Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN PADA PEKERJA BETON PT. X
KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015
LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Saya Siti Nurmala Dewi, Mahasiswi Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sedang melakukan penelitian tentang “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN PADA PEKERJA BETON PT. X KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015”. Adapun penelitian ini ditujukan sebagai alat pengumpulan data primer untuk kegiatan skripsi peneliti.
Saya berharap Bapak bersedia menjadi responden penelitian saya dengan menjawab semua pertanyaan yang ada di kuesioner ini. Informasi yang Bapak berikan akan kami jaga kerahasiaannya. Jika anda bersedia di mohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan.
Data Responden
1. Kode responden : ____________________________ 2. Nama responden : ____________________________ 3. Hari/tanggal pengamatan : ____________________________
Dengan ini bersedia menjadi responden pada penelitian ini. , , 2015
PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER
1. Jawablah pertanyaan dengan runtut, singkat, benar dan jujur.
2. Jawablah dengan memberikan tanda silang (x) pada jawaban pilihan anda. 3. Terima kasih anda mengisi dengan apa adanya.
4. Data ini dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Tanggal : ...
A. DATA UMUM
Nama Responden : ... Kode Responden : ... Alamat Rumah : ...
B. GEJALA GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
1. Apakah Bapak sering mengalami batuk kering tanpa dahak selama bekerja di perusahaan ini?
1. Ya 2. Tidak
2. Apakah Bapak sering mengalami sesak napas selama bekerja di perusahaan ini?
1. Ya 2. Tidak
3. Jika Bapak mengalami batuk kering dan sesak napas, apakah hal tersebut terjadi setiap hari?
1. Ya 2. Tidak
4. Apa gangguan tersebut hilang ketika Bapak tidak bekerja (libur) atau selesai bekerja?
C. MASA KERJA
5. Sudah berapa lama Bapak bekerja di perusahaan ini? Sejak tahun ... hingga sekarang.
D. RIWAYAT PEKERJAAN TERDAHULU
6. Apakah Bapak pernah bekerja di perusahaan lain yang lokasi kerjanya berdebu sebelum bekerja di perusahaan tempat Bapak bekerja sekarang?
1. Ya 2. Tidak
Jika Ya, di perusahaan mana Bapak bekerja sebelumnya? Jika Ya, berapa lama Bapak bekerja di tempat tersebut ? Selama ... tahun
Jika Ya, Apakah selama Bapak bekerja ditempat tersebut pernah mengalami keluhan pada saluran pernapasan?
1. Ya 2. Tidak
Jika Ya, Keluhan apa yang Bapak alami? (jawaban boleh lebih dari satu)
1. Sesak Napas 1) Ya 2) Tidak
2. Batuk kering tidak berdahak 1) Ya 2) Tidak
E. KEBIASAAN MEROKOK
7. Apakah saat ini Bapak mengkonsumsi rokok (seorang perokok) ? 1. Ya 2. Tidak →→→→ ke pertanyaan 9
8. Sejak kapan Bapak mulai merokok ?
9. Jika saat ini Bapak tidak mengkonsumsi rokok (seorang perokok), sejak kapan Bapak mulai berhenti merokok ?
Sejak ... tahun yang lalu
F. BAGIAN KERJA DI UNIT BATCHING PLANT
Lampiran 3
Hasil Analisis Univariat dan Bivariat
1. Hasil Analisis Univariat
1. Distribusi Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Statistics
Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
N Valid 25
Missing 0
Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Gejala 21 84.0 84.0 84.0
Tidak Gejala 4 16.0 16.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
2. Distribusi Masa Kerja pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Statistics
Masa Kerja
N Valid 25
Masa Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Lama (>= 5 tahun) 17 68.0 68.0 68.0
Baru (< 5 tahun) 8 32.0 32.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
3. Distribusi Riwayat Pekerjaan Terdahulu pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Statistics
Riwayat Pekerjaan Terdahulu
N Valid 25
Missing 0
Riwayat Pekerjaan Terdahulu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Pernah Bekerja di Tempat
Berdebu 19 76.0 76.0 76.0
Tidak Pernah Bekerja di
Tempat Berdebu 6 24.0 24.0 100.0
4. Distribusi Kebiasaan Merokok pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Statistics
Kebiasaan merokok
N Valid 25
Missing 0
Kebiasaan merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Merokok 20 80.0 80.0 80.0
Tidak Merokok 5 20.0 20.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
5. Distribusi Bagian Kerja pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Statistics
Bagian Kerja di Unit Batching Plant
N Valid 25
Missing 0
Bagian Kerja di Unit Batching Plant
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Operator 4 16.0 16.0 16.0
Helper 21 84.0 84.0 100.0
2. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan Masa Kerja dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Masa Kerja * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
Masa Kerja * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Crosstabulation
Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
Total Gejala Tidak Gejala
Masa Kerja Lama (>= 5 tahun) Count 17 0 17
Expected Count 14.3 2.7 17.0
% within Masa Kerja 100.0% .0% 100.0%
% within Gejala Gangguan
Sistem Pernapasan 81.0% .0% 68.0%
% of Total 68.0% .0% 68.0%
Baru (< 5 tahun) Count 4 4 8
Expected Count 6.7 1.3 8.0
% within Masa Kerja 50.0% 50.0% 100.0%
% within Gejala Gangguan
Sistem Pernapasan 19.0% 100.0% 32.0%
% of Total 16.0% 16.0% 32.0%
Total Count 21 4 25
Expected Count 21.0 4.0 25.0
% within Masa Kerja 84.0% 16.0% 100.0%
% within Gejala Gangguan
Sistem Pernapasan 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 10.119a 1 .001
Continuity Correctionb 6.741 1 .009
Likelihood Ratio 10.893 1 .001
Fisher's Exact Test .006 .006
Linear-by-Linear Association 9.714 1 .002
N of Valid Casesb 25
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,28.
b. Computed only for a 2x2 table
Keterangan: Terdapat 2 sel yang memiliki nilai expected (E) kurang dari 5 sehingga syarat uji chi-square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya untuk tabel 2x2 yaitu uji fisher
2. Hubungan Riwayat Pekerjaan Terdahulu dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Riwayat Pekerjaan Terdahulu * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
Riwayat Pekerjaan Terdahulu * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Crosstabulation
Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
Total Gejala Tidak Gejala
Riwayat Pekerjaan Terdahulu
Pernah Bekerja di Tempat Berdebu
Count 18 1 19
Expected Count 16.0 3.0 19.0
% within Riwayat
Pekerjaan Terdahulu 94.7% 5.3% 100.0%
% within Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
85.7% 25.0% 76.0%
% of Total 72.0% 4.0% 76.0%
Tidak Pernah Bekerja di Tempat Berdebu
Count 3 3 6
Expected Count 5.0 1.0 6.0
% within Riwayat
Pekerjaan Terdahulu 50.0% 50.0% 100.0%
% within Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
14.3% 75.0% 24.0%
% of Total 12.0% 12.0% 24.0%
Total Count 21 4 25
Expected Count 21.0 4.0 25.0
% within Riwayat
Pekerjaan Terdahulu 84.0% 16.0% 100.0%
% within Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.790a 1 .009
Continuity Correctionb 3.870 1 .049
Likelihood Ratio 5.830 1 .016
Fisher's Exact Test .031 .031
Linear-by-Linear Association 6.519 1 .011
N of Valid Casesb 25
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,96.
