• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi dan Bioaktivitas Senyawa Antimikrob dari Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekstraksi dan Bioaktivitas Senyawa Antimikrob dari Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTRAKSI DAN BIOAKTIVITAS SENYAWA ANTIMIKROB DARI

BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS Jaspis sp.

ISSANTO PUTRA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ISSANTO PUTRA. EKSTRAKSI DAN BIOAKTIVITAS SENYAWA ANTIMIKROB DARI BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS Jaspis sp. Di bawah bimbingan ARIS TRI WAHYUDI dan DUDI TOHIR

Banyak bakteri yang berasosiasi dengan spons mampu memproduksi senyawa metabolit sekunder atau senyawa bioaktif baru yang diidentifikasi sebagai senyawa antimikrob, antifungi, dan antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengekstrak senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. dan menguji toksisitasnya terhadap larva udang Artemia salina. Enam isolat bakteri potensial yang diisolasi dari spons Jaspis sp. dengan kode SAB E-8, SAB E-33, SAB E-35, SAB E-38, SAB E-40, dan SAB S-43 diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat. Ekstrak kasar bakteri diuji aktivitas senyawa antimikrobnya terhadap mikrob patogen dan non-patogen. Hasilnya menyatakan ekstrak kasar mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Bacillus subtilis, Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) K1-1, Stapylococus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Candida albicans, dan Candida tropicalis. Konsentrasi hambatan minimum (KHM) dari supernatan menunjukkan penghambatan sebesar 12.5-100%. Tiga isolat terbaik ditunjukkan oleh SAB E-35, SAB E-38, dan SAB S-43, selanjutnya difraksinasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil KLT di bawah sinar UV 365 nm dan UV 254 nm menunjukkan setiap ekstrak memiliki fraksi aktif yang dapat menghambat pertumbuhan P. aeruginosa dan EPEC K1-1 melalui uji bioautografi. Enam ekstrak kasar bakteri kemudian diuji brine shrimp letality test (BSLT) menggunakan Artemia salina sebagai organisme uji untuk mengetahui konsentrasi ekstrak yang bersifat toksik. Hasilnya menunjukkan setiap ekstrak memiliki tingkat toksisitas yang berbeda diukur menggunakan LC50. SAB E-38 menghasilkan nilai LC50 terendah, yaitu sebesar 81 mg/L.

Kata kunci : bioaktivitas, senyawa antimikrob, ekstraksi, BSLT, KLT

ABSTRACT

ISSANTO PUTRA. EXTRACTION AND BIOACTIVITY OF ANTIMICROBIAL COMPOUNDS FROM BACTERIA ASSOCIATED WITH SPONGES Jaspis sp. Under supervised of ARIS TRI WAHYUDI and DUDI TOHIR

Many bacteria associated with sponges produced secondary metabolite or bioactive compounds that has been identified as antimicrobial, anti-cancer, anti-fungi, and anti-bacteria. This study aims to extract antimicrobial compound produced by bacteria associated with sponge Jaspis

sp and to test its toxicity toward Artemia salina prawn. Six potential isolates of bacteria isolated from sponge Jaspis sp., coded as SAB E-8, SAB E-33, SAB E-35, SAB E-38, SAB E-40, and SAB S-43, were extracted by using ethyl acetate solvent. Bacterial crude extracts of antimicrobial compounds were tested its activity toward pathogenic and non-pathogenic microbes. The results revealed that the crude extracts of bacteria inhibited the growth of E. coli, B. subtilis, EPEC K1-1, Stapylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Candida albicans, and Candida tropicalis. The minimum inhibitory concentration (MIC) from bacterial supernatants range from 12.5% to 100%. Three best isolate i.e. SAB E-35, SAB E-38, and SAB S-43 were fractionated by using thin layer chromatography (TLC). Results of TLC under UV 365 nm and UV 254 nm showed that each extract had active fraction that inhibited P. aeruginsa and EPECK1-1through bioautography test. The six bacterial crude extracts were also tested using brine shrimp lethality test (BSLT) with

Artemia salina as test organism to find out the toxicity concentration of the extract. Results showed that each extract had different toxicity measured with LC50 provision. SAB E-38 produced the lowest LC50 value which was 81 mg/L.

(3)

EKSTRAKSI DAN BIOAKTIVITAS SENYAWA ANTIMIKROB DARI

BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS Jaspis sp.

ISSANTO PUTRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Ekstraksi dan Bioaktivitas Senyawa Antimikrob dari Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp.

Nama : Issanto Putra NIM : G34080103

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si. Drs. Dudi Tohir, M.S. NIP. 19630705 199103 1 005 NIP. 19571104 198903 1 001

Mengetahui Ketua Departemen Biologi

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.S. NIP. 19641002 198903 1 002

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Ekstraksi dan Bioaktivitas Senyawa Antimikrob dari Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp.” ini dilakukan pada bulan Desember 2011-Mei 2012 di laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si. dan Drs. Dudi Tohir, M.S. atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan serta Ir. Agustin Wydia Gunawan, M.S. selaku komisi penguji atas masukan, kritik, dan saran yang membangun dalam perbaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Yonatan Banoet, M.Si., Rika Indri Astuti, M.Si., Efendi S.Si., Meli S.Si., Ai Karwati, Dita, Ita, Bapak Jaka dan Ibu Heni di laboratorium Mikrobiologi, serta Pak Sobur dari laboratorium Kimia Organik atas bantuan dan saran selama penulis melakukan penelitian ini. Terima kasih juga untuk keluarga tercinta dan Esa Ayu Pratama yang senantiasa memberi cinta, doa dan dukungan, serta teman-teman Biologi angkatan 45, teman-teman Kimia angkatan 45, kakak S2 dan S3 di laboratorium Mikrobiologi dan wisma Suhandas yang selalu memberikan bantuan, doa, semangat dan kasih sayang. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 2

