• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SELEN DALAM SUSU BUBUK MENGGUNAKAN

SPEKTROMETRI EMISI ATOM-PLASMA GANDENG

INDUKTIF DAN SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM NYALA

RANI EKAYANTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Rani Ekayanti

(4)
(5)

ABSTRAK

RANI EKAYANTI. Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan MULHAQUDDIN SASTRAYUNINRAT.

Selen adalah mikromineral esensial yang dapat bersifat racun dalam dosis tinggi. Penelitian ini membandingkan 2 metode analisis selen dalam susu bubuk, yaitu spektrometri emisi atom-plasma gandeng induktif (ICP-AES) dan spektrometri serapan atom nyala (FAAS) berdasarkan nilai linearitas, limit deteksi dan kuantifikasi, ketelitian, ketepatan, dan ketangguhan, serta hasil pengukuran 4 sampel susu bubuk berbeda merek. Metode ICP-AES maupun FAAS memiliki linearitas yang baik dengan nilai koefisien determinasi di atas 0.99. Limit deteksi dan kuantifikasi ICP-AES sebesar 0.444 dan 1.480 μg/L, tidak sebaik FAAS yang mencapai 0.105 dan 0.350 μg/L. Namun, metode ICP-AES lebih teliti dan tepat daripada FAAS, ditunjukkan dengan nilai simpangan baku relatif yang lebih rendah dan nilai perolehan kembali yang berada dalam rentang 80–110%. Uji ketangguhan menunjukkan bahwa lama destruksi berpengaruh pada konsentrasi selen yang terukur dengan ICP-AES, tetapi tidak dengan FAAS. Empat sampel susu bubuk menunjukkan selisih hasil pengukuran dengan ICP-AES dan FAAS berkisar 4–84%. Dari hasil ini, metode ICP-AES yang lebih teliti dan akurat lebih disarankan untuk mengukur kadar selen dalam susu bubuk.

Kata kunci: FAAS, ICP-AES, selen, susu bubuk

ABSTRACT

RANI EKAYANTI. Selenium Analysis In Milk Powder By Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission Spectrometry and Flame Atomic Absorption Spectrometry. Supervised by ETI ROHAETI and MULHAQUDDIN SASTRAYUNINRAT.

Selenium is an essential micromineral which can be toxic in high doses. This research compared 2 methods of selenium analysis in milk powder, namely by inductively coupled plasma-atomic emission spectrometry (ICP-AES) and flame atomic absorption spectrometry (FAAS), based on the linearity, limit of detection and quantification, precision, accuracy, and robustness, and measurement of 4 milk powder samples with different brand. Both ICP-AES and FAAS methods had good linearity with coefficient of determination higher than 0.99. Limit of detection and quantification for ICP-AES were 0.444 and 1.480 μg/L, not as good as FAAS which were 0.105 and 0.350 μg/L, respectively. In the other hand, the ICP-AES method was more precise and accurate than FAAS, indicated by lower relative standard deviation value and by recovery value ranging between 80 and 110%. Robustness test showed that destruction time effected the selenium concentration measured by ICP-AES, but had no effect on FAAS measurement. Four milk powder samples showed 4‒84% difference obtained between measurement ICP-AES and FAAS. From these results, the more precise and accurate ICP-AES methods was more recommended for selenium content measurement in milk powder.

(6)
(7)

ANALISIS SELEN DALAM SUSU BUBUK MENGGUNAKAN

SPEKTROMETRI EMISI ATOM

-

PLASMA GANDENG

INDUKTIF DAN SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM NYALA

RANI EKAYANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala

Nama : Rani Ekayanti

NIM : G44096006

Disetujui oleh

Dr Dra Eti Rohaeti, MS Pembimbing I

Mulhaquddin Sastrayuninrat, SSi, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen

(10)
(11)
(12)

11

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Salawat serta salam atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Dra Eti Rohaeti, MS dan Mulhaquddin Sastrayuninrat, SSi, MSi selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, dorongan, semangat, dan doa kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Di samping itu, penulis memberi hormat dan terima kasih kepada Ibu Setiandini dari Laboratorium Instrumen dan Ibu Nunuk Brotowati selaku Kepala Laboratorium Minuman di Balai Besar Industri Agro. Tidak lupa terucap banyak terima kasih kepada Ayah, Mamah, dan Yuni atas doa dan kasih sayangnya, kepada Dian, Bu Eni, dan Majesty atas segala doa, saran, dan bantuannya untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2013

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

BAHAN DAN METODE ... 2

Bahan dan Alat ... 2

Prosedur Penelitian ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Kadar Air dan Abu ... 6

Linearitas ... 6

Limit Deteksi dan Kuantifikasi... 7

Ketelitian ... 8

Ketepatan ... 8

Ketangguhan Metode ... 9

Kadar Selen Sampel Susu Bubuk ... 10

SIMPULAN DAN SARAN ... 11

Simpulan ... 11

Saran ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... ... 12

(14)

