• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua dan Pola Asuh Ibu dengan Kesejahteraan Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua dan Pola Asuh Ibu dengan Kesejahteraan Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ALOKASI WAKTU PENGASUHAN

ORANG TUA DAN POLA ASUH IBU DENGAN

KESEJAHTERAAN ANAK USIA SEKOLAH

PADA KELUARGA PETANI

RAHMI MAIDAH

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua dan Pola Asuh Ibu dengan Kesejahteraan Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Rahmi Maidah

(4)

ABSTRAK

RAHMI MAIDAH. Hubungan Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua dan Pola Asuh Ibu dengan Kesejahteraan Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI dan NETI HERNAWATI.

Anak merupakan anggota keluarga yang perlu untuk sejahtera. Meningkatkan pengasuhan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan bagi anak. Pengasuhan anak mencakup dua aspek, yaitu alokasi waktu dan pola asuh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alokasi waktu pengasuhan orang tua, pola asuh ibu dan kesejahteraan anak usia sekolah pada keluarga petani. Contoh pada penelitian ini adalah 89 keluarga petani yang memiliki anak usia 6-12 tahun dan masih bersekolah di sekolah dasar. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata waktu yang dihabiskan ibu untuk kegiatan pengasuhan adalah 120.8 menit (2 jam 1 menit) per hari dan ayah rata-rata 90.6 menit (1 jam 31 menit) per hari. Terdapat 25.8 persen ibu yang memiliki pola asuh baik dan sisanya memiliki pola asuh cukup baik (74.2%).Lebih dari separuh anak (53.9%) termasuk dalam kategori sejahtera dan sisanya terkategori tidak sejahtera (46.1%). Berdasarkan hasil uji, terdapat hubungan positif signifikan antara alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan pola asuh ibu. Selain itu, terdapat hubungan positif signifikan antara pola asuh ibu dengan kesejahteraan anak. Pada alokasi waktu pengasuhan orang tua tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan anak.

Kata kunci: alokasi waktu pengasuhan, kesejahteraan anak, pola asuh ibu

ABSTRACT

RAHMI MAIDAH. Relationships between Parent’s Time Allocation of Parenting and Maternal Parenting Pattern with School-Age Child Well-Being on Farm Families. Supervised by ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI and NETI HERNAWATI.

The child is family member who needs to be prosperous. Improving the parenting is one of way for achieve of child-well-being. There are two aspects in parenting of children namely time allocation and parenting pattern. This study aimed to analyze parent’s time allocation of parenting, maternal parenting pattern, and school-age child well-being on farm families. The study involved 89 sampels farm families who has child 6–12 years old and still in primary school. The result showed that mother spent her time for parenting average 120.8 minutes (2 hours 1 minute) per day while father spent average 90.6 minutes (1 hour 31 minutes). Only 25.8 percents of mother had a good parenting pattern and 74.2 percents had a good enough. More than half children (53.9%) categorized prosperous and 46.1% children included unprosperous. Based on the test, there was a significant positive correlation between parent’s time allocation of parenting with maternal parenting pattern. Moreover, there was a significant positive correlation between maternal parenting pattern with child well-being. On parent’s time allocation of parenting there was not significant correlation with child well-being.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

HUBUNGAN ALOKASI WAKTU PENGASUHAN

ORANG TUA DAN POLA ASUH IBU DENGAN

KESEJAHTERAAN ANAK USIA SEKOLAH

PADA KELUARGA PETANI

RAHMI MAIDAH

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Hubungan Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua dan

Pola Asuh Ibu dengan Kesejahteraan Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani

Nama : Rahmi Maidah NIM : I24090046

Disetujui oleh

Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si Pembimbing I

Neti Hernawati, SP., M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua dan Pola Asuh Ibu dengan Kesejahteraan Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si dan Neti Hernawati, SP., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan arahan, masukan dan bimbingan serta nasehat yang membangun kepada penulis,

2. Ir. Retnaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan dukungannya selama penulis belajar di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen,

3. Orang tua, ayah (Ediyono) dan ibu (Tuti Haryati) serta kedua adik tercinta Rizki Rahmandani dan Fachrul Ardiansyah atas doa, cinta dan kasih sayang, serta semangat yang tidak pernah terhenti diberikan untuk penulis, 4. Dr. Tin Herawati, SP., M.Si dan Megawati Simanjuntak SP., M.Si selaku

dosen penguji sidang,

5. Bapak Rukmanta (sekretaris Desa Ciaruteun Ilir) sekeluarga dan Bapak Bastari sekeluarga yang telah banyak membantu penulis dalam proses pengambilan data di lapang,

6. Kesbangpol Kabupaten Bogor yang telah memberikan izin tempat penelitian kepada penulis,

7. Keluarga petani Kampung Ciaruteun Ilir dan Kampung Wangunjaya yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini serta masyarakat sekitar di Desa Ciaruteun Ilir,

8. Para sahabat dan keluarga kedua bagi penulis Kakak Selvi, Mbak Ruri, kakak fifi, Rahma, Aida, Damay, Susan, Salsa, Dita, Widya, Eva, dan Tiwi yang selalu memotivasi dan mengingatkan akan harapan dan cita-cita serta teman-teman di Griya Pink, kamar 272 dan 273 asrama A3, BEM TPB IPB Keluarga 46 dan BEM FEMA IPB Kabinet Garda Toska dan Kabinet Sinekologi atas kebersamaan dan pengalaman yang tak terlupakan,

9. Teman-teman IKK 46, khususnya teman-teman seperjuangan penelitian Aila Nadiya, Noor Aspasia, Nur Hartanti dan Susanti Kartikasari atas pengertian dan bantuan yang diberikan serta selalu bersama-sama memberikan semangat dan motivasi, dan

10.Kepada semua pihak yang belum disebutkan namanya yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE 6

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 6

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 7

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 8

Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian 9

Pengolahan dan Analisis Data 10

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 12

Karakteristik Keluarga dan Anak 12

Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua 14

Pola Asuh Ibu 15

Kesejahteraan Anak 17

Hubungan Antar Variabel 18

Pembahasan 21

Keterbatasan Penelitian 24

SIMPULAN DAN SARAN 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 29

(11)

DAFTAR TABEL

Variabel dan cara pengumpulan data 8

Nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, dan standar deviasi 13 Rataan alokasi waktu pengasuhan ayah dan ibu berdasarkan jenis

kegiatan 15

Sebaran dimensi pola asuh ibu berdasarkan kategori pola asuh 17 Sebaran dimensi kesejahteraan anak berdasarkan kategori 18 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak 19 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak 20 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak 20 Koefisien korelasi antara alokasi waktu pengasuhan orang tua 21

DAFTAR GAMBAR

Kerangka berfikir 6

Teknik penarikan contoh 7

DAFTAR LAMPIRAN

Koefisien korelasi antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga 29 Sebaran persentase jawaban kegiatan pengasuhan ibu dan ayah 30

Sebaran kategori pola asuh ibu 31

Sebaran jawaban kesejahteraan anak 34

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang. Secara fluktuatif, sektor publik di Indonesia masih didominasi oleh kelompok tenaga usaha pertanian (BPS 2013). Data BPS (2013) menunjukkan bahwa terdapat 39.96 persen dari total penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Namun demikian, menurut Butar-butar (2008) kepala keluarga yang bekerja di sektor pertanian tergolong miskin dan lebih dari setengah (63.21%) penduduk miskin di Indonesia berada di daerah perdesaan (BPS 2013).

Selain itu, menurut BPS (2010) tingkat partisipasi sekolah anak yang tinggal di perdesaan masih lebih rendah jika dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan. Statistik pendidikan BPS (2010) menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah penduduk di perkotaan sebesar 9.08 tahun dan di perdesaan sebesar 6.40 tahun. Hal ini berarti secara rata-rata jenjang pendidikan penduduk yang berusia 15 tahun ke atas baru mencapai kelas 3 SMP untuk daerah perkotaan dan kelas 6 SD untuk daerah perdesaan. Alasan utama anak tidak melanjutkan sekolah di daerah perdesaan adalah karena tidak ada biaya (56.13%).

Kehidupan pada masa anak-anak merupakan masa kehidupan yang sangat penting. Erik erikson membagi rentang kehidupan dalam delapan tahapan (Hurlock 1980). Pada usia sekolah (6-12 tahun) anak berada pada tahap industry

(rasa mampu) vs inferiority (rasa rendah diri). Pada fase ini anak sedang membangun kepribadian diri. Tercapai atau tidaknya anak dalam membangun kepribadian diri tergantung kepada stimulasi yang diberikan oleh lingkungan sekitarnya (rumah, sekolah, dan lingkungan teman sebaya). Jika anak tidak mampu mengembangkan dirinya, baik secara akademik maupun non akademik maka yang akan berkembang adalah perasaan rendah diri (Nurrohmaningtiyas 2008). Pada fase ini kecerdasaan emosional yang baik berperan penting dalam menumbuhkan rasa mampu dalam diri anak. Kegagalan pada tahap tertentu akan mempengaruhi tahap-tahap berikutnya dan akan berdampak pada kesejahteraan anak.