Metode ... 2

Penentuan Konsentrasi Hambatan Minimum Antimikrob ... 2

Ekstraksi Senyawa Bioaktif ... 2

Bioasai Ekstrak Kasar ... 2

Fraksinasi Ekstrak Kasar ... 2

Aktivitas Antimikrob Senyawa Hasil Fraksinasi (Bioautografi) ... 2

Uji Toksisitas Ekstrak Kasar Menggunakan Brine Shrimp Letality Test (BSLT) ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Hambatan Minimum ... 3

Bioasai Ekstrak Kasar ... 3

Fraksinasi Ekstrak Kasar ... 4

Aktivitas Antimikrob Senyawa Hasil Fraksinasi ... 6

Toksisitas Ekstrak Kasar Terhadap Larva Udang A. salina dengan Metode BSLT ... 7

SIMPULAN ... 8

SARAN ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 8

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Konsentrasi hambatan minimum (KHM) dari supernatan bakteri asal spons Jaspis sp.

terhadap bakteri dan cendawan patogen ... 3

2 Aktivitas antimikrob ekstrak etil asetat dari bakteri asal spons Jaspis sp. terhadap bakteri dan cendawan patogen ... 4

3 Fraksinasi dan uji aktivitas ekstrak kasar terhadap EPECK1-1 dan P. aeruginosa ... 6

4 Nilai toksisitas/LC50 senyawa ekstrak kasar bakteri asal spons Jaspis sp. ... 8

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Aktivitas antimikrob ekstrak etil asetat dari bakteri asal spons Jaspis sp. terhadap S. aureus ... 5

2 Kromatogram dan uji bioautografi ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Komposisi medium sea water complete (SWC) ... 11

2 Penetasan larva A. salina ... 12

3 Peralatan medium penetasan A. salina ... 13

4 Perhitungan LC50 pada metode BSLT ... 14

5 Tabel perhitungan LC50 SAB E-38 ... 15

(9)

PENDAHULUAN

Spons merupakan organisme laut yang saat ini menjadi perhatian banyak peneliti di dunia karena manfaat yang dikandungnya dan peranannya sebagai hewan simbion dari berbagai macam mikroorganisme yang ada di lautan. Keunikan dari sistem sirkulasi kanal tubuhnya, spons merupakan habitat hidup bagi beragam jenis mikroorganisme yang ada di lautan khususnya bakteri. Menurut Wang (2006) spons menjadi inang dari berbagai jenis mikrob secara umum yang dapat mencapai 50-60% dari tubuhnya. Ada peranan penting dari mikrob yang hidup pada tubuh spons, antara lain sebagai sumber makanan hingga penghasil senyawa bioaktif yang berguna bagi spons itu sendiri (Kennedy et al. 2009). Spons berperan sebagai habitat hidup mikrob yang aman, untuk mendapatkan akses ke sinar matahari bagi mikrob yang berfotosintesis, dan penyuplai nutrisi.

Salah satu manfaat penting yang dihasilkan spons yaitu kemampuannya dalam menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang bersifat senyawa bioaktif. Kemampuan tersebut diduga merupakan hasil hubungan mutualisme antara spons dan mikrob yang hidup bersimbiosis pada tubuh spons tersebut. Penelitian Thakur dan Műller (2004) juga mengungkapkan bahwa metabolit sekunder ini tidak hanya berperan dalam metabolisme organisme tersebut tetapi berperan juga dalam strategi adaptasi organisme terhadap ling-kungannya. Banyak metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons yang diindikasi sebagai senyawa bioaktif baru. Senyawa bioaktif tersebut memiliki aktivitas sebagai anti-mikrob, antikanker, antitumor, antiviral, antiangiogenik, hemolitik, dan sitotoksik (Hentschel et al. 2002; Thakur & Műller 2004; Thakur et al. 2006; Taylor et al. 2007). Senyawa bioaktif tersebut umumnya me-rupakan turunan dari asam amino dan nukleosida, makrolid, porfirin, terpenoid, peroksida alifatik, dan sterol (Thakur &

Műller 2004).

Perkembangan penemuan dan identi-fikasi senyawa bioaktif baru saat ini semakin maju seiring dengan perkembangan dalam bidang biologi molekuler dan biokimia. Contoh di bidang biokimia sendiri misalnya, isolasi dan identifikasi komponen-komponen senyawa organik yang berpotensi sebagai senyawa bioaktif dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi lapis tipis

merupakan teknik pemisahan senyawa ber-dasarkan distribusi komponen yang berbeda dari suatu campuran antara fase gerak dan fase diam (Khopkar 1990). Uji untuk melihat ada tidaknya aktivitas komponen (fraksi) yang dihasilkan, dapat menggunakan uji lanjutan yaitu uji bioautografi.

Metode untuk menganalisis suatu senyawa bioaktif baru yang berpotensi se-bagai senyawa sitotoksik terhadap sel hidup ataupun sel kanker dapat menggunakan metode brine shrimp lethality test (BSLT). Metode BSLT ini menggunakan larva udang

Artemia salina sebagai hewan uji dalam menentukan nilai kematian 50% atau disebut LC50 sebagai kadar minimum sito-toksik suatu zat.

Pada penelitian sebelumnya, Abubakar (2009) melaporkan bahwa bakteri yang ber-asosiasi dengan spons Jaspis sp. dapat meng-hasilkan senyawa antimikrob. Enam isolat terbaik, SAB E-8, SAB E-33, SAB E-35, SAB E-38, SAB E-40, dan SAB S-43 mampu menghambat Staphylococcus aureus non patogen, Staphylococcus aureus patogen,

Escherichia coli, Enteropathogenic Esche-richia coli (EPEC) K1-1, Pseudomonas aeruginosa, Candida albicans, Candida tropicalis, dan Bacillus subtilis. Aktivitas antimikrob dapat ditunjukkan oleh konsentrasi hambatan minimum (KHM) tertentu atau

minimum inhibitory concentration (MIC). Berdasarkan penelitian lanjutan oleh Rizqoh (2011), semua isolat SAB diduga memiliki gen poliketida synthase (PKS) dan non-ribosomal peptide synthase (NRPS). Deteksi gen PKS dan NRPS merupakan salah satu metode metagenomik yang dapat digunakan untuk menganalisis gen yang menyandikan pembentukkan senyawa bioaktif (Lee et al. 2005; Scheirmer et al. 2005; Taylor et al. 2007).