13

DAFTAR TABEL

1 Uji ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES ... 9

2 Uji ketangguhan analisis selen dengan FAAS ... 10

3 Kadar selen 4 sampel susu bubuk dengan ICP-AES dan FAAS ... 10

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva standar selen diukur dengan ICP-AES ... 7

2 Kurva standar selen diukur dengan FAAS ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Syarat mutu susu bubuk SNI 01-2970-2006 ... 14

2 Analisis kadar air dan abu susu bubuk ... 15

3 Limit deteksi dan kuantifikasi selen dengan ICP-AES dan FAAS ... 16

4 Ketelitian analisis selen dengan ICP-AES dan FAAS ... 17

5 Ketepatan analisis selen dengan ICP-AES ... 18

6 Ketepatan analisis selen dengan FAAS... 19

7 Uji F ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES ... 20

8 Uji t ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES ... 20

9 Uji F ketangguhan analisis selen dengan FAAS ... 21

10 Uji t ketangguhan analisis selen dengan FAAS ... 21

(15)
(16)

15

PENDAHULUAN

Susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses pengeringan susu segar dan atau susu rekombinasi yang telah dipasteurisasi, dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Susu bubuk meliputi susu bubuk berlemak, rendah lemak, dan tanpa lemak (SNI 01-2970-2006, Lampiran 1). Fortifikasi adalah proses penambahan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu (vitamin, mineral) pada bahan makanan atau makanan untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan masyarakat (Sandjaja 2009). Pada susu bubuk, fortifikasi bertujuan menggantikan vitamin dan mineral yang hilang selama proses produksi, di antaranya ialah selen.

Selen (Se) merupakan mikromineral esensial, bermanfaat dalam dosis rendah, tetapi bersifat toksik dalam dosis tinggi. Se sangat berperan dalam bidang medis, karena dapat tergabung dalam protein membentuk selenoprotein, yaitu suatu enzim antioksidan. Kemampuan antioksidan ini dapat melindungi sel dari radikal bebas yang menyebabkan penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung (Dodig dan Cepelak 2004). Selen adalah komponen yang juga diperlukan dalam beberapa jalur metabolik utama, antara lain metabolisme hormon tirosina, sistem pertahanan antioksidan, dan fungsi kekebalan tubuh (Brown dan Arthur 2001). Suplementasi selen dapat menekan daya rangsang virus terhadap timbul dan berkembangnya kanker (Winarno 2004).

Sumber makanan yang banyak mengandung selen adalah daging organ, makanan hasil laut, daging otot, sereal, biji-bijian, produk susu dan olahannya, buah-buahan, dan sayur-sayuran (Burk dan Levander 2006). Badan Pengawas Obat dan Makanan menetapkan angka kebutuhan selen adalah 30 µg/hari untuk umum, 5 µg/hari untuk bayi 0–6 bulan, 13 µg/hari untuk anak 7–23 bulan, 19 µg/hari untuk anak 2–5 tahun, 35 µg/hari untuk ibu hamil, dan 40 µ g/hari untuk ibu menyusui (BPOM 2004). Syarat kecukupan asupan selen untuk tubuh ini dapat dipenuhi dari makanan yang dikonsumsi.

Defisiensi selen akan menimbulkan penyakit keshan, yaitu pembesaran jantung dan ketidakmampuan fungsi jantung; penyakit kashin-beck, yaitu terhambatnya pertumbuhan tulang rawan; atau bahkan menyebabkan keterbelakangan mental (Burk dan Levander 2006). Sebaliknya, kelebihan asupan selen juga akan berdampak buruk pada kesehatan, yaitu menimbulkan kondisi yang disebut selenosis. Selenosis terjadi di daerah-daerah yang mengandung kadar selen tinggi dalam tanah (lebih dari 84 mg/kg). Manusia yang memakan buah dan sayuran yang tumbuh di tanah ini akan mengalami selenosis bila asupan per hari melebihi 400 µg selen. Gejala-gejala selenosis adalah kerontokan rambut, kuku lepas, bercak-bercak putih pada kuku, napas berbau bawang putih, kelelahan, iritasi, dan kerusakan syaraf ringan (Dumont 2006).

Selen dapat ditetapkan kadarnya dengan menggunakan kromatografi cair (Govasmark dan Grimmett 2007), spektrometri serapan atom-pembangkit uap hidrida (Pechova et al. 2008), spektrometri serapan atom nyala (FAAS) (Lu et al.

(17)

fluoresens atom (Yang et al. 2010), serta spektrometri emisi atom-plasma gandeng induktif (ICP-AES) (Jarzynska et al. 2012).