Anak merupakan salah satu anggota keluarga yang perlu sejahtera juga. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 kesejahteraan anak adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Fernandes et al. (2010) menyatakan terdapat tiga alasan utama mengapa kesejahteraan anak memerlukan perhatian khusus, pertama adalah karena masalah kesejahteraan anak bukan membicarakan untuk saat sekarang saja, akan tetapi akan memiliki dampak pada masa depan anak-anak. Kedua, karena anak-anak merupakan salah satu kelompok yang paling menderita karena kemiskinan, dan yang ketiga yaitu masih kurangnya informasi langsung tentang kehidupan anak-anak. Kesejahteraan merupakan terminologi lain dari kualitas hidup manusia, yaitu suatu keadaan ketika terpenuhinya kebutuhan dasar serta terealisasikannya nilai-nilai hidup (Bubolz & Sontag 1993 dalam Sunarti 2006).

(14)

2

Pengasuhan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan, kebahagiaan, dan kualitas hidup yang baik bagi anak secara keseluruhan (Krisnatuti & Putrid 2012). Penerapan pengasuhan dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan cara melakukan pola asuh yang baik. Pola asuh merupakan cara yang dilakukan ibu dalam menjalankan praktik pengasuhan. Luarannya adalah anak diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya sehingga nantinya menjadi orang dewasa yang sehat secara fisik, mental, sosial dan emosional (Khomsan et al.

2013). Menurut Santrock (2003) melakukan pengasuhan merupakan peran penting bagi keluarga. Pada teori struktural fungsional peran ekspresif atau pemberi cinta dan kasih sayang diperankan oleh ibu. Fungsi ekspresif keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan emosi dan perkembangan, termasuk moral, loyalitas, dan sosialisasi anak (Sunarti 2004).

Selain pola asuh, aspek lain dari pengasuhan adalah alokasi waktu (Engel et al. dalam Hastuti 2009). Menjalankan praktik pengasuhan memerlukan sumber daya yang mendukung. Hample (2010) mengungkapkan bahwa orang tua melakukan persiapan terhadap anak melalui sumber daya yang dimilikinya dengan harapan anak-anak tersebut akan menjadi sukses di masa depan. Waktu merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki oleh orang tua. Selain itu, waktu merupakan salah satu bentuk investasi orang tua untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas (Hartoyo 1998). Bryant dan Zick (2006) juga sepakat bahwa alokasi waktu merupakan salah satu bentuk investasi untuk anak.

Menurut Pollard dan Lee (2003) penting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan anak, dengan menganalisis kekuatan yang dimiliki anak dapat ditemukan unsur penting dari kesejahteran anak yang memungkinkan anak untuk berkembang dan terus berkembang. Di Indonesia, penelitian mengenai kesejahteraan keluarga sudah banyak dilakukan, akan tetapi penelitian dengan melihat kesejahteraan individu anak sebagai salah satu anggota keluarga masih belum banyak dilakukan. Penelitian dengan melihat keterkaitan antara kuantitas (alokasi waktu) dan kualitas (pengasuhan) pengasuhan dengan kesejahteraan anak pada usia sekolah juga masih jarang dilakukan di Indonesia. Dengan demikian, penting untuk dilakukan penelitian mengenai hubungan antara alokasi waktu pengasuhan orang tua dan pola asuh ibu dengan kesejahteraan anak usia sekolah.

Perumusan Masalah

Memiliki minimal satu anggota keluarga yang bekerja bukan berarti membebaskan keluarga dari kekurangan dalam mencukupi kebutuhan hidup. Pendapatan buruh tani pada Januari 2012 sebesar Rp28 582 per hari1, apabila dikonversi ke dalam bulan akan didapat angka Rp857 460 sebagai penghasilan buruh tani per bulan. Jika terdapat empat anggota keluarga di dalam sebuah keluarga dengan penghasilan Rp857 460 per bulan, maka pendapatan perkapita keluarga tersebut sebesar Rp214 365 per bulan. Menurut BPS (2013), garis kemiskinan daerah pedesaan di Indonesia pada Maret 2013, yaitu sebesar Rp253 273 per kapita per bulan, dengan analogi di atas maka keluarga tersebut bisa dikatakan masih berada di bawah garis kemiskinan.

1

Muspriyanto. 2012. [diunduh pada 20 Maret 2013 14:22]. Tersedia pada:

(15)

3 Kemiskinan yang dialami keluarga petani akan berdampak pada kesejahteraan anggota keluarga. Menurut Puspitawati (2012) tujuan membentuk keluarga adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi anggota keluarganya. Anak merupakan salah anggota keluarga, yang secara langsung akan merasakan dampak dari kesejahteraan atau ketidaksejahteraan yang dialami oleh keluarganya. Selain menjadi anggota keluarga, anak juga dikenal sebagai fungsi kesejahteraan keluarga, dengan asumsi bahwa total kesejahteraan keluarga adalah jumlah kesejahteraan orang tua digabungkan dengan kesejahteraan anak (Wahini 2012).

Strategi yang dilakukan petani untuk mencukupi kebutuhan hidupnya adalah dengan cara memiliki pekerjaan tambahan di luar sektor pertanian. Hasil penelitian Risda (2010) menunjukkan bahwa waktu yang digunakan oleh petani untuk melakukan usaha tani berada pada rentang 1-4 jam per hari sedangkan waktu yang digunakan petani untuk melakukan pekerjaan sampingan (sektor non pertanian) berada pada rentang 5-8 jam per hari. Hal ini menggambarkan bahwa dalam sehari petani dapat memaksimalkan 12 jam waktu yang dimilikinya di sektor publik. Umumnya, istri dari keluarga petani juga turut membantu suami dalam melakukan pekerjaan pertanian. Pada keluarga petani, ibu melakukan semua tugas rumah tangga, membantu pekerjaan pertanian seperti membantu menanam, menyiangi dan memanen tanpa upah serta ada pula buruh tani dan berdagang yang banyak digeluti ibu untuk memperoleh upah (Puspita 2004). Dengan keadaan seperti ini, sumber daya waktu menjadi kendala bagi ibu dan ayah yang bekerja. Banyaknya waktu yang dicurahkan pada sektor publik mengakibatkan minimnya waktu di rumah untuk menjalankan kegiatan sektor domestik khususnya kegiatan pengasuhan.

Selain melakukan tugas rumah tangga dan membantu ayah dalam sektor publik, ibu juga memiliki tugas lain yaitu menjalankan tugas pengasuhan. Ibu mempunyai fungsi yang penting sebagai pengasuh utama anak dalam keluarga. Pola pengasuhan yang dilakukan ibu kepada anak akan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak (Tambingon 1999). Walaupun sedikit peluang ibu pada keluarga petani untuk berinvestasi dalam bentuk materi guna mencapai luaran anak yang yang diharapkan, ibu masih dapat berinvestasi dalam bentuk non materi, yaitu mempraktikkan pola asuh yang baik dalam pengasuhan. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berapa lama alokasi waktu yang diberikan orang tua untuk pengasuhan pada keluarga petani?

2. Bagaimana pola asuh ibu pada keluarga petani? 3. Bagaimana kesejahteraan anak pada keluarga petani?

4. Bagaimana hubungan alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan pola asuh ibu pada keluarga petani?

5. Bagaimana hubungan alokasi waktu pengasuhan orang tua dan pola asuh ibu dengan kesejahteraan anak pada keluarga petani?

Tujuan Penelitian

(16)

4

keluarga petani di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Secara khusus, penelitian ini bertujuan:

1. Mengidentifikasi alokasi waktu pengasuhan orang tua pada keluarga petani.

2. Mengidentifikasi pola asuh ibu pada keluarga petani.

3. Mengidentifikasi kesejahteraan anak usia sekolah pada keluarga petani. 4. Menganalisis hubungan alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan

pola asuh ibu pada keluarga petani.

5. Menganalisis hubungan alokasi waktu pengasuhan orang tua dan pola asuh ibu dengan kesejahteraan anak usia sekolah pada keluarga petani.

