• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Kanker Nyeri Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektifitas Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Kanker Nyeri Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS TERAPI MUSIK TERHADAP INTENSITAS

NYERI PADA PASIEN KANKER NYERI KRONIS

di RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

OLEH

SARAH DAMAYANTI SARAGIH

091121067

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmatNya yang memberikan saya motivasi terbesar dalam hidup ini, beserta ucapan terimakasih untuk keluarga dan para sahabat yang memberikan motivasi sehinga saya mampu melangkah untuk menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Efektivitas Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Kanker Nyeri Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan

Penyusunan skripsi ini telah banyak banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNs sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp, MNS dan Bapak Mula Tarigan,S.Kp, M.Kes sebagai dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini dan juga memberi motivasi, semangat, dan dukungan kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Farida Linda Sari S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran yang bermanfaat bagi skripsi ini.

(4)

5. Seluruh dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan pendidikan kepada saya selama proses perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi saya secara administratif.

6. Teristimewa kepada seluruh keluarga saya, kepada mama dan papa tercinta, abang dan adik-adik ku yang terus memberikan motivasi dan doa yang tiada henti buat saya.

7. Teman-teman ku yang selalu ada untuk ku, Eridha Nonita Sebayang, Theresya Manalu, Ririn Suwinul Arifin, Netty Simanjuntak dan Ruspina Nadeak.

8. Responden yang telah bersedia meluangkan waktu dan berpartisipasi dalam penelitian saya.

9. Semua Pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat seluruhnya disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu saya baik dalam penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan rahmatNya kepada semua pihak yang telah membantu saya

Harapan saya semoga skripsi ini bermanfaat dalam memberikan informasi di bidang kesehatan terutama keperawatan.

Medan, 10 Januari 2011

(5)

DAFTAR ISI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker 1.1 Defenisi ... 6

1.2 Proses Terjadinya Kanker ... 6

1.3 Jenis, Tanda dan Gejala Kanker ... 7

1.4 Penyebab dan Faktor Resiko Kanker ... 10

1.5 Pemeriksaan Diagnostik ... 13

2. Nyeri 2.1 Defenisi ... 15

2.2 Klasifikasi Nyeri ... 17

2.3FisiologiNyeri ... 21

2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nyeri ... 24

2.5 Pengukuran Intensitas Nyeri ... 27

3. Terapi Musik ... 31

3.1 Defenisi ... 31

3.2 Sejarah Musik Sebagai Alternatif Pengobatan ... 31

3.3 Terapi Musik Dalam Penanganan Nyeri ... 32

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 34

2. Defenisi Operasional ... 35

3. Hipotesa Penelitian... 36

(6)

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian ... 43

2. Pembahasan ... 51

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan ... 56

2. Rekomendasi ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 71

1. Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian ... 71

2. Kuesioner Data Demografi ... 72

3. Lembar Pengukuran Intensitas Nyeri ... 73

4. Lampiran SPSS ... 74

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pebandingan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis ... 20 Tabel 2. Karakteristik Demografi Responden ... 44 Tabel 3. Intensitas Nyeri Pre Intervensi Pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol ... 45 Tabel 4. Intensitas Nyeri Post Intervensi Pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol... 47 Tabel 5. Intensitas Nyeri Pre dan Post Intervensi Pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol... 47 Tabel 6. Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Kelompok Intervensi

(8)

DAFTAR SKEMA

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Verbal Descriptor Scale (VDS) ... 28

Gambar 2. Numerical Rating Scale (NRS) ... 28

Gambar 3. Visual Analog Scale (VAS) ... 29

(10)

Judul : Efektifitas Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Kanker Nyeri Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama : Sarah Damayanti Saragih Nim : 091121067

Jurusan : Fakultas Keperawatan (S.Kep)

Abstrak

Terapi musik merupakan salah satu terapi non farmakologis yang ditawarkan untuk menurunkan intensitas nyeri kanker. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen. Terapi musik dilakukan selama 3 hari sebanyak 1 kali sehari mulai tanggal 22 Agustus 2010 sampai September 2010. Berdasarkan teknik purposive sampling diperoleh sampel sebanyak 26 orang. Sampel ini terbagi dalam 2 kelompok, 13 orang kelompok perlakuan dan 13 orang kelompok kontrol. Pada kedua kelompok dilakukan pengukuran skala nyeri pre dan post intervensi. Dan datanya dicatat dalam lembar pengukuran skala nyeri. Kemudian dianalisa dengan uji statistik deskripif, paired sample dan independent t-test. Hasil analisa data statistik deskriptif menunjukkan nyeri pre intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol memiliki nyeri yang sama yaitu berat (69,2%) dan intensitas nyeri post intervensi pada kelompok perlakuan berada pada nyeri sedang (76,9%), sedangkan pada kelompok kontrol berada pada intensitas nyeri berat (76,9%). Dengan uji paired sampel menunjukkan pada kelompok intervensi nilai t=2,47, p = 0,021 dan pada kelompok kontrol nilai t = -1,53, p = 0,15. Selanjutnya dengan uji independent t-test, penelitian ini juga menemukan bahwa intensitas nyeri kelompok perlakuan berbeda dengan kelompok kontrol (t = -1,53, p = 0,028). Penemuan ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensitas nyeri yang signifikan setelah pemberian terapi musik, sama halnya jika dibandingkan dengan kelompok kontrol terdapat perbedaan yang signifikan dari intensitas nyeri. Kesimpulan dari penemuan penelitian ini menunjukkan bahwa terapi musik efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien kanker nyeri kronis.

(11)

Judul : Efektifitas Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Kanker Nyeri Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama : Sarah Damayanti Saragih Nim : 091121067

Jurusan : Fakultas Keperawatan (S.Kep)

Abstrak

Terapi musik merupakan salah satu terapi non farmakologis yang ditawarkan untuk menurunkan intensitas nyeri kanker. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen. Terapi musik dilakukan selama 3 hari sebanyak 1 kali sehari mulai tanggal 22 Agustus 2010 sampai September 2010. Berdasarkan teknik purposive sampling diperoleh sampel sebanyak 26 orang. Sampel ini terbagi dalam 2 kelompok, 13 orang kelompok perlakuan dan 13 orang kelompok kontrol. Pada kedua kelompok dilakukan pengukuran skala nyeri pre dan post intervensi. Dan datanya dicatat dalam lembar pengukuran skala nyeri. Kemudian dianalisa dengan uji statistik deskripif, paired sample dan independent t-test. Hasil analisa data statistik deskriptif menunjukkan nyeri pre intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol memiliki nyeri yang sama yaitu berat (69,2%) dan intensitas nyeri post intervensi pada kelompok perlakuan berada pada nyeri sedang (76,9%), sedangkan pada kelompok kontrol berada pada intensitas nyeri berat (76,9%). Dengan uji paired sampel menunjukkan pada kelompok intervensi nilai t=2,47, p = 0,021 dan pada kelompok kontrol nilai t = -1,53, p = 0,15. Selanjutnya dengan uji independent t-test, penelitian ini juga menemukan bahwa intensitas nyeri kelompok perlakuan berbeda dengan kelompok kontrol (t = -1,53, p = 0,028). Penemuan ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensitas nyeri yang signifikan setelah pemberian terapi musik, sama halnya jika dibandingkan dengan kelompok kontrol terdapat perbedaan yang signifikan dari intensitas nyeri. Kesimpulan dari penemuan penelitian ini menunjukkan bahwa terapi musik efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien kanker nyeri kronis.

