ANALISIS CEMARAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA
SOTONG (Sepia sp) BERDASARKAN VARIASI UKURAN
SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
FRISKA MURINA GINTING
NIM : 050814056
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
FRISKA MURINA GINTING
NIM : 050814056
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
iii
PENGESAHAN SKRIPSI
ANALISIS CEMARAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA
SOTONG (Sepia sp) BERDASRKAN VARIASI UKURAN
SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
OLEH:
FRISKA MURINA GINTING
NIM : 050814056
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Desember 2010
Pembimbing I, Panitia Penguji,
(Drs. Chairul Azhar Dlt, M.Sc., Apt.) (Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt) NIP. 19490706 198002 1 001 NIP. 19480904 197412 2 001
Pembimbing II, (Dra. Salbiah, M.Si., Apt.) NIP. 19481003 198701 2 001
(Drs. Fathur Rahman Harun M.Si., Apt.) (Dra. Sudarmi, M.Si., Apt.) NIP. 19520104 198003 1 002 NIP. 19540910 198303 2 001
(Drs. Chairul Azhar Dlt, M.Sc., Apt.) NIP. 19490706 198002 1 001
Medan, Desember 2010 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Dekan,
(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP. 19531128 198303 1 002
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Cemaran Logam Berat Pb dan Cd Pada Sotong (Sepia sp) Berdasarkan
Variasi Ukuran Secara Spektrofotometri Serapan Atom”. Skripsi ini diajukan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar logam timbal (Pb)
dan kadmium (Cd) dalam sotomg segar dengan variasi ukuran yang berasal dari
Perairan Belawan. Ternyata semakin besar ukuran sotong semakin tinggi pula
kandungan logam berat timbal dan kadmium pada sotong tersebut. Kadar ini
masih memenuhi persyaratan yang diizinkan oleh SNI 01-3548-1994.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Chairul Azhar Dlt, M.Sc., Apt beserta Bapak Drs.
Fathur Rahman Harun M.Si., Apt., yang telah membimbing dengan penuh
kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian penulisan skripsi ini berlangsung.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah
v
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
tulus kepada orang tua, Ayahhanda Matius Ginting dan Ibunda Idaria Sitepu
tercinta, serta abang dan adik-adikku atas kasih sayang, doa, dorongan dan
pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.
Medan, Desember 2010
Penulis,
Friska Murina Ginting NIM. 050814056
Kehidupan manusia sangat bergantung pada lautan, yang seakan-akan laut
merupakan sabuk pengaman kehidupan tersebut. Laut merupakan tempat
bermuaranya semua sungai besar. Aliran Sungai Belawan dan Sungai Deli
diperkirakan telah tercemar logam berat yang melampaui ambang batas,
disebabkan adanya pembuangan limbah dari beberapa industri yang berada
disekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut.
Sotong (Sepia sp) salah satu biota laut yang hidup di dasar perairan laut
tropis di daerah laut dalam. Biota laut ini diambil sebagai sampel penelitian,
karena di duga biota laut ini sangat rentan terhadap cemaran.
Pemeriksaan yang dilakukan dalam biota laut tersebut adalh pemeriksaan
logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Dimana logam Pb dan Cd
merupakan logam toksik dan kadarnya dalam perairan Belawan telah melewati
ambang batas.
Pemeriksaan kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dalam
sampel daging sotong yang berasal dari Perairan Belawan di kelompokkan dalam
ukuran besar dan kecil. Pemeriksaan kedua logam ini dilakukan secara kuantitatif
menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom. Logam Pb diukur pada panjang
gelombang 283.3 nm dan Cd 228.8 nm. Konsentrasi logam ditentukan dengan
menggunakan kurva kalibrasi larutan standart.
Dari hasil analisa diperoleh kadar Pb pada sotong ukuran kecil dan besar
masing-masing 0,1878 mcg/g ; 0,3400 mcg/g dan kadar Cd sebesar 0,0552 mcg/g
vii
peroleh masih dibawah batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI 01-3548-1994
yaitu 2,0 mcg/g untuk timbal (Pb) dan 0,2 mcg/g untuk kadmium.
is a place All major rivers. Belawan river flow is estimated to have been
contaminated deli heavy metals which exeed the threshold, due to the disposal of
waste from some industries around two watersheds (DAS) is.
Cuttlefish (sepia sp) one of the marine that live in tropical marine waters in
the deep sea. Marine biota is taken as the study sample because marine life is
highly susceptible to contamination.
Examination will be undertaken in the marine biota is an examination of
heavy metal lead (Pb) and Cd where the metal Pb and is a toxic metal levels in
waters Belawan and has passed the threshold
Examination timbale content of heavy metals (Pb) and cadmium (Cd) in
the cuttlefish meat samples originating from Belawan waters, which are grouped
in small and large sizes. The second examination was conducted metals
quantitatively. Quantutative analysis of the two metals is done by using atomic
absorption spectrophotometry. Pb metal was measured at a wavelenght of
283.3 nm and Cd 228.8 nm. Metal concentration is determined using the
calibration cuve standard solution.
Analysis results obtained from Pb levels in the small cuttlefish and large
sizes respectively of 0,1878 mcg/g ; 0,3400 mcg/g and Cd levels of each of
0,0552 mcg/g ; 0,1456 mcg/g levels metals Pb and Cd obtained was higher by the
growing size of the cuttlefish and the two metal levels obtained were below the
limit set by maksimum in SNI 01-3548-1994 ie 2,0 mcg/g for lead (Pb) and
ix
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT... vii
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Balakang ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 3
1.3.Hipotesis... 4
1.4.Tujuan Percobaan... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Sotong ... 5
2.2. Pencemaran Air dan Lingkungan... 6
2.3. Toksisitas Logam pada Jenis Krustasea... 7
2.4. Logam Berat... 9
2.4.1. Timbal (Pb) ... 10
2.4.2. Kadmium (Cd) ... 11
2.5.2. Dekstruksi Kering ... 12
2.6. Spektrofotometri Serapan Atom ... 12
2.6.1. Instrumentasi ... 13
2.7. Uji Perolehan Kembali... 15
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17
3.2. Alat-Alat... 17
3.3. Bahan-Bahan ... 17
3.4. Sampel... 17
3.5. Prosedur ... 18
3.5.1. Metode Pengambilan Sampel... 18
3.5.2. Penyiapan Sampel ... 18
3.5.3. Pembuatan Pereaksi ... 18
3.5.3.1 Pembuatan Larutan HNO35N... 18
3.5.4. Proses Dekstruksi ... 19
3.5.5. Analisa Kuantitatif ... 19
3.5.5.1. Penentuan Panjang Gelombang Absorbsi Maksimum... 20
3.5.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 20
3.5.6. Analisis Logam Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Dalam Sampel ... 21
3.5.7. Uji Perolehan Kembali (Recovery)... 21
xi
3.5.7.2. Prosedur Uji Ketepatan ... 22
3.5.8. Uji Ketelitian... 22
3.5.9. Analisa Data Secara Statistik ... 22
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Panjang Gelombang Absorbsi Maksimum... 24
4.2. Kurva Kalibrasi Timbal ... 24
4.3. Kurva Kalibrasi Kadmium ... 25
4.4. Kadar Timbal dan Kadmium pada sotong ... 26
4.5. Uji Ketepatan dan Ketelitian... 27
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 29
5.2. Saran... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
LAMPIRAN... 32
Halaman
Tabel 1. Temperatur Nyala dengan Berbagai Kombinasi Bahan Bakar
dan Bahan Pengoksidasi ... 15
Tabel 2. Kadar Rata – Rata Timbal dan Kadmium Sebenarnya Dalam
Sotong Yang Berasal Dari Perairan Belawan ... 26
Tabel 3. Hasil Uji Ketepatan (% Uji Perolehan Kembali) dan Ketelitian
(% RSD) Logam Timbal ... 27
Tabel 4. Hasil Uji Perolehan Kembali Logam Kadmium Dalam Sotong
Yang Berasal Dari Perairan Belawan ... 28
Tabel 5. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Baku Pembanding Timbal