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai hubungan alokasi waktu orang tua dan pola asuh ibu dengan kesejahteraan anak usia sekolah pada keluarga petani ini diharapkan dapat bermanfaat bagi banyak pihak seperti peneliti, institusi pendidikan, dan pemerintah maupun non pemerintah. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai sarana untuk melatih kemampuan berfikir logis dan ilmiah serta sebagai sarana peneliti untuk mengenal kehidupan di keluarga petani. Bagi institusi pendidikan, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam memperkaya literatur dalam bidang keilmuan perkembangan anak dan sumber daya keluarga, terutama yang berkaitan dengan pembahasan mengenai pola asuh ibu, alokasi waktu orang tua untuk pengasuhan dan kesejahteraan anak khususnya anak usia sekolah. Lebih jauh lagi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak pemerintah sebagai pembuat kebijakan maupun non pemerintah mengenai bagaimana tingkat kesejahteraan anak-anak Indonesia khususnya anak usia sekolah dari keluarga petani saat ini.

KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan perkawinan, dan adopsi (Puspitawati 2012). Menurut Hardjanto (2002) keluarga merupakan lingkungan utama untuk menghasilkan mutu modal manusia yang berkualitas. Tujuan dan fungsi keluarga tertuang dalam peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah (PP) nomor 21 tahun 1994 menyebutkan bahwa terdapat delapan fungsi keluarga yang harus terpenuhi, yang meliputi fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan.

(17)

5 dan ayah akan memberikan dampak yang lebih baik terhadap anak. Lamb dan Lewis (Mammen 2005) mengatakan bahwa waktu ayah adalah penting untuk perkembangan anak-anak dan apabila ayah bermain dengan anak-anaknya, hal tersebut dapat lebih merangsang dan memberikan dampak yang tidak terduga daripada ibu.

Penggunaan waktu untuk perawatan anak merupakan waktu yang digunakan untuk pendidikan dan pengasuhan anak seperti memakaikan baju, memberi makan anak, mengantar ke sekolah atau ke dokter, membacakan cerita, menemani anak usia sekolah mengerjakan pekerjaan rumah, mendidik anak, mengobrol, dan bermain dengan anak (Bonke & Koch-Weser 2001). Alokasi waktu anggota keluarga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, hal ini juga berlaku bagi alokasi waktu ayah dan ibu. Faktor-faktor yang memengaruhi alokasi waktu tersebut seperti pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan pendapatan keluarga (Simister 2005). Hasil penelitian Wahini (2012) juga menunjukan bahwa status pekerjaan ibu, besar keluarga, dan alokasi waktu pekerjaan rumah tangga ibu berpengaruh nyata terhadap nilai penggunaan waktu pekerjaan rumah tangga ibu. Hasil penelitian Risda (2010) pada keluarga petani menunjukkan bahwa selain dari pekerjaan utama yang dilakukan oleh petani, petani juga memiliki pekerjaan sampingan diluar sektor pertanian. Hal ini bertujuan untuk menambah pendapatan keluarga dan dampaknya adalah petani menjadi memiliki waktu sedikit untuk berada di rumah.

Kuantitas dan kualitas adalah dua hal yang saling melengkapi satu sama lain. Menurut Sunarti (2004), intensitas (kualitas pengasuhan) pengasuhan tidak akan tercapai tanpa curahan waktu yang memadai (kuantitas pengasuhan). Hastuti (2009) membagi pola asuh kedalam lima dimensi, yaitu pola asuh dimensi makan, hidup sehat, akademik, sosial emosi, dan moral spiritual. Hasil penelitian Afriana (2012) menunjukan bahwa anak dengan ibu yang memiliki pola pengasuhan rendah adalah anak yang memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak. Nurafifiah (2012) juga menunjukan bahwa praktik pengasuhan memiliki hubungan positif signifikan dengan pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Semakin tinggi pendidikan ayah dan pendidikan ibu, maka semakin baik praktik pengasuhannya.

Kesejahteraan anak merupakan luaran yang diharapkan dari proses pengasuhan. Moore et al. (2008) membagi kesejahteraan anak sesuai dengan kelompok usia anak yaitu usia 6-11 tahun dan usia 12-17 tahun. Hasil penelitian Moore (2008) menunjukkan bahwa rata-rata anak usia 6-11 tahun memiliki kesejahteraan (dimensi fisik, psikologis, sosial, dan pendidikan atau intelektual) yang lebih baik dibandingkan dengan anak usia 12-17 tahun. Selain itu, hasil penelitian Asih (2012) menyatakan bahwa anak perempuan memiliki kesejahteraan yang lebih tinggi daripada anak laki-laki. Selanjutnya, Philips (2002) menyatakan bahwa anak yang berasal dari orang tua yang memiliki pendidikan lebih tinggi biasanya akan memiliki kualitas dan kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan anak yang berasal dari orang tua yang berpendidikan rendah.

(18)

6

terdekat bagi anak, sehingga kehadiran keluarga dapat memengaruhi kesejahteraan anak.

Berdasarkan hasil uraian singkat dari teori dan hasil penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah 1) adanya berbedaan antara curahan waktu yang diberikan oleh ibu dan ayah untuk kegiatan pengasuhan, 2) ibu yang memiliki pendidikan yang rendah masih belum optimal dalam menjalankan pola asuh yang baik, 3) anak yang memiliki orang tua dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki kesejahteraan yang lebih baik, 4) semakin banyak curahan waktu yang diberikan orang tua untuk kegiatan pengasuhan maka pola asuh ibu akan semakin baik, dan 5) alokasi waktu pengasuhan orang tua dan pola asuh ibu memiliki hubungan dengan kesejahteraan anak (gambar 1).

METODE

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu kali waktu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data utama. Lokasi penelitian berada di Kampung Ciaruteun Ilir dan Kampung Wangunjaya, Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan kampung dilakukan secara purposive. Hal ini didukung oleh data desa 2013, bahwa kedua kampung tersebut memiliki jumlah penduduk terbanyak pada urutan pertama dan kedua di Desa Ciaruteun Ilir. Selain itu, sebagian besar masyarakat di kedua kampung tersebut bermatapencarian sebagai petani. Kegiatan penelitian ini terdiri dari penyusunan proposal penelitian, pengambilan data, pengolahan data, analisis data, dan penulisan hasil penelitian. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2013.

(19)

7 Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

Populasi pada penelitian ini adalah keluarga petani lengkap yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang masih berstatus sebagai siswa sekolah dasar (6-12 tahun) yang bertempat tinggal di Kampung Ciaruteun Ilir dan Kampung Wangunjaya, Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Responden pada penelitian ini adalah ayah, ibu dan anak yang berjumlah 100 contoh. Jumlah contoh didapat dari penghitungan dengan menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan lima persen.

Berikut ini adalah ringkasan teknik penarikan contoh yang terlihat pada Gambar 2.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin didapatkan jumlah contoh sebanyak 100. Akan tetapi, mempertimbangkan bahwa terdapat 11 anak yang tidak bersedia memberikan keterangan mengenai kesejahteraan dirinya maka contoh pada penelitian ini dikurangi 11. Oleh karena itu, untuk proses pengolahan data selanjutnya akan menggunakan 89 contoh.

Gambar 2 Teknik penarikan contoh

n = = keterangan :

n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = tingkat kesalahan (5%)

Kabupaten Bogor

Kecamatan Cibungbulang

Desa Ciaruteun Ilir

n = 100

Kampung Wangunjaya N = 41 keluarga

n = 34 Kampung Ciaruteun Ilir

N = 81 keluarga n = 66

Purposive berdasarkan jumlah penduduk miskin

terbanyak

Purposive berdasarkan produktivitas tertinggi pada

sektor pertanian

Purposive berdasarkan produktifitas pertanian yang

cukup tinggi dan jumlah penduduk terbanyak

(20)

8

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) pusat dan daerah serta desa. Data sekunder merupakan informasi mengenai gambaran umum dan sosio demografi dari lokasi penelitian. Data primer merupakan data yang diambil secara langsung dari lapang dengan melakukan wawancara dan menggunakan alat bantu kuesioner yang meliputi data karakteristik anak, karakteristik keluarga, alokasi waktu pengasuhan orang tua, pola asuh ibu, dan kesejahteraan anak. Rincian variabel, satuan, skala, dan responden disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Variabel dan cara pengumpulan data

Variabel Satuan Skala Responden

Karakteritik anak

1. Usia Tahun Rasio

Ayah, ibu atau anak

2. Jenis kelamin [1] Laki-laki [2] Perempuan

2. Besar keluarga Orang Rasio

3. Lama sekolah Tahun Rasio

4. Pekerjaan suami [1]Petani pemilik [2]Petani bukan pemilik

Nominal

5. Pekerjaan istri [1] Bekerja

(21)

9 Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian

Berikut ini merupakan penjelasan mengenai cara pengukuran dan penilaian variabel yang digunakan pada penelitian, yaitu:

a. Karakteristik anak

Karakteristik anak diukur dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada ibu, ayah, atau anak. Pertanyaan tersebut mengenai usia anak, jenis kelamin anak, urutan kelahiran anak, dan kelas anak.

b. Karakteristik keluarga

Karakteristik keluarga diukur dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada ibu atau ayah. Pertanyaan tersebut meliputi usia, besar keluarga, lama sekolah, pekerjaan, dan pendapatan.

