PERANAN ORGANISASI MASYARAKAT BATAK TOBA
TERHADAP PEMBENTUKAN PERILAKU PEMILIH PADA
PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2009
(Studi Kasus : Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) Kota Pematang Siantar )
D I S U S U N OLEH :
NAMA : BRANDO SINURAT
NIM : 060906066 Dosen Pembimbing : Warjio, SS, MA
Dosen Pembaca : Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si
DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat, kasih dan rahmat yang telah diberikannya sehingga saya dapat
meneyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi saya ini adalah Membahas
tentang Peranan Organisasi Masyarakat Batak Toba Terhadap Pembentukan
Perilaku Pemilih dengan studi kasus adalah Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina
Dohot Boruna (PSSSI&B) Kota Pematangsiantar.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna baik dari
segi penyampaian isi maupun pembahasan masalah. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.
Dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis
menyadari banyak mendapat dukungan, bimbingan, bantuan dan motivasi dari
berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang terkait. Semoga skripsi saya ini bermanfaat untuk
semua pihak yang membacanya
Medan, 8 September 2010 Penulis
Abstrak
Perilaku pemilih adalah tindakan para pemilih dalam memberikan suaranya pada saat pemilihan umum. Studi perilaku pemilih dimaksudkan sebagai suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa mereka melakukan pilihan itu. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum antara lain agama, suku, ataupun organisasi kemasyarakatan yang berkembang di daerahnya.
Dalam skripsi ini penulis membahas mengenai Peranan Organisasi Masyarakat Batak Toba Dalam Membentuk Perilaku Pemilih (studi kasus : Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna Kota Pematangsiantar). Dalam menentukan sampel, penulis menggunakan rumus Taro Yamane,dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%. Populasi diambil dari jumlah anggota Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina yang berjumlah 2386 kepala keluarga. Dari rumus tersebut maka didapat jumlah sampel sebesar 96 orang.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...i
ABSTRAK ...ii
DAFTAR ISI ...iii
DAFTAR TABEL ...vi
BAB I PENDAHULUAN ...1
I.1. LATAR BELAKANG ...1
I.2. RUMUSAN MASALAH ...7
I.3. TUJUAN PENELITIAN ...8
I.4. MANFAAT PENELITIAN ...8
I.5. KERANGKA TEORI I.5.1. Organisasi ...9
I.5.1.1 Karakteristik Organisasi ...10
I.5.1.2 Arti Penting Organisasi ...13
I.5.1.3 Alasan Berdirinya Organisasi ...13
I.5.2. Perilaku Pemilih...14
I. 5.2.1. Pendekatan Sosiologis ...14
I.5.2.2. Pendekatan Psikologis ... 15
I.5.2.3. Pendekatan Rasional ... 16
I.5.3. Pemilihan Umum ... 21
I. 5.3.1. Sistem Pemilihan Umum ... 23
I. 5.3.2 Pemilu Legislatif ... 26
I.6. METODE PENELITIAN
I.6.1. Jenis penelitian ... 29
I.6.2. Lokasi Penelitian ... 30
I.6.3. Populasi dan Sampel ... 30
I.6.4. Teknik Pengumpulan Data ... 31
I.6.5. Teknik Analisa Data ... 32
I.7. SITEMATIKA PENULISAN ... 33
BAB II Deskripsi Orgainasasi Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) Kota Pematangsiantar II.1 Sejarah Berdirinya PSSSI&B ...34
II.2 Deskripsi PSSSI&B ...35
II.3 Dasar dan Tujuan Dibentuknya PSSSI&B ...36
II.3.1 Kepengurusan dan Keanggotaam ...38
II.3.2 Hak dan Kewajiban Anggota ...40
II.4 Hubungan Dengan Organisasi Lain ...41
II.5 Struktur Kepengurusan ...42
II.6 Lambang Organisasi ...45
BAB III Penyajian dan Analisa Data III.1 Penyajian Data ...46
III.2 Identitas Responden ...46
IV.2 Saran ...78
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Distribusi responden berdasarkan umur ...46
Tabel 2: Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin...47
Tabel 3: Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir ...48
Tabel 4: Distribusi responden berdasarkan pekerjaan ...49
Tabel 5: Distribusi jawaban responden tentang kapan bergabung menjadi Anggota PSSSI&B kota Pematangsiantar ...50
Tabel 6: Distribusi jawaban responden yang ikut dalam pemilihan umum legislatif pada tahun 2009 lalu ...51
Tabel 7: Distribusi jawaban responden yang pilihannya terpilih menjadi anggota legislatif pada pemilu legislatif tahun 2009 lalu ...51
Tabel 8: Distribusi jawaban responden tentang apakah pelaksanaan pemilu legislatif 2009 yang lalu sudah menampung aspirasi masyarakat ...52
Tabel 9: Distribusi jawaban responden tentang apakah dalam memilih lebih melihat ke-partai politiknya ...53
Tabel 10: Distribusi jawaban responden tentang apakah ada anggota PSSSI&B yang mencalonkan diri pada pemilihan umum legislative 2009 lalu ...54
Tabel 11: Distribusi jawaban responden tentang apakah ada anggota PSSSI&B yang meminta dukungan langsung kepada PSSSI&B dalam Pemilu...55
Tabel 12: Distribusi jawaban responden tentang apakah ada pengurus PSSSI&B yang menyarankan untuk memilih anggota PSSSI&B yang meminta dukungan pencalonan tersebut ...56
Tabel 13: Distribusi jawaban responden tentang tanggapan terhadap saran Memilih ...57
Tabel 14: Distribusi jawaban responden tentang berapa anggota PSSSI&B yang mencalonkan menjadi anggota legislatif 2009 yang lalu yang meminta dukungan kepada PSSSI&B ...58
Tabel 15: Distribusi jawaban responden tentang apakah bapak/ibu memilih salah satu dari anggota PSSSI&B yang mencalonkan tersebut ...59
menjatuhkan pilihannya ...60
Tabel 17: Distribusi jawaban responden tentang apakah ada anggota diluar
PSSSI&B yang mencalonkan calon legislatif meminta dukungan ...61
Tabel 18: Distribusi jawaban responden tentang bagaimana tanggapan
bapak/ibu ketika itu apakah memilihnya ketika pemilu egislatif 2009
yang lalu ...62
Tabel 19: Distribusi jawaban responden tentang apa yang menjadi alasan
bapak/ibu memilihnya ...63
Tabel 20: Distribusi jawaban responden tentang apakah faktor kesamaan etnis
mempengaruhi bapak/ibu dalam menjatuhkan pilihannya pada
pemilih legislatif tahun 2009 lalu ...64
Tabel 21: Distribusi jawaban responden tentang apakah faktor agama
mempengaruhi bapak/ibu dalam menjatuhkan pilihannya pada
pemilih legislatif tahun 2009 lalu ...65
Tabel 22: Distribusi jawaban responden tentang apakah factor kesamaan marga
mempengaruhi bapak/ibu dalam menjatuhkan pilihannya pada
pemilih legislatif tahun 2009 lalu ...66
Tabel 23: Distribusi jawaban responden tentang apakah sosok kepemimpinan
mempengaruhi bapak/ibu dalam menjatuhkan pilihannya pada
pemilih legislatif tahun 2009 lalu ...67
Tabel 24: Distribusi jawaban responden tentang apakah responden memilih
berdasarkan etnisitas dalam artian yang satu suku dengan
responden ...68
Tabel 25: Distribusi jawaban responden tentang apakah responden merasakan
adanya politik uang...69
Tabel 26: Distribusi jawaban responden tentang apabila dalam pemilihan
legislatif 2009 yang lalu ada calon legislative yang member uang apa
tindakan yang diambil ...70
Tabel 27: Distribusi jawaban responden tentang apakah responden yakin
anggota legislatif terpilih dapat memenuhi janjinya seperti yang
Tabel 28: Distribusi jawaban responden yang setuju apabila anggota
legislatifyang terpilih kembali terpilih pada periode berikutnya ...72
Tabel 29: Distribusi jawaban responden tentang apakah anggota terpilih sudah
sesuai dengan keinginan responden...73
Tabel 30: Distribusi jawaban responden tentang apakah tradisi adat toba
tentang seorang pemimpin masih cocok untuk diterapkan ...74
Tabel 31: Distribusi jawaban responden tentang seorang pemimpin menurut
budaya batak toba haruslah seorang laki-laki ...75
Abstrak
Perilaku pemilih adalah tindakan para pemilih dalam memberikan suaranya pada saat pemilihan umum. Studi perilaku pemilih dimaksudkan sebagai suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa mereka melakukan pilihan itu. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum antara lain agama, suku, ataupun organisasi kemasyarakatan yang berkembang di daerahnya.