dan Kadmium dengan SSA... 36
Tabel 6. Perhitungan Persamaan Regresi Logam Timbal... 37
Tabel 7. Perhitungan Persamaan Regresi Logam Kadmium ... 39
Tabel 8. Data Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) dan Kadmium
(Cd)
Pada Sampel... 41
Tabel 9. Perhitungan Statistik Penetapan Kadar Timbal Dalam
Sampel A ... 44
Tabel 10. Perhitungan Statistik Penetapan Kadar Timbal Dalam
Sampel B... 45
Tabel 11. Perhitungan Statistik Penetapan Kadar Kadmium Dalam
xiii
Tabel 12. Perhitungan Statistik Penetapan Kadar Kadmium Dalam
Sampel B... 47
Tabel 13. Data Uji Ketepatan dan Ketelitian Logam Timbal ... 48
Tabel 14. Data Uji Ketepatan dan Ketelitian Logam Kadmium... 49
Tabel 15. Data Uji Recovery Kadar Timbal Pada Sampel
Yang Diperiksa ... 50
Tabel 16. Data Uji Recovery Kadar Kamium Pada Sampel
Yang Diperiksa ... 51
Tabel 17. Contoh Perhitungan Koefisien Variasi % RSD Logam Timbal
Pada Sampel A dan B ... 53
Tabel 18. Jenis Industri Yang Beroperasi Disekitar Sungai Deli Serta
Limbah Yang Dihasilkannya ... 54
Halaman
Gambar 1 Komponen Spektrofotometri Serapan Atom ... 14
Gambar 2 Kurva Kalibrasi Logam Timbal
Y = 0.0125 X – 0.000021 ... 24
Gambar 3 Kurva Kalibrasi Logam Kadmium
Y = 0.057 X + 0.0000... 25
Gambar 4 Panjang Gelombang Maksimum Logam Timbal ... 32
Gambar 5 Panjang Gelombang Maksimum Logam Kadmium ... 34
Gambar 6 Alat Spektrofotometri Serapan Atom Yang Digunakan
Dalam Analisa Kuantitatif ... 57
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran I Panjang Gelombang Maksimum Logam Timbal ... 32
Lampiran 2 Panjang Gelombang Maksimum Logam Kadmium... 34
Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Baku Pembanding
Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Dengan SSA ... 36
Lampiran 4 Perhitungan Persamaan Regresi Logam Timbal ... 37
Lampiran 5 Perhitungan Persamaan Regresi Logam Kadmium... 39
Lampiran 6 Data Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) dan
Kadmium (Cd) Pada Sampel... 41
Lampiran 7 Contoh Perhitungan Kadar Logam dalam Sampel... 42
Lampiran 8 Perhitungan Statistik Penetapan Kadar Timbal Dalam
Sampel Kode A ... 44
Lampiran 9 Perhitungan Statistik Penetapan Kadar Timbal Dalam
Sampel Kode B ... 45
Lampiran 10 Perhitungan Statistik Penetapan Kadar Kadmium Dalam
Sampel Kode A ... 46
Lampiran 11 Perhitungan Statistik Penetapan Kadar Kadmium Dalam
Sampel Kode B ... 47
Lampiran 12 Data Uji Ketepatan dan Ketelitian Logam Timbal ... 48
Lampiran 13 Data Uji Ketepatan dan Ketelitian Logam Kadmium ... 49
Lampiran 14 Data Uji Recovery Kadar Timbal (Pb) pada Sampel
Yang Diperiksa ... 50
Lampiran 16 Contoh PerhitunganRecovery Kadar Timbal (Pb)
Pada Sampel ... 52
Lampiran 17 Contoh Perhitungan Koefisien Variasi (% RSD)
Logam Timbal Pada Sampel A dan B... 53
Lampiran 18 Jenis industri yang beroperasi di sekitar sungai Deli
serta limbah yang dihasilkannya ... 54
Lampiran 19 Gambar Sampel Sotong Dengan Ukuran Besar dan Kecil... 56
Lampiran 20 Gambar Alat Spektrofotometer Serapan Atom,
vi
ABSTRAK
Kehidupan manusia sangat bergantung pada lautan, yang seakan-akan laut
merupakan sabuk pengaman kehidupan tersebut. Laut merupakan tempat
bermuaranya semua sungai besar. Aliran Sungai Belawan dan Sungai Deli
diperkirakan telah tercemar logam berat yang melampaui ambang batas,
disebabkan adanya pembuangan limbah dari beberapa industri yang berada
disekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut.
Sotong (Sepia sp) salah satu biota laut yang hidup di dasar perairan laut
tropis di daerah laut dalam. Biota laut ini diambil sebagai sampel penelitian,
karena di duga biota laut ini sangat rentan terhadap cemaran.
Pemeriksaan yang dilakukan dalam biota laut tersebut adalh pemeriksaan
logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Dimana logam Pb dan Cd
merupakan logam toksik dan kadarnya dalam perairan Belawan telah melewati
ambang batas.
Pemeriksaan kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dalam
sampel daging sotong yang berasal dari Perairan Belawan di kelompokkan dalam
ukuran besar dan kecil. Pemeriksaan kedua logam ini dilakukan secara kuantitatif
menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom. Logam Pb diukur pada panjang
gelombang 283.3 nm dan Cd 228.8 nm. Konsentrasi logam ditentukan dengan
menggunakan kurva kalibrasi larutan standart.
Dari hasil analisa diperoleh kadar Pb pada sotong ukuran kecil dan besar
masing-masing 0,1878 mcg/g ; 0,3400 mcg/g dan kadar Cd sebesar 0,0552 mcg/g
; 0,1456 mcg/g. Kadar logam Pb dan Cd yang diperoleh ini ternyata semakin
tinggi dengan semakin besarnya ukuran sotong dan kadar kedua logam yang di
viii
ABSTRACT
Human life is very dependent on the ocean, the sea is it the life belts. Sea
is a place All major rivers. Belawan river flow is estimated to have been
contaminated deli heavy metals which exeed the threshold, due to the disposal of
waste from some industries around two watersheds (DAS) is.
Cuttlefish (sepia sp) one of the marine that live in tropical marine waters in
the deep sea. Marine biota is taken as the study sample because marine life is
highly susceptible to contamination.
Examination will be undertaken in the marine biota is an examination of
heavy metal lead (Pb) and Cd where the metal Pb and is a toxic metal levels in
waters Belawan and has passed the threshold
Examination timbale content of heavy metals (Pb) and cadmium (Cd) in
the cuttlefish meat samples originating from Belawan waters, which are grouped
in small and large sizes. The second examination was conducted metals
quantitatively. Quantutative analysis of the two metals is done by using atomic
absorption spectrophotometry. Pb metal was measured at a wavelenght of
283.3 nm and Cd 228.8 nm. Metal concentration is determined using the
calibration cuve standard solution.
Analysis results obtained from Pb levels in the small cuttlefish and large
sizes respectively of 0,1878 mcg/g ; 0,3400 mcg/g and Cd levels of each of
0,0552 mcg/g ; 0,1456 mcg/g levels metals Pb and Cd obtained was higher by the
growing size of the cuttlefish and the two metal levels obtained were below the
limit set by maksimum in SNI 01-3548-1994 ie 2,0 mcg/g for lead (Pb) and
0,2 mcg/g for cadmium (Cd).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan adalah banyaknya
populasi manusia (laju pertambahan penduduk), sebab dengan tingkat
pertambahan penduduk yang tinggi, kebutuhan pangan, bahan bakar, pemukiman,
dan kebutuhan-kebutuhan dasar yang lain juga akan meningkat pula. Pada
akhirnya akan meningkatkan pembuangan limbah, yang mengakibatkan terjadinya
perubahan mendasar pada kualitas lingkungan hidup, terutama di negara
berkembang, di mana tingkat ekonomi dan tingkat penguasaan teknologi masih
rendah (Kristanto, 2002).
Kehidupan manusia sangat bergantung pada lautan, yang seakan-akan
laut merupakan sabuk pengaman kehidupan manusia. Laut merupakan tempat
bermuaranya semua sungai besar. Selain itu, merupakan tempat pembuangan
benda - benda asing dan pengendapan barang sisa yang diproduksi oleh manusia.
Banyak industri atau pabrik yang membuang limbah industrinya ke sungai,
sehingga laut akan mengalami pencemaran. Selain itu, pencemaran laut berasal
dari limbah rumah tangga, atmosfer, sampah, bahan buangan kapal, dan tumpahan
minyak kapal tanker. Limbah logam berat berbahaya dan beracun yang disingkat
dengan limbah B3 merupakan limbah yang harus diwaspadai karena sifatnya
2
Pada dasarnya, logam sangat diperlukan dalam proses produksi dari satu
pabrik, baik pabrik cat, aki/baterai, sampai produksi alat-alat listrik. Bahan yang
digunakan oleh pabrik itu dapat berbentuk logam murni, bahan anorganik maupun
bahan organik. Jumlah logam yang digunakan bervariasi menurut bentuk dan
jenisnya, tergantung pada jenis pabriknya (Darmono, 1995).
