan konsumsi, dapat dilihat dan
peningkatan per kapita masyarakat di kabupaten Bogor dari tahun
2000 sampai tahun 2008 (Tabel 2).
Tabel 2. Perkembangan Konsumsi Ikan di Kabupaten Bogor Tahun 2000-2008
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2009
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa konsumsi ikan di
Kabupaten Bogor terus meningkat setiap tahunnya. Tingkat
dan terus mengalami kenaikan hingga menjadi 24,04 kg per kapita
per tahun pada tahun 2008.
Produksi lele di Indonesia meningkat cukup nyata dalam
beberapa tahun terakhir ini, yaitu dari sekitar 60.000 ton Tahun
2004, menjadi 79.000 ton pada tahun 2005. Departemen Kelautan
dan Perikanan menargetkan adanya peningkatan rataan 20.000 ton
per tahun. Dengan sasaran pengembangan produksi ikan lele secara
nasional pada tahun 2009 mencapai 175.000 ton (Departemen
Kelautan dan Perikanan, 2007).
Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang mempunyai
potensi besar untuk mengembangkan usaha budidaya ikan lele.
Perkembangan produksi ikan lele di Kabupaten Bogor dari tahun
2003-2006 terus mengalami peningkatan (Tabel 3).
Tabel 3. Perkembangan produksi perikanan air tawar Kabupaten Bogor dari tahun 2006-2009 (dalam Ton)
Jenis ikan Tahun Jumlah Rataan
2006 2007 2008 2009
Mas 7.068,77 8.923,31 8.124,35 3.889,61 28.006,04 7.001,51 Nila 3.430,78 4.310,67 3.494,95 1.845,42 13.081,82 3.270,45 Gurame 3.453,8 4.357,14 1.854,82 1.946,43 11.612,19 2.903,05 Tawes 921,01 1.162,62 278,80 77,14 1.276,95 425,65
Tambakan 34,54 41,37 48,5 33,68 158,09 39,52
Lele 5.572,13 7.035,06 9.744,8 18.315,02 40.667,01 10.166,75
Patin 57,56 92,03 571,76 584,84 1.306,19 326,55
Nilam 46,05 54,85 8,23 3,21 112,34 28,08
Lain-lain 2.223,4 2.824,78 961,08 2.057,59 8.066,85 2.016,71 Jumlah 22.841,1 28832,92 25.087,29 28.752,94 28.006,04 7.001,51 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2009
Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa produksi ikan Lele pada
tahun 2006 adalah 5.572,13 dan meningkat pada tahun 2007
menjadi sebesar 7.035,06 ton. Selanjutnya pada tahun 2008 terjadi
peningkatan jumlah produksi menjadi 9.744,8 ton, dan total
produksi pada tahun 2009 yaitu sebanyak 18.315,02 ton.
memiliki target untuk pemasaran produknya. Target pasar yang
dimaksud, yaitu para pembudidaya pembesaran Lele yang terdapat
di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
b. Kebijakan Bauran Pemasaran
Menurut Umar (2001), manajemen pemasaran produk barang
dibagi atas empat kebijakan pemasaran yang disebut bauran pemasaran
(marketing mix). Bauran pemasaran terdiri dari 4 (empat) komponen, yaitu produk, harga, distribusi dan promosi. Berikut ini dijelaskan
mengenai kebijakan masing-masing komponen yang disesuaikan dengan
kebutuhan usaha pembenihan Lele Sangkuriang Jaya.
1) Produk
Berdasarkan hasil dari wawancara dengan pihak Sangkuriang Saya
mengenai produk yang ditawarkan berupa penyediaan benih Lele Sangkuriang yaitu ukuran 5-6 cm. Benih Lele Sangkuriang yang dihasilkan berasal dari indukan dengan mutu terbaik.
2) Harga
Penetapan harga jual berfungsi untuk mengetahui tingkat pendapatan
yang akan diperoleh, selain itu harga juga mempengaruhi keinginan
konsumen untuk menggunakan produk atau jasa yang dipasarkan.
Sangkuriang Jaya menetapkan harga benih Lele Sangkuriang sama
dengan harga yang ditawarkan oleh pasaran pada umumnya, dengan
kisaran harga untuk ukuran 5-6 cm sebesar Rp.120/ekor.
3) Distribusi
Saluran distribusi adalah suatu jaringan dari organisasi dan
fungsi-fungsi yang menghubungkan produsen kepada konsumen akhir.