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kanker adalah suatu penyakit pertumbuhan sel, yang tidak hanya terdapat pada manusia tetapi juga pada binatang dan tumbuh-tumbuhan, akibat adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel (Sukardja, 2000). Donny (2009) juga menyatakan bahwa kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemamapuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invansif) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis).

Kanker merupakan penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat menyerang siapa saja. Di dunia ini, penyakit kanker merupakan penyebab utama kematian setelah penyakit kardiovaskular (Donny, 2009). Diperkirakan prevalensi penderita kanker akan meningkat dari tahun ke tahun, akibat harapan hidup yang lebih meningkat, keadaan sosial ekonomi yang makin buruk, dan perubahan pola penyakit menular/infeksi ke arah penyakit degeneratif, neoplasma dan cedera (Syafuddin, 2006)

(13)

Di Indonesia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 6 dan diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000 penduduk per tahunnya (Depkes, 2003).

Kanker diketahui dapat menimbulkan berbagai macam keluhan, dan nyeri adalah keluhan utama yang paling sering diutarakan oleh penderita. Dalam perjalanan penyakitnya, 45%-100% penderita mengalami nyeri yang sedang sampai yang berat, dan 80%-90% nyeri itu dapat ditanggulangi dengan pengelolaan nyeri kanker yang tepat sesuai dengan pedoman dari WHO (Syafuddin, 2006).

Bonika (1990), menyatakan bahwa nyeri kanker merupakan salah satu yang terpenting diantara sindroma nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri kanker mempunyai arti tersendiri khususnya bagi penderita dan keluarganya. Sejumlah 1,1 juta penderita di Amerika Serikat, dan diperkirakan 9 juta penderita di dunia, tiap tahunnya menderita nyeri kanker dan sering belum mendapat penanganan yang adekuat (Syafuddin, 2006). Ini mengakibatkan penderita berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun menjelang akhir hidupnya berada dalam penderitaan dan ketidakmampuan.

(14)

penyembuhan respon yang lebih parah akan mengarah pada ancaman merusak diri sendiri.

Secara garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi. Manajemen nyeri dengan melakukan teknik relaksasi merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup latihan pernafasan diafgrama, teknik relaksasi progresif, quided imagery, terapi musik dan meditasi. (Greer, 2003)

Musik merupakan bunyi yang dianggap enak oleh pendengarnya yang dihasilkan secara sengaja oleh seseorang atau sekumpulan orang. (Samuel, 2007) Penggunaan musik sebagai terapi sebenarnya telah digunakan manusia sejak jaman Yunani kuno dan mulai diterapkan pada masa Perang Dunia I dan II. Dalam bidang kedokteran, terapi musik dapat digunakan untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan fisik mental, emosional atau spritual dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu (Samuel, 2007)

Terapi musik ini mempunyai tujuan untuk membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi meningkatkan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan emosional. Dengan demikian, terapi musik juga diharapkan dapat membantu mengatasi stress, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit (Djohan, 2006)

(15)

Peryataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan pada tahun 2007 di Badan Pelaksanaan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar yang menggunakan rancangan penelitian Pre Eksperimental After Only Design dengan metode Statik Group Comparism. Sampel diambil dari pasien yang menjalani perawatan luka bedah abdomen dengan metode non probability sampling teknik purposive sampling, berjumlah 18 orang yang terdiri dari 9 orang kelompok kontrol dan 9 orang kelompok perlakuan.

Dari hasil penelitian didapat bahwa sebagian besar (56%) intensitas nyeri pada kelompok kontrol adalah nyeri sedang, sedangkan yang terbanyak pada kelompok perlakuan adalah intensitas nyeri ringan (67%), dan dari hasil uji statistik Mann Whitney test diperoleh nilai p = 0.039, angka ini menunjukkan bahwa nilai p < α (0.05), maka Ha diterima artinya terdapat perbedaan intensitas nyeri setelah pemberian terapi musik pada pasien dalam perawatan luka abdomen..

(16)

2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang dapat dirumuskan adalah bagaimana keefektifan terapi musik terhadap intensitas nyeri pada pasien kanker nyeri kronis.

3. Tujuan Penelitian

3.1 Untuk mengidentifikasi intensitas nyeri pre intervensi terapi musik pada

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pasien kanker dengan nyeri kronis.

3.2 Untuk mengidentifikasi intensitas nyeri post intervensi terapi musik pada

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pasien kanker dengan nyeri kronis.

3.3 Untuk mengidentifikasi perbedaan intensitas nyeri antara pre dan post

intervensi terapi musik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pasien kanker dengan nyeri kronis.

3.4 Untuk mengidentifikasi perbedaan intensitas nyeri antara kelompok

(17)

4. Manfaat Penelitian

Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian dapat dijadikan bahan masukan atau (sumber informasi) serta dasar pengetahuan bagi para mahasiwa-mahasiswa keperawatan dan dapat dijadikan sebagai materi latihan dalam menangani pasien nyeri kronis.

Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti nyata akan efek terapi musik terhadap nyeri sehingga dapat dijadikan sebagai suatu intervensi keperawatan untuk menurunkan nyeri pada pasien-pasien nyeri kronis.

Bagi Peneliti Selanjutnya

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kanker

1.1. Difenisi

Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasif) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh/metastasis (Robbins, 1999).

Kanker merupakan suatu neoplasma ganas yang berasal dari sel. Sedangkan neoplasma adalah massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi (Harnawatiaj, 2008)

Dalam perkembangannya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan ganas yang menyusup ke jaringan di dekatnya dan bisa menyebar ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian.

(19)

1.2. Proses Terjadinya Kanker

Diananda (2009), mengatakan bahwa faktor terjadinya kanker salah satunya diakibatkan oleh adanya sel epitel yang terus berkembang (berpoliperasi). Saat berpoliperasi, genetik sel bisa berubah akibat adanya pengaruh agen karsinogen yang menyebabkan hilangnya penekanan terhadap proses proliferasi sel. Pembentukan sel menjadi ganas juga melibatkan gen-gen mengatur yang pembentukan sel, akibatnya sel berkembang tidak terkendali. Selanjutnya Diananda (2009) memaparkan beberapa tahapan perkembangan kanker sebagai berikut:

1.2.1 Tahap Insisi

Pada tahap insisi terjadi perubahan genetik yang menetap akibat rangsangan bahan atau agen inisiator yang menimbulkan proses inisiasi, perubahan yang terjadi adalah irreversibel.

1.2.2 Tahap Promosi

Dalam tahap promosi perubahan ke arah prakanker terjadi akibat bahan-bahan promoter. Perubahan-bahan yang terjadi mempengaruhi promoter yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama. Tahap ini irreversible, artinya resiko timbulnya kanker akan hilang bila promoter dihilangkan.

1.2.3 Tahap Progresif

(20)

1.3. Jenis, Tanda dan Gejala Klinis Kanker

Adapun jenis, tanda dan gejala klinis pada kanker adalah: 1.3.1 Karsinoma

Karsinoma adalah jenis kanker yang berasal dari sel yang melapisi permukaan tubuh atau permukaan saluran tubuh, misanya jaringan epitel seperti sel kulit, testis, ovarium, kelenjar mukus, sel melanin, payudara, leher rahim, kolon, rektum, lambung, pankreas, dan esopagus.

Salah satu tanda dan gejala klinis pada karsinoma adalah perubahan pada epitel itu sendiri, karsinoma sel basal dan sel skuamosa mempunyai beberapa penampilan yang berbeda, bermula sebagai nodul atau benjolan kecil, halus, mengkilat, pucat, kadan-kadang berdarah/ berkembang menjadi satu krusta yang rata dan tipis dengan gumpalan merah keras (Charette, 1999).