c. Alokasi waktu pengasuhan orang tua

Pernyataan terkait alokasi waktu pengasuhan orang tua terdiri atas enam belas butir pernyataan. Pernyataan dimodifikasi oleh peneliti dari Wahini (2012). Pernyataan merujuk kepada lama waktu yang digunakan ibu dan ayah untuk melakukan kegiatan pengasuhan. Waktu pengukuran dinyatakan dalam menit. d. Pola asuh ibu

Kuesioner pola asuh makan, pola asuh hidup sehat dan pola asuh sosial emosi adalah modifikasi dari Hastuti (2006). Kuesioner pola asuh akademik adalah modifikasi dari Simanjuntak (2010), dan pola asuh moral dan spiritual adalah modifikasi dari Mafriana (2003) dan Hastuti (2006). Nilai Cronbach’s

alpha pola asuh sebesar 0.804. Terdapat 42 butir pernyataan dalam pola asuh yang terbagi menjadi lima dimensi, yaitu pola asuh makan (7 butir pernyataan), pola asuh hidup sehat (8 butir pernyataan), pola asuh akademik (12 butir pernyataan), pola asuh sosial emosi (8 butir pernyataan) dan pola asuh moral dan spiritual (7 butir pernyataan). Setiap butir pernyataan disediakan empat jawaban, yaitu tidak pernah diberi skor 1, jarang diberi skor 2, sering diberi skor 3, dan selalu diberi skor 4, kecuali pernyataan nomor 6 pada pola asuh makan dilakukan invers terlebih dahulu. Selanjutnya, total skor masing-masing dimensi ditransformasikan ke dalam bentuk indeks, kemudian total skor masing-masing dimensi yang telah ditransformasikan menjadi indeks dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah dimensi yang ada yaitu lima dan didapatkan skor untuk pola asuh ibu. Rumus indeks yang digunakan adalah sebagai berikut:

Indeks = x 100

Selanjutnya, untuk menentukan kategori pola asuh ibu menggunakan interval kelas, dengan rumus:

Interval Kelas (IK) = = 33.33 sehingga diperoleh kategori sebagai berikut:

(22)

10

e. Kesejahteraan anak

Kuesioner kesejahteraan anak yang digunakan adalah modifikasi dari Moore

et al. (2008) yaitu instrumen Microdata Child Well-Being Index. Kuesioner kesejahteraan anak terdiri atas 32 butir pernyataan. Kesejahteraan anak diukur berdasarkan empat dimensi yaitu dimensi fisik (9 butir pernyataan), dimensi psikologis (6 butir pernyataan), dimensi sosial (11 butir pernyataan), dan dimensi pendidikan (6 butir pernyataan). Setiap butir pernyataan disediakan dua jawaban, yaitu untuk “tidak” dan untuk “ya”, kecuali pada pernyataan dimensi fisik nomor 3, 4, dan 5, dimensi sosial nomor 9, 10 dan 11, dan dimensi pendidikan nomor 1, 2, dan 3 skornya diinvers terlebih dahulu. Selanjutnya total skor masing-masing dimensi ditransformasikan ke dalam bentuk indeks. Setelah itu, total skor indeks masing-masing dimensi dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah dimensi yang ada yaitu empat dan menghasilkan skor untuk kesejahteraan anak. Rumus indeks yang digunakan adalah sebagai berikut:

Indeks = x 100

Selanjutnya, untuk kategori kesejahteraan anak dibagi menjadi dua, yaitu:

Tidak sejahtera : 0% - 74 % Sejahtera : 75% -100%

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, entrying,

scoring, cleaning data, dan analisis data. Data dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Berikut adalah analisis yang digunakan:

1. Analisis deskriptif. Analisis ini meliputi rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik anak, karakteristik keluarga, alokasi waktu pengasuhan orang tua, pola asuh ibu, serta kesejahteraan anak.

2. Analisis inferensia, yaitu:

a. Uji beda Independent-sampel t test. Uji ini digunakan untuk membandingkan rata-rata alokasi waktu pengasuhan ibu dan ayah. b. Uji korelasi Spearman dan Pearson. Uji korelasi Spearman dan

Pearson digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan alokasi waktu pengasuhan orang tua, karakteristik keluarga dan anak serta alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan pola asuh ibu, karakteristik keluarga dan anak dengan kesejahteraan anak, dan hubungan antara alokasi waktu pengasuhan orang tua dan pola asuh ibu dengan kesejahteraan anak. Uji korelasi

(23)

11 Definisi Operasional

Keluarga petani adalah keluarga lengkap dengan ayah yang memiliki pekerjaan utama sebagai petani pemilik atau petani non pemilik (petani penggarap/petani sewa dan buruh tani).

Anak adalah seseorang yang merupakan bagian dari anggota keluarga petani yang berada pada usia sekolah (6-12 tahun) dan sedang menempuh pendidikan di tingkat sekolah dasar pada saat dilakukan wawancara.

Usia adalah tahun hidup saat dilakukan wawancara dan dinyatakan dalam satuan tahun.

Jenis kelamin anak adalah jenis kelamin yang dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan.

Urutan kelahiran anak adalah kondisi dimana anak lahir menjadi anggota keluarga sebagai anak tunggal, anak sulung, anak tengah, atau anak bungsu.

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.

Lama sekolah ibu dan ayah adalah lama sekolah formal yang ditamatkan oleh ayah dan ibu dalam satuan tahun.

Pekerjaan ayah dan ibu adalah aktivitas ayah dan ibu yang menghasilkan uang sebagai sumber pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup keluarga. Pendapatan keluarga adalah total pendapatan yang dihasilkan oleh anggota

keluarga (ayah, ibu, atau anggota keluarga lainnya) setiap bulan dalam satuan rupiah.

Alokasi waktu pengasuhan adalah jumlah waktu yang dicurahkan ibu dan ayah untuk kegiatan pengasuhan kepada anak dan dinyatakan dalam satuan menit.

Pola asuh adalah cara yang dilakukan ibu dalam menanamkan kebiasaan pada anak yang terdiri dari pola asuh makan, pola asuh hidup sehat, pola asuh akademik, pola asuh sosial emosi, dan pola asuh moral dan spiritual. Pola asuh makan adalah cara pengasuhan yang dilakukan oleh ibu agar anak

dapat memiliki kebiasaan makan yang baik dan bergizi.

Pola asuh hidup sehat adalah cara pengasuhan yang dilakukan oleh ibu kepada anak untuk mengajarkan dan membiasakan anak agar berperilaku hidup sehat.

Pola asuh akademik adalah cara pengasuhan yang dilakukan oleh ibu agar anak dapat mencapai prestasi dalam bidang akademik.

Pola asuh sosial emosi adalah cara pengasuhan yang dilakukan oleh ibu agar anak memiliki kemampuan berhubungan sosial yang baik dengan orang lain dan dapat memahami perasaan yang terjadi pada dirinya serta memahami perasaan orang lain disekitarnya.

Pola asuh moral dan spiritual adalah cara pengasuhan yang dilakukan oleh ibu terhadap penanaman moral dan spiritual kepada anak.

(24)

12

Dimensi fisik adalah dimensi kesejahteraan anak yang diukur dari aspek fisik dan kesehatan yang dilihat secara keseluruhan dan dari kebiasaan hidup sehat anak.

Dimensi psikologis adalah dimensi kesejahteraan anak yang diukur dari aspek emosional anak dan bagaimana cara anak berfikir mengenai kemampuan diri yang dimilikinya.

Dimensi sosial adalah dimensi kesejahteraan anak yang dilihat dari aspek sosial anak yang diukur dari keterlibatan anak dan kemampuan anak dalam bergaul dan berkelompok di lingkungan rumah dan sekolah serta kemapuan anak untuk dapat berhubungan secara emosional dengan orang lain.

Dimensi pendidikan adalah dimensi kesejahteraan anak yang dilihat dari aspek pencapaian pendidikan dan diukur dari kemampuan anak dalam menangkap materi pelajaran, prestasi, dan dukungan orang tua.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Secara geografis sebelah utara Desa Ciaruteun Ilir berbatasan dengan Desa Cidokom, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Leuwengkolot, sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijujug, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciampea. Desa Ciaruteun Ilir memiliki luas 360 Ha dan memiliki jumlah penduduk sebanyak 10.108 jiwa dengan 3.104 kepala keluarga. Sebagian besar penduduk di Desa Ciaruteun Ilir bermatapencaharian sebagai petani. Jenis komoditas pertanian didominasi oleh komoditas hortikultura seperti bayam, kangkung, cesin, sawi dan daun bawang. Terdapat empat dusun yang terbagi atas 10 Rukun Warga (RW) dan 35 Rukun Tetangga (RT) di Desa Ciaruteun Ilir. Selain itu, juga terdapat 10 kampung di Desa Ciaruteun Ilir, yaitu Kampung Pabuaran, Kampung Tegal Salam, Kampung Ciaruteun Ilir, Kampung Munjul, Kampung Tutul, Kampung Muarajaya, Kampung Wangunjaya, Kampung Cikarang, Kampung Padati Mondok, dan Kampung Bubulak.