Penentuan kandungan selen dalam susu bubuk diperlukan untuk mengetahui kemampuan susu bubuk dalam memenuhi kebutuhan asupan selen bagi tubuh. Penentuan dapat dilakukan dengan ICP-AES dan FAAS. Kedua metode ini mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing, sehingga perlu dibandingkan dan ditentukan kelayakannya untuk menganalisis selen dalam susu bubuk.

Dalam instrumen FAAS, nyala yang dihasilkan oleh gas pembakar digunakan untuk mengubah unsur logam dalam larutan menjadi atom-atomnya. Atom-atom tersebut akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, bergantung pada sifat unsurnya. Penyerapan energi menyebabkan atom tereksitasi ke tingkat energi lebih tinggi. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan atau yang diserap, konsentrasi unsur logam tertentu dalam larutan dapat ditetapkan (Khopkar 2003). Teknik atomisasi dengan nyala lazim digunakan. Larutan sampel dimasukkan ke dalam nyala dengan bantuan pengabut pneumatik (Anderson 1999).

Metode ICP-AES menggunakan suhu sangat tinggi (6000–10000 K) untuk mengatomkan sampel sekaligus mengeksitasinya. Atom yang tereksitasi kemudian meluruh ke tingkat energi lebih rendah melalui emisi dan transisi energi termal dan radiatif. Dalam teknik ini, intensitas emisi (cahaya) pada panjang gelombang tertentu diukur dan sebanding dengan konsentrasi atom dalam sampel (Anderson 1999).

Penelitian ini bertujuan membandingkan metode pengukuran selen dalam sampel susu bubuk menggunakan ICP-AES dan FAAS. Penelitian dilaksanakan bulan Oktober 2011–November 2012 di Laboratorium Minuman dan Laboratorium Instrumen, Balai Besar Industri Agro, Bogor.

(18)

3

Prosedur Penelitian

Kadar Air (SNI 01-2970-2006)

Kotak timbang dikeringkan pada suhu 100–105 °C dalam oven sampai diperoleh bobot tetap (A), kemudian ditimbang ±2.0000 g sampel susu bubuk (B). Kotak timbang berisi sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 100–105 °C selama 3 jam, lalu didinginkan dalam eksikator selama 45 menit dan ditimbang (C). Kadar air ditentukan dengan menggunakan rumus

Kadar Abu

Cawan porselen dipanaskan dalam tanur pada suhu 550 °C, kemudian ditimbang bobot kosongnya (A). Sebanyak ±2.0000 g sampel susu bubuk ditimbang (B) di dalamnya, diarangkan di atas pemanas listrik sampai tidak berasap. Cawan berisi sampel kemudian diabukan dalam tanur selama 16 jam hingga terabukan sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator, dan ditimbang kembali bobotnya (C). Kadar abu ditentukan menggunakan rumus

Pembuatan Larutan Standar

Larutan standar induk selen 1000 mg/L dipipet 1 mL ke dalam labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan 5 mL larutan HNO3 65% dan volumenya ditepatkan

dengan akuades (konsentrasi 10 mg/L). Larutan tersebut dipipet 5 mL ke dalam labu ukur 100 mL lain, lalu ditambahkan 10 mL HNO3 65% dan volumenya

ditepatkan dengan akuades (konsentrasi 500 µg/L). Selanjutnya larutan ini diencerkan menjadi 5, 10, 15, 20, 30, 40, dan 50 µg/L, untuk digunakan pada uji linearitas. Sementara untuk uji ketepatan, larutan standar selen 10 mg/L dipipet 2 mL ke dalam labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan 5 mL HNO3 65% dan

volumenya ditepatkan dengan akuades.

Linearitas

(19)

Limit Deteksi dan Kuantifikasi

Larutan standar selen 2.0 µg/L diukur dengan menggunakan ICP-AES sebanyak 10 kali ulangan, sedangkan untuk pengukuran dengan FAAS, digunakan larutan standar selen 1.0 µg/L. Nilai simpangan baku respons standar (SB) dihitung. Limit deteksi (LD) dan limit kuantifikasi (LK) dihitung dengan rumus

Preparasi Sampel ICP-AES (CEM Marsxpress XprFD-2 2009)

Sampel susu bubuk ditimbang sebanyak 0.5 g di dalam bejana teflon, ditambahkan 5 mL HNO3 65% p.a dan 1 mL H2O2 30% p.a, lalu bejana ditutup

dan dipanaskan dengan oven mikrogelombang 200 °C selama 45 menit. Bejana didinginkan ke suhu ruang, lalu dibilas dengan akuades. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan volumenya ditepatkan dengan akuades.

Preparasi Sampel FAAS (Jurisic et al. 2003)

Sampel susu bubuk ditimbang sebanyak 0.5 g di dalam bejana teflon dan ditambahkan 5 mL HNO3 65% p.a, lalu bejana ditutup dan dipanaskan dengan

oven mikrogelombang 200 °C selama 45 menit. Bejana didinginkan ke suhu ruang, lalu dibilas dengan akuades. Larutan dimasukkan ke dalam gelas piala 50 mL, kemudian ditambahkan 2 mL larutan HCl 8 M dan dipanaskan di penangas air bersuhu 60 °C selama 10 menit. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan volumenya ditepatkan dengan akuades.

