• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional pada anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional pada anak"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POSISI SAAT BUANG AIR BESAR DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA ANAK

TESIS

FAHRUL AZMI TANJUNG 077103012/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HUBUNGAN POSISI SAAT BUANG AIR BESAR DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA ANAK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) dalam

Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan

Anak-Spesialis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

FAHRUL AZMI TANJUNG 077103012/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

(3)

Judul Tesis : Hubungan posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional

pada anak

Nama : Fahrul Azmi Tanjung Nomor Induk Mahasiswa : 077103012

Program Magister : Magister Klinis Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Supriatmo, Sp.A(K)

Anggota Dr. Hakimi, Sp.A(K)

Ketua Program Magister Ketua TKP PPDS

(4)

PERNYATAAN

HUBUNGAN POSISI SAAT BUANG AIR BESAR DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA ANAK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, 22 Juli 2011

(5)

Telah diuji pada Tanggal: 26 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Supriatmo, SpA(K) ... Anggota :

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas

akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan

Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan

segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga

dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama dr. Supriatmo, SpA(K) dan dr. Hakimi, SpA(K),

yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang

sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian

tesis ini.

(7)

3. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. DR. dr. H. Syahril

Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) dan Prof. dr. H. Chairuddin

P. Lubis, DTM&H, SpA(K) selaku rektor Universitas Sumatera Utara

periode tahun 1995 sampai 2010 dan Dekan FK-USU yang telah

memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan

Dokter Spesialis Anak di FK-USU

4. Prof. H. Munar Lubis, Sp.A(K), selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H.Adam Malik

Medan periode 2011 sampai sekarang yang telah memberikan

bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Prof. dr. Atan Baas Sinuhaji Sp.A(K) yang sudah membimbing saya

dalam penyelesaian tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU

/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan

pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

7. Kepala yayasan Harapan, kepala sekolah SMP Harapan atas

keramah tamahannya selama penelitian.

8. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah

membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun

penyelesaian tesis ini, Rizky Adriansyah, Suprapto, Ade Rahmad

Julianto, Badai Buana Nasution, Naomi Riahta, Karina Sugiharto,

(8)

Widyastuti, Fereza Amelia. Terima kasih untuk kebersamaan kita

dalam menjalani pendidikan selama ini.

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta

penulisan tesis ini.

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya

Wirman Tabat BSc, Farida Bakar BA, dr Syafrizal Bustami SpA, dan

Mariati atas pengertian serta dukungan yang sangat besar, terima kasih

karena selalu mendo’akan saya. Jasa-jasanya tidak akan saya lupakan

dalam membimbing saya sewaktu hidup. Begitu juga adik - adik saya

Ferry Purnawarman, Firman Mahaputra, Fachruzi Wirman, Fauzan Abrar,

Wirda Septiyani yang telah memberikan bantuan moril dan materil, dan

selalu mendo’akan serta memberikan dorongan selama mengikuti

pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan

dari Allah SWT.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada istri tercinta Sevina

Marisya dan anak saya Kayla Aisyah Namira yang telah mendukung saya

berkat doa dan dorongan selama mengikuti pendidikan ini. Akhirnya

(9)

DAFTAR ISI

Lembaran Persetujuan Pembimbing ... i

Lembar Pernyataan ... ii

Ucapan Terima Kasih ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... iiix Daftar Gambar ... x

Daftar Singkatan ... xi

Daftar Lambang ... xii

Abstrak ... xiii

Abstract ... xiiv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 2

1.41. Tujuan Umum ... 2

1.4.2. Tujuan Khusus ... 2

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi konstipasi ... 4

2.2 Epidemologi konstipasi ... 5

2.3 Patogenesis ... 5

2.4 Istilah - istilah yang berkaitan dengan konstipasi ... 6

2.5 Patofisiologi ... 7

2.6 Diagnosis ... 9

2.7 Faktor Risiko ... ...10

2.8 Penatalaksanaan ... 10

2.9 Kerangka Konseptual ... 13

BAB 3. METODOLOGI 3.1 Desain ... 14

3.2 Tempat dan Waktu ... 14

3.3 Populasi dan Sampel ... 14

3.4 Perkiraan Besar Sampel ... 14

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 15

3.5.1. Kriteria Inklusi ... 15

3.5.2. Kriteria Eksklusi ... 15

3.6 Persetujuan / Informed consent ... 16

(10)

3.8 Cara Kerja dan Alur Penelitian ... 16

3.9 Identifikasi Variabel ... 18

3.10 Definisi Operasional ... 18

3.11 Rencana Pengolahan dan Analisis Data ... 19

BAB 4. HASIL 4.1 Data demografik dan karakteristik subjek ... 20

4.2 Hubungan jenis kelamin dengan konstipasi fungsional ... 20

4.3 Hubungan posisi saat BAB dengan konstipasi fungsional ... 21

BAB 5. PEMBAHASAN ... 22

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 27

6.2 Saran ... 27

Ringkasan ... 28

Daftar Pustaka ... 32

Lampiran 1.Blanko Penelitian ... 35

2.Riwayat Hidup ... 38

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Faktor-faktor risiko konstipasi pada anak

Tabel 2.2. Anjuran obat yang diberikan untuk evakuasi tinja pada anak 11

Tabel 2.3. Anjuran obat untuk terapi rumatan pada anak 12

Tabel 4.1. Karakteristik dasar penelitian 20

Tabel 4.2. Hubungan jenis kelamin dengan konstipasi fungsional 21

Tabel 4.3. Hubungan posisi saat buang air besar dengan konstipasi

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi daerah anorektal 8

Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian 13

Gambar 3.1. Alur penelitian 17

Gambar 5.1. Sudut anorektal yang dibentuk dengan tiga posisi

(13)

DAFTAR SINGKATAN

WGO : World Gastroenterology Organization

PaCCT : Paris Consensus on Childhood Constipation Terminology

IMT : Indeks massa tubuh

BB : Berat badan

TB : Tinggi badan

SLTP : Sekolah lanjutan tingkat pertama

SPSS : Statistical Package for Social Science

(14)

DAFTAR LAMBANG

° : derajat

kg : kilogram

m : meter

zα : Deviat baku normal untuk α

P

d : Tingkat ketepatan absolut : proporsi

n : Jumlah subjek / sampel

α : Kesalahan tipe I

(15)

ABSTRAK

Latar belakang Posisi alamiah saat buang air besar adalah posisi jongkok dan metode ini digunakan di kebanyakan negara. Salah satu perubahan yang terjadi akibat perkembangan industri adalah perubahan posisi saat buang air besar dengan penggunaan kloset duduk. Posisi duduk dilaporkan menjadi sumber beberapa masalah kesehatan seperti konstipasi, apendisitis, hemorrhoid, dan divertikulitis

Tujuan Untuk menilai hubungan posisi anak saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional.

