• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI METODE PERMAINAN FLASH CARD PADA ANAK KELOMPOK B TK PERTIWI V GRABAG MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI METODE PERMAINAN FLASH CARD PADA ANAK KELOMPOK B TK PERTIWI V GRABAG MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016."

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI METODE PERMAINAN FLASH CARD PADA ANAK KELOMPOK B TK PERTIWI V GRABAG MAGELANG TAHUN

PELAJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Rakhmawan Dwi Atmanto NIM 09105244024

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis oleh orang lain atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan ini adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, Januari 2016 Yang Menyatakan

(4)
(5)

i MOTTO

Belajarlah bahasa huruf, sehingga anda bisa membaca tulisan

Belajarlah bahasa alam, sehingga anda bisa membaca jutaan hikmah dari alam

Belajarlah bahasa kehidupan, sehingga anda bisa membaca arti

dari setiap kejadian

(Anonim)

Belajar membaca bagaikan menyalakan api

Setiap suku kata yang dieja akan menjadi percik yang menerangi

(6)

ii

PERSEMBAHAN

Dengan ridho Allah SWT, sebagai pengabdian dengan penuh kasih, karya ini penulis persembahkan untuk :

1. Kedua orang tua yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat 2. Almamaterku tercinta yang menjadi kebanggaan

(7)

vii

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI METODE PERMAINAN FLASH CARD PADA ANAK KELOMPOK B TK PERTIWI V GRABAG MAGELANG TAHUN

PELAJARAN 2015/2016 Oleh

Rakhmawan Dwi Atmanto NIM 09105244024

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak kelompok B di TK Pertiwi V Grabag Magelang menggunakan media flashcard. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya kemampuan membaca permulaan anak kelompok B di TK Pertiwi V Grabag serta guru masih sering menggunakan (LKA) Lembar Kerja Anak, papan tulis, dan spidol sebagai pembelajaran membaca permulaan.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif partisipatif dengan menggunakan model penelitian Kemmis dan Mc. Taggart. Subjek dalam penelitian ini adalah anak kelompok B di TK Pertiwi V Grabag yang berjumlah 16 anak yang terdiri dari 8 anak laki-laki dan 5 anak perempuan. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca permulaan menggunakan media flash card. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi, sedangkan teknik analisis data digunakan secara kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa media flashcard dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak kelompok B di TK Pertiwi V Grabag. Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil observasi yang meningkat pada setiap siklusnya. Peningkatan dari pra tindakan ke Siklus I sebesar 25,23% dan dari Siklus I ke Siklus II mengalami peningkatan sebesar 15,43%. Anak yang berada pada kriteria Berkembang Sangat Baik sebelum tindakan/pra tindakan sebesar 41,17%, pada Siklus I sebesar 66,4%, dan pada Siklus II sebesar 81,83%. Adapun keberhasilan tersebut dilakukan dengan langkah sebagai berikut: (1) Guru menyusun media flash card kemudian dipegang setinggi dada dan menghadap ke anak,(2) Anak memperhatikan guru yang membacakan satu per satu flash card tersebut secara cepat dalam waktu 1-5 detik, (3) Anak diajak membacakan flashcard secara bersama-sama, (4) Anak diajak bertepuk semangat, supaya anak tetap semangat, (5) Kemudian anak diberikan tugas membacakan flashcard secara bergantian, menunjukkan media flash card yang mempunyai huruf awal yang sama seperti yang ditunjukkan guru, anak diberikan reward pujian dari guru, supaya anak tidak jenuh, memasangkan atau menempelkan antara gambar dengan tulisan, membuat coretan dibawah gambar, dan anak diberikan reward penilaian dari guru yaitu memberikan gambar bintang pada tangan anak.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr. wb

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga skripsi untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperole gelar sarjana ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terwujudnya skripsi ini atas dukungan dan bantuan serta kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi jurusan KTP di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Ketua jurusan KTP yang telah memberikan kemudahan,motivasi, dan pengarahan.

4. Bapak Waluyo Adi, M.Pd (alm) dan Bapak Dr Ali Muhtadi, M. Pd. Selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.

5. Ibu Rofiul Chasanah, S. Pd. selaku Kepala Sekolah TK Pertiwi V Grabag Magelang yang telah memberikan ijin lokasi penelitian, serta Ibu Winda Meggasari, dan Ibu Nurazizah selaku guru kelas kelompok B TK Pertiwi V Grabag magelang yang telah membantu kelangsungan penelitian dari perencanaan sampai refleksi.

6. Segenap keluarga tercinta yang telah memberikan semangat dan doanya. 7. Sahabat-sahabatku serta teman-temanku yang tidak dapat saya sebutkan satu

(9)

ix

lain serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Semoga segala bantuan, dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal yang dapat diterima dan mendapat balasan dari Allah SWT.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi dunia pendidikan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum, wr. wb

(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C.Pembatasan Masalah... 6

D.Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A.Tinjauan Tentang kemampuan Membaca Permulaan ... 9

1. Pengertian kemampuan membaca permulaan ... 9

2. Tinjauan tentang Tahapan Membaca Permulaan ... 12

3. Mengembangkan Kemampuan Membaca Permulaan ... 15

4. Indikator Kemampuan Membaca Permulaan ... 19

5. Metode Membaca Permulaan ... 20

6. Tinjauan Manfaat Membaca Permulaan ... 27

(11)

xi

B. Permainan Flash Card ... 29

1. Pengeertian Permmainan ... 29

2. Pengertian Media Flash Crad ... 30

3. Kelebihan Media Flash Card ... 31

4. Penggunaan Media Flash Card dalam Pembelajaran ... 32

5. Peran Guru dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Metode Permainan Flash Card ... 34

C.Hakikat Anak Usia Dini ... 35

1. Pengertian Anak Usia Dini ... 35

2. Karakteristik Anak Usia Dini ... 36

3. Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Dini ... 38

D.Kerangka pemikiran ... 47

E. Hipotesis Tindakan ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 51

B. Setting Penelitian ... 51

C.Subyek Penelitian ... 52

D.Desaian dan Prosedur Penelitian ... 53

E. Jenis Data ... 57

F. Pengumpulan Data ... 57

G.Instrumen Penelitian ... 59

H.Analisi Data Penelitian ... 61

I. Indikator Keberhasilan ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Latar Penelitian ... 64

1. Profil TK Pertiwi V Grabag... 64

2. Visi, Misi dan Tujuan TK Pertiwi V Grabag ... 65

3. Sarana dan Prasarana TK Pertiwi V Grabag ... 65

4. Keadaan Guru dan Anak didik di TK Pertiwi V Grabag ... 65

B. Refleksi Awal ... 66

(12)

xii

D. Desakripsi Penelitian Siklus ... 69

1. Siklus I ... 69

2. Siklus II ... 77

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 85

F. Keterbatasan Penelitian ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 52 Tabel 3.2 Butir amatan Pedoman Observasi Peningkatan Kemampuan Membaca

Permulaan Anak melalui lash card ... 59 Tabel 4.1 Tabulasi Skor Kemampuan Membaca Permulaan Anak Prasiklus .. 67 Tabel 4.2 Tabulasi Skor Pengembangan Kemampuan Membaca Permulaan

Siklus I ... 74 Tabel 4.3 Tabulasi Skor Pengembangan Kemampuan Membaca Permulaan

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar dan kalimat ... 24

Gambar 2.2 Kerangka berpikir ... 49

Gambar 3.1 Desain Penelitian Tindakan kelas kemmis and Taggart... 54

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Kegiatan harian ... 95

Lampiran 2. Butir Amatan Pedoman Observasi dan Lembar Oservasi ... 104

Lampiran 3. Lembar Observasi Hasil Penelitian ... 108

Lampiran 4. Foto Kegiatan Anak ... 114

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri. Pendidikan yang tinggi akan dapat mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, disamping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.

Rendahnya mutu pendidikan masih disandang oleh bangsa Indonesia. Menurut Hari (2009:1), Badan PBB untuk urusan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) menempatkan pendidikan Indonesia tahun 2009 turun dari peringkat ke-58 menjadi ke-62 dari 130 negara. Rendahnya kualitas hasil pendidikan ini berdampak terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Hal ini dapat diminimalkan dengan mengupayakan sebaik mungkin pendidikan pada anak sejak dini.

