• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Infeksi Jamur Pityriasis Versicolor Dengan Diabetes Meltus Di RSUP. H. Adam Malik Medan Bulan Januari 2011 Sampai Desember 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Infeksi Jamur Pityriasis Versicolor Dengan Diabetes Meltus Di RSUP. H. Adam Malik Medan Bulan Januari 2011 Sampai Desember 2011"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

! " # $%&&

'

()

*

+ $( ,-% $./

&( ,&( 0./

1

, 2% &3%/

(3)

iv

! "

#$% & ' (

)*++

! !

, -. "

/

)- 01* )23 +- 0+- 423

$

0 5* +6*3

(4)

! 5 +6

7 8 "

! " $%&& $%&&9

1 8 ,1 8/

1

: 1 ;

1 '

'

1

' 4

& 1 < ! +1<=

: 1 ;

$ > 11

- 11 ,1/ 8

3 ! 6 ' 88

? 8 = ; 8 ! 6 @

(5)

vi

) ! # A @@ ! A @ !

A

B +

! ! @ :

C : : : ! *

C D @ ' 8 : ! C 8

E + $%%( :

1

'

0 :1

! '

1 ! 5

+6

" $%&$

(6)

! "# #

$

% # #

%& ' # #

( )

# )

) $ # ' *

* + , - *

. $ # .

/ #, /

(7)

viii

# #

$ ,

$

- $ ,

1 # # $ ,

# # #

#

) + ' ' 2 ' $ )

* $ # $ *

. 3& " $ /

/ # $ 0

0 # #

, ! "# # ' $ ,

# # #

- -# &

! , ' $ 4& #

&#

)

5 )

6 ' & )

#& ' 7 & )

& $ *

# ' 8 $ .

/

/

(8)

) 7

(9)

x

:# #

,

5 ' ,

- $ # $ , .

, ! ,

$ , 7 , - 0

, $ , ;

, $ , $ ,

, ; $ ' ;

$ , 5 - ' ;

) $ , 3 ' ;

(10)

& $ < ' & 0

& % " ( "

& 4 & 7 77

(11)

iii

! " #

$%&&

'

()

*

+ $( ,-% $./

&( ,&( 0./

1

, 2% &3%/

(12)

! "

#$% & ' (

)*++

! !

, -. "

/

)- 01* )23 +- 0+- 423

$

0 5* +6*3

(13)

1

alam kehidupan sehari hari kebersihan merupakan hal yang sangat

penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan

dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu

dan kebiasaan (Hidayat, 2009).

Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung organ organ tubuh

didalamnya, maka kebersihan kulit perlu dijaga kesehatannya. Kebersihan kulit

merupakan mekanisme utama untuk mengurangi kontak dan transmisi terjadinya

infeksi, salah satunya infeksi jamur (Larson E, 2001).

Infeksi jamur kulit cukup banyak ditemukan di Indonesia, yang merupakan

negara tropis beriklim panas dan lembab, apalagi bila higiene juga kurang

sempurna (Madani A, 2000).

Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau

mikosis yang mempunyai insidensi cukup tinggi ialah mikosis superfisialis.

Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah dermatofitosis dan

nondermatofitosis, yang terdiri atas berbagai penyakit diantaranya

, yang lebih dikenal sebagai penyakit panu (Budimulja, 2002).

Penyakit ini dikenal untuk pertama kali sebagai penyakit jamur pada tahun

1846 oleh Eichsted. Robin pada tahun 1853 memberi jamur penyebab penyakit ini

dengan nama dan kemudian pada tahun 1889 oleh Baillon

diberi nama (Partogi, 2008)

Sebagian besar kasus terjadi karena keadaan yang

mempengaruhi keseimbangan antara hospes dengan jamur tersebut diduga adanya

faktor lingkungan diantaranya kelembaban kulit (Radiono, 2001).

Ditinjau dari masing masing kasus mikosis superfisialis yang paling sering

ditemukan adalah . adalah infeksi jamur

(14)

. Infeksi ini bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa

peradangan (Madani A, 2000).

Penyakit ini sering dilihat pada remaja, walaupun anak anak dan orang

dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961) ada beberapa faktor

yang mempengaruhi infeksi, yaitu faktor herediter, penderita yang sakit kronik

atau yang mendapat pengobatan steroid dan malnutrisi. (Budimulja, 2002)

dapat menyerang masyarakat kita tanpa memandang

golongan umur tertentu. Dari segi usia yakni usia 16 40 tahun. Kemungkinan

karena segmen usia tersebut lebih banyak mengalami faktor predisposisi atau

pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma, banyak keringat, selain pajanan

terhadap jamur lebih lama. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, walaupun

pernah dilaporkan di USA penderita yang tersering menderita berusia antara 20

30 tahun dengan perbandingan 1.09% pria dan 0,6% wanita. Insidensi

yang akurat di Indonesia belum ada. Hanya diperkirakan 50% dari

populasi di negara tropis terkena penyakit ini (Partosuwiryo, 1992; Adiguna MS,

2001; Radiono, 2001).

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua duanya (Purnamasari, 2009).

Saat ini Diabetes Melitus menjadi salah satu ancaman utama bagi

kesehatan umat manusia pada abad ke 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada

tahun 2000 jumlah penderita diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta

orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu

akan membengkak menjadi 300 juta orang (Suyono, 2009). Menurut Powers

(2005) kejadian diabetes melitus meningkat seiring bertambahnya usia. Pada

tahun 2000, prevalensi DM di dunia diperkirakan sebesar 0,19% pada orang usia

< 20 tahun dan 8,6% pada orang usia > 20 tahun. Pada orang usia > 65 tahun

prevalensi diabetes melitus sebesar 20,1%. Di tahun 2004 sekitar 3,4 juta orang

meninggal akibat konsekuensi dari tingginya kadar gula darah pada orang yang

menderita DM dan lebih dari 80% kematian tersebut terjadi di negara negara

(15)

3

Di Indonesia sendiri diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi

Diabetes Melitus (DM) mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Menurut

penelitian epidemiologi yang dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di

Indonesia berkisar antara 1,4 sampai 1,6% kecuali di dua tempat yaitu di

Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, sebesar 2,3% dan di Manado sebesar 6%

(Suyono, 2009). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,

diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45

54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke 2 yaitu 14,7%. Dan daerah

pedesaan, DM menduduki ranking ke 6 yaitu 5,8% (Depkes, 2009).

Hiperglikemia kronik pada Diabetes Melitus berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,

terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Selain organ organ

tersebut , kulit menjadi salah satu organ yang sering terkena dampak dari Diabetes

Melitus. Manifestasi kulit berupa infeksi menjadi salah satu komplikasi kronik

yang sering terlihat pada pasien diabetes melitus (Shah & Hux, 2003). Tingginya

kadar glukosa darah menyebabkan meningginya kadar glukosa kulit pada pasien

diabetes melitus sehingga mempermudah timbulnya manifestasi kulit berupa

dermatitis, infeksi bakterial , infeksi jamur, dan lain lain (Djuanda, 2007). Selain

itu penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa terjadi abnormalitas sistem imun

pada penderita DM sehingga berakibat meningkatnya kejadian infeksi kulit (Shah

& Hux, 2003). Kondisi sel epitel dan mukosa pada penderita DM juga mengalami

peningkatan adhesi terhadap beberapa mikroorganisme patogen seperti

di mulut dan sel mukosa vagina serta di sel epitel saluran

kemih (Leonhardt & Heymann, 2003).

