KORUPSI DAN INSTITUSIONALISASI PARTAI:
STUDI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) PERIODE
LUTHFI HASAN ISHAAQ
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Asep As’ary
109033200045
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
ABSTRAK
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Swt, yang dengan rahmat dan karunianya telah
memberikan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta
salam dilimpahkan kepada Rasulullah Saw yang telah membawa risalah Islam
sebagai salah satu peradaban dunia yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan bagi
umatnya.
Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis merasa banyak pihak yang
membantu. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu penyusunan skripsi ini, diantaranya:
1. Bapak Prof. Zulkifli selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN
Syarif Hidayatullah, Bapak Dr. Iding Rosydin, M.Si selaku Ketua Jurusan
Program Studi Ilmu Politik, Ibu Suryani, M.Si selaku Sekretaris Jurusan,
beserta seluruh staf jajarannya.
2. Ibu Dr. Haniah Hanafie, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Di tengah
kesibukannya yang padat, beliau bersedia membaca, mengoreksi, dan
memberi saran dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu dosen jurusan Ilmu Politik yang senantiasa memberikan ilmu
dan bimbingannya selama masa penulis berkuliah.
4. Terima kasih pula kepada para pembimbing dan pengurus Ma’had Ali,
iii
saya selama di Ma’had. Serta kepada teman-teman seperjungan beasiswa
BUMN Angkasa Pura II angkatan 2009.
5. Kepada mentor politik saya, Kang Jaro Ade, ketua DPRD Kabupaten Bogor,
yang telah membimbing saya dalam belajar menyelami dunia perpolitikan di
Indonesia.
6. Teman-teman Jurusan Ilmu Politik angkatan 2009: Rangga E. Saputra, Iir
Irham Mudzakir, Muhdlari, Eko Indrayadi, Abdi, Ali Wafa, Amizar Isma,
Riza, Iir, Elva, Lina, Mutia, Almarhum Selamet, dan lain-lain. Semoga
kekompakan dan persahabatan kita akan berlanjut seiring keterbatan ruang
dan waktu selepas kita lulus.
7. Kepada narasumber yang telah meluangkan waktunya untuk penulis bertanya
kepada mereka mengenai penelitian ini.
8. Terakhir, ucapan terima kasih kepada keluarga saya: Ayahanda Damiri dan
Ibunda Mulyana, yang senatiasa memberi doa untuk hidup saya. Juga kepada
Kakak dan adik saya: Ilham Wahyudi, Ida Widiastuti, Dede Melawati, Deden
Firdiansyah.
Jakarta, 29 Februari 2016
iv
c. Tipologi Partai Politik...….………...13
B. Korupsi dan Kartelisasi Partai Politik...15
C. Institusionalisasi Partai Politik...………18
BAB III. SEJARAH DAN GAMBARAN UMUM PARTAI KEADILAN SEJAHTERA A. Sejarah...22
B. Arti Lambang...24
C. Visi dan Misi………..26
D. Susunan Kepengurusan Periode Luthfi Hasan Ishaaq………...27
E. Landasan Ideologi Partai………..……….…...……30
v
BAB IV. KORUPSI DAN INSTITUSIONALISASI PARTAI KEADILAN
SEJAHTERA KEPEMIMPINAN LUTHFI HASAN ISHAAQ
A. Munas Bali dan Jakarta: Penegasan Menjadi Partai Terbuka...37
B. Masalah Pendanaan Operasional dan Kampanye Partai...40
C. Dominasi Kalangan Pragmatis Dan Tersingkirnya Kader
Ideologis...45
BAB V. KESIMPULAN
Kesimpulan...50
DAFTAR PUSTAKA...52
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Teori Institusionalisasi Partai Politik Randall dan Svasand………..19
Tabel 2: Perolehan suara PK-PKS hasil pemilu 1999-2014………24
Tabel 3: Biaya Kampanye partai politik Pemilu 2009……….39
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Skripsi ini mengkaji fenomena korupsi yang menjerat mantan Presiden
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq. Penelitian ini penting
karena pada periode kepemimpinan sebelumnya kader PKS tidak ada yang terjerat
kasus korupsi, mulai dari periode Nurmahmudin Ismail, Hidayat Nur Wahid,
sampai Tifatul Sembiring. Namun, kasus korupsi mulai muncul sejak periode
kepemimpinan Luthfi Hasan Ishaaq. Fenomena ini memunculkan pertanyaan:
mengapa kasus korupsi terjadi pada periode Luthfi Hasan Ishaaq, sementara pada
periode sebelumnya tidak terjadi? Apa yang menjadi faktor pendorong fenomena
korupsi tersebut?
Dalam menjelaskan fenomena tersebut, peneliti menggunakan pendekatan
institusonalisasi partai politik. Dengan pendekatan ini, peneliti akan melihat
beberapa variable internal PKS yang mempengaruhi fenomena kemunculan kasus
korupsi periode Luthfi Hasan Ishaq, seperti: aktor yang berpengaruh, kebijakan
partai, dan ideology atau budaya partai.
PKS merupakan salah satu partai politik Islam yang lahir pada era
Reformasi, yang pada mulanya bernama Partai Keadilan (PK). Kemudian karena
tidak lolos parlementary threshold pada pemilu 1999, PK berganti nama menjadi
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada 20 April 2002.1
1
2
Di dalam platform-nya2, ditegaskan bahwa PKS sebagai partai dakwah3.
Dengan identitas tersebut, PKS berusaha menampilkan perilaku Islami yang
tercermin pada perilaku kadernya. Identitas ke-Islaman tampak pada struktur
organisasinya di mana terdapat Dewan Syari‟ah yang bertugas mengurusi
persoalan perilaku anggotanya yang berkenaan dengan hukum Islam serta
melakukan kaderisasi yang sistematis dalam membentuk kepribadian yang Islami.
Artinya, secara budaya, ideologi, dan aturan organisasi kecil kemungkinannya
kader PKS melakukan korupsi.
Dalam konteks politik misalnya, PKS berhasil menaikkan citranya
melalui program anti korupsi dan pencitraan partai dengan slogan “Bersih dan
Peduli”. Frase ini bukan hanya menjadi slogan bagi PKS akan tetapi juga
tercantum dalam platform mereka. Hasilnya, perolehan suara PKS dalam tiga kali
pemilu naik secara signifikan. Pada tahun 1999 PKS mendapat suara 1,35 %,
kemudian naik drastis menjadi sekitar 6% pada Pemilu 2004 dan naik lagi
menjadi 7,38 % pada pemilu 2009. Fenomena ini juga tidak lepas dari realitas
Monas, Jakarta. Merger antara PKS dengan Partai Keadilan didaftarkan pada 3 Juli 2003. Dalam kesepakatan tersebut, semua aset PK diserahkan kepada PKS. PK melakukan merger karena tidak lolos electoral treshold dalam Pemilu 1999. Kees van Dijk, Partai Keadilan Sejahtera; Radical, Moderate, and Practical, (Jakarta; KITLV, 2005), hlm. 6. Selain itu, perubahan ini tidak mengubah kebijakan maupun program partai secara keseluruhan. Tentang sejarah perjalanan Partai Keadilan (PK) yang menjadi embrio PKS, mulai dari kemunculannya sebagai gerakan dakwah kampus (GDK) pada era 80-an dan perkembangannya pada era 90-an. Lihat Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan: Transformasi 20 tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia, Bandung: Teraju, 2002.
2
Platform merupakan salah satu materialisme ideologi politik di mana platform berisikan panduan umum dan garis besar partai. Disinilah semua sistem nilai dan norma diterjemahkan dan menjadi landasan penyusunan hal–hal yang bersifat lebih kongkrit. Lihat Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008. Hal. 119.
3
3
kesuksesan para kadernya yang duduk dalam lembaga legislatif yang dikenal
bersih dari praktek korupsi pada periode tersebut.4
Dalam perjalannya terjadi peristiwa penting dalam sejarah PKS, yaitu
ketua umum PKS Luthfi Hasan Ishaq menjadi tersangka dalam kasus suap kuota
impor daging sapi. Luthfi Hasan Ishaaq ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK
menangkap orang kepercayaannya, Ahmad Fathanah, di Hotel Le Meridien.
