ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN
DI PERUMAHAN GRIYA TELAGA PERMAI,
DEPOK, JAWA BARAT
RIZKI ADHI NUGROHO
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Limpasan Permukaan di Perumahan Griya Telaga Permai, Depok, Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
ABSTRAK
RIZKI ADHI NUGROHO. Analisis Limpasan Permukaan di Perumahan Griya Telaga Permai, Depok, Jawa Barat. Dibimbing oleh NORA H. PANDJAITAN dan ASEP SAPEI.
Banjir merupakan fenomena alam yang diakibatkan oleh tingginya intensitas hujan dan tidak memadainya kapasitas sungai ataupun saluran drainase untuk menampung dan mengalirkan limpasan yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai koefisien drainase dan dimensi jaringan drainase di Perumahan Griya Telaga Permai, Depok. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April-Agustus 2014. Penelitian dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran dimensi saluran drainase yang ada, pengukuran curah hujan dan debit yang terjadi. Setelah itu dihitung koefisien drainase dan dilakukan pembandingan kapasitas saluran terhadap debit maksimum aliran serta evaluasi kesesuaian dimensi saluran yang ada. Secara keseluruhan di perumahan Griya Telaga Permai terjadi limpasan permukaan sebesar 0,97 m3/det dan koefisien drainase sebesar 95,85 liter/det.ha. Dari hasil evaluasi sistem jaringan drainase di perumahan yang terdiri dari 28 saluran, terdapat sebuah saluran yang meluap saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Dimensi yang disarankan untuk saluran di Blok A2-A3 (lebar x tinggi) terseut adalah 50 cm x 60 cm.
Kata kunci: curah hujan, debit, koefisien drainase, limpasan permukaan, sistem drainase insufficient capacity of rivers or drainage channels to receive and drain water. The objectives of this study were to analyze the coefficient drainage and drainage network design at Griya Telaga Permai Residence, Depok, based on existing rainfall and discharge. This study was started April until August 2014. The study has done by observing and measuring the dimensions of existing drainage channels, measurements of rainfall and discharges. After that drainage coefficient was calculated and runoff was compared with channel capacity. The result show that Griya Telaga Permai Recidence has resulted surface runoff at 0,97 m3/sec and drainage coefficient was 95,85 liters/sec.ha. Evaluation of drainage systems in residential area with 28 channels, showed that one drainage channel over flowed during rainfall with high intensity. It was suggested that the channel in Block A2-A3 had dimension of 50 cm x 60 cm.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
RIZKI ADHI NUGROHO
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2014
ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN
DI PERUMAHAN GRIYA TELAGA PERMAI,
Judul Skripsi : Analisis Limpasan Permukaan di Perumahan Griya Telaga Permai, Depok, Jawa Barat
Nama : Rizki Adhi Nugroho NIM : F44100073
Bogor, September 2014 Disetujui oleh
Dr Ir Nora H. Pandjaitan, DEA Pembimbing I
Prof Dr Ir Asep Sapei, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penelitian yang berjudul “Analisis Limpasan Permukaan di Perumahan Griya Telaga Permai, Depok, Jawa Barat” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April sampai Agustus 2014.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr Ir Nora H. Pandjaitan, DEA dan Prof Dr Ir Asep Sapei, MS selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi serta Dr Ir Prastowo, M.Eng selaku dosen penguji. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dirjen Perguruan Tinggi (Dikti) melalui BOPTN yang telah membiayai penelitian ini, kedua orang tua penulis, Bapak Alief Hidayat selaku Ketua RW 09 di Perumahan Griya Telaga Permai, rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB angkatan 2010 serta teman-teman di Unit Kegiatan Mahasiswa Pramuka IPB yang selalu memberikan dorongan dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga ide yang disampaikan dalam karya ilmiah ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, September 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Analisis Hidrologi 2
Limpasan 4
METODOLOGI PENELITIAN 7
Waktu dan Tempat 7
Alat dan Bahan 8
Metode Analisis 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Kondisi Perumahan Griya Telaga Permai 10
Analisis Limpasan Permukaan 11
Evaluasi Jaringan Drainase Perumahan GTP 18
SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 24
DAFTAR TABEL
1 Persamaan hubungan tebal hujan (mm) dan lama hujan (jam) 3
2 Unsur geometris penampang saluran persegi dan trapesium 6
3 Nilai koefisien manning (n) 6
4 Nilai koefisien drainase pada lahan pertanian 7
5 Debit puncak (Qp) masing-masing sub DTA 12
6 Perbandingan syarat distribusi dan hasil perhitungan 13
7 Hasil perhitungan uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov untuk distribusi
Normal dan Gumbel 13
8 Data curah hujan puncak selama periode ulang tertentu 14
9 Hasil analisis dan pengukuran debit saluran pada beberapa waktu kejadian
hujan 14
10Hasil analisis limpasan permukaan dan koefisien drainase 16
11Hasil analisis debit rancangan dan koefisien drainase 18
12Perbandingan antara debit saluran dengan debit rancangan 19
13Dimensi minimum saluran sesuai dengan debit puncak (Qp) 21
14Simulasi ulang saluran dengan dimensi baru 21
DAFTAR GAMBAR
1 Penampang melintang saluran berbentuk persegi panjang dan (b) saluran
berbentuk trapesium 5
2 Lokasi penelitian 8
3 Tahapan pelaksanaan penelitian 9
4 Peta Perumahan Griya Telaga Permai, Depok 10
5 Pembagian Daerah Tangkapan Air (DTA) dan sub DTA. 11
6 Hidrograf pada saluran outlet perumahan GTP (a) tanggal 18 Juni 2014, (b) tanggal 19 Juni 2014, (c) tanggal 25 Juni 2014. Debit ( ), Curah hujan ( ) 15
7 Kurva hubungan koefisien drainase dengan curah hujan. Teoritis ( ) dan
Empiris ( ) 17
8 Grafik hubungan keterkaitan debit empiris dan debit teoritis 18
9 Lokasi Blok A1-3 yang selalu terjadi genangan ketika hujan dengan
DAFTAR LAMPIRAN
1 Masterplan Perumahan Griya Telaga Permai, Depok 24
2 Peta topografi Perumahan Griya Telaga Permai, Depok 25
3 Data curah hujan maksimum (mm) 26
4 Jenis penggunaan lahan di setiap sub-DTA 27
5 Hasil perhitungan waktu konsentrasi (tc, jam) 30
6 Dimensi sekat ukur persegi empat (cm) 32
7 Desain saluran dengan dimensi baru (dalam cm) 33
8 Hasil pengukuran debit saluran pada Rabu, 18 Juni 2014, terjadi hujan
pukul 19.50 - 20.55 WIB 34
9 Hasil pengukuran debit saluran pada Kamis, 19 Juni 2014, terjadi hujan
pukul 15.20 - 16.25 WIB 37
10Hasil pengukuran debit saluran pada Rabu, 25 Juni 2014, terjadi hujan
pukul 16.35 - 17.50 WIB 39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan tata guna lahan yang diakibatkan oleh pertumbuhan kota dan perkembangan sektor pembangunan menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan limpasan permukaan (run-off). Meningkatnya kawasan terbangun secara langsung berakibat meningkatnya koefisien limpasan permukaan dan menjadikan volume air hujan yang menjadi limpasan permukaan semakin besar seiring dengan meningkatnya intensitas hujan. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya banjir dan genangan sebagai akibat berkurangnya lahan resapan air serta sistem drainase yang kurang memadai.
