ANALISIS USAHA ITIK RAJA (MOJOSARI ALABIO) UMUR
0-7 MINGGU MENGGUNAKAN BUNGKIL INTI SAWIT
YANG DIBERI HEMICELL PADA RANSUM
SKRIPSI
Oleh
RINALDO AGINTA GINTING 060306003/Peternakan
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS USAHA ITIK RAJA (MOJOSARI ALABIO) UMUR
0-7 MINGGU MENGGUNAKAN BUNGKIL INTI SAWIT
YANG DIBERI HEMICELL PADA RANSUM
SKRIPSI
Oleh
RINALDO AGINTA GINTING 060306003/Peternakan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Analisis Usaha Itik Raja (Mojosari Alabio) Umur 0-7 Minggu Menggunakan Bungkil Inti Sawit yang Diberi Hemicell Pada Ransum
Nama : RINALDO AGINTA GINTING
NIM : 060306003
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Eniza Saleh, MS Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA Ketua Anggota
Mengetahui:
Dr. Ir. Ristika Handarini, MP Ketua Program Studi
ABSTRAK
RINALDO AGINTA GINTING., 2012 “Analisis Usaha Itik Raja (Mojosari Alabio) Umur 0-7 Minggu Menggunakan Bungkil Inti Sawit yang Diberi Hemicell Dalam Ransum”, di bimbingan oleh ENIZA SALEH dan ARMYN HAKIM DAULAY.
Analisis usaha perlu dilakukan untuk mengetahui keuntungan suatu usaha. Tujuan penelitian untuk mengetahui nilai usaha penggunaan Bungkil Inti Sawit yang ditambahkan Hemicell dalam ransum itik raja umur 0 – 7 minggu, dapat dilihat dari laba- rugi, income over feed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak program studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Ransum yang digunakan adalah ransum buatan sendiri . R0 (tanpa bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R1 (5%
bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R2 (10% bungkil inti sawit yang diberi
hemicell), R3 (15% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R4
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bungkil inti sawit yang dicampur
hemicell dalam ransum pada perlakuan R
(20% bungkil inti sawit yang diberi hemicell).
0, R1, R2, R3 dan R4
Kata kunci : analisis usaha, Bungkil Inti Sawit, Hemicell, itik raja
memberikan hasil yang berbeda terhadap rataan laba – rugi (Rp): 3.268, hasil rataan income over feed
cost (IOFC) (Rp): 8.254, hasil rataan B/C ratio: 1,16. Kesimpulan dari hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan Bungkil inti sawit yang diberi
hemicell pada Ransum itik raja dapat meningkatkan keuntungan, serta dapat untuk
ABSTRACT
RINALDO AGINTA GINTING., 2012 " Analysis of business of duck king (Mojosari Alabio) seven weeks age used of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration. Guided by ENIZA SALEH and ARMYN HAKIM DAULAY.
Analysis of business important for know profit on duck King farm.This research to determine analysis of business duck king (Mojosari Alabio) seven weeks age used of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration which can be seen from profit and loss, income over feed cost and benefit cost ratio. The research was conducted at the Laboratory of Biology of Livestock
Husbandry Course, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. Rations used were homemade. Research design used complete randomized design with five treatments and four replications. R0 (without palm kernel cake which is mixed with
hemicell), R1 (5% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R2 (10% palm
kernel cake which is mixed with hemicell), R3 (15% palm kernel cake which is
mixed with hemicell), R4
The results showed that
(20 palm kernel cake which is mixed with hemicell).
the kernel cake which is mixed with hemicell in ration treatment R0, R1, R2, R3 and R4 give significant difference for profit and
loss (Rp): 3.268, income over feed cost (IOFC) (Rp): 8.254 and benefit cost ratio is
1,16. The concluded is the result Utilization of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration of duck king will increase profits, and can be applied on duck king farm. Palm kernel cake at a given level of 20% hemicell 2cc/kg give the best results
Keywords:
.
Analysis of business, palm kernel cake, Hemicell , duck King.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Talun Kenas, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi
Sumatera Utara pada tanggal 29 Januari 1988 dari Siang Ginting S.Pd dan ibu Rita
Br Barus. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Tahun 2000 penulis tamat dari SD Inpres 101864 Talun Kenas, Tahun 2003
tamat dari SMP SWASTA KAVRI Talun Kenas, Tahun 2006 tamat dari SMA RK
Deli Murni Deli Tua dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Penulis memilih Program Studi Peternakan pilihan ketiga.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam organisasi Ikatan
Mahasiswa Kristen Peternakan, Ikatan Mahasiswa Karo dan Aktif dalam kegiatan
Keagamaan di Talun Kenas sebagai Ketua Permata pada tahun 2009 -.Sekarang.
Pada tanggal 1 Juni 2008 sampai Juli 2008 penulis mengikuti Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di Mabar Feed Indonesia Divisi Layer Farm Kecamatan Tanjung
Anom, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Pada bulan Juni sampai
Agustus 2011 penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Ilmu Biologi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis mengucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul sikripsi saya ini adalah “Analisis Usaha Itik Raja (Mojosari
Alabio) Umur 0-7 Minggu Menggunakan Bungkil Inti Sawit yang diberi
Hemicell Pada Ransum”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa,
semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini.
Kepada Ibu Ir. Eniza Saleh, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir.
Armyn Hakim Daulay, MBA. selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak
yang ikut membantu.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di program studi peternakan, serta semua rekan mahasiswa
yang tak dapat disebutkan satu persatu di sini yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, 15 Februari 2012
DAFTAR ISI
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
Pelaksanaan Penelitian... ... 17
Persiapan Kandang dan Peralatannya.... ... 17
Biaya/Upah tenaga kerja ... 23
Biaya Sewa Kandang ... 23
Biaya Fumigasi ... 24
Total Seluruh Biaya Produksi ... 24
Total Hasil Produksi ... 25
Hasil Penjualan Itik Raja ... 25
Hasil Penjualan Kotoran Itik Raja ... 27
Analisis Keuntungan ( Laba-Rugi ) ... 28
Income Over Feed Cost (IOFC) ... 29
Analisis Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio) ... 30
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 34
Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR TABEL
No. Hal
1.Karakteristik dan Nilai Nutrisi Bungkil Inti Sawit . ... 11
2. Komposisi Asam dan Ketersediaan Amino Pada BIS... ... 12
3. Kebutuhan gizi itik pedaging... 14
4. Rataan bobot badan awal DOD ... 20
5. Biaya pembelian bibit DOD ... 21
6. Jumlah ransum itik raja selama penelitian (g/ekor) ... 22
7. Biaya ransum Itik selama penelitian (Rp/ekor) ... 22
8. Biaya obat – obatan tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 23
9. Biaya tenaga kerja selama penelitian (Rp/ekor) ... 23
10. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp/ekor) ... 24
11. Biaya fumigasi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 24
12. Total biaya produksi Selama Penelitian ... 25
13. Total biaya produksi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 25
14. Ratan bobot badan akhir itik (g/ekor) ... 26
15. Hasil penjualan itik (Rp/ekor) ... 26
16. Hasil hasil penjualan kotoran itik tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 27
17. Total hasil produksi ... 27
18. Total hasil produksi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 28
19. Keuntungan (laba – rugi) tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 29
20. Income Over Feed Cost (IOFC) tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Harga bahan-bahan ransum dan obat-obatan serta vitamin
selama penelitian ... 37
2. Biaya Pembelian Bibit... ... 38
3. Konsumsi Ransum Selama Penelitian... ... 38
4. Rataan konsumsi itik ... 39
5. Total Konsumsi Itik ... 39
6. Biaya ransum Itik selama penelitian (Rp/ekor) ... 39
7. Biaya obat – obatan tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 40
8. Biaya tenaga kerja selama penelitian (Rp/ekor) ... 40
9. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp/ekor) ... 40
10. Biaya fumigasi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 41
11. Total Biaya Produksi ... 41
12. Hasil penjualan Itik ... 42
13. Hasil penjualan kotoran itik raja tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 42
14. Total hasil produksi ... 42
15. Total hasil produksi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 43
16. Keuntungan (laba - rugi) tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 43
17. Income Over Feed Cost (IOFC) tiap perlakuan ... 44
18. B/C ratio tiap perlakuan ... 44
19. Rekapitulasi hasil penelitian ... 49
22. Kebutuhan R2 ... 46
23. Kebutuhan R3 ... 47
24. Kebutuhan R4 ... 47
25. Data Bobot Badan Akhir ... 48
26. Grafik Laba- Rugi ... 49
27. Grafik IOFC ... 49
28. Grafik B/C ... 49
29. Diagram Laba-Rugi ... 49
30. Diagram IOFC ... 50
ABSTRAK
RINALDO AGINTA GINTING., 2012 “Analisis Usaha Itik Raja (Mojosari Alabio) Umur 0-7 Minggu Menggunakan Bungkil Inti Sawit yang Diberi Hemicell Dalam Ransum”, di bimbingan oleh ENIZA SALEH dan ARMYN HAKIM DAULAY.
