• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pola Konsumsi Dan Status Gizi Baduta (Bayi 6-24 Bulan) Yang Mendapatkan Makanan Tambahan Taburia Di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pola Konsumsi Dan Status Gizi Baduta (Bayi 6-24 Bulan) Yang Mendapatkan Makanan Tambahan Taburia Di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

MONA SYLVIA JUNITA MANULLANG NIM. 081000248

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

MONA SYLVIA JUNITA MANULLANG NIM. 081000248

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh kembang balita umur 6-24 bulan. Taburia merupakan pengembangan produk lokal micronutrient powder (MNP) atau Bubuk Tabur Gizi (BTG) yang menjadi strategi dalam mengatasi anemia kurang zat besi dan kekurangan zat gizi mikro lainnya. Program pemberian Taburia dapat diperoleh secara gratis di posyandu.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran pola konsumsi dan status gizi baduta (bayi 6-24 bulan) yang mendapatkan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan tahun 2012. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan desain penelitian Cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi 6-24 bulan yang mendapatkan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan yaitu sebanyak 62 orang bayi.

Hasil penelitian ini menunjukkan pola konsumsi bayi berusia 6-24 bulan berdasarkan kategori tingkat susunan makanan mayoritas berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 67,7% dan pola konsumsi bayi berusia 6-24 bulan berdasarkan kategori frekuensi makan juga mayoritas berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 53,2% sedangkan untuk kategori status gizi baduta yang telah mendapatkan Taburia berdasarkan berat badan per umur berada dalam kategori normal sebanyak 57,6%, status gizi baduta berdasarkan panjang badan per umur berada dalam kategori normal sebanyak 68,1% dan status gizi baduta berdasarkan berat badan per panjang badan berada dalam kategori normal sebanyak 73,0%.

Program pemberian Taburia berhasil meningkatkan status gizi baduta menjadi normal. Oleh karena itu diharapkan Departemen Kesehatan sebaiknya melanjutkan program pemberian Taburia yang terbukti dapat meningkatkan status gizi balita di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan dan juga Puskesmas Tuntungan diharapkan lebih aktif dalam memberikan sosialisasi informasi dan penyuluhan mengenai pola konsumsi makan bayi yang baik dan pemberian Taburia.

(5)

nutrient needs and the growth for the babies aged 6-24 months. Taburia is as the expansion of local product of micronutrient powder (MNP) and as the strategy to overcome the anemia as the effect of iron deficiency and other micro nutrient deficiencies. Taburia administration program can be obtained without pay at Integrated Services Centre.

The objective of this research was to know the description of consumption pattern and nutrient status of the babies aged 6-24 months getting Taburia in Kemenangan Tani area, Medan Tuntungan, Medan City in 2012. This research was quantitative descriptive with Cross sectional design. The population in this research were all babies aged 6-24 months getting Taburia in Kemenangan Tani area, Medan Tuntungan for 62 babies.

The results of research showed that consumption pattern of the babies aged 6-24 months based on the category of food menu was categorized good for 67,7% and consumption pattern of the babies aged 6-24 months based on the category of eating frequency was categorized good for 53,2%, whereas based on the weight per age was categorized normal for 24,8%, nutritional status based on height per age was categorized normal for 68,1% and nutritional status based on weight per height was categorized normal for 73,0%.

Taburia administration program may enhance nutritional status of two years old of the babies into normal. Hence, it is expected that Health Department should continue Taburia administration program since it is proved that it may enhance nutritional status of two years old of the babies in Kemenangan Tani area, Medan Tuntungan and also it is expected that Primary Health Center is more active in giving the socialization of information and counseling about good consumption pattern of the baby and Taburia administration.

(6)

Nama : Mona Sylvia Junita Manullang Tempat/Tanggal Lahir : P. Brandan, 10 Juni 1986

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : Anak Ke 5 Dari 5 Bersaudara

Alamat : Jl. Gereja No. 44 Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat

Riwayat Pendidikan :

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan maupun kesehatan kepada penulis selama dalam penyelesaian skripsi yang berjudul : gambaran pola konsumsi dan status gizi baduta (bayi 6-24 bulan) yang mendapatkan makanan tambahan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012 yang merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan masyarakat

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen Penasehat Akademik.

(8)

5. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan skipsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU yang telah membantu dalam penyelesaian pendidikan dan skripsi ini.

7. Kepada kedua Orangtua ku yang telah memberikan doanya, semangat, nasehat, dukungan tanpa kenal waktu, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. 8. Kepada abang serta kakak-kakakku yang telah memberikan dukungan, nasehat

selama proses perkuliahan serta penyelesaian skripsi.

9. Para Ibu yang menjadi responden di Wilayah Kerja Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan yang telah bersedia untuk diwawancarai.

10. Teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan dan bantuan serta kritikan yang menambah semangat penulis.

11. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi dan inspirasi bagi penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.

Medan, Juli 2013 Penulis

(9)

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pola Konsumsi ... 8

2.1.1. Jenis Makanan Bayi 6-24 Bulan ... 9

2.1.2. Jumlah Makanan Anak Umur 6-24 Bulan ... 10

2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Konsumsi ... 12

2.1.4. Pengukuran Konsumsi Makanan ... 12

2.2. Status Gizi ... 13

2.2.1. Pengukuran Anthropometri ... 14

2.3. Asupan Zat Gizi Bayi ... 19

2.4. Taburia ... 24

2.4.1. Kandungan Taburia ... 25

2.4.2. Cara Pemberian Taburia ... 32

2.4.3. Sasaran Taburia ... 33

2.5. Kerangka Konsep ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis Penelitian ... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2. Waktu Penelitian ... 36

3.3. Populasi dan Sampel ... 36

3.3.1. Populasi ... 36

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 36

3.4.1. Data Primer ... 36

(10)

3.7.1. Teknik dan Analisa Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 41

4.1.1. Demografi ... 41

4.2. Karakteristik Ibu ... 41

4.3. Karakteristik Anak 6-24 Bulan ... 44

4.4. Pola Konsumsi Makanan ... 45

4.4.1. Pola Konsumsi Makanan Berdasarkan Tingkat Susunan Makanan ... 45

4.4.2. Pola Konsumsi Makanan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Makanan ... 46

4.5. Pertumbuhan Anak 6-24 Bulan di Kelurahan Kemenangan Tani ... 54

4.5.1. Pertumbuhan Anak 6-24 Bulan Menurut Indeks BB/U .. 54

4.5.2. Pertumbuhan Anak Berdasarkan Indeks Panjang Badan/Umur (PB/U) ... 56

4.5.3. Pertumbuhan Anak Berdasarkan Berat Badan /Panjang Badan (BB/PB) ... 57

BAB V PEMBAHASAN ... 58

5.1. Pengetahuan Ibu Dalam Pemberian Taburia ... 59

5.2. Pola Konsumsi Makanan Berdasarkan Tingkat Susunan Makanan ... 59

5.3. Pola Konsumsi Makan Bayi 6-24 Bulan Berdasarkan Frekuensi Mengkonsumsi ASI dan Nasi Bubur/ Nasi Tim ... 62

5.4. Tingkatan Kategori Pola Konsumsi Makan Bayi 6-24 Bulan Berdasarkan Frekuensi Makan ... 65

5.5. Gambaran Status Gizi Bayi Menurut Berat Badan Per Umur (BB/U) Setelah Mendapatkan Taburia ... 67

5.6. Gambaran Status Gizi Bayi Berdasarkan Panjang Badan Per Umur (PB/U) Setelah Mendapatkan Taburia... 68

5.7. Gambaran Status Gizi Bayi Menurut Berat Badan Per Tinggi Badan (BB/PB) Setelah Mendapatkan Taburia... 70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 72

6.1. Kesimpulan ... 72

6.2. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA

(11)

