• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok (Citrus reticulata)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok (Citrus reticulata)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN

Benzil Amino Purin

(BAP) PADA OKULASI

JERUK KEPROK (

Citrus reticulata

)

NUR WAHYU SARININGTIAS

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok (Citrus reticulata) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NUR WAHYU SARININTGTIAS. Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok (Citrus reticulata). Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO dan ENDANG GUNAWAN.

Jeruk keprok (Citrus reticulata) merupakan salah satu komoditas buah yang penting di Indonesia. Permasalahan yang sering muncul dalam pengembangan jeruk keprok adalah ketersediaan bibit yang sehat dan dalam jumlah yang banyak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian Benzil amino purin (BAP) terhadap keberhasilan okulasi dan pertumbuhan tunas pada tanaman jeruk keprok Borneo Prima dan Garut Dataran Rendah. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasir Kuda, Ciomas, Bogor pada bulan Januari sampai bulan Mei tahun 2013. Penelitian disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor yakni varietas batang atas (Borneo Prima dan Garut Dataran Rendah) dan konsentrasi BAP (0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm) yang diulang 3 kali sehingga terdapat 24 unit percobaan. Data hasil percobaan dianalisis secara statistika dengan uji F pada taraf nyata 5% dan dilanjutkan dengan uji lanjutan DMRT pada taraf nyata 5% untuk nilai yang berbeda nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian BAP dengan konsentrasi rendah pada dua varietas batang atas jeruk keprok tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada peubah keberhasilan okulasi dan pertumbuhan tunas tanaman.

Kata kunci: batang atas, batang bawah, nutrisi, sitokinin, tunas

ABSTRACT

NUR WAHYU SARININGTIAS. The Use of Benzyl Amino Purines (BAP) on Budding Mandarins. Supervised by ROEDHY POERWANTO and ENDANG GUNAWAN.

Mandarins (Citrus reticulata) is one of the important fruit commodity in Indonesia. The problems that often arise in the development t is the availability of healthy seedlings and in large numbers. The purpose of this research is to know the effect of Benzyl Amino Purines (BAP) to the success of budding and bud growth on the plant mandarins Borneo Prima and Garut Dataran Rendah. This research was conducted at the Pasir Kuda Experimental Farm, Ciomas, Bogor in January to May 2013. This research was arranged in a randomized complete block design with two factors of the varieties of scions (Borneo Prima and Garut Dataran Rendah) and the concentration of BAP (0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, and 15 ppm) were repeated 3 times so there are 24 experimental units. The research data was analyzed statically using F test at 5% and continued with DMRT test at 5%. The results showed that the giving of BAP with low concentration on the scions of two varieties of mandarins do not give significantly different results in the variable success of budding and growth of plant shoots.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENGGUNAAN

Benzil Amino Purin

(BAP) PADA OKULASI

JERUK KEPROK (

Citrus reticulata

)

NUR WAHYU SARININGTIAS

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok (Citrus reticulata)

Nama : Nur Wahyu Sariningtias NIM : A24090021

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc

Pembimbing I Endang Gunawan, SP MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok (Citrus reticulata). Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang telah penulis laksanakan. Penelitian ini dilaksanakan karena terdorong keinginan untuk mengetahui pengaruh pemberian BAP terhadap keberhasilan okulasi dan pertumbuhan tanaman jeruk Keprok (Citrus reticulata Lour.) dan hasil penelitian diajukan sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana. Penelitian ini dibiayai dengan dana penelitian dari Kementerian Riset dan Teknologi dengan nomor kontrak 38/SEK/INSINAS/PPK/I/2013 tanggal 14 Januari 2013, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi I dan Endang Gunawan, SP MSi sebagai dosen pembimbing skripsi II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moril dan materil serta doa yang tulus kepada penulis.

3. Ir Adolf Pieter Lontoh, MS selaku dosen pembimbing akademik atas arahan dan masukannya selama penulis melaksanakan studi.

4. Dr Ir Ketty Suketi, MSi sebagai dosen penguji pada ujian skripsi atas saran dan masukannya untuk perbaikan skripsi.

5. Pusat Kajian Hortikultura Tropik (PKHT) yang telah membantu terselenggaranya penelitian.

6. Bapak Baisuni dan Bapak Herman yang telah membantu dalam pelaksaan penelitian.

7. Rekan-rekan Agronomi 46 (Socrates) khususnya Annisa, Mayang Sari, Herlyana Indah Wardani, dan Sulaiman yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian.

8. Teman-teman di KSB Masyarakat Roempoet yang selalu memberikan semangat kepada saya dalam melewati segala rintangan selama kuliah di IPB. 9. Seluruh dosen dan karyawan Departemen Agronomi dan Hortikultura yang

telah memberikan bantuannya.

10. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung selama pelaksanaan studi, penelitian dan penyusunan skripsi.

Semoga skripsi ini akan bermanfaat bagi mahasiswa atau sivitas akademika Institut Pertanian Bogor khususnya dan semua pihak yang memerlukan.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Jeruk Keprok 2

Okulasi 4

Batang Bawah untuk Okulasi 4

Batang Atas untuk Okulasi 5

Zat Pengatur Tumbuh 5

METODE 6

Bahan 6

Alat 6

Tempat dan Waktu 7

Prosedur Analisis Data 7

Prosedur Percobaan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Keberhasilan Okulasi 12

Pertumbuhan Tunas Okulasi 15

KESIMPULAN DAN SARAN 18

Kesimpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 22

(10)

DAFTAR TABEL

1 Persentase okulasi jadi pada pengamatan pertama pada konsentrasi

BAP dan varietas batang atas yang berbeda 13

2 Waktu mencapai 50% tumbuh tunas, persentase bibit dorman, persentase bibit mati pada konsentrasi BAP dan varietas batang atas

yang berbeda 14

3 Jumlah okulasi yang tumbuh pada perlakuan konsentrasi BAP dan

varietas batang atas yang berbeda 16

4 Panjang tunas okulasi, jumlah daun pada tunas, dan diameter tunas okulasi pada perlakuan konsentrasi BAP dan varietas batang atas

yang berbeda 17

DAFTAR GAMBAR

1 Langkah-langkah okulasi irisan 9

2 Tanaman jeruk hasil okulasi 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh konsentrasi BAP dan varietas batang atas terhadap keberhasilan okulasi dan pertumbuhan bibit

jeruk keprok 22

2 Luas daun varietas Keprok Garut 23

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jeruk keprok merupakan salah satu jenis jeruk berwarna jingga yang tumbuh baik di dataran tinggi. Beberapa varietas jeruk keprok komersial hasil seleksi Balitjestro dan dari Pemerintah Daerah yang sudah dilepas oleh Kementerian Pertanian antara lain Keprok Batu 55 berasal dari Batu, Jawa Timur, Keprok Garut dari Jawa Barat, Keprok Pulung dari Jawa Timur, Keprok Tawangmangu dari Jawa Tengah, Keprok SOE dari NTT, Keprok Tejakula (Bali), Keprok Madura, Keprok Borneo Prima (Kaltim) dan Keprok Trigas (Kalbar). Terbatasnya lahan di dataran tinggi yang cocok untuk pertanian menyebabkan pengembangan jeruk keprok tersebut terhambat. Saat ini ditemukan ada beberapa varietas jeruk keprok yang dapat dikembangkan di dataran rendah dan menghasilkan buah jeruk berwarna jingga.

