• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Profil Kelahiran Antara Panthera tigris sumatrae (Pocock 1929) Dengan Panthera tigris altaica (Temminck 1848) Di Habitat Ex-Situ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Profil Kelahiran Antara Panthera tigris sumatrae (Pocock 1929) Dengan Panthera tigris altaica (Temminck 1848) Di Habitat Ex-Situ"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

"

!

!

"

(2)

!

"

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

"

!

!

"

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Perbandingan Profil Kelahiran

antara (Pocock 1929) dengan

(Temminck 1848) di Habitat adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

(4)

! " % Perbandingan Profil Kelahiran antara

(Pocock 1929) dengan (Temminck 1848) di Habitat Dibimbing oleh &% '&(% )*+* , - .* */ !0 / !

Harimau Sumatera merupakan satu0satunya subspesies dari

yang masih ada di Indonesia. Harimau Sumatera diklasifikasikan oleh

CITES ke dalam Subspesies lain dari yaitu

atau dikenal juga sebagai harimau Siberia. Kedua subspesies harimau di atas berasal dari yang mengalami divergensi sehingga terbentuk menjadi beberapa subspesies. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan profil kelahiran antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia

yang berada di habitat masing0masing. Penelitian ini menggunakan data

sekunder yang didapat dari dari tahun 1984 hingga

2003. Dari hasil penghitungan, diperoleh rata0rata antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia berbeda nyata (nharimau Sumatera=180, rata0

rata=2,21; nharimau Siberia=220, rata0rata=2,36). Hal ini mengindikasikan bahwa di

antara kedua subspesies tersebut terdapat perbedaan dalam kemampuan reproduksinya. Kemungkinan perbedaan ini dipengaruhi oleh iklim dan pakan. Dari data kelahiran juga didapat bahwa harimau Sumatera tidak menunjukkan pola reproduksi musiman, sedangkan pada harimau Siberia terlihat adanya pola musiman. Kedua subspesies memiliki kemampuan yang sama untuk melahirkan,

dengan maksimal 12 kali melahirkan.

(5)

! " % Comparison of Birth Profile of

(Pocock 1929) with (Temminck 1848) at

Habitat Under the advisory of &% '&(% )*+* , - .* */ !0 / !

Sumatran tiger is the remaining subspecies of tiger in Indonesia and

classified in Appendix I at CITES. Another subspecies of the tiger is

, known as Siberian tiger. Those 2 subspecies were origin from which has divergenced and separated into several subspecies. The research aims to compare the birth profile between Sumatran tiger and Siberian tiger in ex0situ habitat. This research used secondary data compiled from in the period of 1984 to 2003. The results show that

the litter size of Sumatran tiger significantly different from Siberian tiger (nSumateran tiger=180, average=2,21; nSiberia tiger=220, average=2,36). This indicates

some difference in reproductive capability between those tigers which may be affected by climate and food composition and availability. Data on natality does not show existing seasonal reproduction pattern in Sumatran tiger as those in

Siberian tiger. Both Sumatran tiger and Siberian tiger have same potential of reproduction, i.e. maximum of 12 birth through the entire dam’s life.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang0Undang

!

! ! ! !

" #

" $

(7)

Judul : Perbandingan Profil Kelahiran antara

(Pocock 1929) dengan (Temminck 1848)

di Habitat

Nama : Dermawan Saputra

NRP : B04060838

2 3,4, 5

&% '&(% )*+* , - .* */ !0 / !

- - )

3*(, /

Wakil Dekan FKH0IPB

&% *23 3 ,2, &

* . *

(8)

& 6 . .*( &* * 3*&* ' )*

' *- 3*3 dapat diselesaikan.

Penelitian ini diselenggarakan atas inisiatif dan kecintaaan penulis terhadap keberadaan satwa liar. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berharga mengenai kemampuan reproduksi harimau Sumatera dan harimau Siberia, serta usaha0usaha yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan kemampuan reproduksinya.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis tidak lepas dari bantuan seluruh pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

1 Allah SWT

2 Ibunda Farida dan ayahanda Syaiful Ajasmi atas segala yang telah

diberikan sampai saat ini.

3 Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc selaku pembimbing dalam penelitian ini.

4 Drh. Hj. Tutik Wresdiyati, Ph.D selaku pembimbing akademik.

5 Teman0teman tim penelitian bimbingan drh. Ligaya (D’phita, Rista, Unita,

Shipho).

6 Rekan0rekan Himpunan Minat Profesi Satwa Liar atas pengalaman dan pelajaran yang diberikan hingga saat ini.

7 drh. Winda Rahayu Andini atas dukungan dan masukan terhadap skripsi ini.

8 Seluruh pihak yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi

(9)

Bogor, Januari 2011

(10)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret 1989 dari ayah Syaiful Ajasmi dan ibunda Farida. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan mulai dari SDN Gandaria Utara

07 Pagi pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 19 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan pada SMU Negeri 46 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah selama satu tahun mengikuti Tingkat Persiapan Bersama, penulis resmi terdaftar

sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada berbagai kepanitiaan dan organisasi di dalam kampus. Organisasi dalam kampus yang diikuti oleh penulis yaitu Himpunan Minat Profesi Satwa Liar mulai dari tahun 2007 hingga saat ini, Komunitas Seni Steril, Veterinary English Club, Veterinary Japanese Club, Badan Eksekutif Mahasiswa FKH IPB. Di luar kampus, penulis aktif dalam Ikatan

(11)

DAFTAR ISI ... ix

Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

Hasil ... 11

Pembahasan ... 17

& ... 17

Jumlah Kelahiran ... 20

Kemampuan Reproduksi Induk ... 23

' ' ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(12)
(13)

No Teks Halaman

1 Harimau Sumatera ... 4

2 Harimau Siberia ... 5

3 Distribusi Harimau di Habitat ... 7

4 Berbagai Macam Tipe Uterus ... 8

5 Kumpulan grafik rata0rata per bulan ... 12013

6 Kumpulan grafik jumlah kelahiran per bulan ... 14015

(14)
(15)

*3*& - .* * )

Harimau Sumatera merupakan hewan karnivora yang memiliki habitat di pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan satu0satunya subspesies dari

yang masih ada di Indonesia. Harimau Sumatera (

) hanya tinggal di kepulauan Sumatera (Wikipedia, 2010a). Harimau Sumatera diklasifikasikan oleh CITES (2010) ke dalam , yakni termasuk spesies yang terancam kepunahan dan atau mungkin terpengaruh oleh

perdagangan. Harimau Sumatera ( , Pocock 1929)

merupakan salah satu subspesies (Linnaeus 1758) yang ditemukan di pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan subspesies

terkecil yang masih bertahan hingga saat ini seperti yang disebutkan dalam Wikipedia (2010b). Harimau Sumatera hidup di daerah dataran rendah dan hutan pegunungan, seperti disebutkan dalam Krech, McNeill, dan Merchant (2004). Berkurangnya populasi harimau Sumatera disebabkan oleh perbuatan tangan

manusia dan bencana alam yang terjadi di bumi, akan tetapi sebagian besar berkurangnya populasi harimau Sumatera akibat dari perbuatan manusia, seperti penebangan hutan besar0besaran atau , perburuan liar pada harimau Sumatera dan eksploitasi besar0besaran, sisanya akibat bencana alam yang terjadi seperti kebakaran hutan. Akibat kehilangan habitat alaminya, hewan ini semakin

sering berkonflik dengan manusia. Di dalam bukunya, MacKinnon (1992) menyebutkan bahwa tuduhan yang sering terlontar oleh media massa yaitu harimau Sumatera yang memangsa ternak, bahkan memangsa penduduk.

Subspesies lain dari yaitu atau

dikenal juga sebagai harimau Siberia. Harimau Siberia adalah subspesies harimau terbesar di bumi. Menurut Wikipedia (2010b), Harimau ini juga merupakan

(16)

yang disebutkan di dalam AMUR (2010). Karena itu harimau ini disebut juga

dengan .

Kedua subspesies harimau di atas berasal dari yang mengalami divergensi sehingga terbentuk menjadi beberapa subspesies. Di dalam Waddington (1939), Faktor0faktor isolasi geografis merupakan hal terpenting dalam terjadinya divergensi. Isolasi geografis menyebabkan terjadinya perbedaan

pada habitat suatu spesies. Jika spesies yang sama berada di tempat yang berbeda, maka masing0masing spesies akan menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. Jika hal ini berlangsung lama, dapat terjadi divergensi spesies menjadi subspesies, atau –jika isolasi berlangsung sangat lama– menjadi spesies yang berbeda. Divergensi ini akan menyebabkan perbedaan pada fisiologis hewan, termasuk reproduksi. Harimau Sumatera hidup di daerah tropis dengan sinar matahari

sepanjang tahun, sedangkan harimau Siberia hidup di wilayah subtropis yang hanya disinari matahari pada bulan0bulan tertentu. Perbedaan paparan sinar matahari ini menyebabkan terjadinya perbedaan musim. Pada daerah beriklim subtropis, terdapat empat musim, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Perbedaan iklim ini kemungkinan akan berpengaruh terhadap

profil reproduksi dari kedua subspesies harimau tersebut.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempertahankan populasi kedua jenis harimau tersebut, di antaranya adalah dengan mendirikan habitat dan . Upaya membangun habitat , yaitu dengan membuat cagar alam dan suaka margasatwa, sedangkan habitat diantaranya adalah dengan cara membangun pusat penyelamatan satwa, kebun binatang, balai karantina dan pusat

penangkaran.