Dalam skripsi ini penulis membahas mengenai Peranan Organisasi Masyarakat Batak Toba Dalam Membentuk Perilaku Pemilih (studi kasus : Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna Kota Pematangsiantar). Dalam menentukan sampel, penulis menggunakan rumus Taro Yamane,dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%. Populasi diambil dari jumlah anggota Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina yang berjumlah 2386 kepala keluarga. Dari rumus tersebut maka didapat jumlah sampel sebesar 96 orang.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perilaku pemilih adalah tindakan para pemilih dalam memberikan
suaranya pada saat pemilihan umum. Studi perilaku pemilih dimaksudkan sebagai
suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau
kecenderungan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa
mereka melakukan pilihan itu. Faktor-faktor seperti agama, suku, ikatan
emosional pada seorang calon atau partai politik, ataupun isu-isu politik dan
kandidat masih menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan pilihan.
Berangkat dari pernyataan diatas, masyarakat Batak Toba juga memiliki
kebiasaan atau kecenderungan yang sama dalam memilih seorang pemimpin.
Etnis Batak Toba dalam memilih seorang pemimpin masih dipengaruhi oleh
sisa-sisa kebiasaan lama. Ada istilah bagi orang Batak Toba yang menyatakan “ Dang tumagonan tu halak adong do di hita” (buat apa memilih orang lain kalau masih ada dari kita sendiri). Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa Faktor
kesamaan suku masih menjadi faktor utama bagi orang Batak Toba dalam
memilih pemimpin.
Dalam kehidupan bermasyarakat, dasar fundamental yang mengatur
hubungan sosial orang Batak Toba ialah marga. Sistem hubungan ditentukan oleh
(dongan tubu), dan penerima istri (boru). Hubungan diperlihatkan dengan memperlihatkan silsilah dan analogi marga yang didasarkan pada relasi kerabat
dekat yang lain, baik dalam hubungan internal maupun eksternal.16
Di dalam hubungan sosial, marga adalah unsur dasar yang menentukan
hubungan sosial. Setelah saling memberitahukan marga, masing-masing
mengingat latar belakang silsilah dan analogi internal dan eksternal. Latar
belakang silsilah dan analogi itu antara lain tingkatan kedudukan dalam silsilah.
Dengan cara ini orang Batak Toba dapat menentukan refrensi panggilan apakah
orang itu kedudukannya sebagai adik atau abang, bapak tua atau bapak muda,
saudara perempuan (ito) dan yang lainnya.17
Namun seiring dengan kemajuan zaman kearah informasi yang bisa
mengakibatkan terjadinya perubahan sosial budaya akibat perkembangan dari
masyarakat dan masuknya budaya dari luar, perilaku pemilih juga bisa jadi
semakin sulit ditebak dan dibaca. Faktor-faktor kebiasaan lama seperti yang Untuk lebih mengenal antara yang
satu dengan yang lainnya dan menambah keakraban di antara mereka maka orang
Batak akan membentuk suatu perkumpulan yang anggotanya terdiri-dari marga
yang sama. Jadi tidak mengherankan apabila jika kita melihat bahwa organisasi
yang berkembang di masyarakat Batak Toba adalah organisasi yang terdiri dari
perkumpulan marga-marga. Biasanya jika ada orang Batak Toba ingin
mencalonkan diri menjadi pemimpin, maka langkah pertama yang akan
dilakukannya adalah meminta dukungan dari perkumpulan marga-marganya.
16
Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009 hal. 111
17
terjadi di masyarakat Batak Toba bisa jadi tidak lagi menjadi faktor yang berperan
dalam menentukan pilihan.
Sulitnya menebak atau membaca perilaku pemilih masyarakat saat ini
dapat kita lihat dari hasil pemilihan umum legislatif 2009 lalu. Jika pada
pemilu-pemilu sebelumnya, partai-partai politik seperti PDIP dan Partai Golkar selalu
mendominasi maka pada pemilu legislatif 2009 lalu Partai Demokrat muncul
sebagai pemenang di sebagian besar daerah di Indonesia, baik itu di tingkat pusat,
daerah tingkat I dan II. Padahal Partai Demokrat masih tergolong partai baru
(berdiri tahun 2001). Artinya pemilihan umum legislatif 2009 adalah
keikutsertaan Partai Demokrat yang kedua dalam pemilihan umum. Hal ini tentu
dapat menggambarkan bahwa perilaku pemilih masyarakat kita semakin sulit
untuk dibaca dan ditebak.
Untuk itulah kemudian penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
tentang perilaku pemilih. Pasti ada banyak faktor yang berperan dalam
membentuk atau mempengaruhi perilaku pemilih masyarakat. Untuk itu, dalam
penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian tentang “Peranan Organisasi
Masyarakat Batak Toba Dalam Pembentukan Perilaku Pemilih Pada Pemilihan
Umum Legislatif 2009”. Dalam arti, penulis ingin melihat seberapa jauh
organisasi ini masih berperan dalam mempengaruhi perilaku pemilih anggotanya
dan bagaimana pola perilaku pemilih organisasi tersebut.
Melihat begitu banyaknya jumlah organisasi masyarakat yang berkembang
di Suku Batak Toba maka penulis memilih salah satu dari organisasi yang ada di
penelitian adalah Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna
(PSSSI&B) kota Pematangsiantar. Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot
Boru (PSSSI & B) kota Pematangsiantar dipilih karena Organisasi ini merupakan
salah satu organisasi masyarakat Batak Toba terbesar di kota Pematangsiantar
dengan jumlah anggota mencapai 2386 kepala keluarga.18
18
Hasil wawancara dengan Marisius Simanjuntak selaku Sekretaris Umum Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) kota Pematangsiantar pada tanggal 2 Juni 2010 di Kota Pematangsiantar
Tentu jumlah ini
merupakan sasaran yang begitu potensial bagi partai politik atau seorang calon
legislatif untuk mendulang suara. Jadi, tak mengherankan jika seorang calon
legislatif atau Partai Politik berlomba-lomba untuk meminta dukungan dari
organisasi ini. Bahkan bukan dari marga simanjuntak saja, calon legislatif dari
suku lain pun ada yang meminta dukungan terhadap organisasi ini.
Pemilihan umum legislatif 2009 dipilih penulis sebagai objek penelitian
karena pada Pemilihan Umum legislatif 2009 lalu banyak terdapat anggota
punguan/organisasi yang mencalonkan menjadi anggota legislatif 2009. Tentu hal
ini akan memudahkan peneliti untuk melihat bagaimana perilaku pemilih anggota
organisasi ini apakah masih mempertahankan tradisi lama dalam menentukan
pilihannya ( dalam arti akan tetap memilih anggota organisasi yang mencalonkan
diri menjadi calon legislatif atau yang satu marga dengannya ) atau ada faktor lain
yang mempengaruhi mereka dalam menentukan pilihannya. Apalagi Sistem
pemilihan umum anggota legislatif tahun 2009 di Indonesia menggunakan sistem
proporsional terbuka, artinya masyarakat langsung memilih calon anggota
Berbeda dengan pemilihan umum sebelumnya, dalam pemilihan umum
legislatif kali ini sudah dimodifikasi ulang, dimana penentuan calon legislatif
terpilih didasarkan pada suara terbanyak bukan berdasarkan nomor urut seperti
pada pemilihan umum legislatif sebelumnya. Hal ini tercantum dalam UU No.10
tahun 2008 tentang pemilihan umum legislatif. Selain itu, Parliamentary Threshold juga diberlakukan sebagai ketentuan batas minimal yang harus dipenuhi Partai Politik untuk bisa menempatkan calon legislatifnya di parlemen.
Partai Politik yang tidak memperoleh suara minimal 2,5% tak berhak mempunyai
perwakilan di DPR. Sehingga suara yang telah diperoleh oleh partai politik
tersebut dianggap hangus karena suara-suara yang mereka peroleh tersebut akan
di masukkan kepada partai-partai yang masuk dalam ambang batas minimum
Parliamentary threshold.