Bergesernya selera masyarakat yang cenderung lebih menyukai jeruk berwarna jingga menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan terhadap jeruk tersebut. Produksi jeruk berwarna jingga yang ada di Indonesia saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan permintaan konsumen. Kondisi tersebut membuat Indonesia diserbu jeruk impor dari berbagai negara. Peningkatan impor jeruk berwarna jingga terjadi setiap tahunnya. Hal ini menempatkan Indonesia termasuk sebagai negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia (Hardiyanto 2012).

Berdasarkan Angka Tetap (ATAP) 2011 dari Direktorat Jenderal Hortikultura, luas panen jeruk (jeruk siam/keprok dan jeruk besar) di Indonesia pada tahun 2011 adalah 51.69 ribu ha. Provinsi di Luar Jawa umumnya lebih mendominasi luas panen jeruk dibandingkan provinsi di Jawa. Tahun 2011 luas panen jeruk di luar Jawa sebesar 40.23 ribu ha (77.83%), sedangkan di Jawa sebesar 11.46 ribu ha (22.17%). Produksi jeruk di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 1 818 949 ton dan mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi sebesar 1 611 784 ton (BPS, 2013).

Hardiyanto (2012) menyatakan agribisnis jeruk masih didominasi oleh jeruk Siam yang mencapai hampir 80%. Luas pertanaman jeruk di dataran rendah, 60 persennya merupakan jeruk Siam. Sutopo (2012) menambahkan bahwa petani lebih senang menanam jeruk Siam karena lebih cepat berbuah dan produktivitasnya lebih tinggi.

Di Jawa Barat khususnya Bogor sedang dikembangkan beberapa varietas jeruk keprok yakni keprok Borneo Prima dan keprok Garut Dataran Rendah yang menurut Poerwanto et al. (2013) kedua varietas jeruk tersebut berpotensi untuk dikembangkan di dataran rendah. Bibit jeruk unggul bebas penyakit dibutuhkan dalam jumlah banyak untuk pengembangan tersebut. Salah satu metode perbanyakan bibit jeruk yang biasa digunakan adalah dengan okulasi. Perbanyakan tanaman secara komersial dengan metode okulasi secara besar-besaran perlu dilakukan untuk menunjang program tersebut.

(12)

2

untuk mengetahui kapan kambium jeruk sedang membelah atau tidak. Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) diharapkan dapat mengurangi kegagalan okulasi, sehingga okulasi jeruk dapat dilakukan kapan saja.

Benzil Amino Purin (BAP) adalah zat pengatur tumbuh yang termasuk ke dalam jenis sitokinin yang dapat berperan untuk merangsang pembelahan sel. Pada perbandingan konsentrasi tertentu, BAP bersama hormon yang lain dapat merangsang pertumbuhan tunas tanaman. Namun, penelitian mengenai pengaruh pemberian BAP terhadap keberhasilan okulasi pada tanaman jeruk belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan BAP kaitannya untuk meningkatkan keberhasilan okulasi pada tanaman jeruk.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian BAP terhadap keberhasilan okulasi dan pertumbuhan tunas pada tanaman jeruk keprok Borneo Prima dan jeruk keprok Garut Dataran Rendah.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh pemberian BAP terhadap keberhasilan okulasi pada tanaman jeruk keprok.

2. Terdapat pengaruh perbedaan varietas batang atas jeruk keprok terhadap keberhasilan dan pertumbuhan tunas hasil okulasi.

3. Terdapat interaksi antara pemberian BAP dan varietas jeruk keprok terhadap keberhasilan dan pertumbuhan tanaman okulasi

TINJAUAN PUSTAKA

Jeruk Keprok

Tanaman jeruk keprok (Citrus reticulata) diduga berasal dari Asia Tenggara, kemudian menyebar ke seluruh dunia terutama di daerah subtropis. Jeruk keprok dikenal dengan daging buah berwarna oranye dan kulitnya mudah dikupas. Rasanya manis atau asam manis. Jumlah bijinya biasanya tidak terlalu banyak. Warna jeruk masak adalah oranye. Jeruk keprok disebut juga mandarin Indonesia. Buahnya bundar, tidak terlalu licin dan berkulit agak tebal. Kulit berbenjol yang tidak mudah lepas dan berwarna oranye kekuningan. Buah jeruk ada yang berbentuk bulat, oval atau lonjong sedikit memanjang (Kanisius, 1994).

(13)

3 Menurut Steenis (2006), kedudukan jeruk ini dalam sistematika tumbuhan adalah sebagai berikut:

Komoditas buah jeruk dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama jenis komoditas jeruk keprok. Jeruk keprok mempunyai nilai ekonomi tinggi, tahan agak lama dan mudah menyimpannya (Kanisius, 1994).

Jeruk Keprok Borneo Prima

Jeruk keprok Borneo Prima adalah tanaman jeruk asal kabupaten Kutai Timur, Kalimantar Timur. Jeruk tersebut merupakan varietas lokal baru yang dapat tumbuh dan menghasilkan buah dengan warna oranye pada dataran rendah (seperti jeruk keprok yang tumbuh di dataran tinggi). Buah jeruk keprok Borneo Prima berbentuk bulat pendek atau agak bulat dengan ukuran rata-rata tinggi 5.6-6.4 cm, diameter 6.1-7.6 cm. Kulit buah matang berwarna kuning dan permukaannya halus. Ujung buah berlekuk dalam. Buah jeruk ini tidak berpusar buah. Ketebalan kulit rata-rata 3.5 mm. Daging buah bertekstur lunak dengan rasa manis. Buah mengandung jus 19.79-26.24%. Berat buah antara 60-290 gram per buah. Biji berwarna krem dan berbentuk oval. Tiap buah memiliki 7-22 biji dengan ukuran panjang 11-12 mm, diameter 6-7 mm. Tanaman tumbuh berupa pohon berbatang rendah dengan tinggi rata-rata 3.5 m. Umumnya tanaman ini tidak berduri. Batang bulat atau setengah bulat dan memiliki tajuk menjulang dengan percabangan yang rapat mengarah ke atas. Daun berbentuk jorong dengan tepi beringgit dan ujung meruncing. Permukaan atas daun berwarna hijau tua mengilat, sedangkan permukaan bawah hijau muda. Panjang daun 8.2-9.6 cm dan lebar 3.5-5.0 cm. Panjang tangkai daun 1.2-2.5 cm bersayap sangat sempit sehingga bisa dikatakan tidak bersayap (Direktorat Budidaya Tanaman Buah 2010).

Jeruk Keprok Garut Dataran Rendah

(14)

4

muda dan berwarna hijau kekuningan saat buah matang. Sementara itu, daging buah berwarna kuning atau jingga dengan aroma buah harum khas keprok Garut dan rasa yang manis segar (Keputusan Menteri Pertanian, 1999). Jeruk keprok Garut Dataran Rendah berbeda dengan jeruk keprok Garut Dataran Tinggi. Jeruk keprok Garut Dataran Rendah memiliki karakter buah yang dapat memenuhi standar kualitas OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dan layak untuk dikembangkan (Suleyman, 2013).

Okulasi

Sebagian besar tanaman jeruk ditanam dari bibit hasil okulasi (budding) dan sambung (grafting) (Ashari 2006). Okulasi atau menempel tunas pada dasarnya sama dengan menyambung batang, hanya saja pada okulasi yang dipindahkan hanyalah sebuah mata tunas dengan kulit tempatnya melekat tidak dengan batanynya (Tohir 1981). Menurut Hartman dan Kester (1983) budding adalah salah satu bentuk dari grafting dengan ukuran batang atas tereduksi menjadi hanya terdiri atas satu mata tunas. Batang atas berupa potongan pucuk tanaman yang terdiri atas beberapa tunas dorman yang akan berkembang menjadi tajuk, sedangkan batang bawah akan berkembang menjadi sistem perakaran.

