PERBEDAAN CARA MENGATASI STRES DALAM
AKTIVITAS BELAJAR ANTARA REMAJA LAKI-LAKI
DAN PEREMPUAN DI SMA PLUS PEMATANG RAYA
KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI
Oleh
CHRISTINA SINAGA
091121013
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Perbedaan Cara Mengatasi Stres dalam Aktivitas Belajar antara Remaja Laki-laki dan Perempuan di SMA Plus Pematang Raya kabupaten Simalungun
Nama Mahasiswa : Christina Sinaga NIM : 091121013 Jurusan : Keperawatan Tahun : 2011
ABSTRAK
Stres merupakan fenomena universal, dimana semua orang mengalaminya, demikian juga dengan remaja. Masa remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak dan dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. Sumber stres pada remaja laki-laki dan perempuan pada umumnya sama, namun dampak beban ini berbeda pada remaja perempuan dan laki-laki. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif komperatif yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan cara mengatasi stres dalam aktivitas belajar antara remaja laki-laki dan perempuan di SMA Plus Pematang Raya. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 12 SMA Plus Pematang Raya yang diambil sebanyak 30 orang yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 15 orang perempuan, dengan menggunakan tehnik purposive sampling. Untuk mengetahui perbedaan cara mengatasi stres dalam aktivitas belajar antara remaja laki-laki dan perempuan digunakan uji T independendent/t test. Hasil penelitian ini menyatakan tidak adanya perbedaan cara mengatasi stres antara remaja laki-laki dan perempuan dengan nilai signifikansi p = 0,018 (p < 0,05). Dengan demikian diharapkan perawat mampu memberi pendidikan kesehatan pada remaja agar dapat mengatasi stres dengan koping yang adaptif baik kepada remaja laki-laki dan perempuan.
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
”Perbedaan Cara Mengatasi Stres dalam aktivitas belajar antara Remaja Laki-laki
dan Perempuan di SMA Plus Pematang Raya”.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi
ini, sebagai berikut:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata M. Kes , selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Ibu Farida Linda Sari Siregar, M.Kep selaku pembimbing I yang selama ini
telah membimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Iwan Rusdi selaku pembimbing II yang juga telah membimbing
penulis dalam penyusunan dan penyelesaian skipsi ini.
4. Ibu Jenny Marlindawani Purba,S.Kp, MNS selaku penguji skipsi yang telah
memberi kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs.Rommel Sinaga selaku kepala sekolah SMA Plus Pematang Raya.
6. Siswa-siswa SMA Plus Pematang Raya Kabupaten Simalungun.
7. Terkhusus buat orangtua, kakak dan adik yang sangat penulis kasihi yang
selalu memberikan dukungan spiritual maupun material dan memberikan
8. Buat seseorang yang sangat penulis sayangi yang telah banyak membantu,
memberi dukungan dan semangat selama pembuatan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 alias nine bie atas kerja sama dan
dorongan semangat yang diberikan kepada penulis. Kepada semua pihak
yang telah membantu baik secara moril, atau materil penulis ucapkan terima
kasih.
Medan, 8 Januari 2011
DAFTAR ISI
1.4 Perkembangan Intelektual, Moral, Sosial dan Kepribadian ... 8
1.4.1 Perkembangan Intelektual Kognitif ... 8
1.4.2 Perkembangan Moral ... 9
1.4.3 Perkembangan Sosial ... 9
1.4.4 Perkembangan Kepribadian ... 9
2. Konsep Belajar ... 10
3.2 Reaksi Fisik Terhadap Stres Secara Fisiologis ... 17
3.3 Dampak Stres Terhadap Fisik ... 18
3.4 Penyebab Stres Pada Pelajar ... 21
3.5 Mengatasi Stres ... 21
3.6 Upaya Meningkatkan Kekebalan Terhadap Stres ... 23
Bab 3. Kerangaka Konseptual ... 26
1. Kerangka Penelitian ... 26
2. Defenisi operasional ... 27
Bab 4. Metodologi Penelitian ... 32
1. Desain penelitian ... 32
2. Populasi, sampel dan teknik sampling ... 32
2.1 Populasi ... 32
6. Uji validitas dan reliabilitas ... 34
6.1 Uji validitas ... 34
6.2 Uji reliabilitas ... 34
7. Pengumpulan data ... 35
8. Analisa data ... 35
Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 36
1.Hasil penelitian ... 36
1.1 Data demografi ... 36
1.2 Cara mangatasi stres pada remaja laki-laki dan perempuan ... 37
1.2.1 Meningkatkan keimanan pada Tuhan Yang Maha Esa 37
1.2.2 Menyalurkan energi melulai kegiatan olahraga ... 38
1.2.3 Mengatasi stres dengan cara melakukan Relaksasi ... 39
1.2.4 Meminta Dukungan teman atau keluarga 1.2.5 Menghindari rutinitas yang membosankan ... 41
1.3 Perbedaan cara mengatasi stres pada remaja laki-laki dan perempuan... 42
2.Pembahasan ... 43
2.1 Cara mengatasi stres pada remaja laki-laki ... 43
2.1.1 Berdasarkan cara mengatasi stres dengan cara Meningkatkan keimanan pada Tuhan Yang Maha Esa 43 2.1.2 Berdasarkan cara mengatasi stres dengan cara menyalurkan Energi melalaui kegiatan olahraga ... 44
2.1.3 Berdasarkan cara mengatasi stres dengan cara melakukan Relaksasi ... 45
2.1.4 Berdasarkan cara mengatasi stres dengan meminta Dukungan teman atau keluarga ... 45
2.1.5 Berdasarkan cara mengatasi stres dengan cara Menghindari rutinitas yang membosankan ... 46
2.2 Cara mengatasi stres pada perempuan ... 46
2.2.1 Berdasarkan cara mengatasi stres dengan cara Meningkatkan keimanan pada Tuhan Yang Maha Esa 46 2.2.2 Berdasarkan cara mengatasi stres dengan cara menyalurkan Energi melalaui kegiatan olahraga... 47
Dukungan teman atau keluarga ... 48
2.2.5 Berdasarkan cara mengatasi stres dengan cara Menghindari rutinitas yang membosankan ... 49
2.3 Perbedaan cara mengatasi stres pada laki-laki dan Perempuan 49 Bab. 6 Kesimpulan dan Saran ... 51
1 Kesimpulan ... 51
2 Saran ... 52
Daftar Skema
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Distribusi frekuensi dan persentase cara mengatasi stres pada remaja laki-laki dan perempuan dengan cara meningkatkan keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa ………...………... 37 Tabel 2 : frekuensi dan persentase cara mengatasi stres pada remaja laki-laki dan
perempuan dengan cara menyalurkan energi melalui kegiatan olahraga………... 38
Tabel 3 : Distribusi frekuensi dan persentase cara mengatasi stres pada remaja laki-laki dan perempuan dengan cara melakukan relaksasi ………...………...39 Tabel 4 : Distribusi frekuensi dan persentase cara mengatasi stres pada remaja laki-laki dan perempuan dengan cara meminta dukungan teman atau keluarga ………... 40 Tabel 5 : Distribusi frekuensi dan persentase cara mengatasi stres pada remaja laki-laki
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Responden ... 54
2. Instrumen Penelitian ... 55
3. Uji Reabilitas Perbedaan cara mengatasi stres pada remaja laki-laki dan pe rempuan ... 58
4. Daftar Demografi ... 59
5. Hasil Data Frekuensi Perbedaan cara mengatasi stres dapa remaja laki-laki- dan perempuan ... 60
6. Hasil Uji independen T test ... 62
7. Surat Pengambilan Data ... 62
8. Taksasi Dana ... 63
Judul : Perbedaan Cara Mengatasi Stres dalam Aktivitas Belajar antara Remaja Laki-laki dan Perempuan di SMA Plus Pematang Raya kabupaten Simalungun
Nama Mahasiswa : Christina Sinaga NIM : 091121013 Jurusan : Keperawatan Tahun : 2011
ABSTRAK
Stres merupakan fenomena universal, dimana semua orang mengalaminya, demikian juga dengan remaja. Masa remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak dan dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. Sumber stres pada remaja laki-laki dan perempuan pada umumnya sama, namun dampak beban ini berbeda pada remaja perempuan dan laki-laki. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif komperatif yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan cara mengatasi stres dalam aktivitas belajar antara remaja laki-laki dan perempuan di SMA Plus Pematang Raya. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 12 SMA Plus Pematang Raya yang diambil sebanyak 30 orang yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 15 orang perempuan, dengan menggunakan tehnik purposive sampling. Untuk mengetahui perbedaan cara mengatasi stres dalam aktivitas belajar antara remaja laki-laki dan perempuan digunakan uji T independendent/t test. Hasil penelitian ini menyatakan tidak adanya perbedaan cara mengatasi stres antara remaja laki-laki dan perempuan dengan nilai signifikansi p = 0,018 (p < 0,05). Dengan demikian diharapkan perawat mampu memberi pendidikan kesehatan pada remaja agar dapat mengatasi stres dengan koping yang adaptif baik kepada remaja laki-laki dan perempuan.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Masa
remaja sering digambarkan masa yang paling indah, dan tidak terlupakan karena
penuh dengan kegembiraan dan tantangan. Namun masa remaja juga identik
dengan kata pemberontakan dalam psikologi sendiri sering disebut sebagai masa
strom and stress karena banyaknya goncangan-goncangan dan perubahan
yangcukup radikal dari masa sebelumnya (Soetjiningsih, 2004).