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana hubungan dengan Diabetes Melitus di

(16)

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan

dengan Diabetes Melitus di RSUP. H. Adam Malik.

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui hubungan antara dengan Diabetes

Melitus.

2. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan jenis

kelamin.

3. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan usia.

4. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan

pekerjaan.

! "

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu untuk :

Sebagai sumber data bagi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan, mengenai berapa angka penderita hubungan penyakit

dengan Diabetes Melitus

2. Bagi peneliti, yaitu untuk menambah pengetahuan mengenai hubungan

penyakit dengan Diabetes Melitus

3. Bagi peneliti lain, sebagai referensi untuk melakukan penelitian yang

sama atau terkait.

4. Bagi keluarga penderita Diabetes Melitus dapat menjadi masukan untuk

meningkatkan kemampuan hidup sehat dan meningkatkan kebersihan

(17)

5

# $ %

& ' () )

"

adalah infeksi jamur superfisial pada kulit yang

disebabkan oleh atau dan ditandai

dengan adanya makula di kulit, skuama halus dan disertai rasa gatal. Infeksi ini

bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa peradangan.

biasanya mengenai wajah, leher, badan, lengan atas, ketiak, paha, dan lipatan

paha. (Madani A, 2000)

Penyakit ini terutama terdapat pada orang dewasa muda, dan disebabkan

oleh ragi , yang merupakan komensal kulit normal pada folikel

pilosebaseus. Ini merupakan kelainan yang biasa didapatkan di daerah beriklim

sedang, bahkan lebih sering lagi terdapat di daerah beriklim tropis. Alasan

mengapa multipikasi ragi tersebut sampai terjadi dan dapat menimbulkan lesi kulit

pada orang orang tertentu belum diketahui. (Graham Brown, 2005)

) )

Penyebab penyakit ini adalah , yang dengan pemeriksaan

morfologi dan imunoflorensi indirek ternyata identik dengan

. (Madani A, 2000). Prevalensi lebih tinggi (50%)

di daerah tropis yang bersuhu hangat dan lembab. (Radiono, 2001)

* + ) )

adalah penyakit universal tapi lebih banyak dijumpai

di daerah tropis karena tingginya temperatur dan kelembaban. Menyerang hampir

semua umur terutama remaja, terbanyak pada usia 16 40 tahun. Tidak ada

(18)

penderita pada usia 20 30 tahun dengan perbandingan 1,09% pria dan 0,6%

wanita. Insiden yang akurat di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40 50%

dari populasi di negara tropis terkena penyakit ini, sedangkan di negara subtropis

yaitu Eropa tengah dan utara hanya 0,5 1% dari semua penyakit jamur. (Partogi,

2008)

dapat terjadi di seluruh dunia, tetapi penyakit ini lebih

sering menyerang daerah yang beriklim tropis dan sub tropis. Di Mexico 50%

penduduknya menderita penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi pada pria dan

wanita, dimana pria lebih sering terserang dibanding wanita dengan perbandingan

3 : 2. (Amelia, 2011)

! ,

Sebagian besar kasus terjadi karena aktivasi

pada tubuh penderita sendiri (autothocus flora), walaupun

dilaporkan pula adanya penularan dari individu lain. Kondisi patogen terjadi bila

terdapat perubahan keseimbangan hubungan antara hospes dengan ragi sebagai

flora normal kulit. Dalam kondisi tertentu akan berkembang ke

bentuk miselial, dan bersifat lebih patogenik. Keadaan yang mempengaruhi

keseimbangan antara hospes dengan ragi tersebut diduga adalah faktor lingkungan

atau faktor individual. Faktor lingkungan diantaranya adalah lingkungan mikro

pada kulit, misalnya kelembaban kulit. Sedangkan faktor individual antara lain

adanya kecenderungan genetik, atau adanya penyakit yang mendasari misalnya

sindrom Cushing atau malnutrisi. (Radiono, 2001)

- )

timbul bila berubah bentuk menjadi

bentuk miselia karena adanya faktor predisposisi, baik eksogen maupun endogen.

(Partogi, 2008)

1. Faktor eksogen meliputi suhu, kelembaban udara dan keringat,

(Budimulja, 2001). Hal ini merupakan penyebab sehingga

(19)

7

daerah subtropis. Faktor eksogen lain adalah penutupan kulit oleh pakaian

atau kosmetik dimana akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2,

mikroflora dan pH. (Partogi, 2008)

Sedangkan faktor endogen meliputi malnutrisi, dermatitis seboroik,

sindrom cushing, terapi imunosupresan, hiperhidrosis, dan riwayat

keluarga yang positif. Disamping itu bias juga karena Diabetes Melitus,

pemakaian steroid jangka panjang, kehamilan, dan penyakit – penyakit

berat lainnya yang dapat mempermudah timbulnya

(Partogi, 2008)

Patogenesis dari makula hipopigmentasi oleh terhambatnya sinar matahari

yang masuk ke dalam lapisan kulit akan mengganggu proses pembentukan

melanin, adanya toksin yang langsung menghambat pembentukan melanin, dan

adanya asam azeleat yang dihasilkan oleh dari asam lemak dalam

serum yang merupakan inhibitor kompetitf dari tirosinase. (Partogi, 2008)

. ) +

Diagnosa banding adalah :

a. Dermatitis seboroik,

b. Sifilis stadium II,

c. ,

d.

e. Vitiligo,

f. Morbus Hansen tipe Tuberkoloid,

g. Eritrasma,

h. !

i. Hipopigmentasi pascainflamasi. (Madani A, 2000)

/ 0 1

Kelainan kulit sangat superfisial dan ditemukan

terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak bercak berwarna warni,

(20)

tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk papulo vesikular

dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga

adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut.

(Budimulja, 2002)

Kadang kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan

alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau

kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering

dikeluhkan penderita. (Budimulja, 2002). Penderita pada umumnya hanya

mengeluhkan adanya bercak/makula berwarna putih (hipopigmentasi) atau

kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal ringan yang umumnya muncul

saat berkeringat, (Radiono, 2001).

Bentuk lesi tidak teratur dapat berbatas tegas atau difus. Sering didapatkan

lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular yang meluas

membentuk plakat. Kadang kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu folikular

dengan numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau numular dan

plakat. (Madani A, 2000)

Pada kulit yang terang, lesi berupa makula cokelat muda dengan skuama

halus di permukaan, terutama terdapat di badan dan lengan atas. Kelainan ini

biasanya bersifat asimtomatik, hanya berupa gangguan kosmetik. Pada kulit gelap,

penampakan yang khas berupa bercak bercak hipopigmentasi. Hilangnya pigmen

diduga ada hubungannya dengan produksi asam azelaik oleh ragi, yang

menghambat tironase dan dengan demikian mengganggu produksi melanin. Inilah

sebabnya mengapa lesi berwarna cokelat pada kulit yang pucat tidak diketahui.

Variasi warna yang tergantung pada warna kulit aslinya merupakan sebab

mengapa penyakit tersebut dinamakan " #. (Graham Brown, 2005)

2 )

Selain mengenal kelainan kelainan yang khas yang disebabkan oleh

diagnosa harus dibantu dengan

pemeriksaan pemeriksaan sebagai berikut:

(21)

9

Pemeriksaan ini memperlihatkan kelompokan sel ragi bulat berdinding

tebal dengan miselium kasar, sering terputus putus (pendek pendek), yang akan

lebih mudah dilihat dengan penambahan zat warna tinta Parker blue black atau

biru laktafenol. Gambaran ragi dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai

$ %. (Radiono, 2001).