2.1. Daftar Pemberian Makanan Balita Sesuai Umur dan Pemberian ... 11 2.2 Kebutuhan Zat Gizi Energi dan Protein Balita Berdasarkan Angka

Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata perhari ... 20 2.3 Komposisi Taburia dalam per Bungkus ... 32 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Ibu di Kelurahan

Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan

Tahun 2012 ... 42 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Ibu pada

Kuesioner yang Diajukan di Kelurahan Kemenangan Tani

Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 43 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Baduta 6-24 Bulan di

Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan

Tahun 2012 ... 44 4.4 Distribusi Umur Baduta 6-24 Bulan Berdasarkan

Jenis Kelamin ... 45 4.5 Distribusi Tingkat Susunan Makanan Pada Bayi 6-24 Bulan Sebelum

Diberikan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan

Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 45 4.6 Distribusi Tingkat Susunan Makanan Pada Bayi 6-24 Bulan Sesudah

Diberikan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan

Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 46 4.7 Distribusi Frekuensi Makan Baduta( Bayi 6-12 Bulan) Sebelum

Diberikan Taburia Berdasarkan ASI/PASI di Kelurahan

Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 47 4.8 Distribusi Frekuensi Makan Baduta( Bayi 6-12 Bulan) Sesudah

Diberikan Taburia Berdasarkan ASI/PASI di Kelurahan

Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 48 4.9 Distribusi Frekuensi Makan Baduta (Bayi 13-24 Bulan) Sebelum

Diberikan Taburia Berdasarkan ASI/PASI di Kelurahan

(12)

4.11 Distribusi Tingkat Frekuensi Mengkonsumsi ASI, Nasi Bubur/ Nasi Tim, Sumber Protein dan Buah Sebelum Diberikan Taburia Pada Bayi 6-24 Bulan di Kelurahan Kemenangan Tani

Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 53 4.12 Distribusi Tingkat Frekuensi Mengkonsumsi ASI, Nasi Bubur/

Nasi Tim, Sumber Protein dan Buah Sesudah Diberikan Taburia Pada Bayi 6-24 Bulan di Kelurahan Kemenangan Tani

Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 53 4.13 Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi 6-24 Bulan Sebelum Diberikan

Taburia Berdasarkan Indeks BB/U dan Kelompok Umur di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 55 4.14 Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi 6-24 Bulan Sesudah Diberikan

Taburia Berdasarkan Indeks BB/U dan Kelompok Umur di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 55 4.15 Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi 6-24 Bulan Sebelum Diberikan

Taburia Berdasarkan Indeks PB/U di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 56 4.16 Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi 6-24 Bulan Sesudah Diberikan

Taburia Berdasarkan Indeks PB/U di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 56 4.17 Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi 6-24 Bulan Sebelum Diberikan

Taburia Berdasarkan BB/PB di Kelurahan Kemenangan Tani

Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 57 4.18 Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi 6-24 Bulan Sesudah Diberikan

Taburia Berdasarkan BB/PB di Kelurahan Kemenangan Tani

(13)
(14)

memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh kembang balita umur 6-24 bulan. Taburia merupakan pengembangan produk lokal micronutrient powder (MNP) atau Bubuk Tabur Gizi (BTG) yang menjadi strategi dalam mengatasi anemia kurang zat besi dan kekurangan zat gizi mikro lainnya. Program pemberian Taburia dapat diperoleh secara gratis di posyandu.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran pola konsumsi dan status gizi baduta (bayi 6-24 bulan) yang mendapatkan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan tahun 2012. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan desain penelitian Cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi 6-24 bulan yang mendapatkan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan yaitu sebanyak 62 orang bayi.

Hasil penelitian ini menunjukkan pola konsumsi bayi berusia 6-24 bulan berdasarkan kategori tingkat susunan makanan mayoritas berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 67,7% dan pola konsumsi bayi berusia 6-24 bulan berdasarkan kategori frekuensi makan juga mayoritas berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 53,2% sedangkan untuk kategori status gizi baduta yang telah mendapatkan Taburia berdasarkan berat badan per umur berada dalam kategori normal sebanyak 57,6%, status gizi baduta berdasarkan panjang badan per umur berada dalam kategori normal sebanyak 68,1% dan status gizi baduta berdasarkan berat badan per panjang badan berada dalam kategori normal sebanyak 73,0%.

Program pemberian Taburia berhasil meningkatkan status gizi baduta menjadi normal. Oleh karena itu diharapkan Departemen Kesehatan sebaiknya melanjutkan program pemberian Taburia yang terbukti dapat meningkatkan status gizi balita di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan dan juga Puskesmas Tuntungan diharapkan lebih aktif dalam memberikan sosialisasi informasi dan penyuluhan mengenai pola konsumsi makan bayi yang baik dan pemberian Taburia.

(15)

nutrient needs and the growth for the babies aged 6-24 months. Taburia is as the expansion of local product of micronutrient powder (MNP) and as the strategy to overcome the anemia as the effect of iron deficiency and other micro nutrient deficiencies. Taburia administration program can be obtained without pay at Integrated Services Centre.

The objective of this research was to know the description of consumption pattern and nutrient status of the babies aged 6-24 months getting Taburia in Kemenangan Tani area, Medan Tuntungan, Medan City in 2012. This research was quantitative descriptive with Cross sectional design. The population in this research were all babies aged 6-24 months getting Taburia in Kemenangan Tani area, Medan Tuntungan for 62 babies.

The results of research showed that consumption pattern of the babies aged 6-24 months based on the category of food menu was categorized good for 67,7% and consumption pattern of the babies aged 6-24 months based on the category of eating frequency was categorized good for 53,2%, whereas based on the weight per age was categorized normal for 24,8%, nutritional status based on height per age was categorized normal for 68,1% and nutritional status based on weight per height was categorized normal for 73,0%.

Taburia administration program may enhance nutritional status of two years old of the babies into normal. Hence, it is expected that Health Department should continue Taburia administration program since it is proved that it may enhance nutritional status of two years old of the babies in Kemenangan Tani area, Medan Tuntungan and also it is expected that Primary Health Center is more active in giving the socialization of information and counseling about good consumption pattern of the baby and Taburia administration.

(16)

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.

Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik.Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional (Depkes, 2010).

Pembangunan kesehatan nasional sedang menghadapi tantangan yang cukup besar dalam mempertahankan peningkatan status kesehatan masyarakat. Indikasi ini terlihat dari meningkatnya kekurangan gizi pada balita. Dalam status gizi, Indonesia berada pada masalah gizi yang cukup kompleks (Helmi, 2011).

(17)

status gizi disebabkan karena kurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makan pada bayi baik dari jumlah, jenis dan frekuensi makanan secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab terjadinya masalah kurang gizi pada bayi (Sufnidar, 2010).

Menurut Depkes (2011), sasaran pembangunan pangan dan gizi pada tahun 2015 yaitu menurunkan prevalensi gizi kurang balita menjadi 15,5% dan juga menurunnya prevalensi balita pendek menjadi 32%. Berdasarkan data Riskesdas (2010) bahwa secara nasional telah terjadi penurunan prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada balita di Indonesia tahun 2007 yaitu sebanyak 18,4 persen menjadi 17,9 persen tahun 2010. Penurunan terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen pada tahun 2007 menjadi 4,9 persen tahun 2010, tetapi tidak ada terjadi penurunan prevalensi gizi kurang, yaitu 13,0 persen. Walaupun secara nasional terjadi penurunan prevalensi masalah gizi pada balita, tetapi masih terdapat kesenjangan antar provinsi.

Berdasarkan hasil Riskesdas (2010) bahwa salah satu provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk dan gizi kurang tertinggi yaitu Provinsi Sumatera Utara dengan perevalensi gizi buruk sebesar 7,8% dan prevalensi gizi kurang sebesar 13,5%.

