UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM S-1 EKSTENSI MEDAN
SKRIPSI
PENERAPAN PSAK NO.46 ATAS PAJAK PENGHASILAN PADA LAPORAN KEUANGAN DI PT. DIAN PERKASA LANGSA
OLEH
NAMA : MILA HASTALIA UTAMI NIM : 050522036
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
“ Penerapan PSAK No. 46 Atas Pajak Penghasilan Pada Laporan Keuangan Di PT. Dian Perkas Langsa
Adalah benar hasil karya sendiri dari judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasi atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program S1- Ekstensi Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universtas Sumatera Utara.
Semua sumber data dan inforamsi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas dan benar apa adanya. Dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas.
Medan, 09 Juli 2008 Yang Membuat Pernyataan,
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memeberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Penerapan PSAK No. 46 Atas Pajak Penghasilan Pada
Laporan Keuangan Di PT. Dian Perkasa Langsa” ini dengan baik, guna
memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program
S1-Ekstensi Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Dan tak
lupa penulis ucapkan salawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad yang
telah membawa dinamika kehidupan manusia ke dalam cakrawala pemikiran yang
cendikia.
Dengan segenap rasa keikhlasan hati, penulis dengan tulus mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga kepada ayahnanda Ir. Amdani dan Ibunda Sri
Wahyu, BA yang tercinta yang telah banyak memberikan bantuan, kasih sayang
serta pengorbanan yang tidak terhingga nilainya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Pendidikan Sarjana ini dengan selesai. Ungkapan yang sama juga
penulis berikan kepada Adinda-adindaku Andi Rizki, M. Dian Triawan dan
Melysa Kemala Putri yang telah memberikan semangat dan dukungan yang tiada
henti-hentinya selama ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan segala
kerendahan hati penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak, dan Bapak Fahmi Natigor Nasution,
SE,M.Acc, Ak, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakulatas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Drs. Syahelmi, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia
membantu meluangkan waktunya untuk membiimbing, mengarahkan penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak, dan Bapak Iskandar Muda,
SE,M.Si, Ak selaku Pembanding I dan Pembanding II yang telah mengkritisi
dan memberikan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya
kak Dame, terimakasih atas bantuan dan perhatiannya kepada penulis
6. Bu Didi dan Pak Yuslin Herry selaku Atasan saya, terimakasih telah
memberikan izin untuk bisa mempercepat terselesainya skripsi ini.
7. Bapak Donny Hadisaputra, selaku Kepala Bagian Keuangan PT. Dian Perkasa
Langsa yang telah membantu penulis dalam menyediakan data dan informasi
untuk penyusunan skripsi ini
8. Teristimewa Saya persembahkan untuk “Dean” thank’s for everything that
you gave for me, you’re always beside me when I need you.
9. Buat All My sista “ Vieka, Rina, Reni”..always remembered our friendship
never die...
10. Buat Teman-teman terbaikku Erma, Vivi, Silvi,Sari serta teman-teman
seperjuangan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas
Akhir kata Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, dan penulis menyadari bahwa sebagaihasil buah tangan dari insan yang
dhaif tulisan ini ada kekurangannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran
dan kritikan yang membangun dari semua pihak demi perbaikan tulisan ini. Dan
semoga apa yang telah kita lakukan mendapat rahmat dan ridho Allah SWT.
Amien.
Medan, 09 Juli 2008 Penulis,
ABSTRAK
PT Dian Perkasa Langsa merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi dalam bentuk botol essence 30 cc, 50 cc, dan 60 cc yang bertujuan untuk mencapai laba yang maksimal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan akuntansi pajak penhghasilan sesuai dengan PSAK No. 46 dan dampak penyajian laporan keuangan dengan menerapkan PSAK No. 46. Dengan berlakunya PSAK No. 46 ini memajukan perusahaanuntuk mengakui konsekuensi pajak di masa yang akan datang akibat nilai buku komersial dengan nilai buku fiskal yang dapat berupa suatu jumlah yang kena pajak atau suatu jumlah yang boleh dikurangkan di masa yang akan datang. Pengakuan pajak tangguhan atas perbedaan temporer yang terjadi pada PSAK No.46 dengan menggunakan pendekatan aktiva dan kewajiban
Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian studi kasus
Selama ini pajak terhutang PT. Dian Perkasa Langsa dihitung dengan menggunakan metode hutang pajak. Pada metode hutang pajak beban pajak pada suatu periode sama dengan jumlah PPh terhutang. Jadi pada tahun sebelumnya PT. Dian Perkasa Langsa belum menerapkan PSAK No. 46 pada laporan keuangannya.
Setelah PT. Dian Perkasa menerapkan PSAK No. 46, neraca PT. Dian Perkasa Langsa 2005 dan 2006 menunjukkan bahwa PT. Dian Perkasa Langsa harus mengakui adanya aktiva pajak tangguhan yaitu sebesar Rp 33.023.929.99 untuk tahun 2005 dan sebesar Rp 39.915.408.000 untuk tahun 2006. sedangkan di laporan laba rugi terjadi kanaikan laba rugi setelah pajak dari Rp 608.836.908,01 menjadi Rp 615.548.386,02 pada tahun 2006
ABSTRACT
PT. Dian Perkasa Langsa is a manufactured that produced many bottle in 30 cc, 50 cc dan 60 cc and purpose to reach the maximal profit.
The purpose of the research is to acknowledge the result of the application of acconting for income tax According to PSAK 46 it is compulsory for all companies ti realize the tax consequences in the future as a result of temporary differences. Temporary differences are caused by the differences between commercial book value fiscal book value than can cause deductible temporary differences or taxable temporary differences in the future.
The recognition of the differences in tax as the result o termporary differences in PSAK 46 have done by using assets liability approach.
So far the tax earning in PT. Dian Perkasa Langsa has been measured by using taxable method. In taxable method the tax expenses has the same amount taxable. So PT. Dian Perkasa Langsa used the aplication of PSAK 46 in their financial statement.