Pendidikan anak usia dini sangat penting bagi kelangsungan bangsa, dan perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14 menyatakan bahwa:

“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14). ”

(17)

2

usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Menurut Beichler dan Snowman (Dwi Yulianti, 2010 : 7), anak usia dini adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku anak juga sedang terbentuk. Anak sangat berpotensi mempelajari banyak hal secara cepat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Orborn (1981) dalam Depdiknas (2007: 5), perkembangan intelektual pada anak berkembang sangat pesat pada kurun usia nol sampai dengan pra-sekolah (4-6 tahun). Oleh sebab itu, usia pra-sekolah sering kali disebut sebagai “masa peka belajar”. Pernyataan didukung oleh Benyamin S. Bloom dalam Depdiknas (2007: 5) yang menyatakan bahwa 50% dari potensi intelektual anak sudah terbentuk usia 4 tahun kemudian mencapai sekitar 80% pada usia 8 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh potensi dan kecerdasan serta dasar-dasar perilaku seseorang telah mulai terbentuk pada usia tersebut. Sedemikian pentingnya masa itu sehingga usia dini sering disebut the golden age (usia emas). Masa ini merupakan masa yang penting untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik dan motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, konsep diri, disiplin, seni, moral, dan nilai-nilai agama (Saputra, 2005: 2).

Masjidi (2007:39) mengatakan bahwa, ”MEMBACA adalah bagian penting dalam proses pendidikan. Kita mendapat ilmu pengetahuan dari membaca buku. Kita bisa memperoleh informasi atau ilmu apapun yang kita inginkan melalui kegiatan membaca buku. Tanpa membaca, proses pembelajaran dan pendidikan tak akan dapat berlangsung”.

(18)

3

membantu anak untuk memiliki rasa kasih sayang. Membaca dapat mengembangkan pola berpikir kreatif dalam diri anak dan merupakan salah satu kebahagiaan utama dalam hidup.

Kegiatan mengajarkan membaca dapat dilaksanakan di TK selama dalam batas-batas aturan pengembangan pra–akademik dan sesuai dengan karakteristik anak. Belajar membaca dapat diberikan secara terpadu dalam program pengembangan kemampuan dasar, dalam bidang pengembangan bahasa. Durkin (1966; 1966 dalam Dhieni 2007:5) mengatakan bahwa pengaruh membaca dini pada anak tidak ada efek negatif. Anak–anak yang telah diajar membaca sebelum masuk SD pada umumnya lebih maju di sekolah dari anak-anak yang belum pernah memperoleh membaca dini.

Sesuai dengan pendapat di atas, Steinberg (1982: 214-215 dalam Dhieni 2007: 5) mengemukakan bahwa setidaknya ada empat keuntungan mengajarkan membaca dini dilihat dari segi proses belajar-mengajar yaitu: (1) belajar membaca dini memenuhi rasa ingin tahu anak; (2) situasi akrab dan informal dirumah dan di KB atau TK merupakan faktor yang kondusif bagi anak untuk belajar; (3) anak-anak yang berusia dini pada umumnya perasa dan mudah terkesan, serta dapat diatur; (4) anak-anak yang berusia dini dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dan cepat. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa mengajarkan membaca dapat dimulai sejak usia dini bahkan kemampuan ini dapat memperluas wawasan, pengetahuan, dan mengembangkan pola berpikir kreatif dalam diri anak.

(19)

4

bunyi/huruf awal yang sama; Keempat mampu memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf; mampu membaca nama sendiri.

Pada indikator yang pertama, anak diharapkan mampu menyebutkan simbol- simbol huruf yang dikenal. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan, 80 % anak belum mampu menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal dengan baik dan benar. Dari fakta tersebut, indikator yang pertama belum berhasil dicapai.

Pada indikator kedua , anak diharap mampu mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda yang ada disekitarnya. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan, pada kegiatan ini terlihat kemampuan anak masih sangat kurang, 75 % anak belum mampu mengenal suara dari benda yang ada disekitarnya. Pada indikator ke tiga 80 % anak belum mampu menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama. Pada indikator ke empat, mampu memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf, 80 % anak belum mampu. Selanjutnya pada indikator kelima, 50 % anak masih belum mampu membaca namanya sendiri.

Dari kelima indikator perkembangan keaksaraan anak di atas, indikator kesatu, kedua, ketiga, keempat dan kelima perlu menjadi kajian khusus dalam proses belajar berikutnya. Diperlukan adanya suatu tindakan nyata untuk mengatasi masalah tersebut sehingga dapat berdampak positif terhadap hasil belajar anak. Anak diharapkan mampu mencapai setiap indikator dengan baik sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan yang dituju.

(20)

5

mengalami kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru; (3) “Teacher Center” masih menjadi budaya dalam kelompok, anak-anak sangat tergantung dengan inisiatif guru. Hubungan yang terjalinpun menjadi satu arah. Anak-anak tidak akan bertindak apabila guru tidak menyuruh melakukan suatu kegiatan akibatnya inisiatif dan peran anak dalam proses pembelajarannya menjadi minim sekali.

Untuk mengenalkan dan mengajarkan membaca permulaan pada anak dibutuhkan metode pengajaran yang tanpa beban. Belajar membaca permulaan harus dibuat menyenangkan dan yang penting adalah bahwa dalam belajar membaca permulaan melalui proses sosialisasi yang artinya anak mengenal huruf dari benda yang sering dilihat dan ditemui.

Selama ini, beberapa metode telah digunakan dalam pembelajaran membaca seperti metode buku cerita. Buku cerita digunakan untuk menumbuhkan minat baca pada anak. Melalui buku cerita, anak belajar menerka kata yang tertulis berdasarkan cerita yang ada. Dalam menggunakan buku cerita, anak tidak bisa melakukannya sendiri. Penggunaan buku cerita perlu adanya bantuan dari teman sebaya atau orang dewasa yang sudah mampu membaca agar bisa membantu membacakan ceritanya.

(21)

6

ini dapat merangsang dan menyiapkan kesiapan dasar bagi perkembangan bahasa anak, yang mana kemampuan membaca ditentukan oleh perkembangan bahasa. Permainan flashcard juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mendekatkan anak dengan anak dan anak dengan guru. Melalui metode permainan flash card ini dalam proses belajar, di harapkan mampu meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak di TK Pertiwi V Grabag. Dengan memberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan membacanya secara optimal sesuai dengan minat dan usianya melalui penelitian tindakan kelas di TK Pertiwi V Grabag Magelang.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, identifikasi masalah adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya kemampuan anak TK Pertiwi V Grabag Magelang dalam memahami simbol-simbol huruf yang dikenalnya.

2. Metode pembelajaran yang di gunakan guru dalam mengajarkan membaca kurang menarik, sehingga kemampuan membaca permulaan anak masih rendah.

3. Media pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang bervariasi. Oleh sebab itu peneliti menggunakan metode permainan flash card untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak TK Pertiwi V Grabag Magelang.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terfokus dan terarah maka peneliti perlu membatasi permasalahannya. Adapun pembatasan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

(22)

7

disekitarnya,memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf, menghubungkan gambar dengan kata, dan membuat coretan bermakna.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu:

1. Bagaimanakah proses pembelajaran kemampuan membaca permulaan melalui metode permainan flash card pada anak TK Pertiwi V Grabag Magelang?

2. Bagaimanakah hasil peningkatan membaca permulaan melalui metode permainan flash card pada anak TK Pertiwi V Grabag Magelang?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah

1. Untuk meningkatkan proses pembelajaran kemampuan membaca permulaan melalui metode permainan flash card pada anak TK Pertiwi V Grabag Magelang.