Analisis usaha perlu dilakukan untuk mengetahui keuntungan suatu usaha. Tujuan penelitian untuk mengetahui nilai usaha penggunaan Bungkil Inti Sawit yang ditambahkan Hemicell dalam ransum itik raja umur 0 – 7 minggu, dapat dilihat dari laba- rugi, income over feed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak program studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Ransum yang digunakan adalah ransum buatan sendiri . R0 (tanpa bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R1 (5%
bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R2 (10% bungkil inti sawit yang diberi
hemicell), R3 (15% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R4
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bungkil inti sawit yang dicampur
hemicell dalam ransum pada perlakuan R
(20% bungkil inti sawit yang diberi hemicell).
0, R1, R2, R3 dan R4
Kata kunci : analisis usaha, Bungkil Inti Sawit, Hemicell, itik raja
memberikan hasil yang berbeda terhadap rataan laba – rugi (Rp): 3.268, hasil rataan income over feed
cost (IOFC) (Rp): 8.254, hasil rataan B/C ratio: 1,16. Kesimpulan dari hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan Bungkil inti sawit yang diberi
hemicell pada Ransum itik raja dapat meningkatkan keuntungan, serta dapat untuk
ABSTRACT
RINALDO AGINTA GINTING., 2012 " Analysis of business of duck king (Mojosari Alabio) seven weeks age used of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration. Guided by ENIZA SALEH and ARMYN HAKIM DAULAY.
Analysis of business important for know profit on duck King farm.This research to determine analysis of business duck king (Mojosari Alabio) seven weeks age used of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration which can be seen from profit and loss, income over feed cost and benefit cost ratio. The research was conducted at the Laboratory of Biology of Livestock
Husbandry Course, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. Rations used were homemade. Research design used complete randomized design with five treatments and four replications. R0 (without palm kernel cake which is mixed with
hemicell), R1 (5% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R2 (10% palm
kernel cake which is mixed with hemicell), R3 (15% palm kernel cake which is
mixed with hemicell), R4
The results showed that
(20 palm kernel cake which is mixed with hemicell).
the kernel cake which is mixed with hemicell in ration treatment R0, R1, R2, R3 and R4 give significant difference for profit and
loss (Rp): 3.268, income over feed cost (IOFC) (Rp): 8.254 and benefit cost ratio is
1,16. The concluded is the result Utilization of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration of duck king will increase profits, and can be applied on duck king farm. Palm kernel cake at a given level of 20% hemicell 2cc/kg give the best results
Keywords:
.
Analysis of business, palm kernel cake, Hemicell , duck King.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu tujuan peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan protein
hewani masyarakat, sehingga permasalahan kekurangan gizi masyarakat Indonesia
akan protein hewani dapat ditanggulangi.
Secara nasional unggas merupakan penyumbang terbesar dalam upaya
pemenuhan protein asal hewani. Pada tahun 2009 total produksi daging
diperkirakan sebanyak 2,5 juta ton yang terdiri dari daging sapi dan kerbau 0,5 juta
ton, kambing dan domba 0,1 juta ton, babi 0,2 juta ton, ayam buras 0,3 juta ton,
ayam ras pedaging 1,0 juta ton dan ternak lainnya 0,1 juta ton. Dengan demikian
produksi daging terbesar disumbang oleh ayam ras pedaging 46,6%, sapi dan
kerbau 20,4%, ayam buras 13,0%, dan babi 10,1%. Bila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya (2008) produksi daging mengalami peningkatan yaitu 8% persen
dan peningkatan terbesar berasal dari ternak domba 15,3%, diikuti ternak kuda
5,6%, kerbau 5,4%, babi 4,9%, kambing 4,2%, ayam buras 3,4%, ayam ras petelur
3,1%, sapi 3,1% dan itik 2,9% (Program Swasembada Daging Sapi 2014).
Ternak itik merupakan unggas air yang tersebar luas di pedesaan yang dekat
dengan sungai, dikawasan persawahan yang luas, rawa atau pantai dengan
pengelolaan yang masih tradisional. Populasi ternak itik yang tinggi dan perannya
yang penting bagi kehidupan manusia sebagai sumber gizi berupa daging dan telur
Penyediaan bahan pakan dalam jumlah yang cukup dan mengandung nilai nutrisi
yang mencukupi bagi kelangsungan hidup dan produksi ternak. Seiring dengan
kemajuan teknologi sekarang ini, dapat dilakukan peningkatan produksi pada
ternak terutama pada ternak itik pedaging unggul. Semua cara tersebut dapat
dilakukan dengan meningkatkan kualitas bahan ransum yang diberikan kepada itik
pedaging agar dapat menghasilkan produksi maksimal.
Disamping untuk meningkatkan kualiatas bahan ransum, sekarang ini
banyak dilakukan pengolahan bahan pakan ternak dengan memanfaatkan
limbah-limbah atau hasil samping pertanian dan perkebunan, terutama limbah-limbah hasil
perkebunan sawit yaitu bungkil inti sawit yang melimpah di Indonesia salah
satunya di daerah Sumatera Utara.
Bungkil Inti Sawit tersebut merupakan potensi untuk dijadikan bahan baku
dalam penyusunan ransum unggas, namun penggunaannya masih terbatas. Hal
demikian disebabkan karena bungkil inti sawit memiliki keterbatasan yaitu
kandungan serat kasar yang cukup tinggi (terutama lignin), serta palatabilitasnya
rendah. Pada umumnya bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi
memiliki nilai kecernaan yang rendah, sehingga penggunaan bungkil inti sawit
dalam ransum menjadi terbatas. Penggunaan serat kasar yang tinggi, selain dapat
menurunkan komponen yang mudah dicerna juga menyebabkan penurunan
aktivitas enzim pemecah zat-zat makanan, seperti enzim yang membantu
pencernaan karbohidrat, protein dan lemak (Sembiring, P.,2006).