After applying PSAK 46 the balance sheet of PT. Dian Perkasa Langsa at the end of 2005 and 2006 showed that PT. Dian Perkasa Langsa recognized that defferd tax assets as mush as Rp 33.023.929.99 in 2005 and Rp 39.915.408.000 in 2006. Meanwhile the income statement in PT. Dian Perkasa Langsa showed the increase of net income (loss) after the tax from Rp 608.836.908,01 to Rp 615.548.386,02 in 2006.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN... i
KATA PENGANTAR... ii
ABSTRAK... v
ABSTRACT... vii
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3
D. Kerangka Konseptual... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Laporan Keuangan. ... 6
B. Perbedaan Laba Akuntansi dan Pajak... 8
1. Beda Tetap. ... 12
2. Beda Waktu / Temporer... 15
C. Metode Penangguhan Pajak Penghasilan... 18
D. PSAK No. 46 Tentang Akuntansi Pajak Penghasilan... 19
1. Perbedaan Temporer Menurut PSAK No.46... 21
3. Penghasilan Kena Pajak... ... 23
4. Tarif Pajak Penghasilan ... 23
5. Pengakuan Pajak Tangguhan... 24
6. Konsekuensi Pajak di Masa yang Akan Datang... 27
7. Pengukuran... 32
8. Penyajian Aktiva dan Kewajiban Pajak... 33
9. Pengungkapan... 35
10. Penerapan PSAK No. 46 Pertama Kali... 36
BAB II METODE PENELITIAN A, Lokasi dan Waktu Penelitian... 39
B. Jenis Penelitian... 39
C. Sumber dan Jenis Data... 39
D. Teknik Pengumpulan Data... 40
E. Metode Analisa Data... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian 1. Sejarah singkat dan Struktur Organisasi PT. Dian Perkasa Langsa... 41
2. Kebijakan Komersial dan Fiskal PT. Dian Perkasa... 45
B. Analisa Hasil Penelitian 1. Menentukan Saldo Awal Aktiva (Kewajiban) Pajak Tangguhan... 63
Pajak Tangguhan Berjalan... 66
3. Penyajian Lapoan Keuangan PT. Dian Perkasa
Langsa Setelah Penerapan PSAK No. 46... 69
4. Pengungkapan Dalam Catatan
Atas Laporan Keuangan... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... 76
B. Saran... 78
DAFTAR TABEL
Tabel Judul
4.6 Laporan Perubahan Saldo Periode 2005-2006
Halaman
2.1 Tarif Penyusutan ………. 17
2.2 Tarif Pajak Penghasilan yang Ditetapkan Atas Penghasilan Kena PajakWajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap ….…. .... 24
2.3 Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Aktiva Pajak Tangguhan) ... 28
2.4 Manfaat dan Aktiva Pajak Tangguhan di dalam Laporan Keuangan ... 29
2.5 Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Kewajiban Pajak Tangguhan) ... 31
2.6 Manfaat dan Aktiva Pajak Tangguhan di dalam Laporan Keuangan ... 31
4.1 Penyusutan Aktiva Tetap PT. Dian Perkasa Langsa………. 42
4.2 Pajak Dibayar Dimuka PT. Dian Perkasa Langsa………. 46
4.3 Hutang Pajak PT. Dian Perkasa Langsa ……….. 47
4.4 Neraca Periode 2005-2006 PT. Dian Perkasa Langsa (Sebelum Penerapan PSAK No. 46) ……….. 47
4.5 Laporan Laba Rugi Periode 2005-2006 PT. Dian Perkasa Langsa (Sebelum Penerapan PSAK No. 46) ……… 48
PT. Dian Perkasa Langsa (Sebelum Penerapan PSAK No. 46) ……. 51
4.7 Perhitungan Harga Poko Penjualan PT. Dian Perkasa Langsa ……… 53
4.8 Perhitungan PPh PT. Dian Perkasa Langsa……….. 54
4.9 Cadangan Piutang Tidak Tertagih PT. Dian Perkasa Langsa ……….. 56
4.11 Daftar Aktiva Tetap & Penyusutan Aktiva Tetap Periode 2005……... 59
4.12 Daftar Aktiva Tetap & Penyusutan Aktiva Tetap Periode 2006……... 60
4.13 Perbedaan Temporer Piutang Usaha
PT. Dian Perkasa Langsa Tahun 2005 ... 61
4.14 Perbedaan Temporer Aktiva PT. Dian Perkasa
Langsa Tahun 2006... 64
4.15 Perbedaan Temporer (Pajak Tangguhan) Aktiva
PT. Dian Perkasa Langsa Tahun 2006 ... 64
4.16 4.16 Perbedaan Temporer (Pajak Tangguhan) Aktiva
PT. Dian Perkasa Langsa Tahun 2006 ... 68
4.17 Neraca Periode 2005-2006 PT. Dian Perkasa Langsa
(Setelah Penerapan PSAK No. 46) ... 70
4.18 Laporan Laba Rugi 2005-2006 PT. Dian Perkasa Langsa
(Sebelum Penerapan PSAK No. 46) ... 72
4.19 Laporan Perubahan Saldo 2005-2006 PT. Dian Perkasa Langsa
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1.1 Kerangka Konseptual ………... 5
2.1 Pendekatan Aktiva ………... 25
2.2 Pendekatan Kewajiban ………... 26
ABSTRAK
PT Dian Perkasa Langsa merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi dalam bentuk botol essence 30 cc, 50 cc, dan 60 cc yang bertujuan untuk mencapai laba yang maksimal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan akuntansi pajak penhghasilan sesuai dengan PSAK No. 46 dan dampak penyajian laporan keuangan dengan menerapkan PSAK No. 46. Dengan berlakunya PSAK No. 46 ini memajukan perusahaanuntuk mengakui konsekuensi pajak di masa yang akan datang akibat nilai buku komersial dengan nilai buku fiskal yang dapat berupa suatu jumlah yang kena pajak atau suatu jumlah yang boleh dikurangkan di masa yang akan datang. Pengakuan pajak tangguhan atas perbedaan temporer yang terjadi pada PSAK No.46 dengan menggunakan pendekatan aktiva dan kewajiban
Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian studi kasus
Selama ini pajak terhutang PT. Dian Perkasa Langsa dihitung dengan menggunakan metode hutang pajak. Pada metode hutang pajak beban pajak pada suatu periode sama dengan jumlah PPh terhutang. Jadi pada tahun sebelumnya PT. Dian Perkasa Langsa belum menerapkan PSAK No. 46 pada laporan keuangannya.
Setelah PT. Dian Perkasa menerapkan PSAK No. 46, neraca PT. Dian Perkasa Langsa 2005 dan 2006 menunjukkan bahwa PT. Dian Perkasa Langsa harus mengakui adanya aktiva pajak tangguhan yaitu sebesar Rp 33.023.929.99 untuk tahun 2005 dan sebesar Rp 39.915.408.000 untuk tahun 2006. sedangkan di laporan laba rugi terjadi kanaikan laba rugi setelah pajak dari Rp 608.836.908,01 menjadi Rp 615.548.386,02 pada tahun 2006
ABSTRACT
PT. Dian Perkasa Langsa is a manufactured that produced many bottle in 30 cc, 50 cc dan 60 cc and purpose to reach the maximal profit.
The purpose of the research is to acknowledge the result of the application of acconting for income tax According to PSAK 46 it is compulsory for all companies ti realize the tax consequences in the future as a result of temporary differences. Temporary differences are caused by the differences between commercial book value fiscal book value than can cause deductible temporary differences or taxable temporary differences in the future.
The recognition of the differences in tax as the result o termporary differences in PSAK 46 have done by using assets liability approach.
So far the tax earning in PT. Dian Perkasa Langsa has been measured by using taxable method. In taxable method the tax expenses has the same amount taxable. So PT. Dian Perkasa Langsa used the aplication of PSAK 46 in their financial statement.
After applying PSAK 46 the balance sheet of PT. Dian Perkasa Langsa at the end of 2005 and 2006 showed that PT. Dian Perkasa Langsa recognized that defferd tax assets as mush as Rp 33.023.929.99 in 2005 and Rp 39.915.408.000 in 2006. Meanwhile the income statement in PT. Dian Perkasa Langsa showed the increase of net income (loss) after the tax from Rp 608.836.908,01 to Rp 615.548.386,02 in 2006.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam perpajakkan dikenal laporan keuangan fiskal dan laporan
keuangan komersial. Laporan keuangan fiskal pada umumnya berbeda dengan
laporan keuangan komersial, karena laporan keuangan fiskal disusun berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan Perpajakkan, sedangkan laporan
keuangan komersial disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan. Secara
lebih spesifik perbedaan itu pada umumnya terdapat dalam pengakuan
penghasilan dan biaya antara SAK dan Undang-Undang Perpajakkan. Perbedaan
tersebut disebabkan karena perbedaan waktu dan perbedaan tetap. Untuk itu
diperlukan penyusunan rekonsiliasi laporan keuangan fiskal.
Laporan keuangan fiskal bertujuan menghitung besarnya pajak terutang.
Sanksi yang diberikan sehubungan dengan laporan keuangan fiskal apabila terjadi
penyimpangan adalah sanksi administrasi berupa bunga, atau kenaikan pajak.
Selain itu ada juga sanksi pidana berupa kurungan atau penjara.
Di dalam menentukan penghasilan dan pendapatan dan biaya antara
Standar Akuntansi Keuangan dan Undang-Undang Perpajakkan terdapat
persamaan dan perbedaan. Dari perbedaaan yang terjadi atas kedua dasar tersebut
maka dilakukan koreksi fiskal, sehingga dari koreksi fiskal ini disusun laporan
keuangan fiskal.
Di dalam kenyataan bahwa PT. Dian Perkasa Langsa tidak dapat
menghindari biaya-biaya tertentu yang tidak diperkenankan oleh Undang-Undang
Undang-undang Perpajakkan biaya-biaya tersebut bukan sebagai biaya perusahaan,
sedangkan menurut pihak perusahaan adalah sebagai biaya perusahaan, perbedaan
tersebut disebabkan karena perbedaan tetap, karena perbedaan-perbedaan inilah
timbul koreksi fiskal. Koreksi fiskal tersebut mempunyai dampak terhadap
meningkatnya pajak penghasilan badan. Olah karena itu terhadap koreksi fiskal
tersebut perlu dilakukan penelitian kembali agar biaya-biaya tersebut tetap sebagi
biaya perusahaan maupun biaya fiskal yang nantinya dapat mengurangi besarnya
pajak penghasilan.
