• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hiperprolaktinemia Pada Penderita Sindroma Ovarium Polikistikdi Klinik Infertilitas Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hiperprolaktinemia Pada Penderita Sindroma Ovarium Polikistikdi Klinik Infertilitas Kota Medan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERPROLAKTINEMIA PADA PENDERITA SINDROMA OVARIUM POLIKISTIKDI KLINIK INFERTILITAS KOTA MEDAN

Ichwanul Adenin, TM Ichsan, Sarma N.Lumbanraja, Syamsul A. Nasution, Sarah Dina,Yuri A

Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan,Indonesia, 2012

ABSTRAK

Tujuan Penelitian :Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hiperprolaktinemia pada pasien PCOS di Klinik Infertilitas di Medan

Waktu dan Tempat Penelitian :Tempat penelitian di Klinik Infertilitas di Medan. Waktu penelitian dilakukan mulai dari Agustus sampai dengan jumlah sampel terpenuhi.

Rancangan Penelitian :Rancangan penelitian ini merupakan observasional analitik dengan menggunakan disain cross-Sectional

Hasil Penelitian :Didapatkan 14 pasien PCOS dengan hiperprolaktinemia (>25 ng/ml) (41,17%) dari 34 sampel pasien PCOS, Dari penelitian ini tidak didapatkan adanya hubungan bermakna antara variable umur dengan kejadian hiperprolaktinemia dengan nilai p-value = 0,133 (> 0,05), juga tidak didapatkan adanya hubungan bermakna antara variable BMI (Body Mass Index) dengan kejadian hiperprolaktinemia dengan nilai p-value = 0,073 (> 0,05), sementara untuk variabel pola siklus haid didapatkan adanya hubungan bermakna antara pola siklus haid dengan kejadian hiperprolaktinemia dengan nilai p-value = 0,013 (< 0,05).

Kesimpulan : Angka kejadian hiperprolaktinemia pada pasien PCOS di klinik infertilitas kota medan lebih tinggi dari yang pernah dilaporkan, sementara dari faktor karakteristik umur, BMI dan pola siklus haid, hanya pola siklus haid yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian hiperprolaktinemia pada PCOS.

(2)

HYPERPROLACTINEMIA INCIDENCE RELATED FACTORS AT POLYCYSTIC OVARIAN SYNDROME PATIENTS IN INFERTILITY CLINICS IN MEDAN

Ichwanul Adenin, TM Ichsan, Sarma N.Lumbanraja, Syamsul A. Nasution, Sarah Dina,Yuri A

Department of Obstetric and Gynecology, Faculty of Medicine University of Sumatera Utara, Medan,Indonesia,2012

ABSTRACT

Objective : To determine the hyperprolactinemia incidence related factors at PCOS patient in infertility clinics in Medan.

Time and Location : The study took place in infertility clinics in Medan starting from August until the sample needed was fulfilled

Methodology: This study is an observational analytic with cross – sectional design

Result : 14 PCOS patients with hyperprolactinemia ( > 25 ng/ml ) ( 41,17 % ) was obtained from the whole 34 PCOS patients. From this study there was no significant relationship between age variable with the incidence of hypeprolactinemia ( p value = 0,133 ( > 0,05 ), there was also no significant relationship between BMI variable with the incidence of hyperprolactinemia ( p value = 0,073 ( > 0,05 ) ). Meanwhile, the menstrual cycle pattern variable had a significant relationship with the incidence of hyperprolactinemia ( p value = 0,013 ( < 0,05 ) ).

Conclusion : The role of hyperprolactinemia incidence in PCOS patients in infertility clinics in medan was higher than reported before. From the characteristics of age, BMI, and menstrual cycle pattern. Menstrual cycle pattern was the only factors which had a significant relationship with th incidence of hyperprolactinemia in PCOS patients.

(3)

PENDAHULUAN

Infertilitas membutuhkan perhatian di seluruh dunia maupun di Indonesia, karena banyaknya

pasangan infertil di Indonesia Menurut WHO (2010), prevalensi infertilitas di dunia berkisar

10-20 %, dimana 36% infertilitas disebabkan oleh faktor pria dan 64% disebabkan oleh faktor

wanita.1

Sindrom ovarium polikistik (polycystic ovarian syndrome/PCOS) merupakan salah satu penyebab infertilitas. Untuk mendiagnosis PCOS, klinisi harus melakukan diagnosis banding.