,4,* 0 . 3 *

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan profil kelahiran antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia yang berada di habitat masing0 masing. Data akan dianalisa secara statistik. Hipotesa yang diajukan

yaitu hipotesa (H0) tidak terdapat perbedaan yang nyata antara dari

harimau Sumatera dengan harimau Siberia, dan hipotesa (H1) terdapat perbedaaan

(17)

Kemudian dilihat jumlah kelahiran dan kemampuan melahirkan antara kedua

(18)

Harimau berada di bawah subfamili Pantherinae, bersama dengan singa, panther, dan jaguar% Seluruh subspesies harimau berada di bawah spesies Di dalam bukunya, Mongillo dan Zierdt0Warshaw (2000) menulis

bahwa harimau dapat dikenali dari rambutnya, yang biasanya berwarna kuning0 oranye dengan garis hitam vertikal.

.*2 6 *2 *& *,

Taksonomi harimau dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

(19)

. ) *& *, Sumatera juga ditemukan di daerah rerumputan alang0alang tinggi dan juga rawa0 rawa air tawar. Harimau Sumatera merupakan harimau yang relatif lebih kecil, memiliki kaki yang lebih pendek daripada harimau0harimau bumi bagian utara. Umumnya berwarna oranye gelap dengan garis hitam yang rapat, dan rambut dagu yang panjang dan meruncing. Berat badan harimau Sumatera berkisar antara

100 sampai 104 kg, dengan panjang badan antara 2200255 cm. Di dalam Prynn (2004) disebutkan bahwa mangsa utama dari harimau Sumatera adalah babi liar dan sambar (' ( ). Di dalam CITES (2010) harimau Sumatera dimasukkan ke dalam . Sedangkan di dalam IUCN (2010), harimau Sumatera termasuk dalam sejak tahun 2008.

Gambar 1. Harimau Sumatera (Wikipedia 2010a)

*& *, ! - & *

(20)

wilayah timur laut Cina. Karena rambutnya yang lebih tebal, harimau Siberia

terlihat lebih besar dari ras yang ada di India dan Asia Tenggara. Harimau Siberia membutuhkan hewan buruan yang besar, seperti babi hutan dan rusa merah. Ada satu kasus dimana harimau Siberia menyerang beruang coklat dewasa. Spesimen terbesar yang pernah dilaporkan adalah seekor harimau jantan yang ditembak di cekungan sungai Sungari di Manchuria pada tahun 1943. Di dalam Ellis (2005)

disebutkan, spesimen ini memiliki panjang 3,507 m, dihitung dari kepala sampai ke ujung ekor.

Gambar 2. Harimau Siberia (Wikipedia 2010b)

Harimau memiliki ukuran yang bervariasi. Tetapi variasi antar subspesies

ini lebih bersifat gradual daripada diskrit (Kitchener dan Dugmore 2000). Ukuran tubuh harimau yang hidup di lebih ke selatan lebih kecil, kemungkinan karena adaptasi terhadap suhu yang lebih hangat yang mengharuskan pelepasan panas tubuh yang lebih efisien, dan juga untuk mengurangi kebutuhan energi di lingkungan yang tidak selalu terdapat mangsa berupa ungulata besar (McNab 2005). Pola garis hitam dengan dasar berwarna oranye0emas dari harimau terlihat

mencolok di dalam kandang. Akan tetapi di alam, walaupun di habitat semi terbuka, pola garis tersebut membuyarkan tubuh, dan membuat harimau tidak mudah terlihat (Sunquist 2010). Secara fisik harimau merupakan hewan yang kuat dan dapat menjatuhkan mangsa yang berukuran lima kali berat tubuhnya. Tengkorak harimau besar dan pendek, sehingga meningkatkan

(21)

yang lembut mendistribusikan bobot tubuh harimau, yang tidak hanya menjadikan

gerakan harimau menjadi luwes, tapi juga tidak terdengar.

*- 3*3 *& *,

Harimau merupakan jenis kucing yang habitat utamanya berada di dalam hutan. Ada tiga persyaratan yang dibutuhkan suatu tempat agar cocok menjadi

habitat harimau. Pertama, daerah tersebut harus memiliki banyak vegetasi rimbun agar harimau dapat bersembunyi dan mengendap0endap mengintai mangsanya. Kedua, di daerah tersebut harus terdapat banyak kolam dan sungai, karena terkadang mereka mendinginkan badannya dengan berendam di dalam air. Kebiasaan berendam ini menyebabkan harimau menjadi perenang yang baik. Populasi harimau sebagian besar hidup di daerah rawa0rawa di India dan Asia

tenggara. Syarat terakhir adalah tersedianya suplai makanan yang cukup. Harimau membunuh dan memakan hewan besar, seperti ternak, rusa, dan babi.

Harimau hidup soliter, dan tiap ekor memiliki wilayah hutan yang luas untuk dirinya sendiri. Daerah tersebut cukup besar untuk menjamin suplai mangsa yang cukup untuk makanan harimau. Hal ini menyebabkan harimau tersebar luas.

Harimau Siberia adalah yang paling menyebar, dengan individu yang terpisah ratusan mil jauhnya dari individu lainnya. Hal ini karena hutan Siberia di Rusia sangat dingin dan mangsa untuk harimau Siberia juga hidup menyebar, seperti yang disebutkan dalam Beer (2007).

(22)

Gambar 3. Distribusi Harimau di Habitat (Beer 2007)

Contohnya di Chitwan, di dalam MacDonald dan Loveridge (2010), luas wilayah jelajah harimau rata0rata 20 km2. Di wilayah dengan mangsa yang sedikit, wilayah jelajah harimau akan lebih luas. Di dalam MacDonald dan Loveridge (2010), pada harimau Siberia yang tinggal di habitat dengan mangsa yang tersebar, wilayah jelajah tiap individu bisa mencapai 400 km2. Wilayah jelajah harimau akan berbanding terbalik dengan kepadatan mangsa (Karanth 2004). Sebagai tambahan, untuk harimau Sumatera di Taman Nasional Way

Kambas, jarak jelajah minimum dari harimau betina adalah 49 km2 dan harimau jantan dewasa memiliki wilayah jelajah mencapai 116 km2 (Franklin 1999).

2 &8*2

Habitat merupakan tempat tinggal satwa yang berada di luar habitat

aslinya. Habitat dibuat semirip mungkin dengan aslinya agar hewan merasa nyaman. Konservasi ex0situ didefinisikan dalam ' ( $

( sebagai “pengawetan komponen0komponen keragaman plasma nutfah di luar habitat aslinya. Ini melibatkan pengambilan sampel, transfer, dan penyimpanan dari suatu taxa target dari daerah koleksi dan biasanya dilakukan

(23)

adalah kronologi populasi harimau yang ada di dalam penangkaran. Untuk setiap harimau yang terdaftar, di dalam terdapat informasi mengenai tanggal lahir harimau, tanggal kematian, induk jantan dan betina, lokasi keberadaan dan perpindahan harimau, serta nomor identifikasi institusi yang memiliki harimau dan nomor identifikasi yang

terstandarisasi (Seifert dan Muller 1984).

& adalah suatu ukuran kuantitatif dari suatu hewan. Di dalam

Kaps dan Lamberson (2009) disebutkan bahwa sendiri adalah suatu variable diskrit. Untuk harimau, rata0rata adalah 304 seperti yang

disebutkan dalam Triefeldt (2007). Di dalam The American Heritage® Medical Dictionary (2007), adalah keturunan yang dihasilkan dalam sekali kelahiran pada mamalia multipara. & dipengaruhi oleh bentuk uterus. Uterus harimau memiliki bentuk bipartitus. Dalam Hyman (1992) ada bentuk bipartitus, kedua cabang uterus bersatu di bagian posterior dan menuju ke vagina melalui

cervix yang sama. Bentuk uterus seperti ini memungkinkan harimau memiliki lebih dari satu.