(18)

mengalami kekurangan maka pertumbuhan bayi akan terhambat. Tetapi masih banyak terdapat bayi usia 6-24 bulan yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk.

Berdasarkan hasil data Riskesdas (2010) dapat dilihat prevalensi status gizi bayi berusia 6-11 bulan yang memiliki status gizi buruk sebanyak 4,7% dan status gizi kurang sebanyak 8,5%, sedangkan bayi dengan usia 12-23 bulan yang memiliki status gizi buruk sebanyak 5,2% dan memiliki status gizi kurang sebanyak 12,1%. Hal ini menunjukkan masih banyaknya bayi berusia 6-24 bulan yang masih tergolong bayi dengan status gizi kurang dan bayi dengan status gizi buruk.

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan gizi guna mengatasi permasalahan gizi di Indonesia adalah melalui program Taburia. Taburia merupakan makanan tambahan multivitamin dan multimineral untuk memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh kembang balita umur 6-24 bulan. Taburia merupakan pengembangan produk lokal micronutrient powder (MNP) atau Bubuk Tabur Gizi (BTG) yang menjadi strategi dalam mengatasi anemia kurang zat besi dan kekurangan zat gizi mikro lainnya.

(19)

status gizi (BB/U) yang bermakna dengan (P= 0,000) pada anak setelah pemberian Taburia.

Program kegiatan Taburia dapat diperoleh secara gratis di posyandu di 24 Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan. Pemberian Taburia diprioritaskan untuk bayi yang berada di usia 6-24 bulan dari keluarga miskin (Jeppry, 2011). Program pemberian Taburia merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan yang bekerja sama dengan NICE sebagai upaya untuk perbaikan gizi melalui pemberdayaan masyarakat.

Program pemberian Taburia untuk wilayah Sumatera Utara, dari 33 Kabupaten/Kota hanya empat Kabupaten yang mendapatkan Taburia yaitu Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Dairi dan Kota Medan. Hal ini dikarenakan tiga daerah tersebut memiliki angka kemiskinan dan angka gizi buruk yang tinggi.

(20)

Kelurahan Kemenangan Tani merupakan salah satu kelurahan di wilayah Kota Medan yang mendapatkan program pemberian bubuk Taburia dengan alasan bahwa di kelurahan ini dianggap banyak keluarga miskin yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan dibandingkan dengan kelurahan lain di Kecamatan Medan Tuntungan. Hal ini dapat dilihat data dari Bapeda Kota Medan tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapat 2747 KK miskin di Kecamatan Medan Tuntungan dan wilayah Kelurahan Kemenangan Tani memiliki distribusi KK miskin sebanyak 111 kepala keluarga (27, 22%) dalam kategori miskin dengan jumlah total penduduk miskin sebanyak 437 orang dan terdapat 228 orang (52,5%) masuk dalam kategori anak-anak.

Berdasarkan data laporan dari bagian gizi Puskesmas Medan Tuntungan bahwa Kelurahan Kemenangan Tani menjadi salah satu puskesmas yang memiliki bayi dengan status gizi bayi kurang terbanyak di Kecamatan Medan Tuntungan yaitu sebanyak 35 orang bayi status gizi kurang dan terdapat 16 orang bayi dengan pertumbuhan tinggi badan yang tidak bertambah.

(21)

Hasil penelitian Fuad (2011) juga menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian Taburia dapat mempengaruhi kepatuhan ibu dalam memberikan Taburia di Kabupaten Pangkep.

Oleh karena itu, peneliti berfikir bahwa perlu ada penelitian tentang” Gambaran pola konsumsi dan status gizi baduta (bayi 6-24 bulan) yang telah mendapatkan makanan tambahan Taburia Di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola konsumsi dan status gizi baduta (bayi 6-24 bulan) yang mendapatkan Makanan Tambahan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pola konsumsi dan status gizi bayi 6-24 bulan yang mendapatkan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

(22)

2. Untuk mengetahui susunan makanan yang diberikan kepada bayi 6-24 bulan yang telah mendapatkan Makanan Tambahan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012.

3. Untuk mengetahui status gizi bayi 6-24 bulan (BB/U, PB/U, BB/PB) yang mendapatkan Makanan Tambahan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota 2012.

1.4. Manfaat Penelitian

(23)

2.1. Pola Konsumsi

Menurut Harper (1985) dalam Evawany, dkk (2004) bahwa pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Dengan demikian diharapkan konsumsi pangan yang beraneka ragam dapat memperbaiki mutu gizi makanan seseorang.

Menurut Hoang yang dikutip oleh Aminah (2005) pola konsumsi adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang (keluarga) dalam memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologis, kebudayaan dan sosial.

Pada saat bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan Air Susu Ibu (ASI) saja sudah cukup. Walaupun Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik, namun dengan bertambahnya umur, maka anak memerlukan makanan yang jenisnya berbeda-beda, mereka membutuhkan makanan lumat, lembek, sampai akhirnya makanan orang dewasa (Aminah, 2005).

(24)

seseorang. Sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan dari penyakit.

2.1.1. Jenis Makanan Bayi 6-24 bulan 1. Air Susu Ibu (ASI)

ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu kepada anak yang dilahirkannya, dimana komposisinya sesuai untuk pertumbuhan bayi yang biasanya berubah sesuai dengan kebutuhan setiap saat. Pemberian ASI secara Eksklusif berarti hanya diberikan ASI selama 6 bulan tanpa makan dan minum lainnya (Solihin, 1990). Menurut Nadesul dalam Aminah (2005) bahwa setiap bayi 6 bulan ke atas membutuhkan 210-250 ml ASI setiap minum.

2. Makanan Pendamping ASI

Makanan Pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak di samping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes RI, 1992). ASI dapat mencukupi kebutuhan gizi sebagian besar bayi sampai berumur 6 bulan. Oleh karena itu penting diberikan makanan pendamping (Muchtadi, 1994).

Pola makan hendaknya sesuai dengan umurnya. Penggunaan bahan makanan juga harus seimbang dan terdiri atas zat-zat yang diperlukan anak, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Selain itu, ASI harus tetap diberikan selain makanan tambahan (Abbas, 1998)

(25)

buah-buahan, nasi tim, makanan lembek dan lunak, bubur.

Menurut Muchtadi dalam Aminah (2005) bahwa makanan tambahan pada bayi hendaknya padat bergizi, mudah dicerna dan tidak mengganggu pencernaan bayi sehingga pada umur dua belas bulan maka bayi dapat diberikan makanan keluarga yang lembek dan tidak merangsang karena sudah memiliki gigi.

2.1.2. Jumlah Makanan Anak Umur 6-24 Bulan

Makanan yang ideal harus mengandung cukup bahan bakar (energi) dan semua zat gizi esensial (komponen bahan makanan yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sendiri akan tetapi diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan) harus dalam jumlah yang cukup pula. Dengan cukup diartikan sesuai dengan keperluan sehari-harinya (Solihin, 1990).

1. ASI hendaknya diberikan kapan saja setiap anak meminta, setidaknya sampai anak berusia 2 tahun. Setiap kali menyusui hendaknya dilaksanakan sampai anak benar-benar puas.

2. Makanan lumat mulai diberikan pada waktu anak berusia sekitar 6 bulan sampai usia 9 bulan (mulai 1 piring dan seterusnya), secara bertahap makanan lumat diganti makanan lembek.

3. Makanan lembek diberikan menggantikan makanan lumat secara bertahap. Sehingga pada usia 9 bulan, 3-4 kali 1 piring sedang (± berisi : 1 genggam lebih beras). Pada usia 1 tahun, anak mulai dilatih makan bersama keluarganya.

