• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Absorpsi dan Profil Mineral Darah Domba Kembar Lepas Sapih yang Mendapat Kobalt dan Bakteri Rumen Selama Prasapih.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Absorpsi dan Profil Mineral Darah Domba Kembar Lepas Sapih yang Mendapat Kobalt dan Bakteri Rumen Selama Prasapih."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA, ABSORPSI DAN PROFIL MINERAL DARAH DOMBA

KEMBAR LEPAS SAPIH YANG MENDAPAT KOBALT DAN

BAKTERI RUMEN SELAMA PRASAPIH

R. SARIPAH RODIAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa, Absorpsi dan Profil Mineral Darah Domba Kembar Lepas Sapih yang Mendapat Kobalt dan Bakteri Rumen Selama Prasapih adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

R. SARIPAH RODIAH. Performa, Absorpsi dan Profil Mineral Darah Domba Kembar Lepas Sapih yang Mendapat Kobalt dan Bakteri Rumen Selama Prasapih. Dibimbing oleh TOTO TOHARMAT dan DIDID DIAPARI.

Periode transisi pasca sapih merupakan periode kritis; mikroba rumen anak domba belum berkembang, pemberian susu dihentikan dan pemberian pakan diubah dari pakan yang mudah dicerna ke pakan yang sulit dicerna. Namun performa anak domba dan perkembangan bakteri rumennya selama prasapih dapat mempengaruhi utilisasi nutrien dan performanya pada periode transisi lepas sapih. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa, absorpsi dan profil mineral di darah (Ca, P, dan Mg) pada anak domba lepas sapih yang diberi Co dan konsorsium bakteri rumen selama periode prasapih. Sebanyak 8 ekor domba garut umur 3-4 bulan dengan kisaran bobot badan 9.86±2.02 kg digunakan dalam penelitian yang sudah dibagi ke dalam dua perlakuan yaitu kontrol dan pasca pemberian konsorsium bakteri rumen selama periode prasapih (CoBac) dan dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan bobot badan. Hasil menunjukkan bahwa pemberian Co dan konsorsium bakteri rumen selama periode prasapih belum dapat mempengaruhi performa, absorpsi mineral dan profil mineral darah domba saat lepas sapih.

Kata kunci: absorpsi, Co + bakteri rumen, darah, mineral, performa

ABSTRACT

R. SARIPAH RODIAH. Performance , Absorption and Blood Mineral Profile in Post-weaning Twin Lamb Offered Cobalt and Rumen Bacteria During Pre-weaning. Supervised by TOTO TOHARMAT and DIDID DIAPARI.

The transition period at post-weaning is a crucial period; the microbial rumen of lamb is not developed yet, milk diet has been removed and the feeding regime is changed. However, growth performance and rumen bacteria in pre-weaning period affects the growth and nutrient utilization of weaned lamb. The study was designed to evaluate the performance, the absorption and the blood mineral profile (Ca, P, and Mg) in post-weaning lamb offered Co and rumen bacteria consortium previously in the pre-weaning period. Three-four months old of 8 garut sheep with initial body of 9.86±2.02 kg were divided into two treatments groups of control and the post administration of rumen bacteria consortium (CoBac) groups. Results showed that administration of Co and rumen bacteria consortium during pre-weaning period had no effect on performance, mineral absorption and blood mineral profile in post-weaning. It is concluded that administration of Co and rumen bacteria consortium during pre-weaning period of lamb did not improve the performance and nutrient utilization during transition period.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PERFORMA, ABSORPSI DAN PROFIL MINERAL DARAH DOMBA

KEMBAR LEPAS SAPIH YANG MENDAPAT KOBALT DAN

BAKTERI RUMEN SELAMA PRASAPIH

R. SARIPAH RODIAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 3

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Respon Fisiologis 5

Pertambahan Bobot Badan Harian 6

Konsumsi dan Absorpsi Mineral 8

Status Mineral Darah 9

Hubungan Konsumsi Mineral dengan PBBH, Absorpsi dan Statusnya di

Darah 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 14

RIWAYAT HIDUP 15

(10)

DAFTAR TABEL

1 Proporsi bahan pakan dan nutrien serta komposisi nutrien ransum

domba lepas sapih 3

2 Suhu rektal dan laju respirasi pada domba kembar lepas sapih kontrol

dan CoBac 6

3 Konsumsi dan absorpsi mineral pada domba lepas sapih kontrol dan

CoBac 8

4 Kadar mineral darah pada domba lepas sapih kontrol dan CoBac 10 5 Korelasi dan regresi konsumsi Ca, P dan Mg dengan bobot badan,

absorpsi dan status Ca, P dan Mg di darah pada domba lahir kembar

lepas sapih 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji-t suhu rektal dan laju respirasi 14

2 Konsumsi Ca, P dan Mg berdasarkan konsumsi konsentrat dan hijauan

pada domba lepas sapih kontrol dan CoBac 14

3 Hasil uji-t konsumsi, ekskresi dan absorpsi Ca, P dan Mg 14

4 Hasil uji-t kandungan Ca, P dan Mg darah 14

(11)

