• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Volume Pohon Sengon Untuk Menilai Potensi Kehilangan Keuntungan Petani Hutan Rakyat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Volume Pohon Sengon Untuk Menilai Potensi Kehilangan Keuntungan Petani Hutan Rakyat."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL VOLUME POHON SENGON

UNTUK MENILAI POTENSI KEHILANGAN KEUNTUNGAN

PETANI HUTAN RAKYAT

ARI ARDELINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Model Volume Pohon Sengon untuk Menilai Potensi Kehilangan Keuntungan Petani Hutan Rakyat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Ari Ardelina

(4)

RINGKASAN

ARI ARDELINA. Model Volume Pohon Sengon untuk Menilai Potensi Kehilangan Keuntungan Petani Hutan Rakyat. Dibimbing oleh TATANG TIRYANA dan MUHDIN.

Sistem penjualan pohon sengon (Paraserianthes falcataria L.) di hutan rakyat tanpa menggunakan cara pendugaan volume pohon yang tepat dapat menimbulkan kehilangan keuntungan petani. Harga kayu seringkali tidak ditentukan berdasarkan volume pohon, melainkan berdasarkan taksiran harga per batang pohon (untuk sistem penjualan batangan) dan taksiran harga total tegakan (untuk sistem penjualan borongan). Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model volume pohon sengon dan mengevaluasi praktek yang biasa dilakukan dalam penjualan kayu sengon di hutan rakyat.

Penelitian ini menggunakan 100 pohon contoh untuk pembuatan model volume, angka bentuk, dan persamaan taper, sedangkan untuk validasi menggunakan 68 pohon contoh lainnya. Wawancara dengan petani dan pembeli pohon sengon dilakukan untuk menilai kehilangan keuntungan dari sistem penjualan yang dilakukan. Potensi kehilangan keuntungan diperoleh melalui pegukuran pohon dari areal hutan rakyat seluas 500 m2, dengan menghitung nilai rata-rata dari lima pohon yang mewakili kelas diameter untuk sistem batangan dan seluruh tegakan sengon untuk sistem borongan. Pada kedua sistem penjualan tersebut, potensi kehilangan keuntungan petani dihitung berdasarkan selisih antara taksiran harga kayu dari tengkulak dengan harga pasar kayu (per m3), dengan memperhitungkan harga pemanenan kayu yang dikeluarkan oleh tengkulak.

(5)

SUMMARY

ARI ARDELINA. Volume Model of Sengon Tree to Evaluate the Potential of Profit Loss for Community Forest’s Farmers. Supervised by TATANG TIRYANA and MUHDIN.

Selling systems of the sengon (Paraserianthes falcataria L.) timber in community forests without the use of appropriate tree volume models may generates some profit loss for the farmers. Timber prices usually are not determined by tree volume, but determined by estimated price per log (for selling system per log) and total price per area ( for selling system per area). The objectives of this study where to develop volume models of the sengon and to evaluate the profit losses of commonly practiced techniques for selling the sengon trees in community forest.

This study used 100 sample trees to develop volume models, form factors, and taper equations, which were then validated using 68 other sample trees. Interviews with farmers and buyers of sengon trees were also conducted to evaluate profit losses of the existing selling systems. Potential profit loss was obtained from the tree measurement over the total area of 500 m2 in community forest, by counting the average of five trees that represent the diameter class for selling system per log and total stand of sengon for selling system per total area. In both selling systems, potential profit losess were calculated based on the differences between the estimated price of buyer and market price (per m3), by calculating the price of harvested timber paid by the buyer.

The result showed that the proposed volume model can be used to accurately estimate the volume of sengon trees in the community forest by only measuring tree diameters. This study confirmed that the selling system based on per log and total stand area caused profit losses of 23.86% and 32.19% respectively, to the farmers. To avoid such disadvantages, therefore the use of proposed volume model is recommended to facilitate accurate estimation tool of the volume of sengon trees.

Keywords: community forest, volume models, profit loss.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

MODEL VOLUME POHON SENGON

UNTUK MENILAI POTENSI KEHILANGAN KEUNTUNGAN

PETANI HUTAN RAKYAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Model Volume Pohon Sengon untuk Menilai Potensi Kehilangan Keuntungan Petani Hutan Rakyat. Penelitian dilaksanakan di Hutan Rakyat Desa Karyasari Kecamatan Leuwiliang pada bulan April hingga Juni 2014.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, M.Sc dan Dr. Ir. Muhdin, M.Sc.F.Trop selaku dosen pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Yulius Hero, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan dukungan, bimbingan, nasihat, arahan, dan saran. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Ibu, Bapak, Juanda Reputra (suami), Rizki Sri Haryanti (kakak) dan Winda Oktari (adik) atas segala doa, kasih sayang, dorongan moril dan materil yang telah diberikan dengan tulus serta teman-teman atas doa dan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

METODE 3

Waktu dan Lokasi Penelitian 3

Bahan dan Alat 3

Prosedur 3

HASIL 7

Angka Bentuk Pohon Sengon 7

Persamaan Taper Pohon Sengon 7

Model Volume Pohon Sengon 8

Ketelitian Model-model Penduga Volume Pohon 9

Potensi Kehilangan Keuntungan Penjualan Kayu 9

PEMBAHASAN 10

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

(12)