(26)

sudah mulai dilatih). Anak usia 2 tahun harus makan setengah dari jumlah yang dimakan orang dewasa. Hal ini disebabkan karena pada usia tersebut sedang tumbuh dengan pesat dan untuk itu dibutuhkan makanan yang banyak. Bila dalam waktu makan bersama jumlah tersebut belum tercapai, harus diberikan 2-3 kali makanan tersendiri (di luar waktu makan keluarga) untuk mencapai jumlah tersebut (Aminah, 2005).

Pada saat inilah pemberian makan pada anak balita harus seimbang, sebab masa pertumbuhan diusia ini sangat pesat sehingga harus diperhatikan kecukupan gizinya terutama kecukupan protein untuk pertumbuhan panjang badannya. Bayi dan balita yang sedang mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan harus mengonsumsi protein yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa (Winarno, 1992).

Tabel 2.1. Daftar Pemberian Makanan Balita Sesuai Umur dan Pemberian No Umur Balita

(Bulan) Macam Makanan

Pemberian Dalam Sehari

1 6-8 bulan ASI,

Buah

Bubur, Susu, Nasi tim saring

4 atau 5 kali 1 kali 1 kali 1 kali

2 8-10 bulan ASI,

Buah

Bubur, Susu,

Nasi tim saring yang dihaluskan

3 atau 4 kali 1 kali 1 kali 2 kali

3 10-12 bulan ASI

Buah Nasi Tim

3 atau 4 kali 1 kali 3 kali 4 lebih dari 12 bulan ASI,

Buah

Nasi tim atau makanan keluarga Makanan kecil

2 atau 3 kali 1 kali 3 kali 1 kali

(27)

2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Konsumsi 1. Pengetahuan Ibu Mengenai Makanan yang Bergizi

Pengetahuan ibu tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang, maka pemberian makanan untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan makanan yang hanya dapat mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau tidak, sehingga kebutuhan gizi energi dan zat gizi masyarakat dan anggota keluarga tidak tercukupi (Sufnidar, 2010).

2. Pendidikan Ibu

Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anaknya. Pendidikan ibu sangat menentukan dalam pilihan makanan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh anak dan anggota keluarganya lainnya.

Pendidikan gizi ibu bertujuan meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia. Hal ini dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan zat gizi pada anak tinggi bila pendidikan ibu tinggi. (Sufnidar, 2010).

3. Pendapatan Keluarga

Pendapatan salah satu faktor dalam menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Tingkat pendapatan ikut menentukan jenis pangan yang akan dibeli dengan tambahan uang tersebut. Orang miskin membelanjakan sebagian pendapatan tambahan untuk makanan sedangkan orang kaya jauh lebih rendah (Sufnidar, 2010). 2.1.4. Pengukuran Konsumsi Makanan

(28)

metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi 24 jam yang lalu (Supariasa dkk, 2002).

Dalam metode ini, responden, ibu, pengasuh (bila anak masih kecil) diintruksikan untuk menceritakan semua makanan yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai dari ia bangun pagi kemarin sampai dia tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara sampai mundur ke belakang 24 jam (Supariasa dkk, 2002). Untuk perhitungan ASI dimana anak yang sehat mengkonsumsi 700-800 ml ASI per hari dengan intensitas pemberian maksimal 10 kali per hari (Prastyono, 2009).

Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring, dll) atau ukuran lain yang dipergunakan sehari-hari oleh rumah tangga (Supariasa, dkk, 2002).

2.2. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, gizi kurang dan gizi lebih (Supariasa dkk, 2002).

(29)

Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia dan biofisik (Rahmah, 2010).

2.2.1. Pengukuran Anthropometri

Pengertian istilah “nutritional anthropometry” mula-mula muncul dalam “Body measurements and Human Nutrition” yang ditulis oleh Brozek pada tahun 1966 yang telah didefinisikan oleh Jelliffe (1966) sebagai, pengukuran pada variasi dimensi fisik dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat usia dan derajat nutrisi yang berbeda (Narendra, 2010).

1. Jenis Parameter

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat badan dan tinggi badan.

a. Umur

(30)

b. Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengan melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Narendra, 2010). c. Tinggi Badan

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (Tinggi Badan menurut Umur), atau juga indeks BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. (Depkes RI, 2004).

2. Syarat Pengukuran Antropometri (Narendra, 2010):

(31)

(infantometer), tinggi badan anak diatas 2 tahun dengan berdiri diukur dengan microtoise.

b. Baku yang dianjurkan adalah buku NCHS secara Internasional untuk anak usia 0-18 tahun yang dibedakan menurut jender laki-laki dan wanita.

c. Tebal kulit di ukur dengan alat Skinfold caliper pada kulit lengan, subskapula dan daerah pinggul, penting untuk menilai kegemukan. Memerlukan latihan karena sukar melakukannya dan alatnyapun mahal (Harpenden Caliper). Penggunaan dan interpretasinya yang terlebih penting.

d. Body Mass Index (BMI) adalah Quetelet’s index, yang telah dipakai secara luas, yaitu berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2). BMI mulai disosialisasikan untuk penilaian obesitas pada anak dalam kurva persentil juga.

3. Indeks Antropometri

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Di Indonesia ukuran baku hasil pengukuran dalam negeri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) digunakan baku Harvard (Rahma, 2010).

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan dan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

a. Berat Badan menurut Umur (BB/U)

(32)

mendadak. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan maka indeks berat badan/umur digunakan sebagai salah satu cara mengukur status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil maka berat badan/umur lebih menggambarkan status gizi seseorang. BB/U dapat dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur (Supariasa, 2002).

b. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh definisi gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa, 2002).

c. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

(33)

a. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Umumnya untuk survei klinis secara cepat (Supariasa, 2002).

Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat (rapid clinical surveys) ciri-ciri klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (sympton) atau riwayat penyakit (Supariasa, 2002).

b. Biokimia

Biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi (Supariasa, 2002).

c. Biofisik

Biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan jaringan. Umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, 2002).

(34)

Dietary History Method memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama. Burke (1947) menyatakan bahwa metode ini terdiri dari tiga komponen yaitu (Rahma, 2010):

1) Wawancara (termasuk recall 24 jam), yang mengumpulkan data tentang apa saja yang dimakan responden selama 24 jam terakhir.

2) Frekuensi penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan memberikan daftar (check list) yang sudah disiapkan untuk mengecek kebenaran dari recall 24 jam tadi.

3) Pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang. 2.3. Asupan Zat Gizi Bayi

Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, dkk, 2002).

(35)

yaitu bagaimana makanan bebas dari berbagai racun; fisik, kimia, biologis yang mengancam kesehatan (Soetjiningsih, 2000).

Pengaturan makanan selanjutnya harus disesuaikan dengan usia anak. Makanan harus mengandung energi dan semua zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral) yang dibutuhkan pada tingkat usianya. Pemberian makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi dari mulai bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat. Pada usia 1-2 tahun perlu diperkenalkan pola makanan dewasa secara bertahap dengan menu seimbang (Kania, 2010).

1. Zat Gizi Yang Dibutuhkan Oleh Anak

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi rata-rata yang dianjurkan Oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2004) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2. Kebutuhan Zat Gizi Energi dan Protein Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata perhari

Golongan Umur

Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (cm)

Energi (Kkal)

Protein (g)

0-6 bulan 6 60 550 10

7-12 bulan 8,5 71 650 16

1-3 tahun 12 90 1000 25

Sumber: Widya Karya Pangan dan Gizi, 2004

a. Karbohidrat

(36)

Karbohidrat gizi utama penghasil energi, jika anak kekurangan asupan karbohidrat akan berakibat pada kekurangan energi. Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan pada orang dewasa penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Akibat berat pada bayi dinamakan marasmus dan disertai kekurangan protein dinamakan kwashiorkor. Jika gabungan kekurangan energi dan protein dinamakan marasmus-kwashiorkor (Almatsier, 2003).

