• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KE (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KE (3)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK DI POLIKLINIK BALAI KESEHATAN MATA

MASYARAKAT(BKMM) PROVINSI SULAWESI SELATAN

Rahmat Hasnur1, Afrida2, Sukriyadi3

1Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar

2Dosen tetap Program Studi S1 Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar

3Dosen tetap Program Studi S1 Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar

(2)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NANI HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK DI POLIKLINIK BALAI KESEHATAN MATA

MASYARAKAT(BKMM) PROVINSI SULAWESI SELATAN

Rahmat Hasnur1, Afrida2, Sukriyadi3 ABSTRAK

Katarak adalah cacat mata, yaitu buramnya dan berkurang elastisitasnya lensa mata. Hal ini terjadi karena adanya pengapuran pada lensa. Pada orang yang terkena katarak pandangan menjadi kabur dan daya akomodasi berkurang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian katarak di Poli Klinik Balai Kesehatan mata Masyarakat (BKMM) Provinsi Sulawesi Selatan. Jenis penelitian ini adalah penelitian Analitik Korelatif dan menggunakan metode Cross Sectional menggunakan desain uji Chi Square Test dengan interval kemaknaan α 0.05. Sampel berjumlah 99 orang responden yang didapatkan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling yang sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditetapkan. hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara umur (p = 0.048 : OR : 9.97), komplikasi DM (p = 0.01, OR : 10.04) dan trauma (p = 0.04, OR : 9.9) dengan kejadian katarak. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara umur responden, komplikasi DM dan trauma dengan kejadian katarak di Poli Klinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Provinsi Sulawesi Selatan. Disarankan kepada masyarakat agar lebih memperhatikan lagi tentang penyait katarak baik itu tentang bahaya, akibat dan cara pengobatan agar dapat menghindari sedini mungkin kejadian katarak.

(3)

PENDAHULUAN

Katarak merupakan penyakit mata yang sangat di kenal masyarakat saat ini. Hal ini akibat mulai terdapat kesadaran pada lansia bahwa katarak adalah kelainan pada masa lanjut (Ilyas, 2006).

Katarak berasal dari bahasa yunani katarrhakies, Inggris cataract, dan latincataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti tertutupi air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, Yulianti. 2012).

Katarak merupakan keadaan keruh lensa mata yang biasanya bening dan transparan. Bila katarak berkembang lensa menjadi berkabut seperti jendela berkabut di tempat yang dingin. Lensa yang terletak di belakang manik mata bersifat membiaskan dan memfokuskan cahaya pada retina atau selaput jala. Bila lensa menjadi keruh atau katarak cahaya tidak dapat di fokuskan pada retina dengan baik sehingga penglihatan menjadi kabur. Kekeruhan pada lensa yang kecil tidak banyak mengganggu penglihatan. Bila kekeruhannya tebal maka penglihatan sangat terganggu, sehingga perlu dilakukan tindakan pada lensa yang keruh tersebut. Biasanya katarak yang mengakibatkan penglihatan kabur dapat mengganggu penglihatan sehingga kadang-kadang sampai tidak melihat atau berkabut tebal sekali (Ilyas, 2006).

(4)

menimbulkan katarak seperti, eserin (0,25-0,5℅), kortikosteroid, ergot, dan antikolinesterase tropical. Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik (Ilyas, Yulianti. 2012).

Umumnya penderita katarak banyak ditemukan pada kelompok umur 40 tahun atau lebih, sesungguhnya 60℅ dari kebutaan diatas umur 60 tahun adalah diakibatkan katarak. Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras tengahnya sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. Hal ini mulai terlihat pada usia 45 tahun dimana mulai timbul kesukarang melihat dekat (Ilyas, 2006).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun (1989-1999) lebih dari separuh (52℅) kebutaan disebabkan katarak, sedangkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa sebanyak 20 juta penduduk buta karna katarak hal ini diperkirakan kebutaan karena katarak di dunia saat ini mencapai 17 juta orang. Untuk itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan vision 2020 bekerja keras untuk menurungkan angka kebutaan yang dikhawatirkan dapat mencapai 80 juta pada tahun 2020 (James, Bron, 2009).