Ketelitian

Larutan sampel hasil preparasi sebanyak 7 kali ulangan, diukur dengan menggunakan ICP-AES dan FAAS dengan panjang gelombang 196.0 nm pada hari yang sama. Ketelitian diukur dengan menghitung simpangan baku relatif (SBR) dengan menggunakan rumus

Ketepatan metode diuji dengan menggunakan penambahan standar. Sampel susu bubuk ditimbang sebanyak 0.5 g di dalam bejana teflon, lalu ditambahkan 5 mL larutan standar selen 200 µg/L, 5 mL HNO3 65% p.a, dan 1 mL H2O2 30%

(20)

5

akuades. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan volumenya ditepatkan dengan akuades. Larutan sampel diukur dengan ICP-AES pada panjang gelombang 196.0 nm dan dihitung perolehan kembali (PK) dengan rumus

Keterangan:

= konsentrasi sampel + konsentrasi standar yang terukur = konsentrasi sampel

= konsentrasi standar teoretis yang ditambahkan

Untuk pengukuran dengan FAAS, larutan dimasukkan ke dalam gelas piala 50 mL, ditambahkan 2 mL HCl 8 M, dan dipanaskan di penangas air 60 °C selama 10 menit. Setelah itu, dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditepatkan volumenya dengan akuades.

Ketangguhan Metode

Ketangguhan metode ICP-AES diuji dengan menyiapkan sampel menggunakan variasi waktu destruksi oven mikrogelombang menjadi 45, 30, dan 15 menit. Sementara metode FAAS diuji ketangguhannya dengan menyiapkan sampel menggunakan variasi waktu pemanasan di penangas air menjadi 10, 20, dan 30 menit. Uji beda nyata kemudian dilakukan terhadap hasil pengukuran awal.

Penentuan Kadar Selen Sampel Susu Bubuk

Analisis dilakukan terhadap 4 sampel susu bubuk dengan menggunakan prosedur penyiapan sampel untuk ICP-AES dan FAAS.

Analisis Statistik

Data uji ketangguhan selen dengan ICP-AES dan FAAS dianalisis dengan uji F dan uji t 2 sampel menggunakan peranti lunak MINITAB 14. Dua sampel di sini adalah 2 metode yang digunakan. Nilai kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α = 0.05). Simpulan diambil sesuai dengan nilai hipotesis berdasarkan nilai

p. Jika nilai p> α, maka hipotesis nol (H0) diterima, tetapi jika nilai p < α, maka

H0 ditolak atau hipotesis satu (H1) diterima.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(21)

menggunakan bejana teflon dalam oven mikrogelombang, kemungkinan analit hilang selama proses destruksi menjadi lebih kecil. Keuntungan lainnya adalah waktu destruksi lebih cepat, penggunaan asam lebih sedikit, serta tekanan dan suhu terkendali (Matek dan Blanusa 1998).

Kadar Air dan Abu

Setiap bahan makanan mempunyai kadar air yang berbeda-beda. Bila kadar air dalam suatu bahan berkisar 3–7%, maka kestabilan optimum bahan akan tercapai dan pertumbuhan mikrob dapat dikurangi. Dengan mengetahui kadar air suatu sampel, dapat diperkirakan cara penanganan terbaik bagi sampel untuk menghindari pengaruh aktivitas mikrob (Winarno 1995). Rerata kadar air susu bubuk diperoleh sebesar 3.93% (Lampiran 2). Nilai ini memenuhi syarat SNI 01-2970-2006, yaitu maksimum 5.0%.

Kadar abu menunjukkan kandungan mineral (zat anorganik) dalam bahan pangan. Rerata kadar abu susu bubuk yang diperoleh adalah 6.91% (Lampiran 2). Tidak ada persyaratan kadar abu dalam SNI 01-2970-2006. Nilai kadar abu yang tinggi ini mengindikasikan bahwa susu bubuk mengandung cukup banyak mineral.

Linearitas

(22)

7

Gambar 1 Kurva standar selen diukur dengan ICP-AES

Uji linearitas dengan FAAS dilakukan dengan mengukur absorbans 4 konsentrasi standar selen 5, 10, 15, dan 20 µg/L. Dihasilkan kurva standar dengan persamaan y = 0.015x + 0.005 dan koefisien determinasi (r) 0.997 (Gambar 2). Berdasarkan hasil ini, metode FAAS juga memenuhi syarat linearitas yang baik, dan lebih bebas dari pengaruh matriks.

Gambar 2 Kurva standar selen diukur dengan FAAS

Limit Deteksi dan Kuantifikasi

Limit deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respons signifikan dibandingkan dengan blangko. Limit kuantifikasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan saksama (Harmita 2004).