Melakukan pengunaan bahan ransum lain perlu dilakukan untuk menyiasati
peningkatan produksi ternak, yaitu dengan penambahan bungkil inti sawit yang
efeisiensi penggunaan ransum. Efisiensi penggunaan ransum berarti meningkatkan
nilai tambah usaha peternakan. Penggunaan bungkil inti sawit yang ditambahkan
hemicell dalam ransum, diharapkan dapat meningkatkan daya cerna sehingga
zat-zat nutrisi lebih banyak diserap oleh tubuh untuk pertumbuhan maupun produksi
ternak. Memanfaatkan bungkil inti sawit yang ditambahkan hemicell dalam ransum
itik tersebut diharapkan dapat menghasilkan ransum yang berkualitas tinggi.
Pemanfaatan hasil samping perkebunan yaitu bungkil inti sawit yang
ditambahkan hemicell dalam ransum diharapkan mampu memenuhi kebutuhan
akan nutrisi untuk ternak terutama itik raja agar dapat terwujud penggunaan bahan
ransum murah, efesien dan efektif sehingga dapat tercapainya kebutuhan protein
hewani bagi masyarakat.
Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis usaha penggunaan bungkil inti sawit yang diberi
hemicell pada ransum itik raja (Itik Mojosari Alabio) umur 0-7 Minggu.
Hipotesis Penelitian
Dengan pemberian bungkil inti sawit yang diberi Hemicell pada ransum
pada tingkat tertentu dapat menekan biaya pada pakan ternak itik raja dan dapat
meningkatkan pendapatan peternak.
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan informasi bagi peternak itik raja serta masyarakat pada
umumnya, mengenai nilai ekonomi pemberian bungkil inti sawit yang diberi
hemicell terhadap produksi itik raja.
Sebagai bahan informasi bagi instansi pemerintahan (Dinas Pertanian, Dinas
peneliti) mengenai pemberian bungkil inti sawit yang diberi hemicell terhadap
produksi itik raja ditinjau dari nilai usaha.
Sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dikawasan
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Usaha
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu
usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai
kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak
untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk
merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar
skala usaha. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan
tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya. Menurut Suharno dan
Nazaruddin (1994) gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah
dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis dapat juga memberikan informasi
lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit
(bakalan), ransum dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan
yang diperoleh.
Usaha pertanian di Asia tidak lagi sekedar kegiatan sampingan, tetapi telah
berubah pula menjadi kegiatan komersial yang ditandai dengan pendekatan biaya,
pendapatan, interakasi antara modal dan tenaga kerja (Prawirokusuma, 1990).
Analisis usaha mutlak dilakukan bila seseorang hendak memulai usaha.
Analisis usaha dilakukan untuk mengukur atau menghitung apakah usaha tersebut
menguntungkan atau merugikan. Analisis usaha memberi gambaran kepada
peternak untuk melakukan perencanaan usaha. Dalam analisis usaha diperlukan
beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar dapat berubah sesuai dengan perkembangan
Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
menjalankan proses usaha. Jika seluruh biaya produksi usaha ternak itik pedaging
dapat diketahui, maka keadaan harga persatuan produksi akan mudah
diperhitungkan. Untuk menghitung keadaan harga persatuan produksi haruslah
diketahui terlebih dahulu jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan dibagi dengan
banyaknya produksi daging yang dihasilkan akan menghasilkan angka atau nilai
biaya persatuan produksi (Sudarmono, 2003).
Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya
produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Maka dapat
dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban
yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau
jasa yang siap untuk dipakai konsumen (Nuraini, 2003).
Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap
dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau
tidak ada itik di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : gaji pekerja
bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain.
Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan
jumlah produksi itik pedaging yang diusahakan.Semakin banyak itik semakin besar
pula biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam produksi peternakan secara total.
Pada pemeliharaan itik pedaging, biaya pakan mencapai 60% - 70% dari total biaya
produksi (Rasyaf, 1995).
Menurut (Lipsey et al., 1995) biaya tetap adalah jumlah biaya yang
berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya
produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya tidak tetap.
Penerimaan
Penerimaan adalah hasil penjualan (output) yang diterima produsen.
Penerimaan dari suatu proses produksi dapat dihitung dengan mengalikan jumlah
produksi yang dihasilkan dengan harga jual produksi tersebut (Budiono, 1990).
Penerimaan merupakan jumlah hasil peternakan seperti penjualan hasil ternak
dikalikan dengan harga merupakan jumlah yang diterima(Rasyaf,1995).
Penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil
usaha, seperti panen tanaman dan barang olahannya, serta panen dari peternakan
dan barang olahannya, seperti hasil penjualan ternak dan tambahan modal hasil
penjualan ternak (Kadarsan, 1995). Besarnya penerimaan total dari perusahaan
akan tergantung kepada banyaknya penjualan produk atau jasa.
Pendapatan
Perusahaan yang beroperasi atau mempunyai kegiatan sesuai dengan
didirikannya perusahaan tersebut akan mengharapkan adanya penerimaan
pendapatan dari operasi perusahaan yang dilaksanakan. Bagi perusahaan yang
memproduksi barang, maka penerimaan pendapatan berasal dari penjualan barang
tersebut. Demikian juga dengan perusahaan jasa, penerimaan pendapatan
perusahaan tersebut berasal dari usaha penjualan jasa yang dilakukan perusahaan
tersebut
(Agus, 1990).
Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang kontan
masyarakat adalah hasil ”penjualanya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya
pada sektor produksi. Dan sektor produksi ini”membeli” faktor-faktor produksi
tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku
dipasar faktor produksi. Harga faktor produksi dipasar faktor produksi ( seperti
halnya juga untuk barang-barang dipasar barang ) ditentukan oleh tarik menarik,
antara penawaran dan permintaan.
Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu
usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (penjualan itik pedaging, baik itu
hidup atau karkas) maupun hasil samping penjualan seperti tinja dan alas ”litter”
(Rasyaf, 1995).
Analisis Laba-Rugi (Keuntungan – Kerugian)
Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika
jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah
pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara
ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh
angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah
pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya agar peternak atau pengusaha dapat
mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha (Murtidjo, 1995).
Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan
masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.
Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif,
perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan
mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain yang
Laporan laba rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh
pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar
jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama
(Kasmir dan Jakfar, 2005).
Menurut Soekartawi (2003) rumus dari keuntungan adalah:
Dimana :
π = Keuntungan
TR = Total Revenue (Total pendapatan) TC = Total cost (Total biaya)
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan dengan
total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini
merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan
biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan
menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan.
Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan
bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).
B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)
Efisiensi usaha ditentukan dengan menggunakan konsep benefit cost ratio
(BCR), yaitu imbangan antara total penghasilan (out put) dengan total biaya (input).
Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin besar nilai
BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo - karo et al., 1995).