PENDAHULUAN

Anak domba kelahiran kembar cenderung memiliki bobot lahir yang rendah, kekurangan nutrien dan sulit mengatur suhu tubuh. Hal ini menyebabkan anak domba menjadi lebih sulit menyesuaikan diri terhadap temperatur lingkungan dan lebih rentan terhadap infeksi (Dwyer 2008). Permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan tingginya angka kematian pada anak domba, khususnya pada anak domba kembar yang dibesarkan tanpa induk. Adiati dan Subandriyo (2007) melaporkan, tingkat kematian anak domba semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah anak yang dilahirkan. Tingkat kematian terbesar terjadi pada anak yang dilahirkan lebih dari 2 ekor sebesar 31%, kembar 2 sebesar 13.8% dan kelahiran tunggal sebesar 10.3%. Umur kritis anak domba garut adalah sejak lahir hingga umur 3 hari dengan tingkat kematian 41.4% terutama untuk kelahiran diatas 2 ekor. Periode peralihan dari periode prasapih ke periode lepas sapih merupakan periode kritis bagi anak domba karena pada periode tersebut mikroba rumen belum berkembang dan pemberian susu sudah dihentikan. Pakan yang diberikan mengalami perubahan, anak domba mulai diperkenalkan pakan hijauan yang yang sulit dicerna. Kecukupan nutrien, perkembangan mikroba rumen dan performa pada saat prasapih akan sangat mempengaruhi utilisasi nutrien dan performa anak domba pada saat lepas sapih.

Mineral merupakan salah satu nutrien yang penting bagi domba. Mineral dibutuhkan untuk pembentukan jaringan seperti tulang, rambut, sel-sel darah, pembentukan hemoglobin, aktivitas otot, dan mengatur transpor zat-zat makanan pada ternak. Kebutuhan mineral terutama mineral makro pada domba tergantung pada jenis dan tingkat produksi, bangsa, proses adaptasi, tingkat konsumsi, interaksi antar mineral dan zat makanan lainnya. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah besar (lebih dari 100 mg hari-1) diantaranya Ca, P dan Mg (Parakkasi 1999; McDowell 2003). Mineral Ca, P dan Mg penting dalam memasuki masa pertumbuhan untuk pembentukan tulang dan gigi pada anak domba, sehingga perlu adanya penanganan khusus saat prasapih agar diperoleh performa yang baik pada saat memasuki masa lepas sapih, salah satunya dengan perbaikan nutrisi. Menurut Toharmat et al. (2007) utilisasi mineral ransum oleh kambing dipengaruhi oleh jenis pakan sumber serat dan kecernaan seratnya. Bakteri rumen berperan penting dalam memanfaatkan nutrien pakan khususnya serat melalui proses fermentasi di dalam rumen dan Co juga berperan dalam memperbaiki kecernaan serat kasar (Arora 1989).

(12)

2

dengan anak domba yang tidak mendapat Co dan konsorsium bakteri rumen. Kondisi tersebut diharapkan juga bahwa dengan bakteri yang berkembang lebih baik dapat memfasilitasi perkembangan bakteri-bakteri lain yang menguntungkan, sehingga dapat meningkatkan kecernaan komponen pakan dan membantu meningkatkan ketersediaan mineral serta absorpsinya pada saat periode lepas sapih. Prihantoro et al. (2012) menyatakan bakteri pencerna serat (BPS) mampu mempercepat peningkatan perkembangan bakteri rumen, memperbaiki konsumsi ransum dan memperbaiki absorpsi serta status beberapa mineral pada pedet.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa dan absorpsi mineral Ca, P dan Mg serta profilnya dalam darah pada domba lepas sapih yang mendapat Co dan konsorsium bakteri rumen selama periode prasapih.

METODE

Lokasi dan Waktu

Pemeliharaan domba dilaksanakan di Laboratorium Lapang Kandang A dan analisis sampel dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung selama 4 bulan dimulai dari bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Maret 2013.

Bahan

Penelitian ini menggunakan 8 ekor domba garut kelahiran kembar yang dibesarkan tanpa induk. Selama pembesaran periode prasapih, anak domba diberi susu sapi dan konsentrat pemula hingga disapih pada umur 3-4 bulan. Pada saat disapih anak domba mempunyai kisaran bobot badan 9.86±2.02 kg dan segera digunakan dalam penelitian. Domba dibagi ke dalam dua perlakuan sesuai dengan perlakuan saat prasapih dan empat kelompok berdasarkan rataan bobot badan. Pakan yang digunakan selama penelitian adalah rumput lapangan dan konsentrat. Konsentrat terdiri atas jagung halus, bungkil kedelai, bungkil kelapa dan onggok. Bahan pakan penyusun konsentrat diperoleh dari PT. Indofeed Bogor. Perbandingan pemberian rumput lapang dan konsentrat sebesar 30 : 70, formulasi ransum kebutuhannya mengacu pada NRC (2007). Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Proporsi bahan pakan dan nutrien serta komposisi nutrien ransum domba lepas sapih dapat dilihat pada Tabel 1.