Energi adalah bahan utama untuk bergeraknya tubuh. Perkembangan motorik kasar adalah bagaimana keterampilan anak dalam menjaga keseimbang tubuhnya mulai dari merangkak sampai berjalan dan berlari. Untuk melakukan gerakan itu dibutuhkan energi yang cukup sesuai angka kecukupan gizi berdasarkan umurnya. Kekurangan gizi dalam makanan menyebabkan pertumbuhan anak terganggu yang akan mempengaruhi perkembangan seluruh dirinya.

b. Protein

(37)

Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal. Protein dipecah dalam tubuh sebagai sumber energi ketika pasokan karbohidrat dan lemak tidak mencukupi. Protein disimpan dalam otot, tulang darah, kulit dan limfe (Williams Lippincott and Wilkins, 2007).

Berbagai bahan makanan dapat digunakan sebagai sumber protein, baik berasal dari hewani maupun nabati, seperti (Depkes, 2009):

1) Daging berwarna merah termasuk sapi dan kambing. 2) Daging ayam, telur dan susu.

3) Golongan kacang-kacang ; legume, kacang kedelai, kacang hijau.

Protein memiliki fungsi sebagai bagian kunci semua pembentukan jaringan tubuh, yaitu dengan mensintesisnya dari makanan. Pertumbuhan dan pertahanan hidup manusia dapat terjadi bila konsumsi protein cukup (Depkes, 2009):

Kekurangan protein akan menyebabkan kwasiorkor yang bisanya diikuti dengan kekurangan energi yaitu marasmus. Ini merupakan masalah yang banyak terjadi pada balita Indonesia. Sebagaimana diketahui perkembangan tidak dapat dipisahkan dari masalah pertumbuhan (Moehji, 2002).

(38)

Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama asam amino essensial (Sulistijani, 2001).

c. Lemak

Lemak merupakan sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Lemak bersifat larut dalam pelarut lemak. Lemak yang memiliki titik lebur tinggi berbentuk padat pada suhu kamar disebut lemak, sedang yang mempunyai titik lebur rendah berbentuk cair disebut minyak (Depkes, 2009):

Lemak merupakan sumber asam lemak esensial asam linoleat, pelarut vitamin yang juga membantu transportasi, menghemat sintesis protein untuk protein, dan membantu sekresi asam lambung (Depkes, 2009). Sebagaimana diketahui Balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa. Mereka butuh lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat (Nursalam, 2005). Ada enam fungsi lemak di dalam tubuh (Williams Lippincott and Wilkins, 2007):

1) Menghasilkan energi bagi tubuh.

2) Memudahkan penyerapan vitamin larut lemak. 3) Memasok asam lemak esensial.

4) Menyokong dan melindungi organ dalam. 5) Membantu pengaturan suhu.

6) Melumasi jaringan tubuh. d. Vitamin

(39)

metabolisme dan fungsi normal tubuh. Di tubuh vitamin berperan sebagai zat pengatur dan pembangun bersama zat gizi yang lain melalui pembentukan enzim, antibodi dan hormon.

2.4. Taburia

Menurut Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat (2010), taburia merupakan bubuk multivitamin dan multimineral untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral setiap anak balita. Taburia mengandung 12 vitamin dan 4 mineral yang dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak dan juga dapat mengatasi anemia.

Kementerian Kesehatan melalui program NICE (Nutrition Improvement through Community Empowerment) membuat sebuah terobosan untuk mengatasi permasalahan gizi bagi balita melalui suplemen Taburia, yakni serbuk yang mengandung vitamin dan mineral yang cara pakainya tinggal ditaburkan ke atas makanan. Peluncuran suplemen Taburia merupakan bagian dari program Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kemenkes, yakni Nutrition Improvement through Community Empowerment (NICE) atau perbaikan gizi melalui pemberdayaan masyarakat. Masyarakat yang membutuhkannya bisa memperoleh di Posyandu atau rumah kader dengan harga Rp 300/bungkus (Kemenkes, 2010).

(40)

Program NICE dilaksanakan oleh para Kader Kesehatan Desa yang dihimpun dalam sebuah team yang disebut dengan KGM (Kelompok Gizi Masyarakat). Namun distribusi untuk suplemen Taburia ini belum menjangkau seluruh Indonesia. Sementara ini, Taburia baru tersedia di wilayah-wilayah yang menjadi lokasi proyek NICE meliputi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, NTB, NTT, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan.

Adapun manfaat dari taburia itu sendiri adalah : 1. Meningkatkan nafsu makan anak.

2. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang meliputi otak, mata, tulang dan gigi.

3. Memperbaiki penglihatan, pencernaan, daya ingat, fungsi saraf dan kesehatan kulit.

4. Merangsang pembentukan sel darah merah, mencegah kurang darah dan 5 L (letih, lemah, lesu, lelah, lalai/kurang konsentrasi).

5. Meningkatkan kekebalan tubuh dan mencegah infeksi, sariawan, gangguan mental, gangguan bicara serta berbagai penyakit yang sering diderita anak. 2.4.1. Kandungan Taburia

(41)

1. Vitamin

Beberapa vitamin yang terkandung dalam taburia adalah : a. Vitamin A

Vitamin A (Retinol atau Vitamin A, retina, dan empat karotenoid, termasuk beta karoten) merupakan vitamin yang dibutuhkan oleh retina mata menyerap cahaya retina yang mutlak diperlukan untuk kedua cahaya rendah (scotopic visi) dan penglihatan mata. Vitamin ini berfungsi untuk memelihara kesehatan mata, kekebalan tubuh, dan meningkatkan pertumbuhan anak (Almatsier, 2004).

b. Vitamin B1

Vitamin B1 atau thiamin disebut sebagai "thio-vitamin" (sulfur yang mengadung vitamin) adalah air-larut vitamin B kompleks. Pertama bernama aneurin untuk efek neurologis merugikan jika tidak hadir dalam makanan, itu akhirnya diberi nama deskriptor generik vitamin B 1. Vitamin ini berfungsi untuk meningkatkan nafsu makan, pertumbuhan, dan meningkatkan fungsi pencernaan dan saraf (Almatsier, 2004).

c. Vitamin B2

(42)

d. Vitamin B3

Vitamin B3 juga dikenal dengan istilah niasin. Vitamin ini berperan penting dalam metabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi, metabolisme lemak, dan protein. Vitamin B3 memiliki peranan besar dalam menjaga kadar gula darah, tekanan darah tinggi, penyembuhan migrain, dan vertigo. Berbagai jenis senyawa racun dapat dinetralisir dengan bantuan vitamin ini. Vitamin B3 termasuk salah satu jenis vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, seperti ragi, hati, ginjal, daging unggas, dan ikan. Vitamin B3, terdapat juga dalam beberapa sumber pangan lainnya, antara lain gandum dan kentang manis. Vitamin ini berfungsi untuk meningkatkan nafsu makan, kesehatan kulit, dan meningkatkan daya ingat (Almatsier , 2004).

e. Vitamin B6

(43)

berfungsi untuk membantu pembentukan sel darah merah, pertumbuhan, dan mencegah gangguan fungsi otak (Almatsier, 2004).

f. Vitamin B12

Vitamin B12 atau sianokobalamin merupakan jenis vitamin yang hanya khusus diproduksi oleh hewan dan tidak ditemukan pada tanaman. Oleh karena itu, vegetarian sering kali mengalami gangguan kesehatan tubuh akibat kekurangan vitamin ini. Vitamin ini banyak berperan dalam metabolisme energi di dalam tubuh. Vitamin B12 juga termasuk dalam salah satu jenis vitamin yang berperan dalam pemeliharaan kesehatan sel saraf, pembentukkan Molekul DNA dan RNA. Telur, hati, dan daging merupakan sumber makanan yang baik untuk memenuhi kebutuhan vitamin B12. Vitamin ini berfungsi untuk meningkatkan nafsu makan, fungsi saraf, pembentukan sel darah merah, dan mencegah gangguan mental (Almatsier, 2004).