4) Promosi
Promosi yang dilakukan oleh pihak Sangkuriang Jaya adalah dengan
Direct marketing. Alasan menggunakan cara promosi ini selain lebih ekonomis, Sangkuriang Jaya memiliki jaringan yang cukup
4.4.2. Analisis Aspek Keuangan
Analisis aspek keuangan dalam pengembangan usaha
Sangkuriang Jaya adalah :
a. Kebutuhan Modal dan Identifikasi Biaya
Kebutuhan modal pada usaha pembenihan Lele
Sangkuriang terdiri dari modal investasi dan modal kerja. Modal
investasi adalah modal yang dikeluarkan pada awal periode usaha
untuk pendirian atau pembelian sarana dan prasarana yang
mendukung berjalannya usaha pembenihan Lele Sangkuriang dan
digunakan untuk memperoleh manfaat hingga secara ekonomis
tidak dapat dapat digunakan lagi.
Jika investasi awal sudah tidak dapat digunakan lagi, maka
dilakukan investasi kembali atau disebut reinvestasi. Sementara
itu, modal kerja adalah modal yang digunakan untuk keperluan
produksi. Total rencana kebutuhan modal pada awal usaha Rp.
80.174.000.
b. Kebutuhan Investasi
Pada pengembangan usaha pembenihan Lele Sangkuriang,
diperkirakan modal investasi yang dibutuhkan pada periode ke
nol Rp. 80.174.000. Modal investasi tersebut merupakan suatu
kebutuhan untuk melakukan usaha pembenihan Lele yang akan
dilakukan oleh pemilik usaha. Oleh sebab itu, kebutuhan
investasi yang diartikan pada penelitian ini hanya mencakup
investasi pada pembangunan, serta pembelian sarana dan
prasarana produksi, investasi beserta umur ekonomis dapat dilihat
Tabel 4. Daftar komponen kebutuhan investasi Sangkuriang Jaya
1 Kolam Unit 3.000.000 20 20 60.000.000
2 Gudang Unit 10.000.000 1 20 10.000.000
3 Kakaban Unit 10.000 10 1 100.000
4 Aerator Unit 17.000 2 2 34.000
5 Airpump Unit 2.500.000 1 20 5.000.000
6 Drum plastik Unit 240.000 10 10 2.400.000
7 Tabung oksigen Unit 450.000 1 20 450.000
8 Filter Unit 250.000 10 10 2.500.000
9 Timbangan Unit 200.000 1 5 500.000
10 Ember Unit 40.000 4 2 160.000
11 Selang Meter 7.500 50 5 375.000
12 Jaring Meter 4.000 60 5 240.000
13 Lemari Unit 100.000 1 10 200.000
14 Papan tulis Unit 15.000 1 10 15.000
15 Indukan Paket 800.000 1 3 800.000
TOTAL BIAYA INVESTASI (1+2+ 12) 80.174.000
c. Kebutuhan Produksi
Kebutuhan produksi diperkirakan pada pengembangan
usaha ini Rp. 44.160.000. Rincian biaya produksi usaha
Tabel 5. Rincian biaya produksi usaha pembenihan Sangkuriang
Koordinator lapangan Rp/bln 600.000 2 1.200.000
Tenaga operasional Rp/bln 350.000 2 700.000
Total biaya tetap (a) 1.900.000
b. Biaya variabel
Pakan indukan Sak 216.000 5 1.080.000
Cacing rambut kaleng 6.000 50 300.000
Tepung udang Kg 12.000 30 360.000
Pelet F99 Kg 11.000 40 440.000
Total biaya variabel (b) 1.880.000
c. Total biaya produksi (a + b) 3.780.000
Total biaya produksi per tahun (c x 12) 44.160.000
d. Sumber Modal
Sumber modal untuk usaha ini berasal dari modal sendiri.
Modal tersebut merupakan modal yang dikeluarkan dari kas
pribadi pemilik.
e. Identifikasi Manfaat dan Penerimaan
Dalam analisis cash flow, manfaat yang diperoleh dari pengembangan usaha pembenihan Lele Sangkuriang, yaitu
penjualan produk benih berukuran 5-6 cm. Ukuran benih tersebut
merupakan ukuran yang sangat sesuai dengan kebutuhan
permintaan konsumen, yaitu petani pembesaran Lele
Sangkuriang.
Penerimaan yang diperoleh adalah dari hasil kali antara
jumlahoutputdengan harga benih Lele Sangkuriang. Harga benih Lele Sangkuriang yang berlaku dan disepakati oleh Sangkuriang
Jaya Rp 80/ekor. Sedangkan untuk nilai sisa dari usaha
Sangkuriang Jaya didapatkan pada akhir umur usaha ini, yaitu
pada tahun ke lima. Perhitungan secara terperinci dari penerimaan
f. Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis usahatani terdiri dari dua analisis, yaitu analisis
pendapatan (keuntungan satu periode) dan imbangan penerimaan
dan biaya (R/C). Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk
mengevaluasi kegiatan suatu usaha pertanian dalam kurun waktu
satu periode (Tim Lentera, 2002).
Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui besarnya
keuntungan yang diperoleh dari usahatani yang dilakukan dalam
kurun waktu satu periode usaha (Tim Lentera, 2002). Pendapatan
diperoleh dari selisih antara penerimaan total (Total Revenue) dengan biaya total (Total Cost). Biaya total adalah penjumlahan dari biaya tetap total dan biaya variabel total per periode. Pada
Sangkuriang Jaya, keuntungan yang diperoleh dalam kurun waktu
satu periode pembenihan adalah Rp.28.390.000 nilai tersebut
diperoleh dari selisih antara total penerimaan dikurangi total biaya
(biaya tetap ditambah biaya variabel), terdiri dari Rp 96.000.000
Rp 67.160.000,00.
Analisis imbangan penerimaan dan biaya diperoleh dari
perbandingan antara penerimaan total dan biaya total. Analisis ini
dilakukan untuk mengetahui efisiensi suatu usaha (Tim Lentera,
2002). Pada usaha Sangkuriang Jaya, diperolehR/Csebesar 1,42. Artinya adalah setiap 1,00 biaya yang dikeluarkan akan
mendapatkan penerimaan Rp 1,42.
Hasil analisis pendapatan usahatani di atas menunjukan
bahwa secara teori dalam jangka pendeknya, Sangkuriang Jaya
dikategorikan layak diimplementasikan. Hal ini dikarenakan
kriteria TR > TC dan R/C > 1 sebagai syarat suatu usaha yang menguntungkan atau layak dapat dipenuhi.
g. Kriteria Kelayakan Investasi
Asumsi untuk pengembangan usaha pembenihan Lele
1) Umur usaha yang direncanakan adalah lima tahun telah
disepakati oleh pihak Sangkuriang Jaya.
2) Usaha dimulai pada bulan Januari 2011 - Agustus 2015.
3) Target Produksi per bulan 100.000 ekor benih ukuran 5-6 cm.
4) Frekuensi produksi per tahun sebanyak 12 kali panen.
5) Indukan bertelur 50.000 butir dalam sekali pemijahan.
6) Waktu pemeliharaan 20 hari.
7) Biaya investasi untuk investasi dikeluarkan pada tahun ke
nol, yaitu sebelum proses produksi dimulai.
8) Biaya investasi tidak dihitung dari usaha yang lama.
9) Luas lahan yang digunakan untuk pendirian usaha
pembenihan Lele Sangkuriang adalah lahan milik pribadi
dengan luas ± 1.000 m2.
10) Harga-harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada
tahun 2010/2011 dengan asumsi harga konstan selama umur
usaha dilakukan.
11) Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usaha pembenihan
Lele Sangkuriang sebanyak 4 (empat) orang.
12) Sumber modal adalah modal sendiri.
13) Nilai sisa dihitung dengan asumsi umur ekonomis = 0 (nol)
14) Para pembeli benih merupakan petani pembesaran Lele
Sangkuriang, dimana apabila membeli benih lele, akan
datang langsung ke lokasi usaha Sangkuriang Jaya.
15) Tingkat suku bunga yang digunakan 7%, yaitu tingkat suku
bunga deposito berjangka bulan Maret 2009 (BRI, 2010).
16) Perhitungan pajak dilakukan melalui analisis rugi laba
berdasarkan Undang-undang no 17 tahun 2000. Apabila laba
bersih Rp.0 Rp.5 juta, maka tidak dikenakan pajak. Bila
laba bersih di atas Rp. 5 juta dan di bawah Rp. 50 juta akan
dikenakan pajak 5%. Bila nilai laba bersih di atas Rp. 50 juta
- Rp 100 juta, maka pajak yang dikenakan adalah sebesar
17) Analisis sensitivitas dilakukan dengan satu perubahan, yaitu
penurunan kapasitas produksi 30%.
Empat (4) kriteria umum yang digunakan untuk menilai
kelayakan investasi suatu usaha, yaitu NPV, Profitability Index (PI), IRR, dan PBP (Umar, 2001). Nilai dari kriteria investasi
pengembangan usaha pembenihan Lele Sangkuriang dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai Kriteria Penilaian Investasi Pengembangan Sangkuriang Jaya
Kriteria Investasi Nilai
Net Present Value(NPV) 87.220.466
Profitability Index(PI) 1,42
Internal Rate of Return(IRR) 42%
Payback Periode(PBP) 3 tahun
1) NPV
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur usaha yang
direncanakan. NPV atau manfaat bersih sekarang merupakan
perbandingan antara PV kas bersih dengan PV investasi
selama umur ekonomis. NPV diperoleh dari selisih antara
PV kas dengan PV investasi. Berdasarkan hasil perhitungan,
diperoleh NPV Rp 87.220.446. Nilai tersebut menunjukan
bahwa arus masuk Sangkuriang Jaya lebih besar dari pada
arus kas keluarnya, sehingga usaha yang dilakukan ini
menguntungkan dan layak diimplementasikan dalam jangka
panjang. Perhitungan kriteria NPV dapat dilihat pada
Lampiran 5.