Banjir merupakan fenomena alam karena tingginya curah hujan dan tidak cukupnya kapasitas badan air (sungai ataupun saluran drainase) untuk menampung dan mengalirkan air (Soekarno 2006). Banjir dapat diakibatkan oleh kejadian alam dan aktivitas manusia. Banjir atau genangan di suatu kawasan terjadi apabila sistem yang berfungsi untuk menampung genangan itu tidak mampu menampung debit yang mengalir di saluran tersebut. Hal ini disebabkan oleh tiga kemungkinan, yaitu kapasitas sistem yang menurun, debit aliran yang meningkat, atau kombinasi dari kedua-duanya (Suripin 2004).
Sistem jaringan drainase di suatu kawasan sudah seharusnya dirancang untuk menampung debit aliran limpasan, terutama pada saat musim hujan. Artinya kapasitas saluran drainase sudah diperhitungkan untuk dapat menampung debit air yang terjadi sehingga kawasan yang dimaksud tidak mengalami genangan atau banjir. Jika kapasitas sistem saluran drainase menurun diakibatkan oleh berbagai sebab, maka debit yang normal sekalipun tidak dapat ditampung oleh sistem yang ada. Penyebab menurunnya kapasitas sistem antara lain: banyak terdapat endapan, terjadi kerusakan fisik sistem jaringan, dan adanya bangunan lain di atas sistem jaringan.
Griya Telaga Permai (GTP) merupakan salah satu perumahan yang berlokasi di Kota Depok. Saat ini, saluran drainase di kawasan tersebut tidak mampu menampung aliran permukaan (runoff) yang disebabkan oleh air hujan. Pada saat hujan dengan intensitas tinggi, saluran tersebut meluap sehingga terjadi genangan, akibatnya jalan di perumahan tersebut rusak.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis nilai koefisien drainase dan mengevaluasi dimensi saluran drainase di Perumahan Griya Telaga Permai, Depok.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:
1. Sebagai acuan dalam evaluasi dimensi saluran drainase di perumahan.
2. Dapat digunakan sebagai masukan bagi pengembang perumahan dan instansi yang terkait dalam merencanakan saluran drainase di perumahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Hidrologi
Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena), seperti besarnya: curah hujan, temperatur, penguapan, lamanya penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air sungai, dan kecepatan aliran. (Soewarno 1995).
Curah hujan rancangan merupakan curah hujan terbesar tahunan yang mungkin terjadi di suatu daerah dengan periode ulang tertentu. Metode yang digunakan adalah Log Pearson III karena metode ini dapat digunakan untuk semua sebaran data serta sesuai untuk berbagai macam koefisien kemencengan dan koefisien kepuncakan (Harto 1993). Selain itu, ada tiga metode distribusi lainnya yang selalu digunakan dalam analisis hidrologi yaitu Normal, Log Normal, dan Gumbel.
Menurut Suripin (2004), tahapan untuk menentukan curah hujan rancangan dengan menggunakan metode Log Pearson III adalah sebagai berikut:
- Mengubah data curah hujan harian maksimum (X) ke dalam bentuk logaritmik, X = log X
- Menghitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:
�� = ��̅ + �. (4)
di mana :
xi = data curah hujan (mm)
3
log �̅ = rerata logaritma curah hujan tahunan maksimum G = variabel standar untuk X yang besarnya tergantung
koefisien kemencengan (Cs) - Menghitung antilog dari Xt
Untuk menentukan nilai intensitas hujan (I), digunakan Persamaan Mononobe. Persamaan Mononobe digunakan saat yang ada hanya data hujan harian maksimum (Suripin 2004).
� =
� (5)
di mana :
I = intensitas hujan (mm/jam) tc = waktu konsentrasi (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)
Dari persamaan (5), metode rasional tersebut dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh lahan DTA selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi sebagai lamanya hujan. Pada penentuan lama waktu hujan, dapat digunakan persamaan hasil penelitian Darmadi (1990) yang menjelaskan hubungan tebal hujan dan lama hujan di beberapa lokasi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia. Darmadi (1990) membuat análisis hubungan tebal hujan dan lama hujan DAS berdasarkan data hujan tunggal harian untuk lama hujan 2, 3, 4, 5, dan 6 jam yang dikumpulkan selama periode 10 tahun. Hasil análisis tersebut menghasilkan persamaan hubungan tebal hujan dan lama hujan pada beberapa DAS seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Persamaan hubungan tebal hujan (mm) dan lama hujan (jam)
No Nama DAS Persamaan Hubungan
Tebal Hujan (TH) dan Lama Hujan (LH)
1 Cimanuk TH = 4,522 [LH] - 2,138
4
Limpasan
Menurut Suripin (2004), dalam perencanaan drainase, bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan, tetapi limpasan (runoff). Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow). Asdak (1995) menyatakan bahwa air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau, dan lautan. Schwab et al (1981) menyatakan bahwa koefisien aliran permukaan (C) didefinisikan sebagai nisbah laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume total limpasan yaitu Faktor-faktor-Faktor-faktor iklim yang terdiri dari banyaknya presipitasi dan banyaknya evapotranspirasi serta faktor DAS yang terdiri dari ukuran DAS dan tinggi tempat rata-rata daerah aliran sungai (pengaruh orografis) (Seyhan 1990).
