• Tidak ada hasil yang ditemukan

Islam dan globalisasi suradi wahana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Islam dan globalisasi suradi wahana "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

“Islam dan globalisasi”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Mata Kuliah : METODE STUDI ISLAM Dosen : AHMAD PUADI, M.Pd.I

DISUSUN

O L E H

Kelompok 10 SEMESTER III PAI-A

1. DEVI ADILA PUTRI 2. HAJIAH ULFA 3. UMI AISYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

JAM’IYAH MAHMUDIYAH

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena atas izin dan kehendaknya jualah makalah sederhana ini dapat kami rampungkan tepat pada waktunya dengan Judul “Islam dan Globalisasi”

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Metode studi Islam

Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada dosen pembimbing kami yakni AHMAD PUADI, M.Pd.I yang telah memberikan limpahan ilmu berguna kepada kami.

Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir. Dalam makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan disana-sini. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.

Harap kami, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi referensi bagi kami dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.

Tanjung Pura, Oktober 2017

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...1

C. Tujuan Permasalahan...1

BAB II PEMBAHASAN...2

A. Response Agama Islam Terhadap Globalisasi...2

B. Modernisme dan Reformisme Islam...3

C. Fundamentalisme dan Radikalisme Islam...5

BAB III PENUTUP...10

A. Kesimpulan...10

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi berasal dari kata “Globe” yang berarti bola bumi karena akselariasi penyebaran informasi yang luar biasa dan cepat bahkan kita tidak membutuhkan waktu yang lama dan uang yang cukup banyak untuk menjelajahi dunia, kita hanya cukup klik Google Earth, disana kita akan mendapatkan informasi yang lengkap tentang bumi dan isinya. Bersamaan dengan derasnya arus globalisasi yang tidak bisa dikendalikan sehingga kemajuan-kemajuan tersebut mengubah dan mengarahkan kebudayaan kita dan bahkan melebihi angan-angan kita, kemajuan teknologi telah menguasai seluruh dunia sehingga sangat mudah untuk mendapatkan informasi bahkan tidak sedikit budaya-budaya barat mempengaruhi budaya timur. Ini semua karena tidak ada lagi pembatas, coba kita lihat gaya hidup umat islam pra-globalisasi, dulu banyak umat islam yang bergaya ala islami dengan memakai jilbab dan busana muslimah. Akan tetapi dijaman yang katanya penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknlogi, sangat jarang sekali kita jumpai wanita mengenakan pakaian muslimah. Semua ini karena pengaruh derasnya dunia luar. Cuciam W. Ye, mengatakan bahwa modernitas adalah budaya dunia, karena semua negara ini membutuhkan perkembangan dan perubahan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan mudah dan fleksibel. Terciptanya budaya modern didasarkan pada teknolgi yang maju dan semangat dunia ilmiah dan pandangan hidup yang rasional dikalangan manusia

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana Response Agama Islam Terhadap Globalisasi ? b. Bagaimana Modernisme dan Reformisme Islam ?

c. Bagaimana Fundamentalisme dan Radikalisme Islam ? C. Tujuan Permasalahan

a. Memahami Response Agama Islam Terhadap Globalisasi b. Memahami Modernisme dan Reformisme Islam

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Response Agama Islam Terhadap Globalisasi

Perubahan sosial yang berlangsung amat cepat sebagai dampak dari globalisasi, melahirkan berbagai persoalan, baik secara sosial, ekonomi, politik dan agama. Pada satu sisi, era globalisasi memberi peluang lebar bagi semua komunitas untuk ”berbaur” dengan komunitas lain. Disisi lain, globalisasi justru menebar ancaman bagi komunitas yang tidak siap menahan derasnya arus globalisasi yang sedang berlangsung pada saat ini. Berbagai komunitas agama baik di Indonesia maupun di negara-negara lain memiliki keprihatinan bersama menyangkut globalisasi. Pada sebuah konferensi internasional tentang agama dan globalisasi, yang diselenggarakan oleh Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) Gadjah Mada University & Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS-Yogya), 30 Juni-3 Juli 2008 di Pasca Sarjana UGM, problem globalisasi agaknya perlu mendapat perhatian serius dari semua kalangan, terutama komunitas beragama. Sebab, dampak negatif yang ditimbulkan globalisasi bila ditinjau dari berbagai sisi, baik sosial, budaya, ekonomi, politik maupun media telah melahirkan perilaku negatif pula dalam kehidupan manusia. Demikian pandangan umum yang disampaikan sejumlah panelis yang hadir dalam kegiatan tersebut.1