(23)

metode FAAS dapat mengukur selen dengan konsentrasi yang lebih kecil (lebih peka) daripada metode ICP-AES.

Ketelitian

Ketelitian adalah kesamaan hasil dari setiap ulangan ketika suatu metode diterapkan berulang kali pada berbagai pencuplikan dari suatu sampel homogen (AOAC 2002). Ketelitian diukur dengan menghitung simpangan baku relatif (SBR) dari 7 kali ulangan pengukuran. Menurut AOAC (2002), syarat penerimaan parameter validasi ini ialah sebagai berikut: sangat teliti (SBR < 1%), teliti (SBR 1–2%), sedang (SBR 2–5%), dan tidak teliti (SBR > 5%). Ulangan pengukuran kadar selen dengan metode ICP-AES menghasilkan SBR terhitung sebesar 3.27% (Lampiran 4). Nilai ini lebih kecil daripada 2/3 SBR Horwitz (4.13%), maka masuk dalam nilai keberterimaan hasil uji.

Nilai SBR terhitung yang diperoleh dengan metode FAAS lebih besar, yaitu 4.07%, tetapi masih masuk dalam nilai keberterimaan hasil uji. Tingkat ketelitian metode ICP-AES maupun FAAS tergolong sedang (SBR 2‒5%) dan metode ICP-AES lebih teliti daripada metode FAAS untuk penentuan kadar selen.

Pengukuran selen pada penelitian ini lebih baik daripada yang dilaporkan pada penelitian sebelumnya Miksa et al. (2005) memperoleh nilai SBR sebesar 6.33% dengan AAS dan 7.10% dengan ICP-MS. Nilai SBR yang lebih kecil menunjukkan kecilnya pengaruh galat acak. Galat acak dapat dikurangi bila digunakan alat yang terkalibrasi dan operator yang terlatih.

Ketepatan

Ketepatan adalah kedekatan nilai hasil percobaan dari suatu metode dengan nilai sebenarnya (AOAC 2002). Ketepatan diukur sebagai nilai perolehan kembali (PK). Sejumlah larutan standar yang diketahui konsentrasinya ditambahkan ke dalam larutan sampel, kemudian diukur dan dihitung kembali jumlahnya. Dalam penelitian ini, ketepatan diukur dengan cara menambahkan standar selen 20 µg/L sebanyak 5 mL ke dalam 50 mL larutan yang mengandung 0.5 g sampel. Perolehan kembali (PK) selen yang dihasilkan dengan ICP-AES sebesar 80.7– 96.6% (Lampiran 5). Nilai ini berada dalam kisaran yang dapat diterima, yaitu 80–110% (AOAC 2002), maka metode ICP-AES dapat disimpulkan mempunyai ketepatan yang baik. Miksa et al. (2005) juga melaporkan penelitian serupa dan memperoleh nilai PK sebesar 106%.

(24)

9

Ketangguhan Metode

Ketangguhan metode ICP-AES dalam penetapan selen diuji dengan meragamkan waktu destruksi pada preparasi sampel, sedangkan ketangguhan metode FAAS diuji dengan meragamkan waktu pemanasan. Hasil uji F untuk ICP-AES menunjukkan bahwa destruksi selama 45, 30, dan 15 menit mempunyai sebaran normal dan keragaman yang sama (Lampiran 7). Sementara itu, hasil uji t

(Lampiran 8) menunjukkan kadar selen yang berbeda untuk destruksi selama 45 menit dan 30 menit, dengan nilai p sebesar 0.046 < 0.05. Hasil yang serupa didapatkan pada perbandingan destruksi selama 45 menit dan 15 menit, dengan nilai p sebesar 0.004 < 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa lama destruksi berpengaruh pada konsentrasi selen yang terukur dengan metode ICP-AES. Semakin lama waktu destruksi, konsentrasi selen yang terukur semakin kecil, menunjukkan hilangnya sebagian analit selen selama tahap destruksi. Hasil uji ketangguhan metode ICP-AES dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Uji ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES

Hasil uji F untuk FAAS juga menunjukkan bahwa pemanasan selama 10, 20, dan 30 menit mempunyai sebaran normal dan keragaman yang sama (Lampiran 9). Namun berdasarkan hasil uji t, pemanasan selama 10 menit dan 20 menit menunjukkan kadar selen yang tidak berbeda (p = 0.335 > 0.05), demikian pula pemanasan selama 10 menit dan 30 menit (p = 0.702 > 0.05). Sedangkan dari hasil uji t perbandingan pemanasan 10 menit dan 30 menit didapatkan nilai p

sebesar 0.702 > 0.05 (Lampiran 10). Hasil ini menunjukkan bahwa lama waktu pemanasan tidak berpengaruh pada konsentrasi selen yang terukur dengan metode FAAS. Hasil uji ketangguhan metode FAAS dapat dilihat pada Tabel 2.

