HUBUNGAN POSISI SAAT BUANG AIR BESAR DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA ANAK
TESIS
FAHRUL AZMI TANJUNG 077103012/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN POSISI SAAT BUANG AIR BESAR DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA ANAK
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) dalam
Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan
Anak-Spesialis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
FAHRUL AZMI TANJUNG 077103012/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK
Judul Tesis : Hubungan posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional
pada anak
Nama : Fahrul Azmi Tanjung Nomor Induk Mahasiswa : 077103012
Program Magister : Magister Klinis Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. Supriatmo, Sp.A(K)
Anggota Dr. Hakimi, Sp.A(K)
Ketua Program Magister Ketua TKP PPDS
PERNYATAAN
HUBUNGAN POSISI SAAT BUANG AIR BESAR DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA ANAK
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, 22 Juli 2011
Telah diuji pada Tanggal: 26 Juli 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : dr. Supriatmo, SpA(K) ... Anggota :
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan
Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan
segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga
dari semua pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama dr. Supriatmo, SpA(K) dan dr. Hakimi, SpA(K),
yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang
sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian
tesis ini.
3. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. DR. dr. H. Syahril
Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) dan Prof. dr. H. Chairuddin
P. Lubis, DTM&H, SpA(K) selaku rektor Universitas Sumatera Utara
periode tahun 1995 sampai 2010 dan Dekan FK-USU yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan
Dokter Spesialis Anak di FK-USU
4. Prof. H. Munar Lubis, Sp.A(K), selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H.Adam Malik
Medan periode 2011 sampai sekarang yang telah memberikan
bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
5. Prof. dr. Atan Baas Sinuhaji Sp.A(K) yang sudah membimbing saya
dalam penyelesaian tesis ini.
6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU
/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan
pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
7. Kepala yayasan Harapan, kepala sekolah SMP Harapan atas
keramah tamahannya selama penelitian.
8. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah
membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun
penyelesaian tesis ini, Rizky Adriansyah, Suprapto, Ade Rahmad
Julianto, Badai Buana Nasution, Naomi Riahta, Karina Sugiharto,
Widyastuti, Fereza Amelia. Terima kasih untuk kebersamaan kita
dalam menjalani pendidikan selama ini.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta
penulisan tesis ini.
Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya
Wirman Tabat BSc, Farida Bakar BA, dr Syafrizal Bustami SpA, dan
Mariati atas pengertian serta dukungan yang sangat besar, terima kasih
karena selalu mendo’akan saya. Jasa-jasanya tidak akan saya lupakan
dalam membimbing saya sewaktu hidup. Begitu juga adik - adik saya
Ferry Purnawarman, Firman Mahaputra, Fachruzi Wirman, Fauzan Abrar,
Wirda Septiyani yang telah memberikan bantuan moril dan materil, dan
selalu mendo’akan serta memberikan dorongan selama mengikuti
pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan
dari Allah SWT.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada istri tercinta Sevina
Marisya dan anak saya Kayla Aisyah Namira yang telah mendukung saya
berkat doa dan dorongan selama mengikuti pendidikan ini. Akhirnya
DAFTAR ISI
Lembaran Persetujuan Pembimbing ... i
Lembar Pernyataan ... ii
Ucapan Terima Kasih ... iv
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... iiix Daftar Gambar ... x
Daftar Singkatan ... xi
Daftar Lambang ... xii
Abstrak ... xiii
Abstract ... xiiv
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Hipotesis ... 2
1.4 Tujuan Penelitian ... 2
1.41. Tujuan Umum ... 2
1.4.2. Tujuan Khusus ... 2
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi konstipasi ... 4
2.2 Epidemologi konstipasi ... 5
2.3 Patogenesis ... 5
2.4 Istilah - istilah yang berkaitan dengan konstipasi ... 6
2.5 Patofisiologi ... 7
2.6 Diagnosis ... 9
2.7 Faktor Risiko ... ...10
2.8 Penatalaksanaan ... 10
2.9 Kerangka Konseptual ... 13
BAB 3. METODOLOGI 3.1 Desain ... 14
3.2 Tempat dan Waktu ... 14
3.3 Populasi dan Sampel ... 14
3.4 Perkiraan Besar Sampel ... 14
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 15
3.5.1. Kriteria Inklusi ... 15
3.5.2. Kriteria Eksklusi ... 15
3.6 Persetujuan / Informed consent ... 16
3.8 Cara Kerja dan Alur Penelitian ... 16
3.9 Identifikasi Variabel ... 18
3.10 Definisi Operasional ... 18
3.11 Rencana Pengolahan dan Analisis Data ... 19
BAB 4. HASIL 4.1 Data demografik dan karakteristik subjek ... 20
4.2 Hubungan jenis kelamin dengan konstipasi fungsional ... 20
4.3 Hubungan posisi saat BAB dengan konstipasi fungsional ... 21
BAB 5. PEMBAHASAN ... 22
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 27
6.2 Saran ... 27
Ringkasan ... 28
Daftar Pustaka ... 32
Lampiran 1.Blanko Penelitian ... 35
2.Riwayat Hidup ... 38
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Faktor-faktor risiko konstipasi pada anak
Tabel 2.2. Anjuran obat yang diberikan untuk evakuasi tinja pada anak 11
Tabel 2.3. Anjuran obat untuk terapi rumatan pada anak 12
Tabel 4.1. Karakteristik dasar penelitian 20
Tabel 4.2. Hubungan jenis kelamin dengan konstipasi fungsional 21
Tabel 4.3. Hubungan posisi saat buang air besar dengan konstipasi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Anatomi daerah anorektal 8
Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian 13
Gambar 3.1. Alur penelitian 17
Gambar 5.1. Sudut anorektal yang dibentuk dengan tiga posisi
DAFTAR SINGKATAN
WGO : World Gastroenterology Organization
PaCCT : Paris Consensus on Childhood Constipation Terminology
IMT : Indeks massa tubuh
BB : Berat badan
TB : Tinggi badan
SLTP : Sekolah lanjutan tingkat pertama
SPSS : Statistical Package for Social Science
DAFTAR LAMBANG
° : derajat
kg : kilogram
m : meter
zα : Deviat baku normal untuk α
P
d : Tingkat ketepatan absolut : proporsi
n : Jumlah subjek / sampel
α : Kesalahan tipe I
ABSTRAK
Latar belakang Posisi alamiah saat buang air besar adalah posisi jongkok dan metode ini digunakan di kebanyakan negara. Salah satu perubahan yang terjadi akibat perkembangan industri adalah perubahan posisi saat buang air besar dengan penggunaan kloset duduk. Posisi duduk dilaporkan menjadi sumber beberapa masalah kesehatan seperti konstipasi, apendisitis, hemorrhoid, dan divertikulitis
Tujuan Untuk menilai hubungan posisi anak saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional.