Agama akan terus dihadapkan pada posisi krusial dan akan sulit menjadi rujukan bagi pemeluknya dalam menyikapi perubahan kehidupan yang semakin cepat,” jelasnya. Agar agama dapat kontekstual terhadap perkembangan zaman, perlu dikembangkan sikap kritis terhadap segala tafsir agama yang telah kehilangan konteks zaman. Melalui kritik yang proporsional, agama diharapkan dapat berfungsi kembali sebagai jawaban atas persoalan umat manusia, jelasnya. Pandangan Dalam konteks agama, misalnya, merujuk pada pandangan sejumlah pemikir keagamaan. Pengaruh globalisasi terhadap agama, setidaknya dapat dilihat dari munculnya dua respons agama yang tampaknya berlawanan. Respon pertama, komunitas agama bisa atau mampu merambah dunia global. Artinya,

(6)

mereka ‘menerima’ globalisasi sebagai bagian dari proses hidup yang sudah digariskan Tuhan. Dan manusia, sebagai khalifah, ditugaskan untuk “mengawal”-nya. Ada pandangan kultural yang menjadi alasan kelompok ini. Bahwa sejatinya semua umat manusia dengan beragam jenisnya ada dalam kebersamaan. Mereka dapat belajar satu sama lain sehingga dapat menjalin kerja sama sehingga pada akhirnya mengantar umat beragama pada kesatuan kemanusiaan sebagai satu keluarga.

Adapun respon kecenderungan sebaliknya. Yakni kecenderungan komunitas agama tertentu merespons globalisasi dengan menolak, mengasingkan diri sembari menekankan keberbedaan. Fenomena ini, dapat kita lihat dan rasakan dari muncul dan menguatnya fundamentalisme agama, baik di komunitas Islam, Kristen, Hindu, dan agama lainnya serta beragam “fundamentalis” nasionalisme disejumlah tempat. Hal itu menjadi fakta yang tak terbantahkan. Selain itu, lahir pula animo untuk mengglobalkan komunitas agama tertentu, seperti penyebaran idiologi “khilafah” dan juga kristenisasi.

Dari kedua pandangan di atas, tentu saja para pemuka agama harus cermat menghadapi permasalahan tersebut. Bila mereka tidak cermat melihat fenomena ini, bukan tidak mungkin yang terjadi justru benturan antar komunitas agama. Alih-alih agama dapat menjadi benteng yang kokoh guna membendung arus globalisasi, yang terjadi mereka justru terjebak dalam pertikaian.2

B. Modernisme dan Reformisme Islam

a. Modernisme

(7)

juga terpicu dengan runtuhnya tiga kerajaan Islam yang besar, yaitu kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Mughal di India dan kerajaan Safawi di Persia. Sehingga lahirlah peradaban modern dalam Islam.

Modernisme Islam adalah sebuah ideologi politik yang dirumuskan oleh kaum modernis untuk menjadi basis bagi sebuah gerakan politik. Kaum modernis meyakini dan menerima Islam sebagai ajaran yang bersifat universal, berlaku sebagai petunjuk bagi umat manusia sepanjang zaman. Sebagai ajaran universal, maka dalam penataan kehidupan masyarakat, ajaran Islam memberikan petunjuk-petunjuk yang bersifat umum, tidak detil. Hal itu diyakini sebagai kebijaksanaan ilahi, agar Islam mampu menghadapi tantangan zaman yang terus berubah.