Diagnosis banding dari PCOS adalah semua kelainan yang mungkin menyebabkan

hiperandrogen, salah satunya adalah keadaan hiperprolaktinemia.

2,3

Terdapat berbagai faktor karakteristik yang dapat menyebabkan hiperprolaktinemia pada

penderita PCOS diantaranya adalah umur, BMI dan pola siklus haid. Menurut penelitian

Velija A (2007)

4

dengan semakin meningkatnya umur maka kadar prolaktin akan semakin

rendah, sementara peningkatan BMI akan menyebabkan peningkatan kadar prolaktin.

Sementara menurut Kumkum et al (2006)15 oligomenore/anovulasi dilaporkan sekitar 46%

pada kasus hiperprolaktinemia.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan menggunakan disain cross-sectional. Hubungan antar variabel dianalisis dengan metode analisis univariat, bivariat untuk mengetahui hubungan karakteristik dan kadar prolaktin pada penderita PCOS yang

berkunjung ke Klinik Infertilitas di Medan. Waktu penelitian dilakukan mulai dari Agustus

2011 sampai dengan jumlah sampel terpenuhi. Data yang diperoleh ditabulasikan dan

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Untuk melihat hubungan antar variabel

digunakan uji chi square dengan pemaknaan p< 0,05, bila tidak memenuhi syarat digunakan

uji fisher exact test.

CARA KERJA

Semua sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di Klinik Infertilitas di Medan

yang setuju dan menandatangani informed consent dimasukkan ke dalam penelitian.

Pasien diminta untuk datang antara hari ke-3 dari tanggal haid terakhir yang terjadi secara

spontan untuk menjalani pemeriksaan USG dan pengambilan darah vena mediana cubiti.

Pemeriksaan USG untuk menilai jumlah folikel antral ovarium dengan menggunakan USG

Transvaginal dengan tranduser vagina 7,5 MHz. Transduser diposisikan sedemikian rupa

(4)

menilai kedua ovarium dan mengukur volume ovarium dalam satuan mm3

Pasien diminta untuk datang ke laboratorium klinik swasta yang selanjutnya akan menjalani

pengambilan darah vena pada pukul 08.00-10.00 pagi sebanyak 15 cc. Sebanyak + 10 cc dari

darah tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang didiamkan selama 45-60 menit hingga

darah beku kemudian disentrifuge 3000 rpm selama 15 menit untuk selanjutnya serum

dipisahkan dan dimasukkan ke dalam 4 sample cup @ 0,5 cc serum untuk pemeriksaan

Prolaktin.

. Pada teknik USG

2D kedua ovarium diperlihatkan secara longitudinal dan jumlah antral folikel yang diukur

adalah yang berukuran 2-9 mm pada masing-masing ovarium dengan menggeser transduser

dari satu sisi ovarium ke sisi sebaliknya. Setiap pasien yang sekurang-kurangnya memiliki

satu folikel dengan diameter lebih besar dari 9 mm dikeluarkan dari penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini jumlah subyek penelitian adalah sebanyak 34 orang wanita penderita

PCOS. Karakteristik penderita PCOS berdasarkan umur, nilai BMI dan pola siklus haid

ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Diagram 1. Distribusi karakteristik umur penderita PCOS.

Berdasarkan karakteristik umur dari penderita PCOS, umur terbanyak penderita PCOS adalah

wanita yang berumur 26-30 tahun yaitu sebanyak 18 orang atau 52,94% dan jumlahnya

(5)

Diagram 2. Distribusi karakteristik BMI penderita PCOS.

Berdasarkan karakteristik BMI, umumnya penderita PCOS, yaitu sebanyak 30 orang atau

88,24% memiliki angka indeks BMI yang normoweight. Dari kepustakaan dilaporkan bahwa

penderita PCOS umumnya mempunyai manifestasi klinik diantaranya adalah obesitas.6

Namun dari hasil penelitian ini tidak ditemukan sama sekali penderita PCOS yang mengalami

Obesitas.