Alat

(13)

3

Five Goat untuk menimbang ternak, timbangan analog dan digital untuk menimbang pakan. Setiap kandang dilengkapi dengan dua buah ember plastik masing-masing untuk tempat air minum dan konsentrat, serta satu buah bak pastik untuk tempat rumput. Seperangkat alat penampung feses, peralatan pengambilan darah; tabung berheparin, spoit, vakum, kapas yang sudah dibasahi dengan alkohol, dan termos es, termometer tubuh, stopwatch, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk Shimadzu tipe 7000 dan spektrofotometer LW-200 untuk analisa mineral di bahan pakan, darah dan feses.

Tabel 1 Proporsi bahan pakan dan nutrien serta komposisi nutrien ransum domba lepas sapiha

Periode penelitian lepas sapih terbagi menjadi dua minggu masa adaptasi, lima minggu masa pengamatan termasuk di dalamnya dua minggu masa kolekting. Penyapihan dilakukan ketika bobot badan domba mencapai 10 kg. Konsentrat mulai diberikan pada pukul 07.30 dan 14.00, sedangkan rumput diberikan pada pukul 11.00 dan 16.00. Sisa ransum dihitung dari ransum yang tersisa di dalam tempat pakan dan yang tercecer di kandang. Apabila ransum tidak bersisa, maka pemberian akan ditambahkan sebanyak 10% as fed dari jumlah ransum yang diberikan sebelumnya. Penimbangan bobot badan anak domba dilakukan pertama kali sebelum memulai penelitian untuk mengetahui bobot badan awal yang selanjutnya digunakan untuk pengelompokkan. Penimbangan tahap selanjutnya dilakukan setiap minggu untuk mengetahui pertambahan bobot badan harian anak domba. Suhu dan kelembaban kandang diukur dengan termometer bola basah bola kering setiap pagi dan sore hari.

a

(14)

4

Tahap pengumpulan ransum dan feses dilakukan selama 7 hari. Sisa ransum ditimbang dan diambil sampel sebanyak 10%-20% dari berat total, begitu pun dengan feses yang tertampung ditimbang bobot totalnya dan diambil sampel sebanyak 50% dari bobot total. Pengambilan darah pada masing-masing ternak dilakukan pada hari ke-2 setelah pengumpulan feses. Pengambilan darah dilakukan pukul 11.00 atau empat jam setelah anak domba diberi konsentrat dan rumput. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar absorpsi mineral pada ransum dapat terekam di darah. Pengambilan darah berupa whole blood dilakukan pada bagian vena jugularis menggunakan spoit, lalu dimasukkan ke dalam tabung dan dimasukkan ke dalam termos es, selanjutnya dianalisa konsentrasi mineral makro (Ca, P dan Mg) darah di laboratorium. Respon fisiologis ternak berupa suhu rektal dan laju respirasi yang diukur sebanyak enam titik setiap pukul 14.00.

Kandungan mineral Ca dan Mg ransum, feses dan darah diukur menggunakan AAS dan kandungan mineral P diukur menggunakan spektrofotometer. Sampel terlebih dahulu dipreparasi dengan metode wet ashing (Restz et al. 1960). Sampel feses dan ransum ditimbang sebanyak ±1 g, sedangkan darah ditimbang sebanyak ±9 g, selanjutnya dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml, ditambahkan HNO3 pekat ±5 ml sampai sampel terendam seluruhnya, dibiarkan selama ±1 jam di dalam ruang asam, kemudian dipanaskan selama 4 sampai dengan 6 jam di atas hot plate, setelah itu didinginkan, larutan yang telah dingin ditambahkan 0.4 ml H2SO4 pekat dan dipanaskan kembali. Setelah warna larutan menjadi coklat, diteteskan larutan HClO4: HNO3 (2:1) hingga larutan berubah menjadi warna kuning muda, selanjutnya sampel dipanaskan kembali selama 15 menit, lalu ditambahkan 0.6 ml HCl pekat dan 2 ml aquadest bersamaan, dipanaskan kembali sampai larut dan didinginkan. Larutan yang sudah dingin disaring dengan kertas saring ke dalam labu takar 100 ml, selanjutnya untuk mengukur mineral Ca dan Mg, sampel hasil wet ashing sebanyak 0.1 ml sampai dengan 0.5 ml ditambahkan dengan 0.05 ml larutan Cl3La.7H2O. Kadar mineral ditentukan dengan mengukur absorbansinya menggunakan AAS dengan panjang gelombang yang disesuaikan dengan mineral yang akan dibaca.

Khusus untuk mengukur mineral P, sebelum diukur dengan spektrofotometer terlebih dahulu dibuat larutan standar P (0,2,3,4, dan 5 ppm), selanjutnya larutan standar dan sampel hasil wet ashing ditambahkan larutan C sebanyak 2 ml dan aquadest sampai volume akhir 5 ml. Larutan C dibuat dari 10 ml larutan B ((NH4)6Mo7O24.4H2O 10%) ditambahkan dengan 60 ml aquadest dan 5 gram FeSO4.7H2O sampai mencapai 100 ml dengan menambah aquadest, lalu divortex ±15 detik. Terakhir sampel dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data Perlakuan

(15)

5

diberikan selama periode prasapih) dan ulangan berupa pengelompokkan berdasarkan rataan bobot badan domba saat disapih. Kandungan Co pada ransum basal yang diberikan pada anak domba prasapih adalah 1.47 mg kg-1 BK dan konsentrasi bakteri sebanyak 8.295x1010 CFU dari 15 ml konsorsium bakteri rumen.

