viii Nur Jannatun Na’im, NIM. 106104003507
Relation family support with level of anxiety Primipara mom (mother) Facing childbirth in health society center of Pamulang Sourth Districk of Tangerang. xxii + 89 pages, 15 tables, 5 charts, 6 attachment
ABSTRACT
Psychological problem was raising significantly, above all about the nuisance of emotional, the example was anxiety. There was anxiety when someone who having traumatic incident one of all was anxiety which be happened to primipara mom. Because pregnancy was dramatic period, which someone was having biological and psychological alteration, and adapting to new situation specially for women who will give birth to her baby. Women thought that pregnancy could grow naturally, but many of them felt anxious. Anxiety could hinder child birth procces, partianlarly in the third trimester. Research, the factor predisposisi of anxiety which could be learned by them on Stuart’s and Lairaia’s, were psychoanalysis, interpersonal, behavior, family support and biology, but the research was done in the health society centar of Pamulang, there was just family support interpersonal and behavior were just controller.
The research used quantity approximation with design cross sectional technic of getting sample used total sample, about 52 woman. Data was collected on the health society center of Pamulang, June 2010. Bivariat analysis used analysis Multinominal logistic with α : 5%. Instruments which used by Zung Self Anxiety Scale (ZSAS), family support, interpersonal, and behaviour.
The result of research, 15,4% of Primipara mom was not anxious and 84,6% them was anxious (65,4%). Having low anxiety and 19,2% having medium anxiety). On the bivariat analysis family support (p; 0,01) and interpersonal (p; 0,931) showed they had connection with anxiety, and behavior (0,931) hadn’t connection. Based on multivariate analysis, it could condude there were connection between family support and anxiety, the research had been be controlled with interpersonal and behavior (p:0,012). It be wanted, it could increase support to primipara mom by her family on the third trisemester, so that it could reduce anxiety which mother having.
viii Nur Jannatun Na’im, NIM. 106104003507
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat kecemasan Ibu Primipara Menghadapi Persalinan di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan
xxii + 89 halaman, 15 tabel, 5 bagan, 6 lampiran
ABSTRAK
Masalah kejiwaan di dunia mengalami peningkatan secara signifikan terutama masalah gangguan emosional, salah satu gangguan yang banyak terjadi di masyarakat adalah kecemasan. Kecemasan dapat muncul saat seseoang menghadapi kejadian yang traumatik, salah satunya adalah kecemasan yang dialami ibu primipara trimester III, karena kehamilan merupakan periode dramastis, terjadi perubahan baik biologi, psikis,dan terjadi adaptasi terhadap lingkungan baru, terutama pada wanita yang baru akan melahirkan. Pada penelitian ini diteliti tentang faktor predisposisi kecemasan menurut Stuart dan Laraia yaitu psikoanalisa, interpersonal, behavior, keluarga dan biologi, Tetapi penelitian ini hanya dukungan keluarga yang diteliti. Sedangkan interpersonal dan behavior dijadikan sebagai pengontrol.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif desain cross sectional, tehnik pengambilan sampel menggunakan Total sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 52 orang. Data dikumpulkan di Puskesmas Pamulang pada bulan Juli tahun 2010. Analisis bivariat menggunakan Multinomial Logistic dengan α = 5%. Instruments yang digunakan Zung Self-Rating Anxiety Scale (ZSAS) , dukungan keluarga, interpersonal, dan behavior.
Hasil penelitian didapatkan, sebesar 15.4% ibu primipara tidak cemas dan 84.6% ibu primipara mengalami kecemasan ( cemas ringan 65.4 % & dan cemas sedang 19.2%). Pada analisis bivariat, dukungan keluarga (p=0.0001) dan interpersonal (p=0.001) menunjukkan terdapat hubungan dengan kecemasan, sedangkan behaviour (0.937) tidak ada hubungan dengan kecemasan. Berdasarkan analisis Multivariat, dapat disimpulkan terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan setelah dikontrol interpersonal dan behaviour (p=0.012).
Skripsi diajukan untuk memenuhi syarat pada Fakultas Kedokteran untuk mendapatkan gelar
Sarjana Keperawatan (S. Kep)
NUR JANNATUN NA’IM 106104003507
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
NUR JANNATUN NA’IM 106104003507
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
semangat untuk menolong hamba-hamba MU y ang membutuhkan ak u, jangan biarkan
dak u di k uasai perasaan takut miskin dan sengsara. Bangkitkan dalam jiwaku bahwa
ak u mempuny ai sesuatu y ang bisa di berikan kepada orang lain.
Wahai Alloh, pelabuhan tempatk u menambatkan cita-cita dan harapan. Anugrahilah aku
dengan semangat untuk terus berjuang di tengah kesulitan y ang aku alami . jangan
biarkan aku menjadi manusia y ang instan y ang memperoleh sesuatu secara mudah tanpa
di dahului oleh kerja keras.
S emoga ak u dapat memberikan y ang terbaik untuk semua orang y ang pernah hadir
dalam hidupku, baik ia mengukir suk u, duka ataupun y ang meny isakan luka. Ku y akin
semua itu adalah sebagian dari kisah y angharus ku lalui, y ang semakin
mendewasakanku
Terima kasih untuk pake, make, saudaraku, keluarga di Klaten
Untuk bapak ibu guru, y ang sabar dan ikhlas membimbingku
Tempat, tanggal lahir : Klaten, 10 april 1986
Agama : Islam
Alamat : Jl. H. Koweng no. 9 Ciputat Molek
No telp : 083892417090 / 082111773740
Nama orang tua
Ayah : Amad Suparman
Ibu : Sami
Riwayat pendidikan 1998-2001 SLTP 1 Delanggu
2001-2004 SMF/SAA Indonesia Jogjakarta
2006- sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prodi Ilmu Keperawatan
Pengalaman Bekerja 2004- Sekarang Asisten Apoteker Di Apotek Slipi
xiii
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xix
DAFTAR GAMBAR ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
DAFTAR SINGKATAN ... xxii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………...……… 1
B. Rumusan Masalah……….……... 8
C. Pertanyaan penelitian………... 8
D. Tujuan Penelitian………..……….…… 9
E. Manfaat Penelitian……….…….. 10
xiv
A. Kecemasan………..………... 11
1. Pengertian Kecemasan……….….……... 11
2. Jenis Kecemasan………..……...… 11
3. Tingkat Kecemasan……….….…….…. 12
4. Rentang Respon Kecemasan………..…….…….14
5. Respon Kecemasa………..…………. 14
6. Reaksi Kecemasan……….……...…...…..… 16
7. Mekanisme Koping………..………...……..…… 16
8. Gejala Kecemasan………... 17
9. Factor Pencetus……….…... 18
10. Mekanisme Pertahanan Kecemasan……….…………... 19
11. Alau Ukur Kcemasan…………...……….…….... 20
12. Tindakan Keperawatan………..………..……….. 21