Karakteristik Keluarga dan Anak

(25)

13 bulan sebesar Rp626 472.1. Apabila merujuk pada garis kemiskinan daerah pedesaan di Indonesia pada Bulan Maret 2013, yaitu sebesar Rp253 273 per kapita per bulan, dari 89 keluarga terdapat 17 keluarga yang terkategori miskin dan 72 keluarga yang terkategori tidak miskin.

Ayah yang berstatus sebagai petani pemilik sebanyak 56.2 persen, penggarap/sewa sebanyak 38.2 persen, dan sisanya (5.6%) berstatus sebagai buruh tani. Selain memiliki pekerjaan utama pada sektor pertanian, lebih dari separuh ayah juga memiliki pekerjaan tambahan diluar sektor pertanian. Terdapat 57.3 persen ayah memiliki pekerjaan tambahan seperti pedagang, buruh bangunan, ojeg, supir, peternak dan pengontrakkan lahan. Rata-rata penghasilan yang didapat ayah dari pekerjaan tambahan sebesar Rp1 223 011 per bulan. Hal ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata penghasilan utama yang dimiliki ayah yaitu sebesar Rp1 709 202 per bulan. Selain itu, ada pula ibu yang turut bekerja untuk membantu menambah penghasilan keluarga. Terdapat 69.7 persen ibu yang bekerja, 77.4 persen ibu bekerja pada sektor pertanian dan 22.6 persen ibu bekerja di luar sektor pertanian yang terdiri atas karyawan konveksi, pedagang, sales perabotan rumah tangga, dukun melahirkan, Pembantu Rumah Tangga (PRT), guru, dan kader Posyandu. Rata-rata pendapatan yang dihasilkan ibu bekerja yaitu sebesar Rp653 429.6 per bulan. Ibu yang bekerja di sektor pertanian melakukan kegiatan seperti mengikat sayur dan membantu ayah di kebun.

Tabel 2 Nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, dan standar deviasi karakteristik keluarga dan karakteristik anak

(26)

14

Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua

Alokasi waktu pengasuhan orang tua dilihat dari waktu yang diluangkan oleh ibu dan ayah untuk kegiatan pengasuhan. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara alokasi waktu pengasuhan ibu dan ayah (Tabel 3). Rata-rata alokasi waktu pengasuhan ayah adalah 90.6 menit per hari sedangkan ibu 120.8 menit per hari.

Ayah memiliki waktu antara 0 sampai 360 menit per hari untuk kegiatan pengasuhan. Curahan waktu untuk kegiatan pengasuhan yang paling banyak dilakukan oleh ayah adalah pada kegiatan mengobrol bersama anak di waktu senggang. Terdapat 95.5 persen ayah yang melakukan kegiatan mengobrol bersama anak di waktu senggang dengan rata-rata waktu 42.2 menit per hari (Tabel 3). Selain itu, ada pula kegiatan pengasuhan yang tidak sama sekali dilakukan oleh seluruh ayah, yaitu kegiatan menyuapi anak pada saat makan siang dan menemani anak saat tidur siang. Terdapat satu orang ayah yang tidak meluangkan waktunya sama sekali untuk kegiatan pengasuhan. Hal ini dikarenakan bahwa ayah merasa sudah ada ibu yang dapat melakukan kegiatan pengasuhan sehingga ayah lebih memanfaatkan waktu yang dimilikinya untuk bekerja, beristirahat dan bergaul dengan tetangga. Kegiatan yang memdapatkan alokasi waktu paling sedikit dari ayah yaitu kegiatan memandikan anak pada pagi hari (1.1%), menyuapi anak ketika sarapan (1.1%), memandikan anak pada saat sore hari (1.1%), dan menyuapi anak makan sore atau makan malam (1.1%).

Ibu memiliki waktu antara 4 sampai 330 menit per hari untuk kegiatan pengasuhan. Kegiatan pengasuhan yang curahan waktunya paling banyak diluangkan oleh ibu adalah kegiatan mengobrol bersama anak di waktu senggang dengan rata-rata waktu 52.60 menit per hari. Terdapat 96.6 persen ibu yang melakukan kegiatan mengobrol bersama anak di waktu senggang (Tabel 3). Kegiatan pengasuhan yang tidak pernah dilakukan oleh seluruh ibu adalah kegiatan menemani anak tidur siang, sedangkan kegiatan pengasuhan yang paling sedikit mendapatkan curahan waktu dari ibu adalah kegiatan menjemput anak sekolah (1.1%) dan menyuapi anak pada saat makan siang (1.1%).

Selain itu, kegiatan-kegiatan pengasuhan lain yang alokasi waktunya banyak dilakukan oleh ayah dan ibu yaitu mengajarkan pengetahuan tentang agama, mengajarkan anak mengenai keterampilan, dan menemani anak belajar. Terdapat lebih dari separuh ibu (66.3%) dan ayah (65.2%) yang melakukan kegiatan mengajarkan pengetahuan tentang agama. Kegiatan mengajarkan anak mengenai keterampilan dilakukan oleh 60.7 persen ibu dan 56.2 persen ayah. Lebih dari separuh ibu (65.2%) dan kurang dari separuh ayah (46.1%) melakukan kegiatan menemani anak belajar.

(27)

15 Tabel 3 Rataan alokasi waktu pengasuhan ayah dan ibu berdasarkan jenis kegiatan No. Kegiatan pengasuhan

13. Bermain bersama anak di rumah.

ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01

Pola Asuh Ibu

(28)

16

baik yaitu ketika hal-hal yang baik dalam pengasuhan sudah diterapkan oleh ibu kepada anak secara optimal. Skor rata-rata indeks pola asuh yaitu 60.52 dengan skor indeks terendah sebesar 35.40 dan skor indeks tertinggi sebesar 87.10.

Tabel 4 menunjukkan skor rata-rata dimensi pola asuh makan sebesar 62.49. Hasil penelitian menunjukkan masih terdapat ibu yang memiliki pola asuh yang kurang baik. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya ibu yang membiarkan anak apabila anak sedang tidak nafsu makan (47.2%) dan jarangnya ibu membiasakan anak untuk konsumsi buah (40.4%). Ibu yang memiliki pola asuh makan yang kurang baik yaitu ibu yang memiliki lama sekolah kurang dari 6 tahun (tidak tamat SD) dan termasuk dalam kategori keluarga miskin. Selain itu, terdapat 29.2 persen ibu yang sudah memiliki pola asuh yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan ibu yang membiasakan anak untuk mengonsumsi makanan yang mengandung protein hewani (88.8%) dan nabati (41.6%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata dimensi pola asuh hidup sehat yaitu sebesar 56.18. Pada dimensi pola asuh hidup sehat terdapat 10.1 persen ibu terkategori memiliki pola asuh yang kurang baik. Hal ini karena 10.1 persen ibu tersebut tidak membiasakan anak untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, tidak pernah mengajak anak olahraga seminggu sekali dan tidak membatasi waktu anak untuk menonton televisi. Ibu yang memiliki pola asuh yang kurang baik merupakan ibu yang tidak tamat SD (44.4%), 44.4 persen tamat SD, dan 11.1 persen ibu tamatan SMA sederajat. Selain itu, sebagian besar anak yang memiliki ibu dengan pola asuh kurang baik merupakan anak dengan usia tua, 88.9 persen anak berusia 9 sampai dengan 12 tahun dan 11.1 persen berusia 8 tahun.

Hasil pada Tabel 4 menunjukkan bahwa selain dimensi pola asuh hidup sehat, dimensi pola asuh akademik juga memiliki skor rata-rata yang rendah yaitu sebesar 56.09. Pada dimensi ini, terdapat 3.4 persen ibu yang terkategori memiliki pola asuh yang kurang baik. Hal ini ditunjukkan dengan ibu tidak menentukan waktu belajar anak pada saat di rumah, ibu tidak pernah menanyakan hasil pelajaran sekolah anak, dan ibu tidak pernah membantu atau mengajari anak dalam mengulang pelajaran. Tingkat pendidikan yang ditempuh ibu paling tinggi yaitu tidak tamat SD (66.7%) sisanya adalah tamat SD (33.3%).