Menurut Lazarus dan Folkman dalam Santrock, 2003 kondisi stres dapat
terjadi bila terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara kemampuan dan
tuntutan. Tuntutan merupakan tekanan-tekanan yang tidak dapat diabaikan karena
jika tidak dipenuhi, akan menyebabkan konsekuensi yang tidak menyenangkan
bagi individu. Tuntutan dapat diartikan sebagai element fisik atau psikososial dari
suatu situasi yang harus ditanggapi melalui tindakan fisik atau mental oleh
individu, sebagai upaya dalam menyesuaikan diri.
Semakin banyak stresor yang datang, semakin meningkat pula tingkat stres
pada remaja. Stres akan berkembang menjadi lebih buruk lagi bahkan depresi
apabila tidak melakukan penangan yang tepat. Usaha yang dilakukan individu
untuk mengontrol tekanan dikatakan sebagai koping (Omizo dalam Santrok,
2003).
pada anak-anak yang memang tidak memiliki kesiapan dan kedisiplinan dalam
belajar (Elisabeth Scot, 2009). Menurut Baldwin (2002) dalam menghadapi
pelajaran yang berat di sekolah menimbulkan stress pada remaja, terutama bagi
remaja high school, karena pada saat ini remaja pada umumnya mengalami
tekanan untuk mendapat nilai yang baik dan bisa masuk ke universitas favorit.
Stres pada remaja juga disebabkan karena tuntutan dari orangtua dan
masyarakat. Orang tua biasanya menuntut anaknya untuk mempunyai nilai yang
bagus di sekolah tanpa melihat kemampuan si anak. Beban berat yang dialami
remaja ini dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti sakit kepala, kurangnya
nafsu makan, kecemasan yang berlebihan, dan lain-lain.
Dalam belajar, disamping siswa sering mengalami kelupaan, ia juga
terkadang mengalami peristiwa negatif lainnya yang disebut jenuh belajar yang
dalam psikologi lazim disebut learning plateau. Peristiwa jenuh ini kalau dialami
seorang siswa yang sedang dalam proses belajar dapat membuat siswa tersebut
merasa teleh mubazir usahanya.(Muhibin Syah, 2003).
Banyak penelitian menunjukkan jumlah perempuan yang mengalami depresi
dua kali lebih banyak dibandingkan laki-laki (Nolen-Hoeksema, 2001). Bahkan
sejumlah penelitian menemukan perempuan tiga kali lebih rentan terhadap depresi
dibandingkan laki-laki (Neale, Davis, & Kring, 2004). Hal ini berlaku baik pada
depresi ringan, sedang, maupun berat. Perbedaan gender ini ditemukan pada
sejumlah negara, suku bangsa, dan seluruh tahap usia dewasa. Menariknya,
Angold, Costello, dan Worthman (1998) tidak menemukan perbedaan gender ini
remaja putri mulai meningkat, sedangkan pada remaja putra tetap stabil
(Nolen-Hoeksema & Girgus, 1994).
Menurut Baldwin (2002) sumber stres pada remaja laki-laki dan perempuan
pada umumnya sama, namun dampak beban ini berbeda pada remaja perempuan
dan laki-laki. remaja perempuan lebih peka terhadap lingkungannya. Menurut
penelitian prestasi remaja perempuan lebih baik dari dibanding remaja laki-laki.
Nilai mereka lebih baik, mereka juga lebih menonjol. Karena tuntutan dan
motivasi mereka lebih tinggi. Akibatnya, remaja perempuan menderita beban
psikis yang lebih berat dibandingkan remaja laki-laki.
Berdasarkan survei yang telah dilakukan di SMA Plus Pematang Raya
Kab.Simalungun peneliti menemukan para siswa SMA Plus Pematang Raya
sering menunjukkan gejala stres. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain beratnya beban belajar siswa karena kurikulum yang diterapkan kurikulum
tingkat satuan pengajaran, seperti biasa ditambah dengan ekstrakurikuler. Jadwal
belajar yang begitu padat terkadang membawa stres bagi siswa karena siswa
merasa lelah dan jenuh akibat seharian belajar. Kondisi seperti ini ditambah lagi
karena siswa tinggal di asrama, dimana mereka harus pandai membagi waktu
dalam mengikuti seluruh kegiatan di asrama. Gaya hidup modern, dimana ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang pesat membawa tuntutan baru bagi siswa
untuk dapat menguasainya dengan cepat dan tepat, sementara banyak orangtua
siswa yang selalu menuntut agar anaknya berprestasi di sekolah. Oleh karena itu
hari. Baik pihak sekolah juga sebaiknya memberi keterampilan untuk manajemen
stress yang baik dalam aktivitas belajar.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
pertanyaan yang timbul adalah : “apakah ada perbedaan cara mengatasi stress
dalam aktivitas belajar antara remaja laki-laki dan perempuan di SMA Plus
Pematang Raya Kab.Simalungun?
2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
pertanyaan yang timbul adalah : “ Apakah ada perbedaan cara mengatasi stres
dalam aktivitas belajar antara remaja laki-laki dan perempuan di SMA Plus
Pematang Raya Kabupaten Simalungun?”.
3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi perbedaan cara mengatasi stres dalam aktivitas
belajar antara remaja laki-laki dan perempuan.
3.2 Tujuan Khusus
3.2.1 Untuk mengidentifikasi cara mengatasi stres dalam aktivitas belajar pada
remaja laki-laki.
3.2.2 Untuk mengidentifikasi cara mengatasi stres dalam aktivitas belajar pada
4. Manfaat Penelitian
4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan dalam
pengembangan ilmu keperawatan anak khususnya yang terkait dengan perbedaan
cara mengatasi stres pada remaja laki-laki dan perempuan
4.2 Bagi pratik Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada remaja. Penilaian perbedaan cara
mengatasi stres dalam aktivitas belajar dapat dijadikan sebagai data di
keperawatan komunitas untuk melakukan penanganan stress pada remaja.