2) PI
PI atau disebut juga Net B/C, merupakan perbandingan nilai sekarang dari keuntungan bersih masa depan pada
tahun-tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif
dengan keuntungan bersih bernilai negatif, yaitu biaya
Jaya 1,42. Nilai ini menunjukan bahwa kontribusi
keuntungan bersih terhadap biaya investasi awal pada
pendirian usaha 1,42. Nilai PI > 1, maka pendirian usaha ini
menguntungkan dan layak diimplementasikan.
Kriteria ini berhubungan erat dengan Kriteria NPV,
dimana jika nilai NPV suatu usaha dikatakan layak (NPV >
0), maka menurut Kriteria PI juga layak (PI > 1). Hal ini
disebabkan karena kedua kriteria ini menggunakan peubah
yang sama (Umar, 2001).
3) IRR
IRR merupakan tingkat suku bunga dari suatu usaha
dalam jangka waktu tertentu yang membuat nilai NPV dari
usaha tersebut sama dengan nol. Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat pengembalian investasi yang dihasilkan
dari investasi pada usaha bersangkutan. Berdasarkan hasil
perhitungan, diperoleh nilai IRR dari Sangkuriang Jaya 42%,
Nilai ini lebih besar dari nilai suku bunga deposito yang
digunakan dalam perhitungan, yaitu 7%. Hal ini berarti,
tingkat pengembalian yang dihasilkan dari investasi pada
pendirian usaha ini lebih besar nilainya dibandingkan tingkat
pengembalian yang dihasilkan dari investasi yang dilakukan
pada bank. Dengan demikian, pemilik atau investor lebih
baik menginvestasikan modalnya pada pendirian usaha ini
daripada menabung uangnya di bank.
Nilai IRR diperoleh dengan mengunakan metode
coba-coba (trial and error). Caranya adalah dengan menghitung jumlah nilai sekarang dari arus kas bersih masa depan selama
umur usaha dengan menggunakan tingkat suku bunga
tertentu. Kemudian, nilainya dibandingkan dengan biaya
investasi awal. Jika nilai investasi awal lebih kecil, maka
dicoba lagi dengan tingkat suku bunga lebih tinggi.
dicoba lagi dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah dan
selanjutnya hingga mencapai, atau ditemukan nilai yang sama
besar atau mendekati (Umar, 2001). Perhitungan kriteria IRR
dapat dilihat pada Lampiran 5.
4) PBP
PBP merupakan jumlah tahun yang dibutuhkan bagi
suatu usaha untuk menutupi biaya investasi awal dengan
jumlah keuntungan bersih yang telah didiskontokan.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP pada usaha ini
adalah tiga (3) tahun. Artinya pada pengembangan usaha ini
baru dapat menutupi pengeluaran biaya investasi dengan
jumlah keuntungan bersih yang telah didiskontokan setelah
pengembangan usaha ini berjalan selama tiga (3) tahun.
Sangkuriang Jaya ini mampu menutupi biaya investasi awal
sebelum umur usaha berakhir, maka pendirian usaha ini layak
untuk diimplementasikan.
Berdasarkan hasil empat kriteria penilaian investasi
pendirian usaha di atas, dapat disimpulkan secara analisis
bahwa Sangkuriang Jaya layak untuk diimplementasikan
pada kondisi atau asumsi yang telah disepakati bersama. Hal
ini ditunjukan dari nilai NPV > 0, PI > 1, IRR > tingkat suku
bunga deposito yang dijadikan dasar perhitungan, yaitu 7%
dan PBP lebih pendek waktunya dari periode pembayaran
maksimum atau tertutupi sebelum umur Sangkuriang Jaya
berakhir.
5) BEP
BEP merupakan keadaan pulang pokok dimana total revenue atau penerimaan total (TR) perusahaan adalah sama dengan total cost atau biaya total (TC) yang ditanggungnya. BEP dapat dilihat berdasarkan periode analisis, volume
produksi (Q), dan penerimaan (Rp). Pada Sangkuriang Jaya
(kg), BEP harga diperoleh Rp. 56,34 per ekor. Angka tersebut
menunjukkan bahwa penjualan benih tidak akan mengalami
keugian atau pun keuntungan jika benih dijual dengan harga
Rp.56,34. Untuk BEP produksi diperoleh 845.125 ekor.
