• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pendekatan pemecahan masalah strategi working backward terhadap hasil belajar Matematika siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pendekatan pemecahan masalah strategi working backward terhadap hasil belajar Matematika siswa"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH

STRATEGI

WORKING BACKWARD

TERHADAP

HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

DISUSUN OLEH:

YETI NURHAYATI

NIM. 105017000487

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

YETI NURHAYATI (105017000487), ”Pengaruh Pendekatan Pemecahan Masalah Strategi Working Backward Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan pemecahan masalah strategiworking backwardterhadap hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 5 Kota Tangerang Selatan Tahun Ajaran 2009/2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian The Post-test Only Control Group Design. Subyek penelitian ini adalah 60 siswa yang terdiri dari 30 siswa untuk masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik

(6)

ABSTRACT

YETI NURHAYATI (105017000487), “The Effect of Problem Solving Approach Working Backward Strategy to Students mathematics learning outcomes”. Thesis for Math Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, January 2010.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini

merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika

pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat

terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak

sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan

Matematika.

4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, selaku pembimbing I dan Ibu Tita Khalis Maryati,

S.Si, M.Kom, selaku pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan

pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, selaku penasihat akademik yang selalu memberikan

bimbingan dan nasihat kepada penulis selama proses perkuliahan.

6. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Pendidikan Matematika.

7. Bapak Drs. H. Antasa, selaku kepala SMP Negeri 5 Kota Tangerang Selatan

yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

8. Bapak Andi Suharjono, S.Pd dan Ibu Asri Budiarti, S.Pd, selaku guru pamong

tempat penulis mengadakan penelitian.

9. Ayahanda dan ibunda tercinta yang senantiasa memberikan dukungan moril

dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Kakak dan adikku tercinta yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan

(8)

11. Siswa dan siswi kelas VII SMP Negeri 5 Kota Tangerang Selatan, khususnya

kelas VII-2 dan VII-3 yang telah bersikap kooperatif selama penulis

mengadakan penelitian.

12. Teman-teman ku tercinta, mahasiswa dan mahasiswi jurusan pendidikan

matematika angkatan 2005, semoga kebersamaan kita menjadi kenangan

terindah untuk menggapai kesuksesan dimasa mendatang.

13. Teman-teman seperjuanganku, Roslani Supinah, Dhini Kusumawati, Siti

Latifah, Ida Farihah dan Riesky Murniyati, yang selalu memberikan motivasi

dan saling bertukar informasi selama penulisan skripsi ini. Semoga kita bisa

wisuda bersama-sama.

14. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi

serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik

yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran

yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu

pengetahuan. Amin.

Jakarta, Januari 2010

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II DESKRIPSI TEORITIK DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 8

A. Deskripsi Teoritik... 8

1. Hasil Belajar Matematika... 8

a. Pengertian Belajar ... 8

b. Pengertian Matematika... 10

c. Belajar Matematika ... 12

d. Hasil Belajar Matematika... 13

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika... 19

2. Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika ... 19

(10)

b. Pemecahan Masalah ... 21

c. Strategi Pemecahan Masalah ... 21

3. StrategiWorking Backward... 25

4. Pendekatan Konvensional ... 31

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 34

C. Kerangka Berpikir... 35

D. Hipotesis Penelitian... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

B. Metode dan Desain Penelitian... 38

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 39

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 40

1. Variabel yang Diteliti... 40

2. Sumber Data... 40

3. Instrumen Penelitian... 40

4. Uji Instrumen Tes Penelitian... 41

a. Uji Validitas ... 41

b. Uji Reliabilitas ... 42

c. Taraf Kesukaran Butir Soal... 43

d. Daya Pembeda Butir Soal ... 44

E. Teknik Analisis Data... 45

1. Uji Normalitas... 45

2. Uji Homogenitas ... 46

3. Uji Hipotesis ... 47

F. Hipotesis Statistik ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Deskripsi Data... 50

1. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelompok Eksperimen ... 50

(11)

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 55

1. Uji Normalitas... 55

a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 55

b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol... 56

2. Uji Homogenitas ... 56

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan... 57

1. Pengujian Hipotesis... 57

2. Pembahasan... 58

D. Keterbatasan Penelitian... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Pendekatan Pemecahan Masalah Strategi Working

[image:12.595.112.513.202.561.2]

Bbackwarddengan Pendekatan Konvensional ... 33

Tabel 2. Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran ... 43

Tabel 3. Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 44

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen... 51

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Kontrol. 53 Tabel 6. Perbandingan Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 55

Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 56

Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas... 57

(13)
[image:13.595.111.512.180.564.2]

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Enam Jenjang berpikir pada ranah kognitif ... 14

Gambar 2. Kerangka Berpikir... 37

Gambar 3. Desain Penelitian... 39

Gambar 4. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar

Matematika Kelompok Eksperimen... 52

Gambar 5. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 69

Lampiran 2. Lembar Kerja Siswa (LKS)... 89

Lampiran 3. Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes ... 106

Lampiran 4. Uji Coba Instrumen Tes ... 108

Lampiran 5. Kisi-kisi Instrumen Tes ... 110

Lampiran 6. Instrumen Tes... 112

Lampiran 7. Kunci Jawaban Instrumen Tes ... 114

Lampiran 8. Hasil Prapenelitian ... 121

Lampiran 9. Uji Validitas ... 122

Lampiran 10. Uji Reliabilitas ... 123

Lampiran 11. Uji Taraf Kesukaran... 124

Lampiran 12. Uji Daya Pembeda Butir Soal ... 125

Lampiran 13. Perhitungan Uji Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda... 126

Lampiran 14. Skor Hasil Belajar Matematika ... 128

Lampiran 15. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan, dan Kurtosis Kelompok Eksperimen... 129

Lampiran 16. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan, dan Kurtosis Kelompok Kontrol ... 133

Lampiran 17. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 137

Lampiran 18. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 139

Lampiran 19. Perhitungan Uji Homogenitas ... 141

Lampiran 20. Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 142

Lampiran 21. Hasil Wawancara Pra Penelitian ... 144

Lampiran 22. Hasil Wawancara Siswa... 147

(15)

Lampiran 24. Luas Kurva Di Bawah Normal... 152

Lampiran 25. Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 153

Lampiran 26. Nilai Kritis Distribusi F... 155

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Prestasi matematika siswa Indonesia dalam kejuaraan Internasional

semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan berhasilnya siswa Indonesia

meraih beberapa peringkat kejuaraan, seperti meraih lima predikat first class honour (setara dengan medali emas) dan dua predikat second class honour

(setara dengan medali perak) pada Primary Mathematics World Contest

(PMWC) 2008 yang berlangsung di Hongkong1, meraih satu medali perak dan

dua perunggu serta dua penghargaan honorable mention pada International Mathematics Olympiad (IMO) 2008 yang berlangsung di Madrid2, serta meraih sepuluh medali emas, sembilan perak, lima perunggu dan peringkat

juara umum padaWizard at Mathematic International Competition(WIZMIC) 2009 yang berlangsung di Lucknow, India3.