b. Computed only for a 2x2 table
Keterangan: Terdapat 2 sel yang memiliki nilai expected (E) kurang dari 5 sehingga syarat uji chi-square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya untuk tabel 2x2 yaitu uji fisher
3. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kebiasaan merokok * Gejala Gangguan Sistem
Pernapasan
Kebiasaan merokok * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Crosstabulation
Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
Total Gejala Tidak Gejala
Kebiasaan merokok Merokok Count 19 1 20
Expected Count 16.8 3.2 20.0
% within Kebiasaan merokok 95.0% 5.0% 100.0%
% within Gejala Gangguan
Sistem Pernapasan 90.5% 25.0% 80.0%
% of Total 76.0% 4.0% 80.0%
Tidak Merokok Count 2 3 5
Expected Count 4.2 .8 5.0
% within Kebiasaan merokok 40.0% 60.0% 100.0%
% within Gejala Gangguan
Sistem Pernapasan 9.5% 75.0% 20.0%
% of Total 8.0% 12.0% 20.0%
Total Count 21 4 25
Expected Count 21.0 4.0 25.0
% within Kebiasaan merokok 84.0% 16.0% 100.0%
% within Gejala Gangguan
Sistem Pernapasan 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 9.003a 1 .003
Continuity Correctionb 5.376 1 .020
Likelihood Ratio 7.313 1 .007
Fisher's Exact Test .016 .016
Linear-by-Linear Association 8.643 1 .003
N of Valid Casesb 25
a. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,80.
b. Computed only for a 2x2 table
Keterangan: Terdapat 3 sel yang memiliki nilai expected (E) kurang dari 5 sehingga syarat uji chi-square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya untuk tabel 2x2 yaitu uji fisher
4. Hubungan Bagian Kerja di Unit Batching Plant dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Bagian Kerja di Unit Batching Plant * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
Bagian Kerja di Unit Batching Plant * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Crosstabulation
Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
Total Gejala Tidak Gejala
Bagian Kerja di Unit Batching Plant
Operator Count 3 1 4
Expected Count 3.4 .6 4.0
% within Bagian Kerja di Unit
Batching Plant 75.0% 25.0% 100.0%
% within Gejala Gangguan
Sistem Pernapasan 14.3% 25.0% 16.0%
% of Total 12.0% 4.0% 16.0%
Helper Count 18 3 21
Expected Count 17.6 3.4 21.0
% within Bagian Kerja di Unit
Batching Plant 85.7% 14.3% 100.0%
% within Gejala Gangguan
Sistem Pernapasan 85.7% 75.0% 84.0%
% of Total 72.0% 12.0% 84.0%
Total Count 21 4 25
Expected Count 21.0 4.0 25.0
% within Bagian Kerja di Unit
Batching Plant 84.0% 16.0% 100.0%
% within Gejala Gangguan
Sistem Pernapasan 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .287a 1 .592
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .260 1 .610
Fisher's Exact Test .527 .527
Linear-by-Linear Association .276 1 .600
N of Valid Casesb 25
a. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,64.
b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 4
Dokumentasi
Gambar 2. Pasir di Tempat Kerja
Gambar 4. Area Kerja Batching Plant
DAFTAR PUSTAKA
Akgun, M., Araz, O., Ucar, E.Y., Karaman, A., Alper, F., Gorguner, M., and Kreiss, K., 2015. Silicosis Appears Inevitable Among Former Denim Sandblasters: A 4-Year Follow-up Study. Chest. Vol: 148.647-654. Alsagaff, H., 2002. Dasar- Dasar Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Airlangga
University Press. Surabaya.
Anugrah, Y., 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Penggilingan Divisi Batu Putih di PT. Sinar Utama Karya. Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Antaruddin., 2003. Pengaruh Debu Padi Pada Faal Paru Pekerja Kilang Padi yang Merokok dan Tidak Merokok. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Budiono, A.M.S., Jusuf, R.M.S., Pusparini, A., 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Calvert, G.M., Rice, F.L., Boiano, J.M., Sheehy, J.W., and Sanderson, W.T.,
2003. Occupational Silica Exposure and Risk of Various Diseases: an Analysis Using Death Certificates From 27 States of the US. Occup Environ Med. Vol:60. 122-129.
Cowie HA., 2001. An Epidemiological Study of The Respiratory Health of Worker in the European Refactory Ceramic Fibre Industry. Journal Occup Environ Med. Vol: 58. 800-810.
Dahlan, M. S., 2013. Statitiska Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.
Djojodibroto, D., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Fathmaulida, A., 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari Kabupaten Karawang. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Hasty, K. K., 2011. Hubungan Lingkungan Tempat Kerja dan Karakteristik Pekerja Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Ikhsan, M., 2002. Penatalaksanaan Penyakit Paru Akibat Kerja. UI Press. Jakarta. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1993 tanggal 27
Februari 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 386 Tahun 2014
tentang Petunjuk Pelaksanaan Bulan Keselamatan dan kesehatan kerja Nasional Tahun 2015 – 2019.
Khumaidah., 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Mebel PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang.
Kristanto, P., 2001. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Kurihara, N., Wada, O., 2004. Silicosis and smoking strongly increase lung cancer risk in silica-exposed workers. Ind Health. Vol: 42. 303-314.
Kurniawidjaja, M. L., 2010. Teori Dan Aplikasi Kesehatan Kerja. UI Press. Jakarta.
LaDou, J., 2004. Current Occupational & Environmental Medicine. Third Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. United States.
Lauralee, S., 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi Dua. EGC. Jakarta.
Mengkidi, D., 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang.
Material Safety Data Sheet Silica Sand Tahun 2008.
Nagoda., Okapi., and Babashani., 2011. Assesment of Respiratory Symptomps and Lung Function Among Textile Workers At Kano Textile Mills, Kano Nigeria. Nigerian Journal of Clinical Practice. Vol:15.
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Nugroho, A.S.S., 2012. Hubungan Konsentrasi Debu Total dengan Gangguan
Fungsi Paru pada Pekerja di PT. KS Tahun 2010. Tesis, Universitas Indonesia , Depok.
Pearce, E. C., 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Pearce, E. C., 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta. Rab, T., 2010. Ilmu Penyakit Paru. Trans Info Media. Jakarta.
Radnoff, D., Todor, M.S., Beach, J., 2014. Occupational exposure to crystalline silica at Alberta work sites. J Occup Environ Hyg. Vol: 11. 557-570. Suma’mur P.K., 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV. Sagung
Seto. Jakarta.