2. Untuk meningkatkan hasil pembelajaran kemampuan membaca permulaan melalui metode permainan flash card pada anak TK Pertiwi V Grabag Magelang

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat dalam dunia pendidikan, baik manfaat teoretis maupun manfaat praktis tentang peningkatan kemampuan membaca permulaan pada belajar membaca melalui permainan flash card pada anak di TK Pertiwi V Grabag Magelang. Setelah mengkaji kegiatan belajar membaca tersebut, maka dapat diuraikan beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

(23)

8

permulaan. Selain itu, juga menambah khasanah penelitian dan mengembangkan ilmu paedagogis dalam dunia pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, penelitian ini dapat memberikan alternatif dalam membelajarkan kemampuan membaca permulaan. Alternatif penggunaan metode yang tentunya akan memudahkan guru dalam memberikan pelajaran kepada anak.

b. Bagi siswa, penelitian ini bermanfaat untuk membantu pencapaian indikator tingkat pencapaian perkembangan, dan meningkatkan kemampuan membaca permulaan sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik anak.

c. Bagi Peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan cara memilih dan mengunakan metode yang bervariasi dan mengena pada anak yang diberi pelajaran.

(24)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Tentang kemampuan Membaca Permulaan 1. Aspek kemampuan membaca permulaan

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1999:623), “kemampuan” berarti kesanggupan atau kecakapan, sedangkan “membaca” berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, atau mengeja dan melafalkan apa yang tertulis (KBBI, 1999:72). Awal memiliki arti permulaan. Klein dkk dalam Rahirn (2007:3) mengemukakan bahwa membaca merupakan suatu proses, strategi dan interaksi. Proses adalah bahwa informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca. Membaca melibatkan pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Anderson (Nurbiana Dhieni, dkk 2008:5) mengungkapkan bahwa membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terpadu, yang menitik beratkan pada pengenalan huruf dan kata, menghubungkannya dengan bunyi.

Dalam kehidupan sehari-hari intelegensi atau kecerdasan merupakan salah satu fase dari hasil perkembangan otak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan menurut Gardner (1999:58) seseorang mempunyai sekurang-kurangnya 8 kecerdasan antara lain: (1). Kecerdasan verbal linguistik / bahasa (2). Kecerdasan logika-matematika (3). Kecerdasan fisikal-konestatik (4). Kecerdasan visual / spasial (5). Kecerdasan musikal-ritma (6). Kecerdasan interpesonal (7). Kecerdasan intrapersonal (8). Kecerdasan naturalis.

(25)

10

b. Kecerdasan logika-matematika. Kebolehan menggunakan nomor, mengenal abstrak, berkaitan, sebab akibat, melibatkan pembinaan sain piker termasuk pemikiran secara induktif dan deduktif, perhitungan mengkategorikan.

c. Kecerdasan fisikal-kinestatik. Berkaitan dengan pergerakan dan kemahiran fisikal seperti koordinasi, keseimbangan dan ketentuan badan. Menggunakan anggota badan untuk meluahkan ide dan perasaan.

d. Kecerdasan visual-spasial. Kebolehan menciptakan gambaran mental dan mengamati dunia visual. Berpekaan terhadap warna, garis dan ruang.

e. Kecerdasan musikal-ritma. Kemampuan untuk menggemari, mediskriminasi dan peluahkan perasaan melalui musik. Kecenderungan ini merupakan kepekaan ritma melodi atau suatu hasil musik.

f. Kecerdasan interpersonal. Berpengetahuan dan berkebolehan menilai diri sendiri. Mempunyai gambaran yang tepat tentang diri sendiri, kehendak, motivasi, kemarahan dan jati diri.

g. Kecerdasan intrapersonal. Komunikasi antar individu, latihan kolaborasi strategi pembelajaran.

h. Kecerdasan naturalis. Kemampuan mengenali, membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang dijumpai di alam maupun lingkungan.

(26)

11

Munandar (1995:104) menyebutkan bahwa aspek kemampuan membaca dikatakan berhasil apabila pada siklus II lebih baik daripada siklus I. Keberhasilan ini ditandai sebagaimana uraian berikut:

a. Pada kemampuan membaca aspek kognitif anak mampu menceritakan isi gambar, menceritakan ciri gambar, dan menyebutkan nama gambar.

b. Pada aspek afektif, sikap anak waktu membaca, keberanian, keaktifan dalam membaca.

c. Pada aspek psikomotor, anak mampu membaca huruf, suku kata dan kata dengan ketepatan lafal, intonasi dan keindahan bunyi.

Mengembangkan aspek kemampuan membaca sejak dini sangatlah penting untuk persiapan mereka secara akademis memasuki pendidikan dasar selanjutnya. Melalui gemar membaca diharapkan anak-anak dapat membaca dengan baik sehingga mempunyai rasa kebahasaan yang tinggi, berwawasan yang lebih luas keberagamannya dapat mampu mengembangkan pola berpikir kreatif dalam dirinya. Memberikan pembelajaran membaca pada anak usia TK tetaplah melalui bermain karena bagi anak TK bermain adalah belajar dan belajar adalah bermain.

(27)

12

Tujuan umum pengajaran membaca permulaan menurut Depdikbud Tahun 1986 dalam Ayriza (2005: 85), Chaer (2003:204), serta Purwanto dan Alim (1997:35) huruf konsonan yang harus dilafalkan dengan benar untuk membaca permulaan adalah b, f, d, k, l, m, p, s dan t. Huruf-huruf ini ditambah dengan huruf vocal akan digunakan sebagai indikator kemampuan membaca mengacu pada kecakapan (ability) yang harus di kuasai pembaca yang berada dalam tahap penguasaaan kode alfabetik, dimana membaca hanya sebatas membaca huruf per huruf mengenal fenom dan menggabungkan fenom menjadi suku kata atau kata.

Menurut Soejono yang dikutip Arsyad (1996:12), pengajaran membaca permulaan, memiliki tujuan yang memuat hal-hal yang harus dikuasai siswa secara umum, yaitu: a) Mengenalkan siswa pada huruf-huruf dalam abjad sebagai tanda suara atau tanda bunyi, b) Melatih ketrampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf dalam kata menjadi suara, c) Pengetahuan huruf-huruf dalam abjad dan keterampilan menyuarakan wajib untuk dapat dipraktekkan dalam waktu singkat ketika siswa belajar membaca lanjut.

2. Tinjauan tentang Tahapan Membaca Permulaan

Materi pengajaran membaca permulaan bagi anak TK tersusun secara hirarkis dari materi yang menuntut kompetensi ketrampilan paling sederhana sampai yang paling komplek. Tahap-tahap perkembangan ketrampilan membaca perlu diketahui untuk dapat mengadakan assesment, menyusun program, melaksanakan program dan mengadakan pemantauan serta evaluasi dengan baik.

(28)

13

a. Tahap Pertumbuhan Kesiapan Membaca.

Kesiapan membaca merupakan kompetensi yang harus dikuasai anak untuk dapat mulai belajar membaca. Kompetensi yang dimaksud misalnya membedakan berbagai bentuk, bangun, warna, ukuran, arah.

b. Tahap Awal Belajar Membaca (permulaan).

Pengajaran membaca pada tahap awal belajar membaca meliputi dua tahap, yaitu membaca global, membaca unsur, dan membaca tanpa memikirkan unsur-unsurnya. Pada tahap membaca global, guru memperkenalkan kata-kata sederhana untuk diamati. Membaca unsur meliputi membedakan kata-kata dan mencari asosiasi antara hurruf dan bunyi setelah memahami bentuk global kata atau kalimat secara rinci anak mencoba membedakan bentuk setiap huruf, perbedaan antar huruf.

c. Tahap Perkembangan Keterampilan Membaca

Merupakan kelanjutan dari tahap membaca global dan unsur-unsurnya. Pada tahap ini, anak mampu membaca kosa kata secara otomatis sehingga tidak lagi memperhatikan unsur setiap kata. d. Tahap Penyempurnaan Membaca.

Anak mulai merasa nikmatnya membaca. Kegiatan membaca tidak lagi ditekankan teknik membaca tetapi sudah pada makna bacaan.

Ditegaskan pula oleh Cochorane didalam buku Musfiroh (2009:28) ada beberapa tahapan membaca anak usia dini yaitu:

a. Tahap Diferensiasi. Anak memperhatikan tulisan dan membedakannya dengan gambar. Anak dapat menyebut gambar dan tulisan sebagai tulisan.

b. Tahap Membaca Pura-Pura.