Pada tanggal 23 Desember 1997, Ikatan Akuntan Indonesia(IAI) telah
mengsesahkan Standar pajak penghasilan yang baru dinamakan dengan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46 tentang akuntansi pajak
penghasilan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.46 merupakan
suatu hal baru dalam standar akuntansi bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.
PSAK No.46, mulai berlaku efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan
keuangan yang mencakup periode laporan yang dimulai pada / setelah tanggal 1
Januari 1999 untuk perusahaan yang sudah go public. Yang dimaksud dengan
perusahaan yang sudah go public adalah perusahaan-perusahaan yang
menerbitkan surat-surat berharga yang diperdagangkan kepada publik. Sedangkan
untuk perusahaan yang belum go public. PSAK no. 46 mulai berlaku efektif untuk
penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang mencakup periode laporan
yang mencakup periode laporan yang dimulai pada/setelah tanggal 1 Januari
2001.
Di dalam SAK ini mengatur pengakuan aktiva pajak tangguhan yang
pajak penghasilan pada laporan keuangan, dan pengungkapan informasi yang
berhubungan dengan pajak penghasilan.
Pada penelitian ini, juga akan dikaitkan dengan metode pajak penghasilan
tangguhan untuk menentukan taksiran penghasilan (beban) pajak, sesuai dengan
PSAK 46 mengenai “Akuntansi Pajak Penghasilan”. Pajak penghasilan tangguhan
ditujukan untuk mencatat konsekuensi pajak yang timbul akibat adanya perbedaan
waktu pelaporan (timing diffrences) dan perbedaan tetap (permanent difference)
antara laporan keuangan akuntansi (menurut SAK) dengan laporan keuangan
fiskal (menurut Peraturan Perpajakkan).
Penelitian ini dilakukan pada suatu obyek perusahaan yaitu PT. Dian
Perkasa Langsa adalah suatu perusahaan manufaktur yang berkantor di Jln Prof H.
Majid Ibrahim. Perusahaan ini melakukan kegiatan usahanya sejak tahun 1997
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dicoba dirumuskan
masalah yang diteliti dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah PT. Dian Perkasa Langsa telah menerapkan PSAK No.46, untuk
menghitung pajak penghasilan badan yang tepat pada laporan keuangan.
2. Apakah pengaruh pos-pos yang mempunyai perbedaan temporer antara
akuntansi dan perpajakkan terhadap laporan keuangan.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana seharusnya PT. Dian Perkasa Langsa
menerapkan PSAK No. 46 atas pajak penghasilan badan dalam rangka
penyajian laporan keuangan yang tepat
2. Untuk mengetahui apakah pengaruh pos-pos yang mempunyai perbedaan
temporer antara akuntansi dan perpajakkan terhadap laporan keuangan
Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, hasil penelitian dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan mengenai perlakuan akuntansi yang tepat terhadap pajak
penghasilan sesuai dengan PSAK No. 46
2. Bagi perusahaan, membantu perusahaan agar dapat menerapkan akuntansi
yang tepat dalam rangka penyajian laporan keuangan yang wajar yang
berguna bagi pemakai laporan keuangan.
3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan
D. Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 1 Kerangka Konseptual Penelitian
Perbedaan Temporer
Saldo Aktiva (Kewajiban) Pajak Tangguhan
Laporan keuangan, Lampiran dan keterangan lainnya dari PT. Dian
Perkasa Langsa
Data Penelitian Standar Penelitian
Penerapan PSAK no.46 Atas Akuntansi Pajak Penghasilan atas
Laporan Keuangan di PT. Dian Perkasa Langsa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Laporan Keuangan
Kieso dan Weygant (2001:3) mengungkapkan definisi laporan keuangan
sebagai berikut : “Financial statement are the principal means through which
financial informations communicated to those outside an enterprise. There statements provide thefirm’s history quantified in money terms”
Transaksi ekonomi yang terjadi selama satu periode akuntansi akan dicatat
dan dirangkum yang kemudian akan dibuat laporan keuangan untuk pemakai
informasi. Laporan keuangan digunakan sebagai perantara alat komunikasi antara
perusahaan dengan pihak-pihak lain yang membutuhkan, baik yang ada di dalam
perusahaan maupun di luar perusahaan.
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.
Laporan keuangan biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas,
laporan perubahan posisi keuangan. Pengungkapan informasi pada pihak luar
yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi harus diungkapkan
secara penuh (full disclosure principle)
Menurut Schroeder (2001:114), pengungkapan tidak hanya pada laporan
keuangan saja tetapi juga pada catatan atas laporan keuangan (notes to financial
statement), informasi tambahan (supplementary information) dan juga other means of financial reporting, yang semua ini termasuk dalam proses pelaporan
1. Tujuan Laporan Keuangan
Dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan (SAK,
2002:3) disebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah: “Menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi”.
Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan
bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak
menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam
pengambilan keputusan, karena secara umum menggambarkan pengaruh
keuangan dari kejadian di masa lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan
informasi non keuangan. Jadi, tujuan utama dari penyusunan laporan keuangan
adalah untuk menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan
ekonomi.
2. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi
dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik
kualitatif pokok menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002 : 5-7), yaitu:
a. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampang dalam keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini
Pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas
ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi
b. Relevan
Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses
pengambilan keputusan. Laporan keuangan memiliki kualitas relevan, apabila
dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka
mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan,
atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.
c. Keandalan
Informasi memiliki kualitas andal (reliable). Informasi memilki kualitas andal
jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat
diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (ledthful
representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar
diharapkan dapat disajikan.
d. Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar
periode untuk mengientifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja
keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan
antarperusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta perubahan
posisi keuangan secara relatif.
B. Perbedaan Laba Akuntansi dan Pajak
Perhitungan laba akuntansi didasarkan pada prinsip akuntansi yang
berlaku umum, seperti Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan
International Accounting Standard (IAS) sedangkan laba kena pajak yang
perpajakkan yang berlaku saat ini ( Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang :
Pajak Penghasilan/PPh).
Laba akuntansi maupun pajak didapat dari seluruh total penghasilan
dikurangkan dengan seluruh total pengeluaran, maka baru didapatkan laba,
sehingga dijelaskan lebih lanjut mengenai penghasilan maupun pengeluaran
menurut akuntansi maupun menurut perpajakkan.
Secara akuntansi, penghasilan (income) didefinisikan dalam SAK
(2002:18) sebagai kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman
modal. Penghasilan tersebut meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan
(gains). Pendapatan merupakan aliran kas masuk atau kenaikan dalam
aktiva,perlunasan hutang selama suatu periode yang berasal dari penyerahan atau
pembuatan barang/jasa dan kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama
perusahaan. Sedangkan keuntungan adalah peningkatan dalam aktiva yang berasal
dari transaksi sampingan atau transaksi yang terjadi selama satu periode.
Menurut perpajakkan, penghasilan merupakan salah satu objek pajak.
Dalam Undang-Undang PPh Pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa :
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.”
Pengertian penghasilan ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari
sumber tertentu, tetapi adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan
Dilihat dari mengalirnya (inflow) tambahan kemampuan ekonomis kepada
wajib pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi (Gunadi 2002:46)
a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan bebas
b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan
c. Penghasilan dari modal
d. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan sebagainya.
Pada intinya pengertian penghasilan antara akuntansi dan perpajakkan
adalah sama, yang membedakan adalah dengan adanya PPh final dan penghasilan
yang bukan objek pajak. Dalam perpajakkan, apabila suatu jenis penghasilan
dkenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak,
penghasilan tersebut tidak digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan
tarif umum karena tingkat pemajakkan (level of taxing field) berbeda.
Setelah mengetahui bagaimana penghasilan menurut akuntansi dan
perpajakkan, maka dijelaskan pula pada pengeluaran (biaya-biaya) menurut
akuntansi dan juga menurut perpajakkan lebih lanjut. Sehingga dapat lebih
mengetahuinya lebih jelas perbedaan akuntansi dengan perpajakkan dari segi
pengeluaran.
Menurut akuntansi komersial, untuk tujuan perpajakkan tidak semua biaya
yang boleh dan tidak boleh dkurangkan. Biaya-biaya yang dapat dikurangkan
sesuai dengan ketentuan paal 6 ayat 1 Undang-Undang No.17 Tahun 2000, yaitu :
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk
biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk
bentuk uang, bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah,
premi asuransi, biaya adminstrasi dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amoritas
atas pengeluaran untuk memperoleh hak yang mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun.