Gambar 4. Berbagai macam tipe uterus. (A)Duplex. (B)Bipartitus. (C)Bicornuatus. (D)Simplex. (Feldhamer 2007)

(24)

terdapat pada fase folikular. Pada spesies monotocous terdapat beberapa folikel

yang terpilih, tetapi pada akhirnya hanya satu yang akan menjadi folikel dominan. Sedangkan pada spesies polytocous terdapat beberapa folikel dominan. Kondisi dominansi ini ditandai oleh adanya satu atau lebih folikel preovulasi yang memberikan efek inhibitori yang besar kepada folikel antral lainnya yang berada pada kohort terekrut dan terpilih. Pengaruh inhibitori ini diperkirakan karena

kombinasi produksi inhibin oleh folikel dominan dan pengurangan suplai darah ke beberapa folikel. Penurunan konsentrasi FSH di dalam darah yang disertai penurunan suplai darah ke beberapa folikel menyebabkan folikel0folikel tersebut atresia. Hanya folikel yang menerima suplai darah yang lebih banyak (yang juga berarti menerima lebih banyak gonadotropin) yang akan terus tumbuh dan menjadi dominan. Perbedaan jumlah folikel dominan inilah salah satu penyebab

(25)

dan harimau Siberia ( ).

3 ' . )

)* *3* & diamati berdasarkan data sekunder dari

$ . Data yang dipergunakan merupakan kompilasi dari tahun 198402003.

7, .*( .*( &* % Jumlah peristiwa kelahiran dirangkum setiap bulan untuk tiap subspesies. Data sekunder yang digunakan berasal dari

$ tahun 198402003.

* 0,* .*( & * % Kemampuan individu harimau untuk

melahirkan dirangkum dalam tabel. Individu yang dijadikan contoh merupakan

spesimen yang ada di dalam $ tahun 198402003.

*. 2 2 '*3*

Data yang didapat akan diuji dengan t0test. Untuk data jumlah

kelahiran dan kemampuan melahirkan dianalisa secara deskriptif.

7*'9*. 0 .* 2* ** 0 . 3 *

(26)

*2 .

Data yang telah dirangkum dari diuji dengan

t0test. Dari hasil penghitungan, diperoleh thitung=2,12, sedangkan ttabel=1,96.

Karena thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa

antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%.

Tabel 1. Rata0rata antara dengan

Subpesies N rata0rata

180 2,21b

220 2,36a

Huruf yang berbeda menunjukkan rata0rata yang berbeda nyata Selain , dari data yang dirangkum ini juga dapat dilihat

jumlah perkawinan tiap bulannya dari masing0masing spesies yang dapat dilihat di gambar 6. Potensi kedua subspesies dalam menghasilkan keturunan dijelaskan di dalam tabel 2 dan tabel 3.

-*(*2*

Pada habitat , perkawinan diatur dan dilakukan pembatasan, karena berkaitan dengan kapasitas dari habitat sendiri. Walaupun dilakukan pembatasan, pengelola habitat tetap memegang satu prinsip dasar saat akan mengawinkan harimau0harimau tersebut, yakni mengawinkan harimau pada saat estrus, karena betina hanya reseptif terhadap jantan saat estrus. Berdasarkan

(27)

1984

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

1992

1993

(28)

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

(29)

1984

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

1992

1993

(30)

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

(31)

Tabel 2. Potensi kelahiran harimau Sumatera

Tabel 3. Potensi kelahiran harimau Siberia

$"% ) # ! "

Keterangan: Jumlah anakan yang lahir ditulis dengan pola A (B,C,D) A = jumlah total anakan

B = jumlah anakan dengan jenis kelamin jantan C = jumlah anakan dengan jenis kelamin betina

(32)

& adalah suatu ukuran untuk menyatakan jumlah anakan yang lahir di dalam satu peristiwa kelahiran. Pada penelitian kali ini, diketahui bahwa antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia berbeda nyata (α=0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa di antara kedua subspesies tersebut terdapat perbedaan dalam kemampuan reproduksinya. Lingkungan merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan , seperti dalam Land (1985) Dalam Antipov (2006) disebutkan, harimau Siberia hidup di iklim subtropis, tepatnya berada di daerah iklim sedang dan beku. Sedangkan harimau Sumatera hidup di iklim tropis. Pakan juga merupakan faktor yang berpengaruh 0 dan mungkin paling berpengaruh0 dalam perbedaan performa reproduksi. Pakan untuk harimau umumnya menggunakan formulasi yang digunakan secara umum

untuk felid, dengan kebutuhan diet tinggi protein dan lemak, vitamin A (dalam bentuk retinol), asam arakadonat, taurin dan niasin. Hewan model yang dijadikan dasar untuk penyusunan nutrisi ini adalah kucing (Hackenberger 1987). Felid yang berada di habitat di kebun binatang berbasis SSP ( ( (

) dan EEP ( ) diberi pakan

komersial dengan protokol nutrisi yang detil (Felid Taxon Advisory Group 2008). Pakan tersebut terdiri dari daging kuda atau sapi, yang diseimbangkan dengan premix vitamin dan mineral, dan tersedia dalam bentuk beku atau kalengan.

Tabel 2. Komposisi nutrisi yang ada di dalam pakan komersial Nutrisi yang terkandung Jumlah

Komposisi dari pakan tersebut adalah sebagai berikut: daging kuda, jeroan

(33)

suplemen vitamin B12, suplemen vitamin E, menadion, natrium bisulfit (sumber

aktivitas vitamin K), suplemen riboflavin, niasin, kalsium pantotenat, kolin klorida, tiamin, piridoksin hidroklorida, asam folat, tembaga oksida, kobalt karbonat, mangan oksida, etilen diamin dihidriodida, dan zinc oksida.

Selain pakan ini, felid lebih umum diberi pakan yang di bawah standar, sering hanya daging sebagai satu0satunya sumber pakan. Hal ini dapat berdampak

pada fertilitas, yakni terjadi penurunan fertilitas (Howard dan Allen 2008). Perbedaan pakan antara kedua subspesies kemungkinan menyebabkan terjadinya perbedaan , karena pakan di bawah standar ini dijumpai di kebun binatang pada negara0negara berkembang, dan harimau Sumatera kebanyakan berada di kebun binatang di negara berkembang karena harimau ini merupakan satwa tropis.

Triefeldt (2007) menulis di dalam bukunya bahwa harimau rata0 rata 304. Tetapi dari data yang berasal dari ! untuk kedua harimau berada di bawah rata0rata (harimau Sumatera 2,21; harimau Siberia 2,36). Kemungkinan rendahnya jumlah ini dapat dikarenakan kematian embrio. Dalam Arthur (1996) disebutkan, pada hewan polytocous, kematian

embrio dapat terjadi tanpa mengakhiri kebuntingan. Kematian embrio ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan atau genetik. Bisa juga disebabkan oleh gabungan kedua faktor ini. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan kematian embrio yaitu iklim, nutrisi, stres, laju ovulasi, kegagalan faktor rekognisi fetomaternal, kondisi uterus, hormon, agen infeksius, dan teratogen. Faktor iklim berpengaruh pada individu yang berada pada iklim yang berbeda dengan habitat

aslinya. Perbedaan ini dapat mengakibatkan stres pada individu yang akhirnya menyebabkan kematian embrio. Nutrisi berfungsi sebagai penyokong kehidupan bagi induk dan juga embrio. Jika terjadi malnutrisi, asupan nutrisi ke embrio akan berkurang. Kekurangan asupan nutrisi ini dapat menyebabkan terjadinya kematian embrio, karena kebutuhan nutrisi lebih besar dari asupannya, sehingga tidak semua embrio dapat dipertahankan. Kegagalan faktor rekognisi fetomaternal

(34)

mengalami kematian. Kondisi uterus berpengaruh dalam kematian embrio karena

uterus merupakan tempat terjadinya implantasi embrio. Jika terjadi gangguan pada uterus, embrio dapat mengalami kegagalan implantasi dan akhirnya mengalami kematian. Mekanisme hormon dalam menyebabkan kematian kemungkinan karena kurangnya hormon progesteron sehingga uterus tidak dapat mendukung embrio yang ada. Embrio yang tidak mendapat sokongan dari uterus akan mati.

Sedangkan faktor genetik yang menyebabkan kematian embrio yaitu defek satu gen, abnormalitas poligenik, dan abnormalitas kromosom. Dalam Jackson (2004) disebutkan, pada kucing terdapat fenomena yang disebut resorbsi fetus. Pada kasus ini jaringan fetus diperkirakan mengalami autolisis dan dicerna oleh sel0sel fagosit di dalam darah. Alasan mengapa fetus0fetus tersebut mati tidak diketahui, tetapi kemungkinan karena kurangnya ruang plasenta untuk masing0masing fetus.