Susanto, A. D., 2011. Pneumokoniosis. J Indon Med Assoc. Vol: 61. Nomor: 12. 504-505.
Syaifuddin., 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Perawat. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Wardhana. A.W., 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. ANDI. Yogyakarta. Watson, R., 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Edisi 10. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
World Health Organization., 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas (risiko) dan variabel terikat (akibat) yang terjadi pada obyek penelitian diukur dan dikumpulkan pada waktu yang bersamaan. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bersifat analitik yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. X Kabupaten Deli Serdang pada bulan Agustus – Desember tahun 2015.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
3.3.2 Sampel
Teknik pemilihan sampel yang digunakan adalah metode total sampling, yaitu pengambilan sampel secara total yang dilakukan dengan cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara total (Notoatmodjo, 2002), kemudian jumlah itulah yang dijadikan dasar untuk mengambil sampel yang diperlukan dari populasi sebesar 25 orang.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari responden melalui :
1.Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penelitian. Dalam hal ini dilakukan tanya jawab atau wawancara secara langsung kepada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang tahun 2015 dan diisi kedalam kuesioner penelitian.
2. Kuesioner
Kuesioner kebiasaan merokok pada nomor 7 dan 8 diadopsi dari skripsi milik Karbella Kuantanades Hasty mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Judul “ Hubungan Lingkungan Tempat Kerja dan Karakteristik Pekerja Terhadap Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011” dengan pengujian validitas kuesioner diperoleh nilai r tabel > 0,602 sehingga dinyatakan valid dan dengan pengujian realibilitas diperoleh nilai r alpha crombah (0,819) > nilai r tabel (0,7) sehingga kuesioner dinyatakan realiabel. Kuesioner kebiasaan merokok pada nomor 9 telah dimodifikasi.
Kuesioner masa kerja diadopsi dari skripsi milik Annisa Fathmaulida mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari Kabupaten Karawang Tahun 2013”.
Kuesioner gejala gangguan sistem pernapasan nomor 1 dan 2 diadopsi dari tesis milik Khumaidah mahasiswi Universitas Diponegoro Semarang dengan judul ”Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Mebel PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara Tahun 2009”. Kuesioner gejala gangguan sistem pernapasan nomor 3 dan 4 telah dimodifikasi.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari pihak personalia perusahaan berupa data jumlah karyawan.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Terikat/dipengaruhi (dependent variabel)
Variabel terikat atau dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau independen. Variabel terikat atau dependent dalam penelitian ini adalah gejala gangguan sistem pernapasan.
2. Variabel Bebas/mempengaruhi (independent variabel)
3.5.2 Definisi Operasional Variabel Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
No. Variabel Definisi Operasional Hasil Pengukuran
Skala Pengukuran Variabel 1. Gejala gangguan
sistem pernapasan
Pekerja mengalami dua gejala berikut yaitu sesak napas (dispnea) dan batuk kering tidak berdahak
1.Gejala
2.Tidak Gejala
Nominal
2. Masa kerja Lama pekerja bekerja di PT. X Kabupaten Deli Serdang, yaitu tahun dimulai bekerja sampai wawancara ini dilakukan dalam hitungan tahun
1.Lama ( ≥ 5 tahun)
2. Baru ( < 5 tahun)
Ordinal
3. Riwayat pekerjaan terdahulu
Sebelum bekerja di PT. X Kabupaten Deli Serdang, pekerja PT. X Kabupaten Deli Serdang pernah atau tidak pernah bekerja di tempat berdebu
1.Pernah bekerja di tempat berdebu
2.Tidak pernah bekerja di tempat berdebu
Nominal
4. Kebiasaan merokok
Aktifitas yang dilakukan pekerja dalam menghisap
batang rokok yang
mengandung komponen gas dan partikel yang dapat merusak kesehatan
1. Merokok
2.Tidak Merokok
Nominal
5. Bagian Kerja di unit batching plant
Bagian kerja pekerja di unit
batching plant menurut sistem kerja yang berlaku di PT. X
terbagi menjadi dua yaitu operator
dan helper
1. Operator
2. Helper
3.6 Metode Pengukuran
3.6.1 Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
Variabel gejala gangguan sistem pernapasan diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian B. Variabel ini dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu gejala jika responden menjawab ya pada kuesioner bagian B nomor 1 dan nomor 2. Kemudian untuk kategori tidak gejala apabila responden menjawab tidak pada kuesioner bagian B nomor 1 dan nomor 2. Jawaban responden pada kuesioner bagian B nomor 3 dan 4 tidak masuk kedalam perhitungan skor, melainkan akan dibuat untuk penjelasan.
3.6.2 Masa Kerja
Variabel masa kerja diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian C yang bersifat terbuka. Jawaban responden pada kuesioner bagian C
selanjutnya akan dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu lama (≥ 5 tahun)
dan baru (< 5 tahun).
3.6.3 Riwayat Pekerjaan Terdahulu
3.6.4 Kebiasaan Merokok
Variabel kebiasaan merokok diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian E. Variabel ini dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu merokok jika responden menjawab ya pada kuesioner bagian E nomor 7. Kemudian untuk kategori tidak merokok jika responden menjawab tidak pada kuesioner bagian E nomor 7. Jawaban responden pada kuesioner bagian E nomor 8 dan 9 tidak dimasukkan kedalam perhitungan skor, melainkan akan dibuat untuk penjelasan.
3.6.5 Bagian Kerja di Unit Batching Plant
Variabel bagian kerja di unit batching plant diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian F. Variabel ini dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu operator jika responden menjawab operator pada kuesioner bagian F nomor 10. Kemudian untuk kategori helper jika responden menjawab helper pada kuesioner bagian F nomor 10.
3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Teknik Pengolahan Data
Langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.7.1.1 Menyunting data (data editing)
telah diisi responden sebelum dilakukan proses pemasukan data ke dalam komputer.
3.7.1.2 Mengkode data (data coding)
Coding dilakukan dengan cara memberikan kode atau klasifikasi pada jawaban dari setiap pertanyaan dari kuesioner guna mempermudah dalam proses pegelompokan dan pengolahannya.
3.7.1.3 Memasukkan data (entry data )
Data yang teleh diberi kode tersebut kemudian dimasukkan dalam program komputer untuk selanjutnya akan diolah.
3.7.1.4 Membersihkan data (data cleaning)
Data yang telah dimasukkan dicek kembali untuk memastikan bahwa data tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk dianalisis.
3.7.2 Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 2 cara yaitu: 3.7.2.1 Analisa Univariat
Analisa ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dengan
3.7.2.2 Analisa Bivariat
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1 Gambaran Umum PT. X Kabupaten Deli Serdang
PT. X yang menjadi lokasi penelitian merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang pembuatan beton yang selanjutnya akan didistribusikan kepada konsumen untuk membangun gedung. Lokasi industri ini berada di Kabupaten Deli Serdang yang telah berdiri selama 6 tahun.