DAS yang sempit akan menyebabkan laju limpasan lebih rendah dibanding pada DAS yang padat dalam luasan yang sama. Tutupan vegetasi dapat memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan daya tahan tanah terhadap air sehingga dapat mengurangi laju limpasan puncak. Selain itu menurut Suripin (2004), faktor yang berpengaruh terhadap limpasan dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu faktor meteorologi dan karakteristik daerah tangkapan saluran atau daerah aliran sungai (DAS). Faktor meteorologi yang berpengaruh pada limpasan terutama karakteristik hujan, yang meliputi (1) intensitas hujan, (2) durasi hujan, dan (3) distribusi curah hujan. Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan meliputi (1) luas dan bentuk DAS, (2) topografi, dan (3) tata guna lahan). Menurut Ningsih (2013), besarnya total limpasan pada setiap subcatchment berbeda-beda dikarenakan adanya perbedaan besar presentase area impervious untuk masing-masing subcatchment. Subcatchment dengan presentase area impervious yang besar akan menimbulkan limpasan yang besar juga. Hal ini disebabkan karena air tidak dapat menyerap ke dalam tanah. Limpasan puncak untuk setiap subcatchment menggambarkan nilai debit limpasan puncak berdasarkan distribusi curah hujan terhadap waktu yang telah dimodelkan dalam time series.
Frekuensi terjadinya hujan mempengaruhi debit air dalam DAS. Untuk menduga besarnya debit puncak limpasan dapat digunakan metode rasional. Dasar yang melatar belakangi metode rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi (tc). Waktu konsentrasi (tc) tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem adalah hasil curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat tc dinyatakan sebagai runoff coefficient(C) dengan nilai 0 ≤ C ≤ 1 (Chow 1964).
Selain itu dilakukan perhitungan teoritis menggunakan Metode Rasional. Menurut Goldman et al (1986) dalam Suripin (2004), Metode Rasional sangat sederhana namun hanya dapat digunakan pada kawasan yang kurang dari 300 ha. Rumus Metode Rasional yaitu:
5
di mana :
Q = laju aliran permukaan (debit) puncak (m3/dtk) C = koefisien aliran permukaan
I = intensitas hujan (mm/jam) A = luas daerah pengaliran (Ha)
Selain itu, pengukuran debit limpasan eksisting di saluran menggunakan sekat ukur segiempat dan lebar penuh. Beberapa persamaan dalam menggunakan metode ini menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993) :
= ℎ (8)
= . + .ℎ + . ℎ�− . √ �− ℎ+ . √� (9)
= . + .ℎ = . ℎ� +∈ (10)
di mana :
ℎ = tinggi muka air diatas mercu (m), b = lebar mercu (m),
D = tinggi sekat ukur (m),
B = lebar sekat ukur (m), Q dalam m3/menit.
Untuk koefisien (K) pada sekat ukur persegi empat berlaku Persamaan 9. Untuk K pada sekat ukur lebar penuh berlaku Persamaan 10 dengan syarat jika D < 1 m maka nilai ∈= 0, jika D ≥ 1 m maka ∈ = 0.55 (D-1).
Untuk menghitung debit yang dapat ditampung oleh saluran digunakan Persamaan Manning sebagaiberikut.
= / / (11)
di mana :
Q = debit saluran (m3/detik)
n = koefisien manning
A = luas penampang saluran (m2) R = jari-jari hidrolik (m)
S = kemiringan lahan atau saluran
(a) (b)
6
Tabel 2 Unsur geometris penampang saluran persegi dan trapesium
Unsur Geometris Rumus Satuan
Segi Empat Trapesium  Gorong-gorong dengan lengkungan dan
sedikit kotoran/gangguan 0,011 0,014
 Beton halus, sambungan baik dan rata 0,014 0,018
 Beton kurang halus, sambungan kurang rata 0,018 0,030 2 Tanah, lurus dan seragam
 baru, lurus, seragam, landai, dan bersih 0,016 0,033
7 Feyen (1983) menyatakan bahwa koefisien drainase adalah kuantitas rata-rata air yang dapat dipindahkan oleh sistem drainase ke muka air yang lebih rendah setelah jenuh selama 24 jam dengan satuan mm/hari. Koefisien drainase dipengaruhi oleh karakteristik tanah dan iklim. Selain itu, dipengaruhi juga sifat-sifat tanah, kondisi hidrologi permukaan dan bawah permukaan serta faktor ekonomi. Desain limpasan bervariasi pada titik berbeda di sepanjang sistem kanal drainase, secara umum dihitung dengan persamaan berikut (Feyen 1983):
= �� (12)
di mana :
Q = limpasan basin (m3/det)
A = area basin drainase pada titik yang dihitung (ha)
q = koefisien drainase, didefenisikan sebagai desain unit/spesifik limpasan (l/det/ha).
Limpasan badan air dibentuk oleh kombinasi limpasan drainase lapang. Sering terjadi perbedaan frekuensi desain untuk drainase lapang dan drainase utama. Semua pengaruh tersebut berarti bahwa koefisien drainase untuk drainase utama secara normal berbeda dengan desain limpasan untuk drainase lapang. Koefisien drainase tidak sepenuhnya berdiri sendiri dari luasan badan air. Tabel 4 memberikan gambaran urutan besar dan variasi koefisien drainase untuk lahan datar pada lahan pertanian ukuran sedang yaitu antara 10.000-25.000 ha.