Dimensi pola asuh sosial emosi memiliki skor rata-rata indeks terbesar dibandingkan dimensi yang lainnya, yaitu sebesar 64.23. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola asuh sosial emosi ibu sudah cukup baik (61.8%).Hal ini ditunjukkan dengan seringnya ibu mengajarkan kepada anak untuk meminta izin terlebih dahulu jika ingin meminjam sesuatu atau barang kepada orang lain (49.4%), meminta maaf bila salah (49.4%), mengungkapkan yang dirasakan (47.2%), dan bekerja sama (40.4%). Hanya terdapat 1.1 persen ibu yang memiliki pola asuh yang kurang baik yaitu keluarga yang terkategori keluarga sedang yang memiliki besar keluarga sebanyak 7 orang. Selain itu, usia ibu termasuk dalam usia dewasa madya (50 tahun).

(29)

17 bantuan yang telah diberikan dan belum mengenalkan sifat-sifat baik yang disuka oleh Tuhan, seperti sikap saling memaafkan antar sesama.

Tabel 4 Sebaran dimensi pola asuh ibu berdasarkan kategori pola asuh Dimensi

pola asuh

Kategori pola asuh ibu Skor rata-rata±sd

Kesejahteraan anak merupakan luaran yang dimiliki oleh anak dari proses pengasuhan orang tua. Pada penelitian ini, kesejahteraan anak meliputi empat dimensi yaitu dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi sosial, dan dimensi pendidikan. Tabel 5 menunjukkan bahwa kurang dari separuh anak (46.1%) terkategori tidak sejahtera dan sisanya terkategori sejahtera (53.9%). Skor rata-rata kesejahteraan anak sebesar 75.17 dengan skor terendah 50.25 dan skor tertinggi 90.28.

Terdapat 38.2 persen anak yang terkategori tidak sejahtera pada dimensi fisik (Tabel 5). Hal ini digambarkan dari seluruh anak tidak ada yang rutin melakukan kontrol kesehatan gigi setiap 6 bulan sekali dan seluruh anak hanya melakukan olahraga satu minggu sekali, yaitu pada jam pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) di sekolah. Anak yang terkategori tidak sejahtera pada dimensi fisik memiliki ayah dengan alokasi waktu pengasuhan yang sedikit. Ayah meluangkan waktu untuk pengasuhan rata-rata 70.51 menit per hari, sedangkan anak yang terkategori sejahtera rata-rata mendapatkan waktu pengasuhan dari ayah sebanyak 103.03 menit per hari.

Pada dimensi psikologis hampir seluruh anak (93.3%) termasuk dalam kategori sejahtera. Hal ini dikarenakan anak dapat menunjukkan emosi yang dirasakan dengan perbuatan (84.3%) dan anak percaya akan kemampuan dirinya (82.0%). Hanya terdapat 6.7 persen anak yang termasuk dalam kategori tidak sejahtera pada dimensi psikologis. Anak yang terkategori tidak sejahtera memiliki ibu yang sebagian besar (83.33%) memiliki lama pendidikan 6 tahun dan sisanya memiliki lama pendidikan 4 tahun. Selain itu, lebih dari separuh anak (66.67%) termasuk dalam keluarga yang memiliki anak lebih dari empat.

(30)

18

suka mengejek temannya. Hal ini mengakibatkan anak sering bertengkar dan dijauhi oleh temannya.

Tabel 5 menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak (80.9%) pada dimensi pendidikan merupakan anak yang terkategori sejahtera dan sisanya terkategori tidak sejahtera (19.1%). Anak yang terkategori tidak sejahtera adalah anak yang mengalami kesulitan dalam belajar seperti pemahaman anak dalam menerima pelajaran di sekolah. Selanjutnya, hal yang menunjukkan kesejahteraan anak adalah terdapat lebih dari separuh anak (53.9%) yang memiliki waktu untuk membaca dalam sehari.

Tabel 5 Sebaran dimensi kesejahteraan anak berdasarkan kategori Dimensi Kategori kesejahteraan anak Rataan±sd

Tidak sejahtera (< 75%) Sejahtera (≥ 75%)

n % n %

Fisik 34 38.2 55 61.8 72.56±07.44

Psikologis 6 6.7 83 93.3 56.44±16.83

Sosial 26 29.2 64 70.8 90.22±12.45

Pendidikan 17 19.1 72 80.9 46.44±12.50

Total 41 46.1 48 53.9 75.17±07.65

Sumber: Modifikasi dari Moore et al. 2008

Hubungan Antar Variabel

Hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan alokasi waktu pengasuhan orang tua

Berdasarkan Tabel 6, lama sekolah ibu berhubungan positif signifikan dengan alokasi waktu pengasuhan ibu (r=0.231;p=0.029). Artinya, semakin lama sekolah ibu maka alokasi waktu untuk pengasuhan akan semakin lama pula. Pada variabel karakteristik anak (jenis kelamin dan usia anak) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan alokasi waktu pengasuhan ibu.

(31)

19 Tabel 6 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak

dengan alokasi waktu pengasuhan orang tua

Variabel Alokasi waktu pengasuhan orang tua

Ibu Ayah

Besar keluarga (orang) 0.054 0.001

Pendapatan perkapita (Rp/bulan) -0.105 -0.056

Karakteristik anak

Jenis kelamin (0=laki-laki, 1= perempuan)

-0.003 -0.053

Usia anak (tahun) -0.177 -0.277 **

Keterangan: *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01

Hubungan antara karakteristik keluarga dan anak serta alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan pola asuh ibu

Tabel 7 menunjukkan nilai koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak serta alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan pola asuh ibu. Pada Tabel 7 lama sekolah ibu berhubungan positif signifikan dengan pola asuh ibu (r=0.217;p=0.042). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama sekolah ibu maka semakin baik pola asuh yang diterapkan oleh ibu kepada anaknya. Selanjutnya, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa pekerjaan tambahan ayah memiliki hubungan yang positif sangat signifikan dengan pola asuh ibu (r=0.273;p=0.01). Hal ini menunjukkan bahwa ayah yang memiliki pekerjaan tambahan mempunyai istri dengan pola asuh yang lebih baik. tidak terlihat adanya hubungan yang signifikan antara karakteristik anak (jenis kelamin dan usia anak) dengan pola asuh ibu.

(32)

20

Tabel 7 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak serta alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan pola asuh ibu

Variabel Pola asuh ibu

Karakteristik keluarga

Usia ayah (tahun) -0.084

Usia ibu (tahun) -0.073

Lama sekolah ayah (tahun) 0.130

Lama sekolah ibu (tahun) 0.217 *

Pekerjaan ayah (0=bukan pemilik, 1=petani pemilik)

-0.080

Pekerjaan ibu (0=tidak bekerja, 1=bekerja) -0.027 Pekerjaan tambahan ayah (0=tidak ada, 1=ada) 0.273 **

Besar keluarga (orang) 0.031

Pendapatan perkapita (Rp/bulan) 0.083

Karakteristik anak

Jenis kelamin (0=laki-laki, 1= perempuan) -0.076

Usia anak (tahun) 0.032

Alokasi waktu pengasuhan orang tua

Alokasi waktu pengasuhan ibu 0.253 *

Alokasi waktu pengasuhan ayah 0.373 **

Keterangan: *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01

Hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan kesejahteraan anak

Pada Tabel 8, jenis kelamin anak dan usia anak memiliki hubungan tidak signifikan dengan kesejahteraan anak. Jenis kelamin anak memiliki hubungan yang positif tidak signifikan dengan kesejahteraan anak. Selanjutnya, usia anak berhubungan negatif tidak signifikan dengan kesejahteraan anak.

Tabel 8 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak dengan kesejahteraan anak

Variabel Kesejahteraan anak

Karakteristik keluarga

Usia ayah (tahun) -0.098

Usia ibu (tahun) -0.044

Lama sekolah ayah (tahun) 0.145

Lama sekolah ibu (tahun) 0.156

Pekerjaan ayah (0=bukan pemilik, 1=petani pemilik) -0.012 Pekerjaan ibu (0=tidak bekerja, 1=bekerja) 0.003 Pekerjaan tambahan ayah (0=tidak ada, 1=ada) 0.043

Besar keluarga (orang) 0.050

Pendapatan perkapita (Rp/bulan) 0.030

Karakteristik anak

Jenis kelamin (0=laki-laki, 1= perempuan) 0.178

Usia anak (tahun) -0.050

(33)

21 Hubungan antara alokasi waktu pengasuhan orang tua dan pola asuh ibu dengan kesejahteraan anak

Pada Tabel 9 alokasi waktu pengasuhan ibu dan ayah berhubungan tidak signifikan dengan kesejahteraan anak. Hanya variabel pola asuh ibu yang memiliki hubungan dengan kesejahteraan anak. Pada pola asuh ibu terdapat hubungan yang positif signifikan dengan kesejahteraan anak (r=0.257;p=0.015). Artinya, semakin baik pola asuh yang dilakukan oleh ibu maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan anaknya.