Ada kemungkinan pada harimau juga terjadi rebsorpsi fetus ini, sehingga yang didapat lebih rendah dari kemampuan sebenarnya. Pada harimau Sumatera yang berada di iklim subtropis atau harimau Siberia yang berada di iklim tropis, faktor iklim sangat mungkin berperan dalam terjadinya kematian embrio. Iklim yang berbeda dari tempat asal harimau dapat menyebabkan stres

sebelum harimau tersebut dapat beradaptasi. Kemungkinan kematian embrio ini dapat terjadi pada masa0masa adaptasi. Pada harimau0harimau yang hidup di habitat , faktor genetik dapat terjadi karena perkawinan antara individu yang terlalu dekat kekerabatannya. Hal ini dapat memunculkan defek0defek genetik yang sifatnya resesif homozigot.

7, .*( .*( &*

Berdasarkan , jumlah peristiwa kelahiran

tidak mengikuti suatu pola reproduksi tertentu. Dalam Geptner (1992), reproduksi adalah karakteristik dari hewan tropis. Semiadi dan Nugraha (2006) juga menyatakan bahwa harimau Sumatera mempunyai pola kelahiran sepanjang tahun. Akan tetapi, hal yang harus dicermati

(35)

yang cukup lama hingga dapat terjadi adaptasi yang sesuai dengan lingkungannya.

Pada , jumlah peristiwa kelahiran ini mengikuti suatu pola

tertentu. Jumlah peristiwa kelahiran kebanyakan

mengalami puncaknya saat bulan April sampai bulan Juni. Seal (1987) juga menyatakan bahwa harimau Siberia mencapai puncak frekuensi kelahiran pada bulan April sampai bulan Juni. Hal ini seperti dalam Geptner (1992) yang

menyatakan bahwa 46% dari kelahiran terjadi para bulan Mei. Berdasarkan , hampir semua berada di belahan bumi utara, di daerah beriklim subtropis. Jika masa kebuntingan harimau umumnya adalah rata0 rata 103 hari, seperti dalam Seidensticker! Christie dan Jackson (1993), atau 105 hari dalam Geptner (1992), dapat disimpulkan bahwa frekuensi perkawinan terjadi lebih tinggi pada bulan Januari sampai bulan Maret. Dalam Inglis (2008)

harimau tidak mengalami musim kawin yang reguler. Tetapi, walaupun secara umum harimau dapat kawin sepanjang tahun, pada harimau Siberia terlihat adanya kecenderungan peningkatan jumlah perkawinan yang terjadi antara bulan Januari sampai bulan Maret. jumlah peristiwa kelahiran yang tinggi pada bulan tersebut menandakan adanya kecenderungan peningkatan jumlah estrus. Dalam Short

(1984), bagi hewan yang berada di daerah subtropis, sangat penting untuk melahirkan pada musim tertentu yang dapat menjamin keturunannya bertahan hidup, yang biasanya adalah musim panas. Hewan yang menunjukkan kumpulan siklus estrus pada musim0musim tertentu digolongkan ke dalam

, seperti dalam Senger (1999). Karena harimau Siberia menunjukkan peningkatan siklus estrus pada bulan Januari sampai bulan Maret, maka harimau

Siberia memiliki siklus estrus yang tergolong

Jika dilihat dari waktu puncak peningkatan siklus estrusnya, maka harimau Siberia tergolong dalam Senger (1999),

adalah hewan yang memulai siklusnya pada saat panjang hari memendek. Dua faktor utama yang mempengaruhi onset musim kawin adalah fotoperiode dan suhu. Tetapi diantara kedua faktor tersebut, fotoperiode merupakan faktor yang

(36)

nucleus suprachiasmaticus. Dari nucleus suprachiasmaticus keluar jalur syaraf

kedua yang menuju ke ganglion cervicalis superior. Neuron presinaps tersebut menyebabkan neuron postganglion tereksitasi. Neuron postganglion ini memiliki sinaps dengan neuron inhibitori yang berhubungan dengan sel di dalam kelenjar pineal (pinealosit). Sel tersebut mensekresikan material yang disebut melatonin. Saat siang hari, cahaya yang diterima oleh sel retina mata mengaktivasi sebuah

jalur neuron eksitatori pada tingkat kelenjar pineal yang menyebabkan neuron inhibitori terus0menerus tereksitasi. Eksitasi terus0menerus ini menghambat pelepasan melatonin dari pinealosit. Kebalikannya, pada malam hari jalur inhibitori tidak tereksitasi karena eksitasi syaraf pada area retina yang sensitif terhadap cahaya tidak ada. Oleh karena itu, jalur inhibitori akan terhenti dan melatonin akan dilepaskan oleh pinealosit. Melatonin hanya disintesis dan

disekresikan pada malam hari. Melatonin menstimulasi GnRH dan kemudian memicu siklus.

Menurut Gupta dan Spessert (2007), pada vertebrata melatonin disintesis dari triptofan. Pertama, triptofan dikonversi menjadi 50hidroksitriptofan oleh enzim triptofan hidroksilase. Kemudian enzim L0asam amino dekarboksilase

mengonversi 50hidroksitriptofan menjadi 50hidroksitriptamin (serotonin). Serotonin ini kemudian diasetilasi menjadi N0asetiloserotonin oleh enzim pembatas laju alkilamin N0asetil transferase (AA0NAT). Terakhir, N0 asetiloserotonin dikonversi menjadi N0asetil0metoksitriptamin (melatonin) oleh enzim hidroksiindol0O0metiltransferase. Aktivitas enzim AA0NAT menunjukkan suatu siklus diurnal yang memiliki aktivitas rendah pada siang hari, dan kemudian

aktivitasnya menjadi tinggi pada malam hari. Akibatnya, laju konversi serotonin menjadi melatonin yang minimal pada siang hari menjadikan serotonin terakumulasi di dalam pinealosit. Sejalan dengan menurunnya intensitas cahaya (malam hari), aktivitas AA0NAT meningkat dan menstimulasi peningkatan laju sintesis melatonin. Harimau Sumatera yang merupakan spesies tropis mengalami panjang hari yang sama sepanjang tahun. Hal ini dapat menyebabkan tidak

(37)

bulannya. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan konsentrasi melatonin pada

darah, dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada saat panjang hari memendek. Karena peningkatan konsentrasi melatonin ini, maka akan terjadi peningkatan jumlah siklus estrus pada saat panjang hari memendek. Karena harimau Siberia mengalami peningkatan siklus estrus saat panjang hari memendek, yaitu pada musim dingin, maka harimau Siberia tergolong ke dalam .

Gambar 5. Proses biosintesis melatonin (Gupta dan Spessert 2007)

* 0,* & 0& ', 2 ',

Dari tabel 2 dan tabel 3 dapat dilihat adanya perbedaan jumlah kelahiran dari tiap individu. Tabel ini digunakan untuk menunjukkan bahwa kedua subspesies memiliki kemampuan reproduksi yang tidak berbeda. Kemampuan reproduksi yang dimaksud adalah jumlah kali melahirkan seekor induk harimau. Variasi kemampuan melahirkan ini memiliki rentang yang cukup lebar (satu kelahiran, mis. pada induk harimau Sumatera #361; sampai 12 kelahiran, mis.

(38)

banyak individu ( ). Akan tetapi hal yang lebih menentukan

adalah dari habitat tersebut.

! Kelebihan populasi dapat menguras habis sumber daya yang ada. ' mencoba mengalokasikan populasi yang ada dengan sumber daya untuk membuat hubungan dengan sumber daya lebih kongkrit

(dalam Collin dan Collin, 2009). Dalam Miller dan Spoolman (2008)

ditentukan oleh pembatas lingkungan dan potensi biotik yang ada.

' menyatakan populasi maksimum dari spesies tertentu yang dapat disokong oleh lingkungan tanpa mengalami degradasi. Laju pertumbuhan suatu populasi akan menurun jika mendekati batas dari suatu habitat. Sumber daya yang menjadi pembatas antara lain air, makanan, dan ruang

gerak.

Pada kedua subspesies yang dipelihara di habitat , pembatas utama adalah kemampuan dari manajemen habitat tersebut. Faktor pembatas yang merupakan bagian dari kemampuan manajemen habitat yang ada antara lain luas habitat tersebut, pakan yang diberikan, adanya pasangan, serta

(39)

2 0,.*

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu

1. Jumlah antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia

berbeda nyata secara statistik.

2. Pada harimau Sumatera belum diketahui adanya pola dalam perkawinannya, sedangkan harimau Siberia termasuk

3. Kedua subspesies harimau memiliki potensi melahirkan yang sama, yaitu

sebanyak 12 kali melahirkan sepanjang hidupnya.

!*&*

(40)

AMUR. 2002. ) * <www.amur.org.uk>. Diakses 17 Juni 2010.

Anonimus. 2007. + , - Boston:

Houghton Mifflin Harcourt Publishing Company.

Antipov AN. 2006. . / Delhi: Research India Publication

Arthur GH, DE Noakes, H Pearson, TJ Parkinson. 1996. 0 1 2 London: W. B. Saunders Company Ltd.