(29)

14

d. Tahap Membaca Diskursif. Anak mengetahui bahwa tulisan dapat dilafalkan dan meiliki informasi.

e. Tahap Membaca Gambar. Anak memperhatikan tanda-tanda visual seperti gambar tetapi belum menguasai simbul. Anak membaca koran dengan melihat gambar, membaca label, memperhatikan barang dan gambarnya.

f. Tahap Membaca Acak.

1) Tahap membaca acak total. Anak menanyakan tulisan yang menarik perhatiaannya, seperti label, nama, judul.

2) Tahap membaca semi acak. Ketertarikan anak terhadap tulisan di televisi (nama stasiun TV, nama toko, nama majalah, merk sepatu).

g. Tahap Lepas Landas

1) Tahap mengeja huruf lepas. Anak dapat mengeja kata-katayang belum di kenal sebelumnya. Dapat menggabungkan huruf menjadi suku kata terbuka (tetapi terhambat dalam suku kata tertutup).

2) Mengeja silabel kata. Anak dapat membaca dengan mengeja kata-kata. Dapat mengeja suku terbuka tetapi lambat dalam suku tertutup.

3) Membaca lambat tanpa nada. Anak dapat membaca teks baru secara lambat tetapi relatif cepat untuk kata yang sudah dikenal. h. Tahap Independen.

1) Independen awal. Hasil bacaan masih lambat, tetapi anak dapat memahami apa yang dibaca. Sudah ada lagu kalimat (koma dan titik) meskipun belum sempurna.

2) Independen hasil bacaan anak relatif cepat, sudah memiliki lagu dan nada yang tepat. Anak sudah menguasai komponen tanda baca dan makna teks juga sudah diperoleh.

(30)

15

anak benar-benar mengerti. Syarat yang berhubungan dengan kemampuan bahasa hanya dapat berfungsi baik dan optimal, manakala anak usia dini rutin mendengarkan suara-suara yang diulang. Anak TK dengan Usia 5-6 tahun termasuk dalam kategori tahap awal belajar membaca (tahap Permulaan) kegiatan membaca permulaan untuk anak TK masih dipentingkan pada proses pelaksanaannya disesuaikan dengan karakterirtik anak usia dini yaitu secara konkrit dan dilakukan secara berulang-ulang. Melalui tahapan yang sederhana ke tahapan yang lebih komplek yaitu dengan terlebih dahulu mengetahui tentang huruf dan gambar, sehingga anak mengetahui bacaannya, dapat merangkainya menjadi suku kata, dan dapat membaca suatu tulisan dari kata yang ditujukkan.

3. Mengembangkan Kemampuan Membaca Permulaan.

Membaca menjadi hal yang berat dilakukan oleh anak usia TK manakala proses pembelajarannya dilakukan secara drilling yaitu pembelajaran yang dilakukan secara terus menerus (Hildayani, 2007:70). Dengan cara seperti tersebut dapat membuat anak menjadi tertekan. Hal ini disebabkan syaraf mata mereka masih melihat huruf secara terbalik-balik dan belum mampu untuk membedakan bentuk huruf sehingga guru harus mengetahui tipe berpikir anak untuk menentukan teknik pembelajaran yang akan digunakan. Keadaan mental dan fisik merupakan kunci-kunci penting untuk menjadi pembaca sejati (Hermarcki, 2004:254).

Sebelum pembelajaran dilaksanakan ada beberapa tipe cara berfikir anak yang juga berperan dalam cara anak mengikuti proses pembelajaran. Pujiati (2007:37) memaparkan beberapa tipe cara berfikir anak, yitu:

(31)

16

bersahabat dengan anak-anak visual learner. Padahal anak-anak visual learner adalah pembelajarn cepat dan rata-rata memiliki ingatan yang kuat. Untuk mengajari membaca, justru kita harus memanfaatkan kekuatan visual nya. Pergunakan gambar-gambar dan logo, ajak mereka untuk menvisualisasikan apa yang dibaca. Rata-rata anak visual learner dapat membaca sendiri tanpa diajari hanya dengan melihat. Secara otomatis mereka menghafal dan mempelajari pola.

b. Audiotory-learner. Anak lebih cepat dan tertarik bila disampaikan dengan penyampaian kalimat yang jelas keras dan berulang. Teorinya memang untuk cara pikir otak yang berbeda seharusnya digunakan teknik belajar yang berbeda pula, tetapi didunia nyata hampir semua sekolahan sekarang mengajarkan bacaan dengan sistem fonetik. Tahap pemerolehan membaca anak tidak dideteksi melalui serangkaian tes yang seharusnya anak melakukan sesuatu instruksional khusus. Sebaliknya, metode yang digunakan adalah metode observasi dengan data natural. (Musfiroh, 2009:70). Artinya tidak menggunakan standar orang dewasa, melainkan menggunakan pandangan natural yakni mendiskripsikan kemampuan memabaca yang ditunjukkan anak secara bebas.

Kebannyakan anak pra-sekolah tidak benar-benar membaca. Mereka mungkin dapat mengidentifikasi Coca-cola, Sosis, atau Lolipop ketika melihatnya, tapi ini bukan benar-benar membaca. Kendati demikian, apa yang dipelajari anak selama berbicara dengan orang tua tadi adalah kemampuan menyusun tahap membaca yang sebenarnya. Gagasan bahwa ada kontinyu perkembangan kemampuan membaca, dari anak usia pra-sekolah hingga yang sudah menjadi pembaca fasih, dikatakan sebagai emergent literacy.

(32)

17

2009:16). Whitehurst dan Lonigan (2009) mencatat sembilan emergency literacy, sebagai berikut:

a. Language: membaca merupakan kemampuan bahasa, dan anak-anak harus cakap dengan bahasa tutur. kemampuan membaca yang terampil juga memerlukan lebih dari sekedar kecakapan bahasa tutur. Membaca tidak berarti refleksi bahasa tutur, di mana anak yang memiliki kecakapan bahasa yang tinggi akan menjadi anak dengan kemampuan membaca yang juga baik.

b. Convention of print: anak-anak yang dipaparkan kepada pembacaan di rumah melalui penemuan cetak. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris, anak-anak belajar bahwa membaca dilakukan dari kiri ke kanan, atas ke bawah, dan dari depan ke belakang.

c. Knowledge of letters: Kebanyakan anak-anak dapat menceritakan ABC sebelum mereka masuk ke sekolah dan dapat mengidentifikasi individu huruf dari alphabet (kendati beberapa anak berpikir “elemeno” adalah nama huruf antara “k” dan “p”. pengetahuan huruf sangat kritis bagi kemampuan baca. Sebagai contoh, penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan anak taman kanak-kanak untuk menamai huruf memprediksikan nilai yang dapat diraihnya pada kemampuan membaca di kemudian hari.

d. Linguistic awareness; anak harus belajar mengidentifikasi tidak saja huruf melainkan unit linguistik, seperti fonem, silabel, dan kata. Mungkin yang paling penting dari kemampuan linguistik untuk membaca adalah pengolahan fonologi, atau diskriminasi dan mengartikan berbagai suara bahasa.

(33)

18

f. Emergent reading: banyak anak-anak pura-pura membaca. Mereka akan mengambil buku cerita yang sudah akrab bagi mereka dan “membaca” halaman per halamannya, atau akan mengambil buku yang belum akrab bagi mereka dan pura-pura membaca, membuat narasi sesuai dengan gambar di halaman tersebut.

g. Emergent writing: Sama dengan pura-pura membaca, anak-anak juga sering berpura-pura menulis, membuat garis lekuk (squiggle) pada sebuah halaman untuk “menuliskan” nama atau cerita mereka, atau merangkai huruf yang benar untuk menghasilkan sesuatu yang menurut mereka sesuai dengan cerita.

h. Motivasi print: seberapa tertariknya anak-anak dalam membaca dan menulis? Seberapa pentingkah bagi mereka untuk memahami kode rahasia yang memungkinkan orangtua mengartikan serangkaian tanda pada sebuah halaman? Beberapa bukti mengindikasikan bahwa anak kecil lebih tertarik dalam print(huruf cetak) dan membaca memiliki skill emergent literacy yang lebih besar ketimbang yang kurang termotivasi untuk melakukannya. Anak-anak yang tertarik dalam membaca dan menulis lebih mungkin mengetahui huruf cetak, mengajukan pertanyaan tentang print, mendorong orang dewasa untuk membacakannya untuk mereka, dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk membaca ketika mereka sudah bisa.

i. Other Cognitive Skill: Kemampuan kognitif individu, di samping yang berkaitan dengan bahasa dan kesadaran linguistik mempengaruhi kemampuan baca anak-anak. Berbagai aspek lain memori sangatlah penting di sini yang juga ikut mempengaruhi kemampuan membaca.