Metode Penelitian dilakukan secara cross sectional selama November 2010. Sampel penelitian adalah anak berusia 10 sampai 15 tahun, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok posisi jongkok dan duduk. Sampel melalui kuesioner dinilai kriteria konstipasi fungsional menurut kriteria ROME III. Masing-masing kelompok dinilai berapa angka kejadian konstipasi. Data dianalisis dengan uji kai-kuadrat untuk melihat hubungan posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional.
Hasil Enam puluh lima orang anak menjadi sampel penelitian ini. Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada karakteristik dasar. Adanya hubungan yang bermakna antara posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional pada anak (P<0.05).
Kesimpulan Posisi saat buang air besar berhubungan dengan konstipasi fungsional pada anak. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut yang mencakup semua aspek dalam menentukan hubungan posisi duduk saat buang air dengan konstipasi fungsional.
ABSTRACT
Background Natural posture for defecation was squatting posture and this method had been applied in the most country. One of the change that occurred due to industrial development was defecation posture alteration ussing sitting closet. Sitting posture was reported as the source of some health problem such as constipation, hemorrhoid, and diverticulitis.
Objective To assess the relationship between children posture in defecation with functional constipation.
Methods We conducted a cross sectional study on November 2010. The study samples were children aged 10 till 15 years old. Those who were eligible and consented to this study were divided into two groups, that is squatting and sitting group.By questioner, the samples was assessed for functional constipation criteria according to ROME III. Each groups was assessed for the constipation occurrence. Chi squarre test was used to assess the relationship between children posture in defecating with functional constipation.
Results Sixty five children were enrolled to the study. There were no statistically significant difference on children based characteristic. There were significant correlations between sitting posture used in defecation with functional constipation in children (P<0.05).
Conclusion The posture used in defecation correlated with functional constipation in children. Further research are required with all aspects covered to search the correlation between functional constipation with sitting posture used in defecation.
ABSTRAK
Latar belakang Posisi alamiah saat buang air besar adalah posisi jongkok dan metode ini digunakan di kebanyakan negara. Salah satu perubahan yang terjadi akibat perkembangan industri adalah perubahan posisi saat buang air besar dengan penggunaan kloset duduk. Posisi duduk dilaporkan menjadi sumber beberapa masalah kesehatan seperti konstipasi, apendisitis, hemorrhoid, dan divertikulitis
Tujuan Untuk menilai hubungan posisi anak saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional.
Metode Penelitian dilakukan secara cross sectional selama November 2010. Sampel penelitian adalah anak berusia 10 sampai 15 tahun, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok posisi jongkok dan duduk. Sampel melalui kuesioner dinilai kriteria konstipasi fungsional menurut kriteria ROME III. Masing-masing kelompok dinilai berapa angka kejadian konstipasi. Data dianalisis dengan uji kai-kuadrat untuk melihat hubungan posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional.
Hasil Enam puluh lima orang anak menjadi sampel penelitian ini. Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada karakteristik dasar. Adanya hubungan yang bermakna antara posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional pada anak (P<0.05).
Kesimpulan Posisi saat buang air besar berhubungan dengan konstipasi fungsional pada anak. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut yang mencakup semua aspek dalam menentukan hubungan posisi duduk saat buang air dengan konstipasi fungsional.
ABSTRACT
Background Natural posture for defecation was squatting posture and this method had been applied in the most country. One of the change that occurred due to industrial development was defecation posture alteration ussing sitting closet. Sitting posture was reported as the source of some health problem such as constipation, hemorrhoid, and diverticulitis.
Objective To assess the relationship between children posture in defecation with functional constipation.
Methods We conducted a cross sectional study on November 2010. The study samples were children aged 10 till 15 years old. Those who were eligible and consented to this study were divided into two groups, that is squatting and sitting group.By questioner, the samples was assessed for functional constipation criteria according to ROME III. Each groups was assessed for the constipation occurrence. Chi squarre test was used to assess the relationship between children posture in defecating with functional constipation.
Results Sixty five children were enrolled to the study. There were no statistically significant difference on children based characteristic. There were significant correlations between sitting posture used in defecation with functional constipation in children (P<0.05).
Conclusion The posture used in defecation correlated with functional constipation in children. Further research are required with all aspects covered to search the correlation between functional constipation with sitting posture used in defecation.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu perubahan yang terjadi akibat perubahan dalam
perkembangan industri di negara barat yang dibawa ke negara
berkembang adalah perubahan pada posisi saat buang air besar. Posisi
alamiah saat buang air besar adalah posisi jongkok dan metode ini
digunakan di kebanyakan negara.1
Posisi duduk dibandingkan dengan posisi jongkok, dilaporkan
menjadi sumber beberapa masalah kesehatan. Kebanyakan klinisi
mengakui posisi jongkok sebagai posisi fisiologis dan alamiah yang
mendukung proses defekasi. Beberapa masalah kesehatan yang dapat
ditimbulkan seperti konstipasi, apendisitis, hemorrhoid, dan divertikulitis.