Diagram 3. Distribusi karakteristik pola siklus haid penderita PCOS.

Dari diagram diatas menunjukkan bahwa sebagian besar wanita yang menderita PCOS

mempunyai pola siklus haid oligomenore yaitu sebanyak 27 orang atau 71,41% dan lainnya

dengan pola siklus haid amenore. Hal ini dapat dijelaskan bahwa frekuensi dan amplitudo

pulsasi GnRH akan lebih tinggi pada wanita PCOS dibandingkan dengan wanita normal.

Kelainan hipotalamus ini mengakibatkan peningkatan pada rasio hormon luteinizing (LH) /

hormon stimulasi folikel (FSH) yang pada akhirnya akan mempengaruhi fungsi ovarium

dalam memproduksi androgen. Hipotalamus mensekresikan GnRH secara pulsatil,

kemungkinan terjadi sebagai akibat dari kehilangan progesteron kronis yang berhubungan

dengan keadaan anovulasi persisten. Kadar FSH menurun sampai tingkat di mana FSH tidak

dapat lagi menyokong aktivitas aromatase yang diperlukan untuk menyelesaikan

perkembangan folikel. Sebagai akibatnya, kadar LH meningkat tetapi tidak sampai terjadi

(6)

di ovarium. Sehingga hal ini mengakibatkan gangguan perkembangan folikel, merangsang

terjadinya atresia folikel dan meningkatkan sekresi inhibin, sehingga terjadi anovulasi

kronis.

Hiperprolaktinemia merupakan suatu kondisi yang menunjukkan kadar prolaktin yang tinggi

di dalam serum (normal 5-25 ng/ml). Gambaran distribusi Prolaktinemia pada penderita

PCOS ditunjukkan pada diagram dibawah ini. 7,8

Diagram 4. Distribusi penderita PCOS berdasarkan hiperprolaktinemia.

Dari penelitian ini didapatkan bahwa penderita PCOS dengan hiperprolaktin yaitu sebanyak

14 orang (41, 17 %). Angka ini lebih tinggi dari yang pernah dilaporkan dari kepustakaan

yaitu sebesar 5-30%. Sekitar 3-7% wanita dengan PCOS yang mengalami hiperprolaktinemia

secara terus-menerus. Sehingga, dewasa ini beberapa pendapat menyatakan bahwa PCOS dan

hiperprolaktinemia kemungkinan merupakan gangguan yang independen satu sama lain.9

Tabel1. Tabulasi silang antara karakteristik subyek penelitian terhadap rerata kadar

Prolaktin

KARAKTERISTIK

Kadar

Prolaktin

Kadar Prolaktin

WANITA PCOS Normal Tinggi

( 5-25 ng/ml) ( > 25 ng/ml)

Mean SD Mean SD

UMUR

- 21-25 tahun 13.3 33.17 5.07

- 26-30 tahun 17.79 3.68 44.05 24.06

- 31-35 tahun 12.59 4.23 36.25 8.54

BMI

(7)

- Normoweight 15.81 4.42 39.45 19.98

- Overweight - - 38.61 4.45

SIKLUS HAID

- Amenore 11.57 3.34 - -

- Oligomenore 17.59 3.65 39.27 17.61

Merujuk pada kepustakaan, menurut Greenspan at al10

Berdasarkan nilai BMI menunjukkan bahwa untuk wanita penderita PCOS dengan

underweight mempunyai kadar Prolaktin normal yaitu 9,30 ng/ml, sedangkan wanita penderita PCOS dengan overweight seluruhnya mempunyai kadar Prolaktin yang tinggi dengan rerata yaitu 38,61ng/ml ± 4,45. Untuk wanita penderita PCOS dengan normoweight mempunyai kadar Prolaktin normal maupun kadar Prolaktin yang tinggi.

bahwa kadar prolaktin normalnya

adalah 5-25 ng/ml, dan kadarnya dapat bervariasi berdasarkan usia, BMI dan fase –fase

dalam siklus haid. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar prolaktin yang normal dan

yang tinggi tersebar pada semua kelompok umur wanita penderita PCOS. Kadar prolaktin

rerata yang tertinggi yaitu 44,05 ng/ml ± 24,06 dijumpai pada kelompok umur 26 – 30 tahun.

