! " # $%&&
'
()
*
+ $( ,-% $./
&( ,&( 0./
1
, 2% &3%/
iv
! "
#$% & ' (
)*++
! !
, -. "
/
)- 01* )23 +- 0+- 423
$
0 5* +6*3
! 5 +6
7 8 "
! " $%&& $%&&9
1 8 ,1 8/
1
: 1 ;
1 '
'
1
' 4
& 1 < ! +1<=
: 1 ;
$ > 11
- 11 ,1/ 8
3 ! 6 ' 88
? 8 = ; 8 ! 6 @
vi
) ! # A @@ ! A @ !
A
B +
! ! @ :
C : : : ! *
C D @ ' 8 : ! C 8
E + $%%( :
1
'
0 :1
! '
1 ! 5
+6
" $%&$
! "# #
$
% # #
%& ' # #
( )
# )
) $ # ' *
* + , - *
. $ # .
/ #, /
viii
# #
$ ,
$
- $ ,
1 # # $ ,
# # #
#
) + ' ' 2 ' $ )
* $ # $ *
. 3& " $ /
/ # $ 0
0 # #
, ! "# # ' $ ,
# # #
- -# &
! , ' $ 4& #
&#
)
5 )
6 ' & )
#& ' 7 & )
& $ *
# ' 8 $ .
/
/
) 7
x
:# #
,
5 ' ,
- $ # $ , .
, ! ,
$ , 7 , - 0
, $ , ;
, $ , $ ,
, ; $ ' ;
$ , 5 - ' ;
) $ , 3 ' ;
& $ < ' & 0
& % " ( "
& 4 & 7 77
iii
! " #
$%&&
'
()
*
+ $( ,-% $./
&( ,&( 0./
1
, 2% &3%/
! "
#$% & ' (
)*++
! !
, -. "
/
)- 01* )23 +- 0+- 423
$
0 5* +6*3
1
alam kehidupan sehari hari kebersihan merupakan hal yang sangat
penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan
dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu
dan kebiasaan (Hidayat, 2009).
Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung organ organ tubuh
didalamnya, maka kebersihan kulit perlu dijaga kesehatannya. Kebersihan kulit
merupakan mekanisme utama untuk mengurangi kontak dan transmisi terjadinya
infeksi, salah satunya infeksi jamur (Larson E, 2001).
Infeksi jamur kulit cukup banyak ditemukan di Indonesia, yang merupakan
negara tropis beriklim panas dan lembab, apalagi bila higiene juga kurang
sempurna (Madani A, 2000).
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau
mikosis yang mempunyai insidensi cukup tinggi ialah mikosis superfisialis.
Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah dermatofitosis dan
nondermatofitosis, yang terdiri atas berbagai penyakit diantaranya
, yang lebih dikenal sebagai penyakit panu (Budimulja, 2002).
Penyakit ini dikenal untuk pertama kali sebagai penyakit jamur pada tahun
1846 oleh Eichsted. Robin pada tahun 1853 memberi jamur penyebab penyakit ini
dengan nama dan kemudian pada tahun 1889 oleh Baillon
diberi nama (Partogi, 2008)
Sebagian besar kasus terjadi karena keadaan yang
mempengaruhi keseimbangan antara hospes dengan jamur tersebut diduga adanya
faktor lingkungan diantaranya kelembaban kulit (Radiono, 2001).
Ditinjau dari masing masing kasus mikosis superfisialis yang paling sering
ditemukan adalah . adalah infeksi jamur
. Infeksi ini bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa
peradangan (Madani A, 2000).
Penyakit ini sering dilihat pada remaja, walaupun anak anak dan orang
dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961) ada beberapa faktor
yang mempengaruhi infeksi, yaitu faktor herediter, penderita yang sakit kronik
atau yang mendapat pengobatan steroid dan malnutrisi. (Budimulja, 2002)
dapat menyerang masyarakat kita tanpa memandang
golongan umur tertentu. Dari segi usia yakni usia 16 40 tahun. Kemungkinan
karena segmen usia tersebut lebih banyak mengalami faktor predisposisi atau
pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma, banyak keringat, selain pajanan
terhadap jamur lebih lama. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, walaupun
pernah dilaporkan di USA penderita yang tersering menderita berusia antara 20
30 tahun dengan perbandingan 1.09% pria dan 0,6% wanita. Insidensi
yang akurat di Indonesia belum ada. Hanya diperkirakan 50% dari
populasi di negara tropis terkena penyakit ini (Partosuwiryo, 1992; Adiguna MS,
2001; Radiono, 2001).
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua duanya (Purnamasari, 2009).
Saat ini Diabetes Melitus menjadi salah satu ancaman utama bagi
kesehatan umat manusia pada abad ke 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada
tahun 2000 jumlah penderita diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta
orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu
akan membengkak menjadi 300 juta orang (Suyono, 2009). Menurut Powers
(2005) kejadian diabetes melitus meningkat seiring bertambahnya usia. Pada
tahun 2000, prevalensi DM di dunia diperkirakan sebesar 0,19% pada orang usia
< 20 tahun dan 8,6% pada orang usia > 20 tahun. Pada orang usia > 65 tahun
prevalensi diabetes melitus sebesar 20,1%. Di tahun 2004 sekitar 3,4 juta orang
meninggal akibat konsekuensi dari tingginya kadar gula darah pada orang yang
menderita DM dan lebih dari 80% kematian tersebut terjadi di negara negara
3
Di Indonesia sendiri diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi
Diabetes Melitus (DM) mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Menurut
penelitian epidemiologi yang dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di
Indonesia berkisar antara 1,4 sampai 1,6% kecuali di dua tempat yaitu di
Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, sebesar 2,3% dan di Manado sebesar 6%
(Suyono, 2009). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45
54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke 2 yaitu 14,7%. Dan daerah
pedesaan, DM menduduki ranking ke 6 yaitu 5,8% (Depkes, 2009).
Hiperglikemia kronik pada Diabetes Melitus berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Selain organ organ
tersebut , kulit menjadi salah satu organ yang sering terkena dampak dari Diabetes
Melitus. Manifestasi kulit berupa infeksi menjadi salah satu komplikasi kronik
yang sering terlihat pada pasien diabetes melitus (Shah & Hux, 2003). Tingginya
kadar glukosa darah menyebabkan meningginya kadar glukosa kulit pada pasien
diabetes melitus sehingga mempermudah timbulnya manifestasi kulit berupa
dermatitis, infeksi bakterial , infeksi jamur, dan lain lain (Djuanda, 2007). Selain
itu penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa terjadi abnormalitas sistem imun
pada penderita DM sehingga berakibat meningkatnya kejadian infeksi kulit (Shah
& Hux, 2003). Kondisi sel epitel dan mukosa pada penderita DM juga mengalami
peningkatan adhesi terhadap beberapa mikroorganisme patogen seperti
di mulut dan sel mukosa vagina serta di sel epitel saluran
kemih (Leonhardt & Heymann, 2003).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana hubungan dengan Diabetes Melitus di
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan
dengan Diabetes Melitus di RSUP. H. Adam Malik.
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui hubungan antara dengan Diabetes
Melitus.
2. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan jenis
kelamin.
3. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan usia.
4. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan
pekerjaan.
! "
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu untuk :
Sebagai sumber data bagi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan, mengenai berapa angka penderita hubungan penyakit
dengan Diabetes Melitus
2. Bagi peneliti, yaitu untuk menambah pengetahuan mengenai hubungan
penyakit dengan Diabetes Melitus
3. Bagi peneliti lain, sebagai referensi untuk melakukan penelitian yang
sama atau terkait.
4. Bagi keluarga penderita Diabetes Melitus dapat menjadi masukan untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat dan meningkatkan kebersihan
5
# $ %
& ' () )
"
adalah infeksi jamur superfisial pada kulit yang
disebabkan oleh atau dan ditandai
dengan adanya makula di kulit, skuama halus dan disertai rasa gatal. Infeksi ini
bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa peradangan.
biasanya mengenai wajah, leher, badan, lengan atas, ketiak, paha, dan lipatan
paha. (Madani A, 2000)
Penyakit ini terutama terdapat pada orang dewasa muda, dan disebabkan
oleh ragi , yang merupakan komensal kulit normal pada folikel
pilosebaseus. Ini merupakan kelainan yang biasa didapatkan di daerah beriklim
sedang, bahkan lebih sering lagi terdapat di daerah beriklim tropis. Alasan
mengapa multipikasi ragi tersebut sampai terjadi dan dapat menimbulkan lesi kulit
pada orang orang tertentu belum diketahui. (Graham Brown, 2005)
) )
Penyebab penyakit ini adalah , yang dengan pemeriksaan
morfologi dan imunoflorensi indirek ternyata identik dengan
. (Madani A, 2000). Prevalensi lebih tinggi (50%)
di daerah tropis yang bersuhu hangat dan lembab. (Radiono, 2001)
* + ) )
adalah penyakit universal tapi lebih banyak dijumpai
di daerah tropis karena tingginya temperatur dan kelembaban. Menyerang hampir
semua umur terutama remaja, terbanyak pada usia 16 40 tahun. Tidak ada
penderita pada usia 20 30 tahun dengan perbandingan 1,09% pria dan 0,6%
wanita. Insiden yang akurat di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40 50%
dari populasi di negara tropis terkena penyakit ini, sedangkan di negara subtropis
yaitu Eropa tengah dan utara hanya 0,5 1% dari semua penyakit jamur. (Partogi,
2008)
dapat terjadi di seluruh dunia, tetapi penyakit ini lebih
sering menyerang daerah yang beriklim tropis dan sub tropis. Di Mexico 50%
penduduknya menderita penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi pada pria dan
wanita, dimana pria lebih sering terserang dibanding wanita dengan perbandingan
3 : 2. (Amelia, 2011)
! ,
Sebagian besar kasus terjadi karena aktivasi
pada tubuh penderita sendiri (autothocus flora), walaupun
dilaporkan pula adanya penularan dari individu lain. Kondisi patogen terjadi bila
terdapat perubahan keseimbangan hubungan antara hospes dengan ragi sebagai
flora normal kulit. Dalam kondisi tertentu akan berkembang ke
bentuk miselial, dan bersifat lebih patogenik. Keadaan yang mempengaruhi
keseimbangan antara hospes dengan ragi tersebut diduga adalah faktor lingkungan
atau faktor individual. Faktor lingkungan diantaranya adalah lingkungan mikro
pada kulit, misalnya kelembaban kulit. Sedangkan faktor individual antara lain
adanya kecenderungan genetik, atau adanya penyakit yang mendasari misalnya
sindrom Cushing atau malnutrisi. (Radiono, 2001)
- )
timbul bila berubah bentuk menjadi
bentuk miselia karena adanya faktor predisposisi, baik eksogen maupun endogen.
(Partogi, 2008)
1. Faktor eksogen meliputi suhu, kelembaban udara dan keringat,
(Budimulja, 2001). Hal ini merupakan penyebab sehingga
7
daerah subtropis. Faktor eksogen lain adalah penutupan kulit oleh pakaian
atau kosmetik dimana akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2,
mikroflora dan pH. (Partogi, 2008)
Sedangkan faktor endogen meliputi malnutrisi, dermatitis seboroik,
sindrom cushing, terapi imunosupresan, hiperhidrosis, dan riwayat
keluarga yang positif. Disamping itu bias juga karena Diabetes Melitus,
pemakaian steroid jangka panjang, kehamilan, dan penyakit – penyakit
berat lainnya yang dapat mempermudah timbulnya
(Partogi, 2008)
Patogenesis dari makula hipopigmentasi oleh terhambatnya sinar matahari
yang masuk ke dalam lapisan kulit akan mengganggu proses pembentukan
melanin, adanya toksin yang langsung menghambat pembentukan melanin, dan
adanya asam azeleat yang dihasilkan oleh dari asam lemak dalam
serum yang merupakan inhibitor kompetitf dari tirosinase. (Partogi, 2008)
. ) +
Diagnosa banding adalah :
a. Dermatitis seboroik,
b. Sifilis stadium II,
c. ,
d.
e. Vitiligo,
f. Morbus Hansen tipe Tuberkoloid,
g. Eritrasma,
h. !
i. Hipopigmentasi pascainflamasi. (Madani A, 2000)
/ 0 1
Kelainan kulit sangat superfisial dan ditemukan
terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak bercak berwarna warni,
tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk papulo vesikular
dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga
adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut.
(Budimulja, 2002)
Kadang kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan
alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau
kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering
dikeluhkan penderita. (Budimulja, 2002). Penderita pada umumnya hanya
mengeluhkan adanya bercak/makula berwarna putih (hipopigmentasi) atau
kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal ringan yang umumnya muncul
saat berkeringat, (Radiono, 2001).
Bentuk lesi tidak teratur dapat berbatas tegas atau difus. Sering didapatkan
lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular yang meluas
membentuk plakat. Kadang kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu folikular
dengan numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau numular dan
plakat. (Madani A, 2000)
Pada kulit yang terang, lesi berupa makula cokelat muda dengan skuama
halus di permukaan, terutama terdapat di badan dan lengan atas. Kelainan ini
biasanya bersifat asimtomatik, hanya berupa gangguan kosmetik. Pada kulit gelap,
penampakan yang khas berupa bercak bercak hipopigmentasi. Hilangnya pigmen
diduga ada hubungannya dengan produksi asam azelaik oleh ragi, yang
menghambat tironase dan dengan demikian mengganggu produksi melanin. Inilah
sebabnya mengapa lesi berwarna cokelat pada kulit yang pucat tidak diketahui.
Variasi warna yang tergantung pada warna kulit aslinya merupakan sebab
mengapa penyakit tersebut dinamakan " #. (Graham Brown, 2005)
2 )
Selain mengenal kelainan kelainan yang khas yang disebabkan oleh
diagnosa harus dibantu dengan
pemeriksaan pemeriksaan sebagai berikut:
9
Pemeriksaan ini memperlihatkan kelompokan sel ragi bulat berdinding
tebal dengan miselium kasar, sering terputus putus (pendek pendek), yang akan
lebih mudah dilihat dengan penambahan zat warna tinta Parker blue black atau
biru laktafenol. Gambaran ragi dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai
$ %. (Radiono, 2001).