1.3.2 Limfoma

Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan yang membentuk darah, misalnya jaringan limfe, limfa, lacteal, berbagai kelenjar limfe, timus, dan sumsum tulang. Limfoma spesifik antara lain adalah penyakit Hodgkin (kanker kelenjar limfe dan limfa).

(21)

1.3.3 Leukimia

Leukemia adalah jenis kanker yang tidak membentuk massa tumor, tetapi memenuhi pembuluh darah dan mengganggu fungsi sel darah normal. Tanda dan gejala dari leukimia meliputi anemia, perdarahan ,demam, malaise, infeksi dan nyeri tulang. Gejala neurologis meliputi sakit kepala, mual, muntah, dan gangguan penglihatan.

Dengan adanya peningkatan jumlah sel darah putih mengakibatkan terjadinya gumpalan dari sel-sel dan resiko timbulnya komplikasi neurologis, jantung dan pulmonal yang serius. Pada leukimia sering juga dijumpai adanya limfadenopati dan hepatospenomegali ( Robbins, Cotran & Kumar, 2007).

1.3.4 Sarkoma

Sarkoma adalah jenis kanker dimana jaringan penunjang yang berada di permukaan tubuh seperti jaringan ikat, termasuk sel-sel yang ditemukan di otot dan di tulang.

Gejala klinis yang sering dijumpai pada sarkoma adalah adanya pembengkakan dan nyeri pada daerah yang terkena gejala cenderung menjadi progresif, ditandai dengan demam ringan, flu, malaise, kelemahan, anemia, leukositosis dan peningkatan laju endap darah ( Carette, 1999).

1.3.5 Glioma

Glioma adalah kanker susunan saraf, misalnya sel-sel glia (jaringan penunjang) di susunan saraf pusat.

(22)

perdarahan jaringan otak, herniasi otak, perubahan struktur, defisit memori, dan hilangnya fungsi usus dan kandung kemih (Mackay & Hayes, 1997).

1.3.6 Karsinoma In situ

Karsinoma in situ adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sel epitel abnormal yang masih terbatas di daerah tertentu sehingga masih dianggap sebagai lesi prainpasif (kelainan/luka yang belum menyebar).

Karsinoma in situ ditandai dengan proliferasi kecil dalam duktus yang menyebabkan distorsi minimal 50% dari satu lobus, lebih agresif dengan kekambuhan dan apabila dibiopsi kekambuhan terjadi sekitar 0-10 % kasus (Mackay & Hayes).

1.4. Penyebab dan Faktor Resiko Kanker

Junaidi (2006), mengatakan bahwa penyebab kanker biasanya tidak dapat diketahui secara pasti karena penyebab kanker dapat merupakan gabungan dari sekumpulan faktor, genetik dan lingkungan.

Namun ada beberapa faktor yang diduga meningkatkan resiko terjadinya kanker, sebagai berikut:

1.4.1 Faktor keturunan

(23)

1.4.2 Faktor Lingkungan

Lingkungan yang buruk merupakan faktor eksternal yang dapat meningkatan resiko terkena kanker. Merokok sigaret meningkatkan resiko terjadinya kanker paru-paru, mulut, laring, dan kandung kemih. Selain itu, radiasi ionisasi (yang merupakan karsinogenik) yang digunakan dalam sinar rontgen dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom yang bisa menjangkau jarak yang sangat jauh. Misalnya, orang yang selamat dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II, berisiko tinggi menderita kanker sel darah, seperti Leukemia ( Petter, 2007).

1.4.3 Faktor Makanan yang mengandung bahan kimia

Makanan juga dapat menjadi faktor resiko penting lain penyebab kanker, terutama kanker pada saluran pencernaan. Contoh jenis makanan yang dapat menyebabkan kanker adalah makanan yang diasap dan diasamkan (dalam bentuk acar) meningkatkan resiko terjadinya kanker lambung, minuman yang mengandung alkohol menyebabkan beresiko lebih tinggi terhadap kanker kerongkongan, zat pewarna makanan, logam berat seperti merkuri yang sering terdapat pada makanan laut yang tercemar seperti: kerang, ikan dan berbagai makanan manis dari tepung yang diproses secara berlebihan (Diananda, 2009).

1.4.4 Virus

(24)

Epstein-Barr (di Afrika) menyebabkan Limfoma Burkitt, sedangkan di China virus ini menyebabkan kanker hidung dan tenggorokan. Ini terjadi karena faktor lingkungan, genetik dan virus Retro pada manusia,misalnya virus HIV dapat menyebabkan limfoma dan kanker darah lainnya (Kricker, 1997).

1.4.5 Infeksi

Infeksi yang dibiarkan tanpa penanganan medis akan menambah resiko terkena kanker. Organisme penyebab kanker antara lain, parasit Schistosoma (bilharzia) dapat menyebabkan kanker kandung kemih karena terjadinya iritasi menahun pada kandung kemih. Infeksi oleh Clonorchis yang menyebabkan kanker pankreas dan saluran empedu, dan helicobacter Pylori merupakan penyebab kanker lambung ( Junaidi, 2006).

1.4.6 Perilaku

Perilaku tertentu meningkatkan kemungkinan seseorang menderita kanker. Perilaku yang dimaksud misalnya adalah merokok dan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan daging yang diawetkan, peminum alkohol dan perilaku seksual yang melakukan hubungan intim diusia dini dan sering berganti-ganti pasangan (Syafuddin, 2006).

1.4.7 Gangguan Keseimbangan Hormonal

(25)

1.4.8 Faktor Kejiwaan dan Emosional

Stres yang berat dapat menyebabkan ganggguan keseimbangan seluler tubuh. Keadaan tegang yang terus menerus dapat mempengaruhi sel, dimana sel jadi hiperaktif dan berubah sifat menjadi ganas sehingga menyebabkan kanker (Petter, 2007).

1.4.9 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom, atau molekul yang mempunyai elektron bebas yang tidak berpasangan di lingkaran luarnya. Masuk ke dalam tubuh dalam bentuk racun-racun kimiawi dari makanan, minuman, udara yang terpolusi, dan sinar ultraviolet dari matahari dan diproduksi secara berlebihan pada waktu kita makan berlebihan atau bila kita dalam keadaan stres berlebihan, baik stres secara fisik, psikologis, maupun biologis ( Kinzler, 2002).

1.5 Pemeriksaan Diagnostik

Untuk mengetahui tanda dan gejala kanker dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik.

(26)

Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada setiap penyakit kanker adalah:

1.5.1 Karsinoma

Pemeriksaan diagnostik pada karsinoma dilakukan dengan biopsi meliputi eksisi dan insisi, bila dicurigai adanya melanoma maka biopsi eksisi merupakan metode pilihan sehingga kedalaman biopsi dapat diukur, pemeriksaan karsinoma ini disebut dengan Level Breslow. Untuk melanoma yang dalam dibutuhkan pemeriksaan darah, Sinar-X dan CT scan ( Charette, 1999).

1.5.2 Limfoma

Pemeriksaan diagnostik pada limfoma meliputi pemeriksaan radiologis seperti CT scan, MRI, Sinar-X dada, limfangiogram, Intravena pielogram (IVP), dan CT scan tulang jika ada nyeri tulang ( Otto, 2003).