Setiono dan Supriyanto (2004) menyatakan bahwa ada beberapa teknik okulasi yang dapat diterapkan di pembibitan jeruk, yaitu: 1) okulasi biasa (forkert modification budding), 2) okulasi-T (T-budding), dan 3) okulasi irisan (chip budding). Tiga macam cara okulasi tersebut dapat dimodifikasi menjadi beberapa cara yang merupakan hasil pengembangan atau kombinasi dari beberapa cara okulasi yang ada. Okulasi pada penelitian ini dilakukan dengan sistem okulasi irisan (chip budding).

Okulasi dilakukan dengan teknik okulasi irisan karena menurut Setiono dan Supriyanto (2004) okulasi irisan memiliki beberapa keunggulan, antara lain: 1.) secara teknis mudah dilakukan, cepat, persen keberhasilan tinggi, dan pertumbuhan bibit relatif cepat, 2.) dapat dilakukan pada kondisi semaian batang bawah yang masih muda, 3.) dapat dilaksanakan pada semaian batang bawah yang kulitnya tipis dan sulit dikelupas.

Okulasi memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan cara perbanyakan yang lain, yakni: secara teknis mudah dilakukan, cepat, perakarannya adalah akar tunggang sehingga lebih kuat, sama dengan induknya, relatif lebih resisten terhadap hama dan penyakit. Perbanyakan secara okulasi lebih efektif dalam menunjang pengembangan tanaman.

Waktu untuk melakukan okulasi yang paling baik adalah pada saat kulit batang bawah maupun batang atas mudah dikelupas dari kulitnya. Saat ini terjadi pada waktu pembelahan sel dalam kambium berlangsung secara aktif (Wudianto 2001).

Batang Bawah untuk Okulasi

(15)

5 mendukung pertumbuhan batang atasnya tanpa menimbulkan gejala negatif yang tidak diinginkan. Untuk batang bawah yang perlu diperhatikan adalah sistem perakarannya (Hartman dan Kester, 1983).

Batang bawah yang banyak digunakan di Indonesia saat ini adalah Javansche Citroen (JC) dan Rough Lemon (RL) (Poerwanto et al., 2002). Selain itu ada beberapa varietas lain cukup menjanjikan dan telah banyak digunakan di luar negeri antara lain: Flying Dragon, Citrumelo, Volkameriana, dan Rangpur Lime. Tidak semua varietas tersebut dapat langsung dimanfaatkan sebagai batang bawah di Indonesia, misalnya Flying Dragon merupakan tanaman daerah sub-tropika, sehingga kurang adaptif di daerah tropika.

Umur batang bawah untuk dapat diokulasi sangat beragam tergantung kepada jenis tanamannnya. Ada yang masih berumur 9 bulan sudah bisa diokulasi, tetapi ada juga lebih dari 4 tahun baru bisa diokulasi. Tetapi yang umum tanaman dapat diokulasi lebih kurang berumur 1 tahun atau cabangnya sudah mencapai sebesar ibu jari (Wudianto 2001).

Menurut Joesoef (1993), yang menjadi syarat batang bawah adalah:

a. Perakaran yang kuat dan dalam serta tahan terhadap penyakit akar dan batang. b. Pertumbuhan kuat dan sehat serta dapat tumbuh serasi dengan batang atas

(kompatibel).

c. Toleran terhadap penyakit virus Tristeza. d. Buah dan biji banyak.

Batang Atas untuk Okulasi

Batang atas dari bibit okulasi sebenarnya hanya berupa mata dari tanaman yang kita kehendaki. Agar okulasi memuaskan tentu saja mata ini harus diambil dari pohon induk yang subur dan dari cabang yang tidak terserang hama-penyakit. Sebab penyakit dapat ditularkan oleh mata yang ditempelkan. Bentuk mata yang baik adalah bulat dan besar-besar. Mata demikian dapat diperoleh dari cabang yang telah berumur lebih-kurang 1 tahun. Jika cabang yang diambil matanya masih terlalu muda biasanya mata sulit untuk dilepas. Tanda cabang yang memenuhi syarat adalah berwarna hijau kelabu atau kecoklatan (Wudianto 2001).

Menurut Joesoef (1993) yang menjadi syarat batang atas adalah: 1. Produksi tinggi dan kualitas buah baik.

2. Pohon sehat, terutama bebas dari penyakit virus Tristeza dan CVPD. 3. Umur tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.

4. Ranting untuk mata tempel dan sambungan tidak berduri dan tidak ada menunjukkan gejala-gejala kuning atau mutasi.

5. Pohon induk berada ditempat yang sekitarnya (radius 5 km) tidak ada tanaman yang sakit, terutama CVPD.

Zat Pengatur Tumbuh

(16)

6

fisiologis. Sitokinin merupakan salah satu dari jenis zat pengatur tumbuh. Sitokinin disintesis dari akar dan ditransfer melalui pembuluh angkut ke daun. Pada daun tersebut, sitokinin merangsang aktivitas pembelahan sel. Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuhan turunan adenin yang berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan ditranslokasikan melalui pembuluh xilem.

Jenis sitokinin biasanya digunakan untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan. Yang termasuk ke dalam jenis sitokinin yang sering digunakan adalah kinetin, 2iP, PBA, dan Benzil Amino Purine (BAP) (Pierik 1987). Salah satu golongan sitokinin yang aktif adalah BAP. Dalam jumlah yang sangat kecil (0,01-0,05 mg l-1) dapat bersifat merangsang multiplikasi pucuk. Menurut Pierik (1987), 6-Benzil Amino Purine (BAP) digunakan karena aktif pada konsentrasi rendah, relatif stabil pada larutan encer, dan mudah di serap. Salisbury dan Ross (1992) menambahkan bahwa BAP mampu memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil. BAP akan merangsang pecahnya seludang tunas dan tumbuhnya mata tunas, serta mencegah dominansi apikal yang menghambat pertumbuhan tunas samping. Menurut Wattimena (1992), pengaruh sitokinin pada sintesis protein diduga karena kesamaan struktur sitokinin dengan adenin yang merupakan komponen DNA dan RNA.

Sitokinin banyak digunakan dalam pembibitan tanaman karena berperan penting dalam pembelahan sel pada jaringan dan mendorong differensiasi jaringan dalam pembentukan tunas tanaman. Menurut Hartman dan Kester (1983) bahwa sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang merangsang pembentukan tunas dan pembelahan sel terutama jika diberikan bersama-sama auksin.

METODE

Bahan

Bahan tanaman yang digunakan adalah dua varietas tanaman jeruk yakni jeruk keprok Borneo Prima dan jeruk keprok Garut Dataran Rendah. Tanaman tersebut nantinya akan digunakan sebagai batang atas untuk diambil mata tunasnya. Bahan tanaman lain yang utama adalah bibit jeruk varietas Rough Lemon (RL) yang memiliki batang dan perakaran kuat. Tanaman tersebut berperan sebagai batang bawah. Pada penelitian ini digunakan pula zat pengatur tumbuh, yakni BAP sebagai perlakuan dan air bersih.

Alat

(17)

7

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksakan di Kebun Percobaan Pasir Kuda, Ciomas, Bogor. Kegiatan penelitian berlangsung selama 5 bulan, mulai bulan Januari sampai bulan Mei tahun 2013.