Fathanah diduga sebagai pengatur keluar-masuknya uang untuk Luthfi. Seperti
yang diberitakan oleh media online Tempo.Co, juru bicara KPK Johan Budi
Mengatakan:5
“Untuk kasus ini, Luthfi dituding melanggar Pasal 3, atau Pasal 4, atau Pasal 5
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Johan menambahkan, berkas tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam kasus Luthfi akan disatukan. "Kemungkinan besar."
Kemudian pada konteks yang lebih luas, era Reformasi yang ditandai
dengan menguatnya sistem demokrasi, membuat partai politik menjadi salah satu
institusi yang penting dalam proses tersebut. Pasca Orde Baru, Indonesia telah
empat kali mengadakan pemilu, yakni tahun 1999, 2004, 2009, dan 2014. Di era
demokrasi ini, partai politik jelas memiliki peran signifikan, salah satunya sebagai
jembatan penghubung antara masyarakat dan negara. Dalam pandangan Ramlan
Surbakti, partai politik merupakan sarana pengorganisasian warga negara yang
4
Mardyanto Wahyu Tryatmoko, Strategi Kontemporer, 116-117.
5
Tempo.com, Luthfi Hasan Tersangka Pencucian Uang. Diakses di
4
mendorong anggotanya untuk bersama-sama memperjuangkan dan mewujudkan
negara dan masyarakat yang dicita-citakan.6
Harapan besar reformasi adalah tumbuhnya pemerintahan yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Harapan tersebut salah satunya
ditujukan kepada partai politik sebagai corong aspirasi masyarakat. Posisi elit
politik sebagai penyelenggara negara banyak dimintai tanggung jawab oleh
masyarakat. Dalam hal ini elit politik dapat dipercaya untuk menjadi wakil rakyat
dalam memenuhi kebutuhan rakyat itu sendiri. Sehingga perilaku elit politik
sangat menentukan baik buruknya negara dimasa depan, Para elite harus mampu
memberikan contoh dan tindakan kongkret bagi masyarakat.7 Secara normatif
para elit partai politik dituntut untuk berperilaku berpolitik yang bersih dari
praktek korupsi.
5
maraknya korupsi yang terkait dengan partai politik.8 Pendanaan partai untuk
operasional partai sehari hari (party finance) dan dana kampanye (campaign
finance) menjadi pekerjaan partai tersendiri dalam menyiasatinya agar kebutuhan
tersebut terpenuhi tanpa hasil dari sebuah korupsi.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah disampaikan oleh
penulis, maka untuk membatasi penulisan skripsi ini agar tidak melebar makan
penulis membatsi pembahasan dalam skripsi ini dengan mengaitkannya dengan
beberapa pertanyaan:
1. Mengapa kasus korupsi yang menjerat kader Partai Keadilan Sejahtera
terjadi sejak Luthfi Hasan Ishaaq menjadi presiden partai?
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan fenomena korupsi yang
menjerat kader Partai Keadilan sejahtera para periode Kepemimpinan
Luthfi Hasan Ishaaq?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memahami dan mengetahui secara lebih mendalam mengenai mengapa
kasus korupsi di PKS terjadi sejak periode kepemimpinan Luthfi Hasan
Ishaq.
8
6
2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor pendorong dari kasus korupsi
yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Agar kita dapat memahami dan mengetahui secara lebih mendalam mengenai
mengapa kasus korupsi di PKS terjadi sejak periode kepemimpinan Luthfi
Hasan Ishaq.
2. Melihat faktor-faktor pendorong dari kasus korupsi yang menjerat Luthfi
Hasan Ishaaq.
3. Mengembangan ilmu politik dibidang institusionalisasi partai politik
khususnya korupsi ditubuh partai politik.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, ada beberapa literatur yang dijadikan penulis sebagai
acuan dan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menemukan sisi
menarik atau sisi lain dan kegunaan dari penelitian skripsi yang sedang penulis
teliti. Ada beberapa tinjauan pustaka yang baru penulis temukan sebagai
instrumen perbandingan dalam melakukan penelitian mengenai korupsi dan partai
politik. Diantara studi-studi tersebut banyak yang berisikan mengenai pendekatan
politik baik lewat teori partai politik, teori kebijakan, dan teori korupsinya sendiri.
Tinjauan pustaka pertama adalah karya Kuskridho Ambardi yang berjudul
7
University ini dengan gamblang membeberkan dinamika kepartaian di Indonesia
era reformasi. buku ini juga memudahkan pembaca memahami interaksi antar
partai khususnya pola persaingan dan kerja sama antar partai serta dampaknya
bagi demokrasi di tanah air. Melalui buku ini tergambar watak persaingan sistem
kepartaian nasional, akan menentukan kualitas dan prospek konsolidasi
demokrasi. Kartelisasi partai politik, menurut buku ini, melahirkan ”koalisi turah”
(overzised coalition) yang konsep dan implikasinya berbeda dengan koalisi besar
(grand coalition).
Kedua karya Burhanudi Muhtadi, dalam bukunya yang berjudul Dilema
PKS. Buku ini menjelaskan bagaimana kegalauan PKS dalam memilih jalur
partai, apakah tetap sebagai partai yang teguh pada jalur ideologis dan membuka
diri bagi siapa aja. Untuk menjelaskan hal ini Burhanudin Muhtadi mengunakan
teori partai politik, sehingga dapat memetakan PKS masuk dalam kategori partai
kader, partai masa atau partai cath-all. Bedanya dengan penelitian saya adalah
terletak pada fokus kajiannya. Jika buku ini fokus kepada spektrum ideology,
maka penelitiam penulis lebih pada kebijakan dan implementasinya pada kasus
korupsi.
Buku ketiga karya Susan Rose-Ackerman dalam bukunya yang berjudul
Korupsi dan Pemerintahan, sebab akibat dan reformasi. Dengan cangkupan yang
luas dan penyajian yang tajam, korupsi dan pemerintahan menerapkan berbagai
pendekatan analisis pada bermacam cara korupsi di pemerintahan. Buku ini
8
cara pasar mengatasi rintangan birokrasi. Buku ini juga meberikan saran yang
masuk akal dan jelas mengenai apa yang dapat dicapai oleh reformasi.
E. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi adalah tipe kualitatif.
Prosedur penelitian ini menghasilkan data yang deskriptif, yaitu dengan
menggambarkan dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti, dalam hal ini mengenai kebijakan dan implementasi PKS dalam mencegah
kadernya terlibat kasus korupsi periode Luthfi Hasan Ishaaq.
Penelitian menghadirkan sesuatu yang baru bagi kajian tentang
institusionalisasi partai politik dan korupsi saat ini. Penelitian yang dilakukan
penulis pada skripsi ini adalah juga menggunakan pendekatan deduktif-induktif.
Pendekatan ini berangkat dari suatu kerangka teori. Selanjutnya penulis
kembangkan menjadi permasalahan beserta pemecahannya yang diajukan untuk
memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukungan data empiris di
lapangan.
2. Teknik Pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut:
a. Studi literatur/pustaka, yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai
masalah-masalah yang bersangkutan melalui literatur buku, surat kabar,
9
b. Wawancara mendalam, teknik wawancara ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan data dan informasi melalui tanya jawab secara mendalam
dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak berstruktur kepada
pihak-pihak yang berkompeten mengenai masalah dalam skripsi ini,
seperti: Pengurus Partai dan pengamat politik yang konsen dalam
mengkaji PKS. Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai tiga pengurus
dan kader Partai Keadilan Sejahtera, pertama adalah Hartono, dia adalah
Wakil Bidang Human DPP (Dewan Pengurus Pusat) PKS, kedua adalah
Maidah, pengurus DPD (Dewan Perwakilan Daerah) PKS Kabupaten
Bogor, dan ketiga Subadri Kader PKS Kabupaten Bogor. Selain itu,
penulis juga mewawancarai Arman Salam dalam kapasistasnya sebagai
peneliti dan pengamat politik dari LSI (Lingkaran Survei Indonesia).
Teknik ini memberikan informasi secara langsung dari narasumber yang
berkompeten dalam pembahasan skripsi ini.
3. Teknik Analisa Data
Adapun teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analisis, yaitu suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat
gambaran terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun dengan cara
memberikan interpretasi terhdap data-data tersebut. Dengan menggunakan teknik
penelitian ini penulis berharap dapat memberikan gambaran yang sistematis,
10
institusionalisasi partai politik dengan kasus korupsi Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) Periode Presiden Luthfi Hasan Ishaaq.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini berisi lima bab yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I: berisi pendahuluan meliputi: latar belakang masalah, pertanyaan
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian
serta sistematika penulisan.