3. Iuran kepada dana pension yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian darn pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
b) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
c) Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
d) Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Terdapat 5 persyaratan umum agar pengeluaran perusahaan dapat
a. Bukan termasuk pengeluaran yang secara eksplisit tidak diperkenankan oleh ketentuan perpajakkan
b. Harus dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
c. Bukan untuk keperluan pribadi atau sebagai pemakaian penghasilan d. Bukan merupakan pengeluran kapital
e. Jumlah biaya wajar dan sesuai dengan praktik bisnis yang sehat
Beban dalam SAK diakui apabila terjadi arus kas keluar (outflow) yang
ditandai dengan penrunan manfaat ekonomis masa mendatang sehubungan dengan
penurunan aktiva dan penambahan kewajiban yang tidak digunakan untuk
kepentingan penanaman modal.
Menurut Gunadi (2002:82), dalam peraturan perpajakkan tidak diatur
secara khusus berkaitan dengan penentuan apakah suatu pengeluaran harus dicatat
atau dibukukan sebagai aktiva atau beban. Hal tersebut diserahlan pada praktek
akuntansi dan kelaziman bisnis. Dalam prakteknya saat peraturan perpajakkan
menggunakan kata “biaya” maka arti sebenarnya mengarah ke beban.
Ada dua perbedaan mengenai laba menurut akuntansi dan perpajakkan
mengenai penghasilan maupun pengeluaran, yaitu :
1. Beda Tetap (Permanent Differences)
2. Beda Waktu/Temporer (TemporaryDifferences)
1. Beda Tetap (Permanent Differences)
Pengertian Beda tetap (Permanent Differences) menurut Lumbantoruan
(1996:74), yaitu :
Menurut Tjahjono (2000:559), elemen-elemen yang merupakan pos-pos
yang membedakan antara akuntansi dan fiskal yang termasuk dalam perbedaan
tetap/permanen adalah :
1. Penghasilan bunga dari bank
2. Biaya sumbangan, biaya dalam bentuk natura, denda/bunga pajak 3. Biaya entertainment
4. Fiskal Luar Negeri dan STP Pokok 5. Penghasilan deviden
1) Penghasilan bunga dari bank
Salah satu unsur penghasilan di luar usaha dalam laporan laba/rugi adalah
pendapatan bunga deposito bank. Pada akhir periode menurut akuntansi harus
disajikan dalam perhitungan laba/rugi pada pos rekening pendapatan di luar
usaha. Sedangkan menurut Undang-Undang Perpajakkan, dasar perlakuan
penghasilan bunga bank sebagai berikut atas penghasilan berupa bunga yang
berasal dari deposito sertifikat Bank Indonesia dipotong pajak penghasilan
bersifat final
2) Biaya sumbangan, biaya dalam bentuk natura, denda/bunga pajak
Standar Akuntansi menganut prinsip bahwa semua biaya dapat dibebankan
atau dikurangkan dari penghasilan yang diperoleh perusahaan dalam periode
akuntansi tertentu. Jadi biaya sumbangan, biaya dalam bentuk natura,
denda/bunga pajak menurut Standar Akuntansi Keuangan merupakan arus kas
keluar yang setiap periode harus dibebankan pada penghasilan.
Sedangkan menurut peraturan perpajakkan tidak semua biaya-biaya
dikeluarkan oleh perusahaan bisa dibebankan pada penghasilan pada periode
waktu tertentu. Dalam menentukan besarnya penghasilan bagi wajib pajak
adalah ; harta yang dihibahkan bantuan atau sumbangan dan warisan.
Pengahasilan kena pajak yang diperhitungkan dalam suatu peiode tidak boleh
membebankan biaya-biaya sebagai berikut : penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang berkaitan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Yang dimaksud dengan penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
kesejahteraan karyawan dalam bentuk barang atau pelayanan. Bagi perusahaan
bukan merupakan biaya, sedangkan bagi karyawan atau penerima bukan
merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Contoh : tunjangan dalam
bentuk natura adalah tunjangan makan diberikan untuk karyawan dalam
bentuk nasi bungkus dan minuman, pemberian jatah seragam pakaian kerja,
pelayanan kesehatan untuk karyawan pada rumah sakit yang ditunjuk oleh
perusahaan, transport untuk karyawan, dan lain-lain.
3) Biaya entertainment
Biaya entertainment merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto (deductible expenses) sepanjang ada hubungan dengan
kegiatan wajib pajak dan dibuatkan daftar nominatifnya. Dengan demikian
biaya entertainment yang tidak dilengkapi dengan daftar nominatifnya
merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan.
4) Fiskal Luar Negeri dan STP Pokok
Fiskal luar negeri dan STP pokok memang bukan merupakan biaya, tetapi ada
pengeluaran (uang) yang dikeluarkan untuk memperoleh fiscal luar negeri
tersebut maupun untuk membayar STP pokok pajak. Dalam akuntansi, kedua
perpajakkan, keduanya tidak boleh biaya dan harus dikeluiarkan dalam
komponen biaya, tetapi nantinya dapat menjadi kredit pajak dan menjadi
pengurang atas pajak penghasilan yang dibayarkan.
5) Penghasilan deviden
Untuk mengoptimalkan penggunaan dana, dana yang terpakai atau
menganggur (idle fund) pimpinan perusahaan biasanya mempunyai
kebijaksanaan untuk menginvestasikan dana yang ada dalam bentuk saham
atau obligasi. Atas pembelian perusahaan akan memperoleh penghasilan
berupa deviden. Menurut akuntansi komersial, penghasilan deviden
merupakan bagian dari penghasilan yang pada akhir periode harus disajikan
dalam laporan laba rugi.
2. Beda Waktu / Temporer (Temporary Differnces)
Pengertian Beda Waktu / Temporer menurut Harnanto (2003 : 112), yaitu :
“Perbedaan antara dasar pengenaan pajak – DPP dari suatu aktiva atau kewajiban dengan nilai tercatat aktiva atau kewajiaban tersebut, yang akan berakibat pada kenaikan atau bertambahnya laba fiskal pada periode mendatang (future taxable amount atau taxable temporary differences) atau berkurangnya laba fiskal periode mendatang (future deductible amount or deductible temporary differences), pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban diselesaikan atau dilunasi (settled)”.
Adapun pengertian Beda waktu /temporer menurut Prabowo (2004:209) yaitu : “
Beda waktu / temporer perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban (biaya)
tertentu menrut akuntansi dan perpajakkan dimana perbedaan ini mengakibatkan
pergeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke tahun
Perbedaan temporer terjadi karena adanya perbedaan saat pengakuan
beban dan penghasilan, antara perlakuan akuntansi dan perpajakkan dengan
lampaunya waktu maka perbedaan periode pengakuan ini secara otomatis akan
menjadi nihil (counter balanced) dengan sendirinya. Contoh perbedaan temporer
misalnya cadangan piutang tidak tertagih, penggunaan metode penyusutan
estimasi umur yang berbeda secara akuntansi komersial dengan yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Perpajakkan.
Jadi perbedaan temporer tersebut timbul karena periode pengakuan yang
berbeda antara akuntansi dan perpajakkan yang mungkin disebabkan karena
penggunaan metode atau estimasi yang berbeda untuk keperluan akuntansi dan
keperluan perpajakkan.
Menurut PSAK No. 17 Par.9, penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dikelompokkan sebagai berikut :
A. Berdasarkan wakktu
1. Metode Garis Lurus (straight line method)
2. Metode pembebanan yang menurun, termasuk di dalamnya adalah metode jumlah angka tahun (sum of the years digit method) dan metode saldo jumlah menurun/saldo menurun ganda (declining/double declining balance method)
B. Berdasarkan penggunaan
1. Metode jam jasa (services hour method)
2. Metode jumlah unit produksi (productive output method) C. Berdasarkan kriteria lainnya
1. metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite
method)
2. metode anuitas (annuity method) 3. Sistem persediaan (inventory method)
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000, aktiva
digolongkan menjadi dua golongan yaitu golongan yang bukan bangunan yang
dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok 1,2,3,4 dan golongan bangunan yang
Metode yang biasa digunakan menurut peraturan perpajakkan untuk aktiva
golongan bukan bangunan bisa menggunakan saldo menurun dan metode garis
lurus dan golongan bangunan hanya boleh menggunakan metode garis lurus.