4.3 Bagi Penelitian Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk melakukan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Remaja
1.1 Defenisi Remaja
Remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun untuk
anak perempuan dan 12-20 tahun untuk anak laki-laki (soetjiningsih, 2004).
Remaja adalah periode perubahan dari masa anak-anak dan masa dewasa (10-24
tahun) (ICPD, 1994).
1.2 Tugas Perkembangan Remaja
1. Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa
dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
2. Memperoleh peranan sosial
3. Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakannya secara efektif
4. Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
6. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
7. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
8. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup (Soetjiningsih, 2004).
1.3 Ciri-ciri Masa Remaja
1. Masa Remaja Sebagai Periode yang Penting
Ada beberapa periode yang lebih penting daripada lainnya, karena akibatnya
akibat-akibat jangka panjang penting. Ada periode yang penting karena akibat
fisik dan ada lagi karena akibat periode remaja kedua-duanya sama penting.
2. Masa Remaja sebagai Masa Peralihan
Peralihan tidak terputus dengan atau berubah dariapa yang terjadi
sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap
perkembangan ke tahap berikutnya. Dalam setiap periode peralihan, status
tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa
ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa
3. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan.
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama remaja sejajar dengan
tingkat perubahan fisik selama awal masa remaja ketika perubahan fisik terjadi
dengan pesat. Perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau
perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun.
4. Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas.
Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok
masih tetap penting bagi anak laki-laki maupun perempuan, lambat laun mereka
mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama
dengan teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.
5. Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan.
Anggapan stereotif budaya bahwa remaja anak-anak yang tidak rapih, yang
tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak
remaja muda takut bertanggung jawab dam bersikap tidak simpatik terhadap
perilaku remaja yang normal.
6. Masa sebagai Masa yang Tidak Realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamata berwarna merah
jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan
bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Semakin tidak realistik
cita-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa
apabila orang lain mengecewakannya/kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan
yang ditetapkannya.
7. Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa
Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja
menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk
memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa (Hurlock, 1999).
1.4 Perkembangan Intelektual – Moral – Sosial & Kepribadian Remaja
1.4.1 Perkembangan Intelektual/Kognitif
Menurut Piaget, remaja masuk dalam tingkat perkembangan kognitif
tertinggipada Tahap Operasional Formal ( analitis kombinatoris)
• Mampu berpikir abstrak
• Memberikan cara baru yang lebih fleksibel untuk memanipulasi informasi.
• Mampu menggunakan simbol-simbol dan mampu mempelajari “aljabar dan
kalkulus”.
1.4.2 Perkembangan Moral
Enam (6) tahapan Perkembangan Moral Kohlberg :
• Level 1 : Moral Pra-Konvensional (4 – 10 tahun).
Tahap-I : Orientasi terhadap hukuman dan kepatuhan.
Tahap-II : Tujuan instrumental saling berganti
• Level 2 : Moral Konvensional (10 – 13 tahun atau lebih).
Tahap-II : Mengutamakan persahabatan, persetujuan oranglain,dan aturan.
Menilai baik apa yg menyenangkan dan buruk.
Tahap-IV : Perkembangan hati nurani dan kecemasan sosial.(kesadaran utk
mempertahankan aturan)
• Level 3 : Moral Post-Konvensional (remaja awal sampai dgn seterusnya).
Tahap-V : Kontak sosial : Melakukan tindakan moral, hak individu, dan
demokrasi berdasarkan pada hukum, kata hati mulai bicara.
Tahap-VI : Prinsip moral universal sudah mengalami internalisasi (tingkah
laku moral dikemudikan tanggungjawab batin sendiri).
1.4.3 Perkembangan Sosial
Anna Freud Pada masa remaja berkembang ego defense mechanisme utama,
yaitu :
Intelektualisasi seolah olah tahu banyak secara intelektual namun tidak
menyelesaikan masalah secara realistik
Ascetism over control pada hal hal yang berkaitan dengan penampilan
1.4.4 Perkembangan Kepribadian
Pandangan-pandangan kontemporer tentang perkembangan identitas menyebutkan
beberapa pertimbangan penting, yaitu :
• Perkembangan identitas adalah suatu proses yang panjang, dan
• Perkembangan identitas sangat luar biasa kompleks.
Perbedaan Gender dalam Pembentukan Identitas
Banyak peneliti mendukung pendapat Erikson Identitas dan Intimasi pada
perempuan berkembang secara bersamaan (intimasi lbh berarti pd anak
perempuan)
Self-Esteem, selama masa remaja berkembang pesat dalam konteks hubungan
dengan rekan sebaya (jenis kelamin sama).
Beberapa peneliti menegaskan bahwa remaja wanita memiliki self-esteem yang
lebih rendah dari pada remaja pria (akhir masa remaja) namun perbedaannya tipis.
2. Konsep Belajar
2.1 Defenisi
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.
(Muhibbin Syah, 2003).
2.2 Tujuan Belajar
1. Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pemilikan dan kemampuan
berpikir sebagai yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat
berpikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah yang mempunyai
kecenderungan lebih besarperkembangannyadi dalam kegiatan belajar.
2. Penanaman konsep dan keterapilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu
keterampilan. Jadi suatu keterampilan yang bersifat jasmani maupun rohani.
Keterampilan jasmaniah adalah keterampilan-keterapilan yang dapat dilihat,
diamati sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak/ penampilan dari
dari anggota tubuh seorang yang sedang belajar. Keterampilan rohani
menyangkutpersoalan-persoalan penghayatan, dan keterampilan berpikir serta
kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.
3. Pembentukan sikap
Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan terlepas dari
penanaman nilai-nilai, transfer of values. Oleh karena itu, guru tidak sekedar
pengajar tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai
itu kepada anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu, anak didik/siswa akan
tumbuh kesadaran dan kemauannya, untuk mempraktekkan segala sesuatu yang
telah dipelajari.
2.3 Jenis-jenis Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar dapat digolonngkan dalam beberapa klasifikasi anta lain:
1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca,
memerhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, musik, pidato.
4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan
percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, beternak.
7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8. Emotional ectivities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar 2.4.1 Faktor Intern
1. Sikap terhadap belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang
membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian terhadap sesuatu
mengakibatkan sikap menerima atau menolak. Akibat penerimaan, penolakan,
atau pengabaian kesempatan belajar tersebut akan berpengaruh pada
perkembangan kepribadian.
2. Motivasi belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya
proses belajar. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar akan
3. Konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada
pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun
proses memperolehnya.
4. Mengolah bahan belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi
dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Kemampuan
siswa mengolah bahan pelajaran menjadi baik, bila siswa berpeluang aktif belajar.
5. Menyimpan perolehan hasil belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi
pesan dan cara perolehan isi pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat
berlangsung dalam waktu pendek dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan
dalam waktu pendek berarti hasil belajar cepat dilupakan. Kemampuan
menyimpan dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa.
6. Menggali hasil belajar yang tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan
yang diterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan
cara mempelajari kembali, atau mengkaitkannya dengan bahan yang lama. Dalam
hal pesan lama, maka siswa akan menggali atau membangkitkan pesan dan
pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Proses menggali pesan lama
7. Kemampuan berprestasi
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak
proses belajar. Pada tahap ini membuktikan keberhasilan belajar. Kemampuan
berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses-proses penerimaan, pengaktifan,
pra-pengolahan, pra-pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan
pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat
berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi.
8. Rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan
berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya
pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi
merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan
sejawat siswa.