Bab II: berisi tentang kerangka teoritis, bab ini merupakan uraian
mengenai teori-teori yang menunjang dalam penulisan skripsi ini.
Bab III: ini berisi tentang sejarah dan gambaran umum Partai Keadilan
Sejahtera, serta peran mereka dalam usaha pemberantara korupsi di dalam internal
partai mereka.
Bab IV: berisi tentang inti dari penelitian skripsi yaitu mengapa
kasus-kasus korupsi baru terjadi pada periode kepemimpinan Luthfi Hasan Ishaaq dan
apa saja faktor pendorongnya. Dalam menjelaskan persoalan tersebut, digunakan
kerangka analisis teori institusionalisasi partai politik.
Bab V: Pada bab ini penulis berupaya untuk menyimpulkan pembahasan
mengenai skripsi ini sekaligus menjadi penutup pada pokok pembahsan studi
implemtasi kebijakan PKS periode Luthfi Hasan Ishaaq tentang pencegahan
korupsi. Dan selanjutnya di bab penutup ini terdapat saran dan kritik bagi para
11 BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Partai Politik
Partai politik merupakan salah satu pilar dari sebuah negara yang
menganut sistem demokrasi. Partai politik merupakan wadah bagi warga negara
untuk menjadi penyelenggara negara seperti anggota parlemen (DPR,DPD,dan
DPRD) dan presiden serta wakil presiden. Kesemua itu dapat dicapai melalui jalur
konstitusional yaitu melalui pemilu (election) dengan persaingan antar partai
politik. Untuk itu, partai politik menjadi salah satu pilar demokrasi, karena dengan
persaingan partai politik dalam pemilu maupun pemerintahan (pola oposisi)
menjadikan kekuasaan mendapat keseimbagannya (power of balancing) atau tidak
terpusat. Dengan demikian partisipasi dan kontestasi yang merupakan intisari
dari demokrasi dapat terwujud.
Banyak para ilmuan politik membuat konsep tentang partai politik. Para
ilmuan politik tersebut mencoba mencari definisi, fungsi, tipologi, dan sebaginya
yang berkaitan dengan partai politik.
a. Definisi Partai Politik
Menurut Sigmund Neumann partai politik adalah organisasi
artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam
masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada
menguasai kekuasaan pemerintahan yang bersaing untuk memperoleh
12
pandangan (ideologi) yang berbeda-beda.9Sedangkan menurut Miriam
Budiardjo Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang
sama, tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik –biasanya secara konstitusional (pemilu)
untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.10
Dari definisi dua ilmuan politik di atas terdapat beberapa elemen
dari partai politik. Pertama, bahwa partai politik adalah organisasi yang
beranggotakan sekumpulan warga negara yang memusatkan perhatiannya
pada kekuasaan politis secara sukarela. Kedua, partai politik dalam
menjalankan aktivitasnya dipandu oleh nilai-nilai dan orientasi (ideologi),
hal ini menjadikan partai politik berbeda satu dengan yang lainnya dalam
hal agenda dan segmentasi anggotanya. Ketiga, bahwa partai politik
mempunyai tujuan mencapai kekuasaan (how to get power) secara
konstitusional dalam arena pemilu (election).
b. Fungsi Partai Politik
Terdapat beberapa fungsi partai politik dalam negara yang
menganut sistem demokrasi. Adapun Fungsi partai politik dalam sebuah
negara demokratis adalah sebagai berikut: sarana komunikasi politik,
9
Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998, hlm.16
10
13
fungsi partai politik dalam hal ini adalah sebagai jembatan antara “mereka
yang memerintah” dengan “mereka yang diperintah”.11
Sarana sosialisasi politik, adalah proses dimana seseorang
memperoleh pandangan, orientasi dan nilai-nilai dari masyarakat di mana
dia berada, baik melalui pendidikan formal maupun informal, media
massa, dan lain-lain. Dengan sosialisasi yang dilakukan partai politik
kepada masyarakat yang menanamkan ideologinya, dapat mempercepat
terjadinya identitas dan nasional.
Sebagai sarana rekruitmen politik, yaitu proses dimana partai
mencari anggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk
berpartisipasi dalam proses politik. Kemudian sebagai sarana pengatur
konflik, pertikaian-pertikaian dalam masyarakat dapat diatasi dengan
bantuan partai politik: sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian pula,
sehingga akibat-akibat negatifnya seminimal mungkin melalui sarana
lembaga-lembaga resmi negara misalnya .
c. Tipologi Partai Politik
Miriam Budiardjo12 membagi klasifikasi atau tipologi partai politik
berdasarkan komposisi dan fungsi anggotanya. Tipologi partai
berdasarkan komposisi dan fungsi keanggotaannya dapat dibagi menjadi
partai massa dan partai kader. Partai massa mengutamakan kekuatan
berdasarkan keunggulan jumlah anggota, oleh karena itu biasanya
11
Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hlm. 17-19
12
14
pendukungnya terdiri dari berbagai aliran politik dalam masyarakat.
Sehingga faktor ideologis tidak begitu penting pada partai massa.
Sedangkang partai kader mementingkan keketatan organisasi dan disiplin
kerja dari anggota-anggotanya. Partai kader sangat mementingkan faktor
ideologis atau kemurnian doktrin.
Sedangkan menurut Roy C. Macridis membagi tipologi partai
berdasarkan:
1. Sumber dukungan partai, tipologi atas dasar ini adalah partai yang
memperoleh dukungan secara komprehensif dengan sekterian. Yang
termasuk komprehensip adalah semua partai politik yang tidak
berorientasi pada pengikut (clientele-oriented), yaitu partai yang
berusaha mendapatkan suara sebanyak mungkin dari setiap warga
negara. sedangkan partai-partai sekterian adalah partai-partai yang
memakai kelas, daerah atau ideologi sebagai daya tariknya.
2. Organisasi internal, dua tipe yang diajukan atas dasar ini adalah partai
tertutup dan partai terbuka. Partai tertutup adalah partai dengan
keanggotaan terbatas atau partai yang menggunakan kualifikasi
(persyaratan) yang ketat kepada anggotanya. Sedangkan partai terbuka
adalah partai-partai yang membolehkan setiap orang menjadi anggota
dan mengenakan persyaratan yang sangat ringan atau tidak ada sama
sekali bagi keanggotaannya.
3. Fungsi yang dilakukan dan cara-cara tindakan, dua tipe dasar yang
15
yang terspesialisasi (khusus) menekankan keterwakilan
(representativeness), agregasi, pertimbangan dan perumusan
kebijaksanaan, partisipasi, serta kontrol pemerintah untuk
maksud-maksud terbatas dan untuk satu periode tertentu, serta cara bertindak
partai tipe ini umumnya menggunakan beberapa cara untuk bisa
berkuasa. Sedangkan partai yang diffused menekankan integrasi,
pengawasan permanen dan total, mobilisasi dan pembangunan
institusi.
B. Korupsi dan Kartelisasi Partai Politik
Studi ini menggunakan teori-teori yang memiliki hubungan erat dengan
kasus yang akan dikaji. Setelah penulis menggunakan teori tentang partai politik,
teori selanjutnya yang dipakai pada skripsi ini adalah teori tentang korupsi dan
kartelisasi partai politik.
Dalam menganalisis masalah ini, penulis menggunakan teori Jack Bologne
(GONE)13 dalam menjelaskan faktor-faktor mengapa seseorang melakukan
tindakan korupsi. Pertama Greedy, terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku
korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya. Kedua
Opportuniy, sistem yang memberi peluang untuk melakukan korupsi.
Ketiga Need, sikap mental yang tidak pernah merasa cukup, selalu sarat dengan
kebutuhan yang tidak pernah usai. Keempat Exposes, hukuman yang dijatuhkan
13
16
kepada para pelaku korupsi yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang
lain.
Model partai terbaru terutama yang diklasifikasikan oleh Katz dan Mair
yang juga hadir pada tahun 1950-an yaitu CartelParty (Partai kartel). Kartel
biasanya dikenal dalam konsep ekonomi, ketika beberapa produsen bekerjasama
dalam menjual barang dan jasa dengan harga dan jumlah yang telah ditentukan.