Prosedur Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial dengan dua faktor yang disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT). Faktor pertama adalah varietas tanaman untuk batang atas, yakni jeruk keprok Borneo Prima dan jeruk keprok Garut Dataran Rendah. Faktor kedua adalah konsentrasi pemberian BAP yang terdiri atas empat taraf, yakni 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, dan 15 ppm. Dari rancangan percobaan tersebut diperoleh 8 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 24 unit percobaan. Tiap unit digunakan 20 bibit tanaman sehingga dibutuhkan 480 bibit tanaman untuk okulasi.

Model linier aditif rancangan percobaan yang digunakan: Yijk = + i + + ( )ij + ρk +

i = 1, 2 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3 Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada varietas taraf ke-i, konsentrasi pemberian BAP taraf ke-j dan kelompok ke-k

i, = Komponen aditif dari rataan, pengaruh utama varietas, dan pengaruh utama konsentrasi pemberian BAP

( )ij = Komponen interaksi dari varietas dan konsentrasi pemberian BAP ρk = Pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak berinteraksi

dengan perlakuan

= Pengaruh acak yang menyebar nornal

Data yang diperoleh diuji secara statistsik dengan uji F dengan perangkat lunak SAS 9.1.3. Jika berbeda nyata, maka akan dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%.

Prosedur Percobaan

Persiapan Batang Bawah

Bibit tanaman jeruk yang digunakan sebagai batang bawah adalah tanaman jeruk varietas RL (Rough Lemon) yang berasal dari Garut. Umur tanaman sekitar 3-4 bulan dengan tinggi 30-40 cm dan diameter batang ± 1 cm. Kondisi bibit yang digunakan dalam keadaan sehat, memiliki perakaran yang baik dan cukup air. Tanaman yang digunakan dipilih tanaman yang memiliki diamater batang dan tinggi hampir sama.

(18)

8

Ada beberapa hama yang menyerang bibit tanaman batang bawah, antara lain ulat dan bekicot. Hama ini mengganggu pertumbuhan bibit karena memakan daun-daun tanaman dan ranting-ranting tanaman yang masih muda. Sedangkan penyakit yang banyak menyerang tanaman batang bawah adalah kudis. Penyakit ini menyerang bagian daun dan ranting tanaman dengan gejala yang ditimbulkan berupa bercak kecil jernih yang kemudian berubah menjadi gabus berwarna kuning atau oranye.

Persiapan Batang Atas

Batang atas untuk okulasi diambil dari tanaman pengganda mata tempel, yakni tanaman duplikat dari pohon induk yang ada di kebun percobaan PKHT IPB Pasirkuda. Ada 20 tanaman jeruk keprok Boerneo Prima yang ditanam di kebun percobaan PKHT IPB Pasirkuda dan telah diverifikasi serta diidentifikasi. Dua puluh tanaman jeruk tersebut dijadikan duplikat pohon induk untuk bahan perbanyakan sumber entres atau batang atas.

Batang atas yang digunakan dalam okulasi diambil dari cabang terminal yang sudah dewasa atau sudah berhenti tumbuh. Batang atas diambil dari cabang-cabang tanaman yang tidak terlalu tua ataupun tidak terlalu muda yang biasanya berasal dari bagian tengah dari cabang-cabang tanaman. Hal ini karena dikhawatirkan sel-sel pada cabang yang muda belum aktif membelah sedangkan sel-sel pada batang yang tua tidak aktif lagi membelah. Keaktifan sel-sel untuk membelah mempengaruhi proses menyatuan antara batang atas dan batang bawah. Selain pemilihan letak cabang pada pohon induk, tidak ada kriteria-kriteria lainnya untuk cabang akan digunakan sebagai sumber batang atas.

Kondisi tanaman yang digunakan sebagai batang atas dari jeruk keprok Borneo Prima tergolong baik. Sedangkan untuk batang atas dari jeruk keprok Garut Garut Dataran Rendah tanamannya masih kecil, namun sudah dapat digunakan untuk okulasi.Wudianto (2001) menyatakan bahwa tanda cabang yang memenuhi syarat sebagai batang atas adalah berwarna hijau kelabu atau kecoklatan. Setiono dan Supriyanto (2004) menambahkan bahwa ranting mata tempel berpenampang bulat agak pipih dengan mata tempel aktif merupakan kriteria mata tempel yang ideal.

Pengambilan batang atas dilakukan pada pagi hari, 1 jam sebelum dilakukan okulasi ketika cuaca sedang cerah. Cabang-cabang yang digunakan sebagai batang atas dipotong dengan gunting stek. Kemudian batang-batang tersebut dibuang daunnya.

Batang atas yang telah terkumpul kemudian direndam di dalam larutan BAP sesuai perlakuan konsentrasi yang telah ditentukan selama 30 menit. Selanjutnya, batang atas tersebut ditiriskan dan dikeringanginkan. Batang atas siap digunakan untuk okulasi.

Pelaksanaan Okulasi

(19)

9 penempelan yang telah ditandai sebelumnya. Kedua hal ini bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan okulasi.

Okulasi dimulai dengan kulit batang bawah disayat dan dikelupas dengan ukuran 2-3 cm. Segera setelah itu, mata tunas diambil dari batang atas tanaman yang telah disiapkan. Ukuran sayatan mata tunas harus lebih kecil atau sama dengan ukuran sayatan pada batang bawah. Mata tunas tersebut kemudian disisipkan pada sayatan kulit batang bawah. Hasil okulasi tersebut lalu diikat dengan plastik bening yang telah dipotong menyerupai tali untuk menyatukan keduanya dan untuk menghindari dari masuknya air yang berlebih yang dapat memacu pembusukan.

(a.) (b.) (c.)

(d.) (e.) (f.)

(g.) (h.) (i.)

Perawatan Tanaman

Pada waktu hasil okulasi berumur 3 minggu, dilakukan pengamatan terhadap mata tunas. Jika mata tunas tersebut tetap berwarna hijau segar dan tetap melekat kuat pada batang bawah, maka ikatan dari okulasi tersebut dapat dibuka. Setelah itu, dilakukan looping (pembengkokan batang bawah ke arah yang berlawanan dengan letak penempelan mata tunas, kemudian batang bawah Gambar 1 Langkah-langkah okulasi irisan. (a.) menyayat dan mengelupas kulit

(20)

10

diikatkan ke ajir untuk menjaga agar pohon tetap melengkung). Looping ini bertujuan agar unsur-unsur dan asimilat fotosintesis yang diperlukan pada daerah yang telah diokulasi tetap terpenuhi oleh batang bawah dan diharapkan pertumbuhan tunas lebih kuat karena adanya translokasi unsur-unsur dan asimilat fotosintesis tersebut. Pembengkokan batang dilakukan ke arah yang berlawanan dengan letak mata tunas bertujuan agar tidak menggangu dan menghalangi pertumbuhan mata tunas okulasi.

Setelah tunas tumbuh dilakukan pemotongan sekitar 2 cm di atas daerah okulasi dengan posisi miring terhadap bagian dari batang bawah yang sebelumnya telah dibengkokkan. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan tunas hasil okulasi.