9. Intelegensi dan keberhasilan belajar
Intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk
dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan
lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa
memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
10. Kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang
baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain berupa (i) belajar pada akhir semester,
(ii) belajar tidak teratur, (iii) menyia-nyiakan kesempatan belajar, (iv) bersekolah
jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain, dan (vii) bergaya minta “ belas
kasihan” tanpa belajar. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin
membelajarkan diri. Suatu pepatah”berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian” dan
berbagai petunjuk tokoh teladan, dapat menyadarkan siswa tentang pentingnya
belajar. Pemberian penguat dalam keberhasilan belajar dapat mengurangi
kebiasaan kurang baik dan membangkitkan harga diri siswa.
11. Cita-cita siswa
Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu didikan. Didikan memilki cita-cita
harus dimulai sejak sekolah dasar cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan
emansipasi diri siswa. Didikan pemilikan dan pencapaiani hal yang cita-cita
sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang
sederhana ke yang semakin sulit. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan
kemampuan berprestasi, maka siswa diharapkan berani sesuai dengan kemampuan
dirinya sendiri.
2.4.2 Faktor Ekstern
1. Guru sebagai pembina belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi
yang diajarkannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya.
Sebagai pendidik ia memustkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya
berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan
wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelola
2. Prasarana dan sarana pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan
olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana
pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium
sekolah, dan berbagai media pembelajaran lainnya. lengkapnya prasarana dan
sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik.
3. Kebijakan penilaian
Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja
siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan untuk kerja tersebut, proses belajar
berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan penilaian yang
dimaksud adalah penentuan sampai sesuatu dipandang berharga, bermutu atau
benilai. Ukuran tentang hal itu berharga, bermutu, atau bernilai dating dari orang
lain. Dalam penilaian hasil belajar, maka penentu keberhasilan belajar tersebut
adalah guru. Guru adalah pemegang kunci pembelajaran. Guru menyusun desain
pembelajaran melaksanakan pembelajaran dan menilai hasil belajar.
4. Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah
Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan yang dikenal
sebagai lingkungan sosial siswa. Tiap siswa berada dalam lingkungan sosial siswa
di sekolah. Ia memiliki kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesame. Jika
seorang siswa terterima, maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera
dapat belajar. Sebaliknya jika ia tertolak maka ia akan merasa tertekan. Pengaruh
lingkungan social tersebut berupa hal-hal berikut: (i) pengaruh kejiwaan yang
memperlemah konsentrasi belajar, (ii) lingkungan sosial mewujud dalam suasana
akrab, gembira, rukun dan damai; sebaliknya mewujud dalam suasana
perselisihan, bersaing, salah-menyalahkan, dan cerai berai. Suasana kejiwaan
tersebut berpengaruh pada semangat dan proses belajar, (iii) lingkungan sosial di
sekolah atau juga di kelas dapat berpengaruh pada semangat belajar kelas
5. Kurikulum Sekolah
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum.
Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum nasional yang
diberlakukan pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan
pendidikan. Kurikulum sekolah berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan
belajar mengajar, dan evaluasi.
3. Konsep Stres 3.1 Defenisi
Stres adalah ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental
fisik, fisik, emosional dan spiritual manusia, yang suatu saat dapat mempengaruhi
kesehatan fisik manusia tersebut. (Gilchrest, 2003). Stress adalah respon tubuh
yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang tergganggu, suatu
fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat
dihindari, setiap orang mengalaminya. (Rasmun, 2004).
3.2 Reaksi fisik terhadap Stres secara fisiologis
Pupil melebar untuk meningkatkan kewaspadaan visual terhadap adanya
Pada kulit terjadi peningkatan keringat untuk mengontrol peningkatan suhu
tubuh, berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dan kulit menjadi
dingin karena kontriksi kapiler darah sebagai efek dari meningkatnya denyut
nadi dan retensi air
Denyut nadi menjadi meningkat untuk membawa nutrient, oksigen dan
membawa hasil sisa metabolism tubuh secara efektif
Terjadi peningkatan tekanan darah akibat kontriksi pembuluh darah
Sekresi urine meningkat akibat retensi air dan garam sebagai efek dari produksi
mineral kortikoidsebagai akibat meningkatnya pembuluh darah
Pernafasan meningkat berhubungan dengan pengembangan dan dilatasi
bronkhial yang menimbulkan hiperventilasi paru
Mulut terasa kering akibat hiperventilasi dan sekresi urine yang meningkat dan
peristaltik dapat menurun atau meningkat akibat efek dari saraf simpatis dan
parasimpatis sehingga dapat terjadi konstipasi atau diare
Ketegangan otot meningkat berhubungan dengan pertahanan dan persiapan
tubuh
Gula darah meningkat akibat peningkatan produksi glukokortikoid dan
glukoneogenesis.
3.3 Dampak stress terhadap Fisik
Sakit kepala karena tegang
Ketengan otot merupakan gejala stres nomor satu. Gejala ini mungkin muncul
dalam bentuk sakit kepala karena tegang, rahang terkatup, leher kaku, dan
Sakit kepala migrain
Sakit kepala migrain disebabkan oleh peningkatan aliran darah dan sekresi zat
kimia kebagian kepala.
Temporomandibular joint disfunction (TMJ)
Kontraksi yang berulang kali pada otot rahang yang menyebabkan suatu
masalah yang disebut temporomandibular joint disfunction (TMJ). Gejalanya
meliputi nyeri otot, bunyi bergeletuk saat mengunyah, dan sakit kepala karena
tegang serta sakit telinga.
Ulkus dan kolitis
Ulkus disebabkan oleh sekresi cairan pencernaan yang berlebihan, yang
menyebabkan radang dan menghancurkan lapisan dalam lambung. Kolon yang
terletak dibawah lambung juga rentan terhadap terjadinya ulkus, yang
menyebabkan kolitis. Stres dalam bentuk kecemasan ternyata erat kaitannya
dengan ini.
Irritable bowel syndrom
Irritable bowel syndrom ditandai dengan serangan nyeri tekan pada daerah
perut, kram, mual, diare, mual, konstipasi, dan buang angin berulang kali,
gangguan yang berkaitan dengan stres ini paling sering dihubungkan dengan
kecemasan dan depresi.
Insomnia
Tidak dapat tidur merupakan gejala pasti akibat kerja sistem saraf yang
Asma bronchial
Serangan asma dapat terjadi akibat rasa cemas
Alergi
Reaksi alergi dipicu ketika ada sudstansi asing masuk kedalam tubuh. Dewasa
ini diketahui bahwa reaksi alergi lebih sering dam lebih berat apabila seseorang
mudah merasa cemas.
Artritis rematoid
Artritis rematoid, penyakit sendi dan jaringan ikat, terjadi jika sendi
membengkak, menyebabkan jaringan sendi meradang. Secara khusus,
keparahan nyeri artritikberkaitan dengan kejadian stres terutama saat menekan
rasa marah.
Influenza
Ketika pertahanan imun kita lemah, kemungkinan kita akan menyerah dengan
virus di sekitar kita. Temuan baru memperkuat pendapat bahwa pilek/flu
memang jelas berkaitan dengan stres yang belum tampak.
Penyakit jantung koroner
Ada dua factor yang berkaitan dengan yang berkaitan dengan respon stres
terhadap terjadinya penyakit jantung koroner. Pertama adalah tekanan darah
tinggi, kedua adalah pelepasan kortisol dari kelenjar adrenalin, yang diketahui
dapat meningkatkan kolestrol dalam darah.
kanker
Dalam kondisi stres sel-sel mutan mungkin tidak terdeteksi dan berkembang
3.4 Penyebab Stres pada Pelajar
Tekanan orang tua
Orang tua ingin yang terbaik dengan masa depan anaknya. Untuk mencapai
nilai terbaik, maka orang tua membebani anak-anaknya dengan berbagai
tuntutan. Banyak orang tua tidak menyadari bahwa membantu si anak merasa
relaks justru akan menyegarkan pikiran dan membantunya belajar dengan lebih
baik. Sebaliknya para orang tua terus membebani anak-anak mereka untuk
mendapatkan prestasi terbaik dan memuaskan.