Beer AJ, T Day, L Gray, J Green, T Jackson, B Taylor. 2007.

- ! 0 3 New York: Marshall Cavendish.

CITES. 2010. ! ! <www.cites.org>. Diakses tanggal 17 Juni 2010. ( ! Maryland: The Johns Hopkins University Press.

Felid Taxon Advisory Group <www.felidtag.org>. Diakses tanggal 20 Agustus 2010.

Franklin N, S Bastoni, D Siswomartono, J Manansang & R Tilson. 1999. Last of The Indonesian Tigers: A Cause for Optimism. Dalam J Siedensticker, S Christie & P Jackson (editor). 1 6 (

. Cambridge: Cambridge University Press: 130–147.

Geptner VG, AA Nasimovich, AG Bannikov. 1992. - / (

8 6 ' ( )+ ' *! 0 9 New Delhi: Amerind

Publishing Co. Pvt. Ltd.

Gupta BBP dan R Spessert. 2007. Regulation of Melatonin Synthesis: Animal versus Human Studies. Dalam SR Pandi0Perumal dan DP Cardinali (editor).

- 6 / New York: Nova Science Publisher,

(41)

Hackenberger MK, JL Atkinson, C Niemuller, RF Florkiewicz. 1987. Digestibility and metabolizable energy of diets for captive tigers. Dalam

/ 7 . RL Tilson dan US Seal, editor. Park Ridge, NJ: Noyes Publ.

Hamaide B, J Sheerin, C Tingsabadh. 2007. Natural Reserve Selection for Endangered Species Considering Habitat Needs: The Case of Thailand.

dalam CC Pertsova. 1 : 2070229. New

York: Nova Science Publishers, Inc.

Howard JG dan ME Allen. 2008. Nutritional Factors Affecting Semen Quality in Felids. Dalam ME Fowler dan RE Miller (editor), : 7

- 6 ' 0 Philadelphia: WB Saunders Co.

Hyman LH dan MH Wake. 1992. + ; ' ( 0

Chicago: University of Chicago Press.

Inglis J. 2008. 7 < = Charleston: BiblioBazaar.

IUCN. 2010. ) * <www.iucnredlist.org>. Diakses tanggal 17 Juni 2010.

Jackson PGG. 2004. + / 0 2 !

Singapore: Elsevier Limited.

Kaps M dan W Lamberson. 2009. $ / 6

UK: MPG Books Group.

Karanth KU, JD Nichols, NS Kumar, WA Link, JE Hines. 2004. Tigers and Their Prey: Predicting Carnivore Densities Drom Prey Abundance. dalam

/ < / , USA 101: 485404858

Kitchener AC dan AJ Dugmore. 2000. Biogeographic Change in The Tiger, Panthera tigris. : & 65:1050125

(42)

McNab B. 2005. Ecological Factors Influence Energetics in Order Carnivora.

: 51:5350545

Miller GT dan Spoolman S. 2008. & ( ( 6 !

' ! Belmont: Cengage Learning

Mongillo JF dan L Zierdt0Warshaw. 2000. / (

Rochester: University Rochester Press.

Prynn D. 2004. Russian Nature Press, United Kingdom.

Seal US, RL Tilson, ED Plotka, NJ Reindl, MF Seal. 1987. Behavioral Indicators and Endocrine Correlates of Estrus and Anestrus in Siberian Tigers. Dalam

Semiadi G, Nugraha RPT. 2006. Profil Reproduksi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) pada Tingkat Penangkaran. ? $ ( ( @

' / 1 Cambridge: Cambridge University Press.

Sunquist M. 2010. What is a Tiger? Ecology and Behaviour. Dalam R Tilson dan

PJ Nyhus (editor). / 6 ! ! (

/ Oxford: Academic Press

Triefeldt. 2007. 5 California: Quill Driver Book/Word Dancer Press, Inc.

UNCED. 1992. ' ( $ ( Geneva: United Nations

Conference on Environmental and Development.

Waddington CH. 1939. - . New York: The

(43)

Valkenburgh BV dan CB Ruff. 1987. Canine Tool Strength and Killing Behaviour in Large Carnivores. ? : & 212:3790397

[Wikipedia]. 2010a.

<http://en.wikipedia.org/wiki/Sumatran_Tiger>. Diakses 17 Juni 2010.

(44)

Lampiran 1. Jadwal pelaksanaan penelitian

tahapan kegiatan

bulan

juni juli agustus september oktober november desember

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Pembuatan proposal

Pengurusan surat0

menyurat Pengambilan data

(45)

! " % Comparison of Birth Profile of

(Pocock 1929) with (Temminck 1848) at

Habitat Under the advisory of &% '&(% )*+* , - .* */ !0 / !

Sumatran tiger is the remaining subspecies of tiger in Indonesia and

classified in Appendix I at CITES. Another subspecies of the tiger is

, known as Siberian tiger. Those 2 subspecies were origin from which has divergenced and separated into several subspecies. The research aims to compare the birth profile between Sumatran tiger and Siberian tiger in ex0situ habitat. This research used secondary data compiled from in the period of 1984 to 2003. The results show that

the litter size of Sumatran tiger significantly different from Siberian tiger (nSumateran tiger=180, average=2,21; nSiberia tiger=220, average=2,36). This indicates

some difference in reproductive capability between those tigers which may be affected by climate and food composition and availability. Data on natality does not show existing seasonal reproduction pattern in Sumatran tiger as those in

Siberian tiger. Both Sumatran tiger and Siberian tiger have same potential of reproduction, i.e. maximum of 12 birth through the entire dam’s life.

(46)

*3*& - .* * )

Harimau Sumatera merupakan hewan karnivora yang memiliki habitat di pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan satu0satunya subspesies dari

yang masih ada di Indonesia. Harimau Sumatera (

) hanya tinggal di kepulauan Sumatera (Wikipedia, 2010a). Harimau Sumatera diklasifikasikan oleh CITES (2010) ke dalam , yakni termasuk spesies yang terancam kepunahan dan atau mungkin terpengaruh oleh

perdagangan. Harimau Sumatera ( , Pocock 1929)

merupakan salah satu subspesies (Linnaeus 1758) yang ditemukan di pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan subspesies

terkecil yang masih bertahan hingga saat ini seperti yang disebutkan dalam Wikipedia (2010b). Harimau Sumatera hidup di daerah dataran rendah dan hutan pegunungan, seperti disebutkan dalam Krech, McNeill, dan Merchant (2004). Berkurangnya populasi harimau Sumatera disebabkan oleh perbuatan tangan

manusia dan bencana alam yang terjadi di bumi, akan tetapi sebagian besar berkurangnya populasi harimau Sumatera akibat dari perbuatan manusia, seperti penebangan hutan besar0besaran atau , perburuan liar pada harimau Sumatera dan eksploitasi besar0besaran, sisanya akibat bencana alam yang terjadi seperti kebakaran hutan. Akibat kehilangan habitat alaminya, hewan ini semakin

sering berkonflik dengan manusia. Di dalam bukunya, MacKinnon (1992) menyebutkan bahwa tuduhan yang sering terlontar oleh media massa yaitu harimau Sumatera yang memangsa ternak, bahkan memangsa penduduk.

Subspesies lain dari yaitu atau

dikenal juga sebagai harimau Siberia. Harimau Siberia adalah subspesies harimau terbesar di bumi. Menurut Wikipedia (2010b), Harimau ini juga merupakan

(47)

yang disebutkan di dalam AMUR (2010). Karena itu harimau ini disebut juga

dengan .

Kedua subspesies harimau di atas berasal dari yang mengalami divergensi sehingga terbentuk menjadi beberapa subspesies. Di dalam Waddington (1939), Faktor0faktor isolasi geografis merupakan hal terpenting dalam terjadinya divergensi. Isolasi geografis menyebabkan terjadinya perbedaan

pada habitat suatu spesies. Jika spesies yang sama berada di tempat yang berbeda, maka masing0masing spesies akan menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. Jika hal ini berlangsung lama, dapat terjadi divergensi spesies menjadi subspesies, atau –jika isolasi berlangsung sangat lama– menjadi spesies yang berbeda. Divergensi ini akan menyebabkan perbedaan pada fisiologis hewan, termasuk reproduksi. Harimau Sumatera hidup di daerah tropis dengan sinar matahari

sepanjang tahun, sedangkan harimau Siberia hidup di wilayah subtropis yang hanya disinari matahari pada bulan0bulan tertentu. Perbedaan paparan sinar matahari ini menyebabkan terjadinya perbedaan musim. Pada daerah beriklim subtropis, terdapat empat musim, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Perbedaan iklim ini kemungkinan akan berpengaruh terhadap

profil reproduksi dari kedua subspesies harimau tersebut.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempertahankan populasi kedua jenis harimau tersebut, di antaranya adalah dengan mendirikan habitat dan . Upaya membangun habitat , yaitu dengan membuat cagar alam dan suaka margasatwa, sedangkan habitat diantaranya adalah dengan cara membangun pusat penyelamatan satwa, kebun binatang, balai karantina dan pusat

penangkaran.