Artinya, Sangkuriang Jaya harus menghasilkan produksi
sejumlah minimal nilai tersebut dalam setiap tahun agar dapat
menutupi biaya produksinya.
h. Analisis Sensitivitas
Menganalisis perkiraancash flowdi masa datang dari suatu usaha atau rencana usaha selalu dihadapi dengan ketidakpastian.
Akibatnya adalah hasil perhitungan akan jauh menyimpang dari
kenyataan. Ketidakpastian dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan dari suatu usaha dalam menghasilkan laba (Umar,
2001), maka dari itu penelitian ini menggunakan analisis
switching value untuk mengetahui kepekaan dari Sangkuriang Jaya dengan mengubah beberapa faktor penting.
Untuk analisis switching value, yang digunakan sebagai suatu analisis untuk mencari batas kelayakan suatu usaha atau
proyek. Dalam analisis ini digunakan skenario penurunan
produksi 30%. Atas skenario tersebut, pengembangan usaha
Sangkuriang Jaya berada pada ambang batas kelayakan dengan
diperoleh hasil NPV Rp 0,00, PI atauNet B/C1,00 dan IRR 7%. Dari kriteria tersebut telah dapat dipastikan bahwa
Sangkuriang Jaya peka terhadap penurunan produksi benih.
Dengan demikian, Sangkuriang Jaya perlu untuk
mempertahankan volume produksi, bahkan perlu meningkatkan
kapasitas produksi untuk mengantisipasi adanya kenaikan harga
inputproduksi.
4.4.3. Analisis Aspek Teknis
Hasil dari aspek pasar menunjukan gambaran masa depan yang
cerah bagi usaha yang direncanakan, selanjutnya diteruskan dengan
yaitu penentuan kapasitas produksi, tata letak tempat usaha, pemilihan
indukan, proses produksi, dan peralatan dan perlengkapan.
a. Penentuan Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi ekonomis merupakan jumlah satuan
produk yang dihasilkan selama satu satuan waktu tertentu,
misalnya satu hari, bulan atau tahun secara menguntungkan.
Kapasitas produksi ekonomis berbeda dengan kapasitas produksi
teknis yang besarnya ditentukan oleh kemampuan alat yang
terpasang dan persyaratan teknis seperti pengurangan hari kerja.
Besar kapasitas produksi ekonomis ditentukan berdasarkan
perpaduan hasil penelitian berbagai macam komponen evaluasi,
yaitu perkiraan jumlah penjualan produksi masa mendatang,
survival rate (SR) benih lele, tenaga kerja inti serta ketersediaan indukan Lele Sangkuriang. Kapasitas produksi yang diperoleh dari
1 (satu) kolam 5.000-7.000 ekor benih Lele Sangkuriang. Hasil
perhitungan BEP pembenihan Lele Sangkuriang menunjukan
kapasitas benih mencapai 845.125 ekor dalam satu (1) tahun.
Dengan demikian keuntungan yang didapatkan adalah pada kondisi
yang melebihi 845.125 ekor.
b. Pemilihan indukan dan pemijahan
Menurut Sunarma (2004), indukan ikan Lele Sangkuriang
yang akan digunakan dalam proses produksi harus tidak berasal
dari satu keturunan dan memiliki karatekristik kualitatif dan
kuantitatifnya, baik berdasarkan pada morfologi, fekunditas, daya
tetes telur, pertumbuhan dan sintasannya. Karakteristik tersebut
dapat diperoleh ketika dilakukan kegiatan produksi induk dengan
proses seleksi yang ketat.
Persyaratan reproduksi induk betina ikan Lele Sangkuriang
antara lain, umur minimal dipijahkan satu tahun dengan berat
700-1000 g dan panjang standar 25-30 cm. Persyaratan induk jantan
yang siap memijah, antara lain berumur satu tahun, berat 500-700 g
Induk betina yang siap dipijahkan adalah induk yang sudah
matang gonad. Secara fisik hal ini ditandai dengan perut yang membesar dan lembek. Hal ini dapat diamati dengan cara
meletakkan induk pada lantai yang rata atau dengan meraba bagian
perut. Induk jantan yang telah matang gonad ditandai dengan warna alat kelamin yang berwarna kemerahan.