Proses produksi di industri ini berlangsung selama 24 jam dengan sistem pembagian shift dimana terdiri dari dua shift yaitu shift pagi dan shift malam dengan jam kerja masing-masing shift selama 12 jam dengan lokasi kerja di luar ruangan atau outdoor. Dalam perusahaan ini tidak diberlakukan sistem rotasi kerja. Industri ini menggunakan bahan baku seperti abu batu, pasir dan fly as yang hanya ditumpuk hingga menggunung di dalam tempat kerja, kecuali semen yang langsung dimasukkan kedalam alat penyimpanan berupa tangki.
PT. X memiliki berbagai unit yaitu unit crusher, unit batching plant, unit teknikal, supir truk cocrete mixer. Jumlah seluruh pekerja PT. X adalah 114 pekerja.
4.1.2 Proses Kerja Unit Batching Plant
25 pekerja pria, namun unit ini terbagi kedalam 2 (dua) bagian kerja yaitu operator yang berjumlah 4 pekerja pria dan helper yang berjumlah 21 pekerja pria. Proses pencampuran semua komposisi bahan-bahan dilakukan oleh mesin. Namun, dalam proses pencampuran yang dilakukan oleh mesin ini tidak lepas dari peran operator dan helper. Adapun tugas pokok dari operator yaitu mengatur campuran komposisi bahan-bahan seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton yang diinginkan konsumen melalui alat monitor dan selanjutnya dialirkan kedalam truk cocrete mixer. Tugas pokok dari helper yaitu mengumpulkan semen dan bahan lainnya yang berjatuhan di tanah saat proses pengaliran bahan-bahan kedalam truk cocrete mixer berlangsung dan jika tangki tempat pengaliran semen tersumbat maka tugas helper yaitu mengetuk tangki penyimpanan semen agar semen dapat mengalir kembali kedalam truk cocrete mixer
4.2Hasil Penelitian 4.2.1 Analisis Univariat
Tabel 4.1 Distribusi Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Frekuensi Persentase (%)
Gejala Tidak Gejala 21 4 84 16
[image:35.612.163.508.159.239.2]Total 25 100
Tabel 4.2 Distribusi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit
Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun
2015
Masa kerja Frekuensi Persentase (%)
Lama (≥ 5 tahun) Baru (< 5 tahun)
17 8
68 32
Total 25 100
Riwayat Pekerjaan Terdahulu
Pernah Bekerja di Tempat Berdebu Tidak Pernah Bekerja di Tempat Berdebu
19 6
76 24
Total 25 100
Kebiasaan Merokok Merokok Tidak Merokok 20 5 80 20
Total 25 100
Bagian Kerja di Unit Batching Plant
Operator Helper 4 21 16 84
4.2.1.1Distribusi Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit
Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant diukur menggunakan skala pengukuran nominal dan dikategorikan menjadi dua kategori yaitu gejala dan tidak gejala.
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 25 pekerja yang bekerja di unit batching plant terdapat 21 pekerja (84%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan dan sebanyak 4 pekerja (16%) tidak mengalami gejala gangguan sistem pernapasan.
4.2.1.2Distribusi Masa Kerja, Riwayat Pekerjaan Terdahulu, Kebiasaan Merokok dan Bagian Kerja di Unit Batching Plant pada Pekerja Unit
Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Masa kerja pekerja unit batching plant diukur menggunakan skala
pengukuran ordinal dan dikategorikan menjadi dua kategori yaitu lama (≥ 5 tahun)
dan baru (< 5 tahun). Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 25 pekerja yang bekerja
di unit batching plant terdapat 17 pekerja (68%) memiliki masa kerja lama (≥ 5
tahun) dan sebanyak 8 pekerja (32%) memiliki masa kerja baru (< 5 tahun). Riwayat pekerjaan terdahulu pada pekerja unit batching plant diukur menggunakan skala pengukuran nominal dan dikategorikan menjadi dua kategori yaitu pernah bekerja di tempat berdebu dan tidak pernah bekerja di tempat berdebu. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 25 pekerja yang bekerja di unit batching plant terdapat 19 pekerja (76%) memiliki riawayat pekerjaan terdahulu dan sebanyak 6 pekerja (24%) tidak memiliki riwayat pekerjaan terdahulu.
dan tidak merokok. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 25 pekerja yang bekerja di unit batching plant terdapat 20 pekerja (80%) memiliki kebiasaan merokok dan sebanyak 5 pekerja (20%) tidak memiliki kebiasaan merokok.
Bagian kerja di unit batching plant pada pekerja unit batching plant diukur menggunakan skala pengukuran nominal dan dikategorikan menjadi dua kategori yaitu operator dan helper. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 25 pekerja yang bekerja di unit batching plant terdapat 4 pekerja (16%) memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai operator dan sebanyak 21 pekerja (84%) memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai helper.
4.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam pengujian hipotesis penelitian untuk melihat apakah ada hubungan antara variabel bebas (masa kerja, riwayat pekerjaan terdahulu, kebiasaan merokok dan bagian kerja di unit batching plant ) dengan variabel terikat (gejala gangguan sistem pernapasan) digunakan uji chisquare. Syarat Uji Chi-Square adalah tidak ada sel yang nilai expected (E) kurang dari 5, jika syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi maka dipakai uji alternatifnya untuk tabel 2x2 adalah uji fisher.
Tabel 4.3 Hubungan Masa Kerja, Riwayat Pekerjaan Terdahulu, Kebiasaan Merokok dan Bagian Kerja di Unit Batching Plant dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit
Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Masa kerja
Gejala Gangguan Sistem
Pernapasan Total p Gejala Tidak
Gejala
n % n % n %
Lama (≥ 5 tahun) Baru (< 5 tahun)
17 4 100 50 0 4 0 50 17 8 100
100 0, 006
Total 21 84 4 16 25 100
Riwayat Pekerjaan Terdahulu
Pernah Bekerja di Tempat Berdebu Tidak Pernah Bekerja di Tempat
Berdebu 18 3 94,7 50 1 3 5,3 50 19 6 100
100 0, 031
Total 21 84 4 16 25 100
Kebiasaan Merokok Merokok Tidak Merokok 19 2 95 40 1 3 5 60 20 5 100
100 0, 016
Total 21 84 4 16 25 100
Bagian Kerja di Unit Batching Plant Operator Helper 3 18 75 85,7 1 3 25 14,3 4 21 100
100 0, 527
Total 21 84 4 16 25 100
4.2.2.1Hubungan Masa Kerja, Riwayat Pekerjaan Terdahulu, Kebiasaan Merokok dan Bagian Kerja di Unit Batching Plant dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa dari 17 pekerja yang memiliki masa
kerja lama (≥ 5 tahun), terdapat 17 pekerja (100%) mengalami gejala gangguan
[image:38.612.133.506.156.491.2]sistem pernapasan pada pekerja unit batching batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa dari 19 pekerja yang memiliki riwayat pekerjaan terdahulu, terdapat 18 pekerja (94,7%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan. Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 031, maka p value lebih kecil dari 0,05 (0,031< 0,05) sehingga Ho diterima yang artinya ada hubungan yang bermakna antara riwayat pekerjaan terdahulu dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa dari 20 pekerja yang memiliki kebiasaan merokok, terdapat 19 pekerja (95%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan. Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 016, maka p value lebih kecil dari 0,05 (0,016< 0,05) sehingga Ho diterima yang artinya ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 25 pekerja di unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 terdapat 21 pekerja (84%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan.