1.5.3 Leukimia

Pemeriksaan diagnostik pada leukimia dilakukan dengan menghitung darah lengkap. Semua jenis leukimia didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan diagnostik aspirasi dan biopsi sumsum tulang, biopsi ini biasanya didapat dari tulang iliaka dan tulang sternum dengan pemberian anestesi lokal (Robbins, Cotran & Kumar, 2007)

1.5.4 Sarkoma

(27)

1.5.5 Glioma

Pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan pada glioma pada umumnya adalah Computed Tomography (CT), MRI, Tomography Emisi Positron, Angiogram otak dan Rongten untuk mengevaluasi aliran pembuluh darah ke otak. Pemeriksaan glioma pada epilepsi dilakukan dengan Elektroensefalografi, sedangkan pada diagnosis herniasi diskus antevertebra dan tumor spinalis dilakukan dengan Mielografi untuk melihat kanalis spinalis dan korda ( Mackay & Hayes, 1997).

Dalam konteks keperawatan, nyeri yaitu “apapun yang dikatakan orang mengenai pengalaman nyeri, keberadaanya ada kapan saja saat ia mengatakan nyeri”(Mander, 2003). Nyeri merupakan alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau

2. Nyeri

2. 1. Defenisi Nyeri dan Teori Nyeri

(28)

bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan (Brunner & Suddart, 2001).

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri memiliki beberapa sifat, antara lain (Mahon, 1994; dalam Potter & Perry, 2005) yaitu subjektif, sangat individual, stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individual, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi, tidak berkesudahan, melelahkan dan menuntut energi seseorang, dapat menggangu hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan, tidak dapat diukur secara subjektif, dan mengarah pada ketidakmampuan.

Teori nyeri yang diterima saat ini salah satunya adalah teori Gate Control. Menurut teori ini, sensasi nyeri dihantar sepanjang saraf sensoris menuju ke otak dan hanya sejumlah sensasi atau pesan tertentu dapat dihantar melalui jalur saraf ini pada saat bersamaan (Mander, 2003).

(29)

Serabut saraf A-Beta merupakan serat saraf spinalis bermielin dengan ambang tinggi dan berkecepatan antara 30-90 meter perdetik dalam menghantarkan impuls sedangkan serabut serat A-Delta merupakan serat saraf bermielin dan berdiameter kecil yang menghantarkan impuls pada kecepatan rendah yaitu antara 6-30 meter perdetik sedangkan serabut saraf C yang tidak bermieiln memiliki kecepatan konduksi 0,5-20 meter perdetik (Guyton, 1990).

Serabut saraf A-Delta dan serabut saraf C berespon secara maksimal terhadap nyeri. Pada mekanisme teori ini, serabut saraf A-Beta yang menyampaikan sensasi sentuhan akan melewati mekanisme gerbang. Ketika diaktifkan, serabut saraf ini berlomba dengan serabut saraf A-Delta sehingga memblok impuls nyeri, bila gerbang terbuka beberapa impuls nyeri dapat masuk sehingga nyeri dapat dirasakan dan bila gerbang tertutup, impuls nyeri akan terhambat (Kozier, 1987).

2. 2. Klasifikasi Nyeri

Menurut (Tamsuri, 2007), nyeri dapat dibedakan berdasarkan sumber nyerinya sebagai berikut:

2.2.1 Berdasarkan Sumber Nyeri

Sumber nyeri bisa berasal dari mana saja yaitu kulit, ligament, otot dll. Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan atas: dibedakan atas:

a. Cutaneus/suferfisial

(30)

b. Deep somatik/nyeri dalam

Deep somatik/nyeri dalam adalah nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah, tendon dan saraf. Nyeri menyebar dan lebih lama dari pada cutaneus, contoh; sprain sendi.

c. Visceral (pada organ dalam )

Visceral (pada organ dalam) adalah stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, kranium dan thorax. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, dan regangan jaringan.

2.2.2. Berdasarkan Penyebab Nyeri

Nyeri yang dialami pasien dapat disebabakan oleh hal-hal tertentu, oleh karena itu berdasarkan penyebabanya, nyeri dapat dibedakan atas 2 kategori yaitu:

a.. Penyebab fisik

Merupakan nyeri yang berasal dari bagian tubuh seseorang dan ini terjadi karena stimulus fisik serta nyeri ini dapat dilihat secara langsung dari morfologi tubuh yang berubah (contoh: fraktur femur).

b. Psycogenik

(31)

2.2.3. Berdasarkan Lama/Durasi Nyeri

Lama/durasi nyeri yang dialami oleh pasien sangat beranekaragam, hal ini tentu sangat menggangu aktivitas dari penderita nyeri tersebut. Untuk itulah maka perlu diambil tindakan secepat mungkin untuk mengurangi dan menghilangkan nyeri. Sedangkan berdasarkan nyeri tersebut dapat dibedakan atas:

a. Nyeri akut

Nyeri akut adalah suatu keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang (Carpenito, 1998). Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cedera atau intervensi bedah dan memilliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak.

Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera menghilangkan nyeri. Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan pasien, untuk itu harus menjadi proses perawatan (Tamsuri, 2007).

(32)

dan batasan objektif adalah perilaku sangat berhati-hati, memusatkan diri, fokus perhatian rendah (perubahan persepsi waktu, menarik diri dari hubungan sosial, gangguan proses fikir), perilaku distraksi (mengerang, menangis dll), raut wajah kesakitan (wajah kuyu, meringis), perubahan tonus otot, respon autonom seperti diaphoresis ,perubahan tekanan darah dan nadi, dilatasi pup il, penurunan atau peningkatan frekuensi pernafasan.

b. Nyeri Kronis

Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang periode tertent, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan.

Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian. Sifat nyeri kronis yang tidak dapat diprediksi membuat pasien menjadi depresi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalami depresi kronis akan timbul perasaan yang tidak aman, karena dia tidak tahu apa yang dirasakannya dari hari ke hari (Tamsuri, 2007).

(33)

Adapun perbedaan nyeri akut dan nyeri kronik dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis Tujuan detik hingga enam bulan Konsisten dengan respon

Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC

2.2.4. Berdasarkan lokasi/letak Nyeri

Menurut (Priharjo, 1993), nyeri dapat dibedakan berdasarkan lokasi atau letak terjadinya, sebagai berikut:

a. Radiating pain, merupakan nyeri yang diakibatkan oleh efek radioaktif pada bagian tubuh yang terkena paparannya.

b. Cardiac pain, yakni nyeri dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya. c. Referred pain, yakni nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu

yang diperkirakan berasal dari jaringan penyebab.

(34)

e. Phantom pain, yakni sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (contoh: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis.

a. Resepsi

2.3. Fisiologi Nyeri

Nyeri merupakan campuran fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, resepsi, persepsi, dan reaksi (Potter & Perry, 2005):

Clancy & McCivar, 1992 dalam Potter & Perry, 2005 mengatakan bahwa semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.

(35)

b. Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus frontalis, dan sistem limbik (Paice, 1991). Sistem limbik berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi saraf berakhir di dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan mempersepsikan sensasi nyeri.

Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri. Meinhart dan McCaffery (1983) menjelaskan tiga sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori-diskriminatif, motivasi-adektif, dan kognitif-evaluatif.

c. Reaksi

Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respons stres. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superficial menimbulkan reaksi “flight-atau-fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum.

(36)

Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus, yang apabila tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya, dapat mengubah kualitas kehidupan individu secara bermakna. Mahon (1994) mencatat bahwa nyeri dapat memiliki sifat yang mendominasi, yang mengganggu kemampuan individu berhubungan dengan orang lain dan merawat diri sendiri. Meinhart dan McCaffery (1983) mendeskripsikan tiga fase pengalaman nyeri yaitu antisipasi, sensasi, dan akibat (aftermath).