Tujuan dari pembentukan kartel yaitu membatasi kompetisi tiap produsen serta
menghambat masuknya produsen baru untuk bersaing di dalam pasar (Sundari).
Ketika partai berkolusi menjadi agen dari negara dan menggunakan sumber
daya-sumber daya negara (Partai negara) untuk memastikan kehidupan kolektif mereka
sendiri sehingga tetap dapat eksis.
Lebih jauh, kehadiran model partai ini karena terjadinya krisis keuangan
pada tubuh partai yang disebabkan oleh menghilangnya sumber pokok keuangan
mereka dan menurunnya iuran yang berasal dari anggota.14 Sikap ketidak pedulian
anggota ini disebabkan oleh semakin mapannya kehidupan mereka secara
ekonomi sehingga sudah tidak begitu tertarik terhadap isu-isu ekonomi.
Kartelisasi muncul dari situasi di mana partai politik semakin bergantung
pada negara dalam hal pemenuhan kebutuhan finansial. Kebergantungan ini
disebabkan oleh merosotnya secara tajam kemampuan mobilisasi keuangan partai
melaui iuran anggota. Menyurutnya basis tradisional sumber keuangan ini
kemudian membawa partai untuk lebih mendekat ke negara dan menjauh dari
masyarakat. Dan kebergantungan mereka pada subsidi negara melaui proses
14
17
subvensi (dana publik untuk partai) pada akhirnya menentukan kelangsungan
hidup partai dan memicu munculnya partai jenis kartel.15
Kartelisasi tejadi karena kepentingan partai-partai untuk menjaga
kelangsungan hidup kolektif, mengharuskan mereka melakukan kartel. Dengan
demikian, kelangsungan hidup mereka ditentukan oleh kepentingan bersama
untuk menjaga berbagai sumber keuangan yang ada, terutama yang berasal dari
pemerintah. Pada titik ini, sumber keuangan partai yang dimaksud bukanlah uang
pemerintah yang resmi dialokasikan untuk partai politik, melainkan uang
pemetrintah yang didapatkan melalui perburuan rente (rent-seeking).16
Sekali satu partai terlibat dalam perburuan rente, ia terlibat dalam
kelompok kartel. Dengan demikian, nasib politik dan ekonominya bergantung
pada terpeliharanya kartel ini. Dalam situasi seprti ini, partai melihat
jabatan-jabatan di kabinet dan parlemen terutama sebagai gerbang untuk menjalankan
perburuan rente, bukan untuk mewujudkan tujuan partai yang bersifat ideologis
atau pragmatis.17
Menurut studi yang dilakukan oleh Kuskrido Ambardi (2009), ciri utama
dari kartelisasi partai politik adalah kaburnya ideologi partai. Semua partai politik
yang bertarung pada dua arena, yaitu pemilu dan di parlemen menunjukkan
ketidak konsistensiannya dalam hal ideologi. Ketika pada saat pemilu mereka
mereka berkompetisi dengan menegaskan ideologi partainya untuk lebih dekat
15
Kuskrido Ambardi, Mengungkap Politik Kartel, Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2009. Hal. 31
16
Kuskrido Ambardi, Mengungkap Politik Kartel, Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2009, Hal.3.
17
18
dengan basis pendukungnya. Lain halnya dengan arena kompetisi di parlemen,
mereka cenderung melakukan kerjasama dalam memburu rente, sehingga
mengabaikan faktor ideologi dan semakin tidak jelasnya pola koalisi-oposisi.
Yang terpenting bagi partai politik dalam situasi ini adalah bagaimana
mendapatkan dana (legal atau ilegal) dari negara untuk menghidupi partainya.
C. Teori Institusionalisasi Partai Politik
Penelitian ini menggunakan kerangka teori institusionalisasi partai politik
yang dikembangkan oleh Vicky Randall dan Lars Svasand (2002) dalam
artikelnya yang berjudul “Party Institutionalization in New Democracies.”
Randal dan Svasand mendefinisikan institusionaliasi partai politik sebagai sebuah
proses pelembagaan sebuah partai politik yang merupakan hasil dari integrasi
antara pola perilaku dengan nilai atau budaya politik.18
Terdapat dua aspek dalam proses institusionalisasi sebuah partai politik,
yaitu internal-eksternal dan struktural-kultural. Jika masing-masing aspek tersebut
dipersilangkan, maka menghasilkan beberapa dimensi yang dapat digunakan
untuk mengukur derajat institusionalasi sebuah partai politik. Pertama,
persilangan antara aspek struktural-internal menghasilkan derajat kesisteman
(systemness); kedua, persilangan antara aspek kultural-internal menghasilkan
derajat identitas nilai (value infusion); ketiga, derajat otonomi dalam mengambil
keputusan (decisional authonomy) sebagai hasil dari persilangan antara aspek
eksternal dan struktural; keempat, derajat pengetahuan publik atau citra opini
18
19
publik terhadap sebuah partai politik (reification) merupakan hasil persilangan
dari aspek ekstenal dengan kultural.19
Internal External
Structural Systemness Decisional Autonomy
Attitudinal Value Infusion Reification
Sebelum membahas keempat derajat proses institusionalasi tersebut,
penulis akan menyajikan penjelasan dari keempat aspek yang dipersilangkan
dalam mengukur derajat institusionalisasi sebuah partai politik, yakni intenal,
eksternal, struktural, dan attitudinal/kultural. Pertama, aspek intenal merujuk pada
pembangunan aturan main dalam internal sebuah partai politik . Kedua, aspek
eksternal mengacu pada hubungan antara sebuah partai politik dengan masyarakat
dan institusi-institusi politik lain. Ketiga, aspek struktural dilihat sejauhmana
sebuah partai politik berinteraksi dengan negara. Dan Keempat, aspek kultural
melihat sejauhmana sebuah partai politik menerima eksistensi para
kompetitornya, biasanya dalam bentuk pola koalisi-oposisi paska pemilu.
Ramlan Surbakti sebagaimana dikutip Wawan E. Kuswandoro20
menjelaskan pelembagaan partai politik, dan memberikan penjelasan dari hasil
persilangan antara aspek internal-eksternal dan struktural-kultural dengan
mengelaborasi teori Randall dan Svasand ini, yakni:
19
Vicky Randall dan Lars Svasand. Party Institusionalization in New Democracies. Jurnal SAGE Publications, tahun 2002, Vo 8 No.1 pp.5-29. Hal 7 dan 12.
20
20
1. Derajat kesisteman, yaitu proses pembuatan aturan main yang
dikembangkan sebuah partai politik dalam mengatur menkanisme internal
partai tersebut. Hal ini mencakup pengejawantahan fungsi-fungsi partai
politik, membuat mekanisme rekruitmen, Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga (AD/ART). Sebuah partai politik dikatakan terlembaga
apabila terdapat sistem internal yang jelas dan dipatuhi oleh semua aktor
dalam partai tersebut.
2. Derajat identitas nilai, yaitu sejauh mana kebijakan dan program yang
dilaksanakan sebuah partai politik sejalan dengan ideologi yang dianut
partai tersebut. Sebuah partai politik terinstitusionalisasi apabila seluruh
aktifitas dan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan didasarkan atas nilai
atau ideologi yang dianut partai tersebut, atau konsisten antara kebijakan
dan ideologi.
3. Derajat otonomi keputusan, yaitu sejauhmana sebuah partai politik
mempunyai otonomi dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis
partainya, serta hubungannya dengan aktor-aktor di luar partai, seperti
negara, civil society, pengusaha, dan negara atau lembaga dari luar negeri.
Sebuah partai dikatakan otonom dalam mengambil keputusan apabila
mempunyai mekanisme pengumpulan dana (fund rising) berasal dari iuran
anggota (kader) dan masyarakat (simpatisan) untuk biaya operasional
partai.
4. Citra opini publik, yaitu derajat pengetahuan masyarakat terhadap
21
terinstitusionalisasi apabila masyarakat dapat mengindentifikasi
kekhususan sebuah partai politik. pengetahuan masyarakat terhadap
sebuah partai politik dapat dilihat ideology (platform)dan
program-program yang dilakukannya.