DAFTAR TABEL

1 Sebaran data pohon contoh 3

2 Sebaran data pohon untuk menghitung potensi kehilangan keuntungan petani 4 3

4

Deskripsi statistik pohon contoh

Deskriptif statistik angka bentuk absolut dan buatan pohon sengon

4 7

5 Persamaan Taper Pohon Sengon 7

6 7 8 9

Nilai-nilai parameter dan kriteria statistik untuk model-model volume Nilai-nilai statistik hasil uji validasi model-model penduga volume pohon Potensi kehilangan keuntungan petani dalam sistem penjualan per batang Potensi kehilangan keuntungan petani dalam sistem penjualan per luasan

8 8 9 10

DAFTAR GAMBAR

1 Perbandingan nilai-nilai dugaan volume 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 2

Hasil Pengolahan Taper dengan Minitab

Hasil Pengolahan Model Regresi Volume dengan Minitab

16 19

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pentingnya kelestarian sumberdaya hutan bagi kehidupan baik dari aspek ekonomi, ekologi maupun sosial semakin meningkat karena hutan alam mengalami penurunan yang signifikan dari segi kuantitas dan kualitasnya. Laju kerusakan hutan di Indonesia adalah 2.83 juta ha per tahun (Sumargo et al. 2011). Upaya yang dapat dilakukan untuk menunjang kelestarian ketiga aspek tersebut adalah pembangunan hutan rakyat pada lahan-lahan milik yang dikelola oleh masyarakat.

Berdasarkan UU Kehutanan No.41 tahun 1999 hutan rakyat adalah hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik. Pengembangan hutan rakyat diarahkan kepada usaha-usaha rehabilitasi dan konservasi lahan di luar kawasan hutan negara, penganekaragaman hasil pertanian yang diperlukan oleh masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, penyediaan kayu sebagai bahan baku industri, penyediaan kayu bakar, usaha perbaikan tata air dan lingkungan serta sebagai kawasan penyangga bagi kawasan hutan negara. Sehingga diperlukan pengelolaan yang optimal pada hutan rakyat (Romansah 2007).

Saat ini penelitian mengenai hutan rakyat lebih banyak mengkaji aspek sosial ekonomi, misalnya Kusmedi et al. (2010) mengkaji analisis finansial pengelolaan hutan rakyat, Prihadi et al. (2010) menilai kelembagaan kemitraan industri pengolahan kayu di hutan rakyat. Sedangkan aspek kuantitatif terkait perencanaan pengelolaan belum banyak dikembangkan. Salah satu aspek yang masih perlu diteliti adalah efektifitas pendugaan potensi pohon dan tegakan di hutan rakyat. Kurangnya pengetahun masyarakat dalam menduga potensi pohon dan tegakan dapat menimbulkan kesalahan perhitungan nilai kayu saat penjualan sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani hutan rakyat.

Potensi tegakan dapat diduga dengan menggunakan model penduga volume pohon. Salah satu jenis tegakan yang banyak dikembangkan di hutan rakyat adalah sengon. Beberapa peneliti telah mengembangkan model-model penduga volume untuk hutan tanaman sengon. Misalnya, Bustomi et al. (1995) menyusun model penduga volume pohon sengon untuk hutan tanaman di Jonggol, Jawa Barat. Kurinobu et al. (2007) menyusun persamaan taper untuk menduga volume pohon sengon pada hutan tanaman di Pare, Jawa Timur. Namun untuk hutan rakyat, model-model penduga volume pohon sengon belum banyak dikembangkan sesuai dengan karakteristik tiap lokasi hutan rakyat yang pengelolaannya cenderung beragam (Nugroho dan Tiryana 2013).

(14)

2

borongan/tebasan) yang biasanya ditentukan secara sepihak oleh pembeli/tengkulak. Sistem penjualan kayu seperti itu berpotensi merugikan petani, karena sangat mungkin terjadi kesalahan dalam pendugaan volume kayu yang dapat mengakibatkan kerugian finansial petani hutan rakyat.

Salah satu sumber kesalahan (error) dalam pendugaan volume kayu di hutan rakyat adalah alat penduga volume pohon. Selain menggunakan model volume, pendugaan volume pohon dapat dilakukan dengan menggunakan angka bentuk pohon dan persamaan taper pohon (Husch et al. 2003). Ketelitian dari alat-alat penduga volume pohon tersebut perlu dianalisis untuk mengetahui besarnya kesalahan pendugaan volume kayu di hutan rakyat. Chave et al. (2004) menunjukkan bahwa kesalahan dalam pengukuran pohon dan pemilihan model penduga biomassa pohon menyebabkan terjadinya perambatan kesalahan (error propagation) dalam pedugaan biomassa tegakan di hutan tropis.

Saat ini belum banyak penelitian yang menganalisis ketelitian penggunaan alat-alat penduga volume pohon dalam kaitannya dengan potensi kerugian finansial petani, khususnya untuk hutan rakyat sengon. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model volume pohon sengon dan membandingkan ketelitiannya dengan alat-alat penduga volume lain (yaitu angka bentuk pohon dan persamaan taper) serta menganalisis potensi kerugian finansial petani dari penjualan kayu sengon di hutan rakyat.

Perumusan Masalah

Hutan rakyat mempunyai nilai ekonomi karena dapat menjadi sumber pendapatan petani. Kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan petani cukup tinggi sebesar 70.54% dari rata-rata pendapatan total rumah tangga petani per tahun (Aminah et al. 2013). Pendapatan petani dipengaruhi oleh penentuan harga pasar. Penentuan harga sengon di hutan rakyat tidak mempunyai standar harga baku, kesepakatan harga dilakukan melalui proses negosiasi antara petani dan pembeli.