Pada proses defekasi, salah satu faktor yang berperan dalam
mempermudah proses defekasi adalah sudut anorektal. Pada posisi
jongkok, sudut anorektal ini menjadi lebih lurus sehingga mempermudah
proses defekasi. Hal ini mengurangi tenaga yang dibutuhkan untuk proses
defekasi dan dapat mencegah serta mengatasi konstipasi dan
hemorrhoid. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa posisi jongkok
mengurangi periode waktu defekasi dan episode ketegangan pada proses
defekasi.
1,2
Dalam rangka untuk mengetahui posisi buang air besar yang lebih
baik dalam mengurangi kejadian konstipasi pada anak, maka peneliti
mencoba mencari hubungan antara posisi saat buang air besar dengan
kejadian konstipasi pada anak. Hal ini didasarkan karena konstipasi
merupakan masalah umum yang terjadi pada anak di dunia. Konstipasi
pada anak dapat dijumpai dalam bentuk akut maupun kronis di mana
sebagian besar konstipasi pada anak merupakan konstipasi fungsional.4,5
Konstipasi ini dapat terjadi pada semua usia anak, tetapi biasa terjadi
pada usia neonatal, pra sekolah, dan usia sekolah.5,6
1.2. Perumusan Masalah
Apakah posisi saat buang air besar dapat mempengaruhi kejadian
konstipasi fungsional.
1.3. Hipotesis
Ada hubungan antara posisi saat buang air besar dengan kejadian
konstipasi fungsional.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum
1.5 Manfaat Penelitian
1. Di bidang akademik / ilmiah: meningkatkan pengetahuan tentang
hubungan posisi saat buang air besar dengan kejadian konstipasi pada
anak.
2. Di bidang pelayanan masyarakat: meningkatkan usaha peningkatan
kesehatan masyarakat khususnya kesehatan anak penderita
konstipasi.
3. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan masukan terhadap
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Konstipasi
Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi
dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu
frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu dan konsistensi tinja
lebih keras dari biasanya. Konstipasi fungsional didasarkan atas tidak
dijumpainya kelainan organik ataupun patologis yang mendasarinya walau
telah dilakukan pemeriksaan objektif yang menyeluruh.
Pasien yang mengalami konstipasi memiliki persepsi gejala yang
berbeda-beda. Menurut World Gastroenterology Organization (WGO)
beberapa pasien (52%) mendefinisikan konstipasi sebagai defekasi keras,
tinja seperti pil atau butir obat (44%), ketidakmampuan defekasi saat
diinginkan (34%), atau defekasi yang jarang (33%).
4,7
Menurut North American Society of Gastroenterology and Nutrition,
konstipasi didefinisikan dengan kesulitan atau lamanya defekasi, timbul
selama 2 minggu atau lebih, dan menyebabkan ketidaknyamanan pada
pasien. Paris Consensus on Childhood Constipation Terminology
menjelaskan definisi konstipasi sebagai defekasi yang terganggu selama
kloset, massa tinja teraba di abdomen, perilaku menahan defekasi, nyeri
saat defekasi.9
2.2. Epidemiologi Konstipasi
Konstipasi sering terjadi pada anak. Loening-Baucke melaporkan
prevalensi konstipasi pada anak usia 4 sampai 17 tahun adalah 22,6%10
sedangkan untuk usia di bawah 4 tahun hanya memiliki prevalensi
kejadian konstipasi sebesar 16%.11 Pada studi longitudinal, Saps dkk
melaporkan 16% anak usia 9 sampai 11 tahun menderita konstipasi.
Konstipasi yang tersering adalah konstipasi fungsional. Didapati
90% sampai 97% kasus konstipasi yang terjadi pada anak merupakan
suatu konstipasi fungsional.
12
6,13
2.3. Patogenesis
Ada beberapa faktor penyebab yang dijumpai untuk terjadinya konstipasi.
Penyebab terjadinya konstipasi dapat dibedakan berdasarkan struktur
atau gangguan motilitas dan fungsi atau gangguan bentuk pelvik.
Gangguan motilitas dapat disebabkan oleh nutrisi tidak adekuat, motilitas
kolon melemah, dan faktor psikiatri.Gangguan bentuk pelvik dapat berupa
fungsi pelvik dan sfingter melemah, obstruksi pelvik, prolapsus rektum,
2.4. Istilah- istilah yang berkaitan dengan konstipasi
Menurut kriteria Paris Consensus on Childhood Constipation Terminology
(PaCCT), ada beberapa istilah yang berhubungan dengan konstipasi
yaitu, sebagai berikut :
1. Konstipasi kronik
14
Dalam 8 minggu memenuhi dua atau lebih dari kriteria berikut :
frekuensi defekasi kurang dari 3 kali per minggu, lebih dari satu kali
episode inkontinensia feses per minggu, tinja yang banyak di
rektum atau abdomen dan teraba pada pemeriksaan fisik, feses
yang melewati rektum terlalu banyak sehingga dapat menyebabkan
obstruksi di kloset, perilaku menahan defekasi, dan nyeri defekasi.
2. Inkontinensia fekal yaitu aliran feses pada tempat yang tidak
seharusnya.
3. Inkontinensia fekal organik yaitu inkotinensia fekal yang didapat
dari kelainan organik.
4. Inkontinensia fekal fungsional yaitu inkontinensia fekal yang didapat
dari penyakit non organik, dapat berupa konstipasi yang
berhubungan dengan inkontinensia fekal, dan inkontinensia fekal
6. Fekal inkontinensia non retensi yaitu aliran feses tidak sesuai
tempat, terjadi pada anak usia empat tahun atau lebih tanpa ada
riwayat dan gejala klinis konstipasi.
7. Feses keras yaitu massa feses mengeras dan membatu pada
rektum atau abdomen yang tak dapat bergerak. Massa feses dapat
terlihat dan dipalpasi di abdomen.
8. Disinergi pelvik yaitu ketidakmampuan pelvik relaksasi ketika
defekasi.
2.5. Patofisiologi
Proses normal defekasi diawali dengan teregangnya dinding rektum.