Tabel 4 Nilai koefisien drainase pada lahan pertanian Negara
Sudan (kapas, irigasi alur) 64-90 0,05-0,10 4,0
Jepang (sawah tergenang) 80-115 0,05-0,20 5,0
Tanzania (gula tebu irigasi curah) 145-165 0,20 7,0
Sumber: Feyen (1983)
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
8
Gambar 2 Lokasi penelitian Alat dan Bahan
Pada penelitian ini digunakan beberapa peralatan yang terkait dalam pengembangan rancangan hidrolika pada drainase perumahan. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System), alat pengukur debit saluran (sekat ukur segiempat), stopwatch, kamera digital, alat tulis, rain gauge, seperangkat komputer, perangkat software seperti Google Earth, Microsoft Office, Arc GIS, dan Microsoft Excel. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu Peta jaringan drainase perumahan, peta tata guna lahan, dan peta topografi dan data luas lahan.
Metode Analisis
Metode yang digunakan dalam proses penelitian ini terdiri dari: 1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dasar mengenai permasalahan yang akan diteliti. Selain itu, studi literatur bertujuan untuk mempelajari metode untuk menentukan debit limpasan dan parameter yang mempengaruhinya. Literatur yang menjadi acuan berasal dari buku teks, karya tulis, dan jurnal ilmiah.
2. Studi Lapangan
9
Gambar 3 Tahapan pelaksanaan penelitian
Adapun tahapan analisis data pada penelitian ini terbagi ke dalam tiga tahapan, antara lain:
1. Menentukan pola drainase, yaitu :
a. Melakukan observasi Daerah Tangkapan Air (DTA) Perumahan Griya Telaga Permai, Kota Depok.
b. Menentukan Daerah Tangkapan Air berdasarkan hasil observasi lapangan. c. Menentukan arah aliran limpasan.
2. Menghitung debit limpasan dan koefisien drainase, yaitu :
a. Menentukan tata guna lahan masing-masing Daerah Tangkapan Air. b. Menentukan curah hujan harian maksimum dengan menggunakan metode
distribusi Normal, Log Normal, Log-Person III, Gumbel. c. Menghitung intensitas hujan dengan persamaan Darmadi.
d. Menghitung waktu konsentrasi dengan menggunakan metode Kirpich. e. Menghitung debit puncak masing-masing Daerah Tangkapan Air dengan
menggunakan Metode Rasional.
f. Menghitung debit air di saluran drainase dengan menggunakan metode sekat ukur persegi empat dan sekat ukur penuh.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Perumahan Griya Telaga Permai
Griya Telaga Permai (GTP) merupakan salah satu perumahan di kota Depok. Perumahan ini secara administratif berada di wilayah Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Tapos, Depok, Jawa Barat, sedangkan secara geografis terletak pada 6o26’48,19” - 6o27’10,84” LS dan 106o51’21,78” - 106o51’41,4” BT.
Perumahan ini berbentuk rumah susun yang dikelola olah pihak swasta. Secara umum perumahan ini dilewati oleh sebuah saluran irigasi untuk mengairi sawah di sekitar perumahan. Ketinggian perumahan rata-rata yaitu ± 116 m dpl sedangkan luasnya yaitu 18,12 ha yang terdiri 10,1 ha sebelah barat saluran dan 8,02 ha di sebelah timur (Gambar 4). Perumahan ini memiliki 9 RT yang dihuni oleh 442 kepala keluarga. Perumahan ini memiliki beberapa fasilitas penunjang seperti rumah, sekolah, lapangan voli dan bulutangkis, aula, taman bermain, dan masjid. Bila dilihat dari sistem pembangunan saluran drainase untuk kawasan ini sudah terlihat cukup baik, di mana pengaturan saluran dan jaringannya ditempatkan pada hampir semua daerah pelayanan.
Beberapa permasalahan yang kerap terjadi dalam area kawasan tersebut adalah terlihatnya kondisi bebarapa saluran yang tidak baik dengan dipenuhi sampah dan endapan lumpur. Hal tersebut sering menyebabkan genangan air pada beberapa ruas jalan apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang berdurasi 1-2 jam. Kapasitas saluran yang tidak mampu menampung air, terhambatnya aliran air menuju outlet, hingga curah hujan yang terlalu deras dipastikan menjadi penyebab utama terjadinya genangan pada sebagian wilayah perumahan yang elevasinya lebih rendah dibandingkan dengan sekitarnya.
11 Analisis Limpasan Permukaan
Perumahan ini hampir mencapai 60 % terdiri dari permukaan yang tidak dapat melewatkan air ke dalam tanah (impervious) yakni berbentuk aspal pada area-area jalan dan permukaan yang dapat melewatkan air (previous) yang berada pada bagian halaman rumah dan jalan depan rumah. Kawasan perumahan ini terdiri dari 2 Daerah Tangkapan Air (DTA) yang terdiri dari 4 sub DTA pada DTA 1 dan 24 sub DTA pada DTA 2. Pembagian DTA dan sub DTA tersebut didasarkan dengan melihat pertimbangan elevasi dan aliran air pada saat terjadinya hujan. Secara lengkap pembagian DTA tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Pembagian Daerah Tangkapan Air (DTA) dan sub DTA.
Salah satu faktor yang menentukan besarnya debit limpasan menggunakan metode rasional ialah koefisien limpasan (C). Koefisien C ini bergantung pada tutupan lahan dari suatu DTA. Seperti ditunjukkan pada Gambar 5, Perumahan Griya Telaga Permai terdiri dari permukiman (rumah multiunit), taman, dan jalan beraspal. Untuk tutupan lahan berupa rumah multiunit, tutupan lahan berupa vegetasi (taman), dan jalan beraspal diambil nilai koefisien C masing-masing sebesar 0,6; 0,3; dan 0,8. Setelah itu, didapat koefisien C untuk masing-masing sub DTA (Tabel 5), sedangkan perhitungan koefisien C dapat dilihat pada Lampiran 4. Faktor lainnya yang mempengaruhi besarnya limpasan adalah panjang aliran utama (L), kemiringan dasar saluran (S), dan waktu konsentrasi (tc). Nilai waktu konsentrasi (tc) diperoleh dari persamaan (6) dan hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Menurut TxDOT (2002), waktu konsentrasi akan didapat pada kisaran yang sama apabila panjang dan kemiringan saluran yang relatif sama di setiap lokasinya. Pada Lampiran 5 terlihat bahwa ada beberapa lokasi (sub DTA) mempunyai nilai tc yang sama.