Untuk setiap golongan aktiva berwujud 1,2,3,4 dan bangunan sudah ditentukan
tarifnya berdasarkan jenis dan manfaat ekonomis aktiiva yang bersangkutan.
Dalam Undang-Undang perpajakkan tidak memperhatikan nilai residu aktiva, dan
disusutkan sampai harga perolehannya habis
Dengan demikian, Karena adanya perbedaan cara penyusutan akuntansi
dan pajak maka besarnya biaya penyusutan yang dibebankan pada satu tahun akan
berbeda. Rekonsiliasi fiskal dilakukan untuk menyesuaikan penyusutan menurut
[image:32.595.107.504.455.687.2]akuntansi menjadi penyusutan menurut ketentuan pajak.
Tabel 2.1 Tarif Penyusutan TARIF PENYUSUTAN Kelompok harta berwujud Masa Manfaat Garis Lurus Saldo Menurun I. Bukan Bangunan
a. kelompok I b. kelompok 2 c. kelompok 3 d. kelompok 4
4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 25% 12,5% 6,25% 5% 50% 25% 12,5% 10% II. Bangunan
a. permanen b. non permanen
C. Metode Penangguhan Pajak Penghasilan
Metode alokasi pajak digunakan untuk mempertanggungjawabkan
pengaruh-pengaruh pajak dan bagaimana pengaruh-pengaruh tersebut harus
disajikan dalam laporan keuangan. Ada tiga metode untuk mengalokasikan pajak
(Kieso dan Weygant, 2001;1067-1068) antara lain:
(1) Deffered method (Metode Penangguhan) (2) Net-of-tax method (Metode Bersih dari Pajak)
(3) Net-of-tax method (Metode Bersih dari Pajak)
(1) Deffered method (Metode Penangguhan)
Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (income statement approach)
yang memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari
sudut pandang laporan laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui dalam
laporan laba rugi baik dari segi komersial maupun fiskal. Pendekatan ini
mengenai istilah perbedaan waktu perbedaan permanent. Hasil hitungan dari
pendekatan ini adalah pergerakan yang akan diakui sebagai pajak tangguhan
pada laporan laba rugi. Metode ini lebih menekankan malching principle
pada periode terjadinya perbedaan tersebut. Namun, perkembangan dunia
bisnis dan akuntansi telah sedemikian pesatnya sehingga muncul
transaksi-transaksi yang tidak diakui dalam laporan laba rugi tetapi langsung diakui
sebagai bagian dari ekuitas. Apabila menggunakan pendekatan laba rugi
transasksi seperti itu tidak dapat terdeteksi, sehingga pendekatan ini
2) Asset-liability method (metode aktiva-kewajiban)
Metode ini menggunakan pendekatan neraca (balance sheel approach) yang
menekankan pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi posisi
keuangan dan memprediksikan aliran kas pada masa yang akan dating.
Pendekatan neraca memandang perbedaan perlakuan akuntansi dan
perpajakan dari sudut pandang neraca, yaitu perbedaan antara saldo buku
menurut komersial dan dasar pengenaan pajaknya. Pendekatan ini mengenai
isitilah perbedaan tempoter darn perbedaan non temporer. Pada metode ini
terjadi pengakuan pajak tangguhan (deferrend tax) atas konsekuensi pajak di
masa mendatang berupa aktiva (kewajiban) pajak tangguhan yang harus
dilaporkan di neraca. Beban pajak tangguhan dilaporkan di laba rugi bagian
taksiran PPh sebagai komponen pajak tangguhan, sedangkan penghasilan
pajak tangguhan harus dilaporkan di laba rugi sebagai komponen negatif dan
beban pajak tangguhan.
3) Net-of-tax method (Metode Bersih dari Pajak)
Pada sumber ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak
atas perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaiknya
diperlakukan sebagai penyesuaian atas nilai aktiva atau kewajiban tertentu
dan penghasilan atau beban yang terkait. Dalam metode ini beban pajak
yang disajikan dalam laporan laba rugi sama dengan jumlah pajak
penghasilan yang terhutang menurut SPT tahunan.
D. PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan
PSAK No. 46 mulai berlaku efektif untuk penyusunan dan penyajian
Januari 1999 bagi perusahaan go public dan perusahaan diluar go public dimulai
pada 1 Januari 2000, namun penerapan lebih dari sangat dianjurkan
PSAK No. 46 bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak
penghasilan. Masalah utama perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan adalah
bagaimana mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan
dan periode mendatang untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Pemulihan nilai tercatat aktiva yang diakui pada neraca perusahaan atau
pelunasan nilai tercatat kewajiban yang diakui pada neraca perusahaan dan
b. Transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian lain pada periode berjalan yang
diakui pada laporan keuangan.
Pengakuan aktiva dan kewajiban pada laporan keuangan, secara tersirat
berarti bahwa perusahaan pelaporan akan dapat memulihkan nilai tercatat aktiva
tersebut atau akan melunasi nilai tercatat kewajiban tersebut. Apabila besar
kemungkinan bahwa pemulihan aktiva dan pelunasan kewajiban tersebut akan
mengakibatkan pembayaran pajak periode mendatang yang lebih kecil
dibandingkan pembayaran pajak sebagai akibat pemulihan aktiva atau pelunasan
kewajiban yang tidak memiliki konsekuesni pajak, maka pernyataaan ini
mengharuskan perusahaan untuk mengakui kewajiban pajak tangguhan atau
aktiva pajak tangguhan, dengan beberapa pengecualian.
PSAK No. 46 (2002:1) memperlakukan perusahaan untuk konsekuensi
pajak dari suatu transaksi dan kejadian lain sama dengan cara perusahaan
memperlakukan transaksi dan kejadian tersebut. Oleh karena itu, untuk transaksi
dan kejadian lain yang diakui pada laporan laba rugi, konsekuensi atau pengaruh
pajak dari transaksi dan kejadian tersebut harus diakui pula pada laporan laba rugi.
dikreditkan ke ekuitas, konsekuensi atau pengaruh pajak dari transaksi dan
kejadian tersebut harus langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas.
Demikian pula, pengakuan aktiva dan pajak tangguhan pada suatu gabungan
usaha mempengaruhi saldo goodwill atau goodwill negatiif yang timbul dari
penggabungan usaha tersebut.
Pernyataan ini juga mengatur pengakuan akitva pajak tangguhan yang
berasal dari sisa rugi yang dikompensasi ke tahun berikutnya, penyajian pajak
penghasilan pada laporan keuangan, dan pengungkapan informasi yang
berhubungan dengan pajak penghasilan.
1. Perbedaan Temporer Menurut PSAK No. 46
Kunci utama yang perlu dipahami dalam menerapkan PSAK 46 adalah
konsep tentang “temporary differences” (perbedaan temporer). Menurut PSAK 46
(2003:3) definisi perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat
aktiva atau kewajiban dengan dasar pengenaan pajaknya (DPP). Perbedaan
temporer dapat berupa :
a. Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences)
Adalah perbedaan temporer yang boleh menimbulkan suatu jumlah kena pajak
(taxable amounts) dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat
nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban
tersebut dilunasi (settled)
b. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible temporary
differences)
Adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh
mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai
tercatat kewajiban dilunasi (settled).
Perbedaan temporer kena pajak akan mengakibatkan timbulnya kewajiban
pajak tangguhan pada periode terjadinya beda temporer, karena terdapat
kewajiban pajak penghasilan pada periode mendatang. Sedangkan perbedaan
temporer yang boleh dikurangkan akan mengakibatkan timbulnya aktiva pajak
tangguhan, karena manfaat ekonomi yang akan diperoleh wajib pajak dalam
bentuk pengurangan terhadap laba fiskal pada masa mendatang.
2. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Definisi dasar pengenaan pajak (DPP) menurut PSAK No. 46 (2002:3)
adalah sebagai berikut: “Dasar pengenaan pajak (DPP) aktiva atau kewajiban
adalah nilai aktiva atau kewajiban yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak
dalam penghitungan laba fiscal.