Meskipun aktivitas antimikrob pada isolat-isolat tersebut dan gen penyandi PKS dan NRPS telah diketahui, namun pengujian akti-vitas ekstrak dari senyawa antimikrob serta uji toksisitasnya terhadap sel hidup belum diketahui. Konsentrasi minimum penghambat-an senyawa penghambat-antimikrob, pemisahpenghambat-an senyawa bioaktif, bioasai, bioautografi, dan uji tok-sisitasnya terhadap larva udang Artemia salina

(10)

10

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah isolat-isolat terbaik dari bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp., yaitu SAB E-8, SAB E-33, SAB E-35, SAB E-38, SAB E-40, dan SAB S-43 (Abubakar 2009) dan larva udang A. salina. Mikrob indikator yang digunakan untuk uji antagonis adalah E. coli, B. subtilis,

EPEC K1-1, S. aureus, P. aeruginosa, C. albicans, dan C. tropicalis. Medium yang digunakan yaitu sea water complete (SWC),

nutrient broth (NB), nutrient agar (NA),

potato dextrose broth (PDB), potato dextrose agar (PDA) dan air laut. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etil asetat.

Alat laboratorium yang digunakan adalah pelat KLT (TLC alumunium sheet silica gel

60F254 produksi Merck), vorteks, laminar (Jouan, Prancis), autoklaf, hot plate, dan rotavapor.

Metode

Penentuan Konsentrasi Hambatan Mini-mum Antimikrob

Isolat bakteri asal spons Jaspis sp. dikulturkan dalam medium SWC cair lalu diinkubasi dalam mesin penggoyang selama tiga hari di suhu ruang. Mikrob indikator diremajakan kembali dalam medium NB untuk E. coli, EPEC K 1-1, S. aureus, B. subtilis, dan P. aeruginosa atau dalam medium PDB untuk C. albicans dan C. tropicalis. Mikrob indikator tersebut di-inkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Setelah tiga hari, isolat asal spons di-sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 30 menit. Supernatan dari hasil sentrifugasi dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi dengan konsentrasi 6.25%, 12.5%, 25%, 50%, dan 100%. Selain kelima konsentrasi tersebut, dibuat juga kontrol yang tidak diberi filtrat bakteri. Setelah itu, masing-masing tabung diisi dengan 1 mL (OD620 0.45) bakteri indikator. Biakan uji KHM tersebut lalu diinkubasi selama 24 jam di dalam tabung reaksi dan diamati. KHM ditentukan ber-dasarkan kekeruhan biakan dibandingkan dengan kontrol.

Ekstraksi Senyawa Bioaktif

Isolat bakteri asal spons Jaspis sp. dikulturkan dalam 500 mL medium SWC cair. Kultur diinkubasi pada mesin penggoyang (100 rpm; 30°C) selama tiga hari, kemudian

ditambahkan 500 mL etil asetat, diaduk selama 12 jam, kemudian lapisan etil asetat dievaporasi. Ekstrak yang dihasilkan disimpan pada suhu 5°C untuk pemakaian selanjutnya (Muller et al. 2004).

Bioasai Ekstrak Kasar

Mikrob indikator dikulturkan selama 24 jam. Sebanyak 1% kultur mikrob indikator dicampurkan ke medium NA atau PDA semipadat lalu dituangkan di cawan. Ekstrak kasar senyawa antimikrob yang telah dilarutkan dengan metanol (100 mg/mL) diteteskan ke kertas cakram masing-masing sebanyak 100 µL dan diuapkan hingga kering. Selanjutnya diletakkan di atas permukaan medium agar tersebut. Cawan uji diinkubasi selama 24 jam. Hasil uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di sekitar kertas cakram.

Fraksinasi Ekstrak Kasar

Isolasi dan identifikasi senyawa bioaktif sampel dilakukan dengan KLT terhadap senyawa organik dari ekstrak kasar 3 isolat terbaik hasil uji bioasai (SAB 35, SAB E-38, dan SAB S-43). Fraksinasi dilakukan pada pelat 25 TLC alumunium sheet silica gel

60F254. Sebanyak 30 µL ekstrak kasar senyawa antimikrob diteteskan dengan pipa kapiler pada pelat yang telah diberi tanda sebagai titik awal. Kemudian pelat di-masukkan ke dalam kotak kromatografi yang berisi eluen n-butanol: etil asetat: akuades{ (2:3:1) & (2:5:1)} dan n-butanol: etil asetat (3:7) dan telah dijenuhkan selama satu jam. Setelah senyawa bergerak sampai garis batas atas, pelat dikeluarkan dan dikeringkan. Komponen senyawa organik yang terpisah akan berbentuk pita di sepanjang pelat, kemudian dilihat dan ditandai di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 dan 365 nm (Zheng et al. 2005). Masing-masing fraksi antimikrob kemudian diuji aktivitasnya (bioautografi) untuk mengetahui fraksi antimikrob yang dapat menghambat bakteri patogen.

Aktivitas Antimikrob Senyawa Hasil

Fraksinasi (Bioautografi)

(11)

11

uji P. aeruginosa dan EPEC K1-1 dengan metode agar tuang, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Setelah masa inkubasi, zona bening diamati untuk melihat fraksi senyawa organik yang dapat meng-hambat pertumbuhan bakteri (Zheng et al. 2005).

