• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Di Selat Madura Provinsi Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Di Selat Madura Provinsi Jawa Timur"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA

PERIKANAN DI SELAT MADURA

PROVINSI JAWA TIMUR

RIZAL BAHTIAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan di Selat Madura Provinsi Jawa Timur adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2008

(3)

RINGKASAN

RIZAL BAHTIAR. Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan di Selat Madura Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan SUZY ANNA.

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dan mengkaji nilai depresiasi dan kerugian ekonomi sumberdaya perikanan, yang hilang sebagai akibat aktivitas produksi (tangkapan) dan non produksi (pencemaran). Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pencemaran memberikan pengaruh terhadap produksi sumberdaya perikanan melalui pendekatan model embedded. Nilai depresiasi yang dihitung antaranya tingkat produksi tanpa pencemaran maupun dengan pencemaran, jumlah effort, tingkat produksi lestari baik tanpa pencemaran maupun dengan pencemaran. Kemudian nilai yang diperoleh dipergunakan untuk menghitung tingkat depresiasi sumberdaya perikanan. Analisis interaksi antara perikanan dan pencemaran dilakukan melalui model embedded, dimana faktor pencemaran mengurangi pertumbuhan biomas, studi ini mengkaji nilai yang hilang akibat adanya pencemaran terhadap produksi lestari dan biomas. Jenis pencemaran yang dikaji dalam penelitian ini meliputi Biological Oxygen Demand (BOD); Chemistry Oxygen Demand (COD); Total Suspended Solids (TSS). Untuk analisis laju degradasi pada penelitian ini menggunakan perhitungan dari modifikasi model Amman dan Durraipah. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa 1) Pengembangan model interaksi perikanan-pencemaran yang paling fit adalah model gompertz

karena dirasa paling tepat dalam menghitung sumberdaya ikan demersal. 2) Jumlah load pencemaran yang masuk ke Selat Madura rata-rata setiap

tahunnya untuk BOD sebanyak 1.634.681,61 ton/tahun, COD per tahun sebesar

2.407.614,75 ton/tahun dan TSS per tahun sebesar 1.486.880,25 ton/tahun. 3) Dari ketiga jenis pencemaran yang memberikan pengaruh terbesar terhadap

kondisi biomas adalah TSS. 4) Sumberdaya ikan demersal di perairan Selat Madura telah mengalami gejala tangkap berlebih (overfishing). 5) Nilai depresiasi dalam kondisi baseline berkisar antara Rp.421,36 juta sampai Rp.58,45 milyar dan nilai present value rata-rata sebesar Rp.23,17 milyar per tahun (

δ

12,81%). Depresiasi berkisar antara Rp.510,17 juta sampai Rp.70,77 milyar dan nilai present value sebesar Rp.28,06 milyar per tahun (

δ

10,58%). Hasil perhitungan depresiasi sumberdaya perikanan dengan variabel pencemaran TSS berkisar antara Rp. 28,45 juta sampai Rp.954,72 juta dan nilai present value sebesar Rp.560,26 juta per tahun (

δ

12,81%) dan depresiasi berkisar Rp.34,44 juta sampai dengan Rp.1,15 milyar dan nilai present value sebesar Rp. 678,35 juta per tahun (

δ

10,58%). Implikasi kebijakan secara umum diperlukannya empat pendekatan dalam menyelesaikan permasalahan perikanan dan pencemaran di Selat Madura yaitu Pendekatan ekosistem, Pendekatan sosial ekonomi dan budaya, Pendekatan sosial politik, dan Pendekatan hukum dan kelembagaan. Kata Kunci : Model Embedded, Interaksi Perikanan-Pencemaran, Depresiasi, Degradasi,
(4)

ABSTRACT

RIZAL BAHTIAR. Valuation Of Fisheries Resources Depreciation In Madura Strait, East Java Province. Supervised by AKHMAD FAUZI and SUZY ANNA.

The aim of the research are to study and account the value of depreciation and economic loss of fisheries resources causes of production (harvest) and non production (polution) activity. genarally objective of the research is knowing how far the influence of polution with harvest of fisheries resource use embedded model approach. Depreciation value accounted by production level with and without polution, number of effort, sustainable yield with and without polution, and the value using to account the depreciation of fisheries resource. Interaction analysis of fisheries and polution accounted by embedded model, where polution factor decrease the growth of biomass, it is to study the loss value causes by polution of sustainable yield and biomass. The polution studied in the research are Biological Oxygen Demand (BOD); Chemistry Oxygen Demand (COD); Total Suspended Solids (TSS). While the degradation rate analyzed by modification model of Amman and durraipah. Result of the research; 1) The suittable Fisheries-Polution interaction model development is gompertz model, because the model most accurate to account the demersal fisheries; 2) number of polution incoming to the strait of Madura average in annualy; BOD=1.634.681,61 ton per year, COD=2.407.614,75 ton per year, and TSS=1.486.880,25 ton per year. 3) from all of the pollution the most strenght polluter influences to biomass conditions is TSS; 4) demersal fisheries resource in Madura Strait show the overfishing condition; 5) Depreciation value in the baseline condition between Rp. 421,36,- million to Rp. 58,45- billion and average present value Rp. 23,17,- billion per year (

δ

12,81%). The depreciation is about Rp. 510,17,- million to Rp. 70,77,- billion and present value Rp. 28,06,- billion per year (

δ

10,58%). The result accounting of fisheries resources using polution varriable of TSS abaout Rp. 28,45,- million to Rp.954,72,- million and the present value Rp.560,26,- million per year (

δ

12,81%), and depreciation value about Rp.34,44,- million to Rp.1,15,- billion and present value Rp. 678,35,- million per year (

δ

10,58%). Generally implication of the policy need four approach to solve the problem of fisheries and polution in Madura Strait, they are ; ecosystem approach, social-economic and cultural approach, social-politcal approach, and law and institution approach.
(5)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(6)

PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA

PERIKANAN DI SELAT MADURA

PROVINSI JAWA TIMUR

RIZAL BAHTIAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Di Selat Madura Provinsi Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Rizal Bahtiar Nomor Pokok : C 451040051

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Akhmad Fauzi,M.Sc Dr. Dra. Suzy Anna, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(8)

PRAKATA

Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T karena hanya dengan limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian ini berjudul “Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Di Selat Madura Provinsi Jawa Timur”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini membahas tentang aspek sosial ekonomi dari degradasi sumberdaya perikanan akibat pencemaran. Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Provinsi Jawa Timur.

Terima kasih kepada : Prof. Dr. Ir. H. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Dr. Dra. Suzy Anna, M.Si selaku pembimbing. Serta Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo

Kusumastanto, MS sebagai Ketua Program Studi dan Ir. Hj. Sri Hudyastuti Staf Ahli Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Kementerian Lingkungan Hidup yang telah banyak membantu selama penyelesaian studi, terutama memberikan kesempatan bagi penulis untuk menerapkan ilmunya pada kondisi

nyata. Ucapan yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT; yang telah memberikan kesempatan pada penulis

untuk dapat menerapkan ilmunya di bidang pendidikan di Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman mahasiswa Program Studi ESK Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya teman-teman ESK 2004, teman-teman satu kantor di Departemen Ekonomi sumberdaya dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor dan semua pihak yang telah mendorong dan membantu penulisan dalam menyelesaikan penelitian ini.

(9)

Lina Puspayanti yang dengan sabar terus-menerus memberikan semangat demi terselesainya tesis ini.

Akhirnya semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pembaca, sehingga mampu memperkaya khasanah keilmuan perikanan dan lingkungan, dan berguna bagi kemaslahatan hidup dimasa datang...Amien.

Bogor, September 2007

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 3 Juni 1980, sebagai anak ketiga dari 4 bersaudara dari Bapak Moh. Hasan dan lbu Andawiyah.