Bahan bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit

yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%,

lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng

lempeng steril pula. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan

KOH% yang diberi tinta Parker Biru Hitam, Dipanaskan sebentar, ditutup dengan

gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang

jamur, maka kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan

jarak jarak tertentu dipisahkan oleh sekat sekat atau seperti butir butir yang

bersambung seperti kalung. Pada hifa tampak pendek

pendek, bercabang, terpotong potong, lurus atau bengkok dengan spora yang

berkelompok. (Trelia, 2003)

2. Pemeriksaan dengan Sinar Wood

Pemeriksaan dengan Sinar Wood,dapat memberikan perubahan warna

pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang

terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna kuning keemasan sampai

orange. (Trelia, 2003)

3 )1

Pengobatan dapat diterapi secara topikal maupun

sistemik. Tingginya angka kekambuhan merupakan masalah, dimana mencapai

60% pada tahun pertama dan 80% setelah tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan

(22)

1. Pengobatan Topikal

2. Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat

yang dapat digunakan ialah :

a. Selenium sulfida 1,8% dalam bentuk shampoo 2 3 kali seminggu. Obat

digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15 30 menit sebelum

mandi

b. Salisil spiritus 10%

c. Turunan azol, misalnya : mikozanol, klotrimazol, isokonazol dan

ekonazol dalam bentuk topikal

d. Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4 20%

e. Larutan Natrium Tiosulfas 25%, dioleskan 2 kali sehari sehabis mandi

selama 2 minggu. (Partogi, 2008)

3. Pengobatan Sistemik

Pengobatan sistemik diberikan pada kasus yang luas

atau jika pemakaian obat topikal tidak berhasil. Obat yang dapat diberikan

adalah :

a. Ketoconazole

Dosis: 200 mg per hari selama 10 hari

b. Fluconazole

Dosis: dosis tunggal 150 300 mg setiap minggu

c. Itraconazole

Dosis: 100 mg per hari selama 2 minggu. (Madani A, 2000)

4. Terapi hipopigmentasi (Leukoderma)

a. Liquor carbonas detergent 5%, salep pagi/malam

b. Krim kortikosteroid menengah pagi dan malam

c. Jemur di matahari ±10 menit antara jam 10.00 15.00 (Murtiastutik,

2009)

cenderung untuk kambuh, sehingga pengobatan harus

(23)

11

kedaan yang bertahan lama ini janganlah dianggap sebagai suatu kegagalan

pengobatan. (Graham Brown, 2005)

4 (

Untuk mencegah terjadinya Pityriasis versicolor dapat disarankan

pemakaian 50% propilen glikol dalam air untuk pencegahan kekambuhan. Pada

daerah endemik dapat disarankan pemakaian ketokonazol 200 mg/hari selama 3

bulan atau itrakonazol 200 mg sekali sebulan atau pemakaian sampo selenium

sulfid sekali seminggu. (Radiono, 2001)

Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, perlu diberikan pengobatan

pencegahan, misalnya sekali dalam seminggu, sebulan dan seterusnya. Warna

kulit akan pulih kembali bila tidak terjadi reinfeksi. Pajanan terhadap sinar

matahari dan kalau perlu obat fototoksik dapat dipakai dengan hati hati, misalnya

oleum bergamot atau metoksalen untuk memulihkan warna kulit tersebut.

(Madani A, 2000)

) )

Prognosisnya baik dalam hal kesembuhan (Radiono, 2001) bila

pengobataan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengobatan harus di

teruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu Wood

dan sediaan langsung negatif. (Partogi, 2008)

1

"

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai

oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan

efektifitas insulin. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan organ tubuh, terutama mata,

(24)

" 1

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut ADA (! & ! )

2009 yaitu :

a. Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes tipe ini disebabkan karena destruksi sel beta pankreas yang bertugas

menghasilkan insulin. Tipe ini menjurus ke defisiensi insulin absolut. Proses

destruksi ini dapat terjadi karena proses imunologik maupun idiopatik.

b. Diabetes Melitus Tipe 2

Tipe ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin

bersama resistensi insulin.

c. Diabetes Melitus Tipe Lain

1. Defek genetik fungsi sel beta akibat mutasi di :

a) kromosom 12, HNF α ( dahulu MODY 3)

b) kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

c) kromosom 20, HNF α (dahulu MODY 1)

d kromosom 13, ( dahulu MODY 4)

e) kromosom 17, HNF 1β (dahulu MODY 5)

f) kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA mitokondria

2. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, eprechaunism, sindrom

Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.

3. Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma,

fibrosis kistik, hemikromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.

4. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme,

somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.

5. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,

(25)

13

6. Infeksi : rubella kongenital, CMV.

7. Imunologi (jarang) : sindrom Stiffman, antibody antireseptor insulin.

8. Sindrom genetik lain : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner,

sindrom ' # ( ) # , * , porfiria, sindrom

Prader Willi, lainnya.

d. Diabetes Kehamilan (Purnamasari, 2009)

5 ) ) 1

Faktor faktor risiko terjadinya Diabetes Melitus tipe 2 menurut ADA dengan

modifikasi terdiri atas :

a. Faktor risiko mayor :

1) Riwayat keluarga DM.

2) Obesitas.

3) Kurang aktivitas fisik.

4) Ras/Etnik.

5) Sebelumnya teridentifikasi sebagai IFG.

6) Hipertensi.

7) Tidak terkontrol kolesterol dan HDL.

8) Riwayat DM pada Kehamilan.

9) Sindroma polikistik ovarium.

b. Faktor risiko lainnya :

1) Faktor nutrisi.

2) Konsumsi alkohol.

3) Kebiasaan mendengkur.

4) Faktor stress.

5) Kebiasaan merokok.

(26)

7) Lama tidur.

8) Intake zat besi.

9) Konsumsi kopi dan kafein.

10) Paritas.

11) Intake zat besi. (ADA, 2007 )

! )" ) )

Diabetes Melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan

insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3

jalan, yaitu :

a. Rusaknya sel sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia

tertentu, dll).

b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.

c. Desensitasi/kerusakan reseptor insulin ( + ) di jaringan perifer

(Manaf, 2009).

Aktivitas insulin yang rendah akan menyebabkan :

a. Penurunan penyerapan glukosa oleh sel sel, disertai peningkatan

pengeluaran glukosa oleh hati melalui proses glukoneogenesis dan

glikogenolisis. Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan

glukosa tanpa bantuan insulin, timbul keadaan ironis, yakni terjadi

kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intrasel

“kelaparan di lumbung padi”.

b. Kadar glukosa yang meninggi ke tingkat dimana jumlah glukosa yang

difiltrasi melebihi kapasitas sel sel tubulus melakukan reabsorpsi akan

menyebabkan glukosa muncul pada urin, keadaan ini dinamakan

( .

c. Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O

bersamanya. Keadaan ini menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai

(27)

15

d. Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan menyebabkan

dehidrasi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi

perifer karena volume darah turun mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila

tidak diperbaiki dapat menyebabkan kematian karena penurunan aliran

darah ke otak atau menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan

filtrasi yang tidak adekuat.

e. Selain itu, sel sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat

perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik.

Akibatnya timbul (rasa haus berlebihan) sebagai mekanisme

kompensasi untuk mengatasi dehidrasi.

f. Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan “sel kelaparan” akibatnya nafsu

makan ( ) meningkat sehingga timbul (pemasukan

makanan yang berlebihan).

g. Efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak menyebabkan penurunan

sintesis trigliserida dan peningkatan lipolisis. Hal ini akan menyebabkan

mobilisasi besar besaran asam lemak dari simpanan trigliserida.

Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel

sebagai sumber energi alternatif karena glukosa tidak dapat masuk ke

dalam sel.

h. Efek insulin pada metabolisme protein menyebabkan pergeseran netto

kearah katabolisme protein. Penguraian protein protein otot menyebabkan

otot rangka lisut dan melemah sehingga terjadi penurunan berat badan

(Sherwood, 2001).

- ) 1

Kelebihan gula darah memasuki sel glomerulus melalui fasilitasi glucose

transporter (GLUT), terutama GLUT 1, yang mengakibatkan aktivasi beberapa

mekanisme seperti poloy pathway, hexoamine pathway, Protein Kinase C (PKC)

pathway, dan penumpukan zat yang disebut sebagai advanced glycation end

(28)

berbagai percobaan, baik in vitro maupun in vivo, yang dapat berperan penting

dalam pertumbuhan sel, diferensiasi sel, dan sintesis bahan matriks ekstraselular.

Diantara zat ini adalah mitogen activated protein kinases (MAPKs), PKC 13

isoform dan extracellular regulated protein kinase (ERK). Ditemukannya zat yang

mampu menghambat aktivitas zat zat tersebut telah terbukti mengurangi akibat

yang timbul, seperti mencegah peningkatan derajat albuminuria dan derajat

kerusakan struktural berupa penumpukan matriks mesangial. Kemungkinan besar

perubahan ini diakibatkan penurunan ekspresi transforming growth factor f3

(TGF ) dan penurunan extra cellular matrix (ECM). Peran TGF dalam

perkembangan nefropati diabetik ini telah ditunjukkan pula oleh berbagai peneliti,

bahwa kadar zat ini meningkat pada ginjal pasien diabetes. Berbagai proses di atas

dipercaya bukan saja berperan dalam terbentuknya nefropati pada pasien DM

akan tetapi juga dalam progresifitasnya menuju tahap lanjutan. (Suwitra, 2006).

. 0 + + 6 + 1

Gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala

kronik.

a. Gejala Akut Penyakit Diabetes Melitus

Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan,

mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.

1) Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:

a. Banyak makan (poliphagia).

b. Banyak minum (polidipsia).

c. Banyak kencing (poliuria).

2) Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:

a. Banyak minum.

b. Banyak kencing.

c. Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5 10

(29)

17

d. Mudah lelah.

e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh

yang disebut dengan koma diabetik.

b. Gejala Kronik Diabetes melitus

Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes melitus adalah

sebagai berikut:

1) Kesemutan.

2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk tusuk jarum.

3) Rasa tebal di kulit.

4) Kram.

5) Capai.

6) Mudah mengantuk.

7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata

8) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.

9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun,bahkan

impotensi.

10) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam

kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.

/ ) 1

Langkah langkah diagnostik DM dan TGT Pemeriksaan penyaring perlu

dilakukan pada kelompok tersebut di bawah ini (Committee Report ADA 2 006):

(Tjokroprawiro, 2007)

1. Kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun)

2. Obesitas BB (kg) > 110% BB ideal atau IMT > 25 (kg/rn2).

3. Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)

4. Riwayat DM dalam garis keturunan

(30)

6. Riwayat DM pada kehamilan

7. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida> 250 mg/dl)

8. Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau glukosa darah puasa terganggu

(GDPT)

Diagnosis DM ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan kadar

glukosa darah. Untuk penentuan Diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang

dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah

plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (+ ), vena ataupun kapiler

tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka angka kriteria diagnostik

yang berbeda sesuai pembakuan WHO, sedangkan untuk pemantauan hasil

pengobatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Kriteria diagnosis DM menurut menurut ADA tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini

1 ) 1

)

a. Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/ dl (11.1 mmol/L).

Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Gejala klasik adalah: poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan turun tanpa sebab.

b. Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7.0 mmol/L). Puasa adalah pasien tak mendapat kalori sedikitnya 8 jam.

c. Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L)

(31)

19

2 * & ( 1

Mengingat jumlah pasien yang semakin meningkat dan besarnya biaya

perawatan pasien penderita Diabetes Melitus yang terutama disebabkan oleh

karena komplikasi, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Menurut

WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada penderita Diabetes Melitus ada 3

tahap, yaitu :

(

Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orang orang

yang termasuk resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita Diabetes

Melitus, tetapi berpotensi untuk menderita Diabetes Melitus. Pencegahan ini

merupakan suatu cara yang sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah

orang orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat sehingga cakupannya

menjadi sangat luas (Noer, 1996).

Yang bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya profesi tetapi semua

pihak, untuk mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup

beresiko, seperti : kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang

mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang, menjaga berat badan agar

tidak gemuk dengan olah raga secara teratur. Cara tersebut merupakan alternatif

terbaik dan harus sudah ditanamkan pada anak anak sekolah sejak taman kanak

kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang sangat murah

dan efektif (Noer, 1996).

1 ( % +

Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat

timbulnya komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDTP tergantung dari hasil yang diperoleh :

TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dl (7,8 11,0 mmol/L)

(32)

penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada populasi

resiko tinggi. Menurut WHO (1994) untuk negara berkembang termasuk

Indonesia kegiatan tersebut memerlukan biaya yang sangat besar (PERKENI,

2002). Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang perilaku terhadap sehat

seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan ditambah dengan peningkatan

pelayanan kesehatan primer di pusat pusat pelayanan kesehatan, disamping itu

juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal

mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.

( (

Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri

dari 3 tahap, antara lain :

1. Mencegah timbulnya komplikasi.

2. Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan organ.

3. Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.

Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter

maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter dokter yang terkait dengan

komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk

meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya (Soegondo,

2004).

3 ) 1

Tujuan pengelolaan diabetes melitus dibagi atas tujuan jangka pendek dan

tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbagai keluhan/

gejala diabetes sehingga penderita dapat menikmati hidup sehat dan nyaman.

Sedangkan tujuan jangka panjang adalah tercegahnya berbagai komplikasi baik

pada pembuluh darah maupun pada susunan syaraf sehingga dapat menekan

(33)

21

+ 7 &

Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan

dan keterampilan dalam pengelolaan diabetes yang diberikan kepada setiap

penderita diabetes. Disamping kepada penderita, edukasi juga diberikan kepada

anggota keluarga penderita dan kelompok masyarakat yang beresiko tinggi. Tim

kesehatan harus senantiasa mendampingi pasien dalam menuju perubahan

perilaku. Makanya dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan

keterampilan dan motivasi (Waspadji, 1997).

Beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita Diabetes Melitus

adalah apa penyakit Diabetes Melitus itu, cara perencanaan makanan yang benar

(jumlah kalori, jadwal makan dan jenisnya), kesehatan mulut (tidak boleh ada sisa

makan dalam mulut, selalu berkumur setiap habis makan), latihan ringan, sedang,

teratur setiap hari dan tidak boleh latihan berat, menjaga baik bagian bawah (

, (daerah berbahaya) seperti : sepatu, potong kuku, tersandung, hindari trauma

dan luka (Waspadji, 1997).

1 1

Tujuan utama terapi diet pada penderita Diabetes Melitus adalah

menurunkan atau mengendalikan berat badan disamping mengendalikan kadar

gula atau kolesterol. Semua ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien dan mencegah paling tidak menunda terjadinya komplikasi akut maupun

kronis. Penurunan berat badan pasien Diabetes Melitus yang mengalami obesitas

umumnya akan menurunkan resistensi insulin. Dengan demikian, penurunan berat

badan akan meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel dan memperbaiki

pengendalian glukosa darah (Mirza, 2008).

( 5

Diabetes Melitus akan terawat dengan baik apabila terdapat keseimbangan

antara diet, latihan fisik secara teratur setiap hari dan kerja insulin. Latihan juga

dapat membuang kelebihan kalori, sehingga dapat mencegah kegemukan juga

(34)

Meskipun latihan teratur itu baik untuk penderita diabetes melitus, tetapi

syarat yang harus dipenuhi adalah persediaan insulin di dalam tubuh harus cukup.

Apabila latihan dikerjakan oleh penderita Diabetes Melitus yang tidak cukup

persediaan insulinnya, maka latihan akan memperburuk bagi penderita tersebut.

Beberapa kegunaan dari latihan teratur setiap hari pada penderita diabetes melitus

antara lain :

a. Meningkatkan kepekaan insulin apabila dikerjakan setiap 1,5 jam sesudah

makan dapat mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas

insulin pada reseptornya.

b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.

c. Meningkatkan kadar kolesterol HDL yang merupakan faktor protektif untuk

penyakit jantung koroner.

d. Glikogen otot dan hati menjadi kurang, maka selama latihan akan dirangsang

pembentukan glikogen baru.

e. Menurunkan total kolesterol dan trigliserida dalam darah, karena terjadi

pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

+ # ' 5 ) )

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah normal

belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan fisik. Dalam pengelolaan

diabetes melitus yang memakai obat hipoglikemia ini ada dua macam obat yang

diberikan yaitu pemberian secara oral dan secara injeksi. Obat yang diberikan

secara oral/hipoglikemia yang umum dipakai adalah Sulfonilurea dan Binguanid.

(35)

23

4 ) )

Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup

seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan

kemungkinan untuk meninggal lebih cepat. (Mansjoer A, 1999)

1 + 1

)" ) )

Patofisiologi timbulnya manifestasi penyakit kulit pada penderita diabetes

melitus belum sepenuhnya diketahui. Menurut Djuanda (2007), kadar gula kulit

(glukosa kulit) merupakan 55% kadar gula darah (glukosa darah) pada orang

biasa. Pada penderita diabetes, rasio meningkat sampai 69 71% dari glukosa darah

yang sudah meninggi. Pada penderita yang sudah diobati pun rasio melebihi 55 %.

Gula kulit berkonsentrasi tinggi di daerah intertriginosa dan interdigitalis. Hal

tersebut mempermudah timbulnya dermatitis, infeksi bakterial (terutama

furunkel), dan infeksi jamur (terutama kandidosis). Keadaan keadaan ini

(36)

0 8 % 5 #%# 8 %#8

) *

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam

penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

9 1 + " 8* )

Variabel variabel independen yang akan diteliti adalah jenis kelamin, usia,

dan pekerjaan dengan definisi operasional sebagai berikut:

1. Jenis kelamin responden adalah jenis kelamin pasien

karena diabetes melitus pada saat penelitian dilaksanakan, yang dibagi

dalam :

a. Laki laki

b. Perempuan

2. Usia responden yang akan diteliti adalah interval waktu antara tanggal

lahir responden dengan saat pertama kali didiagnosa mengidap penyakit

jamur karena diabetes melitus sesuai dengan yang

tercatat pada rekam medik di RSUP H.Adam Malik Medan yang

dikategorikan dalam :

1. 1 20 tahun

2. 21 40 tahun

3. 41 60 tahun

(37)

25

4. 61 80 tahun

3. Pekerjaan adalah kegiatan/ pekerjaan yang dilakukan responden saat ini.

1 1 9 1

No. Variabel Alat ukur Kategori Skala ukur

1. Jenis kelamin Data sekunder

dari rekam medik

1. Laki – laki

2. Perempuan

Nominal

2. Usia Data sekunder

dari rekam medik

1. 1 20 tahun

2. 21 40t ahun

3. 41 60 tahun

4. 61 80 tahun

Nominal

3. Pekerjaan Data sekunder

dari rekam medik

1. Wiraswasta

2. PNS

3. Ibu rumah tangga

4. Pensiunan

5. Pekerja Lepas

6. Pelajar/mahasiswa

7. Petani

8. Sopir

Nominal

*)

Adapun hipotesa dari penelitian ini adalah:

Ada hubungan antara infeksi jamur dengan penderita

(38)

!

8 # #

! $

Penelitian ini merupakan penelitian bersifat analitik dengan

menggunakan pendekatan yang bertujuan untuk melihat

hubungan infeksi jamur dengan Diabetes Melitus di

RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Januari 2011 sampai Desember

2011.

! : + *

Penelitian ini telah dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan.

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September 2012 sampai

selesai.

! )* + % *

! )*

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita

dan non dan dilihat apakah menderita DM

atau non DM di RSUP H.Adam Malik Medan.

! % *

Adapun pengambilan sampel dilakukan secara

yaitu sampel yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam

penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Sampel yang

(39)

27

1. Kriteria inklusi yaitu:

Rekam medis penderita dan non

dan dilihat apakah menderita DM atau tidak di bagian rekam medis RSUP H.

Adam Malik Bulan Januari 2011 sampai Desember 2011 yang memiliki data

lengkap.

2. Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah:

Rekam medis penderita dan non

dan dilihat apakah menderita DM atau tidak di bagian rekam medis RSUP H.

Adam Malik Bulan Januari 2011 sampai Desember 2011 yang memiliki data

tidak lengkap.

Jumlah sampel yang akan diteliti ditentukan dengan menggunakan rumus:

n = Z²1 α/2 P (1 P)

= (1,96)² x 0,5 (1 0,5)

(0,1)²

= 0,96

0,01

= 96

Keterangan : n = Besar sampel minimum

Z1 α/2 = Nilai sebaran normal baku yang besarnya

tergantung α

P = Proporsi pada populasi

d = Besar penyimpangan (absolut) yang bisa diterima

!! *

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang

berasal dari rekam medik penderita dan non

dan dilihat apakah menderita DM atau tidak di RSUP H. Adam

(40)

!- ) +

Analisis dilakukan secara statistik dengan menggunakan uji

- . Pengolahan data dengan menggunakan program komputer untuk

(41)

29

-%# # # %

-- * )

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

(RSUP HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan

Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan.

Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan Kategori Kelas A.

Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP HAM Medan telah memiliki fasilitas

kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain

itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk

Wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau

sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991

tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai

rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

- * % *

Sampel penelitian ini adalah penderita dan non

dan dilihat menderita DM atau tidak yang memenuhi kriteria

inklusi dan kriteria eksklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti. Jumlah data yang

dijadikan sampel adalah sebanyak 96 orang. Distribusi

karena DM meliputi jenis kelamin, usia dan pekerjaan. Untuk lebih jelasnya

(42)

1 - 1 % 1 $ ; Laki laki Perempuan 47 49 49.0 51.0 " ; 1 20 21 40 41 60 61 80 13 17 45 21 13.5 17.7 46.9 21.9 ; Wiraswasta PNS

Ibu rumah tangga

Pensiunan Pekerja lepas Pelajar/mahasiswa Petani Sopir 20 8 38 4 4 12 9 1 20.8 8.3 39.6 4.2 4.2 12.5 9.4 1.0

) 3. 44

Berdasarkan jenis kelamin, hasil penelitian ini mendapatkan bahwa

persentasi tertinggi terdapat pada jenis kelamin perempuan yaitu 49 orang

(51,0%), sedangkan pada laki laki hanya 47 orang (49,0%). Hal ini dapat dilihat

pada tabel 5.1

Berdasarkan usia, hasil penelitian ini mendapatkan bahwa persentasi

tertinggi terdapat pada kelompok usia 41 60 tahun yaitu 45 orang (46,9%),

sedangkan pada kelompok umur 1 20 tahun hanya 13 orang (13,5%). Hal ini

dapat dilihat pada tabel 5.1.

Berdasarkan pekerjaan, hasil penelitian ini mendapatkan bahwa persentasi

(43)

31

(39,6%), dan yang terendah adalah sopir yaitu hanya 1 orang (1,0%). Hal ini dapat

dilihat pada tabel 5.1.

1 - 1 1 # "

# " & ;

Ada Tidak ada 48 48 50.0 50.0

) 3. 44

Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa riwayat orang yang terkena infeksi

yaitu 48 orang (50,0%) sama dengan orang yang tidak terkena infeksi

yaitu 48 orang (50,0 %).

1 - 1 1 1

1 ; Ada Tidak ada 9 87 9.4 90.6

) 3. 44

Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa riwayat orang yang terkena Diabetes

Melitus yaitu 9 orang (9,4%) sama dengan orang yang tidak terkena Diabetes

Melitus yaitu 87 orang (90,6 %).

1 - ! 1 # " + # "

# " &

)

< & + + +

; ; ;

Ada 2 2.1% 6 6.3% 8 8.3%

Tidak ada 46 47.9% 42 43.8% 88 91.7%

)

!2 -4 4; !2 -4 4; 3. 44;

[image:43.612.127.514.361.439.2] [image:43.612.118.522.536.704.2]
(44)

Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa pada penderita infeksi yang

memiliki riwayat DM sebanyak 2 orang (2,1%) sedangkan yang tidak memiliki

DM sebanyak 6 orang (6,3%).

Dari distribusi diatas, dilakukan uji - dan didapatkan nilai

=0,140 dan ./=2.182 yang artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara penderita infeksi dengan DM.

1 - - 1 $ + # "

$

# " &

) + + + ; ; ; Laki laki Perempuan 29 19 30.2 19.8 18 30 18.8 31.3 47 59 49.0 51.0

) !2 -4 4 !2 -4 4 3. 44

Tabel 5.5 memperlihatkan bahwa infeksi lebih banyak diderita

oleh laki laki yaitu sebanyak 29 orang (30,2%) dan perempuan hanya 19 orang

(19,8%).

1 - . 1 + # "

# " &

) + + + ; ; ; 1 20 21 40 41 60 61 80 13 13 16 6 13.5 13.5 16.7 6.3 0 4 29 15 0 4.2 30.2 15.6 13 17 45 21 13.5 17.7 46.9 21.9

[image:44.612.123.513.262.425.2] [image:44.612.129.513.447.699.2]
(45)

33

Tabel 5.6 memperlihatkan bahwa infeksi lebih banyak diderita

pada usia 41 60 tahun yaitu sebanyak 16 orang (16,7%) dan yang terendah pada

usia 61 80 tahun yaitu sebanyak 6 orang (6,3%).

1 - / 1 + # "

# " &

)

+ + +

; ; ;

Wiraswasta

PNS

Ibu rumah tangga

Pensiunan Pekerja lepas Pelajar/mahasiswa Petani Sopir 13 4 11 1 3 12 4 0 13.5 4.2 11.5 1.0 3.1 12.5 4.2 0 7 4 27 3 1 0 5 1 7.3 4.2 28.1 3.1 1.0 0 5.2 1.0 20 8 38 4 4 12 9 1 20.8 8.3 39.6 4.2 4.2 12.5 9.4 1.0

) !2 -4 4 !2 -4 4 3. 44

Tabel 5.7 memperlihatkan bahwa pekerjaan dengan presentasi tertinggi

yang berisiko terkena infeksi adalah Wiraswasta, yaitu sebanyak 13

orang (13,5%), yang terendah adalah Pensiunan yaitu hanya 1 orang (1,0%), dan

yang tidak memiliki resiko adalah Sopir yaitu 0 orang (0%).

- 1

Berdasarkan total keseluruhan, yaitu 96 sampel, dilihat dari jenis kelamin,

hasil penelitian ini mendapatkan bahwa persentasi tertinggi terdapat pada jenis

kelamin perempuan yaitu 49 orang (51,0%), sedangkan pada laki laki hanya 47

orang (49,0%). Sedangkan berdasarkan usia, hasil penelitian ini mendapatkan

bahwa persentasi tertinggi terdapat pada kelompok usia 41 60 tahun yaitu 45

orang (46,9%), sedangkan yang terendah terdapat pada kelompok umur 1 20

tahun hanya 13 orang (13,5%). Kemudian berdasarkan pekerjaan, hasil penelitian

[image:45.612.109.530.199.441.2]
(46)

tangga yaitu sebanyak 38 orang (39,6%), dan yang terendah adalah sopir yaitu

hanya 1 orang (1,0%).

Kemudian, dilihat dari sampel yang menderita infeksi

dengan penderita Diabetes Melitus diperoleh data bahwa tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara infeksi dengan penderita Diabetes M

elitus hanya 2 orang (2,1%) dengan jenis kelamin perempuan, usia 61 tahun,

pekerjaan sebagai pensiunan dan laki laki, usia 80 tahun, pekerjaan sebagai

pekerja lepas. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Ghosh, et al. (2008) di

India mengatakan bahwa hanya sejumlah kecil penderita dengan

telah hidup bersama penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus

(2,73%). Tetapi studi dari beberapa + ( 0 lainnya mengungkapkan tidak ada

hubungan infeksi dengan Diabetes Melitus.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa infeksi lebih

banyak diderita oleh oleh laki laki yaitu sebanyak 29 orang (30,2%) dan

perempuan hanya 19 orang (19,8%). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Sunil, et al.(2008) di India mengatakan bahwa dari 110

pasien , 65 (59,09%) penderita adalah laki laki dan 45

(40,91%) pasien adalah perempuan (1.44:1). Di Amerika Serikat dilaporkan

bahwa penderita pada usia 20 30 tahun dengan perbandingan 1,09% pria dan

0,6% wanita. Tetapi, penelitian retrospektif yang dilakukan pada penderita

dermatomikosis yang dirawat di IRNA Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dr.

Soetomo Surabaya dalam kurun waktu antara 2 Januari 1998 sampai dengan 31

Desember 2002 penderita perempuan hampir sebanding dengan laki laki (10:9).

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa infeksi lebih banyak

diderita pada usia 41 60 tahun yaitu sebanyak 16 orang (16,7%) dan yang

terendah pada usia 61 80 tahun yaitu sebanyak 6 orang (6,3%). Hal ini berbeda dengan riset di Amerika Serikat, sering dijumpai pada usia

15 24 tahun, saat kelenjar sebasea ( ) bekerja aktif. Sedangkan di

(47)

35

.

%# %

. *

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian, maka dapat diambil

kesimpulan mengenai hubungan antara infeksi dengan

Diabetes Melitus di RSUP H. Adam Malik bulan Januari 2011 sampai Desember

2011 adalah:

1. Berdasarkan total keseluruhan, yaitu 96 sampel, dilihat dari jenis kelamin,

hasil penelitian ini mendapatkan bahwa persentasi tertinggi terdapat pada

jenis kelamin perempuan yaitu 49 orang (51,0%), sedangkan pada laki laki

hanya 47 orang (49,0%). Sedangkan berdasarkan usia, hasil penelitian ini

mendapatkan bahwa persentasi tertinggi terdapat pada kelompok usia 41

60 tahun yaitu 45 orang (46,9%), sedangkan yang terendah terdapat pada

kelompok umur 1 20 tahun hanya 13 orang (13,5%). Kemudian

berdasarkan pekerjaan, hasil penelitian ini mendapatkan bahwa persentasi

tertinggi terdapat pada pekerjaan ibu rumah tangga yaitu sebanyak 38

orang (39,6%), dan yang terendah adalah sopir yaitu hanya 1 orang

(1,0%).

2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara infeksi

dengan penderita Diabetes Melitus ( =0,140).

3. Infeksi lebih banyak diderita oleh oleh laki laki yaitu

sebanyak 29 orang (30,2%) dan perempuan hanya 19 orang (19,8%).

4. Infeksi lebih banyak diderita pada usia 41 60 tahun yaitu

sebanyak 16 orang (16,7%) dan yang terendah pada usia 61 80 tahun yaitu

sebanyak 6 orang (6,3%).

. %

1. Pasien diabetes hendaknya diberi saran dan edukasi untuk menjaga

(48)

2. Kepada RSUP Haji Adam Malik Medan dan pihak pihak terkait, agar data

Rekam Medik lebih lengkap dan lebih rapi.

3. Pasien DM yang mengalami manifestasi penyakit kulit hendaknya dirujuk

ke Departemen Kulit dan Kelamin untuk mendapat penanganan.

4. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

5. Penelitian hendaknya mengambil sampel dari rentang waktu yang lama

(49)

37

5 %

ADA. 2007. 1 2 1 3

& & & .

USA : ADA, 2 24

Amelia, Sri,. 2011. Mikosis Superfisial di unduh dari :

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/30416 [diakses pada tanggal

20 Mei 2012]

Budimulja, U., 2002. Mikosis. In : Djuanda A., et al, 4 ( 5

5 . Jakarta : Balai penerbit FK UI, 100 101

Boel, Trelia,. 2003. Mikosis Superfisial di unduh dari :

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/1174 [diakses pada tanggal

23 April 2012]

Darmono. (1996). & 5 ( & : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: BP FK UI, 590‐594.

Djuanda, Suria. 2008. Hubungan Kelainan Kulit dan Penyakit Sistemik. Dalam :

Djuanda, adhi., Hamzah, Mochtar., Aisah, Siti., ed. 4 ( 5

5 . Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 318

326.

Foster, D.W. (2000). & : Harrison’s Principles of Internal

Medicine. Edisi 14. New York: McGraw‐Hill Companies, 20602080,

2196‐2201.

6 78 + 9 1 9 : 8 9 ;;< = > & Jakarta :

Erlangga, 40 41.

Inzucchi, S., Porte, D., Sherwin, R., dan Baron, A. (2005). : &

2 ! . Edisi 1. New York: Mc Graw Hill

(50)

Karam, J.H. (1995). & : Current Medical Diagnosis and Treatment.

Edisi 34. New York: Prentice‐Hall International, 10041030.

Leonhardt, JM., Heyman, WR. 2003. Cutaneous Manifestation of Other

Endocrine Disease. 4 : Freedberg, IM., Elsen, AZ., Wolff, K., Austen,

KF., Goldsmith, LA., Katz, SI., ed. ) (# & 6

. Newyork : McGraw Hill, 1662 1670.

Madani, Fattah., 2000. Infeksi Jamur Kulit. In : Harahap Marwali, 4 (

5 . Jakarta : Hipokrates, 73 74

Murtiastutik, D. 2009. Infeksi Jamur. In : Murtiastutik, D., et al, ! (

5 ? 5 Surabaya : Airlangga University Press

Notoatmodjo, S., 2005 Jakarta: Rineka Cipta9 26‐27,

88‐89

Partogi, D., 2008. ( & 8 1 @

8 ( 5 di unduh dari:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3417 [diakses pada tanggal

23 April 2012]

Powers, AC. 2005. Diabetes Mellitus. 4 : Brauwald, Fauci, Kasper, Hauser,

Longo, Jameson, ed. * # 4 . 16th

edition. Newyork : McGraw Hill, 2152 2180.

Purnamasari, Dyah. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam :

Sudoyo, Aru., Setyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., ed. 8 ( !, 4

( & . Edisi 5. Jilid 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam FK UI, 1880 1883.

Radiono, S., 2001. Pitirasis Versicolor. In : Budimulja, U., et al, & (

(51)

39

Roglic, Gojka et al. 2004. 6 & 9 : B

;;; , ;C;. Diabetes Care 27, 1047 1053.

Shah, BR., Hux, JE. 2003. D : 1 ( 4 & )

' & . Diabetes Care 26, 510 513.

Sherwood, Lauralee. 2001. ) A ( A . Edisi 2. Jakarta :

EGC

Suyono, Slamet. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam : Sudoyo, Aru.,

Setyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., ed. 8 ( !, 4 ( & .

Edisi 5. Jilid 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI,

1873 1879.

Siregar, R. S., 2005. A ( 5 Jakarta : EGC, 10 12.

Soegondo, S. (1996). & : Buku Ajar

(52)

=! 41!>

5 #: > #

Nama : Vilza Raihany

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 5 Februari 1992

Agama : Islam

Alamat : Jl. Gurilla Gg. Kartawi No. 5, Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Madrasah Ibtidaiyah Negeri Medan

2. Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Medan

3. SMA Negeri 7 Medan

Riwayat Pelatihan :

(53)

41

=! 41!>

(54)

=! 41!> C

8 % %%

$

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki laki 47 49.0 49.0 49.0

Perempuan 49 51.0 51.0 100.0

Total 96 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 20 13 13.5 13.5 13.5

21 40 17 17.7 17.7 31.3

41 60 45 46.9 46.9 78.1

61 80 21 21.9 21.9 100.0

Total 96 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Wiraswasta 20 20.8 20.8 20.8

PNS 8 8.3 8.3 29.2

Ibu rumah tangga 38 39.6 39.6 68.8

Pensiunan 4 4.2 4.2 72.9

Pekerja lepas 4 4.2 4.2 77.1

(55)

43

Petani 9 9.4 9.4 99.0

Sopir 1 1.0 1.0 100.0

Total 96 100.0 100

# " &

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 48 50.0 50.0 50.0

Tidak ada 48 50.0 50.0 100.0

Total 96 100.0 100.0

< &

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 9 9.4 9.4 9.4

Tidak ada 87 90.6 90.6 100.0

Total 96 100.0 100.0

< & ? # " & , ) 1 )

InfeksiPityriasis

Total Ada Tidak ada

Riwayat DM

Ada Count 2 6 8

% of Total 2.1% 6.3% 8.3%

Tidak ada Count 46 42 88

% of Total 47.9% 43.8% 91.7%

(56)

< & ? # " & , ) 1 )

InfeksiPityriasis

Total Ada Tidak ada

Riwayat DM

Ada Count 2 6 8

% of Total 2.1% 6.3% 8.3%

Tidak ada Count 46 42 88

% of Total 47.9% 43.8% 91.7%

Total Count 48 48 96

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

, 6%@

Value df Asymp. Sig. (2 sided)

Exact Sig. (2 sided)

Exact Sig. (1 sided)

Pearson Chi Square 2.182a 1 .140

Continuity Correctionb

1.227 1 .268

Likelihood Ratio 2.275 1 .131

Fisher's Exact Test .268 .134

N of Valid Cases 96

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00.