Diperoleh informasi dari 21 pekerja yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan, terdapat 9 pekerja mengalami gejala gangguan sistem pernapasan setiap hari dan sebanyak 20 pekerja menyatakan bahwa gejala gangguan sistem pernapasan tersebut hilang ketika pekerja libur atau selesai bekerja.
Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penyakit dengan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan keluhan pada akhir minggu atau hari libur diikuti peningkatan keluhan untuk kembali bekerja (Ikhsan, 2002).
kesulitan bernapas dan batuk kering dalam beberapa minggu setelah paparan. Silikosis timbul bertahun-tahun setelah paparan (WHO, 1995). Menurut Material Safety Data Sheet (MSDS) tahun 2008 juga menyatakan bahwa debu silika menyebabkan silikosis yang ditandai dengan gejala sesak napas dan batuk tidak berdahak. Jika penderita silikosis telah mengalami fibrosis paru maka akan meningkatkan sesak napas (LaDou, 2004).
5.2 Hubungan Masa Kerja dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 25 pekerja di unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 menunjukkan bahwa dari 17 pekerja yang
memiliki masa kerja lama (≥ 5 tahun), terdapat 17 pekerja (100%) mengalami
gejala gangguan sistem pernapasan.
Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 006, maka p value lebih kecil dari 0,05 (0,006 < 0,05) sehingga Ho diterima yang artinya ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Dalam lingkungan kerja yang berdebu, masa kerja dapat
hasil akumulasi dari inhalasi selama bekerja. Lama bekerja bertahun-tahun dapat memperparah kondisi kesehatan pekerja karena frekuensi pajanan yang sering (Suma’mur, 2009). Menurut Kurniawidjaja (2010), apabila debu terhirup oleh para pekerja dalam jangka waktu yang lama dan dalam intensitas dan konsentrasi yang tinggi maka akan terjadi penimbunan atau pengendapan debu dalam jaringan paru-paru.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuma Anugrah di tahun 2013 pada pekerja penggilingan divisi batu putih di PT. Sinar Utama Karya dengan lokasi kerja outdoor atau diluar ruangan bahwa dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru pada pekerja penggilingan divisi batu putih. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dorce Mengkidi tahun 2006 pada pekerja PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan, dari hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru.
5.3 Hubungan Riwayat Pekerjaan Terdahulu dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 031, maka p value lebih kecil dari 0,05 (0,031< 0,05) sehingga Ho diterima yang artinya ada hubungan yang bermakna antara riwayat pekerjaan terdahulu dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.
Diperoleh informasi dari 18 pekerja yang memiliki riwayat pekerjaan terdahulu dan mengalami gejala gangguan sistem pernapasan bahwa pekerja pernah bekerja di perusahaan swasta yang bergerak dibidang pembuatan beton selama 1 sampai 4 tahun dan diperoleh informasi dari 18 pekerja yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan dan memiliki riwayat pekerjaan terdahulu bahwa 14 pekerja pernah mengalami keluhan pada saluran pernapasan dan sebanyak 10 pekerja menyatakan bahwa keluhan yang pernah dialaminya saat bekerja di tempat kerja yang dahulu yaitu batuk kering tidak berdahak, sebanyak 2 pekerja pernah mengeluh sesak napas saat bekerja di tempat kerja yang dahulu, dan sebanyak 2 pekerja pernah mengeluh sesak napas dan batuk tidak berdahak saat bekerja di tempat kerja yang dahulu.
Hubungan antara penyakit dengan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan keluhan setelah bekerja di tempat yang baru atau setelah digunakan bahan baru di tempat kerja. Riwayat pekerjaan dapat menggambarkan apakah pekerja pernah terpapar dengan pekerjaan berdebu (Ikhsan, 2002).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Akgun et.al tahun 2015 pada mantan sandblasters, menyatakan bahwa diantara 145 mantan sandblasters diteliti pada tahun 2007 dan 83 mantan sandblasters diteliti pada tahun 2011, dengan pemantauan selama 4 tahun didapatkan 9 mantan sandblasters (6,2%) meninggal. Sebanyak 74 mantan sandblasters yang hidup dilakukan pemeriksaan ulang, prevalensi silikosis meningkat dari 55,4% menjadi 95,9%. Pemantauan selama 4 tahun ini menunjukkan bahwa hampir semua mantan sandblasters dapat mengembangkan silikosis.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Calvert et.al tahun 2003 yang menilai pajanan debu silika dari riwayat pekerjaan responden yang meninggal karena tuberkulosis paru di 27 negara bagian di Amerika Serikat. Proporsi kasus tuberkulosis paru yang terpajan debu silika kategori sedang sampai tinggi pada penelitian tersebut adalah 16,5%.
5.4 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
memiliki kebiasaan merokok, terdapat 19 pekerja (95%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan.
Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 016, maka p value lebih kecil dari 0,05 (0,016< 0,05) sehingga Ho diterima yang artinya ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.
Diperoleh informasi dari 19 pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dan mengalami gejala gangguan sistem pernapasan bahwa pekerja telah memiliki kebiasaan merokok sejak 6 sampai 25 tahun yang lalu.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dorce Mengkidi tahun 2006 pada pekerja PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan, dari hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru.
Hasil Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cowie tahun 2001 pada pekerja fiber industri keramik di Eropa yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penurunan nilai kapasitas vital paru sampai dibawah normal dengan kebiasaan merokok. Hasil Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurihara dan Wada tahun 2004 pada pekerja yang terpapar silika yang menyatakan dari hasil analisis didapatkan bahwa merokok sangat meningkatkan risiko kanker paru pada pasien silikosis (risiko relatif, 4,47; 95% CI, 3,17-6,30). Dengan demikian, penelitian ini menyarankan pentingnya mencegah silikosis dengan berhenti merokok untuk mengurangi insiden kanker paru-paru pada pekerja yang terpapar oleh debu silika.