Regangan tersebut menimbulkan refleks relaksasi dari sfingter anus
interna yang akan direspon dengan kontraksi sfingter anus eksterna. Saat
proses defekasi, sfingter anus eksterna dan muskulus puborektalis
mengadakan relaksasi sedemikian rupa sehingga sudut antara kanal anus
dan rektum terbuka, membentuk jalan lurus bagi tinja untuk keluar melalui
anus. Kemudian dengan mengedan, yaitu meningkatnya tekanan
abdomen dan kontraksi rektum, akan mendorong tinja keluar melalui
anus.4,6 Pada posisi jongkok, sudut antara anus dan rektum ini akan
menjadi lurus akibat fleksi maksimal dari paha. Hal ini akan memudahkan
proses defekasi dan tidak memerlukan tenaga mengedan yang kuat. Pada
posisi duduk, sudut antara anus dan rektum ini menjadi tidak cukup lurus
semakin kuat tenaga mengedan yang dibutuhkan, lama - kelamaan dapat
menimbulkan kerusakan pada daerah rektoanal yang dapat menimbulkan
konstipasi dan hemorrhoid.4,6
Gambar 2.1. Anatomi daerah anorektal
Keuntungan posisi jongkok dibandingkan posisi duduk yaitu:
15
1. Posisi jongkok memanfaatkan gravitasi di mana berat tubuh yang
ditopang paha memudahkan kompresi kolon sehingga mengurangi
ketegangan saat defekasi. Defekasi menjadi lebih cepat, lebih
mudah, dan lancar.
4. Posisi jongkok melindungi saraf yang mengontrol prostat, kandung
kemih, dan uterus.
2.6. Diagnosis Konstipasi
Pada umumnya, gejala klinis dari konstipasi adalah frekuensi defekasi
kurang dari 3 kali per minggu, feses keras dan kesulitan untuk defekasi.
Anak sering menunjukkan perilaku tersendiri untuk menghindari proses
defekasi. Pada bayi, nyeri ketika akan defekasi ditunjukkan dengan
menarik lengan dan menekan anus dan otot-otot bokong untuk mencegah
pengeluaran feses. Balita menunjukkan perilaku menahan defekasi
dengan menaikkan ke atas ibu jari-ibu jari dan mengeraskan bokongnya.
Sesuai dengan Kriteria Rome III, diagnosis konstipasi fungsional
berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut:
4
Kriteria diagnostik harus memenuhi dua atau lebih dari kriteria di bawah
ini, dengan usia minimal 4 tahun:
16
1. Kurang atau sama dengan 2 kali defekasi per minggu.
2. Minimal satu episode inkontinensia per minggu.
3. Riwayat retensi tinja yang berlebihan.
4. Riwayat nyeri atau susah untuk defekasi.
5. Teraba massa fekal yang besar di rektum.
6. Riwayat tinja yang besar sampai dapat menghambat kloset.
Kriteria dipenuhi sedikitnya 1 kali dalam seminggu dan minimal terjadi 2
2.7. Faktor risiko konstipasi
Pengenalan dini faktor-faktor risiko pencetus konstipasi dapat membantu
untuk mencegah konstipasi itu sendiri. Pengembangan faktor-faktor risiko
yang dapat mencetus konstipasi mencakup berbagai segi studi
penelitian.
Tabel 2.1. Faktor-fator risiko konstipasi pada anak
17
Faktor risiko konstipasi pada anak
17
A. Jenis kelamin B. Tingkat pergerakan C. Asupan serat harian D. Asupan cairan harian E. Penggunaan kamar mandi
F. Kondisi fisiologis: 1. Gangguan metabolik 2. Gangguan bentuk panggul 3. Gangguan neuromuskular 4. Gangguan endokrin 5. Gangguan abdominal 6. Kolorektal
G. Kondisi psikologis: 1. Gangguan psikiatri
2. Gangguan belajar atau demensia H. Medikasi: 1. Anti emetik:
2. Obat-obatan penghambat saluran kalsium 3. Suplemen besi
4. Analgetik: analgetik non-opioid, opioid
1. Evakuasi tinja
Evakuasi tinja adalah proses yang dilakukan untuk mengeluarkan massa
tinja atau skibala yang teraba pada pada palpasi regio abdomen bawah.
Evakuasi skibala ini perlu dilakukan sebelum terapi rumatan. Evakuasi
tinja dapat dilakukan dengan obat oral atau rektal.4,19-21
Tabel 2.2. Anjuran obat yang diberikan untuk evakuasi tinja pada anak
Obat-obatan
20
1. Bayi ( di bawah 1 tahun)
Gliserin supositoria
Enema: 6 ml/kgBB, maksimal 135 ml
2. Anak – anak ( di atas 1 tahun)
Evakuasi tinja secara cepat
Enema: 6 ml/kg (maksimal 135 ml) setiap 12 sampai 24 jam 1 sampai 3 kali Minyak mineral
Fosfat
Pengobatan kombinasi: enema,supositoria, dan pencahar Hari 1: enema setiap 12 sampai 24 jam
Hari 2: Bisakodil supositoria (10 mg) setiap 12 sampai 24 jam Hari 3: Bisakodil tablet setiap 12 sampai 24 jam
PEG secara oral atau NGT: 25 ml/kgBB/jam (maksimal 1000 ml/jam) selama 4 jam perhari
Evakuasi tinja secara lebih lambat
Minyak mineral secara oral: 15 sampai 30 ml/tahun usia/hari untuk 3 atau 4 hari Senna oral: 15 ml setiap 12 jam untuk 3 dosis
Magnesium sitrat (maksimal 300 ml)
2. Terapi rumatan
Segera setelah berhasil melakukan evakuasi tinja, terapi ditujukan untuk
mencegah kekambuhan. Terapi rumatan meliputi intervensi diet,
obat- obatan untuk menjamin interval defekasi yang normal dengan
evakuasi tinja yang sempurna.4,23-25Terapi rumatan mungkin diperlukan
selama beberapa bulan. Bila defekasi telah normal, terapi rumatan dapat
dikurangi untuk kemudian dihentikan. Pengamatan perlu dilakukan karena
angka kekambuhan tinggi, dan pada pengamatan jangka panjang banyak
anak yang masih memerlukan terapi rumatan sampai dewasa.