12
hujan). Lama hujan yang terjadi dianalisis berdasarkan kejadian curah hujan (tebal hujan, TH) harian selama 10 tahun. Lama hujan (LH) dianalaisis berdasarkan persamaan hasil penelitian Darmadi (1990) untuk DAS Cisadane (Tabel 1) sebagai DAS terdekat dengan lokasi penelitian, yaitu TH = 3,979 (LH) + 6,700 dimana TH dalam mm dan LH dalam jam, sehingga didapat lama hujan yang berlangsung selama satu hari hujan adalah 3,85 jam. Intensitas hujan didapat yaitu dengan membandingkan curah hujan rencana harian dengan lama hujan dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Selanjutnya, luas Daerah Tangkapan Air (DTA) dan sub DTA diperoleh menggunakan perangkat lunak Arc GIS dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Setelah diperoleh nilai C, I, dan A, maka debit puncak pada masing-masing sub DTA dapat diketahui yaitupada Tabel 5.
13 Berdasarkan Tabel 5, nilai debit puncak tertinggi diperoleh pada sub DTA 2F yaitu sebesar 0,191 m3/det, sedangkan yang terendah pada sub DTA 2S sebesar 0,007 m3/det. Debit puncak tersebut bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah luas sub DTA.
Data curah hujan bulanan diperoleh dari pos hujan Pancoran Mas, Depok selama 10 tahun dari tahun 2004 – 2013 (Lampiran 3). Data tersebut diolah dengan beberapa metode distribusi (Normal, Log Normal, Log-Person III, dan Gumbel), dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Perbandingan syarat distribusi dan hasil perhitungan No Jenis Distribusi Syarat Hasil
Perhitungan Keterangan
Menurut Suripin (2004), ada empat parameter statistik yang berkaitan dengan analisis data, yaitu: rata-rata, standar deviasi (S), koefisien variasi (Cv), dan koefisien kemiringan (Cs). Dari Tabel 6 hasil perhitungan didapatkan standar deviasi sebesar 59,4922; koefisien variasi (Cv) 0,3768; koefisien kemiringan (Cs) 0,3837; dan koefisien kurtosis (Ck) 2,4481. Selanjutnya parameter tersebut dibandingkan dengan persyaratan yang ada di Tabel 6 untuk mendapatkan jenis distribusi yang cocok. Berdasarkan Tabel 6 hasil analisis dengan metode Gumbel yang memenuhi syarat. Selain dengan uji parameter statistik, diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian kali ini menggunakan uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7.
14
Dalam perhitungan uji Smirnov-Kolmogorov diperoleh nilai Dmax.
Berdasarkan Tabel 7, nilai Dmax yang didapat yaitu 0,08. Nilai Dmax tersebut
selanjutnya dibandingkan dengan Do. Nilai kritis Do untuk uji
Smirnov-Kolmogorov sebesar 0,41. Karena nilai Dmax lebih kecil dari pada Do, maka hasil
tersebut memenuhi. Hasil rekapitulasi periode ulang curah hujan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Data curah hujan puncak selama periode ulang tertentu Periode Ulang Analisis Probabilitas Hujan Rencana (mm/hari)
(T tahun) Gumbel
Hujan harian maksimum (R24) yang dipakai sebagai acuan untuk perhitungan
debit limpasan dengan metode rasional ialah curah hujan dengan periode ulang 5 tahun, yaitu sebesar 226,78 mm/hari (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan standar desain saluran drainase yang berdasarkan pada Pedoman Drainase Perkotaan dan Standar Desain Teknis.
Pada Perumahan GTP dipasang dua sekat ukur di dua lokasi yang berbeda. Sekat ukur yang digunakan yaitu sekat ukur persegi empat karena bentuk saluran drainase yang ada berbentuk persegi. Lokasi inlet berada di dekat pos satpam wilayah RT 1, sedangkan outlet berada di ujung saluran di belakang perumahan. Dimensi saluran inlet adalah lebar dasar 40 cm dan tinggi saluran 50 cm, sedangkan dimensi saluran outlet adalah lebar dasar 146 cm dan tinggi saluran 86 cm. Dimensi sekat ukur yang digunakan pada saluran inlet dan outlet dapat dilihat pada Lampiran 6. Untuk mengetahui debit air saat hujan turun pada perumahan tersebut, maka dihitung selisih antara debit pada outlet dan inlet.
Tabel 9 Hasil analisis dan pengukuran debit saluran pada beberapa waktu kejadian hujan
tc: waktu konsentrasi, CH: curah hujan, Tch: lama hujan, Tp: waktu debit puncak, h: tinggi air di
atas ambang sekat ukur, QSE: debit saluran empiris, QLE: debit limpasan permukaan empiris.
Hasil pengukuran dengan sekat ukur persegi empat selama turun hujan didapat ketinggian air di atas ambang sekat (h) pada setiap menit, dan kemudian debit saluran empiris (QSE) dihitung dengan menggunakan persamaan (8). Pada saat
15 (Qo). Pada Tabel 9, didapat waktu konsentrasi (tc) air mengalir dari inlet ke outlet yaitu 34,26 menit. Tanggal 18 Juni 2014 didapat curah hujan sebesar 10 mm dengan lama hujan 65 menit. Debit puncak outlet pada menit ke-31, dan debit limpasan permukaan sebesar 0,1402 m3/det. Pada tanggal 19 Juni 2014 didapat curah hujan sebesar 9 mm dengan lama hujan 65 menit. Debit puncak outlet pada menit ke-27, dan debit limpasan permukaan sebesar 0,1248 m3/det, sedangkan pada tanggal 25 Juni 2014 didapat curah hujan sebesar 8 mm dengan lama hujan 75 menit. Debit puncak outlet diperoleh pada menit ke-33, dan debit limpasan permukaan sebesar 0,0947 m3/det.