13 Terapi Farmakologi……….24
14 Faktor Predisposisi………. 25
a. Psikoanalisa….. ………...……….25
b. Interpersonal………..………26
c. Behavior……….28
xv
B. Kehamilan dan Persalinan sebagai pencetus kecemasan……… ….37
1. Kehamilan……….………. ..37
2. Persalinan……….………..……… ..42
C. Kerangka Teori……….………... 43
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISi OPERASIONAL A. Kerangka Konsep………..………... 43
B. Hipotesis……….………. 44
C. Definisi operasional……….……… 48
BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain penelitian……….…….……… 49
B. Lokasi dan waktu penelitian……….………... 49
C. Populasi, sampel, dan teknik sampling………..……….. 49
1. Populasi…………...………..………. .50
2. Sampel ……….……….. 50
3. Besar sampel………..………. 51
D. Kriteria sampel………..………... 51
E. Pengumpulan data………..…….. 51
1. Jenis data………..…... 52
xvi
F. Uji validitas dan reabilitas instrument……….………… 55
G. Pengolahan data……….……….. 56
1. Editing……….……….……….…….. 56 2. Coding………..…….. 56 3. Entry data………..………….. 56
4. Melakukan teknik analisis……….………. 56
H. Analisis data………..…………... 57
1. Analis Univariat...……….………. .57
2. Analisis Bivariat………...…..……….57
3. Analisa Multivariat………..………… ...60
I. Etika penelitian……….………... 60
1. Informed Consent……….……….……….. 60
2. Anonimity (tanpa nama)……….………. 60
3. Kerahasiaan (confidentiality)……….………. 60
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Tempat Penelitian……….……….. 61
1. Letak wilayah………..………...……. 61
2. Visi dan Misi Puskesmas Pamulang………...…… 61
xvii
B. Hasil Analisa Univariat……….…... 64
1. Gambaran Kecemasan Ibu Primipara……….………….…….... 64
2. Gambaran Dukungan Ibu Primipara………...………… 64
3. Gambaran Interpersonal Ibu Primipara……….………..….65
4. Gambaran Behaviour Ibu Primipara………...………… 67
C. Hasil Analisa Bivariat………..……… 67
1. Hubungan antara dukungan dengan kecemasan……… 67
2. Hubungan antara interpersonal dengan kecemasan…..…….…….… 68
4. Hubungan antara behavior dengan kecemasan……….…….………. 69
D. Analisis Multivariat………..………....….. 74
BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian ………...…..……….. 75
B. Instrumen Penelitian……….... 76
C. Interpretasi dan Hasil diskusi………..…….…... 77
1. Hubungan antara dukungan dengan kecemasan……….….. 77
2. Hubungan antara interpersonal dengan kecemassan………82
3. Hubungan antara behavior dengan kecemasan ……….….….……... 84
4. Hubungan antara keluarga dengan kecemasan dikontrol interpersonal dan behaviour……….………...…….. 85
xviii DAFTAR PUSTAKA
xix No. tabel
2.1 Obat Anti ansietas...…. 41
3.1 Definisi Operasional………. … 38
4.1 Skala Kecemasan………... 51
4.2 Skala Likert ……….52
5.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan………..63
5.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga……….…...64
5.3 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga dengan tingkat kecemasan……...65
5.4 Distribusi Frekuensi Interpersonal………...66
5.5 Distribusi Frekuensi Interpersonal dengan Tingkat Kecemasan…………...67
5.6 Distribusi Frekuensi Behaviour dengan Tingkat Kecemasan………...68
5.7 Distribusi Kecemasan dengan dukungan keluarga………...69
5.8 Distribusi Kecemasan dengan Interpersonal………70
5.9 Distribusi Kecemasan dengan Behaviour……….71
5.10 Hubungan antara variable dependen dengan independen………...…...72
xx
No. Bagan Halaman
2.1 Pengaruh lingkungan terhadap Kesehatan Mental……… …..32
2.2 Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap stres...…..33
2.3 Stuart Model Adaptasi Berhubungan dengan Kecemasan ...…..43
2.4 Kerangka Teori………... 55
xxi Lampiran
1. Surat ijin penelitian
2. Informed consent
3. Kuesioner
4. Hasil analisa Univariat
5. Hasil analisa Bivariat
xxii
DAFTAR SINGKATAN ACTH : Adreno Cortico Tropin Hormone
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
FSH : Folicle Stimulating Hormone
GABA : Gamma Amino Butiric Acid
GH : Growth Hormone
HARS : Hamilton Anxiety Rating Scale
KIA : Kesehatan Ibu dan Anak
SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga
SSP : Susunan Syaraf Pusat
THT : Telinga Hidung dan Tenggorokan
WHO : World Health Organization
ZSAS : Zung Self Rating Anxiety Scale
1 A. Latar Belakang
Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2001 menjelaskan bahwa
status kesehatan jiwa secara global memperlihatkan 25% penduduk pernah mengalami
gangguan mental dan perilaku, namun hanya 40% yang terdiagnosis. Selain itu, 10%
populasi orang dewasa mengalami gangguan mental dan perilaku, sedangkan sekitar
20% pasien teridentifikasi mengalami gangguan jiwa. Data WHO memperkirakan
peningkatan sekitar 5% - 10% untuk semua gangguan mental (WHO, 2005).
Masalah kesehatan jiwa di Indonesia setiap tahunnya selalu meningkat secara
signifikan. Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menjelaskan bahwa di Indonesia
prevalensi gangguan jiwa sekitar 4,6%. Sedangkan, gangguan mental emosional jauh
lebih besar yakni sebesar 11,6%. Tingginya angka gangguan emosional tersebut
mengindikasikan bahwa individu mengalami suatu perubahan emosional yang apabila
tidak ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi patologi.
Salah satu masalah gangguan emosional yang sering ditemui di masyarakat dan
menimbulkan dampak psikologis cukup serius adalah ansietas/kecemasan. Menurut
Stuart dan Laraia (2005) kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini
tidak memiliki objek yang spesifik, dialami secara subjektif dan dikomunikasikan
Menurut Mauro dan Murray (2000) kecemasan merupakan suatu respon yang
diperlukan untuk hidup, namun bila tingkat cemas ini berat akan mengganggu
kehidupan baik secara kualitas maupun kuantitas. Kecemasan dapat disebabkan oleh
adanya perasaan takut tidak diterima dalam lingkungan tertentu, pengalaman
traumatis akan perpisahan atau kehilangan, rasa frustasi akibat kegagalan dalam
mencapai tujuan dan ancaman terhadap integritas diri maupun konsep diri (Suliswati,
2005). Salah satu contoh kecemasan yang sering ditemui dalam kehidupan
sehari-hari adalah cemas saat menghadapi kejadian traumatik misalkan kecemasan
menghadapi persalinan terutama ibu yang pertama kali akan melahirkan.
Persalinan dan kehamilan merupakan suatu peristiwa yang membahagiakan bagi
seorang ibu dan seluruh keluarga. Selain itu juga merupakan saat yang paling
dramatis apalagi bagi ibu yang pertama kali mengalaminya. Pengalaman baru ini
memberikan perasaan yang bercampur baur, antara bahagia dan penuh harapan
dengan kekhawatiran tentang apa yang akan dialaminya waktu menghadapi
persalinan. Menurut Gressman (1980), kehamilan melibatkan seluruh anggota
keluarga. Karena kehamilan adalah permulaan tidak hanya berkembangnya janin,
tetapi juga pembentukan baru dari sebuah keluarga dengan tambahan anggota dan
perubahan hubungan setiap anggota keluarga.
Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stres, tetapi
berharga karena wanita tersebut menyiapkan diri untuk memberi perawatan dan
mengemban tanggung jawab yang lebih besar. Seiring persiapannya menghadapi peran
ini membutuhkan penguasaan tugas-tugas tertentu, menerima kehamilan,
mengidentifikasi peran ibu, mengatur hubungan dengan pasangannya, membangun
hubungan dengan anak yang belum lahir, dan mempersiapkan diri menghadapi
persalinan ( Stainton, 1984).
Trimester III merupakan klimaks kegembiraan emosi menanti kelahiran bayi,
terutama ibu primipara, yaitu seorang ibu yang baru melahirkan pertama kali (Bobak,
2004). Sekitar bulan ke-8 mungkin terdapat periode tidak semangat dan depresi, ketika
bayi membesar dan ketidaknyamanan bertambah sehingga menyebabkan calon ibu
mudah lelah dan tergantung pada pasangan atau orang lain di sekitarnya. Calon ibu
menjadi lebih introspektif dan mulai banyak memikirkan dan mencemaskan
persalinan, kelahiran, dan bayinya. Hal ini membuat ibu mulai protektif terhadap bayi
yang sedang berkembang dan mencoba menghindari sesuatu yang dapat mengurangi
kesejahteraannya (Hamilton, 1995).
Hal senada juga di ungkap oleh Kartono (1992) bahwa pada usia kandungan tujuh
bulan ke atas, tingkat kecemasan ibu hamil semakin akut dan intensif seiring dengan
mendekatnya kelahiran bayi pertamanya. Pada trimester ini merupakan masa riskan
terjadinya kelahiran bayi prematur sehingga menyebabkan tingginya kecemasan pada
ibu hamil.
Hal yang mempersulit proses persalinan selain bersifat klinis seperti plasenta
previa, suasana psikologis ibu yang tidak mendukung ternyata ikut andil. Misalkan, ibu
dalam kondisi cemas yang berlebihan, khawatir dan takut tanpa sebab, sehingga pada
stres meningkat (beta-endorphin, hormon adrenokortikotropik [ACTH], kortisol dan
epinefrin). Efek kadar hormon yang tinggi dalam menghambat persalinan dapat
dikaitkan dengan persalinan distosia. Cemas yang berlebihan dapat menghambat
dilatasi seviks normal, sehingga dapat meningkatkan persepsi nyeri dan
mengakibatkan persalinan lama (Bobak, 2004).
Kecemasan menimbulkan ketegangan, menghalangi relaksasi tubuh, menyebabkan
keletihan bahkan mempengaruhi kondisi janin dalam kandunganya. Kondisi inilah
yang mengakibatkan otot tubuh menegang, terutama otot-otot yang berada di jalan
rahim ikut menjadi kaku dan keras sehingga sulit mengembang. Tidak hanya itu, emosi
yang tidak stabil dapat membuat rasa sakit yang meningkat. Menjelang persalinan, ibu
hamil membutuhkan ketenangan agar proses persalinan menjadi lancar tanpa
hambatan. Semakin ibu tenang menghadapi persalinan maka persalinan akan berjalan
semakin lancar (Zaenal, 2002).
Menurut Todd dalam Irma (2002), melaporkan kecemasan selama kehamilan
menyebabkan depresi postpartum 20 responden dari 300 responden. Hasil penelitian
mengindikasikan beratnya perubahan suasana emosi pada periode postpartum
berkorelasi dengan beratnya kecemasan selama kehamilan. Penelitian lain juga
menemukan bahwa antara kecemasan berat dan sikap permusuhan selama kehamilan
berkorelasi secara positif dengan depresi postpartum (Hayworth, 1980).
Perawat mempunyai peran yang penting dalam mengatasi masalah kecemasan
yang dialami ibu hamil. Perawat harus dapat mengenali gejala kecemasan dan
kehamilan, persalinan, kecemasan dan efek kecemasan pada ibu hamil dan janin.
(Dagun, 1991).
Hasil penelitian oleh Anik (2008) di wilayah kerja Puskesmas Tanon I kecamatan
Tanon, Sragen, data tahun 2007 tercatat angka ibu melahirkan sebanyak 422 kelahiran
hidup. Berdasarkan hasil wawancara terhadap ibu yang baru pertama menghadapi
persalinan mengatakan bahwa terdapat 20% ibu yang mengalami kecemasan.
Penelitian Astuti (2005) mengenai kecemasan ibu hamil, dari 50 responden diperoleh
cemas ringan (46%), sedang (50%), dan berat (4 %). Penelitian Yuliana (2008),
mengenai gambaran kecemasan pada ibu hamil Trimester III, dari 51 responden yang
diteliti diperoleh tidak mengalami cemas (49%), ringan (47.1%), dan sedang (3.9%).
Menurut Stuart dan Laraia (2005), ada beberapa faktor yang menyebabkan
kecemasan antara lain:, interpersonal, behaviour, biologi, dan keluarga. Pada
penelitian ini yang diteliti adalah keluarga. Karena keluarga merupakan lingkungan
yang dimiliki setiap individu, lingkungan ini yang membentuk kepribadian seseorang
dari kecil hingga dewasa, dan dalam keluaraga yang sering muncul adalah dukungan.
Sedangkan faktor psikoanalisa dan biologi tidak diteliti karena kedua hal ini terjadi
dibawah alam sadar seseorang dan tidak disadari. Pada interpersonal dan behavior,
tidak diteliti karena ada perbedaan respon tiap individu dan tidak dapat diukur secara
objektif.
Dukungan keluarga baik yang dimiliki calon ibu akan menunjukkan perasaan
tenang, sikap positif terhadap diri sendiri dan kehamilannya, atau sebaliknya.
cenderung akan terlihat kurang peduli. Ketika memiliki dukungan keluarga diharapkan
wanita hamil dapat mempertahankan kondisi kesehatan psikologisnya dan lebih
mudah menerima perubahan fisik serta mengontrol gejolak emosi yang timbul.
Dukungan keluarga terutama dukungan yang didapatkan orang terdekat akan
menimbulkan ketenangan batin dan perasaan senang dalam diri ibu (Dagun, 1991).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Pamulang, pada
tanggal 23 Juni 2010 didapatkan hasil bahwa dari 5 orang ibu primipara terdapat 3 ibu
mengatakan khawatir menghadapi persalinan. Pengamatan yang kami lakukan terkait
dukungan keluarga, hampir 80% ibu hamil yang melakukan ANC ditemani oleh suami
atau salah satu anggota keluarganya.
Al-Qur’an memberikan penjelasan bahwasanya kehamilan dan persalinan
merupakan tugas yang sangat berat :
Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:
"Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang Telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya Aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya
Aku termasuk orang-orang yang berserah diri"(QS. Al Ahqaaf 15).
Berdasarkan uraian di atas bahwa kecemasan yang dialami ibu hamil trimester III
terutama ibu Primipara, ternyata tidak hanya mempunyai dampak secara psikologis,
tetapi juga berpengaruh pada fisik ibu. Ketika kecemasan yang dialami ibu tidak
ditangani maka akan berdampak saat ibu melahirkan, meningkatkan persepsi nyeri
salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu dukungan keluarga pada ibu
primipara menghadapi persalinan.