Konsorsium bakteri rumen yang digunakan pada periode prasapih merupakan campuran dari 6 isolat bakteri rumen yang ditumbuhkan pada media Brain Heart Infusion (BHI) dan diinkubasi selama 6 jam. Konsorsium bakteri rumen berasal dari koleksi Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, IPB. CoBac diberikan pada pagi hari setelah pemberian susu.

Model Matematik

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Model matematik dari rancangan adalah sebagai berikut:

Yij= µ + αi+ βj + εij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = Rataan umum pengamatan

αi = Efek perlakuan ke-i (i = kontrol dan CoBac)

βj = Efek kelompok ke-j (j = 1, 2, 3, dan 4)

εij = Eror perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Peubah

Peubah yang diamati adalah respon fisiologis ternak; respirasi dan suhu rektal, Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH), konsumsi, absorpsi, serta kadar mineral Ca, P dan Mg di darah. Absorpsi mineral dihitung dari selisih mineral yang dikonsumsi dengan mineral yang diekskresikan melalui feses.

Analisis Data

Data yang telah diperoleh dianalisis statistik dengan uji-t dan analisis regresi (Steel dan Torrie 1993). Variabel yang diuji pada analisis regresi adalah hubungan konsumsi Ca, P dan Mg dengan bobot badan, hubungan konsumsi Ca, P dan Mg dengan absorpsinya dan hubungan konsumsi Ca, P dan Mg dengan konsentrasinya di darah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon Fisiologis

(16)

6

respirasi yang tinggi dapat disebabkan oleh aktifitas domba yang lebih aktif dan temperatur lingkungan yang tinggi pada siang hari. Pada temperatur lingkungan yang tinggi, ternak akan berupaya mengimbangi suhu tubuhnya dengan temperatur lingkungan atau termogulasi melalui pelepasan panas salah satunya dengan cara panting (terengah-engah). Pemberian Co dan konsorsium bakteri rumen pada periode prasapih tidak berpengaruh terhadap kondisi fisiologis ketika domba memasuki periode lepas sapih. Hal tersebut membuktikan bahwa, tidak adanya perubahan laju metabolisme di dalam tubuh yang disebabkan oleh penambahan Co dan konsorsium bakteri rumen dalam ransum. Perlakuan juga tidak menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan domba, hal ini berarti konsorsium bakteri rumen yang sudah diberikan tidak bersifat patogen. Hadziq (2011) menyatakan bahwa, inokulasi bakteri pencerna serat yang berasal dari rumen kerbau berpotensi memperbaiki kondisi fisiologis dan meningkatkan kemampuan pedet untuk beradaptasi dengan lingkungan. Selain itu, respon fisiologis ternak juga ditentukan oleh kecukupan mineral makro yang berperan penting dalam aktivitas fisiologis, baik untuk pertumbuhan maupu pemeliharaan kesehatan (Darmono 2007). Menurut McDowell (1985) unsur mineral makro berupa Ca, P, Mg, Na dan K berperan penting dalam aktivitas fisiologis dan metabolisme tubuh ternak. Kebutuhan mineral Ca, P dan Mg domba lepas sapih pada penelitian ini sudah tercukupi dari konsumsi ransum setiap harinya.

Tabel 2 Suhu rektal dan laju respirasi pada domba kembar lepas sapih kontrol dan CoBac

Peubah Nilai Normala Kontrol CoBac

Suhu rektal (oC) 38.2-40 39.28 ± 0.32 39.56 ± 0.25 Laju respirasi (hembusan nafas

menit-1)

15-25 84.49 ± 2.61 82.64 ±10.80

Sumber: aSmith dan Mangkuwidjojo (1988)

Suhu dan kelembaban kandang selama penelitian pada pagi hari masing-masing berkisar antara 25.20±0.70 oC dan 90±0.57%, sedangkan pada sore hari suhu dan kelembaban kandang masing-masing berkisar antara 27.52±0.91 oC dan 86.78±6.11%. Suhu dan kelembaban kandang dapat mempengaruhi performa dan respon fisiologis domba. Menurut Ananda (2009), ketika suhu lingkungan terlalu tinggi dikhawatirkan domba akan mengalami stress dan jika suhu lingkungan terlalu rendah domba akan mengalami hipotermia. Kondisi ini dapat menimbulkan efek buruk terhadap konsumsi pakan dan kesehatan anak domba. Menurut Yousef (1985) suhu ideal kandang untuk domba selama pemeliharaan antara 22 oC sampai 31 oC. Hal ini berarti bahwa domba penelitian berada pada kondisi lingkungan optimum dan tidak mengganggu respon fisiologis dan konsumsi pakan anak domba.