Dari teori institusionalisasi partai politik di atas, penulis akan
menggunakan satu dari empat derajat institusionalisasi partai poitik, yaitu derajat
kesisteman (systemness). Menurut Burhanudin Muhtadi, dari keempat derajat
pelembagaan tersebut, derajat kesistemanlah yang paling krusial dalam
menentukan sehat-tidaknya partai politik. Dia mengatakan:
“Derajat kesisteman diukur melalui sejauhmana fungsi-fungsi partai berjalan, mekanisme transparansi dalam pengambilan keputusan dan bagaimana penyelesaian konflik internal sesuai AD/ART. Derajat kesisteman juga mengatur kepatuhan dan disiplin organisasi terhadap keputusan yang sudah diambil secara kolektif sesuai konstitusi partai sebagai aturan mainnya. Masalah kedua adalah ketersediaan sumberdaya, terutama pembiayaan partai, baik dari sisi kebutuhan operasional partai (party finance) maupun pemilu (campaign finance). Deinstitusionalisasi partai yang melahirkan konflik banyak disebabkan oleh perebutan
sumberdaya. 21
21
Burhanudin Muhtadi. Masalah Institusionalisasi Partai Kita. Koran Tempo tahun
2015. Diunduh tanggal 13 Oktober 2015 dari situs:
22 BAB III
SEJARAH DAN GAMBARAN UMUM
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
A. Sejarah
Partai Keadilan (PK) merupakan cikal bakal dari Partai Keadilan Sejahtera
(PKS). PK dideklarasikan pada Ahad, 9 Agustus 1998, di Masjid Al-Azhar,
Kebayoran Baru, Jakarta. Deklarasi tersebut mengambil masjid sebagai basis
operasionalnya dan melalui kampus-kampus. Partai ini dimulai dari gerakan
dakwah Islam yang dibangun secara sistematis oleh aktivis-aktivis muda
Islam, itulah awal sejarah kelahiran partai ini.22
Dalam pemilu 1999 Partai Keadilan memperoleh 1.436.565 suara
nasional. Dari hasil Pemilu tahun 1999, PK juga memperoleh 7 kursi Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), 21 Kursi Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, dan
sekitar 160 kursi Dewan Perwakilan Daerah Kabupatan dan Kota. Kemudian
Partai Keadilan berhasil menduduki peringkat 7 di antara partai politik
peserta pemilu. Bahkan di Jakarta, sebuah kota barometer demokrasi di
Indonesia, Partai Keadilan menduduki peringkat ke-5.23
Perolehan suara yang diraih Partai Keadilan cukup mengejutkan.
Sebagai partai baru yang tidak mempunyai pengalaman masa lalu, dan tak ada
nama tokoh nasional di dalamnya, partai ini mampu bersaing dengan
partai-partai besar yang mempunyai pengaruh kuat di masyarakat. Meski demikian,
22
Lihat http://www.pks.or.id/content/sejarah-ringkas. Diakses pada 3 November 2014.
23
23
aturan yang diberlakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), ketentuan
electoral threshold yakni batas sekurang-kurangnya 2% atau sepuluh kursi di
DPR membuat Partai Keadilan tidak dapat menjadi peserta pemilu tahun 2004.24
Ketentuan electoral threshold membuat Partai Keadilan tidak dapat
mengikuti pemilu pada tahun 2004. Sehingga para pimpinan Partai Keadilan
memutuskan untuk mendirikan partai baru yang akan menjadi kelanjutan
Partai Keadilan. Kemudian mereka membentuk Partai Keadilan Sejahtera pada
hari Ahad, tanggal 20 April 2003, di Lapangan Monas, Jakarta. Pada saat itu
juga disampaikan pula pernyataan resmi dari Presiden Partai Keadilan, bahwa
Partai Keadilan secara resmi, bergabung dan siap dipimpin oleh Partai
memasuki organisasi partai sebagai langkah awal pengenalan terhadap jati diri
dan perjuangan partai.
Kemudian pada Sidang Majelis Syuro I PKS pada 26 - 29 Mei 2005 di
Jakarta, Tifatul Sembiring terpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode
2005-2010. Seperti Nurmahmudi Isma'il dan Hidayat Nur Wahid disaat Tifatul
Sembiring dipercaya oleh Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Indonesia ke 6
24
Diana Puspa Negara, Marketing Public Relations dalam Partai Keadilan Sejahtera. Hal. 67.
25
24
sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Maka Tifatul Sembiring digantikan
oleh Luthfi Hasan Ishaq sebagai pjs Presiden PK Sejahtera. Pada Sidang Majelis
Syuro PKS II pada 16 - 20 Juni 2010 di Jakarta, Luthfi Hasan Ishaq terpilih
menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2010-2015.26
Berikut adalah perolehan suara PK-PKS dalam pemilu yang mereka ikuti:
Tabel 1. Perolehan suara PK-PKS hasil pemilu 1999-2014.
Tahun Suara % Kursi Parlemen
1999 1.436.565 1,36 7
2004 8.325.020 7,34 45
2009 8.204.946 7,88 57
2014 8.480.204 6,79 40
B. Arti Lambang
26
25
Arti Visual Gambar27
1. Kotak Persegi Empat
Logo PKS menampilkan lambang berbentuk kotak persegi empat
yang mempunyai makna kesetaraan, keteraturan, keserasian, persatuan dan
persatuan arah.
2. Bulan Sabit
Dalam logo PKS menampilkan gambar bulan sabit, yang
mempunyai makna kemenangan islam, dimensi waktu, keindahan,
pencerahan, dan kesinambungan sejarah.
3. Untaian 17 butir padi
Untaian 17 (tujuh belas) butir padi yang terdapat dalam logo PKS
menggambarkan sifat adil, ukhuwah, istiqamah, berani, tegas, dalam
mewujudkan kesejahteraan dan kedisiplinan dalam menjalankan tugas.
4. Warna Lambang Partai
Warna-warna yang terdapat dalam logo PKS melambangkan :
a. Putih, melambangkan suci, mulia dan bersih
b. Hitam, melambangkan aspiratif, akomodatif, dan kepastian
c. Kuning emas, melambangkan kecemerlangan, kebahagiaan dan
d. kejayaan.
27
Penjelasan dapat dilihat di Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga PKS. Lihat:
26
Partai berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipai maupun
opini dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang madani, yakni:
a. Menjadi unsur perekat dan pengarah kesatuan umat dan bangsa.
b. Menjadi wadah pendidikan politik bagi umat islam khususnya dan
bangsa Indonesia pada umumnya, sekaligus tangga menuju
kepemimpinan nasional.
c. Menjadi pelopor pengembangan kultur pelayanan dalam tradisi politik
Indonesia.
d. Menjadi dinamisator pembelajaran bagi bangsa Indonesia
e. Menjadi akselerator bagi terwujudnya masyarakat madani di
Indonesia.
3. Misi
a. Menyebarluaskan da‟wah Islam dan mencetak kadernya-kadernya
sebagai anashirut taghyir (elemen penggerak perubahan).
27
c. Membangun opini umum yang islami dan iklim yang mendukung bagi
penerapan ajaran Islam.
d. Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan dan
pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya.
e. Menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar terhadap kekuasaan secara
konsisten dan kontinyu.
f. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahmi, kerja sama dan
ishlah dengan berbagai unsur atau kalangan umat islam untuk
terwujudnya ukhuwah islamiyah dan wihdatul ummah.
g. Ikut memberikan kontribusi positif dalam pembelaan terhadap
negerinegeri muslim yang tertindas.
D. SUSUNAN KEPENGURUSAN PERIODE LUTHFI HASAN ISHAAQ
Berdasarkan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) ke-2 di Jakarta Tanggal 9 Juni 2010, telah ditetapkan susunan
kepengurusan PKS Periode 2010-2015. Presiden PKS dipercayakan kepada
Luthfi Hasan Ishaaq, sedangkan Sekretaris Jenderal dipegang oleh Anis Matta.
Berikut nama-nama pengurus baru DPP PKS tersebut selengkapnya:29
KETUA MAJELIS SYURA : K.H. Hilmi Aminuddin
DEWAN SYARI’AH PUSAT
Ketua : K.H. DR. Surahman Hidayat
29
28
Sekretaris : KH. Bakrun Syafei, Lc.
Ketua Tanfiziyah : KH. Bukhori Yusuf, MA.