Bahan bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit
yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%,
lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng
lempeng steril pula. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan
KOH% yang diberi tinta Parker Biru Hitam, Dipanaskan sebentar, ditutup dengan
gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang
jamur, maka kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan
jarak jarak tertentu dipisahkan oleh sekat sekat atau seperti butir butir yang
bersambung seperti kalung. Pada hifa tampak pendek
pendek, bercabang, terpotong potong, lurus atau bengkok dengan spora yang
berkelompok. (Trelia, 2003)
2. Pemeriksaan dengan Sinar Wood
Pemeriksaan dengan Sinar Wood,dapat memberikan perubahan warna
pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang
terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna kuning keemasan sampai
orange. (Trelia, 2003)
3 )1
Pengobatan dapat diterapi secara topikal maupun
sistemik. Tingginya angka kekambuhan merupakan masalah, dimana mencapai
60% pada tahun pertama dan 80% setelah tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan
1. Pengobatan Topikal
2. Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat
yang dapat digunakan ialah :
a. Selenium sulfida 1,8% dalam bentuk shampoo 2 3 kali seminggu. Obat
digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15 30 menit sebelum
mandi
b. Salisil spiritus 10%
c. Turunan azol, misalnya : mikozanol, klotrimazol, isokonazol dan
ekonazol dalam bentuk topikal
d. Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4 20%
e. Larutan Natrium Tiosulfas 25%, dioleskan 2 kali sehari sehabis mandi
selama 2 minggu. (Partogi, 2008)
3. Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus yang luas
atau jika pemakaian obat topikal tidak berhasil. Obat yang dapat diberikan
adalah :
a. Ketoconazole
Dosis: 200 mg per hari selama 10 hari
b. Fluconazole
Dosis: dosis tunggal 150 300 mg setiap minggu
c. Itraconazole
Dosis: 100 mg per hari selama 2 minggu. (Madani A, 2000)
4. Terapi hipopigmentasi (Leukoderma)
a. Liquor carbonas detergent 5%, salep pagi/malam
b. Krim kortikosteroid menengah pagi dan malam
c. Jemur di matahari ±10 menit antara jam 10.00 15.00 (Murtiastutik,
2009)
cenderung untuk kambuh, sehingga pengobatan harus
11
kedaan yang bertahan lama ini janganlah dianggap sebagai suatu kegagalan
pengobatan. (Graham Brown, 2005)
4 (
Untuk mencegah terjadinya Pityriasis versicolor dapat disarankan
pemakaian 50% propilen glikol dalam air untuk pencegahan kekambuhan. Pada
daerah endemik dapat disarankan pemakaian ketokonazol 200 mg/hari selama 3
bulan atau itrakonazol 200 mg sekali sebulan atau pemakaian sampo selenium
sulfid sekali seminggu. (Radiono, 2001)
Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, perlu diberikan pengobatan
pencegahan, misalnya sekali dalam seminggu, sebulan dan seterusnya. Warna
kulit akan pulih kembali bila tidak terjadi reinfeksi. Pajanan terhadap sinar
matahari dan kalau perlu obat fototoksik dapat dipakai dengan hati hati, misalnya
oleum bergamot atau metoksalen untuk memulihkan warna kulit tersebut.
(Madani A, 2000)
) )
Prognosisnya baik dalam hal kesembuhan (Radiono, 2001) bila
pengobataan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengobatan harus di
teruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu Wood
dan sediaan langsung negatif. (Partogi, 2008)
1
"
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai
oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan
efektifitas insulin. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan organ tubuh, terutama mata,
" 1
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut ADA (! & ! )
2009 yaitu :
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe ini disebabkan karena destruksi sel beta pankreas yang bertugas
menghasilkan insulin. Tipe ini menjurus ke defisiensi insulin absolut. Proses
destruksi ini dapat terjadi karena proses imunologik maupun idiopatik.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Tipe ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin
bersama resistensi insulin.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
1. Defek genetik fungsi sel beta akibat mutasi di :
a) kromosom 12, HNF α ( dahulu MODY 3)
b) kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
c) kromosom 20, HNF α (dahulu MODY 1)
d kromosom 13, ( dahulu MODY 4)
e) kromosom 17, HNF 1β (dahulu MODY 5)
f) kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA mitokondria
2. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, eprechaunism, sindrom
Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.
3. Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma,
fibrosis kistik, hemikromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.
4. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme,
somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
5. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
13
6. Infeksi : rubella kongenital, CMV.
7. Imunologi (jarang) : sindrom Stiffman, antibody antireseptor insulin.
8. Sindrom genetik lain : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner,
sindrom ' # ( ) # , * , porfiria, sindrom
Prader Willi, lainnya.
d. Diabetes Kehamilan (Purnamasari, 2009)
5 ) ) 1
Faktor faktor risiko terjadinya Diabetes Melitus tipe 2 menurut ADA dengan
modifikasi terdiri atas :
a. Faktor risiko mayor :
1) Riwayat keluarga DM.
2) Obesitas.
3) Kurang aktivitas fisik.
4) Ras/Etnik.
5) Sebelumnya teridentifikasi sebagai IFG.
6) Hipertensi.
7) Tidak terkontrol kolesterol dan HDL.
8) Riwayat DM pada Kehamilan.
9) Sindroma polikistik ovarium.
b. Faktor risiko lainnya :
1) Faktor nutrisi.
2) Konsumsi alkohol.
3) Kebiasaan mendengkur.
4) Faktor stress.
5) Kebiasaan merokok.
7) Lama tidur.
8) Intake zat besi.
9) Konsumsi kopi dan kafein.
10) Paritas.
11) Intake zat besi. (ADA, 2007 )
! )" ) )
Diabetes Melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan
insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3
jalan, yaitu :
a. Rusaknya sel sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia
tertentu, dll).
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
c. Desensitasi/kerusakan reseptor insulin ( + ) di jaringan perifer
(Manaf, 2009).
Aktivitas insulin yang rendah akan menyebabkan :
a. Penurunan penyerapan glukosa oleh sel sel, disertai peningkatan
pengeluaran glukosa oleh hati melalui proses glukoneogenesis dan
glikogenolisis. Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan
glukosa tanpa bantuan insulin, timbul keadaan ironis, yakni terjadi
kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intrasel
“kelaparan di lumbung padi”.
b. Kadar glukosa yang meninggi ke tingkat dimana jumlah glukosa yang
difiltrasi melebihi kapasitas sel sel tubulus melakukan reabsorpsi akan
menyebabkan glukosa muncul pada urin, keadaan ini dinamakan
( .
c. Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O
bersamanya. Keadaan ini menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai
15
d. Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan menyebabkan
dehidrasi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi
perifer karena volume darah turun mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila
tidak diperbaiki dapat menyebabkan kematian karena penurunan aliran
darah ke otak atau menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan
filtrasi yang tidak adekuat.
e. Selain itu, sel sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat
perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik.