Dengan adanya ketentuan ini, tentu Partai politik akan berlomba-lomba
untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya agar dapat memenuhi ambang batas
minimum Parliamentary threshold. Tentu ini akan membuka kompetisi menjadi lebih terbuka dan lebih ketat bukan hanya antara partai politik tetapi juga antara
calon legislatif dari partai politik yang sama karena penentuan dilakukan
berdasarkan suara terbanyak. Dalam alam demokrasi, persaingan dalam dunia
politik merupakan suatu hal yang tak bisa dihindari. Untuk mencapai jenjang
tertentu dalam dunia politik, seseorang atau sebuah kelompok harus bersaing
dengan pihak lain. Bahkan kadang-kadang persaingan ini harus pula disertai
kekerasan dan kecurangan. Konsep persaingan ini juga perlu disadari oleh
sendiri bermata dua.19
19
Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, hal 123
Di satu sisi, persaingan akan meningkatkan kinerja politik
masing-masing pihak yang berada di dalamnya. Namun, di sisi lain, persaingan
yang sangat tinggi bisa juga merugikan. Hal ini terjadi ketika masing-masing
peserta politik berusaha menghalalkan semua cara (at all costs) guna memenangkan persaingan.
Menjelang pemilihan umum, Partai Politik ataupun calon legislatif pasti
sudah mengatur strategi kampanyenya guna mendapatkan dukungan dari
masyarakat. Ada banyak cara yang dilakukan oleh partai politik maupun calon
anggota legislatif untuk menarik simpati masyarakat agar menjatuhkan pilihannya
pada partai politik atau calon anggota legislatif yang bersangkutan. Seorang calon
anggota legislatif ataupun partai politik itu sendiri pasti sudah memiliki sasaran
pemilih yang menjadi target utamanya untuk mendulang suara. Ada partai politik
ataupun calon anggota legislatif yang menargetkan pemilih pemula sebagai
sasaran utama untuk mendulang suara, ada juga yang memilih kelompok agama,
suku, kelompok masyarakat, ataupun teman yang seprofesi sebagai bidikan utama.
Membaca perilaku pemilih menjadi faktor penting yang perlu diamati
terutama oleh seorang calon legislatif dan partai politik untuk menjaring suara
sebanyak-banyaknya. Dengan memahami terlebih dahulu perilaku pemilih yang
dalam hal ini adalah masyarakat, maka akan memudahkan seorang calon legislatif
atau partai politik untuk menjalankan strateginya untuk menarik simpati rakyat
agar menjatuhkan pilihan kepada calon legislatif atau partai politik yang
Lokasi penelitian akan dilaksanakan di kota Pematangsiantar. Penulis
memilih daerah ini, karena organisasi masyarakat Batak Toba cukup berkembang
dengan baik di daerah ini seperti halnya Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina
yang masih tetap eksis meski sudah berusia 64 tahun.
1.2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa
masalah yang dikemukakan dalam penilitian itu dipandang menarik, penting dan
perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang
menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang lengkap dan rinci mengenai
ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi masalah dan
pembatasan masalah.20
Yang menjadi tujuan penulis dalam meneliti permasalahan ini adalah
untuk menganalisa atau mengamati pola perilaku pemilih anggota organisasi
masyarakat Batak Toba yang dalam hal ini adalah Punguan Simanjuntak Sitolu
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah di
atas, yang menjadi rumusan masalah adalah sejauh mana Organisasi Masyarakat
Batak Toba dapat mempengaruhi perilaku pemilih anggotanya dalam Pemilu
legislatif pada tahun 2009.
1.3. Tujuan Penelitian
20
Sada Ina (PSSSI) kota Pematang siantar dalam Pemilu legislatif 2009 serta
menganalisa apakah organisasi PSSSI ini cukup berperan dalam membentuk
perilaku pemilih anggotanya.
1.4. Manfaat Penelitian
Sebagai sebuah karya ilmiah tentu penelitian itu memiliki banyak manfaat.
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :
• Bagi penulis yaitu semakin memperkaya referensi yang ada dan
menambah wawasan atau pengetahuan, pemahaman penulis tentang
perilaku pemilih dan semakin melatih penulis dalam mengembangkan
pemikirannya.Selain itu,juga melatih penulis dalam membuat atau menulis
karya ilmiah
• Bagi organisasi masyarakat yang terkait dalam penelitian ini, yaitu PSSSI
dapat menambah referensi dan dapat memahami serta melihat seberapa
jauh pengaruh organisasi ini dalam membentuk perilaku pemilih
anggotanya.
• Juga diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang ada,terutama
bagi mahasiswa politik dan juga bagi siapa saja yang membaca penelitian
1.5. Kerangka Teori
Sebelum melakukan penelitian lebih mendalam, seorang penulis perlu
menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari
segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih.21
Menurut FN Karliger, teori adalah sebuah konsep atau konstruksi yang
berhubungan satu dengan yang lain,suatu set dari proporsi yang mengandung
suatu pandangan yang sistematis dari fenomena.22
Organisasi menurut Stephen Robbins adalah:
1.5.1. Organisasi
23
Sejalan dengan definisi yang diutarakan oleh Robbins, David Cherrington
juga memberikan definisi organisasi yang hampir sama yaitu:
“Unit sosial yang sengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang terstruktur, dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu set tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”
24
Yang dimaksud dengan tujuan bersama adalah adanya anggapan bahwa
tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing anggota organisasi tidak berbeda “Organisasi adalah sistem sosial yang mempunyai pola kerja teratur yang didirikan oleh manusia dan beranggotakan sekelompok manusia dalam rangka untuk mencapai satu set tujuan tertentu”
21
Hadiri Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1955, hal.40
22
Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam teori dan Praktek, Jakarta:Reineka Cipta, 1997, hal 20.
23
dengan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi itu sendiri. Anggapan ini
didasarkan pada asumsi bahwa tujuan didirikan organisasi adalah agar para
anggotanya bisa mencapai tujuan yang dikehendaki. Oleh karenanya selama
mereka masih mau bergabung dengan organisasi berarti mereka juga mau saling
membantu dalam mencapai tujuan masing-masing. Keinginan saling membantu
dalam mencapai tujuan itulah yang disebut tujuan bersama
1.5.1.1. Karakteristik Organisasi
Organisasi pada dasarnya mempunyai lima karakteristik utama yaitu
1.Unit/entitas sosial
Organisasi adalah rekayasa sosial hasil karya cipta manusia yang bersifat
tidak kasat mata dan abstrak sehingga organisasi sering disebut sebagai artificial being. Karena sifatnya tersebut, organisasi dengan demikian lebih merupakan realitas sosial ketimbang realitas fisik. Meski bukan sebagai realitas fisik, bukan
berarti bahwa organisasi tidak membutuhkan fasilitas fisik. Fasilitas fisik seperti
gedung, peralatan kantor maupun mesin-mesin masih tetap dibutuhkan (meski
tidak harus dimiliki) karena dengan fasilitas fisik inilah sebuah organisasi bisa
melakukan kegiatannya. Disamping itu dari fasilitas fisik ini pula orang luar
mudah mengenali adanya entitas sosial.
Sebagai entitas sosial, organisasi umumnya didirikan untuk jangka waktu
yang relative lama bisa berumur puluhan tahun atau ratusan tahun bahkan bisa
mencapai waktu yang tidak terbatas. Keberadaan sebuah organisasi tidak terkait
24
dengan masih ada atau tidaknya pendiri organisasi tersebut. Meskipun
kadang berumur puluhan atau ratusan tahun dan tidak terbatas, organisasi
kadang-kadang sengaja didirikan untuk jangka waktu tertentu dan dengan sendirinya
bubar atau dibubarkan setelah kegiatan yang berkaitan dengan pendirian
organisasi tersebut berakhir.
2. Beranggotakan minimal dua orang
Bisa Sebagai hasil karya cipta manusia, organisasi bisa didirikan oleh
seseorang yang mempunyai kemampuan, pengetahuan dan sarana lainnya.
Kadang-kadang juga didirikan oleh dua orang atau lebih yang sepakat dan
mempunyai ide yang sama untuk mendirikan organisasi. Unsur utama organisasi
adalah manusia. Sebab tanpa keterlibatan unsure manusia sebuah entitas sosial
tidak bisa dikatakan sebagai organisasi. Namun, untuk dikatakan sebagai
organisasi, seseorang tidak bisa bekerja sendirian misalnya hanya dibantu
mesin-mesin tetapi harus melibatkan orang lain yang bisa saling bekerja sama,
melakukan pembagian kerja dan agar dapat spesialisasi dalam pekerjaan.