MAJELIS PERTIMBANGAN PUSAT
Ketua : Untung Wahono
Sekretaris : Mardani Ali Sera dan Arifinto
KETUA DEWAN PENGURUS PUSAT
Presiden : Luthfi Hasan Ishaaq
Sekretaris Jenderal : Muhammad Anis Matta
1. Wakil Bidang Kordinasi Lembaga Tinggi : Ade Barkah
2. Wakil Bidang Administrasi : Budi Hermawan
3. Wakil Bidang Organisasi : Ahmad Chudori
4. Wakil Bidang Komunikasi Politik : Fahri Hamzah
5. Wakil Bidang Media : Mahfud Shiddiq
6. Wakil Bidang Arsip dan Sejarah : Sitaresmi Sukanto
7. Wakil Bidang Data dan Informasi : Riko Desendra
8. Wakil Bidang Perencanaa : Gunawan
2. Bidang Wilayah Dakwah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten
Ketua : Ma'mur Hasanuddin
3. Bidang Wilayah Dakwah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur
Ketua : Zuber Safawi
29
4. Bidang Wilayah Dakwah Bali dan Nusa Tenggara
Ketua : Oktan Hidayat
7. Bidang Wilayah Dakwah Indonesia Timur
Ketua : M.K. Renwarin
10.Bidang Bidang Kepanduan dan Olah Raga
Ketua : Asep Saefullah
11.Bidang Generasi Muda dan Profesi
Ketua : Taufiq Ridho
12.Bidang Politik, Pemerintahan, Hukum dan Keamanan
Ketua : Mustafa Kamal
Wakil Ketua : Agus Purnomo
13.Bidang Kelembagaan Pendidikan&Sosial
Ketua : Deni Tresnahadi
14.Bidang Pengembangan Ekonomi dan Kewirausahaan
Ketua : Jazuli Juwaini
15.Bidang Kewanitaan
Ketua : Anis Byarwati
Sekretaris : Sarah Handayani
Ketua-ketua Badan:
1. Badan Penegak Disiplin Organisasi
30
2. Badan Pengembangan Kepemimpinan
Ketua : Dwi Triono
3. Badan Pemenangan Pilkada
Ketua : Muhammad Syahfan Badri
4. Badan Hubungan Luar Negeri
Ketua : Budiyanto
E. LANDASAN IDEOLOGI PARTAI
Pendirian partai ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa islam
adalah ajaran yang luas meliputi seluruh bidang kehidupan. Salah satunya
adalah melalui institusi politik yang mempunyai kekuatan untuk ikut andil
dalam gerakan perbaikan bangsa dengan menjadi kontributor kebijakan
pemerintah.
Politik sebagai bagian dari universalitas ajaran Islam menjadi
tanggungjawab setiap muslim dalam tataran yang tidak hanya bersifat ibadah saja,
melainkan juga hubungan manusia dengan manusia, dan juga hubungan manusia
dengan Allah. Sehingga tak akan pernah lepas dari tanggung jawab mengtaur,
memelihara dan sebagainya. PKS tidak hanya berorientasi pada kekuasaan,
namun lebih berorientasi pada perluasan dakwah dalam rangka mengembalikan
nilai-nilai islam dalam kehidupan masyarakat.
Dalam platformnya, PKS mendeklarasikan Islam sebagai azas dari
aktifitas politiknya. Sebagainma juga tercermin dalam tujuan PKS dalam
31
“Partai Keadilan Sejahtera adalah Partai Da'wah yang bertujuan mewujudkan
masyarakat yang adil dan sejahtera yang diridlai Allah Subhanahu Wata'ala,
dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.”30
Kemudian dalam pasal 6 AD/ART tersebut menjelaskan langkah-langkah
dalam mewujudkan tujuan tersebut:31
1. Membebaskan bangsa Indonesia dari segala bentuk kezaliman.
2. Membina masyarakat Indonesia menjadi masyarakat Islami.
3. Mempersiapkan bangsa Indonesia agar mampu menjawab berbagai problema
dan tuntutan masa mendatang.
4. Membangun sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang sesuai
dengan nilai-nilai Islam.
5. Membangun negara Indonesia baru yang adil, sejahtera dan berwibawa.
Secara ideologis Jelas bahwa PKS merupakan partai Islam. Mulai dari azas
partai, tujuan, dan struktur organisasinya menampakkan bahwa PKS merupakan
partai Islam yang menjungjung tinggi nilai-nilai Islam dalam aktifitas politiknya.
Bahkan jika anggota Majelis Syuro telah dipilih, maka masing-masing
mengucapkan janji setianya di hadapan Musyawarah Nasional, dengan bunyi
sebagai berikut:
„‟Saya berjanji kepada Allah yang Maha Agung untuk berpegang teguh pada
syari'at Islam dan untuk berjihad di jalan-Nya, menunaikan syarat-syarat keanggotaan Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, melak sanakan tugas-tugas darinya dan untuk mendengar serta taat kepada pemimpinnya dalam keadaan lapang maupun sempit -selain untuk maksiat-, sekuat tenaga melaksanakannya.
30
Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga PKS. Lihat 30. Lihat :
http://www.pks.or.id/content/falsafah-dasar-perjuangan-dan-platform-kebijakan-pembangunan-pks. Diakses pada 3 Novenber 2014.
31
32
Dan saya bersumpah kepada Pengurus Majelis Syura untuk itu, dan Allah
menjadi saksi atas apa yang saya ucapkan.‟‟32
F. PROGRAM ANTI KORUPSI PKS
Berdasarkan isi dalam flatform, PKS berkeyakinan bahwa strategi
penegakan hukum harus diawali dengan membersihkan aparat penegaknya
dari perilaku bermasalah dan koruptif, sesuai dengan pepatah, “hanya sapu
bersih yang dapat membersihkan lantai kotor”. Sebab, penegakan hukum sangat
bergantung pada aparat yang bersih, baik di kepolisian, kejaksaan, kehakiman
dan seluruh jajaran birokrasi yang menjalankan fungsi-fungsi penegakan hukum
tersebut.
PKS memandang bahwa kualitas institusi adalah prasyarat penting bagi
pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia. menurut PKS institusi birokrasi
negara tampaknya masih lemah, terutama dalam menjalankan prinsip good
governance dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Selanjutnya bagi PKS Reformasi birokrasi menjadi agenda yang mendesak
untuk dituntaskan. Reformasi birokrasi adalah pembenahan berbagai aspek
kementerian dan lembaga pemerintah non-departemen sebagaimana telah
diamanatkan dalam Ketetapan MPR nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN.33
32
Platform PKS. Lihat : http://www.pks.or.id/content/falsafah-dasar-perjuangan-dan-platform-kebijakan-pembangunan-pks. Diakses pada 3 Novenber 2014.
33
33
Menurut PKS, mengacu pada praktik-praktik korupsi yang terjadi di
tataran birokrasi, maka, pemberantasan KKN dapat dibedakan dalam dua
dimensi. Pertama, pemberantasan KKN kasus per kasus. Pemberantasan ini
merupakan bentuk dari penegakan semua perundang-undangan dan peraturan
yang berlaku. Kedua, penciptaan kondisi yang kondusif untuk pemberantasan
KKN. Bagi PKS, seringkali korupsi didorong oleh pendapatan yang kurang
mencukupi, namun banyak juga korupsi yang didorong sifat keserakahan.
Karena itu, sukses-tidaknya pelaksanaan reformasi birokrasi juga beriringan
dengan keseriusan dalam penegakan hukum. Prioritas pelaksanaan reformasi
birokrasi bagi PKS harus menyentuh perbaikan-perbaikan di institusi hukum,
terutama lembaga peradilan.34
Selain berjuang dalam memberantas korupsi pada sektor birokrasi negara,
PKS juga berupaya untuk melakukan pencegahan kepada para kadernya agar tidak
melakukan korupsi. Misalnya Pada tahun 2008 PKS melakukan ikrar atau janji
anti korupsi untuk para kadernya yang masuk dalam parlemen. Ikrar komitmen ini
mereka anggap sebagai “travel warning” tambahan bagi para kader dan caleg PKS
untuk tetap dalam rambu perjuangan dijalan dakwah.35
Lebih lanjut, dalam hal pendanaan partai, PKS menggunakan 3 (Tiga)
hal36. Pertama, PKS menginstrusikan kader–kadernya yang duduk diparlemen
baik ditingkat nasional, maupun ditingkat kabupaten/ kota untuk menyumbang
34
Platform PKS. Lihat : http://www.pks.or.id/content/falsafah-dasar-perjuangan-dan-platform-kebijakan-pembangunan-pks. Diakses pada 3 Novenber 2014.