Pada tahun 1999 penulis lulus SMA Negeri 1 Sumenep dan pada tahun yang sama penulis masuk di Universitas Brawijaya Malang. Penulis memilih program studi Sosial Ekonomi Perikanan di Fakultas Perikanan.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

... x

DAFTAR TABEL

...xii

DAFTAR GAMBAR

...xiv

DAFTAR LAMPIRAN

...xvi

I. PENDAHULUAN

... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

... 6

2.1. Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dan Pemanfaatannya ... 6

2.2. Pengertian Depresiasi, Deplesi dan Degradasi ... 7

2.3. Teori Ekonomi Sumberdaya Perikanan ... 9

2.4. Optimasi Sumberdaya Perikanan ... 15

2.5. Pengertian Pencemaran ... 17

2.6. Depresiasi Sumberdaya Perikanan... 19

III. KERANGKA PENDEKATAN MASALAH

... 23

3.1. Kerangka Pendekatan Masalah ... 23

IV. METODE PENELITIAN

... 25

4.1. Metode Penelitian ... 25

4.2. Metode Pengumpulan Data ... 25

4.3. Metode analisis Data... 26

4.3.1. Stadarisasi Alat Tangkap ... 26

4.3.2. Stadarisasi Biaya per Unit Upaya ... 27

4.3.3. Estimasi Parameter... 27

4.3.4. Analisis Interaksi Perikanan-Pencemaran ... 33

4.3.4.1. Pencemaran terhadap Biomas (x) ... 33

(12)

5.2. Sumberdaya Ikan Selat Madura... 40

5.3. Karakteristik Nelayan di Selat Madura ... 45

5.4. Pencemaran di Selat Madura... 49

5.5. Ekonomi Sektor Perikanan dan PDRB Jawa Timur ... 51

5.6. Kebijakan Provinsi Jatim Untuk Pencegahan Pencemaran ... 53

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

... 58

6.1. Data Produksi Ikan Kerapu dan Ikan Kakap ... 59

6.2. Standarisasi Unit Effort... 63

6.3. Estimasi Parameter Biologi ... 66

6.4. Estimasi Parameter Pencemaran ... 70

6.5. Estimasi Sustainable Yeild... 71

6.6. Pengelolaan Sumberdaya yang Optimal (Baseline) ... 74

6.7. Estimasi Depresiasi Sumberdaya (Interaksi Perikanan-Pencemaran) ... 78

6.8. Kebijakan dan Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 93

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

... 97

7.1. Kesimpulan ... 97

7.2. Saran... 98

(13)

DAFTAR TABEL

1. Potensi SDI Laut dan Tingkat Pemanfaatannya menurut WPP... 7

2. Data dan Penggunaannya ... 26

3. Sungai-Sungai Besar yang ada di Jawa Timur dan Bermuara di Selat Madura beserta Besaran Debit Air... 38

4. Wilayah Perairan Jawa Timur. ... 39

5. Komposisi Ikan Pelagis Tahun 2005... 42

6. Komposisi Ikan Demersal Tahun 2005. ... 43

7. Perkembangan Jumlah Nelayan dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Selat Madura tahun 2001-2005 ... 46

8. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari tahun 2001-2005 ... 47

9. Perkembangan Alat Tangkap Trammel Net dan Jaring Insang Hanyut dari tahun 1991-2005... 49

10. Kriteria Mutu air (BOD dan COD) Berdasarkan Kelas ... 50

11. Analisis Data Produksi ... 60

12. Effort untuk Alat Tangkap Jaring Trammel Net dan Jaring Insang Hanyut Per Tahun ... 65

13. Standarisasi Effort Alat Tangkap ... 66

14. Parameter Biologi tanpa Pencemaran ... 68

15. Parameter Biologi dengan Pencemaran BOD ... 69

16. Parameter Biologi dengan Pencemaran COD ... 69

17. Parameter Biologi dengan Pencemaran TSS ... 69

18. Jumlah Pencemaran Yang Masuk Ke Selat Madura ... 71

19. Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari tanpa Pencemaran... 72

20. Kondisi Sumberdaya saat MSY,MEY dan OA. ... 74

21. Analisa Produksi Optimal Sumberdaya Ikan... 77

22. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Tanpa Pencemaran... 79

23. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran BOD ... 80

24. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran COD ... 82

25. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran TSS... 83

(14)

27. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal

(baseline) ... 87 28. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal

dengan Pencemaran BOD... 88 29. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal

dengan Pencemaran COD... 89 30. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal

(15)

DAFTAR GAMBAR

1. Kurva Pengaruh tangkap terhadap stok (biomas) ... 12

2. Kurva Gordon-Schaefer ... 13

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock ikan ... 20

4. Kerangka Pendekatan Masalah... 23

5. Kurva Yield Dengan dan Tanpa Faktor Pencemaran ... 36

6. Alur Kerja Penelitian ... 37

7. Komposisi Ikan Pelagis di Wilayah Perairan Selat Madura Tahun 2005 ... 43

8. Komposisi Ikan Demersal di Wilayah Perairan Selat Madura Tahun 2005. ... 44

9. Nilai Produksi Berdasarkan Wilayah Tangkapan Tahun 2005... 44

10. Perkembangan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Jawa Timur tahun 2000-2005 (Rp.1000)... 45

11. Perkembangan Jumlah Nelayan di Selat Madura 2001-2005. ... 46

12. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari Tahun 2001-2005 ... 47

13. Perbandingan Pencemaran BOD, COD dan TSS yang Masuk Ke Perairan Selat Madura... 51

14. Sumbangan Sektor Perikanan Terhadap PDRB Jawa Timur Atas Harga Konstan 1993... 52

15. Sumbangan Sektor Perikanan Terhadap PDRB Jawa Timur Atas Harga Berlaku... 52

16. Produksi Ikan Kerapu dan Ikan Kakap di Selat Madura ... 61

17. Produksi Ikan Kerapu Berdasarkan Alat Tangkap ... 62

18. Produksi Ikan Kakap Berdasarkan Alat Tangkap ... 63

19. Perbandingan Produksi Aktual dengan Sustainable Yield fungsi Gompertz dan Schaefer... 73

20. Perbandingan Produksi Aktual, Produksi Lestari dan Produksi Optimal dengan Discount Rate 12,81 persen ... 76

21. Perbandingan Produksi Aktual, Produksi Lestari dan Produksi Optimal dengan Discount Rate 10,58 persen ... 77

22. Grafik Trajektori Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Tanpa Pencemaran ... 80

23. Grafik Trajektori Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan di Perairan Selat Madura dengan Kondisi dengan Pencemaran BOD... 81

24. Koefisien Atau Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Demersal Fungsi Gompertz (pencemaran COD)... 82

(16)

27. Present Value Tanpa Pencemaran dan Dengan Pencemaran (Discount Rate 12,81%) ... 92 28. Present Value Tanpa Pencemaran dan Dengan Pencemaran (Discount

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Lokasi Penelitian ... 103

2. Data Produksi Ikan Kerapu dan Kakap Tahun 1991-2005 ... 104

3. Standarisasi Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut dan Trammel Net ... 105

4. Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP (Tanpa Pencemaran) ... 106

5. Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP (Tanpa Pencemaran) ... 107

6. Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP dengan Pencemaran BOD. ... 108

7. Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP Dengan Pencemaran BOD ... 109

8. Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP dengan Pencemaran COD. ... 110

9. Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP Dengan Pencemaran COD ... 111

10. Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP dengan Pencemaran TSS... 112

11. Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP Dengan Pencemaran TSS. ... 113

12. Standarisasi Biaya Tangkapan ... 114

13. Bahan Perhitungan Discount Rate Model Kula (1984) ... 115

14. Analisis Discount Rate Model Kula (1984)... 116

15. Analisis Bioeconomic dengan Softwere Maple 9.5 ... 117

16. Analisis Biomass Optimal dengan Discount Rate 12,81%... 122

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semua negara yang mempunyai garis pantai sangat menginginkan adanya manajemen dari sumberdaya pantai, agar dapat menjaga sistem sumberdaya pantai yang ada. Tugas dari manajemen tersebut untuk dapat menjaga sumberdaya pantai menyangkut: utilitas dari keberlangsungan sumberdaya yang multi species, menyangkut berbagai jasa dan barang-barang yang dihasilkan oleh sumberdaya pantai (Proses, Fungsi dan hubungan timbal balik antara sumberdaya pantai dengan manusia). Kesemua hal tersebut di atas nampak akan sangat sulit terwujud, hal ini dikarenakan konsekuensi adanya perubahan lingkungan global (Global Environmental Change (GEC)) (Turner R.K. et al 1999).

Degradasi lingkungan saat ini terus saja terjadi di segala penjuru dunia juga termasuk di Indonesia. Terjadinya degradasi lingkungan ditimbulkan karena adanya aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan hidup (carrying capacity) itu sendiri, sehingga akibatnya berbagai bencana timbul dan pada akhirnya menurunkan kualitas lingkungan dan memberikan dampak terhadap terjadinya depresiasi sumberdaya, serta terjadinya depresiasi sumberdaya yang juga diukur dengan timbulnya gejala perekonomian yang kurang membaik.