Fase antisipasi terjadi sebelum mempersepsikan nyeri. Seorang individu mengetahui nyeri akan terjadi. Fase antisipasi mungkin bukan merupakan fase yang paling penting, karena fase tersebut dapat mempengaruhi dua fase yang lain. Toleransi individu terhadap nyeri merupakan suatu ketidakinginan untuk menerima nyeri dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama, hal ini bergantung pada pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang.

(37)

Fase akibat (aftermath

2.4.

) terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti, bahkan walaupun sumber nyeri dikontrol, seorang klien mungkin masih memerlukan perhatian perawat karena nyeri merupakan suatu krisis.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Potter & Perry, (2005) menyatakan bahwa nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, oleh karena itu banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu sebagai berikut:

.

a. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.

Gill, (1990) dalam Potter & Perry, (2005) mengatakan bahwa umumnya, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri,

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak dan pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi, mereka cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan ( Potter & Perry, 2005)

b. Jenis Kelamin

(38)

tidak pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri sedangkan wanita pantas untuk mengeluh nyeri

c. Kebudayaan

Calvillo & Flaskerud (1991) dalam Potter & Perry mengatakan bahwa keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.

Gill, (1990) dalam Potter & Perry, (2005), mengatakan bahwa tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat Individu belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri, misalnya suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

d. Makna nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan maka setiap respon terhadap nyeri akan berbeda berdasarkan setiap makna nyeri yang diterima (Kozier, 2004)

(39)

terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery

f. Ansietas

), mendengarkan musik, dan masase.

Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer. Biasanya, hal ini menyebabkan toleransi nyeri individu meningkat, khususnya terhadap nyeri yang berlangsung hanya selama waktu distraksi.

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping (Long, 1996).

g. Gaya koping

Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun keseluruhan/total. Klien seringkali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. Penting untuk memahami sumber-sumber koping klien selama ia mengalami nyeri. Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan, atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana asuhan keperawatan dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu ( Kozier, 2004)

h. Dukungan keluarga dan sosial

(40)

yang berbeda memiliki harapan yang berbeda tentang orang tempat mereka menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri.

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan, walaupun nyeri tetap dirasakan klien, kehadiran orang yang dicintai klien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan.

2.5.

Menurut Perry & Potter (1993), nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-kadang perawat hanya bisa mengkaji nyeri dengan berpatokan pada ucapan dan perilaku pasien. Pasien diminta untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan, sedang atau berat.

Ada 4 metode yang umumnya digunakan untuk mengukur intensitas nyeri yaitu Verbal Descriptor Scale (VDS), Visual Analogue Scala (VAS), dan Numerical Rating Scale (NRS) dan skala Bourbanis.

2.5.1. Skala Intensitas Nyeri Deskriptif Pengukuran Intensitas Nyeri

(41)

skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri (AHCPR, 1992).

Gambar 1. Verbal Descriptor Scale (VDS)

2.5.2. Skala Identitas Nyeri Numerik

Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala biasanya digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).

(42)

2.5.3. Skala Analog Visual

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).

Gambar 3. Visual Analog Scale (VAS)

2.5.4. Skala Nyeri menurut Bourbanis

Kategori dalam skala nyeri Bourbanis sama dengan kategori VDS, yang memiliki 5 kategori dengan menggunakan skala 0-10. Menurut AHCPR (1992), kriteria nyeri pada skala ini yaitu:

0 : Tidak nyeri

(43)

4-6 : Nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikut i perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.

10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

(44)

3. TERAPI MUSIK

3.1. Defenisi

Terapi musik terdiri dari 2 kata, yaitu kata “terapi” dan “musik”. Terapi (therapy

Kekuatan musik memang sudah dikenal sejak zaman Aristoteles tahun 550 sebelum masehi. Akar musik sebagai obat bisa ditelusuri kembali ke zaman purbakala dan banyak kebudayaan yang berbeda-beda. Pada dukun Indian Amerika, pada pendeta Hindu, para rahib Tibet, sosok-sosok mistis Yahudi dan tak terhitung banyaknya orang lain yang menggunakan gendang dan tamborin untuk menjembatani celah antara dunia spiritual dan dunia nyata,dengan memukul dan membunyikan instrumen-instrumen ini, mereka akan masuk ke dalam trans

) adalah penanganan penyakit (Kirkland, 1998). Terapi juga diartikan sebagai pengobatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), musik memiliki pengertian sebagai berikut:

1.1 ”Ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan.”

1.2 ”Nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu).”

Jadi dapat disimpulkan terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spiritual seseorang.

(45)

meditatif yang mendalam sementara terapi musik pada pasien akan mengubah rasa sakit dan takut menjadi ketenangan dan optimisme (Kirkland, 1998)

Pada awal Perang Dunia I, musik digunakan untuk membantu meringankan rasa sakit di rumah-rumah sakit tetapi penggunaan musik dalam menurunkan nyeri pada saat itu belum menarik perhatian banyak orang, kemudian setelah Perang Dunia II berakhir, hikmah musik mulai menarik perhatian semua orang khususnya para tenaga kesehatan lain dan mereka tertarik untuk menggunakan musik sebagai metode dalam mengurangi nyeri, dan hasilnya banyak perubahan-perubahan fisik dan emosional yang positif dalam diri pasien-pasien mereka (Salampessy, 2004).

3.3. Terapi Musik dalam Penanganan Nyeri

Kecemasan merupakan faktor psikologis afektif yang mempengaruhi persepsi rasa nyeri. Pada banyak kasus, kecemasan tidak hanya meningkatkan ambang rasa nyeri pasien tetapi pada kenyataannya mengakibatkan persepsi yang seharusnya tidak nyeri menjadi nyeri, bahkan di bawah kondisi yang berbeda, seorang pasien dapat menunjukkan reaksi yang berbeda walaupun rangsangannya sama (Viadero, 1998).

(46)

Pada umumnya terapi relaksasi dapat menimbulkan ketenangan dan rasa rileks, sehingga hipotalamus akan memberi perintah pada midbrain untuk mengeluarkan gamma amino butyric acid (GABA), enkephalin, dan beta endorphin. Zat tersebut dapat menimbulkan efek analgesia yang akan mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri pada pusat persepsi dan interpretasi sensorik somatik pada otak.

Untuk mendapatkan efek terapi, idealnya peneliti dapat melakukan terapi musik selama kurang lebih 30 menit hingga satu jam tiap hari, namun jika tak memiliki cukup waktu 10 menitpun jadi, karena selama waktu 10 menit telah membantu pikiran responden beristirahat (Samuel, 2007).

(47)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual.

Pada kerangka konseptual ini, terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spiritual pada pasien.

Terapi musik diyakini mampu menurunkan nyeri dengan jalan mempengaruhi proses fisiologis dan psikologis sehingga mampu membuat pasien dalam keaadan yang nyaman dan menyenangkan. Efek positif musik dalam mengurangi nyeri ditentukan oleh respon tiap indvidu pasien terhadap musik yang didengarnya, sehingga dalam hal ini selera masing-masing pasien memegang peranan penting.

Nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman, dan fantasi luka, nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak pasien terutama pasien dengan nyeri kronis. Nyeri merupakan suatu keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan rasa tidak nyaman secara verbal atau non verbal.

(48)

2. Kerangka Penelitian

Berdasarkan kerangka konsepual diatas, maka dibawah ini dapat dilihat skema kerangka penelitian efektivitas terapi musik terhadap intensitas nyeri kanker kronis.

Skema 1. Kerangka Penelitian Efektivitas Terapi Musik Terhadap

Intensitas Nyeri Pasien Kanker Nyeri Kronis

3 . Defenisi Operasional

Terapi musik didefenisikan sebagai suara atau nada berirama harmonis berupa musik instrumental piano karya Kevin Kern yang bersifat relaksasi dengan tema “Beyond the Sundial” yang diberikan dengan bantuan earphone melalui Mp3 Player, dilakukan selama 3 hari dengan intervensi satu kali dalam sehari sekitar 15 - 30 menit untuk mendapatkan efek terapi.