B. Rumusan Masalah
Kecemasan pada ibu hamil apabila tidak ditangani dengan serius akan membawa
dampak dan pengaruh terhadap fisik dan psikis, baik pada ibu maupun janin. Jika hal
ini dibiarkan terjadi, maka akan memperlama proses persalinan dan meningkatkan
persepsi nyeri. Hal ini berakibat resiko kematian pada saat persalinan.
Menurut Stuart & Laraia (2005) ada 5 faktor yang menyebabkan terjadinya
kecemasan, yaitu psikoanalisa, interpersonal, behavior, keluarga, dan biologi tetapi
penelitian ini yang diteliti adalah Dukungan Keluarga, karena dukungan keluarga
sangat berperan dalam menjaga dan mempertahankan integritas fisik maupun psikologi
(Taylor, 2006). Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan penelitian tentang
adanya hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan ibu primipara menghadapi
persalinan.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran dukungan keluarga ibu primipara trimester III dalam
menghadapi persalinan di Puskesmas Pamulang?
2.Bagaimana gambaran kecemasan ibu primipara trimester III dalam menghadapi
persalinan di Puskesmas Pamulang ?
3.Bagaimana hubungan antara dukungan keluarga terhadap kecemasan ibu primipara
4.Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan setelah dikontrol
interpersonal dan behavior ?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap kecemasan menghadapi
persalinan di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran dukungan keluarga terhadap kecemasan ibu
primipara trimester III dalam menghadapi persalinan di Puskesmas Pamulang.
b. Mengidentifikasi gambaran kecemasan ibu primipara trimester III dalam
menghadapi persalinan di Puskesmas Pamulang.
c. Diketahui hubungan antara dukungan keluarga terhadap kecemasan ibu primipara
dalam menghadapi persalinan di Puskesmas Pamulang.
d. Diketahui hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan setelah
dikontrol interpersonal dan behavior.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi pelayanan keperawatan
Untuk mengidentifikasi kecemasan yang terjadi pada ibu primipara trimester III
menghadapi persalinan, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan terutama
2. Bagi tenaga kesehatan
Dapat dijadikan sebagai masukan bagi perawat dan tenaga kesehatan lainnya
Puskesmas Pamulang yang menangani ibu hamil untuk menyusun upaya-upaya
yang sesuai dalam mengatasi dan mengurangi kecemasan ibu primipara trimester
III, terutama untuk health promotion dan health prevention.
3. Bagi pendidikan
Dapat dijadikan sebagai masukan dalam mengembangkan ilmu khususnya ilmu
keperawatan maternitas mengenai penatalaksanaan sewaktu ANC dan keperawatan
jiwa tentang penyebab kecemasan.
4. Bagi penelitian selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai data dasar bagi peneliti lain untuk kepentingan
pengembangan ilmu berkaitan dengan kecemasan.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini melihat hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan dan
dukungan keluarga dengan kecemasan setelah dikontrol dengan variabel lain yaitu
interpersonal dan behaviour. Serta melihat sejauh mana faktor tersebut berhubungan
terhadap kecemasan. Penelitian dilakukan di Puskesmas Pamulang 2010, karena
Puskesmas Pamulang mempunyai jumlah ibu primipara tertinggi dibanding
Puskesmas lain di Tangerang Selatan. Populasi penelitian ini adalah ibu primipara
Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan
penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan Total Sampling, yaitu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan merupakan aspek yang selalu ada dan menjadi bagian dari
kehidupan. Kelainan kecemasan merupakan masalah jiwa terbesar di Amerika,
menyerang antara 10%-25% populasi. Kecemasan melibatkan tubuh, persepsi tentang
dirinya dan hubungan dengan yang lain. Kecemasan merupakan ketakutan yang
bercampur baur samar-samar dan berhubungan dengan perasaan ketidakpastian dan
tidak berdaya, perasaan terisolasi, pengasingan dan kegelisahan. Kecemasan
merupakan pengalaman yang menjengkelkan dimulai dari bayi dan berlanjut di
sepanjang kehidupan (Stuart dan Laraia, 2005).
Menurut Post (1978:57-86), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak
menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan,
ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Freud
(dalam Arndt, 1974) menggambarkan dan mendefinisikan kecemasan sebagai suatu
perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti
perubahan detak jantung dan pernafasan.
2. Jenis Kecemasan
Menurut Hall dan Lindzey (2000) kecemasan itu ada tiga, yaitu kecemasan realita,
a. Kecemasan realita
Rasa takut akan bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat kecemasan
semacam itu sangat tergantung kepada ancaman nyata.
b. Kecemasan neurotik
Rasa takut instink akan keluar jalur dan menyebabkan sesorang berbuat sesuatu
yang dapat membuatnya terhukum.
c. Kecemasan moral
Rasa takut terhadap hati nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya cukup
berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan
dengan norma moral.
3. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen (2002), ada empat tingkat kecemasan yang dialami
oleh individu, yaitu : a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah
kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk
b. Kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan
mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi
pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan
pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume
tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada
rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,
mudah lupa, marah dan menangis.
c. Kecemasan berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan
berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta
tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi
yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea,
tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi
menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan
keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya,
d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami
kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini
adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan
inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak,
menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
5. Rentang Respon Kecemasan
Rentang respon kecemasan terdiri dari respon adaptif dan maladaptif. Respon
adaptif seseorang menggunakan koping yang bersifat membangun (konstruktif)
dalam mengatasi kecemasan berupa antisipasi. Respon maladaptif merupakan
koping yang bersifat merusak (destruktif) dan disfungional seperti individu
menghindari kontak dengan orang lain atau mengurung diri, tidak mau mengurus
diri (Suliswati, 2005).
6. Respon Kecemasan
Menurut Stuart dan Laraia (2005), ada 2 macam respon yang dialami seseorag
ketika mengalami kecemasan :
a. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan.
1) Kardio vaskuler
Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi
2) Respirasi
Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.
3) Kulit
Perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh,
rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.
4) Gastrointestinal
Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea,
diare.
5) Neuromuskuler
Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor,
kejang, wajah tegang, gerakan lambat.
b. Respon Psikologis terhadap Kecemasan
1) Perilaku
Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri,
menghindar.
2) Kognitif
Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking,
bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, kawatir
yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan
lain-lain.
3) Afektif
6. Reaksi Kecemasan
Kecemasan dapat menimbulkan reaksi konstruktif maupun destruktif bagi individu.
a. Konstuktif
Individu termotivasi untuk belajar mengadakan perubahan terhadap perasaan tidak
nyaman dan berfokus pada kelangsungan hidup.
b. Destruktif
Individu bertingkah laku maladaptif dan disfungsional.
7. Mekanisme Koping
Menurut Stuart dan Laraia (2005) mekanisme koping merupakan cara yang
digunakan individu dalam menghadapi masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan
situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku. Mekanisme koping
dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas
Upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntutan
secara realistik. Perilaku menyerang digunakan untuk menghilangkan dan
mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan. Perilaku menyerang digunakan
untuk mengubah cara yang biasa dilakukan individu, mengganti tujuan atau
mengorbankan aspek kebutuhan personal.
b. Mekanisme Pertahanan Ego
Membantu mengatasi kecemasan ringan dan sedang. Tetapi karena mekanisme
diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini merupakan respon maladaptif
terhadap stres.