Tanaman hasil okulasi tersebut diletakkan pada tempat persemaian yang telah disiapkan sebelumnya (di dalam greenhouse). Perawatan pada tanaman dilakukan dengan penyiraman yang dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam seminggu. Penyiraman dilakukan pada pagi hari. Penyemprotan insektisida dan fungisida juga dilakukan pada dua minggu setelah ikatan okulasi dibuka. Selanjutnya, penyemprotan insektisida dilakukan setiap 2 minggu sekali. Selain itu, dilakukan pula perompelan atau pembuangan tunas-tunas yang tumbuh selain dari mata tunas hasil okulasi agar tidak mengganggu pertumbuhan tunas hasil okulasi. Setelah bibit berumur sekitar 1.5 bulan setelah okulasi, bibit dikeluarkan dari greenhouse dengan maksud agar tanaman mendapatkan lebih banyak intensitas cahaya matahari sehingga dapat memacu pertumbuhan tunas tanaman hasil okulasi agar lebih cepat dan lebih kuat.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan selama kurang lebih 12 minggu yakni 0-12 minggu setelah okulasi (MSO). Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Yusran dan Noer (2011), faktor-faktor yang diamati pada penelitian ini adalah:

1. Pengamatan terhadap parameter keberhasilan okulasi

Pada pengamatan terhadap parameter ini dilakukan terhadap seluruh tanaman yang menjadi bahan dalam percobaan. Adapun parameter-parameter penentu keberhasilan okulasi yang akan diamati meliputi:

(a) (b)

(21)

11 a. Persentase okulasi jadi (%)

Persentase okulasi jadi adalah persentase entris yang telah pecah tunas masih berwarna hijau. Persentase okulasi jadi mulai diamati sejak plastik pembalut dibuka yaitu pada 3 minggu setelah okulasi (MSO). Kemudian pengamatan dilakukan setiap 3 hari sekali sampai tanaman berumur 100 hari setelah okulasi (HSO).

b. Waktu mencapai 50% tumbuh tunas (hari)

Waktu mencapai 50% tumbuh tunas adalah waktu yang dibutuhkan perlakuan untuk pecah tunas sebanyak 50% dari jumlah bibit yang digunakan.

c. Persentase okulasi dorman (%)

Bibit dorman adalah hasil penyambungan atau hasil penempelan yang hanya sampai pecah tunas dan selanjutnya daun tidak dapat berkembang lagi. Bibit dorman dihitung pada 100 HSO.

d. Persentase okulasi mati

Bibit mati adalah bibit yang mata tunasnya mati, berwarna coklat, hitam ataupun yang terserang cendawan. Persentase bibit mati dihitung pada 100 HSO.

2. Pengamatan terhadap parameter pertumbuhan tunas

Pengamatan terhadap parameter ini dilakukan terhadap 3 tanaman contoh dari setiap unit percobaan yang ada. Adapun parameter-parameter yang menggambarkan pertumbuhan tunas meliputi:

a. Jumlah okulasi tumbuh

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah bibit okulasi yang berhasil tumbuh menjadi tunas baru. Pengamatan ini dilakukan pada seluruh bibit yang digunakan dalam penelitian dan dihitung setiap 3 hari sekali pada saat 1 minggu setelah plastik pengikat dilepas sampai umur 100 HSO. b. Panjang tunas (mm)

Pengukuran dilakukan dari pangkal tunas sampai ujung titik tumbuh tunas dan dihitung setiap 3 hari sekali pada saat 1 minggu setelah plastik pengikat dilepas sampai umur 100 HSO.

c. Jumlah daun pada tunas (helai)

Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah terbuka sempurna. Jumlah daun dihitung setiap 3 hari sekali pada saat 1 minggu setelah plastik pengikat dilepas sampai umur 100 HSO.

d. Diameter tunas okulasi (mm)

Diukur 1 cm dari pangkal tunas dan pengukuran dilakukan setiap 3 hari sekali pada saat 1 minggu setelah plastik pengikat dilepas sampai umur 100 HSO.

e. Luas daun (cm2)

Langkah pertama dilakukan pengukuran terhadap panjang daun (p) dari pangkal sampai ujung daun dan lebar daun (l) di bagian tengah daun. Selanjutnya dilakukan perhitungan luas daun dengan metode gravimetri, yakni dengan menjiplak daun contoh di kertas kemudian menimbang daun tersebut. Luas daun dihitung dengan rumus:

LD = =

(22)

12

Langkah kedua adalah untuk mencari konstanta. Perhitungan tersebut dilakukan dengan membandingkan bobot daun replika dengan kertas sampel yang diketahui luas dan bobotnya. Persamaan rumusnya adalah sebagai berikut:

Setelah nilai konstanta diperoleh (Lampiran 2) maka luas daun jeruk keprok dapat dihitung dengan rumus:

LD = p x l x k

Pengukuran luas daun dilakukan satu kali saja pada saat daun telah dewasa yakni telah membuaka sempurna dan berwarna hijau tua. Pengukuran tersebut dilakukan pada 10 daun contoh untuk masing-masing varietas batang atas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keberhasilan Okulasi

Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian BAP dan perbedaan varietas batang atas memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap keberhasilan okulasi jeruk keprok. Interaksi antara konsentrasi BAP dan varietas batang atas juga tidak berpengaruh nyata terhadap keberhasilan okulasi. Permberian BAP dengan beberapa konsentrasi pada dua varietas batang atas menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata terhadap 4 parameter keberhasilan okulasi, yakni persentase okulasi jadi, waktu mencapai 50% tumbuh tunas, persentase bibit dorman, dan persentase bibit mati.

Hasil uji lanjut pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian BAP belum memberikan hasil yang baik pada keberhasilan okulasi tanaman jeruk keprok. Persentase okulasi jadi pada saat plastik penutup dibuka (21 HSO) berkisar antara 83.33%-90.83% (Tabel 1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa diberi atau tidak diberi BAP persentase okulasi yang berhasil telah tinggi yakni di atas 80%.

(23)

13 mudah menyatu sehingga memberikan tingkat keberhasilan okulasi yang lebih tinggi.

Tabel 1 Persentase okulasi jadi pada pengamatan pertama pada konsentrasi BAP dan varietas batang atas yang berbeda

Perlakuan 21 28 Umur bibit okulasi (HSO) 46 64 82 100

Keberhasilan pada okulasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah kondisi materi perbanyakan, kondisi lingkungan tumbuh, dan keterampilan pelaksana (Setiono dan Supriyanto, 2004). Kondisi optimal semaian batang bawah untuk diokulasi adalah batang yang sedang mengalami pertumbuhan aktif (tumbuhnya tunas baru dan kulit batangnya mudah dikelupas) dengan diameter batang yang tidak terlalu kecil. Sedangkan mata tunas yang hendak digunakan sebaiknya berasal dari Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT), karena selain dijamin kemurnian varietas, kesehatan dan juga mutunya. Lingkungan tumbuh yang optimal diperlukan untuk proses penyembuhan luka jaringan mata tempel dan semaian batang bawah. Keterampilan pelaksana okulasi menjadi faktor penting pada kegiatan okulasi karena berkaitan dengan pemilihan teknik okulasi yang sesuai, efisiensi waktu, tenaga dan biaya.

Setiono dan Supriyanto (2004) menyatakan bahwa lingkungan tumbuh yang optimal diperlukan untuk proses penyembuhan luka jaringan mata tempel dan semaian batang bawah. Oksigen, temperatur, dan kelembaban mempunyai peran penting dalam mengatur prose penyatuan jaringan. Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan cara pengikatan okulasi yang tidak terlalu kencang, temperatur optimal berkisar antara 20-30 0C, kelembaban udara dipertahankan diatas 70%.