Tabel 9 Koefisien korelasi antara alokasi waktu pengasuhan orang tua dan pola asuh ibu dengan kesejahteraan anak

Variabel Kesejahteraan anak

Alokasi waktu pengasuhan orang tua

- Alokasi waktu pengasuhan ibu 0.146

- Alokasi waktu pengasuhan ayah 0.206

Pola asuh ibu 0.257 *

Keterangan: *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01

Pembahasan

Waktu merupakan salah satu komponen investasi anak (Bryant & Zink 2006). Pada pelaksanaan pengasuhan, waktu menjadi sumber daya yang dimiliki orang tua. Alokasi waktu pengasuhan adalah waktu yang diluangkan oleh orang tua untuk melakukan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan yang baik dari orang tua dapat menjadikan anak berkembang dengan baik pula. Selain ibu, ayah juga memiliki tanggung jawab yang sama dalam pengasuhan agar anak dapat mencapai perkembangan fisik, komunikasi, kognisi dan sosial secara optimal (Briawan & Herawati 2005). Meskipun demikian, tetap terdapat pembagian peran ayah dan ibu yang spesifik sesuai dengan kodratnya masing-masing.

Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara rata-rata alokasi waktu yang disediakan oleh ibu dan ayah untuk kegiatan pengasuhan. Alokasi waktu yang diluangkan ibu (2 jam 1 menit) untuk kegiatan pengasuhan anak lebih lama dibandingkan dengan alokasi waktu yang diluangkan oleh ayah (1 jam 31 menit). Hal ini karena ibu memiliki waktu di rumah lebih banyak dibandingkan dengan ayah. Pada penelitian ini semua ayah adalah pencari nafkah utama di sektor publik sedangkan ibu yang bekerja di sektor publik terdapat 69.7 persen dan sisanya (30.3%) merupakan ibu yang tidak bekerja.

(34)

22

Pemanfaatan waktu untuk kegiatan pengasuhan merupakan tindakan merealisasikan konsep yang dimiliki orang tua tentang bagaimana cara mengasuh, mendidik, dan memelihara anak yang mereka miliki. Pengasuhan memiliki beberapa pola yang menunjukan adanya hubungan dari satu aspek dengan aspek yang lainnya. Hal ini nantinya akan berpengaruh pada kehidupan anak di masa yang akan datang. Pola asuh adalah teknis dari suatu praktik pengasuhan yang mencakup pengasuhan makan, pola hidup sehat, akademik sosial emosi, dan pola asuh moral spiritual (Hastuti 2009). Pola asuh merupakan pedoman bagi orang tua mengenai bagaimana cara mengasuh anak agar anak memiliki luaran yang sesuai dengan harapan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar.

Pada penelitian ini hanya 25.8 persen anak yang memiliki ibu dengan pola asuh yang baik dan 74.2 persen ibu memiliki pola asuh yang cukup baik. Dimensi akademik merupakan dimensi yang memiliki persentase ibu dengan pola asuh baik paling rendah. Hal ini karena masih terdapat 71.9 persen ibu yang tidak menentukan waktu belajar anak dan terdapat 38.2 persen ibu yang tidak membantu dan mengajari anak dalam mengulang pelajaran sekolah. Padahal, pada usia sekolah anak memerlukan stimulus untuk mengasah potensi akademik yang dimilikinya agar keterampilan anak juga akan semakin meningkat. Menurut Havighurst, salah satu tugas perkembangan masa kanak-kanak adalah mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar (Hurlock 1980). Keterampilan dasar anak usia sekolah meliputi membaca, menulis, berhitung dan, memahami pelajaran. Selain itu, Piaget (Santrock 2012) juga menyatakan bahwa anak memasuki sebuah tahap perkembangan kognitif yang baru di masa kakak-kanak pertengahan dan akhir (7-11 tahun).

Perawatan merupakan cakupan dari interaksi dalam pengasuhan. Perawatan tersebut seperti mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun sosialisasi. Hal ini bertujuan untuk mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat (Wahyuning et al. 2003). Interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak akan membantu meningkatkan kesejahteraan anak. Anak yang memiliki interaksi yang baik dengan keluarga akan memiliki kesejahteraan yang baik pula. Menurut Moore et al. (2008) kesejahteraan anak artinya anak telah memiliki status biologis individu (kesehatan secara keseluruhan dan fungsinya, serta gaya hidup sehat), kesehatan psikologis (bagaimana individu berpikir tentang diri mereka sendiri dan bagaimana mereka menangani dan mengatasi situasi dan menjadi bebas dari masalah yang ada), kesehatan sosial (mengacu pada kemampuan bergaul dalam ekologi sosial, termasuk keterampilan dasar, keterlibatan dalam kegiatan yang konstruktif, kemampuan untuk dapat berhubungan secara emosional dengan orang dan teman-teman), dan pendidikan atau intelektual (keterampilan yang berhubungan dengan kemampuan seorang anak untuk belajar, mengingat, alasan memadai untuk usia mereka, mampu menerapkan keterampilan kognitif untuk menjadi produktif dan terlibat di sekolah) yang baik.

(35)

23 guru. Selanjutnya, kebiasaan anak mengejek menjadikan anak dijauhi oleh teman-temannya dan dianggap sebagai anak yang nakal. Padahal menurut Havighurst belajar menyesuaikan diri dengan teman seusia merupakan salah satu tugas perkembangan masa kanak-kanak (Hurlock 1980).

Temuan lain dari penelitian ini adalah bahwa orang tua (ibu dan ayah) dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki alokasi waktu pengasuhan yang lebih banyak. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang ditempuh orang tua dapat menentukkan cara berfikir dan pemahaman orang tua akan sesuatu hal. Idealnya, semakin tinggi sekolah yang ditempuh maka akan semakin memperkaya pengetahuan. Selain itu, semakin tinggi tingkatan sekolah ibu maka akan semakin tinggi pula alokasi waktu pengasuhan ayah kepada anak.

Selanjutnya, ayah yang berstatus sebagai petani pemilik memiliki alokasi waktu pengasuhan lebih sedikit dibandingkan dengan ayah yang bukan seorang petani pemilik. Hasil lapang menunjukkan bahwa lebih banyak petani pemilik yang memiliki anak dengan usia tua dibandingkan dengan petani yang bukan pemilik. Hasil ini berkorelasi dengan usia anak, artinya semakin tua usia anak maka alokasi waktu pengasuhan ayah kepada anak akan semakin berkurang. Hasil ini diperkuat oleh teori ekonomi keluarga (Bryant & Zink 2006) yang menyebutkan bahwa semakin meningkatnya usia anak maka investasi terhadap waktu akan semakin menurun sedangkan investasi terhadap uang akan semakin meningkat. Semakin tua usia ibu maka alokasi waktu pengasuhan ayah akan semakin berkurang. Bertambahnya usia ibu akan menambah pengalaman mengenai kegiatan pengasuhan, hal ini dapat menjadikan alasan ayah lebih mempercayai kegiatan pengasuhan kepada ibu.

Ibu dengan pendidikan yang tinggi memiliki pola asuh yang lebih baik dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah. Selanjutnya, ibu yang mengalokasikan lebih banyak waktunya untuk pengasuhan akan memiliki pola asuh yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai pola asuh sehingga memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya berupa waktu untuk kegiatan pengasuhan. Sementara itu, ayah yang memiliki pekerjaaan tambahan memiliki istri dengan pola asuh yang lebih baik. Hal ini dapat terjadi karena minimnya waktu yang dimiliki ayah untuk turut serta dalam menanamkan kepribadian kepada anak menyebabkan ibu menjadi lebih dominan dalam melakukan praktik pengasuhan guna membentuk pribadi anak yang baik. Selain itu, semakin banyak ayah mencurahkan waktunya untuk kegiatan pengasuhan maka akan semakin baik pula pola asuh yang diterapkan oleh ibu. Alokasi waktu pengasuhan ayah yang meningkat memungkinkan mendukung ibu untuk menerapkan pola asuh yang lebih baik. dalam hal ini adanya kerja sama antara ayah dan ibu akan mengoptimalkan perkembangan anak.

(36)

24

usia anak dengan kesejahteraan anak akan tetapi tidak signifikan. Apabila dilihat dari tugas perkembangan menurut Havighurst maka semakin tua usia anak maka tugas perkembangannya akan semakin banyak sehingga semakin sulit untuk mencapai kesejahteraan.