Dalam menghadapkan Islam dengan tantangan zaman itu, kaum modernis menggalakkan ijtihad, mendorong tumbuhnya pemikiran baru. Tiap zaman akan memiliki tantangan yang berbeda, karena itu pemikiran harus tetap terbuka, tidak terkungkung oleh warisan tradisi masa lalu. Karena itu kaum modernis bersikap lebih fleksibel untuk melakukan dialog antar pemikiran dengan berbagai peradaban yang berbeda. Kaum modernis tegas menolak sekularisme, agama dengan kehidupan sosial dan politik tidak mungkin dipisahkan. Islam mencakup segalanya. Islam tidak hanya berurusan dengan akhirat, tetapi juga berurusan dengan kehidupan duniawi, yang tak mungkin dipisahkan satu dengan yang lainnya.3

Modernisme Islam menganggap Islam tidaklah membentuk sistem dalam bidang apapun. Islam memberi petunjuk, manusia berijtihad membangun sistem. Sistem dianggap sebagai sesuatu yang fleksibel, tergantung pada kebutuhan zaman. Islam mengajarkan prinsip, penerapan diserahkan kepada ijtihad. Karena itu kaum modernis berpendapat bahwa tidak ada satu model negara yang diajarkan Islam. Model bisa beda, sepanjang prinsip diterapkan. Prinsip-prinsip itu antara adalah keadilan, hukum harus ditegakkan, syura dilaksanakan dan kepentingan umum wajib diutamakan.

b. Reformisme Islam

3 Muhammad Said Ramadan Al-Buti Tayyib Tizini. Finding Islam Dialog

(8)

Reformisme dapat diartikan dengan suatu golongan yang berpaham tentang pemikiran yang menitik beratkan pada arti pengembalian orisinialitas pemahaman dan praktek Islam kepada kajian literal Al-Qur'an dan Sunnah. Salah seorang tokohnya yaitu Ibn-Taimiyah (728 H / 1328 M). Hal ini tergambar dalam hadits Rasulullah SAW disaat "Khutbatul Wada" yang artinya: "Aku Tinggalkan kepadamu dua perkara, jika kamu mau berpegang teguh kepada keduanya, maka kamu tidak akan sesat selamanya, kedua hal tersebut adalah Al-Qur'an dan Sunnahku." Umat Islam sekarang ini menghadapi tantangan, yaitu:

 Tekanan (pressure) dari dunia modern, di mana kita harus tetap tegak di atass akidah dan syariat Islam.

 Adanya kerapuhan masyarakat Islam yang mengalami kemunduran dalam segala bidang (iptek, akhlak dan terjadinya perpecahan yang merongrong ukhuwah Islamiyah).4

C. Fundamentalisme dan Radikalisme Islam

a. Fundamentalisme

Istilah fundamentalisme muncul pertama kali di kalangan agama Kristen di Amerika Serikat. Isilah ini pada dasarnya merupakan istilah Inggris kuno kalangan Protestan yang secara khusus diterapkan kepada orang-orang yang berpandangan bahwa al-Kitab harus diterima dan ditafsirkan secara harfiah.

Di kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan kata “fundamental” sebagai kata sifat yang memberikan pengertian “bersifat dasar (pokok); mendasar”, diambil dari kata “fundament” yang berarti dasar, asas, alas, fondasi, (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dengan demikian fundamentalisme dapat diartikan dengan paham yang berusaha untuk memperjuangkan atau menerapkan apa yang dianggap mendasar.

(9)

Dari sekelumit paparan deskriptif historis kemunculan fundamentalisme Islam, dapat dinyatakan bahwa memang ada beberapa karakter / ciri khas yang bisa dilekatkan kepada kaum fundamentalis. Karakteristik fundamentalisme secara umum adalah skriptualisme, yaitu keyakinan harfiah terhadap kitab suci yang merupakan firman Tuhan dan dianggap tanpa kesalahan. Dengan keyakinan itu, dikembangkanlah gagasan dasar yang menyatakan bahwa suatu agama tertentu dipegang secara kokoh dalam bentuk literal dan bulat tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi, dan pengurangan.

Dalam beberapa kelompok Islam, di dalamnya terdapat karakteristik gerakan Islam fundamentalis, diantaranya :

Pertama, mereka cenderung melakukan interpretasi literal terhadap teks-teks suci agama dan menolak pemahaman konteks-tekstual atas teks-teks agama karena pemahaman seperti itu dianggap mereduksi kesucian agama.