Tekanan Guru
Sama seperti orang tua, banyak guru ingin siswanya mendapat nilai terbaik.
Guru selalu mendorong muridnya untuk unggul dalam pelajaran, terutama jika
muridnya berprestasi.
Tekanan dari Sesama Siswa
Semangat kompetisi akan semakin memanas menjelang ujian sekolah. Setiap
siswa berlomba-lomba untuk menunjukkan prestasi terbaik.
Tekanan dari Diri Sendiri
Siswa berprestasi cenderung menjadi perfeksionis. Sehingga jika suatu
kemunduran atau kegagalan terjadi, entah itu nyata atau masih belum terjadi,
dapat membuat stres dan depresi.
3.5 Mengatasi stres
1. Meningkatkan keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa
Individu hendaknya selalu mensyukuri akan apa yang telah dicapai saat ini
sabar, tidak berprasangka buruk pada Tuhan. Selalu berpikir positif jika
dihadapkan kepada suatu cobaan, berfikirlah bahwa cobaan yang lebih berat dari
yang kita rasakan juga pernah dan sedang dicobakan kepada orang-orang selain
dri kita sendiri jadi individu tidak sedang sendirian mengalami cobaan. Dengan
demikian dapat berharap bahwa stres/ketengangan psikologis dalam hidup dapat
dikurangi.
2. Menyalurkan energi melalui kegiatan olahraga
Olah raga dapat melupakan ketegangan psikologis karena didalam berolah
raga terdapat unsur rekreasi. Dengan berolahraga berarti juga dapat meningkatkan
kesehatan jasmani, karena energi cadangan yang tersimpan didalam tubuh berupa
timbunan lemak dapat terbakar untuk tenaga selama berolah raga, dengan berolah
raga semua organ tubuh terstimulasi aktif bekerja.
3. Melakukan relaksasi
Seorang yang mengalami stres dapat mengalami ketengan fisik maupaun
psikologis yang langsung ataupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap
kesehatan fisik dan psikologis. Oleh karena itu relaksasi yang dilakukan dapat
mengendorkan ketengan syaraf dan otot selama stres berlangsung.
4. Meminta dukungan dari teman dan keluarga
Dukungan dari teman dan keluarga sangat diperlukan oleh seorang yang
mengalami stres dan kecemasan, karena dengan mendapat dukungan dari orang
lain seseorang yang mengalami stres dan kecemasan tidak sendirian merasakan
kecemasan hendaknya membuka diri meminta pertolongan kepada orang lain,
tidak menutup-nutupi masalahnya sendiri.
5. Menghindari rutinitas yang membosankan
Buatlah jadwal kegiatan baru yang lebih bervariasi, untuk menyelesaikan
tugas-tugas harian. Untuk menghindari kebosanan, awali sesuatu dengan
semangat dengan rasa gembira dan semangat, anggap itu adalah sesuatu yang
menyenangkan.
3.6 Upaya Meningkatkan Kekebalan Terhadap Stres
1. Makan
Makanan hendaknya baik dan tidak berlebihan, berhenti makan sebelum
kenyang. Jadwal makan hendaknya teratur pagi, siang dan malam dan diusahakan
jangan sampai terlambat. Menu makanan hendaknya bervariasi, berimbang, dan
hangat. Jumlah kalori makanan hendaknya sedang-sedang saja, jangan berlebihan
sehingga mengakibatkan kegemukan; sebaliknya jangan pula kekurangan
sehingga mengakibatkan kekurusan.
2. Tidur
Tidur adalah “obat” alamiah yang dapat memuluhkan segala keletihan fisik
dan mental. Tidur adalah kebutuhan mutlak bagi kehidupan makhluk hidup,
terutama manusia; oleh karena itu jadwal tidur hendaknya teratur. Lamanya tidur
yang baik adalah antara 7-8 jam dalam semalam.
3. Olah raga
Untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental, olah
4. Tidak merokok
Tidak merokok adalah kebiasaan hidup yang baik bagi kesehatan dan
ketahanan serta kekebalan tubuh.
5. Menghindari minuman beralkohol
Tidak meminum minuman keras adalah kebiasaan hidup yang baik bagi
kesehatan dan ketahanan serta kekebalan tubuh. Dampak dari minuman keras
dapat mengakibatkan gangguan mental dan perilaku dan juga penyakit lever
(sirosis hepatis).
6. Menjaga berat badan ideal
Orang dengan berat badan berlebihan (kegemukan/obesitas) atau sebaliknya
akan menurunkan daya tahan dan kekebalan tubuh terhadap stress. Oleh karena itu
berat badan hendaknya seimbang dengan tinggi badan (tidak terlalu gemuk dan
tidak terlalu kurus).
7. Memperluas pergaulan
Manusia adalah mahkluk sosial ; seseorang tidak dapat hidup sendiri atau
menyendiri. Untuk meningkarkan daya tahan dan kekebalan tubuh terhadap stress,
maka orang hendaknya banyak bergaul, banyak relasi dan teman serta perluas
pergaulan sosial
8. Memanfaatkan waktu dengan efisien
Untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental, maka
pengaturan waktu dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, di sekolah/kampus,
9. Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan
Manusia adalah makhluk fitrah (berke-Tuhan-an) dan karenanya memerlukan
pemenuhan kebutuhan dasar spiritual. Maka manusia perlu meningkatkan
ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa.
10. Rekreasi
Guna memebaskan diri dari kejenuhan pekerjaan atau kehidupan yang
monoton, maka meluangkan waktu untuk rekreasi atau mencari hiburan amatlah
baik guna memulihkan ketahanan dan kekebalan fisik maupun mental.
11. Sosial ekonomi (keuangan)
Seseorang hendaknya dapat mengatur keseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran belanja jangan sampai terjadi sebagaimana peribahasa mengatakan
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian yang dilakukan pada penelitian ini menggambarkan cara
mengatasi stres dalam aktivitas belajar pada siswa-siswa di SMA Plus Pematang
Raya Kabupaten Simalungun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah
cara mengatasi stres.
Gambar skema 1
Cara Mengatasi Stres pada
Remaja Laki-laki
1. Meningkatkan keimanan
kepada Tuhan yang Maha
Esa
2. Menyalurkan energi
melalui kegiatan olahraga
3. Melakukan relaksasi
4. Meminta dukungan dari
teman dan keluarga
5. Menghindari rutinitas yang
membosankan
Cara Mengatasi Stres pada
Remaja Perempuan
1. Meningkatkan keimanan
kepada Tuhan yang Maha
Esa
2. Menyalurkan energi
melalui kegiatan olahraga
3. Melakukan relaksasi
4. Meminta dukungan dari
teman dan keluarga
5. Menghindari rutinitas
2. Defenisi Operasional
Table 1 Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional Alat
Ukur
Cara mengatasi stres yaitu
Upaya yang dilakukan untuk
penyesuaian terhadap kondisi
lingkungan yang tidak
seimbang. Dapat dilakukan
dengan:
1. Meningkatkan keimanan
kepada Tuhan yang Maha
Esa
Individu hendaknya selalu
mensyukuri akan apa yang
telah dicapai saat ini apa
yang dimiliki saat ini, rasa
positif jika dihadapkan
kepada suatu cobaan,
berfikirlah bahwa cobaan
yang lebih berat dari yang
kita rasakan juga pernah
dan sedang dicobakan
kepada orang-orang selain
dri kita sendiri jadi
individu tidak sedang
sendirian mengalami
cobaan. Dengan demikian
dapat berharap bahwa
stres/ketengangan
psikologis dalam hidup
dapat dikurangi.