g. Vitamin D

(44)

h. Vitamin E

Vitamin E berperan dalam menjaga kesehatan berbagai jaringan di dalam tubuh, mulai dari jaringan kulit, mata, sel darah merah hingga hati. Selain itu, vitamin ini juga dapat melindungi paru-paru manusia dari polusi udara. Nilai kesehatan ini terkait dengan kerja vitamin E di dalam tubuh sebagai senyawa antioksidan alami. Vitamin E banyak ditemukan pada ikan, ayam, kuning telur, ragi, dan minyak tumbuh-tumbuhan. Vitamin ini berfungsi untuk membantu pembentukan sel darah merah serta mencegah gangguan bicara dan penglihatan (Almatsier, 2004).

i. Vitamin C

Vitamin C (asam askorbat) banyak memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh kita. Di dalam tubuh, vitamin C juga berperan sebagai senyawa pembentuk kolagen yang merupakan protein penting penyusun jaringan kulit, sendi, tulang dan jaringan penyokong lainnya. Vitamin C merupakan senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan kita. Vitamin ini berfungsi untuk mencegah sariawan dan perdarahan gusi, menjaga kesehatan gusi dan gigi, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, serta mencegah kelesuan dan kurang darah (Almatsier, 2004).

j. Vitamin K

(45)

atau pendarahan. Selain itu, vitamin K juga berperan sebagai kofaktor enzim untuk mengkatalis reaksi karboksilasi asam amino asam glutamat. Oleh karena itu, kita perlu banyak mengkonsumsi susu, kuning telur, dan sayuran segar yang merupakan sumber vitamin K yang baik bagi pemenuhan kebutuhan di dalam tubuh (Almatsier, 2004).

k. Asam Folat

Vitamin B9 (asam folat dan inklusif folat) adalah penting yaitu untuk berbagai fungsi tubuh. Tubuh manusia membutuhkan folat untuk mensintesis DNA. Hal ini terutama penting dalam membantu cepat pembelahan sel dan pertumbuhan, seperti pada masa bayi dan kehamilan. Anak-anak dan orang dewasa membutuhkan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah dan mencegah anemia. Vitamin ini berfungsi untuk membantu pembentukan sel darah merah serta mencegah infeksi dan kelelahan (Almatsier, 2004).

l. Asam Pantotenat

Asam pantotenat (PA), merupakan vitamin B-kompleks yang sangat penting untuk manusia untuk pertumbuhan, reproduksi dan fisiologis normal. Vitamin ini berfungsi untuk mencegah kelelahan dan mengatasi sulit tidur pada anak (Almatsier, 2004).

2. Mineral

Beberapa mineral yang terkandung dalam Taburia yaitu : a. Yodium

(46)

tumbuh-tumbuhan yang menyerap zat tersebut dari tanah. Dalam makanan sehari-hari yodium banyak dikonsumsi dari makanan laut. Fungsi yodium adalah membantu pertumbuhan dan perkembangan mental, serta mencegah kretin (anak yang mengalami keterbelakang mental) (Almatsier, 2004).

b. Seng

Seng adalah salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Seng dapat ditemukan pada berbagai jenis makanan yang kaya akan kandungan protein seperti daging, kacang-kacangan dan polong-polongan. Asupan seng yang dibutuhkan tubuh manusia sebenarnya sangat sedikit, namun ternyata penyerapan seng oleh tubuh pun sangatlah kecil. Dari sekitar 4-14 mg/hari jumlah seng yang dianjurkan untuk dikonsumsi, hanya sekitar 10-40% saja yang dapat diserap. Dalam tubuh manusia seng berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan, fungsi saraf dan otak, serta nafsu makan (Almatsier, 2004). c. Selenium

Selenium merupakan mineral yang penting untuk kesehatan yang baik tetapi hanya diperlukan dalam jumlah kecil. Dalam tubuh manusia selenium berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan.

d. Zat besi

(47)

Tabel 2.3. Komposisi Taburia dalam per Bungkus

Zat Gizi Kandungan

Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B3 Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin D3 Vitamin E Vitamin K Vitamin C Asam Folat Asam Pantotenat Iodium Zat Besi (Fe)

Seng (Zn) Selenium (Se) 417 mg 0,5 mg 0,5 mg 5,0 mg 0,5 mg 1 mcg 5 mcg 6 mg 20 mcg 30 mg 150 mg 3 mg 50 mcg 10 mg 5 mg 20 mcg

Sumber : Depkes RI, 2010

2.4.2. Cara Pemberian Taburia

Taburia yang diberikan kepada anak balita usia 6-24 bulan tidak boleh sembarangan, tetapi harus sesuai dengan cara seperti berikut :

1. Cuci tangan terlebih dahulu sebelum mengambil makanan anak.

2. Taburkan satu bungkus Taburia pada makanan utama yang biasa dimakan anak. Makanan utama tersebut dapat berupa nasi atau bubur, yang terbuat dari beras, jagung, kentang, ubi.

3. Taburia tidak boleh dicampur dengan makanan yang berair, seperti minuman susu, sayur bening karena akan menggumpal dan tidak larut.

(48)

5. Upayakan makanan yang sudah diberi Taburia segera dimakan dan dihabiskan anak.

Jumlah taburia yang diberikan kepada anak pada usia 6-24 bulan adalah : 1. Setiap anak mendapat satu bungkus Taburia yang diberikan tiap dua hari

sekali.

2. Satu bungkus Taburia hanya diberikan untuk sekali makan saja pada waktu makan pagi.

2.4.3. Sasaran Taburia

Taburia walaupun merupakan sebuah multivitamin dan multimineral yang diberikan kepada anak balita, tetapi tidak semua balita yang menjadi cakupannya. Taburia hanya akan diberikan kepada anak bayi usia 6-24 bulan saja. Bayi usia di bawah 6 bulan bukan sasaran Taburia karena bayi usia 0-6 bulan hanya mendapatkan ASI saja (Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2010).

1. Taburia Sebagai Solusi dalam Meningkatkan Kandungan Zat Gizi Mikro Anak

(49)

Taburia sebagai jawaban atas tantangan baru untuk mengembangkan produk makanan yang mengalami fortifikasi zat gizi tertentu tanpa mengubah warna, tekstur dan rasa makanan serta biaya produksi relatif murah untuk penanggulangan anemia. Taburia diformulasi dengan kandungan ferrous fumarat (FF) mikroenkapsul dengan zat gizi mikro lain yang dibutuhkan bagi populasi berisiko seperti zinc, vitamin A, C dan D atau asam folat (Zlotkin et al, 2006).

2. Manfaat Pemberian Taburia

Beberapa manfaat pemberian Taburia (Zlotkin et al, 2006):

1. Taburia mampu menyediakan zat gizi mikro sesuai kebutuhan bagi setiap anak tanpa tergantung besar kecilnya porsi makan.

2. Taburia mengandung zat gizi mikro seperti vitamin A, B1, B2, B3, B6, B12, D, E, K, C, asam folat, asam pantotenat, yodium, seng, selenium dan zat besi untuk mencegah dan mengatasi defisiensi zat gizi mikro.

3. Meningkatkan nafsu makan anak.

4. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang meliputi otak, mata, hidung dan gigi anak.