Seluruh prestasi yang diraih siswa Indonesia tersebut patut disyukuri

dan menjadi suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Namun, prestasi

tersebut adalah prestasi individual yang tak mencerminkan prestasi siswa

Indonesia seluruhnya. Pada kenyataannya, secara kolektif prestasi matematika

siswa Indonesia masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan hasil studi TIMSS

tahun 2007 untuk siswa kelas VIII, menempatkan siswa Indonesia pada urutan

ke-36 dari 49 negara dengan nilai rata-rata untuk kemampuan matematika

secara umum adalah 397. Nilai tersebut masih jauh dari standar minimal nilai

rata-rata kemampuan matematika yang ditetapkan TIMSS yaitu 500. Prestasi

1

Suyanto, “Prestasi Siswa SD RI di Kompetisi Dunia Bertambah”, dari http://www.jurnalnet.com/konten.php?nama=BeritaUtama&op=cetak, 30 Oktober 2009, 14:05 WIB.

2

.Redaksi, “Prestasi Tim Olimpiade Matematika Indonesia”, dari http://www.kompas.com/printnews/xml/2008/07/24/07093180/presta..., 30 Oktober 2009, 14: 29 WIB.

3

(17)

siswa Indonesia ini berada dibawah siswa Malaysia dan Singapura. Siswa

Malaysia memperoleh nilai rata-rata 474 dan Singapura memperoleh nilai

rata-rata 593.4 Skala matematika TIMSS-Benchmark International

menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada peringkat bawah, Malaysia

pada peringkat tengah, dan Singapura berada pada peringkat atas. Padahal jam

pelajaran matematika di Indonesia 136 jam untuk kelas VIII, lebih banyak

dibanding Malaysia yang hanya 123 jam dan Singapura 124 jam.5 Hal ini

menunjukkan bahwa waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak

sebanding dengan prestasi yang diraih.

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dipelajari di

seluruh jenjang pendidikan. Cornelius mengemukakan lima alasan perlunya

belajar matematika, yaitu karena matematika merupakan sarana berpikir yang

jelas dan logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari,

sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana

untuk mengembangkan kreativitas, dan sarana untuk meningkatkan kesadaran

terhadap perkembangan budaya.6 Kelima alasan tersebut menunjukkan

banyaknya manfaat yang akan diperoleh setelah mempelajari matematika.

Tetapi pada kenyataannya matematika sering dianggap oleh siswa sebagai

mata pelajaran yang sulit bahkan menakutkan sehingga menyebabkan hasil

belajar matematika kurang memuaskan.

Rendahnya hasil belajar matematika siswa juga terjadi pada siswa

kelas VII SMP Negeri 5 Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil observasi

langsung, dari dua kelas yang dijadikan sampel diperoleh nilai rata-rata

ulangan matematika siswa pada pokok bahasan bilangan masing-masing

sebesar 49,40 dan 50,07. Hasil wawancara dengan guru bidang studi

matematika pun menyebutkan bahwa masih banyak kesulitan-kesulitan yang

dihadapi dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah jumlah siswa

4

Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 17 Oktober 2009, 5:37 WIB, h. 38.

5

Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007…, h. 195.

6

(18)

yang terlalu banyak dan beban materi yang terlalu banyak dengan waktu yang

terbatas. Hal ini menyebabkan pembelajaran cenderung berpusat pada guru

(teacher centered). Pada pembelajaran seperti ini siswa cenderung pasif, hanya mendengarkan penjelasan guru, menghafalkan rumus, lalu

memperbanyak latihan soal dengan menggunakan rumus yang sudah

dihafalkan. Konsekuensinya adalah kemampuan pemahaman konsep

matematika siswa menjadi rendah dan bila siswa diberikan suatu

permasalahan yang konteksnya berbeda dengan soal latihan, maka siswa akan

mengalami kesulitan.

Pada dasarnya keberhasilan belajar siswa tidak hanya dipengaruhi oleh

faktor siswa saja, seperti yang dikemukakan oleh Ruseffendi, bahwa terdapat

dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Pertama, faktor

dari dalam yaitu kecerdasan, kesiapan, bakat, kemauan belajar dan minat

siswa. Kedua, faktor luar yang meliputi model penyajian materi, pribadi guru,

suasana belajar, kompetensi dan kondisi luar.7

Dari beberapa faktor yang dikemukakan, faktor kompetensi guru

memiliki peranan yang cukup besar dalam penyelenggaraan pembelajaran.

Guru hendaknya memilih pendekatan pembelajaran yang dapat mengantarkan

kepada tujuan yang ingin dicapai dan dapat merangsang partisipasi aktif dari

siswa, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 125:

                      ...

Artinya: ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (Q.S.

An-Nahl: 125)

Pada ayat tersebut mengandung tiga hal pokok yang berkaitan dengan

mengajar yang baik, pertama guru bersikap bijaksana dalam menyampaikan

bahan ajaran kepada murid. Kedua, guru menggunakan cara yang baik dan

7

(19)

tepat dalam menyampaikan ajarannya yang dapat mengantarkan kepada tujuan

yang ingin dicapai, dan yang ketiga, guru membina sikap aktif siswa dalam

kegiatan pembelajarannya.

Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006,

tujuan pembelajaran matematika yang ingin dicapai adalah meningkatkan

kecakapan atau kemahiran matematika, yang meliputi pemahaman konsep,

penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah. Ketiga aspek kecakapan

atau kemahiran matematika tersebut dikembangkan sebagai hasil belajar

dalam KTSP.

Menurut Polya dalam bukunya yang berjudul The Goals of Mathematical Education, To understand mathematics means able to do mathematics. And what does it mean doing mathematics? In the first place it means to be able to solve mathematical problems. Artinya, memahami matematika berarti mampu untuk bekerja secara matematik. Dan bagaimana

kita bisa bekerja secara matematik? Yang paling utama adalah dapat

menyelesaikan masalah-masalah matematika.8 Dengan demikian pemecahan

masalah matematika merupakan salah satu aspek penting yang perlu

dikembangkan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Untuk memperoleh hasil belajar matematika yang baik diperlukan

suatu pembelajaran yang merangsang partisipasi aktif dari siswa. Dalam hal

ini siswa diberi kesempatan untuk memahami matematika dan keterkaitannya,

sedangkan guru memberikan masalah yang dapat memancing siswa

menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki dalam

memecahkan suatu masalah. Pembelajaran seperti itu dapat diperoleh dengan

menerapkan pendekatan pemecahan masalah.

Dalam pemecahan masalah, ada masalah yang dapat didekati dengan

menggunakan suatu himpunan operasi spesifik, prosedur langkah demi

langkah untuk menyelesaikan masalah tersebut disebut algoritma.

8

George Polya,The Goal of Mathematical Educationdalam Dave Moursund,

(20)

Menggunakan algoritma sangat efektif karena dijamin memperoleh solusi.

Namun, tidak semua masalah dapat dipecahkan dengan algoritma. Dalam

situasi seperti itu, orang menggunakan strategi pemecahan masalah yang lain.

Salah satu strategi dalam pendekatan pemecahan masalah yang mungkin

diperkenalkan pada anak usia sekolah adalah strategiworking backward. Working backwardmerupakan suatu proses dalam pemecahan masalah dengan memulai dari tujuan kemudian bekerja terbalik kepada informasi yang

diberikan (Start from the goal, and work backwards to the given).9 Dalam masalah lain bekerja terbalik dari jawaban. Proses bekerja terbalik disini

adalah dengan mencari informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan

melalui informasi yang diberikan, jika hal ini belum dapat dilakukan, maka

dicari kembali informasi yang mengakibatkan informasi sebelumnya dari

masalah yang diberikan, jika belum dapat dilakukan juga maka dilakukan hal

yang sama dan begitu seterusnya hingga semua informasi yang dibutuhkan

diperoleh. Dengan mengetahui informasi yang dibutuhkan untuk mencapai

tujuan, maka masalah akan terlihat lebih jelas sehingga masalah akan lebih

mudah untuk diselesaikan.