Pertambahan Bobot Badan Harian

(17)

7

g hari-1 dan penelitian Harun (2012) dengan PBBH domba kembar dua lepas sapih nya pada hari ke 60-90 yang dibesarkan dengan induk sebesar 57.12 g hari-1, sedangkan pada domba yang mendapat milk replacer PBBH mencapai 67.27 g hari-1, dalam kajian ini PBBH mencapai 30-110 g hari-1. Tersaji dalam Gambar 1. Terjadi penurunan pertambahan bobot badan harian pada satu setengah minggu pertama. Penurunan terjadi karena domba dalam kondisi stres setelah melewati masa penyapihan, kekurangan nutrien dan rumen belum berkembang. Proses penyapihan mengakibatkan penurunan konsumsi nutrien dan kemampuan mencerna komponen pakan baik berupa konsentrat maupun hijauan yang belum optimal disebabkan oleh adaptasi dari bakteri rumen yang belum bekerja dengan baik, sehingga perlu nutrien pakan yang lebih baik untuk mencapai pertambahan bobot badan yang optimal. NRC (2007) mencantumkan standar pertambahan bobot badan domba sebesar 200-250 g ekor-1 hari-1 pada domba dengan bobot badan 10 kg-20 kg dengan konsumsi BK sebesar 5% bobot badan.

Gambar 1 Pertambahan bobot badan harian domba kontrol dan CoBac domba lepas sapih. —■— Kontrol dan —▲— CoBac

Pertambahan bobot badan harian domba lepas sapih baik pada domba kontrol maupun CoBac tidak menunjukkan perbedaan nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa Co dan konsorsium bakteri rumen yang diberikan pada domba saat periode prasapih tidak mencukupi kebutuhan saat memasuki periode lepas sapih, didukung dengan penelitian sebelumnya Adelina (2013) menyatakan bahwa, konsorsium dan bakteri rumen yang diberikan pada anak domba prasapih belum mampu memanfaatkan Co untuk mensintesis vitamin B12 dalam jumlah yang cukup untuk proses glukoneogenesis.

McDowell (2003) dan Tiffany et al. (2003) menyatakan, selama sintesis vitamin B12, bakteri rumen memerlukan Co untuk pembentukan struktur cincin corrin. Vitamin B12 merupakan kofaktor untuk enzim methylmalonil–CoA mutase dan methionine synthase, masing-masing enzim tersebut mempunyai

(18)

8

peran penting dalam proses glukoneogenesis dan sintesis metionin. Melalui proses glukoneogenesis, propionat akan disintesis menjadi glukosa yang merupakan sumber energi bagi ruminansia serta berperan penting dalam pertambahan bobot badan.

Konsumsi dan Absorpsi Mineral

Konsumsi dan absorpsi mineral dapat dilihat pada Tabel 3. Konsumsi Ca, P dan Mg pada domba CoBac tidak menunjukkan perbedaan dengan konsumsi mineral Ca, P, dan Mg pada ternak kontrol.

Tabel 3 Konsumsi dan absorpsi mineral pada domba lepas sapih kontrol dan CoBac

Keterangan: huruf yang berbeda pada baris yang sama memperlihatkan perbedaan (P<0.05)

(19)

9

tinggi akan mengabsorpsi Ca lebih cepat dan lebih efisiensi dibanding domba dewasa dengan kebutuhan Ca yang rendah. McDowell (2003) menyebutkan absorpsi Ca dikontrol oleh dua hormon yaitu parathyroid hormone (PTH) dan thyrocalcitonin (calcitonin).

Absorpsi senyawa P disajikan dalam Tabel 3. Tingkat absorpsi P berbanding lurus dengan tingkat konsumsinya dan berbanding terbalik dengan ekskresinya, akan tetapi jika jumlah P yang diekskresikan dalam feses juga tinggi, hal tersebut terjadi karena semakin banyak P yang dikonsumsi mengakibatkan ekskresi P dalam feses juga semakin besar (Sihombing 2010). Secara umum kadar mineral P yang dikonsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi Ca. Hal ini terjadi karena selama pengamatan, anak domba lebih banyak mengkonsumsi konsentrat dibandingkan dengan hijauan. Menurut Underwood dan Suttle (1999) P banyak terdapat di dalam bahan pakan berupa biji-bijian, sedangkan Ca banyak terdapat pada rumput dan leguminosa. Kadar mineral P yang lebih tinggi dapat mengganggu absorpsi Ca, menurut McDowell (2003) rasio konsumsi P yang lebih tinggi dari Ca dapat menyebabkan ekskresi Ca yang tinggi, namun hal ini dapat diatasi karena kandungan Ca ransum yang dikonsumsi sudah mencukupi kebutuhan domba lepas sapih. NRC (2007) menetapkan kebutuhan Ca dan P pada anak domba dengan bobot badan 10-20 kg masing-masing sekitar 4.9-6.5 g ekor -1

hari-1 dan 2.2-2.9 g ekor-1hari-1, sehingga konsumsi P pada anak domba penelitian melebihi ketetapanTidak seperti Ca, P diserap dari bagian belakang usus halus. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan Ca juga berlaku juga untuk P seperti bentuk senyawa P dalam pakan, pH cairan di usus, perbandingan Ca dengan P dan vitamin D (Girindra et al. 1973).