π = TR - TC
Benefit/Cost ratio adalah merupakan perbandingan antara total penerimaan
dengan total biaya. Semakin besar B/C ratio maka akan semakin besar pula
keuntungan yang diperoleh petani mengalokasikan faktor produksi dengan lebih
efiisien (Soekartawi,2003).
B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya
yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total
penerimaan dengan total pengeluaran. Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk
mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan
mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana
B/C Ratio > 1 : Efisien B/C Ratio = 1 : Impas
B/C Ratio < 1 : Tidak efisien
Total hasil produksi (pendapatan)
B/C-Ratio =
Total biaya produksi (pengeluaran)
Hemicell
Hemicell ® Feed Enzim adalah persiapan enzim yang dihasilkan oleh strain
Bacillus lentus, menggunakan teknik fermentasi konvensional. Produk ini adalah
air berwarna coklat cair, yang berisi minimal 7,2 x 10 8 UL -1 dari β-D-
mannanase. Ini dapat digunakan untuk penggemukan ayam dan itik. Dosis
penggunaan yang dianjurkan 79.200 U kg -1 feedingstuffs lengkap
(Chemgen Corporation,2000).
Penambahan Hemicell ® Enzim pakan dengan dosis yang dianjurkan secara
dianjurkan pada ayam untuk penggemukan. Ayam untuk penggemukan ditoleransi
12 kali dosis yang dianjurkan Hemicell (Chemgen Corporation,2000).
Bungkil Inti Sawit (BIS)
Kelapa sawit (Elaeis gueneensis, Jack) dalam susunan taksonominya
tergolong ke dalam phillum Angiospermae, sub phillum Monocotyledonae, division
Corolliferae, ordo Palmales, tribe Cocoineae, genus Elaeis dan spesies gueneensis
(Hartadi et al.,1990 ; Surbakti, 1982).
Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu
hadir dan berkiprah di Indonesia dan berkembang dengan baik dan produk
olahannya minyak sawit dapat menjadi salah satu komoditi perkebunan yang
handal (Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).
Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstrasi inti sawit. Bahan ini
dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Devendra, 1997).
Zat makanan yang terkandung dalam bungkil inti sawit cukup bervariasi, tetapi
kandungan yang terbesar adalah protein berkisar antara 18-19%
(Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).
Protein dan asam amino pada bungkil inti sawit (BIS)
Pada BIS terdapat 18.15% protein kasar terlihat pada Tabel 1. Tingkatan ini
adalah terlalu rendah untuk digunakan dalam awal pertumbuhan pada itik, tetapi
protein cukup untuk pertumbuhan unggas yang sudah dewasa. Karakteristik dan
nilai nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik dan Nilai Nutrisi Bungkil Inti Sawit
Kandungan Nutrisi %
Protein kasar 18.15
Serat kasar 15.89
Bahan kering 91.08
GE (Kkal/g) 4.8964
Tabel 2. Komposisi Asam dan Ketersediaan Amino Pada BIS
Kandungan Zat Komposisi Ketersediaan
(A) (B) (C) (%) (B)
Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil lain. Namun
demikian masih layak dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino
esensialnya cukup lengkap dan imbangan, kalsium dan fosfor cukup baik
(Lubis, 1992).
Pengaruh Pemberian BIS terhadap pertumbuhan Itik
Penggunaan BIS menunjukkan sebanyak 20% bisa diberikan kepada itik
pedaging tanpa ada pengaruh negatif (Yeong, 1980) dan (Hutagalung, 1980).
Onwudike, 1986 menyatakan penggunaan BIS terhadap pertumbuhan 28%-35%
bisa diberikan dan tidak memberikan pengaruh negatif. Asam amino dan energi
yang metabolisme adalah dua pertimbangan yang penting di dalam pertumbuhan
Itik Raja
Itik mojosari banyak ditemukan di Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari,
Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Sedangkan, penyebarannya mencakup daerah
Jawa Timur dan Jawa Barat. Itik Mojosari mempunyai ciri- ciri spesifik sebagai
berikut : bulu pada betinannya berwarna coklat tua kemerahan dengan beberapa
variasi yang tampak diseluruh permukaan tubuh, sedangkan pada jantan bulu pada
bagian kepala, leher, dan dada berwarna coklat gelap mendekati hitam, bagian perut
agak keputih- putihan, serta pada bagian punggung coklat tua. Bulu dibagian
ekornya melengkung keatas dan pada bagian sayap terdapat bulu suri yang
berwarna hitam mengkilap. Paruh dan kaki itik mojosari betina berwarna hitam,
sedangkan pada itik jantan paruh dan kaki tampak lebih hitam dari betina. Selain
itu, ada juga itik mojosari(betina dan jantan) yang berwarna putih polos dengan
warna paruh dan kaki kuning. Itik seperti ini sering disebut itik mojosari putih.
Namun, populasinya sudah sangat jarang. Bobot telur itik mojosari coklat rata- rata
69 g dan itik mojosari putih 65,2 g. Produksi telur itik mojosari coklat 238 butir
per tahun dan itik mojosari putih 219 butir per tahun sehingga kebutuhan gizi itik
ini dapat dilihat pada Tabel 3 (Supriyadi, 2009).
Hasil penelitian mengenai itik belum banyak dipublikasikan,sehingga cara
pemeliharaan itik dengan intensif, di Indonesia masih belum bisa dilakukan. Petani
peternak masih berpendapat bahwa pemeliharaan itik dengan cara ekstensif lebih
Tabel 3. Kebutuhan gizi itik pedaging
Zat Satuan 0 - 4 minggu 4 - 6 minggu
Protein % 20 - 21 19 - 20
Energi Kkal/kg 2.800 – 2.900 2.900 - 3.000
Sumber : Supriyadi (2009).
Itik Raja memiliki ciri - ciri sebagai berikut : 1) Warna bulu coklat kehitam
- hitaman dengan kombinasi warna putih pada bagian bawah dada dan perut. 2)
Pada bagian leher terdapat bintik - bintik putih memanjang dari bawah mulut
hingga bawah perut. Pada bagian sayap terdapat beberapa lembar bulu suri yang
mengkilap berwarna biru kehitaman. 3) Pada bagian kepala terdapat garis putih,
tepatnya di atas mata menyerupai alis. 4) Warna paruh dan kaki hitam, tetapi ada
juga yang paruhnya berwarna hitam dan kakinya berwarna kuning. Hal ini
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A
Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara Medan. Penelitian ini berlangsung selama 7 minggu dimulai dari Bulan Juni
sampai dengan Agustus 2011.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Day Old Duck (DOD)
sexing anak jantan Itik Raja sebanyak 100 ekor. Bahan pakan penyusun ransum
terdiri dari tepung jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan,
minyak nabati, bungkil inti sawit yang sudah dicampur hemicell, dan top mix. Air
minum untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh. Air gula untuk mengurangi
stress dari kelelahan saat transportasi. Formalin 40% dan KMnO4
Alat
(kalium
permanganat) untuk fumigasi kandang. Vitamin seperti neobro dan vitachick ®
sebagai suplemen tambahan.