5.5 Hubungan Bagian Kerja di Unit Batching Plant dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 25 pekerja di unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 menunjukkan bahwa dari 21 pekerja yang memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai helper, terdapat 18 pekerja (85,7%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan.
hubungan yang bermakna antara bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Radnoff et. al tahun 2014 yang menyatakan bahwa meskipun potensi paparan silika berkaitan dengan tugas khusus yang dilakukan pekerja, namun hal tersebut tidak berhubungan langsung atau tidak dapat berdiri sendiri untuk berhubungan dengan kejadian silikosis, sehingga memerlukan variabel lain untuk bersama-sama berkorelasi dengan silikosis.
Pada penelitian ini terdapat 21 pekerja yang memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai helper dan hanya ada 4 pekerja yang memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai operator. Namun, sebagian besar pekerja helper (85,7%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan dan sebagian besar pekerja operator (75%) mengalami gejala ganggguan sistem pernapasan. Mengingat bahwa area kerja operator dan helper sama sehingga masing-masing bagian memiliki risiko yang sama untuk terpapar debu. Dengan demikian dapat dipahami apabila dalam penelitian ini tidak terdapat adanya hubungan yang signifikan antara bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang diperoleh dari 25 pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 sebagai berikut :
1. Terdapat 21 pekerja (84%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan. 2. Ada hubungan yang bermakna antara masa kerja, riwayat pekerjaan terdahulu
dan kebiasaan merokok dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.
3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti dapat memberikan saran untuk perbaikan sebagai berikut:
1. Pekerja sebaiknya berhenti mengkonsumsi rokok karena merokok akan memperberat kondisi paru pekerja yang terpapar debu setiap hari.
3. Perusahaan sebaiknya mengadakan alat pelindung pernapasan khusus debu silika, mewajibkan dan mengawasi penggunaan alat pelindung pernapasan secara ketat dan kontiniu setiap kali pekerja masuk ke lingkungan kerja. 4. Perusahaan sebaiknya membuat kebijakan larangan merokok di lingkungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pernapasan Manusia
2.1.1 Pengertian Pernapasan Manusia
Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan
jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi untuk menyediakan
oksigen untuk darah dan membuang karbondioksida.
Sistem pernapasan secara umum terbagi atas :
1. Bagian Konduksi
Bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea,
bronkus, dan bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran udara
untuk mengalir ke dan dari paru-paru untuk membersihkan, membasahi, dan
menghangatkan udara yang diinspirasi.
2. Bagian Respirasi
Bagian ini terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran
gas antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat
pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk
menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernapasan memiliki sistem
pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat
Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan yaitu :
a. Arsitektur saluran napas; bentuk, struktur, dan caliber saluran napas yang
berbeda-beda merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai
dari hidung, nasofaring, laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik
atau kimiawi merangsang reseptor disaluran napas, sehingga terjadi
bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu mengurangi penetrasi debu
dan gas toksik kedalam saluran napas.
b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran napas, yang mampu menangkap
partikel debu dan mengeluarkannya.
c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang berperan
terhadap partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran napas (Rab,
2010).
2.1.2 Anatomi Saluran Pernapasan
Dalam bernapas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya
dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang
bersenyawa dengan karbon dan hydrogen dari jaringan. Pernapasan merupakan
proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan atau pernapasan
dalam dan yang terjadi di dalam paru merupakan pernapasan luar. Udara ditarik
ke dalam paru pada waktu menarik napas dan didorong keluar paru-paru pada
waktu mengeluarkan napas (Pearce, 2006). Di bawah ini merupakan gambar
Gambar 2.1: Sistem Pernapasan pada Manusia
Sumber: Lauralee (2001)
2.1.2.1Hidung
Hidung dilapisi oleh selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah
dan bersambung dengan lapisan faring dan semua selaput lendir serta sinus, yang
mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung. Daerah pernapasan dilapisi
dengan epitelium silinder dan sel epitel berambut yang mengandung sel lendir.
Sekresi dari sel itu membuat permukan nares basah dan berlendir. Diatas septum
nasalis dan konkha selaput lendir ini paling tebal, yang diuraikan dibawah.
Adanya tiga tulang kerang (konkhae) yang diselaputi epitelium pernafasan dan
permukaan selaput lendir tersebut (Pearce, 2006). Di bawah ini merupakan
[image:54.612.149.495.200.335.2]gambar hidung pada manusia (Gambar 2.2).
Gambar 2.2: Hidung
Sumber: Lauralee (2001)
2.1.2.3Faring atau Tekak
Menurut Pearce (2006), faring merupakan tempat persimpangan antara
jalan pernapasan dan jalan makanan. Faring terdapat di bawah dasar tengkorak,
dibelakang rongga hidung dan mulut disebelah depan ruas tulang leher. Faring
dibagi dalam 3 bagian yaitu :
1. Nesofaring yang terletak dibelakang hidung.
2. Orofaring yang terletak dibelakng mulut.
3. Laringofaring yang terletak dibelakang laring
Gambar 2.3: Faring
Sumber: Lauralee (2001)
2.1.2.3 Laring
Menurut Pearce (2006), laring merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas
kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran, yang
terbesar diantaranya adalah tulang rawan tiroid. Laring terdiri atas dua lempeng
atau lamina yang bersambung digaris tengah . Pita suara terletak di sebelah dalam
laring, berjalan dari tulang rawan tiroid disebelah depan sampai dikedua tulang
rawan aritenoid. Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid yang ditimbulkan
oleh berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan dan dikendorkan. Dengan
demikian lebar sela-sela pita atau rima glottidis, berubah-ubah sewaktu berbicara
Gambar 2.4: Laring
Sumber: Lauralee (2001)
2.1.2.4 Trakea (Batang Tenggorok)
Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang
rawan yang diikat oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah
belakang trakea, selain itu memuat beberapa jaringan otot. Trakea memiliki
panjang 9 cm. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium
bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak keatas kearah laring, maka dengan
gerakan ini debu dan butir-butir halus lainya masuk ketika bernapas (Pearce,
Gambar 2.5: Trakea
Sumber: Lauralee (2001)
2.1.2.5 Bronkus
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea. Ada dua buah yang terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis ke IV dan Ke V, Mempunyai struktur seperti trakea
dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus utama sebelah kiri lebih sempit,
lebih panjang, lebih horizontal dari pada bronkus sebelah kanan karena jantung
terletak agak kiri dari garis tengah (Pearce, 2006). Di bawah ini merupakan
Gambar 2.6: Bronkus
Sumber: Lauralee (2001)
2.1.2.6 Paru
Paru adalah sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung. Gelembung alveoli terdiri dari sel epitel dan endotel. Paru ada dua
dan merupakan alat pernafasan utama. Paru mengisi rongga dada, terletak
disebelah kanan dan kiri, sedangkan bagian tengah dipisahkan oleh jantung
beserta pembuluh darah, dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
Paru terletak di dalam torak pada sisi lain jantung dan pembuluh darah besar. Paru
memanjang dari akar leher menuju diafragma. Paru dibagi menjadi beberapa
belahan atau lobus oleh fisura, paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru kiri
mempunyai dua lobus. Setiap lobus dibagi menjadi segmen yang disebut
satu arteri dan satu vena. Setiap segmen dibagi lagi menjadi unit yang disebut
lobulus (Watson, 2002). Dibawah ini merupakan gambar anatomi paru (Gambar
[image:59.612.131.509.190.427.2]2.7).