3. Berpola kerja yang terstruktur
Berkumpulnya dua orang atau lebih belum dikatakan sebagai organisasi
manakala mereka tidak terkoordinasi dan tidak mempunyai pola kerja yang
terstruktur. Tanpa koordinasi dan pola kerja yang terstruktur, kumpulan dua orang
atau lebih hanyalah sekedar kumpulan bukan organisasi
4. Mempunyai tujuan
Organisasi didirikan bukan untuk siapa-siapa dan bukan tanpa tujuan.
organisasi. Organisasi didirikan karena manusia sebagai mahluk sosial, sukar
untuk mencapai tujuan individualnya jika segala sesuatunya harus dikerjakan
sendiri. Artinya, tujuan didirikannya sebuah organisasi adalah agar sekelompok
manusia yang bekerja dalam satu ikatan kerja lebih mudah mencapai tujuannya
ketimbang mereka harus bekerja sendiri-sendiri.
Dalam hal ini harus dipahami bahwa meski ada kerjasama di antara
kelompok orang dalam satu ikatan kerja tetapi tidak bisa diinterpretasikan bahwa
tujuan mereka sama. Ada kemungkinan tujuan masing-masing individu tersebut
berbeda, tetapi kesediaan mereka berada dan bergabung dalam sebuah organisasi
menunjukkan atau dianggap, bahwa mereka mempunyai kesepakatan untuk saling
membantu dalam mencapai satu set tujuan masing-masing individu (tujuan
anggota organisasi) maupun tujuan organisasi itu sendiri (tujuan para pendiri
organisasi)
5. Mempunyai identitas diri
Jika sekelompok manusia diorganisir untuk melakukan kegiatan maka
jadilah sekelompok manusia yang berbeda dengan entitas sosial lainnya.
Perbedaan entitas sosial dengan entitas lainnya sulit untuk ditengarai karena
beberapa alasan. Pertama, sifat organisasi yang tidak kasat mata dan abstrak
menyulitkan orang untuk melihat atau menyentuh organisasi. Kedua, organisasi
sebagai subsistem dari sistem sosial yang lebih besar memungkinkan para
anggotanya saling berinteraksi dengan anggota masyarakat di luar organisasi.
sehingga batasan organisasi seolah-olah menjadi kabur kalau batasan tersebut
hanya dilihat dari keanggotaan seseorang.25
1. Alasan mengapa organisasi eksis
1.5.1.2. Arti Penting Organisasi Bagi Manusia
Arti penting organisasi bagi manusia didasari bahwa manusia pada
dasarnya tidak bisa memenuhi semua keinginannya secara mandiri. Ia
membutuhkan orang lain untuk membantu memenuhi keinginan tersebut. Kondisi
inilah yang menjadi pendorong berdiri dan tumbuhnya organisasi di sekitar kita.
Akibatnya, manusia tidak saja menjadi mahluk sosial tapi juga menjadi
masyarakat organisasi-masyarakat yang tidak bisa hidup tanpa organisasi. Cahrles
Perrow sebagaimana dikutip oleh Richard Daft, mengatakan bahwa organisasi
yang berdiri dan tumbuh disekitar kita mempunyai dampak langsung terhadap
kehidupan politik, kelas sosial dan kehidupan keluarga.
Peranan organisasi bagi kehidupan manusia dapat dijelaskan dari
pernyataan-pernyataan berikut ini:
2. Kegiatan apa yang dilakukan organisasi
3. Pihak-pihak mana yang berkepentingan terhadap organisasi26
1.5.1.3. Alasan Berdirinya Organisasi
1. Meningkatkan spesialisasi dan melakukan pembagian kerja
2. Menggunakan teknologi tinggi
25
3. Mengelola lingkungan eksternal lebih baik
4. Meminimalkan biaya transaksi
5. Menggunakan kekuasaan dan pengendalian dalam meningkatkan kinerja27
1.5.2. Perilaku Pemilih
Menurut Ramlan Surbakti perilaku pemilih adalah :
“aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) di dalam suatu pemilihan umum (pilkada secara langsung). Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote) maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu”.28
Pendekatan sosiologis sebenarnya berasal dari Eropa kemudian
dikembangkan di Amerika Serikat oleh ilmuwan sosial yang memiliki latar
belakang pendidikan Eropa. Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa
karakteristik sosial dan pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup
signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial seperti usia
(tua-muda), jenis kelamin (laki-perempuan), agama, kelas sosial, organisasi Bentuk-bentuk perilaku pemilih dalam hal ini dapat berupa keikutsertaan
masyarakat dalam kampanye, keikutsertaan masyarakat dalam partai politik dan
juga puncaknya keikutsertaan masyarakat dalam pemungutan suara (vote).
Penjelasan mengenai perilaku pemilih ( voting behavior ) didasarkan pada tiga model atau pendekatan yaitu :
1.5.2.1. Pendekatan Sosiologis
26
agama, atau organisasi kemasyarakatan dan semacamnya dianggap memiliki
peranan di dalam menentukan pilihan-pilihan politiknya.29
27
Ibid, haL 14
28
Ramlan Surbakti, Partai,Pemilih dan Demokrasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997, hal 170
29
Tim Peneliti FISIP UMM, Perilaku Partai Politik. Malang: UMM Press, 2006, hal 23
Untuk itu, pemahaman terhadap pengelompokan sosial baik secara formal,
seperti kelompok keagamaan, organisasi masyarakat, organisasi profesi maupun
pengelompokan informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompok kecil
lainnya akan sangat berguna bagi penjelasan perilaku pemilih seseorang.
Pengelompokan ini memiliki peranan besar dalam membentuk sikap,persepsi,dan
orientasi seseorang, yang nantinya sebagai dasar atau preferensi dalam
menentukan pilihan politiknya.
1.5.2.2. Pendekatan Psikologis
Pendekatan psikologis merupakan fenomena Amerika Serikat karena
dikembangkan sepenuhnya di Amerika Serikat melalui melalui Survey Research Center di Universitas Michigan. Munculnya pendekatan ini merupakan reaksi atas ketidakpuasan beberapa ilmuwan politik terhadap pendekatan sosiologis.
Beberapa ilmuwan yang menganut pendekatan psikologis ini menganggap
pendekatan sosiologis secara metodologis sulit dilaksanakan, terutama dalam
aspek pengukurannya. Misalnya, bagaimana mengukur secara tepat sejumlah
indikator kelas sosial, kelompok primer atau sekunder, kelompok agama,
organisasi masyarakat dan sebagainya. Apakah variabel tersebut benar-benar
Menurut pendekatan ini, perilaku pemilih ditentukan oleh kekuatan
psikologis yang berkembang dalam diri pemilih (voters) sebagai produk dari proses sosialisasi. Mereka menjelaskan bahwa sikap seseorang sebagai refleksi
dari kepribadian seseorang merupakan variabel yang menentukan dalam
mempengaruhi perilaku politiknya. Menurut Greenstein terdapat tiga alasan
mengapa sikap sebagai variabel sentral untuk menjelaskan perilaku pemilih.
Pertama, sikap merupakan fungsi kepentingan. Artinya, penilaian terhadap suatu
obyek diberikan berdasarkan motivasi, minat, dan kepentingan orang tersebut.
Kedua, sikap merupakan fungsi penyesuaian diri. Seseorang bersikap tertentu
sesuai dengan kepentingan orang itu untuk sama atau tidak sama dengan tokoh
yang diseganinya atau kelompok panutannya. Ketiga, sikap merupakan
eksternalisasi dan pertahanan diri. Artinya, sikap seseorang itu merupakan upaya
untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang mungkin berwujud
mekanisme pertahanan (defence mechanism) dan eksternalisasi diri sperti proyeksi, rasionalisasi, dan identifikasi.30
Pendekatan rasional sebenarnya diadopsi dari ilmu ekonomi. Mereka
melihat adanya analogi antara pasar (ekonomi) dan perilaku pemilih (politik).
Apabila secara ekonomi masyarakat dapat bertindak secara rasional yaitu mereka
menekan ongkos sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya, maka dalam perilaku politik pun masyarakat akan dapat bertindak
1.5.2.3. Pendekatan Rasional
30
secara rasional, yakni memberikan suara ke pasar yang dianggap mendatangkan
keuntungan yang sebesar-besarnya dan menekan kerugian.