Absorpsi Mg berbanding lurus dengan konsuminya dan didukung dengan nilai Mg yang diekskresikan melalui feses yang rendah (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan, bahwa ketersediaan Mg di ransum tinggi, selain itu dimungkinkan juga karena keberadaan Ca dan P dalam ransum yang dikonsumsi bersifat antagonis terhadap Mg, sehingga ternak cenderung mengabsorpsi Mg yang dikonsumsi lebih banyak daripada Ca dan P. Underwood dan Suttle (1999) menyatakan, pada ruminansia sebagian besar Mg diabsorpsi dari rumen dan keluar dengan diekskresikan melalui ginjal. Jumlah pakan dan faktor fisiologi mempengaruhi absorpsi Mg. Level Ca dan P yang berlebihan di dalam pakan dapat menimbulkan efek berlawanan terhadap absorpsi Mg dan sebaliknya. Unsur Ca dan Mg bersaing dalam hal absorpsinya. Ca, P dan Mg disimpan di rangka, dan dimobilisasi ketika konsumsi pakan dan absorpsi tidak mencukupi (Underwood dan Suttle 1999). Secara umum, absorpsi mineral Ca, P dan Mg lebih dari 94%, tingginya absorpsi mineral menunjukkan bahwa kebutuhan mineral pada domba lepas sapih sangat tinggi karena berada dalam periode pertumbuhan.

Status Mineral Darah

(20)

10

Tabel 4 Kadar mineral darah pada domba lepas sapih kontrol dan CoBac

Parameter Nilai Normala Kontrol CoBac

Mineral (mg100 ml-1) : mempengaruhi kadar mineral darah sesuai dengan pernyataan Antunovic et al. (2012), bahwa umur menjadi faktor penting dalam menentukan profil metabolisme darah pada anak domba. Kadar Ca dan Mg yang berada di atas kisaran normal tidak menimbulkan efek buruk atau toksik bagi anak domba. Sihombing (2010) menyatakan, peningkatan konsumsi mineral dapat meningkatkan absorpsinya, namun jika tidak dapat meningkatkan kadar mineral plasma berarti kadar mineral pada ternak sudah terpenuhi. Menurut McDowell (2003), jika konsentrasi Ca di darah berkurang, Ca secara cepat dimobilisasi dari tulang menuju darah dengan dikeluarkannya hormon Parathyroid Hormone (PTH), sehingga level Ca di darah kembali normal, sedangkan jika level Ca diserum tinggi, maka kerja hormon PTH dihentikan dan digantikan dengan hormon calcitonin, kerjanya bersifat berlawanan dengan PTH, yaitu menghambat pelepasan kalsium dari tulang ke darah

Kadar Ca dan Mg di dalam darah yang tinggi pada domba umur lepas sapih tidak dipengaruhi oleh suplementasi Co dan konsorsium bakteri rumen selama periode prasapih. Menurut Tiffany et al. (2003), mikroba rumen membutuhkan Co sebagai prekursor dalam pembentukan molekul vitamin B12 yang merupakan kofaktor methylmalonyl-Co A mutase yang penting untuk proses glukoneogenesis dan methionine synthase, sehingga hal tersebut tidak mempengaruhi sirkulasi Ca, P dan Mg dalam darah. Prihantoro et al. (2012) melaporkan, kadar mineral darah pada pedet yang diinokulasi BPS dari rumen kerbau tidak menunjukkan perbedaan dengan kontrol. Inokulasi BPS tidak mengganggu kadar mineral darah dan pedet mampu memanfaatkan mineral pakan dengan baik.

Hubungan Konsumsi Mineral dengan PBBH, Absorpsi dan Statusnya di Darah

(21)

11

dalam tubuh hanya sebesar 2% bobot badan, dan Mg di dalam tubuh di dapatkan sebanyak 0.5%-0.7% dari abu tulang. Jumlah mineral Ca, P dan Mg yang dikonsumsi berkorelasi positif dengan jumlah absorpsinya dengan hubungan yang sangat erat sampai dengan sempurna dengan korelasi sebesar 99%-100%. Sihombing (2010) menyatakan bahwa, tingkat konsumsi suatu kontrol dapat meningkatkan absorpsinya. Hal ini menunjukkan kebutuhan anak domba masih tinggi terhadap mineral, begitu juga dengan ketersediaan mineral yang tinggi di dalam ransum. Kebutuhan mineral yang tinggi terjadi karena domba berada dalam periode pertumbuhan. Unsur Ca, P dan Mg dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Underwood dan Suttle (1999) Ca berfungsi dalam pembentukan tulang, sebanyak 99% Ca ditemukan di rangka, berperan dalam mengaktifkan beberapa enzim dan berkontribusi dalam pembekuan darah, serta pada unggas Ca berfungsi untuk melindungi kerabang telur. Senyawa P terdapat pada tulang dan gigi sebanyak 88% dan sebagai komponen dari deoxynucleic acids (DNA) dan ribonucleic acids (RNA), sedangkan Mg terdapat pada rangka sebesar 60%-70%.