Pola asuh memiliki hubungan positif signifikan dengan kesejahteraan anak, semakin baik pola asuh yang dilakukan oleh ibu maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan anaknya. Ketika ibu menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam praktik pengasuhan akan membentuk kepribadian anak yang baik juga sehingga anak akan merasa percaya diri akan kemampuan yang dimilikinya. Selain itu, secara tidak langsung pendidikan yang dimiliki oleh ibu memiliki hubungan yang positif dengan kesejahteraan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan memiliki pola asuh yang baik, dari pola asuh yang baik akan menciptakan anak yang sejahtera. Sejalan dengan penelitian Philips (2002) yang menyatakan bahwa pendidikan orang tua berpengaruh terhadap luaran anak. Anak yang berasal dari orang tua yang memiliki pendidikan lebih tinggi biasanya akan memiliki kualitas dan kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan anak yang berasal dari orang tua yang berpendidikan rendah. Sementara itu, alokasi waktu pengasuhan ibu dan ayah hanya menunjukkan hubungan positif tetapi tidak signifikan dengan kesejahteraan anak.

Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini pengukuran kesejahteraan anak melibatkan responden anak berusia 6-12 tahun. Rentang usia tersebut cukup jauh sehingga berpotensi terjadinya perbedaan pemahaman berkaitan dengan variabel yang diukur kepada anak. Selain itu, kemampuan berkomunikasi anak dengan situasi rentang usia yang jauh juga beragam.

SIMPULAN DAN SARAN

Pada keluarga petani, ibu lebih banyak mengalokasikan waktu pengasuhan dibandingkan dengan ayah. Rata-rata waktu yang dihabiskan ibu untuk kegiatan pengasuhan anak adalah 120.8 menit (2 jam 1 menit) per hari dan ayah rata-rata 90.6 menit (1 jam 31 menit) per hari. Pada penelitian ini, hanya ada 25.8 persen ibu yang memiliki pola asuh yang baik dan sisanya memiliki pola asuh yang cukup baik (74.2%). Lebih dari separuh anak (53.9%) termasuk dalam kategori sejahtera dan sisanya terkategori tidak sejahtera (46.1%). Terdapat hubungan antara alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan pola asuh ibu. Semakin banyak waktu yang diluangkan ibu dan ayah untuk kegiatan pengasuhan maka pola asuh ibu akan semakin baik. Pola asuh ibu memiliki hubungan dengan kesejahteraan anak. Semakin baik pola asuh yang diterapkan oleh ibu maka akan meningkatkan kesejahteraan anak. Tidak terdapat hubungan antara alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan kesejahteraan anak.

(37)

25 memberdayakan para kader setempat untuk menjadi penyuluh. Selain itu, perguruan tinggi juga dapat memanfaatkan lembaga pemberdayaan masyarakat yang ada guna membantu memberikan sosialisasi akan pentingnya pola asuh yang baik kepada para ibu. Peningkatan pola asuh ibu diharapkan dapat sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan anak.

Untuk penelitian lanjutan, sebaiknya menggunakan rentang usia yang lebih dekat apabila melibatkan anak usia sekolah sebagai responden. Selain itu, anak juga telah mampu berkomunikasi dengan baik. Selanjutnya, penelitian ini belum sampai pada meneliti hubungan faktor eksternal anak usia sekolah (lingkungan rumah dan sekolah) dengan kesejahteraan yang dimiliki anak. Dengan keterbatasan penelitian ini, disarankan untuk penelitian selanjutnya agar dapat memasukkan variabel eksternal anak dalam meneliti kesejahteraan anak usia sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Afriana H. 2012. Analisis investasi dan kualitas anak pada keluarga nelayan di Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Asih DSCI. 2012. Pengaruh interaksi orang tua dan anak terhadap kesejahteraan anak pada keluarga nelayan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bonke J, Koch-Weser E. 2001. The welfare state and time allocation Denmark,

Italy, France, and Sweden. Welfare distribution working paper (9:2001) [internet]. [diunduh 2013 Oktober 11]. Tersedia pada:

http:///www.sfi.dk/grapihics/SFI/pdf/working_papers/workingpapers.2001_ 9.pdf.

BPS. 2010. Statistik Pendidikan 2009 Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta (ID): BPS

____. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Jakarta (ID): BPS.

Briawan D, Herawati T. 2005. Peran anggota rumah tangga di dalam pengasuhan pertumbuhan dan perkembangan anak balita [Laporan akhir penelitian studi kajian wanita]. Bogor (ID): Institut pertanian Bogor.

Bryant WK, Zink CD. 2006. The Economic Organization of the Household, Second Edition. New York (US): Cambridge Univ Pr.

Butar-Butar D. 2008. Analisis sosial ekonomi rumah tangga kaitannya dengan kemiskinan di pedesaan (studi kasus di Kabupaten Tapanuli Tengah). Jurnal Perencanaan & pembangunan Wilayah. 4(1).

Del Boca D, Pasqua S, Pronzato C, Wetzels C. 2003. Labour market participation and motherhood. [Final report the rationale of motherhood choices: influence of employment conditions and of public policies]. Belgia (BE): Université Libre de Bruxelles.

Fernandes L, Mendes A, Teixeira AAC. 2010. A review essay on child well-being measurement: uncovering the paths for future research. FEP working papers (396:2010): Porto (PT): Universidade De Porto.

(38)

26

Hardjanto. 2002. Mutu modal manusia dan pertumbuhan ekonomi human capital and economic growth. Jurnal Managemen Hutan Tropis. 8(1).

Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Istiwidayanti, Soedjarwo, Penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psycology.

Hartoyo. 1998. Investing in children: study of rural families in indonesia [disertasi]. Blacksburg (AS): Virginia Tech University.

Hastuti D. 2009. Pengasuhan: Teori dan Prinsip Serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Hill SA. 2006. Marriage among African American Women: A Gender Perspective. Journal of Comparative Family studies. 37(3).

Khomsan A, Anwar F, Hernawati N. Suhanda NS, Oktarina. 2013. Tumbuh Kembang dan Pola Asuh Anak. Bogor (ID): IPB Press.

Krisnatuti D, Putrid HA. 2012. Gaya pengasuhan orang tua, interaksi serta kelekatan ayah-remaja, dan kepuasan ayah. Jurnal ilmu keluarga dan konsumen. 5(2)

Mammen K. 2005 Fathers’ time investments in children: do sons get more?. Columbia (US): Columbia University.

Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda; Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Jakarta (ID): mizan.

Moore KA, Theokas C, Lippman L, Bloch M, Vandivere S,O’hare W 2 A microdata child well-being index: conceptualization, creation, and findings.

Journal Child Ind Res. (1).

Nurafifah D. 2012. Analisis nilai anak, investasi anak, dan potensi perdagangan anak (kasus di Kabupaten Subang) [skripsi]. Bogor (IPB): Institut Pertanian Bogor.

Nurrohmaningtyas S. 2008. Pengaruh gaya pengasuhan dan model sekolah terhadap kecerdasan emosional dan motivasi belajar siswa sekolah dasar [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Papalia DE, Olds SW. 1981. Human Development. USA (US): McGraw-Hill, Inc. Philips KR. 2002. Parent work and child well-being in low-income families, urban

institute. Assessing the New Federalism. Occasional paper (56). Washington DC (AS): The Urban Institute.

Pollard EL, Lee PD. 2002. Child well-being: a systematic review of the literature.

Journal Soc Indicat Resear. 61(1).

Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.

Puspita Y. 2004. Peran ibu dalam pembentukan pola konsumsi pangan keluarga petani (studi kasus di Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang 2004) [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Risda A. 2010. Analisis pendapatan keluarga petani di Desa Binuang Kecamatan Bangkinang Seberang Kabupaten Kampar [skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas.

Gambar

Gambar 1 Kerangka berfikir
Gambar 2.
Tabel 1 Variabel dan cara pengumpulan data
Tabel 2 Nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, dan standar deviasi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Manusia memiliki dua belahan otak yakni otak kiri dan otak kanan dan yang baru-baru ini masih hangat di perbincangkan adalah otak tengah otak tengah berfungsi sebagai

Pada percobaan 1 dengan memasukkan berbagai jenis benda ke dalam air dengan setiap jenisnya mempunyai ukuran yang berbeda, mempunyai tujuan untuk mengiring siswa pada

peningkatan pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Karangsari Tahun Ajaran 2013/2014, dapat disimpulkan bahwa (1) Langkah-langkah penggunaan Model

Identitas merek adalah variabel yag berpengaruh terhadap keputusan pembelian sehingga batik sari kenongo harus lebih gencar melakukan promosi atau membuka outlet di

Bahan dasar yang seharusnya dimiliki oleh setiap guru untuk membuat penilaian kompetensi keterampilan (KI-4) di buku Laporan Hasil PencapaianPeserta Didik adalah

Telah dirancang sebuah prototype ruang penyimpanan benih padi berdasarkan pengontrolan temperatur dan kelembaban. Berdasarkan data referensi yang dikumpulkan, diperoleh

Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora

Obzirom na sve navedeno, odnosno utjecaj prometne infrastrukture u odvijanju gospodarske aktivnosti razvijenih zemalja, ali i zemalja u razvoju, predmet istraživanja ovog rada