Strategi working backward sangat berkaitan erat dengan kemampuan penalaran logis (logical reasoning) dan pembuktian (proof) pada sekolah menengah.10 Hal ini sejalan dengan penilaian pembelajaran matematika yang

menilai proses dan hasil berpikir siswa dari segi kelogisan, kecermatan,

efisiensi, dan ketepatan (efektivitas).11 Sehubungan dengan itu, maka

pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan pemecahan

masalah strategi working backward dapat dikaitkan dengan hasil belajar matematika siswa. Untuk mengetahui pengaruh pendekatan pemecahan

9

Knud van Eeden, “Problem solving: Method: Working backwards: What is the 'working backward from solution' method?”, dari

www.faqts.com/knowledge_base/view.phtml/aid/25417/fid/1242, 21 Juni 2009, 10:37 WIB.

10

“Problem Solving Strategies – Teacher Notes”, dari

http://www.saskschool.ca/curr_content/mathcatch/problem_solve/str..., 18 Agustus 2009, 19:27 WIB.

11

(21)

masalah strategi working backward terhadap hasil belajar matematika siswa, diperlukan penelitian lebih lanjut. Untuk itulah penulis memilih judul skripsi

yaitu, ”Pengaruh Pendekatan Pemecahan Masalah Strategi Working BackwardTerhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Dari apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka

timbul berbagai macam permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai

berikut:

1. Prestasi matematika siswa yang diraih tidak sebanding dengan waktu yang

dihabiskan untuk mempelajari matematika di sekolah.

2. Siswa beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit.

3. Rendahnya pemahaman konsep matematika siswa.

4. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

5. Rendahnya hasil belajar matematika siswa.

6. Pembelajaran matematika masih cenderung berpusat pada guru.

C. Pembatasan Masalah

Dengan banyaknya permasalahan yang muncul dalam identifikasi

masalah, penulis dalam hal ini membatasi permasalahan yang hendak diteliti

pada poin kelima yaitu rendahnya hasil belajar matematika siswa, khususnya

siswa kelas VII di SMP Negeri 5 Kota Tangerang Selatan. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut akan diterapkan salah satu strategi dalam pendekatan

pemecahan masalah, yaitu strategi pemecahan masalah working backward.

Hasil belajar matematika pada penelitian ini dibatasi hanya pada aspek

kognitif yang diambil dari hasil tes instrumen penelitian yang dibuat oleh

penulis setelah memberikan materi dengan menggunakan pendekatan

pemecahan masalah strategi working backward. Adapun pokok bahasan matematika yang akan dijadikan penelitian adalah persamaan linear satu

(22)

D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut, Apakah pendekatan pemecahan masalah strategi working backward berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan pemecahan masalah strategi

working backwardterhadap hasil belajar matematika siswa.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini diantaranya adalah:

1. Bagi penulis, dari hasil penelitian ini penulis dapat menambah wawasan

ilmu pengetahuan dan dapat memberikan sumbangsih terhadap khazanah

ilmu pengetahuan.

2. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan motivasi

belajar matematika, mengatasi kesulitan dan kejenuhan dalam belajar

matematika, melatih dan mengembangkan kemampuan penalaran serta

keterampilan pemecahan masalah matematika

3. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah

satu alternatif strategi pembelajaran matematika yang dapat diterapkan

untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dan hasil belajar matematika

siswa.

4. Bagi sekolah, hasil penelitian diharapkan akan memberikan sumbangan

yang baik pada sekolah dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu

pendidikan.

5. Bagi pembaca, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan suatu kajian

(23)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kajian Teoritis

1. Hasil Belajar Matematika

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur

yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan

jenjang pendidikan. Oleh karenanya, pemahaman yang benar

mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya

mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para guru. Berikut

dipaparkan beberapa definisi belajar yang diungkapkan oleh para ahli.

Hilgard dan Bower, Morgan, James O. Wittaker, Cronbach,

Howard L. Kingsley, Gage, Chaplin, Hintzman, Wittig, T. Jersild,

Henry E. Garret, Fontana, Good dan Brophy adalah beberapa ahli yang

mendefinisikan belajar dengan menitikberatkan pada perubahan

tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman atau latihan. Secara lebih

spesifik, Morgan, dalam bukunya Introduction to Psychology

mengemukakan: Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap

dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau

pengalaman.12

Skinner dalam bukunya Educational Psychology: The

Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara

progresif.13 Sedangkan Lester D. Crow dan James L. Mursell

menitikberatkan definisi belajar sebagai upaya individu untuk

12

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. XXIII, h. 84.

13

(24)

memperoleh sendiri kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan

sikap-sikap. Secara spesifik mereka mendefinisikan belajar sebagai berikut.

Lester D. Crow mengemukakan belajar ialah upaya untuk memperoleh

kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap.14James L. Mursell

mengemukakan belajar ialah upaya yang dilakukan dengan mengalami

sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri.15

Dari uraian definisi belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah proses perubahan tingkah laku (dari belum mampu

menjadi sudah mampu, dari belum tahu menjadi tahu) individu yang

relatif menetap sebagai hasil pengalaman atau latihan. Proses belajar

bersifat internal dan unik dalam diri individu.

Diantara ciri-ciri yang menunjukkan bahwa seorang telah

melakukan kegiatan belajar dapat ditandai dengan adanya:16

1) Perubahan tingkah laku yang aktual atau potensial.

Aktual berarti perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai

hasil belajar itu nyata atau dapat dilihat seperti: hasil belajar

keterampilan motorik (psikomotorik), misalnya siswa dapat

menulis, membaca dan lain sebagainya, dan juga hsil belajar

kognitif seperti pengetahuan fakta atau ingatan, pemahaman dan

aplikasi.

Sedangkan perubahan potensial berarti perubahan tingkah laku

sebagai hasil belajar yang tidak dapat dilihat perubahannya secara

nyata, perubahnnya hanya dapat dirasakan oleh orang yang belajar

saja, seperti hasil belajar afektif (penghargaan, keyakinan dan lain

sebagainya), juga hasil belajar kognitif: tinggi pengetahuan atau

kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi.

14

Syaiful Sagala,Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2008), Cet. VI, h. 13.

15

Syaiful Sagala,Konsep dan..., h. 13.

16

(25)

2) Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar di atas bagi individu

merupakan kemampuan baru dalam berbagai bidang kognitif,

afektif atau psikomotorik, yaitu sebagai kemampuan yang

betul-betul baru diperoleh sebagai kemampuan dari hasil perbaikan atau

peningkatan dari kemampuan sebelumnya. Dan kemampuan hasil

belajar itu sifatnya relatif menetap atau tidak segera lenyap.

3) Adanya usaha atau aktivitas yang sengaja dilakukan oleh orang

yang belajar dengan pengalaman (memperhatikan, mengamati,

memikirkan, merasakan, menghayati, dan lain sebagainya) atau

dengan latihan (melatih dan menirukan).

b. Pengertian Matematika

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dipelajari

di seluruh jenjang pendidikan dan memiliki banyak manfaat dalam

kehidupan sehari-hari. Matematika berasal dari bahasa latin mathema

(pengetahuan atau ilmu) atau manthanein yang berarti belajar (berpikir) atau ‘hal yang dipelajari’, sedang dalam bahasa Belanda

disebut wiskunde atau ilmu pasti. Jadi, secara epistimologi istilah matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan

bernalar.17

Johnson dan Myklebust, Lerner, Kline adalah beberapa ahli

yang menitikberatkan matematika sebagai bahasa simbolis. Secara

lebih spesifik Johnson dan Myklebust mengemukakan bahwa

matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk

mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan

sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.18

Menurut Paling, ide manusia tentang matematika berbeda-beda,

tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing.