c. Lokasi dan Tata Letak
Budidaya Lele Sangkuriang dapat dilakukan 1 m 800 m dpl
dan tidak memerlukan persyaratan lokasi baik tanah maupun air
secara spesifik. Lokasi tempat pendirian kolam ditetapkan
berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu bertempat di lokasi yang
tidak berdekatan dengan perumahan penduduk, akan tetapi berada
dekat dengan daerah persawahan. Layoutlokasi usaha Sangkuriang Jaya dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Layout usaha Sangkuriang Jaya
Dari Gambar 6 dapat djelaskan bahwa bangunan I merupakan
kantor dan bangunan II merupakan gudang. Sedangkan kolam
pemeliharaan indukan adalah Gambar IV, Gambar III adalah kolam
pemijahan indukan. Kolam pemeliharaan benih terdiri dari 15
petak, yaitu Gambar V
d. Proses Produksi
Beberapa kegiatan budidaya yang harus diperhatikan apabila
usaha yang dilakukan berjalan dengan baik dan produksi lele dapat
meningkat. Kegiatan tersebut adalah pemijahan, pemeliharaan larva
dan penyortiran. Pemijahan dapat dilakukan secara alami, semi
alami dan buatan. Pemijahan alami dan buatan memiliki kelebihan
dan kelemahan. Pemijahan alami dilakukan tanpa menggunakan
hormon buatan untuk merangsang terjadinya pemijahan antara ikan
Lele betina dan Lele jantan. Sementara pemijahan semi alam dan
buatan menggunakan hormon rangsangan untuk mempercepat
terjadinya pemijahan.
Pemijahan alami memiliki kelebihan (Nasrudin, 2009) yaitu :
1. Lebih hemat karena tidak dibutuhkan hormon perangsang.
2. Tidak adanya ikan yang dikorbankan atau didonorkan.
3. Induk lele yang dipijahkan secara alami, produktifitasnya lebih
tinggi dan dapat berlangsung selama hidupnya.
4. Telur yang dihasilkan dari pemijahan alami cenderung
sempurna dan lebih bermutu.
5. Bibit lele yang dihasilkan dari pemijahan alami cendderung
lebih unggul, karena tidak adanya cacat yang dialami seperti
benih yang dihasilkan dari pemijahan buatan.
6. Proses pemijahan alami jauh lebih sederhana dan lebih mudah.
7. Pada proses pemijahan alami hanya telur matang yang keluar
dari perut betina, sementara pada pemijahan buatan induk
jantan dijadika korban untuk diambil hipofisa dan spermanya.
Kelemahan dari pemijahan alami (Nasrudin, 2009) adalah :
1. Belum matang kelamin meskipun secara ukuran, berat dan
bentuk fisik sudah memenuhi syarat untuk dilakukannya
2. Perbedaan ukuran yang menyebabkan terjadinya serangan
terhadap induk lele yang ukurannya lebih kecil.
3. Luka atau sakit yang menyebabkan induk tidak mau memijah.
4. Kondisi tempat memijah tidak memenuhi persyaratan sehingga
ikan tidak mau memijah.
Sangkuriang Jaya melakukan pemijahan secara alami karena
kontinuitas dari induk dapat dipertahankan dan selain itu benih
yang dihasilkan lebih unggul. Dengan kata lain kelebihan yang
diperoleh dengan cara melakukan pemijahan secara alami yang
mendorong perusahaan untuk menggunakannya. Selain pemijahan,
faktor lain yang mendukung berhasilnya budidaya adalah
penyortiran. Penyortiran benih adalah kegiatan menyeleksi benih
sesuai ukuran yang diharapkan. Penyortiran benih bertujuan untuk
mendapatkan keseragaman ukuran benih. Selain itu, untuk
menghindarkan benih yang memiliki ukuran lebih besar, karena
dapat memakan benih lain yang ukurannya lebih kecil. Hal ini
disebabkan oleh karakter Lele yang memiliki sifat kanibal.
Sangkuriang Jaya melakukan peyortiran sebanyak dua (2) kali
selama pemeliharaan larva hingga mencapai ukuran benih siap jual.
Pemeliharaan benih juga penting diperhatikan selama kegiatan
budidaya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan,
penanggulangan hama dan penyakit, serta pengelolaan mutu air.
Seluruh kegiatan di atas adalah faktor penting agar benih yang
dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan produktifitasnya dapat
ditingkatkan. Agar seluruh kegiatan yang dilakukan dapat
terlaksana dengan baik maka perusahaan melatih keterampilan
yang dimiliki oleh pekerjanya dalam melakukan kegiatan budidaya.
e. Peralatan dan Perlengkapan
Peralatan yang digunakan oleh Sangkuriang Jaya adalah :
1) Kakaban
4) Drum plastik
5) Tabung oksigen
6) Filter
7) Timbangan.
8) Ember
9) Selang
10) Jaring
Perlengkapan yang digunakan oleh Sangkuriang Jaya adalah :
1) Lemari
2) Papan tulis
4.4.4. Analisis Aspek Manajemen
Aspek manajemen pada pengembangan usaha Sangkuriang
Jaya yang dibahas adalah :
a. Kepemilikan
Sangkuriang Jaya berada di bawah kepemilikan satu (1)
orang yang merupakan pemilik modal usaha.
b. Struktur Organisasi
Pada usaha Sangkuriang Jaya, struktur organisasi yang
digunakan adalah struktur organisasi lini atau garis (Gambar 7).