Kandang sebanyak 20 plot, berukuran 1 m x 1 m x 80 cm, setiap plot berisi
masing-masing 5 ekor DOD, tempat pakan sebanyak 40 buah, tempat minum
sebanyak 20 buah, timbangan Salter dengan skala 5 kg dengan ketelitian 0,01 g,
alat- alat kebersihan seperti ember, sapu lidi, alat penerangan dan pemanas berupa
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Dengan perlakuan pemberian ransum,
yaitu :
= 10 % BIS yang diberi Hemicell sebanyak 2cc/kg
3
R
= 15 % BIS yang diberi Hemicell sebanyak 2cc/kg
4
Ulangan yang didapat berasal dari rumus :
= 20 % BIS yang diberi Hemicell sebanyak 2cc/kg
t(n-1) ≥15
5(n-1 )≥15 5n-5≥15 5n≥20 n≥4
Dengan susunan sebagai berikut :
R01 R13 R24 R34 R4
Model matematika percobaan yang digunakan adalah :
1
Yij = µ + γi + εij
Dimana :
i = 1, 2, 3, . . . .i = perlakuan j = 1, 2, 3, . . . .i = ulangan
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke j µ = nilai tengah umum
γi = pengaruh perlakuan ke-i
IOFC = (Bobot badan akhir itik – bobot badan awal x harga jual itik/kg) – (Total konsumsi pakan x harga pakan perlakuan/kg) Parameter Peneletian
1. Laba – Rugi (L/R)
Analisa laba-rugi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut
menguntungkan atau rugi dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan
(total reserve) dan total pengeluaran (total cost).
2. Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih
pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum. Pendapatan
merupakan perkalian antara pertambahan bobot badan akibat perlakuan (dalam Kg
bobot hidup) dengan harga jual, sedangkan biaya ransum adalah biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan pertumbuhan bobot badan ternak
(Prawirokusumo, 1990).
3. Analisis B/C-Ratio (benefit / cost ratio)
B/C ratio adalah merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan
total biaya. Semakin besar B/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan
yang diperoleh petani mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efiisien
(Soekartawi,2003).
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah sistem plot, terdiri dari 20 unit, setiap unit
terdapat 5 ekor DOD (Day Old Duck). Sebelum DOD dimasukkan, kandang
Rodalon dan fumigasi menggunakan formalin 40% dan KMnO4
2. Random DOD (Day Old Duck)
. Kandang
dilengkapi dengan tempat pakan dan minum serta alat penerangan. Istirahat
kandang dilakukan selama 1 minggu. Air gula diberikan pada saat DOD baru tiba
untuk mengurangi cengkaman stres selama perjalanan.
Sebelum DOD dimasukkan kedalam kandang, terlebih dahulu dilakukan
homogenitas berat awal DOD, kemudian dilakukan pengambilan secara acak
(random) yang bertujuan untuk memperkecil nilai keragaman dan menghilangkan
subjektivitas serta untuk menghindari bias (galat percobaan) lalu ditempatkan pada
masing-masing unit sebanyak 5 ekor.
3. Penyusunan Ransum
Bahan penyusun ransum yang digunakan terdiri dari tepung jagung, dedak
padi, bungkil kedelai, tepung ikan, bungkil inti sawit, minyak nabati, kapur dan top
mix.
Bahan penyusun ransum yang digunakan terdiri dari tepung jagung, dedak
padi, Bahan penyusun ransum yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai
komposisi susunan ransum yang telah ditentukan dalam formulasi tiap perlakuan.
Metode yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara manual dan
ransum disusun dua kali seminggu untuk mencegah terjadinya ketengikan pada
ransum.
4. Pemeliharaan Itik
Itik dipelihara dalam kandang perlakuan yang diberi pemanas dan
penerangan (lampu pijar 45 watt). Ransum dan air minum diberikan secara
Alas kandang diberi serbuk gergaji kayu untuk melindungi ternak dari
kelembaban sehingga ternak menjadi lebih hangat. Pemberian serbuk kayu ini
digunakan pada awal ternak atau itik masuk sampai dengan umur 4 minggu, setelah
tumbuh bulu pada itik serbuk kayu tidak lagi digunakan. Itik di pelihara langsung
ke liter sampai pemanenan.
5. Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan setiap minggu selama penelitian (7 minggu).
6. Analisis Data
Data yang diperoleh dari setiap pengamatan ditabulasi kemudian dianalisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Usaha
1. Total Biaya Produksi
Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung : biaya bibit,
biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja, biaya sewa kandang dan
biaya fumigasi.
1.1. Biaya Pembelian Bibit
Bobot badan awal bibit Day Old Duck ( DOD) itik raja merupakan acuan
utama total hasil produksi yang diterima (laba/rugi) setelah diperoleh bobot badan
akhir dari perlakuan. Rataan bobot badan awal DOD itik Raja/perlakuan, dapat di
lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan bobot badan awal DOD
Perlakuan
Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan
Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit Day Old
Duck (DOD) dan harga saat pembeliaan DOD sebesar Rp. 3000/ekor untuk itik
Biaya pembelian bibit keseluruhan didapat Rp. 300.000. Dengan asumsi
100 ekor DOD dikali dengan harga DOD Rp. 3000/ekor. Sehingga didapat harga
beli bibit DOD keseluruhan Rp.300.000. Biaya pembelian bibit DOD dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Biaya pembelian bibit DOD (Rp/perlakuan)
Perlakuan
Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan
1.2. Biaya Ransum
Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan ransum yang diperoleh dari
perkalian antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan harga ransum
perkilogram, sehingga diperoleh biaya ransum yang dikonsumsi selama penelitian.
Bahan ransum yang terdiri dari tepung jagung, tepung ikan, bungkil kedelai,
bungkil kelapa, dedak, bungkil inti sawit yang dicampur Hemicell, kapur, top mix
dan minyak makan. Rataan biaya ransum itik raja selama penelitian sebesar Rp
17.014pada perlakuan R0, Rp 17.152 pada perlakuan R1, Rp 16.313 pada perlakuan
R2, Rp 15.778 pada perlakuan R3 dan Rp 15.170 pada perlakuan R4. Rataan biaya
ransum yang terbaik di peroleh pada perlakuan R4 sebesar Rp. 15.170,
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Biaya ransum pada perlakuan R4 lebih
rendah dari perlakuan yang lain. Jumlah ransum itik raja selama penelitian tertera
Tabel 6. Jumlah ransum itik raja selama penelitian (g/ekor)
Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan
Setelah diketahui jumlah ransum yang digunakan selama penelitian maka
dapat diketahui total biaya konsumsi selama penelitian. Biaya konsumsi ransum
dapat dihitung dari total jumlah ransum yang dikonsumsi itik raja tiap perlakuan
selama penelitian dikalikan dengan harga ransum tiap perlakuan. Biaya seluruh
konsumsi ransum selama penelitian tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Biaya ransum itik raja selama penelitian (Rp/ekor)
Perlakuan
Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan
1.3.Biaya Obat – obatan
Biaya obat – obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat – obatan
yang diberikan selama penelitian. Obat – obatan yang diberikan adalah vitachick,
neobro dan gula merah sebagai sumber tambahan vitamin dan energi yang
dicampurkan kedalam air minum. Dengan rincian harga vitachick sebanyak 3
bungkus dengan harga perbungkus Rp 2.500 dan neobro sebanyak 1,5 bungkus
dengan harga Rp 18.000 serta pembelian gula merah sebesar Rp 8.000 dan 4
bungkus cimahi dengan harga perbungkus Rp. 3.000 . Pemberian air gula untuk
memberikan energi pada anak itik yang baru datang serta vitamin diharapkan agar
jenis penyakit yang dapat menyerang itik raja tersebut. Biaya Obat- obatan selama
penelitian tertera pada Tabel 8
Tabel 8. Biaya obat – obatan tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan
Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan
1.4. Biaya/Upah tenaga kerja
Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk
memelihara itik raja selama penelitian. Berdasarkan Upah Minimum Regional
Propinsi Sumatera Utara (UMRP) sebesar Rp. 1.035.000,00/bulan. Dengan asumsi
1 orang tenaga kerja dapat menangani 5000 ekor itik raja . Sehingga biaya yang
dikeluarkan untuk 100 ekor itik raja sebesar Rp. 33.810,00 selama 49 hari. Biaya
atau upah tenaga kerja tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Biaya tenaga kerja selama penelitian (Rp/ekor)
Perlakuan
Keterangan: Upah tenaga kerja berdasarkan UMRP SUMUT (Upah Minimum Regional Propinsi Sumatera Utara) sebesar Rp. 1.035.000,00/bulan.