Dalam air, baik logam ringan maupun logam berat, jarang sekali
berbentuk atom tersendiri, tetapi biasanya terikat oleh unsur atau senyawa lain
sehingga berbentuk molekul. Ikatan itu dapat berupa garam organik, seperti
senyawa metil, etil fenil, maupun garam anorganik berupa klorida, sulfide,
karbonat, hidroksida dan sebagai oksidanya. Bentuk ion dari garam tersebut
biasanya banyak ditemukan dalam air kemudian bersenyawa atau diserap dan
tertimbun dalam tanaman dan hewan air. Logam kemudian bersenyawa dengan
bahan kimia jaringan dan membentuk senyawa metal organic. Logam berat dapat
bersenyawa dengan protein, sehingga senyawanya disebut metalotionein yang
dapat menyebabkan toksik.
Tokasitas logam pada manusia menyebabkan beberapa akibat negatif,
tetapi yang terutama adalah timbulnya kerusakan jaringan, terutama jaringan
detoksitasi dan ekskresi (hati dan ginjal). Beberapa logam mempunyai sifat
karsinogenik (pembentuk kanker), maupun teratogenik (Darmono 1995).
Menurut penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
Sumatera Utara (BAPEDALDASU) pada tahun 2003 bahwa aliran Sungai
Belawan dan Sungai Deli telah tercemar logam berat yang jauh melampaui
ambang batas seperti logam Hg, Pb, Zn, Cd, Cr. Tingginya kandungan logam
berat ini diduga disebabkan pembuangan limbah dari puluhan industri yang
berada disekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) di kedua sungai tersebut.
Sotong (Sepia sp) hidup di dasar perairan laut tropis di daerah laut dalam
yang memakan ikan-ikan kecil dan krustasea. Hewan ini termasuk phylum
mollusca yang bergerak lambat dari kelas cephalopoda (kaki hewan terletak di
kepala) (Oemarjati, 1990).
Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk memilih sotong (Sepia sp)
sebagai sampel penelitian, karena melihat pola hidupnya tersebut, baik dari habitat
maupun oleh faktor makananya, karena diduga spesies ini sangat rentan terhadap
cemaran, sehingga dapat digunakan sebagai indikator pencemaran logam berat.
Diantaranya logam Pb dan Cd yang merupakan logam toksik dan kadarnya dalam
perairan Belawan telah melewati ambang batas (Laporan Pemantauan Pelindo I,
2004).
Adapun alasan pemilihan metoda Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
karena metode ini dapat menentukan kadar logam tanpa dipengaruhi oleh
keberadaan logam yang lain dan cocok untuk pengukuran sampel dengan
konsentrasi yang rendah (Khopkar, 1990).
1.2Perumusan Masalah
- Apakah daging sotong segar yang berasal dari Perairan Belawan
mengandung logam timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dengan kadar yang
telah melewati nilai ambang batas maksimum cemaran logam berdasarkan
produk pangan ikan dan hasil olahannya menurut SNI 01-3548-1994.
- Apakah semakin besar ukuran sotong semakin tinggi pula kadar logam
4 1.3Hipotesis
- Daging sotong segar yang berasal dari Perairan Belawan mengandung
logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dengan kadar yang telah melewati
batas maksimum cemaran logam pada produk pangan ikan dan hasil
olahannya menurut SNI 01-3548-1994.
- Semakin besar ukuran sotong semakin tinggi kadar kandungan logam Pb
dan Cd pada sotong tersebut.
1.4Tujuan
- Untuk mengetahui kadar logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dalam
daging sotong segar dengan variasi ukuran yang berasal dari perairan
Belawan.
- Untuk mengetahui kandungan kedua logam tersebut dibandigkan terhadap
batas maksimum cemaran logam pada produk pangan ikan dan hasil
olahannya menurut SNI 01-3548-1994.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Sotong
Sotong merupakan moluska yang termasuk kelas cephalopoda (kaki hewan
terletak di kepala) yang terdiri dari cangkang internal yang terletak didalam
mantel, berwarna putih, berbentuk oval dan tebal, serta terbuat dari kapur. Tubuh
relatif pendek menyerupai kantung. Mantelnya berwarna merah jambu kehitaman
dan di selubungi selaput tipis dan pada kedua sisinya terdapat sirip lateral yang
memanjang dari ujung dorsal sampai ventral. (Oemarjati, 1990).
Sotong hidup didasar laut, yang memakan hewan Avertebrata yang berada
diatas permukaan dasar laut, seperti ikan-ikan kecil, krustacea, udang dan
kepiting. Sotong banyak mengandung jenis asam amino esensial yang penting
bagi manusia serta mengandung asam lemak tidak jenuh.
Adapun taksonomi dari sotong adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Cephalopoda
Sub kelas : Coleoidea.
Ordo : Sepioidea
Genus : Sepia
6 2.2 Pencemaran Air Dan Lingkungan
Kegiatan industri dan teknologi dapat memberikan dampak langsung,
disamping juga memberikan dampak tak langsung. Dikatakan dampak langsung
apabila akibat kegiatan industru dan teknologi tersebut dapat langsung dirasakan
oleh manusia. Dampak langsung yang bersifat positif memang diharapkan. Akan
tetapi dampak langsung yang bersifat negatif, yang mengurangi kualitas hidup
manusia, harus dihindari atau dikurangi (Wardhana, 2001).
Air merupakan zat yang penting dalam kehidupan makhluk hidup. Apabila
air sudah tercemar logam-logam yang berbahaya akan mengakibatkan hal-hal
yang buruk bagi kehidupan (Darmono, 1995).
Berbagai macam kegiatan industri dan tekhnologi yang ada saat ini apabila
tidak disertai dengan program pengelolaan limbah yang baik akan memungkinkan
terjadinya pencemaran air, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Bahan buangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan industri adalah
penyebab utama terjadinya pencemaran air.
Komponen pencemar air tersebut terdiri dari bahan buangan padat, bahan
buangan organic, bahan buangan anorganik, bahan buangan olahan bahan
makanan, bahan buangan cairan berminyak, bahan buangan zat kimia.
Umumnya limbah B3 adalah senyawa organik. Namun, ada juga yang
berbentuk bahan anorganik. Limbah dalam bentuk anorganik dapat menimbulkan
bahaya karena sifatnya yang reaktif, beracun atau mengandung elemen-elemen
yang dipandang beracun, misalnya logam berat (Supardi,1985). Bahan buangan
anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit
didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke
air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam didalam air.
Bahan buangan organik biasanya berasal dari industri yang melibatkan
penggunaan unsur-unsur logam seperti timbal (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd),
Air raksa (Hg), Krom (Cr) dan lain-lain (Wardhana, 2001).
Air sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik, diantaranya
berbagai jenis logam berat yang berbahaya, yang beberapa diantaranya banyak
digunakan dalam berbagai keperluan sehingga diproduksi secara kontiniu dalam
skala industri. Industri-industri logam berat tersebut harus mendapatkan
pengawasan yang ketat sehingga tidak membahayakan bagi para pekerja maupun
lingkungan sekitarnya.
Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan merupakan suatau
proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia.
Pada awalnya penggunaan logam sebagai alat, belum di ketahui pengaruh
pencemaran terhadap lingkungan. Proses oksidasi dari logam yang menyebabkan
perkaratan sebetulnya merupakan tanda-tanda adanya hal tersebut diatas. Tahun
demi tahun ilmu kimia berkembang dengan cepat dan dengan mulai ditemukannya
garam logam (HgNO3, HgCl, CdCl, dan lain-lain). (Darmono, 1995)
Pada laut lepas, kontaminasi logam biasanya terjadi secara langsung dari
atmosfer atau karena tumpahan minyak dari kapal tanker yang melewatinya,
sedangkan di daerah sekitar pantai kontaminasi logam kebanyakkan berasal dari
muara sungai yang kontaminasi logam kebanyakan berasal dari muara sungai
yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri atau pertambangan. Jenis air
mempengaruhi kandungan logam di dalamnya (air tawar, air payau dan air laut).
8
sungai dekat muara. Hal ini disebabkan dalam perjalanan air tersebut mengalami
beberapa kontaminasi baik karena erosi maupun pencemaran dari sepanjang tepi
sungai. (Darmono, 1995).
2.3. Toksisitas Logam Pada Jenis Krustasea
Dalam rangka analisis keadaan lingkungan, masalah indicator biologis
perlu diketahui dan ditentukan. Indikator biologis dalam hal ini merupakan
petunjuk ada tidaknya kenaikan keadaan lingkungan dari keadaan garis dasar,
melalui analisa kandungan logam atau kandungan senyawa kimia tertentu yang
terdapat di dalam hewan maupun tanaman. Indikator biologis dapat ditentukan
dari hewan atau tanaman yang terletak pada daur pencemaran lingkungan sebelum
sampai kepada manusia. Apabila pencemaran lingkungan diperkirakan melalui
jalur air maka indicator biologisnya dapat ditentukan melalui hewan tanaman
yang hidup atau tumbuh di air, baik air sungai, air danau maupun air laut.