35
Lihat http://arsiparmansyah.wordpress.com/2008/09/05/sumpah-anti-korupsi-pks/. Diakses pada 3 November 2014.
36
34
dana ke Partai. Kedua, PKS berupaya meningkatkan jiwa kewirausahaan kader–
kadernya. Ketiga, PKS terbuka untuk menerima sumbangan dari pihak luar, baik
perusahaan maupun individu yang memiliki agenda dan cita-cita religio politik
yang sama dengan partai. Sumber–sumber uang inilah yang menjadi lumbung
logistik bagi PKS untuk terus membiayai kegiatan–kegiatan partai.37
Kemudian PKS sering melakukan gebrakan-gebrakan yang membuktikan
bahwa PKS memang partai yang bersih. Salah satu gebrakan tersebut adalah PKS
pernah mengembalikan uang sebesar Rp 2 milyar kepada KPK. Uang tersebut
diduga uang gartifikasi yang diterima anggota fraksi PKS priode 2004-2009 dan
peraturan PKS yang mengharuskan mengembalikan uang tersebut ke KPK, hal ini
dijelaskan oleh Mahfudz Shiddiq dalam salah satu media massa: 38
"Kebijakan fraksi kami jelas. Setiap uang yang tak jelas asal-usulnya
harus diserahkan ke KPK. Yang kayak gitu kan barang gelap, enggak
kayak orang terima gaji. Jadi harus diberikan pada KPK. Total yang kami serahkan ke KPK sekitar Rp 2 miliar dari periode dari 2005," jelas Mahfudz Shiddiq di Gedung DPR, Kamis (19/5/2011).
Semangat PKS untuk memberantas korupsi juga tertera dalam Visi Misi
PKS yang pada Point pertama yang berbunyi:39
“Mempelopori reformasi sistem politik, pemerintahan dan birokrasi,
peradilan, dan militer untuk berkomitmen terhadap penguatan demokrasi. Mendorong penyelenggaraan sistem ketatanegaraan yang sesuai dengan fungsi dan wewenang setiap lembaga agar terjadi proses saling mengawasi. Menumbuhkan kepemimpinan yang kuat, yang mempunyai kemampuan membangun solidaritas masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, yang memiliki keunggulan moral, kepribadian, dan intelektualitas. Melanjutkan reformasi birokrasi dan lembaga peradilan dengan memperbaiki sistem
37
Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS.154.
35
rekrutmen dan pemberian sanksi-penghargaan, serta penataan jumlah pegawai negeri dan memfokuskannya pada posisi fungsional, untuk membangun birokrasi yang bersih, kredibel, dan efisien. Penegakan hukum yang diawali dengan membersihkan aparat penegaknya dari perilaku bermasalah dan koruptif. Mewujudkan kemandirian dan pemberdayaan industry pertahanan nasional. Mengembangkan otonomi daerah yang terkendali serta berorientasi pada semangat keadilan dan proporsionalitas melalui musyawarah dalam lembagalembaga kenegaraan di tingkat pusat, provinsi dan daerah. Menegaskan kembali sikap bebas dan aktif dalam mengupayakan stabilitas kawasan dan perdamaian dunia
berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menghormati, saling
menguntungkan, dan penghormatan terhadap martabat kemanusiaan. Menggalang solidaritas dunia demi mendukung bangsa-bangsa yang
36 BAB IV
INSTITUSIONALISASI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
KEPEMIMPINAN LUTHFI HASAN ISHAAQ
Penelitian menggunakan satu dari empat teori tentang derajat
institusionalisasi partai politik, yaitu derajat kesisteman (systemness). Hal tersebut
dikarenakan bahwa dari keempat derajat institusinalisasi partai politik (identitas
partai, otonomi keputusan, dan citra opini public), derajat kesistemanlah yang
paling menentukan sebuah partai politik telah terinstitusionalisasi.
Dalam derajat kesisteman, sebuah partai politik diukur melalui
sejauhmana fungsi-fungsi berjalan, mekanisme transparansi dalam pengambilan
keputusan, dan penyelesaian konflik internal sesuai AD/ART. Selain itu, derajat
kesisteman juga mengatur kepatuhan dan disiplin anggota partai terhadap
keputusan, konstitusi, dan ideologi partai. Selanjutnya, derajat kesisteman juga
menyangkut masalah pembiayaan partai, untuk untuk biaya operasional maupun
biaya kampanye. Untuk yang terakhir ini, partai politik sering jatuh pada
persoalan korupsi dan konflik karena permasalahan tersebut.40
Penelitian menemukan beberapa penjelasan tentang mengapa kader PKS
mulai melakukan korupsi pada periode Luthfi Hasan Ishaaq sebagai presiden.
Temuan penelitian ini memperlihatkan bahwa pada periode tersebut, PKS
mengalami deinstitusionalisasi, khususnya dalam hal derajat kesisteman. Fakta
40
Burhanudin Muhtadi. Masalah Institusionalisasi Partai Kita. Koran Tempo tahun 2015. Diunduh tanggal 13 Oktober 2015 dari situs:
37
tersebut merupakan akumulasi dari kebijakan-kebijakan partai yang mulai
meninggalkan keketatan dalam menjalankan ideologi partai dan beralih kepada
kebijakan yang lebih pragmatis yang lebih berorientasi pada pemenangan politik
elektoral. Hal tersebut dapat tercermin dari penegesan bahwa PKS menjadi partai
terbuka pada tahun 2010, pendanaan partai yang kurang akuntabel, dan
menguatnya kalangan pragmatis di internal PKS.
A. Munas Bali dan Jakarta: Penegasan Menjadi Partai Terbuka
PKS menegaskan menjadi partai terbuka pada Musyawarah Nasional
(Munas) pada 16-20 Juni tahun 2010 di Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta.
Hal tersebut tidak lepas dari ambisi PKS untuk menjadi tiga besar partai dalam
pemilu 2014 dengan meraup suara dari berbagai segmen pemilih. Sebagaimana
diungkapkan para pengurus pimpinan pusat PKS:
“Parpol Islam harus tidak lagi menampilkan citra yang kaku, eksklusif dan ideologis, melainkan justru tampil segar, ringan, pluralis… Kami harus mengadakan lompatan besar untuk masuk menjadi tiga besar pada pemilu 2014,” (Sekjen PKS Anis Matta, pernyataan itu dikemukakan Munas II
Partai Keadilan Sejahtera di Hotel The Ritz Calrton, 16-18 Juni 2010).41
Selanjutnya melalui akun twitternya, Fahri Hamzah mengatakan:
"saya tidak percaya negara agama. Agama tidak perlu negara. Tuhan tak perlu you!... Kalau partai-partai lain mau bikin negara agama silahkan, kalau PKS saya jamin nggak… Buat PKS, Pancasila dan UUD45 sudah Islami dan sesuai dengan sunah nabi dalam konstitusi medinah.”42
41
Mediaumat.com. Terbuka Maka Ditinggalkan. Diunduh dari situs:
http://mediaumat.com/media-nasional/4173-98-terbuka-maka-ditinggalkan.html. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2015.
42
Mediaumat.com. Terbuka Maka Ditinggalkan. Diunduh dari situs:
38
Lebih ditegaskan kembali oleh Hilmi Aminuddin, Ketua Majelis Syuro
saat itu, yang mengatakan bahwa ajaran Islam harus menerima pluralitas sebagai
kesadaran positif. Lebih jauh dia mengatakan "inklusif ini bukan taktik atau
strategi, tapi pelaksanaan ajaran Islam yang hakiki". Dia juga mengatakan bahwa
deklarasi PKS menjadi partai terbuka dalam Munas di Hotel Ritz-Carlton, Pacific
Place, Jakarta merupakan kelanjutan dari Munas di Bali tahun 2008.43
Implikasi dari PKS menjadi partai terbuka adalah mulai longgarnya
kaderisasi partai yang selama ini menekankan aspek penguatan kapasitas individu
kader.44 Semenjak tahun 2004 kualitas tarbiyah mengalami penurunan apabila
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Salah satu alasannya adalah karena
proses halaqoh didominasi oleh pembicaraan tentang politik praktis,
implikasikanya adalah sebagian kader menjadi jenuh dan tidak tertarik lagi
mengikutinya. Karena konten-konten politik cenderung mendistorsi PKS sebagai
partai dakwah. Sehingga kurang dalam muatan-muatan pembicaraan mengenai
konten dakwah.45
Halaqoh yang menjadi ujung tombak dari proses kaderisasi kader PKS
bergeser pada pembahasan yang melulu mengenai persoalan politik. Materi-materi
halaqoh yang sifatnya untuk membentuk karakter kader yang militant, seperti
materi tentang ibadah, sejarah nabi dan sahabat, serta idealisme gerakan, mulai
43
Mediaumat.com. Terbuka Maka Ditinggalkan. Diunduh dari situs:
http://mediaumat.com/media-nasional/4173-98-terbuka-maka-ditinggalkan.html pada tanggal 23 Oktober 2015.