Nyeri adalah perasaan yang tidak menyenangkan bagi klien berupa rasa sakit dibagian tubuh tertentu dengan karakteristik nyeri tertusuk, terbakar dan tajam pada pasien kanker nyeri kronis yang diukur dengan pre dan post pemberian terapi musik dengan menggunakan skala Bourbanis dengan kategori (0) tidak

Terapi Musik

Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis Pre intervensi

Terapi Musik

(49)

nyeri, skala (1-3) menyatakan nyeri ringan, skala (4-6) menyatakan nyeri sedang skala (7-9) menyatakan nyeri berat dan skala (10) menyatakan nyeri sangat berat.

4. Hipotesa Penelitian

Hipotesa alternatif (Ha1) penelitian ini adalah terdapat perbedaan intensitas nyeri antara pre dan post intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Hipotesa nol (Ho1) penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan intensitas nyeri antara pre dan post intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Hipotesa alternatif (Ha2) penelitian ini adalah terdapat perbedaan intensitas nyeri antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Hipotesa nol (Ho2) penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan intensitas nyeri antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

(50)
(51)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen. Penelitian diawali dengan membagi responden menjadi dua kelompok. Satu kelompok (kelompok perlakuan) diberikan terapi musik dan kelompok yang lain (kelompok kontrol) tidak diberikan terapi musik. Setelah pemberian intervensi akan dilakukan kembali pengukuran skala nyeri, selanjutnya hasil pengukuran kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Desain penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas terapi musik pada pasien kanker nyeri kronis di RSUP.H.Adam Malik Medan.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

2.1. Populasi penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien kanker dengan nyeri kronis, yang sedang menjalani masa pengobatan dan dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.

2.2. Sampel penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel

(52)

telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2003) dengan jumlah sampel sebanyak 26 orang. Adapun kriteria inklusi yang ditentukan dalam penelitian yaitu usia, dengan usia dewasa 20-65 tahun, mengalami nyeri selama lebih dari enam bulan, tidak ada gangguan pendengaran dan dapat berkomunikasi dengan baik. Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan tabel power analyze karena jumlah populasi belum diketahui, dengan mengggunakan efek size 0,80; level of significant (α) 0,05; dan power of test 0,80. Dari tabel power analyze ditetapkan jumlah sampel minimal 13 orang dimana 13 orang untuk kelompok intervensi dan 13 orang untuk kelompok kontrol.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan di ruang RB2 dengan alasan Rumah Sakit tersebut merupakan Rumah Sakit untuk pendidikan, dan merupakan Rumah Sakit rujukan dengan jumlah pasien yang besar sehingga dapat mendukung penelitian.

Alokasi waktu untuk penelitian sampai dengan laporan hasil penelitian adalah mulai minggu ke-3 Agustus 2010 sampai September 2010.

4. Pertimbangan Etik

(53)

menjaga kerahasiaan responden maka pada lembar kuisioner tidak dicantumkan nama responden.

Data yang diperoleh akan digunakan semata-mata demi perkembangan ilmu pengetahuan dan tidak akan dipublikasikan kepihak lain. Selanjutnya setelah penelitian dilakukan, penelitian akan menyerahkan satu eksemplar hasil penelitian yang telah dilakukan pada instansi tempat penelitian dilakukan

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang pertama berisi tentang data demografi dan bagian yang kedua berisi lembar pengukuran skala nyeri untuk reponden.

5.1. Data Demografi

Data demografi meliputi nama responden, usia, jenis kelamin, agama, suku bangasa, pendidikan, pekerjaan/aktivitas, dan jenis kanker. Data demografi ini berguna untuk membantu penelitian mengetahui latar belakang dari responden yang bisa berpengaruh terhadap penelitian.

5.2. Lembar pengukuran skala nyeri pre dan post intervensi

(54)

6. Proses Pengumpulan Data

Sebelum pengumpulan data, peneliti menjalankan langkah-langkah sebagai berikut :

6.1. Mengajukan surat permohonan izin untuk melakukan penelitian kepada institusi pendidikan yakni fakultas keperawatan.

6.2. Mengirim surat izin penelitian yang diperoleh ketempat dimana akan dilakukan penelitian.

6.3. Setelah mendapat izin dari Rumah sakit yang bersangkutan peneliti melakukan pengambilan data.

6.4. Peneliti meminta kesediaan calon responden untuk mengikuti penelitian secara sukarela, kerahasiaan informasi mengenai responden dijaga oleh peneliti. Sebelum kegiatan penelitian nama responden tidak dicantumkan dan sebagai gantinya peneliti menggunakan nomor responden.

6.5. Sebelum meminta calon responden mengisi kuesioner data demografi penelitian, peneliti menjelaskan terlebih dahulu manfaat penelitian dan cara pengisian kuesioner dan meminta responden yang bersedia untuk menandatangani informed concent.

(55)

sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan terapi musik. Sebelum pemberian terapi musik pada kelompok perlakuan, peneliti terlebih dahulu mengukur intensitas nyeri kemudian terapi musik diberikan selama 15 – 30 menit dengan intensitas waktu satu kali sehari selama tiga hari, selama mendengarkan musik minta klien untuk berkonsentrasi dan mengikuti irama musik dan anjurkan klien untuk menggunakan earphone supaya tidak menggangu klien atau staf yang lain, kemudian ukur langsung intensitas nyeri setelah klien selesai mendengarkan musik dan evaluasi berapa intensitas skala nyeri setelah diberikan terapi musik.

7. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisa data dengan memeriksa kembali semua data satu persatu yakni nama dan identitas serta data responden serta hasil pengukuran skala nyeri sebelum dilakukan intervensi terapi musik dan sesudah dilakukan terapi musik. Hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan menguji hipotesa penelitian sehingga diketahui efektivitas terapi musik tehadap intensitas nyeri pasien kanker dengan nyeri kronis selanjutnya dilakukan pengolahan data.

Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data-data demografi pasien nyeri kronis pre dan post intervensi.

(56)

dapat dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon sedangkan untuk perbedaan skala nyeri antara kelompok intervensi dan kontrol di uji dengan menggunakan uji satistik independent t-test, jika datanya tidak berdistribusi normal dapat dilakukan dengan uji Mann Whitney.

Menurut Wahyuni (2008), dari uji tersebut akan diperoleh nilai p, yaitu nilai yang menyatakan besarnya peluang hasil penelitian (misalnya adanya perbedaan mean). Kesimpulan hasinya diinterpretasikan dengan membandingkan niali p dan nilai alpha (α = 0.05). Bila nilai p ≤ α, maka keputusannya adalah Ha diterima sedangkan bila nilai p > α, maka keputusannya adalah Ha ditolak.

(57)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 13 orang responden pada kelompok perlakuan dan 13 orang pada kelompok kontrol pada pasien kanker di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Penyajian data penelitian ini diuraikan berdasarkan karakteristik sebagai berikut :

1. Hasil Penelitian

1.1. Karakteristik Responden Penelitian

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan lebih dari setengah responden berumur di atas 40 tahun (69,2%), dengan rata-rata usia 45,8. Lebih dari setengah berjenis kelamin perempuan (61,5%) dan mayoritas berstatus menikah (84,6%). Tingkat pendidikan SD dan SMP masing-masing (30,8%). Pekerjaan responden wiraswasta dan petani masing-masing (38,5%). Agama responden hampir dua pertiga Islam (38,5%). Dari kategori suku, responden kurang dari setengahnya bersuku jawa (46,2%), dan hampir dua pertiga responden (38,5%) di diagnose Ca mamae 38,5%.