Selanjutnya, Paling mengemukakan bahwa,

17

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,(Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), h. 18.

18

(26)

matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.19

NRC (National Research Council) di Amerika Serikat menyatakan dengan singkat bahwa: “Mathematics is a science of patterns and order.”20 Artinya, matematika adalah ilmu yang membahas pola atau keteraturan (pattern) dan tingkatan (order). Sedangkan, De Lange menyatakan lebih terinci:

Mathematics could be seen as the language that describes patterns – both patterns in nature and patterns invented by the human mind. Those patterns can either be real or imagined, visual or mental, static or dynamic, qualitative or quantitative, purely utilitarian or of little more than recreational interest. They can arise from the world around us, from depth of space and time, or from the inner workings of the human mind.21

Artinya matematika dapat dilihat sebagai bahasa yang

menjelaskan tentang pola – baik pola di alam dan maupun pola yang

ditemukan melalui pikiran. Pola-pola tersebut bisa berbentuk real

(nyata) maupun berbentuk imajinasi, dapat dilihat atau dapat dalam

bentuk mental, statis atau dinamis, kualitatif atau kuantitatif, asli

berkait dengan kehidupan nyata sehari-hari atau tidak lebih dari hanya

sekedar untuk keperluan rekreasi. Hal-hal tersebut dapat muncul dari

lingkungan sekitar, dari kedalaman ruang dan waktu, atau dari hasil

pekerjaan pikiran insani.

Dari beberapa pendapat di atas, secara umum dapat

disimpulkan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis yang

19

Mulyono Abdurrahman,Pendidikan Bagi..., h. 252.

20

Fadjar Shadiq, “Apa dan Mengapa Matematika Begitu Penting”, dari

www.fadjarp3g.files.wordpress.com , 1 Februari 2009, 10:01 WIB, h. 6.

21

(27)

mengekspresikan hubungan antara pola-pola, baik pola di alam,

maupun pola yang ditemukan melalui proses berpikir.

c. Belajar Matematika

Dalam belajar matematika ada dua obyek yang dapat diperoleh

siswa, obyek langsung dan objek tidak langsung.22 Obyek tidak

langsung antara lain ialah kemampuan menyelidiki dan memecahkan

masalah, mandiri (belajar, bekerja, dan lain-lain), bersikap positif

terhadap matematika, dan mengetahui bagaimana semestinya belajar.

Objek langsung ialah fakta, keterampilan, konsep dan aturan

(principle).

1) Fakta. Contoh fakta ialah angka/ lambang bilangan, sudut, ruas

garis, symbol, notasi.

2) Keterampilan. Keterampilan adalah kemampuan memberikan

jawaban yang benar dan cepat. Misalnya membagi sebuah ruas

garis menjadi 2 buah ruas garis yang sama panjang, melakukan

pembagian cara singkat, membagi bilangan dengan pecahan,

menjumlahkan pecahan, membagi pecahan decimal.

3) Konsep. Adalah ide abstrak yang memungkinkan kita

mengelompokkan benda-benda (obyek) ke dalam contoh dan non

contoh. Contoh suatu konsep ialah garis lurus. Dengan adanya

konsep itu memungkinkan kita untuk memisahkan obyek-obyek;

apakah obyek itu garis lurus atau bukan.

4) Aturan (principle). Aturan ialah obyek yang paling abstrak. Aturan ini dapat berupa sifat, dalil atau teori. Contoh aturan ialah, “dua

buah segitiga sama dan sebangun bila dua sisi yang seletak dan

sudut apitnya kongruen”.

22

(28)

Jerome Bruner mengemukakan bahwa belajar matematika

adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur serta

keterkaitan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut.

Belajar matematika merupakan pembentukan pola pikir dalam

pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu

hubungan di antara pengertian-pengertian itu.23

Dari pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa belajar

matematika adalah belajar yang cenderung melatih dan membimbing

siswa yang mengarah pada kemampuan di bidang kognitif, yaitu

berkenaan dengan berpikir, mengetahui, memahami, bernalar dan

memecahkan masalah.

d. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar merupakan salah satu hal yang dijadikan pusat

perhatian dalam dunia pendidikan karena hasil belajar menentukan

tingkat keberhasilan dari proses belajar mengajar. Menurut Mulyono

Abdurrahman, hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak

setelah melalui kegiatan belajar.24 Pengertian tersebut senada dengan

pendapat Nana Sudjana yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya.25

Menurut A. J. Romiszowski, hasil belajar merupakan keluaran

(outputs) dari suatu sistem pemrosesan masukan (inputs)26. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan

keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance). Menurut Romiszowski, perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar

telah terjadi; dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua

23

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika,Strategi Pembelajaran..., h. 55.

24

Mulyono Abdurrahman,Pendidikan Bagi..., h. 37.

25

Nana Sudjana,Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), Cet.XIII, h. 22.

26

(29)

Pengetahuan Pemahaman

Penerapan Analisis

Sintesis Penilaian

Comprehension Aplication

Analysis Synthesis Evaluation

Knowledge macam saja, yaitu pengetahuan dan keterampilan27. Pengetahuan

terdiri dari empat kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta, (2)

pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, dan

(4) pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri dari empat

kategori, yaitu (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan

kognitif, (2) keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik,

(3) keterampilan bereaksi atau bersikap, dan (4) keterampilan

berinteraksi.

Perubahan tingkah laku yang didapat setelah proses belajar,

menurut Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan harus senantiasa

mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang

melekat pada diri peserta didik, yaitu:28

1) Ranah kognitif (al-Nahiyah al-Fikriyah)

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental

(otak). Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir,

mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.

Keenam jenjang tersebut adalah: (1) Pengetahuan/ hafalan/ ingatan

(knowledge), (2) Pemahaman (comprehension), (3) Penerapan (application), (4) Analisis (analysis), (5) Sintesis (synthesis) dan (6) Penilaian (evaluation).

[image:29.595.109.514.85.683.2]

(Sumber : Anas Sudijono 2003: 53)

Gambar 1. Enam Jenjang Berpikir pada Ranah Kognitif

27

Mulyono Abdurahman,Pendidikan Bagi…, h. 38.

28

(30)

Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa

mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau

ingatan ini merupakan proses berpikir yang paling rendah.

Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui

dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang

sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik

dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan

atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan

kata-katanya sendiri.

Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum,

tatacara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus,

teori-teori, dan sebagainya, dalam situasi baru dan konkret.

Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian

yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara

bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan yang lain.

Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Analisis merupakan

suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara

logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang terstruktur atau

berbentuk pola baru.

Penilaian (evaluation) adalah jenjang berpikir yang paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penilaian

atau evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat

(31)

2) Ranah Afektif (al-Nahiyah al-Mauqifiyah)

Taksonomi untuk daerah afektif mula-mula dikembangkan oleh

David R. Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam buku yang

berjudul Taxonomy of Educational Objectives: Afective Domain.