Indikator biologis yang ada pada jalur air dan mungkin akan sampai kepada
manusia adalah :
1. Phytoplankton
2. Zooplankton
3. Mollusca
4. Krustacea
5. Ikan dan sejenisnya (Wardhana, 2001)
Jenis krustasea yang hidup di dalam air terdiri dari atas banyak spesies,
seperti udang, kepiting dan lobster yang biasanya hidup didasar air. Jenis
organisme ini pergerakannya relatif tidak secepat jenis ikan untuk dapat
menghindari pengaruh polusi logam dalam air. Karena bergerak dan mencari
makan di dasar air, sedangkan lokasi tersebut merupakan tempat endapan dari
berbagai jenis limbah, maka jenis krustasea ini merupakan indikator yang baik
untuk mengetahui terjadinya polusi lingkungan (Darmono, 1995)
Daya toksisitas suatu logam berat juga sangat bergantung pada kualitas
lingkungan tempat hewan krustasea air ini hidup. Hal tersebut terjadi terutama
pada kadar logam yang tidak terlalu tinggi di dalam air, yaitu dosis subletal atau
subtoksik. Pengaruh lingkungan itu sendiri terdiri dari lingkungan fisik seperti
suhu air atau lingkungan kimiawi, seperti kadar garam dan oksigen terlarut
(Darmono, 2001).
2.4 Logam Berat
Disebut logam berat berbahaya karena memiliki rapat massa tinggi dan
sejumlah konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya. Logam berat
merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun
dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan,
air minum, atau melalui udara (Martaningtyas, 2005).
Arsen (AS), merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), adalah jenis logam
yang termasuk kelompok logam yang beracun dan berbahaya bagi kehidupan
makhluk hidup. Beberapa logam lain yang juga cukup berbahaya aluminium (Al),
kromium (Cr).
Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi.
Bioakumulasi berarti peningkatan konsentrasi unsur kimia tersebut dalam tubuh
makhluk hidup sesuai piramida makanan. Akumulasi atau peningkatan
konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh
10
berat yang tersimpan dalam tubuh ditambah jumlah yang diambil dari makanan,
minuman, atau udara yang terhirup. Jumlah logam berat yang terakumulasi lebih
cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekskresi dan terdegradasi
(Martaningtyas, 2005).
2.4.1 Timbal (Pb)
Timbal adalah sejenis logam abu-abu kebiruan, mempunyai kerapatan
yang tinggi, sangat lembut dan mudah meleleh. Larut dalam HNO3 pekat, sedikit
larut dalam HCl dan H2SO4 encer ( Vogel, 1979).
Logam ini penting dalam industri modern yang digunakan untuk
pembuatan pipa air karena sifat ketahanannya terhadap korosi dalam segala
kondisi dan rentang waktu lama. Pigmen Pb juga digunakan untuk pembuatan cat,
baterai, dan campuran bahan bakar bensin tetraetil.
Pb dalam batuan berada pada struktur silikat yang menggantikan unsur
kalsium/Ca, dan baru dapat diserap oleh tumbuhan ketika Pb dalam mineral utama
terpisah oleh proses pelapukan. Pb di dalam tanah mempunyai kecenderungan
terikat oleh bahan organik dan sering terkonsentrasi pada bagian atas tanah karena
menyatu dengan tumbuhan, dan kemudian terakumulasi sebagai hasil pelapukan
di dalam lapisan humus. Bijih logam timbal (Pb) yang terbentuk dalam
cebakan-cebakan dan sedimen terikat dengan mineral-mineral utama seperti: PbS, PbCO3,
PbSO4 dan PbMnO4.
Dampak dari keracunan Pb adalah dapat menyebabkan hipertensi dan
salah satu faktor penyebab penyakit hati. Keracunan Pb dapat juga mengakibatkan
gangguan sintesis darah, hipertensi, hiperaktivitas, dan kerusakan otak
(Herman, 2006).
2.3.2. Kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam yang berwarna putih keperakan, lunak dan tahan
korosi. Kadmium didapat pula pada limbah berbagai jenis pertambangan logam
yang tercampur kadmium seperti timah hitam dan seng. Dengan demikian,
kadmium dapat ditemukan di dalam perairan, baik di dalam sedimen maupun di
dalam penyediaan air minum (Slamet, 1994).
Logam kadmium sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari
manusia. Antara lain sebagai bahan stabilisasi, bahan pewarna dalam industri
plastik dan pada elekrtoplating dan juga digunakan untuk solder dan baterai
(Palar. 1994).
Senyawa kadmium juga digunakan sebagai bahan fotografi, pembuatan
tabung TV, cat, karet, kembang api, percetakan tekstil dan pigmen untuk gelas
dan email gigi ( Herman, 2006).
Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan terutama terikat
sebagai metalotionein mengandung unsur sistein, dimana Cd terikat dalam gugus
sufhidril (-SH) dalam enzim seperti karboksil sisteinil, histidil, hidroksil, dan
fosfatil dari protein purin. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas Cd disebabkan
oleh interaksi antara Cd dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan
terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh. ( Darmono, 2001).
2.5. Dekstruksi Logam
2.5.1. Dekstruksi Basah
Tekhnik dekstruksi basah adalah dengan memanaskan sampel organik
dengan penambahan asam mineral pengoksidasi atau campuran asam-asam
12
cukup dalam beberapa menit dapat mengoksidasi sampel secara sempurna,
sehingga menghasilkan ion logam dalam larutan asam sebagai sampel anorganik
untuk dianalisis selanjutnya. Dekstruksi basah biasanya menggunakan H2SO4,
HNO3 dan HClO4 atau campuran dari ketiga asam mineral tersebut (Andeson,
1987).
2.5.2. Dekstruksi Kering
Dekstruksi kering merupakan tekhnik yang umum digunakan untuk
mendekomposisi bahan organik. Sampel diletakkan di dalam krusibel dan
dipanaskan sampai semua materi organik terurai dan meninggalakan residu
anorganik yang tidak menguap dalam logam oksida. Temperatur yang paling
umum digunakan adalah 500-550oC. Selain unsur C, H dan N, beberapa laogam
akan hilang dengan dekstruksi kering ini, diantaranya halogen, S, Se, P, As, Sb,
Ge, Ti, Hg (Anderson, 1987).
2.6 Spektrofotometri Serapan Atom
Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom
menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada
unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu mempunyai cukup energi
untuk mengubah tingkat elektron suatu atom. Transisi elektron suatu unsur
bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak
energi, suatu atom pada keadaan dasar akan tereksitasi ke tingkat energi yang
lebih tinggi ( Khopkar, 2003).
Pembentukan atom-atom logam gas dalam nyala dapat terjadi bila suatu
larutan sampel yang mengandung logam dimasukkan ke dalam nyala. Peristiwa
yang terjadi secara singkat setelah sampel dimasukkan ke dalam nyala adalah:
1. Penguapan pelarut yang meninggalkan residu padat
2. Perubahan zat padat dengan disosiasi menjadi atom-atom
penyusunnya, yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar
3. Beberapa atom dapat tereksitasi oleh energi termal nyala ke
tingkatan-tingkatan energi yang lebih tinggi, dan mencapai kondisi dalam mana
atom akan memancarkan energi ( Vogel, 1989 ).
Metode spektrofotometri Serapan Atom mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan metode spektrofotmetri nyala. Pada metoda spektrofotometri nyala,
emisi tergantung pada sumber eksitasi. Bila eksitasi dilakukan secara termal maka
ia bergantung pada temperatur sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu
spesifik, dan eksitasi secara secara serentak pada berbagai jenis logam dalam
suatu sampel dapat saja terjadi. Pada metode Spektrofotometri Serapan Atom,
perbandingan banyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada
tingkat dasar harus cukup besar, karena metode serapan atom hanya tergantung
pada perbandingan ini dan tidak bergantung pada nyala. Metode serapan sangatlah
spesifik. Logam–logam yang menbentuk campuran kompleks dapat dianalisis dan
selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar. Ini tidak berarti bahwa
faktor suhu pada Spektrofotometri Serapan Atom tidak diperlukan pengontrolan,
karena walaupun pengukuran absorban atom-atom di dalam nyala tidak
dipengaruhi oleh suhu nyala secara langsung, tetapi secara tidak langsung suhu
nyala tersebut berpengaruh juga terhadap absorban ( Khopkar, 2002 ).