Turunnya kualitas lingkungan dapat terjadi baik di daratan, udara dan perairan. Turunnya kualitas lingkungan salah satunya adalah diakibatkan oleh terjadinya pencemaran. Penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran tergantung terhadap kemampuan lingkungan untuk menyerap (absorptive capacity), sehingga semakin kecil kemampuan menyerap lingkungan terhadap pencemaran dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, dan semakin besar kemampuan lingkungan untuk menyerap pencemaran mengakibatkan rendahnya terjadinya kerusakan lingkungan.

(19)

membuang limbah ke sungai. Limbah-limbah ini terbawa ke laut selanjutnya mencemari laut .

Selat Madura yang berada antara pulau Jawa dan Pulau Madura merupakan salah satu selat yang memiliki manfaat yang sangat banyak. Sampai saat ini pemanfaatan Selat Madura meliputi: pelabuhan penyeberangan SURAMADU (Surabaya-Madura), penangkapan ikan, dan eksploitasi gas bumi, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan pemanfaatan tersebut menimbulkan berbagai dampak terhadap terjadinya pencemaran yang ada saat ini. Penyebab pencemaran menurut PP No 19 Tahun 1999 tentang Pengedalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain kedalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/ atau fungsinya. Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemaran yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut.

Pencemaran air laut dapat ketahui melalui kondisi fisik dan kimiawi. Pencemaran Selat Madura secara fisik dapat diketahui bahwa Selat Madura tersebut telah mengalami pencemaran, hal ini dapat dipastikan dengan melihat

perubahan warna air laut yang terjadi yang berwarna kecoklatan. Menurut Fauzi (2004), pencemaran dari perspektif ekonomi akan memberikan dampak

terhadap kesejahteraan masyarakat karena pencemaran dapat menghilangkan nilai ekonomi sumberdaya akibat berkurangnya kemampuan sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa.

Dampak ekonomi akibat pencemaran dalam perikanan telah diuji di dalam berbagai studi, dan kemajuannya telah membuat pemahaman yang penting bagi masyarakat menyangkut bahayanya kerusakan ekonomi yang mungkin disebabkan oleh pelepasan unsur berbahaya atau beracun ke dalam tempat habitat ikan. (Cohen, 1995; Collins et al., 1998; Grigalunas et al., 1986 dan 1988; Hanemann dan Pantai, 1993; Kahn, 1987; Lipton dan Pantai, 1997; Montgomery dan Needelman, 1997; Opaluch, 1987; Pyo dan Pendudu, 1995 dalam Collins. A et al., 1998).

(20)

mangrove dan terumbu karang yang berfungsi untuk menahan abrasi pantai, akibat dari pencemaran yang terjadi di sungai dan menuju ke laut berakibat rusaknya ekosistem dan terdegradasinya sumberdaya. Secara langsung pengaruh pencemaran yang mengalir kelaut akan mempengaruhi sumberdaya ikan di Selat Madura, yang memiliki karakteristik ikan demersal.

Kondisi sumberdaya ikan di Selat Madura yang memiliki karakteristik 60 persen ikan demersal sering kali terganggu oleh pencemaran yang terjadi. Saat ini kondisi sumberdaya ikan di Selat Madura terus menurun, dari hasil penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), diperoleh estimasi bahwa untuk sumberdaya ikan demersal di Selat Madura atas dasar data tahun 1988-1992 diperoleh potensi lestari 28.256 ton per tahun sedangkan potensi ikan pelagis sebesar 71.397 ton per tahun. Penurunan stok selain disebabkan oleh terjadinya kegiatan tangkap berlebih juga diyakini bahwa penurunan stok juga diakibatkan oleh semakin menurunnya kualitas air laut. Oleh karena itu diharapkan dengan mengetahui seberapa besar pengaruh pencemaran dan aktivitas tangkapan terhadap jumlah stock ikan yang diperuntukkan bagi generasi mendatang, akan membuat para stakholders dapat mengambil suatu tindakan pengelolaan yang tepat untuk menjamin ketersediaan ikan untuk kepentingan kesejahteraan nelayan dalam jangka panjang (sustainable resource).

1.2 Perumusan Masalah

Selat Madura yang memiliki aktivitas pemanfaatan yang sangat besar sering membuat para pengambil manfaat melupakan akan kelestarian dari pada sumberdaya yang dimiliki, seperti pemanfaatan ikan secara berlebih dan terjadinya pencemaran merupakan kasus yang timbul akibat kurang arifnya pengambil manfaat dari Selat Madura. Dengan memiliki potensi sumberdaya ikan demersal dan alat tangkap yang multi alat, dengan kasus yang ada hal ini akan berdampak terhadap terjadinya depresiasi sumberdaya akibat penangkapan berlebih dan pencemaran.

Adapun permasalahan mengenai sumberdaya perikanan yang terjadi di Selat Madura sebagai berikut :

1) Bahwa telah terjadi depresiasi sumberdaya perikanan akibat produksi berlebih (overfishing) dan non produksi (pencemaran) di Selat Madura ? 2) Bagaimana pengaruh akibat pencemaran terhadap nilai biomas dan rente

(21)

3) Seberapa besar terjadinya depresiasi sumberdaya perikanan akibat terjadinya pencemaran ?

4) Bagaimana kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan di Selat Madura yang terkait dengan pencemaran perairan ?

1.3. Hipotesis

Pencemaran menurut Anna, S. (2003), hasil penelitiannya di Teluk Jakarta menyatakan bahwa pencemaran akan mempengaruhi pertumbuhan ikan yang ada. Sehingga akibat pencemaran tersebut akan berdampak terhadap depresiasi sumberdaya yang ada di Teluk Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat di tarik suatu hipotesis dari permasalahan yang ada di Selat Madura.

Adapun hipotesis dari permasalahan yang ada di Selat Madura adalah sebagai berikut :

1) Diduga telah terjadi depresiasi sumberdaya perikanan di Selat Madura akibat produksi berlebih (overfishing) dan non produksi (pencemaran).

2) Diduga bahwa pencemaran akan menuunkan nilai rente ekonomi sumberdaya ikan di Selat Madura.

3) Diduga hingga saat ini belum adanya kebijakan yang dikeluarkan Pemeritah Daerah (PEMDA) Provinsi Jawa Timur untuk mengatasi pencemaran terhadap perikanan.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada dan keinginan untuk membuktikan hipótesis penelitian ini maka akan didapatkan tujuan dari pada dilaksanakannya penelitian ini, adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1) Mengetahui pengaruh yang diberikan oleh aktivitas produksi dan non produksi (pencemaran) terhadap sumberdaya perikanan di Selat Madura. 2) Mengkaji kondisi dan potensi sumberdaya perikanan di Selat Madura.

3) Menghitung dan menganalisis seberapa besar depresiasi sumberdaya ikan akibat terjadinya pencemaran di Selat Madura.

(22)

1.5. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian haruslah memberikan suatu manfaat bagi daerah tempat penelitian, pembaca hasil penelitian dan peneliti itu sendiri, hal ini di karenakan penelitian tanpa adanya suatu manfaat yang diberikan maka penelitian tersebut akan terasa sia-sia, oleh karena itu adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut :

1) Sebagai Informasi terbaru mengenai kondisi sumberdaya perikanan di Selat Madura setelah terjadinya aktivitas produksi berlebih (over fishing) dan non produksi (pencemaran).

2) Memberikan informasi besarnya nilai ekonomi sumberdaya perikanan yang terdepresiasi akibat pencemaran di Selat Madura.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dan Pemanfaatannya

Untuk mempermudah pengelolaan perikanan tangkap maka dilakukan pembagian wilayah pengelolaan perikanan (WPP) dalam 9 WPP, dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.10/Men/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan yang tertuang dalam Bab III pasal 3 ayat 2, pada tanggal 28 april 2003. Adapun kesembilan WPP tersebut sebagai berikut:

1) Perairan Selat Malaka,

2) Perairan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan, 3) Perairan Laut Jawa dan Sunda,

4) Perairan Laut Flores dan Selat Makasar, 5) Perairan Laut Banda,

6) Perairan Laut Maluku, Teluk Tomini dan Laut Seram, 7) Perairan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, 8) Perairan Laut Arafura, dan

9) Perairan Samudera Hindia.