Dalam konteks pilihan rasional, ketika pemilih merasa tidak mendapatkan
faedah dengan memilih partai atau calon presiden yang tengah berkompetisi,ia
tidak akan melakukan pilihan pada pemilu. Hal ini didasarkan pada kalkulasi
ekonomi, di mana perhitungan biaya yang dikeluarkan lebih besar dengan apa
yang didapatnya kelak. Maka jalan terbaik bagi pemilih adalah melakukan
kegiatan atau aktivitas kesehariannya.
Pendekatan ini juga mengandaikan bahwa calon presiden, calon legislatif
atau partai yang bertanding akan berupaya dan berusaha untuk mengemukakan
berbagai program untuk menarik simpati dan keinginan pemilih memilih. Namun
apabila patai ataupun calon presiden gagal mempromosikan programnya pada
pemilih, maka pilihan untuk tidak memilih adalah rasional bagi pemilih. Oleh
karena itu, pada pemilu 2008 sistem pemilihan diubah, dan mempersilakan rakyat
untuk ikut andil memilih pasangan presiden yang mereka anggap dapat
memberikan harapan. Layaknya seorang pembeli di pasar, pemilih melakukan
pilihan dengan cermat bukan hanya dalam pemilihan presiden tetapi juga anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
baik tingkat I dan II, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). 31
31
Muhammad Asfar, Pemilu dan Perilaku pemilih 1955-2004. Jakarta : Pustaka Eureka, 2006, hal1.37
• Pemilih rasional yaitu pemilih dalam hal ini mengutamakan kemampuan
partai politik atau calon peserta pemilu dengan program kerjanya, mereka
melihat program kerja tersebut melalui kinerja partai atau kontestan
dimasa lampau, dan tawaran program yang diberikan sang calon atau
partai politik dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang
terjadi. Pemilih jenis ini tidak begitu mementingkan ikatan ideologi
kepada suatu partai politik atau seorang kontestan.
• Pemilu kritis dalam hal ini proses untuk menjadi pemilih ini bisa terjadi
melalui 2 hal yaitu pertama, jenis pemilih yang menjadikan nilai ideologis
sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai atau kontestan pemilu
mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi
kebijakan yang akan atau telah dilakukan dan yang kedua, bisa juga terjadi
sebaliknya dimana pemilih tertarik dahulu dengan program kerja yang
ditawarkan sebuah partai atau kontestan pemilu baru kemudian mencoba
memahami nilai-nilai dan faham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah
kebijakan. Pemilu jenis ini adalah yang kritis, artinya mereka akan selalu
menganalisis kaitan antara ideology partai dengan kebijakan yang dibuat.
• Pemilih Tradisional yaitu pemilih yang memiliki orientasi ideology yang
sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang
kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan.
Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai,
politik atau kontestan pemilu. Pemilih jenis ini sangat mudah dimobilisasi
selama masa kampanye, pemilih jenis ini memiliki loyalitas yang tinggi.
• Pemilih skeptis adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi yang
cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau kontestan pemilu, pemilih
ini juga tidak menjadikan sebuah kebijakan menjadi suatu hal yang
penting. Kalaupun mereka berpartisipasi dalam pemilu, biasanya mereka
melakukannya secara acak atau random. Mereka berkeyakinan bahwa
siapapun yang menjadi pemenang dalam pemilu, hasilnya sama saja, tidak
ada perubahan yang berarti yang dapat terjadi bagi kondisi daerah atau
negara ini.
Perilaku politik, sebagaimana perilaku manusia pada umumnya, dapat
dijelaskan melalui beberapa pendekatan. Jika kita melihat melalui pendekatan
budaya politik dan pendekatan sosiologis, menyatakan bahwa pilihan politik
seseorang sedikit banyak ditentukan oleh sejauh mana orientasi politik individu
terhadap sistem politik secara keseluruhan termasuk di dalamnya partai politik,
aktor,atau elit politik. Asumsi pendekatan budaya politik dan pendekatan
sosiologis menyatakan bahwa orientasi seseorang terbentuk melalui keanggotaan
pada berbagai tipe kelompok sosial. Luas sempitnya orientasi dan pemahaman
seseorang ditentukan oleh ruang lingkup dari kelompok sosial dan/atau
keagamaan yang dimasukinya. Dengan kata lain, seseorag yang hanya terlibat ke
dalam keanggotaan kelompok primer, misalnya adat atau desa, akan memiliki
yang lebih luas, misalnya partai politik. Pendekatan psikologis lebih melihat
faktor kekuatan dari dalam diri individu sebagai faktor yang menentukan
pilihan-pilihan politiknya. Kekuatan psikis tersebut terefleksikan ke dalam sikap-sikap
dan kepribadian yang dibentuk melalui proses sosialisasi.
Terlepas dari beberapa pendekatan tersebut, Bambang Cipto (1999) dalam
Indra Ismawan (1999:23) menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan
pemilih dapat diperkirakan menurut tolak ukur tradisional yang meliputi tiga
aspek penting, yakni :32
32
Tim Peneliti FISIP UMM,Op.Cit., hal 28
Faktor pertama, party identification (Identifikasi partai). Identifikasi partai merupakan perasaan terikat pada kelompok di mana ia menjadi anggota ataupun
kelompok yang ia pilih. Identifikasi partai akan berkaitan dengan kesetiaan
(loyalitas) dan ketidaksetiaan (volatilitas) dari massa suatu partai. Semakin tinggi
identifikasi partai akan semakin menjamin loyalitas massa partai, sebaliknya
semakin rendah identifikasi partai akan semakin rendah pula loyalitas massanya.
Di Indonesia, identifikasi partai agaknya sulit dijelaskan karena tidak ada
satu partai politik pun yang memiliki massa pendukung yang jelas. Kalaupun ada
hanya nampak latar belakang kelompok agamanya saja, Hal itu bukan termasuk
cirri atau identifikasi partai tersebut. Yang ada justru massa mengambang(floating mass). Loyalitas massa pendukung partai akan berpengaruh terhadap kemenangan partai dalam pemilu. Oleh karena itu, setiap partai akan mengupayakan tetap
Faktor penentu kedua adalah isu-isu di seputar kandidat dari suatu partai
maupun isu-isu di seputar partai tersebut(Issues of candidate and party). Faktor ini nyata sekali berkaitan dengan merosotnya perolehan suara PDIP pada pemilu
2004. Jika dibandingkan dengan pemilu 1999, suara PDIP pada pemilu 2004
mengalami penurunan sekitar 15%. Menurut Riswanda Imawan dalam opininya di
Harian Kompas (20/4/2004) disebabkan oleh disamping adanya protest voters
terhadap PDIP dalam pemilu, juga adanya fenomena split voting (suara terbelah).
Oleh beberapa pengamat, terbelahnya suara PDIP ini disinyalir sebagai akibat dari
beberapa tokoh puncak PDIP yang beramai-ramai mendirikan Partai Nasional
Banteng Kemerdekaan (PNBK) dan Partai Tanah Air Indonesia (PITA). Faktor
ketiga yang ikut dalam menentukan pengambilan keputusan pemilih dalam
menjatuhkan pilihannya adalah kepribadian, gaya hidup, dan performa dari partai
maupun kandidat partai.
1.5.3. Pemilihan Umum (Pemilu)
Pemilu merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan demokrasi dan
penentuan masa depan bangsa Indonesia. Pemilu didefinisikan sebagai suatu
proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan
politik tertentu. Mulai dari presiden, wakil rakyat dari berbagai tingkat
pemeintahan, sampai kepala desa. Pada pelaksanaan pemilu sesungguhnya
merupakan tradisi politik dan manifestasi dianutnya paham demokrasi dalam
sistem pemerintahan negara kita. Pemilu juga dapat diartikan sebagai suatu proses
langsung, baik itu badan legislatif maupun badan eksekutif. Sebuah kehidupan
bangsa yang demokratis selalu dilandasi prinsip bahwa rakyatlah yang berdaulat
sehingga berhak terlibat dalam aktivitas politik, walau disadari betul partisipasi
rakyat secara penuh dalam seluruh proses politik mustahil dilakukan pada masa
sekarang ini akibat dari lambannya proses perbaikan dalam kehidupan bernegara
dan bermasyarakat sehingga menimbulkan kejenuhan.
Di banyak negara demokrasi, pemilihan umum dianggap sebagai tolak
ukur dari demokrasi sendiri. Hasil pemilu yang diselenggarakan dengan dalam
suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat,
dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.