Tabel 2.3. Anjuran obat untuk terapi rumatan pada anak.
2,7,26,27
2
Obat- obatan
0
Lubrikan: minyak mineral: 1 sampai 3 ml/kgBB/hari Laksatif osmotik:
Laktulosa
Mg hidroksida (konsentrasi 400 mg/5ml) 1 sampai 3 ml/kgBB/hari dosis terbagi Mg hidroksida (konsentrasi 800 mg/5ml) 0,5 ml/kgBB/hari dosis terbagi
PEG (17 gr/240 ml air) 1 gr/kgBB/hari dosis terbagi Sorbitol: 1 sampai 3 ml/kgBB/hari dosis terbagi Laksatif stimulan:
Sirup senna
Bisakodil tablet: 1 sampai 3 tab/hari Pemberian melalui rektal:
2.9. Kerangka Konseptual
[image:31.595.100.546.125.473.2]: yang diamati dalam penelitian
Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian Posisi BAB
- Jongkok - Duduk
Edukasi
Perubahan tingkah laku Pencahar Obat-obatan Penderita
Konstipasi
Kriteria Rome III Asupan serat harian
Asupan cairan harian
Feses keras& Frekuensi ≤ 2
x/minggu 3 episode dalam satu
periode waktu selama 3 bulan
mempengaruhi aktivitas anak
sehari-hari
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Desain
Desain penelitian ini adalah studi cross sectional untuk megetahui
hubungan posisi anak saat buang air besar dengan kejadian konstipasi
fungsional.
3.2. Tempat dan waktu
Penelitian dilakukan di SLTP Harapan di Kotamadya Medan, Provinsi
Sumatera Utara selama bulan November 2010.
3.3. Populasi dan sampel
Populasi target adalah anak pelajar SLTP yang menderita konstipasi.
Populasi terjangkau adalah anak pelajar SLTP di Kotamadya Medan
Provinsi Sumatera Utara. Sampel adalah populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria inklusi.
3.4. Perkiraan besar sampel
Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel
α = kesalahan tipe I = 0,05 (Tingkat kepercayaan 95%) Zα = 1,96
P =
Q = 1 – P = 0,12
proporsi anak dengan posisi duduk yang menderita konstipasi:
88% = 0,88
d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0,10
Dengan menggunakan rumus di atas didapat besar sampel adalah
sebanyak 40 orang.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Murid SLTP usia 10 sampai 15 tahun.
2. Memenuhi kriteria diagnosis konstipasi fungsional berdasarkan kriteria
ROME III.
3. Orang tua bersedia mengisi informed consent.
3.5.2. Kriteria Eksklusi
1. Gizi kurang.
2. Dijumpai anamnesa : penurunan berat badan, gagal tumbuh, muntah,
diare kronis, demam yang tidak diketahui penyebabnya, feses
abnormal, dan darah saat defekasi.
3. Kelainan gastrointestinal berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
seperti peritonitis.
4. Dijumpai kelainan endokrin berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
5. Dijumpai kelainan organ secara pemeriksaan fisik seperti hepatomegali
atau splenomegali.
3.6. Persetujuan / Informed Consent
Semua sampel penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah
dilakukan penjelasan terlebih dahulu.
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian
1. Sampel disurvei dulu dengan kuisioner dan wawancara langsung.
2. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria diagnostik
konstipasi (Kriteria Rome III) dimasukkan ke dalam penelitian.
3. Sampel dilakukan pemeriksaan fisik dan pengukuran antropometri
meliputi berat badan dan tinggi badan. Berat badan ditentukan dengan
menggunakan alat penimbang Camry yang telah ditera sebelumnya
badan di ukur dalam satuan meter (m), pada posisi tegak lurus
menghadap ke depan tanpa alas kaki, tumit dan bokong menempel
pada dinding. Untuk melihat angka pada pengukuran tinggi, pembatas
mikrotoa ditarik tegak lurus dan tepat di atas kepala, selanjutnya dinilai
status antropometrinya. Penentuan status antropometri dengan
menggunakan indeks massa tubuh (IMT). IMT didapatkan dari hasil
perhitungan BB (kg) / TB2
4. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok anak dengan
buang air besar dengan posisi jongkok dan posisi duduk. (m).
5. Sampel melalui kuesioner dinilai kriteria konstipasi fungsional menurut
kriteria ROME III.
[image:35.595.144.480.469.792.2]6. Masing-masing kelompok dinilai berapa angka kejadian konstipasi.
Gambar 3.1. Alur Penelitian
Sampel
Posisi buang air besar
Posisi duduk Posisi jongkok
Penilaian menurut kriteria ROME III
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Posisi jongkok Nominal
Posisi duduk Nominal
Variabel tergantung Skala
Konstipasi Nominal
3.10. Definisi Operasional
1. Konstipasi adalah kesulitan defekasi dengan tinja keras dan rasa
sakit dengan frekuensi defekasi ≤ 2 kali dalam 1 minggu.
2. Konstipasi fungsional adalah konstipasi yang didiagnosis
berdasarkan Kriteria ROME III (memenuhi dua dari kriteria berikut
selama 1 bulan) yaitu :
a. Buang air besar 2 kali atau kurang setiap minggu.
b. Sekurang-kurangnya 1 kali setiap minggu mengalami
inkontinensia.
c. RIwayat menahan buang air besar yang berlebihan.
d. Riwayat nyeri saat buang air besar dan feses yang keras.
e. Teraba massa feses yang banyak di dalam rektum.