Berdasarkan pola siklus haid didapatkan bahwa seluruh wanita PCOS dengan siklus haid

amenore memiliki kadar prolaktin normal dengan rerata sebesar 11,57 ng/ml ± 3,34,

sedangkan wanita PCOS yang memiliki siklus haid oligomenore memiliki kadar prolaktin

normal dengan rerata sebesar 17,59 ng/ml ± 3,65 dan kadar prolaktin yang tinggi dengan

rerata sebesar 39,27 ng/ml ±17,61.

Dari data-data yang diperoleh dijumpai kadar prolaktin serum yang relatif bervariasi

berdasarkan karakteristik umur, nilai BMI maupun pola siklus haid. Untuk mengetahui

adanya hubungan karakteristik tersebut dengan kejadian hiperprolaktinemia dilakukan uji

statistik chi-square dengan nilai kemaknaan p<0,05. Penderita PCOS dengan kejadian

[image:7.595.145.455.72.196.2]

hiperprolaktinemia dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Hubungan Karakteristik wanita PCOS dengan kejadian hiperprolaktinemia

KARAKTERISTIK

Hiperprolaktinemia

WANITA PCOS p-value

Ya Tidak

N %

(8)

UMUR

- 21-25 tahun 4 11.76% 1 2.94%

0.133

- 26-30 tahun 7 20.59% 11 32.35%

- 31-35 tahun 3 8.82% 8 23.53%

BMI

- Underweight - - 1 2.94%

0.073 - Normoweight 11 32.35% 19 55.88%

- Overweight 3 8.82% - -

- Obese - - - -

SIKLUS HAID

- Amenore - - 7 20.59%

0.013

- Oligomenore 14 41.18% 13 38.24%

Pada pengujian secara statistik hubungan karakteristik umur penderita PCOS dengan kejadian

hiperprolaktinemia didapatkan nilai p yang lebih besar dari alpha 0,05 yaitu 0,133. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara karakteristik umur penderita

PCOS dengan kejadian hiperprolaktinemia. Demikian juga pada pengujian hubungan

karakteristik nilai BMI penderita PCOS dengan kejadian hiperprolaktinemia didapatkan nilai

p yang lebih besar dari alpha 0,05 yaitu 0,073. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara karakteristik nilai BMI penderita PCOS dengan kejadian

hiperprolaktinemia. Sedangkan pada pengujian hubungan karakteristik pola siklus haid

penderita PCOS dengan kejadian hiperprolaktinemia, uji chi-square tidak memenuhi syarat

maka dilakukan uji Fisher Exact maka didapatkan nilai p yang lebih kecil dari alpha 0,05

yaitu 0,026. Hal ini juga menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara

karakteristik pola siklus haid penderita PCOS dengan kejadian hiperprolaktinemia.

Berdasarkan kepustakaan menurut Luciano et al11, hiperprolaktinemia adalah gangguan

sekresi hormon prolaktin yang terjadi pada wanita usia reproduksi. Hiperprolaktinemia

walau tidak terlalu tinggi namun menyebabkan terjadinya disfungsi menstruasi.

Hiperprolaktinemia menimbulkan disfungsi reproduksi pada sepertiga wanita. Keadaan

hipogonadisme terjadi pada wanita dengan hiperprolaktinemia. Hal ini disebabkan tingkat

sirkulasi yang tinggi kadar prolaktin yang mengganggu aksis gonadotrophin di tingkat

ovarium dan sekresi steroid yang menimbulkan gangguan gonad. Sehingga mengubah efek

umpan balik positif pada tingkat hipotalamus dan hipofisis anterior. Akhirnya keadaan ini

(9)

siklus haid baik berupa amenore maupun oligomenore yang merupakan gejala anovulasi

kronis yang terjadi pada wanita dengan PCOS.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian tidak didapatkan adanya hubungan bermakna antara variable umur dengan

kejadian hiperprolaktinemia dengan nilai p-value = 0,133 (> 0,05) dan juga tidak didapatkan

hubungan yang bermakna antara variable BMI (Body Mass Index) dengan kejadian

hiperprolaktinemia dengan nilai p-value = 0,073 (> 0,05). Namun didapatkan adanya

hubungan bermakna antara pola siklus haid dengan kejadian hiperprolaktinemia dengan nilai

p-value = 0,013 (< 0,05)

Dengan tingginya kejadian hiperprolaktinemia pada pasien PCOS (41,17%) maka disarankan

untuk dilakukan pemeriksaan kadar prolaktin rutin pada pasien PCOS.