Meskipun begitu, pemilu bukanlah satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi
dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan
seperti partisipai dalam kegiatan partai, lobby, dan lain-lain.33
Pemilu menurut Ali Murtopo34
Menurut Dr.Indria Samego, pemilihan umum disebut juga dengan
Political Market. Artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian
adalah sarana yang tersedia bagi rakyat
untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi. Kemudian
menurut Manuel Kaisepo pemilu memang telah menjadi tradisi penting dalam
berbagai sistem politik di dunia, penting karena berfungsi memberikan legitimasi
atas kekuasaan yang ada dan bagi rezim baru, dukungan dan legitimasi inilah yang
dicari.
33
masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan pemilih
(rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian
aktivitas politik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan politik melalui media
massa cetak, audio (radio) maupun audio visual (televisi) serta media lainnya
seperti, spanduk, pamphlet, selebaran bahkan komunikasi antar pribadi yang
berbentuk face to face (tatapmuka) atau lobby yang berisi penyampaian pesan mengenai program, platform, asas, ideology serta janji-janji politik lainnya guna
meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya
terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum untuk
mewakilinya dalam badan legislatif maupun eksekutif.35
Sistem ini disebut juga dengan sistem Pemilihan mayoritas atau single-member constituency. Sistem pemilihan distrik adalah suatu sistem pemilihan umum dimana wilayah suatu negara yang menyelenggarakan suatu pemilihan
umum memilih wakil di Parlemen, dibagi atas distrik-distrik pemilihan yang
jumlahnya sama dengan kursi yang tersedia di Parlemen ( kursi yang diperebutkan
dalam pemilihan umum tersebut), dan tiap distrik memilih hanya satu wakil untuk
duduk di Parlemen dari sekian calon untuk distrik tersebut ( karena itu sistem
1.5.3.1. Sistem Pemilihan Umum 1.5.3.1.1. Sistem Pemilihan Distrik
34
Ali Murtopo, Strategi Pembangunan Nasional. CSIS, 1981, hal.179, dalam Bintan R Saragih,
Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia,Jakarta:Gaya Media Pratama,1987
35
pemilihan ini sering disebut single-member constituency ) yaitu yang memperoleh suara terbanyak (mayoritas) dalam pemilhan umum.36
a. Banyaknya kemungkinan terdapat suara yang terbuang, dan ada
kemungkinan calon terpilih mendapat suara minoritas dari seluruh
suara yang diperoleh lawan-lawannya.
Sistem pemilihan distrik mempunyai beberapa kelemahan yaitu:
b. Sistem ini akan menyulitkan partai-partai keci dan golongan-golongan
minoritas apalagi mereka ini terpencar dalam berbagai distrik
pemilihan, dengan kata lain susah bagi mereka ini mempunyai wakil di
Lembaga perwakilan.37
Sistem pemilihan distrik juga mempunyai kelebihan-kelebihan yaitu:
a. Bahwa hubungan antara si pemilih dengan wakilnya sangat dekat.
Partai-partai politik tidak berani mencalonkan orang yang tidak
popular didistrik tersbut. Dan terpilihnya seseorang biasanya karena
kepopuleran orang tersebut, baru kemudian kepopuleran partainya.
b. Bahwa sistem ini mendorong penyatuan partai-partai karena calon
yang terpilih hanya satu maka beberapa partai bergabung mencalonkan
seorang yang lebih popular dan berbakat di antara mereka.
c. Organisasi dari penyelenggaraan pemilihan dengan sistem ini adalah
sederhana, tidak perlu memakai banyak orang untuk duduk dalam
36
Bintan R Saragih. Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Di Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987 hal. 174
37
panitia pemilihan, juga biayanya lebih murah dan penyelenggaraan
singkat karena tidak perlu menghitung sisa suara terbuang.38
1.5.3.1.2. Sistem Pemilihan Proporsional
Sistem pemilihan proporsional disebut juga sebagai sitem pemilihan multi-member constituency atau sistem perwakilan berimbang. Sistem pemilihan proporsional adalah sistem pemilihan umum dimana kursi yang tersedia di
Parlemen Pusat untuk diperebutkan dalam suatu pemilihan umum, dibagikan
kepada partai-partai/golongan-golongan politik yang ikut dalam pemilihan umum
sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dalam pemilihan umum.39
a. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya
partai-partai baru. Sistem ini tidak menjurus kearah integrasi
bermacam-macam golongan dalam masyarakat. Mereka lebih cenderung
mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong
untuk mencari dan memanfaatkan persamaan-persamaan. Umumnya
dianggap bahwa sistem ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah
partai.
Sistem pemilihan proporsional juga memiliki kelemahan dan kelebihan.
Adapun yang menjadi kelemahan sistem proporsional adalah:
b. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan
kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya. Hal
ini disebabkan karena dianggap bahwa dalam pemilihan semacam ini
38
partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian seseorang. Hal
ini memperkuat kedudukan partai.
c. Banyaknya partai mempersulit terbentuknya pemerintaha yang stabil,
oleh karena umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua
partai atau lebih. 40
Yang menjadi kelebihan sistem proporsional adalah:
a. Suara yang terbuang sangat sedikit
b. Partai-partai kecil/minoritas, besar kemungkinan mempunyai wakil di
parlemen.41
1.5.3.2. Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif
Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 2008 tentang pemilihan umum
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang dimaksud dengan pemilihan umum adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Sistem pemilihan legislatif di Indonesia menggunakan sistem proporsional
terbuka, artinya masyarakat langsung memilih calon anggota legislatif yang
dicalonkan partai. Berbeda dengan pemilu sebelumnya, pemilu kali ini berbeda
yaitu karena dalam penentuan calon legislatif terpilih berdasarkan suara terbanyak
bukan berdasarkan nomor urut seperti pemilu-pemilu sebelumnya.42
Parliamentary Threhold merupakan peraturan perundang-undangan yang digunakan pada saat pemilihan umum legislatif 2009. Peraturan ini diambil dari
UU Pemilu No.10 tahun 2008 tepatnya dalam pasal 202 ayat 1 yang berisi “Partai
politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara
sekurang-kurangnya 2,5% (dua koma lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional
untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR.43
43
Undang-Undang Pemilu No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah , Pasal 202 (1)
Parliamentary threshold merupakan ketentuan batas minimal yang harus dipenuhi partai politik untuk bisa menenmpatkan calon anggota legislatifnya di parlemen. Partai politik
yang tidak memperoleh suara minimal 2,5% tak berhak mempunyai perwakilan di
DPR. Sehingga suara yang telah diperoleh oleh partai politik tersebut dianggap
hangus karena suara-suara yang mereka peroleh tersebut akan di masukkan
kepada partai-partai yang masuk dalam ambang batas minimum Parliamentary threshold.
1.5.4. Legislatif
Badan legislatif (parlemen) yaitu lembaga yang membuat undang-undang
yang anggota-anggotanya merupakan representasi dari rakyat Indonesia
dimanapun dia berada (termasuk yang berdomisili di luar negeri) yang dipilih
melalui pemilihan umum.
Landasan teori yang melatarbelakangi adanya badan legislatif (parlemen)
a. Rousseau, tentang Volonte Generale atau General Will yang menyatakan bahwa “rakyatlah yang berdaulat, rakyat yang berdaulat
ini mempunyai suatu kemauan”.
b. Miriam Budiarjo, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan
kemauan rakyat atau kemauan umum ini dengan jalan mengikat
seluruh masyarakat. Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan
kebijaksanaan-kebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa merupakan
badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan
umum.44
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (2), kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD, maka legislatif dinggap
sebagai representasi dari rakyat yang merumuskan keinginan rakyat melalui
penentuan kebijakan-kebijakan umum. Dalam konsep inilah sebetulnya kita
dapatkan bentuk konkret dari idealisme bahwa di dalam Negara rakyatlah yang
berdaulat sepenuhnya. Di dalam Negara demokrasi yang peraturan perundangan
harus berdasarkan kedaulatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat harus
dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun
undang-undang, badan inilah yang disebut legisltif.45
44
A. Rahman H.I, Op.cit. hal 123
45
Oleh karena itu, rakyat memberikan legalitas kekuasaan kepada Negara
untuk melindungi mereka. Karena rakyat tidak mungkin melaksanakan
pemerintahan sendiri maka dibuatlah konsep perwakilan politik sebagai dasar
legitimasi kekuasaan yang diberikan rakyat tersebut. Mekanisme perwakilan
sejatinya adalah hubungan antara wakil dan yang diwakili. Wakil melaksanakan
suatu hal yang seharusnya sesuai dengan tuntutan terwakil. Hubungan demikian
merupakan tetap berangkat dari kepentingan yang diwakili.