Sutami (2009) menyatakan hal yang sama bahwa suhu dan kelembaban sangat berperan dalam proses pertautan antara batang bawah dan entris. Hartman dan Kester (1983) menyatakan bahwa suhu udara berpengaruh terhadap pembentukan sel sel parenkim penyusun jaringan kalus yang terbentuk akibat adanya perlukaan (irisan). Suhu optimum 27-290 C. suhu lebih tinggi dari 290 C menyebabkan pembentukan sel-sel parenkim berlebihan, tetapi dinding selnya tipis sehingga mudah rusak. Pada suhu dibawah 200 C, pembentukan kalus lambat dan dibawah

150 C kalus sama sekali tidak akan terbentuk.

(24)

14

mati. Adapun penyebab matinya bibit hasil okulasi tersebut diantaranya adalah perawatan tanaman yang kurang baik sehingga kebutuhan akan air dan unsur hara kurang tercukupi. Selain itu terdapat beberapa hama dan penyakit yang menyerang bibit okulasi. Hama yang menyerang bibit okulasi antara lain ulat, belalang, dan bekicot. Ulat yang menyerang bibit okulasi adalah jenis ulat peliang daun (Phyllocnistis citrella). Ulat ini menyerang bagian daun muda tanaman. Gejala yang timbul adalah adanya alur melingkar transparan atau keperakan, tunas atau daun muda mengkerut, menggulung, dan rontok. Sedangkan penyakit yang menyerang bibit okulasi adalah busuk akar dan pangkal batang. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Phyrophthora nicotianae. Bagian yang diserang adalah akar dan pangkal batang. Gejala yang timbul yakni bagian bawah tanaman kering yang selanjutnya menyebabkan bibit mati.

.Menurut Prastowo dan Roshetko (2006) ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam upaya pemeliharaan bibit setelah okulasi. Penyiraman dilakukan paling lama 2 hari sekali karena tanaman yang ditempel mengalami pelukaan/stress sehingga memerlukan makanan, air, dan perawatan yang baik. Pemupupukan tanaman dapat dilakukan pada seminggu sekali. Penyemprotan insektisida dapat dilakukan apabila terdapat hama yang menyerang tanaman. Penyemprotan dengan fungisida apabila terdapat serangan penyakit lodoh/busuk daun, gejala bercak-bercak hitam pada permukaan daun , daun melipat dan melekat satu sama lainnya, selanjutnya daun menjadi kecoklatan, kering dan mati. Biasanya penyakit yang menyerang tanaman di pembibitan terutama yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp, Phytophthora sp, Fusarium sp dan Phytium sp. Tabel 2 Waktu mencapai 50% tumbuh tunas, persentase bibit dorman, persentase

bibit mati pada konsentrasi BAP dan varietas batang atas yang berbeda Perlakuan tumbuh tunas (hari) Waktu 50% dorman (%) Persentase Persentase mati (%) Konsentrasi BAP

Pertumbuhan pada okulasi dimulai dengan adanya pertautan antara batang atas dan batang bawah, selanjutnya terbentuk tunas yang mengawali perubahan bentuk tanaman menjadi individu baru. Waktu mencapai 50% tumbuh tunas merupakan salah satu indikasi adanya pertumbuhan tanaman. Kecepatan okulasi dalam mencapai 50% tumbuh tunas ditampilkan pada Tabel 2.

(25)

15 kloroplas dan sintesis klorofil. BAP akan merangsang pecahnya seludang tunas dan tumbuhnya mata tunas, serta mencegah dominansi apikal yang menghambat pertumbuhan tunas samping. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian BAP seharusnya mampu mempercepat pertumbuhan tunas. Namun, pada penelitian ini pemberian BAP belum mampu menunjukkan hal tersebut.

Bibit dorman merupakan kondisi dimana mata tunas okulasi masih dalam keaadan hijau namun belum atau tidak dapat berkembang menjadi tunas tanaman. Pada penelitian ini, persentase bibit okulasi yang dorman menunjukkan nilai yang berkisar antara 2.5%-4.17% (Tabel 2). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian BAP tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bibit yang dorman. Persentase bibit dorman yang terdapat pada bibit okulasi dari dua varietas batang atas yang berbeda juga memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Sunaryono (1984) menyatakan bahwa entress yang masih tidur atau dorman akan lambat membentuk pertautan dan sukar menuju pecah tunas. Supriyanto (1990) menambahkan entress yang dorman dikaitkan dengan kondisi dorman entress pada pohon induknya.

Tingkat keberhasilan okulasi sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari dalam maupun dari luar. Ketepatan dalam menentukan waktu, cara, dan perawatan dalam melaksanakan okulasi akan menekan jumlah okulasi yang mati atau gagal. Hasil analisis terhadap persentase bibit okulasi yang mati dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tersebut, persentase bibit yang mati menunjukkan nilai yang hampir sama atau tidak berbeda nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bibit hasil okulasi yang mati berkisar antara 41%-50% dari jumlah bibit yang digunakan.

Okulasi pada penelitian ini dilakukan pada kondisi semua batang bawah yang digunakan mudah dikelupas kulit batangnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian BAP tidak memberikan hasil yang berbeda ketika diaplikasikan pada bibit jeruk yang tengah aktif membelah, yakni kulit batangnya mudah dikelupas. Wudianto (2002) menyatakan waktu untuk melakukan okulasi yang paling baik adalah pada saat kulit batang bawah maupun batang atas mudah dikelupas dari kayunya. Saat ini terjadi pada waktu pembelahan sel dalam kambium berlangsung secara aktif. Setiap pohon mempunyai waktu pembelahan yang berbeda, ada yang aktif di musim kemarau ada pula yang aktif di musim hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi mudah atau sulitnya pelepasan kulit kayu diantaranya adalah curah hujan, pengairan, dan ketinggian tempat. Pada umumnya tanaman mudah di lepas kulit kayunya pada kondisi curah hujan tinggi atau pengairan yang cukup.

Pertumbuhan Tunas Okulasi

(26)

16

yang lebih tinggi dibandingkan keprok Borneo Prima, namun nilainya tidak berbeda nyata.

Pertumbuhan tunas akan ditandai dengan adanya pertambahan panjang dari tunas yang telah tumbuh (Tabel 4). Dari hasil uji lanjut menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan pemberian BAP tidak berbeda nyata. Tunas hasil okulasi mulai tumbuh dab terus bertambah panjang pada bibit umur 28 HSO. Pertambahan panjang tunas terjadi tidak berbarengan dan tidak seragam, ada yang cepat dan ada juga yang lambat.

Pertumbuhan tunas diikuti dengan pertumbuhan daun pada tunas. Jumlah daun yang tumbuh semakin banyak mengikuti pertumbuhan tunas. Hasil analisis terhadap jumlah daun pada tunas hasil okulasi dapat dilihat pada Tabel 4. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah daun pada saat bibit umur 46 HSO dan 100 HSO memiliki nilai yang berbeda nyata. Okulasi yang diberi BAP dengan konsentrasi 10 ppm memiliki jumlah daun paling banyak pada umur 46 HSO yakni sebanyak 4.28 helai (5 helai). Pada bibit umur 100 HSO jumlah daun paling banyak terdapat pada bibit okulasi yang tidak diberi BAP yakni sebanyak 11.3 helai (12 helai). Hal ini sejalan dengan panjang tunas okulasi.