(58)

responden kurang dari setengahnya bersuku jawa (46,2%), dan hampir dua pertiga responden (30,8%) didiagnose Ca mamae. Untuk lebih jelasnya, karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik Demografi Responden

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol

(59)

Jenis Kanker

1.2. Intensitas Nyeri Pre Intervensi Terapi Musik Pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol Pasien Kanker Nyeri Kronis

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan pre intervensi lebih dari setengah responden mengalami intensitas nyeri dengan tingkat berat terdapat (69,2%) dengan nilai rata-rata 7,15, dan nilai standar deviasi (SD = 0,83).

Pada kelompok kontrol pre intervensi lebih dari setengah responden (69,2%) mengalami intensitas nyeri dengan tingkat berat dengan rata-rata 7,30 dan standar deviasi ( SD = 1,46 ). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3. berikut ini :

Tabel 3. Intensitas Nyeri Pre Intervensi Terapi Musik Pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol Pasien Kanker Nyeri Kronis

Intensitas Nyeri Pre Intervensi

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol

(60)

1.3. Intensitas Nyeri Post Intervensi Terapi Musik Pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol Pasien Kanker Nyeri Kronis

Pada kelompok perlakuan post intervensi lebih dari setengah responden mengalami intensitas nyeri dengan tingkat sedang (76,9%), dengan nilai rata-rata sebesar 6,18 dan standar deviasi (SD = 1,52), hasil analisa ini menunjukkan terjadinya penurunan intensitas nyeri.

Pada kelompok kontrol post kontrol lebih dari setengah responden mengalami intensitas nyeri dengan tingkat berat (76,9%) dengan nilai rata-rata sebesar 7,51 dan standar deviasi (SD = 1,68), data ini menunjukkan bahwa intensitas nyeri cenderung meningkat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4. berikut ini :

Tabel 4. Intensitas Nyeri Post Intervensi Terapi Musik Pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol Pasien Kanker Nyeri

Kronis

Intensitas Nyeri Pre Intervensi

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol

F % F %

1.4. Perbedaan Intensitas Nyeri Pre dan Post Intervensi Pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol Pasien Kanker Nyeri Kronis

1.4.1 Kelompok Perlakuan

(61)

2,47 dan nilai signifikansi sebesar 0,021, hasil ini menunjukkan adanya penurunan intensitas nyeri antara pre dan post intervensi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 5. Perbedaan Intensitas Nyeri Antara Pre dan Post Intervensi Pada

Kelompok Perlakuan

Untuk melihat perbedaan intensitas nyeri antara pre dan post pada kelompok kontrol digunakan uji Paired sample, diketahui perbedaan nilai mean pada pre dan post sebesar -0,20 dan nilai t sebesar -1,53 dan nilai signifikansi sebesar 0,15, data ini menunjukkan terjadinya peningkatan intensitas nyeri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini :

Tabel 6. Perbedaan Intensitas Nyeri Antara Pre dan Post Intervensi Pada

Kelompok Kontrol

(62)

1.5. Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Kelompok Perlakuan dan

Kelompok Kontrol Pasien Kanker Nyeri Kronis

Uji statistik t-test independen digunakan untuk mengetahui perbedaan intensitas nyeri pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terapi musik pada pasien kanker dengan nyeri kronis. Penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa intensitas nyeri berbeda antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan nilai mean sebesar 6,18 dan standar deviasi sebesar 1,52, sedangkan pada kelompok kontrol nilai mean sebesar 7,51 dan standar deviasi sebesar 1,68. Perbedaan nilai mean pada kedua kelompok sebesar 1,33 dengan standar error sebesar 0,57, dan p = 0,028 (p < 0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan intensitas tingkat nyeri akibat terapi musik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada pasien kanker dengan nyeri kronis. Untuk lebih jelasnya, perbedaan intensitas nyeri pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini :

Tabel 7. Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Kelompok Perlakuan dan

Kelompok Kontrol Terapi Musik Pasien Kanker Nyeri Kronis

Kelompok Mean Standar Deviasi

Standar Error

Perbedaan T Sig Mean Standar

Error

-1,53 0,028 Kontrol 7,51 1,68 0,47

(63)

2. Pembahasan

2.1. Intensitas Nyeri Pre Intervensi Terapi Musik Pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol Pasien Kanker Nyeri Kronis

Intensitas nyeri pre intervensi pada kedua kelompok, baik pada kelompok Perlakuan maupun pada kelompok kontrol memiliki nilai yang sama yaitu lebih dari setengah responden mengalami intensitas nyeri dengan tingkat berat (69,2%), dan responden dengan tingkat nyeri sedang (30,8%),

Dari data diatas terlihat bahwa intensitas nyeri pada pasien kanker lebih banyak pada intensitas nyeri berat dibandingkan dengan nyeri sedang dan ringan, dan hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jika dilihat dari karakteristik demografi responden lebih dari setengah responden berada pada rentang usia 41-65 tahun yang merupakan usia dewasa akhir, pada kelompok intervensi (69,2%), pada kelompok kontrol (53,8%). Data ini menunjukkan bahwa nyeri dipengaruhi oleh perbedaan usia pada setiap responden dan hal ini sesuai dengan pendapat Gill (1990) yang menyatakan bahwa usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, dimana orang dewasa pada umumnya akan mempersepsikan nyerinya dan melaporkan nyerinya jika nyeri sudah bersifat patologis dan mengalami kerusakan fungsi sehingga pada penelitian ini responden yang paling banyak ditemukan pada rantang usia 41-65 tahun dimana pada kelompok intevensi (69,2%), dan pada kelompok kontrol (53,8%).

(64)

menurut Gill (1990) mengatakan bahwa umumnya pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri. Kerusakan fungsi yang lebih dominan adalah dikarenakan kanker dan jenis kanker yang lebih dominan adalah kanker payudara, pada kelompok kontrol (30,8%) dan pada kelompok perlakuan (38,5%), kanker payudara pada prinsipnya adalah tumor ganas dari salah satu kelenjar kulit disebelah luar rongga dada. Sel-sel kanker ini dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas dan bermetastasis dengan cepat sehingga pada penelitian ini responden menunjukkan intensitas nyeri yang berat.

2.2. Intensitas Nyeri Post Intervensi Terapi Musik Pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol Pasien Kanker Nyeri Kronis

(65)

hormon endorfin, hormon tubuh yang memberikan perasaan senang yang berperan dalm menurunkan intensitas nyeri,

Pasien yang diberi terapi musik mengakui bahwa mereka merasa tenang dan sedikit mengantuk sehingga mereka lupa dengan nyeri yang dirasakannya. Ini disebabkan oleh efek musik yang memberikan perasaan rileks (Greer, 2003) sehingga pada penelitian ini diperoleh bahwa pada kelompok intervensi post intervensi, responden menunjukkan intensitas nyeri dengan tingkat sedang (76,9%).

Pada kelompok kontrol post intervensi terapi musik berada pada intensitas nyeri berat yaitu (76,9%), nyeri sedang (15,4%) dan nyeri ringan (7,7%). Persentase ini menunjukkan bahwa intensitas nyeri post intervensi pada kelompok kontol tidak mengalami penurunan bahkan terjadi peningkatan intensitas nyeri, peningkatan nyeri ini terjadi karena pada kelompok kontrol tidak diberikan terapi musik walaupun responden menggunakan obat anti nyeri sehingga pada kelompok kontrol responden menunjukkan peningkatan intensitas nyeri.