Akibatnya timbul (rasa haus berlebihan) sebagai mekanisme
kompensasi untuk mengatasi dehidrasi.
f. Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan “sel kelaparan” akibatnya nafsu
makan ( ) meningkat sehingga timbul (pemasukan
makanan yang berlebihan).
g. Efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak menyebabkan penurunan
sintesis trigliserida dan peningkatan lipolisis. Hal ini akan menyebabkan
mobilisasi besar besaran asam lemak dari simpanan trigliserida.
Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel
sebagai sumber energi alternatif karena glukosa tidak dapat masuk ke
dalam sel.
h. Efek insulin pada metabolisme protein menyebabkan pergeseran netto
kearah katabolisme protein. Penguraian protein protein otot menyebabkan
otot rangka lisut dan melemah sehingga terjadi penurunan berat badan
(Sherwood, 2001).
- ) 1
Kelebihan gula darah memasuki sel glomerulus melalui fasilitasi glucose
transporter (GLUT), terutama GLUT 1, yang mengakibatkan aktivasi beberapa
mekanisme seperti poloy pathway, hexoamine pathway, Protein Kinase C (PKC)
pathway, dan penumpukan zat yang disebut sebagai advanced glycation end
berbagai percobaan, baik in vitro maupun in vivo, yang dapat berperan penting
dalam pertumbuhan sel, diferensiasi sel, dan sintesis bahan matriks ekstraselular.
Diantara zat ini adalah mitogen activated protein kinases (MAPKs), PKC 13
isoform dan extracellular regulated protein kinase (ERK). Ditemukannya zat yang
mampu menghambat aktivitas zat zat tersebut telah terbukti mengurangi akibat
yang timbul, seperti mencegah peningkatan derajat albuminuria dan derajat
kerusakan struktural berupa penumpukan matriks mesangial. Kemungkinan besar
perubahan ini diakibatkan penurunan ekspresi transforming growth factor f3
(TGF ) dan penurunan extra cellular matrix (ECM). Peran TGF dalam
perkembangan nefropati diabetik ini telah ditunjukkan pula oleh berbagai peneliti,
bahwa kadar zat ini meningkat pada ginjal pasien diabetes. Berbagai proses di atas
dipercaya bukan saja berperan dalam terbentuknya nefropati pada pasien DM
akan tetapi juga dalam progresifitasnya menuju tahap lanjutan. (Suwitra, 2006).
. 0 + + 6 + 1
Gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala
kronik.
a. Gejala Akut Penyakit Diabetes Melitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan,
mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
1) Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:
a. Banyak makan (poliphagia).
b. Banyak minum (polidipsia).
c. Banyak kencing (poliuria).
2) Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
a. Banyak minum.
b. Banyak kencing.
c. Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5 10
17
d. Mudah lelah.
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh
yang disebut dengan koma diabetik.
b. Gejala Kronik Diabetes melitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes melitus adalah
sebagai berikut:
1) Kesemutan.
2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk tusuk jarum.
3) Rasa tebal di kulit.
4) Kram.
5) Capai.
6) Mudah mengantuk.
7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
8) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun,bahkan
impotensi.
10) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
/ ) 1
Langkah langkah diagnostik DM dan TGT Pemeriksaan penyaring perlu
dilakukan pada kelompok tersebut di bawah ini (Committee Report ADA 2 006):
(Tjokroprawiro, 2007)
1. Kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun)
2. Obesitas BB (kg) > 110% BB ideal atau IMT > 25 (kg/rn2).
3. Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida> 250 mg/dl)
8. Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT)
Diagnosis DM ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan kadar
glukosa darah. Untuk penentuan Diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (+ ), vena ataupun kapiler
tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka angka kriteria diagnostik
yang berbeda sesuai pembakuan WHO, sedangkan untuk pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Kriteria diagnosis DM menurut menurut ADA tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini
1 ) 1
)
a. Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/ dl (11.1 mmol/L).
Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Gejala klasik adalah: poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan turun tanpa sebab.
b. Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7.0 mmol/L). Puasa adalah pasien tak mendapat kalori sedikitnya 8 jam.
c. Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L)
19
2 * & ( 1
Mengingat jumlah pasien yang semakin meningkat dan besarnya biaya
perawatan pasien penderita Diabetes Melitus yang terutama disebabkan oleh
karena komplikasi, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Menurut
WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada penderita Diabetes Melitus ada 3
tahap, yaitu :
(
Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orang orang
yang termasuk resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita Diabetes
Melitus, tetapi berpotensi untuk menderita Diabetes Melitus. Pencegahan ini
merupakan suatu cara yang sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah
orang orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat sehingga cakupannya
menjadi sangat luas (Noer, 1996).
Yang bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya profesi tetapi semua
pihak, untuk mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup
beresiko, seperti : kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang
mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang, menjaga berat badan agar
tidak gemuk dengan olah raga secara teratur. Cara tersebut merupakan alternatif
terbaik dan harus sudah ditanamkan pada anak anak sekolah sejak taman kanak
kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang sangat murah
dan efektif (Noer, 1996).
1 ( % +
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDTP tergantung dari hasil yang diperoleh :
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dl (7,8 11,0 mmol/L)
penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada populasi
resiko tinggi. Menurut WHO (1994) untuk negara berkembang termasuk
Indonesia kegiatan tersebut memerlukan biaya yang sangat besar (PERKENI,
2002). Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang perilaku terhadap sehat
seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan ditambah dengan peningkatan
pelayanan kesehatan primer di pusat pusat pelayanan kesehatan, disamping itu
juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal
mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.
( (
Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri
dari 3 tahap, antara lain :
1. Mencegah timbulnya komplikasi.
2. Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan organ.
3. Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.
Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter
maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter dokter yang terkait dengan
komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya (Soegondo,
2004).
3 ) 1
Tujuan pengelolaan diabetes melitus dibagi atas tujuan jangka pendek dan
tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbagai keluhan/
gejala diabetes sehingga penderita dapat menikmati hidup sehat dan nyaman.
Sedangkan tujuan jangka panjang adalah tercegahnya berbagai komplikasi baik
pada pembuluh darah maupun pada susunan syaraf sehingga dapat menekan
21
+ 7 &
Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan
dan keterampilan dalam pengelolaan diabetes yang diberikan kepada setiap
penderita diabetes. Disamping kepada penderita, edukasi juga diberikan kepada
anggota keluarga penderita dan kelompok masyarakat yang beresiko tinggi. Tim
kesehatan harus senantiasa mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku. Makanya dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan
keterampilan dan motivasi (Waspadji, 1997).
Beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita Diabetes Melitus
adalah apa penyakit Diabetes Melitus itu, cara perencanaan makanan yang benar
(jumlah kalori, jadwal makan dan jenisnya), kesehatan mulut (tidak boleh ada sisa
makan dalam mulut, selalu berkumur setiap habis makan), latihan ringan, sedang,
teratur setiap hari dan tidak boleh latihan berat, menjaga baik bagian bawah (
, (daerah berbahaya) seperti : sepatu, potong kuku, tersandung, hindari trauma
dan luka (Waspadji, 1997).
1 1
Tujuan utama terapi diet pada penderita Diabetes Melitus adalah
menurunkan atau mengendalikan berat badan disamping mengendalikan kadar
gula atau kolesterol. Semua ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dan mencegah paling tidak menunda terjadinya komplikasi akut maupun
kronis. Penurunan berat badan pasien Diabetes Melitus yang mengalami obesitas
umumnya akan menurunkan resistensi insulin. Dengan demikian, penurunan berat
badan akan meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel dan memperbaiki
pengendalian glukosa darah (Mirza, 2008).
( 5
Diabetes Melitus akan terawat dengan baik apabila terdapat keseimbangan
antara diet, latihan fisik secara teratur setiap hari dan kerja insulin. Latihan juga
dapat membuang kelebihan kalori, sehingga dapat mencegah kegemukan juga
Meskipun latihan teratur itu baik untuk penderita diabetes melitus, tetapi
syarat yang harus dipenuhi adalah persediaan insulin di dalam tubuh harus cukup.
Apabila latihan dikerjakan oleh penderita Diabetes Melitus yang tidak cukup
persediaan insulinnya, maka latihan akan memperburuk bagi penderita tersebut.
Beberapa kegunaan dari latihan teratur setiap hari pada penderita diabetes melitus
antara lain :
a. Meningkatkan kepekaan insulin apabila dikerjakan setiap 1,5 jam sesudah
makan dapat mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas
insulin pada reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.
c. Meningkatkan kadar kolesterol HDL yang merupakan faktor protektif untuk
penyakit jantung koroner.
d. Glikogen otot dan hati menjadi kurang, maka selama latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
e. Menurunkan total kolesterol dan trigliserida dalam darah, karena terjadi
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
+ # ' 5 ) )
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah normal
belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan fisik. Dalam pengelolaan
diabetes melitus yang memakai obat hipoglikemia ini ada dua macam obat yang
diberikan yaitu pemberian secara oral dan secara injeksi. Obat yang diberikan
secara oral/hipoglikemia yang umum dipakai adalah Sulfonilurea dan Binguanid.
23
4 ) )
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup
seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat. (Mansjoer A, 1999)
1 + 1
)" ) )
Patofisiologi timbulnya manifestasi penyakit kulit pada penderita diabetes
melitus belum sepenuhnya diketahui. Menurut Djuanda (2007), kadar gula kulit
(glukosa kulit) merupakan 55% kadar gula darah (glukosa darah) pada orang
biasa. Pada penderita diabetes, rasio meningkat sampai 69 71% dari glukosa darah
yang sudah meninggi. Pada penderita yang sudah diobati pun rasio melebihi 55 %.
Gula kulit berkonsentrasi tinggi di daerah intertriginosa dan interdigitalis. Hal
tersebut mempermudah timbulnya dermatitis, infeksi bakterial (terutama
furunkel), dan infeksi jamur (terutama kandidosis). Keadaan keadaan ini
0 8 % 5 #%# 8 %#8
) *
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
9 1 + " 8* )
Variabel variabel independen yang akan diteliti adalah jenis kelamin, usia,
dan pekerjaan dengan definisi operasional sebagai berikut:
1. Jenis kelamin responden adalah jenis kelamin pasien
karena diabetes melitus pada saat penelitian dilaksanakan, yang dibagi
dalam :
a. Laki laki
b. Perempuan
2. Usia responden yang akan diteliti adalah interval waktu antara tanggal
lahir responden dengan saat pertama kali didiagnosa mengidap penyakit
jamur karena diabetes melitus sesuai dengan yang
tercatat pada rekam medik di RSUP H.Adam Malik Medan yang
dikategorikan dalam :
1. 1 20 tahun
2. 21 40 tahun
3. 41 60 tahun
25
4. 61 80 tahun
3. Pekerjaan adalah kegiatan/ pekerjaan yang dilakukan responden saat ini.
1 1 9 1
No. Variabel Alat ukur Kategori Skala ukur
1. Jenis kelamin Data sekunder
dari rekam medik
1. Laki – laki
2. Perempuan
Nominal
2. Usia Data sekunder
dari rekam medik
1. 1 20 tahun
2. 21 40t ahun
3. 41 60 tahun
4. 61 80 tahun
Nominal
3. Pekerjaan Data sekunder
dari rekam medik
1. Wiraswasta
2. PNS
3. Ibu rumah tangga
4. Pensiunan
5. Pekerja Lepas
6. Pelajar/mahasiswa
7. Petani
8. Sopir
Nominal
*)
Adapun hipotesa dari penelitian ini adalah:
Ada hubungan antara infeksi jamur dengan penderita
!
8 # #
! $
Penelitian ini merupakan penelitian bersifat analitik dengan
menggunakan pendekatan yang bertujuan untuk melihat
hubungan infeksi jamur dengan Diabetes Melitus di
RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Januari 2011 sampai Desember
2011.
! : + *
Penelitian ini telah dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan.
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September 2012 sampai
selesai.
! )* + % *
! )*
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita
dan non dan dilihat apakah menderita DM
atau non DM di RSUP H.Adam Malik Medan.
! % *
Adapun pengambilan sampel dilakukan secara
yaitu sampel yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam
penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Sampel yang
27
1. Kriteria inklusi yaitu:
Rekam medis penderita dan non
dan dilihat apakah menderita DM atau tidak di bagian rekam medis RSUP H.
Adam Malik Bulan Januari 2011 sampai Desember 2011 yang memiliki data
lengkap.
2. Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah:
Rekam medis penderita dan non
dan dilihat apakah menderita DM atau tidak di bagian rekam medis RSUP H.
Adam Malik Bulan Januari 2011 sampai Desember 2011 yang memiliki data
tidak lengkap.
Jumlah sampel yang akan diteliti ditentukan dengan menggunakan rumus:
n = Z²1 α/2 P (1 P)
d²
= (1,96)² x 0,5 (1 0,5)
(0,1)²
= 0,96
0,01
= 96
Keterangan : n = Besar sampel minimum
Z1 α/2 = Nilai sebaran normal baku yang besarnya
tergantung α
P = Proporsi pada populasi
d = Besar penyimpangan (absolut) yang bisa diterima
!! *
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang
berasal dari rekam medik penderita dan non
dan dilihat apakah menderita DM atau tidak di RSUP H. Adam
!- ) +
Analisis dilakukan secara statistik dengan menggunakan uji
- . Pengolahan data dengan menggunakan program komputer untuk
29
-%# # # %
-- * )
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
(RSUP HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan
Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan.
Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan Kategori Kelas A.
Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP HAM Medan telah memiliki fasilitas
kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain
itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk
Wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau
sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991
tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai
rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
- * % *
Sampel penelitian ini adalah penderita dan non
dan dilihat menderita DM atau tidak yang memenuhi kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti. Jumlah data yang
dijadikan sampel adalah sebanyak 96 orang. Distribusi
karena DM meliputi jenis kelamin, usia dan pekerjaan. Untuk lebih jelasnya
1 - 1 % 1 $ ; Laki laki Perempuan 47 49 49.0 51.0 " ; 1 20 21 40 41 60 61 80 13 17 45 21 13.5 17.7 46.9 21.9 ; Wiraswasta PNS
Ibu rumah tangga
Pensiunan Pekerja lepas Pelajar/mahasiswa Petani Sopir 20 8 38 4 4 12 9 1 20.8 8.3 39.6 4.2 4.2 12.5 9.4 1.0
) 3. 44
Berdasarkan jenis kelamin, hasil penelitian ini mendapatkan bahwa
persentasi tertinggi terdapat pada jenis kelamin perempuan yaitu 49 orang
(51,0%), sedangkan pada laki laki hanya 47 orang (49,0%). Hal ini dapat dilihat
pada tabel 5.1
Berdasarkan usia, hasil penelitian ini mendapatkan bahwa persentasi
tertinggi terdapat pada kelompok usia 41 60 tahun yaitu 45 orang (46,9%),
sedangkan pada kelompok umur 1 20 tahun hanya 13 orang (13,5%). Hal ini
dapat dilihat pada tabel 5.1.
Berdasarkan pekerjaan, hasil penelitian ini mendapatkan bahwa persentasi
31
(39,6%), dan yang terendah adalah sopir yaitu hanya 1 orang (1,0%). Hal ini dapat
dilihat pada tabel 5.1.
1 - 1 1 # "
# " & ;
Ada Tidak ada 48 48 50.0 50.0
) 3. 44
Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa riwayat orang yang terkena infeksi
yaitu 48 orang (50,0%) sama dengan orang yang tidak terkena infeksi
yaitu 48 orang (50,0 %).
1 - 1 1 1
1 ; Ada Tidak ada 9 87 9.4 90.6
) 3. 44
Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa riwayat orang yang terkena Diabetes
Melitus yaitu 9 orang (9,4%) sama dengan orang yang tidak terkena Diabetes
Melitus yaitu 87 orang (90,6 %).
1 - ! 1 # " + # "
# " &
)
< & + + +
; ; ;
Ada 2 2.1% 6 6.3% 8 8.3%
Tidak ada 46 47.9% 42 43.8% 88 91.7%
)
!2 -4 4; !2 -4 4; 3. 44;
[image:43.612.127.514.361.439.2] [image:43.612.118.522.536.704.2]Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa pada penderita infeksi yang
memiliki riwayat DM sebanyak 2 orang (2,1%) sedangkan yang tidak memiliki
DM sebanyak 6 orang (6,3%).
Dari distribusi diatas, dilakukan uji - dan didapatkan nilai
=0,140 dan ./=2.182 yang artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara penderita infeksi dengan DM.
1 - - 1 $ + # "
$
# " &
) + + + ; ; ; Laki laki Perempuan 29 19 30.2 19.8 18 30 18.8 31.3 47 59 49.0 51.0
) !2 -4 4 !2 -4 4 3. 44
Tabel 5.5 memperlihatkan bahwa infeksi lebih banyak diderita
oleh laki laki yaitu sebanyak 29 orang (30,2%) dan perempuan hanya 19 orang
(19,8%).
1 - . 1 + # "
# " &
) + + + ; ; ; 1 20 21 40 41 60 61 80 13 13 16 6 13.5 13.5 16.7 6.3 0 4 29 15 0 4.2 30.2 15.6 13 17 45 21 13.5 17.7 46.9 21.9
[image:44.612.123.513.262.425.2] [image:44.612.129.513.447.699.2]33
Tabel 5.6 memperlihatkan bahwa infeksi lebih banyak diderita
pada usia 41 60 tahun yaitu sebanyak 16 orang (16,7%) dan yang terendah pada
usia 61 80 tahun yaitu sebanyak 6 orang (6,3%).
1 - / 1 + # "
# " &
)
+ + +
; ; ;
Wiraswasta
PNS
Ibu rumah tangga
Pensiunan Pekerja lepas Pelajar/mahasiswa Petani Sopir 13 4 11 1 3 12 4 0 13.5 4.2 11.5 1.0 3.1 12.5 4.2 0 7 4 27 3 1 0 5 1 7.3 4.2 28.1 3.1 1.0 0 5.2 1.0 20 8 38 4 4 12 9 1 20.8 8.3 39.6 4.2 4.2 12.5 9.4 1.0
) !2 -4 4 !2 -4 4 3. 44
Tabel 5.7 memperlihatkan bahwa pekerjaan dengan presentasi tertinggi
yang berisiko terkena infeksi adalah Wiraswasta, yaitu sebanyak 13
orang (13,5%), yang terendah adalah Pensiunan yaitu hanya 1 orang (1,0%), dan
yang tidak memiliki resiko adalah Sopir yaitu 0 orang (0%).
- 1
Berdasarkan total keseluruhan, yaitu 96 sampel, dilihat dari jenis kelamin,
hasil penelitian ini mendapatkan bahwa persentasi tertinggi terdapat pada jenis
kelamin perempuan yaitu 49 orang (51,0%), sedangkan pada laki laki hanya 47
orang (49,0%). Sedangkan berdasarkan usia, hasil penelitian ini mendapatkan
bahwa persentasi tertinggi terdapat pada kelompok usia 41 60 tahun yaitu 45
orang (46,9%), sedangkan yang terendah terdapat pada kelompok umur 1 20
tahun hanya 13 orang (13,5%). Kemudian berdasarkan pekerjaan, hasil penelitian
[image:45.612.109.530.199.441.2]tangga yaitu sebanyak 38 orang (39,6%), dan yang terendah adalah sopir yaitu
hanya 1 orang (1,0%).
Kemudian, dilihat dari sampel yang menderita infeksi
dengan penderita Diabetes Melitus diperoleh data bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara infeksi dengan penderita Diabetes M
elitus hanya 2 orang (2,1%) dengan jenis kelamin perempuan, usia 61 tahun,
pekerjaan sebagai pensiunan dan laki laki, usia 80 tahun, pekerjaan sebagai
pekerja lepas. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Ghosh, et al. (2008) di
India mengatakan bahwa hanya sejumlah kecil penderita dengan
telah hidup bersama penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus
(2,73%). Tetapi studi dari beberapa + ( 0 lainnya mengungkapkan tidak ada
hubungan infeksi dengan Diabetes Melitus.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa infeksi lebih
banyak diderita oleh oleh laki laki yaitu sebanyak 29 orang (30,2%) dan
perempuan hanya 19 orang (19,8%). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Sunil, et al.(2008) di India mengatakan bahwa dari 110
pasien , 65 (59,09%) penderita adalah laki laki dan 45
(40,91%) pasien adalah perempuan (1.44:1). Di Amerika Serikat dilaporkan
bahwa penderita pada usia 20 30 tahun dengan perbandingan 1,09% pria dan
0,6% wanita. Tetapi, penelitian retrospektif yang dilakukan pada penderita
dermatomikosis yang dirawat di IRNA Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dr.
Soetomo Surabaya dalam kurun waktu antara 2 Januari 1998 sampai dengan 31
Desember 2002 penderita perempuan hampir sebanding dengan laki laki (10:9).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa infeksi lebih banyak
diderita pada usia 41 60 tahun yaitu sebanyak 16 orang (16,7%) dan yang
terendah pada usia 61 80 tahun yaitu sebanyak 6 orang (6,3%). Hal ini berbeda dengan riset di Amerika Serikat, sering dijumpai pada usia
15 24 tahun, saat kelenjar sebasea ( ) bekerja aktif. Sedangkan di
35
.
%# %
. *
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian, maka dapat diambil
kesimpulan mengenai hubungan antara infeksi dengan
Diabetes Melitus di RSUP H. Adam Malik bulan Januari 2011 sampai Desember
2011 adalah:
1. Berdasarkan total keseluruhan, yaitu 96 sampel, dilihat dari jenis kelamin,
hasil penelitian ini mendapatkan bahwa persentasi tertinggi terdapat pada
jenis kelamin perempuan yaitu 49 orang (51,0%), sedangkan pada laki laki
hanya 47 orang (49,0%). Sedangkan berdasarkan usia, hasil penelitian ini
mendapatkan bahwa persentasi tertinggi terdapat pada kelompok usia 41
60 tahun yaitu 45 orang (46,9%), sedangkan yang terendah terdapat pada
kelompok umur 1 20 tahun hanya 13 orang (13,5%). Kemudian
berdasarkan pekerjaan, hasil penelitian ini mendapatkan bahwa persentasi
tertinggi terdapat pada pekerjaan ibu rumah tangga yaitu sebanyak 38
orang (39,6%), dan yang terendah adalah sopir yaitu hanya 1 orang
(1,0%).
2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara infeksi
dengan penderita Diabetes Melitus ( =0,140).
3. Infeksi lebih banyak diderita oleh oleh laki laki yaitu
sebanyak 29 orang (30,2%) dan perempuan hanya 19 orang (19,8%).
4. Infeksi lebih banyak diderita pada usia 41 60 tahun yaitu
sebanyak 16 orang (16,7%) dan yang terendah pada usia 61 80 tahun yaitu
sebanyak 6 orang (6,3%).
. %
1. Pasien diabetes hendaknya diberi saran dan edukasi untuk menjaga
2. Kepada RSUP Haji Adam Malik Medan dan pihak pihak terkait, agar data
Rekam Medik lebih lengkap dan lebih rapi.
3. Pasien DM yang mengalami manifestasi penyakit kulit hendaknya dirujuk
ke Departemen Kulit dan Kelamin untuk mendapat penanganan.
4. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
5. Penelitian hendaknya mengambil sampel dari rentang waktu yang lama
37
5 %
ADA. 2007. 1 2 1 3
& & & .
USA : ADA, 2 24
Amelia, Sri,. 2011. Mikosis Superfisial di unduh dari :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/30416 [diakses pada tanggal
20 Mei 2012]
Budimulja, U., 2002. Mikosis. In : Djuanda A., et al, 4 ( 5
5 . Jakarta : Balai penerbit FK UI, 100 101
Boel, Trelia,. 2003. Mikosis Superfisial di unduh dari :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/1174 [diakses pada tanggal
23 April 2012]
Darmono. (1996). & 5 ( & : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: BP FK UI, 590‐594.
Djuanda, Suria. 2008. Hubungan Kelainan Kulit dan Penyakit Sistemik. Dalam :
Djuanda, adhi., Hamzah, Mochtar., Aisah, Siti., ed. 4 ( 5
5 . Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 318
326.
Foster, D.W. (2000). & : Harrison’s Principles of Internal
Medicine. Edisi 14. New York: McGraw‐Hill Companies, 2060‐2080,
2196‐2201.
6 78 + 9 1 9 : 8 9 ;;< = > & Jakarta :
Erlangga, 40 41.
Inzucchi, S., Porte, D., Sherwin, R., dan Baron, A. (2005). : &
2 ! . Edisi 1. New York: Mc Graw Hill
Karam, J.H. (1995). & : Current Medical Diagnosis and Treatment.
Edisi 34. New York: Prentice‐Hall International, 1004‐1030.
Leonhardt, JM., Heyman, WR. 2003. Cutaneous Manifestation of Other
Endocrine Disease. 4 : Freedberg, IM., Elsen, AZ., Wolff, K., Austen,
KF., Goldsmith, LA., Katz, SI., ed. ) (# & 6
. Newyork : McGraw Hill, 1662 1670.
Madani, Fattah., 2000. Infeksi Jamur Kulit. In : Harahap Marwali, 4 (
5 . Jakarta : Hipokrates, 73 74
Murtiastutik, D. 2009. Infeksi Jamur. In : Murtiastutik, D., et al, ! (
5 ? 5 Surabaya : Airlangga University Press
Notoatmodjo, S., 2005 Jakarta: Rineka Cipta9 26‐27,
88‐89
Partogi, D., 2008. ( & 8 1 @
8 ( 5 di unduh dari:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3417 [diakses pada tanggal
23 April 2012]
Powers, AC. 2005. Diabetes Mellitus. 4 : Brauwald, Fauci, Kasper, Hauser,
Longo, Jameson, ed. * # 4 . 16th
edition. Newyork : McGraw Hill, 2152 2180.
Purnamasari, Dyah. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam :
Sudoyo, Aru., Setyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., ed. 8 ( !, 4
( & . Edisi 5. Jilid 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FK UI, 1880 1883.
Radiono, S., 2001. Pitirasis Versicolor. In : Budimulja, U., et al, & (
39
Roglic, Gojka et al. 2004. 6 & 9 : B
;;; , ;C;. Diabetes Care 27, 1047 1053.
Shah, BR., Hux, JE. 2003. D : 1 ( 4 & )
' & . Diabetes Care 26, 510 513.
Sherwood, Lauralee. 2001. ) A ( A . Edisi 2. Jakarta :
EGC
Suyono, Slamet. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam : Sudoyo, Aru.,
Setyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., ed. 8 ( !, 4 ( & .
Edisi 5. Jilid 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI,
1873 1879.
Siregar, R. S., 2005. A ( 5 Jakarta : EGC, 10 12.
Soegondo, S. (1996). & : Buku Ajar
=! 41!>
5 #: > #
Nama : Vilza Raihany
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 5 Februari 1992
Agama : Islam
Alamat : Jl. Gurilla Gg. Kartawi No. 5, Medan
Riwayat Pendidikan : 1. Madrasah Ibtidaiyah Negeri Medan
2. Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Medan
3. SMA Negeri 7 Medan
Riwayat Pelatihan :
41
=! 41!>
=! 41!> C
8 % %%
$
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki laki 47 49.0 49.0 49.0
Perempuan 49 51.0 51.0 100.0
Total 96 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 20 13 13.5 13.5 13.5
21 40 17 17.7 17.7 31.3
41 60 45 46.9 46.9 78.1
61 80 21 21.9 21.9 100.0
Total 96 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Wiraswasta 20 20.8 20.8 20.8
PNS 8 8.3 8.3 29.2
Ibu rumah tangga 38 39.6 39.6 68.8
Pensiunan 4 4.2 4.2 72.9
Pekerja lepas 4 4.2 4.2 77.1
43
Petani 9 9.4 9.4 99.0
Sopir 1 1.0 1.0 100.0
Total 96 100.0 100
# " &
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ada 48 50.0 50.0 50.0
Tidak ada 48 50.0 50.0 100.0
Total 96 100.0 100.0
< &
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ada 9 9.4 9.4 9.4
Tidak ada 87 90.6 90.6 100.0
Total 96 100.0 100.0
< & ? # " & , ) 1 )
InfeksiPityriasis
Total Ada Tidak ada
Riwayat DM
Ada Count 2 6 8
% of Total 2.1% 6.3% 8.3%
Tidak ada Count 46 42 88
% of Total 47.9% 43.8% 91.7%
< & ? # " & , ) 1 )
InfeksiPityriasis
Total Ada Tidak ada
Riwayat DM
Ada Count 2 6 8
% of Total 2.1% 6.3% 8.3%
Tidak ada Count 46 42 88
% of Total 47.9% 43.8% 91.7%
Total Count 48 48 96
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
, 6%@
Value df Asymp. Sig. (2 sided)
Exact Sig. (2 sided)
Exact Sig. (1 sided)
Pearson Chi Square 2.182a 1 .140
Continuity Correctionb
1.227 1 .268
Likelihood Ratio 2.275 1 .131
Fisher's Exact Test .268 .134
N of Valid Cases 96
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00.