(34)

19

a. Sikap dan pendekatan yang dilakukan oleh pendidik. Syarat terpenting adalah bahwa diantara pendidikan dan anak harus ada pendekatan yang menyenangkan. Belajar adalah hadiah bukan hukuman, permainan yang paling menggairahkan bukan bekerja, bersenang-senang bukan bersusah payah dan suatu kehormatan bukan kehinaan.

b. Membatasi waktu untuk melakukan permainan sehingga anak tidak menjadi bosan.

Sangat penting untuk diketahui oleh para pendidik mengenai tipe-tipe anak dalam belajar. Dengan mengetahui tipe-tipe-tipe-tipe gaya anak dalam memahami materi dapat menjadi pertimbangan dalam memilih bahan ajar dan media yang akan digunakan dalam pembelajaran. Peran guru dapat diwujudkan dalam sikap dan pendekatan yang diciptakan sehingga anak-anak merasakan senang mengikuti proses pembelajaran. Media, informasi suara guru dalam menyampaikan materi, peran dan pendekatan guru terhadap anak-anak dan waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat mempengaruhi anak dalam melaksanakan proses pembelajaran membaca permulaan.

4. Indikator Kemampuan Membaca Permulaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 ( 2009:10) tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, tingkat pencapaian perkembangan anak usia 5-6 tahun untuk lingkup perkembangan keaksaraan adalah sebagi berikut.

a. Menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal. Indikatornya mulai menunjukkan ketertarikan dengan buku/media cetak.

b. Mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda yang ada disekitarnya. Indikatornya: membedakan kata-kata yang mempunyai suku kata awal yang sama (misal : kaki-kali) dan suku kata akhir yang sama (misal: nama-sama,dll)

(35)

20

gambar dengan beberapa coretan/tulisan yang sudah berbentuk huruf/kata.

d. Memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf. Indikatornya: menghubungkan gambar dan menyebutkan tulisan sederhana dengan simbol yang melambangkan.

e. Membaca nama sendiri. Indikatornya: membaca beberapa kata berdasarkan gambar, tulisan, dan benda yang dikenal atau dilihatkan. f. Menuliskan nama sendiri. Indikatornya: menuliskan nama panggilan

dirinya.

Berdasarkan indikator kemampuan membaca permulaan diatas, maka dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan dengan media flascard. Materi yang akan diterpkan adalah nama benda-benda yang ada di sekitarnya yang dikenal atau dilihatnya.

5. Metode Membaca Permulaan

(36)

21

Depdikbud (1996/1996: 14-16) menawarkan beberapa metode yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran siswa dalam membaca permulaan, yaitu (1) metode abjad, (2) metode bunyi, (3) metode suku kata, (4) metode kata lembaga, (5) metode global, dan (6) metode struktural analisis sintesis (SAS).

a. Metode Abjad

Pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini memulai pengajarannya dengan memperkenlkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan anak sesuai dengan bunyinya menurut abjad. Sebagai contoh A/a, B/b, C/c, D/d, E/e, F/f, dan seterusnya, dilafalkan sebagai [a], [be], [ce], [de], [ef], dan seterusnya. Kegiatan ini diikuti dengan latihan menulis lambang, tulisan, seperti a, b, c, d, e, f, dan seterusnya atau dengan huruf rangkai a, b, c, d, dan seterusnya.

Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya.

Misalnya :

b, a, d, u menjadi b-a → ba (dibaca atau dieja /be-a/ → [ba ])

d-u → du (dibaca atau dieja /de-u/ → [du]) ba-du dilafalkan → /badu/

(37)

22 b. Metode Bunyi

Metode ini merupakan bagian dari Metode Eja. Prinsip dasar dan proses pembelajarannya tidak jauh berbeda dengan Metode Eja/Abjad di atas. Perbedaannya terletak hanya pada cara atau sistem pembacaan atau pelafalan abjad (huruf-hurufnya). Sebagai contoh huruf /b/ dilafalkan [be]

/d/ dilafalkan [de] /e/ dilafalkan [e] /g/ dilafalkan [ge] /p/ dilafalkan [pe]

Dengan demikian. kata „nani‟ dieja menjadi: /en-a/ → [na]

/en-i/ → [ni] → dibaca → [na-ni] c. Metode Suku Kata dan Metode Kata

Proses pembelajaran membaca permulaan dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti /ba, bi, bu, be, bo/; /ca, ci, cu, ce, co/; /da, di, du, de, do/; /ka, ki, ku, ke,ko/, dan seterusnya. Suku-suku kata tersebut, kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar suku kata tadi, guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan ajar. Kata-kata dimaksud, misalnya:

bo - bi cu – ci da – da ka – ki bi - bu ca – ci di – da ku – ku bi – bi ci – ca da – du ka – ku

(38)

23

Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kelompok kata atau kalimat sederhana. Contoh perangkaian kata menjadi kalimat dimaksud, seperti tampak pada contoh di bawah ini.

ka-ki ku-da ba-ca bu-ku

cu–ci ka–ki (dan sebagainya).

Proses perangkaian suku kata mejadi kata, kata menjadi kalimat sederhana, kemudian ditindaklanjuti dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi satuan-satuan bahasa terkecil di bawahnya, yakni dari kalimat ke dalam kata dan dari kata ke dalam suku kata. Proses pembelajaran MMP yang melibatkan merangkai dan mengupas kemudian melahirkan istilah lain yaitu Metode Rangkai-kupas.

Jika kita simpulkan langkah-langkah pembelajaran dengan metode suku kata adalah:

1) tahap pertama, pengenalan suku-suku kata;

2) tahap kedua, perangkaian suku-suku kata menjadi kata; 3) tahap ketiga perangkaian kata menjadi kalimat sederhana; 4) tahap keempat, pengintegrasian kegiatan perangkaian dan

pengupasan;

(kalimat ---> kata-kata ---> suku-suku kata)

(39)

24

proses perangkaian huruf menjadi suku kata, dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain hasil pengupasan tadi dikembalikaan lagi ke bentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata semula).

d. Metode Global

Metode ini disebut juga sebagai “Metode Kalimat” karena alur proses pembelajaran MMP yang diperlihatkan melalui metode ini diawali dengan penyajian beberapa kalimat global. Untuk membantu pengenalan kalimat dimaksud biasanya digunakan gambar. Di bawah gambar tersebut ditulis sebuah kalimat yang kira-kira merujuk pada makna gambar tersebut. Sebagai contoh, jika kalimat yang diperkenalkan berbunyi „ini nani”, maka gambar yang cocok untuk menyertai kalimat itu adalah gambar seorang anak perempuan.

Setelah anak diperkenalkan dengan beberapa kalimat, barulah proses pembelajaran MMP dimulai. Mula-mula guru mengambil sebuah kalimat dari beberapa kalimat yang diperkenalkan kepada anak pertama kali tadi. Kalimat ini dijadikan dasar/alat untuk pembelajaran MMP. Melalui proses degloblalisasi selanjutnya anak mengalami proses belajar MMP.

Sebagai contoh, di bawah ini dapat Anda lihat bahan untuk MMP yang menggunakan Metode Global.

1) Memperkenalkan gambar dan kalimat.

ini dadu ini kuda

Gambar 2.1 gambar dan kalimat

2) Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata; kata menjadi suku kata; suku kata menjadi huruf-huruf.