2. Menyalurkan energi
melalui kegiatan olahraga
Olah raga dapat
melupakan ketegangan
psikologis karena didalam
berolah raga terdapat
unsur rekreasi. Dengan
dapat meningkatkan
kesehatan jasmani, karena
energi cadangan yang
tersimpan didalam tubuh
berupa timbunan lemak
dapat terbakar untuk
tenaga selama berolah
raga, dengan berolah raga
semua organ tubuh
terstimulasi aktif bekerja.
3. Melakukan relaksasi
Seorang yang mengalami
stres dapat mengalami
ketengan fisik maupaun
psikologis yang langsung
ataupun tidak langsung
dapat berpengaruh
terhadap kesehatan fisik
dan psikologis. Oleh
karena itu relaksasi yang
dilakukan dapat
mengendorkan ketengan
stres berlangsung.
4. Dukungan dari teman dan
dukungan sosial keluarga
Dukungan dari teman dan
keluarga sangat
diperlukan oleh seorang
yang mengalami stres dan
kecemasan, karena dengan
mendapat dukungan dari
orang lain seseorang yang
mengalami stres dan
kecemasan tidak sendirian
merasakan masalah yang
dihadapinya. Namun
demikian seorang yang
mengalami stres dan
kecemasan hendaknya
membuka diri meminta
pertolongan kepada orang
lain, tidak menutup-nutupi
masalahnya sendiri.
5. Menghindari rutinitas
Buatlah jadwal kegiatan
baru yang lebih bervariasi,
untuk menyelesaikan
tugas-tugas harian. Untuk
menghindari kebosanan,
awali sesuatu dengan
semangat dengan rasa
gembira dan semangat,
anggap itu adalah sesuatu
yang menyenangkan.
3. Hipotesa
Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternative (Ha), yaitu: ada
perbedaan cara mengatasi stres dalam aktivitas belajar antara remaja laki-laki dan
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah deskripsi komperatif yaitu suatu
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membandingkan
subjek yang sedang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
perbedaan cara mengatasi stres dalam aktivitas belajar pada remaja laki-laki dan
perempuan.
2. Populasi, sampel dan teknik sampling 2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa-siswa kelas 12 SMA Plus Pematang Raya
Kab.Simalungun dengan jumlah 36 orang.
2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
sehingga dapat mewakili populasinya. Dalam penelitian ini yang menjadi sample
adalah siswa kelas 12 SMA Plus Pematang Raya dengan jumlah siswa sebanyak
36 orang, terdiri dari 21 orang perempuan dan 15 orang laki-laki.karena penelitian
ini sifatnya membandingkan maka jumlah sampel laki-laki dan perempuan sama
jumlahnya, sehingga jumlah sampel yang akan digunakan menjadi 30 siswa yang
2.3 Tehnik sampling
Tehknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
purposive sample yaitu pengambilan sampel berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan.
3. Lokasi dan waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di SMA Plus Pematang Raya kabupaten
Simalungun, dengan alasan bahwa SMA Plus Pematang Raya merupakan salah
satu SMA plus di Sumatera Utara. Memiliki disiplin belajar yang baik dengan
disiplin yang ketat serta jadwal belajar yang padat dan siswa-siswanya tinggal di
asrama. Penelitan ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangn etik. Setelah mendapat surat izin
untuk melaksanakan penelitian dari kepala sekolah SMA Plus Pematang Raya
Kab.Simalungun, peneliti melakukan penelitian dengan menyebarkan kuisioner
kepada responden yang telah mengisi dan menandatangani lembar persetujuan
(informed consent ). Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan
hanya kelompok data tertentu saja yang disajikan sebagai hasil penelitian.
5. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat
pengumpul data berupa kuesioner yang telah disusun sendiri oleh peneliti. Jumlah
6. Uji validitas dan realibilitas
6.1 Uji validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menujukkan kemampuan instrument
pengumpulan data untuk mengukur apa yang harus diukur, untuk mendapatkan
data yang relevan dengan apa yang sedang diukur (Demspey, 2002). Pada
penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas ini dikonsultasikan kepada ibu
Wardiah Daulai M.Kep.
6.2 Uji reliabilitas
Uji reliabilitas instrument adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui
konsistensi dari instrument sehingga dapat digunakan untuk penelitian dalam
ruang lingkup yang sama. Dalam penelitian ini digunakan reliabilitas konsistensi
internal karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya pemberian instrument
hanya sekali dengan bentuk instrument kepada satu subjek studi (Demspey, 2002).
Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui berapa besar derajat atau
kemampuan alat ukur secara konsisten mengukur sasaran yang akan diukur. Uji
reliabilitas menggunakan KR-21 (Kuder & Richardson 21) dengan r tabel 0,6
(Arikunto, 2002), yang dilakukan pada 30 orang dari populasi diluar sampel yang
telah ditentukan. Hasil uji reliabilitas instrumen cara mengatasi stres adalah 0,716.
Dari hasil tersebut diketahui bahwa r hitung lebih besar dari r tabel berarti
instrumen penelitian dinyatakan reliabel.
7. Pengumpulan data
Sumatera Utara dan ijin dari sekolah SMA Plus Pematang Raya Kab.Simalungun.
Pada saat pengumpulan data, sebelumnya peneliti meminta kesediaan kepada
responden untuk mengikuti penelitian dan bersedia berpartisipasi diminta untuk
menandatangani lembar persetujuan (informed consent).
Cara yang dilakukan adalah dengan meminta responden mengisi lembar
kuesioner dan diberi waktu selama 15 menit. Responden diberi kesempatan
bertanya selama pertanyaan yang ada dalam kuisioner. Setelah responden mengisi
seluruh kuisioner peneletian, peneliti terlebih dahulu memeriksa kelengkapan
jawaban responden sesuai dengan pertanyaan kuesioner kemudian seluruh data
dikumpulkan untuk dianalisa.
8. Analisa data
Setelah semua data terkumpul, analisa data dilakukan melalui beberapa tahap
yaitu pertama editing yaitu memeriksa kembali semua data yakni data responden
dan memastikan jawaban telah diisi sesuai dengan petunjuk. tahap kedua coding
yaitu member kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah saat
membuat tabulasi. Selanjutnya tahap yang ketiga entri yaitu memasukkan data
kedalam program analisa statistik pada computer. Tahap keempat adalah
melakuakan cleaning yaitu mengecek ulang kelengkapan data dengan
menggunakan bantuan komputer. Tahap kelima saving yaitu penyimpanan data
untuk siap dianalisis.
Ada tidaknya perbedaan cara mengatasi stres antara remaja laki-laki dan
perempuan dalam penelitian diuji dengan menggunakan uji t independen/t test.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai
perbedaan cara mengatasi stress dalam aktivitas belajar antara remaja laki-laki dan
perempuan di SMA Plus Pematang Raya Kabupaten Simalungun terhadap 30
orang responden yang terdiri dari 15 responden laki-laki dan 15 responden
perempuan. Penyajian data meliputi data demografi, distribusi frekuensi dan
persentase cara mengatasi stres pada remaja laki-laki, distribusi frekuensi dan
persentase cara mengatasi pada remaja perempuan serta perbedaan cara mengasi
stres antara remaja laki-laki dan perempuan di SMA Plus Pematang Raya.
1. Hasil Penelitian
1.1 Data Demografi
Hasil data demografi pada remaja laki-laki dan perempuan di SMA Plus
Pematang Raya sebanyak 30 responden yang terdiri dari 15 responden laki-laki
dan 15 responden perempuan yang dipilih menjadi subjek penelitian dengan
karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan yang berpendidikan kelas 12 SMA.