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.

Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan

perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif

tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta

didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif ini oleh Krathwohl

dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi kedalam lima

jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4)

organization, dan (5)characterization by a value or value complex. Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus)

dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi,

gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah

kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan

menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.

Receiving atau attending juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada

tahap ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima

nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan

diri kedalam nilai itu atau mengidentikkan diri dengan nilai itu.

Responding(menanggapi) mengandung arti adanya partisispasi aktif. Kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh

seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam

fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu

cara.

Valuing (menilai atau menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap

(32)

dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Dalam

kaitan dengan proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya

mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan

untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila

sesuatu ajaran telah mampu mereka nilai dan mereka telah mampu

untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta

didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu telah mulai dicamkan

(internalized) dalam dirinya. Dengan demikian maka nilai tersebut telah stabil dalam diri peserta didik.

Organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang

lebih universal, yang membawa kepada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam

satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai

dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah

dimilikinya.

Characterization by a value or value complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua

sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola

kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah

menempati tingkat tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Nilai itu telah

tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi

emosinya. Ini merupakan tingkat afektif tertinggi karena sikap batin

peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah

lakunya untuk waktu yang cukup lama, sehingga membentuk

karakteristik “pola hidup”; tingkah lakunya menetap, konsisten dan

dapat diramalkan.

3) Ranah Psikomotor (Nahiyah al-harakah)

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan

(33)

menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor

dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil

belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini

sebenarnya merupakan kelanjutan hasil belajar kognitif dan afektif.

Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor

apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan

tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif

dan afektifnya.

Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitif merupakan yang

paling banyak dinilai oleh guru di sekolah karena berkaitan dengan

kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Menurut

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, ketercapaian hasil belajar

dapat dikategorikan menjadi beberapa kriteria, yaitu:29

a) Istimewa/maksimal : apabila seluruh bahan pelajaran yang

diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

b) Baik sekali/optimal : apabila sebagian besar (76% s.d. 99%)

bahan pelajaran yang diajarkan dapat

dikuasai oleh siswa.

c) Baik/minimal : apabila bahan pelajaran yang diajarkan

hanya 60% s.d. 75% saja dikuasai oleh

siswa.

d) Kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan

kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan yang dihasilkan dari proses perubahan

tingkah sehingga menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan yang mereka miliki. Sedangkan hasil belajar matematika

adalah kemampuan yang dihasilkan dari proses perubahan tingkah

29

(34)

laku sehingga menghasilkan perubahan pengetahuan matematika serta

ide dasar, aturan-aturan, dan prinsip-prinsip matematika dengan tujuan

siswa dapat membuat generalisasi terhadap matematika.

e. Faktor-faktor

Yang

Mempengaruhi

Hasil

Belajar

Matematika

Menurut Ruseffendi, faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu:30

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), meliputi kecerdasan,

kesiapan belajar, bakat, kemauan belajar, dan minat.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), meliputi model penyajian

materi, pribadi guru, suasana belajar, kompetensi guru, dan kondisi

luar

2. Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika

a. Masalah Matematika

Setiap hari bahkan setiap saat manusia dihadapkan pada

berbagai masalah yang menuntut penyelesaiannya, mulai dari masalah

sederhana sampai masalah yang rumit dan kadang-kadang

pemecahannya tidak dapat diperoleh dengan segera. Krulik dan Rudnik

mendefinisikan masalah secara formal sebagai berikut: ”A problem is a situation, quantitatif or otherwise, that confront an individual or group of individuals, that requires resolution, and for which the individual sees no apparent path to the solution.”31 Definisi tersebut menjelaskan bahwa masalah adalah suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang atau

kelompok yang memerlukan suatu pemecahan tetapi individu atau

30 30

Ruseffendi,Pengantar Kepada..., h.9-12.

31

(35)

kelompok tersebut tidak memiliki cara yang langsung dapat

menentukan solusinya.

Webster mendefinisikan masalah sebagai berikut:32

Definition 1: in mathematics, anything required to be done, or requiring the doing of something.

Definition 2: a question… that is perplexing or difficult.

Dari definisi pertama dapat dikatakan bahwa masalah dalam

matematika adalah segala sesuatu yang memerlukan pengerjaan atau

dengan kata lain segala sesuatu yang memerlukan pemecahan.

Sedangkan dari definisi kedua, masalah merupakan pertanyaan yang

membingungkan atau sulit.

Menurut Ruseffendi, masalah dalam matematika adalah sesuatu

persoalan yang mampu diselesaikan tanpa menggunakan cara atau

algoritma yang rutin.33 Selanjutnya Ruseffendi mengemukakan bahwa

suatu persoalan itu merupakan suatu masalah bagi seseorang, pertama

bila soal itu tidak dikenalnya, maksudnya ialah siswa belum memiliki

prosedur atau algoritma tertentu untuk menyelesaikannya. Kedua ialah

siswa harus mampu menyelesaikannya, baik secara mentalnya maupun

kesiapan pengetahuannya, terlepas dari apakah akhirnya siswa sampai

atau tidak kepada jawabannya. Ketiga, sesuatu itu merupakan

pemecahan masalah baginya, bila siswa ada niat menyelesaikannya.34

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

masalah matematika adalah sesuatu persoalan yang memerlukan

pemecahan tanpa harus menggunakan cara atau algoritma yang rutin.

Suatu masalah dapat dipandang sebagai “masalah”, merupakan hal

yang sangat relatif. Suatu soal yang dianggap masalah bagi seseorang,

bagi orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka.

32

Alan H. Schoenfeld, ”Learning To Think Mathematically: Problem Solving, Metacognition, and sense-making In Mathematics”, dari http://gse.berkeley.edu/faculty/ ahschoenfeld/Schoenfeld_MathThinking.pdf, 21 Juni 2009, 10: 37 WIB, h.10.

33

Ruseffendi,Pengantar Kepada..., h.335.

34

(36)

b. Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah merupakan bagian yang sangat penting,

bahkan paling penting dalam belajar matematika. Krulik dan Rudnik

mendefinisikan pemecahan masalah sebagai berikut: ”it (problem solving) is the mean which an individual uses previously acquired knowledge, skill, and understanding to satisfy the demand of an unfamiliar situation”.35 Dari definisi tersebut pemecahan masalah adalah suatu usaha individu menggunakan pengetahuan, keterampilan,

dan pemahamannya untuk menemukan solusi dari suatu masalah.

Sedangkan menurut Dahar, kegiatan pemecahan masalah merupakan

kegiatan manusia dalam menerapkan konsep-konsep dan aturan-aturan

yang diperoleh sebelumnya. Dalam pembelajaran matematika, istilah

tersebut dapat diinterpretasikan sebagai menyelesaikan soal cerita atau

soal yang tidak rutin dan mengaplikasikan matematika dalam

kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan urain tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pemecahan masalah merupakan suatu upaya untuk menemukan

penyelesaian dari suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan,

keterampilan, dan pemahaman yang telah dimiliki.

c. Strategi Pemecahan Masalah

Berbicara pemecahan masalah tidak bisa dilepaskan dari tokoh

utamanya yaitu George Polya. Dalam pemecahan suatu masalah

terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu:36

1) Memahami masalah

Pada langkah ini, para pemecah masalah (siswa) harus dapat

menentukan dengan jeli apa yang diketahui dan apa yang

ditanyakan. Namun, yang perlu diingat, kemampuan otak manusia

35

Stephen Krulik dan Jesse A.Rudnik,Problem Solving, h. 5.

