• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran kultur mikrobiologi pada pasien hidrosefalus dengan infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) Shunts Di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran kultur mikrobiologi pada pasien hidrosefalus dengan infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) Shunts Di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%.1

Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Jumlah tersebut tidak terlalu berpengaruh pada jenis kelamin, ras dan suku bangsa. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua usia. Hidrosefalus infantil, 46% terjadi akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% akibat perdarahan subarakhnoid dan meningitis, sedangkan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior.2 Prevalensi hidrosefalus di Indonesia diperkirakan mencapai 10 per 1000 kelahiran.3

Terapi pada kasus ini sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien memerlukan tindakan operasi shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-shunting seperti terapi etiologik dan penetrasi membran.Prognosis ditentukan oleh berbagai macam faktor, di antaranya adalah kondisi yang menyertai, durasi dan tingkat keparahan, serta respon pasien terhadap terapi. Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan terapi shunting masih tinggi karena berbagai komplikasi yang terjadi, salah satunya adalah infeksi pasca operasi.1

Cerebrospinal fluid (CSF) shunts merupakan tindakan bedah saraf yang

(2)

pemasangan shunts, pengalaman dari dokter bedah saraf, dan penggunaan neuroendoscope.5

Diagnosis infeksi yang terjadi dapat ditegakkan melalui evaluasi cairan serebrospinal, kultur darah, dan pemeriksaan radiologi. Cairan serebrospinal untuk analisis tersebut harus diperoleh langsung dari shunts tersebut daripada melalui pungsi lumbal, jika memungkinkan, diikuti dengan pemeriksaan sel darah putih, glukosa, dan konsentrasi protein. Pewarnaan gram dan kultur cairan serebrospinal seharusnya dilakukan untuk identifikasi patogen dan keberhasilan pengobatan antibiotik yang dilakukan.6

Infeksi setelah tindakan CSF shunts biasanya terjadi akibat hasil kontaminasi ujung dari shunts terhadap flora normal pada kulit. Dari semua jenis flora normal, Staphylococci koagulase negatif dan Staphylococcus aureus adalah patogen yang sering berhubungan dengan infeksi pada VP shunts. Infeksi yang terjadi akibat patogen tersebut mencapai 50 % terhadap Staphylococci koagulase negatif dan 33 % terhadap Staphylococcus aureus.7,8

Terapi empiris untuk infeksi pada neurosugical terdiri atas obat sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Terapi empiris dapat dimodifikasi tergantung pada faktor resiko yang ada pada pasien mengarah pada etiologi pada infeksi.9

(3)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana gambaran kultur mikrobiologi pada pasien hidrosefalus dengan infeksi setelah tindakan Cerebrospinal Fluid Shunts Di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013

– Desember 2015.”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran kultur mikrobiologi pada pasien hidrosefalus dengan infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) Shunts Di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus didalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui insidensi kejadian terjadinya infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) shunts pada pasien RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015.

2. Untuk mengetahui jenis bakteri penyebab infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) shunts melalui hasil kultur mikrobiologi

pada pasien RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015.

3. Untuk mengetahui perbandingan jenis bakteri penyebab infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) shunts pada pasien dewasa maupun anak di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015.

(4)

5. Untuk mengetahui karakteristik demografi pasien hidrosefalus dengan infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) shunts di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti

1. Peneliti dapat mengetahui prevelensi terjadinya hidrosefalus pada pasien RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015.

2. Peneliti dapat mengetahui prevelensi terjadinya infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) shunts pada pasien RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015.

3. Peneliti dapat mengetahui karakteristik pasien hidrosefalus pada pasien RSUP. H. Adam Malik Medan Januari 2013 – Desember 2015.

4. Peneliti dapat mengetahui terapi empiris dan terapi definitif yang diberikan pada pasien setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) shunts di RSUP. H. Adam Malik Medan Januari 2013 – Desember

2015.

1.4.2. Bagi Institusi

1. Sebagai bahan referensi mengenai jumlah kejadian infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) shunts pada pasien RSUP. H. Adam Malik Medan.

(5)

1.4.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Referensi

Dokumen terkait

Dan pada anak dengan infeksi yang berulang, terutama dengan adanya VUR diperkirakan (tapi tidak terbukti) menyebabkan jaringan parut ginjal, yang dapat menyebabkan