Dengan berdasarkan pembagian WPP tersebut maka perairan Selat Madura berada pada WPP tiga. Berdasarkan taksonomi ikan dikelompokkan kepada ikan (pisces) dan non-ikan (crustacea, Moluska, Reptilia, Holoturaeda dan Mamalia). Ikan dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan habitatnya yaitu ikan pelagis dan ikan demersal dan ikan karang (Aziz et al, 1998). Ikan pelagis adalah ikan yang sebagian besar masa hidupnya berada di kolom air. Ikan demersal adalah ikan yang sebagian besar masa hidupnya berada pada atau di dekat dasar perairan, dan ikan karang adalah ikan yang kehidupannya terikat dengan perairan karang (Wahyudin. Y, 2005). Dimana berdasarkan tempat habitatnya sumberdaya yang ada di Selat Madura didominasi oleh ikan demersal.

(24)

sebesar terdapat di WPP 9 (Samudera Hindia), yaitu tercatat memiliki potensi SDI sebesar 1.076.890 ton per tahun. Kemudian diikuti WPP 2 (Laut Cina Selatan) sebesar 1.057.050 ton per tahun. Sedangkan potensi SDI terkecil terdapat di WPP 1 (Selat Malaka), yaitu hanya sebesar 267.030 ton per tahun. Untuk lebih jelasnya mengenai potensi SDI laut dan tingkat pemanfaatannya menurut WPP sebagai berikut:

Tabel 1. Potensi SDI Laut dan Tingkat Pemanfaatannya menurut WPP

WPP Potensi

(1000 ton)

Produksi

(1000 ton) Status Pemanfaatan

1) Selat Malaka 276,03 389,28 Overfishing (>100%)

2) Laut Cina Selatan 1.057,05 379,90 Underfishing (35,94%)

3) Laut Jawa 796,64 1.094,41 Overfishing (>100%)

4) Selat Makassar dan Laut

Flores

929,72 655,45 Underfishing (70,50%)

5) Laut Banda 277,99 228,48 Underfishing (82,19%)

6) Laut Seram dan Teluk Tomini 590,82 197,64 Underfishing (33,46%)

7) Laut Sulawesi dan Samudera

Pasifik

632,72 237,11 Underfishing (37,47%)

8) Laut Arafura 771,55 263,37 Underfishing (34,14%)

9) Samudera Hindia 1.076,89 623,78 Underfishing (57,92%)

Total Nasional 6.409,21 4.069,42 Underfishing (63,49%)

Sumber: DKP (2003) diacu dalam Suseno (2007)

Menurut Suseno (2007), pemanfaatan SDI menurut jenis SDI diperoleh, jenis ikan demersal dan pelagis besar telah dieksploitasi masing-masing 85 persen dan 63,17 persen dari potensi yang ada. Sementara itu, jenis pelagis kecil baru dimanfaatkan sekitar 49 persen, sedangkan jenis ikan karang dan udang peneid masih belum dapat dikonfermasi datanya. Berdasarkan hasil kajian stok maka ditetapkan JTB (jumlah tangkapan yang diperbolehkan) sebesar 80 persen dari MSY, penetapan JTB bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi sumberdaya untuk dapat pulih.

2.2 Pengertian Depresiasi, Deplesi dan Degradasi

(25)

(dissipated) dari yang semestinya diperoleh. Dengan mengacu sintesis yang dikemukakan oleh Hardin, G (1968), maka kondisi perikanan Indonesia yang menerapkan rezim common property, dan akses terbuka (open access) akan memberikan peluang terjadinya pemanfaatan berlebih (over fishing) sehingga akan mengakibatkan degradasi dan depresiasi sumberdaya perikanan.

Kerusakan lingkungan yang terjadi baik pada ekosistem laut maupun ekosistem lainnya memang banyak dipicu oleh berbagai faktor. Namun, secara umum dua faktor pemicu yang cukup dominan adalah kebutuhan ekonomi (economic driven) dan kegagalan kebijakan (policy failure driven). dari sisi kebutuhan ekonomi, pola konsumsi yang telah memicu permintaan yang tinggi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam, yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya environmental stress. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pencemaran di laut tidak sedikit. UNEP (badan PBB yang menangani masalah lingkungan hidup) memperkirakan bahwa kerugian ekonomi global dalam bentuk penyakit dan kematian yang diakibatkan oleh pencemaran laut telah mencapai lebih dari US$ 12,8 miliar per tahun. Nilai ini hampir mendekati separuh dari dana yang dibutuhkan untuk menjalankan program

konservasi global dalam rangka menjaga ekosistem dunia dalam kondisi yang sehat. (Fauzi, 2005).

Menurut Carlisle. F.R. (1982), Pencemaran lingkungan diakibatkan oleh adanya Eksternalitas negatif yang di lakukan oleh pelaku ekonomi. Eksternalitas negatif adalah biaya yang dibebankan kepada seseorang akibat adanya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi lainnya atau penurunan barang publik seperti mutu air dan udara tercemar, sisa buangan, suara gaduh, dan pengurangan lain di dalam mutu hidup. Itu semua adalah eksternalitas negatif yang dapat mengurangi total kesejahteraan.

Deplesi, degradasi dan depresiasi ketiga istilah ini sering diartikan salah atau bahkan mengartikan dari ketiga istilah tersebut dengan pengertian yang sama. Padahal ketiganya memiliki arti yang berbeda, walaupun nyaris sama.

Deplesi diartikan sebagai tingkat/ laju pengurangan stok dari sumberdaya alam tidak dapat diperbaharukan (non-renewable resource). Degradasi mengacu pada

(26)

dapar diartikan sebagai pengukuran deplesi atau degradasi yang dirupiahkan. (Fauzi, A dan Anna, S. 2005).

Deplesi, degradasi maupun depresiasi sumberdaya pesisir dan laut disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor alam maupun faktor manusia, faktor endogenous maupun eksogenous dan juga kegiatan yang bersifat produktif maupun non produktif. Secara umum ketiga hal tersebut disebabkan karena adanya berbagai gejala kerusakan lingkungan (termasuk pencemaran, overfishing, abrasi pantai, kerusakan fisik habitat pesisir, konflik penggunaan ruang dan lain sebagainya) di kawasan-kawasan pesisir yang padat penduduk serta tinggi intensitas pembangunannya.(Fauzi, A dan Anna, S. 2004).

Pemanfaaatan secara berkelanjutan (sustainable use) dan dengan kebijakan pengelolaan yang tepat akan dapat menghindari terjadinya pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berlebih. Pengelolaan perikanan yang keberlanjutan (sustainable) menurut Charles (2001), dengan mengatur pengelolaan perikanan yang meliputi: pengendalian input/ upaya (effort control), pengendalian output/ tangkapan (catch control), pengaturan teknis (technical measures), pengaturan berbasis lingkungan (ecologically based measures) dan instrumen ekonomi (economic intruments).

2.3 Teori Ekonomi Sumberdaya Perikanan

Pada mulanya, pengelolaan sumberdaya ini banyak didasarkan pada faktor biologis semata dengan pendekatan yang disebut Maximum Sustainable Yield (tangkapan maksimum yang lestari ) atau disingkat MSY. Inti pendekatan ini adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini di panen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan (sustainable), (Fauzi. A, 2004).

Menurut Fauzi.A (2004), kritik yang paling mendasar di antaranya adalah karena pendekatan MSY tidak mempertimbangkan sama sekali aspek sosial ekonomi pengelolaan sumberdaya alam. Lebih jauh Conrad dan Clark (1987) diacu dalam Fauzi.A, (2004) misalnya, menyatakan bahwa kelemahan pendekatan MSY antara lain adalah:

(27)

b). Didasarkan pada konsep steady state (keseimbangan) semata, sehingga tidak berlaku pada kondisi non-steady state

c). Tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen (imputed value)

d). Mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya

e). Sulit diterapkan pada kondisi di mana perikanan memiliki ciri ragam jenis (multispecies)

Menyadari kelemahan ini, pendekatan ekonomi pengelolaan sumberdaya ikan mulai dikembangkan pada awal tahun 1950-an.

Titik tolak pendekatan ekonomi pengelolaan perikanan bermula dengan publikasi tulisan H.S. Gordon (1954), seorang ekonom dari Kanada. Dalam artikelnya, Gordon menyatakan bahwa sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open access. Tidak seperti sumberdaya alam lainnya, seperti pertanian dan peternakan yang sifat kepemilikannya jelas, sumberdaya ikan relatif bersifat terbuka. Siapa saja bisa berpartisipasi tanpa harus memiliki sumberdaya tersebut. Gordon menyatakan bahwa tangkap lebih secara ekonomi (economic overfishing) akan terjadi pada perikanan yang tidak terkontrol ini.