,4,* 0 . 3 *

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan profil kelahiran antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia yang berada di habitat masing0 masing. Data akan dianalisa secara statistik. Hipotesa yang diajukan

yaitu hipotesa (H0) tidak terdapat perbedaan yang nyata antara dari

harimau Sumatera dengan harimau Siberia, dan hipotesa (H1) terdapat perbedaaan

(48)

Kemudian dilihat jumlah kelahiran dan kemampuan melahirkan antara kedua

(49)

Harimau berada di bawah subfamili Pantherinae, bersama dengan singa, panther, dan jaguar% Seluruh subspesies harimau berada di bawah spesies Di dalam bukunya, Mongillo dan Zierdt0Warshaw (2000) menulis

bahwa harimau dapat dikenali dari rambutnya, yang biasanya berwarna kuning0 oranye dengan garis hitam vertikal.

.*2 6 *2 *& *,

Taksonomi harimau dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

(50)

. ) *& *, Sumatera juga ditemukan di daerah rerumputan alang0alang tinggi dan juga rawa0 rawa air tawar. Harimau Sumatera merupakan harimau yang relatif lebih kecil, memiliki kaki yang lebih pendek daripada harimau0harimau bumi bagian utara. Umumnya berwarna oranye gelap dengan garis hitam yang rapat, dan rambut dagu yang panjang dan meruncing. Berat badan harimau Sumatera berkisar antara

100 sampai 104 kg, dengan panjang badan antara 2200255 cm. Di dalam Prynn (2004) disebutkan bahwa mangsa utama dari harimau Sumatera adalah babi liar dan sambar (' ( ). Di dalam CITES (2010) harimau Sumatera dimasukkan ke dalam . Sedangkan di dalam IUCN (2010), harimau Sumatera termasuk dalam sejak tahun 2008.

Gambar 1. Harimau Sumatera (Wikipedia 2010a)

*& *, ! - & *

(51)

wilayah timur laut Cina. Karena rambutnya yang lebih tebal, harimau Siberia

terlihat lebih besar dari ras yang ada di India dan Asia Tenggara. Harimau Siberia membutuhkan hewan buruan yang besar, seperti babi hutan dan rusa merah. Ada satu kasus dimana harimau Siberia menyerang beruang coklat dewasa. Spesimen terbesar yang pernah dilaporkan adalah seekor harimau jantan yang ditembak di cekungan sungai Sungari di Manchuria pada tahun 1943. Di dalam Ellis (2005)

disebutkan, spesimen ini memiliki panjang 3,507 m, dihitung dari kepala sampai ke ujung ekor.

Gambar 2. Harimau Siberia (Wikipedia 2010b)

Harimau memiliki ukuran yang bervariasi. Tetapi variasi antar subspesies

ini lebih bersifat gradual daripada diskrit (Kitchener dan Dugmore 2000). Ukuran tubuh harimau yang hidup di lebih ke selatan lebih kecil, kemungkinan karena adaptasi terhadap suhu yang lebih hangat yang mengharuskan pelepasan panas tubuh yang lebih efisien, dan juga untuk mengurangi kebutuhan energi di lingkungan yang tidak selalu terdapat mangsa berupa ungulata besar (McNab 2005). Pola garis hitam dengan dasar berwarna oranye0emas dari harimau terlihat

mencolok di dalam kandang. Akan tetapi di alam, walaupun di habitat semi terbuka, pola garis tersebut membuyarkan tubuh, dan membuat harimau tidak mudah terlihat (Sunquist 2010). Secara fisik harimau merupakan hewan yang kuat dan dapat menjatuhkan mangsa yang berukuran lima kali berat tubuhnya. Tengkorak harimau besar dan pendek, sehingga meningkatkan

(52)

yang lembut mendistribusikan bobot tubuh harimau, yang tidak hanya menjadikan

gerakan harimau menjadi luwes, tapi juga tidak terdengar.

*- 3*3 *& *,

Harimau merupakan jenis kucing yang habitat utamanya berada di dalam hutan. Ada tiga persyaratan yang dibutuhkan suatu tempat agar cocok menjadi

habitat harimau. Pertama, daerah tersebut harus memiliki banyak vegetasi rimbun agar harimau dapat bersembunyi dan mengendap0endap mengintai mangsanya. Kedua, di daerah tersebut harus terdapat banyak kolam dan sungai, karena terkadang mereka mendinginkan badannya dengan berendam di dalam air. Kebiasaan berendam ini menyebabkan harimau menjadi perenang yang baik. Populasi harimau sebagian besar hidup di daerah rawa0rawa di India dan Asia

tenggara. Syarat terakhir adalah tersedianya suplai makanan yang cukup. Harimau membunuh dan memakan hewan besar, seperti ternak, rusa, dan babi.

Harimau hidup soliter, dan tiap ekor memiliki wilayah hutan yang luas untuk dirinya sendiri. Daerah tersebut cukup besar untuk menjamin suplai mangsa yang cukup untuk makanan harimau. Hal ini menyebabkan harimau tersebar luas.

Harimau Siberia adalah yang paling menyebar, dengan individu yang terpisah ratusan mil jauhnya dari individu lainnya. Hal ini karena hutan Siberia di Rusia sangat dingin dan mangsa untuk harimau Siberia juga hidup menyebar, seperti yang disebutkan dalam Beer (2007).

(53)

Gambar 3. Distribusi Harimau di Habitat (Beer 2007)

Contohnya di Chitwan, di dalam MacDonald dan Loveridge (2010), luas wilayah jelajah harimau rata0rata 20 km2. Di wilayah dengan mangsa yang sedikit, wilayah jelajah harimau akan lebih luas. Di dalam MacDonald dan Loveridge (2010), pada harimau Siberia yang tinggal di habitat dengan mangsa yang tersebar, wilayah jelajah tiap individu bisa mencapai 400 km2. Wilayah jelajah harimau akan berbanding terbalik dengan kepadatan mangsa (Karanth 2004). Sebagai tambahan, untuk harimau Sumatera di Taman Nasional Way

Kambas, jarak jelajah minimum dari harimau betina adalah 49 km2 dan harimau jantan dewasa memiliki wilayah jelajah mencapai 116 km2 (Franklin 1999).

2 &8*2

Habitat merupakan tempat tinggal satwa yang berada di luar habitat

aslinya. Habitat dibuat semirip mungkin dengan aslinya agar hewan merasa nyaman. Konservasi ex0situ didefinisikan dalam ' ( $

( sebagai “pengawetan komponen0komponen keragaman plasma nutfah di luar habitat aslinya. Ini melibatkan pengambilan sampel, transfer, dan penyimpanan dari suatu taxa target dari daerah koleksi dan biasanya dilakukan

(54)

adalah kronologi populasi harimau yang ada di dalam penangkaran. Untuk setiap harimau yang terdaftar, di dalam terdapat informasi mengenai tanggal lahir harimau, tanggal kematian, induk jantan dan betina, lokasi keberadaan dan perpindahan harimau, serta nomor identifikasi institusi yang memiliki harimau dan nomor identifikasi yang

terstandarisasi (Seifert dan Muller 1984).

& adalah suatu ukuran kuantitatif dari suatu hewan. Di dalam

Kaps dan Lamberson (2009) disebutkan bahwa sendiri adalah suatu variable diskrit. Untuk harimau, rata0rata adalah 304 seperti yang

disebutkan dalam Triefeldt (2007). Di dalam The American Heritage® Medical Dictionary (2007), adalah keturunan yang dihasilkan dalam sekali kelahiran pada mamalia multipara. & dipengaruhi oleh bentuk uterus. Uterus harimau memiliki bentuk bipartitus. Dalam Hyman (1992) ada bentuk bipartitus, kedua cabang uterus bersatu di bagian posterior dan menuju ke vagina melalui

cervix yang sama. Bentuk uterus seperti ini memungkinkan harimau memiliki lebih dari satu.

Gambar 4. Berbagai macam tipe uterus. (A)Duplex. (B)Bipartitus. (C)Bicornuatus. (D)Simplex. (Feldhamer 2007)

(55)

terdapat pada fase folikular. Pada spesies monotocous terdapat beberapa folikel

yang terpilih, tetapi pada akhirnya hanya satu yang akan menjadi folikel dominan. Sedangkan pada spesies polytocous terdapat beberapa folikel dominan. Kondisi dominansi ini ditandai oleh adanya satu atau lebih folikel preovulasi yang memberikan efek inhibitori yang besar kepada folikel antral lainnya yang berada pada kohort terekrut dan terpilih. Pengaruh inhibitori ini diperkirakan karena

kombinasi produksi inhibin oleh folikel dominan dan pengurangan suplai darah ke beberapa folikel. Penurunan konsentrasi FSH di dalam darah yang disertai penurunan suplai darah ke beberapa folikel menyebabkan folikel0folikel tersebut atresia. Hanya folikel yang menerima suplai darah yang lebih banyak (yang juga berarti menerima lebih banyak gonadotropin) yang akan terus tumbuh dan menjadi dominan. Perbedaan jumlah folikel dominan inilah salah satu penyebab

(56)

dan harimau Siberia ( ).