Sebagian besar petani hutan rakyat di desa Karyasari Kecamatan Leuwiliang tidak mengetahui informasi nilai volume kayu sehingga berakibat kepada kesalahan perhitungan dalam penjualan kayu sengon. Selain itu pada proses pemasaran, harga kayu lebih ditentukan oleh pembeli (tengkulak) dan memposisikan petani sebagai penerima harga. Hal ini berpotensi menimbulkan kehilangan keuntungan bagi petani hutan rakyat.

Salah satu cara untuk mengurangi kehilangan keuntungan petani adalah dengan alat penduga volume pohon. Alat penduga volume pohon perlu dikembangkan pada berbagai bentuk karakteristik pohon di setiap lokasi hutan rakyat. Sementara saat ini belum banyak dikembangkan penelitian tentang pendugaan potensi pohon khususnya di hutan rakyat. Berdasarkan masalah tersebut, maka beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana model penduga volume pohon sengon?

(15)

3 3. Berapakah potensi kehilangan keuntungan petani hutan rakyat dari kesalahan pendugaan volume pohon tersebut dilihat dari aspek pemasaran kayu per batang dan per luasan ?

Tujuan Penelitian

1. Memperoleh alat penduga volume pohon sengon.

2. Menganalisis potensi kerugian dari kesalahan pendugaan volume pohon.

METODE

Waktu Dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2014, di hutan rakyat sengon di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa ini terletak 9 km dari pusat kota Kecamatan Leuwiliang, 42 km dari pusat kota Bogor dan 75 km dari ibukota Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah desa Karyasari ±621 Ha yang terletak pada ketinggian 600–700 m dari permukaan laut (Pemda Bogor 2010).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tegakan sengon di hutan rakyat. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Criterion RD 1000, Laser Rangefinder, phiband, tripod, tally sheet, software Minitab 16, alat tulis, dan kamera.

Prosedur

Pengumpulan Data

(16)

4

Tabel 1. Sebaran data pohon contoh

Kelas Diameter Model Uji Validasi

10–14 23 6

Data pohon untuk menghitung potensi kehilangan keuntungan diperoleh melalui pegukuran pohon dari areal hutan rakyat seluas 500 m2, dengan menghitung seluruh tegakan sengon (43 pohon) untuk sistem borongan dan satu pohon untuk sistem batangan. Pada tiap pohon dilakukan pengukuran Dbh, diameter per seksi batang (panjang 1 m), tinggi bebas cabang, dan tinggi total pohon. Data penjualan kayu sengon diperoleh melalui wawancara dengan petani dan tengkulak, karena pada saat penelitian tidak ada praktik penjualan kayu yang dilakukan oleh petani. Wawancara dilakukan terhadap 20 petani sengon dari beberapa kelompok tani di Desa Karyasari untuk mengetahui praktik penjualan kayu yang biasa dilakukan dan mengetahui potensi kerugian petani dari praktik tersebut. Wawancara terhadap tengkulak dilakukan untuk memperoleh taksiran harga kayu jika penjualan dilakukan dengan sistem batangan dan sistem borongan/tebasan untuk menganalisis potensi kerugian petani dari sistem penjualan katu sengon tersebut.

Tabel 2. Sebaran data pohon untuk menghitung potensi kehilangan keuntungan petani

Penentuan Volume dan Angka Bentuk Pohon

Data pengukuran pohon contoh dianalisis untuk menentukan volume dan angka bentuk pohon contoh. Volume pohon contoh (V, m3) ditentukan melalui penjumlahan volume tiap seksi batang (vi, m3) berdasarkan luas penampang

lintang pangkal seksi (gp, m2), luas penampang lintang ujung seksi (gu, m2), dan

panjang seksi (l, m) dengan menggunakan rumus Smalian sebagai berikut (Husch

et al. 2003):

V = i dan (1)

Kelas Diameter Jumlah Pohon

(17)

5 Untuk analisis data selanjutnya, data pohon contoh dibagi menjadi dua bagian (Tabel 3), yaitu data model untuk penyusunan alat-alat penduga volume pohon (angka bentuk, persamaan taper, model volume) dan data validasi untuk menilai ketelitian alat-alat penduga volume pohon.

Tabel 3. Deskripsi statistik pohon contoh

Variabel Data model (n=100) Data Validasi (n=68)

Mean SD Min Max Mean SD Min Max

D (cm) 22.05 8.57 10.10 50.90 26.40 9.05 12.00 51.00 H (m) 13.27 4.15 6.00 23.30 16.83 3.96 6.20 23.1 Va (m3) 0.40 0.39 0.04 2.18 0.61 0.45 0.08 2.20 Alat sederhana yang umum digunakan untuk menduga volume pohon adalah penggunaan angka bentuk pohon (f) pada rumus silinder dan kusen bentuk pohon. Angka bentuk pohon digunakan sebagai faktor koreksi terhadap volume batang pohon yang umumnya tidak persis seperti silinder. Dalam penelitian ini dianalisis dua macam angka bentuk, yaitu angka bentuk absolut dan buatan. Angka bentuk absolut (fa) merupakan perbandingan antara volume pohon (V, m3) dengan volume

silinder pada diameter pangkal pohon (Vdp, m3), sedangkan angka bentuk buatan

(fb) merupakan perbandingan antara volume pohon dengan volume silinder pada

diameter setinggi dada (Vdbh, m3), yang dihitung dengan rumus (Simon 1996):

fa = (2a) Persamaan taper yang sesuai untuk menggambarkan bentuk batang sengon dipilih dari persamaan-persamaan berikut ini (Muhdin & Hakim 2004):