Ulangan

[Se] (µg/kg) dengan waktu destruksi selama

(25)

Tabel 2 Uji ketangguhan analisis selen dengan FAAS

Kadar Selen Sampel Susu Bubuk

Empat sampel susu bubuk diuji kadar selennya menggunakan ICP-AES dan dibandingkan dengan menggunakan FAAS. Pengukuran dengan ICP-AES selalu diperoleh lebih besar daripada dengan FAAS (Tabel 3). Selisih terbesar didapatkan pada pengukuran sampel C, yaitu 84% dan selisih terkecil pada sampel B, yaitu 4%. Keterulangan data pengukuran 4 sampel pada setiap metode memperlihatkan bahwa simpangan pengukuran dengan metode FAAS lebih kecil daripada dengan metode ICP-AES (Lampiran 11). Hasil ini tidak sejalan dengan data pengukuran ketelitian menggunakan 1 sampel (Lampiran 4). Untuk memastikan metode yang memberikan data paling tepat, diperlukan pengukuran ulang.

Tabel 3 Kadar selen 4 sampel susu bubuk dengan ICP-AES dan FAAS

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan galat pada hasil pengukuran ialah adanya pengaruh matriks sampel. Efek matriks ini menyebabkan kadar selen yang terbaca lebih besar atau lebih kecil daripada yang seharusnya. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan metode pengukuran adisi standar, dengan menambahkan sejumlah tertentu larutan standar yang diketahui konsentrasinya ke dalam sampel. Selisih antara hasil analisis sampel dengan dan tanpa standar merupakan jumlah analit. Penggunaan metode adisi standar dapat mengompensasi efek matriks dan mengompensasi kesalahan operator (Bassett et al.1994).

Ulangan

(26)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Metode analisis selen dengan ICP-AES dan FAAS mempunyai linearitas yang baik dengan nilai koefisien determinasi 0.999 dan 0.997. Limit deteksi dan kuantifikasi untuk ICP-AES sebesar 0.444 dan 1.480 μg/L, sedangkan untuk FAAS sebesar 0.105 dan 0.350 μg/L. Ketelitian metode ICP-AES lebih baik daripada FAAS yang ditunjukkan dengan nilai SBR 3.27%. Ketepatan metode ICP-AES juga lebih baik daripada FAAS yang ditunjukkan dengan nilai PK 80.7– 96.6%. Uji ketangguhan metode ICP-AES menunjukkan bahwa konsentrasi selen yang terukur dipengaruhi oleh lama destruksi, sedangkan lama pemanasan tidak memengaruhi hasil pengukuran dengan FAAS. Pengukuran 4 sampel susu bubuk menunjukkan perbedaan antara hasil pengukuran ICP-AES dan FAAS dengan kisaran 4−84%.

Saran

(27)

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2002. AOAC International Methods Committee guidelines for validation of qualitative and quantitative food microbiological official methods of analysis. J AOAC Int. 85:1-5. Anderson KA. 1999. Analytical Technique for Inorganic Contaminant. New York

(US): AOAC International.

Bassett J, Denney RC, Jeffery GH, Mendham J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Pudjaatmaka AH, Setiono L, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Vogel’s

Textbook of Quantitative Inorganic Analysis including Elementary Instrumental Analysis.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004.

Pedoman Pencantuman Nilai Gizi pada Label Pangan. Jakarta (ID): BPOM RI.

Brown KM, Arthur JE. 2001. Selenium, selenoprotein and human health: a review.Public Health Nutri. 4:593-599.

[BSN] Badan standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia 01-2970 2006. Susu Bubuk. Jakarta (ID): BSN.

Burk RF, Levander OA. 2006. Modern Nutrition in Health and Disease. Ed ke-10. Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins.

[CEM Corp] Controls Engineering Maintenance Corporation. 2009. Mars Digestion Enviromental and Regulatory Application Notes. Matthews (US): CEM Corp.

Dodig S, Cepelak I. 2004. The fact and controverses about selenium.Acta Pharm.

54:261-276.

Dumont E. 2006. Hypenated techniques for speciation of Se in biological matrices [tesis]. Bellegem (BE): Universiteit Gent.

Govasmark E, Grimmett MG. 2007. A method for determination of selenium in organic tissues using microwave digestion and liquid chromatography. J AOAC Int. 90(3):838-843.

Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya.

Maj Ilmu Kefarmasian. 1:117-135.

Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. NewYork (US): Mc Graw Hill.

Jarzynska G, Kojta AK, Drewnowska M, Falandysz J. 2012. Notes on selenium in mushroom data determined by inductively coupled plasma atomic emission spectroscopy (ICP-AES) and hydride generation atomic absorption spectroscopy (HG-AAS) techniques. African J Agric Res. 7(37):5233-5237. Jurisic R, Knezevic SV, Kalodera Z, Grgic J. 2003. Determination of selenium in

Teucrium species by hydride generation atomic absorption spectrometry. Z Naturforsch. 58c:143-145.