2.3. Perbedaan Intensitas Nyeri Pre dan Post Intervensi Terapi Musik

Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Pasien Kanker

Nyeri Kronis

2.3.1 Kelompok Perlakuan

(66)

perbedaan intensitas nyeri antara pre dan post intervensi pada kelompok perlakuan. Hasil ini didukung oleh pendapat Anthony (2003) yang mengatakan bahwa terapi musik efektif untuk menurunkan intensitas nyeri pada beberapa penyakit seperti kanker. Menurut Robbert (2002) dan Greer (2003), musik mempengaruhi persepsi dengan cara distraksi, yaitu pengalihan pikiran dari nyeri, musik dapat mengalihkan konsentrasi klien pada hal-hal yang menyenangkan, musik juga menyebabkan pernafasan menjadi lebih rileks dan menurunkan denyut jantung, karena orang yang mengalami nyeri, denyut jantungnya cenderung semakin meningkat, selain itu musik juga menciptakan rasa nyaman, pasien yang berada pada ruang perawatan dapat merasa cemas dengan lingkungan yang asing baginya dan akan merasa lebih nyaman jika mereka mendengar musik yang mempunyai arti bagi mereka sehingga pada penelitian ini didapat nilai p = 0,021 (p < 0,05), maka Hipotesa alternatif yang pertama (Ha1) diterima artinya terdapat perbedaan intensitas nyeri yang signifikan antara pre dan post intervensi pada kelompok perlakuan.

2.3.2 Kelompok Kontrol

Untuk mengetahui karakteristik intensitas nyeri antara pre dan post intervensi terapi musik pada kelompok kontrol digunkan uji statistik paired sample, dengan menggunakan uji statistik paired sample t-test dapat diketahui

(67)

menggunakan obat anti nyeri sehingga responden menunjukkan peningkatan intensitas nyeri.

2.4. Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Kelompok Perlakuan dan

Kelompok Kontrol Terapi Musik Pasien Kanker Nyeri Kronis

Perbedaan intensitas nyeri antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada pasien kanker berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji statistik t-independent diketahui bahwa perbedaan nilai rata-rata intensitas nyeri antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebesar 1,33 dengan standar error sebesar 0,57. Hasil uji statistik didapatkan nilai t sebesar -1,53 dan nilai p adalah 0,028 (p < 0,05), maka hipotesa alternatif kedua (Ha2) diterima artinya terdapat perbedaan yang signifikan dari intensitas nyeri antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terapi musik. Hasil ini didukung oleh pendapat Priharjo (1993) bahwa teknik distraksi seperti terapi musik dapat mengatasi nyeri melalui retikuler activatory system penghambat stimlus nyeri.

(68)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai keefektifan terapi musik terhadap intensitas nyeri pada pasien kanker nyeri kronis, dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

1. Kesimpulan

1. Pada kelompok perlakuan pre intervensi lebih dari setengah responden mengalami intensitas nyeri dengan tingkat berat, sama halnya dengan kelompok pre kontrol lebih dari setengah responden mengalami intensitas nyeri dengan tingkat berat.

2. Pada kelompok perlakuan post intervensi lebih dari setengah responden mengalami intensitas nyeri dengan tingkat sedang sedangkan pada kelompok kontrol post intervensi lebih dari setengah responden mengalami intensitas nyeri dengan tingkat berat.

3. Perbedaan intensitas nyeri antara pre dan post intervensi pada kelompok perlakuan berbeda secara signifiakan, maka (Ha1) diterima artinya terdapat perbedaan intensitas nyeri sedangkan pada kelompok kontrol, (Ho1) ditolak artinya tidak terdapat perbedaan intensitas nyeri bahkan nyeri pada kelompok kontrol cenderung meningkat.

(69)

2. Rekomendasi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada pendidikan, praktek, area penelitian dan penelitian keperawatan. Adapun rekomendasi yang peneliti tawarkan adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan keperawatan

Dari hasil penelitian diketahui terapi musik efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pasien kanker dengan nyeri kronis, oleh karena itu, terapi musik dapat dijadikan sebagai bahan kegiatan praktikum bagi mahasiswa untuk menurunkan intensitas nyeri. Pemanfaatan terapi musik juga dapat dijadikan topik pembahasan salah satu cara penatalaksanaan penurunan intensitas nyeri pada acara seminar.

2. Praktek keperawatan

Hasil penelitian ini memperoleh bukti bahwa terapi musik efektif dalam menurunkan intensitas nyeri sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu contoh intervensi mandiri perawat dalam penatalaksanaan nyeri pada pasien kanker.

3. Area penelitian

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S.1998. Prosedur Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Carette, Jane & G. Danielle. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. 1999. Jakarta : EGC

Carpenito, L. J. (1995) Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Pada Praktek Klinis (ed. Indonesia). Ed 6 Jakarta : EGC

Donny, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Ed. 3. Jakarta : Media Aesculapius.

Djohan. 2006. Terapi Musik Teori dan Aplikasi. Yogyakarta. Galangpress. Guyton, 1990. Textbook of Medical Phisiology, Saunders, Igaku Shoin

Harnawatiaj, 2008. Kinerja Perawat Ditinjau dari Lingkungan Kerja dan Karakteristik Individu. Jurnal MPK volume 06/Nomor 01/2008.

Junaidi, Iskandar. Kanker. 2005. Jakarta : PT. Bahasa Ilmu Populer

Kinzler, Kenneth W. Vogelstein, Bert (2002). http://books.google.co.uk/books (diakses 21 februari 2010)

Kirkland, K. 1998. Music Therapy in Alzheimer and Dementia care. American Journal of Nursing on line service : http://home at net/”Prelude Therapy/music tx. html (diakses 23 februari 2010).

Kozier, B.Et. All. 1991 (5th edition). Fundamental of Nursing Concepts Processan Practise. Canada : Eddison Wasley.

Mackey. W. Thomas & Hayes. C. Petter. 1997. Buku Saku Diagnosis & Terapi. Jakarta: EGC

Mander, Rosemary. 2003. Nyeri Persalinan. Jakarta : EGC

Notoatmojo, Soekidjo. 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nurcahayo, L. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Gambar

Tabel 1. Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis
Gambar 1. Verbal Descriptor Scale (VDS)
Gambar 4. Skala Bourbanis
Tabel 2. Karakteristik Responden Penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pemecahan masalah matematika, sebagian dari siswa sekolah dasar merasa bosan dan kesulitan dalam pembelajaran matematika, seperti mencari keliling, luas dan volume suatu

Peningkatan yang tinggi pada penjualan konsolidasian untuk tahun 2011 sebagai respon positif dari masyarakat terhadap pengembangan produksi SKM yang dimulai beberapa

Pada penulisan ilmiah ini dibahas mengenai pembuatan website yang pada zaman era globalisasisi sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang komputer

[r]

Pada tahun 2012, Perseroan telah memasuki babak yang baru dengan melepas saham dan menjadi perusahaan terbuka, serta mengalihkan tongkat es- tafet kepemimpinan.. Akan

Pada hari ini Selasa tanggal Dua Puluh Satu bulan Maret tahun Dua Ribu Tujuh Belas di Ruang ULP Rektorat Lantai I, kami Pokja Pelelangan Konsultansi

Dekan Fakr-rltas Ilmr-r Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta, nenugaskan/ mergijinkan Saudara yang namatrya tersebut di bawah ini

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada satuan kerja MAN Sumpiuh Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyumas yang ditetapkan dengan Surat Tugas Kepala Unit Layanan