(d/D) = f(h/H) (3a) Persamaan volume disusun dengan cara mengintegralkan persamaan taper

terpilih dengan tinggi batang per seksi sampai diameter batang 7 cm (H):

(4)

Penyusunan Model Volume

Model volume pohon sengon disusun dengan menggunakan satu peubah bebas (diameter pohon) dan dua peubah bebas (diameter dan tinggi pohon). Model-model regresi yang dianalisis adalah (Simon 1996):

V1 = b0 + b1 D2 (Kopezky-Gehrhardt) (5a)

V2 = b0 + b1 D + b2 D2 (Horenald-Krenn) (5b)

V3 = b0 Db1 (Berkhout) (5c)

(18)

6

V5 = b0 + b1 D2 H (Spurr) (5e)

V6 = b0 + b1D2 + b2D2H + b3H (Stoate) (5f)

Parameter model V3 dan V4 diperoleh melalui transformasi logaritma menjadi model linier. Transformasi balik ke bentuk model semula menyebabkan bias, sehingga parameter b0 pada model-model tersebut harus dikoreksi dengan

nilai kuadrat tengah sisaan (standard error of estimate, SEE) melalui rumus berikut ini (Sprugel 1983):

CF = exp(SEE2/2)

Penilaian kesesuaian (goodness of fit) model-model regresi dilakukan dengan menguji signifikansi parameter model (Yang et al. 2004) dan membandingkan nilai root mean square error (RMSE) dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) dengan rumus sebagai berikut (Draper & Smith 1992, Huang et

al. 2003):

RMSE = (6a)

R2adj = 1-

(6b)

Keterangan : yi,ŷ, = volume aktual, volume dugaan model, rata-rata volume aktual; n = jumlah data; p = jumlah parameter model

Model volume pohon terpilih adalah model yang memiliki nilai RMSE terkecil, dan (R2adj) terbesar. Selain itu model tersebut harus memenuhi asumsi

kenormalan sisaan dan homogenitas sisaan.

Validasi Alat-alat Penduga Volume Pohon

Alat-alat penduga volume pohon (angka bentuk, persamaan taper, dan model volume) selanjutnya digunakan untuk menduga volume pohon contoh dan membandingkan ketelitian pendugaannya dengan menggunakan data validasi (Tabel 1). Sebagai pembanding, dianalisis pula ketelitian model volume pohon sengon yang dikembangkan oleh Bustomi et al. (1995) berikut ini:

LogVB= -3,859 + 2,4798 log D

Adapun kriteria statistik yang digunakan dalam validasi alat-alat penduga volume tersebut adalah: mean error (ME), percentage error (PE%), mean absolute difference (MAD), mean square error of prediction (MSEP), relative error in prediction (RE%), dan modeling efficiency (EF), yang dihitung sebagai berikut (Huang et al. 2003, Tiryana et al. 2011):

ME =

(7a)

PE % =

(7b)

ME =

(7c)

(19)

7

RE% =

(7e)

EF = 1-

(7f)

ME, PE% dan MAD mengukur bias atau keakuratan model, sedangkan MSEP, RE%,dan EF mengukur ketelitian dari model pendugaan (Huang et al.

2003).

Potensi Kehilangan Keuntungan Petani

Potensi kehilangan keuntungan petani dari penjualan kayu sengon dianalisis dengan mensimulasikan sistem penjualan batangan dan borongan/tebasan. Untuk sistem penjualan batangan, harga kayu taksiran tengkulak dibandingkan dengan harga kayu seharusnya yang dihitung berdasarkan volume pohon dengan menggunakan alat penduga volume pohon terpilih. Untuk sistem penjualan borongan, total harga tegakan pada luasan 500 m2 dari taksiran tengkulak dibandingkan dengan total harga tegakan seharusnya yang dihitung berdasarkan penjumlahan volume per pohon dengan menggunakan alat penduga volume terpilih. Pada kedua simulasi sistem penjualan tersebut, potensi kerugian finansial petani dihitung sebagai selisih antara taksiran harga kayu dari tengkulak dengan harga pasar kayu (per m3), dengan memperhitungkan harga pemanenan kayu yang dikeluarkan oleh tengkulak.

HASIL

Angka Bentuk Pohon Sengon

Pohon sengon di hutan rakyat memiliki rata-rata angka bentuk buatan (0.647) yang relatif lebih besar dibanding angka bentuk absolutnya (0.550, Tabel 4). Namun angka bentuk buatan pohon sengon tersebut cenderung lebih seragam (CV=16%) dibanding angka bentuk absolutnya (CV=19%) .