(40)

25

ini dadu

i-ni da-du

i-n-i d-a-d-u

e. Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik)

Pembelajaran MMP dengan metode ini mengawali pembelajarannya dengan menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat yang bertujuan membangun konsep-konsep kebermaknaan pada diri anak. Selanjutnya melalui proses analitik, anak-anak diajak untuk mengenal konsep kata. Kalimat utuh yang dijadikan tonggak dasar diuraikan ke dalam satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut kata. Proses penganalisisan atau penguraian ini terus berlanjut hingga sampai pada wujud satuan bahasa terkecil yang tidak bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf. Dengan demikian proses penguraian dan penganalisisan dalam pembelajaran MMP dengan metode SAS meliputi;

1) kalimat menjadi kata-kata

2) kata menjadi suku-suku kata; dan 3) suku kata menjadi huruf-huruf

(41)

26

pemerintah. Beberapa manfaat yang dianggap sebagai kelebihan metode ini diantaranya sebagai berikut:

1) Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil yang bermakna untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa di bawahnya, yakni kata, suku kata dan huruf. 2) Metode ini mempertimbangkan pengalaman berbahasa anak.

Oleh karena itu, pengajaran akan lebih bermakna bagi anak karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan diketahui anak. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan pemahaman anak.

3) Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Anak mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Dengan begitu anak akan merasa lebih percaya diri atas kemampuannya sendiri.

Penerapan pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini tampak dapat diamati dalam contoh berikut:

Ini mama

ini mama

I - ni ma - ma

I – n - i m – a – m - a

I - ni ma - ma

ini mama

ini mama

(42)

27

penelitian ini di dasarkan pada pendekatan kata. Caranya ialah guru mengajarkan membaca dengan menampilkan kata di bawah gambar.

Metode global ini dapat diterapkan dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan mealului permainan flash card karena dalam metode ini memperkenalkan gambar serta kalimat, dalam penerapan permainan flash card hanya memperkenalkan gambar serta kata dan kalimat. Kelebihan dari metode ini adalah menngunakan gambar, maka anak akan lebih cepat dan mengerti. Sementara kelemahan dari metode ini, mungkin anak akan menghafal gambar saja, dan tidak terlalu memperhatikan kata dan kalimat.

6. Tinjauan Manfaat Membaca Permulaan

Steinberg (1982: 214-215 dalam Dhieni 2007: 5.3) mengemukakan bahwa setidaknya ada empat keuntungan mengajarkan anak usia dini dilihat dari segi proses belajar-mengajar, sebagaimana uraian berikut ini:

a. Belajar membaca dini memenuhi rasa ingin tahu anak.

b. Situasi akrab dan informal di rumah dan di KB atau TK merupakan faktor yang kondusif bagi anak untuk belajar.

c. Anak-anak yang berusia dini pada umumnya perasa dan mudah terkesan, serta mudah diatur.

d. Anak-anak usia dini dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dan cepat.

Dhieni (2008:55) juga menambahkan beberapa alasan mengapa perlu menumbuhkan cinta membaca pada anak, yaitu:

a. Anak yang senang membaca akan membaca dengan baik, sebagian besar waktunya digunakan untuk membaca.

b. Anak-anak yang gemar membaca akan mempunyai rasa kebahasaan yang tinggi. Mereka akan berbicara, menulis, dan memahami gagasan-gagasan rumit secara baik

(43)

28

d. Kegemaran membaca akan memberikan beragam perspektif kepada anak.

e. Membaca dapat membantu anak-anak untuk memiliki rasa kasih sayang.

f. Anak-anak yang gemar membaca dihadapkan pada suatu dunia yang penuh dengan kemungkinan dan kesempatan.

g. Anak-anak yang gemar membaca akan mampu mengembangkan pola berpikir kreatif dalam diri mereka.

7. Penilaian Membaca Permulaan

Penilaian dilakukan untuk mengetahui nilai dari semua pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan. Harun Rasyid, Mansyur dan, Suratno (2009: 12), mengemukakan bahwa penilaian merupakan usaha-usaha yang dilakukan guru maupun anak dalam pembelajaran yang sudah dilakukan, hasil dari penilaian tersebut dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk melakukan perubahan aktivitas belajar mengajar yang lebih baik dari sebelumnya.

(44)

29

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa penilaian kemampuan membaca permulaan pada anak adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengetahui ketercapaian aspek-aspek perkembangan bahasa yang dinyatakan dalam bentuk huruf, angka dan deskripsi dalam indikator kemampuan membaca permulaan, yakni menyebutkan bermacam-macam kata benda yang ada dilingkungan sekitar, menyebutkan kata-kata dengan suku kata awal yang sama dan suku kata akhir yang sama, menghubungkan gambar/benda dengan kata, membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana, dan membuat coretan bermakna. Dalam penelitian ini istilah yang digunakan dalam penilaian kemampuan membaca permulaan yakni jika anak bisa (4), jika anak bisa dengan sedikit bantuan (3), jika anak bisa dengan banyak bantuan (2), jika anak tidak mencoba(1).

B. Permainan Flash Card

1. Pengertian Permainan

Banyak para ahli mengatakan bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Dalam kehidupan anak bermain mempunyai arti yang sangat penting. Menurut Hurlock (Musfiroh, 2008:1), bermain adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir, kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar.

(45)

30

Montolalu (2007:7) mengatakan bahwa di Taman Kanak-kanak terdapat dua kategori bermain, yaitu bermain bebas dan bermain terpimpin. Bermain bebas adalah bentuk permainan aktif baik dengan alat maupun tanpa alat yang dilakukan didalam maupun luar ruangan, pada saat bermain anak bebas memilih dan menggunakan alat yang ingin digunakannya. Bermain terpimpin anak tidak bebas, melainkan terikat pada peraturan permainan atau kegiatan tertentu, biasanya alat permainan diciptakan oleh guru sendiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan bahwa permainan merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi anak yang mampu mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak. Permainan bagi anak yaitu permainan yang mengandung nilai pendidikan karena melalui permainan tersebut anak belajar mengembangkan segenap aspek.

2. Pengeertian Media Flash Card

Flash card adalah media pembelajaran berbentuk kartu bergambar yang berukuran 25cm x 30cm. Gambar yang ditampilkan adalah gambar tangan, foto, atau, gambar yang sudah ada yang ditempelkan pada lembar kartu-kartu tersebut. Kelebihan dari media flash card adalah bersifat portabel, praktis pembuatan dan penggunaanya, gampang diingat karena gambar-gamabar berwarna sangat menarik perhatian, menyenangkan sebagai media pembelajaran bahkan bisa digunakan dalam bentuk permainan (indriana, 2011:68-69)

(46)

31

kata dan kemampuan membaca anak bisa dilatih dan ditingkatkan sejak dini. Kartu-kartu tersebut biasanya ditampilkan dengan berbagai warna yang menarik karena anak-anak lebih menyukai benda. (http://domba-bunting.blogspot.com/2009/04/kartu-bergambar-flashcard.html )

Menurut Basuki Wibawa dan Farida Mukti (1992:30) “Media kartu atau flash card biasanya berisi kata-kata, gambar atau kombinasi dan dapat digunakan mengembangkan perbendaharaan kata pada umumnya dan pada bahasa asing pada khususnya” flash card dapat digunakan untuk melatih anak menghafal asosiasi antara gambar dan kata-kata, di kemudian hari maka ia akan mengingat dan dapat mengucapkannya. Inilah yang disebut “membaca”. Namun bila anak melihat kata-kata baru, ia tak dapat mengucapkannya karena belum pernah diperkenalkan sebelumnya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa Flash Card merupakan kartu yang berisikan kata atau gambar. Media Flash Card dapat digunakan untuk mengembangkan perbendaharaan kata pada aspek perkembangan bahasa. Kartu ini dimainkan dengan cara diperlihatkan kepada anak dan dibacakan secara cepat. Ukuran dari Flash Card dapat disesuaikan dengan kebutuhan kelas, maksudnya ukuran media Flash Card untuk kelas sempit akan berbeda dengan ukuran media Flash Card pada kelas yang luas dan anak didiknya banyak.

3. Kelebihan Media Flash Card

Dina Indriana (2011: 69) menyebutkan beberapa kelebihan media flash card yaitu mudah dibawa karena ukurannya dan praktis dalam pembuatan dan penggunaan. Selain itu, media flash card mudah diingat karena gambar yang disajikan berwarna-warni serta berisikan huruf atau angka yang mudah dan menarik sehingga merangsang otak untuk lebih lama mengingat pesan yang ada dalam media tersebut. Kelebihan media flash card lainnya adalah menyenangkan karena dapat digunakan sebagai media pembelajaran dan dapat digunakan dalam bentuk permainan

(47)

32

halaman depan. Flash card ini dapat digunakan untuk mengenalkan kata pada anak melalui proses mengenalkan bunyi-bunyi huruf. Misalnya, pada halaman depan terdapat gambar buku dan pada halaman belakang terdapat kata ”buku”.