Definisi mengenai DPP aktiva dan DPP kewajiban diungkapkan lebih
lanjut oleh PSAK No. 46 (2002:4) yaitu :
“DPP aktiva adalah jumlah yang dapat dikurangkan untuk tujuan fiskal, terhadap setiap manfaat ekonomi (penghasilan) kena pajak yang akan diterima perusahaan pada saat memulihkan nilai tercatat aktiva tersebut. Apabila manfaat ekonomi (penghasilan) tersebut tidak akan dikenakan pajak maka DPP aktiva adalah sama dengan nilai tercatat aktiva.
DPP kewajiban adalah nilai tercatat kewajiban dikurangi dengan setiap jumlah yang dapat dikurangkan pada masa mendatang”.
Dasar pengenaan pajak juga dikenal sebagai nilai buku fiskal (tax base),
yaitu nilai buku yang diakui oleh aturan perpajakan untuk aktiva dan kewajiban.
Nilai buku tersebut akan digunakan sebagai dasar pelaporan pada surat
pemberitahuan (SPT). Perbedaan temporer muncul, bila nilai buku menurut
buku menurut akuntansi (accounting base) berbeda dengan nilai buku fiskal (tax
base) atas nilai aktiva damn kewajiban Karena perbedaan temporer periode
pengakuan maupun membalik (reverse) di masa mendatang.
Dengan diberlakukannya PSAK 46, jumlah beban pajak (tax expenses)
atau provision for income taxes yang harus diakui terdiri dari pajak kini (current
tax) dan pajak tangguhan (deffered tax) 3. Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan kena pajak merupakan dasar yang digunakan untuk
menghitung pajak penghasilan yang harus dibayar oleh wajib pajak orang pribadi
maupun wajib pajak badan. Penghasilan kena pajak wajib pajak badan yaitu
sebesar laba fiskal.
4. Tarif Pajak Penghasilan
Tarif pajak biasa berupa suatu jumlah tetap per suatu obyek (flat rate) atau
suatu persentase yang digunakan untuk menghitung pajak terutang. Secara umum
tarif pajak yang diterapkan untuk pajak penghasilan berdasarkan UU No. 17
Tahun 2000 adalah tarif pasal 17, yaitu tarif pajak yang dikenakan atas
penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Wajib Pajak
Table 2.2
Tarif Pajak Yang Ditetapkan Atas Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Dan Bentuk Usaha Tetap
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah)
10 % (sepuluh persen)
Di atas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
15 % (lima belas persen)
Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 30%
(tiga puluh persen)
Sumber Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 (2001:1)
Tarif pajak yang berlaku di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang
Perpajakkan No. 17 Tahun 2000 tersebut bersifat progresif. Sebelum penghasilan
kena pajak dibebankan dengan tarif pajak seperti tersebut di atas, maka terlebih
dahulu jumlah penghasilan kena pajak harus dibulatkan ke bawah dalam ribuan
penuh.
5. Pengakuan Pajak Tangguhan
Untuk mengakui pajak tangguhan PSAK No. 46, menggunakan Asset
Liability Method, yaitu :
1. Pendekatan Aktiva
Apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat aktiva (nilai buku komersial)
lebih besar daripada DPP aktiva (nilai buku fiskal), maka akan timbul perbedaan
temporer kena pajak. Akibatnya untuk tahun mendatang ada kewajiban pajak
penghasilan yang diakui. Kewajiban pajak penghasilan di tahun mendatang
tersebut diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan (defferd tax liabilities) pada
Sebaliknya apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat aktiva (nilai buku
komersial lebih kecil dari pada DPP aktiva ( nilai buku fiscal) maka akan timbul
perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Akibatnya, untuk tahun mendatang
ada manfaat ekonomi yang diperoleh dalam bentuk pengurangan pajak
[image:40.595.139.492.252.696.2]penghasilan. Pengurangan pajak penghasilan di tahun mendatang tersebut
Gambar 2.1. Pendekatan Aktiva
Sumber: Tuanakotta dan Mustofa (2003:7)
2. Pendekatan Kewajiban
Apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat kewajiban (nilai buku
komersial) lebih besar dari DPP kewajiban (nilai buku fiskal), maka akan timbul Jumlah tercatat
aktiva DPP aktiva
Lebih besar
Tidak Ya
Perbedaan temporer kena
pajak
Perbedaan temporer bukti
dikurangkan
Lebih besar
Kewajiban pajak tangguhan
perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Akibatnya untuk tahun mendatang
ada manfaat ekonomi yang akan diperoleh wajib pajak dalam bentuk
pengurangan. Pengurangan terhadap laba fiskal di tahun mendatang tersebut
diakui sebagai aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets) pada tahun berjalan.
Sebaliknya, apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat kewajiban (nilai
bukti komersial) lebih kecil dari DPP kewajiban (nilai buku fiskal), maka akan
timbul perbedaan temporer kena pajak. Akibatnya, untuk tahun mendatang ada
kewajiban pajak penghasilan yang diakui. Kewajiban pajak penghasilan di tahun
mendatang tersebut diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan (deferred tax
[image:41.595.147.498.401.758.2]liabilities) pada tahun berjalan
Gambar 2.2. Pendekatan Kewajiban
Sumber: Tuamakotta dan Mustofa (2003:8) Jumlah tercatat
kewajiban DPP kewajiban
Lebih besar
Tidak Ya
Perbedaan temporer boleh dikurangkan
Perbedaan temporer kena pajak
Tariff pajak
Aktiva pajak tangguhan
6. Konsekuensi Pajak di Masa Mendatang
PSAK No. 46 bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak
penghasilan yaitu bagaimana mengatur dan mempertanggungjawabkan
konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode mendatang. Konsekuensi
pajak di masa mendatang harus diakui dalam bentuk :
a. Aktiva Pajak Tangguhan
Semua perbedaan temporer yang dapat dikurangkan diakui sebagai aktiva
pajak tangguhan kecuali yang berasal dari goodwill negatif atau berasal dari
pengakuan awal aktiva (kewajiban) transaksi yang bukan merupakan
penggabungan usaha dan tidak mempengaruhi laba akuntansi maupun laba fiskal.
Contoh perbedaan temporer yang dapat dikurangkan yaitu biaya cadangan
piutang yang tidak tertagih (PSAK 2003:2). Biaya tersebut dapat dikurangkan
dalan perhitungan laba akuntansi, tetapi untuk tujuan perpajakkan, biaya tersebut
baru boleh dikurangkan ketika piutang usaha itu benar-benar tidak dapat tertagih.
Pada saat biaya cadangan piutang tidak tertagih tersebut boleh dibiayakan untuk
tujuan fiskal, perusahaan akan mendapat penghematan pajak. Jadi, aktiva pajak
tangguhan mencerminkan jumlah PPh yang dapat diperoleh kembali pada masa
yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang dapat
dikurangkan di akhir tahun ini.