Metode Penelitian dilakukan secara cross sectional selama November 2010. Sampel penelitian adalah anak berusia 10 sampai 15 tahun, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok posisi jongkok dan duduk. Sampel melalui kuesioner dinilai kriteria konstipasi fungsional menurut kriteria ROME III. Masing-masing kelompok dinilai berapa angka kejadian konstipasi. Data dianalisis dengan uji kai-kuadrat untuk melihat hubungan posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional.

Hasil Enam puluh lima orang anak menjadi sampel penelitian ini. Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada karakteristik dasar. Adanya hubungan yang bermakna antara posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional pada anak (P<0.05).

Kesimpulan Posisi saat buang air besar berhubungan dengan konstipasi fungsional pada anak. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut yang mencakup semua aspek dalam menentukan hubungan posisi duduk saat buang air dengan konstipasi fungsional.

(16)

ABSTRACT

Background Natural posture for defecation was squatting posture and this method had been applied in the most country. One of the change that occurred due to industrial development was defecation posture alteration ussing sitting closet. Sitting posture was reported as the source of some health problem such as constipation, hemorrhoid, and diverticulitis.

Objective To assess the relationship between children posture in defecation with functional constipation.

Methods We conducted a cross sectional study on November 2010. The study samples were children aged 10 till 15 years old. Those who were eligible and consented to this study were divided into two groups, that is squatting and sitting group.By questioner, the samples was assessed for functional constipation criteria according to ROME III. Each groups was assessed for the constipation occurrence. Chi squarre test was used to assess the relationship between children posture in defecating with functional constipation.

Results Sixty five children were enrolled to the study. There were no statistically significant difference on children based characteristic. There were significant correlations between sitting posture used in defecation with functional constipation in children (P<0.05).

Conclusion The posture used in defecation correlated with functional constipation in children. Further research are required with all aspects covered to search the correlation between functional constipation with sitting posture used in defecation.

(17)

ABSTRAK

Latar belakang Posisi alamiah saat buang air besar adalah posisi jongkok dan metode ini digunakan di kebanyakan negara. Salah satu perubahan yang terjadi akibat perkembangan industri adalah perubahan posisi saat buang air besar dengan penggunaan kloset duduk. Posisi duduk dilaporkan menjadi sumber beberapa masalah kesehatan seperti konstipasi, apendisitis, hemorrhoid, dan divertikulitis

Tujuan Untuk menilai hubungan posisi anak saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional.

Metode Penelitian dilakukan secara cross sectional selama November 2010. Sampel penelitian adalah anak berusia 10 sampai 15 tahun, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok posisi jongkok dan duduk. Sampel melalui kuesioner dinilai kriteria konstipasi fungsional menurut kriteria ROME III. Masing-masing kelompok dinilai berapa angka kejadian konstipasi. Data dianalisis dengan uji kai-kuadrat untuk melihat hubungan posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional.

Hasil Enam puluh lima orang anak menjadi sampel penelitian ini. Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada karakteristik dasar. Adanya hubungan yang bermakna antara posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional pada anak (P<0.05).

Kesimpulan Posisi saat buang air besar berhubungan dengan konstipasi fungsional pada anak. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut yang mencakup semua aspek dalam menentukan hubungan posisi duduk saat buang air dengan konstipasi fungsional.

(18)

ABSTRACT

Background Natural posture for defecation was squatting posture and this method had been applied in the most country. One of the change that occurred due to industrial development was defecation posture alteration ussing sitting closet. Sitting posture was reported as the source of some health problem such as constipation, hemorrhoid, and diverticulitis.

Objective To assess the relationship between children posture in defecation with functional constipation.

Methods We conducted a cross sectional study on November 2010. The study samples were children aged 10 till 15 years old. Those who were eligible and consented to this study were divided into two groups, that is squatting and sitting group.By questioner, the samples was assessed for functional constipation criteria according to ROME III. Each groups was assessed for the constipation occurrence. Chi squarre test was used to assess the relationship between children posture in defecating with functional constipation.

Results Sixty five children were enrolled to the study. There were no statistically significant difference on children based characteristic. There were significant correlations between sitting posture used in defecation with functional constipation in children (P<0.05).

Conclusion The posture used in defecation correlated with functional constipation in children. Further research are required with all aspects covered to search the correlation between functional constipation with sitting posture used in defecation.

(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu perubahan yang terjadi akibat perubahan dalam

perkembangan industri di negara barat yang dibawa ke negara

berkembang adalah perubahan pada posisi saat buang air besar. Posisi

alamiah saat buang air besar adalah posisi jongkok dan metode ini

digunakan di kebanyakan negara.1

Posisi duduk dibandingkan dengan posisi jongkok, dilaporkan

menjadi sumber beberapa masalah kesehatan. Kebanyakan klinisi

mengakui posisi jongkok sebagai posisi fisiologis dan alamiah yang

mendukung proses defekasi. Beberapa masalah kesehatan yang dapat

ditimbulkan seperti konstipasi, apendisitis, hemorrhoid, dan divertikulitis.

Pada proses defekasi, salah satu faktor yang berperan dalam

mempermudah proses defekasi adalah sudut anorektal. Pada posisi

jongkok, sudut anorektal ini menjadi lebih lurus sehingga mempermudah

proses defekasi. Hal ini mengurangi tenaga yang dibutuhkan untuk proses

defekasi dan dapat mencegah serta mengatasi konstipasi dan

hemorrhoid. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa posisi jongkok

mengurangi periode waktu defekasi dan episode ketegangan pada proses

defekasi.