8. Gejala Kecemasan
Orang yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas
dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu
a. Fase 1 (satu)
Keadaan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan
diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh
merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan
noradrenalin. Karena itu maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di
otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Hal ini
menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri
dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan
antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat
pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme
peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf
fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).
b. Fase 2 (dua)
Gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur
dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak
ada motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah
menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang
dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan
kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada
keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam
diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat
sesuatu (Asdie, 1988).
c. Fase 3 (tiga)
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap
saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan
gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi
kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa
perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan
stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti, intoleransi dengan rangsang
sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah
mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai
gangguan kepribadian (Asdie, 1988).
9. Faktor Pencetus Kecemasan
Menurut Stuart dan Laraia (2005), pencetus timbulnya kecemasan dapat
disebabkan oleh berbagai sumber yaitu sumber internal maupun sumber eksternal, hal
a. Ancaman terhadap integritas fisik
Merupakan ketidakmampuan fisiologis atau penurunan kapasitas seseorang
untuk melakukan aktifitas sehari-hari, meliputi sumber eksternal bisa
disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, polusi, lingkungan, ancaman
keselamatan, injuri; sedangkan sumber internal merupakan kegagalan
mekanisme fisik seseorang seperti jantung, sistem imun, termoregulator
menurun, perubahan biologis normal seperti kehamilan.
b. Ancaman terhadap self esteem
Merupakan sesuatu yang terjadi yang dapat merusak identitas harapan diri dan
integritas fungsi sosial, meliputi sumber eksternal yaitu berbagai kehilangan
seperti kehilangan orang tua, teman dekat, perceraian, perubahan status
pekerjaan, pindah rumah, tekanan sosial; sedangkan sumber internal yaitu
kesulitan dalam hubungan interpersonal di dalam rumah, di tempat kerja, dan di
dalam masyarakat.
10. Mekanisme Pertahanan terhadap Kecemasan
Beberapa mekanisme pertahanan digunakan untuk melawan kecemasan antara lain
adalah:
a. Represi
Pada terminologi Freud, represi adalah pelepasan tanpa sengaja sesuatu dari
kesadaran (conscious). Pada dasarnya merupakan upaya penolakan secara tidak
b. Reaksi Formasi
Reaksi formasi adalah bagaimana mengubah suatu impuls yang mengancam dan
tidak sesuai serta tidak dapat diterima norma sosial diubah menjadi suatu bentuk
yang lebih dapat diterima.
c. Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme pertahanan dari individu yang menganggap suatu
impuls yang tidak baik, agresif dan tidak dapat diterima sebagai bukan miliknya
melainkan milik orang lain.
d. Regresi
Regresi adalah suatu mekanisme pertahanan saat individu kembali ke masa
periode awal dalam hidupnya yang lebih menyenangkan dan bebas dari frustasi
dan kecemasan yang saat ini dihadapi.
e. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan mekanisme pertahanan yang melibatkan pemahaman
kembali perilaku kita untuk membuatnya menjadi lebih rasional dan dapat
diterima oleh kita.
f. Pemindahan
Suatu mekanisme pertahanan dengan cara memindahkan impuls terhadap objek
lain karena objek yang dapat memuaskan Id tidak tersedia.
g. Sublimasi
Berbeda dengan displacement yang mengganti objek untuk memuaskan Id,
Energi instingtual dialihkan ke bentuk ekspresi lain, yang secarasosial bukan
hanya diterima namun dipuji.
h. Isolasi
Isolasi adalah cara kita untuk menghindari perasaan yang tidak dapat diterima
dengan cara melepaskan mereka dari peristiwa yang seharusnya mereka terikat,
merepresikannya dan bereaksi terhadap peristiwa tersebut tanpa emosi.
11. Alat Ukur Kecemasan
Kecemasan seseorang dapat diukur dengan menggunakan instrumen Hamilton
Anxiety Rating Scale (HARS), Analog Anxiety Scale, Zung Self-Rating Anxiety Scale
(ZSAS), dan Trait Anxiety Inventory Form Z-I (STAI Form Z-I) (Kaplan & Saddock,
1998). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen Zung Self-Rating Anxiety
Scale (ZSAS), yang merupakan instrumen yang dirancang untuk meneliti tingkat
kecemasan secara kuantitatif, kemudian dilakukan beberapa modifikasi sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Instrumen ZSASdikembangkan oleh William W.K Zung (1997).
Batasan keadaan kecemasan adalah suatu pengalaman manusia yang universal
berbentuk respon emosional yang tidak menyenangkan, ditandai oleh perasaan takut
dan khawatir terhadap ancaman bahaya yang tidak teridentifikasi dan bersumber pada
konflik-konflik di dalam diri sendiri, disertai gejala-gejala fisik disebabkan rangsangan
sistem syaraf simpatik. Berdasarkan analisis statistik, ZSAS mampu membedakan
dengan jelas penderita kecemasan dengan diagnosa lain dan juga hubungan antara
12. Tindakan Keperawatan
Menurut Doenges, dkk (1995) tindakan keperawatan yang dilakukan untuk
mengatasi koping individu yang tidak efektif pada diagnosa keperawatan ansietas
antara lain : mengkaji kapasitas fungsi saat ini, mengembangkan tingkat fungsi dan
tingkat koping, menentukan mekanisme pertahanan yang harus digunakan,
mengidentifikasi metode koping sebelumnya terhadap masalah kehidupan,
mendengarkan secara aktif terkait masalah klien, dan identifikasi persepsi tentang apa
yang sedang terjadi, membantu klien mengidentifikasi efek maladaptif mekanisme
koping sekarang yang digunakan, memberi informasi tentang cara lain untuk
menghadapi kecemasan (misalnya, pengenalan dan ekspresi perasaan yang sesuai serta
ketrampilan penyelesaian masalah).
Mc Closkey (1996) pada Nursing Intervention Classification menjelaskan
bahwa tindakan keperawatan untuk mengurangi kecemasan dapat dilakukan dengan
cara menenangkan dan menentramkan hati, menyatakan dengan jelas perilaku klien,
menjelaskan semua prosedur termasuk dampak maupun akibat selama perawatan,
memahami klien dalam mencari pandangan terhadap situasi yang menyebabkan stres,
menyediakan informasi berdasarkan fakta mengenai hasil diagnose keperawatan dan
prognosisnya.