3 ' . )

)* *3* & diamati berdasarkan data sekunder dari

$ . Data yang dipergunakan merupakan kompilasi dari tahun 198402003.

7, .*( .*( &* % Jumlah peristiwa kelahiran dirangkum setiap bulan untuk tiap subspesies. Data sekunder yang digunakan berasal dari

$ tahun 198402003.

* 0,* .*( & * % Kemampuan individu harimau untuk

melahirkan dirangkum dalam tabel. Individu yang dijadikan contoh merupakan

spesimen yang ada di dalam $ tahun 198402003.

*. 2 2 '*3*

Data yang didapat akan diuji dengan t0test. Untuk data jumlah

kelahiran dan kemampuan melahirkan dianalisa secara deskriptif.

7*'9*. 0 .* 2* ** 0 . 3 *

(57)

*2 .

Data yang telah dirangkum dari diuji dengan

t0test. Dari hasil penghitungan, diperoleh thitung=2,12, sedangkan ttabel=1,96.

Karena thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa

antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%.

Tabel 1. Rata0rata antara dengan

Subpesies N rata0rata

180 2,21b

220 2,36a

Huruf yang berbeda menunjukkan rata0rata yang berbeda nyata Selain , dari data yang dirangkum ini juga dapat dilihat

jumlah perkawinan tiap bulannya dari masing0masing spesies yang dapat dilihat di gambar 6. Potensi kedua subspesies dalam menghasilkan keturunan dijelaskan di dalam tabel 2 dan tabel 3.

-*(*2*

Pada habitat , perkawinan diatur dan dilakukan pembatasan, karena berkaitan dengan kapasitas dari habitat sendiri. Walaupun dilakukan pembatasan, pengelola habitat tetap memegang satu prinsip dasar saat akan mengawinkan harimau0harimau tersebut, yakni mengawinkan harimau pada saat estrus, karena betina hanya reseptif terhadap jantan saat estrus. Berdasarkan

(58)

1984

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

1992

1993

(59)

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

(60)

1984

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

1992

1993

(61)

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

(62)

Tabel 2. Potensi kelahiran harimau Sumatera

Tabel 3. Potensi kelahiran harimau Siberia

$"% ) # ! "

Keterangan: Jumlah anakan yang lahir ditulis dengan pola A (B,C,D) A = jumlah total anakan

B = jumlah anakan dengan jenis kelamin jantan C = jumlah anakan dengan jenis kelamin betina

(63)

& adalah suatu ukuran untuk menyatakan jumlah anakan yang lahir di dalam satu peristiwa kelahiran. Pada penelitian kali ini, diketahui bahwa antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia berbeda nyata (α=0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa di antara kedua subspesies tersebut terdapat perbedaan dalam kemampuan reproduksinya. Lingkungan merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan , seperti dalam Land (1985) Dalam Antipov (2006) disebutkan, harimau Siberia hidup di iklim subtropis, tepatnya berada di daerah iklim sedang dan beku. Sedangkan harimau Sumatera hidup di iklim tropis. Pakan juga merupakan faktor yang berpengaruh 0 dan mungkin paling berpengaruh0 dalam perbedaan performa reproduksi. Pakan untuk harimau umumnya menggunakan formulasi yang digunakan secara umum

untuk felid, dengan kebutuhan diet tinggi protein dan lemak, vitamin A (dalam bentuk retinol), asam arakadonat, taurin dan niasin. Hewan model yang dijadikan dasar untuk penyusunan nutrisi ini adalah kucing (Hackenberger 1987). Felid yang berada di habitat di kebun binatang berbasis SSP ( ( (

) dan EEP ( ) diberi pakan

komersial dengan protokol nutrisi yang detil (Felid Taxon Advisory Group 2008). Pakan tersebut terdiri dari daging kuda atau sapi, yang diseimbangkan dengan premix vitamin dan mineral, dan tersedia dalam bentuk beku atau kalengan.

Tabel 2. Komposisi nutrisi yang ada di dalam pakan komersial Nutrisi yang terkandung Jumlah

Komposisi dari pakan tersebut adalah sebagai berikut: daging kuda, jeroan

(64)

suplemen vitamin B12, suplemen vitamin E, menadion, natrium bisulfit (sumber

aktivitas vitamin K), suplemen riboflavin, niasin, kalsium pantotenat, kolin klorida, tiamin, piridoksin hidroklorida, asam folat, tembaga oksida, kobalt karbonat, mangan oksida, etilen diamin dihidriodida, dan zinc oksida.

Selain pakan ini, felid lebih umum diberi pakan yang di bawah standar, sering hanya daging sebagai satu0satunya sumber pakan. Hal ini dapat berdampak

pada fertilitas, yakni terjadi penurunan fertilitas (Howard dan Allen 2008). Perbedaan pakan antara kedua subspesies kemungkinan menyebabkan terjadinya perbedaan , karena pakan di bawah standar ini dijumpai di kebun binatang pada negara0negara berkembang, dan harimau Sumatera kebanyakan berada di kebun binatang di negara berkembang karena harimau ini merupakan satwa tropis.

Triefeldt (2007) menulis di dalam bukunya bahwa harimau rata0 rata 304. Tetapi dari data yang berasal dari ! untuk kedua harimau berada di bawah rata0rata (harimau Sumatera 2,21; harimau Siberia 2,36). Kemungkinan rendahnya jumlah ini dapat dikarenakan kematian embrio. Dalam Arthur (1996) disebutkan, pada hewan polytocous, kematian

embrio dapat terjadi tanpa mengakhiri kebuntingan. Kematian embrio ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan atau genetik. Bisa juga disebabkan oleh gabungan kedua faktor ini. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan kematian embrio yaitu iklim, nutrisi, stres, laju ovulasi, kegagalan faktor rekognisi fetomaternal, kondisi uterus, hormon, agen infeksius, dan teratogen. Faktor iklim berpengaruh pada individu yang berada pada iklim yang berbeda dengan habitat

aslinya. Perbedaan ini dapat mengakibatkan stres pada individu yang akhirnya menyebabkan kematian embrio. Nutrisi berfungsi sebagai penyokong kehidupan bagi induk dan juga embrio. Jika terjadi malnutrisi, asupan nutrisi ke embrio akan berkurang. Kekurangan asupan nutrisi ini dapat menyebabkan terjadinya kematian embrio, karena kebutuhan nutrisi lebih besar dari asupannya, sehingga tidak semua embrio dapat dipertahankan. Kegagalan faktor rekognisi fetomaternal

(65)

mengalami kematian. Kondisi uterus berpengaruh dalam kematian embrio karena

uterus merupakan tempat terjadinya implantasi embrio. Jika terjadi gangguan pada uterus, embrio dapat mengalami kegagalan implantasi dan akhirnya mengalami kematian. Mekanisme hormon dalam menyebabkan kematian kemungkinan karena kurangnya hormon progesteron sehingga uterus tidak dapat mendukung embrio yang ada. Embrio yang tidak mendapat sokongan dari uterus akan mati.

Sedangkan faktor genetik yang menyebabkan kematian embrio yaitu defek satu gen, abnormalitas poligenik, dan abnormalitas kromosom. Dalam Jackson (2004) disebutkan, pada kucing terdapat fenomena yang disebut resorbsi fetus. Pada kasus ini jaringan fetus diperkirakan mengalami autolisis dan dicerna oleh sel0sel fagosit di dalam darah. Alasan mengapa fetus0fetus tersebut mati tidak diketahui, tetapi kemungkinan karena kurangnya ruang plasenta untuk masing0masing fetus.

Ada kemungkinan pada harimau juga terjadi rebsorpsi fetus ini, sehingga yang didapat lebih rendah dari kemampuan sebenarnya. Pada harimau Sumatera yang berada di iklim subtropis atau harimau Siberia yang berada di iklim tropis, faktor iklim sangat mungkin berperan dalam terjadinya kematian embrio. Iklim yang berbeda dari tempat asal harimau dapat menyebabkan stres

sebelum harimau tersebut dapat beradaptasi. Kemungkinan kematian embrio ini dapat terjadi pada masa0masa adaptasi. Pada harimau0harimau yang hidup di habitat , faktor genetik dapat terjadi karena perkawinan antara individu yang terlalu dekat kekerabatannya. Hal ini dapat memunculkan defek0defek genetik yang sifatnya resesif homozigot.