Salah satu cara menghitung surplus produksi yang sering dipakai adalah model Gordon-Schaefer. Model ini berawal saat Schaefer mengadopsi dan mengembangkan model Gordon (1954), sehingga model yang di kembangkannya saat ini lebih sering disebut model Gordon-Schaefer. Model Gordon-Schaefer ini digambarkan sebagai berikut: dimisalkan x adalah biomas dari stock yang diukur dalam besaran berat, r adalah laju pertumbuhan alami dari populasi (intrinsict growth) dan K adalah daya dukung maksimum lingkungan (enveronmental carrying capacity) atau keseimbangan alami dari ukuran biomas dengan tidak ada aktifitas penangkapan, maka untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perkembangan model Gordon-Shaefer tersebut sebagai berikut :

)

(

x

f

dt

dx

=

………..(2-1a)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =

K x rx dt dx

1 ………....(2-1b)

(28)

h K x rx dt dx ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ −

= 1 …...………..(2-2a)

qxE K x rx dt dx ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ −

= 1 ………..(2-2b)

Dengan demikian, dalam kondisi keseimbangan, persamaan berubah menjadi : ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = K x rx

qxE 1 ………(2-3)

Sehingga persamaan diatas untuk x, akan diperoleh :

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = r qE K

x 1 ………(2-4)

Kemudian dengan mensubstitusikan persamaan diatas ke dalam persamaan produksi (h) maka diperoleh tangkapan atau produksi lestari sebagai berikut :

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = r qE qKE

h 1 ………(2-5)

(Fauzi, A. 2004) Persamaan di atas berbentuk kuadratik terhadap input. Dalam model bioekonomi, hal ini dikenal dengan istila Yield-Effort Curve. Namun, dengan membagi kedua sisi persamaan dengan input (E), akan diperoleh persamaan linear yang disederhanakan dalam bentuk:

E r K q qK E h ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ −

= 2 ………...(2-6)

E

(29)

U adalah produksi per satuan input, atau dikenal dengan CPUE (catch per unit effort),

α

=qK, dan

β

=q2K/r.

(Fauzi, A dan Anna, S.2005)

(Fauzi, A. 2004) Gambar 1. Kurva Pengaruh tangkap terhadap stok (biomas)

Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa, pertama, pada saat tingkat upaya sebesar E1 di berlakukan, maka akan diperoleh jumlah tangkapan sebesar h1 (garis vertikal). Kemudian, jika upaya dinaikkan sebesar E2, dimana E2>E1, hasil tangkapan akan meningkat sebesar h2 (h2>h1). Dan bila upaya dinaikkan dari E3 (E3>E2>E3), akan terlihat bahwa tingkat upaya E3>E2 ternyata tidak menghasilkan tangkapan yang lebih besar (h3<h2). Dapat disimpulkan bahwa eksploitasi tersebut tidak efisien secara ekonomi karena tingkat produksi yang lebih sedikit harus dilakukan dengan tingkat upaya yang lebih besar (Fauzi. A, 2004).

Kemudian model Gordon-Shaefer tersebut memaksukkan variabel ekonomi, adapun variabel ekonomi tersebut adalah harga dari output (harga ikan per satuan berat (p)) dan biaya dari input (cost per unit effort (c)) adapun model tersebut adalah :

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =

K x rx

h 1 ………....(2-8)

h=qxE3

h=qxE2

h=qxE1

h3

h2

h1

F(x)

(30)

Dengan memasukkan komponen ekonomi maka penerimaan total dapat di tulis : ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = = K x prx x pF x

TR( ) ( ) 1 ………...(2-9)

Fungsi biaya adalah sebagai berikut :

cE

TC= ……….…(2-10)

qx x cF qx h c

TC== = ( )……….…(2-11)

⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − = K x r q c

TC 1 ………..……(2-12)

Rente dari sumberdaya (resource rent) adalah sebagai berikut :

TC TR− =

π

………..(2-13) ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = K x r q c K x

prx 1 1

[image:30.612.133.481.414.642.2]

π

………..…...(2-14)

Gambar 2. Kurva Gordon-Schaefer

(31)

Menurut Fauzi, A (2004), untuk mengembangkan model Gordon-Schaefer ini diperlukan asumsi yang digunakan untuk memudahkan pemahaman. Adapun asumsi-asumsi tersebut terdiri dari :

a). Harga per satuan output, (Rp/Kg) diasumsikan konstan atau kurva permintaan siasumsikan elastis sempurna.

b). Biaya per satuan upaya (c) dianggap konstan.

c). Spesies sumberdaya ikan bersifat tunggal (single species). d). Struktur pasar bersifat kompetitif.

e). Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan (tidak memasukkan faktor pascapanen dan lain sebagainya).

Fauzi, A (2004) menyatakan bahwa mempelajari model sumberdaya ikan dalam rangka statik sangat berguna untuk mempelajari teori dasar pengelolaan ekonomi sumberdaya ikan. Menurutnya pendekatan ini cukup sederhana dan menarik serta telah banyak digunakan untuk memahami sumberdaya ikan dalam waktu yang cukup lama. Namun demikian, Fauzi, A (2004) menegaskan bahwa pendekatan statik memiliki beberapa kelemahan yang mendasar. Lebih lanjut Fauzi, A (2004) menegaskan pernyataan Clark (1985) bahwa pendekatan statik memiliki kelemahan serius dan dapat menyebabkan kesalahan dalam pemahaman realitas dan dinamika sumberdaya ikan.

Cunnigham (1981) diacu dalam Fauzi, A (2004) menyatakan bahwa faktor mendasar dari kelemahan pendekatan statik adalah karena sifat statik itu sendiri dan pendekatan ini tidak memasukkan faktor waktu dalam analisisnya. Lebih lanjut Cunningham (1981) diacu dalam Fauzi, A (2004) menyebutkan bahwa tidak dimasukkannya faktor waktu dalam analisis sumberdaya terbarukan seperti ikan dapat menyebabkan akibat yang cukup serius dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Seperti diketahui bahwa sumberdaya ikan memerlukan waktu untuk memulihkan diri dan tumbuh dalam kondisi perairan tertentu maupun terhadap kondisi eksternal yang terjadi di sekitarnya.

(32)

intertemporal dari pengelolaan sumberdaya ikan, dimana sumberdaya ikan dianggap sebagai stok ikan dapat tumbuh melalui reproduksi alamiah.

2.4 Optimasi Sumberdaya Perikanan

Model yang dikembangkan oleh Clark dan Munro (1975) yang diacu dalam Fauzi, A (2004) Eksploitasi optimal sumberdaya perikanan sepanjang waktu, pada dasarnya dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan teori kapital ekonomi sumberdaya, dimana manfaat dari eksploitasi sumberdaya perikanan sepanjang waktu ditulis sebagai:

( ) ( )

(

)

∞ = − 0 , max t t dt e t x t h

V

π

δ ………(2-15)

Dengan kendala :

max 0 ) , ( ) ( h h E x h x F x t x ≤ ≤ − = = ∂ ∂ • ………..(2-16)

Dengan menggunakan solusi Hamiltonian dan memberlakukan Pontryagins Maximum Principle, maka dapat menyelesaikan persamaan diatas. Adapun persamaan Hamiltonian adalah sebagai berikut :

[

F x h

]

e h x e

H = −δt

π

( , )+

λ

−δt ( )− ………...(2-17)

Persamaan Hamiltonian di atas menggambarkan ”present value”. Dengan mengubah persamaan di atas menjadi ”current velue” Hamiltonian maka persamaan Present value Hamiltonian berubah menjadi :

[

F

x

h

]

h

x

H

e

H

~

=

δt

=

π

(

,

)

+

μ

(

)

………..(2-18)
(33)

0 ) , ( ~ = − ∂ ∂ = ∂ ∂

π

μ

h h x h H ………(2-19a) ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ∂ − = − • x H~

δμ

μ

………(2-19b) ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ ∂ ∂ − ∂ ∂ − = − • x F x h x

μ

π

δμ

μ

( , ) ………(2-19c)

h x F x= −

)

( ………..(2-19d)

Dalam kondisi steady state, maka •

x=0 dan •

μ

=0, sehingga dari persamaan di atas dapat menghasilkan persamaan :

h h x ∂ ∂ =

π

( , )

μ

………(2-20a) h x

F( )= ………..(2-20b)

Sehingga : x h x x F h h x ∂ ∂ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ ∂ ∂ − ∂ ∂ = ( , ) ( , )

0

π

δ

π

………...(2-21)

Sehingga persamaan dapat disederhanakan sebagai berikut :

x F h h x h h x x h x ∂ ∂ ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ ∂

π

( , )

δ

π

( , )

π

( , ) ………(2-22)
(34)

δ

π

π

= ∂ ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ h h x x h x x F / ) , ( / ) , ( ………(2-23)

Dimana F(x) adalah pertumbuhan alami dari stok ikan, ∂

π

(x,h)/∂x

adalah rente marjinal akibat biomass,

π

(

x

,

h

)

/

h

adalah rente marjinal akibat perubahan produksi. Parameter ekonomi dan biologi ditentukan oleh besaran c (biaya per unit effort), p (harga ikan),

δ

(discount rate) dan q merupakan koefisien tangkapan.