44
Wawancara dengan Arman Salam, Pengamat Politik LSI (Lingkaran Survei Indonesia).
45
39
terabaikan. Inilah yang menjadi titik tolak dari mengendurnya militansi dan
komitmen terhadap nilai-nilai Islam yang menjadi ciri khas dari para kader-kader
PKS.
Beberapa kader PKS juga mengamini kondisi tersebut. Mereka
beranggapan bahwa kualitas kaderisasi, terutama dalam halaqoh sangat berbeda
bila dibandingkan dengan awal-awal PKS (dahulu PK (Partai Keadilan) di bentuk.
Mereka menganggap bahwa halaqoh pada masa awal berdirinya PKS menjadi
kebutuhan para kader. Kualitas ibadah, persaudaraan, dan dan militansi mereka
senantiasa dijaga dalam halaqoh ini. Namun saat ini, halaqoh menurut mereka
hanya sebagai rutinitas dan “kering” karena pembahasannya selalu terkait politik
nasional.46
Pendiri Partai Keadilan, Didin Hafidhuddin mengakui ada pergeseran
sikap para elite PKS yang dahulu pada masa Gerakan Tarbiyah kental dengan
idealisme, kini berubah menjadi pragmatis.47 Ini menunjukkan implikasi lain
bahwa dengan mengejar target menjadi tiga besar pada pemilu 2014, serta
menyatakan diri sebagai partai terbuka, membuat kalangan pragmatis di elite PKS
berusaha mencari dana yang signifikan untuk membiayai operasional dan
kampanye partai menjelang pemilu 2014.
Keterbukaan yang berimplikasi pada mengendurnya proses kaderisasi dan
idealisme elite partai, membuat mekanisme kontrol terhadap elite-elite yang
pragmatis secara ideologis menjadi berkurang. Sebagaimana juga yang dikatakan
46
Wawancara dengan Subadri, Kader PKS Kabupaten Bogor, Midah, Pengurus DPD PKS Kabupaten Bogor, dan Hartono, Wakil Humas DPP PKS.
47
Nasional.inilah.com. Inilah Alasan Didin Hafidhuddin Keluar dari PKS.
40
oleh Hartono, Wakil Bidang Humas DPP PKS dan Maidah, kader PKS Kabupaten
Bogor:
“Keterbukaan menjadi dilematis di dalam internal kader PKS, ada suara -suara kader yang mengatakan, dengan keterbukaan PKS menjadi luntur secara idealisme… Akibatnya adalah ada yang salah di dalam PKS, yaitu kurang hati-hati, bagaimana bisa Ustadz Luthfi Hasan Ishaaq, bergaul dengan Ahmad Fathanah yang bukan kader PKS, yang sudah jelas berperilaku buruk dan makelar. Apakah dia tidak mempertimbangkan
dampaknya terhadap partai.48
B.Masalah Pendanaan Operasional Partai
Masalah pendanaan partai politik menjadi kendala bagi
terinstitusionalisasinya sebuah partai politik. Sebagaimana yang dijelaskan
Randall dan Svasand bahwa partai politik akan terinstitusionalisasi apabila
mempunyai mekanisme pengumpulan dana (fund rising) yang berasal dari
swadaya anggota dan masyarakat simpatisan.49 Secara ideal, hal tersebut akan
berdampak baik bagi sehatnya sebuah partai politik, seperti: 1) partai bertanggung
kepada anggota dan konstituen, bukan kepada pengusaha pemberi dana, 2)
mekanisme pengumpulan dana seperti ini memungkinkan partai tidak melakukan
tindak pidana korupsi, terutama untuk memenuhi kebutuhan operasional dan
kampanye partai.
Sistem demokrasi yang sedang dilaksanakan di Indonesia mendorong
semua partai politik untuk mengeluarkan dana besar dalam kampanye menjelang
48
Wawancara dengan Hartono, Wakil Bidang Humas DPP PKS dan Maidah, Kader DPD PKS Kabupaten Bogor.
49
41
pemilu.50 Kampanye bisa melalui berbagai macam sarana, mulai dari pemasangan
spanduk, kampanye dengan pawa, sampai dengan melalui media massa.
Burhanudin Muhtadi mengutip hasil riset yang dilakukan AC Nielsen mengenai
biaya kampanye partai politik di televisi pada tahun 200951, hasilnya sebagai
berikut:
No. Partai Politik Biaya (Rp)
1 Partai Gerindra 46,782 milliar
2 Partai Demokrat 36,121 milliar
3 Partai Golkar 18,873 milliar
4 PKS 4,866 milliar
5 PDI Perjuangan 4,672 milliar
6 PPP 3,294 milliar
7 PAN 1,529 milliar
8 Partai Hanura 1,432 milliar
9 PKB 269 juta
10 PBB 236 juta
Dari data di atas, kita dapat melihat bahwa biaya iklan politik menjelang
kampanye menjadi keharusan bagi setiap partai politik di Indonesia menjelang
pemilu. Dalam konteks ini PKS adalah partai politik dengan urutan keempat,
partai dengan pengeluaran dana iklan kampanye politik menjelang pemilu 2009,
dengan jumlah Rp 4,866 milliar, di bawah Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan
Partai Golkar. Hal ini menunjukkan bahwa PKS mempunyai perhatian yang lebih
dalam strategi kampanye politik di televisi.
50
Wawancara dengan Arman Salam, peneliti dan pengamat politik LSI (Lingkaran Survei Indonesia).
51
42
Selain biaya politik untuk kampanye menjelang pemilu, partai politik juga
mempunyai kebutuhan untuk biaya operasional partai sehari-hari.52 Dalam
konteks ini peneliti mencoba melihat biaya operasional PKS pertama dari segi
kendaraan operasional yang dimiliki DPP PKS. Dilihat dari kendaraan
operasionalnya, mobil-mobil yang dimiliki oleh PKS merupakan mobil-mobil
mewah yang termasuk mobil dengan harga dan perawatan yang mahal.
Mobil-mobil operasional DPP PKS terdiri dari Mobil-mobil-Mobil-mobil mewah seperti VW
Caravelle seharga Rp 1,1 milliar, Nissan Navara dan Toyota Fortuner yang
masing-masing seharga Rp 400 jutaan dan Rp 490 jutaan. Mobil operasional
termurah adalah Mitsubishi Grandis seharga Rp 350 juta sampai Rp 400 jutaan.53
Kedua biaya operasional yang menyangkut biaya perjalanan kunjungan
elite PKS ke daerah-daerah54 dan kunjugan ke luar negeri. Masalah pendanaan
biaya operasional berupa biaya transportasi menjadi celah bagi pengusaha untuk
mendekati elite PKS. Salah satu contohnya adalah, menurut pengakuan Yudi
Setiawan55 di Majalah Tempo pada edisi 20-26 Mei 2013, bahwa dia memberikan
tiket pesawat terbang senilai 1 miliar kepada Luthfi Hasan Ishaaq dan 30 anggota
52
Lebih Jauh, Arman Salam dalam wawancara ini memeberikan rincian dari biaya operasional partai politik, seperti untuk keperluan sewa gedung, gaji pegawai, kendaraan operasional dan perawatannya, biaya transportasi anggota, dan sebagainya.
53
Kompasiana.com. Sumber Dana PKS. http://www.kompasiana.com/danielht/sumber-dana-pks_553007cf6ea834fd0c8b458b. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2015.
54
Kunjugan elite DPP PKS ke berbagai daerah di Indonesia dikalangan internal PKS
biasa disebut “safari dakwah”, tujuannya bisa untuk konsolidasi internal maupun memberikan
tausiah atau pelatihan kepada para kader di daerah.
55