1,2

Dalam rangka untuk mengetahui posisi buang air besar yang lebih

baik dalam mengurangi kejadian konstipasi pada anak, maka peneliti

(20)

mencoba mencari hubungan antara posisi saat buang air besar dengan

kejadian konstipasi pada anak. Hal ini didasarkan karena konstipasi

merupakan masalah umum yang terjadi pada anak di dunia. Konstipasi

pada anak dapat dijumpai dalam bentuk akut maupun kronis di mana

sebagian besar konstipasi pada anak merupakan konstipasi fungsional.4,5

Konstipasi ini dapat terjadi pada semua usia anak, tetapi biasa terjadi

pada usia neonatal, pra sekolah, dan usia sekolah.5,6

1.2. Perumusan Masalah

Apakah posisi saat buang air besar dapat mempengaruhi kejadian

konstipasi fungsional.

1.3. Hipotesis

Ada hubungan antara posisi saat buang air besar dengan kejadian

konstipasi fungsional.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

(21)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah: meningkatkan pengetahuan tentang

hubungan posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi pada

anak.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: meningkatkan usaha peningkatan

kesehatan masyarakat khususnya kesehatan anak penderita

konstipasi.

3. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan masukan terhadap

(22)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Konstipasi

Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi

dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu

frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu dan konsistensi tinja

lebih keras dari biasanya. Konstipasi fungsional didasarkan atas tidak

dijumpainya kelainan organik ataupun patologis yang mendasarinya walau

telah dilakukan pemeriksaan objektif yang menyeluruh.

Pasien yang mengalami konstipasi memiliki persepsi gejala yang

berbeda-beda. Menurut World Gastroenterology Organization (WGO)

beberapa pasien (52%) mendefinisikan konstipasi sebagai defekasi keras,

tinja seperti pil atau butir obat (44%), ketidakmampuan defekasi saat

diinginkan (34%), atau defekasi yang jarang (33%).

4,7

Menurut North American Society of Gastroenterology and Nutrition,

konstipasi didefinisikan dengan kesulitan atau lamanya defekasi, timbul

selama 2 minggu atau lebih, dan menyebabkan ketidaknyamanan pada

pasien. Paris Consensus on Childhood Constipation Terminology

menjelaskan definisi konstipasi sebagai defekasi yang terganggu selama

(23)

kloset, massa tinja teraba di abdomen, perilaku menahan defekasi, nyeri

saat defekasi.9

2.2. Epidemiologi Konstipasi

Konstipasi sering terjadi pada anak. Loening-Baucke melaporkan

prevalensi konstipasi pada anak usia 4 sampai 17 tahun adalah 22,6%10

sedangkan untuk usia di bawah 4 tahun hanya memiliki prevalensi

kejadian konstipasi sebesar 16%.11 Pada studi longitudinal, Saps dkk

melaporkan 16% anak usia 9 sampai 11 tahun menderita konstipasi.

Konstipasi yang tersering adalah konstipasi fungsional. Didapati

90% sampai 97% kasus konstipasi yang terjadi pada anak merupakan

suatu konstipasi fungsional.

12

6,13

2.3. Patogenesis

Ada beberapa faktor penyebab yang dijumpai untuk terjadinya konstipasi.

Penyebab terjadinya konstipasi dapat dibedakan berdasarkan struktur

atau gangguan motilitas dan fungsi atau gangguan bentuk pelvik.

Gangguan motilitas dapat disebabkan oleh nutrisi tidak adekuat, motilitas

kolon melemah, dan faktor psikiatri.Gangguan bentuk pelvik dapat berupa

fungsi pelvik dan sfingter melemah, obstruksi pelvik, prolapsus rektum,

(24)

2.4. Istilah- istilah yang berkaitan dengan konstipasi

Menurut kriteria Paris Consensus on Childhood Constipation Terminology

(PaCCT), ada beberapa istilah yang berhubungan dengan konstipasi

yaitu, sebagai berikut :

1. Konstipasi kronik

14

Dalam 8 minggu memenuhi dua atau lebih dari kriteria berikut :

frekuensi defekasi kurang dari 3 kali per minggu, lebih dari satu kali

episode inkontinensia feses per minggu, tinja yang banyak di

rektum atau abdomen dan teraba pada pemeriksaan fisik, feses

yang melewati rektum terlalu banyak sehingga dapat menyebabkan

obstruksi di kloset, perilaku menahan defekasi, dan nyeri defekasi.

2. Inkontinensia fekal yaitu aliran feses pada tempat yang tidak

seharusnya.

3. Inkontinensia fekal organik yaitu inkotinensia fekal yang didapat

dari kelainan organik.

4. Inkontinensia fekal fungsional yaitu inkontinensia fekal yang didapat

dari penyakit non organik, dapat berupa konstipasi yang

berhubungan dengan inkontinensia fekal, dan inkontinensia fekal

(25)

6. Fekal inkontinensia non retensi yaitu aliran feses tidak sesuai

tempat, terjadi pada anak usia empat tahun atau lebih tanpa ada

riwayat dan gejala klinis konstipasi.

7. Feses keras yaitu massa feses mengeras dan membatu pada

rektum atau abdomen yang tak dapat bergerak. Massa feses dapat

terlihat dan dipalpasi di abdomen.

8. Disinergi pelvik yaitu ketidakmampuan pelvik relaksasi ketika

defekasi.

2.5. Patofisiologi

Proses normal defekasi diawali dengan teregangnya dinding rektum.