Menurut Instansi Kesehatan Nasional (IKN) di negara maju seperti Amerika serikat terdapat 4 juta orang berisiko menjadi buta. Data berdasarkan laporan baru pusat statistik tahun 2003, jumlah usia lanjut tahun 2025 akan mengalami peningkatan 414 persen di bandingkan keadaan tahun 2000. Selain itu, masyarakat di Indonesia dikenal memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat bila dibandingkan penderita di daerah subtropis lainnya dan jika tingkat penyakit mata terus berkembang, maka Indonesia berpeluang untuk menggeser posisi Afrika yang kini tercatat sebagai negara yang memiliki penderita penyakit katarak terbesar di dunia.

(5)

katarak merupakan 50% dari penyebab utama kebutaan di tanah air. Direktur Bina Upaya Kesehatan (BUK) Dasar KEMKES dr. Dedi Kuswenda mengatakan, dengan meningkatnya usia harapan orang Indonesia maka prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan juga cenderung meningkat, sebab katarak merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada usia lanjut (Sambuanga, 2011).

Berdasarkan rekapitulasi medical record di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan data umum penyakit mata pada tahun 2010 sebanyak 22.707 pasien, kemudian pada tahun 2011 sebanyak 25.346 pasien, dan pada tahun 2012 sebanyak 30.879 pasien. Sedangkan data khusus untuk penderita penyakit katarak mulai dari tahun 2010 sebanyak 5.205 pasien, kemudian pada tahun 2011 sebanyak 6.634 pasien, dan pada tahun 2012 sebanyak 7.386 pasien. Jadi menurut data di atas dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2010-2012 terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degenerative atau bertambahnya usia seseorang akan tetapi katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab katarak lainnya meliputi, cacat bawaan, masalah kesehatan seperti diabetes melitus, penggunaan obat tertentu khususnya steroid, mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama, operasi mata sebelumnya, trauma (kecelakaan) pada mata, dan merokok juga dapat menyebabkan katarak.

Berdasarkan uraian pada data yang di peroleh secara keseluruhan mengalami peningkatan jumlah katarak di Poliklinik Balai Kesehatan Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan. Maka dengan ini penulis berminat untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian katarak di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan.

BAHAN DAN METODE

Jenis Penelitian, Populasi dan Sampel

(6)

jumlah pasien pada tahun 2012 sebanyak 7.386 Orang. Jumlah sampel sebanyak 99 orang responden yang didapatkan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling yang sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditetapkan.

Untuk mendapatkan jawaban yang bituhkan maka peneliti menetapkan beberapa kriteria sampel, yaitu :

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien yang dirawat di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki tanda-tanda katarak.

b. Bersedia untuk diteliti hingga penelitian ini berakhir 2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien katarak yang tidak berada di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan pada waktu penelitian.

b. Menolak untuk melanjutkan penelitian c. Tidak kooperatif

Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang telah disediakan oleh peneliti kepada Responden.

2. Data Sekunder

Data sekunder juga digunakan sebagai data pelengkap untuk data primer yang berhubungan dengan masalah yang diteliti seperti jumlah keseluruhan di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan. Data ini diperoleh dari instansi yang terkait yaitu di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan.

Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual (dengan mengisi kuesioner yang di sediakan).Adapun langkah langkah pengolahan data yaitu sebagai berikut.

1. Selecting.

Selecting merupakan pemilihan untuk mengklasifikasikan data menurut kategori.

2. Editing.

(7)

3. Koding.

Koding merupakan tahap selanjutnya yaitu dengan memberi kode pada jawaban responden.

4. Tabulasi Data.

Setelah dilakukan editing dan koding dilanjutkan dengan pengolahan data kedalam suatu table menurut sifat sifat yang di miliki sesuai dengan tujuan penelitian.

Setelah data ditabulasi, selanjutnya dilakukan analisa data yaitu sebagai berikut :

a. Analisa Univariat

Dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara mendiskripsikan tiap variabel yang digunakan dalam penelitian dengan melihat distribusi frekuensi, mean, median dan modus.

b. Analisa Bivariat.

Dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas secara sendiri sendiri dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik Chi-Square, SPSS.

HASIL PENELITITAN

1. Analisa Univariat

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 Laki-Laki 54 54,5

2 Perempuan 45 45,5

Total 99 100

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan Tabel 5.1, maka diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 54 orang responden (54.5%) sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 45 orang responden (45.5%).

Tabel 5.2

(8)

No

. Tingkat Pendidikan Freuensi Persentase

1 SD 25 25,4

2 SMP 20 20,2

3 SMA 41 41,4

4 D3/ S1 13 13,1

Total 99 100

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan Tabel 5.2, maka diketahui bahwa kelompok tingkat pendidikan paling banyak adalah SMA dengan jumlah responden sebanyak 41 orang responden (41.4%), sedangkan yang paling sedikit adalah D3/ S1dengan jumah responden sebanyak 13 orang (13.1%).

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Pekerjaan di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013 No

. Pekerjaan Reponden Frekuensi Persentase

1 Pegawai Negeri Sipil 8 8,1

2 Pensiunan 2 2

3 Ibu Rumah Tangga 28 28,3

4 Swasta 20 20,2

5 Petani/ Pedagang 16 16,2

6 Buruh 8 8,1

7 Lainnya 17 17,2

Total 99 100

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan Tabel 5.3, maka diketahui bahwa kelompok pekerjaan paling banyak adalah ibu rumah tangga dengan jumlah responden sebanyak 28 orang (28.3%), sedangkan kelompok pekerjaan paling sedikit adalah pensiunan dengan jumlah responden sebanyak 2 orang (2%).

(9)

Disribusi Responden Berdasarkan Kelompok Agama di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013 No

. Agama Responden Frekuensi Persentase

1 Islam 92 92,9

2 Katolik 2 2

3 Protestan 5 5,1

Total 99 100

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan Tabel 5.4, maka diketahui bahwa kelompok Agama paling banyak adalah Islam dengan jumlah responden sebanyak 92 orang (92.9%), sedangkan paling sedikit adalah Katolik dengan jumlah responden sebanyak 2 orang (2%).

Tabel 5.5

Distribusi responden Berdasarkan Kelompok Umur di di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013 No

. Umur Responden Frekuensi Persentase

1 Risiko Tinggi 86 86,9

2 Risiko Rendah 13 13,1

Total 99 100

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan Tabel 5.5, maka diketahi bahwa umur responden dengan kelompok risiko tinggi sebanyak 86 orang responden (86.9%), sedangkan kelompok umur dengan risiko rendah sebanyak 13 orang responden (13.1%).

Tabel 5.6

Distribusi Responden Berdasarkan Komplikasi DM di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013 No

. Komplikasi DM Frekuensi Persentase

1 Risiko Tinggi 48 48,5

2 Risiko Rendah 51 51,5

Total 99 100

Sumber : Data Primer 2013

(10)

Tabel 5.7

Distribusi Responden Berdasarkan Trauma di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013

No

. Trauma Frekuensi Persentase

1 Risiko Tinggi 58 58,6

2 Risiko Rendah 41 41,4

Total 99 100

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan Tabel 5.7, maka diketahui bahwa Trauma dengan risiko tinggi sebanyak 58 orang responden (58.6%), sedangkan Trauma dengan risiko rendah sebanyak 41 orang responden (41.4%).

Tabel 5.8

Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Katarak di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013 No

. Kejadian Katarak Frekuensi Persentase

1 Katarak 77 77,8

2 Tidak Katarak 22 22,2

Total 99 100

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan Tabel 5.8, maka diketahui bahwa responden yang menderita katarak sebanyak 77 orang responden (77.8%), sedangkan responden yang tidak menderita katarak sebanyak 22 orang responden (22.2%).