36

(37)

sangatlah terbatas, sehingga hal-hal penting hendaknya dicatat,

dibuat tabelnya, ataupun dibuat sketsa grafiknya.

2) Merencanakan pemecahannya

Pada tahap ini suatu masalah yang berbentuk soal cerita dibuat

model matematikanya (jika diperlukan), membuat beberapa

alternatif pemecahan, dan menyusun prosedur kerja untuk

dipergunakan dalam memecahkan masalah. Ada banyak cara atau

strategi untuk menyelesaikan suatu masalah. Jika seseorang telah

menguasai berbagai cara untuk menyelesaikan suatu masalah maka

ia akan semakin terampil dalam menentukan strategi yang tepat

dan cepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Beberapa strategi pemecahan masalah yang mungkin

diperkenalkan pada anak usia sekolah antara lain:37

a) Mencoba-coba

Strategi ini biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran

umum pemecahan masalahnya dengan mencoba-coba (trial and error). Proses mencoba-coba ini tidak akan selalu berhasil, adakalanya gagal. Karenanya, proses mencoba-coba dengan

suatu analisis yang tajamlah yang sangat dibutuhkan pada

penggunaan strategi ini.

b) Membuat diagram

Strategi ini berkaitan erat dengan pembuatan sket atau gambar

untuk mempermudah memahami masalahnya dan

mempermudah mendapatkan gambaran umum

penyelesaiannya. Dengan strategi ini, hal-hal yang diketahui

tidak hanya dibayangkan di dalam otak saja namun dapat

dituangkan ke atas kertas.

37

(38)

c) Mencobakan pada soal yang lebih sederhana

Strategi ini terkait dengan penggunaan contoh-contoh khusus

yang lebih mudah dan lebih sederhana, sehingga gambaran

umum penyelesaian masalahnya akan lebih mudah dianalisis

dan akan lebih mudah ditemukan.

d) Membuat tabel

Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis

permasalahan dengan cara mengorganisir data ke dalam sebuah

tabel.

e) Menemukan pola

Strategi ini terkait dengan pencarian keteraturan-keteraturan.

Dengan keteraturan yang sudah didapatkan tersebut akan lebih

memudahkan kita untuk menemukan penyelesaian masalahnya.

f) Memecah Tujuan

Strategi ini terkait dengan pemecahan tujuan umum yang

hendak dicapai menjadi satu atau beberapa tujuan bagian.

Tujuan bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk

mencapai tujuan yang sesungguhnya.

g) Berpikir logis

Strategi ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun

penarikan kesimpulan yang sah atau valid dari berbagai

informasi atau data yang ada.

h) Memperhitungkan setiap kemungkinan

Strategi ini terkait dengan penggunaan aturan-aturan selama

proses pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat

dipastikan tidak akan ada satu pun alternatif yang terabaikan.

i) Working backward(bekerja mundur)

Strategi ini mendorong siswa untuk melihat informasi terakhir

yang diberikan, dan kemudian secara sistematis berangkat dari

informasi itu ke informasi sebelumnya. Demikian secara

[image:38.595.110.514.105.777.2]
(39)

j) Mengabaikan hal yang tidak mungkin

Dari berbagai alternatif yang ada, informasi yang sudah

jelas-jelas tidak diperlukan agar dicoret/diabaikan sehingga perhatian

dapat tercurah sepenuhnya untuk hal-hal yang sersisa dan

masih mungkin.

3) Menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana

Setelah menentukan strategi apa yang cocok untuk penyelesaian

suatu masalah, langkah selanjutnya adalah mencari solusi dari

permasalahan tersebut sesuai dengan strategi yang direncanakan.

4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).

Pada tahap ini dilakukan interpretasi jawaban melalui perwujudan

kembali, memeriksa jawaban dan permasalahannya, serta

mengevaluasi langkah-langkah pengerjaan secara keseluruhan.

Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu

kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

3. Strategi

Working Backward

Secara harfiah, kata strategi dapat diartikan sebagai seni (art), melaksanakan,stragemyakni siasat atau rencana (McLeod, 1989). Banyak padanan kata strategi dalam bahasa Inggris, dan yang dianggap relevan

dengan pembahasan ini ialah kata approach (pendekatan) dan kata

procedure(tahapan kegiatan).38

Dalam perspektif psikologi, kata strategi yang berasal dari bahasa

Yunani itu, berarti rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat

langkah-langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan (Reber, 1988).

Seorang pakar psikologi pendidikan Australia, Michael J. Lawson (1991)

mengartikan strategi sebagai prosedur mental yang berbentuk tatanan

38

(40)

langkah yang menggunakan upaya ranah cipta untuk mencapai tujuan

tertentu.39

Suherman dan kawan-kawan mengemukakan bahwa suatu masalah

kadang-kadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang diketahui pada

soal sebenarnya merupakan hasil dari suatu proses tertentu, sedangkan

komponen yang ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya

muncul lebih awal. Penyelesaian masalah seperti ini biasanya dapat

dilakukan dengan strategi mundur. Strategi working backward dikenal juga sebagai strategi mundur.40

Working backward atau bekerja terbalik merupakan salah satu strategi heuristik yang dikemukakan oleh Allen Newell dan Herbert

Simon. Menurut Pappus sebagaimana dikutip oleh Polya dalam bukunya

How To Solve It¸Working backward isreverse the process and start from the point which we reached last of all in analysis”41. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi working backward merupakan seperangkat langkah-langkah untuk mencari solusi dari suatu masalah

yang dimulai dari suatu tujuan dan kemudian bekerja mundur ke belakang

(backward). Proses bekerja terbalik di sini adalah dengan mencari informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan melalui informasi yang

diberikan, jika hal ini belum dapat dilakukan, maka dicari kembali

informasi yang mengakibatkan informasi sebelumnya dari masalah yang

diberikan, jika belum dapat dilakukan juga maka dilakukan hal yang sama

dan begitu seterusnya hingga semua informasi diperoleh. Dengan

mengetahui informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, maka

masalah akan terlihat lebih jelas sehingga masalah akan lebih mudah untuk

diselesaikan.

39

Muhibbin Syah,Psikologi Pendidikan..., h. 214.

40

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika,op.cit., h.94.

41

(41)

Shana Fields mengemukakan, working backwards is essentially dissecting the algebra equation step by step.42 Artinya strategi working backward pada dasarnya mengupas persamaan aljabar langkah demi langkah. Oleh karena itu, strategi ini memudahkan dalam pemeriksaan

kebenaran jawaban yaitu dengan mensubtitusikan hasil yang diperoleh dari

langkah awal ke langkah terakhir (bergerak maju). Menurut Sharon

Shapiro, ketika kita bekerja dengan strategi working backward, kita akan menggunakan lawan (kebalikan) dari suatu operasi hitung matematika.