Gambar 2.7: Paru
Sumber: Lauralee (2001)
2.1.3 Fisiologi Saluran Pernapasan
Fungsi pernapasan adalah sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida. Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi (Pearce,
2002). Pertukaran gas di dalam tubuh dibedakan menjadi dua, yaitu pernafasan
2.1.3.1 Pernapasan Eksternal
Pernapasan eksternal adalah proses pertukaran gas antara darah dan
atmosfer (Djojodibroto, 2009). Pada pernapasan eksternal oksigen diambil melalui
hidung dan mulut, pada waktu bernapas udara masuk melalui trakea dan pipa
bronchial ke alveoli, dan erat hubunganya dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris (Pearce, 2002).
Terdapat empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner
atau pernapasan eksternal yaitu (1) ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan
yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar, (2) arus darah melalui paru,
darah mengandung oksigen masuk keseluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh
tubuh masuk ke paru, (3) distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa
dengan jumlah yang tepat yang bias dicapai untuk semua bagian, dan (4) difusi
gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler karbondioksida lebih
mudah berdifusi dari pada oksigen (Syaifuddin, 2006).
2.1.3.2 Pernapasan Internal
Pernapasan internal adalah pernapasan selular yang berlangsung diseluruh
system tubuh (Djojodibroto, 2009). Pada pernapasan internal atau pernapasan
jaringan, darah yang jenuh hemoglobin dengan oksigen (oksihemoglobin)
mengalir ke seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan
oksigen kedalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru dan
2.2 Debu Silika
Dilihat dari komposisi atau materinya, debu silika termasuk kedalam
golongan debu fisik. Dilihat dari sifat kimianya, debu silika masuk kedalam
golongan profilferative dust yaitu golongan debu ini dapat menimbulkan reaksi
jaringan paru sehingga akan membentuk jaringan parut (Fibrosis). Fibrosis ini
akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga mengganggu fungsi
paru. Sedangkan berdasarkan jenisnya, debu silika termasuk kedalam jenis debu
mineral yaitu debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks (Kristanto,
2001).
Batu-batuan umumnya mengandung silika. Partikel-partikel silika bebas
yang terbawa udara berasal dari peledakan, penggerindaan, penghancuran,
pengeboran, dan penggilingan batuan. Pekerjaan yang sangat mungkin terpapar
risiko silikosis yaitu menambang dan ekstraksi batu-batu keras; pekerjaan teknik
sipil dengan batu keras; penghalusan dan pemolesan batu; pencetakan,
pembentukan, dan penyemprotan pasir di tempat pengecoran dan pembersihan
bangunan; persiapan dan pembuangan lapisan-lapisan kerak untuk tungku
pembakaran, dll., serta pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan pasir sebagai
amplas (WHO, 1995). Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan
baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir,
menggerinda, dll). Adapun lingkungan kerja yang mengandung silika yang tinggi
seperti misalnya pabrik semen, pengusaha batu, pembersih jalan, pengusaha pasir,
2.3 Gangguan Sistem Pernapasan oleh Silika
2.3.1 Mekanisme Kerja Silikosis
Menurut WHO (1995), mekanisme kerja silikosis yaitu:
2.3.1.1 Retensi
Partikel-partikel debu dengan diameter 5-15 m yang mengendap pada
saluran napas dapat dibersihkan oleh gerakan mukosiliar, tetapi partikel-partikel
berdiameter 0,5-5 m yang sampai di saluran napas terminal atau lebih jauh
mungkin tertahan. Kebanyakan partikel berdiameter kurang dari 0,5 m tetap
mengambang di udara dan dihembuskan keluar.
Partikel-partikel debu yang tertahan di paru-paru diambil oleh makrofag
(fagosit mononuklear) dan diangkut ke saluran napas dan dibersihkan, atau ke
parenkim paru. Kalau sel-sel yang berisi debu tersebut mati, maka partikel yang
dilepaskan akan diambil oleh sel-sel lain, namun sel-sel ini juga terbunuh,
sehingga tercipta suatu reaksi derajat rendah yang berkelanjutan, mengarah pada
pembentukan jaringan parut setempat (nodul-nodul), seringkali di sekitar saluran
napas terminal.
Debu silika bebas berbeda dalam kemampuannya mematikan sel, dan
aktivitas ini dapat diperlambat oleh adanya debu-debu lain (misalnya,
oksida-oksida besi dan aluminium) dan zat-zat kimia (misalnya, polivinilpirolidin
N-oksida) yang mempengaruhi permukaan partikel kuarsa. Mekanisme perlindungan
tubuh normal—melapisi partikel debu dengan suatu glikoprotein kaya besi—
2.3.1.2 Eliminasi
Eliminasi partikel-partikel kuarsa, khususnya jika tercampur dengan
debu-debu lain, dapat terjadi dalam beberapa hari pertama setelah inhalasi lewat
bronkus dan trakea. Presentase debu yang tertahan meningkat dengan: (a)
peninggian tingkat paparan; (b) paparan terhadap debu yang lebih tinggi di masa
lalu; dan (c) adanya penyakit paru (khususnya tuberkulosis). Partikel-partikel
yang tertahan dalam parenkim paru tersebut jarang diangkut melampaui kelenjar
limfe hilus. Oleh karena itu, kerusakan terbatas pada paru dan kelenjar limfe hilus.
2.3.2 Gejala Berdasarkan Stadium Silikosis
Menurut Suma’mur (2009), silikosis dibagi atas 3 (tiga) stadium yaitu:
2.3.2.1 Stadium Pertama atau Ringan
Stadium ini ditandai dengan sesak napas (dispnea) ketika pekerja sedang
bekerja, mula-mula sesak napasnya ringan, kemudian bertambah berat. Sepanjang
stadium sakit demikian, sesak napas merupakan gejala sakit yang terpenting.
Batuk-batuk mungkin sudah terdapat pada stadium ini, tetapi biasanya batuk
kering tidak berdahak; keadaan umum penderita pada stadium ini masih berada
dalam keadaan baik. Ketika inspirasi pengembangan paru mungkin sedikit
terganggu atau tidak ada gangguan sama sekali. Suara pernapasan terdengar dalam
batas normal, namun pada pekerja yang berusia lanjut mungkin didapati
hiper-resonansi, oleh karena emfisema. Pada silikosis stadium ini biasanya gangguan
2.3.2.2 Stadium Kedua atau Sedang
Pada silikosis stadium ini, sesak napas dan batuk menjadi sangat dikenali
dan tanda kelainan paru pada pemeriksaan klinis juga nampak. Dada penderita
kurang berkembang; pada perkusi berkurangnya atau menurunnya suara ketukan
hampir didapati diseluruh bagian paru; suara napas tidak jarang bronkhial,
sedangkan ronkhi terutama terdapat pada daerah basis paru.