2. Analisa Bivariat

Tabel 5.9

Hubungan Umur dengan Kejadian Katarak di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi SelatanTahun 2013

Umur

Kejadian Katarak

Total Odds

Ratio p

Katarak KatarakTidak

n % n % n %

Risiko Tinggi 68 68,7 18 18,2 86 86,9

9.97 0,048

Risiko Rendah 9 9,1 4 4 13 13.1

Total 77 77,8 22 22,2 99 100

(11)

Berdasarkan Tabel 5.9, maka diketahui bahwa dari total 86 orang responden (86.9%) dengan kategori umur risiko tinggi, 68 orang responden (68.7%) diantaranya menderita katarak sedangkan 18 orang lainnya (18.2%) tidak menderita katarak. Sedangkan dari total 13 orang responden (13.1%), 9 orang diantaranya (9.1%) menderita katarak dan 4 orang (4%) lainnya tidak menderita katarak.

Hal tersebut di atas dipengaruhi oleh subvariabel yang lain yaitu komplikasi DM dan trauma. Sehingga tidak dapat memberikan jaminan bahwa orang yang dalam umur risiko rendah tidak menderita katarak, begitupun sebaliknya. Hal ini berdasarkan dari responden dengan umur risiko tinggi tapi tidak katarak sebanyak 18 orang (18.2%), dimana 8 orang (8.1%) diantaranya memiliki komplikasi DM dan trauma pada kategori risiko rendah. Sedangkan dari total 9 orang (9.1%) responden dengan umur risiko rendah tapi menderita katarak, 7 orang responden (7.1%) pada kategori trauma risiko tinggi dan 2 orang (2%) lainnya pada kategori Komplikasi DM risiko Tinggi.

Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan uji Chi Square, maka berdasarkan Fisher Exact Test diperoleh nilai p = 0.048. hal ini berarti ada hubungan antara umur dengan kejadian katarak karena p < α 0.05.

Dari nilai Odds Ratio 9.97, menunjukkan bahwa responden dengan umur risiko tinggi berpeluang 9.97 kali lebih besar mengalami katarak jika dibandingkan dengan responden dengan umur risiko rendah.

Tabel 5.10

Hubungan Komplikasi DM dengan Kejadian Katarak di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013

Komplikasi DM

Risiko Tinggi 37 37,4 11 11,1 48 48,5

10.04 0,01

Risiko Rendah 40 40,4 11 11,1 51 51.5

Total 77 77,8 22 22,2 99 100

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 5.10, maka diketahui bahwa dari total 48 orang (48.5%) responden dengan kategori komplikasi DM risiko tinggi, 37 orang responden (37.4%) menderita katarak dan 11 orang responden (11.1%) lainnya tidak menderita katarak. Sedangkan dari total 51 orang responden (51.5%) dengan kategori komplikasi DM risiko rendah, 40 orang (40.4%) responden menderita katarak dan 11 orang responden (11.1%) lainnya tidak menderita katarak.

(12)

orang responden (11.1%) dalam kategori komplikasi DM risiko tinggi yang tidak menderita katarak, 3 orang (3%) diantaranya berada dalam kondisi trauma risiko rendah dan 1 orang lainnya (1%) berada dalam kategori umur risiko rendah.

Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan uji Chi Square, maka berdasarkan Fisher Exact Test diperoleh nilai p = 0.01. hal ini berarti ada hubungan antara komplikasi DM dengan kejadian katarak karena p < α 0.05.

Dari nilai Odds Ratio 10.04, menunjukkan bahwa responden dengan Komplikasi DM risiko tinggi berpeluang 10.04 kali lebih besar mengalami katarak jika dibandingkan dengan responden dengan kategori komplikasi DM risiko rendah.

Tabel 5.11

Hubungan Trauma dengan Kejadian Katarak di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013

Trauma

Risiko Tinggi 45 45,5 13 13,1 58 58,6

9.9 0,04

Risiko Rendah 32 32,2 9 9,1 41 41,4

Total 77 77,8 22 22,2 99 100 kategori risiko rendah, 32 orang responden (32.2%) mengalami katarak, dan 9 orang lainnya (9.1%) tidak mengalami katarak.