7, .*( .*( &*

Berdasarkan , jumlah peristiwa kelahiran

tidak mengikuti suatu pola reproduksi tertentu. Dalam Geptner (1992), reproduksi adalah karakteristik dari hewan tropis. Semiadi dan Nugraha (2006) juga menyatakan bahwa harimau Sumatera mempunyai pola kelahiran sepanjang tahun. Akan tetapi, hal yang harus dicermati

(66)

yang cukup lama hingga dapat terjadi adaptasi yang sesuai dengan lingkungannya.

Pada , jumlah peristiwa kelahiran ini mengikuti suatu pola

tertentu. Jumlah peristiwa kelahiran kebanyakan

mengalami puncaknya saat bulan April sampai bulan Juni. Seal (1987) juga menyatakan bahwa harimau Siberia mencapai puncak frekuensi kelahiran pada bulan April sampai bulan Juni. Hal ini seperti dalam Geptner (1992) yang

menyatakan bahwa 46% dari kelahiran terjadi para bulan Mei. Berdasarkan , hampir semua berada di belahan bumi utara, di daerah beriklim subtropis. Jika masa kebuntingan harimau umumnya adalah rata0 rata 103 hari, seperti dalam Seidensticker! Christie dan Jackson (1993), atau 105 hari dalam Geptner (1992), dapat disimpulkan bahwa frekuensi perkawinan terjadi lebih tinggi pada bulan Januari sampai bulan Maret. Dalam Inglis (2008)

harimau tidak mengalami musim kawin yang reguler. Tetapi, walaupun secara umum harimau dapat kawin sepanjang tahun, pada harimau Siberia terlihat adanya kecenderungan peningkatan jumlah perkawinan yang terjadi antara bulan Januari sampai bulan Maret. jumlah peristiwa kelahiran yang tinggi pada bulan tersebut menandakan adanya kecenderungan peningkatan jumlah estrus. Dalam Short

(1984), bagi hewan yang berada di daerah subtropis, sangat penting untuk melahirkan pada musim tertentu yang dapat menjamin keturunannya bertahan hidup, yang biasanya adalah musim panas. Hewan yang menunjukkan kumpulan siklus estrus pada musim0musim tertentu digolongkan ke dalam

, seperti dalam Senger (1999). Karena harimau Siberia menunjukkan peningkatan siklus estrus pada bulan Januari sampai bulan Maret, maka harimau

Siberia memiliki siklus estrus yang tergolong

Jika dilihat dari waktu puncak peningkatan siklus estrusnya, maka harimau Siberia tergolong dalam Senger (1999),

adalah hewan yang memulai siklusnya pada saat panjang hari memendek. Dua faktor utama yang mempengaruhi onset musim kawin adalah fotoperiode dan suhu. Tetapi diantara kedua faktor tersebut, fotoperiode merupakan faktor yang

(67)

nucleus suprachiasmaticus. Dari nucleus suprachiasmaticus keluar jalur syaraf

kedua yang menuju ke ganglion cervicalis superior. Neuron presinaps tersebut menyebabkan neuron postganglion tereksitasi. Neuron postganglion ini memiliki sinaps dengan neuron inhibitori yang berhubungan dengan sel di dalam kelenjar pineal (pinealosit). Sel tersebut mensekresikan material yang disebut melatonin. Saat siang hari, cahaya yang diterima oleh sel retina mata mengaktivasi sebuah

jalur neuron eksitatori pada tingkat kelenjar pineal yang menyebabkan neuron inhibitori terus0menerus tereksitasi. Eksitasi terus0menerus ini menghambat pelepasan melatonin dari pinealosit. Kebalikannya, pada malam hari jalur inhibitori tidak tereksitasi karena eksitasi syaraf pada area retina yang sensitif terhadap cahaya tidak ada. Oleh karena itu, jalur inhibitori akan terhenti dan melatonin akan dilepaskan oleh pinealosit. Melatonin hanya disintesis dan

disekresikan pada malam hari. Melatonin menstimulasi GnRH dan kemudian memicu siklus.

Menurut Gupta dan Spessert (2007), pada vertebrata melatonin disintesis dari triptofan. Pertama, triptofan dikonversi menjadi 50hidroksitriptofan oleh enzim triptofan hidroksilase. Kemudian enzim L0asam amino dekarboksilase

mengonversi 50hidroksitriptofan menjadi 50hidroksitriptamin (serotonin). Serotonin ini kemudian diasetilasi menjadi N0asetiloserotonin oleh enzim pembatas laju alkilamin N0asetil transferase (AA0NAT). Terakhir, N0 asetiloserotonin dikonversi menjadi N0asetil0metoksitriptamin (melatonin) oleh enzim hidroksiindol0O0metiltransferase. Aktivitas enzim AA0NAT menunjukkan suatu siklus diurnal yang memiliki aktivitas rendah pada siang hari, dan kemudian

aktivitasnya menjadi tinggi pada malam hari. Akibatnya, laju konversi serotonin menjadi melatonin yang minimal pada siang hari menjadikan serotonin terakumulasi di dalam pinealosit. Sejalan dengan menurunnya intensitas cahaya (malam hari), aktivitas AA0NAT meningkat dan menstimulasi peningkatan laju sintesis melatonin. Harimau Sumatera yang merupakan spesies tropis mengalami panjang hari yang sama sepanjang tahun. Hal ini dapat menyebabkan tidak

(68)

bulannya. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan konsentrasi melatonin pada

darah, dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada saat panjang hari memendek. Karena peningkatan konsentrasi melatonin ini, maka akan terjadi peningkatan jumlah siklus estrus pada saat panjang hari memendek. Karena harimau Siberia mengalami peningkatan siklus estrus saat panjang hari memendek, yaitu pada musim dingin, maka harimau Siberia tergolong ke dalam .

Gambar 5. Proses biosintesis melatonin (Gupta dan Spessert 2007)

* 0,* & 0& ', 2 ',

Dari tabel 2 dan tabel 3 dapat dilihat adanya perbedaan jumlah kelahiran dari tiap individu. Tabel ini digunakan untuk menunjukkan bahwa kedua subspesies memiliki kemampuan reproduksi yang tidak berbeda. Kemampuan reproduksi yang dimaksud adalah jumlah kali melahirkan seekor induk harimau. Variasi kemampuan melahirkan ini memiliki rentang yang cukup lebar (satu kelahiran, mis. pada induk harimau Sumatera #361; sampai 12 kelahiran, mis.

(69)

banyak individu ( ). Akan tetapi hal yang lebih menentukan

adalah dari habitat tersebut.

! Kelebihan populasi dapat menguras habis sumber daya yang ada. ' mencoba mengalokasikan populasi yang ada dengan sumber daya untuk membuat hubungan dengan sumber daya lebih kongkrit

(dalam Collin dan Collin, 2009). Dalam Miller dan Spoolman (2008)

ditentukan oleh pembatas lingkungan dan potensi biotik yang ada.

' menyatakan populasi maksimum dari spesies tertentu yang dapat disokong oleh lingkungan tanpa mengalami degradasi. Laju pertumbuhan suatu populasi akan menurun jika mendekati batas dari suatu habitat. Sumber daya yang menjadi pembatas antara lain air, makanan, dan ruang

gerak.

Pada kedua subspesies yang dipelihara di habitat , pembatas utama adalah kemampuan dari manajemen habitat tersebut. Faktor pembatas yang merupakan bagian dari kemampuan manajemen habitat yang ada antara lain luas habitat tersebut, pakan yang diberikan, adanya pasangan, serta

Gambar

Gambar 1. Harimau Sumatera (Wikipedia 2010a)
Gambar 2. Harimau Siberia (Wikipedia 2010b)
Gambar 3.  Distribusi Harimau di Habitat ������� (Beer ����� 2007)
Gambar 4.  Berbagai macam tipe uterus. (A)Duplex. (B)Bipartitus. (C)Bicornuatus. (D)Simplex
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Kohl dan Noah (2005) dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah-masalah fisika dipengaruhi oleh format

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis inokulum jamur tiram putih dan lama inkubasi terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organic secara in vitro

Zainoel Abidin (RSUDZA) perlu membuat perencanaan di bidang proteksi kebakaran untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan.penilaian dari kelengkapan

Hasil yang didapat selama penelitian, menunjukkan bahwa indikator-indikator pada prinsip transparansi dalam pelayanan publik di Kantor Dinas Sosial, Tenaga Kerja,

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Setiawati dkk, (2010:5) yang melaporkan bahwa konsentrasi 200 ml/l air kelapa menghasilkan jumlah tunas tertinggi pada

Produk yang akan dihasilkan dalam usaha ini adalah makanan ringan berupa dawet yang dibuat dengan memanfaatkan Jagung, yang digunakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Jagung..