Tabel 4. Deskriptif statistik angka bentuk absolut dan buatan pohon sengon

Angka Bentuk Minimal Maksimal Rata-rata Standar deviasi CV (%)

Absolut 0.324 0.844 0.550 0.102 19

Buatan 0.386 0.861 0.647 0.103 16

Persamaan Taper Pohon Sengon

Keenam persamaan taper bersifat sangat nyata dengan nilai P-value<0.01 (Tabel 5 dan Lampiran 1), yang berarti bahwa peubah tinggi dapat menduga peubah diameter pada berbagai ketinggian batang pohon. Namun, berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2adj=79.4%) dan nilai simpangan baku (s=0.119),

persamaan taper terbaik adalah persamaan kelima: (d/D)2 = 1.11 - 1.26 h/H + 0.437 (h/H)2 (Tabel 5). Dari hasil integrasi taper persamaan tersebut diperoleh model volume pohon sebagai berikut:

(20)

8

Tabel 5. Persamaan Taper Pohon Sengon

No Persamaan Penduga S R2 R2adj P-value memiliki nilai RMSE terkecil (0.056) walaupun tidak berbeda jauh dengan model V3 (RMSE=0.077). Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa model V3

(P-value=0.133) dan V4 (P-value=0.150) memenuhi asumsi kenormalan sisaan (pada taraf nyata 5%). Analisis sisaan juga menunjukkan bahwa model V3 dan V4 memenuhi asumsi kehomogenan ragam sisaan. Dengan demikian, model V3 dan V4 merupakan model-model volume terbaik dibandingkan model-model lainnya yang tidak memenuhi asumsi kenormalan sisaan dan kehomogenan ragam sisaan. Tabel 6. Nilai-nilai parameter dan kriteria statistik untuk model-model volume

Model Parameter SE P-value RMSE R2 (%) R V1 b0 -0.0715 0.01228 <0.0001 0.163 96.10 96.10 0.078 Tidak Tidak

b1 0.000842 0.00001704 <0.0001

V2 b0 0.0564 0.0501 0.263 0.075 96.40 96.30 0.075 Tidak Tidak

b1 -0.0108 0.004115 0.010 b2 0.00104 0.00007709 <0.0001

V3 b0 0.000213 0.1297 <0.0001 0.077 96.90 96.90 0.069 Terpenuhi Terpenuhi b1 2.37 0.04259 <0.0001

V4 b0 0.000147 0.09033 <0.0001 0.056 98.70 98.70 0.045 Terpenuhi Terpenuhi b1 1.94 0.04602 <0.0001

b2 0.644 0.05594 <0.0001

V5 b0 0.0655 0.008366 <0.0001 0.063 97.40 97.40 0.063 Tidak Tidak b1 0.000037 0.00000061 <0.0001

V6 b0 -0.072 0.02882 0.014 0.054 98.20 98.10 0.054 Tidak Tidak

(21)

9

Ketelitian Model-model Penduga Volume Pohon

Model V4 menunjukkan performansi terbaik, karena lebih akurat (nilai

ME,PE%, dan MAD paling rendah) dan lebih teliti (nilai MSEP, RE% paling rendah dan EF paling tinggi), dibandingkan model-model lainnya dalam menduga volume pohon sengon (Tabel 7). Model terbaik berikutnya adalah V3 dan kemudian berturut-turut Vfa, VB, VT, dan Vfb.

Tabel 7. Nilai-nilai statistik hasil uji validasi model-model penduga volume pohon

Model ME PE (%) MAD MSEP RE (%) EF

Potensi Kehilangan Keuntungan Penjualan Kayu

Sistem penjualan kayu sengon di lokasi penelitian, pembeli/tengkulak menanggung semua biaya pemanenan (penebangan, pemikulan, dan pengangkutan). Oleh karena itu, biaya pemanenan tersebut diperhitungkan dalam total harga jual untuk menganalisis potensi kerugian penjualan kayu (Tabel 8).

Sistem penjualan kayu sengon per batang berpotensi menimbulkan kehilangan keuntungan yang cukup besar bagi petani. Sistem penjualan kayu per batang menimbulkan kehilangan keuntungan rata-rata sebesar 23.86% (Tabel 8). Tabel 8. Potensi kehilangan keuntungan petani dalam sistem penjualan per batang

Kelas Rata-rata potensi kehilangan keuntungan 23.86 * informasi harga diperoleh dari sumber PT ASA TIMBER (2013)

**informasi harga diperoleh dari tengkulak lokal

(22)

10

Tabel 9. Potensi kehilangan keuntungan petani dalam sistem penjualan per luasan

Kelas

* informasi harga diperoleh dari sumber PT ASA TIMBER (2013) **informasi harga diperoleh dari tengkulak lokal

PEMBAHASAN

Sengon dalam bahasa latin disebut Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen merupakan marga Fabaceae yang terbesar dari Sumatera, Jawa, Bali, Flores dan Maluku (Krisnawati et al. 2011). Sengon merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam di hutan rakyat dan hutan tanaman industri karena pertumbuhannya yang sangat cepat, mampu beradaptasi pada berbagai jenis tanah dan kualitas kayunya dapat diterima untuk industri panel dan kayu pertukangan. Menurut Departemen Kehutanan dan Badan Statistika Nasional (2004), Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan propinsi dengan luas tanaman sengon rakyat terbesar di Indonesia dimana total jumlah pohon yang dikembangkan di kedua propinsi ini lebih dari 60% dari jumlah total pohon sengon yang ditanam di Indonesia.

Salah satu daerah Jawa Barat yang banyak mengembangkan sengon di hutan rakyat adalah di Desa Karyasari Kecamatan Leuwiliang. Pengelolaan hutan rakyat dilakukan dengan sistem agroforestri dengan pola tanam tumpang sari. Sebagian besar petani menanam pohon sengon dengan tanaman palawija. Pengelolaan hutan rakyat di desa Karyasari lebih ke arah tujuan ekonomi. Namun petani belum sepenuhnya memahami informasi harga jual kayu. Akibatnya dalam proses penetapan harga lebih didominasi oleh pembeli (tengkulak). Salah satu cara untuk membantu sistem penjualan kayu bagi petani adalah dengan adanya alat penduga volume pohon.