Regangan tersebut menimbulkan refleks relaksasi dari sfingter anus

interna yang akan direspon dengan kontraksi sfingter anus eksterna. Saat

proses defekasi, sfingter anus eksterna dan muskulus puborektalis

mengadakan relaksasi sedemikian rupa sehingga sudut antara kanal anus

dan rektum terbuka, membentuk jalan lurus bagi tinja untuk keluar melalui

anus. Kemudian dengan mengedan, yaitu meningkatnya tekanan

abdomen dan kontraksi rektum, akan mendorong tinja keluar melalui

anus.4,6 Pada posisi jongkok, sudut antara anus dan rektum ini akan

menjadi lurus akibat fleksi maksimal dari paha. Hal ini akan memudahkan

proses defekasi dan tidak memerlukan tenaga mengedan yang kuat. Pada

posisi duduk, sudut antara anus dan rektum ini menjadi tidak cukup lurus

(26)

semakin kuat tenaga mengedan yang dibutuhkan, lama - kelamaan dapat

menimbulkan kerusakan pada daerah rektoanal yang dapat menimbulkan

konstipasi dan hemorrhoid.4,6

Gambar 2.1. Anatomi daerah anorektal

Keuntungan posisi jongkok dibandingkan posisi duduk yaitu:

15

1. Posisi jongkok memanfaatkan gravitasi di mana berat tubuh yang

ditopang paha memudahkan kompresi kolon sehingga mengurangi

ketegangan saat defekasi. Defekasi menjadi lebih cepat, lebih

mudah, dan lancar.

(27)

4. Posisi jongkok melindungi saraf yang mengontrol prostat, kandung

kemih, dan uterus.

2.6. Diagnosis Konstipasi

Pada umumnya, gejala klinis dari konstipasi adalah frekuensi defekasi

kurang dari 3 kali per minggu, feses keras dan kesulitan untuk defekasi.

Anak sering menunjukkan perilaku tersendiri untuk menghindari proses

defekasi. Pada bayi, nyeri ketika akan defekasi ditunjukkan dengan

menarik lengan dan menekan anus dan otot-otot bokong untuk mencegah

pengeluaran feses. Balita menunjukkan perilaku menahan defekasi

dengan menaikkan ke atas ibu jari-ibu jari dan mengeraskan bokongnya.

Sesuai dengan Kriteria Rome III, diagnosis konstipasi fungsional

berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut:

4

Kriteria diagnostik harus memenuhi dua atau lebih dari kriteria di bawah

ini, dengan usia minimal 4 tahun:

16

1. Kurang atau sama dengan 2 kali defekasi per minggu.

2. Minimal satu episode inkontinensia per minggu.

3. Riwayat retensi tinja yang berlebihan.

4. Riwayat nyeri atau susah untuk defekasi.

5. Teraba massa fekal yang besar di rektum.

6. Riwayat tinja yang besar sampai dapat menghambat kloset.

Kriteria dipenuhi sedikitnya 1 kali dalam seminggu dan minimal terjadi 2

(28)

2.7. Faktor risiko konstipasi

Pengenalan dini faktor-faktor risiko pencetus konstipasi dapat membantu

untuk mencegah konstipasi itu sendiri. Pengembangan faktor-faktor risiko

yang dapat mencetus konstipasi mencakup berbagai segi studi

penelitian.

Tabel 2.1. Faktor-fator risiko konstipasi pada anak

17

Faktor risiko konstipasi pada anak

17

A. Jenis kelamin B. Tingkat pergerakan C. Asupan serat harian D. Asupan cairan harian E. Penggunaan kamar mandi

F. Kondisi fisiologis: 1. Gangguan metabolik 2. Gangguan bentuk panggul 3. Gangguan neuromuskular 4. Gangguan endokrin 5. Gangguan abdominal 6. Kolorektal

G. Kondisi psikologis: 1. Gangguan psikiatri

2. Gangguan belajar atau demensia H. Medikasi: 1. Anti emetik:

2. Obat-obatan penghambat saluran kalsium 3. Suplemen besi

4. Analgetik: analgetik non-opioid, opioid

(29)

1. Evakuasi tinja

Evakuasi tinja adalah proses yang dilakukan untuk mengeluarkan massa

tinja atau skibala yang teraba pada pada palpasi regio abdomen bawah.

Evakuasi skibala ini perlu dilakukan sebelum terapi rumatan. Evakuasi

tinja dapat dilakukan dengan obat oral atau rektal.4,19-21

Tabel 2.2. Anjuran obat yang diberikan untuk evakuasi tinja pada anak

Obat-obatan

20

1. Bayi ( di bawah 1 tahun)

Gliserin supositoria

Enema: 6 ml/kgBB, maksimal 135 ml

2. Anak – anak ( di atas 1 tahun)

Evakuasi tinja secara cepat

Enema: 6 ml/kg (maksimal 135 ml) setiap 12 sampai 24 jam  1 sampai 3 kali Minyak mineral

Fosfat

Pengobatan kombinasi: enema,supositoria, dan pencahar Hari 1: enema setiap 12 sampai 24 jam

Hari 2: Bisakodil supositoria (10 mg) setiap 12 sampai 24 jam Hari 3: Bisakodil tablet setiap 12 sampai 24 jam

PEG secara oral atau NGT: 25 ml/kgBB/jam (maksimal 1000 ml/jam)  selama 4 jam perhari

Evakuasi tinja secara lebih lambat

Minyak mineral secara oral: 15 sampai 30 ml/tahun usia/hari untuk 3 atau 4 hari Senna oral: 15 ml setiap 12 jam untuk 3 dosis

Magnesium sitrat (maksimal 300 ml)

2. Terapi rumatan

Segera setelah berhasil melakukan evakuasi tinja, terapi ditujukan untuk

mencegah kekambuhan. Terapi rumatan meliputi intervensi diet,

(30)

obat- obatan untuk menjamin interval defekasi yang normal dengan

evakuasi tinja yang sempurna.4,23-25Terapi rumatan mungkin diperlukan

selama beberapa bulan. Bila defekasi telah normal, terapi rumatan dapat

dikurangi untuk kemudian dihentikan. Pengamatan perlu dilakukan karena

angka kekambuhan tinggi, dan pada pengamatan jangka panjang banyak

anak yang masih memerlukan terapi rumatan sampai dewasa.

Tabel 2.3. Anjuran obat untuk terapi rumatan pada anak.