Struktur organisasi ini merupakan ketetapan dan telah disepakati
bersama oleh seluruh karyawan pada perusahaan ini. Alasan dari
Sangkuriang Jaya menggunakan struktur organisasi lini atau garis,
agar memudahkan dalam merencanakan, mengorganisasikan,
mengendalikan dan melakukan pengontrolan, sehingga
Gambar 7. Struktur organisasi Sangkuriang Jaya
c. Deskripsi Pekerjaan
Struktur organisasi lini atau garis yang telah dijelaskan
memudahkan atasan dalam memberikan perintah secara langsung
dengan melakukan pembagian kerja sederhana. Deskripsi
pekerjaan yang ada di Sangkuriang Jaya adalah :
1) Pemilik melakukan pengawasan terhadap kinerja bawahannya.
Pemilik juga menerima laporan harian mengenai
perkembangan kegiatan produksi. Selain itu pemilik
diharapkan mampu untuk mengambil keputusan yang baik
untuk kelangsungan usaha agar dapat berjalan lebih baik dan
kondusif.
2) Koordinator lapangan terdiri dari dua (2) orang dengan tugas
antara lain menjaga keamanan dan kebersihan kolam. Selain
itu membantu dalam proses pemijahan dan penyortiran benih.
3) Tenaga operasional terdiri dari dua (2) orang dengan tugas
melakukan pemeliharaan indukan dan pemeliharaan larva
disamping itu membantu pemijahan dan penyortiran benih
Lele Sangkuriang.
d. Sistem Kompensasi Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang terlibat pada usaha pembenihan Lele
Sangkuriang Jaya merupakan karyawan tetap. Tenaga kerja ini
memperoleh gaji dengan jumlah yang tetap dan diberikan setiap
1.900.000,00 per bulan. Tabel 7 menjelaskan klasifikasi sistem
kompensasi di Sangkuriang Jaya.
Tabel 7. Klasifikasi sistem kompensasi Sangkuriang Jaya
No Jabatan
Gaji (Rp / Bulan)
1 Koordinator lapangan 600.000
2 Tenaga operasional 350.000
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa aspek manajemen pada pendirian usaha yang
dilakukan oleh Sangkuriang Jaya ini memungkinkan pihak
manajemen mengorganisasikan, melaksanakan maupun
mengendalikan usahanya dengan baik. Dengan demikian, aspek
manajemen pada pendirian usaha ini termasuk kategori layak.
e. Peraturan dan Sanksi Kerja
Peraturan yang diterapkan oleh Sangkuriang Jaya adalah :
1) Setiap tenaga kerja diharuskan selalu menjaga kebersihan dan
menjaga kenyamanan konsumen.
2) Setiap tenaga kerja dilarang untuk mencuri atau mengambil
hal-hal yang merupakan milik Sangkuriang Jaya
3) Setiap tenaga kerja dilarang untuk memakai narkoba dan
mengkonsumsi minuman keras, terutama di lokasi usaha
Sangkuriang Jaya.
Sanksi-sanksi kerja yang diterapkan oleh Sangkuriang Jaya
adalah pemotongan gaji dan skorsing.
f. Sistem Pemutusan Tenaga Kerja
Pemutusan hubungan kerja dilakukan apabila tenaga kerja
diketahui melakukan pelanggaran kerja yang sudah sangat fatal,
yaitu melakukan tindakan kriminal dan sudah mendapatkan sanksi
4.4.5. Aspek Dampak Usaha
Pengembangan usaha pembenihan Lele Sangkuriang Jaya
diharapkan dapat memenuhi keinginan masyarakat terutama para
petani pembesaran Lele Sangkuriang di Jabodetabek pada umumnya
dan Kecamatan Ciomas pada umumnya. Dengan berdirinya usaha
pembenihan Lele Sangkuriang ini, mampu memotivasi masyarakat
untuk berwirausaha, khususnya di bidang perikanan air tawar,
sehingga dapat meningkatkan perekonomian bagi masyarakat Desa
Babakan Kecamatan Ciomas.
Antisipasi terhadap dampak lingkungan yang dihasilkan oleh
usaha Sangkuriang Jaya ini adalah aroma tidak sedap yang dihasilkan
dari kolam Lele akibat pemberian pakan. Oleh karena itu, pihak
pengelola telah mempertimbangkan lokasi usaha yang tidak terlalu
berdekatan dengan perumahan masyarakat.
4.5. Implikasi Manajerial
Pengembangan usaha pembenhan Lele Sangkuriang Jaya dapat
direlisasikan jika pemilik usaha, memiliki keyakinan dan kesungguhan
dalam pelaksanaannya. Untuk mengatasi masalah dana, pemilik perlu
mengajak dan meyakinkan investor lain untuk menanamkan modalnya,
sehingga pemilik tidak terlalu kesulitan dalam hal pendanaan.