(23)

11 merupakan suatu bilangan yang tetap sehingga mempengaruhi ketelitian penentuan volume pohon.

Angka bentuk ada dua macam yaitu angka bentuk absolut dan buatan. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara angka bentuk absolut dan buatan sehingga keduanya mampu menjelaskan bentuk batang (Fadaei et al. 2008), tetapi masing-masing angka bentuk memiliki nilai akurasi yang berbeda. Angka bentuk yang sering digunakan adalah angka bentuk buatan karena dbh biasa digunakan sebagai ciri diameter pohon (Simon 1996). Namun, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa angka bentuk absolut lebih akurat dalam menduga volume pohon dibandingkan angka bentuk buatan. Hal ini diduga karena pohon sengon di hutan rakyat tidak berbanir sehingga diameter pangkal mempunyai korelasi yang kuat dengan volume batang.

Fungsi taper juga dapat digunakan untuk menduga volume batang pohon dengan menerapkan teknik integral (Bluhm et al. 2007, Herbagung & Krisnawati 2009). Taper adalah pengurangan atau semakin mengecilnya diameter batang dari pangkal hingga ujung (Husch 2003). Chapmen dan Mayer (1949) mendefinisikan taper sebagai resultante dimensi pohon yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan tinggi dan diameter pohon. Pertumbuhan tinggi pohon umumnya dipengaruhi oleh kesuburan tanah, sedangkan pertumbuhan diameter pohon dipengaruhi oleh kerapatan tegakan. Kelebihan fungsi taper adalah dapat menentukan volume pohon pada berbagai ketinggian atau panjang yang dikehendaki. Selain itu dari persamaan taper juga dapat diturunkan angka bentuk batang.

(24)

12

Gambar 1. Perbandingan nilai-nilai dugaan volume

Proses penjualan sengon di lokasi penelitian tidak menghitung volume pohon dalam menetapkan harga. Jual beli dilaksanakan melalui proses tawar menawar harga antara tengkulak dengan petani. Tengkulak memegang peranan kunci sementara petani memiliki peran yang rendah dalam tata niaga kayu (Siswoyo 2007). Tengkulak menetapkan harga berdasarkan pendugaan tanpa mengukur pohon. Praktik penjualan tersebut menimbulkan kesalahan penghitungan nilai kayu. Kesalahan nilai kayu akan merambat kepada harga jual. Harga jual kayu sengon dipengaruhi oleh besarnya diameter pohon dan jarak hutan rakyat ke jalan. Semakin besar diameter pohon, maka semakin besar harga jual pohon per m3. Semakin dekat lokasi hutan rakyat dengan jalan utama, maka nilai kayu juga semakin tinggi.

Tabel 8 dan 9 menunjukkan simulasi potensi kehilangan keuntungan petani yang dihitung berdasarkan penjualan per batang dan per luasan. Luasan area yang digunakan untuk simulasi ini adalah 500 m2 dengan jumlah pohon sengon di lokasi tersebut adalah 43 pohon. Nilai penjualan per batang dan per luasan area diperoleh dari tengkulak lokal. Perbandingan nilai kayu antara praktik penjualan yang dilakukan dengan nilai kayu berdasarkan volume pohon menunjukkan bahwa petani di hutan rakyat berpotensi mengalami kehilangan keuntungan sebesar 23.86% untuk penjualan per batang, dan 32.19% untuk per luasan. Hal ini menunjukkan bahwa sistem penjualan kayu tanpa menghitung volume pohon atau tegakan sengon sesungguhnya sangat berpotensi menimbulkan kehilangan keuntungan bagi para petani hutan rakyat.

Pohon sengon memiliki arsitektur yang bermacam-macam, yaitu berbentuk lurus dan bercabang-cabang. Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu pengambilan pohon contoh hanya dilakukan pada pohon lurus. Oleh karena itu untuk meningkatkan ketelitian dalam penyusunan model volume pohon, perlu penelitian lebih lanjut untuk mengkaji alat penduga volume pohon sengon pada berbagai macam bentuk arsitektur pohon pada areal hutan rakyat yang lainnya.

(25)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Volume pohon sengon di hutan rakyat di Desa Karyasari Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor dapat diduga secara akurat dan teliti melalui model V=0.000213D2.37. Sistem penjualan kayu sengon yang lazim diterapkan di hutan rakyat menimbulkan kehilangan keuntungan bagi petani. Sistem penjualan kayu per batang menimbulkan potensi kehilangan keuntungan sebesar 23.86%, sedangkan sistem penjualan kayu per luasan sebesar 32.19%.

Saran

(26)

14

DAFTAR PUSTAKA

Aminah LN, Quriati R, Hidayat W. 2013. Kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan petani di Desa Buana Sakti Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur. J Syl Les. 1(1):47–54.

Bluhm AA, Garber SM, Hibbs DE. 2007. Taper Equation and Volume Tables for Plantation-Grown Red Alder. Washington (US): Oregon State University. Bustomi S, Herbagung, Krisnawati H. 1995. Tabel isi pohon lokal jenis Sengon

(Paraserianthes falcataria) di KPH Bogor, Indonesia. Bul Pen Hut

588:37–57.

Chapmen HH, Meyer WH. 1949. Forest Mensuration. New York (US): McGraw-Hill Book Company.

Chave J, Condit R, Aguilar S, Hernandez A, Lao S, Perez R. 2004. Error Propagation and Scaling for Tropical Forest Biomass Estimates. Perancis (FR): The Royal Society.