2.6.1. Instrumentasi
Gambar dibawah ini menunjukkan bentuk bagan komponen penting dari
14
Gambar 1. Komponen Spektrofotometri Serapan Atom
Komponen penting dari spektrofotometri serapan atom adalah
a. Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow
cathoda lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat
dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas
mulia (neon atau argon). Bila antara anoda dan katoda diberi selisih tegangan
yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron
yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi.
Elektron-elektron dengan energi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan
bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi. Akibat dari
tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan
menjadi ion bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan
kecepatan dan energi yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan diatas, pada
katoda terdapat unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia.
Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar keluar dari permukaan katoda.
Atom-atom unsur dari katoda ini mungkin akan mengalami eksitasi ke tingkat
energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum
pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis (Rohman,
2007).
b. Bahan Bakar dan Bahan Pengoksidasi
Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan
energi panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati
agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat
terjadi bila temperatur terlalu tinggi. Gambar dibawah ini menunjukkan suatu tipe
atomiser nyala (Khopkar, 2002).
Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah hidrogen, asetilen dan
propana, sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen dan NO2. Temperatur dari
[image:34.595.130.501.428.577.2]berbagai nyala dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Temperatur nyala dengan berbagai kombinasi bahan bakar dan bahan pengoksidasi (Harris, 1982)
Bahan Bakar Oksidan Temperatur Maksimum (oK)
Asetilen
Asetilen
Asetilen
Hidrogen
Hidrogen
Sianogen
Udara
Nitrogen Oksida
Oksigen
Udara
Oksigen
Oksigen
2400 – 2700
2900 – 3100
3300 – 3400
2300 – 2400
2800 – 3000
4800
c. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk mengisolasi garis radiasi tertentu yang
diinginkan dari garis-garis lain yang dipancarkan oleh lampu dalam hal ini yang
sering digunakan adalah kisi difraksi karena memiliki daya pisah yang baik
16 d. Detektor
Detektor berfungsi untuk menangkap intensitas cahaya yang tidak diserap
oleh atom dalam nyala, alat yang sering digunakan adalah Photomultiplier yang
mempunyai kepekaan spektral yang lebih tinggi (Basset, J., 1994).
2.7. Uji Perolehan Kembali
Uji perolehan kembali merupakan salah satu cara untuk mengetahui
validitas suatu proses analisis. Didalam uji perolehan kembali, sejumlah zat murni
yang diketahui jumlahnya dengan pasti ditambahkan ke dalam materi sampel yang
akan dianalisis dan prosedur yang sama dilakukan seperti pada sampel.
Kemudian hasil uji perolehan kembali dari sejumlah zat yang telah ditambahkan
dapat dihitung. Uji perolehan kembali ini sangat penting agar evaluasi terhadap
produk dapat dilakukan dengan tepat.
Kecermatan hasil analisis yang dinyatakan sebagai persen perolehan
kembali (recovery) sangat tergantung pada keseluruhan tahap analisis. Oleh
karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut
yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai
prosedur. Persen uji perolehan kembali dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Uji perolehan kembali=
x100% n
ditambahka yang
baku Jumlah
sampel dalam
analit al Jumlah tot
-analit al Jumlah tot
(WHO, 1989)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium yaitu Laboratorium Kimia
Bahan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium
Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara dan Laboratorium Lembaga Pengkajian dan Penelitian Obat dan
Makanan Majelis Ulama Indonesia Medan (LP POM MUI) Medan.
3.2 Alat-alat
Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA 6300) dengan nyala
udara asetilen, neraca analitik (Mettler AE 300), Tanur (Philips Harris Ltd,
Shenstone), Lampu katoda berongga timbal dan kadmium (Shimadzu), Oven
(Gallenkamp),Hot Plate (Lab Companion HP – 3000), blender (Philips) dan alat-
alat gelas.
3.3 Bahan-bahan
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini, adalah berkualitas pro
analisis (E.Merck) yaitu: Asam Nitrat 65 %, larutan standar timbal (1000
mcg/ml), larutan standar kadmium (1000 mcg/ml).
3.4 Sampel.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sotong (Sephia sp.)
18 3.5 Prosedur
3.5.1 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yaitu dilakukan dengan cara sampling
purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel
ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai
karakteristik yang sama dengan sampel yang sedang diteliti.( Sudjana, 2001).
Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random) dari populasinya
sebanyak 2kg lalu diukur panjangnya dengan cara sampel dibagi dalam dua
kelompok yaitu sampel dengan ukuran kecil dan besar berdarkan ukuran rata-rata
dan berat panjang untuk masing-masing yang menjadi sampel. Rata-rata berat dan
panjang sotong yang diperoleh yaitu:
A = sotong ukuran kecil (panjang ± 8-10cm; berat ± 100g)
B = sotong ukuran besar (panjang ± 15-20cm; berat ± 250g)
3.5.2 Penyiapan Sampel
Sampel berupa sotong segar dibuang jaringan lunaknya serta tulang rawan,
dicuci kemudian dihaluskan menggunakan blender. Sampel yang telah halus
dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah diberi kode sampel dan ditimbang.
Perlakuan penimbangan dan penetapan kadar Pb dan Cd dilakukan sebanyak 6
kali.
3.5.3 Pembuatan Pereaksi
3.5.3.1 Larutan HNO3 5 N
Larutan HNO3 65 % sebanyak 340 ml diencerkan dengan aquadest hingga
1000 ml (Ditjen POM, 1995).
3.5.4 Proses Destruksi
Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang seksama lebih kurang 25 g
dalam krus porselin. Sampel kemudian dikeringkan di atas hot plate ± 7 jam
sampai mengarang lalu dimasukkan ke dalam tanur.
Kemudian suhunya diatur yaitu 2500C, perlahan-lahan suhu dinaikkan menjadi
350oC dengan setiap kenaikan 500C. Suhu dinaikkan lagi menjadi 5000C dengan
setiap kenaikan 750C dan diabukan selama 16 jam. Tanur dimatikan, dibiarkan
menjadi dingin selama 1 jam. Krus porselin dikeluarkan dari dalam tanur dan
dibiarkan menjadi dingin didalam eksikator. Abu yang telah dingin kemudian
dilarutkan dalam 5 ml HNO3 5 N kemudian dikeringkan di atas hot plate selama
2-3 menit.. Pada residu ditambahkan lagi 5 ml HNO3 5N dan dilarutkan. Residu
yang telah larut dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Pencucian residu diulangi
dengan aquadest sebanyak 3 kali dan dijadikan satu dengan sebelumnya dan
dicukupkan dengan aquadest sampai garis batas. Kemudian disaring ke dalam
erlenmeyer dengan kertas whatman No 40 dan 5ml larutan pertama dibuang untuk
menjenuhkan kertas saring dengan cara membasahi kertas saring tersebut. Larutan
ini diukur dengan spektrofotometer serapan atom ( SNI-19-2896-1992). Dengan
cara yang sama dilakukan untuk sampel dengan variasi ukuran lainnya.
3.5.5 Analisis Kuantitatif
Kondisi optimum Spektrofotometer Serapan Atom yang digunakan untuk
analisis logam timbal dan kadmium pada sampel masing-masing dapat dilihat
20
3.5.5.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan berdasarkan
penggunaan lampu katoda berongga Pb yaitu super lamp current 5 mA, setelah itu
dilakukan pengaturan dengan komputer sehingga diperoleh panjang gelombang
absorbsi maksimum untuk logam timbal (Pb) 217 nm (Chapple dan Nick, 1991).
3.5.5.1Pembuatan Kurva Kalibrasi
- Logam Timbal
Larutan standar timbal (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml,
dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 5 N,
ditepatkan hingga garis tanda dengan aquadest (konsentrasi 100 mcg/ml).
Larutan diatas dipipet 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6 ml kemudian
dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, ditambah 10 ml HNO3 5 N kemudian
ditepatkan sampai garis batas dengan aquadest (larutan kerja ini mengandung
0mcg/ml, 0,1mcg/ml; 0,2mcg/ml; 0,3mcg/ml; 0,4mcg/ml; 0,5mcg/ml; 0,6mcg/ml)
dan diukur pada panjang gelombang absorbsi maksimum logam timbal yang
diperoleh.
- Logam Kadmium
Larutan standar kadmium (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml,
dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 5 N,
ditepatkan hingga garis tanda dengan aquadest (konsentrasi 100 mcg/ml).
Larutan diatas dipipet 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6 ml, kemudian
dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, ditambah 10 ml HNO3 5 N kemudian
ditepatkan sampai garis batas dengan aquadest (larutan kerja ini mengandung
0mcg/ml, 0,1mcg/ml; 0,2mcg/ml; 0,3mcg/ml; 0,4mcg/ml; 0,5mcg/ml; 0,6mcg/ml)
dan diukur pada panjang gelombang absorbsi maksimum logam kadmium yang
diperoleh.