Hal lainnya pemilik harus mempersiapkan kondisi internal, terutama
bagian keuangan, untuk membentuk sistem pencatatan yang baik, agar
memudahkan penghitungan kerugian dan keuntungan. Selain itu, pemilik
perlu memperhatikan tentang perizinan dan legalitas, serta meminta
rekomendasi pada Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. Dengan diakuinya
legalitas usaha tersebut, diharapkan adanya perlindungan dari pemerintah
setempat, bantuan yang bersifat pelatihan ataupun pengadaan fisik dan
informasi-informasi yang dapat menguntungkan bagi usaha pembenihan
1. Kesimpulan
a. Pengembangan usaha pembenihan Sangkuriang Jaya dapat direalisasikan
untuk memenuhi permintaan akan benih Lele Sangkuriang, maka para
petani pembesaran Lele Sangkuriang pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya dapat dengan mudah memperoleh benih Lele
Sangkuriang bermutu.
b. Pengembangan usaha pembenihan Sangkuriang Jaya dapat memberikan
kontribusi yang baik dalam masyarakat di desa Babakan Kecamatan
Ciomas. Keuntungan yang diperoleh masyarakat, yaitu dapat
memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat. Selain itu
masyarakat dapat termotivasi melakukan kegiatan wiraswasta untuk
meningkatkan kesejahteraan.
c. Analisis kelayakan keuangan menghasilkan keuntungan bagi
Sangkuriang Jaya Rp Rp. 28.390.000, R/C ratio 1,24, BEP harga diperoleh Rp.56,34 yang berarti penjualan benih tidak akan mengalami
keugian atau pun keuntungan jika benih dijual dengan harga Rp. 56,34.
Sedangkan untuk BEP produksi diperoleh sebesar 845.125 ekor. Nilai
kriteria investasi yang dihasilkan dengan NPV Rp 87.220.446. IRR 42%, Net B/C atau PI adalah 1,42 dan PBP adalah 3 tahun. Hasil tersebut menunjukan kelayakan pendirian usaha pembenihan Sangkuriang Jaya.
Dalam analisis switching value digunakan skenario penurunan produksi 30%. Atas skenario tersebut, pengembangan usaha Sangkuriang Jaya
berada pada ambang batas kelayakan dengan diperoleh hasil NPV Rp
0,00, PI atauNet B/C1,00 dan IRR 7% 2. Saran
a. Pengelolaan pembenihan Lele Sangkuriang perlu memiliki
hubungan dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bogor
dan Balai Perikanan Air Tawar Sukabumi, agar dapat memperoleh
informasi terkini, terutama informasi tentang indukan Sangkuriang
b. Pihak Sangkuriang Jaya harus melakukan pencatatan yang baik agar dapat mengelola keuangan perusahaan melalui pengadaan
komputer untuk melakukan pencatatan secara otomatis dan lebih
akurat.
c. Sangkuriang Jaya harus menjaga keharmonisan dengan para
konsumen, terutama para petani pembesaran Lele Sangkuriang,
agar keberlangsungan perusahaan dapat terjaga dan bahkan
Agromaret.com. 2009. Permintaan Lele Sangkuriang. www.agromaret.com [2 Juni 2009]
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2009.Kota Bogor Dalam Angka. Bogor. BPS Kota Bogor.
BRI (Bank Rakyat Indonesia). 2010. Tingkat Suku Bunga Deposito. www.bri.co.id[8 Juni 2010].
Chaerunnisa, R. R. 2007. Studi Kelayakan Pendirian Usaha Penggilingan Gabah di Desa Cikarang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Skripsi, pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Produksi dan Konsumsi Ikan Nasional. Jakarta
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2009. Produksi dan Konsumsi Ikan. Bogor
Husnan, S. dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta
Ibrahim, Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. PT. Asdi Mahasatya, Jakarta.
Hakim, N. 2008. Usaha Budidaya Perikanan.wikipedia.org/wiki/Perikanan, [8 Juni 2009]
Lele Dramaga. 2010. Budidaya Lele Sangkuriang.leledramaga.blogspot.com [11 Januari 2010].
Nasrudin. 2010. Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Agromedia, Jakarta
Prabowo, 2007. Teknis Budidaya Lele. bibitlelesangkuriang.blogspot.com [ 12 Juni 2010].
Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang (Clarias sp.). Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Air Tawar, Sukabumi
Tahmid, M. 2005. Studi Kelayakan Pendirian Industri Gelatin Tipe B Berbasis Tulang Sapi di Indonesia. Skripsi pada Departemen Teknologi Industri, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Umar, H. 2001. Studi Kelayakan Bisnis : Teknik Menganalisa Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.