3.11. Rencana Pengolahan dan Analisa Data
Data dianalisis dengan uji kai-kuadrat untuk melihat hubungan posisi saat
buang air besar dengan kejadian konstipasi fungsional. Pengolahan data
dilakukan dengan perangkat lunak SPSS versi 16.0 dengan tingkat
BAB 4. HASIL
4.1. Data Demografik dan Karakteristik Subjek
Penelitian dilaksanakan di SLTP Harapan, Kotamadya Medan, Provinsi
Sumatera Utara. Sebanyak 65 orang anak menjadi sampel penelitian ini.
Anak-anak yang dijadikan sebagai sampel pada kelompok dengan posisi
jongkok terdiri dari anak perempuan sebanyak 27 orang (60%) dan anak
laki-laki sebanyak 18 orang (40%). Pada kelompok anak dengan posisi
duduk, jumlah anak laki-laki sebanyak 9 orang (13,8%), dan anak
[image:38.595.108.520.408.638.2]perempuan sebanyak 11 orang (16,9%).
Tabel 4.1. Karakteristik dasar penelitian
Konstipasi
Variabel Ya
n = 16
Tidak
n = 49
Umur (bulan), rerata(SD) Berat badan ( kg), rerata (SD) Tinggi (m), rerata (SD) Indeks masa tubuh (kg/m2 Posisi BAB, rerata (SD)
Tabel 4.2. Hubungan jenis kelamin dengan konstipasi fungsional Jenis kelamin Konstipasi
Ya
(n=16)
Tidak
(n=49)
Laki-Laki 6 (11%) 21 (45%)
Perempuan 10 (28%) 28 (13%)
P = 0.932
Dari tabel di atas tidak didapati hubungan bermakna antar jenis kelamin
dengan kejadian konstipasi fungsional.
4.3. Hubungan Posisi saat Buang Air Besar dengan Konstipasi Fungsional
Dilakukan penilaian hubungan posisi saat buang air besar dengan
konstipasi fungsional pada penelitian ini.
Tabel 4.3. Hubungan posisi buang air besar dengan kejadian konstipasi
Kejadian konstipasi P
Ya Tidak Total
Posisi BAB Jongkok 4 41 45 0.0001
Duduk 12 8 20
Dari tabel di atas, dijumpai hubungan antara posisi saat buang air besar
[image:39.595.105.521.481.570.2]BAB 5. PEMBAHASAN
Dahulunya orang-orang menggunakan posisi jongkok untuk melakukan
buang air besar dan hal ini masih dilakukan pada kebanyakan orang di
negara-negara berkembang dan miskin. Penggunaan kloset duduk
semakin bertambah banyak di negara-negara barat semenjak abad 19
dengan keberhasilan pengembangan sistem pembuangan kotoran melalui
penggunaan air. Solusi dengan cara ini sangat penting untuk
meningkatkan sanitasi selama pengembangan dan pembangunan kota.
Pada pertengahan abad 20, sekelompok peneliti yang bekerja di
Afrika dikejutkan dengan hampir tidak ditemukannya kasus hemoroid,
konstipasi, hernia, dan divertikulosis pada orang kulit hitam. Mereka juga
jarang mendapatkan hal ini di negara-negara belum berkembang lainnya.
Para ahli saat itu menghubungkan temuan ini dengan makanan yang
mengandung serat dan menganjurkan mengkonsumsi makanan dengan
serat yang tinggi tetapi prevalensi masalah-masalah tersebut tidak
semakin berkurang.
25
2,26,26
Hasil pada penelitian ini dapat dijelaskan berdasarkan proses
terjadinya konstipasi adalah sudut anorektal yang menjadi lurus dengan
fleksi pinggul pada saat buang air besar dengan posisi jongkok. Hal ini
mempermudah terjadinya pengosongan isi rektum dan proses
defekasi.
Pada penelitian oleh Sikirov menyatakan bahwa posisi jongkok
membutuhkan waktu yang singkat dan usaha yang sedikit untuk proses
defekasi dibandingkan dengan posisi duduk serta menunjukkan bahwa
dengan posisi jongkok, tekanan abdomen menjadi lebih rendah
dibandingkan dengan posisi duduk.
25,26
Penelitian yang dilakukan Sakakibara dkk dengan menggunakan
video manometri untuk mengukur tekanan abdomen dan sudut anorektal
pada tiga posisi yaitu posisi duduk, posisi duduk dengan kaki fleksi 60
1,3
0
,
dan posisi jongkok. Pada penelitian itu menunjukkan sudut anorektal yang
dibentuk saat posisi jongkok adalah 1260, posisi duduk adalah 1000, dan
posisi duduk dengan kaki fleksi 600 adalah 990. Hasil penelitian itu
menyatakan juga bahwa semakin besar sudut anorektal yang dihasilkan
dengan posisi jongkok, semakin berkurang tahanan saat defekasi.
Penelitian ini mendukung dari beberapa penelitian sebelumnya
yang menyatakan adanya hubungan antara posisi saat buang air besar
dengan kejadian konstipasi fungsional. Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori- teori dari beberapa peneliti sebelumnya yang menyatakan posisi
buang air besar dengan posisi jongkok mempermudah proses defekasi
dan mencegah terjadinya konstipasi. Kelemahan penelitian ini adalah
tidak dilakukannya pengukuran sudut anorektal dan tekanan abdomen
[image:42.595.122.501.171.584.2]secara radiologis dan video manometri.
dikesklusikan karena bayi di bawah 1 tahun sering mendapati konstipasi
tanpa sebab yang jelas.8,31-33
Penilaian IMT dapat menilai perubahan komposisi tubuh terjadi
pada masa anak dan remaja, baik pada laki-laki maupun pada
perempuan.
Pada penelitian ini rerata usia anak yang
mendapati konstipasi fungsional adalah 13.4 tahun. Pada penelitian ini
rerata berat badan dan tinggi badan pada anak dengan konstipasi adalah
43.1 kg dan 144 cm.