Kaum fundamentalis mengklaim kebenaran tunggal. Menurut mereka, kebenaran hanya ada di dalam teks dan tidak ada kebenaran di luar teks bahkan kebenaran hanya ada pada pemahaman mereka terhadap apa yang dianggap sebagai prinsip-prinsip agama. Mereka tidak memberi ruang kepada pemahaman dan penafsiran selain mereka. Sikap yang demikian ini adalah sikap otoriter.

Kedua, mereka menolak pluralisme dan relativisme. Bagi kaum fundamentalis, pluralism merupakan produk yang keliru dari pemahaman terhadap teks suci. Pemahaman dan sikap yang tidak selaras dengan pandangan kaum fndamentalis merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang terutama muncul tidak hanya karena intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi juga karena perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama.5

Ketiga, mereka memonopoli kebenaran atas tafsir agama. Kaum fundamentalis cenderung menganggap dirinya sebagai penafsir yang paling benar sehingga memandang sesat aliran yang tidak sepaham dengan mereka. Di dalam khasanah Islam perbedaan tafsir merupakan suatu yang biasa, sehingga dikenal banyak mazhab. 4 mahzab terbesar di Indonesia adalah Ikhwanul Muslimin, Salafi atau Wahabi, Hizbut Tahrir, dan Habib.

(10)

Sikap keagamaan yang seperti ini berpotensi untuk melahirkan kekerasan. Dengan dalih atas nama agama, atas nama membela Islam, atas nama Tuhan mereka melakukan tindakan kekerasan, pengrusakan, penganiayaan, dan bahkan sampai pembunuhan.

Keempat, setiap gerakan fundamentalisme hampir selalu dapat dihubungkan dengan fanatisme, eksklusifisme, intoleran, radikalisme, dan militanisme. Kaum fundamentalisme selalu mengambil bentuk perlawanan yang sering bersifat radikal teradap ancaman yang dipandang membahayakan eksistensi agama.

Beberapa karakteristik lain dari gerakan fundamentalisme Islam, yaitu :

 Mempunyai prinsip interpretasi ajaran agama yang berbeda atau berseberangan dengan tradisi yang berlaku. Kemudian secara aktif, kelompok ini akan bergerak untuk memperjuangkan hasil penafsirannya tersebut dengan pelbagai cara; dari kritik persuasif hingga tindakan tegas yang menjurus anarkhisme. Pada titik inilah fundamentalisme kerap dipersepsikan sebagai gerakan negatif.

 Lazimnya kelompok ini memiliki perilaku yang eksklusif, tertutup, dan mencurigai kelompok lain. Kendati dalam sebuah kesempatan bisa sangat terbuka untuk berdialog dengan kelompok lain tetapi tujuannya sekadar membantah argumentasi mereka.

 Berkat keyakinan akan kebenaran pemahamannya tentang ajaran agama, kelompok fundamentalis selalu aktif menyebarkan pahamnya, agresif dalam merekrut pengikut baru, dan sebagainya.6

 Keyakinan akan perlunya upaya yang sungguh-sungguh (jihad) dalam mencapai keselamatan hidup baik di dunia ataupun di akhirat menjadikan kelompok fundamentalis senantiasa giat dan militan melakukan segala aktifitasnya.

b. Radikalisme

(11)

dan politik dengan cara drastis dan kekerasan. Dalam perkembangannya bahwa radikalisme kemudian diartikan juga sebagai faham yang menginginkan perubahan besar.

Menurut Horace M Kallen, radikalisme ditandai oleh tiga kecenderungan umum.

Pertama, radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respons tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, atau bahkan perlawanan. Masalah-masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga, atau nilai-nilai yang dapat bertanggung jawab terhadap keberlangsungan keadaan yang ditolak.7

Kedua, radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan lain. Ciri ini menunjukkan bahwa di dalam radikalisme terkandung suatu program atau pandangan dunia (world view) tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat untuk menjadikan tatanan tersebut sebagai ganti dari tatanan yang sudah ada.