Jumlah daun erat hubungannya dengan panjang tunas. Banyaknya daun pada tunas perbibit disebabkan pertumbuhan tunas yang baik. Semakin panjang tunas semakin banyak daun yang dihasilkan. Jumlah daun akan bertambah seiring dengan panjang tunas, karena tunas yang lebih panjang menyebabkan bertambahnya jumlah ruas dan buku tempat tumbuhnya daun (Karnedi, 1998).

Pemberian BAP dengan beberapa konsentrasi yang berbeda pada okulasi tanaman jeruk menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap diameter tunas okulasi yang muncul. Rata-rata diameter tunas pada tunas okulasi ditampilkan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian BAP dengan konsentrasi 10 ppm mendominasi pada awal pengamatan yaitu sebesar 1.11 mm, namun nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian BAP dengan konsentrasi lainnya. Varietas keprok Garut Dataran Rendah memiliki diameter tunas yang lebih besar daripada keprok Borneo Prima, namun nilainya juga tidak berbeda nyata.

(27)

17 pemberian BAP mampu memacu pertumbuhan tunas okulasi sampai tanaman berumur sekitar 1.5 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa BAP bertahan dalam jaringan tanaman selama 1.5 bulan untuk kemudian dapat diberikan BAP lagi secara berkala seperti pada penelitian Karintus (2011) pemberian BAP pada okulasi karet dilakukan secara berkala setiap 2 minggu.

Tabel 4 Panjang tunas okulasi, jumlah daun pada tunas, dan diameter tunas okulasi pada perlakuan konsentrasi BAP dan varietas batang atas yang berbeda

Jumlah daun pada tunas okulasi (Helai)

Konsentrasi BAP

aAngka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

(28)

sel-18

sel meristematik yang terbentuk antara jaringan yang tidak terluka dengan lapisan nekrotik. Lapisan nekrotik ini kemudian menghilang dan digantikan oleh kalus yang dihasilkan oleh sel-sel parenkim, sel-sel parenkim dari batang atas dan batang bawah masing-masing saling kontak, menyatu dan selanjutnya membaur. Sel-sel parenkim yang terbentuk akan terdeferensiasi membentuk lapisan kambium sebagai lanjutan dari lapisan kambium batang atas dan batang bawah yang lama, selanjutnya dari lapisan kambium akan terbentuk jaringan pembuluh sehingga proses translokasi hara dari batang bawah ke batang atas dan sebaliknya untuk hasil fotosintesis dapat berlangsung kembali. Penyatuan dua jaringan hanya mungkin jika kedua jenis tanaman cocok (kompatibel) dan irisan luka rata, serta pengikatan sambungan tidak terlalu lemah dan tidak terlalu kuat sehingga tidak terjadi kerusakan jaringan.

BAP diberikan pada okulasi dengan maksud untuk meningkatkan pembelahan sel tanaman. Pada saat sulit, kambium tanaman tidak aktif membelah yang ditandai dengan batang sulit dikelupas, pemberian BAP diharapkan mampu meningkatkan tunas yang jadi. Penelitian menunjukkan bahwa diberi atau tidak diberi BAP hasilnya sama saja. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa tanaman dalam kondisi kambium yang sedang aktif membelah sehingga pemberian BAP tidak terlalu berpengaruh.

Pengamatan pada parameter pertumbuhan tunas hasil okulasi selanjutnya dilakukan terhadap masing-masing 10 daun contoh pada bibit jeruk keprok Garut Dataran Rendah dan keprok Borneo Prima. Data pengamatan dan perhitungan menunjukkan hasil yang relatif sama. Perhitungan luas daun dengan metode grafimetri dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

Berdasarkan hasil perhitungan luas daun dengan metode gravimetri menunjukkan bahwa luas daun pada jeruk keprok Garut Dataran Rendah dan keprok Borneo Prima nilainya hampir sama. Berdasarkan hasil perhitungan substitusi rumus luas daun dengan metode gravimetri terhadap panjang dan lebar daun diperoleh nilai konstanta sebesar 0.6899456. Semakin banyak angka desimal di belakang koma maka perhitungan luas daun pun akan semakin akurat.

Pertambahan panjang daun dan lebar daun dipengaruhi oleh pembelahan sel yang berlansung secara antiklinal dan periklinal. Panjang daun dan lebar daun yang relatif sama menunjukkan tingkat pembelahan secara periklinal dan antiklinal relatif seimbang (Lakitan, 2004). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa luas daun pada varietas keprok Garut dan keprok Borneo Prima relatif sama. Jika dilihat dari hasil perhitungan, varietas keprok Garut Dataran Rendah dengan keprok Borneo Prima memiliki luas daun yang hampir sama.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(29)

19 konsentrasi yang rendah belum mampu meningkatkan keberhasilan okulasi dan memacu pertumbuhan tunas hasil okulasi.

Saran

Penelitian berikutnya disarankan menggunakan zat pengatur tumbuh jenis lain atau dengan konsentrasi BAP yang lebih tinggi dan dikombinasikan dengan ZPT laninnya. Metode dalam pemberian BAP pada okulasi juga perlu dikaji ulang agar memperoleh hasil okulasi yang maksimal. Selain itu, penelitian dapat juga dilakukan menggunakan batang bawah dengan varietas yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anggia F. 2011. Pengaruh Pemberian Beberapa Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Setek Pucuk Jeruk Kacang (Citrus reticulata L.). Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Unand.

Ashari S. 2006. Meningkatkan Keunggulan Bebuahan Tropis. Edisi Pertama. Yogyakarta: Andi. 150 hal.

Barus A dan Syukri. 2008. Agroteknologi Tanaman Buah-Buahan. Medan: USU-Press.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi buah-buahan dan sayuran tahunan di Indonesia, 1995-2013 [Internet]. [diunduh 2014 Juli 10]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby ek=55&notab=15.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Informasi ringkas jeruk [Internet]. [diunduh diunduh 2014 Juli 10]. Tersedia pada: http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/publikasi-183-informasi-ringkas-jeruk.html.

Hardiyanto. 2012. Mampukah jeruk keprok nasional kita menggeser jeruk impor? [Internet]. [diunduh 2012 November 20]. Tersedia pada: http://balitjestro.litbang.deptan.go.id/id/374.html.

Harjadi SS dan K Rochiman. 1973. Pembiakan Vegetatif. Dept. Agronomi. Fakultas Pertanian. IPB. Hal. 35–67.

Hartman HT dan Kester DF. 1983. Plant Propagation, Principles and Practices. Fourth Edition. Prentice-Hall International, Inc. New Jersey.

Iskandar. 2010. Budidaya jeruk [Internet]. [diunduh 2012 November 20]. Tersedia pada: http://epetani.deptan.go.id/budidaya/budidaya-jeruk-1273.

Johani E. 2008. Tanaman Pekarangan Pilihan. Bandung: Karya Kita Press. Joesoef M. 1993. Penuntun Berkebun Jeruk. Jakarta: Penerbit Bhratara. Kanisius AA. 1994. Budidaya Tanaman Jeruk. Yogyakarta: Kanisius.

(30)

20

Karintus. 2011. Pengaruh macam entres dan konsentrasi BAP pada pertumbuhan okulasi karet (Hevea brasiliensis Muell Arg) [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.

Keputusan Menteri Pertanian. 1999. Pelepasan Jeruk Keprok Garut sebagai Varietas Unggul dengan Nama Jeruk Keprok Garut-I. Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 760/Kpts/TP. 240/6/99. Jakarta.

Lakitan B. 2004. Hortikultura : Teori, Budidaya dan Pasca Panen. Jakarta (ID): Rajawali Pr. 219 hal.