Uji Toksisitas Ekstrak Kasar

Meng-gunakan Brine Shrimp Letality Test (BSLT)

Sebanyak 10 larva A. salina di-tambahkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi ekstrak kasar dan 3 tetes Tween-80 dengan berbagai konsentrasi dan kontrol, lalu ditambahkan air laut hingga volume akhir adalah 5 mL. Konsentrasi akhir dalam tabung setelah penambahan air laut adalah 1000 µg/mL, 500 µg/mL, 100 µg/mL, 10 µg/mL, dan kontrol. Selanjutnya tabung diinkubasi selama 24 jam. Kematian larva pada setiap konsentrasi dicatat dan dibandingkan dengan kontrol, lalu dihitung dengan rumus:

Perhitungan LC50 dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 15. Suatu ekstrak dikatakan bersifat aktif apabila nilai LC50 yang diperoleh ≤ 1000 µg/mL (Fajarningsih et al. 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsentrasi Hambatan Minimum(KHM)

Uji KHM dari keenam isolat mikrob asal spons Jaspis sp. menghasilkan nilai hambatan yang berbeda, yaitu antara 12.5 - 100% (Tabel 1). Isolat SAB E-35 dan SAB S-43 memiliki nilai KHM terhadap E. coli sebesar 12.5%,

yang merupakan konsentrasi penghambatan minimum dari keenam isolat (Tabel 1). Nilai tersebut menunjukkan kedua isolat meng-hasilkan efek senyawa antimikrob yang baik. SAB E-8 memiliki nilai aktivitas peng-hambatan terbaik terhadap mikrob uji E. coli

dan EPEC K1-1 dengan nilai konsentrasi penghambatan sebesar 50%. Isolat SAB E-33 menunjukkan nilai hambatan terbaik dengan konsentrasi 25% terhadap B. subtilis dan P. aeruginosa. Isolat SAB E-38 menunjukkan nilai hambatan terbaik terhadap E. coli dengan konsentrasi minimum sebesar 25%. Isolat SAB E-40 menunjukkan nilai hambatan terbaik sebesar 25% terhadap P. aeruginosa.

Sebagian besar isolat SAB mampu menghambat pertumbuhan ketujuh bakteri target. Berdasarkan hasil uji KHM, semua isolat dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau bersifat bakteriostatik. Nilai hambat terhadap cendawan C. albicans dan C. tropicalis sangatlah rendah karena kedua cendawan tersebut merupakan cendawan patogen yang memiliki dinding sel tebal sehingga sulit untuk didegradasi. Selain itu, cendawan patogen tersebut memiliki me-kanisme pertahanan untuk menghambat atau menghilangkan efek senyawa bioaktif dari supernatan bakteri asal spons Jaspis sp.

Uji KHM merupakan uji yang bersifat tidak konstan bergantung dari ukuran inokulum, bakteri uji, kuantitas bakteri target, komposisi kultur medium, pertumbuhan isolat yang berbeda dan kondisi inkubasi seperti temperatur, pH, dan aerasi (Tokayasa 2010).

Bioasai Ekstrak Kasar

Hasil berikutnya yaitu ekstraksi senyawa bioaktif dari bakteri dengan menggunakan pelarut etil asetat. Proses ekstraksi menghasilkan ekstrak kasar senyawa bioaktif

Tabel 1 Konsentrasi hambatan minimum(KHM) dari supernatan bakteri asal spons Jaspis sp. terhadap bakteri dan cendawan patogen

(12)

12

yang positif sebagai antimikrob. Hasil yang didapat dari uji bioasai menggunakan difusi

paper disk menunjukkan hasil yang positif terhadap mikrob target (Tabel 2). Indikasi aktivitas positif dari senyawa antimikrob tersebut ditandai oleh adanya zona bening di sekitar koloni. Untuk kontrol, kontrol negatif ditandai dengan tidak terbentuknya zona bening di sekitar cakram serta kontrol positif (amplisilin 100 mg/mL) akan menghasilkan zona bening (Gambar 1). dengan menggunakan pelarut etil asetat menunjukkan bahwa hampir seluruh ekstrak dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Isolat SAB E-35 mampu menghambat semua bakteri dan cendawan uji kecuali E. coli. Ekstrak kasar SAB E-38 dan SAB S-43 juga mampu menghambat keseluruhan bakteri kecuali C. albicans dan C. tropicalis. Nilai hambat terbesar yang ditandai oleh besarnya diameter zona bening diperoleh dari isolat

SAB E-38 terhadap S. aureus dengan diameter zona bening sebesar 23 mm.

Hampir keseluruhan hasil penapisan yang diperoleh memiliki kesamaan dengan pe-nelitian sebelumnya. Perbedaan yang ada dari penelitian sebelumnya disebabkan karena aktivitas sekresi metabolit yang dihasilkan berbeda pada tingkat pertumbuhan isolat yang berbeda pula (Sudirman 1992).

Fraksinasi Ekstrak Kasar

Analisis kandungan senyawa ekstrak kasar etil asetat ini dilakukan dengan menggunakan teknik kromatografi lapis tipis. Isolat yang ekstrak kasarnya akan diuji, dipilih ber-dasarkan hasil yang paling baik dari uji bioasai. Isolat yang diuji yaitu SAB E-35, SAB E-38, dan SAB S-43. Isolat SAB E-35, SAB E-38, dan SAB S-43 masing-masing terfraksinasi pada eluen n-butanol: etil asetat: air {(2:3:1) & (2:5:1)} dan pada eluen n-butanol : etil asetat (3:7) menjadi tiga fraksi besar kecuali pada eluen n-butanol: etil asetat (3:7), isolat SAB S-43 terfraksinasi menjadi 4 fraksi.