32
Walaupun tergantung ras dan jenis kelamin, penelitian di
beberapa negara menunjukkan bahwa penilaian IMT merupakan
pengukuran yang paling baik untuk menilai persentase lemak tubuh dan
hubungan berat badan dengan tinggi badan.34-36 Penilaian IMT untuk
menilai komposisi tubuh juga lebih baik daripada penilaian tebal lipatan
kulit, indeks Rohrer (kg/m3), dan menggunakan alat non invasif.37,38
Berdasarkan suatu studi longitudinal pada anak laki-laki dan perempuan
berusia 8 sampai 18 tahun, perubahan IMT dapat merefleksikan
perubahan komposisi tubuh.37 American Academy of Pediatrics (AAP)
merekomendasikan pemantauan IMT untuk mencegah kejadian obesitas
pada anak dan remaja.
Pada penelitian ini rerata berat badan dan tinggi badan pada anak
dengan konstipasi adalah 43.8 kg dan 144 cm sedangkan pada anak yang
tidak konstipasi, rerata berat badan dan tinggi badan adalah 42.8 kg dan
145 cm. Dengan perbedaan rerata IMT pada anak dengan konstipasi dan
tidak konstipasi adalah 21.1 dan 20.4. Dari hal tersebut di atas dapat
dinilai bahwa anak dengan konstipasi cenderung memiliki IMT lebih tinggi
dari anak yang tidak konstipasi.
Anak dengan gizi kurang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini
oleh karena dikhawatirkan menderita penyakit kronis seperti tuberkulosis,
kecacingan, atau infeksi kronis lainnya yang juga dapat mempengaruhi
penyebab konstipasi fungsional. Untuk menilai seluruh faktor risiko yang
dapat mempengaruhi konstipasi sebenarnya diperlukan analisis univariat
dan multivariat. Pada penelitian ini hanya dilakukan uji kai kuadrat dengan
studi cross sectional. Beberapa faktor risiko lainnya telah dilakukan
restriksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi untuk menghindari bias
penelitian.
Beberapa keterbatasan penelitian lainnya yakni tehnik pengambilan
sampel dan pemilihan sekolah tidak menggunakan random sampling. Di
samping itu masih banyak faktor risiko penyebab konstipasi fungsional
yang belum dapat disingkirkan. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut
yang mencakup semua aspek dalam menentukan hubungan posisi saat
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Adanya hubungan yang bermakna antara posisi saat buang air besar
dengan kejadian konstipasi fungsional pada anak. Tidak dijumpai
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kosntipasi fungsional
pada anak.
6.2. Saran
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut yang mencakup semua aspek
dalam menentukan hubungan posisi saat buang air dengan konstipasi
fungsional. Sebaiknya dilakukan penelitian uji klinis dengan menggunakan
metode dan alat yang dapat menunjukkan posisi ideal untuk buang air
besar, yang dapat mencegah konstipasi fungsional serta dapat
menyingkirkan faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi hubungan
DAFTAR PUSTAKA
1. Firmansyah A. Konstipasi pada anak. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2010. h.201-14
2. Wyllie R. Constipation. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Text Book of Pediatrics. 18th
3. Brennan LK. Constipation. Dalam: Zaotis LB, Chiang ZW, penyunting. Comprehensive pediatric hospital medicine. Philadelphia, 2007. p.612-16
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007. h.1525-65
4. Constipation in children. Diunduh dari:
http://www.emedicinehealth.com/constipation_in_chldren/article_em.htm.
5. Sikirov BA. Primary constipation: an underlying mechanism. Med Hypotheses. 1989; 28:71-3
Diakses April 2010
6. Sikirov D. Comparison of straining during defecation in three positions. Dig Dis Sci. 2003; 7:1201-5
7. World Gastroenterology Organisation. World gastroenterology organization practice guidelines: constipation. WGO. 2007; 1-10 8. Borowitz S. Constipation. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/928185-overview.
9. Loening BV. Prevalence rates for constipation and faecal and urinary incontinence. Arch Dis Child.2007; 92: 486-9
Diakses April 2010
10. Lee, Warren, Kin, Chan, June, Lui, et al. Increased prevalence of constipation in pre-school children is attributable to under-consumption of plant foods: a community-based study. J Paediatr Child Health. 2008; 4:170-5
11. Saps M, Sztainberg M, Lorenzo C. A prospective community based study of gastroenterological symptoms in school age children. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2006; 43:477-82
12. Bongers MEJ, Benninga MA, Maurice-Stam H, Grootenhuis MA. Health-related quality of life in young adults with symptoms of constipation continuing from childhood into adulthood. Biomed