Misalnya, jika suatu masalah mengharuskan kita untuk menambahkan

sesuatu, maka ketika bekerja mundur kita harus menguranginya dengan

sesuatu tersebut, atau jika mengharuskan kita mengalikan sesuatu, maka

ketika bekerja mundur kita harus membaginya dengan sesuatu tersebut.43

Salah satu tujuan dari strategiworking backwardadalah membantu siswa untuk melatih dan meningkatkan kemampuan penalaran logisnya

(logical reasoning) serta dapat membantu dalam pembuktian (proof) suatu rumus atau masalah matematika di tingkat sekolah menengah.44

Komponen utama dari working backward memuat tiga langkah, sebagaimana dikemukakan oleh Eeden yaitu:

a. First ask yourself 'What is my goal?'.

b. Then you ask yourself 'What are the means to achieve this goal?'.

c. Then solve or find as much means necessary to solve your goal.45

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa komponen utama

dalam strategiworking backwardadalah sebagai berikut:

42

Shana Fields dan George Mitesser, “Working Backwards”, dari

www.math.udel.edu/.../Group%207%20Working%20Backwards.doc,11 Agustus 2009, 7:14 WIB.

43

Sharon Shapiro, “Problem Solving Working Backwards”, dari

https://www.blake.com.au/.../blake-topic-bank-working-backwards.pdf, 25 Oktober 2009, 19:03 WIB.

44

“Problem Solving Strategies – Teacher Notes”, dari

http://www.saskschool.ca/curr_content/mathcatch/problem_solve/str..., 18 Agustus 2009, 19:27 WIB.

45

Knud van Eeden, “Problem solving: Method: Working backwards: What is the 'working backward from solution' method?”, dari

(42)

a. Menentukan tujuan yang ingin dicapai.

Komponen ini merupakan komponen yang paling utama dalam

menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan mengetahui tujuan yang

ingin dicapai dalam suatu permasalahan maka proses pengerjaan dalam

menentukan penyelesaiannya akan lebih terarah.

b. Menentukan informasi atau cara yang dibutuhkan untuk mencapai

tujuan.

Dengan menentukan informasi yang diketahui atau diperlukan akan

lebih memudahkan dalam menentukan apa cara atau langkah

selanjutnya yang tepat untuk menentukan penyelesaian dari suatu

permasalahan.

c. Menggunakan semua informasi atau cara yang diperoleh untuk

mencapai tujuan.

Setelah ditentukan semua informasi yang diperlukan serta cara atau

langkah untuk menyelesaikannya, maka tahap berikutnya adalah

melakukan perhitungan sesuai dengan langkah yang telah ditentukan

sehingga diperoleh penyelesaian dari masalah tersebut.

Langkah-langkah penyelesaian masalah dengan strategi working backward, yaitu:46

a. Tulis kembali informasi yang diketahui dalam soal secara berurutan.

Hal ini untuk memudahkan dalam menentukan kata kunci untuk

selanjutnya menentukan cara atau langkah dalam menentukan

penyelesaian dari masalah yang diberikan.

b. Menentukan tujuan yang ingin dicapai.

c. Menentukan kata kunci.

d. Bekerja dari informasi terakhir yang diketahui (bekerja dari belakang)

atau dari kata kunci yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan

melalui informasi-informasi yang diberikan .

e. Gambarlah diagram jika diperlukan.

46

[image:42.595.112.516.95.725.2]
(43)

f. Boleh juga diperagakan (memeragakan hal-hal yang diketahui dalam

soal).

g. Gunakan aljabar atau perangkat lain untuk memperoleh hasil dari satu

tahap ke tahap sebelumnya.

h. Periksalah jawaban dengan bergerak maju dari langkah awal hingga

langkah terakhir.

Langkah-langkah penyelesaian masalah dengan strategi working backward tersebut jika diterapkan dalam langkah-langkah penyelesaian masalah menurut Polya, maka poin nomor 1 dan 2 pada langkah-langkah

di atas termasuk ke dalam tahap memahami masalah. Poin nomor 3

termasuk ke dalam tahap merencanakan masalah. Poin nomor 4 sampai

dengan nomor 7 termasuk ke dalam tahap menyelesaikan masalah. Poin

terakhir, yaitu poin nomor 8 termasuk ke dalam tahap memeriksa kembali.

Adapun langkah-langkah pembelajaran matematika dengan strategi

working backward yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Siswa di bagi ke dalam beberapa kelompok yang masing-masing

kelompok terdiri dari 4 – 5 orang siswa.

b. Siswa diberikan LKS yang telah disusun berdasarkan langkah-langkah

dalam penyelesaian masalah menurut Polya dan soal-soal yang

diberikan menuntut pengerjaannya menggunakan strategi working backward.

c. Siswa mengerjakan LKS yang diberikan secara berkelompok dan guru

memantau jalannya diskusi serta memberikan bantuan kepada

kelompok yang mengalami kesulitan.

d. Perwakilan siswa dari masing-masing kelompok mempresentasikan

hasil diskusi kelompoknya.

e. Diskusi kelas, dimana anggota kelompok lain menanggapi hasil

presentasi temannya. Dalam hal ini guru mengoreksi apabila ada

(44)

Berikut adalah contoh permasalahan yang berbentuk persamaan

dan pertidaksamaan linear satu variabel yang penyelesaiannya

menggunakan strategiworking backward.

a. Dika memiliki beberapa buah permen. Rani memiliki permen 3 kali

lebih banyak permen yang dimiliki Dika. Kemudian Rani memakan

permennya sebanyak 4 buah. Intan memiliki permen 2 lebihnya dari

yang dimiliki Rani sekarang dan permen Intan adalah 7 buah.

Berapakah permen yang dimiliki oleh Dika?

Penyelesaian:

Memahami Masalah

Apakah yang diketahui dari soal di atas?

 Permen Rani 3 kali lebih banyak dari permen Dika.

 Permen Intan 2 lebihnya dari permen Rani (setelah dimakan 4 buah.

 Permen Intan 7 buah

Apakah yang ingin dicari (tujuan) dari soal di atas?

Mencari jumlah permen yang dimiliki oleh Dika

Merencanakan penyelesaian masalah

Apakah yang menjadi kata kunci untuk menyelesaikan soal tersebut?

Permen Intan sebanyak 7 buah

Menyelesaikan masalah

Kita akan mulai dengan permen yang dimiliki oleh Intan sebanyak 7

buah, karena permen Intan 2 lebihnya dari permen Rani (setelah

dimakan 4 buah), maka permen Rani sebanyak 5 buah. Dengan

demikian permen Rani sebelum dimakan 4 buah adalah 9 buah. Karena

permen Rani 3 kali lebih banyak dari permen Dika, maka permen Dika

adalah 3 buah

Jika dibuat model matematikanya maka

Misalkan, i = banyaknya permen Intan

r = banyaknya permen Rani

(45)

i = 2 + (r – 4)

7 = 2 + (r – 4)

7 – 2 + 4 = r

9 = r

r = 3 x d

9 = 3 x d

9 : 3 = d

Jadi, jumlah permen yang dimiliki Dika adalah 3 buah

Pemeriksaan kebenaran jawaban

r = 3d – 4 + 2 = (3 x 3) – 4 +2 = 9 – 2 = 7

Jadi benar bahwa jumlah permen Dika adalah 3 buah

b. Dua kali sebuah bilangan ditambah dengan 15 hasilnya lebih dari 35.

Tentukan batas-batas bilangan tersebut?

Penyelesaian:

Memahami Masalah

Apakah yang diketahui dari soal di atas?

Dua kali sebuah bilangan ditambah dengan 15 hasilnya lebih dari 35.

Apakah yang ingin dicari (tujuan) dari soal di atas?

Mencari batas-batas bilangan yang dimaksud.

Merencanakan penyelesaian masalah

Terlebih dahulu kita akan mencari bilangan yang jika dikalikan dengan

2 kemudian hasilnya ditambah dengan 15 maka hasil akhirnya adalah

35.