Secara umum konsumsi Ca, P dan Mg berkorelasi dengan kadar Ca, P dan Mg di darah, namun hubungan keeratannya sangat lemah sampai dengan cukup dengan korelasi sebesar 9%-35%. Hal ini terjadi karena adanya mekanisme homeostasis di dalam darah, sehingga konsentrasi mineral di dalam darah akan dipertahankan pada kondisi normalnya (Adelina 2013).

Tabel 5 Korelasi dan regresi konsumsi Ca, P dan Mg dengan bobot badan,

absorpsi dan status Ca, P dan Mg di darah pada domba lahir kembar lepas sapih

Peubah R2 Signifikansi Regresi

Konsumsi Ca- bobot badan 0.03 0.73 y = 0.84x + 18.41 Konsumsi Ca- absorpsi Ca 0.99 0.01 y = 0.99x – 0.02 Konsumsi Ca- status Ca di darah 0.09 0.47 y = 0.13x + 2.88 Konsumsi P- bobot badan 0.31 0.20 y = 7.10x + 7.65 Konsumsi P- absorpsi P 0.99 0.01 y = 0.94x + 0.17 Konsumsi P- status P di darah 0.35 0.12 y = 0.19x + 0.02 Konsumsi Mg- bobot badan 0.16 0.37 y = 3.10x + 14.29 Konsumsi Mg- absorpsi Mg 1.00 0.01 y = 0.99x + 0.02 Konsumsi Mg- status Mg di darah 0.14 0.36 y = 0.11x + 4.27

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(22)

12

Saran

Penelitian inokulasi konsorsium bakteri rumen dalam periode prasapih masih diperlukan dalam kajian perubahan komposisi bakteri rumen.

DAFTAR PUSTAKA

Adiati U, Subandriyo. 2007. Produktivitas ternak domba garut pada stasiun percobaan Cilebut Bogor. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID). Balai Penelitian Ternak Ciawi.

Adelina T. 2013. Peran kobalt dan konsorsium bakteri rumen dalam mengatur hematologi pada anak domba kembar prasapih [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ananda RR. 2009. Kondisi fisiologis domba garut jantan yang mendapat ransum dengan kadar kromium dan neraca kation anion berbeda pada suhu lingkungan panas [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Antunovic Z, Sprenda M, Sencic D, Novoselec J, Steiner Z, Djidara M. 2012. Influence of age on some blood parameters of lambs in organic production. Maced J Anim Sci. 1(2):14.

Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Darmono. 2007. Penyakit Defisiensi mineral pada ternak ruminansia dan upaya pencegahannya. J Litbang Pertanian. 26 (3).

Dwyer CM. 2008. The welfare of the neonatal lamb. Small Ruminant Research. 76: 31-41.

Girindra A, Sihombing DTH, Bejo S. 1973. Metabolisme Mineral: Aspek Mineral dalam Tubuh Hewan. Bogor (ID): IPB Pr.

Hadziq A. 2011. Status fisiologis dan performa pedet peranakan Friesian Holstein prasapih yang diinokulasi bakteri pencerna serat dengan pakan bersuplemen kobalt [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hartadi H, Reksodiprodjo S, Tillman AD, Kearl LC, Harris LE. 1980. Tabel Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Harun F. 2012. Formulasi dan evaluasi milk replacer terhadap performa anak domba lokal kembar dua pra dan pasca sapih [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ilham F. 2008. Karakteristik pertumbuhan pra dan pasca sapih domba lokal di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kaneko JJ, Harvey JW, Bruss ML. 1997. Clinical Biochemistry of Domestic Animals. London (GB): Academic Pr.

(23)

13

McDowell LR. 1985. Nutrition of Grazing Ruminants in Warm Climates. Florida (US): Academic Pr.

McDowell LR. 2003. Minerals in Animal and Human Nutritions. London (GB): Academic Pr.

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta (ID): UI Pr.

Prihantoro I, Evvyernie D, Suryani, Abdullah L, Yunitasari NS, Sari AP, Khairunisa D, Hadziq A, Rahayu N, Toharmat T. 2012. Bakteri pencerna serat asal rumen kerbau yang diinokulasi pada pedet Frisian Holstein selama periode prasapih. JITV. 17 (4): 297-309.

Restz LL, Smith WH, Plumlee MP. 1960. A simple wet oxidation procedure for biological material. Animal Chemistry. 32:178.

Rusmana D, Latifudin D, Budiman A. 2002. Pengaruh suplementasi kobalt dan vitamin B12 terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi bahan kering dan efisiensi penggunaan pakan domba priangan. J. I. Ternak 2 (2):60-64.

Sihombing DC. 2010. Efektivitas inokulasi isolat bakteri terhadap serapan mineral pada pedet peranakan Friesian Holstein lepas sapih [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Smith JB, Mankuwidjoyo S. 1988. Pemeliharaan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis Ed ke-1. 1988. Jakarta (ID): UI Pr.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID): Gramedia.

Tiffany ME, Spears JW, Xi L, Horton J. 2003. Influence of dietary cobalt source and concentration on performance, vitamin B12 status, and ruminal plasma metabolites in growing and finishing steers. J Anim Sci. 81:3151-3159.

Tiffany ME, Spears JW, Xi L, Horton J. 2005. Differential responses to dietary cobalt in finishing steers fed corn vs. Barley-base diets. J. Anim. Sci. 83:2580-2589.