Dengan asumsi 1 orang tenaga kerja dapat menangani 5000 ekor itik raja .
1.5. Biaya Sewa Kandang
Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan
kandang diperhitungkan berdasarkan nilai dari sewa kandang sehingga diperoleh
kandang selama penelitian sebesar Rp. 250.000. Dan biaya untuk sewa kandang
untuk itik raja tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp/ekor)
Perlakuan
Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan
1.6. Biaya Fumigasi
Biaya fumigasi adalah biaya yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan
untuk pembelian bahan–bahan yang diperlukan dalam melakukan fumigasi. Seperti
pembelian formalin dan KMnO4. Dengan rincian harga formalin sebanyak 1 liter
seharga Rp 10.000 dan KMnO4
Tabel 11. Biaya fumigasi tiap perlakuan (Rp/ekor)
dengan harga Rp 15.000. Biaya untuk
melaksanakan fumigasi tertera pada Tabel 11.
Perlakuan
Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan
1.7. Total seluruh biaya produksi selama penelitian
Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya
Tabel 12. Total biaya produksi selama penelitian
Total Biaya Produksi Rupiah (Rp)
Biaya pembelian bibit 300.000
Biaya pembelian ransum 1.628,592
Biaya obat – obatan 54.500
Biaya/upah tenaga kerja 33.810
Biaya sewa kandang 250.000
Biaya fumigasi 25.000
Total 2.291,902
Berdasarkan total biaya produksi maka dapat diketahui total biaya produksi
untuk tiap perlakuan selama penelitian. Total biaya produksi terbaik dapat kita lihat
pada perlakuan R4 sebesar Rp. 20.156. Total biaya produksi dikatakan terbaik pada
perlakuan R4 karena lebih kecil dari total biaya R0,R1,R2 dan R3
Tabel 13. Total biaya produksi tiap perlakuan (Rp/ekor)
dan jumlah total
biaya selama penelitian tiap perlakuan tertera pada Tabel 13.
Perlakuan Ulangan Total Rataan Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan
1. Total Hasil Produksi
Total hasil produksi adalah semua perolehan dari hasil penjualan yaitu
penjualan itik raja dan penjualan kotoran itik raja.
2.1. Hasil Penjualan itik raja
Penjualan itik raja diperoleh dari harga jual itik raja perkilogram dikali rata-
rata bobot badan akhir itik. Rata- rata bobot badan akhir itik raja yaitu sebesar
1.293,88 gram atau sebesar 1,29 kilogram dan harga waktu penjualan itik yaitu
sebesar Rp 2.328,984. Rataan bobot badan akhir dan hasil penjualan itik raja tertera
pada Tabel 14 dan Tabel 15.
Tabel 14. Ratan bobot badan akhir itik raja (g/ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan
Tabel 15. Hasil penjualan itik raja (Rp/ekor)
Perlakuan
Keterangan: Harga jual itik raja Rp 18.000/Kg
: Jumlah itik raja sebanyak 5 ekor/unit percobaan
Dari tabel 15 diperoleh hasil penjualan itik raja rata-rata pada R0 sebesar Rp
23.468,85/ekor, R1 sebesar Rp 23.634,45/ekor, R2 sebesar Rp 23.188,50/ekor, R3
sebesar Rp 23.142,60/ekor dan R4 sebesar Rp 23.014,80/ekor Dari kelima
perlakuan diatas penerimaan terbesar pada perlakuan R1 sebesar Rp 23.634,45, ini
di sebabkan pada perlakuan R1 mempunyai berat badan rata-rata itik 1.313,025 kg
lebih tinggi dari perlakuan R0 sebesar 1.303,825 danR2 sebesar 1.288,25 sehingga
2.2. Hasil Penjualan Kotoran itik raja
Penjualan kotoran itik raja diperoleh dari harga jual kotoran itik raja
perkilogram. Harga waktu penjualan yaitu sebesar Rp 2.500 /goni dikali total bobot
kotoran itik raja sebanyak 50 goni. Maka harga penjualan seluruh kotoran itik raja
adalah Rp 125.000.
Dan hasil penjualan kotoran itik selama penelitian tertera pada Tabel 16
Tabel 16. Hasil penjualan kotoran itik raja tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan
Keterangan: Harga jual kotoran itik raja Rp 125/Kg
Tabel 17. Total hasil produksi
Total Hasil Produksi Rupiah (Rp)
Hasil penjualan itik raja 2.328,984
Hasil penjualan kotoran itik raja 125.000
Total 2.453,984
Total hasil produksi usaha itik raja yang diperoleh dari hasil penerimaan
penjualan itik raja dan kotoran dengan mengalikan harga produksinya sebesar Rp
2.453,984 yang terdiri dari hasil penjualan itik raja sebesar Rp 2.328,984 dan hasil
penjualan kotoran itik raja sebesar Rp 125.000. Dan total hasil produksi selama
penelitian tertera pada Tabel 17
Penerimaan adalah hasil penjualan (output) yang diterima produsen.
Penerimaan dari suatu proses produksi dapat dihitung dengan mengalikan jumlah
produksi yang dihasilkan dengan harga jual produksi tersebut (Budiono, 1990).
Penerimaan bersumber dari penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan hasil
Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil
produksi, hasil penjualan itik raja ditambah hasil penjualan kotoran itik raja. Maka
total hasil produksi tiap perlakuan tertera pada Tabel 18.
Tabel 18. Total hasil produksi tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan
Ulangan Total Rataan
1 2 3 4
Keterangan: Jumlah itik raja sebanyak 5 ekor/unit percobaan
3. Analisis Usaha Berdasarkan Data – data Diatas
3.1. Analisis Laba – Rugi
Analisis usaha atau laba – rugi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha
tersebut untung atau rugi dengan cara menghitung selisih antara total hasil produksi
dengan total biaya produksi. Keuntungan yang terbaik dapat kita lihat pada
perlakuan R4
Keuntungan = Total Hasil Produksi – Total Biaya Produksi
= Rp 97.059 – Rp 80.625
= Rp 16.435
Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan ternak ditambah
penjualan kotoran ternak memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya
produksi yaitu biaya bibit, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya/upah tenaga
kerja, biaya sewa kandang dan biaya fumigasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Murtidjo (1995) yaitu keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat
dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar dari
pada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat,
memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus
dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau
pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha (Soekartawi 1995).