F

/

x

=

F

'

(

x

)

adalah produktivitas marjinal dari biomass yang merupakan turunan pertama dari F(x). Hasil dari persamaan diatas menghasilkan

x

(optimal) yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat tangkapan dan upaya yang optimal. Dengan demikian maka dapat diketahui rente sumberdaya perikanan yang merupakan hasil dari perkalian antara harga produuk ikan dengan tangkapan optimal dikurangi biaya dari tingkat upaya optimal, atau :

∗ ∗ ∗ ∗

− = p h h ch

x ( ) ……….(2-24)

2.5 Pengertian Pencemaran

Menurut Conrad dan Clark (1987); Perman et al (1996) diacu dalam Fauzi.A (2004) mengatakan bahwa sebelum tahun 1960-an, masalah eksternalitas dianggap hal kecil dan bisa diselesaikan melalui negosiasi. Namun, setelah tahun 1960-an, para ahli melihat bahwa masalah ekternalitas adalah masalah yang cukup serius dan tidak bisa dihindari sebagai konsekuensi dari hukum termodinamika, sehingga pada periode inilah perhatian yang serius terhadap analisis ekonomi pencemaran.

Menurut Parman (1996) diacu dalam Fauzi.A (2004) mengatakan bahwa perspektif secara biofisik, pencemaran diartikan sebagai masuknya aliran residual (residual flow) yang diakibatkan oleh perilaku manusia, ke dalam sistem lingkungan. Apakah residual ini mengakibatkan kerusakan atau tidak, tergantung pada kemampuan penyerapan (absorptive capacity).

(35)

dalam lingkungan. Pencemaran ini tergantung dari laju aliran yang masuk ke dalam lingkungan, artinya jika aliran berhenti, pencemaran juga akan berhenti. Contoh nyata dari flow pollution ini adalah kebisingan udara. Jika sumber kebisingan dihentikan, yang berarti laju kebisingan juga berkurang, pencemaran kebisingan udara juga akan berhenti. Di sisi lain, pencemaran yang bersifat stok (stock pollution) terjadi jika kerusakan yang ditimbulkan merupakan fungsi dari stok residual dan bersifat kumulatif. Akumulasi ini terjadi jika jumlah bahan pencemar yang diproduksi melebihi kapasitas penyerapan lingkungan. Bahan-bahan logam berat yang masuk ke perairan, misalnya, akan terakumulasi dan menjadi stock pollution. Demikian juga sampah yang tidak bisa diurai oleh mikroba akan terakumulasi dan menjadi stock pollution (Fauzi, A. 2004).

Sumber pencemaran yang mencemari perairan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (a) yang berasal dari darat (land-based pollution); (b)dari kegiatan laut (marine-based pollution); dan (c) sumber pencemaran yang berasal dari udara (atmospheric deposition). Sumber pencemaran yang berasal dari darat merupakan sumber pencemaran yang berasal dari kegiatan yang dilakukan di darat seperti kegiatan rumah tangga (domestik), kegiatan industri, dan kegiatan pertanian. Kegiatan rumah tangga berasal dari perumahan, perkantoran, hotel, rumah sakit, dan lain-lain. Kegiatan ini menghasilkan limbah yang sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan, kandungan oksigen, serta kandungan bahan organik. Limbah yang berasal dari kegiatan industri tidak hanya mempengaruhi tingkat kekeruhan, kandungan oksigen, dan kandungan bahan organik saja tetapi juga mengubah struktur kimia air yang disebabkan masuknya zat-zat anorganik. Kegiatan pertanian juga merupakan salah satu sumber pencemaran yang berasal dari darat, limbah pertanian yang berasal dari sedimen akibat erosi lahan, unsur kimia limbah hewani atau pupuk (nitrogen dan fosfor), dan unsur kimia dari pestisida yang digunakan (Dahuri, R. 2005)

(36)

asap hasil pembakaran kegiatan industri. Hal ini mengakibatkan pencemaran pada sungai-sungai di inggris (Dahuri, R. 2005).

Menurut Fauzi. A (2005) mengatakan kerusakan lingkungan yang terjadi baik pada ekosistem laut maupun ekosistem lainnya memang banyak dipicu oleh berbagai faktor. Namun, secara umum dua faktor pemicu yang cukup dominan adalah kebutuhan ekonomi (ekonomi driven) dan kegagalan kebijakan (policy failure driven). Dari sisi kebutuhan ekonomi, pola konsumsi yang tinggi telah memicu permintaan yang tinggi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam, yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya environmental stress.

Dari sisi kebijakan, Opschoor (1994) diacu dalam Fauzi. A (2005), melihat bahwa kerusakan lingkungan lebih dipicu oleh policy failure atau sering disebut sebagai government failure. Kegagalan ini kemudian melahirkan mismanagement terhadap pengelolaan sumberdaya alam, termasuk sumberdaya laut. Kebijakan ekonomi yang mengarah ke rent seeking behavior (perilaku memburu rente) ditambah dengan inefisiensi birokrasi menyebabkan institusi publik tidak dapat diandalkan untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan kegiatan ekonomi yang merusak lingkungan.

Di era otonomi daerah, misalnya, dengan dalih untuk meningkatklan PAD, pemerintah daerah tidak jarang menerapkan kebijakan perpajakan yang distortif yang pada akhirnya justru menambah beban lingkungan, karena pelaku ekonomi yang terkena biaya ekonomi tinggi akan mengompensasi biaya tersebut dengan cara mengekstrak sumberdaya alam secara berlebihan dan tidak memikirkan kesinambungan sumberdaya alam itu sendiri (Fauzi. A, 2005).

2.6 Depresiasi Sumberdaya Perikanan

(37)

yang memberikan pengaruh terhadap menurunnya populasi ikan di laut seperti pemanasan global, dan yang lainnya. Adapun faktor-faktor yang memberikan pengaruh pada penurunan populasi ikan dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Jung-Hee Cho and John M. Gates, 2006).

Gambar 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock ikan

Banyaknya sumberdaya perikanan di berbagai kawasan yang telah mengalami depresiasi, dapat dilihat dari semakin menurunnya tangkapan para nelayan di suatu kawasan. Sejauh ini belum diketahui seberapa besar nilai depresiasi sumberdaya perikanan yang telah terdegradasi di berbagai kawasan di Indonesia. Dalam penilaian sumberdaya perikanan, hal terpenting yang perlu diketahui adalah nilai estimasi tangkapan lestari dari stok ikan, yang idealnya dilakukan pada setiap spesies ikan (stock-by-stock basis) (Fauzi, A dan Anna, S. 2002).