2.3.2.3 Stadium Ketiga atau Berat
Pada stadium ini, sesak napas mengakibatkan keadaan penderita cacat
total; secara klinis penderita menunjukkan hipertrofi jantung kanan, dan kemudian
orang sakit memperlihatkan tanda-tanda gagal jantung kanan.
Oleh karena prevalensi TBC paru cukup tinggi dalam masyarakat, maka tidak
mungkin menegakkan diagnosis silikosis semata-mata berdasarkan foto rontgen
saja, melainkan harus secara lengkap ditempuh cara membuat diagnosis penyakit
akibat kerja. Selain itu perlu diperhatikan, bahwa TBC mungkin penyakit
sekunder (tambahan, penyulit) terhadap silikosis, seperti halnya terjadi pada
tuberkulosilikosis. Tapi mungkin pula silikosis menghinggapi pekerja yang
sedang menderita TBC paru, keadaan demikian terjadi pada silikotuberkulosis.
Untuk memastikan adanya infeksi TBC, dilakukan pemeriksaan biakan sputum
dan uji serologis.
Pada kelompok pekerja yang terpapar debu silika, gambaran radiologis
nodul-nodul dan penyatuan nodul-nodul-nodul-nodul tersebut serta batuk kering dan tidak adanya
tanda-tanda yang biasa ditemukan pada penyakit TBC paru memberikan
penyakit lain yang harus disingkirkan dalam menegakkan diagnosis silikosis
adalah kanker paru, sarkoidosis (retikulosis granulomatosa generalisata kronis
progresif tanpa sebab yang jelas mengenai banyak organ termasuk paru), artritis
rematoid, dan mungkin lainnya. Sehubungan dengan itu, riwayat pekerjaan yang
disertai risiko paparan terhadap debu silika bebas sangat penting artinya.
Menurut Material Safety Data Sheet (MSDS) tahun 2008 bahwa debu
silika menyebabkan silikosis yang ditandai dengan gejala sesak napas dan batuk
tidak berdahak. Menurut LaDou (2004), jika penderita silikosis telah mengalami
fibrosis paru maka akan meningkatkan sesak napas.
2.3.3 Efek Klinis Silikosis
Menurut WHO (1995), efek klinis dari silikosis yaitu:
2.3.3.1 Efek Silikosis
Silikosis akut adalah suatu penyakit progresif cepat. Pada kondisi-kondisi
ekstrim dapat terjadi kesulitan bernapas dan batuk kering dalam beberapa minggu
setelah paparan. Dada sesak dan ketidakmampuan bekerja timbul dalam beberapa
bulan, dan kematian akibat kegagalan pernapasan mungkin terjadi dalam 1-3
tahun. Pada pemeriksaan ditemukan pergerakan dada yang terbatas, sianosis serta
ronki pada akhir inspirasi, dan dengan kelainan fungsi paru restriktif serta
berkurangnya pertukaran gas. Radiografi memperlihatkan bayangan-bayangan
perifer seperti kapas, yang secara bertahap mengeras dan menjadi linier.
Seringkali bayangan-bayangan ini tidak diketahui bahkan pada saat otopsi, hal ini
pembentukan nodul-nodul tipikal. Partikel-partikel silika yang refraktil ganda
sangat banyak dalam jaringan paru.
Dalam kondisi kerja sekarang ini, yaitu dengan tingkat paparan yang
biasanya berlaku di negara-negara industri, maka silikosis baru timbul
bertahun-tahun setelah paparan. Kecepatan perkembangan dan beratnya penyakit sangat
bervariasi, keduanya tergantung pada tingkat paparan, aktivitas biologis debu dan
ada tidaknya zat-zat yang memperlambat reaksi jaringan. Mula-mula, sebagian
besar debu tersebut akan dibersihkan. Namun kemudian dengan rusaknya sistem
limfatik dan kelenjar hilus, proporsi debu yang tertahan akan meningkat dan
tempat kerusakan akan berpindah ke parenkim paru. Terbentuk nodul-nodul
jaringan kolagen yang melingkar-lingkar mengelilingi agregat-agregat debu dan
menarik pembuluh darah, limfe dan saluran napas kecil yang berdekatan, sehingga
menyebabkan kerusakan iskemik paru dan pembentukan jaringan parut sekunder.
Ini seringkali terjadi pada bagian atas atau tengah paru serta terlihat pada foto
sinar-X sebagai bayangan tak teratur dengan koalesensi dan klasifikasi. Juga
sering ditemukan klasifikasi kelenjar hilus yang membesar.
Tahap-tahap awal silikosis biasanya uji fungsi ventilasi dasar paru tetap
dalam batas fisiologi normal. Pada tahap yang lebih lanjut timbul dispnea.
2.3.3.2 Silikosis dengan Tuberkulosis Paru
Para pekerja yang terpapar terhadap silika mempunyai risiko yang lebih
tinggi untuk menderita tuberkulosis, suatu risiko yang meningkat dengan cepat
dan permanen setelah timbulnya perubahan pada foto sinar-X. Agen infeksi
dan M. kansasii) dapat juga ikut bertanggung jawab. Risiko tersebut meningkat
sesuai beratnya silikosis. Faktor-faktor yang mempermudah penyebaran
tuberkulosis antara lain kondisi kerja yang padat sesak, gizi buruk, dan tingginya
prevalensi infeksi dalam masyarakat.
Diperkirakan kerentanan yang meningkat terhadap tuberkulosis paru ini
adalah akibat kerusakan yang ditimbulkan debu pada makrofag dan terhadap
sistem limfatik dan kekebalan, yang normalnya melindungi terhadap tuberkulosis
paru. Kecurigaan tuberkulosis pada silikosis harus muncul bila mendadak ada
peningkatan gejala-gejala atau perubahan-perubahan foto sinar-X, demam,
penurunan berat badan atau hemoptisis. Perkembangan perubahan sinar-X
terus-menerus menjadi lebih cepat meskipun infeksinya sudah terkontrol. Petunjuk yang
paling dapat dipercaya untuk diagnosis atau penyembuhan adalah biakan
mikobakterium dalam sputum. Infeksi tuberkulosis terdahulu yang diobati
ataupun tidak, dapat meningkatkan risiko dan beratnya silikosis.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Sistem Pernapasan
2.4.1 Masa Kerja
Masa kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja bekerja dalam (tahun)
dalam satu lingkungan perusahaan. Menurut Suma’mur (2009), dalam lingkungan
kerja yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan menurunkan kapasitas
fungsi paru pada karyawan.
Masa kerja dapat dikategorikan menjadi :