Diketahui bahwa total biaya produksi lebih kecil dibandingkan dengan total
hasil produksi. Pada perlakuan R0 dengan rata-rata keuntungan sebesar 2.718 dan
R4 dengan rata-rata 4.108. Dari hasil yang diperoleh perlakuan R4
Tabel 19. Keuntungan (laba / rugi) tiap perlakuan (Rp/ekor)
memiliki
keuntungan terbesar dengan pemakaian bungkil inti sawit yang diberi hemicell
sebanyak 20%, karena harga ransum pada level ini jauh lebih murah dibandingkan
pada level yang lain. Penelitian itik raja yang dilakukan selama 49 hari memberikan
keuntungan. Berikut dapat dilihat keuntungan (laba / rugi) pada Tabel 19.
Perlakuan Ulangan Total Rataan Keterangan: Jumlah itik raja sebanyak 5 ekor/unit percobaan
3.2. Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan usaha
peternakan dengan dikurangi biaya pakan. Income Over Feed Cost (IOFC) ini
merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan merupakan biaya
terbesar dalam usaha pemeliharaan ternak. Dan Income Over feed Cost selama
Tabel 20. Income Over Feed Cost (IOFC) tiap perlakuan (Rp/ekor) Keterangan: Jumlah itik raja sebanyak 5 ekor/unit percobaan
Berdasarkan tabel diatas diperoleh rataan IOFC pada perlakuan R4 sebesar
Rp 9.094, rataan IOFC pada perlakuan R3 sebesar Rp 8.614, rataan IOFC pada
perlakuan R2 sebesar Rp 8.125, rataan IOFC pada perlakuan R1 sebesar Rp
7.732 serta rataan IOFC pada perlakuan R0
Berdasarkan data diatas maka rataan IOFC yang tertinggi didapat pada
perlakuan R
sebesar Rp 7.704.
4
Analisis Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio)
sebesar Rp. 9.094 sehingga memberikan keuntungan.
Analisis B/C Ratio digunakan dalam suatu usaha untuk mengetahui layak
atau tidak usaha itu untuk dilanjutkan ke periode berikutnya atau sebaliknya usaha
tersebut dihentikan karena kurang layak. Dan B/C Ratio selama penelitian dapat
dilihat pada Tabel 21
Tabel 21. B/C ratio tiap perlakuan
Perlakuan Ulangan Total Rataan Keterangan: Jumlah itik raja sebanyak 5 ekor/unit percobaan
B/C ratio yang diperoleh analisis usaha itik pedaging mojosari alabio umur
0-7 minggu menggunakan bungkil inti sawit yang diberi hemicell pada ransum itik
perlakuan R4 yaitu sebesar 1.20 dan nilai rataan B/C ratio terendah diperoleh pada
perlakuan R0 dan R1 sebesar 1.12. B/C ratio tertinggi terdapat pada perlakuan R4
Semakin besar nilai B/C ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan
sebaliknya semakin kecil nilai B/C ratio maka semakin tidak efisien usaha tersebut.
Sesuai dengan pernyataan Kadariah (1987) yang menyatakan bahwa suatu usaha
dikatakan layak apabila total biaya pengeluaran lebih kecil dibandingkan dengan
total biaya pemasukan.
dapat meberikan keuntungan karena semakin tinggi B/C ratio akan memberikan
keuntungan dan semakin kecil B/C ratio maka keuntungan akan semakin kecil. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Karo – karo et al (1995) bahwa suatu usaha dapat
dikatakan memberikan keuntungan bila nilai B/C ratio diatas 1 (> 1).
3.3. Rekapitulasi Hasil Penelitian
Berdasarkan data-data diatas maka dapat dilihat rekapitulasi hasil penelitian
seperti pada Tabel 22
Tabel 22. Rekapitulasi hasil penelitian
Perlakuan
Parameter Penelitian Yang Diamati
Total biaya produksi
Dari tabel rekapitulasi hasil penelitian diatas dapat dilihat perbedaan hasil
dari tiap perlakuan. Pada perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 menunjukkan total hasil
penelitian yang berbeda-beda yaitu 24.718.9, 24.884.5, 24.438.5, 24.392.6 dan
salah satunya biaya ransum. Ransum merupakan biaya terbesar dalam usaha
peternakan yaitu 70 - 80%, biaya ransum rata-rata pada R0 sebesar Rp 3.990, R1
sebesar Rp 4.020,5, R2 sebesar Rp 3.838,5, R3 sebesar Rp 3.714 dan R4 sebesar Rp
3.572. Dilihat dari biaya ransum, biaya terendah pada R4 dan tertinggi R1 sehingga
R4 memberikan keuntungan dilihat dari biaya ransum,yang dikeluarkan
Keuntungan (laba) yang diperoleh pada perlakuan R
pada hasil
penelitian. Perbedaan jumlah ransum, harga ransum dan berat badan akhir itik dapat
mempengaruhi perbedaan total biaya produksi.
4 lebih tinggi yaitu
sebesar Rp 4.108 dan terendah pada perlakuan R3, R2, R1 dan R0 sebesar Rp 3.629,
3.140, 2.746 dan 2.718. Hal ini disebabkan efisiensi harga ransum dan biaya
ransum pada R4 lebih rendah sehingga mempengaruhi total hasil produksi dan total
biaya produksi.
Untuk mengetahui efisiensi penggunaan ransum secara ekonomis, selain
memperhitungkan bobot badan yang dihasilkan dan efisiensi ransum, faktor
efisiensi biaya juga perlu diperhitungkan. Income over feed cost (IOFC) adalah
salah satu cara untuk mengetahui efisiensi biaya yang diperoleh dari hasil penjualan
produksi dikurangi biaya ransum. Perhitungan IOFC ini terlepas dari biaya lain
yang belum diperhitungkan seperti upah tenaga kerja, sewa kandang, bibit dan lain
sebagainya yang tidak termasuk ke dalam kriteria yang diamati dalam biaya tetap,
maka IOFC pada penelitian diperoleh biaya tertinggi pada R
4 sebesar Rp 9.093,97
dan biaya terendah yaitu pada R0 sebesar Rp 7.703,89. Ini di sebabkan karena,
perbedaan biaya ransum pada perlakuan yang tidak sama sehingga nilai IOFC pada
setiap perlakuan berbeda-beda. Bukan hanya biaya ransum tetapi total pendapatan
Pada B/C ratio, nilai tertinggi diperoleh pada R4 sebesar 1.20 dan nilai
terendah diperoleh pada R0 dan R1
Rp 160,00. Semakin besar B/C ratio dalam usaha, maka akan semakin besar pula
keuntungan yang diperoleh peternak mengalokasikan faktor produksi dengan lebih
efiisien (Soekartawi,2003). Maka penggunaan bungkil inti sawit yang ditambahkan
hemicell pada ransum dari segi analisis usaha itik raja layak digunakan.
sebesar 1.12. B/C ratio merupakan
perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Pada hasil penelitian
diperoleh nilai rata-rata B/C ratio 1.16 ini berati setiap biaya yang dikeluarkan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan bungkil inti sawit yang ditambahkan hemicell pada ransum itik
raja dapat meningkatkan keuntungan dan dapat diterapkan pada usaha peternakan
itik raja. Bungkil inti sawit pada level 20% yang diberi hemicell sebanyak 2 cc/kg
memberikan hasil yang terbaik.