Masuknya pencemaran ke laut dan adanya aktivitas ekonomi (penangkapan) memberikan dampak terjadinya degradasi sumberdaya perikanan. Bila fungsi produksi lestari dari sumberdaya ikan adalah sebagai berikut :

r qE

at qKE

h = exp− ………(2-25)

FISH

Global warming Strength of upwelling

Fisherman

Predators Marine Pollution

(38)

Dimana :

hat = Produksi aktual pada periode t q = Catchability coeffisien

K = Carrying capacity r = Pertumbuhan alami

E = Input

(Fauzi, A dan Anna, S. 2005) Dimana untuk laju degradasi secara matematis dapat dihitung berdasarkan hasil riset Anna, S. (2003) sebagai berikut :

0 1

1

h h

e

D δ

φ

+

= ………(2-26)

Dimana : D

φ

= Koefisien laju degradasi

δ

h = Produksi lestari

0

h = Produksi aktual

Laju depresiasi pada dasarnya sama dengan laju degradasi, hanya dalam laju depresiasi menggunakan parameter ekonomi, sebagai berikut :

0 1

1

πδ π φ

e D

+

= ………(2-27)

Dimana : D

φ

= Koefisien laju depresiasi

δ

π

= Rente sustainable

0

π

= Rente aktual

Selain penurunan ekonomi yang di akibatkan oleh pencemaran, pencemaran sendiri juga akan memberikan pengaruh langsung kepada ikan dan lingkungan hidup ikan itu sendiri, seperti :

1) Migrasi ikan 2) Tempat hidup

(39)

4) Agresivitas ikan 5) Perilaku beristirahat 6) Perilaku reproduksi

7) Interaksi dengan makhluk yang lainnya.

(40)

III. KERANGKA PENDEKATAN MASALAH

3.1. Kerangka Pendekatan Masalah

[image:40.612.133.504.207.461.2]

Agar terpenuhinya tujuan penelitian, maka secara sistematis pendekatan masalah penelitian mengikuti alur kerangka pendekatan sistem sebagai berikut :

Gambar 4. Kerangka Pendekatan Masalah

Pemahaman utama dalam penelitian ini adalah bahwa penurunan jumlah

stock ikan yang terjadi di Selat Madura diakibatkan oleh dua faktor yaitu adanya kegiatan tangkap berlebih (over fishing) dan terjadinya pencemaran.

Pencemaran air laut akan memberikan dampak terhadap ikan baik itu melalui daya dukung lingkungan (Carrying Capacity) ataupun berpengaruh terhadap pertumbuhan alamiah (Natural Growth) masuknya pencemaran yang mempengaruhi kedua unsur pertumbuhan ikan akan mempengaruhi jumlah ketersedian ikan di laut. Pada penelitian ini akan kita lihat pengaruh pencemaran terhadap pertumbuhan alamiah ikan saja. Pada saat ini air laut di Selat Madura telah mengalami pencemaran hal ini dapat dipastikan dengan kondisi fisik atau warna air laut. Faktor yang kedua adalah terjadinya over fishing di Selat Madura yang juga memberikan dampak terhadap penurunan jumlah stock ikan, jumlah

Pertumbuhan Alami Beban Pencemaran

Ikan Produksi

Depresiasi

Nelayan

Limbah Industri Limbah Rumah

Tangga

Biaya harga

(41)
(42)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Maxfield dalam Nasir (1998), studi kasusadalah status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang. Sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan hal yang bersifat umum.

4.2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data mengunakan teknik purposive atau judgement sampling adalah pengumpulan data yang telah diberi penjelasan oleh peneliti dan mengambil siapa saja yang menurut pertimbangannya sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan meliputi struktur biaya dari usaha penangkapan ikan antar fleet serta pola usaha perikanan dan wilayah tangkapan yang diperoleh dari dengan teknik wawancara kepada nelayan dan juragan kapal. Data struktur biaya dibagi kedalam beberapa kelas fleet yang kemudian dilakukan pembobotan untuk memperoleh rataan tertimbang (weighted average). Dengan jumlah sampel yang diambil sesuai dengan penentuan formula sebagai berikut :

{

( 1)

} {

(0.25)

}

) 25 . 0 (

2 2

2

Z N

d

NZ s

+ −

= ……….………(4-1)

Dimana :

s = Jumlah sample diambil N = Jumlah populasi

Z = Jumlah standar deviasi (dari table statistik) d = Tingkat ketelitian

(43)

harga per unit output (harga ikan per kg per tahun), indeks harga konsumen (consumers price index), load pencemaran yang terdiri dari Biological Oxygen

Demand (BOD); Chemistry Oxygen Demand (COD); Total Suspended Solids (TSS), gross domestic regional product (PDRB) wilayah Jawa Timur dan

data penunjang lainnya. Data sekunder ini diperoleh dari penelitian dinas/ instansi/ lembaga terkait dengan pengelolaan dan penelitian perikanan dan pencemaran di Selat Madura.

Tabel 2. Data dan Penggunaannya

Jenis Data Untuk Analisis Model Hasil

Data series produksi dan effort th 1989-2004

1. produksi actual, produksi lestari, produksi dengan pencemaran

• Gordon-Schaefer • Exel

• Alogoritma Maple

• K,q,r

• Grafik produksi • Kurva yeild effort Parameter

Pencemaran

Load pencemaran • Model Anna, interaksi

pencemaran dan perikanan • Alogoritma

Maple

• Kurva Produksi • Kurva yeildeffort

Harga dan biaya Produksi aktual, produksi lestari, produksi dengan pencemaran

• Gordon-Schaefer • Alogoritma Maple • Model Anna,

interaksi

pencemaran dan perikanan

• Kurva yeild effort

4.3 Metode analisis Data

4.3.1. Stadarisasi Alat Tangkap

Mengigat beragamnya alat tangkap yang beroprasi di wilayah Selat Madura, maka untuk mengukur dengan satuan yang setara, dilakukan standarisasi effort antar alat dengan teknik standarisasi sebagai berikut :

jt jt

jt D

E =

ϕ

………..(4-2a)
(44)

Keterangan: jt

E = Effort alat tangkap j pada waktu t yang distadarisasi jt

ϕ

= Nilai fishing power dari alat tangkap j pada periode t jt

D

= Jumlah hari laut (fishing days) dari alat tangkap j pada waktu t jt

U = Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap j pada waktu t st

U = Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap yang dijadikan basis Standarisasi

4.3.2. Stadarisasi Biaya per Unit Upaya

Standarisasi biaya per unit upaya (unit standardized effort) dalam penelitian ini mengikuti pola standarisasi yang dipergunakan Anna, S. (2003) yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

(

)

⎥⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + =

∏ ∑

= = = n i t n t n

t i j

it t i et CPI h h h E TC n C 1 1 1 100 1 ………...(4-3) Dimana, et

C = Biaya per unit standardized effort pada periode t i

TC = Biaya total untuk alat tangkap i untuk i = 1,2 i

E = Total standardized effort untuk alat tankap i it

h = Produksi alat tangkap i pada waktu t

(

)

hi +ht = Total produksi ikan untuk seluruh alat tangkap

n = Jumlah alat tangkap t

CPI = Indeks harga konsumen pada periode t

4.3.3. Estimasi Parameter

(45)

Dimana fungsi pertumbuhan secara matematik sederhana di modelkan sebagai berikut :

) (

1 t t

t x F x

x+ − = ………....(4-4)

Dalam bentuk fungsi kontiyu persamaan di atas di tulis :

) (x F t x = ∂ ∂ ………(4-5)

Dimana F(x) adalah :

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = = ∂ ∂ K x rx x F t x 1 ) ( ……….(4-6) Keterangan : x = Stok ikan

r = Pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth rate) K = Daya dukung lingkungan (carrying capacity)

Persamaan di atas merupakan persamaan pertumbuhan stok secara alamiah, akan tetapi kondisi saat ini pertumbuhan stok dipengaruhi juga oleh adanya kegiatan produksi (h). Dimana persamaan fungsi pertumbuhan dengan memasukkan variabel kegiatan produksi adalah sebagai berikut :

t t h x F t x − = ∂ ∂ ) ( ………..(4-7)

Kegiatan produksi stok ikan dipengaruhi oleh fungsi dari upaya (E), stok ikan (x), dan catchability coeficient atau kemampuan tangkapan (q) sehingga persamaan dapat ditulis :

(46)

Dengan demikian dalam keadaan kondisi keseimbangan didapatkan persamaan : ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = K x rx

qxE 1 ………(4-9)

Maka akan di dapatkan nilai stok (x) sebagai berikut :

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = r qE K

x 1 ……….(4-10)

Maka dengan memasukkan ke persamaan h=qxE, maka akan di dapatkan nilai produksi sebagai berikut :

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = r qE qKE

h 1 ……….(4-11)

Seperti diketahui bahwa terdapat dua model pertumbuhan yang dapat menggambarkan stok ikan, dimana persamaan di atas merupakan persamaan Gordon-Schaefer atau model Logistik dan model pertumbuhan satunya merupakan model pertumbuhan Gompertz. Dimana model Gompertz adalah sebagai berikut :

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ∂ ∂ x K rx t x ln ……….(4-12)

Maka dengan memasukkan fungsi produksi adalah sebagai berikut :

qxE x K rx t x ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ∂ ∂ ln ………..(4-13)

Sehingga diperoleh persamaan nilai stok sebagai berikut :

(47)

Dengan memasukkan persamaan nilai stok di atas ke dalam persamaaan

qxE

h= , maka di peroleh nilai produksi:

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ −

= r

qE

qKEe

h ………..(4-15)

Untuk memperoleh estimasi parameter r,q dan K untuk kedua persamaan pertumbuhan tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan teknik non-linear. Dengan menggunakan teknik weighted least square (WLS), yaitu dengan membagi fungsi h (q, K, E) tersebut dengan E (Ut=ht/ Et), maka kedua persamaan tersebut dapat ditranformasikan menjadi persamaan linear, sehingga metode regresi biasa (ordinary least square, OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi tersebut di atas.