(a) (b)
(c)
Gambar 6 Hidrograf pada saluran outlet perumahan GTP (a) tanggal 18 Juni 2014, (b) tanggal 19 Juni 2014, (c) tanggal 25 Juni 2014. Debit ( ), Curah hujan ( )
16
dinamakan waktu konsentrasi (tc). Waktu konsentrasi (tc) dari inlet ke outlet yaitu 34,26 menit. Pada kejadian hujan (b), hujan deras dan singkat. curah hujan menurun dari kejadian hujan (a), sehingga debit puncak perumahan menurun. Pada kejadian hujan (c), hujan yang turun cenderung rata dan lama, yaitu selama 75 menit. Curah hujan paling kecil dari pada kejadian hujan (a) dan (b). Hal ini berakibat debit yang dihasilkan juga kecil. Menurut Kennedy dan Watt (1976) dalam Harto (1993), sifat hujan yang mempengaruhi bentuk hidrograf yaitu intensitas hujan, lama hujan, dan arah gerak hujan. Dari analisis di setiap kejadian hujan, menunjukan intensitas hujan yang tinggi mengakibatkan debit puncak yang tinggi, namun tidak semua terjadi dalam waktu naik yang pendek. Cepat lambatnya waktu naik debit puncak selain dipengaruhi oleh intensitas hujan, juga dipengaruhi pola hujan yang terjadi di wilayah penelitian serta panjang saluran utama.
Air limpasan merupakan bagian dari curah hujan yang terjadi di suatu lahan yang terdapat pada saluran permukaan. Besarnya debit limpasan ini kemudain dapat ditentukan besarnya nilai koefisien drainase. Koefisien drainase menggambarkan laju pengaliran rata-rata air lebih yang dipindahkan oleh sistem drainase lapang yang ada ke muka air yang lebih rendah (outlet) di setiap luasan lahan (ha) (Feyen 1980). Hasil analisis debit limpasan dan nilai koefisien drainase dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Hasil analisis limpasan permukaan dan koefisien drainase Tanggal C CH
C: koefisien limpasan perumahan rata-rata, CH: curah hujan, I: Intensitas hujan, QLT: debit limpasan
permukaan (teoritis), qT: koefisien drainase (teoritis), QLE: debit limpasan permukaan (empiris), qE:
koefisien drainase (empiris).
Menurut Froehlich (2010), besarnya nilai debit limpasan sangat ditentukan oleh besarnya intensitas, durasi hujan yang terjadi di suatu wilayah selama waktu konsentrasi, luas daerah pengaliran dan koefisien limpasan. Berdasarkan Tabel 10, curah hujan didapat dari hasil pengukuran langsung menggunakan rain gauge, selanjutnya dihitung dan didapat intensitas hujan. Debit limpasan permukaan teoritis (QLT) didapat dari persamaan (7), sedangkan debit permukaan empiris (QLE)
17 Dalam pengukuran selama 3 hari, masih terdapat selisih antara hasil pengukuran dan hasil perhitungan debit, yaitu rata-rata sebesar 0,011 m3/det. Selisih yang terjadi dapat disebabkan karena faktor pengukuran terhadap Daerah Tangkapan Air (DTA) dan penerapan koefisien limpasan (C). Karakteristik DTA dari saluran utama merupakan kawasan dengan tata guna lahan yang homogen, yaitu berupa lahan tutupan aspal dan beton (jalan utama) dengan vegetasi yang sedikit. Perlu dilakukan validasi dengan melakukan pengukuran minimal enam kali ulangan.
Gambar 7 Kurva hubungan koefisien drainase dengan curah hujan. Teoritis ( ) dan Empiris ( )
Nilai koefisien drainase yang didapat merupakan nilai koefisien drainase yang terjadi setiap kejadian hujan pada luas lahannya. Hasil analisis koefisien drainase menunjukkan setiap perbedaan besarnya curah hujan, jenis penggunaan lahan melalui nilai koefisisen limpasan di setiap lokasi memberikan besarnya nilai koefisien drainase yang berbeda. Pada Gambar 7 menunjukan bahwa semakin besar curah hujan, maka nilai koefisien drainase semakin besar. Hal ini karena kolaborasi antara persamaan (7) dengan persamaan (12) bahwa curah hujan berbanding lurus dengan nilai koefisien drainase. Perbedaan kurva antara teoritis dengan empiris disebabkan adanya faktor pengukuran terhadap Daerah Tangkapan Air (DTA) dan penerapan koefisien limpasan (C) seperti yang dijelaskan sebelumnya.
18
Gambar 8 Grafik hubungan keterkaitan debit empiris dan debit teoritis Analisis hubungan keterkaitan debit hasil pengukuran (empiris) dan debit perhitungan (teoritis) metode rasional dilakukan untuk melihat hubungan keterkaitan kejadian hujan terhadap setiap debit limpasan yang terjadi. Dari grafik diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0, 9998 yaitu tingkat akurasi dari nilai setiap parameter baik teoritis maupun empiris dalam perhitungan debit dapat diterima, yang menerangkan bahwa 99,98% keragaman debit puncak aliran hasil pengukuran dapat dijelaskan secara teoritis.
Tabel 11 Hasil analisis debit rancangan dan koefisien drainase
No Parameter Nilai 8 Koefisien drainase, q (l/det.ha) 95,85
Berdasarkan Tabel 11, luas perumahan GTP sebelah barat saluran 10,1 ha dengan kemiringan dasar saluran 1%. Curah hujan rencana diambil dari distribusi Gumbel sebesar 226,78 mm, dengan lama hujan 3,85 jam, sehingga didapatkan intensitas hujan sebesar 58,9 mm/jam. Analisis debit racangan secara keseluruhan didapat dari Persamaan metode rasional yaitu sebesar 0,97 m3/det. Dengan menggunakan rumus Feyen, secara teoritis koefisien drainase di perumahan tersebut yaitu 95,85 liter/det.ha.