(13)

13

Semua fraksi yang telah didapatkan, selanjutnya diuji menggunakan metode bio-autografi. Hasil uji bioautografi disajikan pada Tabel 3. Hasil dengan eluen n-butanol: etil asetat: akuades (2:3:1) pada isolat SAB E-35 memiliki nilai Rfsebesar 0.7; 0.84; dan 0.95. Dari ketiga nilai Rf tersebut, hanya pada fraksi 1 yang memiliki aktivitas antimikrob P. kemampuan antimikrob terhadap P. aeruginosa. untuk menghambat pertumbuhan mikrob EPEC K1-1 dan P. aeruginosa. Hasil pe-misahan fraksi dengan eluen n- butanol: etil asetat: akuades (2:5:1) didapatkan masing-masing tiga fraksi pada ketiga isolat yang berbeda. Isolat SAB E-35 mendapatkan 3 fraksi yang berhasil dipisahkan dengan nilai Rf

masing-masing sebesar 0.64; 0.76; dan 0.95. Fraksi 1 memiliki kemampuan penghambatan terhadap mikrob patogen P. aeruginosa dan fraksi 2 aktif dalam menghambat per-tumbuhan EPEC K1-1. Isolat SAB E-38 juga memiliki tiga fraksi yang berhasil dipisahkan yaitu dengan nilai Rf sebesar 0.62; 0.76; dan 0.9. Fraksi 1 aktif dalam menghambat per-tumbuhan P. aeruginosa dan fraksi 2 aktif memiliki kemampuan antimikrob EPECK1-1.

Isolat SAB S-43 dipisahkan menjadi 3 fraksi dengan nilai Rf masing-masing sebesar 0.62; 0.76; dan 0.93. Dari ketiga fraksi yang didapatkan, hanya fraksi 2 saja yang mampu menghambat pertumbuhan EPECK1-1.

Hasil pemisahan dengan menggunakan eluen n-butanol:etil asetat (3:7) didapatkan masing-masing 3 fraksi setiap isolatnya, kecuali pada isolat SAB S-43 yang terdapat 4 fraksi. Isolat SAB E-35 terpisahkan menjadi 3 fraksi dengan nilai Rf masing-masing sebesar 0.67; 0.82; dan 0.95. Fraksi 1 memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa dan fraksi 2 memiliki kemampuan penghambatan terhadap bakteri EPEC K1-1. Isolat SAB E-38 memiliki nilai

Rf masing-masing sebesar 0.67; 0.78; dan 0.91. Dari ketiga fraksi yang dapat dipisahkan, hanya fraksi 3 yang memiliki aktivitas meng-hambat pertumbuhan bakteri EPEC K1-1. Isolat SAB S-43 memiliki nilai Rf masing-masing sebesar 0.36; 0.64; 0.82; dan 0.95. Dari keempat fraksi yang dapat dipisahkan, hanya fraksi 2 yang memiliki aktivitas positif untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen EPEC K1-1 dan P. aeruginosa.

Jumlah fraksi setiap eluen berbeda-beda tergantung pada tingkat kepolaran eluen yang digunakan. Eluen yang terdiri dari n-butanol: etil asetat: air (2:3:1) memiliki tingkat kepolaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan eluen n-butanol: etil asetat (3:7). Untuk mengoptimalkan hasil fraksinasi, digunakan dua eluen yang berbeda tingkat kepolarannya, yaitu eluen dengan tingkat kepolaran yang tinggi dan eluen yang tingkat kepolarannya rendah. Nilai Rf belum dapat dijadikan sebagai identifikasi komponen senyawa, tetapi hanya untuk melihat jumlah komponen yang terkandung dalam ekstrak senyawa dan sebagai dasar purifikasi pada kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) (Sudirman 2005).

Gambar 1 Aktivitas antimikrob ekstrak etil asetat dari bakteri asal spons Jaspis sp. terhadap S. aureus dengan kode isolat (a) SAB E-8, (b) SAB E-33, (c) kontrol negatif, (d) SAB E-35, (e) SAB E-38, (f&g) kontrol negatif , (h) SAB E-40, (i) SAB S-43, (j) kontrol negatif, dan (k) kontrol positif (amplisilin 100 mg/mL).

(14)

14

Aktivitas Antimikrob Senyawa Hasil

Fraksinasi (Bioautografi)

Hasil fraksi yang telah didapatkan dari hasil fraksinasi ekstrak senyawa antimikrob, selanjutnya diuji aktivitasnya terhadap P. aeruginosa dan EPEC K1-1 dengan metode bioautografi. Hasil uji ini menunjukan bahwa ketiga isolat terbaik hasil seleksi bioasai yaitu SAB E-35, SAB E-38, dan SAB S-43 memiliki fraksi yang aktif sebagai senyawa bioaktif dan fraksi pengotor.

Isolat SAB E-35 sendiri memiliki tiga fraksi yang terpisah dan saat diuji melalui uji bioautografi, hanya fraksi dengan nilai Rf 0.7 saja yang mampu menghambat pertumbuhan dari bakteri patogen P. aeruginosa. Isolat SAB E-38 memiliki tiga fraksi yang berhasil dipisahkan. Dua fraksi setelah uji bio-autografi, diketahui memiliki kemampuan positif sebagai senyawa antimikrob EPEC K1-1 dan P. aeruginosa yaitu masing-masing

dengan nilai Rf 0.95 dan Rf 0.58. Isolat SAB S-43 memiliki empat fraksi yang berhasil dipisahkan. Empat fraksi yang berhasil dipisahkan, ada satu fraksi yang mampu menghambat pertumbuhan dari dua bakteri patogen uji EPEC K1-1 dan P. aeruginosa

yaitu fraksi dengan nilai Rf 0.64. Fraksi lainnya juga ada yang positif menghambat pertumbuhan bakteri EPECK1-1.