b. Computed only for a 2x2 table
$ ? # " & , ) 1 )
InfeksiPityriasis
Total Ada Tidak ada
JenisKelamin Laki laki Count 29 18 47
% of Total 30.2% 18.8% 49.0%
Perempuan Count 19 30 49
% of Total 19.8% 31.3% 51.0%
45
$ ? # " & , ) 1 )
InfeksiPityriasis
Total Ada Tidak ada
JenisKelamin Laki laki Count 29 18 47
% of Total 30.2% 18.8% 49.0%
Perempuan Count 19 30 49
% of Total 19.8% 31.3% 51.0%
Total Count 48 48 96
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
? # " & , ) 1 )
InfeksiPityriasis
Total Ada Tidak ada
UsiaBaru 1 20 Count 13 0 13
% of Total 13.5% .0% 13.5%
21 40 Count 13 4 17
% of Total 13.5% 4.2% 17.7%
41 60 Count 16 29 45
% of Total 16.7% 30.2% 46.9%
61 80 Count 6 15 21
% of Total 6.3% 15.6% 21.9%
Total Count 48 48 96
? # " & , ) 1 )
InfeksiPityriasis
Total Ada Tidak ada
Pekerjaan Wiraswasta Count 13 7 20
% of Total 13.5% 7.3% 20.8%
PNS Count 4 4 8
% of Total 4.2% 4.2% 8.3%
Ibu rumah tangga Count 11 27 38
% of Total 11.5% 28.1% 39.6%
Pensiunan Count 1 3 4
% of Total 1.0% 3.1% 4.2%
Pekerja lepas Count 3 1 4
% of Total 3.1% 1.0% 4.2%
Pelajar/mahasiswa Count 12 0 12
% of Total 12.5% .0% 12.5%
Petani Count 4 5 9
% of Total 4.2% 5.2% 9.4%
Sopir Count 0 1 1
% of Total .0% 1.0% 1.0%
Total Count 48 48 96
47
! " # $% & % % '(
' ) *+ , & % % & % % - .(
+ +/ 0 1 & % % & % % ' -(
- 0 .* $% & % % . /(
* &$ 1 2' 3 # )) $% & % % . /(
. 0 *! , & % % & % % - .(
2 4 -! 1 & % % & % % - .(
/ 1 *( 3 # )) $% & % % - .(
! $ 1 -+ , & % % & % % - .(
( 0 1 ** 3 # )) & % % $% - .(
.( , $% & % % - .(
' 1 .( 3 # )) $% & % % - .(
+ 3 1 /( & % % & % % . /(
- $% 1 -( 3 # )) & % % & % % ' -(
* 5 1 -/ 3 # )) $% & % % - .(
. 1 1 * 3 # )) & % % & % % - .(
2 &4 *( , & % % & % % - .(
48
'+ 1 -2 3 # )) & % % & % % - .(
'- 1 *+ 3 # )) & % % & % % - .(
'* 1 -- 3 # )) & % % & % % - .(
'. 4 1 . $% $% . /(
'2 1 *2 3 # )) $% & % % - .(
'/ 74 */ , $% & % % - .(
'! 7 1 +/ 0 $% & % % ' -(
+( * " # $% & % % '(
+ 0 '2 , $% & % % ' -(
+' 0 1 *- 3 # )) & % % & % % - .(
++ 1 .! 3 # )) & % % & % % . /(
+- 22 & % % & % % . /(
+* 0 .' & % % $% . /(
+. , 1 -+ 3 # )) & % % & % % - .(
+2 1 *( 3 # )) & % % & % % - .(
+/ ' , $% & % % ' -(
+! $8 '! 1 $% & % % ' -(
-( 7 *( 3 # )) $% & % % - .(
- /( 1 $% $% . /(
-' 0 ! " # $% & % % '(
49
-- 0 0 1 .! 3 # )) & % % & % % . /(
-* 7 1 .* 3 # )) & % % & % % . /(
-. 74 1 2 " # $% & % % '(
-2 0 1 +. , $% & % % ' -(
-/ $0 ( " # $% & % % '(
-! * , $% & % % - .(
*( 5 1 -2 3 # )) $% & % % - .(
* 00 +2 , $% & % % ' -(
*' &0 1 +/ 0 $% & % % ' -(
*+ 1 - 3 # )) & % % & % % - .(
*- 0 1 '( , $% & % % '(
** 0 1 ** 3 # )) & % % $% - .(
*. 8 1 -. 3 # )) & % % & % % - .(
*2 $ ++ 0 $% & % % ' -(
*/ 4 +( $% & % % ' -(
*! 0 1 *( 3 # )) $% & % % - .(
.( 70 1 +. , $% & % % ' -(
. 1 -' 3 # )) $% & % % - .(
.' 0 *- & % % & % % - .(
.+ 2( & % % & % % . /(
.- 4 1 + 3 # )) & % % & % % ' -(
.* ./ 0 & % % $% . /(
.. 06 - 0 & % % & % % - .(
.2 00 */ , & % % & % % - .(
50
2+ 1 * 3 # )) & % % & % % - .(
2- $ 1 -. 3 # )) & % % & % % - .(
2* 1 */ 3 # )) & % % $% - .(
2. 0 +. , & % % & % % ' -(
22 0 1 2. 3 # )) & % % & % % . /(
2/ 1 . 3 # )) & % % & % % . /(
2! 1 */ 3 # )) & % % & % % - .(
/( & .! & % % & % % . /(
/ 0 1 ** 3 # )) & % % & % % - .(
/' 0 .( $% & % % - .(
/+ 0 2( 0 & % % & % % . /(
/- .( & % % $% - .(
/* . " # $% & % % '(
/. & 1 .2 0 & % % & % % . /(
/2 $9 - " # $% & % % '(
// 2 " # $% & % % '(
/! 5 1 ! " # $% & % % '(
!( &0 *- 0 $% & % % - .(
! 00 *( , $% & % % - .(
!' *+ $% & % % - .(
51
!- 1 '2 3 # )) $% & % % ' -(
!* $05 1 +2 3 # )) $% & % % ' -(