2,7,26,27

2

Obat- obatan

0

Lubrikan: minyak mineral: 1 sampai 3 ml/kgBB/hari Laksatif osmotik:

Laktulosa

Mg hidroksida (konsentrasi 400 mg/5ml)  1 sampai 3 ml/kgBB/hari  dosis terbagi Mg hidroksida (konsentrasi 800 mg/5ml)  0,5 ml/kgBB/hari  dosis terbagi

PEG (17 gr/240 ml air)  1 gr/kgBB/hari  dosis terbagi Sorbitol: 1 sampai 3 ml/kgBB/hari  dosis terbagi Laksatif stimulan:

Sirup senna

Bisakodil tablet: 1 sampai 3 tab/hari Pemberian melalui rektal:

(31)

2.9. Kerangka Konseptual

[image:31.595.100.546.125.473.2]

: yang diamati dalam penelitian

Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian Posisi BAB

- Jongkok - Duduk

Edukasi

Perubahan tingkah laku Pencahar Obat-obatan Penderita

Konstipasi

Kriteria Rome III Asupan serat harian

Asupan cairan harian

Feses keras& Frekuensi ≤ 2

x/minggu 3 episode dalam satu

periode waktu selama 3 bulan

mempengaruhi aktivitas anak

sehari-hari

(32)

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain

Desain penelitian ini adalah studi cross sectional untuk megetahui

hubungan posisi anak saat buang air besar dengan kejadian konstipasi

fungsional.

3.2. Tempat dan waktu

Penelitian dilakukan di SLTP Harapan di Kotamadya Medan, Provinsi

Sumatera Utara selama bulan November 2010.

3.3. Populasi dan sampel

Populasi target adalah anak pelajar SLTP yang menderita konstipasi.

Populasi terjangkau adalah anak pelajar SLTP di Kotamadya Medan

Provinsi Sumatera Utara. Sampel adalah populasi terjangkau yang

memenuhi kriteria inklusi.

3.4. Perkiraan besar sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel

(33)

α = kesalahan tipe I = 0,05 (Tingkat kepercayaan 95%)  Zα = 1,96

P =

Q = 1 – P = 0,12

proporsi anak dengan posisi duduk yang menderita konstipasi:

88% = 0,88

d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0,10

Dengan menggunakan rumus di atas didapat besar sampel adalah

sebanyak 40 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Murid SLTP usia 10 sampai 15 tahun.

2. Memenuhi kriteria diagnosis konstipasi fungsional berdasarkan kriteria

ROME III.

3. Orang tua bersedia mengisi informed consent.

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Gizi kurang.

2. Dijumpai anamnesa : penurunan berat badan, gagal tumbuh, muntah,

diare kronis, demam yang tidak diketahui penyebabnya, feses

abnormal, dan darah saat defekasi.

3. Kelainan gastrointestinal berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

seperti peritonitis.

4. Dijumpai kelainan endokrin berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

(34)

5. Dijumpai kelainan organ secara pemeriksaan fisik seperti hepatomegali

atau splenomegali.

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua sampel penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah

dilakukan penjelasan terlebih dahulu.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

1. Sampel disurvei dulu dengan kuisioner dan wawancara langsung.

2. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria diagnostik

konstipasi (Kriteria Rome III) dimasukkan ke dalam penelitian.

3. Sampel dilakukan pemeriksaan fisik dan pengukuran antropometri

meliputi berat badan dan tinggi badan. Berat badan ditentukan dengan

menggunakan alat penimbang Camry yang telah ditera sebelumnya

(35)

badan di ukur dalam satuan meter (m), pada posisi tegak lurus

menghadap ke depan tanpa alas kaki, tumit dan bokong menempel

pada dinding. Untuk melihat angka pada pengukuran tinggi, pembatas

mikrotoa ditarik tegak lurus dan tepat di atas kepala, selanjutnya dinilai

status antropometrinya. Penentuan status antropometri dengan

menggunakan indeks massa tubuh (IMT). IMT didapatkan dari hasil

perhitungan BB (kg) / TB2

4. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok anak dengan

buang air besar dengan posisi jongkok dan posisi duduk. (m).

5. Sampel melalui kuesioner dinilai kriteria konstipasi fungsional menurut

kriteria ROME III.

[image:35.595.144.480.469.792.2]

6. Masing-masing kelompok dinilai berapa angka kejadian konstipasi.

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Sampel

Posisi buang air besar

Posisi duduk Posisi jongkok

Penilaian menurut kriteria ROME III

(36)

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Posisi jongkok Nominal

Posisi duduk Nominal

Variabel tergantung Skala

Konstipasi Nominal

3.10. Definisi Operasional

1. Konstipasi adalah kesulitan defekasi dengan tinja keras dan rasa

sakit dengan frekuensi defekasi ≤ 2 kali dalam 1 minggu.

2. Konstipasi fungsional adalah konstipasi yang didiagnosis

berdasarkan Kriteria ROME III (memenuhi dua dari kriteria berikut

selama 1 bulan) yaitu :

a. Buang air besar 2 kali atau kurang setiap minggu.

b. Sekurang-kurangnya 1 kali setiap minggu mengalami

inkontinensia.

c. RIwayat menahan buang air besar yang berlebihan.

d. Riwayat nyeri saat buang air besar dan feses yang keras.

e. Teraba massa feses yang banyak di dalam rektum.

(37)

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Data dianalisis dengan uji kai-kuadrat untuk melihat hubungan posisi saat

buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional. Pengolahan data

dilakukan dengan perangkat lunak SPSS versi 16.0 dengan tingkat

(38)

BAB 4. HASIL

4.1. Data Demografik dan Karakteristik Subjek

Penelitian dilaksanakan di SLTP Harapan, Kotamadya Medan, Provinsi

Sumatera Utara. Sebanyak 65 orang anak menjadi sampel penelitian ini.

Anak-anak yang dijadikan sebagai sampel pada kelompok dengan posisi

jongkok terdiri dari anak perempuan sebanyak 27 orang (60%) dan anak

laki-laki sebanyak 18 orang (40%). Pada kelompok anak dengan posisi

duduk, jumlah anak laki-laki sebanyak 9 orang (13,8%), dan anak

[image:38.595.108.520.408.638.2]

perempuan sebanyak 11 orang (16,9%).

Tabel 4.1. Karakteristik dasar penelitian

Konstipasi

Variabel Ya

n = 16

Tidak

n = 49

Umur (bulan), rerata(SD) Berat badan ( kg), rerata (SD) Tinggi (m), rerata (SD) Indeks masa tubuh (kg/m2 Posisi BAB, rerata (SD)

(39)
[image:39.595.108.457.112.247.2]

Tabel 4.2. Hubungan jenis kelamin dengan konstipasi fungsional Jenis kelamin Konstipasi

Ya

(n=16)

Tidak

(n=49)

Laki-Laki 6 (11%) 21 (45%)

Perempuan 10 (28%) 28 (13%)

P = 0.932

Dari tabel di atas tidak didapati hubungan bermakna antar jenis kelamin

dengan kejadian konstipasi fungsional.