PT. ABC bergerak dalam bidang usaha penerbitan tabloid. Perusahaan didirikan
dengan modal dasar yang sudah disetor penuh Rp 2.000,00 juta dan memulai
usaha komersialnya pada tahun 2001. dalam tahun pertama operasinya perusahaan
memperoleh laba akuntansi Rp 300,00 juta dan laba fiskal (Penghasilan kena
pembayaran dimuka (penerimaan kas) untuk abonemen tabloid yang akan terbit
dalam triwulan-1 tahun 2002. penerimaan kas tersebut diakui sebagai pendapatan
diterima dimuka untuk tujuan akuntansinya, namun diakui sebagai penghasilan
tahun berjalan untuk tuuan fiskal. Perusahaan dikenakan pajak penghasilan
[image:43.595.114.535.289.421.2]dengan tarif 30%
Tabel 2.3
Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Aktiva Pajak Tangguhan)
No Deskripsi Laba Akuntansi Laba Fiskal Selisih
1 Laba sebelum pajak (PKP) Rp300,000.00 Rp450,000.00 Rp150,000.00 2 Pajak Penghasilan - Kini (*) (Rp135,000.00) (Rp135,000.00) Rp0.00 3 Manfaat Pajak - Tangguhan Rp45,000.00 Rp0.00 (Rp45,000.00) 4 Beban Pajak Penghasilan Rp90,000.00 Rp135,000.00 Rp105,000.00
5 Laba Bersih Rp210,000.00 Rp315,000.00 Rp105,000.00
6 PPh Terhutang (Pajak Kini) (Rp315,000.00) (Rp135,000.00) Rp0.00 7 Aktiva Pajak - Tangguhan Rp45,000.00 Rp0.00 Rp45,000.00
(*) Pajak Penghasilan kini = (Tarif Pajak) x (Penghasilan Kena Pajak)
(**) Pajak Penghasilan Tangguhan + (Tarif Pajak) x (Perbedaan Temporer Kena Pajak)
Atas dasar hasil perhitungan tersebut pada akhir tahun 2001 diakui adanya Beban
Pajak, Manfaat Pajak Tangguhan dan Aktiva Pajak Tangguhan sebagaimana
tampak pada ayat jurnal berikut (dalam ribuan rupiah)
Beban Pajak Kini Rp 90.000,00
Aktiva Pajak Tangguhan 45.000,00
Kewajiban Pajak Kini Rp 135.000,00
atau
Beban Pajak Kini Rp 135.000,00
Aktiva Pajak Tangguhan 45.000,00
Kewajiban Pajak kini Rp 135.000,00
Tabel 2.4
Manfaat dan Aktiva Pajak Tangguhan di dalam Laporan Keuangan Laporan Laba Rugi Tahun 2001 (parsial) Jumlah
Penghasilan Kena Pajak Rp450,000.00
Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan 2001 Rp150,000.00
Laba Sebelum Pajak Rp300,000.00
Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan Kini (0.30 x Rp 450,00 juta) (Rp135,000.00) Manfaat Pajak Tangguhan (0.30 x Rp 150,0 juta) Rp45,000.00
Beban Pajak Penghasilan Rp90,000.00
Laba Bersih (Rp 300,00 juta - Rp 900,00 juta) Rp210,000.00
Neraca per 31 Desember 2001 (parsial)
Aktiva Lancar
Aktiva Pajak Tangguhan Rp45,000.00
Aktiva Lancar Lain Rp575,000.00
Jumlah Aktiva Lancar Rp620,000.00
Macam-macam Aktiva Tetap Rp1,875,000.00
Total Aktiva Rp2,495,000.00
Kewajiban Lancar
Kewajiban Pajak Kini Rp135,000.00
Pendapatan Diteria Dimuka (*) Rp150,000.00
Jumlah Kewajiban Rp285,000.00
Ekuitas
Modal Saham Rp2,000,000.00
Laba Yang Ditahan Rp210,000.00
Total Kewajiban dan Ekuitas Rp2,495,000.00
di dalam neraca sebagai aktiva dan/atau kewajiban lancar. DPP pendapatan Diterima Dimuka Nihil
(*) diharapkan akan terpulihkan atau diiselesaikan dalan tahun 2002, sehingga disajikan
b. Kewajiban Pajak Tangguhan
Semua perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai kewajiban pajak
tangguhan kecuali yang berasal dari goodwill yang amortisasinya tidak dapat
dikurangkan untuk tujuan fiskal atau berasal dari pengakuan awal aktiva
(kewajiban) transaksi yangbukan merupakan penggabungan usaha dan tidak
mempengaruhi laba akuntansi maupun laba fiskal.
Contoh perbedaan temporer kena pajak (PSAK 2002:2) yaitu penggunaan
metode penyusutan garis lurus pada akuntansi komersial sedangkan untuk tujuan
penyusutan dapat dikurangkan secara pajak lebih kecil sehingga laba fiskal
menjadi lebih besar, akibatnya akan timbul kenaikan jumlah PPh terutang pada
masa mendatang, jadi kewajiban mencerminkan kenaikan PPh terutang pada masa
yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak di akhir
tahun ini.
Contoh soal :
PT. MNC didirikan dengan modal dasar yang sudah disetor penuh sebesar
Rp2.500,00 juta dan memulai usaha komersialnya pada tahu 2001. dalam tahun
pertama operasinya perusahaan memperoleh laba akuntansi (laba sebelum pajak)
sebesar Rp 525,00 juta, dan laba fiskal (penghasilan kena pajak –PKP) sebesar
Rp500,00 juta perbedaan sebesar Rp 25,00 juta disebabkan oleh karena
perusahaan mengakui pendapatan yang berasal dari transaksi penjualan angsuran
berdasar metode penjualan (sales basis) untuk tujuan akuntansi atau laporan
keuangan komersial, tetapi menggunakan stelsel kas (cash basis) untuk tujuan
fiskalnya. Tarif pajak yang berlaku dalam tahun 2001 adalah 30%
Atas Penghasilan yang berasal dari transaksi penjualan angsuran sebesar
Rp 25,00 juta dalam tahun 2001, akan dikenakanpajak setelah tahun 2001. Oleh
karena itu adanya beban dan kewajiban pajak tangguhan masing-masing sebesar
Tabel 2.5
Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Kewajiban Pajak Tangguhan)
No Deskripsi Laba Akuntansi Laba Fiskal Selisih
1 Laba sebelum pajak (PKP) Rp525,000.00 Rp500,000.00 Rp25,000.00 2 Pajak Penghasilan - Kini (*) (Rp150,000.00) (Rp150,000.00) Rp0.00
3
Pajak Penghasilan – Tangguhan
(**) (Rp7,500.00) Rp0.00 (Rp7,500.00)
4 Beban Pajak Penghasilan Rp157,500.00 Rp150,000.00 Rp17,500.00
5 Laba Bersih Rp367,500.00 Rp350,000.00 Rp105,000.00
6 PPh Terhutang (Pajak Kini) (Rp150,000.00) (Rp150,000.00) Rp0.00 7 Kewajiban Pajak – Tangguhan Rp7,500.00 Rp0.00 Rp7,500.00
(*) Pajak Penghasilan kini = (Tarif Pajak) x (Penghasilan Kena Pajak)
(**) Pajak Penghasilan Tangguhan + (Tarif Pajak) x (Perbedaan Temporer Kena Pajak)
Berdasar hasil perhitungan pada tabel tersebut diatas, maka adanya beban dan
kewajiban pajak tangguhan masing-masing sebesar Rp 7,50 juta harus diakui dan
disajikan di dalam laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) pada akhir
tahun pajak 2001, berdasar ayat-ayat jurnal berikut ini (dalam ribuan rupiah)
Beban Pajak Penghasilan Rp 157.500,00
Kewajiban Pajak Penghasilan 45.000,00
Kewajiban Pajak Tangguhan Rp 135.000,00
atau
Beban Pajak Kini Rp 150.000,00
Beban Pajak Tangguhan 7.500,00
Kewajiban Pajak kini Rp 150.000,00
Kewajiban Pajak Tangguhan 7.500,00
Tabel 2.6
Manfaat dan Aktiva Pajak Tangguhan di dalam Laporan Keuangan Laporan Laba Rugi Tahun 2001 (parsial) Jumlah
Penghasilan Kena Pajak Rp500,000.00
Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan 2001 Rp25,000.00
Laba Sebelum Pajak Rp525,000.00
Pajak Penghasilan
[image:46.595.118.504.700.783.2]PajakPenghasilan Tangguhan (0.30 x Rp 150,0 juta) Rp7,500.00
Jumlah Pajak Penghasilan Rp157,500.00
Laba Bersih (Rp 300,00 juta - Rp 900,00 juta) Rp367,500.00
Neraca per 31 Desember 2001 (parsial)
Aktiva Lancar
Piutang Penjualan Angsuran (*) Rp25,000.00
Aktiva Lancar Lain Rp1,250,000.00
Jumlah Aktiva Lancar Rp1,275,000.00
Macam-macam Aktiva Tetap Rp1,750,000.00
Total Aktiva Rp3,025,000.00
Kewajiban Lancar
Kewajiban Pajak Kini Rp150,000.00
Pendapatan Pajak Tangguhan (*) Rp7,500.00
Jumlah Kewajiban Rp285,000.00
Ekuitas
Modal Saham Rp2,500,000.00
Laba Yang Ditahan Rp367,500.00
Total Kewajiban dan Ekuitas Rp3,025,000.00
(*) diharapkan akan diterima pembayarannya dan dieselesaikan dalan tahun 2002, sehingga disajikan
di dalam neraca sebagai aktiva dan/atau kewajiban lancar. DPP Piutang Penjualan Angsuran Nihil
c. Saldo laba fiskal
Saldo rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan diakui sebagai aktiva
pajak tangguhan. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk
menentukan apakah penghasilan kena pajak akan tersedia dalam jumlah tahun
yang memadai untuk dikompensasikan, yaitu apakah perusahaan mempunyai
perbedaan temporer kena pajak dalam jumlah yang memadai untuk menggunakan
sisa kompensasi rugi sebelum masa berlakunya habis. Apakah perusahaan
mungkin memperoleh laba fiskal sehingga sisa kompensasi rugi dapat digunakan
sebelum masa berlakunya habis atau apakah saldo rugi fiskal yang dapat
dikompensasi berasal dari kasus tertentu yang tidak mungkin berulang.