DAFTAR PUSTAKA

1. Marsden G, Sthepenson A. Infertility in industrialized countries : prevalence and

prevention. World Health Organization IRIS journal. 2010

2. Miyai K, Ichihara K, Kondo K, Mori S. Asymptomatic hyperprolactinaemia and

prolactinoma in the general population: mass screening by paired assays of serum

prolactin. Clin Endocrinol 1996;25:549–54.

3. Hung Wen S, Ching Min C, Szu Yuan C, et al. Polycistic ovary syndrome or

hyperprolactinaemia: a study of mild hyperprolactinaemia. Gynecological

Endocrinology, January 2011; 27(1): 55-62

4. Azziz R. Definition, Diagnosis, and Epidemiology of the Polycystic Ovary Syndrome.

In: Azziz R, editor. The Polycystic Ovary Syndrome Current Concepts on

Pathogenesis and Clinical Care.Los Angeles: Springer; 2007. p. 1-12.

5. Rotterdam consensus statement : Revised 2003 Consensus on Diagnostic criteria and

long term Healh Risks Related to Polycystic Ovary Syndrome.

6. Jonard S, Robert Y, Cortet C, Pigny P, Decanter C, Dewailly D. Ultrasound

examination of polycystic ovaries is it worth counting the follicles? Hum Reprod

2003;18, 598-603.

7. Balen A H, Laven J S, Tan SL, Dewailly D. Ultrasound assessment of the polycystic

(10)

8. Biller BM, Luciano A, Crosignani PG, Molitch M, Olive D, Rebar R, et al. Guidelines

for the diagnosis and treatment of hyperprolactinemia. J Rep Med 1999;44(Suppl):12.

9. Dunaif A, Finegood DT. Obesity and Glucose Intolerance in The Polycystic Ovary

Syndrome. J Clin Endocrinol Metab. 1996; 81: 942-7.

10. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Clinical gynecologic endocrinology and infertility.

8th ed.Baltimore: LippincottWilliams &Wilkins, 2010. ch. 5, 11, 16.

11. Velija A. Body weight changes in female patients with prolactinoma treated with

Gambar

Tabel 2. Hubungan Karakteristik wanita PCOS dengan kejadian hiperprolaktinemia

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Analisis Stratifikasi Umur Ibu Terhadap Hubungan Paritas, Jarak Kehamilan, Pemeriksaan ANC, Tempat Persalinan, dan Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Kematian

Penelitian Malau (2015) mengenai hubungan perilaku pencegahan terhadap kejadian HIV pada kalangan LSL di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan menunjukkan bahwa

Secara deskriptif hubungan signifikan antara umur dengan kejadian perdarahan post partum di RSUD Indramayu dapat terlihat dari data tabulasi di atas yang menunjukkan

Dalam penelitian ini kejadian abortus banyak terjadi pada usia 20-35 tahun, hal ini dapat dilihat dari faktor lain yang memengaruhi kejadian abortus seperti paritas, riwayat

Terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian abortus dan kekuatan hubungannya sangat rendah, yang ditunjukkan oleh nilai X 2 = 11,220 dan

Dari tabel 5.6 dapat dilihat, hasil penelitian pada 55 responden Tanggal 15 Februari s/d 5 April 2010 di Klinik Bersalin Mariani Medan, didapatkan hasil uji statistik nilai p=0,943

Selain umur sebagai salah satu faktor penyebab kejadian mioma uteri menurut penelitian Apriyani yosi (2013) mengatakan” bahwa wanita dengan paritas multipara

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Putri 2018, yaitu Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dismenore Primer Pada Remaja Siswi Sma Dharma Sakti Medan