Tiga fraksi SAB E-35 dan SAB E-38 pada eluen n-butanol: etil asetat: air (2:3:1), dua fraksi diantaranya memiliki nilai Rf yang sama yaitu fraksi 1 dan 3. Kedua fraksi tersebut kemungkinan memiliki komposisi senyawa yang sama, namun setelah di uji bioaktivitasnya, ternyata memiliki perbedaan penghambatan terhadap EPEC dan P. aeruginosa seperti terlihat pada Tabel 3. Hal tersebut disebabkan karena adanya perbedaan keaktifan senyawa pada fraksi 1 dan fraksi 3 Tabel 3 Fraksinasi dan uji aktivitas ekstrak kasar terhadap EPECK1-1 dan Pseudomonas

aeruginosa

(15)

15

Gambar 2 (a) Kromatogram ekstrak kasar metanol isolat SAB E-38; (b) Hasil uji bioautografi SAB E-38 yang positif (Rf 0.95); (c) hasil uji bioautografi yang negatif (Rf 0.71); dan (d) hasil uji positif (Rf 0.58).

untuk menghambat pertumbuhan EPEC dan

P. aeruginosa. Satu fraksi yang sama dapat dilihat pula pada eluen n-butanol:etil asetat:air (2:5:1) untuk SAB E-35 dan SAB E-38 yaitu fraksi 2 dengan nilai Rf 0.76. Namun terdapat perbedaan keaktifan untuk menghambat mikrob uji, dimana pada fraksi 2 SAB E-35 mampu menghambat pertumbuhan EPEC sementara pada fraksi 2 SAB E-38 tidak mampu menghambat pertumbuhan EPEC. Hal tersebut berarti senyawa yang kemungkinan sama belum tentu memiliki nilai keaktifan terhadap mikrob uji yang sama. Untuk fraksinasi yang menggunakan eluen n-butanol:etil asetat (3:7), terdapat 1 fraksi pada SAB E-35 dan SAB E-38 yang memiliki nilai

Rf sama yaitu fraksi 3 pada SAB E-35 dan fraksi 4 pada SAB E-38. Kesamaan nilai Rf

dapat memberikan kemungkinan bahwa fraksi tersebut memiliki komponen senyawa dan sifat yang sama.

Fraksi-fraksi yang aktif dalam meng-hambat pertumbuhan mikrob patogen uji dapat dilihat dari zona bening yang terbentuk di sekitar pelat (Gambar 2). Sementara itu, tidak semua fraksi yang terpisah dan setelah melalui uji bioautografi merupakan fraksi yang aktif dapat menghambat mikrob patogen, hal ini karena fraksi tersebut tidak membawa senyawa yang berfungsi sebagai senyawa bioaktif namun hanya sebagai senyawa organik pengotor saja ataupun senyawa aktif yang tidak terdeteksi dengan mikrob uji EPEC K1-1 dan P. aeruginosa. Selain itu, penyebab lainnya yaitu fraksi tersebut merupakan senyawa yang aktif namun tidak sensitif terhadap bakteri uji yang digunakan (Sudirman 2005). Uji bioautografi merupakan uji pendahuluan yang dapat dipakai untuk melihat dan mengisolasi berapa banyak senyawa organik yang memiliki kemampuan

senyawa bioaktif dari setiap ekstrak kasar isolat bakteri asal spons Jaspis sp.

Beberapa faktor yang membuat uji ini dapat berhasil dilakukan, antara lain yaitu keterampilan dalam membuat spot di atas KLT, komposisi eluen yang digunakan, tingkat sterilisasi KLT sesaat sebelum uji bioautografi, kuantitas bakteri patogen uji dan penyebaran bakteri uji yang merata serta lama waktu inkubasi dan penetrasi senyawa yang terdapat di dalam pelat untuk menyebar ke dalam agar medium (Sudirman 2005). Kekuatan eluen dalam menarik senyawa dan dalam mengelusi sampel juga merupakan faktor penting dalam keberhasilan proses uji bioautografi. Sistem KLT akan menghasilkan pita yang baik jika ruang penjenuhan yang digunakan benar-benar dalam kondisi telah jenuh dengan uap sistem pelarut (Cristian 1994).

Toksisitas Ekstrak Kasar Terhadap Larva

Udang A. salina dengan Metode BSLT

Hasil uji yang terakhir yaitu uji BSLT. Uji ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu senyawa dapat bersifat toksisitas terhadap sel hidup atau tidak. Dalam analisis, digunakan suatu standar perhitungan yang disebut sebagai LC50. LC50 merupakan standar kematian organisme uji hingga 50% dari organisme awal akibat dari pemberian suatu senyawa, dengan kata lain jika suatu senyawa dapat mematikan minimal 50% organisme uji

dengan kadar konsentrasi ≤1000 µg/mL, maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki kemampuan aktivitas toksisitas (Fajarningsih

et al. 2006). Dalam membantu perhitungan nilai LC50 dapat digunakan program SPSS 15. Hasil uji BSLT menunjukkan bahwa hampir semua isolat SAB memiliki ke-mampuan aktif dalam uji toksisitas terhadap larva udang A. salina kecuali isolat SAB E-33 yang disajikan pada Tabel 4.

Rf : 0.95

Rf : 0.71

(16)

16

Dilakukan 3 kali pengulangan menggunakan larva (nauplii) A. salina.

Nilai LC50 masing-masing isolat, yaitu diperoleh oleh isolat SAB E-35 dan SAB E-38 dengan nilai masing-masing sebesar 83µg/mL dan 81 µg/mL. Nilai keaktifan ekstrak kasar dua isolat, yaitu SAB E-35 dan SAB E-38 tersebut dapat dikatakan sangat aktif karena mendekati nilai standar keaktifan dari

National Cancer Institute (NCI) Amerika yang menyatakan standar efektifitas kom-ponen bioaktif untuk melawan sel kanker

adalah ≤ 30µg/mL (Albuntana 2011).