Perawat juga menyediakan objek yang menandakan rasa aman, menggosok
pungung atau leher sesuai kondisi, mendorong aktivitas yang nyaman sesuai kondisi,
mendengarkan penuh perhatian, mendorong klien untuk mengungkapkan persepsi
cemas, menyediakan kegiatan yang sesuai ke arah pengurangan ketegangan membantu
klien dalam mengidentifikasi situasi yang menimbulkan kecemasan, membantu klien
dalam mengartikan suatu uraian realitas terhadap suatu peristiwa yang akan datang,
menentukan kemampuan klie dalam mengambil keputusan, menganjurkan klien untuk
menggunakan teknik relaksasi serta program pengobatan. Menurut pandangan
beberapa ahli, praktik intervensi lanjut untuk mengatasi kecemasan diantaranya :
a) Terapi kognitif
Varcorolis, dkk (2006) menjelaskan bahwa terapi kognitif merupakan terapi yang
didasarkan pada keyakinan klien dalam kesalahan berpikir, mendorong pada
penilaian negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Selama proses restrukturisasi
pikiran, terapis membantu klien mengidentikasi pikiran negatif yang menyebabkan
kecemasan, menggali pikiran tersebut, mengevaluasi kembali situasi yang realistis
dan mengganti hal negatif yang telah diungkapkan dengan ide–ide yang
membangun.
b) Terapi perilaku
Berbagai jenis perilaku digunakan digunakan pembelajaran dan praktik secara
langsung dalam upaya menurunkan kecemasan atau menghindari. Videback (2000)
menegaskan bahwa terapi perilaku dipandang efektif dalam mengatasi gangguan
kecemasan terutama jika dikombinasikan dengan farmakoterapi.
c) Teknik relaksasi
Latihan relaksasi dilakukan melalui teknik pernapasan atau peregangan otot.
tentram, cemas dan stres psikologis. Jika diberikan suatu latihan relaksasi yang
terprogram secara teratur maka akan menurunkan denyut nadi, tekanan darah tinggi,
mengurangi keingat dan frekuensi pernapasan.
d) Modelling
Terapis secara khusus memberikan role model dan mendemonstrasikan perilaku
yang sesuai dalam situasi yang ditakutkan dan kemudian klien menirukan.
14.Terapi Farmakologi
Halloway (1996) menjelaskan bahwa terapi obat untuk gangguan kecemasan
diklarifikasikan menjadi anti ansietas yang terdiri, anxiolitik, transquilizer, sedative,
hipnotik, dan anti konvulsan. Mekanisme kerja dari obat ini adalah mendepresi
susunan syaraf pusat (SSP) kecuali buspiron (Buspar). Meskipun mekanisme kerja
yang tepat belum diketahui, obat anti ansietas menimbulkan efek yang diinginkan
melalui interaksi dengan serotonin, dopamine, dan reseptor neurotransmitter lain. Obat
anti ansietas digunakan dalam penatalaksanaan gangguan kecemasan, gangguan
somatoform, gangguan disosiatif, gangguan kejang, dan untuk pemulihan gejala
insomnia dan kecemasan.
Menurut Copel (2000), efek samping yang umum dari penggunaan obat anti
ansietas yakni, pada SSP (pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor,
letih, depresi, sakit kepala, kejang, delirium, kaki lemas, ataksia, bicara tidak jelas),
kardiovaskuler (hipotensi ortostastik, takikardi, perubahan elektrokardigram), mata dan
THT (pandangan kabur, midriasis, tinnitus), gastrointestinal (anoreksia, mual, kering,
hati, glaucoma, kehamilan atau menyusui, psikosis, dan penyakit pernafasan yang telah
[image:43.612.121.467.191.359.2]ada serta reaksi hipersensitivitas.
Tabel 2.1 Daftar Obat Ansietas
Nama Generik Dosis (Mg/ hari)
Alprazolam (xanax) 1- 4
Diazepam (Valium) 2 -40
Fluoxetine (Prozac) 20 – 60
Clomipramine (Anafranil) 50 – 250
Lorazepam (Ativan) 1 – 6
15. Faktor Prediposisi Kecemasan a. Psikoanalisa
Pandangan psikoanalitik adalah bahwa dalam kasus tertentu kecemasan adalah suatu
sinyal dari kekacauan bawah sadar yang memerlukan pemeriksaan. Kecemasan dapat
normal, adaptif, maladaptif, terlalu kuat, atau terlalu ringan, tergantung pada keadaan.
Freud mengatakan bahwa prototipe dari semua anxietas adalah trauma masa lahir (Otto
Rank, 1986).
Janin saat dalam masa kandungan merasa dalam dunia yang nyaman, stabil dan aman
dengan setiap kebutuhan dapat dipuaskan tanpa ada penundaan. Tiba-tiba saat lahir
individu dihadapkan pada lingkungan yang berlawanan. Individu kemudian harus
beradaptasi dengan realitas, yaitu kebutuhan instinktual tidak selalu dapat ditemukan.
dihadapkan dengan stimulus sensorik yang keras dan terus-menerus. Trauma lahir,
dengan peningkatan kecemasan dan ketakutan bahwa Id (aspek dari kepribadian yang
berhubungan dengan dorongan insting yang merupakan sumber energi psikis yang
bekerja berdasarkan prinsip kepuasan/pleasure principle dan selalu ingin dipuaskan) tidak
dapat terpuaskan merupakan pengalaman pertama individu dengan ketakutan dan
kecemasan.
Hal ini menyebabkan tekanan pada individu dan menjadi dorongan pada individu
termotivasi untuk memuaskan. Kecemasan memberikan peringatan kepada individu
bahwa ego sedang dalam ancaman dan oleh karena itu apabila tidak ada tindakan maka
ego akan terbuang secara keseluruhan. Ada berbagai cara ego melindungi dan
mempertahankan dirinya. Individu akan mencoba lari dari situasi yang mengancam serta
berusaha untuk membatasi kebutuhan impuls yang merupakan sumber bahaya. Individu
juga dapat mengikuti kata hatinya.
b. Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap
tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Interpersonal penolakan
termasuk dalam peristiwa yang paling mempengaruhi dalam pengalaman orang.
Perasaaan penolakan, pengucilan, stigmatisasi, dan jenis lain dari penolakan memiliki
kekuatan untuk mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat. Akibatnya, orang
termotivasi untuk menghindari penolakan sosial, dan banyak perilaku manusia
interpersonal terhadap perilaku dan emosi, adalah pengantisipasian, dan trauma serta
mengakibatkan kecemasan.
Hubungan di awal kehidupan dan pertemuan dengan orang lain, interpersonal
transactions, membentuk pandangan tentang diri dan menciptakan kecenderungan
perilaku yang bertahan sepanjang hidup. Hal ini meliputi perasaan tidak berdaya, trauma
kehilangan, dan kematangan kepribadian.
Kecemasan dapat terjadi karena perasaan ketidakberdayaan menyelesaikan ancaman,
kehilangan kemampuan mengendalikan keadaan, perasaan kehilangan fungsi dan harga
diri, gagal membentuk pertahanan diri dari ancaman, perasaan terisolasi, takut kematian,
rasa tidak berdaya (Hudak&Gallo, 1995; Glenorae, 1993). Menurut Sullivan dalam
(2000) kecemasan dimulai pada awal hubungan antara bayi dan ibunya. Melalui
hubungan emosional inilah, kecemasan pertama kali disampaikan ibu kepada anaknya.
bayi merespon seperti ketika dia bersatu bersama ibunya. Ketika anak tumbuh dewasa,
dia akan melihat ketidak mampuan dalam setiap tindakannya, sehingga dapat
menimbulkan kecemasan. Adanya trauma seperti perpisahan dan kehilangan yang
akhirnya menjadikan seorang rentan terhadap kecemasan. Kecemasan dapat pula timbul
dikemudian hari ketika dia kehilangan. Manusia adalah suatu sistem energi, yang salah
satu tugasnya adalah mengurangi ketergantungan disebabkan oleh kebutuhannya.
Individu yang memiliki kematangan kepribadian akan lebih sukar mengalami
kecemasan, sebab individu mempunyai adaptasi yang besar terhadap stressor, sedangkan
individu yang kepribadian tidak matang yaitu, bergantung pada orang lain. Orang ini
c. Behaviour
Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli
perilaku menganggap kecemasan merupakan suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan
keinginan untuk menghindari rasa sakit. Teori behavior menjelaskan bahwa kecemasan
muncul melalui classical conditioning, artinya seseorang mengembangkan reaksi
kecemasan terhadap hal-hal yang pernah dialami sebelumnya dan reaksi-reaksi yang telah
dipelajari dari pengalamannya (Bellack & Hersen, 1988; dalam Wangmuba, 2009).
Beberapa teori perilaku mengajukan bahwa kecemasan adalah hasil dari kegagalan yang
disebabkan dari sesuatu bertentangan dengan pencapaian keinginan/tujuan. Tujuan tersebut
mungkin terdapat halangan yakni, gangguan, keamanan, perasaan dari diri sendiri.
Pandangan perilaku ini orang merasa cemas saat terancam tujuan yang tidak realistik. Hal
ini seperti pengalaman kegagalan (Stuart dan Laraia, 2005).
Penelitian psikologi percaya bahwa kecemasan dimulai dari peningkatan stimulus dari
luar. Kecemasan dalam perilaku dapat meliputi, hubungan dengan orang tua. Bagaimana
orang tua memandang sesuatu sebagai sumber kecemasan, maka anaknya akan berespon
sama terhadap hal tersebut. Jika orang tua sepenuhnya mempunyai potensi untuk
mengalami stress, seperti saat sendirian dan cemas terhadap sesuatu, sehingga respon emosi
yang berasal dari orang tua akan membuat anak belajar melakukan mengalami hal yang
sama (Stuart dan Laraia, 2005).
Kecemasan juga muncul berhubungan konflik, konflik ini ditemukan ketika seseorang
kecemasan meningkatkan persepsi konflik yang dimanifestasikan perasaan tidak berdaya
(Stuart dan Laraia, 2005).
Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Keikutsertaan
ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, menjadikan konflik situasi yang wajar dalam setiap
masyarakat. Konflik bertentangan dengan integrasi.
Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus dimasyarakat. Konflik yang
terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat
menciptakan konflik.
1) Faktor penyebab konflik.
a) Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia
adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan
yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan
sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik
sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan
dengan kelompoknya.
b) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi yang berbeda.
a) Pendekatan-pendekatan
Seseorang mengejar tanggung jawab menguntungkan dan sangat diinginkan.
Konflik ini jarang menimbulkan kecemasan.
b) Pendekatan-penghindaran
Seseorang yang mengejar tujuan dan menghindari dalam saat yang sama.
c) Penghindaran-penghindaran
Seseorang yang memilih diantara 2 hal yang tidak diinginkan, kedua pilihan
tersebut merupakan hal yang tidak diinginkan.
d) Double Pendekatan- penghindaran
Orang yang dapat kedua hal yang menguntungkan dan aspek yang tidak
menguntungkan, keduanya merupakan pilihan.
6) Keluarga
Kajian keluarga menunjukkan pola interaksi yang terjadi dalam keluarga.
Kecemasan disebabkan adanya pola interaksi yang tidak adaptif dalam keluarga. Studi
pada keluarga dan epidemiologi menunjukkan bahwa kecemasan selalu ada pada tiap
keluarga dalam berbagai bentuk dan sifat yang berbeda (Hettema, 2001). Suliswati
(2005) menerangkan bahwa riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan
mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan cara mengatasi
kecemasan.
Keluarga dihubungkan oleh ikatan yang sangat kuat, bahkan lebih kuat saat
mengalami kejadian yang mengkhawatirkan. Segala hal yang mempengaruhi semua
keluarga dalam menimbulkan kecemasan meliputi, adanya konflik, dukungan keluarga
yang diberikan ketika menghadapi peristiwa penting dalam kehidupan.
Menurut Baron & Byrne (1991) dukungan keluarga berperan meningkatkan
kesehatan tubuh dan menciptakan efek yang positif. Dukungan keluarga diartikan
sebagai bantuan orang saat menghadapi keadaan yang kurang menyenangkan dalam
hidup. Keluarga merupakan bagian dari kelompok sosial. House (2000 dalam Smet,
2004) membedakan 5 dimensi dari dukungan sosial yang meliputi
1) Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap yang bersangkutan. Menurut Stuart dan Sundeen (1991) bentuk dukungan
emosional yang dapat diberikan
a) Penerimaan yaitu tidak ada stigma dari keluarga untuk anggota keluarga.
b) Adanya komitmen dari keluarga terhadap kesejahteraan atau berbagi beban.
c) Keterlibatan sosial adanya kontak sosial dan suasana persahabatan.
d) Afektif, yaitu dengan menunjukkan cinta dan perhatian.
e) Adanya dukungan timbal balik.
2) Dukungan penghargaan, terjadi melalui ungkapan penghargaan positif untuk orang
lain, dorongan maju, persetujuan dengan gagasan atau dengan individu, dan
dengan individu lain. Menurut Stuart dan Sundeen (1991) bentuk dukungan
penghargaan yang dapat diberikan:
a) Penegasan keluarga memvalidasi tindakan, perasaan.
b) Mendengarkan aktif, mendukung individu, dan memberi pendapat.
3) Dukungan Instrumental, mencakup bantuan secara langsung seperti ketika anggota
keluarga lain memberikan, menolong, membantu menyelesaikan seseorang pada
situasi tertentu.
4) Dukungan Informatif, mencakup pemberian nasehat, petunjuk saran dan umpan
balik.
5) Network support, menimbulkan perasaan menjadi suatu bagian di dalam suatu
kelompok tertentu yang mempunyai minat dan aktivitas tertentu.
Dukungan keluarga sangat berperan dalam menjaga atau mempertahankan
integritas seseorang baik secara fisik ataupun psikologis. Deaux & Wrightmans, (1998
dalam Taylor, 2006) mengatakan bahwa orang yang berada dalam keadaan stres akan
mencari dukungan dari orang lain sehingga dengan adanya dukungan tersebut, maka
diharapkan dapat mengurangi tingkat stress. Selain berperan dalam melindungi
seseorang terhadap sumber stres, dukungan keluarga juga memberikan pengaruh
positif terhadap kondisi kesehatan seseorang. Seseorang dengan dukungan keluarga
yang tinggi akan dapat mengatasi stresnya lebih baik (Taylor, 2006).
Ada dua model utama yang dapat menjelaskan peranan dari dukungan keluarga
dalam menghadapi suatu peristiwa dan dampak dari stres yang sedang dihadapi
seseorang (Taylor, 2006), yaitu the direct effects dan the buffering model.
Berdasarkan the direct effects, dukungan keluarga melibatkan jaringan yang cukup
luas mempunyai dampak positif secara langsung bermanfaat bagi kesehatan dan
kesejahteraan seseorang serta dapat mengurangi kecemasan, ketidakberdayaan dan
dan pengalaman positif bahwa kehidupan dapat berjalan stabil bila mendapat
dukungan dari lingkungan sekitarnya. Adanya model yang memberikan contoh atau
gaya cara hidup sehat, penguatan tingkah laku sehat serta dorongan semangat dan
pengaruh orang yang berarti merupakan faktor–faktor dari lingkungan eksternal yang
dapat mempengaruhi kesehatan.