Ketiga, kaum radikalis memiliki keyakinan yang kuat akan kebenaran program atau ideologi yang mereka bawa. Dalam gerakan sosial, kaum radikalis memperjuangkan keyakinan yang mereka anggap benar dengan sikap emosional yang menjurus pada kekerasan.

Kita lihat teori ini sedikit banyak pembenarannya tatkala terjadi konflik atas nama agama dan aksi terorisme di mana-mana. Secara empirik, radikalisme agama di belahan dunia muncul dalam bentuknya yang paling konkret, yakni kekerasan atau konflik. Di Bosnia misalnya, kaum Ortodoks, Katolik, dan Islam saling membunuh. Di Irlandia Utara, umat Katolik dan Protestan saling bermusuhan. Begitu juga di Tanah Air terjadi konflik antaragama di Poso dan di Ambon. Kesemuanya ini memberikan penjelasan betapa radikalisme agama sering kali menjadi pendorong terjadi konflik dan ancaman bagi masa depan perdamaian. Pandangan ini tetap hidup dalam kelompok sempalan beberapa agama dan semuanya berakar pada radikalisme dalam penghayatan agama. Secara teoretis, radikalisme muncul dalam bentuk aksi penolakan, perlawanan, dan keinginan dari

(12)

komunitas tertentu agar dunia ini diubah dan ditata sesuai dengan doktrin agamanya.

(13)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perubahan sosial yang berlangsung amat cepat sebagai dampak dari globalisasi, melahirkan berbagai persoalan, baik secara sosial, ekonomi, politik dan agama. Pada satu sisi, era globalisasi memberi peluang lebar bagi semua komunitas untuk ”berbaur” dengan komunitas lain

Modernisme dalam khasanah masyarakat Barat mengandung makna pikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Modern

Reformisme dapat diartikan dengan suatu golongan yang berpaham tentang pemikiran yang menitik beratkan pada arti pengembalian orisinialitas pemahaman dan praktek Islam kepada kajian literal Al-Qur'an dan Sunnah

Di kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan kata “fundamental” sebagai kata sifat yang memberikan pengertian “bersifat dasar (pokok); mendasar”, diambil dari kata “fundament” yang berarti dasar, asas, alas, fondasi,

(14)

DAFTAR PUSAKA

Abuddin Nata. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta. Pranada Media Group Muhammad Said Ramadan Al-Buti Tayyib Tizini. 2002. Finding Islam Dialog Tradisionalisme-Liberalisme Islam. Terj. Ahmad Mulyadi dan Zuhairi Misrawi. Jakarta Erlangga

Azyumardi Azra. 2002. Historiografi Islam Kontemporer. Jakarta Gramedia Pustaka Utama

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengobatan antihipertensi pada pasien hipertensi dengan GGK beserta kerasionalan terapi di RSUD Pandan

Sehingga pada siswa sekolah dasar, untuk lebih mudah guru memberikan materi pelajaran tentang pemahaman rumah dan pakaian adat di indonesia yang dirancang dalam

Kegiatan sociopreneurship sekaligus pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan tercermin pada visi misi yaitu memberikan solusi, yaitu dengan menjalankan kemitraan

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak program pembinaan usaha kecil menengah subsektor perikanan di wilayah pesisir terhadap peningkatan

Untuk semua pihak yang telah membantu penulis baik dari segi moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih, mohon maaf jika saya

Kemudian cetik niskala adalah meracun korban atau orang dengan sarana yang tidak kelihatan.Cetik ini hanya mampu dilakukan oleh orang yang memiliki ilmu Leak yang sudah

Nugroho SN, M.Si selaku Kasi Pembinaan Perdagangan dan Pemasaran , bahwa Kampoeng Bebek dan telur Asin Desa Kebonsari Sidoarjo dahulu hanya mempunyai satu prodak olahan

pada jaringan yang bergerak apabila diberikan tekanan pada sendok cetak, antara lain 1) dilakukan pencetakan pendahuluan dan dicor model. Jaringan yang bergerak