Penggunaan metode BSLT ini merupakan metode yang banyak digunakan para peneliti untuk dapat menganalisis suatu ekstrak kasar senyawa baru yang didapatkan baik dari tumbuhan, hewan, maupun mikroorganisme yang berpotensi sebagai senyawa bioaktif antikanker. Penggunaan hewan uji standar yaitu A. salina karena tingkat pembelahan sel

A. salina pada rentang waktu 0-24 jam hampir sama dengan pembelahan sel kanker. Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan pengujian toksisitas meng-gunakan BSLT, yaitu umur dari A. salina

dibawah 48 jam. Jika umur A. salina telah mencapai 48 jam maka membran sel A. salina

telah terbentuk kompleks sehingga ekstrak yang diberikan tidak dapat masuk ke dalam sel A. salina (Juniarti 2009).

Faktor lain yang dapat memengaruhi keberhasilan pengujian toksisitas meng-gunakan BSLT, yaitu konsentrasi ekstrak dan air laut yang digunakan dalam setiap pengujian harus konstan, penambahan zat yang membantu melarutkan ekstrak dalam air laut seperti Tween-80, ketepatan dan ketelitian peneliti untuk menghitung jumlah larva awal dan yang mati serta pengulangan minimal 2 kali pengulangan untuk dapat memberikan nilai ketepatan uji yang tinggi (Septina 2005).

SIMPULAN

Keenam isolat bakteri asal spons Jaspis sp. yaitu SAB E-8, SAB E-33, SAB E-35, SAB E-38, SAB E-40, dan SAB S-43 merupakan bakteri penghasil senyawa bioaktif antimikrob dengan spektrum yang luas. Hasil ekstraksi ekstrak kasar isolat bakteri tersebut me-nunjukkan aktivitas antimikrob terhadap E. coli, B. subtilis, EPEC K1-1, S. aureus, P. aeruginosa, C. albicans, dan C. tropicalis.

Isolat-isolat bakteri tersebut memiliki nilai konsentrasi hambat minimum yang berbeda-beda berkisar antara 12.5-100% tergantung mikrob uji yang digunakan. Hasil fraksinasi, tiga isolat terbaik (SAB E-35; SAB E-38; SAB S-43) memiliki kemampuan bioaktif antimikrob terhadap bakteri P. aeruginosa dan EPEC K1-1 dengan nilai Rf yang berbeda-beda. Hasil uji BSLT, nilai LC50 terbaik ditunjukkan oleh isolat SAB 38 dan SAB E-35 sebesar 81 µg/mL dan 83 µg/mL.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memurnikan dan mengoptimasi fraksi senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh bakteri isolat SAB E-35 dan SAB E-38 yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. melalui kromatografi kolom dan preparatif guna mendapatkan nilai LC50 yang lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar H. 2009. Bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.: analisis penghasil senyawa antimikrob dan keragaman genetiknya [tesis]. Bogor: Program Pasca-sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Albuntana A, Yasman, Wardhana W. 2011. Uji toksisitas ekstrak empat jenis teripang suku Holothuriidae dari Kepulauan Penjaliran Timur, Kepulauan Seribu, Jakarta menggunakan brine shrimp lethality test (BSLT). J Iltek Keltrop 3:65-72.

(17)

17

Christian DG. 1994. Analytical Chemistry. Ed ke-5. Seattle: University of Washington.

Fajarningsih ND, Januar HI, Nursid M, sponges from different oceans. Appl Environ Microbiol 68:4431-4440.

Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas (Brine Shirmp Lethality Test) dan antioksidan ( 1,1-diphenyl-2-pikrilhydra-zyl) dari ekstrak daun saga (Abrus precatorius L). Makara Sains 13:50-54.

Kennedy J, Beker P, Piper C, Cotter PD, Walsh M. 2009. Isolation and analysis of bacteria with antimicrobial activities from the marine spons Haliclona simulans

collected from Irish waters. Mar Biotechnol 11:384-396.

Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptoharjo, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry.

Lee B, Kroken S, Chou DYT, Robbertse B, Yoder OC. 2005. Funcional analysis of all nonribosomal peptide synhetases in

Cochliobolus heterostrophus reveals a factor, NPS6, involved in virulence and resistance to oxidative stress. Eukaryot Cell 4:545-555.

Müller WEG, Grebenjuk VA, Thakur NL, Thakur AN, Batel R. 2004. Oxygen-controlled bacterial growth in the sponge

Suberites domuncula: toward a molecular understanding of the symbiotic relation-ships between sponge and bacteria. Appl Environ Microbiol 70:2332-2341.

Rizqoh D. 2011. Karakterisasi bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. sebagai penghasil senyawa antimikrob berspektrum luas [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahu-an Alam, Institut PertPengetahu-aniPengetahu-an Bogor.

Schirmer A et al. 2005. Metagenomic analysis reveal diverse polyketide synthase gene cluster in microorganisme associated with the marine sponge Discodermia dissoluta.

Appl Environ Microbiol 71:4840-4849.

Septina YA. 2005. Identifikasi dan uji tok-sisitas asam tanat dalam ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa L) [skripsi]. Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Dipone-goro.

Sudirman LI. 1992. Purification et recherche

de la structure d’antibiotique de Lentinus squarrosulus actifs contre Rigidoporus lignosus, a parasite de l’hevea [disertasi]. Nancy: Faculte de Science, Universite de Nancy I.

Sudirman LI. 2005. Detection of antimicrobial compounds isolated from several tropical

Lentinus by bioautographic method.

Hayati 12:67-72.

Taylor MW, Radax R, Steger D, Wagner M. 2007. Spons associated microorganisms: evolution, ecology, and biotechnological potential. Microbiol Mol Biol Rev 71:295-347.