Evaluasi Jaringan Drainase Perumahan GTP
Berdasarkan dari observasi lapang diketahui bahwa sistem drainase pada perumahan ini terdiri dari saluran pembawa dan saluran pembuang. Saluran tersebut terdiri dari beberapa jenis dimensi saluran yang berbeda dengan perbandingan lebar
19 dan kedalaman saluran. Saluran pembawa berfungsi untuk melayani buangan limpasan yang keluar langsung dari subcatchmet bangunan rumah, sementara saluran pembawa tersebut meneruskan aliran ke saluran pengumpul menjadi saluran pembuang lagsung bagi beberapa subcatchment. Setelah itu aliran diteruskan hingga menuju saluran pembuangan yang berada di bagian utara dari perumahan ini.
Tabel 12 Perbandingan antara debit saluran dengan debit rancangan DTA Sub
B: lebar dasar saluran, h: Ketinggian aliran, S: kemiringan dasar saluran, Qs: kapasitas debit saluran,
Qp: debit rancangan.
20
0,025 sesuai dengan peruntukannya dalam Rosmann (2004). Hasil penelusuran saluran serta pengukuran langsung, dimensi saluran dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12, dimensi saluran di Perumahan GTP bervariasi. Pengukuran langsung dengan menggunakan auto level dilakukan pada tanggal 30-31 Agustus 2014 dan digunakan untuk menghitung kemiringan dasar saluran (S) (Lampiran 5). Setelah diperoleh nilai B, h, dan kemiringan (S) dengan menggunakan persamaan (11), maka kapasitas saluran pada masing-masing sub DTA dapat diketahui. Selanjutnya kapasitas saluran dibandingkan dengan debit puncak. Tabel 12 menunjukkan bahwa selisih antara kapasitas debit di saluran dengan debit puncak ada yang bernilai negatif yaitu pada sub DTA 2F. Nilai negatif tersebut menunjukkan bahwa saluran tersebut meluap saat hujan turun dengan intensitas tinggi. Sub DTA 2F berlokasi di Blok A2-A3 (Gambar 9). Dari hasil analisis pada saluran sub DTA 2F, diketahui bahwa debit yang terjadi sebesar 0,191 m3/det, Sedangkan saluran yang ada (lebar 40 cm dan kedalaman 50 cm) hanya mampu menampung debit aliran sebesar 0,137 m3/det.
Gambar 9 Lokasi Blok A2-A3 yang selalu terjadi genangan ketika hujan dengan intensitas tinggi
21 Tabel 13 Dimensi minimum saluran sesuai dengan debit puncak (Qp)
No Spesifikasi Saluran Perhitungan Satuan
1 Sub DTA 2F
Setelah ada perbaikan pada saluran dengan penambahan lebar saluran 10 cm dan tinggi saluran 10 cm dan dilakukan simulasi ulang diketahui bahwa luapan tidak lagi terjadi (Tabel 14).
Tabel 14 Simulasi ulang saluran dengan dimensi baru No Spesifikasi Saluran Perhitungan Satuan
1 Sub DTA 2F -
Berdasarkan Tabel 14, agar dapat menampung debit sebesar 0,191 m3/det saluran 2F harus berdimensi (B x h) minimal 50 cm x 50 cm. Tinggi jagaan sebesar 10 cm, sehingga dimensi yang direkomendasikan adalah 50 cm x 60 cm. Desain dimensi saluran baru dapat dilihat pada Lampiran 7. Dimensi saluran baru ini dapat menampung debit air sebesar 0,236 m3/det. Dari hasil simulasi ulang diketahui bahwa tidak lagi terjadi meluapnya saluran.
22
peningkatan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan konservasi lingkungan. Prioritas utama dalam konsep tersebut ditujukan untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan seperti kolam penyimpanan atau lubang resapan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Koefisien drainase dapat ditentukan berdasarkan limpasan permukaan, luas dan jenis penggunaan lahan, topografi serta intensitas curah hujan, dan di perumahan Griya Telaga Permai dihasilkan limpasan permukaan sebesar 0,97 m3/det dengan koefisien drainase sebesar 95,85 liter/det.ha.
2. Dari 28 saluran yang ada terdapat satu saluran yang meluap saat intensitas hujan tinggi yaitu di Blok A2-A3, sehingga perlu dilakukan perbaikan dengan penambahan lebar dan tinggi saluran menjadi 50 cm x 60 cm.
Saran
1. Perlu dilakukan analisis debit saluran pada lokasi lain dengan kisaran curah hujan, topografi, bentuk penampang saluran, dan jenis penggunaan lahan yang berbeda sehingga dapat dihasilkan nilai koefisien drainase untuk berbagai bentuk sistem drainase perumahan.
2. Perlu dilakukan pembersihan saluran dari endapan lumpur yang dapat menurunkan kapasitas saluran dan juga meningkatkan presentase area previous dengan kembali membuka area-area hijau.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Chanson H. 2004. The Hydraulics of Open Channel Flow: An Introduction. Second Edition. United Kingdom :Elsevier Butterworth-Heinemann.
Chow VT. 1964. Handbook of Applied Hydrology. New York: McGraw-Hill Book Company.
Chow VT. 1973. Open-channel hydraulics. New York: McGraw-Hill Book Company.
Darmadi. 1990. Analisis Hidrograf Satuan Berdasarkan Parameter Fisik DAS. [disertasi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
23 Feyen J. 1983. Drainage of Irigated Land. London (UK): Batsford Academic and Educationial Ltd, Katholieke Universitet Leuven, Center for Irrigation Engineering.
Froehlich DC. 2010. Short-Duration RainfallIntensity Equetions for Urban Drainage Design. Journal of Irrigation and Drainage Engineering, Vol. 136, No. 8, Agustus. ISSN 0733-9437. P 519-526.
Harto S. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: Erlangga.