Jenis kelamin Frekuensi Persentase %
Laki-laki 15 50
1.2 Cara Mengatasi Stres pada Remaja Laki-laki dan Perempuan
1.2.1 Meningkatkan Keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa
Table 1 Distribusi frekuensi dan persentase cara mengatasi stres pada remaja
laki-laki dan perempuan dengan cara meningkatkan keimanan kepada Tuhan yang
Maha Esa
No Pernyataan Laki-laki Perempuan
Frekue
1 Saya selalu mensyukuri setiap
masalah yang saya hadapi dalam
belajar karena hal tersebut akan
membuat saya menjadi lebih sabar
menghadapi masalah dalam belajar
yang terjadi pada saya.
12 80 12 80
2 Saya akan berpikir positif jika
dihadapkan pada suatu masalah
dalam belajar karena saya yakin
bahwa Tuhan akan memampukan
saya untuk menghadapinya.
12 80 12 80
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa 80,00% laki-laki dan 80%
perempuan mengatasi stres dengan mensyukuri setiap masalah yang dihadapi
dalam belajar, dan 80,00% laki-laki serta 80% perempuan mengatasi stres dengan
berpikir positif jika dihadapkan pada suatu masalah dalam belajar. Untuk
1.2.2 Menyalurkan Energi Melalui Kegiatan Olahraga
Table 2 Distribusi frekuensi dan persentase cara mengatasi stres pada remaja
laki-laki dan perempuan dengan cara menyalurkan energi melalui kegiatan olahraga
No Pernyataan Laki-laki Perempuan
Freku
1 Dengan berolahraga saya dapat
melupakan sejenak masalah dalam
aktivitas belajar yang saya alami,
sehingga saya bisa berpikir lebih
tenang untuk mencari solusinya
13 86,67 12 80
2 Dengan berolahraga tubuh saya akan
terasa lebih segar dan bugar, sehingga
saya merasa lebih kuat dan siap untuk
mengikuti pelajaran yang terasa sulit
bagi saya
13 86,67 11 73,33
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa 86,67% laki-laki dan 80%
perempuan mengatasi stres dengan cara berolahraga yang dapat membuat
responden melupakan sejenak masalah dalam aktivitas belajar yang sedang
dialami , dan 86,67 % laki-laki dan 73,33% mengatasi stres dengan cara
1.2.3 Mengatasi Stres dengan Cara Melakukan Relaksasi
Table 3 Distribusi frekuensi dan persentase cara mengatasi stres pada remaja
laki-laki dan perempuan dengan cara melakukan relaksasi
No Pernyataan Laki-laki Perempuan
Frekue
1 Jika saya sedang mengalami stres
karena ada kesulitan dalam belajar,
saya akan melakukan tarik nafas
dalam hingga membuat saya merasa
lebih rileks
12 80 11 73,33
2 Jika saya sedang mengalami stres
dalam belajar, saya akan melakukan
relaksasi seperti rebahan di tempat
tidur atau meminta teman untuk
memijat kepala saya, dan saya akan
merasa lebih baik dari sebelumnya
11 73,33 12 80
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa 80,00% laki-laki dan 73,33%
mengatasi stres dengan cara melakukan tarik nafas dalam, dan 73,33% laki-laki
serta 80,00% perempuan mengatasi stres dengan cara melakukan relaksasi seperti
1.2.4 Meminta Dukungan Teman atau Keluarga
Table 4 Distribusi frekuensi dan persentase cara mengatasi stres pada remaja
laki-laki dan perempuan dengan cara meminta dukungan teman atau keluarga
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa 73,33% laki-laki dan 93,33%
perempuan mengatasi stres dengan cara curhat pada teman, dan 80,00% laki-laki
serta 86,67% perempuan mengatasi stres dengan cara berceritera kepada keluarga.
Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.
No Pernyataan Laki-laki Perempuan
Freku
1 Dalam keadaan stres karena
mengalami kesulitan dalam
mengikuti pelajaran saya senang
curhat pada teman sekelas untuk
meminta bantuan memberi saran
11 73,33 14 93,33
2 Berceritera kepada keluarga
(orangtua, kakak, adik, dll ) yang
saya anggap dapat mengerti jika saya
mempunyai masalah dalam aktivitas
belajar, akan membuat saya merasa
lebih tenang dan merasa lebih
nyaman
1.2.5 Berdasarkan Cara Mengatasi Stres dengan Cara Menghindari
Rutinitas yang Membosankan
Table 5 Distribusi frekuensi dan persentase cara mengatasi stres pada remaja
laki-laki dan perempuan dengan cara menghindari rutinitas yang membosankan
No Pernyataan Laki-laki Perempuan
Freku
1 Saya selalu mensyukuri setiap masalah
yang saya hadapi dalam belajar karena
hal tersebut akan membuat saya
menjadi lebih sabar menghadapi
masalah dalam belajar yang terjadi
pada saya
13 86,67 12 80
2 Saya akan berpikir positif jika
dihadapkan pada suatu masalah dalam
belajar karena saya yakin bahwa
Tuhan akan memampukan saya untuk
menghadapinya.
13 86,67 13 86,67
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa 86,67% laki-laki dan 80,00%
perempuan mengatasi stres dengan cara membuat jadwal belajar yang lebih
bervariasi, dan 86,67% laki-laki serta 86,67% perempuan mengatasi stres dengan
cara mengawali segala sesuatu dengan rasa gembira. Selengkapnya dapat dilihat
1.3 Perbedaan Cara Mengatasi Stres pada Remaja Laki-laki dan
Perempuan
Adapun perbedaan cara mengatasi stres dalam aktivitas belajar antara remaja
laki-laki dan perempuan di SMA Plus Pematang Raya hanya sedikit, karena
perbedaannya sangat tipis yaitu pada remaja laki-laki cara mengatasi stres yang
paling disukai yaitu dengan melakukan olahraga terbukti dengan hasil persentase
nya yang tinggi yaitu 86,67%. Sedangkan cara mengatasi stres yang paling
disukai oleh remaja perempuan yaitu dengan meminta dukungan dari teman atau
keluarga hal ini terbukti dengan hasil persentase nya yang paling tinggi yaitu
93,33%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan di asrama yang merupakan
tempat tinggal mereka sehari-hari selama selama masih duduk di bangku sekolah
menengah atas, yang mana ruang lingkup mereka sangat sempit dan
pergerakannya juga tidak banyak. Mereka harus mengikuti dan mematuhi semua
jadwal dan peraturan yang telah ditetapkan oleh sekolah, Sehingga cara mereka
untuk mengatasi stres pun banyak kesamaan dan hanya sedikit perbedaannya.
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan uji independen t test
diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan cara mengatasi stres antara remaja
laki-laki dan perempuan. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan p = 0,815 (p >
0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa penelitian ditolak, artinya
bahwa tidak ada perbedaan cara mengatasi stres antara remaja laki-laki dan
perempuan di SMA Plus Pematang Raya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh karena
mereka tinggal dalam lingkungan yang sama yaitu di lingkungan asrama sehingga
bersama-sama yaitu mengikuti peraturan sekolah dan asrama. Sehingga sumber
stres yang dialami dalam aktivitas belajar juga tidak jauh berbeda dan cara
mengatasinya juga dengan cara yang sama.
Hal ini sesuai dengan pendapat Haarr & Morash, 1999 yang mengatakan
bahwa perempuan dan laki-laki menggunakan beragam strategi yang sama untuk
menghadapi stres.
2. Pembahasan
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk
menjawab pertanyaan penelitian tentang perbedaan cara mengatasi stres pada
remaja laki-laki dan perempuan di SMA Plus Pematang Raya.