Saran
Dari hasil penelitian disarankan kepada para peternak untuk menggunakan
Bungkil inti sawit yang ditambahkan Hemicell dalam ransum ternak itik raja
DAFTAR PUSTAKA
Agus, 1990. Analisis Pulang Pokok, UGM-Press, Yogyakarta.
Budiono, 1990. Ekonomi Mikro Edisi Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.1 Edisi Kedua Cetakan ke II BEFE, Yogyakarta.
Chemgen Corporation. 2000. Hemicell Feed Enzyme. Chemgen corp.,USA.
Devendra, C.,1997. Utilation Feeding Stuff from the Oil Palm, Malaysia Society of Animal Production Serdang, Malaysia.
Hansen dan Mowen. 2001. Manajemen Biaya. Salemba Empat Patria, Jakarta.
Hartadi, H., L.E. Harris., L.C, Kearl., S. Lebdosoekojo., dan A.D, Tillman. 1990.
Tabel-Tabel dan Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. Published by The International. Feed Stuff Institude Utah Agric. Exp. St.,
Utah State University, Logan, Utah.
Hutagalung, R. I., 1980. Availability of Feedstuffs for Farm Animals. Proccedings First Asia-Australia Animal Science Congress, Abstract No 40:15.
Kadariah. 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Kadarsan, H., 1995. Keuangan Pertanian dan Pemembiayaan Perusahaan
Agribisnis. Cetakan ke Dua. PT Gramedia,Jakarta.
Karo – Karo, S., Junias Sirait and Henk Knipsheer. 1995. Farmers Shares,
Marketing Margin and Demand for Small Ruminant In North Sumatera,
Working Paper No.150 November.
Kasmir dan Jakfar. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Lipsey, R., P. Courant, D. Purvis dan P. Steiner, 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.
Lubis, A.V. 1992. Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis gueneensis JACK)
diIndonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat Bandur Kuala. SUMUT.
Murtidjo, B. A., 1995. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
Nwokolo , E. N., Bragg, D. B. And Saben, H. S., 1976. The Availability of Amino
Acids From Palm Kernel, Soybean, Cotton Seed Meal for The Growing Chick. Poultry Science 31:189-194.
Onwudike, O. C., 1986. Palm Kernel As A Feed for Poultry 2. Diets Containing
Palm Kernel Meal for Starter and Grower Pullets. Animal Feed Science
and Technology 16:187-194.
Prawirokusumo, S., 1990. Ilmu Gizi Komperatif. BPFE, Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Satyawibawa, I., dan Y.E. Widayastuti. 2000. Kelapa Sawit. Usaha Budidaya,
Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sembiring, P., 2006. Biokonversi Limbah Pabrik Minyak Inti Sawit Dengan
Phanerochaete Chrysosporium Dan Implikasinya Terhadap Performans Ayam Broiler. Disertasi. UNPAD. Bandung.
Soekartawi. 2003. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Sudarmono, A.S., 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Kanisius, Yogyakarta.
Suharno, B dan Nazaruddin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Supriyadi. 2009. Panen Itik Pedaging Dalam 6 Minggu. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Surbakti, P. 1982. Pembibitan Kelapa Sawit (Elaeis gueneensis, Jack) di Kebun
Betung PTP X (Persero) Palembang Untuk Proyek NES (Nucleus Estate Small Holders) IV. Laporan Praktek Kerja Lapang. Fakultas Pertanian
IPB.Bogor.
Wahyu, J., 1985, Ilmu Nutrisi Unggas, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Harga bahan-bahan ransum dan obat-obatan serta vitamin selama penelitian
Bahan-bahan Ransum Harga Keterangan
Tepung jagung 3000/Kg BahagiaTernak
Tepung ikan 6000/Kg Poultry Shop Sumber Ternak
Bungkil kedelai 6500/Kg BahagiaTernak
Bungkil Kelapa 1500/Kg BahagiaTernak
Dedak Halus 1500/Kg BahagiaTernak
Bungkil Inti Sawit dicampur
hemicell 2025/Kg Bapak warisman
Top mix 10000/Kg Poultry Shop Sumber Ternak
Minyak nabati 10000/Kg Pajak sore padang bulan
Vitachick 3000/bungkus BahagiaTernak
Neobro 18000/Kg Poultry Shop Sumber Ternak
Keterangan :
Lampiran 2. Biaya Pembelian Bibit
Lampiran 3.Konsumsi Ransum Selama Penelitian
Perlakuan Konsumsi ransum (g/ekor/minggu) Total Rataan
Lampiran 4. Rataan konsumsi itik
Lampiran 5. Total Konsumsi Itik
Perlakuan
Rataan 4.261,67 4.330,31 4.197,65 4.231,17 4.255,20
Total 85.103,97
Lampiran 6. Biaya ransum itik raja selama penelitian (Rp/ekor)
Lampiran 8. Biaya Tenaga
Rataan 1.690,50 1.690,50 1.690,50 1.690,50 1.690,50
Total 33.810,00
Lampiran 9. Biaya Sewa Kandang
Perlakuan
Lampiran 7. Biaya Obat-obatan
Lampiran 10.Biaya Fumigasi
Keterangan : harga formalin sebanyak 1 liter seharga Rp 10.000 dan KMNO4
dengan harga Rp 15.000
Lampiran 11. Total Biaya Produksi
Lampiran 12. Hasil penjualan Itik
R3 23.194,80 23.407,20 22.980,60 22.987,80 92.570,40 23.142,60
R4 22.766,40 23.637,60 22.699,80 22.955,40 92.059,20 23.014,80
Rataan 23.328,36 23.599,08 23.145,84 23.086,08 23.289,84
Total 465.796,80
Lampiran 13. Hasil penjualan kotoran itik raja tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan
Lampiran 14. Total hasil produksi
Total Hasil Produksi Rupiah (Rp)
Hasil penjualan itik raja 2.328.984
Hasil penjualan kotoran itik raja 12.5000
Lampiran 15. Total hasil produksi tiap perlakuan (Rp/ekor)
Keterangan: Jumlah itik raja sebanyak 5 ekor/unit percobaan
Lampiran 16. Keuntungan (laba - rugi) tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 19. Rekapitulasi hasil penelitian
Lampiran 17. Income Over Feed Cost (IOFC) tiap perlakuan
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 18. B/C ratio tiap perlakuan
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 20.Kebutuhan R0
Formula Ransum R0 Menggunakan Hemicell 0 %
Formula Ransum R1 Menggunakan Hemicell 5 %
Formula Ransum R2 Menggunakan Hemicell 10 %
Lampiran23.Kebutuhan R3
Formula Ransum R3 Menggunakan Hemicell 15 %
NO BAHAN Penggunaan PK
Lampiran 24 Kebutuhan R4
Formula Ransum R4 Menggunakan Hemicell 20 %
Perlakuan Bobot badan (g/ekor/minggu)
Awal I II III IV V VI VII
Lampiran 26. LABA/RUGI
Lampiran 27. Grafik IOFC
Lampiran 28. Grafik B/C Ratio
Lampiran 30. Diagram IOFC