4.3. Hubungan Posisi saat Buang Air Besar dengan Konstipasi Fungsional

Dilakukan penilaian hubungan posisi saat buang air besar dengan

konstipasi fungsional pada penelitian ini.

Tabel 4.3. Hubungan posisi buang air besar dengan kejadian konstipasi

Kejadian konstipasi P

Ya Tidak Total

Posisi BAB Jongkok 4 41 45 0.0001

Duduk 12 8 20

Dari tabel di atas, dijumpai hubungan antara posisi saat buang air besar

[image:39.595.105.521.481.570.2]
(40)

BAB 5. PEMBAHASAN

Dahulunya orang-orang menggunakan posisi jongkok untuk melakukan

buang air besar dan hal ini masih dilakukan pada kebanyakan orang di

negara-negara berkembang dan miskin. Penggunaan kloset duduk

semakin bertambah banyak di negara-negara barat semenjak abad 19

dengan keberhasilan pengembangan sistem pembuangan kotoran melalui

penggunaan air. Solusi dengan cara ini sangat penting untuk

meningkatkan sanitasi selama pengembangan dan pembangunan kota.

Pada pertengahan abad 20, sekelompok peneliti yang bekerja di

Afrika dikejutkan dengan hampir tidak ditemukannya kasus hemoroid,

konstipasi, hernia, dan divertikulosis pada orang kulit hitam. Mereka juga

jarang mendapatkan hal ini di negara-negara belum berkembang lainnya.

Para ahli saat itu menghubungkan temuan ini dengan makanan yang

mengandung serat dan menganjurkan mengkonsumsi makanan dengan

serat yang tinggi tetapi prevalensi masalah-masalah tersebut tidak

semakin berkurang.

25

2,26,26

Hasil pada penelitian ini dapat dijelaskan berdasarkan proses

(41)

terjadinya konstipasi adalah sudut anorektal yang menjadi lurus dengan

fleksi pinggul pada saat buang air besar dengan posisi jongkok. Hal ini

mempermudah terjadinya pengosongan isi rektum dan proses

defekasi.

Pada penelitian oleh Sikirov menyatakan bahwa posisi jongkok

membutuhkan waktu yang singkat dan usaha yang sedikit untuk proses

defekasi dibandingkan dengan posisi duduk serta menunjukkan bahwa

dengan posisi jongkok, tekanan abdomen menjadi lebih rendah

dibandingkan dengan posisi duduk.

25,26

Penelitian yang dilakukan Sakakibara dkk dengan menggunakan

video manometri untuk mengukur tekanan abdomen dan sudut anorektal

pada tiga posisi yaitu posisi duduk, posisi duduk dengan kaki fleksi 60

1,3

0

,

dan posisi jongkok. Pada penelitian itu menunjukkan sudut anorektal yang

dibentuk saat posisi jongkok adalah 1260, posisi duduk adalah 1000, dan

posisi duduk dengan kaki fleksi 600 adalah 990. Hasil penelitian itu

menyatakan juga bahwa semakin besar sudut anorektal yang dihasilkan

dengan posisi jongkok, semakin berkurang tahanan saat defekasi.

Penelitian ini mendukung dari beberapa penelitian sebelumnya

yang menyatakan adanya hubungan antara posisi saat buang air besar

dengan kejadian konstipasi fungsional. Hasil penelitian ini sesuai dengan

teori- teori dari beberapa peneliti sebelumnya yang menyatakan posisi

buang air besar dengan posisi jongkok mempermudah proses defekasi

dan mencegah terjadinya konstipasi. Kelemahan penelitian ini adalah

(42)

tidak dilakukannya pengukuran sudut anorektal dan tekanan abdomen

[image:42.595.122.501.171.584.2]

secara radiologis dan video manometri.

(43)

dikesklusikan karena bayi di bawah 1 tahun sering mendapati konstipasi

tanpa sebab yang jelas.8,31-33

Penilaian IMT dapat menilai perubahan komposisi tubuh terjadi

pada masa anak dan remaja, baik pada laki-laki maupun pada

perempuan.

Pada penelitian ini rerata usia anak yang

mendapati konstipasi fungsional adalah 13.4 tahun. Pada penelitian ini

rerata berat badan dan tinggi badan pada anak dengan konstipasi adalah

43.1 kg dan 144 cm.

32

Walaupun tergantung ras dan jenis kelamin, penelitian di

beberapa negara menunjukkan bahwa penilaian IMT merupakan

pengukuran yang paling baik untuk menilai persentase lemak tubuh dan

hubungan berat badan dengan tinggi badan.34-36 Penilaian IMT untuk

menilai komposisi tubuh juga lebih baik daripada penilaian tebal lipatan

kulit, indeks Rohrer (kg/m3), dan menggunakan alat non invasif.37,38

Berdasarkan suatu studi longitudinal pada anak laki-laki dan perempuan

berusia 8 sampai 18 tahun, perubahan IMT dapat merefleksikan

perubahan komposisi tubuh.37 American Academy of Pediatrics (AAP)

merekomendasikan pemantauan IMT untuk mencegah kejadian obesitas

pada anak dan remaja.

Pada penelitian ini rerata berat badan dan tinggi badan pada anak

dengan konstipasi adalah 43.8 kg dan 144 cm sedangkan pada anak yang

tidak konstipasi, rerata berat badan dan tinggi badan adalah 42.8 kg dan

145 cm. Dengan perbedaan rerata IMT pada anak dengan konstipasi dan

tidak konstipasi adalah 21.1 dan 20.4. Dari hal tersebut di atas dapat

(44)

dinilai bahwa anak dengan konstipasi cenderung memiliki IMT lebih tinggi

dari anak yang tidak konstipasi.