Dengan memasukkan nilai parameter r,q dan K ke dalam persamaan fungsi logistik dan fungsi Gompertz maka kita akan memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Adapun nilai produksi (h) dan tingkat upaya (E) saat Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah sebagai berikut :

4

rK

hMSY = (Logistik) dan

e rK

hMSY = (Gompertz)………(4-16a)

q r EMSY

2

= (Logistik) dan

q r

EMSY = (Gompertz)……….(4-16b)

Sedangkan kondisi sumberdaya pada level open access akan diperoleh pada saat TR=TC, dimana keuntungan yang di peroleh sama dengan nol (

π

=0). Bila TR = ph dan TC = cE, maka akan diperoleh persamaan keundungan sebagai berikut :

TC TR

=

π

………...(4-17a)

cE ph

=

π

……….……...(4-17b)

cE

pqxE

(48)

Bila keuntungan sama dengan nol (

π

=0)maka dapat diartikan bahwa keuntungan tingkat biomas (x) sebanding dengan nilai biaya ekstraksi per unit upaya (c) dibagi dengan harga ikan per satuan berat (p) dan koefisien daya tangkap (q) atau dapat ditulis seperti persamaan di bawah ini :

pq c

xOA = ………...(4-18)

Dengan mengsubstitusikan persamaan di atas ke dalam persamaan pertumbuhan fungsi logistik maka akan diperoleh persamaan produksi sebagai berikut : ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = pqK c pq rc

hOA 1 ………(4-19)

Sedangkan tingkat upaya pada kondisi open access adalah sebagai berikut :

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = E q r K

x 1 ……….(4-20)

Maka dengan mengsubstitusikan

pq c

xOA = ke dalam persamaan di atas maka akan diperoleh persamaan upaya sebagai berikut :

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = pqK c q r

EOA 1 ………..(4-21)

Estimasi untuk Maximum Economic Yield (MEY) akan mengunakan asumsi bahwa :

) ( ) (x F x

(49)

Maka rente sumberdaya sebagai berikut :

qx x cF x

pF( )− ( ) =

π

………..(4-23)

Persamaan di atas di sederhanakan maka akan diperoleh :

) (x F qx c p ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ =

π

………(4-24)

Dengan memasukkan persamaan di atas ke persamaan fungsi pertumbuhan logistik, maka akan diperoleh rente ekonomi lestari sebagai berikut :

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = K x rx qx c p 1

π

………..(4-25)

Dengan menurunkan persamaan di atas terhadap x, maka akan diperoleh :

0 2

1 ⎟+ =

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = ∂ ∂ qK cr K x pr x

π

………(4-26)

Persamaan di atas dapat dipecahkan untuk mendapatkan tingkat biomas yang optimal

(

xMEY

)

, maka akan diperoleh :

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = pqK c K

xMEY 1

2 ………...(4-27)

Dengan diketahuinya nilai optimal biomass dan dengan disubstitusikan kembali ke fungsi produksi untuk memperoleh nilai tangkap optimal dan nilai upaya optimal, maka akan didapatkan persamaan sebagai berikut :

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = pqK c pqK c rK

hMEY 1 1

(50)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

pqK c q

r EMEY 1

2 ………....……(4-28b)

4.3.4. Analisis Interaksi Perikanan-Pencemaran

4.3.4.1. Pencemaran terhadap Biomas (x)

Pada awalnya model bioeconomic hanya memperkenalkan hubungan antara ketersediaan stock dengan aktivitas pemanfaatan yang dilakukan oleh nelayan. Setelah adanya pengkajian yang secara mendalam bahwa menurunnya stock bukan hanya disebabkan oleh adanya aktivitas pemanfaatan sumberdaya saja, melainkan masih banyak faktor yang mempengaruhinya salah satu contoh adalah pencemaran. Saat ini banyak para pakar peneliti yang memasukkan faktor pencemaran ke dalam model bioeconomic yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas penangkapan dan pencemaran terhadap ketersediaan stock ikan. Pencemaran yang memberikan pengaruh terhadap ketersediaan stock ikan pada akhirnya akan memberikan dampak terhadap perekonomian nelayan di sekitar wilayah terjadinya pencemaran. Hal ini dapat dilihat dengan semakin sedikitnya jumlah sumberdaya ikan yang ada dan semakin jauhnya wilayah tangkapan (fishing ground) yang pada akhirnya akan berdampak semakin besarnya biaya produksi yang dikeluarkan. Pada penelitian yang dilakukan di Selat Madura ini didasarkan kepada daerah pendaratan ikan di sekitar Selat Madura yang lautnya mengalami pencemaran. Dan asumsi yang diambil adalah bahwa pencemaran memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan intrinsik ikan.

Analisis interaksi antara perikanan dengan pencemaran dimana pencemaran mempengaruhi terhadap jumlah biomas (x), pada penelitian ini akan didasarkan kepada hasil penelitian Anna, S. (2003), yang secara matematis dimana

γ

P

adalah pengaruh pencemaran terhadap pertumbuhan pertumbuhan biomass :

Model pertama pencemaran pada fungsi logistik :

qxE P K x rx t

x =

∂ ∂

) /

1

(51)

Kemudian dengan memindahkan dan menurunkan persamaan di atas terhadap nilai x maka akan didapatkan persamaan sebagai berikut :

P r qE r K

rx =

γ

………(4-30)

Sehingga didapatkan persamaan nilai biomass (x) :

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

= E P

r q K

x 1

γ

………(4-31)

Dengan pengsubstitusian persamaan nilai biomass kepada persamaan nilai produksi akan mendapatkan persamaan nilai produksi baru sebagai berikut :

qxE

h= ……….(4-32)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

= E P

r q qKE

h 1

γ

……….…(4-33)

Dengan membagi kedua ruas persamaan dengan effort maka akan diperoleh persamaan linier yang disederhanakan sebagai berikut :

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

= E P

r q qK E h

γ

1 ………(4-34) P qK KE r q qK

U = − −

γ

2

……….……(4-35)

dimana jika disederhanakan persamaan di atas menjadi :

P

qK

E

(52)

Dimana: qK =

α

………(4-37a) K r q P qK 2 − − =

γ

β

………….………(4-37b)

Seda

Gambar

Gambar 2. Kurva Gordon-Schaefer
Gambar 4. Kerangka Pendekatan Masalah
Gambar 6. Alur Kerja Penelitian
Tabel 4. Wilayah Perairan Jawa Timur.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Desa Oro-Oro Ombo, Kota Batu Malang memiliki potensi untuk

Berdasarkan hasil penelitian bahwa kontribusi usaha pukat cincin ( Purse seine ) terhadap penyerapan tenaga kerja di Kelurahan Tumumpa Dua, Kecamatan Tuminting, Kota Manado adalah

Strategi dari pengumpulan data tersebut adalah pengumpulan dokumen dari studi literatur maupun studi komparatif dan data dari pemerintah daerah, wawancara informal

Setiap film yang dibuat pasti mempunyai daya tarik tersendiri untuk menarik minat penontonnya, baik dari segi ide cerita, pengambilan gambar dan akting para

perbaikan mutu mutu pelayanan pelayanan kesehatan kesehatan dari dari Berwick (2002). Berwick (2002) maka maka outsourching outsourching dapat

Dari analisis data didapat bahwa dengan hanya merubah lokasi meja kasir dalam sebuah simulasi gambar, ternyata menunjukkan perbedaan respon yang signifikan baik pada respon

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan model regresi linear berganda untuk menguji hipotesis penelitian pertama sampai hipotesis kelima tentang

TEKNOLOGI DAN REKAY DAN REKAYASA