Diniyati D, Santoso HB, Ruhimat IS. 2009. Peran hutan rakyat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar Hutan Gunung Sawal.

Bal Pen Kehut. 89–101.

Draper NR, Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan. Edisi 2 (Terjemahan). Jakarta (ID): Gramedia

Fadaei F, Fallah A, Latifi H, Mohammadi K. 2008. Determining the best form factor formula for Loblolly Pine (Pinus taeda L.) plantations at the age of 18, in Guilan-northern Iran. J Env Sci. 6(1):19–24. systems. CABI Publishing. Guildford: 271–293.

Husch B, Beers TW, Kershaw JA. 2003. Forest Mensuration. Florida (US): The Ronald Press Company.

Krisnawati H, Varis E, Kallo M, Kanninen M. Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen: Ekologi, Silvikultur, dan Produktivitas. Bogor (ID): CIFOR. Kurinobu S, Prehatin D, Mohammad N, Matsune K. 2007. A stem taper equation

compatible to volume equation for Paraserianthes falcataria in Pare, East Java, Indonesia: its implications for the plantation management. J For Res. 12:473–478.

Kusmedi P, Jariyah NA. 2010. Analisis finansial pengelolaan agroforestri dengan pola sengon kapulaga di Desa Tirip, Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo. J PSEK. 7(2):93–100.

Muhdin, Hakim AR. 2004. Penentuan jumlah pohon contoh minimal untuk penyusunan persamaan volume melalui fungsi taper. J Man Hut Trop. 10(2):22–33.

Nugroho B, Tiryana T. 2013. Implications of the private property right to the community forest businesses formalization through the certification policy.

J Man Hut Trop. 19(3):178–186.

(27)

15 Prihadi N, Darusman D, Nugroho B, Wijayanto N. 2010. Kelembagaan kemitraan industri pengolahan kayu bersama rakyat untuk membangun hutan di Pulau Jawa. J PSEK. 7(2):127–138.

PT Asa Timber. 2013. Harga Pohon Sengon. www.asatimber.com. [22 Oktober 2014].

Romansah D. 2007. Peran Hutan Rakyat dalam Perekonomian Wilayah di Kabupaten Sumedang. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Simon H. 1996. Metode Inventore Hutan. Yogyakarta (ID): Penerbit Aditya Media. Siswoyo B. 2007. Hutan rakyat dan serbuan pasar: Studi refleksi pengusahaan hutan

rakyat lestari secara kolaboratif di Pacitan, Jawa Timur. J ISIP. 2(2):153–286. Soeranggadjiwa MH. 1964. Masalah penentuan isi kayu di hutan tropika basah. J

Rim Ind. 9(4): 269–277.

Sprugel DG. 1983. Correcting for bias in log-transformed allometric equations. J Ecology. 64(1):209–210.

Spurr H. 1952. Forest Inventory. New York (US): The Ronald Press Company. Sumargo W, Nanggara SG, Nainggolan FA, Apriani I. 2011. Potret Keadaan

Hutan Indonesia. Jakarta (ID): Forest Watch Indonesia.

Tiryana T, Tatsuhara S, Shirashi N. 2011. Empirical models for estimating the stand biomass of teak plantations in Java, Indonesia. J For Plann. 16:177–188. Yang Y, Robert A, Monserud, Huang S. 2004. An evaluation of diagnostic test

(28)

16

Lampiran 1. Hasil Pengolahan Taper dengan Minitab

Regression Analysis: d/Dbh versus h/Tbc

The regression equation is d/Dbh = 1.04 - 0.533 h/Tbc

1367 cases used, 98 cases contain missing values

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1.03504 0.00534 193.99 0.000 h/Tbc -0.533209 0.008532 -62.49 0.000

S = 0.0929700 R-Sq = 74.1% R-Sq(adj) = 74.1%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 33.755 33.755 3905.24 0.000 Residual Error 1365 11.798 0.009

Total 1366 45.553

Regression Analysis: d/Dbh versus h/Tbc, (h/Tbc)^2

The regression equation is

d/Dbh = 1.06 - 0.648 h/Tbc + 0.105 (h/Tbc)^2

1367 cases used, 98 cases contain missing values

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1.05721 0.00881 120.07 0.000 h/Tbc -0.64776 0.03724 -17.40 0.000 (h/Tbc)^2 0.10486 0.03318 3.16 0.002

S = 0.0926655 R-Sq = 74.3% R-Sq(adj) = 74.3%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 33.840 16.920 1970.46 0.000 Residual Error 1364 11.713 0.009

Total 1366 45.553

Source DF Seq SS h/Tbc 1 33.755 (h/Tbc)^2 1 0.086

(29)

17

Regression Analysis: d/Dbh versus h/Tbc, (h/Tbc)^2, (h/Tbc)^3

The regression equation is

d/Dbh = 1.05 - 0.544 h/Tbc - 0.128 (h/Tbc)^2 + 0.143 (h/Tbc)^3

1367 cases used, 98 cases contain missing values

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1.04637 0.01348 77.65 0.000 h/Tbc -0.5440 0.1044 -5.21 0.000 (h/Tbc)^2 -0.1276 0.2211 -0.58 0.564 (h/Tbc)^3 0.1433 0.1348 1.06 0.288

S = 0.0926611 R-Sq = 74.3% R-Sq(adj) = 74.3%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 3 33.850 11.283 1314.15 0.000 Residual Error 1363 11.703 0.009