Pengukuran merupakan proses penetapan jumlah uang untuk mengakui
dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan rugi
laba. Dalam pengukuran aktiva dan kewajiban pajak, terdapat 2 hal perlu
diketahui, yaitu :
a. Aktiva (Kewajiban) Pajak Kini
Aktiva (kewajiban) pajak kini untuk periode berjalan dan untuk periode
sebelumnya, diakui sebesar jumlah pajak terutang (restitusi pajak), yang
dihitung dengan menggunakan tarif pajak yang berlaku atau yang telah secara
substantif berlaku pada tanggal neraca.
b. Aktiva (Kewajiban) Pajak Tangguhan
Aktiva (kewajiban) pajak tangguhan diukur dengan menggunakan tarif pajak
yang akan berlaku pada saat aktiva dipulihkan atau kewajiban dilunasi, yaitu
dengan tarif pajak yang telah berlaku atau secara substantif berlaku pada
tanggal neraca.
Aktiva (kewajiban) pajak tangguhan harus mencerminkan konsekuensi pajak
untuk pemulihan nilai tercatat aktiva atau penyelesaian kewajiban yang
diharapkan pada tanggal neraca. Aktiva (kewajiban) pajak tangguhan tidak
boleh didiskonto. Nilai tercatat aktiva pajak tangguhan harus ditinjau kembali
pada tanggal neraca. Nilai tersebut harus diturunkan apabila laba fiskal tidak
memadai untuk mengkompensasikan sebagian atau semua aktiva pajak
tangguhan.
8. Penyajian Aktiva dan Kewajiban Pajak
Laporan keuangan sering dianggap menyajikan dengan wajar posisi
wajar tersebut erat kaitannya dengan unsur, misalnya unsur aktiva, kewajiban dan
ekuitas erat kaitannya dengan penyajian posisi keuangan suatu perusahaan.
Penyajian berbagai unsur ini dalam neraca dan laporan laba rugi memerlukan
proses sub klasifikasi sehingga informasi yang disajikan dapat berguna bagi
pemakai untuk tujuan pengambilan keputusan. Dalam penyajian aktiva dan
kewajiban pajak terdapat beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu :
1. Aktiva Pajak dan Kewajiban Pajak
Menurut PSAK 46 (2002:13-14), aktiva pajak dan kewajiban pajak harus
disajikan terpisah dari aktiva dan kewajiban lainnya dalam neraca. Aktiva dan
kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aktiva dan kewajiban pajak
kini. Apabila dalam laporan keuangan, aktiva dan kewajiban lancar disajikan
terpisah dari aktiva dan kewajiban tidak lancar maka aktiva (kewajiban) pajak
tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aktiva (kewajiban) lancar.
2. Beban (Penghasilan) Pajak
Pada laporan laba rugi, beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan
laba atau rugi dari aktivitas normal harus disajikan tersendiri.
3. Pajak Penghasilan Final
Menyangkut PPh final, PSAK 46 (2002:13-14) menyatakan bahwa apabila
nilai tercatat aktiva atau kewajiban yang berhubungan dengan PPh final
berbeda dengan nilai yang dijadikan Dasar Pengenaan Pajak (DPP), maka
perbedaan tersebut tidak boleh diakui asebagai aktiva atau kewajiban pajak
tangguhan. Atas penghasilan yang dikenal PPh final. Beban pajak diakui
proporsional dengan jumlah pendapatan yang diakui akuntansi pada periode
berjalan. Selisih antara jumlah PPh final yang terhutang dengan jumlah yang
neraca akuntansi sebagai PPh final dibayar di muka dan PPh final yang masih
harus dibayar, akun PPh final di bayar di muka harus disajikan terpisah dari
PPh final yang masih harus dibayar.
9. Pengungkapan
Agar pelaporan keuangan dapat berguna dan benar-benar efektif bagi
pemakai untuk pengambilan keputusan, maka seluruh informasi yang relevan
harus disajikan dengan cara yang mudah dipahami, tidak biasa dan tepat wktu.
Hal ini sesuai dengan prinsip dasar akuntansi yaitu full disclosure principle
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain (PSAK 2002:20)
a. Unsur-unsur uama beban (penghasilan) pajak;
b. Jumlah pajak kini dan pajak tangguhan dari transaksi yang langsung
dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas
c. Beban (penghasilan) pajak yang berasal dari pos-pos luar biasa yang diakui
pada periode berjalan
d. Penjelasan mengenai hubungan antara beban (penghasilan) pajak dengan laba
akuntansi dalam salah satu atau kedua bentuk berikut ini :
1) rekonsiliasi antara beban (penghasilan) pajak dengan hasil perkalian laba
akuntansi dan tarif pajak yang berlaku, atau
2) rekonsiliasi antara tarif pajak efektif rata-rata (average effective tax rate)
dan hasil pajak yang berlaku
e. Penghasilan mengenai perubahan tarif pajak yang berlaku dan perbandingan
f. Jumlah (dan batas waktu penggunaan jika ada) perbedaan temporer yang boleh
dikurangkan dari sisa rugi yang dapat dikompensasi ke tahun berikut yang
tidak diakui sebagai aktiva pajak tangguhan pada neraca.
g. Untuk setiap kelompok perbedaan temporer dan untuk setiap kelompok rugi
yang dapat dikompensasikan ke tahun berikut :
1) jumlah aktiva dan kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca
untuk setiap periode penyajian
2) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui pada laporan laba
rugi apabila jumlah tersebut tidak terlihat dari perubahan jumlah aktiva atau
kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca
h. Untuk operasi yang tidak dilanjutkan, beban pajak yang berasal dari :
1) keuntungan dan kerugian atas penghentian operasi, dan
2) laba atau rugi dari aktivitas normal operasi yang tidak dilanjutkan untuk
periode pelaporan bersama dengan jumlah periode akuntansi sebelumnya
disajikan pada laporan keuangan.
10. Penerapan PSAK No. 46 Pertama kali
Sebelum menerapkan PSAK No.46 untuk itu harus terlebih dahulu
diketahui saldo awal aktiva (kewajiban) pajak tangguhannya, yaitu dengan
membandingkan antara nilai tercatat aktiva (kewajiban) dengan dasar pengenaan
pajak (DPP) aktiva (kewajiban) pada periode sebelumnya.
Apabila nilai tercatat aktiva lebih besar daripada dasar pengenaan pajak
(DPP) aktiva atu nilai tercatat kewajiban lebih kecil daripada dasar pengenaan
pajak (DPP) kewajiban maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak yang
Besarnya kewajiban pajak tangguhan yang harus diakui yaitu sebesar perbedaan
temporer kena pajak dikalikan dengan tarif yang secara substantif berlaku pada
saat kewajiban tersebut dilunasi.
Sebaliknya apabila nilai tercatat aktiva lebih kecil daripada dasar
pengenaan pajak (DP) aktiva atau nilai tercatat kewajiban lebih besar daripada
dasra pengenaan pajak (DPP) kewajiban maka akan timbul perbedaan temporer
yang boleh dkurangkan yang mengakibatkan perusahaan harus mengakui adanya
aktiva pajak tangguhan. Besarnya pajak tangguhan yang harus diakui yaitu
sebesar perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dikalikan dengan tarif yang
secara substantif berlaku pada saat aktiva tersebut digunakan.
Aktiva pajak tangguhan juga harus diakui apabila perusahaan mempunyai
saldo rugi fiskal yang masih dikompensasikan dan besar kemungkinan laba fiscal
pada masa yang akan datang memadai untuk dikompensasikan. Saldo rugi fiskal
dapat dikompensasi dalam jangka waktu 5 tahun. Besarnya aktiva pajak
tangguhan yang harus diakui yaitu sebesar saldo rugi fiskal yang masih dapat
dikompensasi dikalikan dengan tarif yang secara substantif berlaku jurnal yang
dicatat untuk menyesuaikan saldo laba akibat pengaruh kumulatif penerapan
PSAK No. 46 y