(50)

2.5. Kerangka Konsep

[image:50.612.131.512.170.256.2]

Kerangka konsep kaitan antara serbuk Taburia dengan status gizi baduta dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Bagan diatas menjelaskan bahwa pola konsumsi pangan bayi 6-24 bulan yang mendapatkan bubuk Taburia meliputi susunan makanan dan frekuensi makan bayi dapat menggambarkan status gizi bayi 6-24 bulan yang dapat dilihat dari BB/U, PB/U, BB/PB, sehingga dapat diketahui bagaimana status gizi bayi 6-24 bulan yang mendapatkan bubuk Taburia.

Pola Konsumsi

− Susunan makanan − frekuensi makan

Status Gizi Baduta ( Bayi 6-24 Bulan):

(51)

3.1. Jenis Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini termasuk suatu penelitian yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian Cross Sectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian dilakukan di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan yang merupakan salah satu daerah yang mendapatkan taburia di kota Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni-Januari 2013. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi 6-24 bulan yang mendapatkan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan. Pada saat survei pendahuluan di bulan November 2012 diketahui dari buku laporan kader posyandu, terdapat 62 orang bayi usia 6-24 bulan yang mendapatkan taburia di Kelurahan Kemenangan Tani.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

(52)

identitas anak dan pola konsumsi dengan melihat susunan makan dan frekuensi makan yang diperoleh melalui formulir food recall 24 jam melalui wawancara.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan mengumpulkan data yang dari kantor kelurahan dan referensi buku-buku yang berhubungan dengan taburia.

3.5. Defenisi Operasional

1) Taburia adalah makanan tambahan multivitamin dan multimineral untuk memenuhi kebutuhan gizi yang diberikan setiap 2 hari sekali satu bungkus pada waktu makan pagi.

2) Bayi 6-24 bulan adalah bayi yang memiliki usia 6-24 bulan hingga penelitian ini dilakukan.

3) Pola konsumsi pangan adalah informasi yang memberikan gambaran mengenai pemberian makanan kepada bayi 6-24 bulan yang dimakan setiap hari meliputi susunan makanan dan frekuensi makan.

4) Susunan makanan adalah berbagai macam makanan yang diberikan dalam satu hari sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan untuk bayi 6-24 bulan. 5) Frekuensi makan adalah jumlah setiap jenis makanan yang dikonsumsi oleh

bayi 6-24 bulan selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun.

(53)

3.6. Aspek Pengukuran 1. Pola Konsumsi

Jenis makanan dan frekuensi makanan diperoleh melalui food recall 24 jam untuk jumlah energi protein dan energy yang dikonsumsi bayi 6-24 bulan Dari hasil food recall 24 jam.

1. Jenis makanan diatur dengan pengkategorian berupa: a. Baik, apabila jenis makanan yang diberikan berupa

Umur 6-12 bulan : ASI, Nasi tim/ bubur dan sari buah Umur 13- 24 bulan : ASI, Makanan Keluarga

b. Tidak baik, apabila pemberian makanan diluar ketentuan diatas.

2. Jumlah dan frekuensi makan yang diberikan kepada anak untuk memenuhi kebutuhan gizi menurut Purnawati ( 2004).

a. Baik, apabila

Umur 6-12 bulan : 210-250 ml PASI/ASI sebanyak 3-4 kali sehari, 1 piring kecil Nasi tim/ bubur sebanyak 2-3 kali sehari

Konsumsi ASI sebanyak 100-250 ml pada setiap hari atau konsumsi ASI 6 kali per hari.

Umur 13- 24 bulan : 250 ml PASI/ASI sebanyak 2-3 kali sehari, makan setengah dari yang dimakan orang dewasa sebanyak 3-4 kali sehari.

(54)

= −skor

Z

2. Status Gizi

Status gizi diperoleh melalui pengukuran antropometri berat badan menurut umur (BB/U), Panjang badan menurut umur (PB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/PB).

Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-skor sebagai batas ambang kategori. Rumus perhitungan Z-skor sebagai berikut :

Nilai individu subjek – Nilai median baku rujukan Nilai simpangan baku rujukan

Untuk kategori status gizi dan batasan-batasannya, digunakan standar WHO (2005), sebagai berikut :

a. Kategori berdasarkan BB/U :

1. BB Normal : -2 SD s/d < 1 SD 2. BB Kurang : -3 SD s/d < -2 SD 3. BB Sangat Kurang : < -3 SD

b. Kategori berdasarkan PB/U :

1. PB Lebih Dari Normal : > 3 SD

2. PB Normal : -2 SD s/d 3 SD 3. PB Pendek : < -2 SD s/d -3 SD 4. PB Sangat Pendek : < -3 SD

c. Kategori berdasarkan BB/PB : 1. Sangat Gemuk : > 3 SD

(55)

4. Normal : -2 SD s/d 1 SD 5. Kurus : < -3 SD s/d -3 SD 3.7. Pengolahan dan Analisi Data

3.7.1. Teknik dan Analisa Data

(56)

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kelurahan Kemenangan Tani merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Medan Tuntungan yang memiliki luas 150 Ha. Kelurahan Kemenangan Tani memiliki fasilitas kesehatan yang terdiri dari 2 Puskesmas Pembantu (Pustu) dan 3 buah Posyandu sedangkan untuk tenaga kesehatan di kelurahan ini terdapat 2 orang dokter dan 3 orang bidan. Kelurahan ini terdiri dari 5 (lima) lingkungan.

Adapun batas-batas wilayah sebagai berikut :

− Sebelah Utara berbatas dengan Kelurahan Tanjung Selamat

− Sebelah Selatan berbatas dengan Kelurahan Lau Cih dan Lau Bambu − Sebelah Timur berbatas dengan Kelurahan Simpang Selayang

− Sebelah Barat berbatas dengan Kelurahan Namo Gajah

4.1.1. Demografi

(57)

4.2. Karakteristik Ibu

Berdasarkan hasil pengumpulan data, diperoleh gambaran karakteristik ibu meliputi umur dan pekerjaan yang disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Ibu di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012

No Karakteristik Ibu f %

1 Umur Ibu

20-24 tahun 20 32,3

25-29 tahun 30-34 tahun 35-39 tahun 14 27 1 22,6 43,5 1,6

Total 62 100,0

2 Pekerjaan Ibu

IRT 42 67,8

Wiraswata 7 11,2

Petani 13 21

PNS/ TNI/Polri 0 0

Total 62 100,0

3 Pendidikan

Tidak tamat SD 6 9,7

Tamat SD SMP SMA 5 23 28 8,1 37,1 45,1

Total 62 100,0

Pada tabel 4.1. di atas dapat dilihat bahwa karakteristik ibu menurut umur, yang paling banyak adalah pada umur 30-34 tahun sebanyak 27 orang (43,5%) dan paling sedikit pada umur 35-39 tahun sebanyak 1 orang (1,6%).

[image:57.612.113.522.153.450.2]
(58)
[image:58.612.113.530.169.541.2]

Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu terhadap penggunaan Taburia yang tepat. Karakteristik responden berdasarkan jawaban pada kuesioner yang dibagikan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Ibu pada Kuesioner yang Diajukan di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012

No Pertanyaan Jawaban

f %

1 Berapa banyak Taburia yang diberikan kepada anak? a. 1 bungkus/hari

b. 2 bungkus/hari c. 1 bungkus/2 hari

0 26 36 0 41,9 58,1

Total 62 100,0

2 Bagaimana cara ibu dalam memberikan taburia? a. mencampur dengan makanan yang berkuah b. menaburkan di atas makanan yang tidak berkuah c. dicampurkan dengan makanan panas

24 13 25 38,7 21 40,3

Total 62 100,0

3 Menurut ibu, apakah terjadi peningkatan nafsu makan anak setelah mendapatkan taburia ?

a. terjadi peningkatan nafsu makan b. tidak terjadi peningkatan nafsu makan

c. terjadi peningkatan nafsu makan secara berlebihan

41 13 8 66,1 21 12,9

Total 62 100,0

4 Kapan ibu memberikan taburia ? a. ketika makan pagi

b. ketika makan siang c. ketika makan malam

32 30 0 51,6 48,4 0

Total 62 100,0

5 Menurut ibu, yang menjadi sasaran Taburia adalah ? a. bayi 0-24 bulan

b. bayi 6-24 bulan c. anak-anak 10 14 38 16,1 22,6 61,3

Total 62 100,0

(59)

serta sebanyak 41 orang (66,1%) responden menyatakan terjadi peningkatan nafsu makan baduta setelah mendapatkan taburia akan tetapi hanya sebanyak 32 orang (51,6%) yang mengetahui secara benar tentang waktu pemberian Taburia dengan kategori jawaban a bahwa Taburia diberikan ketika makan pagi dan hanya 14 orang (22,6%) yang benar dalam memberikan jawaban mengenai sasaran pemberian Taburia dengan kategori jawaban b bahwa anak akan terhindar 5L setelah mendapatkan Taburia.