3.5.6 Analisis Logam Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Dalam Sampel
Larutan sampel yang telah didekstruksi, dilarutkan dalam HNO3 5 N
diukur absorbsinya dengan spektrofotometer serapan atom. Untuk logam timbal
diukur pada panjang gelombang 283,10 nm dan logam kadmium pada panjang
gelombang 228,49 nm.
Konsentrasi logam dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis
regresi linier dari kurva kalibrasi. Dan kadar logam dalam sampel ditentukan
menggunakan rumus
Kadar (mcg/ml) = W CxVxFp
Keterangan : C = Konsentrasi larutan sampel (mcg/ml)
V = Volume larutan sampel (ml)
Fp = faktor pengenceran
W = Berat sampel (g)
3.5.7 Uji Ketepatan (Recovery)
3.5.7.1 Pembuatan Larutan Baku
Larutan baku timbal dan kadmium (1000 mcg/ml) dipipet masing-masing
2 ml, kemudian masing-masing dari larutan ini di masukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml, setelah itu ditambahkan 10 ml HNO3 5 N dan dicukupkan
22 3.5.7.2 Prosedur Uji Ketepatan
Sampel yang telah dihomogenkan, ditimbang seksama lebih kurang 25
gram dalam krus porselen. Ditambahkan 1 ml larutan baku timbal (konsentrasi 20
mcg/ml) dan 1 ml larutan baku kadmium (konsentrasi 20 mcg/ml). Selanjutnya
dilakukan dengan cara yang sama seperti 2.5.4 dan dihitung persentase uji
perolehan kembali (uji recovery) dengan rumus:
Uji perolehan kembali (%) =
x100% n ditambahka yang baku bal Jumlah tim sampel dalam analit al Jumlah tot -analit al Jumlah tot
3.5.8 Uji Ketelitian
Adapun parameter uji ketelitian yaitu koefisien variasi atau relative
standard deviation (% RSD). Harga persentase koefisien variasi (% RSD)
ditentukan dengan rumus:
% RSD = x100% X
SD
Keterangan : SD = Standar Deviasi
X = Kadar rata-rata setelah ditambah larutan baku
3.5.9. Analisa Data Secara Statistik
Kadar timbal dan kadmium yang diperoleh dianalisa secara statistik
dengan metode standar deviasi dengan rumus:
SD = 1 ) ( 2 − −
∑
n X XKeterangan : X = Kadar sampel
X = Kadar rata-rata sampel
n = Jumlah perlakuan
Untuk mencari thitung digunakan rumus :
t =
n SD
X X
/
−
Sebagai dasar penolakan data hasil uji analisisnya : thitung ≥ ttabel atau thitung ≤ -ttabel
Untuk mencari kadar sebenarnya dengan taraf kepercayaan 99% dengan nilai
α = 0,01, dk = n-1, dapat dipergunakan rumus:
µ = X ± t (1-1/2α)dk x SD/ n
Keterangan : µ = Interval kepercayaan kadar sampel
X = Kadar rata-rata sampel
SD = Standar Deviasi
dk = Derajat kebebasan
24 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Panjang Gelombang Absorbsi Maksimum
Hasil penentuan panjang gelombang Absorbsi maksimum terhadap logam
timbal dan kadmium, diperoleh berturut-turut panjang gelombang absorbsi
maksimum masing-masing 283,10 nm untuk logam timbal dan 228,49 nm untuk
logam kadmium (Lampiran 1).
Panjang gelombang maksimum ini tidak jauh berbeda dari pada panjang
gelombang absorbsi maksimum yang terdapat dalam literatur yaitu untuk timbal
dan kadmium masing-masing 283,3 nm dan 228,8 nm yang berarti panjang
gelombang absorbsi maksimum yang diperoleh dapat digunakan untuk penentuan
masing-masing logam. (Khopkar, 1990).
4.2 Kurva Kalibrasi Timbal
[image:43.595.170.506.543.686.2]Kurva kalibrasi timbal dengan berbagai konsentrasi dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Konsentrasi (mcg/ml)
Berdasarkan data kurva kalibrasi logam timbal pada Gambar 1 diperoleh
persamaan garis regresi yang linier yaitu: Y = 0.0125X – 0.000021 dengan nilai
koefisien korelasi ( r ) sebesar 0.9999 (Lampiran 4).
4.3 Kurva Kalibrasi Kadmium
Kurva kalibrasi kadmium dengan berbagai konsentrasi dapat dilihat pada
pada gambar berikut ini :
[image:44.595.163.496.263.417.2]Konsentrasi (mcg/ml)
Gambar 2 Kurva Kalibrasi Kadmium
Berdasarkan data kalibrasi kadmium pada Gambar 2 diperoleh persamaan garis
regresi yang linier yaitu: Y = 0.057X + 0.0000 dengan nilai koefisien korelasi ( r )
sebesar 0.9998 (Lampiran 5).
Nilai koefisien korelasi ini dapat diterima, karena dari masing-masing
logam tersebut menunjukkan adanya hubungan yang linier antara konsentrasi
26 4.4 Kadar Timbal dan Kadmium pada sotong
Kadar timbal dan kadmium pada sampel sotong yang diperiksa
[image:45.595.112.508.196.311.2]berdasarkan persamaan garis regresi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Tabel kadar timbal dan kadmium pada sotong
Kadar (mcg/g) No. Logam yang dianalisis
Sampel A Sampel B
1. Timbal 0.1879 ± 0.0406 0.3400 ± 0.0304
2. Kadmium 0.0552 ± 0.0085 0.1456 ± 0.0074
Keterangan : Sampel A : Sotong ukuran kecil
Sampel B : Sotong ukuran besar
Berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil bahwa semakin besar ukuran
sotong semakin tinggi pula kandungan logam berat timbal dan kadmium pada
masing-masing sampel tersebut. Terjadinya perbedaan kandungan logam berat
pada sampel dengan berbagai variasi ukuran sampel yang diambil pada satu lokasi
di Perairan Belawan, dimana dianggap tingkat pencemaran pada habitatnya sama
menunjukkan semakin besar ukuran sotong maka dianggap semakin besar pula
umurnya. Belum ditemukannya literatur yang menggambarkan hubungan antara
besarnya ukuran dan panjang sotong dengan bertambahnya umur sotong tersebut.
Dengan demikian belum diketahui dengan pasti hubungan antara ukuran dan
panjang sotong dengan pertambahan umur sotong. Hasil analisa dapat dilihat
semakin besar ukuran dan panjang sotong semakin besar pula kandungan logam
berat Pb dan Cd pada sotong.
Hal ini disebabkan karena bahan beracun dari senyawa kimia dapat terakumulasi
dan menumpuk di dalam tubuh, yang dapat menimbulkan problema keracunan
kronis. (Darmono, 1995).
Persyaratan Nilai Ambang Batas (NAB) cemaran logam khususnya untuk
sotong tidak ada, maka sebagai rujukan untuk melihat apakah kadar yang
diperoleh memenuhi persyaratan, dibandingkan dengan persyaratan cemaran
logam dalam makanan (SNI-01-3548-1994) yaitu untuk timbal dan kadmium
masing-masing sebesar 2 mcg/g dan 0.2 mcg/g. Ternyata kadar timbal dan
kadmium dari sampel sotong yang berasal dari laut Belawan tidak melewati
persyaratan yang ditetapkan oleh SNI-01-3548-1994.
4.5 Uji Ketepatan dan Ketelitian
Setelah dilakukan uji ketepatan dan ketelitian diperoleh hasil seperti
[image:46.595.114.517.498.626.2]terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Hasil Uji Ketepatan (% Uji Perolehan Kembali) dan Ketelitian (%RSD)
Logam Timbal
No Sampel Kadar logam awal (mcg/g)
Baku yang
ditambahkan (mcg/g)
Kadar logam setelah
penambahan baku (mcg/g)
% Uji
perolehan kembali
% RSD
1 A 0,1879 0,7911 0,9026 90,34 0,03
28
Tabel 3. Hasil Uji Ketepatan (% Uji Perolehan Kembali) dan Ketelitian (% RSD) Logam Kadmium
No Sampel Kadar logam awal (mcg/g)
Baku yang
ditambahkan (mcg/g)
Kadar logam setelah
penambahan baku (mcg/g)
% Uji perolehan kembali
% RSD
1. A 0,0552 0,7911 0,7684 90,15 0,005
2. B 0,1456 0,7974 0,8847 92,69 0,003
Catatan: Data yang diperoleh merupakan hasil rata-rata dari 6 perlakuan.
Hasil yang diperoleh dari % uji perolehan kembali menunjukkan bahwa
metode ini memberikan ketepatan yang memuaskan, dimana diperoleh % uji
perolehan kembali untuk logam timbal pada sampel A dan B masing-masing
sebesar 90.34 % dan 91.12 % dan logam kadmium masing-masing sebesar 90.15
% dan 92.69 %. Hasil % uji perolehan kembali ini memenuhi batas-batas yang
ditentukan yaitu 80 % - 110 % (WHO 1989). Perhitungan % uji perolehan
kembali untuk logam timbal dan kadmium masing-masing terdapat pada
Lampiran 16.
Dari hasil uji koefisien variasi (% RSD) ternyata juga memberikan
ketelitan yang memuaskan, dimana dari hasil perhitungan diperoleh % RSD untuk
logam timbal dan kadmium untuk sampel A dan B masing-masing sebesar
0.03 %, 0.04 % dan 0.005, 0,003 %. Hasil ini telah memenuhi kriteria penerimaan
untuk uji koefisien variasi yaitu kurang dari 2 % (WHO 1989). Perhitungan %
RSD untuk logam timbal dan kadmium masing-masing terlampir pada Lampiran
17.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa dapat disimpulkan semakin besar ukuran sotong semakin
tinggi pula kandungan logam berat timbal dan kadmium pada sotong tersebut, hal
ini disebabkan karena logam berat yang bersifat akumulatif. Hasil analisis
menunjukkan kadar timbal dan kadmium pada sotong yang berasal dari laut
Belawan masih memenuhi persyaratan yang diizinkan oleh SNI-01-3548-1994
yang masing-masing adalah 2 mcg/g untuk logam Pb dan 0,2 mcg/g untuk logam
Cd.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar meneliti sotong yang berasal
30
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, R., (1987). Sample Pretreatment and Separation. Chicester: John Wiley and Sons. p. 25.
Badan Standarisasi Nasional. (1992). Cara Uji Cemaran Logam. SNI 19-2896-1992. Hal. 1-5.
Badan Standarisasi Nasional. (1994). Produk Pangan Ikan dan Hasil Olahan. SNI 01-3548-1994. Hal : 2.
Chapple, G. and Nick, A. (1991). System 2000/3000 Graphite Furnace Methods Manual. Edition 1.1 Manual No. 01-0202-00. GBC Scientific Equipment Pty Ltd. Pages 18-19, and 48.
Darmono. (1995). Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Cetakan I. Jakarta : Universitas Indonesia. Hal: 6, 11-12,18, 21-36.
Darmono. (2001). Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Cetakan I.Jakarta. Universitas Indonesia. Hal: 79-80, 95
Ditjen POM, (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ke III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Ditjen POM, (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ke IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Fries, J; and Getrost, H. (1997). Organic Reagent For Trace Analysis. E.Merck Darmstad : p. 208-209
Hadi, S. (2004). Metodologi Research. Jilid I. Penerbit Andi. Yogyakarta
Harris, D. C. (1982). Quantitative Chemical Analysis. Second Edition. W.H. Freeman and Company. New York. p.574-575.
Herman, D.Z. (2006). Tinjauan Terhadap Tailing Mengandung Unsur Pencemar Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari Sisa Pengolahan Bijih Logam. Jurnal Geologi Indonesia. Pusat Sumber Daya Geologi.Bandung. Indonesia. Vol.1.hal. 31-36.
Khopkar, S.M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Hal:274-275.
Martaningtyas, Dewi. (2005).http: // www.pikiran-rakyat.com
Muclisyam. (1998). Analisis Pencemaran Logam Cu, Cd, Pb, dan Hg di dalam Ikan Asin Kepala Batu (Pseudoceina amoyensis) Produksi Nelayan di Daerah Pesisir Begawan Propinsi Sumatera Utara. Media Farmasi ”An Indonesian Pharmaceutical Journal”. Hal : 6, 30, 33
Palar, H. (1994). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Hal:11,31-33,81-90,118-120,137,146.
PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I. (2004). Pemantauan Lingkungan Pelabuhan Belawan. Laboratorium Lingkungan BAPEDALDA Propinsi Sumatera Utara. Medan. Hal. 4, 6-8, 153-155, 157.
Rohman, Abdul (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 305-311.
Slamet, J.S. (1994). Kesehatan Lingkungan. UGM Press. Yogyakarta. Hal: 106-107.
Sudjana. (2001). Metode Statistika. Edisi Ke-5. Bandung. Tarsito. Hal.168.
Vogel. (1990). Buku Teks Analisa Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.. Bagian I. Edisi kelima. PT.Kalman Media Pustaka. Jakarta. Hal : 212, 271
32 Lampiran 1
Panjang Gelombang Maksimum Logam Timbal.
Pb(283.3nm)
File comment
Emil salim p.siregar Comment:
Analisa Timbal (Pb) Friska USU
Instrument Information
Device Name: AA-6300
Type Model Name ROM Version S/N
AA AA-6300 1.07 A30524300989 ASC
GFA
Optics Parameters
Element: Pb
Socket #. 3
Lamp Current Low (mA) : 10
Wavelength(nm) : 283.3
Slit Width(nm) : 0.7
Lamp Mode : BGC-D2
Atomizer/Gas Flow Rate Setup
Fuel Gas Flow Rate (L/min): 2.0 Support Gas Flow Rate (L/min) : 15.0
Flame Type: Air-C2H2
Burner Heigth(mm): 7
Burner Angle (degree): 0
Measurement Parameters
Order: 1st
Zero Intercept: Pass
Conc.Unit: ppm
Repetition Sequence: SM-SM-...
Pre-Spray Time (sec): 3
Integration Time (sec): 5
Response Time: 1
Num Reps Max Reps RSD Limit SD limit
Blank 3 3 99.90 0.0000
Standard 3 3 99.90 0.0000
Sample 3 3 99.90 0.0000
34 Lampiran 2
Panjang Gelombang Maksimum Logam Kadmium
Cd(228.8nm)
File comment
Emil salim p.siregar Comment:
Analisa kadmium (Cd) Friska USU
Instrument Information
Device Name: AA-6300
Type Model Name ROM Version S/N
AA AA-6300 1.07 A30524300989 ASC
GFA
Optics Parameters
Element: Cd
Socket #. NONE
Lamp Current Low (mA) : 8
Wavelength(nm) : 228.8
Slit Width(nm) : 0.7
Lamp Mode : BGC-D2
Atomizer/Gas Flow Rate Setup
Fuel Gas Flow Rate (L/min): 1.8 Support Gas Flow Rate (L/min) : 15.0
Flame Type: Air-C2H2
Burner Heigth(mm): 7
Burner Angle (degree): 0
Measurement Parameters
Order: 1st
Zero Intercept: Pass
Conc.Unit: ppm
Repetition Sequence: SM-SM-...