1.6.Metodologi Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian
kualitatif deskriptif. Dimana saya akan menggambarkan atau melukiskan subjek
ataupun objek yang diamati dan tentu saja yang sesuai dengan fakta-fakta yang
terlihat di lapangan selama dalam melakukan penelitian. Akan dipaparkan juga di
dalamnya tentang hasil atau data-data yang telah diamati atau yang telah diteliti.
1.6.2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Pematangsiantar. Alasan pemilihan lokasi
penelitian adalah karena di kota Pematangsiantar organisasi masyarakat Batak
Toba seperti Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) sangat berkembang
dengan baik dan termasuk salah satu organisasi besar dari bebrapa organisasi
Batak Toba yang ada di kota Pematangsiantar. Organisasi seperti PSSSI ini telah
tersebut, anggota organisasi sudah berpengalaman dalam mengikuti pemilihan
umum. Hal ini akan sangat membantu peneliti dalam melakukan penelitian dan
dapat mengambarkan bagaimana sebenarnya perilaku pemilih organisasi PSSSI
ini nantinya.
1.6.3. Populasi dan Sampel Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua anggota
organisasi Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) yang terdaftar dan
tercatat sebagai anggota organisasi yang berjumlah 2386 Kepala Keluarga.
Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan
cara tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah anggota organisasi
Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) yang ikut memilih pada pemilihan
umum legislatif 2009. Dalam menentukan jumlah sampel untuk kuisioner, penulis
menggunakan rumus Taro Yamane,46
N
N d2 +1
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
sebagai berikut :
46
Rakhmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya,1991, hal.81
d = Presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%
dari rumus diatas, maka dapat diambil sebagai berikut
2386
2386 (0,1)2 + 1
n = 95.97 orang
Maka jumlah sampelnya adalah 96 orang.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis
melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Data Primer yang didasarkan pada peninjauan langsung pada objek yang
diteliti untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Studi lapangan yang
dilakukan dengan berkunjung langsung ke lokasi penelitian dengan cara
melakukan wawancara dan menyebarkan angket atau kuisioner kepada
responden yang termasuk dalam sampel penelitian. Responden menjawab
dengan memilih pilihan jawaban yang telah disediakan dalam daftar
pertanyaan. Atau disebut juga dengan field research.
2. Data Sekunder, yaitu dengan mencari sumber data dan informasi melalui
buku-buku, jurnal, internet dan lain-lainnya yang berkaitan dengan
penelitian ini. Atau dengan kata lain disebut dengan library research.
1.6.5. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
tunggal, dimana jenis analisa data seperti ini banyak dipergunakan dalam jenis
penelitian deskriptif, yakni suatu metode lebih didasarkan kepada pemberian
gambaran yang terperinci dan metode penelitian seperti ini lebih mengutamakan
penghayatan dan berusaha memahami suatu peristiwa dalam situasi tertentu
menurut pandangan peneliti. 47
47
Hadari Namawi, Op. cit ., hal 40
Kemudian data yang ada dikelompokkan dan
disajikan dalam bentuk table-tabel dan uraian. Dalam hal ini penulis hanya
menganalisa dengan cara menggambarkan data yang diperoleh dengan
mengadakan atau member interpretasi.
1.7. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dari penulisan penelitian ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi penelitian dan
Sistematika Penulisan
BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai seberapa jauh organisasi masyarakat
Batak Toba Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) dalam mempengaruhi
perilaku pemilih anggotanya.
BAB III : ANALISA HASIL PENELITIAN
Pada bab ini data dan informasi disajikan dan dianalisis secara sistematis
BABA IV : PENUTUP
Bab ini merupakan ulasan terakhir yang berisikan kesimpulan yang
BAB II
DESKRIPSI ORGANISASI PUNGUAN SIMANJUNTAK SITOLU SADA INA DAN BORU BERE (PSSSI/BB) KOTA PEMATANGSIANTAR
2.1. Sejarah Singkat Berdirinya Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI & B)
Simanjuntak sitolu sada ina adalah tiga bersaudara yang lahir dari satu ibu
bernama Sobosihon boru Sihotang. Ketiga bersaudara itu adalah Mardaup
Simanjuntak, Sitombuk Simanjuntak, dan Hutabulu Simanjuntak.48 Dan ketiga
keturunan inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya istilah Simanjuntak Sitolu
Sada Ina ( Tiga Simanjuntak Satu Ibu). Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina
Dohot Boruna (PSSSI&B) kota Pematangsiantar mulai berdiri pada tahun 1951
tepatnya di sebuah kelurahan di Pematangsiantar yang bernama Kelurahan
Kampung Kristen. Pada awal berdirinya Punguan ini bernama Marsihu
(Mardaup, Sitombuk, Hutabulu). Pada masa itu anggotanya masih sedikit kira-kira
100 kepala keluarga dan kepengurusan masih bersifat sentralistik.49
Punguan ini ternyata cepat berkembang seiring dengan bertambah banyak
anggota yang bergabung dan pada tahun 1960 berganti nama menjadi Punguan
Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna. Karena semakin banyaknya anggota
Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna kota Pematangsiantar, maka
kepengurusan tidak lagi bersifat sentralistik tetapi bersifat otonomi dengan tujuan
untuk mempermudah menjangkau dan mengkoordinir anggotanya yang begitu
48
banyak.50
49
Hasil wawancara dengan Marcius Simanjuntak selaku sekretaris umum PSSSI&B kota Pematangsiantar pada tanggal 26 Agustus 2010 di Kota Pematangsiantar
50
Hasil wawancara dengan Jhonson Simanjuntak selaku Ketua I PSSSI&B Kota Pematangsiantar pada tanggal 27 Agustus 2010 di Pematangsiantar
PSSSI&B kota Pematangsiantar kemudian membentuk kepengurusan
berdasarkan sektor-sektor daerah tempat tinggal masing-masing anggota.
Pengurus setiap sektor dipilih oleh anggota disetiap sektor masing-masing.
Sampai saat ini Punguan Siamnjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna kota
Pematangsiantar terbagi menjadi 31 sektor.
2.2. Deskripsi Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B)
Sekretariat Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna beralamat
di jalan Marimbun II No. 105 Pematangsiantar. Punguan Simanjuntak Sitolu Sada
Ina kota Pematangsiantar terdiri dari 31 sektor dengan anggota mencapai 2386
kepala keluarga. ke-31 sektor tersebut adalah Sektor Kampung Kristen, Sektor
Pokok Bambu ,Sektor Lapangan Bola atas, Sektor Simarimbun Dolok, Sektor
Siantar Sawah, Sektor Matio, Sektor Simpang dua, Sektor Naga Huta, Sektor
Gurgur, Sektor Sinta Nauli, Sektor Sipinggol-pinggol, Sektor Tojai, Sektor Suka
Dame, Sektor Parluasan, Sektor Lorong Dua Puluh, Sektor Rame I, Sektor
Bombongan, Sektor Rame II, Sektor Asuhan, Sektor Stadion, Sektor Stadion II,
Sektor Tomuan, Sektor Tomuan II, Sektor Rambung Merah, Sektor BDB, Sektor
PN Kertas, Sektor Pintu Bosi, Sektor Marihat Lambou, Sektor Pardamean, Sektor
Lambou, dan Sektor Suka Selamat. Setiap sektor terdiri dari 20 sampai 150 kepala
Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI & B) kota
Pematangsiantar dalam kepengurusannya lebih tercermin dalam mengurus
adat-istiadat daripada perkumpulan itu sendiri. Bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan
dalam perkumpulan marga Simanjuntak ini adalah berbentuk kumpulan arisan,
kerohaniawan, pertamiangan (Doa Bersama), perkumpulan sektor, perkumpulan
satu ompu (keturunan), kegiatan suka dan duka (misalnya hari pernikahan anak
salah satu anggota atau kegiatan dukacita jika ada anggota PSSSI&B yang
meninggal) dan perkumpulan satu asal muasal dari bona pasogit (kampung
halaman) yang bentuknya seperti kegiatan ulang tahun, syukuran bona tahun
(awal tahun/tahun baru). Tujuan dari kegiatan-kegiatan ini adalah untuk
mempererat rasa persaudaraan, mengukuhkan rasa sukacita dan dukacita
(seperasaan), dan juga membuat persamaan sikap untuk kemajuan dan
keberhasilan anggota atau untuk sesuatu hal yang berguna untuk memperbesar
marga simanjuntak.