(28)

13

Lu R, Wang S, Xing G, Ren C, Han F, Jing J, Aschner M. 2009. Zinc, copper, iron and selenium levels in brain and liver of mice exposed to acrylonitrile.

Biol Trace Elem Res. 130:39-47.

Matek M, Blanusa M. 1998. Destruction of food samples for selenium analysis.

Arh Hig Rada Toksikol. 49(4):301-305.

Miksa IR, Buckley CL, Carpenter NP, Poppenga RH. 2005. Comparison of selenium determination in liver samples by atomic absorption spectroscopy and inductively coupled plasma-mass spectrometry. J Vet Diagn Invest. 17:331-340.

Norton GJ, Deacon CM, Li X, Huang S, Meharg AA, Price AH. 2010. Genetic mapping of the rice ionome in leaves and grain: identification of QTLs for 17 elements including arsenic, cadmium, iron and selenium. Plant Soil. 329:139-153.

Pechova A, Misurova L, Pavlata L, Dvorac R. 2008. Monitoring of changes in selenium concentration in goat milk during short-term supplementation of various forms of selenium. Biol Trace Elem Res. 121:180-191.

Sandjaja. 2009. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kompas.

Tuzen M, Verep B, Ogretmen AO, Soylak M. 2009. Trace element content in marine algae species from the Black Sea, Turkey. Environ Monit Assess.

151:363-368.

Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia. Winarno FG. 2004. Keamanan PanganJilid 1. Bogor (ID): M-BRIO Pr.

Yang J, Wang T, Wu C, Liu C. 2010. Selenium level surveillance for the year 2007 of keshan disease in endemic areas and analysis on surveillance results

(29)

Lampiran 1 Syarat mutu susu bubuk SNI 01-2970-2006

No. Kriteria uji Satuan Persyaratan

Susu bubuk

(30)

15

Lampiran 2 Analisis kadar air dan abu susu bubuk

Ulangan

Contoh perhitungan (untuk ulangan ke-1):

× 100%

Contoh perhitungan (untuk ulangan ke-1):

(31)

Lampiran 3 Limit deteksi dan kuantifikasi selen dengan ICP-AES dan FAAS Ulangan [Se] (µg/L)

ICP-AES

(xi – 2 [Se] (µg/L) FAAS

(xi – 2

1 1.809 0.0272 0.778 0.0019

2 2.003 0.0008 0.739 0.00002

3 2.191 0.0470 0.720 0.00020

4 2.157 0.0334 0.764 0.0009

5 1.753 0.0488 0.698 0.0013

6 1.850 0.0154 0.671 0.0040

7 1.906 0.0046 0.716 0.0003

8 1.942 0.0010 0.746 0.0001

9 2.024 0.0025 0.784 0.0025

10 2.101 0.0161 0.728 0.00004

Rerata 1.974 ∑= 0.1968 0.734 ∑= 0.01126

SB 0.148 0.035

3 SB (LD) 0.444 0.105

10 SB (LK) 1.480 0.350

Contoh perhitungan SB untuk ICP-AES:

= 0.148

Keterangan :

SB = simpangan baku SBR = simpangan baku relatif

n = ulangan

=rerata konsentrasi selen (µg/L)

xi =konsentrasi selen(µg/L) LD = limit deteksi

(32)

17

Lampiran 4 Ketelitian analisis selen dengan ICP-AES dan FAAS Ulangan

SBR perhitungan 3.27 SBR perhitungan 4.07

SBR Horwitz 6.20 SBR Horwitz 6.27

2/3 SBR Horwitz 4.13 2/3 SBR Horwitz 4.18

Contoh perhitungan ulangan ke-1 dengan ICP-AES:

Keterangan :

SB = simpangan baku SBR = simpangan baku relatif

n = ulangan

=rerata konsentrasi selen (µg/L)

(33)

Lampiran 5 Ketepatan analisis selen dengan ICP-AES

(34)

19

Lampiran 6 Ketepatan analisis selen dengan FAAS Kadar selen

Data perhitungan sampel + standar selen

(35)

Lampiran 7 Uji F ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES

H0 = kedua metode mempunyai sebaran normal dan keragaman yang sama

H1 = kedua metode mempunyai sebaran normal dan keragaman yang berbeda

Test for Equal Variances: ICP 45 menit; ICP 15 menit

95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations

N Lower StDev Upper ICP 45 menit 6 11,2478 19,1832 54,8822 ICP 15 menit 6 18,7725 32,0166 91,5978 F-Test (normal distribution)

Test statistic = 0,36; p-value = 0,285

Test for Equal Variances: ICP 45 menit; ICP 30 menit

95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations N Lower StDev Upper