Menyelesaikan masalah

Kita akan mulai dengan 35. kurangkan 35 dengan 15, sehingga

diperoleh 20. Selanjutnya 20 akan dibagi oleh 2 dan hasilnya adalah

10. Dengan demikian, batas-batas bilangan yang dimaksud adalah

lebih dari 10.

(46)

(ax 2) + 15 > 35

a > (35 – 15) : 2

a > 10

Jadi, batas-batas bilangan tersebut adalah lebih dari 10

Pemeriksaan kebenaran jawaban:

untuka= 11, maka (11 x 2) + 15 > 35

37 > 35 (benar)

untuka= 12, maka (12 x 2) + 15 > 35

39 > 35 (benar)

dan seterusnya.

Jadi benar bahwa batas-batas bilangan yang dimaksud adalah lebih dari

10

4. Pendekatan Konvensional

Pendekatan konvensional merupakan pendekatan pembelajaran

yang lazim digunakan oleh para guru di sekolah dimana ia mengajar.

Beberapa metode yang biasa digunakan dalam pendekatan konvensional

antara lain, metode ceramah, metode diskusi, metode tanya jawab, metode

ekspositori, metode drill atau latihan, metode pemberian tugas, metode

demonstrasi, metode permainan, dan lain-lain. Dalam penelitian ini,

metode yang digunakan dalam pendekatan konvensional adalah metode

ekspositori. Metode ekspositori adalah metode yang menekankan kepada

proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada

sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi

pelajaran secara optimal.

Terdapat beberapa karakteristik metode ekspositori, yaitu:47

47

(47)

a. Metode ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi

pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat

utama dalam melakukan strategi ini.

b. Biasanya materi yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah

jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal

sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.

c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu

sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa

diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat

mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.

Metode ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan

pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, karena dalam metode ini guru memegang peran yang

dominan, namun tidak sedominan dalam metode ceramah. Dengan metode

ekspositori guru tidak hanya berceramah melainkan juga memberikan

latihan atau tugas, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bertanya. Oleh karena itu, metode ekspositori ini dapat dikatakan sebagai

gabungan dari metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode

pemberian tugas.

Secara garis besar, prosedur pembelajaran dengan metode

ekspositori adalah sebagai berikut:48

a. Persiapan (preparation), yaitu guru menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematik dan rapi.

b. Pertautan (aperception) bahan terdahulu, yaitu guru bertanya ata memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa kepada

materi yang telah diajarkan.

c. Penyajian (presentation) terhadap bahan yang baru, yaitu guru menyajikan dengan cara memberi ceramah atau menyuruh siswa

48

(48)

membaca bahan yang telah dipersiapkan diambil dari buku, teks

tertentu atau di tulis oleh guru.

d. Evaluasi (resitation), yaitu guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari, atau siswa yang disuruh menyatakan

kembali dengan kata-kata sendiri pokok-pokok yang telah dipelajari

lisan atau tulisan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat beberapa perbedaan

antara pembelajaran yang menggunakan pendekatan pemecahan masalah

strategi working backward dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan konvensional (metode yang digunakan adalah metode

[image:48.595.114.513.255.752.2]

ekspositori), diantaranya:

Tabel 1. Perbandingan Pendekatan Pemecahan Masalah Strategi

Working Backwarddengan Pendekatan Konvensional Pendekatan Pemecahan Masalah

StrategiWorking Backward Pendekatan konvensional

Berpusat pada siswa Berpusat pada guru

Siswa lebih aktif Siswa umumnya bersifat pasif

Penekanan siswa pada menyelidik

dan menemukan pengetahuan

Penekanan siswa menerima

pengetahuan

Melatih dan mengembangkan

kemampuan berpikir dan penalaran

siswa

Kurang melatih penalaran siswa

karena siswa hanya menerima

informasi yang diberikan guru

Dapat memberdayakan semua siswa Kurang memberdayakan semua

siswa

Siswa diposisikan memiliki

kemampuan berbeda dan dapat

melakukan sharing pada diskusi kelompok

Seluruh siswa diposisikan

memiliki kemampuan dan

kecepatan belajar yang sama

Aktivitas kelas lebih interaktif Aktivitas kelas cenderung pasif

(49)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan didukung oleh beberapa hasil penelitian

sebelumnya. Penelitian Nur Hidayati (2005) yang berjudul ”Efektivitas

Penggunaan Metode Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”, menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang diberikan

pengajaran dengan metode problem solving mengalami peningkatan. Hasil pengujian dengan tingkat signifikansi 5% menunjukkan bahwa hasil belajar

matematika siswa yang diajarkan dengan metode problem solving lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang tidak diajarkan dengan metode

problem solving.49

Penelitian Dwi Riyanto (2007) yang berjudul ”Pembelajaran Berbasis

Masalah Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa”,

menunjukkan bahwa peningkatan rata-rata hasil belajar matematika siswa

yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada

rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran

konvensional.50

Penelitian Tina Mariana (2008) yang berjudul ”Implementasi

Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Working backward Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika”, menunjukkan bahwa

kemampuan koneksi atematika siswa mengalami peningkatan, baik pada

koneksi internal maupun koneksi eksternal. Selain itu tanggapan siswa

terhadap pembelajaran ini pada umumnya positif.51

49

Nur Hidayati,op.cit, h. 66

50

Dwi Riyanto,”Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta, 2007), h. 48. t.d.

51

(50)

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan pendapat Polya dalam bukunya yang berjudul The Goals of Mathematical Education, To understand mathematics means able to do mathematics. And what does it mean doing mathematics? In the first place it means to be able to solve mathematical problems. Artinya, memahami matematika berarti mampu untuk bekerja secara matematik. Dan bagaimana

kita bisa bekerja secara matematik? Yang paling utama adalah dapat

Gambar

Tabel 2. Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran ..........................................
Gambar 1. Enam Jenjang berpikir pada ranah kognitif ...................................
Gambar 1. Enam Jenjang Berpikir pada Ranah Kognitif
tabel.e) Menemukan pola
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan spesies ini cenderung lebih berlimpah pada bagian di luar perairan, dibandingkan lokasi-lokasi yang berada tidak jauh dari pantai sekitar perairan Bakauheni, kecuali

Dalam film genre dapat diklasifikasikan dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola sama (khas) seperti setting, isi dan subjek cerita, tema, struktur cerita, aksi

Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa waktu pemaparan proses sterilisasi untuk mencapai Tingkatan Jaminan Sterilitas dari autoklaf yang digunakan bisa dicapai

belajar sudah mulai terfokus pada tugas- tugas belajarnya namun masih perlu pengawasan yang lebih ketat dan mendidik. Hasil belajar siswa setelah perbaikan pembelajaran

Penelitian yang berjudul usaha guru al-quran hadis dalam meningkatkan kemampuan belajar al-qura siswa di MTs Al-Huda Bandung membahas tentang berbagai usaha yang

Perawat langsung melakukan tindakan resusitasi jantung paru (RJP) selama 2 menit, setelah itu perawat mengevaluasi keadaan pasien, ternyata denyut nadi korban ada dan nafas tidak

Aplikasi ini penulis buat untuk mempermudah karyawan di klinik tersebut dalam menyelesaikan pekerjaannya, selain itu aplikasi ini dibuat guna menggantikan sistem

Hasil yang diperoleh adalah dari hasil percobaan dan pengujian maka dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum proses pelapisan nikel dengan menggunakan campuran