Pada mulanya anak diajak untuk melihat gambar pada halaman depan kemudian baru mengenalkan bunyi-bunyi huruf pada halaman belakang yang merupakan keterangan gambar. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian anak karena anak kerap bosan dan tidak tertarik pada media yang hanya menjadikan huruf-huruf saja. Setelah anak diajak untuk mengenal bunyi-bunyi huruf, baru kemudian anak diajak untuk menggabungkan bunyi-bunyi huruf tersebut menjadi suku kata atau kata.

Pengajaran membaca menggunakan media flash card akan menggunakan waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan kartu bergambar. Anak akan diperlihatkan dan dibacakan media flash card secara satu persatu dengan cepat dengan rentang waktu 1-5 detik. Hal ini akan membuat anak tidak terlalu lama memperhatikan gambar sehingga anak tidak bosan dalam memperhatikan media flash card yang sedang dijelaskan oleh oleh guru.

Dari pendapat yang telah disebutkan di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa flash card memiliki beberapa kelebihan. Beberapa kelebihan tersebut antara lain mudah dibawa, praktis dalam pembuatan dan penggunaan, mudah diingat, dapat digunakan untuk mengenalkan kata pada anak melalui proses mengenalkan bunyi-bunyi huruf, serta menyenangkan karena dapat digunakan sebagai media pembelajaran sekaligus dapat digunakan dalam bentuk permainan.

4. Penggunaan Media Flash Card dalam Pembelajaran

(48)

33

gambar. Terakhir memberikan tulisan atau pesan pada bagian belakang kartu tersebut sesuai dengan objek yang ada di bagian depannya.

Menurut Dina Indriana (2011: 137-138) langkah-langkah persiapan untuk menggunakan media flash card antara lain mempersiapkan media flash card, mempersiapkan tempat, dan mengkondisikan anak. Proses persiapan yang harus dilakukan oleh guru adalah menguasai materi pembelajaran dengan baik dan memiliki keterampilan untuk menggunakan media flash card. Guru juga perlu mempersiapkan bahan dan alat pendukung yang diperlukan.

Langkah selanjutnya yaitu mempersiapkan media flash card. Guru perlu menyiapkan jumlah flash card yang sesuai dengan urutan, susunan, dan kebutuhan. Pada proses mempersiapkan tempat, berkaitan dengan posisi guru sebagai penyampai pesan yang sesuai dengan kondisi dan posisi duduk anak. Proses terakhir adalah mengkondisikan anak. Anak harus dikondisikan sekaligus diperkenalkan pada posisi duduk yang memungkinkan anak dapat melihat media dengan jelas. Posisi yang baik adalah dengan membentuk lingkaran dengan guru menerangkan dengan memutar pada poros lingkaran.

Proses penggunaan media flash card dalam pembelajaran (Dina Indriana, 2011: 138-139) antara lain:

a. Flash card yang telah disusun dipegang setinggi dada dan menghadap ke siswa.

b. Cabut flash card satu per satu setelah guru selesai menerangkan. c. Berikan flash card yang telah diterangkan tersebut kepada anak

yang dekat dengan guru. Mintalah anak untuk mengamati kartu tersebut, selanjutnya diteruskan kepada anak lain hingga semua anak mengamati.

(49)

34

atau lambang sesuai perintah. Setelah mendapatkan kartu tersebut anak kembali ke tempat semula. Terakhir, anak menjelaskan isi kartu tersebut.

Penggunaan media flash card dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Guru menyusun media flash card kemudian dipegang setinggi dada dan menghadap ke anak.

2. Guru menerangkan dan membacakan satu per satu flash card tersebut secara cepat dalam waktu 1-5 detik.

3. Kemudian anak diberikan tugas sebagai berikut: a. Membacakan media flash card satu persatu

b. Menunjukkan media flash card yang mempunyai huruf awal yang sama seperti yang ditunjukkan guru.

c. Menunjukkan media yang mempunyai huruf akhir yang sama seperti yang ditunjukkan guru.

d. Menghubungkannya antara gambar dengan kata e. Membuat coretan bermakna pada gambar

5. Peran Guru dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Metode Permainan Flash Card

Penerapan permainan flash card dalam meningkatkan kemampuan membaca dini, tidak lepas dari pengawasan dan bimbingan guru sebagai fasilitator disekolah. Permainan flash card ini merupakan sarana untuk mendekatkan anak dengan anak dan anak dengan guru. Guru sangat berperan dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan di TK. Permainan flash card sangat mengasyikkan bagi anak, anak tidak menyadari dirinya sedang menambah perbendaharaan kata karena pembelajaran dilakukan dengan bermain.

(50)

35

anak terdorong untuk mengembangkan minat dan kemampuannya. Guru berperan sebagai fasilitator artinya guru harus mampu memfasilitasi seluruh kebutuhan anak pada saat kegiatan bermain berlangsung. Guru sebagai pengamat, guru sebagai model, guru sebagai motivator dan guru sebagai teman.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru dalam pembelajaran melalui permainan flash card yaitu sebagai fasilitator, perencana, pengamat, model dan motivator untuk menfasilitasi anak, sehingga kemampuan membaca permulaan dapat ditingkatkan dan distimulasikan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan perkembangan anak, sehingga anak bisa mengikuti dengan perasaan riang tanpa beban. Pengembangan kemampuan membaca permulaan akan lebih efektif bila guru membantu anak menentukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.

C. Hakikat Anak Usia Dini 1. Pengertian Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentan usia 0-6 tahun (Undang-undang Sisdiknas tahun 2003) dan 0-8 tahun menurut para pakar pendidikan anak. Menurut Mansur (2005: 88) anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.

(51)

36

Sesuai dengan Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14, upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak usia 0-6 tahun tersebut dilakukan melalui Pendidikan anak usia dini (PAUD). Pendidikan anak usia dini dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur formal berbentuk taman kanak-kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini jalur nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), sedangkan PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan lingkungan seperti bina keluarga balita dan posyandu yang terintegrasi PAUD atau yang kita kenal dengan satuan PAUD sejenis (SPS).

Ragam pendidikan untuk anak usia dini jalur non formal terbagi atas tiga kelompok yaitu kelompok taman penitipan anak (TPA) usia 0-6 tahun); kelompok bermain (KB) usia 2-6 tahun; kelompok satuan PAUD sejenis (SPS) usia 0-6 tahun (Harun, 2009: 43). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, sehingga diperlukan stimulasi yang tepat agar dapat tumbuh dan berkembang dengan maksimal. Pemberian stimulasi tersebut harus diberikan melalui lingkungan keluarga, PAUD jalur non formal seperti tempat penitipan anak (TPA) atau kelompok bermain (KB) dan PAUD jalur formal seperti TK dan RA.

2. Karakteristik Anak Usia Dini

(52)

37

anak secara langsung membertikan atribut/sifat lahiriah atau materiel terhadap setiap penghayatanya.

Pendapat lain tentang karakteristik anak usia dini dikemukakan oleh Sofia Hartati (2005: 8-9) sebagai berikut: 1) memiliki rasa ingin tahu yang besar, 2) merupakan pribadi yang unik, 3) suka berfantasi dan berimajinasi, 4) masa potensial untuk belajar, 5) memiliki sikap egosentris, 6)memiliki rentan daya konsentrasi yang pendek, 7) merupakan bagian dari mahluk sosial.

Sementara itu, Rusdinal (2005: 16) menambahkan bahwa karakteristik anak usia 5-7 tahun adalah sebagai berikut: 1) anak pada masa praoperasional, belajar melalui pengalaman konkret dan dengan orientasi dan tujuan sesaat, 2) anak suka menyebutkan nama-nama benda yang ada disekitarnya dan mendefinisikan kata, 3) anak belajar melalui bahasa lisan dan pada masa ini berkembang pesat, 4) anak memerlukan struktur kegiatan yang lebih jelas dan spesifik.