Anak dengan gizi kurang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini

oleh karena dikhawatirkan menderita penyakit kronis seperti tuberkulosis,

kecacingan, atau infeksi kronis lainnya yang juga dapat mempengaruhi

penyebab konstipasi fungsional. Untuk menilai seluruh faktor risiko yang

dapat mempengaruhi konstipasi sebenarnya diperlukan analisis univariat

dan multivariat. Pada penelitian ini hanya dilakukan uji kai kuadrat dengan

studi cross sectional. Beberapa faktor risiko lainnya telah dilakukan

restriksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi untuk menghindari bias

penelitian.

Beberapa keterbatasan penelitian lainnya yakni tehnik pengambilan

sampel dan pemilihan sekolah tidak menggunakan random sampling. Di

samping itu masih banyak faktor risiko penyebab konstipasi fungsional

yang belum dapat disingkirkan. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut

yang mencakup semua aspek dalam menentukan hubungan posisi saat

(45)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Adanya hubungan yang bermakna antara posisi saat buang air besar

dengan kejadian konstipasi fungsional pada anak. Tidak dijumpai

hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kosntipasi fungsional

pada anak.

6.2. Saran

Masih diperlukan penelitian lebih lanjut yang mencakup semua aspek

dalam menentukan hubungan posisi saat buang air dengan konstipasi

fungsional. Sebaiknya dilakukan penelitian uji klinis dengan menggunakan

metode dan alat yang dapat menunjukkan posisi ideal untuk buang air

besar, yang dapat mencegah konstipasi fungsional serta dapat

menyingkirkan faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi hubungan

(46)

DAFTAR PUSTAKA

1. Firmansyah A. Konstipasi pada anak. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2010. h.201-14

2. Wyllie R. Constipation. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Text Book of Pediatrics. 18th

3. Brennan LK. Constipation. Dalam: Zaotis LB, Chiang ZW, penyunting. Comprehensive pediatric hospital medicine. Philadelphia, 2007. p.612-16

ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007. h.1525-65

4. Constipation in children. Diunduh dari:

http://www.emedicinehealth.com/constipation_in_chldren/article_em.htm.

5. Sikirov BA. Primary constipation: an underlying mechanism. Med Hypotheses. 1989; 28:71-3

Diakses April 2010

6. Sikirov D. Comparison of straining during defecation in three positions. Dig Dis Sci. 2003; 7:1201-5

7. World Gastroenterology Organisation. World gastroenterology organization practice guidelines: constipation. WGO. 2007; 1-10 8. Borowitz S. Constipation. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/928185-overview.

9. Loening BV. Prevalence rates for constipation and faecal and urinary incontinence. Arch Dis Child.2007; 92: 486-9

Diakses April 2010

10. Lee, Warren, Kin, Chan, June, Lui, et al. Increased prevalence of constipation in pre-school children is attributable to under-consumption of plant foods: a community-based study. J Paediatr Child Health. 2008; 4:170-5

11. Saps M, Sztainberg M, Lorenzo C. A prospective community based study of gastroenterological symptoms in school age children. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2006; 43:477-82

12. Bongers MEJ, Benninga MA, Maurice-Stam H, Grootenhuis MA. Health-related quality of life in young adults with symptoms of constipation continuing from childhood into adulthood. Biomed

(47)

15. Walker, Caplan-Dover, Rasquin-Weber. Pediatrics Gastrointestinal Symptoms Rome III version, 2000.

16. Richmond JP, Wright ME. Development of a constipation risk assesment scale. Elsevier. 2005; 9: 37-48

17. Clayden G, Keshtgar AS. Management of childhood constipation. Postgrad Med J. 2003; 79:616-21

18. Baker SS, Liptak GS, Colletti RB, Croffie JM, Di Lorenzo C, Ector W, et al. Constipation in Infants and children: evaluation and treatment. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 1999; 29:612-26

19. Biggs W, Dery WH. Evaluation and treatment of constipation in infants and children. Am Fam Physician. 2006; 73:469-77

20. Cheng C, Bian Z, Wu T. Systematic review of chinese herbal medicine for functional constipation. World J Gastroenterol. 2009; 15: 4886-95

21. Bekkali NH, Bongers MEJ, Van den Berg MM, Liem O, Benninga MA. The role of probiotocs mixture in the treatment of childhood constipation: a pilot study. Nutrition J. 2007; 6:1-7

22. American College of Gastroenterology Chronic Constipation Task Force. An evidence-based approach to the management of chronic constipation in North America. Am J Gastroenterol. 2005; 1001:1-4 23. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto

SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto, 2008. h.302-30

24. Sakakibara R, Tsunoyama K, Hosoi H, Takahashi O, Sugiyama M, Kishi M, et al. Influence of body position on defecation in humans. LUTS. 2010; 2:16-21

25. Singh A. Do we really need to shift to pedestal type of latrines in India. Indian J Community Med. 2007; 32:239-307

26. Croffie JM. Constipation in children. Indian J Pediatr. 2006; 73:697-701

27. Ellis KJ. Body composition of a young, multiethnic, male population. Am J Clin Nutr. 1997; 66:1323-31

28. Ellis KJ, Abrams SA, Wong WW. Monitoring childhood obesity: assesment of the weight/height2

29. Franklin MF. Comparison of weight and height relations in boys from 4 countries. Am J Clin Nutr. 1999; 70:157–62

index. Am J Epidemiol. 1999; 150:939-46

30. Malina RM, Katmarzyk PT. Validity of the body mass index as an indicator of the risk and presence of overweight in adolescents. Am J Clin Nutr. 1999; 70:131-6

(48)

32. Elberg J, McDuffie JR, Sebring NG, Salaita C, Keil M, Robotham D,

et al. Comparison of methods to assess change in children’s body composition. Am J Clin Nutr. 2004; 80:64-9

33. Demerath EW, Schubert CM, Maynard LM, Sun SS, Chumlea WC. Pickoff A, et al. Do changes in body mass index percentile reflect changes in body composition in children? data from the fels longitudinal study. Pediatrics. 2006; 117:487-95

34. American Academy of Pediatrics. Policy statement: prevention of pediatric overweight and obesity. Pediatrics. 2003; 112:424-30 35. Johanson J, Sonnenberg A, Koch TR. Clinical epidemiology of

chronic constipation. Abstract. J Clin Gastroen. 1989; 11:525-36 36. Fishman L, Lenders C, Fortunato C, Noonan C, Nurko S. Increased

prevalence of constipation and fecal soiling in a population of obese children. J Pediatr. 2004; 145: 253-4

37. Taveras EM, Gillman MW, Kleinman K, Rich-Edwards JW, Rifas-Shiman SL. Racial ethnic differences in early-life risk factors for childhood obesity. Pediatrics. 2010; 125: 686-95

(49)

Lampiran 1.