Total 1366 45.553

Source DF Seq SS h/Tbc 1 33.755 (h/Tbc)^2 1 0.086 (h/Tbc)^3 1 0.010

Regression Analysis: (d/Dbh)^2 versus h/Tbc

The regression equation is (d/Dbh)^2 = 1.01 - 0.781 h/Tbc

1367 cases used, 98 cases contain missing values

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1.01335 0.00707 143.39 0.000 h/Tbc -0.78148 0.01130 -69.15 0.000

S = 0.123144 R-Sq = 77.8% R-Sq(adj) = 77.8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 72.506 72.506 4781.29 0.000 Residual Error 1365 20.700 0.015

Total 1366 93.205

(30)

18

Regression Analysis: (d/Dbh)^2 versus h/Tbc, (h/Tbc)^2

The regression equation is

(d/Dbh)^2 = 1.11 - 1.26 h/Tbc + 0.437 (h/Tbc)^2

1367 cases used, 98 cases contain missing values

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1.10587 0.01128 98.07 0.000 h/Tbc -1.25941 0.04768 -26.41 0.000 (h/Tbc)^2 0.43747 0.04249 10.30 0.000

S = 0.118665 R-Sq = 79.4% R-Sq(adj) = 79.4%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 73.998 36.999 2627.52 0.000 Residual Error 1364 19.207 0.014

Total 1366 93.205

Source DF Seq SS h/Tbc 1 72.506 (h/Tbc)^2 1 1.492

Regression Analysis: (d/Dbh)^2 versus h/Tbc, (h/Tbc)^2, (h/Tbc)^3

The regression equation is

(d/Dbh)^2 = 1.11 - 1.26 h/Tbc + 0.441 (h/Tbc)^2 - 0.002 (h/Tbc)^3

1367 cases used, 98 cases contain missing values

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1.10602 0.01726 64.06 0.000 h/Tbc -1.2608 0.1338 -9.42 0.000 (h/Tbc)^2 0.4406 0.2833 1.56 0.120 (h/Tbc)^3 -0.0019 0.1727 -0.01 0.991

S = 0.118709 R-Sq = 79.4% R-Sq(adj) = 79.3%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 3 73.998 24.666 1750.39 0.000 Residual Error 1363 19.207 0.014

Total 1366 93.205

(31)

19 Lampiran 2. Hasil Pengolahan Model Regresi Volume dengan Minitab

1. The regression equation is V = - 0.0715 + 0.000842 D^2

2. The regression equation is

(32)

20

(33)

21

4. The regression equation is

(34)

22

(35)

23

6. The regression equation is

(36)
(37)

25 Lampiran 3. Tabel Volume Pohon Sengon

Diameter (cm) Volume (m3) Diameter (cm) Volume (m3)

10 0.0499 31 0.729

11 0.0626 32 0.786

12 0.0769 33 0.846

13 0.0930 34 0.908

14 0.1108 35 0.972

15 0.1305 36 1.039

16 0.1521 37 1.109

17 0.1756 38 1.182

18 0.2011 39 1.257

19 0.2286 40 1.334

20 0.2581 41 1.415

21 0.2898 42 1.498

22 0.3235 43 1.584

23 0.3595 44 1.672

24 0.3976 45 1.764

25 0.4380 46 1.858

26 0.4807 47 1.955

27 0.5257 48 2.056

28 0.5730 49 2.158

29 0.6227 50 2.264

(38)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Alam, Sumatera Barat pada tanggal 18 Februari 1989, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Yon Hendri dan Delfa Yanti. Penulis menempuh pendidikan di SD N 38 Limo Balai dari tahun 1995 hingga 2001. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMP N 1 Ampek Angkek (2001-2004), dan SMA N 1 Bukittinggi (2004-2007). Selanjutnya, penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 dan lulus sebagai sarjana kehutanan dari Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2011. Kemudian penulis melanjutkan sekolah pascasarjana IPB pada tahun 2012 di Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan IPB.

Gambar

Tabel Volume Pohon Sengon
Tabel 5. Persamaan Taper Pohon Sengon
Tabel 8. Potensi kehilangan keuntungan petani dalam sistem penjualan per batang
Tabel 9. Potensi kehilangan keuntungan petani dalam sistem penjualan per luasan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode destruksi dan zat pengoksidasi terbaik untuk analisis logam timbal Pb dalam sampel buah apel menggunakan Spektrofotometri Serapan

dan positif bagi penguasaan konsep siswa. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, antara lain: 1) Macromedia Flash yang digunakan merupakan media

Mengkatagorikan data/informasi dan menentukan hubungannya, selanjutnya disimpulkan dengan urutan dari yang sederhana sampai pada yang lebih kompleks tentang komponen biaya

Faktor ini bisa Anda kendalikan. Kandungan lemak yang berlebih dalam darah Anda, dapat menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Hal ini dapat

(1) Maksud ditetapkannya Peraturan Bupati ini adalah sebagai pedoman dalam pemberian pelayanan perizinan usaha pengelolaan Pasar Rakyat atau Pasar Tradisional, Pusat

Dalam proses perkembangan kepribadian dapat terjadi gerak maju (progresi) atau gerak mundur (regresi). Progresi adalah terjadinya penyesuaian diri secara memuaskan

Deria rasa (sense of taste) adalah salah satu yang dapat mengesan rangsangan yang dihasilkan oleh bahan kimia berperisa (flavoured chemicals).. Lidah (tongue) merupakan organ

Penelitian yang dilaksanakan ini adalah penelitian eksplanatori ( explanatory research ), yaitu dimana penelitian ini berupaya untuk menjabarkan dari objek secara