(53)

38

Kanak-kanak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka; g) anak prasekolah seringkali memperebutkan perhatian guru; h) anak prasekolah umunya lebih terampil dalam berbahasa, sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya; dan i) kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang.

Berdasarkan karakteristik yang telah disampaikan maka dapat diketahui bahwa anak usia 5-6 tahun, mereka dapat melakukan gerakan yang terkoordinasi, perkembangan bahasa sudah baik dan mampu berinteraksi sosial. Usia ini juga merupakan masa sensitif bagi anak untuk belajar bahasa. Dengan koordinasi gerakan yang baik anak mampu menggerakan mata-tangan untuk mewujudkan imajinasinya kedalam bentuk gambar, sehingga penggunaan gambar karya anak dapat membantu meningkatkan kemampuan bicara anak.

3. Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Dini a. Perkembangan Fisik/Motorik

Perkembangan fisik/motorik akan mempengaruhi kehidupan anak baik secara langsung ataupun tidak langsung (Hurlock, 1978: 114). Hurlock menambahkan bahwa secara langsung, perkembangan fisik akan menentukan kemampuan dalam bergerak. Secara tidak langsung, pertumbuhan dan perkembangan fisik akan mempengaruhi bagaimana anak memandang dirinya sendiri dan orang lain.

(54)

39

Berikut menyatakan bahwa anak usia lima tahun memiliki banyak tenaga seperti anak usia empat tahun, tetapi keterampilan gerak motorik halus maupun kasar sudah mulai terarah dan terfokus pada tindakan mereka (Caroll Seefelt dan Barbara A.Wasik, 2008: 67). Keterampilan gerak motorik menjadi lebih diperhalus dan keterampilan gerak motorik kasar menjadi lebih gesit dan serasi.

Pada ada usia kanak-kanak 4-6 tahun, keterampilan dalam menggunakan otot tangan dan otot kaki sudah mulai berfungsi. Keterampilan yang berhubungan dengan tangan adalah kemampuan memasukan sendok kedalam mulut, menyisir rambut, mengikat tali sepatu sendiri, mengancingkan baju, melempar dan menangkap bola, menggunting, menggores pensil atau krayon, melipat kertas, membentuk dengan lilin serta mengecat gambar dalam pola tertentu.

Dari kajian tentang perkembangan fisik-motorik diatas dapat diketahui bahwa pada anak usia 5-6 tahun otot kasar dan otot halus anak sudah berkembang. Anak memiliki banyak tenaga untuk melakukan kegiatan dan umumnya mereka sangat aktif. Anak sudah dapat melakukan gerakan yang terkordinasi. Keterampilan yang menggunakan otot kaki dan tangan sudah berkembang dengan baik. Anak sudah dapat menggunakan tanganya untuk menggoreskan pensil atau krayon sehingga anak dapat membuat gambar yang diinginkanya. Gambar karya anak tersebut akan digunakan dalam rangka peningkatan kemampuan bicara anak.

b. Perkembangan Kognitif

(55)

40

menjangkau kegiatan kognisi, intelegensi, belajar, pemecahan masalah dan pembentukan konsep. Hal ini juga menjangkau kreativitas, imajinasi dan ingatan.

Anak usia 5-6 tahun berada pada tahap praoperasional. Pada tahap ini anak mulai menunjukan proses berfikir yang jelas. Anak mulai mengenali beberapa simbol dan tanda termasuk bahasa dan gambar. Penguasaan bahasa anak sudah sistematis, anak dapat melakukan permainan simbolis. Namun, pada tahap ini anak masih egosentris. (Slamet Suyanto, 2005: 55).

Sementara itu Santrock (2007: 253) menyatakan bahwa pada tahap pra-operasional, anak mulai merepresentasikan dunianya dengan kata-kata, bayangan dan gambar-gambar. Anak mulai berfikir simbolik, pemikiran-pemikiran mental muncul, egosentrisme tumbuh, dan keyakinan magis mulai terkonstruksi. Pada tahap praoperasional dapat dibagi dalam sub-sub tahap, yaitu sub tahapan fungsi simbolik dan sub tahapan pemikiran intuitif.

Sub tahap fungsi simbolik terjadi antara usia 2 sampai 4 tahun. Dalam sub tahap ini anak mulai dapat menggambarkan secara mental sebuah objek yang tidak ada. Menurut DeLoache, kemampuan ini akan sangat memperluas dunia anak. Pada usia ini anak–anak mulai menggunakan desain-desain acak untuk menggambar orang, rumah, mobil, awan dan sebagainya (Santrock, 2007: 253). Mereka mulai menggunakan bahasa dan melakukan permainan “pura-pura”. Namun pada sub tahap ini anak masih berfikir egosentris dan animisme. Anak belum mampu membedakan perspektif diri sendiri dan perspektif orang lain.

(56)

41

pada tahap ini masih irreversible (tidak dapat dibalik). Anak belum mampu meniadakan suatu tindakan dari arah sebaliknya.

Caroll Seefelt dan Barbara A.Wasik (2008: 81) menyatakan bahwa imajinasi anak anak usia 5 tahun mulai berkembang, masih berfikir hal yang konkret, dapat melihat benda dari kategori yang berbeda, senang menyortir dan mengelompokan, pemahaman konsep meningkat, dan mengetahui tentang apa yang asli dan palsu.

Dari kajian mengenai perkembangan kognitif anak diketahui bahwa unsur yang menonjol pada tahap pre-operasional adalah mulai digunakanya bahasa simbolis yang berupa gambaran dan bahasa ucapan. Anak dapat berbicara tanpa dibatasi waktu sekarang dan dapat membicarakan satu hal bersama-sama. Dengan bahasa anak dapat mengenal bermacam benda dan mengetahui nama-nama benda yang dikenal melalui pendengaran dan penglihatanya. Perkembangan bahasa ini akan sangat memperlancar perkembangan kognitif anak. c. Perkembangan Bahasa

Penguasaan bahasa anak berkembang menurut hukum alami, yaitu mengikuti bakat, kodrat dan ritme yang alami. Menurut Lenneberg perkembangan bahasa anak berjalan sesuai jadwal biologisnya (Enny Zubaidah, 2003: 13). Hal ini dapat digunakan sebagai dasar mengapa anak pada umur tertentu sudah dapat berbicara, sedangkan pada umur tertentu belum dapat berbicara. Perkembangan bahasa tidaklah ditentukan pada umur, namunmengarah pada perkembangan motoriknya. Namun perkembang tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Bahasa anak akan muncul dan berkembang melalui berbagai situasi interaksi sosial dengan orang dewasa (Kartini Kartono, 1995: 127).

Gambar

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir
Tabel 3.1
Gambar 3.1 Desain Penelitian Tindakan kelas
Tabel 3.2 Butir Amatan Pedoman Observasi Peningkatan Kemampuan
+6

Referensi

Dokumen terkait

gelar Ahli Madya pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.. Dengan adanya Tugas Akhir ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

965.740,74 per bulan, Jumlah rata-rata tenaga kerja pada industri kecil pembuatan shuttlecock di Kota Surakarta sebesar 8 orang, Lama usaha yang dipunyai oleh responden

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah ... Manfaat Penelitian ... Prestasi Belajar .... Pengertian Belajar ... Pengukuran Prestasi Belajar………... Faktor-faktor yang

Hasil pengamatan sayatan transversal pada daun angsana, menunjukkan bahwa tidak terjadi kerusakan daun akibat gas dan materi vulkanik, tetapi menunjukkan respon terhadap

Penerapan dari bagan kendali mutu moving range menunjukan bahwa keragaman yang terjadi pada proses pengujian komposisi kimia merupakan keragaman tidak alami, sehingga proses

Tim Penguji Proyek Akhir Progam Studi DIII Teknik Mesin Produksi Fakultas.. Teknik Universitas Sebelas

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mendeskripsikan penggunaan model pembelajaran problem posing tipe post solution posing dapat meningkatkan keaktifan belajar

Berkaitan dengan media pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menyimak cerita pendek pada anak, kemampuan guru dalam membuat anak merasa nyaman dalam menghadapi