BLANKO PENELITIAN 1. Data Pribadi

Nama: ...Tanggal pemeriksaan: ... Alamat :...Tempat/tanggal lahir: ... Berat badan: ...kg Tinggi badan: ...cm

Saat ini duduk di kelas: ...Sekolah: …..………..

2. Data mengenai anak saat buang air besar a. Buang air besar dengan posisi jongkok

b. Buang air besar dengan posisi duduk di atas kloset

3. Data mengenai konstipasi pada anak

1.Pada 2 bulan terakhir, seberapa sering anak bapak/ibu buang air besar (BAB)?

1.2 x seminggu atau kurang 2.3-6 kali seminggu

3.sekali sehari

4.2 atau 3 kali sehari 5.lebih dari 3 kali sehari _ tidak tahu

2.Pada 2 bulan terakhir, bagaimana kebiasaan bab anak bapak/ibu? 1.sangat keras

2.keras

3.tidak begtu keras dan begitu lembek 4.sangat lembek

5.seperi air _ tidak tahu

2a. Jika anak bapak/ibu biasanya fesesnya keras, berapa lama hal tersebut telah terjadi?

0.Kurang dari 1 bulan 1.1 bulan

2.2 bulan

3.3 bulan atau lebih

3.Pada 2 bulan terakir, apakah anak anda mengalami nyeri ketika BAB? 0. tidak

1. ya

(50)

Lingkari jawaban berikut

Pada 2 bulan terakhir, seberapa sering 0% Tidak pernah 25% Sekali waktu 50% Kadang-kadang 75% Sepanjang waktu 100%

selalu Tidak tahu

4.Apakah anak anda terlalu sibuk ke kamar mandi untuk bab

0 1 2 3 4

5.Apakah anak anda harus mengedan kuat saat bab

0 1 2 3 4

6.Apakah feses anak anda membatu saat keluar

0 1 2 3 4

7.Apakah anak anda merasa tidak puas ketika selesai bab

0 1 2 3 4

8.Pada 2 bulan terakir, apakah feses anak anda menggumpal/membatu hingga menyumbat kloset?

0. Tidak 1. Ya

9.Beberapa anak sering menahan bab-nya walaupun kloset tersedia. Mereka melakukannya dengan menegangkan badannya dan

menyilangkan kakinya. Pada 2 bulan terakir, selama di rumah, seberapa sering anak anda menahan bab-nya?

0.tidak pernah 1.1-3 kali per bulan 2. sekali seminggu

(51)

0.tidak pernah

1.Kurang dari sekali sebulan 2.1-3 kali sebulan

3.sekali seminggu

4.Beberapa kali seminggu 5.Setiap hari

11a.Ketika pakaian dalam anak anda bernoda oleh feses, seberapa banyak noda feses yang tinggal?

1.tidak ada noda feses 2.sedikit noda feses 3.banyak noda feses

11b.Berapa lama anak anda sudah mengalami noda feses pada pakaian dalamnya?

1.kurang atau sama dengan 1 bulan 2.2 bulan

3.3 bulan 4.4-11 bulan 5.1 tahun lebih

Cara Penilaian kuesioner:

Memenuhi 2 atau lebih dari kriteria sebagai berikut:

- P1 = kurang atau sama dengan dua kali per minggu - P2 = feses keras atau sangat keras

- P3 = nyeri BAB

- P8 = Melewati tinja yang sangat banyak

- P9 = retensi feses sekali seminggu atau sering - P10 = Riwayat massa feses di rektum

(52)
(53)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Dr. Fahrul Azmi Tanjung

Tempat, tanggal lahir : Medan, 26 Agustus 1980

Alamat : Jl M Basyir no 72 Medan

Nama istri : Dr. Sevina Marisya

Riwayat Pendidikan

1. Sekolah Dasar Swasta Hang Tuah II Medan, selesai tahun 1992.

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Medan, selesai tahun 1995.

3. Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Medan , selesai tahun 1998.

4. S1 Sarjana Kedokteran (S.Ked), Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, selesai tahun 2004.

5. Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, selesai tahun 2006.

6. S2 Magister Kedokteran Klinik Bidang Pediatrik (M.Ked-Ped) dan

Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak (PPDSA) Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, tahun 2007 sampai

sekarang.

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi daerah anorektal15
Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian
Gambar 3.1. Alur Penelitian
Tabel 4.1. Karakteristik dasar penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait

7 Penelitian di Inggris melaporkan prevalensi konstipasi fungsional pada anak sekitar 4% sampai 36% dan insiden tertinggi terjadi pada saat usia toilet training yaitu sekitar

1,3,5,23 Sedangkan menurut kriteria Rome II seorang anak dikatakan mengalami konstipasi fungsional bila tidak ada bukti kelainan anatomi, endokrin atau metabolik dan terdapat

Saat ini, saya sedang melaksanakan penelitian tentang peranan pemberian glucomannan dengan dan tanpa agar-agar pada anak yang menderita konstipasi fungsional.. Berdasarkan

Menentukan efektifitas pemberian laksansia secara oral dan rektal terhadap kesembuhan dan kejadian kekambuhan pada anak dengan konstipasi fungsional. Penelitian ini merupakan

Menurut the North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGAN), konstipasi merupakan keterlambatan atau kesulitan dalam melakukan defekasi yang

Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul” Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Konstipasi Pada Ibu Hamil”.. Konstipasi adalah suatu keadaan sukar atau tidak

Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Ardina dan Susanto,22 yaitu asupan cairan tidak berhubungan signifikan dengan frekuensi buang air besar pada mahasiswa Fakultas

Hubungan Perilaku Buang Air Besar dengan Kejadian Diare Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas perilaku buang air besar masyarakat dalam kelompok kasus adalah baik 60.9%, begitu