Pierik RLM. 1987. In Vitro Culture Of Higher Plants. Martinus Nijhoff publisher, Dordrecht.

Poerwanto, R, S Susanto, SS Harjadi. 2002. Pengembangan Jeruk Unggulan di Indonesia. Makalah Semiloka Nasional Pengembangan Jeruk dan Pameran Jeruk Unggulan. 10-11 Juli 2002. Bogor. 25p.

Poerwanto R, dkk. 2013. Pengembangan Jeruk Unggulan Indonesia Guna Pemenuhan Kebutuhan Gizi Masyarakat dan Penghematan Devisa Negara Tahun II. Makalah Semiloka Nasional. 7-8 November 2013. Jakarta. Hal. 543-552.

Prastowo N, J.M. Roshetko. 2006.Tehnik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah.World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Winrock International. Bogor, Indonesia. p. 100

Salisbury FB, Cleon WR. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Diah RL, Sumaryono,penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari: Plant Physiology.

Setiono dan A Supriyanto. 2004. Keunggulan teknik perbanyakan okulasi irisan pada tanaman jeruk. Malang: Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Hortikultura Subtropik-Tlekung.

Suleyman. 2013. Karakterisasi beberapa varietas jeruk keprok dataran rendah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sunaryono, H. 1984. Ilmu Produksi Tanaman Buah-buahan. Bandung: CV. Sinar Baru. Hal. 20–30.

Supriyanto A. 1990. Pengelolaan Pembibitan Jeruk Bebas Penyakit dalam Kantong Plastik. Denpasar: Sub Balai Penelitian Hortikultura Tlekung. 15 hal.

Sutami, Athahillah M, Gusti MSN. 2009. Pengaruh Umur Batang Bawah dan Panjang Entris Terhadap Keberhasilan Sambungan Bibit Jeruk Siam Banjar Label Biru [Internet]. [diunduh 6 Oktober 2013]. Tersedia pada

http://faperta.unlam.ac.id/web/wp-content/uploads/downloads/2012/02/Sutami-9.pdf.

Sutopo. 2012. Kelemahan Revitalisasi Jeruk Nasional [Internet]. [diunduh 2012

November 20]. Tersedia pada:

(31)

21 Wudianto R. 2002. Cara Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Jakarta (ID):

Penebar Swadaya.

(32)

22

LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh konsentrasi BAP dan varietas batang atas terhadap keberhasilan okulasi dan pertumbuhan bibit jeruk keprok

Parameter pengamatan Umur tanaman

(HSO)

Konsentrasi

BAP (Ppm) Varietas batang atas

Konsentrasi BAP*varietas

batang atas A. Keberhasilan okulasi

Okulasi jadi 21 0.45 1.15 1.34

64 0.52 0.76 1.81

100 0.02 2.33 1.27

Waktu mencapai 50%

tumbuh tunas - 0.27 0.13 2.41

Okulasi dorman 100 0.12 0.70 1.06

Okulasi mati 100 0.02 2.33 1.27

B. Pertumbuhan tunas Jumlah okulasi

tumbuh 28 1.16 2.35 0.72

64 0.87 1.80 2.36

100 0.05 1.94 1.72

Panjang tunas 28 0.69 0.03 1.33

64 0.63 0.29 1.63

100 0.64 2.35 0.15

Jumlah daun 37 1.63 3.02 4.61*

64 12.86** 10.31** 0.07

100 3.68* 1.32 0.20

Diameter tunas 37 1.25 0.27 0.73

73 0.14 7.95* 0.70

100 0.76 10.97** 0.64

(33)

23 Lampiran 2 Luas daun varietas Keprok Garut

Daun Ke- Panjang (cm) Lebar (cm) Bobot (g) LD (cm2) PxL K

Sampel 10.00 10.00 0.75 100.00 100.00

1 9.00 4.50 0.22 29.33 40.50 0.7242798

2 8.20 4.00 0.18 24.00 32.80 0.7317073

3 6.10 3.10 0.09 12.00 18.91 0.6345849

4 7.60 3.90 0.15 20.00 29.64 0.6747638

5 7.10 4.20 0.15 20.00 29.82 0.6706908

6 8.10 4.20 0.17 22.67 34.02 0.6662747

7 6.80 3.00 0.10 13.33 20.40 0.6535948

8 8.30 4.40 0.18 24.00 36.52 0.6571742

9 6.10 2.80 0.09 12.00 17.08 0.7025761

10 6.30 4.30 0.15 20.00 27.09 0.7382798

Rata-Rata 7.36 3.84 0.148 19.73 28.68 0.6853926

Keterangan: P= panjang daun, L= lebar daun, LD= luas daun, K= konstanta

Lampiran 3 Luas daun varietas Keprok Borneo Prima

Daun Ke- Panjang (cm) Lebar (cm) Bobot (g) LD (cm2) PxL K

Sampel 10.00 10.00 0.75 100.00 100.00

1 8.50 4.20 0.20 26.67 35.70 0.7469655

2 5.20 3.10 0.09 12.00 16.12 0.7444169

3 7.00 3.30 0.12 16.00 23.10 0.6926407

4 7.00 3.40 0.12 16.00 23.80 0.6722689

5 6.20 3.10 0.11 14.67 19.22 0.763094

s6 6.60 3.50 0.11 14.67 23.10 0.6349206

7 7.10 3.40 0.12 16.00 24.14 0.6628003

8 6.50 3.20 0.11 14.67 20.80 0.7051282

9 7.20 3.50 0.13 17.33 25.20 0.6878307

10 6.00 2.80 0.08 10.67 16.80 0.6349206

Rata-Rata 6.73 3.35 0.12 15.87 22.79 0.6944986

(34)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 14 Maret 1992 dari ayah Gatot Sari Rusminto dan ibu Wahyuningsih. Penulis adalah putri pertama dari 3 bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Purworejo dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Gambar

Gambar 1  Langkah-langkah okulasi irisan. (a.) menyayat dan mengelupas kulit Perawatan Tanaman
Gambar 2  Tanaman jeruk hasil okulasi. (a) tanaman saat di dalam
Tabel 1  Persentase okulasi jadi pada pengamatan pertama pada konsentrasi BAP dan varietas batang atas yang berbeda
Tabel 2  Waktu mencapai 50% tumbuh tunas, persentase bibit dorman, persentase
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan kerjasama pada komponen edukasi antara UPTD Tahura WAR dan Watala dengan KPH sumber agung terlihat dalam TUPOKSI UPTD Tahura WAR pasal 157 yang

mental hampir sama, pada informan SW pengasuhan yang di terapkan yaitu dengan melihat adanya kelainan pada perkembangan anak, menyadari arti kelainan anak, sikap

Berdasarkan perhitungan dari model yang digunakan nilai ECR untuk logam timbal (Pb) di masing-masing lokasi pengambilan sampel telah sampai pada 10 -6 Hal tersebut

Persentase penambahan tepung labu kuning dalam formula pembuatan produk cookies memberikan pengaruh terhadap kesukaan warna dari produk cookies yang dihasilkan.. Produk

6 Dalam penelitian ini peneliti akan mengeksplorasi data kualitatif yang terkait dengan dari mana data dapat.. diperoleh, adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian

Berdasarkan perhitungan t-tes dengan taraf signifikansi 5% diperoleh t hitung = 2,27, sedangkan t tabel =1,68 Karena t hitung > t tabel sehingga dapat

Sekretariat Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) menyampaikan salinan otentik naskah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Lembaga yang bersangkutan,

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 4 ayat (1), untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum