• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi peran komite sekolah terhadap mutu layanan pendidikan di SMK N di Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi peran komite sekolah terhadap mutu layanan pendidikan di SMK N di Depok"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk

Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Jenjang Pendidikan Strata Satu (S-1)

Oleh

JUNAEDI

NIM: 106011000109

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

Judul : Kotribusi Peran Komite Sekolah Terhadap Mutu Layanan Pendidikan di SMKN 1 Depok.

Judul tersebut dilatar belakangi oleh perlunya mendorong perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, serta mendorong orngtua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sejauhmana perhatian Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan dan sejauhmana kontribusi peran Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan di SMKN 1 Depok.

Adapun fokus masalah penelitian ini yaitu untuk memperoleh gambaran secara empiris mengenai kontribusi Peran Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan di SMKN 1 Depok. Untuk memecahkan permasalahan di atas digunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah sampel 44 guru, dari semua guru tetap yang ada. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner tertutup.

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai koefisien korelasi 0,536 jika

dikonsultasikan angka indeks korelasi “r” 0,536 yang berada antara 0,40-0,70

termasuk dalam kategori adanya korelasi yang sedang atau cukup. Dengan demikian, secara sederhana dapat diberikan interpretasi terhadap rxy tersebut, yaitu bahwa terdapat korelasi positif antara variable X dan variable Y (hubungan di antara kedua variable itu sedang dan cukup). Dengan perhitungan diatas diperoleh KD sebesar 28,73% maka diketahui bahwa kontribusi yang diberikan peran komite sekolah terhadap peningkatan mutu pendidikan di SMK N 1 Depok sebesar (28,73%) ini berarti sebagian besarnya (71,27%) dipengaruhi oleh faktor lain selain Peran Komite Sekolah.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam saya sanjungkan

kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya

sampai akhir zaman.

Tidaklah terlepas ucapan terima kasih syukur bahagia yang tiada terhingga

sampai kapan pun untuk kedua orang tua keluargaku tercinta Ayahanda H. Nendi

Ibunda Hj. Ecih yang selalu mendo’akanku, mendidikku dengan penuh

keikhlasan, keridhoan dan kesabaran serta kasih sayangnya hingga saat ini,

kepada kakak-kakakku Nina, Suryati, Sumiyati yang selalu memberikan

semangat arti penuh makna dalam menuju hidup yang kaya amanah akan

keberkahan dan semoga Allah SWT senantiasa menuntun dan menjaga mereka

dalam menuju kerihoan-Nya.

Selain itu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berkat bantuan serta

dorongan dari berbagai pihak yang secara tulus ikhlas memberikan bantuannya

baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan ucapan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Bahrisalim, M.Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Dra. Hj. Eri Rosatria, M.Ag., Dosen penasehat akademik dan para dosen yang

telah memberikan ilmunya kepada penulis dari awal perkuliahan hingga

selesainya skripsi ini.

4. Drs. Nurrochim, M.M., Dosen pembimbing skripsi yang dengan tulus ikhlas

telah memberikan bimbingan, bantuan serta motivasinya untuk menyelesaikan

skripsi ini.

5. Bapak Ocim Wijaya, S.Pd. M.M., Kepala SMK N 1 Depok, yang telah sudi

kiranya menerima penulis dengan baik dan terbuka dalam melakukan

penelitian di Sekolahnya, sehingga penulis dapat dengan mudah memperoleh

(7)

vi

6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pemimpin

dan Staf Perpustakaan UNJ, yang telah membantu penulis dalam

mengumpulkan bahan-bahan referensi dalam peneyelesaian skripsi ini.

7. Muhammad Irfan Arofah (Bang. Irfan) Insan Nursuryansyah (icank), Deden

Fatih (Dewan), Hamdillah (Thile), Fahrurrozi (Booy), Jurahman Namar

(Ncunk) Rifki (Rifki), Ali Mudasir (Dasir), Ghozali (Ali), Andika (Dika),

(Kawan-kawan yang memberikan keceriaan dalam kehidupan dengan tawa

dan canda), para mahasiswa PAI khususnya PAI C Angkatan 2006, segenap

kawan-kawan yang secara langsung maupun tidak langsung telah ikut serta

membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

8. Kawan-kawan IKMD (Ikatan Keluarga Mahasiswa Depok) Abdul Rohim,

Ahmad Fadilah, Deden Supriadi, Andi Basyuni, Alfian Haikal, Mubin

Nurdiansyah dan semua anggota IKMD yang selalu memberikan dukungan

penuh kepada penulis.

Dengan menengadah tangan dan mengucap syukur Alhamdulillah, karena

hanya kepada Allah SWT, jualah penulis mohonkan semoga amal baik yang telah

diberikan menjadi amal sholeh dan diterima disisi-Nya. Akhirnya tiada kata lain

yang lebih berarti selain sebuah harapan semoga penelitian ini dapat bermanfaat

bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, 28 Juni 2011

Penulis

(8)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN PENULIS ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II : KAJIAN TEORITIS ... 10

A. Mutu Pendidikan ... 10

(9)

viii

2. Mutu Pendidikan dan Faktor yang Mempengaruhinya ... 13

3. Mutu Pendidikan berdasarkan Tujuan Pendidikan Nasional ... 17

4. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan di Indonesia .. 18

5. Kotribusi Peran Komite Sekolah Terhadap Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan ... 20

B. Komite Sekolah ... 23

1. Pengertian Komite Sekolah ... 23

2. Konsep Dasar Komite Sekolah ... 24

a. Nama dan Unsur-unsur ... 24

b. Kedudukan dan Sifat ... 25

c. Tujuan ... 26

d. Fungsi ... 26

e. Keanggotaan ... 27

f. Prinsip Pembentukan ... 28

3. Pemberdayaan Komite Sekolah ... 28

C. Kerangka Berpikir ... 30

D. Hipotesis ... 31

BAB III : METODE PENELITIAN ... 32

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Variabel Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 33

D. Intrumen Penelitian ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 37

(10)

ix

BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 40

A. Gambaran Umum Penelitian ... 40

1. Sejarah Singkat SMK N 1 Depok ... 40

2. Visi dan Misi ... 41

3. Struktur Organisasi Sekolah ... 42

4. Kondisi Tenaga Kependidikan dan Sarana Prasarana ... 42

5. Keadaan Siswa-siswi ... 44

6. Komite Sekolah ... 44

7. Program Kerja Komite Sekolah ... 45

B. Deskripsi Data ... 46

C. Uji Hipotesis ... 52

D. Interpretasi Data ... 56

BAB V : PENUTUP ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(11)

x

Mutu Pendidikan ... 34

4.1 Struktur Organisasi Sekolah ... 42

4.2 Kondisi tenaga Kependidikan SMK N 1 Depok ... 43

4.3 Sarana dan Prasarana ... 43

4.4 Keadaan Siswa-siswi SMK N 1 Depok ... 44

4.5 Struktur Organisasi Komite Sekolah SMK N 1 Depok ... 45

4.6 Kategori Penilaian Peran Komite Sekolah ... 49

4.7 Kategori Penilaian Mutu Pendidikan ... 52

4.8 Tabel Kerja atau Tabel Perhitungan ... 53

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Referensi

Lampiran 2 Surat Pengajuan Profosal Skripsi

Lampiran 3 Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 4 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 5 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 6 Surat Angket Penelitian

Lampiran 7 Tabel Hasil Jawaban Angket

Lampiran 8 Profil Sekolah

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999

telah diperbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, memposisikan

kabupaten/kota sebagai pemegang kewenangan dalam tanggungjawab

pembangunan berbagai sektor, termasuk penyelenggaraan bidang pendidikan.

Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada kabupaten/kota,

melainkan juga diberikan kepada satuan pendidikan, baik jalur pendidikan sekolah

maupun luar sekolah. Dengan demikian, keberhasilan penyelenggaraan

pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan

juga pemerintah provinsi, kabupaten/kota, pihak sekolah, dan masyarakat atau

stakeholder pendidikan. Hal ini relevan dengan konsep partisipasi berbasis

masyarakat dan manajemen berbasis sekolah.

Salah satu masalah mendasar dalam bidang pendidikan Indonesia adalah

rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya

pendidikan dasar dan menengah. Mutu pendidikan di Indonesia selama ini masih

(14)

2

terutama di kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup

mengembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.

Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu

pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan

pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih

bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah terpenuhi,

maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan

output (keluaran) yang bermutu sebagaimana yang diharapkan.

Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur

oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang

diproyeksikan di tingkat mikro (sekolah).1

Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah terdapat

sedikitnya tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami

peningkatan secara merata, yaitu:

1. Pendekatan education production function atau input & output analisi yang digunakan dalam kebijakan pendidikan di Indonesia tidak dilakukan secara konsekuen.

2. Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara

birokratiksentralistik.

3. Peranserta masyarakat, khususnya orangtua siswa dlam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim.2

Hal tersebut banyak terjadi akhir-akhir ini di lembaga pendidikan atau satuan

pendidikan (sekolah). Karena tidak jarang yang sampai saat ini sekolah belum

bisa mengartikan secara keseluruhan dari kebijakan yang telah pemerintah pusat

keluarkan. Hal ini pula yang dialami di satuan pendidikan (sekolah) yang ada di

Depok, khususnya SMK N 1 Depok.

Ada beberapa poin paradigma untuk mendasari mutu pendidikan Indonesia

yaitu, Pembahasan kurikulum, pembaruan dalam proses pembelajaran,

pembenahan manajemen pendidikan nasional, pembenahan pengelolaan guru dan

mencari serta mengembangkan berbagai sumber alternatif pembiayaan

pendidikan.

1

Forum Wartawan Peduli Pendidikan, Kilas Balik Pendidikan Nasional 2006. h.

2

(15)

Guna peningkatan mutu pendidikan maka sekolah harus dinamis dan kreatif

dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu

pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai

keragamannya, diberikan kepercayaan untuk mengatur dab mengurus dirinya

sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya.

Selain itu, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan partisipasi masyarakat

sangat diperlukan. Partisipasi masyarakat yang selama ini umumnya lebih banyak

bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengembalian

keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan

akuntabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan

hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua siswa,

sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan.

Untuk menampung dan menyalurkan partisipasi masyarakat dalam

penyelenggaraan pendidikan, maka dibentuklah suatu wadah yang diberi nama

Komite Sekolah. Komite sekolah adalah suatu badan mandiri yang mewadahi

peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, penertaan, dan efisiensi

pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra satuan

pendidikan, jalur pendidikan satuan pendidikan maupun jalur pendidikan luar

satuan pendidikan. Komite Sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non

profit dan non politis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh

para stakeholder pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi

dan berbagai unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses

dari hasil pendidikan.3

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002, tanggal

2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dikatakan bahwa

Komite Sekolah merupakan dampak wujud dari otonomi pendidikan, melalui

demokratisasi pendidikan. Wujud dari kebijaksanaan ini adalah kesempatan

masyarakat untuk berperan aktif dalam menumbuhkembangkan pendidikan. Hal

3

(16)

4

ini, sejalan dengan apa yang disebut dengan community based education, dan

secara tidak langsung imbas dari school based management.

Dibetuknya Komite Sekolah dimaksudkan agar suatu organisasi masyarakat di

satuan pendidikan mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap

peningkatan kualitas satuan pendidikan. Adapun tujuan dibentuknya KOmite

Sekolah sebagai organisasi masyarakat di satuan pendidikan sebagai berikut:

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan di satuan pendidikan.

2. Meningkatkan tanggungjawab peranserta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

3. Menciptakan suasana dan kondisi yang transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.4

Namun demikian kehadiran Komite Sekolah yang fakta di lapangan masih

menunjukkan justru keberadaannya dianggap sebagai masalah baru bagi orangtua

siswa karena menjadi actor utama di balik mahalnya biaya sekolah.

Keberadaannya sekadar menstempel setiap kebijakan yang dibuat oleh kepala

sekolah, terutama untuk menarik dana dari orangtua siswa. Hal ini pula yang

terjadi di berbagai sekolah di kota Depok, salah satunya adalah SMK N 1 Depok

yang masih menganggap Komite Sekolah adalah suatu lembaga yang sama

dengan lembaga sebelumnya.

Kalau dihitung mulai dari terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka Dewan Pendidikan dan Komite

Sekolah telah berusia kurang lebih sembilan tahunan. Melalui program sosialisasi,

pengembangan, dan kemudian pembinaan yang telah dan sedang dilaksanakan

oleh pemerintah, dalam hal ini Ditjen Mandikdasmen, hasilnya dapat kita ketahui

sebagai berikut:

1. hampir semua kabupaten/kota di Indonesia telah terbentuk Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota.

2. Separuh provinsi di Indonesia secara mandiri telah membentuk Dewan Pendidikan Provinsi.

4

(17)

3. Hampir semua satuan pendidikan telah membentuk Komite Sekolah

4. bagaimana pun juga Dewan Pendidikan Nasional sampai saat ini memang belum terbentuk. Hal ini terkait dengan soal jumlah atau kuantitatif. Jika secara kuantitatif kondisinya cukup membanggakan, namun secara kualitatif memang masih sangat memprihatinkan.5

Dalam keterangan di atas telah dijelaskan bahwa hampir semua satuan

pendidikan telah terbentuk Komite Sekolah. Itu memang benar sekali. Namun

kondisi itu sama sekali tidak melegakan hati kita. Pada awalnya proses

pembentukan Komite Sekolah dilakukan secara instan. Kalau ada Komite Sekolah

yang dibentuk dengan model pemilihan formatur, maka itu masih lumayan. Yang

sering terjadi adalah justru Komite Sekolah yang dibentuk dengan cara

penunjukan oleh kepala sekolahnya. Akibatnya, sampai saat ini Komite Sekolah

masih tetap menyandang stigma seperti BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara

Pendidikan) atau pun POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru). Inilah

kondisi Komite Sekolah yang ada dan kita kenal sampai saat ini, yakni sebagai

Komite Sekolah stempel.

Ade Irawan, Sekretaris Koalisi Pendidikan melihat ada beberapa faktor yang

menjadi penyebab komite tidak mampu menjalankan fungsi sebenarnya, yaitu: ”Pertama, buruknya sosialisasi. Kedua, minimnya pemahaman guru dan orangtua siswa. Ketiga, komite dibentuk kepala sekolah”.6

Untuk melihat lebih jauh kondisi di lapangan penulis mengadakan studi

pendahuluan di sekolah menengah dan atas kota Depok. Dari hasil studi

pendahuluan penulis menemukan terdapat SMK N 1 Depok di Kecamatan Tapos

Kota Depok. Permasalahan yang masih ditemukan menyangkut komite sekolah

yaitu komite sekolah tidak mempunyai program kerja sendiri, sehingga komite

sekolah tidak tahu apa yang harus mereka kerjakan.

Hal ini dikarenakan tidak ada program kerja yang harus mereka laksanakan.

Komite sekolah akan melaksankan program yang telah dibuat oleh kepala sekolah

sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja komite sekolah dalam

(18)

6

memerankan peran dan fungsinya, karena program kerja komite sekolah masih

ikut dalam program kerja sekolah hal ini akan menyebabkan tidak berdayanya

peran komite sekolah sebagai organisasi yang mewadahi peran serta masyarakat

dalam meningkatkan kualitas mutu pendidikan.

Komitmen UU yang telah diamatkan terhadap pemerintah tersebut tentunya

perlu didukung. Hanya perlu diingat, untuk memajukan mutu pendidikan tidak

cukup diandalkan dengan alokasi dana yang besar saja. Kalau tidak dibarengi

dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang benar, serta dikelola

orang-orang yang benar, maka jelas akan tidak efektif dan efisien.

Oleh karena itu, dalam hal ini pemerintah bersama-sama dengan masyarakat

bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan di satuan pendidikan karena,

sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Tentang Standar Nasional

Pendidikan yang berkenaan dengan; “pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada

jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala

sekolah satuan pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite

sekolah/madrasah”.7 Hal itu dimaksudkan agar kualitas mutu pendidikan di

Indonesia terus mengalami peningkatan dan tujuan pendidikan nasional dapat

tercapai sesuai dengan harapan.

Di era otonomi ini, partisipasi masyarakat sebagai kekuatan control dalam

pelaksanaan berbagai program pemerintah menjadi sangat penting. Di bidang

pendidikan partisipasi ini lebih strategis lagi. Karena partisipasi tersebut bisa

menjadi semacam kekuatan control bagi pelaksanaan dan kualitas pendidikan di

sekolah-sekolah. Apalagi saat ini Kemendiknas mulai menerapkan konsep

manajemen berbasis sekolah (school-based management). Karena itulah gagasan

tentang perlunya sebuah Komite Sekolah yang berperan sebagai semacam

lembaga yang menjadi mitra sekolah yang menyalurkan partisipasi masyarakat

(semacam lembaga legislatif) menjadi kebutuhan yang sangat nyata dan tak

terhindarkan. Dengan adanya Komite Sekolah, kepala sekolah dan para

penyelenggara serta pelaksana pendidikan di sekolah secara substansial akan

bertanggungjawab kepada komite tersebut.

7

(19)

Kalau selama ini garis pertanggungjawaban kepala sekolah dan para

penyelenggara pendidikan di sekolah bertanggungjawab kepada pemerintah,

dalam hal ini kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen

Dikdasmen) Kementerian Pendidikan Nasional, maka dengan konsep manajemen

berbasis sekolah pertanggungjawaban itu kepada Komite Sekolah. Pemerintah

dalam hal ini hanya memberikan legalitas saja. Selama ini Komite Sekolah

memang telah dibentuk oleh pemerintah, tapi perannya terbatas hanya untuk

mengawasi dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) atau yang lebih dikenal saat ini

Bantuan Oprasional Sekolah (BOS). Komite Sekolah yang baru ini tentu tidak

terbatas hanya untuk mengawasi dana JPS/BOS saja, melainkan juga berperan

bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah, berfungsi untuk terus

menjaga transparansi dan akuntabilitas sekolah, serta menyalurkan partisipasi

masyarakat pada sekolah.

Tentu saja Komite Sekolah ini mesti diawali dengan melakukan upaya

optimalisasi orang tua siswa di sekolah. Upaya ini menjadi sangat penting lagi di

saat keadaan budaya dan gaya hidup generasi kita sudah mulai tidak jelas

sekarang ini. Dengan adanya upaya ini jalinan antara satu sisi, orang tua, dan sisi

lain sekolah, bisa sama mengantisipasi dan mengarahkan serta

bersama-sama meningkatkan kepedulian terhadap anak-anak di usia sekolah. Dengan

demikian, pendidikan menjadi tanggung jawab bersama mulai dari keluarga,

masyarakat dan pemerintah.

Melihat realitas tersebut penulis merasa perlu mengkaji permasalahan tersebut

secara lebih mendalam. Oleh karena itu, penulis mengangkat permasalahan

tersebut ke dalam skripsi dengan judul “KONTRIBUSI PERAN KOMITE

SEKOLAH TERHADAP MUTU LAYANAN PENDIDIKAN DI SMKN 1

DEPOK”.

B.Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis dapat mengidentifikasi

(20)

8

1. Ketidakkompakan pihak sekolah dengan komite sekolah dalam menjalankan

program-programnya.

2. Komite sekolah sering dianggap tidak memberikan kontribusi yang besar

terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan.

3. Adanya Ketidaktahuan bahwa masyarakat terlibat dalam dunia pendidikan

untuk mengembangkan pendidikan ke arah yang lebih maju.

4. Rendahnya kualitas sumber daya manusia anggota komite sekolah yang ada

di sekolah.

5. Banyaknya hambatan yang dihadapi komite sekolah untuk berperan aktif

dalam proses peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

6. Kurangnya perhatian satuan pendidikan dan komite sekolah terhadap

pengembangan mutu pendidikan.

C.Pembatasan Masalah

Dari permasalahan-permasalahan yang tercantum pada identifikasi masalah,

penulis melihat perlu melakukan pembatasan masalah. Hal itu dilakukan agar

permasalahan tidak menimbulkan kerancuan, maka masalah penelitian menjadi

sebagai berikut:

1. Komite sekolah sering dianggap tidak memberikan kontribusi yang besar

terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan.

2. Kurangnya perhatian Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu

pendidikan di sekolah.

D.Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah pada poin sebelumnya dapat dirumuskan menjadi

pertanyaan berikut:

1. Bagaimana gambaran kontribusi peran Komite Sekolah terhadap

peningkatan mutu layanan pendidikan?

2. Bagaimana perhatian Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu layanan

(21)

E.Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi peran Komite Sekolah terhadap

peningkatan mutu layanan pendidikan, dan

2. Untuk mengetahui sejauh mana perhatian Komite Sekolah terhadap

peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah.

F. Manfaat Penelitian

Mengenai manfaat dalam penulisan skripsi ini penulis akan memaparkan

beberapa manfaat, diantaranya adalah:

1. Bagi Sekolah : sebagai informasi mengenai upaya yang telah dilakukan

Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan,

2. Bagi Komite Sekolah: sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan upaya

meningkatkan mutu pendidikan.

3. Bagi Praktisi Pendidikan : Menjadi tambahan dalam khazanah ilmu

pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

4. Bagi Masyarakat : sebagai media informasi atas keberadaan komite sekolah

(22)

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Mutu Pendidikan

1. Pengertian Mutu Pendidikan

Masalah mutu pendidikan merupakan salah satu masalah nasional yang

sedang dihadapi dan dapat perhatian sungguh-sungguh dalam sistem

pendidikan nasional Indonesia dewasa ini. Sebelum mutu pendidikan ada

baiknya mengetahui apa itu mutu dan apa itu pendidikan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “mutu adalah ukuran baik buruk

suatu benda; kadar; taraf; atau derajat (kepandaian, kecerdasan dsb); kualitas”.1

Secara substantif, istilah mutu itu sendiri mengandung dua hal yaitu: “pertama sifat dan kedua taraf. Sifat adalah sesuatu yang menerangkan keadaan benda

sedangkan taraf menunjukan kedudukan dalam suatu benda”.2

Menurut Aan Komariah dalam pengertian mutu dapat dilihat dari dua segi,

yaitu mutlak/absolut dan relatif. “Dalam pengerian mutlak Mutu adalah suatu

jasa yang memiliki nilai tertinggi, bersifat unik dan sangat berkaitan dengan

ungkapan kebaikan (goodness), keindahan (beauty), kebenaran (truth), dan

1

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 677

2

(23)

idealitas. Sedangkan dalam arti relatif mutu berdasarkan pada kebutuhan

pelanggan”.3

Jadi dapat disimpulkan bahwa mutu adalah ukuran untuk menyatakan esensi

suatu benda atau hal berupa standar ideal yang ingin dicapai oleh suatu proses.

Sedangkan Pendidikan dalam Undang-undang Pendidikan No. 20 tahun 2003, bahwa “Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi

perannya dimasa yang akan datang”.4

Amier Daien Indrakusuma mengartikan “pendidikan sebagai bantuan yang diberikan secara sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani dan

rohaninya untuk mencapai tingkat kedewasaan”.5

Menurut Lengeveld dalam bukunya Alisuf Sabri pendidikan adalah: pemberian bimbingan atau bantuan rohani bagi yang masih memerlukan. Pendidikan itu terjadi melalui pengaruh dari seseorang yang telah dewasa kepada orang yang belum dewasa. Dalam hal ini Lengeveld menegaskan pendidikan ialah semua usaha, pengaruh, perlindungan, serta bantuan yang diberikan harus tertuju kepada anak didiknya atau dengan kata lain membantu anak didik agar cukup cakap dalam melaksanakan tugas hidupnya sendiri.6

Demikian beberapa pengertian menurut pandangan dari beberapa tokoh,

yang pada dasarnya menjelaskan bahwa pendidikan itu merupakan pemberian

bimbingan atau bantuan kepada mereka yang memerlukan dalam pertumbuhan

dan perkembangan jasmani dan rohani, menuju kesempurnaan kesejahteraan

dan kebahagiaan hidup masa kini dan masa yang akan datang.

Sebelum penulis menarik kesimpulan tentang mutu pendidikan. Ada yang

perlu dijelaskan terlebih dahulu yaitu bahwa pengertian mutu pendidikan,

merupakan suatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan tuntunan

kebutuhan hasil pendidikan, yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan

3

Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), Cet. I hal. 9

4

UU Sisdiknas dan peraturan pelaksanaannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), Cet. II, hal. 2

5

Amier Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), Cet. I hal. 27

6

(24)

12

teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya

manusia.

Mutu pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan lembaga

pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk

meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin. Dalam konteks

pendidikan, menurut Departemen Pendidikan Nasional, sebagaimana dikutip

Mulyasa, “pengertian mutu mencakup input, proses, dan outputpendidikan”.7

Jadi dalam memandang konsepsi input output pendidikan sebagaimana

digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1

Konsepsi Mutu Pendidikan

Konsepsi input dan output pendidikan sejauh ini merupakan gambaran mutu

pendidikan adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau

jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang

diharapkan atau yang tersirat.

Dengan kata lain mutu pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan

sekolah dalam dua dimensi yaitu “kemampuan teknis dan pengelolaan”.8

Mutu pendidikan tidak terlepas dari seperangkat pelaksana pendidikan,

karena perangkat pelaksana pendidikan memiliki lingkup kegiatan langsung

berkaitan dengan pelaksanaan proses pembelajaran.

7

Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam; Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Jslam, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 206

8

Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan; Isu, Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. I. hal. 299

Proses

(25)

Dengan demikian, pengertian tentang mutu pendidikan adalah tingkat/ taraf/

derajat kemampuan dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap

komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah sehingga menghasilkan

nilai tambah terhadap komponen-komponen tersebut menurut norma/ standar

yang berlaku.

2. Mutu Pendidikan dan Faktor Yang Mempengaruhinya

Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan

nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi

guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana

pendidikan dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun demikian

berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang

berarti. Sedangkan sekolah, terutama dikota-kota, menunjukan peningkatan

mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya

masih memprihatinkan.

Keberhasilan dalam meningkatkan mutu pendidikan akan menjadi agenda

utama semua birokrasi pendidikan, semua komponen persekolahan, semua

orang tua dan wali murid, serta pihak-pihak lainnya yang memiliki jaringan

langsung atau tidak terhadap dunia pendidikan. Mutu pendidikan sangat

ditentukan oleh banyak pihak, apakah pemerintah, masyarakat, sekolah,

orangtua dan siswa itu sendiri.

Sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak

mengalami peningkatan secara merata.

Pertama, fungsi dan tujuan pendidikan kurang melekat pada pelaksana dan pelaksanaan pendidikan.

Kedua, prinsip penyelenggaraan pendidikan yang demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif tidak dijadikan sebagai prinsip yang harus dijunjung tinggi.

(26)

14

Keempat, evaluasi pendidikan seringkali dibelokkan dengan kepentingan tertentu.9

Pembangunan pendidikan hendaknya diarahkan kepada beberapa sektor

yang merupakan kebutuhan mendasar, karena langsung memberikan dampak

terhadap peningkatan mutu pendidikan diantaranya yaitu:

Pertama, sarana dan prasarana pendidikan, meliputi pembangunan ruang belajar, renovasi dan rehabilitasi ruang belajar beserta perangkat pendukungnya, ruang laboratorium, perpustakaan, komputer, pusat sumber belajar, dan termasuk rumah guru, kepala sekolah, penjaga sekolah, WC guru dan murid. Kedua, sarana dan prasarana pembelajaran, berkaitan dengan pengadaan alat dan media pembelajaran, untuk bidang IPA, IPS, Bahasa, dan bidang lainnya, seperangkat alat praktek laboratorium, pengadaan buku-buku perpustakaan, dan sebagainya. Ketiga, Pembangunan SDM. Kualifikasi pendidikan guru. Keempat, Pembangunan sektor Pendidikan Luar Sekolah. Kelima, pembangunan life skill.10

Haryono Suyono, seorang Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan,

mengemukakan bahwa:

Gerakan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan yang sangat rendah setidak-tidaknya harus diarahkan untuk lima sasaran utama dengan komitmen dan dukungan program dan anggaran yang kuat, terpadu dan dinamik dari pemerintah dan aparatnya di seluruh pelosok tanah air. Sasaran pertama, peningkatan pemberdayaan siswa secara konsisten dan berkelanjutan. Kedua, peningkatan mutu, kemampuan dan kesejahteraan guru. Ketiga, penyempurnaan kemampuan dan kesiapan sekolah untuk memberikan dukungan terhadap aktivitas kependidikan dan pengajaran yang dinamik, padat dan relevan dengan perkembangan masyarakatnya. Keempat, pengembangan kesadaran orang tua untuk mengirim dan memberikan dukungan kepada anak-anaknya untuk belajar sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Kelima, pengembangan budaya masyarakat yang kondusif serta mendukung upaya belajar dalam suasana nyaman, menggairahkan dan dinamik.11

Untuk mengukur sejauh mana mutu pendidikan telah dicapai, perlu

diketahui tanda-tanda operasionalnya, tanda-tanda opreasional yang

9

Maslikhah, Quo Vadis, Pendidikan Multikultur; Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis Kebangsaan, (Salatiga: STAIN Salatiga Press, 2007), Cet. Ke-1 hal. 88-89

10

Isjoni, Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), h. 22-23

11

(27)

dimaksudkan itu dijelaskan oleh Djauzak Ahmad dalam bukunya Petunjuk

Peningkatan Mutu Sekolah Dasar sebagai berikut:

a. Siswa, meliputi:

1) Kemampuan siswa dalam mengikuti belajar mengajar

2) Lingkungan siswa seperti lingkungan sosial, ekonomi dan budaya dalam lingkungan dan masyarakat

b. Guru, meliputi:

1) Kemampuan guru dalam kegiatan mengajar 2) Latar belakang pendidikan

d. Sarana dan prasarana, meliputi: 1) Alat peraga

7) Ruang kantor, gedung dan perabot e. Pengelolaan kelas, meliputi:

1) Pengelolaan kelas 2) Pengelolaan guru 3) Pengelolaan siswa

4) Pengelolaan sarana dan prasarana 5) Peningkatan tata tertib

f. Proses belajar mengajar, meliputi: 1) Penguasaan materi

2) Penggunaan metode mengajar 3) Penampilan guru

4) Pendayagunaan alat dan fasilitas g. Pengelolaan dana, meliputi:

1) Hubungan sekolah dengan orang tua

(28)

16

4) Hubungan sekolah dengan lembaga pendidikan lainnya.12

Selain itu Sidi menyebutkan ada lima langkah yang perlu dilakukan untuk

meningkatkan mutu pendidikan, yaitu:

a. pembenahan kurikulum pendidikan yang dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar minimal.

b. peningkatan kualitas, kompetensi dan profesionalisme tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.

c. penetapan standar kelengkapan dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan.

d. pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah. e. penciptaan iklim dan suasana kompetitif dan koperatif antar sekolah.13

Sedangkan Isjoni menjelaskan dalam bukunya “Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan” ada tujuh aspek yang dijadikan pertimbangan dalam pembangunan pendidikan, yakni:

a. Pengadaan guru

b. Pengadaan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan c. Pengembangan kurikulum

d. Peningkatan kualitas pendidikan

e. Peningkatan profesionalisme dan tanggung jawab terhadap profesi f. Peningkatan kesejahteraan guru

g. Pemberdayaan masyarakat.14

Dari semua pendapat para ahli yang telah dikemukakan di atas dapat penulis

simpulkan bahwa peningkatan mutu pendidikan menitikberatkan kepada

pengembangan komponen-komponen yang ada dalam satuan pendidikan dan

pembangunan mutu secara keseluruhan mulai dari pemerintah, sekolah dan

masyarakat atau stakeholder pendidikan, agar dalam proses peningkatan mutu

pendidikan dapat mencapai tujuan yang telah direncanakan baik dari aparatur

pemerintah maupun satuan pendidikan itu sendiri.

Faktor penentu atas keberhasilan dalam meningkatkan mutu pendidikan

juga ditentukan atas kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran,

bagaimana guru akan mengajar lebih efektif, dan hasil belajar anak didiknya

12

Djauzak Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, (Jakarta: Rhinaka Cipta, 1995), h. 9

13

Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 74-75

14

(29)

baik, kalau sarana pembelajaran dalam kelas tidak tersedia. Ini jelas akan

menjadi kebijakan pemerintah, karena itu tugas pemerintahlah untuk

menyediakan sarana pembelajaran di kelas yang diperlukan guru. Seperangkat

pembelajaran tersebut sangat menentukan dalam mewujudkan mutu

pendidikan.

3. Mutu Pendidikan Berdasarkan Tujuan Pendidikan Nasional

Mutu pendidikan menurut berbagai kamus, “kata inggris academy berasal dari kata latin academia. Kata ini mempunyai beberapa makna, yang salah

satunya adalah (a lerned sociery for the advancement of arts and scient) suatu

masyarakat atau perkumpulan orang-orang yang didirikan untuk memajukan

ilmu pengetahuan dan kemanusiaan”.15

Persoalan mutu pendidikan adalah suatu masalah yang kontroversial, pada

satu pihak terkadang dikatakan bahwa mutu pendidikan di indonesia sudah

cukup baik; sistem pendidikan di indonesia sudah dapat memenuhi sebagian

tuntunan dan kebutuhan bangsa kita, misalnya berkaitan dengan tenaga kerja

yang terdidik. Perbedaan tersebut merupakan hal yang wajar terjadi, karena

belum adanya standarisasi mutu pendidikan yang diterima oleh seluruh praktisi

pendidikan di indonesia. Banyak sekolah-sekolah dinilai sebagai sekolah yang

terbaik oleh masyarakat, masing-masing lembaga tersebut memiliki misi yang

berbeda merupakan bukti bahwa belum ada kriteria yang pasti tentang mutu

pendidikan itu sendiri.

Maka dari itu penulis ingin mengembalikan persoalan mutu pendidikan

sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, karena tujuan pendidikan nasional

yang telah diterapkan merupakan cermin dari orientasi pendidikan sesuai

dengan kebutuhan dan cita-cita bangsa.

Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan berbangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, “yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,

15

(30)

18

memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,

berkepribadian yang mantap dan mandiri serta sara tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan”.16

Sementara dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa:

pendidikan harus berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yans bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis.17

Dari pemaparan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mutu

pendidikan yang dikehendaki oleh tujuan pendidikan nasional adalah

pendidikan yang dapat menghasilkan peserta didik yang memilki kapabilitas

sebagai berikut: beriman, bertakwa terhadap tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, berkepribadian, berbudi luhur, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif,

terampil, bertanggung jawab, produktif dan sehat jasmani dan rohani.

Selain itu mutu pendidikan juga harus bisa mewujudkan tujuan bersama

yakni mencerdaskan kehidupan manusia Indonesia. Karena mutu pendidikan

Indonesia sangat berpengaruh terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

sebagai modal pembangunan bangsa di masa yang akan datang.

4. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan di Indonesia

Mutu pendidikan yang diupayakan melalui penerapan konsep MBS

sebagaimana telah diuraikan pada subunit 1 di atas, dapat diukur menggunakan

parameter yang berlaku secara nasional. Parameter yang dimaksudkan adalah

Standar Nasional Pendidikan dan Standar Pelayanan Minimal (SPM)

pendidikan, sebagai persyaratan minimum layanan pendidikan. Pada tingkat

sekolah, SPM pendidikan mencerminkan spesifikasi teknis layanan pendidikan

dan merupakan bagian standar nasional.

16

UU Sisdiknas, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), Cet IV, h. 4

17

(31)

Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan

Penerapan Standar Pelayanan Minimal menetapkan bahwa Standar Pelayanan

Minimal pendidikan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar

bidang pendidikan yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh

setiap warga secara minimal. Indikator pencapaian SPM pendidikan adalah

prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan

besaran sasaran yang hendak dipenuhi, yaitu berupa masukan, proses, hasil

dan/atau manfaat pelayanan pendidikan di sekolah. Sedangkan pengertian

pelayanan dasar adalah pelayanan pendidikan bagi siswa yang mutlak untuk

dipenuhi.

SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan

dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian.SPM

disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan

keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil

daerah dalam bidang yang bersangkutan. Penyusunan rencana pencapaian SPM

dan anggaran kegiatan yang terkait dengan pencapaian SPM dilakukan

berdasarkan analisis kemampuan dan potensi daerah dengan mengacu pada

pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM

oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan

dasar kepada masyarakat. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh : a).

Pemerintah untuk pemerintahan daerah Provinsi; dan b). Gubernur sebagai

representasi pemerintah di daerah untuk Kabupaten/Kota. Pemerintah wajib

mendukung pengembangan kapasitas pemerintahan daerah yang belum mampu

mencapai SPM. Pemerintah dapat melimpahkan tanggungjawab

pengembangan kapasitas pemerintahan daerah Kabupaten/ Kota yang belum

mampu mencapai SPM kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah.

Dukungan pengembangan kapasitas pemerintahan daerah dapat berupa

fasilitas, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis,

pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya. Berdasar hasil monev,

(32)

20

berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan, dan

memberikan sanksi kepada pemerintahan daerah yang tidak berhasil mencapai

SPM dengan baik.

Berdasarkan mekanisme pemenuhan SPM pendidikan seperti tersebut di

atas, pemerintah daerah Propinsi dan Kabupeten/Kota menyusun SPM

pendidikan sesuai dengan kapasitas daerahnya masing-masing. Acuan utama

yang digunakan untuk menyusun SPM pendidikan adalah Peraturan

Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Berkenaan dengan standar pendidikan, pemerintah menetapkan 8 (delapan)

standar pendidikan, yaitu: a). standar isi; b). standar proses; c). standar

kompetensi lulusan; d). standar pendidik dan tenaga kependidikan; e). standar

sarana dan prasarana; f). standar pengelolaan; g). standar pembiayaan; dan h).

standar penilaian pendidikan.

5. Kontribusi Peran Komite Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan

Keberadaan Komite Sekolah harus bertumpu pada landasan partisipasi

masyarakat dalam mengingkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan

sekolah. Oleh karena itu, pembentukannya harus memperhatikan pembagian

peran sesuai posisi dan otonomi yang ada. Adapun peran yang harus dijalankan

Komite Sekolah adalah sebagai berikut:

a. Pemberi pertimbangan (advisor agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.

b. Pendukung (supporting) baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. c. Pengontrol (controling agency) dalam rangka transparansi dan

akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan dewan Perwakilan rakyat daerah (legislatif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.18

18

(33)

Dari empat peran Komite Sekolah ini berarti lembaga ini mempunyai

tanggung jawab yang sama besarnya dengan komponen-komponen yang ada di

satuan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu Komite Sekolah dituntut dapat

berjalan bersama dengan sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan

sebagaimana fungsi dan tujuan Komite Sekolah.

Peran komite sekolah sebagai mediator sekolah dengan masyarakat sangat

memungkinkan untuk mencari dan merangkul dunia industri atau dunia usaha,

bahkan tidak menuntup kemungkinan perseorangan atau individu sebagai

mitra. Pihak yang disebutkan tadi adalah sebagai mata rantai dalam

keberlangsung kehidupan sekolah, baik kini maupun yang akan datang.

Sekolah masa depan, sekolah berwawasan keunggulan, sekolah berwawasan

teknologi, merupakan cita-cita yang akan dicapai oleh suatu sekolah. Untuk

mencapai tersebut, tidak mungkin dilakukan oleh semata-mata aparat sekolah

yang ada, karena kemampuan personil sangat terbatas. Oleh sebab itu, perlu

kerja sama dan kemitraan dengan pihak-pihak lain, sehingga pengembangan

sekolah ke depan dapat dipikirkan secara bersama-sama. Sebab, pembangunan

pendidikan adalah tanggung jawab banyak pihak.

Program link and match merupakan salah satu tali pengikat dunia

pendidikan dengan dunia usaha. Melalui program ini terjalin kemitraan, dunia

pendidikan sebagai penghasil tenaga kerja dan dunia industri sebagai penerima

tenaga kerja, dan tentunya melalui proses pendidikan. Tentunya tenaga kerja

yang dihasilkan melalui dunia pendidikan sejalan san sesuai dengan kebutuhan

dunia usaha.

Sedangkan menurut Dede Rosyada dalam bukunya menjelaskan beberapa

tugas Komite Sekolah antara lain:

a. Mengembangkan akses sekolah pada dana, sehingga sekolah mampu membangkitkan berbagai sumber dana potensial untuk mendukung proses pembelajaran siswa.

b. Mengembangkan budgeting sekolah dalam konteks pengembangan kemampuan pembiayaan untuk mendanai berbagai program sekolah. c. Memutuskan struktur anggaran sekolah.

d. berpartisipasi dalam pemilihan kepala sekolah, dan wakil kepala sekolah. e. Ikut serta dalam curah pendapat tentang kurikulum dalam konteks

(34)

22

pada sekolah tentang kualifikasi kompetensi siswa yang akan dihasilkan sekolah.19

Sekolah yang memiliki visi dan misi serta strategi tentunya punya

perencanaan menjalin kemitraan dengan dunia usaha yang ada. Apalagi dengan

keberadaan komite sekolah sebagai mitra sekolah sudah menjadi bagian yang

tidak terpisahkan. Keberadaan komite sekolah sebagai lembaga yang memiliki

legalitas dan bersama-sama dengan sekolah mencari peluang, bagaimana dapat

membesarkan dan menjadikan sekolah sebagai sesuatu kebutuhan mendasar

bagi stakeholder.

Adapun dalam kaitan itu maka komponen-komponen fokus kegiatan

pendidikan yang mengitari dan membantu terwujudnya kualitas pendidikan

menurut Sixtus Tanje sangat tergantung bagaimana para aktor pendidikan bisa

mengelola delapan kunci keberhasilan pendidikan, diantaranya:

a. Kesiswaan b. Kurikulum

c. Human Resources (SDM) d. Public Relation (kehumasan) e. Finance (keuangan)

f. Manajemen

g. Sarana & Prasarana h. Supervisi & Evaluasi.20

Apabila sekolah dapat mengelola dengan baik delapan kunci keberhasilan

ini, maka kualitas/mutu sekolah dengan sendirinya akan mengalami

peningkatan yang signifikan.

Hal ini tidak terlepas dari kerjasama antar komponen-komponen yang ada

di satuan pendidikan itu sendiri, salah satunya adalah peranserta masyarakat

yang tergabung dalam satu wadah yakni Komite Sekolah.

19

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokrasi; Sebuah Model Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet. I. hal. 276-277

20

(35)

B.Komite Sekolah

1. Pengertian Komite Sekolah

Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003, disebutkan

bahwa komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta

masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi

pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra

sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.21

Nanang Fatah memberikan pengertian tentang komite sekolah dalam

bukunya, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah, “Komite

sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non profit dan non politis,

dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokrasi oleh para stakeholder

pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai

unsur yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil

pendidikan”.22

Komite Sekolah merupakan penyempurnaan dan perluasan badan kemitraan

dan komunikasi antara sekolah dengan masyarakat. Sampai tahun 1994 mitra

sekolah hanya terbatas dengan orang tua peserta didik dalam wadah yang

disebut dengan POMG (Persatuan Orang Tua dan Guru), “Peran Komite

Sekolah secara legal mulai digulirkan sejak 2 April 2002 meski sesungguhnya

peran sejenis sudah berjalan dalam bentuk kemitraan antara guru dan orangtua

murid yakni melalui lembaga Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan

(BP3)”.23

Jadi dapat disimpulkan bahwa komite sekolah adalah badan atau lembaga

yang terdiri dari beberapa orang anggota yang dipilih secara musyawarah untuk

mewadahi peran serta masyarakat pada satu satuan pendidikan, dan

mempunyai tanggung jawab terhadap peningkatan mutu pendidikan.

21

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Thn 2003 tentang Sisdiknas, (Jakarta: CV. Mini Jaya Abadi, 2003), Cet. I, h. 156

22

Nanang Fatah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah dan Dewan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 118

23

(36)

24

2. Konsep Dasar Komite Sekolah

a. Nama dan Unsur-unsur

Ditinjau dari prespektif sejarah persekolahan pada tingkat SD, SLTP, dan

SMU/SMK di Indonesia, masyarakat sekolah khususnya orang tua siswa,

telah menerapkan sebagian fungsi dalam membantu penyelenggaraan

pendidikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dachnel dalam bukunya,

bahwa “Sebelum tahun 1980 di Indonesia cukup banyak nama badan yang

bertujuan membantu atau menunjang penyelenggaraan pendidikan. Pada

jenjang SD, SMTP dan SMTA adalah Persatuan Orang Tua Murid dan Guru

(POMG) yang kemudian berubah nama menjadi BP3 (Badan Pembantu

Penyelenggaraan Pendidikan)”.24

Sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas

pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan oleh sekolah, dan dalam

rangka mencapai tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan

mutu, pemerataan dan efisiensi penyelenggaran pendidikan, dan tercapainya

demokrasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat

untuk bersinergi dalam suatu wadah yang lebih dari sekedar lembaga

pengumpul dana pendidikan dan orang tua siswa.

Pada saat ini selain adanya BP3 dibentuk pula Komite Sekolah

(dibeberapa sekolah yang memperoleh program khusus), beranggotakan

kepala sekolah sebagai ketua dan salah seorang guru, ketua BP3, ketua

LKMI dan tokoh masyarakat sebagai anggota. Pembentukan komite

dimaksudkan untuk menangani pelaksanaan rehabilitasi bangunan sekolah

(SD dan MI), dan pembangunan unit sekolah baru (SLTP dan MTs)

sedangkan di SMK, selain terdapat BP3 dibentuk juga Majelis Sekolah yang

mempunyai peran menjembatani sekolah dengan industri dalam pelaksanaan

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dan Bursa Kerja Khusus (BKK) yang

merupakan kerja sama sekolah dengan Depnaker dan pemasaran Jurusan.

24

(37)

Kondisi nyata tersebut dalam memasuki era Manajemen Berbasis

Sekolah (MBS) perlu dibenahi selaras dengan tuntutan perubahan yang

dilandasi kesepakatan, komitmen kesadaran dan kesiapan membangun

budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan Masyarakat Sekolah

yang memiliki loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya

suatu sekolah merupakan bentuk atau wujud kebersamaan yang dibangun

melalui kesepakatan.

Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan seperti Komite Sekolah, Komite pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah Komite TK, atau nama lainnya yang disepakati.25

Dengan demikian, organ yang ada tersebut dapat memperluas fungsi,

peran dan keanggotaannya sesuai panduan ini atau melebur menjadi

organisasi baru yang bernama Komite Sekolah peleburan BP3 atau

bentuk-bentuk organisasi yang ada di sekolah, kewenangannya akan berkembang

sesuai dengan kebutuhan dalam wadah Komite Sekolah.

b. Kedudukan dan Sifat

1) Kedudukan

Komite Sekolah bekedudukan di satuan pendidikan, baik sekolah

maupun luar sekolah. Satuan pendidikan dalam berbagai jenjang, jenis

dan jalur pendidikan, mempunyai penyebaran lokasi yang amat beragam,

ada sekolah negeri dan ada sekolah swasta yang didirikan oleh yayasan

penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, maka Komite Sekolah dapat

dibentuk dengan alternatif sebagai berikut:

Pertama. Komite Sekolah yang dibentuk di satu satuan pendidikan. Kedua. Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan sekolah yang sejenis. Ketiga. Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan dan terletak di dalam satu kompleks atau

25

(38)

26

kawasan yang berdekatan. Keempat. Komite Sekolah yang dibentuk dengan pertimbangan lain.26

2) Sifat

Komite Sekolah merupakan badan yang besifat mandiri, tidak

mempunyai hubungan hirarkis dengan sekolah maupun lembaga

pemerintahan lainnya. Komite Sekolah dan sekolah memiliki

kemandirian masing-masing, tetapi tetap sebagai mitra yang harus saling

bekerja sama sejalan dengan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS)

c. Tujuan

Dibentuknya Komite Sekolah dimaksudkan agar adanya strata organisasi

masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta

kepedulian terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite Sekolah yang

dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar budaya, demokratis,

ekologis nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai potensi

masyarakat setempat. Oleh karena itu, Komite Sekolah yang dibangun harus

merupakan pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif.

Artinya Komite Sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi kepada

pengguna (client model) berbagai kewenangan (power sharing and

advocacy model) dan kemitraan (partnership model) yang berfokuskan pada

peningkatan mutu pelayanan pendidikan di daerah.

Adapun tujuan dibentuknya Komite Sekolah sebagai suatu organisasi

masyarakat sekolah adalah sebagai berikut:

1) Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan si satuan pendidikan.

2) Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan da satuan pendidikan. 3) Meningkatkan suasana dan kondisi transparan akuntabel, dan demokratis

dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.27

d. Fungsi

26

Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah; Model Pengelolaan Sekolah Di Era Otonomi Daerah, (Jakarta: CV. Sagung Seto, 2007), Cet. I, h. 62

27

(39)

Untuk menjalankan tugasnya, komite sekolah memiliki fungsi sebagai

berikut:

1) Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

2) Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/ dunia usaha/dunia industri), dan pemerintahan berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

3) Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntunan dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

4) Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:

a) Kebijakan dan program pendididkan

b) Rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS) c) Kriteria kinerja satuan pendidikan

d) Kriteria fasilitas pendidikan

5) Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan. 6) Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kibijakan, program,

penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di suatu pendidikan.28

Komite Sekolah sesuai dengan fungsinya, melakukan akuntabilitas

sebagai berikut:

1) Komite Sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program

sekolah kepada stakeholder secara periode, baik yang berupa

keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran

program sekolah.

2) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat,

baik berupa materi (dana, barang tak bergerak maupun bergerak),

maupun non materi (tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan

pemerintahan setempat.

e. Keanggotaan Komite Sekolah

Komite Sekolah setidaknya memiliki beberapa unsur keanggotaan

sebagai berikut:

1) Unsur Masyarakat: Orangtua/wali peserta didik, tokoh masyarakat,tokoh pendidikan, DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri), organisasi profesi tenaga kependidikan, wakil alumni, wakil peserta didik.

28

(40)

28

2) Unsur dewan guru, yayasan penyelenggara pendidikan, badan pertimbangan desa dapat dilibatkan sebagai anggota komite sekolah maksimal 3 (tiga) orang

3) Jumlah anggota minimal 9 (sembilan) orang dan gasal

4) Syarat-syarat, hak dan kewajiban, serta masa bakti keanggotaan ditetapkan di dalam AD/ART.29

f. Prinsip Pembentukan Komite Sekolah

Prinsip-prinsip pembentukan komite sekolah antara lain:

1) Transparan (terbuka)

2) Akuntabel (dipertanggungjawabkan kepada masyarakat)

3) Demokratis (dipilih dari dan oleh masyarakat pendidikan)

4) Merupakan mitra satuan pendidikan.30

3. Pemberdayaan Komite Sekolah

Berdasarkan UU No. 25 tahun 2002 tentang program nasional (propenas)

2002-2004, dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan peran serta

masyarakat perlu dibentuknya Dewan Pendidikan ditingkat kabupaten atau

kota, dan Komite Sekolah ditingkat satua pendidikan. Amanat rakyat ini

sejalan dengan konsepsi desentralisasi pendidikan, baik ditingkat kabupaten

maupun ditingkat sekolah. Amanat rakyat dalam UU tersebut telah ditindak

lanjut dengan keputusan menteri pendidikan nasional nomor 044/U/2002

tanggal 2 April 2002 tentang dewan pendidikan dan komite sekolah. Dalam

kepmendiknas tersebut disebutkan bahwa, peran yang harus diemban oleh

dewan pendidikan dan komite sekolah adalah:

a. Advisory Agency (pemberi pertimbangan)

b. Supporting Agency (pengontrol kegiatan layanan pendidikan)

c. Mediator atau pengumpul atau pengait tali komunikasi antara masyarakat

dan pemerintahan.

Peran serta masyarakat di dalam penyelenggaraan pendidikan berarti pula

pemberdayaan masyarakat itu sendiri ikut serta dalam menentukan arah dan isi pendidikan. “Dalam kaitan ini gerakan desentralisasi pendidikan yang sesuai

29

Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah,…, h. 63-64 30

(41)

dengan UU No. 25 tahun 2002 berarti mengikutsertakan masyarakat didalam

menentukan akuntabilitas pendidikannya”.31

Untuk dapat memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat, sekolah

harus dapat membina kerjasama dengan orang tua dan masyarakat,

menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik dan

warga sekolah, prinsip kemandirian dalam MBS adalah kemandirian dalam

nuansa keberhasilan, dalam hal ini merupakan aplikasi dan prinsip-prinsip yang

disebut dengan Total Quality Management, melalui suatu mekanisme yang

menekankan pada mobilisasi kekuatan secara sinergis yang mengarah pada

satu tujuan, yaitu peningkatan mutu dan kesesuaian pendidikan dengan

pengembangan masyarakat.

Pada dasarnya pemberdayaan terjadi melalui beberapa tahap, antara lain:

masyarakat mengembangkan sebuah kesadaran awal bahwa mereka dapat

melakukan tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan memperoleh

seperangkat keterampilan agar mampu bekerja lebih baik. Kemudian mereka

akan mengalami pengurangan perasaan ketidakmampuan dan mengalami

peningkatan kepercayaan diri. Kemudian seiring dengan tumbuhnya

kepercayaan diri, masyarakat bekerjasama untuk berlatih lebih banyak

mengambil keputusan dan memilih sumber-sumber daya yang akan berdampak

pada kesejahteraan mereka.

Pemahaman tentang memberdayakan masyarakat ini adalah dengan

memberikan pendidikan praktis, latihan kepemimpinan dan akses ke

sumber-sumber daya dan dilaksanakan oleh dan dengan masyarakat.

Pentingnya ikut berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat adalah

merupakan alat untuk mengubah citra masyarakat awam terhadap pengertian

salah tentang kebijakan sekolah dan para petugas, kemudian dapat memberikan

informasi tentang program dan kebijakan sekolah serta menghilangkan atau

mengurangi kritik-kritik tajam atau negatif terhadap sekolah.

31

(42)

30

C.Kerangka Berpikir

Partisipasi yang belaku pada masyarakat kita masih belum diartikan secara

universal. Para perencana pembangunan mengartikan partisipasi sebagai

dukungan terhadap rencana atau proyek pembangunan yang direncanakan dan

ditentukan oleh pemerintah. Ukuran partisipasi masyarakat diukir oleh berapa

besar sumbangan yang diberikan masyarakat untuk menanggung biaya

pemerintah, baik berupa uang maupun barang yang diberikan kepada pemerintah.

Partisipasi yang berlaku secara universal adalah kerjasama yang erat antara

perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan

mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.

Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berarti pula

memberdayakan masyarakat itu sendiri di dalam keikutsertaan dalam menentukan

arah dan isi pendidikannya. Di dalam kaitannya, gerakan desentralisasi pendidikan

yang sesuai dengan UU No. 25 tahun 2002, berarti mengikutsertakan masyarakat

di dalam menentukan akuntabilitas pendidikannya.

Sebagai konsekuensi perluasan makna partisipasi masyarakat dalam

menyelenggarakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, maka perlu

dibentuk suatu wadah untuk menampung dan menyalurkannya yang diberi nama

komite sekolah. Komite Sekolah merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan

musyawarah oleh para stakeholder pendidikan di tingkat sekolah yang

bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu pendidikan.

Berdirinya sebuah lembaga pendidikan tergantung dari dinamisasi masyarakat

dan sebaliknya, perkembangan masyarakat juga dipengaruhi oleh kian

berkembangnya ilmu pengetahuan yang sebagiannya disampaikan melalui

pendidikan untuk menjaga kestabilannya, dibutuhkan kerja sama yang baik antara

sekolah dan masyarakat yang dapat mengawasi dan membantu segala sesuatu

yang berkaitan dengan kegiatan kependidikan.

Untuk mengingkatkan mutu layanan pendidikan melalui program komite

sekolah, dibutuhkan kerja sama antara sekolah dan masyarakat. Semua ini

dilakukan dalam upaya peningkatn mutu lembaga pendidikan dan mutu layanan

(43)

simpulkan bahwa: apabila semakin besar kontribusi peran komite sekolah maka

akan semakin besar peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah tersebut.

Namun sebaliknya apabila semakin rendah kontribusi peran komite sekolah maka

akan semakin rendah peningkatan mutu layanan pendidikan di satuan pendidikan

itu sendiri.

D.Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

Ho :Tidak terdapat hubungan positif antara Peran Komite Sekolah dengan

Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan.

Ha :Terdapat hubungan positif antara Peran Komite Sekolah dengan

(44)

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian yang akan diteliti adalah SMKN 1 Depok yang

beralamatkan: Jl. Bhakti Suci Tapos RT 01/01 Kelurahan Cimpaeun Kecamatan

Tapos Kota Depok.

Adapun waktu penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini terhitung dari

awal bulan Maret sampai dengan April 2011.

B.Variabel Penelitian

”Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu

penelitian”.1

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang dijadikan sebagai

acuan dalam pengamatan, guna memperoleh data dan kesimpulan empiris

mengenai peran Komite Sekolah terhadap mutu layanan pendidikan. Variabelnya

antara lain yaitu:

1

Gambar

gambaran kontribusi
 Tabel 2.1 Konsepsi Mutu Pendidikan
Tabel 3.1
tabel 3.2 sebagai berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Data Hasil Pengujian pada kaca soda lime glass dengan mata bor tungsten carbide. No Kecepatan

Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Klon BB00105.10 sebagai Bahan Dasar Produk Olahan Goreng Serta Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemiknya

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Bagi kalangan pemrakarsa/usaha, sistem informasi terpada mempermudah perolehan data untuk dapat dijadikan faktor kajian kelayakan usaha, pemilihan jenis usaha,

Immunomodulatory activity in vivo from EPS was measured using phagocytic activity and phagocytic capacity macrophage cells from mice peritoneal cavity

b. tempat untuk mengadakan pengolahan dan peningkatan mutu serta manufacturing industries serta usaha lain-lain yang dianggap perlu. Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut pada

Berdasarkan dari penelitian relevan lainnya yang telah dilakukan sebelumnya oleh Risma Darni dengan judul” Analisis Butir Soal Buatan Guru Hasil Ujian Akhir