2.1 Cara Mengatasi Stres pada Remaja Laki-laki
2.1.1 Berdasarkan Meningkatkan Keimanan Kepada Tuhan yang Maha Esa
Hasil penelitian mengenai stres remaja laki-laki yang telah dilakukan
terhadap 15 orang responden di SMA Plus Pematang Raya, diperoleh hasil bahwa
cara mengatasi stres pada remaja berdasarkan meningkatkan keimanan kepada
Tuhan yang Maha Esa 80,00 % responden mengatasi stres dengan mensyukuri
setiap masalah yang dihadapi dalam belajar karena hal tersebut akan membuat
responden menjadi lebih sabar menghadapi masalah yang terjadi, dan 80,00%
responden mengatasi stres dengan berpikir positif jika dihadapkan pada suatu
masalah dalam belajar karena yakin bahwa Tuhan akan memampukan untuk
menghadapinya.
agama masin-masing, aspek ini memungkinkan secara emosional remaja merasa
tidak kesulitan dalam menjalani masa peralihan. Pandangan ini sesuai dengan
pendapat Sarwono (2005), yang menyatakan bahwa religi merupakan bagian yang
cukup penting dalam perkembangan jiwa remaja. Sama hal nya menurut pendapat
William seorang ahli filosofi Amerika juga ahli jiwa secara jujur mengatakan
bahwa ”tidak dapat diragukan lagi bahwa sebagai terapi terbaik bagi keresahan
dan kecemasan ialah iman kepada Tuhan. Iman kepada Tuhan merupakan salah
satu kekuatan yang harus dipenuhi untuk menopang seseorang dalam hidup.
2.1.2 Berdasarkan Menyalurkan Energi Melalui Kegiatan Olahraga
Dari hasil penelitian dengan 15 responden remaja laki-laki diperoleh data
bahwa 86,67 % responden mengatasi stres dengan cara berolahraga yang dapat
membuat responden melupakan sejenak masalah dalam aktivitas belajar yang
sedang dialami , sehingga responden bisa berpikir lebih tenang untuk mencari
solusinya, dan 86,67 % responden mengatasi stres dengan cara berolahraga agar
tubuh terasa lebih segar dan bugar, sehingga reponden merasa lebih kuat dan siap
untuk mengikuti pelajaran yang terasa sulit sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Moorehead and Griffin (1995) yang
mengatakan bahwa salah satu cara menurunkan stres yang efektif adalah melalui
olah raga. Hasil penelitiannya juga menunjukan bahwa orang yang berolah raga
secara teratur merasa tekanan darahnya dari stres menurun dan percaya dirinya
meningkat. Dan hal yang sama dikemukakan oleh Grant yang mengatakan bahwa
dengan berolahraga juga dapat mengurangi atau menghilangkan rasa stres yang
manfaat seperti menghilangkan tekanan emosional, membantu memecahkan
masalah secara kreatif, menumbuhkan harga diri, melahirkan kemampuan
mengendalikan gejolak internal diri dan masih banyak manfaat lainnya.
2.1.3 Berdasarkan Melakukan Relaksasi
Dari hasil penelitian dengan 15 responden remaja laki-laki diperoleh data
bahwa 80,00 % responden mengatasi stres dengan cara melakukan tarik nafas
dalam hingga membuat responden merasa lebih rileks, dan 73,33 % responden
mengatasi stres dengan cara melakukan relaksasi seperti rebahan di tempat tidur
atau meminta teman untuk memijat kepala, dan responden akan merasa lebih baik
dari sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Kreitner dan Kinichi (1995) dalam
bukunya yang berjudul “Organizational Behavior” menjelaskan bahwa teknik
pengendalian stress ialah muscle relaxation, biofeedback, dan meditation. Mereka
mengatakan bahwa relaksasi adalah sebuah cara efektif untuk mengembalikan dan
memperoleh ketenangan pikiran dan kondisi fisik yang santai.
2.1.4 Berdasarkan Meminta Dukungan Teman atau Keluarga
Dari hasil penelitian dengan 15 responden remaja laki-laki diperoleh data
bahwa 73,33 % responden mengatasi stres dengan cara curhat pada teman sekelas
untuk meminta bantuan memberi saran atau dukungan, dan 80,00 % responden
mengatasi stres dengan cara berceritera kepada keluarga (orangtua, kakak, adik,
dll ) yang dianggap responden dapat mengerti masalah dalam aktivitas belajar,
Berbeda dengan pendapat Baldwin (2002) yang mengatakan bahwa stres
pada remaja juga disebabkan karena tuntutan dari orangtua dan masyarakat. Orang
tua biasanya menuntut anaknya untuk mempunyai nilai yang bagus di sekolah
tanpa melihat kemampuan si anak.
2.1.5 Berdasarkan Menghindari Rutinitas yang Membosankan
Dari hasil penelitian dengan 15 responden remaja laki-laki diperoleh data
bahwa 86,67 % responden mengatasi stres dengan cara membuat jadwal baru
untuk jam belajar yang lebih bervariasi untuk menghindari kejenuhan sehingga
dapat mengurangi stres yang dialami, dan 86,67 % responden mengatasi stres
dengan cara mengawali segala sesuatu dengan rasa gembira dan semangat dan
menganggap belajar adalah sesuatu pekerjaan yang menyenangkan sehingga
dapat mengurangi masalah belajar yang dirasakan oleh responden.
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang mengatakan bahwa dengan membuat
jadwal kegiatan baru yang lebih bervariasi, untuk menyelesaikan tugas-tugas
harian dapat mengurangi kebosanan atau kejenuhan sehingga dapat mengurangi
stress Kusnadi (2003).
2.2 Cara Mengatasi Stres Pada Remaja Perempuan
2.2.1 Berdasarkan Meningkatkan Keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa
Dari hasil penelitian dengan 15 responden remaja perempuan diperoleh data
bahwa 80,00 % responden mengatasi stres dengan mensyukuri setiap masalah
yang dihadapi dalam belajar karena hal tersebut akan membuat responden menjadi
lebih sabar menghadapi masalah yang terjadi, dan 80,00% responden mengatasi
karena yakin bahwa Tuhan akan memampukan untuk menghadapinya. Hal ini
dapat dipengaruhi oleh aspek religi (aspek spiritual) remaja, dimana semua
responden memiliki keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai agama
masin-masing, aspek ini memungkinkan secara emosional remaja merasa tidak
kesulitan dalam menjalani masa peralihan. Pandangan ini sesuai dengan pendapat
Sarwono (2005), yang menyatakan bahwa religi merupakan bagian yang cukup
penting dalam perkembangan jiwa remaja. Sama hal nya menurut pendapat
William seorang ahli filosofi Amerika juga ahli jiwa secara jujur mengatakan
bahwa ”tidak dapat diragukan lagi bahwa sebagai terapi terbaik bagi keresahan
dan kecemasan ialah iman kepada Tuhan. Iman kepada Tuhan merupakan salah
satu kekuatan yang harus dipenuhi untuk menopang seseorang dalam hidup.
2.2.2 Berdasarkan Menyalurkan Energi Melalui Kegiatan Olahraga
Dari hasil penelitian dengan 15 responden remaja perempuan diperoleh data
bahwa 80,00 % responden mengatasi stres dengan cara berolahraga yang dapat
membuat responden melupakan sejenak masalah dalam aktivitas belajar yang
sedang dialami , sehingga responden bisa berpikir lebih tenang untuk mencari
solusinya, dan 73,33 % responden mengatasi stres dengan cara berolahraga agar
tubuh terasa lebih segar dan bugar, sehingga reponden merasa lebih kuat dan siap
untuk mengikuti pelajaran yang terasa sulit sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Moorehead and Griffin (1995) yang
mengatakan bahwa salah satu cara menurunkan stres yang efektif adalah melalui
olah raga. Hasil penelitiannya juga menunjukan bahwa orang yang berolah raga