Skema 2.2 Pengaruh lingkungan eksternal terhadap kesehatan mental.
Sedangkan menurut the buffering model, dukungan keluarga berpengaruh
tentang kesehatan dengan melindungi anggota keluarga dari dampak negatif yang
ditimbulkan oleh stres. Cohen (dalam Sarafino, 2004) menggambarkan dua cara model
ini. Pertama, ketika ada anggota keluarga yang menghadapi stres kuat dan menilai
dukungan keluarga yang tinggi maka orang terssebut dapat menilai rendah stressor
yang muncul dibandingkan dengan orang yang sedikit mendapat dukungan dari
lingkungan keluarga. Kedua, dukungan keluarga dapat memodifikasi reaksi seseorang
tentang stressor setelah melakukan penilaian sebelumnya. Orang yang tidak Faktor
lingkungan eksternal (dukungan
keluarga)
Penguatan tingkah laku
Pengaruh orang berarti
Dorongan semangat
Contoh / model
mendapatkan atau sedikit mendapatkan dukungan keluarga mempunyai kecenderungan
tinggi mengalami dampak negatif dari stres.
Skema 2.3 Pengaruh dukungan keluarga terhadap stress.
Menurut Richardson (1983) yang dikutip oleh Bobak, dkk, (1995), orang yang
paling penting bagi ibu hamil adalah ayah dari anaknya (suami). Ibu yang dirawat oleh
suaminya selama kehamilan mempunyai lebih sedikit gejala emosional dan fisik, lebih
komplikasi persalinan dan kelahiran dan lebih mudah penyesuaian post partum
(Grossman, dkk, 1980; May, 1982).
e. Dasar Biologi
Kajian biologis menunjukkan kesehatan umum seseorang mempunyai akibat
nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan disertai dengan gangguan
fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor (Stuart
dan Sundeen, 1998).
Pengaturan kecemasan berhubungan dengan aktivitas dari neurotransmitter
Gamma Amino Butiric Acid (GABA), yang mengontrol aktivitas neuron di bagian otak
yang berfungsi untuk pengeluaran kecemasan. Mekanisme kerja diawali dengan
penghambatan neurotransmitter di otak oleh GABA. Ketika persilangan di sinaps dan Stres
Kurang dukungan
keluarga Sakit
mencapai atau mengikat ke reseptor GABA di membrane post sinaps, maka saluran
reseptor terbuka, diikuti oleh pertukaran ion-ion. Akibatnya terjadi
penghambatan/reduksi sel yang dirangsang kemudian sel beraktifitas dengan lambat
Respon Adaptif Respon Maladaptif
antisipasi ringan sedang berat panik
Bagan 2.3 Stuart model adaptasi berhubungan dengan kecemasan (2005). Faktor predisposisi
Psikoanalisa, interpersonal, behavior, keluarga, biologi
Kekuatan koping
Mekanisme koping Faktor presipitasi
Integritas fisik
System self esteem
Penilaian stressor
Konstruktif
Mekanisme pertahanan Ego Reaksi berorientasi
tugas
B. Kehamilan dan Persalinan Sebagai Pencetus Kecemasan 1. Kehamilan
Kehamilan menandai akan hadirnya manusia baru dengan segala kemungkinan,
harapan, kebahagiaan, dan kekecewaan. Seorang wanita hamil mungkin telah siap
menampung hasil pembuahan, tetapi dari segi kejiwaan belum tentu siap. Pengalaman
masa kanak-kanak, pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan atau pengalaman
sendiri pada kehamilan sebelumnya akan ikut mempengaruhi makna kehamilan
tersebut (Whalen, 1987).
Seorang wanita hamil biasanya mengalami perasaan ambivalensi. Suatu perasaan
yang bersifat menginginkan dan menolak terhadap kehadiran bayinya. Perasaan
menginginkan, kebahagiaan, dan lain-lain dapat diekspresikan secara bebas dan tidak
menimbulkan perasaan bersalah, ketakutan, dan kecemasan. Perasaan menolak kurang
dapat diekspresikan secara bebas serta kadang-kadang perasaan ini sebagian besar
tidak disadari. Perasaan menolak meliputi cemas dan takut akan sakit waktu
melahirkan, terutama kelainan pada persalinan sebelumnya, kehilangan sifat menarik,
perasaan tidak nyaman akibat pembesaran abdomen, terganggunya pekerjaan dan
aktifitas sosial, kelelahan, kesediaan merawat bayi, masalah biaya, perasaan cemas
atau bertanggung jawab sebagai ibu (Benson, R.C.,1984, Maramis,W.F,1986).
Pada kehamilan terbagi menjadi 3 trimester, pada penelitian ini hanya trimester
ketiga yang dijelaskan karena trimester ini merupakan klimaks dari beberapa trimester
a.Trimester ketiga
Selama periode ini sebagian besar wanita hamil dalam keadaan cemas yang nyata.
Sebagian belum pernah merasakan tingkat kecemasan ini sebelumnya dan yang
lainnya dapat mengatasi kecemasan tersebut dengan baik . Alasan yang mungkin
menyebabkan peningkatan kecemasan adalah kecemasan mengenai ketakutan untuk
melahirkan dan kekhawatiran terhadap anaknya ( Kosim, 1970).
Pada Trimester ke tiga ini perut ibu sudah membesar ibu akan merasakan berbagai
perasaan emosional yang berbeda-beda dan tubuh secara fisik juga mengalami
perubahan. Ibu akan mempersiapkan untuk kehadiran si bayi baru dalam keluarga. Ibu
akan merasakan berbagai perasaan emosional yang berbeda-beda. Kegembiraan untuk
bertemu bayi baru anda. Mungkin juga kuatir dengan kesehatan bayi anda. Ibu mulai
berfikir tentang persalinan. Perubahan, tubuh secara fisik juga mengalami perubahan
pada trimester akhir ini. Beberapa perubahan yang terjadi pada kehamilan trimester
ketiga:
a) Payudara
Keluarnya cairan dari payudara yaitu colustrum adalah makanan bayi pertama yang
kaya akan protein.
b) Konstipasi
Pada trimester ke tiga ini konstipasi juga karena tekanan rahim yang membesar ke
daerah usus selain peningkatan hormone progesterone.
c) Pernafasan
tekanan bayi yang berada dibawa diafragma menekan paru ibu. Selain itu juga rasa
terbakar di dada (heart burn) biasanya juga ikut hilang. Karena berkurangnya
tekanan bagian tubuh bayi dibawah tulang iga ibu.
d) Sering BAK
Pembesaran rahim dan ketika kepala bayi turun ke rongga panggul akan makin
menekan kandung kencing ibu.
e) Masalah Tidur
f) Varises
Peningkatan volume darah dan alirannya selama kehamilan akan menekan daerah
panggul dan vena di kaki. Hal ini menyebabkan vena menonjol. Pada akhir
kehamilan kepala bayi juga akan menekan vena daerah panggul.
h) Kontraksi Perut
Braxton-Hicks kontraksi atau kontraksi palsu. Kontraksi berupa rasa sakit yang
ringan, tidak teratur, dan hilang bila duduk atau istirahat.
i) Bengkak
Pertumbuhan bayi akan meningkatkan tekanan pada daerah kaki dan pergelangan
kaki, kadang tangan juga bengkak disebut ede