Toharmat T, Hotimah N, Nursasih E, Nazilah R, Noerzihad TQ, Sigit NA, Retnani Y. 2007. Status Ca, Mg dan Zn pada kambing Peranakan Etawah muda yang diberi ransum bentuk mash dengan pakan sumber serat yang berbeda. Media Petern. Vol 30 (2).

Underwood EJ, Suttle NF. 1999. The Mineral Nutrition of Livestock 8th ed. New York (US): CABI Pub.

(24)

14

Lampiran 1 Hasil Uji-t suhu rektal dan laju respirasi

Peubah thitung t0.05 t0.01 Kesimpulan

Suhu rektal 1.35 2.45 3.71 Tidak beda nyata

Laju respirasi 0.33 2.45 3.71 Tidak beda nyata

Lampiran 2 Konsumsi Ca, P dan Mg berdasarkan konsumsi konsentrat dan hijauan pada domba lepas sapih kontrol dan CoBac

Zat Makanan (g) Kontrol CoBac

Konsentrat Hijauan Konsentrat Hijauan

Bahan Segar 395.43 294.71 329.00 457.79

Bahan Kering 353.43 75.56 294.06 117.38

Ca 4.00 0.47 3.33 0.74

P 12.02 0.47 10.00 0.74

Mg 6.99 5.41 5.82 8.41

Lampiran 3 Hasil Uji-t konsumsi, ekskresi dan absorpsi Ca,P dan Mg

Peubah thitung t0.05 t0.01 Kesimpulan

Konsumsi Ca 0.50 2.45 3.71 Tidak beda nyata

Ekskresi Ca 0.02 2.45 3.71 Tidak beda nyata

Absorpsi Ca 0.54 2.45 3.71 Tidak beda nyata

Persentase absorpsi Ca 3.39 2.45 3.71 Berbeda nyata

Konsumsi P 0.78 2.45 3.71 Tidak beda nyata

Ekskresi P 0.31 2.45 3.71 Tidak beda nyata

Absorpsi P 0.81 2.45 3.71 Tidak beda nyata

Persentase absorpsi P 0.50 2.45 3.71 Tidak beda nyata

Konsumsi Mg -0.11 2.45 3.71 Tidak beda nyata

Ekskresi Mg -0.69 2.45 3.71 Tidak beda nyata

Absorpsi Mg -0.69 2.45 3.71 Tidak beda nyata

Persentase absorpsi Mg -0.25 2.45 3.71 Tidak beda nyata Lampiran 4 Hasil Uji-t kandungan Ca,P dan Mg darah

Peubah thitung t0.05 t0.01 Kesimpulan

Ca darah -0.04 2.45 3.71 Tidak beda nyata

P darah -0.03 2.45 3.71 Tidak beda nyata

(25)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 September 1991. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan R. Mahyudin Saputra dan Nurhayati. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA PGRI 1 Bogor, pada tahun yang sama mendapat Besiswa Mengikuti Ujian (BMU) untuk mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di dalam beberapa organisasi diantaranya, FAMM Al-An’aam periode 2010-2011 sebagai anggota syiar dan Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) periode 2011-2012 sebagai anggota serta penanggung jawab klub pedaging Biro Nutricom, serta aktif dalam kegiatan beladiri UKM Karate IPB tahun 2010-2012. Penulis pernah mengikuti program magang HIMASITER pada tahun 2011 dan mengikuti pelatihan HACCP di Gedung Puslitbang Gizi Bogor pada tahun 2013. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam beberapa kegiatan kepanitiaan di dalam kampus. Penulis terdaftar sebagai penerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) periode 2011-2013.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’aalamin.

Gambar

Tabel 1  Proporsi bahan pakan dan nutrien serta komposisi nutrien ransum domba
Gambar 1  Pertambahan bobot badan harian domba kontrol dan CoBac
Tabel 3  Konsumsi dan absorpsi mineral pada domba lepas sapih kontrol dan

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah didapatkannya informasi mengenai umur simpan produk keripik tempe sagu menggunakan pengemas plastik polipropilen

Analisis Deskriptif Pola Jajan dan Kontribusi Zat Gizi Makanan Jajanan Terhadap Konsumsi Sehari dan Status Gi- zi Anak Kelas IV, V, dan VI SD Negeri Cawang 05 Pagi

Menyimak kuliah dari dosen, tanya jawab, mengerjakan tugas pembuatan desain media sederhana dan APE TK. Tes lisan, hasil desain media sederhana dan APE untuk anak

Alhamdulilahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi

 Founder Revitalisasi Tambak Rakyat Model Kampung Vannamei (KaVe)  Re-Design Rumah tangga Vannamei (RtVe)..  Grand Design Republik

21 Ali al- Wardi, seorang cendekiawan Syi’ah Irak dan penulis beberapa buku kontroversial, termasuk Manzilat al- ‘Aql al -Basyari (Kedudukan Akal Manusia), adalah orang

Andraeny, Dita, 2011,”Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil, dan Non Performing Financing Terhadap Volume Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada

Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia pra Sekolah Yang Sedang Dirawat di Ruang anak Rumah Sakit Islam