4.3. Karakteristik Anak 6-24 Bulan

[image:59.612.113.524.441.600.2]

Semua anak usia 6-24 bulan yang ada di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan yang telah diberikan taburia (Suplemen multi vitamin dan mineral) dari proyek NICE. Dari hasil pengumpulan data, karakteristik anak 6-24 bulan menurut jenis kelamin dan umur, dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini : Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Baduta 6-24 Bulan

di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012

No Karakteristik anak 6-24 bulan f %

1 Jenis Kelamin

Laki-laki 30 48,4

Perempuan 32 51,6

Jumlah 62 100,0

2 Umur

6-12 Bulan 22 35,5

13-18 Bulan 14 22,6

19-24 Bulan 26 41,9

Jumlah 62 100,0

(60)

banyak adalah umur 19-24 bulan yaitu 26 orang (41,9%), dan yang paling sedikit adalah umur 13-18 bulan yaitu 14 orang (22,6%).

Tabel 4.4. Distribusi Umur Baduta 6-24 Bulan Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik anak 6-24 bulan Jenis Kelamin

Total

Umur Laki-laki Perempuan

f % f % f %

6-12 Bulan 14 63,6 8 36,3 22 100,0

13-18 Bulan 5 35,7 9 64,2 14 100,0

19-24 Bulan 11 42,3 15 57,6 26 100,0

Pada tabel 4.4. dapat dilihat bahwa baduta berjenis kelamin laki-laki paling banyak terdapat dalam kelompok umur 6-12 bulan yakni sebanyak 14 baduta (63,6%), sedangkan baduta berjenis kelamin perempuan paling banyak terdapat pada kelompok umur 19-24 bulan yakni sebanyak 15 baduta (57,6%).

4.4. Pola Konsumsi Makanan

Pada penelitian ini pola konsumsi makanan anak 6-24 bulan diukur berdasarkan susunan makanan yang dikonsumsi dan frekuensi makan.

4.4.1. Pola Konsumsi Makanan Berdasarkan Tingkat Susunan Makanan

Pola konsumsi makanan berdasarkan tingkat susunan makanan diteliti dalam dua periode yaitu sebelum dan sesudah diberikan taburia yang disajikan dalam tabel 4.5. dan 4.6. berikut:

Tabel 4.5. Distribusi Tingkat Susunan Makanan Pada Bayi 6-24 Bulan Sebelum Diberikan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012

No Tingkat Susunan Makanan Jumlah (n) %

1 Baik 30

32

48,4 51,6 2 Tidak Baik

(61)
[image:61.612.113.528.94.185.2]

Tabel 4.6. Distribusi Tingkat Susunan Makanan Pada Bayi 6-24 Bulan Sesudah Diberikan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012

Tabel 4.5. menunjukkan bahwa sebelum diberikan taburia hanya 30 orang (48,4%) bayi 6-24 bulan memiliki tingkat susunan makanan baik dan 32 orang (51,6%) memiliki tingkat susunan makanan tidak baik. Namun, setelah diberikan taburia yang ditunjukkan pada tabel 4.6. terjadi perbaikan tingkat susunan makanan yang ditandai dengan kenaikan jumlah bayi yang memiliki tingkat susunan makanan baik yakni sebanyak 42 orang (67,7%).

4.4.2. Pola Konsumsi Makanan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Makan

Pola konsumsi berdasarkan jenis susunan makanan dibagi ke dalam beberapa kategori dan kelompok umur. Jenis bahan makanan dimulai dari sumber energi dilihat dari tingkat konsumsi ASI/PASI dan Makanan pokok, sumber protein dilihat dari konsumsi lauk pauk dan sumber vitamin anak dilihat dari konsumsi buah. Kelompok umur anak dibagi dalam dua kelompok yaitu umur 6-12 bulan dan 13-24 bulan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel 4.7. sampai dengan tabel 4.10. peneliti membandingkan pola konsumsi makanan sebelum dan sesudah diberikan taburia:

No Tingkat Susunan Makanan Jumlah (n) %

1 Baik 42

20

67,7 32,3 2 Tidak Baik

(62)
[image:62.612.112.529.88.520.2]

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Makan Baduta (Bayi 6-12 Bulan) Sebelum Diberikan Taburia Berdasarkan ASI/PASI di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012

Jenis Makanan

Frekuensi Makanan

1x/hari 1x/hari 4-6x/

minggu

1-3x/ minggu

Tidak

Pernah Jumlah

f % f % f % f % f % f %

Makanan Pokok

Bubur 18 81,8 2 9,1 2 9,1 0 0 0 0 22 100,0

Nasi 0 0 5 22,7 0 0 2 9,1 15 68,2 22 100,0

Roti 0 0 8 36,4 0 0 2 9,1 12 54,5 22 100,0

Jenis Makanan

Frekuensi Makanan

1x/hari 1x/hari 4-6x/

minggu

1-3x/ minggu

Tidak

Pernah Jumlah

f % f % f % f % f % F %

Lauk

Daging ayam 0 0 2 9,1 8 36,4 12 54,5 0 0 22 100,0

Ikan 5 22,7 0 0 5 22,7 0 0 0 0 22 100,0

Telur 15 68,2 7 31,8 0 0 0 0 0 0 22 100,0

Tahu 10 45,4 2 9,1 4 18,2 6 27,3 0 0 22 100,0

Tempe 0 0 0 0 7 31,8 7 31,8 8 36,4 22 100,0

Gambar

Tabel 2.1. Daftar Pemberian Makanan Balita Sesuai Umur dan Pemberian
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1.  Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Ibu di Kelurahan
Tabel 4.2.  Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Ibu pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Event Organizer untuk memberikan sentuhan manajerial dan publisitas yang maksimal. Perlu diadakan tim administrasi khusus dalam pengelolaan Panitia Induk sehingga

Variabel FBIR secara parsial mempunyai pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap CAR dan memberikan kontribusi sebesar 3,69 persen terhadap CAR pada Bank

Puruhito, dr., SpB, SpBTKV mantan rektor yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Doktor hingga selesainya Pendidikan Program Doktor pada

2 Tingkat produktivitas yang optimum di PG Bungamayang dapat dicapai apabila kombinasi faktor ergonomi mikro dan makro untuk illuminasi antara 100-120 lux, suhu 25 0 C,

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti berpendapat bahwa Penguatan Pendidikan Karakter adalah salah satu cara yang dilakukan sekolah untuk mengintegrasikan,

Jumlah individu musuh alami hanya yang berada berjarak 1 m dari sarang lebah dikoleksi kemudian dihitung dengan menggunakan counter.. Musuh alami yang dikoleksi, diawetkan

Setiap karyawan di dalam perusahaan diwajibkan untuk menggunakan alat pelindung diri dalam menjaga keselamatannya pada setiap melakukan pekerjaan, dengan adanya

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini