• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine Max L.) Terhadap Pupuk Hayati Dan Pupuk Organik Cair Dari Limbah Cair Tahu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine Max L.) Terhadap Pupuk Hayati Dan Pupuk Organik Cair Dari Limbah Cair Tahu"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP PUPUK HAYATI DAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI

LIMBAH CAIR TAHU

SKRIPSI

OLEH :

WAHYU ADY YUDIANTO

100301196 / BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L.)

TERHADAP PUPUK HAYATI DAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI LIMBAH CAIR TAHU

SKRIPSI

OLEH :

WAHYU ADY YUDIANTO

100301196 / BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine Max L.) Terhadap Pupuk Hayati Dan Pupuk

Organik Cair Dari Limbah Cair Tahu Nama : Wahyu Ady Yudianto

NIM : 100301196

Prodi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Asil Barus, MS) (Dr. Ir. Yaya Hasanah, MSi) NIP. 19540424 198203 1 005 NIP. 19690110 200502 2 003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Agroteknologi

(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc NIP. 19640620 199803 2 001

(4)

ABSTRAK

WAHYU ADY YUDIANTO: Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai terhadap Pupuk Hayati dan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Tahu dibimbing oleh ASIL BARUS dan YAYA HASANAH.

Rendahnya produksi kedelai Indonesia salah satunya dikarenakan belum maksimalnya pengetahuan petani dalam penggunaan teknologi produksi yang mendukung pertanian berkelanjutan dan semakin berkurangnya sumber daya lahan yang subur karena penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus.

Tujuan penelitian yakni untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L.) terhadap pupuk hayati dan pupuk organik cair dari

limbah tahu cair. Penelitian dilaksanakan di Medan-Binjai km 13,5 Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang pada November 2014 sampai Januari 2015, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu pupuk hayati (tanpa pupuk hayati, menggunakan pupuk hayati) dan POC dari limbah cair tahu (0, 15, 30, 45, 60 ml/l). Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, total luas daun, jumlah bintil akar efektif, bobot bintil akar efektif, bobot kering tajuk, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per plot, bobot 100 biji kering.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati meningkatkan jumlah bintil akar eefektif, bobot bintil akar efektif, bobot kering tajuk, bobot kering akar dan jumlah polong hampa per tanaman. Pemberian POC dari limbah cair tahu meningkatkan jumlah bintil akar efektif, bobot bintil akar efektif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman dan bobot kering biji per plot. Interaksi kedua perlakuan meningkatkan jumlah polong hampa per tanaman.

Kata kunci : kedelai, pupuk hayati, limbah cair tahu

(5)

ABSTRACT

WAHYU ADY YUDIANTO: Growth and Production of Soybean (Glycine max L.) Response to Biofertilizer and Organic Liquid Fertilizer from Tofu Waste water guided by ASIL BARUS and YAYA HASANAH.

The low production of soybean in Indonesia one of them because there is maximal knowledge of farmers in the use of technologies that support sustainable agricultural production and the decreasing availability of arable land resources due to the use of inorganic fertilizers continuously. Of the research is to determine the response of growth and production of soybean on application biofertilizer and liquid organic fertilizer from tofu waste water. The research was conducted in Sunggal District, Deli Serdang on November 2014 until January 2015, using a factorial randomized block design with two factors. The first factor was biofertilizers (without and with biofertilizers). The second factor was liquid organicfertilizer from tofu waste water (0 , 15, 30, 45, 60 ml / l). Parameter Observed was plant height, stem diameter, total leaf area, number of effective root nodules, nodule effective weight, shoot dry weight, number of pods per plant, number of empty pods per plant, seeds dry weight per plant, seed dry weight per plot, dry weight of 100 seeds.

The results showed that administration of biofertilizers increase the number of root nodules efektive, effective root nodule weight, shoot dry weight, root dry weight and number of empty pods per plant. The liquid organic fertilizer of tofu waste water increased the number of effective root nodules, nodule effective weight, shoot dry weight, root dry weight, number of pods per plant lists, the number of empty pods per plant and seeds per plant dry weight. Interaction between treatments increased the number of empty pods per plant.

Keywords: soybean, biofertilizer, tofu waste water

(6)

RIWAYAT HIDUP

WAHYU ADY YUDIANTO, lahir di Medan, 20 Oktober 1992, anak tunggal dari Bapak Sucipto dan Ibu Nila Azwani.

Tahun 2010, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Binjai dan pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Tahun 2014/2015, penulis menjadi asisten Laboratorium Budidaya Tanaman Pangan di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi Himadita Nursery (HN).

Penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II, Tbk., Tanjung Garbus, Lubuk Pakam, Deli Serdang pada bulan Juli – Agustus 2013.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Rasa kebanggaan yang terdalam dihanturkan kepada orang tua Ibunda Nila Azwani dan Ayahanda Sucipto atas doa, kasih sayang, dukungan dan kepercayaan yang selalu mengiringi langkah penulis dan kepada keluarga besar yang telah mendukung penulis selama perkuliahan hingga sampai saat ini.

Judul dari skripsi ini adalah “Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine Max L.) Terhadap Pupuk Hayati Dan Pupuk Organik Cair Dari Limbah Cair Tahu”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program studi Agroteknologi minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada dosen pembimbing skripsi yaitu, Ir. Asil Barus, MS., selaku ketua komisi

pembimbing dan Dr. Ir. Yaya Hasanah, MSi., selaku anggota komisi pembimbing skripsi yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman – teman Agroekoteknologi 2010 dan Himadita Nursery (HN)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, Amin.

Medan, Februari 2015

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3 Tempat dan Waktu Percobaan ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode Penelitian... 11

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 14

Aplikasi Pupuk Hayati ... 14

Penanaman Benih ... 14

Pemupukan ...14

Aplikasi Pupuk Cair Organik dari Limbah Cair Tahu ... 14

Pemeliharaan Tanaman ... 15

Penjarangan ... 15

Penyiraman ... 15

Penyiangan ... 15

Pembumbunan ... 15

(9)

Panen...15

Pengamatan Parameter ... 16

Tinggi Tanaman (cm) ... 16

Diameter Batang (mm) ... 16

Total Luas Daun (cm2)...16

Jumlah Bintil Akar Efektif (bintil) ... 16

Bobot Bintil Akar Efektif (g) ... 17

Bobot Kering Tajuk (g)... 17

Bobot Kering Akar (g) ... 17

Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong)... 17

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong)... 17

Bobot Kering Biji Per Tanaman (g)...17

Bobot Kering Biji Per Plot (g) ... 18

Bobot 100 Biji Kering (g) ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil... ... 19

Pembahasan... ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... ... 44

Saran... ... 44 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal. 1. Tinggi tanaman (cm) 2-6 MST pada pemberian pupuk hayati dan POC

limbah cair tahu ... 20 2. Diameter batang (mm) pada pemberian pupuk hayati dan POC dari

limbah cair tahu ... 21 3. Total luas daun (cm2) pada pemberian pupuk hayati dan POC dari

limbah cair tahu ... 22 4. Jumlah bintil akar efektif (bintil) pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu ... 23 5. Bobot bintil akar efektif (g) pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu ... 25 6. Bobot kering tajuk (g) pada pemberian pupuk hayati dan POC dari

limbah cair tahu ... 27 7. Bobot kering akar (g) pada pemberian pupuk hayati dan POC dari

limbah cair tahu ... 29 8. Jumlah polong berisi per tanaman (polong) pada pemberian

pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu... 31 9. Jumlah polong hampa per tanaman (polong) pada pemberian

pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu ... 32 10. Bobot kering biji per tanaman (g) pada pemberian pupuk hayati

dan POC dari limbah cair tahu ... 34 11. Bobot kering biji per plot (g) pada pemberian pupuk hayati dan

POC dari limbah cair tahu ... 35 12. Bobot 100 biji kering per plot (g) pada pemberian pupuk hayati dan

POC dari limbah cair tahu ... 37

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Hubungan antara jumlah bintil akar efektif tanaman dengan

pupuk hayati... 24 2. Hubungan jumlah bintil akar efektif dengan pemberian POC

dari limbah cair tahu... 24 3. Hubungan antara bobot bintil akar efektif dengan

pupuk hayati... 26 4. Hubungan bobot bintil akar efektif dengan pemberian POC

dari limbah cair tahu... 26 5. Hubungan antara bobot kering tajuk dengan

pupuk hayati... 28 6. Hubungan bobot kering tajuk dengan pemberian POC

dari limbah cair tahu... 28 7. Hubungan antara bobot kering akar dengan

pupuk hayati... 30 8. Hubungan bobot kering akar dengan pemberian POC

Dari limbah cair tahu... 30 9. Hubungan jumlah polong berisi per tanaman dengan pemberian

POC dari limbah cair tahu... 32 10. Hubungan antara jumlah polong hampa per tanaman dengan

pupuk hayati... 33 11. Hubungan jumlah polong hampa per tanaman dengan pemberian

POC dari limbah cair tahu... 34 12. Hubungan bobot biji kering per plot dengan pemberian POC dari

Limbah cair tahu... 36

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi kedelai varietas grobogan……… 48

2. Pembuatan pupuk organik cair dari limbah tahu cair……….. 49

3. Bagan penanaman pada plot……… 50

4. Bagan plot penelitian………... 51

5. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian……….. 52

6. Hasil analisis tanah……….. 53

7. Hasil analisis pupuk organik cair dari limbah cair tahu……….. 54

8. Data pengamatan tinggi tanaman 2 MST (cm)... 55

9. Sidik ragam tinggi tanaman 2 MST... 55

10. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm)... 56

11. Sidik ragam tinggi tanaman 3 MST... 56

12. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm)... 57

13. Sidik ragam tinggi tanaman 4 MST... 57

14. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm)... 58

15. Sidik ragam tinggi tanaman 5 MST... 58

16. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm)... 59

17. Sidik ragam tinggi tanaman 6 MST... 59

18. Data pengamatan diameter batang (mm)... 60

19. Sidik ragam diameter batang... 60

20. Data pengamatan total luas daun (cm2)... 61

21. Sidik ragam total luas daun... 61

22. Data pengamatan jumlah bintil akar (bintil)... 62

(13)

21. Sidik ragam jumlah bintil akar... 62

22. Data pengamatan bobot bintil akar (g)... 63

23. Sidik ragam bobot bintil akar... 63

24. Data pengamatan bobot kering tajuk (g)... …64

25. Sidik ragam bobot kering tajuk... 64

26. Data pengamatan bobot kering akar (g)... 65

27. Sidik ragam bobot kering tajuk... 65

28. Data pengamatan jumlah polong berisi tanaman sampel (polong)... 66

29. Sidik ragam jumlah polong berisi tanaman sampel... 66

30. Data pengamatan jumlah polong hampa tanaman sampel (polong)...67

31. Sidik ragam jumlah polong hampa tanaman sampel... 67

32. Data pengamatan bobot biji kering tanaman sampel (g)... 68

33. Sidik ragam bobot biji kering tanaman sampel... 68

34. Data pengamatan bobot biji kering per plot (g)... 69

35. Sidik ragam bobot biji kering per plot... 69

36. Data pengamatan bobot 100 biji kering per plot (g)... 70

37. Sidik ragam bobot 100 biji kering per plot... 70

38. Foto biji tanaman kedelai ... 71

39. Foto lahan penelitian ... 72

(14)

ABSTRAK

WAHYU ADY YUDIANTO: Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai terhadap Pupuk Hayati dan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Tahu dibimbing oleh ASIL BARUS dan YAYA HASANAH.

Rendahnya produksi kedelai Indonesia salah satunya dikarenakan belum maksimalnya pengetahuan petani dalam penggunaan teknologi produksi yang mendukung pertanian berkelanjutan dan semakin berkurangnya sumber daya lahan yang subur karena penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus.

Tujuan penelitian yakni untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L.) terhadap pupuk hayati dan pupuk organik cair dari

limbah tahu cair. Penelitian dilaksanakan di Medan-Binjai km 13,5 Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang pada November 2014 sampai Januari 2015, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu pupuk hayati (tanpa pupuk hayati, menggunakan pupuk hayati) dan POC dari limbah cair tahu (0, 15, 30, 45, 60 ml/l). Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, total luas daun, jumlah bintil akar efektif, bobot bintil akar efektif, bobot kering tajuk, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per plot, bobot 100 biji kering.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati meningkatkan jumlah bintil akar eefektif, bobot bintil akar efektif, bobot kering tajuk, bobot kering akar dan jumlah polong hampa per tanaman. Pemberian POC dari limbah cair tahu meningkatkan jumlah bintil akar efektif, bobot bintil akar efektif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman dan bobot kering biji per plot. Interaksi kedua perlakuan meningkatkan jumlah polong hampa per tanaman.

Kata kunci : kedelai, pupuk hayati, limbah cair tahu

(15)

ABSTRACT

WAHYU ADY YUDIANTO: Growth and Production of Soybean (Glycine max L.) Response to Biofertilizer and Organic Liquid Fertilizer from Tofu Waste water guided by ASIL BARUS and YAYA HASANAH.

The low production of soybean in Indonesia one of them because there is maximal knowledge of farmers in the use of technologies that support sustainable agricultural production and the decreasing availability of arable land resources due to the use of inorganic fertilizers continuously. Of the research is to determine the response of growth and production of soybean on application biofertilizer and liquid organic fertilizer from tofu waste water. The research was conducted in Sunggal District, Deli Serdang on November 2014 until January 2015, using a factorial randomized block design with two factors. The first factor was biofertilizers (without and with biofertilizers). The second factor was liquid organicfertilizer from tofu waste water (0 , 15, 30, 45, 60 ml / l). Parameter Observed was plant height, stem diameter, total leaf area, number of effective root nodules, nodule effective weight, shoot dry weight, number of pods per plant, number of empty pods per plant, seeds dry weight per plant, seed dry weight per plot, dry weight of 100 seeds.

The results showed that administration of biofertilizers increase the number of root nodules efektive, effective root nodule weight, shoot dry weight, root dry weight and number of empty pods per plant. The liquid organic fertilizer of tofu waste water increased the number of effective root nodules, nodule effective weight, shoot dry weight, root dry weight, number of pods per plant lists, the number of empty pods per plant and seeds per plant dry weight. Interaction between treatments increased the number of empty pods per plant.

Keywords: soybean, biofertilizer, tofu waste water

(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Rendahnya produksi kedelai Indonesia salah satunya dikarenakan belum maksimalnya pengetahuan petani dalam penggunaan teknologi produksi yang mendukung pertanian berkelanjutan dan semakin berkurangnya sumber daya lahan yang subur karena penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus (Jumrawati, 2008).

Produksi kedelai pada tahun 2013 sebesar 780,16 ribu ton biji kering turun sebesar 62,99 ribu ton (7,47 %) dibanding tahun 2012. Penurunan produksi kedelai terjadi karena penurunan produktivitas sebesar 0,69 kuintal/hektar (4,65 %) dan penurunan luas panen seluas 16,83 ribu hektar (2,96%) (BPS, 2013).

Pertumbuhan tanaman kedelai yang banyak mengandung protein membutuhkan banyak unsur hara terutama N dan P. Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tersebut diperlukan pupuk buatan yang membutuhkan biaya yang tinggi. Bahkan selain biaya yang tinggi, penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan dan menurunkan kesuburan tanah. Oleh karena itu perlu diupayakan beberapa alternatif untuk memulihkan produksi kedelai nasional seperti penggunaan pupuk hayati berupa inokulan mikroorganisme tanah (konsorsium mikroba) dan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) (Bertham, 2007).

(17)

N, sebagai penyedia unsur hara agar tersedia bagi tanaman dan sebagai biokontrol patogen akar.

Hasil penelitian Chusnia, et al. (2012) menyebutkan pupuk hayati konsorsium mikroba meningkatkan tinggi tanaman, jumlah bintil akar, dan bobot kering akar, bobot polong, bobot total biji kedelai, serta efektivitas pupuk hayati dan produktivitas lahan.

Pemberian pupuk hayati pada tanaman sebaiknya diimbangi dengan penggunaan pupuk organik. Pupuk organik dapat diperoleh dengan memanfaatkan limbah rumah tangga atau industri di lingkungan sekitar. Pabrik tahu merupakan salah satu industri yang mengalami kesulitan dalam mengelola limbahnya. Bahkan, tak jarang pengusaha industri tersebut membuang limbah cair tahu tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu, sehingga akan mencemari lingkungan. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, limbah cair tahu mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman. Menurut Handajani (2005), limbah cair tahu dapat dijadikan pupuk sebab di dalam limbah cair tahu tersebut memiliki ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Triawati (2010) pemanfaatan limbah cair tahu menjadi pupuk cair organik dengan menambahkan EM4 menghasilkan total kandungan nitrogen dalam pupuk cair organik sangat baik untuk kebutuhan nutrisi bagi tanaman.

(18)

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang respons pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap pupuk hayati dan pupuk organik cair dari limbah cair tahu.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L.) terhadap pupuk hayati dan pupuk organik cair dari

limbah cair tahu. Hipotesa Penelitian

Terdapat pengaruh nyata pada pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap pupuk hayati dan pupuk organik cair dari limbah cair tahu serta interaksi antara keduanya.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Berdasarkan Steenis, et al (2005) tanaman kedelai termasuk ke dalam, kingdom: Plantae, divisio: Spermatophyta, class: Dicotyledoneae, ordo: Fabales, family: Leguminoceae, genus: Glycine, species: Glycine max (L) Merrill.

Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar – akar cabang terdapat bintil – bintil akar berisi bakteri Rhizobium jafonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat nitrogen bebas (N2) dari udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).

Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (70-150 cm), menyemak, berbulu halus (pubescens), dengan sistem perakaran luas. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas yaitu berbunga hampir serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun pada batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya (Hidayat, 1985).

(20)

berseberangan pada buku pertama diatas kotiledon. Bentuk daun kedelai adalah lancip, bulat dan lonjong serta terdapat perpaduan bentuk daun misalnya antara lonjong dan lancip (Adie dan Krisnawati 2007).

Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan tipe indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu (Irwan, 2006).

Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 50-100 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman (Sugeno, 2008).

Biji umumnya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong. Ukuran biji berkisar antara 6-30 g/100 biji, ukuran biji diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu biji kecil (6-10 g/100 biji), biji sedang(11-12 g/100 biji) dan biji besar (>13 g/100 biji). Warna biji bervariasi antara kuning, hijau, coklat dan hitam (Soemaatmadja, et al. 1999).

Syarat Tumbuh Iklim

(21)

mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 0C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27 0C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 0C (Prihatman, 2000).

Pada awalnya kedelai merupakan tanaman subtropika hari pendek, namun setelah di domestikasi dapat menghasilkan banyak kultivar yang dapat beradaptasi terhadap lintang yang berbeda. Kemampuannya dapat ditanam pada semua tempat adalah keunggulan utama tanaman ini. Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20-25 0C. Suhu 12-20 0C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 0C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5-300 m dpl. Sedangkan varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 200-500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl sehingga tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis (Bappenas, 2007). Tanah

(22)

Tanaman kedelai mampu beradaptasi terhadap berbagai iklim, tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada tanah yang mengandung bahan organik dan pH antara 5,5-7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung cukup air tapi tidak sampai tergenang (Departemen Pertanian, 1996).

Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan alumunium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik (Bappenas, 2007).

Pupuk Hayati

Pupuk hayati adalah pupuk berisi mikrobia yang diberikan ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah dan udara. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikrobia yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung kedalam tanah disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat Nitrogen (N) dan mikrobia untuk meningkatkan ketersediaan Posfor (P) dalam tanah (Warta, 2007).

Pupuk hayati mengandung mikroba yang dipakai untuk memperbaiki kesuburan tanah, misalnya rhizobium, mikroba pelarut fosfat, cendawa mikoriza dan lain-lain. Penambahan mikroba pelarut fosfat dan bakteri perangsang

(23)

pertumbuhan tanaman mampu meningkatkan ketersediaan hara fosfor (P) didalam tanah, merangsang pertumbuhan akar tanaman sehingga penyerapan hara nitrogen (N) dan fosfor (P) meningkat (Hasibuan, 2006).

Dalam inokulan konsorsium mikroba terdiri dari gabungan bermacam-macam mikroba yang dapat saling bersimbiosis dan bekerja sama dalam memfiksasi dan menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman. Mikroba yang membantu fiksasi N dari udara adalah bakteri rhizobium, Bacillus sp. yang dapat melarutkan fosfat dan sebagai biokontrol fungi patogen akar tanaman kedelai, Azospirillum sp. yang membantu penyerapan nitrogen dan mengurangi terjadinya pencucian, Pseudomonas sp. yang dapat memacu pertumbuhan kecambah kedelai dan mampu memproduksi fitohormon (IAA) dan bakteri endofitik yakni Ocrobactrum pseudogrigmonense yang hidup didalam tanaman sebagai anti patogen (Prihastuti, 2008)

Pupuk hayati mempunyai perbedaan yang besar dibandingkan dengan pupuk kimia yaitu respon tanaman yang lambat terhadap pemberian serta ketersediaan hara yang tidak secara langsung. Pupuk hayati memiliki kekurangan yaitu respon tanaman terhadap pupuk lambat, penyediaan hara secara tidak langsung karena harus bersimbiosis dengan tanaman inang dan pengalami proses biologi (Damanik, et al. 2009).

Pupuk Organik Cair Dari Limbah Cair Tahu

(24)

penggumpalan dan penyaringan yang disebut air didih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi atau pembersihan, penguapan kulit, pencucian, penyaringan, penyucian peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan industri pembuatan tahu sebanding dengan penggunaaan air untuk pemrosesannya. Menurut Nuraida (1985) jumlah kebutuhan air proses dan jumlah limbah cair yang dihasilkan dilaporkan berturut-turut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa industri tahu, sebagian kecil dari limbah cair tersebut (khususnya air didih) dimanfaatkan kembali sebagai bahan penggumpal (Dhahiyat, 1990).

Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik kompleks yang tinggi terutama protein asam-asam amino dalam bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut (BPPT, 1997). Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD dan TSS yang tinggi (Tay, 1990; BPPT, 1997a ;dan Husain, 2003) yang apabila dibuang ke perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat menyebabkan pencemaran.

Berdasarkan hasil studi Balai Perindustrian Medan terhadap karakteristik air buangan industri tahu di Medan (Bappeda Medan, 1993), diketahui bahwa limbah cair industri tahu rata-rata mengandung BOD (4583 mg/l); COD (7050 mg/l), TSS (4743 mg/l) dan minyak atau lemak 26 mg/l serta pH 6,1.

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara

senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya palin besar (Nurhasanah dan Pramudyanto, 1991).

(25)

Menurut Sugiharto (1994), terdapat 40%-60% protein, 25%-50% karbohidrat dan 10% lemak. Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme didalam air limbah tahu tersebut.

(26)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lahan masyarakat di Medan – Binjai km 13, Kabupaten Deli Serdang, Medan, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ±30 meter di atas permukaan laut, mulai bulan November 2014 sampai Januari 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan ialah benih kedelai varietas Grobogan (deskripsi tersaji pada lampiran 1), pupuk hayati konsorsium mikroba dari PT Bio Industri Nusantara, POC dari limbah cair tahu (hasil analisis tersaji pada lampiran 7), pupuk kompos, pupuk Urea, TSP dan KCL, air, plastik transparan, amplop, dan label.

Alat yang digunakan yakni cangkul, gembor, sprayer, pacak sampel, meteran, timbangan analitik, jangka sorong, buku data, alat tulis, dan kalkulator. Metode Percobaan

Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial, dengan 2 faktor perlakuan;

Faktor I : Pupuk Hayati Konsorsium Mikroba H0 = Tanpa Pupuk Hayati

H1 = Pupuk Hayati

Faktor II : Dosis Pupuk Organik Cair dari Limbah Tahu Cair L0 = 0 ml/l air

(27)

L3 = 45 ml/l air L4 = 60 ml/l air

POC dari limbah cair tahu diaplikasikan pada 2-6 MST. Diperoleh 10 kombinasi perlakuan sebagai berikut:

H0L0 H0L1 H0L2 H0L3 H0L4

H1L0 H1L1 H1L2 H1L3 H1L4

Jumlah ulangan = 3 ulangan

Jumlah plot = 30 plot

Ukuran plot = 2 m x 2 m

Jarak tanam = 40 cm x 20 cm

Jumlah tanaman per plot = 45 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya = 1350 tanaman Jumlah sampel per plot = 5 tanaman Jumlah sampel seluruhnya = 150 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yijk = μ + ρi + αj + βk + (αβ)jk +

є

ijk

Dimana:

i = 1, 2, 3 j = 1, 2, k = 1, 2, 3, 4, 5

(28)

μ = Nilai tengah

ρi = Efek blok ke-i

αj = Efek perlakuan pupuk hayati ke-j

βk = Efek pemberian konsentrasi limbah cair tahu taraf ke-k

(αβ)jk = Efek interaksi dari perlakuan pupuk hayati ke-j dan konsentrasi limbah cair tahu pada taraf ke-k

є

ijk = Efek error pada blok ke-i yang mendapat perlakuan pupuk hayati

pada taraf ke-j dan konsentrasi limbah tahu cair pada taraf ke-k.

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1993).

(29)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Areal pertanaman terlebih dahulu dibersihkan dari gulma. Kemudian lahan diolah dan digemburkan menggunakan cangkul dengan kedalaman kira-kira 20 cm. Kemudian dibuat plot-plot dengan ukuran 2 cm x 2 cm serta jarak antar plot 30 cm dan jarak antar blok 30 cm dan parit drainase sedalam 30 cm untuk menghindari genangan air. Hasil analisis tanah tersaji pada lampiran 6.

Aplikasi Pupuk Hayati

Pupuk Hayati diaplikasikan bersamaan dengan penanaman benih kedelai

dengan cara mencampurkan secara merata pada benih dengan dosis 40 g benih/sachet pada pagi hari dan ditempat yang teduh.

Penanaman Benih

Benih ditanam ke lubang tanam dengan kedalaman 2-5 cm pada jarak tanam 40 x 20 cm sebanyak 2 benih per lubang tanam yang telah dilumuri oleh konsorsium mikroba lalu ditutup dengan tanah.

Pemupukan

Pemupukan urea, TSP, dan KCl dilakukan pada saat tanam dengan cara larikan pada semua tanaman. Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran yaitu Urea 50 kg/ha, TSP 100 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha sebagai pupuk dasar. Aplikasi Pupuk Organik Cair Dari Limbah Cair Tahu

(30)

Pemeliharaan Tanaman Penjarangan

Penjarangan dilakukan dengan memotong tanaman pada pangkal batang dan menyisakan satu tanaman per lubang tanam. Penjarangan dilakukan 1 minggu setelah tanam.

Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yang bertujuan untuk menjaga kelembaban tanah.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada pada plot tanaman. Penyiangan dilakukan setiap minggu untuk menghindari persaingan dalam mendapatkan unsur hara dari dalam tanah.

Pembumbunan

Agar tanaman berdiri tegak dan kokoh dilakukan pembumbunan dengan cara menarik tanah disekeliling tanaman. Pembumbunan dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.

Panen

Panen dilakukan dengan cara memetik satu persatu polong yang ada dengan menggunakan tangan. Adapun kriteria panennya adalah ditandai dengan kulit polong sudah berwarna kuning kecoklatan sebanyak 95%. Pemanenan dilakukan pada saat 70-75 HST.

(31)

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dimulai dari pangkal sampai titik tumbuh dengan menggunakan meteran, untuk menghindari kekeliruan dibuat pacak sampel. Pengukuran dilakukan mulai 2 MST sampai 6 MST.

Diameter Batang (mm)

Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong pada ketinggian 1 cm dari leher akar. Pengukuran diameter batang dilakukan pada saat akhir vegetatif (6 MST) dari sampel destruktif.

Total Luas Daun (cm2)

Luas semua daun untuk tanaman sampel destruktif diukur pada 6 MST. Masing – masing daun diukur panjang dan lebar daun untuk dapat dihitung total luas daun. Total Luas daun dihitung menggunakan rumus :

Total Luas Daun = p x l x k Keterangan :

P = Panjang l = lebar k = Konstanta

Konstanta daun tengah = 0,6531 dan daun kiri serta kanan = 0,765 (Dartius, et al. 1991)

Jumlah Bintil Akar Efektif (bintil)

(32)

Bobot Bintil Akar Efektif (g)

Bobot bintil akar diperoleh dengan cara menimbang bobot semua bintil akar tanaman sampel yang didestruksi pada 6 MST.

Bobot Kering Tajuk (g)

Tajuk yang diukur adalah tajuk yang sudah dipisahkan dari akar dan dibersihkan dari kotoran yang lalu dioven dengan suhu 800 C hingga bobotnya konstan, lalu ditimbang dengan timbangan analitik. Pengukuran dilakukan dengan cara destruksi tajuk pada 6 MST.

Bobot Kering Akar (g)

Akar yang diukur adalah tajuk yang sudah dipisahkan dari akar dan dibersihkan dari kotoran yang lalu dioven dengan suhu 800 C hingga bobotnya konstan, lalu ditimbang dengan timbangan analitik. Pengukuran dilakukan dengan cara destruksi akar pada 6 MST.

Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong)

Jumlah polong dihitung pada setiap tanaman yaitu polong yang telah berisi, dilakukan pada saat tanaman dipanen.

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong)

Jumlah polong hampa dihitung pada setiap tanaman yaitu polong yang tidak berisi/hampa, dilakukan pada saat tanaman dipanen.

Bobot Kering Biji per Tanaman (g)

Pengamatan dilakukan pada biji yang telah dikeringkan selama 2-3 hari di bawah sinar matahari. Kemudian biji ditimbang per tanaman sampel.

(33)

Bobot Kering Biji per Plot (g)

Pengamatan dilakukan pada biji yang telah dikeringkan selama 2-3 hari di bawah sinar matahari. Kemudian biji ditimbang per plot

Bobot 100 biji kering (g)

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar, bobot bintil akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar dan jumlah polong hampa per tanaman. Sedangkan

pemberian POC limbah cair tahu berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 3-6 MST, jumlah bintil akar efektif, bobot bintil akar efektif, bobot kering tajuk,

bobot kering akar, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman dan bobot kering biji per plot. Interaksi antara pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 3 dan 4 MST, jumlah bintil akar efektif, bobot bintil akar efektif dan jumlah polong hampa per tanaman (Lampiran 8-36)

Tinggi Tanaman (cm)

Pemberian POC dari limbah cair tahu berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 3-5 MST. Interaksi antara pupuk hayati dengan POC dari limbah cair tahu berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 3 MST (Lampiran 8-17).

(35)

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman pada pemberian pupuk hayati dan POC dari

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan waktu pengamatan yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa perlakuan tanpa pupuk hayati memberikan tinggi tanaman pada 2-6 MST yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pupuk hayati. Sedangkan perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 45 ml/l (L3) memberikan tinggi tanaman pada 3-5 MST yang lebi tinggi dibandingkan perlakuan yang lain.

Tinggi tanaman pada umur 3 MST terdapat interaksi antara pupuk hayati (H1) dan limbah cair tahu dengan dosis 30 ml/l (L2) secara berpengaruh nyata dapat meningkatkan tinggi tanaman (34,97 cm) dibandingkan kombinasi yang lain

Pupuk Hayati Rataan

(36)

Diameter Batang (mm)

Pemberian pupuk hayati, POC dari limbah cair tahu serta interaksi antara pupuk hayati dengan limbah cair tahu berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang (Lampiran 18-19).

Rataan diameter batang terhadap pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan diameter batang pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan diameter batang yang cenderung lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk hayati. Sedangkan perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 45 ml/l (L3) memberikan diameter batang yang cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain.

Interaksi antara tanpa pupuk hayati (H0) dan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 45 ml/l (L3) cenderung meningkatkan diameter batang (2,67 mm) dibandingkan kombinasi yang lain.

Total Luas Daun (cm2)

Pemberian pupuk hayati, POC dari limbah cair tahu serta interaksi antara pupuk hayati dengan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun (Lampiran 20-21).

Pupuk Hayati Rataan

(37)

Rataan total luas daun terhadap pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan total luas daun pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa perlakuan tanpa pupuk hayati memberikan total luas yang cenderung lebih tinggi dibandingkan menggunakan

pupuk hayati. Sedangkan perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 45 ml/l (L3) memberikan total luas daun yang cenderung lebih tinggi

dibandingkan perlakuan yang lain.

Interaksi antara tanpa pupuk hayati (H0) dan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 45 ml/l (L3) cenderung meningkatkan total luas daun (37,74 cm2) dibandingkan kombinasi yang lain.

Jumlah Bintil Akar Efektif (bintil)

Pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar efektif. Sedangkan interaksi antara pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bintil akar efektif (Lampiran 22-23).

Rataan jumlah bintil akar efektif terhadap pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 4.

Pupuk Hayati Rataan

(38)

Tabel 4. Rataan jumlah bintil akar efektif pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu

POC dari Limbah Cair tahu (L)

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan jumlah bintil akar efektif cenderung lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk hayati. Sedangkan perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) cenderung meningkatkan jumlah bintik akar efektif dibandingkan perlakuan yang lain.

Interaksi antara penggunaan pupuk hayati (H1) dan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) secara berpengaruh tidak nyata dapat meningkatkan jumlah bintil akar efektif (3,37 bintil) dibandingkan kombinasi yang lain.

Hubungan antara jumlah bintil akar efektif dengan perlakuan pupuk hayati dapat di lihat pada Gambar 1 dimana jumlah terbanyak pada perlakuan pemberian pupuk hayati (H1) dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk hayati (H0).

Pupuk Hayati Rataan

(39)

Gambar 1. Hubungan antara jumlah bintil akar efektif dengan pupuk hayati Grafik jumlah bintil akar efektif dengan pemberian POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2. Hubungan jumlah bintil akar efektif dengan pemberian POC dari limbah cair tahu

Bobot Bintil Akar efektif (g)

Pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah tahu cair menunjukkan berpengaruh nyata terhadap bobot bintil akar efektif. Sedangkan interaksi antara

2,69

Dosis POC dari Limbah Cair Tahu (ml/l)

H0 = Tanpa Pupuk Hayati

(40)

pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot bintil akar efektif (Lampiran 24-25).

Rataan bobot bintil akar efektif terhadap pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan bobot bintil akar pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan bobot bintil akar efektif yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk hayati. Sedangkan perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) meningkatkan bobot bintil akar efektif dibandingkan perlakuan yang lain.

Interaksi antara penggunaan pupuk hayati (H1) dan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) cenderung meningkatkan bobot bintil akar efektif (0,88 g) dibandingkan kombinasi yang lain.

Hubungan antara bobot bintil akar dengan perlakuan pupuk hayati dapat dilihat pada Gambar 3 dimana bobot terberat pada perlakuan pemberian pupuk hayati (H1) dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk hayati (H0).

Pupuk Hayati Rataan

(41)

Gambar 3. Hubungan antara bobot bintil akar efektif dengan pupuk hayati

Grafik bobot bintil akar efektif dengan pemberian POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Hubungan bobot bintil akar efektif dengan pemberian POC dari limbah cair tahu

Bobot Kering Tajuk (g)

Pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk. Sedangkan interaksi antara pupuk

0,8 0,87

POC dari Limbah Cair Tahu

H0 = Tanpa Pupuk Hayati

(42)

hayati dengan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tajuk (Lampiran 26-27).

Rataan bobot kering tajuk terhadap pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan bobot kering tajuk pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan bobot kering tajuk yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk hayati. Sedangkan perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) meningkatkan bobot kering tajuk dibandingkan perlakuan yang lain.

Interaksi antara penggunaan pupuk hayati (H1) dan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) cenderung meningkatkan bobot kering tajuk (4,69 g) dibandingkan kombinasi yang lain.

Hubungan antara bobot kering tajuk dengan perlakuan pupuk hayati dapat dilihat pada Gambar 5 dimana bobot kering tajuk terberat pada perlakuan pemberian pupuk hayati (H1) dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk hayati (H0).

Pupuk Hayati Rataan

(43)

Gambar 5. Hubungan antara bobot kering tajuk dengan pupuk hayati

Grafik bobot kering tajuk dengan pemberian POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan bobot kering tajuk dengan pemberian POC dari limbah cair tahu

Bobot Kering Akar (g)

Pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Sedangkan interaksi antara

3,99

Dosis Limbah Cair Tahu (ml/l)

H0 = Tanpa Pupuk Hayati

(44)

pemberian pupuk hayati dengan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar (Lampiran 28-29).

Rataan bobot kering akar terhadap pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan bobot kering akar pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan bobot kering akar yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk hayati. Sedangkan perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) meningkatkan bobot kering akar dibandingkan perlakuan yang lain.

Interaksi antara penggunaan pupuk hayati (H1) dan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) cenderung meningkatkan bobot kering akar (1,12 g) dibandingkan kombinasi yang lain.

Hubungan antara bobot kering akar dengan perlakuan pupuk hayati dapat dilihat pada Gambar 7 dimana bobot terberat pada perlakuan pemberian pupuk hayati (H1) dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk hayati (H0).

Pupuk Hayati Rataan

(45)

Gambar 7. Hubungan antara bobot kering akar dengan perlakuan pupuk hayati Grafik bobot kering akar dengan pemberian pupuk organik cair dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Gambar 8

Gambar 8. Hubungan bobot kering akar dengan pemberian POC dari limbah cair tahu

Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong)

Pemberian pupuk hayati dan interaksi antara pupuk hayati dengan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah polong berisi per tanaman. Sedangkan pemberian POC dari limbah cair tahu

1,04

Dosis POC dari Limbah Cair Tahu (ml/l)

H0 = Tanpa Pupuk Hayati

(46)

menunjukkan berpengaruh nyata terhadap jumlah polong berisi per tanaman (Lampiran 30-31).

Rataan jumlah polong hampa per tanaman terhadap pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan jumlah polong berisi per tanaman pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu

POC dari Limbah Cair tahu (L)

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan jumlah polong berisi per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk hayati. Sedangkan perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) meningkatkan jumlah polong berisi per tanaman dibandingkan perlakuan yang lain.

Interaksi antara penggunaan pupuk hayati (H1) dan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) cenderung meningkatkan jumlah polong berisi per tanaman (7,27 polong) dibandingkan kombinasi yang lain.

Grafik jumlah polong berisi per tanaman dengan pemberian POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Gambar 9

Pupuk Hayati Rataan

(47)

Gambar 9. Hubungan jumlah polong berisi per tanaman dengan pemberian POC dari limbah cair tahu

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong)

Pemberian pupuk hayati, POC dari limbah cair tahu serta interaksi antara pupuk hayati dengan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh nyata terhadap jumlah polong hampa per tanaman (Lampiran 32-33).

Rataan jumlah polong hampa per tanaman terhadap pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan jumlah polong hampa per tanaman pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu

POC dari Limbah Cair tahu (L)

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan 4berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa perlakuan tanpa pupuk hayati memberikan jumlah polong hampa per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan

ŷ = 2,435x + 40,34

Dosis POC dari Limbah Cair Tahu (ml/l)

Pupuk Hayati Rataan

(48)

pupuk hayati. Sedangkan perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 0 ml/l (L0) meningkatkan jumlah polong hampa per tanaman dibandingkan

perlakuan yang lain.

Interaksi antara penggunaan tanpa pupuk hayati (H0) dan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 15 ml/l (L1) secara berpengaruh nyata dapat meningkatkan jumlah polong hampa per tanaman (2,93 polong) dibandingkan kombinasi yang lain.

Hubungan antara jumlah polong hampa per tanaman dengan perlakuan pupuk hayati dapat dilihat pada Gambar 10 dimana jumlah terbanyak pada perlakuan pemberian pupuk hayati (H1) dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk hayati (H0).

Gambar 10. Hubungan antara jumlah polong hampa per tanaman dengan pupuk hayati

Grafik jumlah polong hampa per tanaman dengan pemberian POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Gambar 11

(49)

Gambar 11. Hubungan jumlah polong hampa per tanaman dengan pemberian POC dari limbah cair tahu

Bobot Kering Biji per Tanaman (g)

Pemberian pupuk hayati, POC dari limbah cair tahu serta interaksi antara pupuk hayati dengan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering biji per tanaman (Lampiran 34-35).

Rataan bobot kering biji per tanaman terhadap pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan bobot kering biji per tanaman pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu

POC dari Limbah Cair tahu (L)

Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan bobot kering biji per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk hayati.

ŷ = -0,276x + 3,26

Dosis POC dari Limbah Cair Tahu (ml/l)

Pupuk Hayati Rataan

(50)

Sedangkan perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 45 ml/l (L3) meningkatkan bobot kering biji per tanaman dibandingkan perlakuan yang lain.

Interaksi antara penggunaan pupuk hayati (H1) dan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 45 ml/l (L3) cenderung meningkatkan bobot kering biji per tanaman (4,79 g) dibandingkan kombinasi yang lain.

Bobot Kering Biji Per Plot (g)

Pemberian pupuk hayati dan interaksi antara pupuk hayati dengan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering biji per plot. Tetapi perbedaan dosis POC dari limbah cair tahu yang digunakan menunjukkan berpengaruh nyata terhadap bobot kering biji per plot (Lampiran 36-37).

Rataan bobot kering biji per plot terhadap pupuk hayati dan POC dari limbah tahu cair dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan bobot kering biji per plot pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu

POC dari Limbah Cair tahu (L)

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan bobot kering biji per plot yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk hayati. Sedangkan perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 45 ml/l (L3) meningkatkan bobot kering biji per plot dibandingkan perlakuan yang lain.

Pupuk Hayati Rataan

(51)

Interaksi antara penggunaan pupuk hayati (H1) dan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) cenderung meningkatkan bobot kering biji per plot (23,57 g) dibandingkan kombinasi yang lain.

Grafik bobot kering biji per plot dengan pemberian POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Hubungan bobot kering biji per plot dengan pemberian POC dari limbah cair tahu.

Dari Gambar 12 dapat diketahui bahwa pemberian POC dari limbah cair tahu terhadap bobot kering biji per plot menunjukkan hubungan kuadratik. Pada grafik dapat dilihat bahwa pemberian POC dari limbah cair tahu yang optimum adalah 41,72 ml/l sedangkan bobot kering biji per plot yang maksimum adalah 535,88 g.

Bobot 100 Biji Kering (g)

Pemberian pupuk hayati, POC dari limbah cair tahu serta interaksi antara pupuk hayati dengan POC dari limbah cair tahu menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot 100 biji kering (Lampiran 38-39).

ŷ = -0,056x² + 4,673x + 438,4

(52)

Rataan bobot 100 biji kering terhadap pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan bobot 100 biji kering pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu

POC dari Limbah Cair tahu (L)

Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan bobot 100 biji kering yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk hayati. Sedangkan perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 30 ml/l (L2) meningkatkan bobot 100 biji kering per plot dibandingkan perlakuan yang lain.

Interaksi antara penggunaan pupuk hayati (H1) dan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 30 ml/l (L2) cenderung meningkatkan bobot 100 biji kering (18,06 g) dibandingkan kombinasi yang lain.

Pembahasan

Pemberian Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.)

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar efektif, bobot bintil akar efektif, bobot kering tajuk, bobot kering akar dan jumlah polong hampa per tanaman.

Pada peubah amatan jumlah bintil akar efektif (Tabel 4) dan bobot bintil akar efektif (Tabel 5) diketahui bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata. Jumlah bintil akar efektif tertinggi (3,06 bintil) diperoleh pada perlakuan penggunaan pupuk hayati dan terendah (2,69 bintil) pada perlakuan tanpa pupuk

Pupuk Hayati Rataan

(53)

hayati. Sedangkan bobot bintil akar efektif tertinggi (0,87 g) diperoleh pada penggunaan pupuk hayati dan terendah (0,80) pada perlakuan tanpa pupuk hayati. Hal ini dikarenakan akar tanaman kedelai dapat menyediakan unsur hara esensial yang berupa N. Ketersediaan unsur hara ini terjadi karena adanya fiksasi dari udara yang membentuk bintil akar. Fungsi nitrogen sangat penting dalam kegiatan fotosintesis yakni dalam pembentukan protein dan asam amino.Pemberian pupuk hayati dapat bersimbiosis dengan tanaman inang, sehingga membentuk bintil akar dan menambah bobot bintil akar dibandingkan tanpa pemberian pupuk hayati. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Puwaningsih (2004) yang menyatakan bahwa mikroba mempunyai kemampuan menambat nitrogen bebas (N2) dari udara dan mengubahnya menjadi amonia (NH3+) yang akan diubah menjadi asam amino yang akan digunakan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang.

(54)

meningkatkan produktivitas tanaman kedelai serta memperbaiki kualitas lingkungan pertanian.

Pada peubah amatan bobot kering tajuk (Tabel 6) dan bobot kering akar (Tabel 7) diketahui bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata. Bobot kering tajuk tertinggi (4,36 g) diperoleh pada perlakuan penggunaan pupuk hayati dan terendah (3,99 g) pada perlakuan tanpa pupuk hayati. Sedangkan bobot kering akar tertinggi (1,07 g) diperoleh pada perlakuan penggunaan pupuk hayati dan terendah (1,04 g) pada perlakuan tanpa pupuk hayati. Hal ini dikarenakan penambatan nitrogen bebas dilakukan oleh bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai dapat menghasilkan pembentukan tajuk dan akar meningkat. Hal ini menunjukkan berbagai mikroba bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai. Selain itu, dengan terjadinya penambatan nitrogen maka tajuk dan akar tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini sesuai dengan Purwaningsih (2004) yang menyatakan bahwa bakteri penambat nitrogen (Rhizobium) mempunyai kemampuan menambat nitrogen bebas (N2) dari udara dan merubahnya menjadi amonia (NH3+) yang akan diubah menjadi asam amino yang akan digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhan tajuk dan akar tanaman. Penambatan nitrogen secara biologis diperkirakan menyumbang lebih dari 170 juta ton nitrogen ke biosfer pertahun, 80% merupakan hasil dari simbiosis antara bakteri Rhizobium dengan tanaman Leguminosae.

Pemberian Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Tahu Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.)

(55)

bintil akar efektif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman dan bobot kering biji per plot.

Pada peubah amatan jumlah bintil akar efektif (Tabel 4) dan bobot bintil akar efektif (Tabel 5) diketahui bahwa berpengaruh nyata terhadap POC dari limbah cair tahu. Jumlah bintil akar efektif tertinggi (3,21 bintil) pada perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) dan terendah (2,60 bintil) dengan dosis 0 ml/l (L0). Sedangkan bobot bintil akar efektif tertinggi (0,84 g) pada perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) dan terendah (0,81 g) dengan dosis 0 ml/l (L0). Hal ini dikarenakan pembentukan bintil akar efektif dan meningkatnya bobot bintil akar terjadi karena adanya bakteri Rhizobium. Selain itu, kandungan N,P dan K pada POC dari limbah cair tahu dapat meningkatkan jumlah bintil akar efektif dan bobot bintil akar efektif pada tanaman (Analisis POC dari limbah cair tahu tersaji pada lampiran 7). Hal ini sesuai dengan Irwan (2006) yang menyatakan terjadinya infeksi pada akar rambut merupakan titik awal dari proses pembentukan bintil akar. Semakin banyak volume akar tebentuk maka semakin besar pula kemungkinan jumlah bintil akar atau nodul yang terjadi. Ini dikarenakan adanya bakteri Rhizobium dan bekerja dalam tanah.

(56)

dikarenakan POC dari limbah cair tahu mengandung N,P dan K yang memenuhi kebutuhan hara pada tanaman (Analisis POC dari limbah cair tahu tersaji pada lampiran 7). Selain itu, unsur hara yang terkandung pada POC dari limbah cair tahu dapat meningkatkan bobot kering tajuk dan bobot kering akar pada tanaman sehingga memungkinkan dapat berproduksi tinggi. Hal ini sesuai dengan Syam (1992) Pupuk organik memiliki unsur hara makro dan mikro yang relatif sedikit seperti N, P, K, Ca, Mg dan S. Unsur hara tersebut dapat membantu pertumbuhan dan produksi tanaman. Tajuk pada tanaman memerlukan hara yang tercukupi agar pertumbuhan tanaman optimum.

Pada peubah amatan jumlah polong berisi per tanaman (Tabel 8), jumlah polong hampa per tanaman (Tabel 9) dan bobot kering biji per plot (Tabel 11) diketahui bahwa berpengaruh nyata terhadap POC dari limbah cair tahu. Jumlah polong berisi per tanaman tertinggi (7,25 polong) pada perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 60 ml/l (L4) dan terendah (6,43 g) dengan dosis 0 ml/l (L0). Jumlah polong hampa per tanaman tertinggi (2,80 polong) pada perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 0 ml/l (L0) dan terendah (2,61 polong) dengan dosis 60 ml/l. Sedangkan bobot biji kering per plot tertinggi (22,99 g) pada perlakuan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 45 ml/l (L3) dan terendah (20,81 g) dengan dosis 0 ml/l (L0). Hal ini karena kandungan di dalam limbah cair tahu terdapat bahan – bahan organik yang tinggi. Unsur hara organik mampu meningkatkan hasil biji yang optimum karena mengandung senyawa protein dan karbohidrat. Hal ini sesuai dengan Nurhasan dan Pramudyanto (1991) yang menyatakan bahan- bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa – senyawa organik di dalam

(57)

air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa – senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar.

Interaksi Pemberian Pupuk Hayati dan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Tahu Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa interaksi pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu berpengaruh nyata pada peubah amatan tinggi tanaman 3 MST dan jumlah polong hampa per tanaman namun berpengaruh tidak nyata pada peubah amatan lainnya.

(58)

bakteri endofitik yakni Ocrobactrum pseudogrigmonense yang hidup didalam tanaman sebagai anti patogen.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rataan jumlah polong hampa per tanaman tertinggi (2,93 polong) pada perlakuan tanpa pupuk hayati (H0) dan POC dari limbah cair tahu dengan dosis 15 ml/l (L1). Hal ini dikarenakan pada tanaman yang perlakuan tanpa diberi pupuk hayati tidak terdapat mikroba akan tetapi mikroba terdapat didalam tanah yang dapat menyediakan nutrisi bagi tanaman. Mikroba tersebut seperti Ochrobactrum pseudogrignonense yang berfungsi sebagai memacu pertumbuhan, pembungaan dan pemasakan buah. Selain itu, ketersediaan unsur hara N dan P yang di serap oleh akar tanaman juga mempengaruhi pertumbuhan dan akan hasil tanaman. Hal ini sesuai dengan Hasibuan (2006) yang menyatakan penambahan mikroba pelarut fosfat dan bakteri perangsang pertumbuhan tanaman mampu meningkatkan ketersediaan hara fosfor (P) didalam tanah, merangsang pertumbuhan akar tanaman sehingga penyerapan hara nitrogen (N) dan fosfor (P) meningkat.

(59)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pemberian pupuk hayati meningkatkan jumlah bintil akar efektif, bobot bintil akar efektif, bobot kering tajuk dan bobot kering akar tetapi menurunkan jumlah polong hampa per tanaman.

2. Pemberian pupuk organik cair dari limbah cair tahu meningkatkan jumlah bintil akar efektif, bobot bintil akar efektif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, jumlah polong berisi per tanaman dan bobot kering biji per plot tetapi menurunkan jumlah polong hampa per tanaman

3. Interaksi pemberian pupuk hayati dan pupuk organik cair dari limbah cair tahu meningkatkan tinggi tanaman 3 MST tetapi menurunkan jumlah polong hampa per tanaman. Interaksi perlakuan terbaik yaitu pemberian pupuk hayati dan pupuk organik cair dari limbah cair tahu 60 ml/l.

Saran

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Adie, M. M dan Krisnawati A. 2007. Biologi tanaman kedelai. Dalam Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan hlm 45-73, Bogor: Pusat Penelitian dan Tanaman Pangan.

Alamprabu, D., 2013. Pemanfaatan Pupuk Hayati Mikoriza. Diakses dari

Andrianto, T. T., dan N. Indarto, 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Absolut. Yogyakarta.

Badan pusat statistik, 2013. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai. Diakses dari

Bappeda Medan., 1993, Penelitian Pencemaran Air Limbah Di Sentra Industri Kecil Tahu/ Tempe di Kec. Medan Tuntungan Kotamadya Dati II Medan, Laporan Penelitian, Bappeda TK II Medan. Medan.

Bappenas., 2013. Budidaya Kedelai. Diakses dari

BPPT, 1997a. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe Dengan Proses

Biofilter Anaerob dan Aerob. Diakses dari

Bertham, R. Y. H. 2007. Dampak Inokulasi Ganda Fungi Mikoriza Arbuskular dan Rhizobium Indigenous pada Tiga Genotipe Kedelai di Tanah Ultisol. J. Akta Agrosia. 2:189-198.

Chusnia, W., T. Surtiningsih, dan Salamun. 2012. Kajian Aplikasi Pupuk Hayati Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Pada Polybag. Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya. Damanik,M.B; B.E. Hasibuan; Fauzi; Sarifuddin; H. Hanum, 2009. Kesuburan

Tanah dan Pemupukan. USU-Press. Medan.

Dartius., Ardi., B. Lakitan,. D. Suryati., Hadiyono., J. Sofyan., A. Aswad., S. Sagiman., W. Hanolo dan Z.R. Djafar. 1991. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Barat. Palembang.

(61)

Handajani, Hany. 2006. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu Sebagai Pupuk Alternatif Pada Kultur Mikroalga Spirullina sp. Jurnal Protein Vol.13, No.2,: 188-193.

Hasibuan, B. E., 2006. Pupuk dan Pemupukan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Hal : 175

Hidayat, O. D. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai. Hal 73-86. Dalam S.Somaatmadja et al. (Eds.). Puslitbangtan. Bogor.

Hurhasanah, dan Pramudyanto, B.B., 1991. Penanganan Air Limbah Tahu, Yayasan Bina Karya Lestari, Jakarta. Diakses dari

Irwan, A.W., 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max L.). Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Jatinagor.

Jumrawati., 2008. Efektifitas Inokulasi Rhizobium sp. Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai pada Tanah Jenuh Air. LIPI Press. Jakarta.

Nurhasan, dan Pramudyanto, B.B., 1991. Penanganan Air Limbah Tahu. Yayasan Bina Karya Lestari, Jakarta.

Prihastuti, E. R. 2008. Kandungan IAA dan Respon Pertumbuhan Tanaman Jagung dan Kedelai Terhadap Perlakuan Pupuk Hayati [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prihatman, 2000. Kedelai (Glycine max L.). Dikutip dari http://www.ristek.go.id. Diakses pada tanggal 3 juni 2014.

Purwaningsih, S. 2004. Pengujian Mikroba sebagai Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan Tanaman Acacia mangium pada Pasir Steril di Rumah Kaca. Puslit Biologi-LIPI, Bogor. 5(2):85:88.

Rubatzky, V.E., dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi, dan Gizi. Jilid 2. Penerjemah C. Herison. ITB Press, Bandung.

Soemaatmadja, S., M. I. Sumarno, M. Syam, S.O Manurung, Yuswadi. 1999. Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. 78-80. Steel, R.G.D., J.H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan

Biometrik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Steenis, C.G.G.J., S. Bloembergen., P.J. Eyma. 2005. Flora. Cetakan kesepuluh. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sugeno, R, 2008. Budidaya Kedelai. http://warintek.ristek.go.id/pertanian/kedelai.pdf.2008. diakses pada

(62)

Supardi, A., 2001. Aplikasi Pupuk Cair Hasil Fermentasi Kotoran Padat Kambing Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi. Skrip Surakarta : FKIP UMS. Syam, R. 1992. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Gandasil dan Jarak Tanam Terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau Varietas Parkit. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah. Malang.

Triawati, A. 2010. Kualitas Ligkungan Sekitar Pabrik Tahu dan Pemanfaatan Limbah Tahu Sebagai Pupuk Cair Organik dengan Penambahan EM4 (Effective Microoganism). Surabaya. Tugas Akhir, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNAIR.

Warta, 2007. Majalah Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

(63)

Lampiran 1. Deskripsi Kedelai Varietas Grobogan Nama varietas : Grobogan

SK : 238/Kpts/SR.120/3/2008

Tahun : 2008

Tetua : Pemurnian populasi Lokal Malabar Grobogan Rataan Hasil : 3,40 ton/ha

Potensi hasil : 2,77 ton/ha

Karakter Khusus : polong masak tidak mudah pecah, dan pada saat panen daun luruh 95–100%

Pemulia : Suhartina, M. Muclish Adie, T. Adisarwanto, Sumarsono Sunardi, Tjandramukti, Ali Muchtar, Sihono, SB. Purwanto Siti Khawariyah, Murbantoro, Alrodi, Tino Vihara, Fari Mufhti, dan Suharno

Tipe Pertumbuhan : Determinate Warna Hipokotil : Ungu

Daerah Sebaran : Beradaptasi baik pada beberapa kondisi lingkungan tumbu yang berbeda cukup besar, pada musim hujan dan daera beririgasi baik

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu
Tabel 3. Rataan total luas daun pada pemberian pupuk hayati dan POC dari limbah cair tahu
Gambar  1. Hubungan antara jumlah bintil akar efektif  dengan pupuk hayati
Gambar 3. Hubungan antara bobot bintil akar efektif dengan pupuk hayati
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses pengendapan dalam keadaan free settling , model persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung kecepatan penurunan partikel pada proses sedimentasi

Dari Penelitian yang telah dilakukan melalui 3 siklus, dapat diambil satu kesimpulan bahwa penggunaan metode praktek terbimbing pada pembelajaran pendidikan jasmani

Dengan demikian, pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan

a. Mahasiswa tidak diikutsertakan dalam kegiatan yang diadakan oleh Balai Pengembangan Multimedia Pendidikan dan Kebudayaan sehingga kurangnya program

penting dalam meningkatkan kemampuan profesionalisme guru. supervisi yang baik harus mampu membuat guru semakin kompeten. Kepala madrasah harus memiliki kemampuan

Bagian header yang merupakan 46 karakter pertama string hasil dekripsi akan digunakan sebagai validator apakah kata kunci yang dimasukkan benar atau tidak. Validasi yang

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh kompetensi pedagogik guru terhadap kesulitan belajar siswa.Saran untuk penelitian selanjutnya adalah bisa mengembangakan

Dengan memperhatikan hasil dari penelitian, maka diharapkan perusahaan lebih dapat memahami analisis dari prediksi delisting pada perusahaan, sehingga nantinya akan membantu