Thakur NL, Műller WEG. 2004. Bio -technological potential of marine sponges.

Curr Sci 11:86.

Thakur AN, Thakur NL, Indap MM, Pandit

RA, Datar VV, Műller WEG. 2006.

Antiangiogenik, antimicrobial, and cito-toxic potential of sponges-associated bacteria. Mar Biotechnol 7:245-252.

Tokasaya P. 2010. Sponge-associated bacteria producing antimicrobial compounds and their genetic biodiversity analysis [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Wang G. 2006. Diversity and biotechnological potential of the sponges-associated microbial consortia. J Ind Microbiol Biotechnol 33:545-551.

(18)
(19)

19

Lampiran 1 Komposisi medium sea water complete (SWC)

Komposisi untuk 1 liter Pepton 5 gram

Yeast Extract 1 gram

Glicerol 3 mL

Bacto Agar 15 gram Air laut steril 750 mL

(20)

20

Lampiran 2 Penetasan larva A. salina

(21)

21

(22)

22

Lampiran 4 Perhitungan LC50 pada metode BSLT

Setelah pengujian menggunakan metode BSLT dilakukan, dan inkubasi selama 24 jam

telah selesai, kemudiandihitung jumlah larva yang mati dan masih hidup daritiap lubang. Angka

mati dihitung dengan menjumlahkanlarva yang mati dalam setiap konsentrasi (3 lubang).Angka

hidup dihitung dengan menjumlahkan larva yang hidup dalam setiap konsentrasi (3 lubang).

Perhitunganakumulasi mati tiap konsentrasi dilakukan dengan caraberikut: akumulasi mati untuk

konsentrasi 10 ppm =angka mati pada konsentrasi tersebut, akumulasi matiuntuk konsentrasi 100

ppm = angka mati padakonsentrasi 10 ppm + angka mati pada konsentrasi 100ppm, akumulasi

mati untuk konsentrasi 200 ppm = angka mati pada konsentrasi 10 ppm + angka mati pada

konsentrasi 100 ppm + angka mati pada konsentrasi 200 ppm. Akumulasi angka mati dihitung

sampai konsentrasi 1000 ppm. Perhitungan akumulasi hidup tiap konsentrasi dilakukan dengan

cara berikut:akumulasi hidup untuk konsentrasi 1000 ppm = angkahidup pada konsentrasi 1000

ppm, akumulasi hidup untuk konsentrasi 500 ppm = angka hidup padakonsentrasi 1000 ppm +

angka hidup pada konsentrasi 500 ppm, akumulasi hidup untuk konsentrasi 200 ppm = angka

hidup pada konsentrasi 1000 ppm + angka hidup pada konsentrasi 500 ppm + angka hidup pada

konsentrasi 200 ppm. Akumulasi angka hidup dihitungsampai konsentrasi 10 ppm.

Selanjutnya dihitung mortalitas dengan cara: akumulasimati dibagi jumlah akumulasi hidup

dan mati (total) dikali 100%. Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap

mortalitas sebagai sumbu y. Nilai LC50 merupakan konsentrasi di mana zatmenyebabkan kematian 50% yang diperoleh dengan memakai persamaan regresi linier y = a + bx. Suatu zat dikatakan

(23)

23

Lampiran 5 Tabel perhitungan LC50 isolat SAB E-38

Konsentrasi

(mg/L) Ulangan

Σ Larva

Artemia

Σ Larva

mati

%

Mortalitas Rerata Probit

SAB E-38 SAB E-38 SAB E-38 SAB E-38

0

1 10 - 0

0.0 -

2 10 - 0

3 10 - 0

10

1 10 1 10

10.0 3.7

2 10 1 10

3 10 1 10

100

1 10 2 20

23.3 4.3

2 10 2 20

3 10 3 30

500

1 10 9 90

86.7 6.1

2 10 9 90

3 10 8 80

1000

1 10 10 100

100.0 8.1 2 10 10 100

(24)

24

Lampiran 6 Grafik probit LC50 dari isolat SAB E-38

y = 2,0113x + 1,1684 R² = 0,8136

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 1 2 3 4

Probit SAB E-38

probit sab e-38

Gambar

Tabel 1  Konsentrasi hambatan minimum (KHM) dari supernatan bakteri asal spons Jaspis sp
Tabel 2  Aktivitas antimikrob ekstrak etil asetat dari bakteri asal spons Jaspis sp. terhadap bakteri
Gambar 1  Aktivitas antimikrob ekstrak etil asetat dari bakteri asal spons Jaspis sp. terhadap S
Tabel 3  Fraksinasi dan uji aktivitas ekstrak kasar terhadap EPEC K1-1 dan  Pseudomonas
+3

Referensi

Dokumen terkait

(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis penerapan metode activity based management (ABM) untuk meningkatkan efisiensi dan profitabilitas pada PT

dimaksud dengan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam

Robot yang berbasis mikrokontroler Arduino Uno ini memberi kemudahan membuang sampah dikantin, dikarenakan sebagai tempat sampah yang memiliki edukasi dan inovasi yang

Pelaksanaan Kelas Industri yang diterapkan pada paket keahlian Teknik Kendaraan Ringan di SMK Negeri 2 Wonogiri... Evaluasi Kelas Industri yang diterapkan pada paket

besarnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan fasilitas lainnya (Sutanto, 1995). Permasalahan di lingkungan permu- kiman perkotaan yang sering timbul adalah

CV. Ake Abadi berdiri pada tahun 2001, sebelum berdirinya CV. Ake Abadi ada sebuah perusahaan yang labanya didirikannya sebuah perusahaan CV. Ake Abadi yaitu perusahaan

Untuk mengetahui karakter karyawan, karakter calon lulusan, dan karakter alumni diera sekarang maka akan dilakukan merangking rata-rata untuk melihat karakter mana yang