2.2. Dasar dan Tujuan Dibentuknya Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boru (PSSSI&B) Kota Pematangsiantar
Dalam anggaran dasar Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boru
(PSSSI&B) kota Pematangsiantar tahun 2003 pada Bab II pasal 2 disebutkan
bahwa PSSSI&B dibentuk berdasarkan kekeluargaan.
Adapun tujuan dibentuknya Punguan ini tercermin dalam pasal 3 yaitu:
1. Memelihara dan membina persatuan, kesatuan dan kerukunan antara
2. Menumbuhkembangkan rasa cinta kasih diantara sesame anggota atas
dasar kekeluargaan yang diwujudkan dengan rasa solidaritas dan saling
menolong dalam suka maupun duka.
3. Memelihara, mengembangkan dan membina Adat/Budaya Batak.
4. Menjaga hubungan baik dengan persatuan-persatuan marga/suku lain agar
dapat hidup berdampingan secara rukun dan damai.
Selain itu, Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B)
kota Pematangsiantar berupaya untuk :
1. Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dan berbagai kegiatan yang
dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesejahteraan
anggota.
2. Mengkoordinasikan kegiatan umum anggota.
3. Mengadakan hubungan dengan instansi pemerintah maupun badan-badan
swasta dalam upaya mencari peluang untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan kesejahteraan anggota.
4. Mendirikan badan yang dapat menjadi sumber dana untuk mencapai tujuan
organisasi.
2.3.1. Kepengurusan dan Keanggotaan PSSSI & B Kota Pematangsiantar
Dalam bab IX pasal 11 tentang pengurus Pematangsiantar disebutkan
1. Pengurus cabang Pematangsiantar
a. Dipilih dan diangkat untuk masa jabatan selama 6 tahun dan dipilih
kembali untuk masa bakti berikutnya oleh ketua-ketua sektor.
b. Seorang dapat menjabat satu jabatan yang sama hanya untuk dua
masa bakti secara berturut-turut.
c. Apabila seorang penguru berhenti sebelum masa bakti berakhir,
pengurus cabang pematangsiantar menetapkan penggantinya untuk
selama masa bhakti yang tersisa.
d. Pengurus cabang pematangsiantar terdiri dari pengurus harian,
pembantu pengurus harian dan dewan penasehat.
2. Pengurus harian terdiri dari:
a. Seorang ketua umum, Ketua I, Ketua II, dan Ketua III.
b. Seorang sekretaris umum dan seorang sekretaris.
c. Seorang bendahara umum dan seorang bendahara.
3. Ketua umum, ketua I, ketua II, ketua III dipilih oleh musyawarah cabang
PSSSI&B Pematangsiantar.
4. Sekretaris Umum, sekretaris, bendahara umum dan bendahara dipilih oleh
musyawarah pematangsiantar.
5. Koordinator-koordinator:
a. koordinator bidang sosial budaya dibidangi tiga satuan, yaitu: satuan
pembinaan adat/budaya, satuaan pembinaan kerohanian dan satuan
b. Koordinator bidang pengembangan sumber daya manusia
membidangi dua satuan, yaitu: satuan pengembangan sumber daya
manusia dan ketenagakerjaan, satuan pembinaan generasi muda dan
beasiswa.
c. Koordinator bidang dana membidangi dua satuan yaitu satuan
pengembangan sumber dana spontan dan satuan pengembangan
sumber dana swadaya.
d. Koordinator wilayah yang meliputi beberapa sektor, jumlahnya
tergantung kepada situasi dan kondisi.
e. Pengurus harian Pematangsiantar diangkat oleh Ketua Umum atas
usul pengurus pematangsiantar harian bersama Dewan Penasehat dan
dilantik oleh Ketua Umum.
Walaupun tidak tertulis dalam anggaran dasar biasanya seorang ketua
umum dipilih bergantian. Artinya apabila dalam periode tertentu yang terpilih
adalah Simanjuntak Keturunan Mardaup, maka pada periode berikutnya seorang
ketua umum berasal dari keturunan Simanjuntak Sitombuk, dan periode
berikutnya lagi berasal dari Simanjuntak Hutabulu, begitu seterusnya. Selain itu,
seorang ketua harus berasal dari keluarga yang bisa dikategorikan mapan secara
ekonomi. Marga Simanjuntak yang usianya tergolong tua di tempatkan sebagai
penasehat organisasi.
Dalam anggaran dasar Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot
1. Yang dapat diterima menjadi anggota ialah setiap warga Simanjuntak
Sitolu Sada Ina dohot Boruna yang telah berumah tangga dan bertempat
tinggal di daerah Pematangsiantar dan di salah satu sektor di daerah kota
Pematangsiantar.
2. Keanggotaan berakhir apabila:
a. Suami istri meninggal dunia.
b. Diberhentikan oleh pengurus sektor.
c. Mengundurkan diri sebagai anggota.
d. Berpindah domisili ke luar kota pematangsiantar.
2.3.2. Hak Dan Kewajiban Anggota
Setiap anggota berhak untuk:
1. Mendapat perlakuan dan pelayanan yang sama dengan anggota lainnya
dari organisasi sesuai dengan ketentuan sector masing-masing.
2. Mengajukan saran, usul, kritik sehat dan pendapat organisasi.
3. Memperoleh informasi tentang kegiatan organisasi.
4. Memperoleh perlindungan dan pembelaan sepanjang tidak bertentangan
dengan dasar dan tujuan organisasi.
5. Memilih dan dipilih menjadi pengurus organisasi.
Sementara yang menjadi kewajiban setiap anggota adalah untuk:
1. Menjaga nama baik organisasi.
2. Memenuhi kewajiban yang ditentukan sebagai daerah sektor sesuai dengan
2.4. Hubungan Dengan Organisasi Lain Dalam Kalangan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B)
Dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Punguan Simanjuntak
Sitolu Sada Ina Dohot Boruna pada tahun 2003 disebutkan bahwa:
1. Punguan Simanjuntak Sitolu Sda Ina Dohot Boruna kota Pematangsiantar
mengakui dan menghormati keberadaan organisasi yang didirikan dan
berkedudukan di daerah Pematangsiantar dan sekitarnya berdasarkan
keturunan ompu atau daerah asal tertentu dikalangan Simanjuntak Sitolu
Sada Ina Dohot Boruna yang berdomisili di Pematangsiantar sepanjang
anggota-anggotanya adalah Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina kota
Pematangsiantar dohot Boruna kota Pematangsiantar. Seterusnya anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga tidak bertentangan dengan anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina
Dohot Boruna (PSSSI&B) Pemtangsiantar beserta sector.
2. PSSSI&B kota Pematangsiantar secara vertical tidak mempunyai
hubungan langsung dengan organisasi tersebut, tetapi menjadi mitra
dialog/kerja dalam mempererat persaudaraan dikalangan Simanjuntak
Sitolu Sada Ina Dohot Boruna.
3. Organisasi-organisasi tersebut sebaiknya didaftarkan atau dilaporkan
2.5. Struktur Kepengurusan
Pemtangsiantar, 03 Maret 2008
Nomor : 04/PSSSI-B/PS/03/2008 Kepada Yth.
Lamp : Pengurus PSSSI/B
Hal : Undangan Pelantikan Kota Pematangsiantar
Di tempat
Sesuai dengan hasil rapat pemilihan ketua umum PSSSI&B
Pematangsiantar pada tanggal 08 Desember 2007 bertempat di Restaurant
Binaling Jl. Cornel Simanjuntak dan hasil rapat formatur untuk pemilihan
kelengkapan Pengurus PSSSI&B kota Pematangsiantar tanggal 5 Januari 2008
bertempat di rumah ketua umum terpilih Ir. Saud Simanjuntak jalan Merak No.17
Pematangsiantar, maka telah terpilih pengurus yang baru periode 2008-2013
sebagi berikut:
I. Ketua Umum : Ir. Saud Simanjuntak.
Ketua I : Drs. Jhonson Simanjuntak, MSi.
Ketua II : Edi Simanjuntak
Ketua III : Drs. Thamrin Simanjuntak, MSi.
II. Sekretaris Umum : Marcius Simanjuntak
Sekretaris I : Leonardo Simanjuntak, SH, M.Hum.
Sekretaris II : Drs. Ramses Simanjuntak
Sekretaris III : Guntar Simanjuntak