Imaduddin MF. 2013. Rancangan Bangunan Hidrolika Pemanfaatan Air Limpasan di Perumahan Bogor Nirwana Residence (BNR), Kota Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ningsih SS. 2013. Evaluasi Saluran Drainase di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng dengan Menggunakan Model EPA SWMM 5.0. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rossman L. 2004. Strom Water Management Model User’s Manual Version 5.0. Cincinnati (US): EPA United States Environmental Agency.
Schwab GO, Frevert RK, Edminster TW, Barnes KK. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Soekarno I. 2006. Pengelolaan Banjir Terpadu. Presentasi Universitas Muhammadiyah Malang.
Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Jilid 1. Bandung: Penerbit Nova.
Sosrodarsono S, Takeda K. 1993. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya Pramitha.
Subarkah I. 1980. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung: Idea Dharma.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi. [TxDOT] Texas Departement of Transportation. 2002. Hydraulic Design Manual. The Bridge Division of the Texas Departement of Transportation. Austin, Texas. Viessmann W, Lewis GL, Knapp JW. 1989. Introduction to Hydrology. New York:
Harper Collins Pub.
Wijaya HK. 2014. Pengembangan Kriteria Rancangan Hidrolika Pada Pemanfaatan Air Limpasan Untuk Air Baku di Kawasan Perumahan.[tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
24
Lampiran 1 Masterplan Perumahan Griya Telaga Permai, Depok
25 Lampiran 2 Peta topografi Perumahan Griya Telaga Permai, Depok
26
Lampiran 3 Data curah hujan maksimum (mm) Pos Hujan : Stasiun Pancoran Mas, Depok Lintang : 6o 24’ 19,2” LS
Bujur : 106o 45’ 31,9” BT Elevasi : 108 m dpl
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 2004 249 162 100 225 70 4 26 5 22.2 80 83 85 2005 88 51 55 21 83 76 67 75 42 71 89 9
2006 92 81 21 35 21 9 0 0 63 79 50 74
2007 144 132 10 21 44 55 46 41 55 51 204 105 2008 62 55 116 62 19 52 6 69 118 76 117 57 2009 79 57 134 110 60 58 67 8 158 80 94 61 2010 30 46 55 70 55 62 46 100 78 86 110 24 2011 35 22 128 48 53 41 125 18 180 36 85 90 2012 55 221 79 90 35 47 118 10 79 60 94 189 2013 110 96 88 221 117 70 130 125 56 75 70 140
27 Lampiran 4 Jenis penggunaan lahan di setiap sub-DTA
DTA Sub
28
Lampiran 4 Lanjutan
DTA Sub
29 Lampiran 4 Lanjutan
Contoh Perhitungan Diketahui : (sub DTA 1A)
- Kolom 9
30
Lampiran 5 Hasil perhitungan waktu konsentrasi (tc, jam)
31 Lampiran 5 Lanjutan
- Slope (S) :
= , , km = , km
- Nilai tc berdasarkan persamaan (6) adalah = , � , km � ,
,
32
34
Lampiran 8 Hasil pengukuran debit saluran pada Rabu, 18 Juni 2014, terjadi hujan pukul 19.50 - 20.55 WIB
Diketahui :
 Saluran Inlet (Menggunakan sekat ukur segi empat) B = 0,4 m ; b = 0,3 m ; D = 0,15 m
 Saluran Outlet (Menggunakan sekat ukur segi empat) B = 1,46 m ; b = 1,36 m; D = 0,18 m
Waktu
35 Lampiran 8 Lanjutan
Waktu
36
Lampiran 8 Lanjutan
Waktu
Saluran Inlet Saluran Outlet Q perumahan
(m3/det)
CH mm/ 5mnt
Intensitas mm/jam tinggi Q inlet tinggi Q outlet
(m) (m3/det) (m) (m3/det)
21.08 0,01 0,0003 0,02 0,0052 0,0035 0 7,69 21.09 0,01 0,0003 0,02 0,0052 0,0035 0 7,59 21.10 0,01 0,0003 0,01 0,0029 0,0013 0 7,50 21.11 0,01 0,0003 0,01 0,0029 0,0013 0 7,41 21.12 0,01 0,0003 0,01 0,0029 0,0013 0 7,32 21.13 0,01 0,0003 0,01 0,0029 0,0018 0 7,23 21.14 0,01 0,0003 0,01 0,0029 0,0018 0 7,14 Contoh Perhitungan :
 Saluran inlet (Menggunakan sekat ukur persegi empat)
B = 0,4 m ; b = 0,3 m ; D = 0,15 m ; h = 0,13 m (Pukul 20.05 WIB)  Koefisien (K) menggunakan Persamaan 9
= , + ( ,, ) + , ,, − , √ , − , � ,
, � , + , √
, ,
= ,
 Debit saluran (Q) menggunakan Persamaan 8
37 Lampiran 9 Hasil pengukuran debit saluran pada Kamis, 19 Juni 2014, terjadi hujan
pukul 15.20 - 16.25 WIB
Waktu
38
Lampiran 9 Lanjutan
Waktu
39
Lampiran 10 Hasil pengukuran debit saluran pada Rabu, 25 Juni 2014, terjadi hujan pukul 16.35 - 17.50 WIB
Waktu
40
Lampiran 10 Lanjutan
Waktu
41 Lampiran 11 Nomogram penentuan koefisien drainase
42
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang, pada tanggal 25 Desember 1992 dan merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Suwarno dan Ibu Rochani. Penulis mengikuti pendidikan dasar di SD Negeri Slerok 4 Kota Tegal (1998-2004), dan dilanjutkan di SMP Negeri 1 Tegal (2004-2007). Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Tegal dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti kuliah penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Ilmu Ukur Wilayah saat semester empat dan enam tahun 2012-2013, Ilmu Ukur Tanah saat semester lima dan tujuh tahun 2012-2013, dan Analisis Struktur saat semester enam tahun 2013. Dalam menyelesaikan pendidikan sarjana, penulis melakukan penelitian dengan tema, “Analisis Limpasan Permukaan di Perumahan Griya Telaga Permai, Depok, Jawa Barat” di bawah bimbingan Dr Ir Nora H. Pandjaitan, DEA dan Prof Dr Ir Asep Sapei, MSi.