b. Computed only for a 2x2 table

$ ? # " & , ) 1 )

InfeksiPityriasis

Total Ada Tidak ada

JenisKelamin Laki laki Count 29 18 47

% of Total 30.2% 18.8% 49.0%

Perempuan Count 19 30 49

% of Total 19.8% 31.3% 51.0%

(57)

45

$ ? # " & , ) 1 )

InfeksiPityriasis

Total Ada Tidak ada

JenisKelamin Laki laki Count 29 18 47

% of Total 30.2% 18.8% 49.0%

Perempuan Count 19 30 49

% of Total 19.8% 31.3% 51.0%

Total Count 48 48 96

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

? # " & , ) 1 )

InfeksiPityriasis

Total Ada Tidak ada

UsiaBaru 1 20 Count 13 0 13

% of Total 13.5% .0% 13.5%

21 40 Count 13 4 17

% of Total 13.5% 4.2% 17.7%

41 60 Count 16 29 45

% of Total 16.7% 30.2% 46.9%

61 80 Count 6 15 21

% of Total 6.3% 15.6% 21.9%

Total Count 48 48 96

(58)

? # " & , ) 1 )

InfeksiPityriasis

Total Ada Tidak ada

Pekerjaan Wiraswasta Count 13 7 20

% of Total 13.5% 7.3% 20.8%

PNS Count 4 4 8

% of Total 4.2% 4.2% 8.3%

Ibu rumah tangga Count 11 27 38

% of Total 11.5% 28.1% 39.6%

Pensiunan Count 1 3 4

% of Total 1.0% 3.1% 4.2%

Pekerja lepas Count 3 1 4

% of Total 3.1% 1.0% 4.2%

Pelajar/mahasiswa Count 12 0 12

% of Total 12.5% .0% 12.5%

Petani Count 4 5 9

% of Total 4.2% 5.2% 9.4%

Sopir Count 0 1 1

% of Total .0% 1.0% 1.0%

Total Count 48 48 96

(59)

47

! " # $% & % % '(

' ) *+ , & % % & % % - .(

+ +/ 0 1 & % % & % % ' -(

- 0 .* $% & % % . /(

* &$ 1 2' 3 # )) $% & % % . /(

. 0 *! , & % % & % % - .(

2 4 -! 1 & % % & % % - .(

/ 1 *( 3 # )) $% & % % - .(

! $ 1 -+ , & % % & % % - .(

( 0 1 ** 3 # )) & % % $% - .(

.( , $% & % % - .(

' 1 .( 3 # )) $% & % % - .(

+ 3 1 /( & % % & % % . /(

- $% 1 -( 3 # )) & % % & % % ' -(

* 5 1 -/ 3 # )) $% & % % - .(

. 1 1 * 3 # )) & % % & % % - .(

2 &4 *( , & % % & % % - .(

(60)

48

'+ 1 -2 3 # )) & % % & % % - .(

'- 1 *+ 3 # )) & % % & % % - .(

'* 1 -- 3 # )) & % % & % % - .(

'. 4 1 . $% $% . /(

'2 1 *2 3 # )) $% & % % - .(

'/ 74 */ , $% & % % - .(

'! 7 1 +/ 0 $% & % % ' -(

+( * " # $% & % % '(

+ 0 '2 , $% & % % ' -(

+' 0 1 *- 3 # )) & % % & % % - .(

++ 1 .! 3 # )) & % % & % % . /(

+- 22 & % % & % % . /(

+* 0 .' & % % $% . /(

+. , 1 -+ 3 # )) & % % & % % - .(

+2 1 *( 3 # )) & % % & % % - .(

+/ ' , $% & % % ' -(

+! $8 '! 1 $% & % % ' -(

-( 7 *( 3 # )) $% & % % - .(

- /( 1 $% $% . /(

-' 0 ! " # $% & % % '(

(61)

49

-- 0 0 1 .! 3 # )) & % % & % % . /(

-* 7 1 .* 3 # )) & % % & % % . /(

-. 74 1 2 " # $% & % % '(

-2 0 1 +. , $% & % % ' -(

-/ $0 ( " # $% & % % '(

-! * , $% & % % - .(

*( 5 1 -2 3 # )) $% & % % - .(

* 00 +2 , $% & % % ' -(

*' &0 1 +/ 0 $% & % % ' -(

*+ 1 - 3 # )) & % % & % % - .(

*- 0 1 '( , $% & % % '(

** 0 1 ** 3 # )) & % % $% - .(

*. 8 1 -. 3 # )) & % % & % % - .(

*2 $ ++ 0 $% & % % ' -(

*/ 4 +( $% & % % ' -(

*! 0 1 *( 3 # )) $% & % % - .(

.( 70 1 +. , $% & % % ' -(

. 1 -' 3 # )) $% & % % - .(

.' 0 *- & % % & % % - .(

.+ 2( & % % & % % . /(

.- 4 1 + 3 # )) & % % & % % ' -(

.* ./ 0 & % % $% . /(

.. 06 - 0 & % % & % % - .(

.2 00 */ , & % % & % % - .(

(62)

50

2+ 1 * 3 # )) & % % & % % - .(

2- $ 1 -. 3 # )) & % % & % % - .(

2* 1 */ 3 # )) & % % $% - .(

2. 0 +. , & % % & % % ' -(

22 0 1 2. 3 # )) & % % & % % . /(

2/ 1 . 3 # )) & % % & % % . /(

2! 1 */ 3 # )) & % % & % % - .(

/( & .! & % % & % % . /(

/ 0 1 ** 3 # )) & % % & % % - .(

/' 0 .( $% & % % - .(

/+ 0 2( 0 & % % & % % . /(

/- .( & % % $% - .(

/* . " # $% & % % '(

/. & 1 .2 0 & % % & % % . /(

/2 $9 - " # $% & % % '(

// 2 " # $% & % % '(

/! 5 1 ! " # $% & % % '(

!( &0 *- 0 $% & % % - .(

! 00 *( , $% & % % - .(

!' *+ $% & % % - .(

(63)

51

!- 1 '2 3 # )) $% & % % ' -(

!* $05 1 +2 3 # )) $% & % % ' -(

Gambar

Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa riwayat orang yang terkena Diabetes
Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa pada penderita infeksi ����������� yang
Tabel 5.7 memperlihatkan bahwa pekerjaan dengan presentasi tertinggi

Referensi

Dokumen terkait

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENCABUTAN KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 264 TAHUN 2003 TENTANG PELAKSANAAN SEBAGIAN KEWENANGAN DI BIDANG

1 Pengadaan media pengujian kimia 67.870.000 Pengadaan Langsung LPPMHP Semarang PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI JAWA TENGAH. RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA

1 Sistem informasi perikanan budidaya, 1 paket 200.000.000 Seleksi Sederhana Kota Semarang. VII Kegiatan Peningkatan Pelayanan Mutu Usaha

Upaya Pengelolaan Retribusi Parkir dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Sungai Penuh menurut Perspektif. Hukum

Fasa ini menekankan kepada tindakan susulan dan langkah pencegahan yang perlu diberi perhatian bagi memastikan semua maklum balas yang dikemukakan oleh pasukan Program Turun

Keluarga yang harus dihubungi dalam keadaan darurat kesehatan.. Jenis asuransi kesehatan yang

Penulisan ini menggunakan program Macromedia Flash MX, merupakan suatu program animasi professional yang mudah digunakan dan sangat berdaya guna untuk membuat animasi dari

Persiapan Kegiatan diawali dari penyusunan Renja yang dibuat pada