ICP 45 menit 6 11,2478 19,1832 54,8822 ICP 30 menit 6 17,9791 30,6636 87,7269 F-Test (normal distribution)

Test statistic = 0,39; p-value = 0,326

Lampiran 8 Uji t ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES H0 = kedua metode mempunyai kadar selen yang sama

H1 = kedua metode mempunyai kadar selen yang berbeda

Two-Sample T-Test and CI: ICP 45 menit; ICP 15 menit

Two-sample T for ICP 45 menit vs ICP 15 menit

N Mean StDev SE Mean ICP 45 menit 6 384,8 19,2 7,8 ICP 15 menit 6 446,1 32,0 13

Difference = mu (ICP 45 menit) - mu (ICP 15 menit) Estimate for difference: -61,2324

95% CI for difference: (-96,3698; -26,0949)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -4,02 P-Value = 0,004 DF = 8

Two-Sample T-Test and CI: ICP 45 menit; ICP 30 menit

Two-sample T for ICP 45 menit vs ICP 30 menit N Mean StDev SE Mean

ICP 45 menit 6 384,8 19,2 7,8 ICP 30 menit 6 419,7 30,7 13

Difference = mu (ICP 45 menit) - mu (ICP 30 menit) Estimate for difference: -34,8848

95% CI for difference: (-68,9358; -0,8337)

(36)

21

Lampiran 9 Uji F ketangguhan analisis selen dengan FAAS

H0 = kedua metode mempunyai sebaran normal dan keragaman yang sama

H1 = kedua metode mempunyai sebaran normal dan keragaman yang berbeda

Test for Equal Variances: FAAS 10 menit; FAAS 20 menit

95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations N Lower StDev Upper

FAAS 10 menit 6 11,1223 18,9692 54,270 FAAS 20 menit 6 24,5650 41,8959 119,862 F-Test (normal distribution)

Test statistic = 0,21; p-value = 0,107

Test for Equal Variances: FAAS 10 menit; FAAS 30 menit

95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations N Lower StDev Upper

FAAS 10 menit 6 11,1223 18,9692 54,270

FAAS 30 menit 6 26,8263 45,7526 130,896 F-Test (normal distribution)

Test statistic = 0,17; p-value = 0,076

Lampiran 10 Uji t ketangguhan analisis selen dengan FAAS H0 = kedua metode mempunyai kadar selen yang sama

H1 = kedua metode mempunyai kadar selen yang berbeda

Two-Sample T-Test and CI: FAAS 10 menit; FAAS 20 menit

Two-sample T for FAAS 10 menit vs FAAS 20 menit N Mean StDev SE Mean

FAAS 10 menit 6 570,8 19,0 7,7 FAAS 20 menit 6 551,1 41,9 17

Difference = mu (FAAS 10 menit) - mu (FAAS 20 menit) Estimate for difference: 19,6717

95% CI for difference: (-26,2701; 65,6135)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1,05 P-Value = 0,335 DF = 6

Two-Sample T-Test and CI: FAAS 10 menit; FAAS 30 menit

Two-sample T for FAAS 10 menit vs FAAS 30 menit N Mean StDev SE Mean

FAAS 10 menit 6 570,8 19,0 7,7 FAAS 30 menit 6 578,9 45,8 19

Difference = mu (FAAS 10 menit) - mu (FAAS 30 menit) Estimate for difference: -8,13008

95% CI for difference: (-57,60707; 41,34690)

(37)
(38)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 Maret 1983 dari Ayah Abdul Rojak dan Ibu Tini Suminar. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.

Gambar

Gambar 1  Kurva standar selen diukur dengan ICP-AES
Tabel 1  Uji ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES

Referensi

Dokumen terkait

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI... 45 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

Pengertian keadilan restoratif di Indonesia sendiri, dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada Pasal 1

FORMULIR PERSETUJUAN PERMINTAAN PENDAPAT LAIN (  SE COND OPI NI ON  ), pasien berhak untuk mendapatkan  penjelasan mengenai masalah yang terkait dengan kesehatan yang..

Kandungan klorofil-a fitoplankton pada suatu perairan berbeda-beda, khususnya danau kerena dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia dan biologi dari suatu perairan Danau

Dalam hal besarnya tarif Retribusi yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah perlu disesuaikan karena biaya penyedian layanan cukup besar dan/atau besarnya tarif tidak

Selain itu, mereka juga memiliki atau membangun kegiatan-kegiatan sosial-budaya yang bisa berfungsi sebagai pemeliharaan hubungan antara penduduk asli dengan pendatang dalam

0erdasarkan kepada keputusan ujian yang telah dijalankan dapat dilihat baha9a keseluruhan pelajar telah mencapai tahap kecergasan yang telah ditetapkan. %eputusan

Pembangunan industri kimia yang menghasilkan produk ini sangat penting, karena dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap industri luar negeri yang pada akhirnya akan