15. Walker, Caplan-Dover, Rasquin-Weber. Pediatrics Gastrointestinal Symptoms Rome III version, 2000.
16. Richmond JP, Wright ME. Development of a constipation risk assesment scale. Elsevier. 2005; 9: 37-48
17. Clayden G, Keshtgar AS. Management of childhood constipation. Postgrad Med J. 2003; 79:616-21
18. Baker SS, Liptak GS, Colletti RB, Croffie JM, Di Lorenzo C, Ector W, et al. Constipation in Infants and children: evaluation and treatment. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 1999; 29:612-26
19. Biggs W, Dery WH. Evaluation and treatment of constipation in infants and children. Am Fam Physician. 2006; 73:469-77
20. Cheng C, Bian Z, Wu T. Systematic review of chinese herbal medicine for functional constipation. World J Gastroenterol. 2009; 15: 4886-95
21. Bekkali NH, Bongers MEJ, Van den Berg MM, Liem O, Benninga MA. The role of probiotocs mixture in the treatment of childhood constipation: a pilot study. Nutrition J. 2007; 6:1-7
22. American College of Gastroenterology Chronic Constipation Task Force. An evidence-based approach to the management of chronic constipation in North America. Am J Gastroenterol. 2005; 1001:1-4 23. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto
SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto, 2008. h.302-30
24. Sakakibara R, Tsunoyama K, Hosoi H, Takahashi O, Sugiyama M, Kishi M, et al. Influence of body position on defecation in humans. LUTS. 2010; 2:16-21
25. Singh A. Do we really need to shift to pedestal type of latrines in India. Indian J Community Med. 2007; 32:239-307
26. Croffie JM. Constipation in children. Indian J Pediatr. 2006; 73:697-701
27. Ellis KJ. Body composition of a young, multiethnic, male population. Am J Clin Nutr. 1997; 66:1323-31
28. Ellis KJ, Abrams SA, Wong WW. Monitoring childhood obesity: assesment of the weight/height2
29. Franklin MF. Comparison of weight and height relations in boys from 4 countries. Am J Clin Nutr. 1999; 70:157–62
index. Am J Epidemiol. 1999; 150:939-46
30. Malina RM, Katmarzyk PT. Validity of the body mass index as an indicator of the risk and presence of overweight in adolescents. Am J Clin Nutr. 1999; 70:131-6
32. Elberg J, McDuffie JR, Sebring NG, Salaita C, Keil M, Robotham D,
et al. Comparison of methods to assess change in children’s body composition. Am J Clin Nutr. 2004; 80:64-9
33. Demerath EW, Schubert CM, Maynard LM, Sun SS, Chumlea WC. Pickoff A, et al. Do changes in body mass index percentile reflect changes in body composition in children? data from the fels longitudinal study. Pediatrics. 2006; 117:487-95
34. American Academy of Pediatrics. Policy statement: prevention of pediatric overweight and obesity. Pediatrics. 2003; 112:424-30 35. Johanson J, Sonnenberg A, Koch TR. Clinical epidemiology of
chronic constipation. Abstract. J Clin Gastroen. 1989; 11:525-36 36. Fishman L, Lenders C, Fortunato C, Noonan C, Nurko S. Increased
prevalence of constipation and fecal soiling in a population of obese children. J Pediatr. 2004; 145: 253-4
37. Taveras EM, Gillman MW, Kleinman K, Rich-Edwards JW, Rifas-Shiman SL. Racial ethnic differences in early-life risk factors for childhood obesity. Pediatrics. 2010; 125: 686-95
Lampiran 1.
BLANKO PENELITIAN 1. Data Pribadi
Nama: ...Tanggal pemeriksaan: ... Alamat :...Tempat/tanggal lahir: ... Berat badan: ...kg Tinggi badan: ...cm
Saat ini duduk di kelas: ...Sekolah: …..………..
2. Data mengenai anak saat buang air besar a. Buang air besar dengan posisi jongkok
b. Buang air besar dengan posisi duduk di atas kloset
3. Data mengenai konstipasi pada anak
1.Pada 2 bulan terakhir, seberapa sering anak bapak/ibu buang air besar (BAB)?
1.2 x seminggu atau kurang 2.3-6 kali seminggu
3.sekali sehari
4.2 atau 3 kali sehari 5.lebih dari 3 kali sehari _ tidak tahu
2.Pada 2 bulan terakhir, bagaimana kebiasaan bab anak bapak/ibu? 1.sangat keras
2.keras
3.tidak begtu keras dan begitu lembek 4.sangat lembek
5.seperi air _ tidak tahu
2a. Jika anak bapak/ibu biasanya fesesnya keras, berapa lama hal tersebut telah terjadi?
0.Kurang dari 1 bulan 1.1 bulan
2.2 bulan
3.3 bulan atau lebih
3.Pada 2 bulan terakir, apakah anak anda mengalami nyeri ketika BAB? 0. tidak
1. ya
Lingkari jawaban berikut
Pada 2 bulan terakhir, seberapa sering 0% Tidak pernah 25% Sekali waktu 50% Kadang-kadang 75% Sepanjang waktu 100%
selalu Tidak tahu
4.Apakah anak anda terlalu sibuk ke kamar mandi untuk bab
0 1 2 3 4
5.Apakah anak anda harus mengedan kuat saat bab
0 1 2 3 4
6.Apakah feses anak anda membatu saat keluar
0 1 2 3 4
7.Apakah anak anda merasa tidak puas ketika selesai bab
0 1 2 3 4
8.Pada 2 bulan terakir, apakah feses anak anda menggumpal/membatu hingga menyumbat kloset?
0. Tidak 1. Ya
9.Beberapa anak sering menahan bab-nya walaupun kloset tersedia. Mereka melakukannya dengan menegangkan badannya dan
menyilangkan kakinya. Pada 2 bulan terakir, selama di rumah, seberapa sering anak anda menahan bab-nya?
0.tidak pernah 1.1-3 kali per bulan 2. sekali seminggu
0.tidak pernah
1.Kurang dari sekali sebulan 2.1-3 kali sebulan
3.sekali seminggu
4.Beberapa kali seminggu 5.Setiap hari
11a.Ketika pakaian dalam anak anda bernoda oleh feses, seberapa banyak noda feses yang tinggal?
1.tidak ada noda feses 2.sedikit noda feses 3.banyak noda feses
11b.Berapa lama anak anda sudah mengalami noda feses pada pakaian dalamnya?
1.kurang atau sama dengan 1 bulan 2.2 bulan
3.3 bulan 4.4-11 bulan 5.1 tahun lebih
Cara Penilaian kuesioner:
Memenuhi 2 atau lebih dari kriteria sebagai berikut:
- P1 = kurang atau sama dengan dua kali per minggu - P2 = feses keras atau sangat keras
- P3 = nyeri BAB
- P8 = Melewati tinja yang sangat banyak
- P9 = retensi feses sekali seminggu atau sering - P10 = Riwayat massa feses di rektum
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Dr. Fahrul Azmi Tanjung
Tempat, tanggal lahir : Medan, 26 Agustus 1980
Alamat : Jl M Basyir no 72 Medan
Nama istri : Dr. Sevina Marisya
Riwayat Pendidikan
1. Sekolah Dasar Swasta Hang Tuah II Medan, selesai tahun 1992.
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Medan, selesai tahun 1995.
3. Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Medan , selesai tahun 1998.
4. S1 Sarjana Kedokteran (S.Ked), Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, selesai tahun 2004.
5. Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, selesai tahun 2006.
6. S2 Magister Kedokteran Klinik Bidang Pediatrik (M.Ked-Ped) dan
Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak (PPDSA) Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, tahun 2007 sampai
sekarang.