Pre-Spray Time (sec): 3
Integration Time (sec): 5
Response Time: 1
Num Reps Max Reps RSD Limit SD limit
Blank 3 3 99.90 0.0000
Standard 3 3 99.90 0.0000
Sample 3 3 99.90 0.0000
36 Lampiran 3
Data Hasil Pengukuran Absorbansi Baku Pembanding Timbal (Pb) dan Kadmiun (Cd) dengan SSA
1 Logam Timbal
No Konsentrasi(mcg/ml) Absorbansi
1 0 0.0000
2 0.1 0.0012
3 0.2 0.0025
4 0.3 0.0037
5 0.4 0.0050
6 0.5 0.0062
7 0.6 0.0075
2 Logam Kadmium
No Konsentrasi(mcg/ml) Absorbansi
1 0 0.0000
2 0.1 0.0057
3 0.2 0.0114
4 0.3 0.0171
5 0.4 0.0228
6 0.5 0.0285
7 0.6 0.0342
Lampiran 4
Perhitungan persamaan regresi Logam Timbal
NO X
(Konsentrasi)
Y
(Absorbansi) XY X
2
Y2
1 0 0.000 0.000 0.00 0.0000
2 0.1 0.0012 0.00012 0.01 0.00000144
3 0.2 0.0025 0.0005 0.04 0.00000625
4 0.3 0.0037 0.00111 0.9 0.00001369
5 0.4 0.0050 0.002 0.16 0.000025
6 0.5 0.0062 0.0031 0.25 0.00003844
∑
= 2.1− − X =0.3 0.0261 − −
Y =0.003729 0.01133 0.91 0.00014107
a =
∑ ∑
∑
∑ ∑
− − n x x n y x xy / ) ( / ) )( ( 2 2 = 7 / ) 1 . 2 ( 91 . 0 61)/7 (2.1)(0.02 -0.01133 2 − = 0.0125Y = a X + b
b = Y - aX
= 0.003729-0.0125(0.3)
38 Maka persamaan garis regresinya adalah:
Y = 0.0125X - 0.000021
r =
[
∑
−∑
∑
∑ ∑
][
∑
−∑
]
− n Y Y n X X n Y X XY / ) ( / ) ( / 2 2 2 2 =[
][
]
9999 . 0 ) 000043754 . 0 )( 28 . 0 ( 0035 . 0 7 / ) 0261 . 0 ( ) 00014107 . 0 ( 7 / ) 1 . 2 ( ) 91 . 0 ( 7 / ) 0261 . 0 )( 1 . 2 ( 01133 . 0 2 2 = − − −Lampiran 5
Perhitungan persaman regresi logam Kadmium
NO X
(Konsentrasi)
Y
(Absorbansi) XY X
2
Y2
1 0 0.0000 0.000 0 0.0000
2 0.1 0.0057 0.00057 0.01 0.00003249
3 0.2 0.0114 0.00228 0.04 0.00012996
4 0.3 0.0171 0.00513 0.09 0.00029241
5 0.4 0.0228 0.00912 0.16 0.00051984
6 0.5 0.0285 0.01425 0.25 0.00081225
7 0.6 0.0342 0.02052 0.36 0.00295659
∑
2.1 − − X=0.3 0.1197 − −Y =0.0171 0.05187 0.91 0.00295659
a=
∑ ∑
∑
∑ ∑
− − n x x n y x xy / ) ( / ) )( ( 2 2 = 7 / ) 1 . 2 ( ) 91 . 0 ( 7 / ) 1197 . 0 )( 1 . 2 ( -) 05187 . 0 ( 2 − = 28 . 0 01596 . 0 =0.057b = Y - aX
= 0.0171 - 0.057. (0.3)
40 Maka persamaan garis regresinya adalah:
Y= 0.057X + 0.0000
r =
[
∑
−∑
∑
∑ ∑
][
∑
−∑
]
− n Y Y n X X n Y X XY / ) ( / ) ( / 2 2 2 2 =[
][
]
9998 . 0 ) 00091 . 0 )( 28 . 0 ( 01596 . 0 7 / ) 1197 (0. ) 0295659 (0.0 7 / ) 1 . 2 ( ) 91 (0. 7 / ) 1197 )(0. 1 . 2 ( 05187 0. 2 2 = − − −Lampiran 6
Data Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada sampel
No Kode sampel
Berat sampel(g)
Absorbansi Konsentrasi (mcg/ml) Kadar (mcg/g) Kadar rata-rata (mcg/g)
1 A1 25.1382 0.0010 0.0819 0.1628
2 A2 25.4185 0.0010 0.0819 0.1611
3 A3 25.5787 0.0013 0.1059 0.2070
4 A4 25.5718 0.0014 0.1139 0.2227
5 A5 25.1160 0.0011 0.0899 0.1789
6 A6 25.1010 0.0012 0.0979 0.1950
0.1879
7 B1 25.0945 0.0020 0.1619 0.3226
8 B2 25.2057 0.0022 0.1779 0.3528
9 B3 25.5807 0.0022 0.1779 0.3477
10 B4 25.3959 0.0023 0.1859 0.3660
11 B5 25.5524 0.0021 0.1699 0.3324
12 B6 25.3951 0.0020 0.1619 0.3187
0.3400
Keterangan : A = Sampel ukuran kecil B = Sampel ukuran besar
Data H asil Pemeriksaan Kadar Kadmium (Cd) pada sampel
No Kode sampel
Berat sampel(g)
Absorbansi Konsentrasi (mcg/ml) Kadar (mcg/g) Kadar rata-rata (mcg/g)
1 A1 25.1382 0.0017 0.0298 0.0592
2 A2 25.4185 0.0016 0.0280 0.0550
3 A3 25.5787 0.0014 0.0245 0.0478
4 A4 25.5718 0.0016 0.0280 0.0547
5 A5 25.1160 0.0018 0.0315 0.0627
6 A6 25.1010 0.0015 0.0263 0.0523
0.0552
7 B1 25.0945 0.0040 0.0701 0.1396
8 B2 25.2057 0.0043 0.0754 0.1495
9 B3 25.5807 0.0044 0.0771 0.1506
10 B4 25.3959 0.0041 0.0719 0.1415 11 B5 25.5524 0.0042 0.0736 0.1440 12 B6 25.3951 0.0043 0.0754 0.1484
42 Lampiran 7
Contoh Perhitungan Kadar Logam dalam Sampel
Misalnya untuk timbal
Persamaan regresi yang diperoleh : Y = 0.0125X-0.000021
Konsentrasi (mcg/ml) =
0125 , 0 000021 . 0 + Y Maka:
Konsentrasi 1 = 0.1619mcg/ml 0125 . 0 000021 . 0 0020 , 0 = +
Konsentrasi 2 = 0.1779mcg/ml 0125 , 0 000021 , 0 0022 . 0 = +
Konsentrasi 3 = 0.1779mcg/ml 0125 , 0 00001 , 0 0022 , 0 = +
Konsentrasi 4 = 0.1859mcg/ml 0125 , 0 000021 , 0 0023 , 0 = +
Konsentrasi 5 = 0.1699mcg/ml 0125 , 0 000021 , 0 0021 , 0 = +
Konsentrasi 6 = 0.1619mcg/ml 0125 , 0 000021 , 0 0020 , 0 = +
Dengan menggunakan rumus:
Kadar (mcg/g) =
W CxVxFp
=
Keterangan : C = Konsentrasi larutan sampel yang diperiksa (mcg/ml)
V = Volume larutan sampel yang diperiksa (ml)
Fp = Faktor pengenceran
W = Berat sampel yang diperiksa (g)
Maka:
Kadar 1 = (0.1619mcg/ml x 50 ml x 1)/25,0945 g = 0.3226 mcg/g
Kadar 2 = (0.1779 mcg/ml x 50 ml x 1)/25,2057 g = 0.3528 mcg/g
Kadar 3 = (0.1779 mcg/ml x 50 ml x 1)/25,5807 g = 0.3477 mcg/g
Kadar 4 = (0.1859 mcg/ml x 50 ml x 1)/25,3959g = 0.3660 mcg/g
Kadar 5 = (0.1699 mcg/ml x 50 ml x 1)/25,5524 g = 0.3324 mcg/g
Kadar 6 = (0.1619 mcg/ml x 50 ml x 1)/25,3951 g = 0.3187 mcg/g
Catatan : volume larutan sampel untuk pemeriksaan timbal dan kadmium tidak
44 Lampiran 8
Perhitungan Statistik Penetapan Kadar Timbal dalam sampel Kode A
No Kadar (mcg/g)
X
Xi-− −
X (Xi-−X−)2
1 0.1628 -0.0251 0.0006300
2 0.1611 -0.0268 0.00071824
3 0.2070 0.0191 0.00036481
4 0.2227 * 0.0348 0.00121104
5 0.1789 -0.009 0.00081
6 0.1950 0.0071 0.00005041
− −
X=0.1879 0.0030555
0247 , 0 1 6 0.0030555 1 ) ( 2 = − = − − =
∑
n X X SDJika taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; n = 6, dk = 5, dari daftar tabel
distribusi t diperoleh nilai ttabel = 4,03
Hipotesa ditolak jika thitung ≥ ttabel atau thitung ≤ - ttabel
n SD X t / X − =
* t hitung 4= 3.48
0100 . 0 0348 . 0 6 / 0247 , 0 2227 . 0 1879 . 0 − = − = −
karena thitung≤-ttabel maka data diterima
maka kadar sebenarnya terletak antara:
µ = X ± t (1-1/2α)dk x SD/ n
= 0.1879±4.03 x0.0247 / 6
= 0.1879± 0.0406
= 0.1473 ≤ X ≤ 0.2285 mcg/g
Lampiran 9
Perhitungan Statistik Penetapan Kadar Timbal dalam sampel Kode B
No Kadar (mcg/g)
X
Xi-− −
X (Xi-−X−)2
1 0.3226 -0.0174 0.00030276
2 0.3528 0.0128 0.00016384
3 0.3477 0.0077 0.00005929
4 0.3660 * 0.026 0.000676
5 0.3324 0.0076 0.00005776
6 0.3187 -0.0213 0.00045369
− −
X=0.3400 0.00171334
0185 . 0 1 6 0.00171334 1 ) ( 2 = − = − − =
∑
n X X SDJika taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; n = 6, dk = 5, dari