Hal tersebut di atas dipengaruhi oleh subvariabel lainnya yaitu umur dan komplikasi DM sehingga tidak memberikan jaminan bahwa orang dengan trauma kategori risiko tinggi semuanya mengalami katarak, begitupun sebaliknya. Hal ini berdasar pada dari 13 orang responden (13.1%) kategori trauma risiko tinggi, 2 orang responden (2%) berada pada kategori umur dan Komplikasi DM risiko rendah, 1 orang responden (1%) berada dalam kategori umur risiko rendah namun komplikasi DM risiko tinggi, 6 orang responden (6.1%) berada dalam kategori umur risiko tinggi dan komplikasi DM risiko tinggi, dan 4 orang responden (4%) berada dalam kondisi umur risiko tinggi namun Komplikasi DM risiko rendah.

Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan uji Chi Square, maka berdasarkan Fisher Exact Test diperoleh nilai p = 0.04. hal ini berarti ada hubungan antara trauma dengan kejadian katarak karena p < α 0.05.

(13)

PEMBAHASAN 1. Hubungan Umur dengan Kejadian Katarak

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa dari total 99 orang responden didapatkan sebagian besar, yaitu 86 orang responden (86.9%) dalam kategori umur risiko tinggi, sedangkan kelompok umur dengan risiko rendah sebanyak 13 orang responden (13.1%).

Dari hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian katarak di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan. Risiko tinggi umur responden maka akan semakin memicu kejadian katarak.

Maka hipotesa yang disajikan peneliti diterima karena ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian katarak. Demikian pula dengan odds ratio menunjukkan bahwa responden dengan umur risiko tinggi berpeluang 9.97 kali lebih besar mengalami katarak jika dibandingkan dengan responden dengan umur risiko rendah.

Hal senada diungkapkan ahli spesialis mata dari Klinik Rumah Sakit Ciptomangunkusumo, dr Cosmos Octavianus Mangunsong SpM. Dia mengatakan bahwa katarak pada umumnya disebabkan terjadinya proses degenerasi pada lensa alamiah yang terdapat dalam mata kita. Jenis katarak ini dinamakan katarak senilis (Fraid, A.M. 2011).

Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Heri Ruslan (2012) yang menyatakan bahwa faktor pencetus terjadinya katarak adalah multifaktorial. Tak hanya fakor eksternal seperti seringnya terpapar sinar matahari, namun juga dari faktor internal yaitu usia seseorang.

Juga pendapat yang dikemukakan oleh Dokter Freddy Arsjad SpM, dokter ahli bedah mata dari RSPAD Gatot Subroto Jakarta (2009), menuturkan bahwa faktor pemicu terbesar penyakit katarak adalah usia senja. Katarak merupakan kondisi saat lensa mata seseorang sudah kabur. Paling banyak penderitanya berusia 50 tahun ke atas. Umumnya, penderita katarak pandangannya mulai kabur. Sementara untuk pengobatannya dilakukan operasi.

(14)

kelompok umur 30-44 tahun dengan (95% IK : 10.2 – 122.3). hal ini bermakna secara statistik karena nilai pvalue = 0.000 (p < α 0.05).

Juga penelitian yang dilakukan oleh Adi Subhan (2011) yang dalam penelitiannya yang berjudul “hubungan usia lanjut dengan kejadian katarak pasien yang berobat di poli mata RSUD Dr. M Yunus Propinsi Bengkulu” yang menyatakan bahwa sebagian besar responden dengan katagori pra usia lanjut (48,7%), sebagian besar responden mengalami kejadian katarak (72,4%) dan ada hubungan yang signifikan antara usia lanjut dengan kejadian katarak di dapat nilai X2=10.904 dengan p=0.004<0,05.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti berasumsi bahwa umur merupakan salah satu pencetus kejadian katarak, meskipun tidak menutup kemungkinan orang yang dalam usia produktif atau risiko rendah dapat juga menderita katarak.

2. Hubungan Komplikasi DM dengan Kejadian Katarak

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa dari total 99 orang responden dengan Komplikasi DM, diketahui bahwa pada Komplikasi DM risiko tinggi sebanyak 48 orang responden (48.5%), sedangkan Komplikasi DM dengan risiko rendah sebanyak 51 orang responden (51.5%).

Dari hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komplikasi DM dengan kejadian Katarak di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan. Risiko tinggi umur responden maka akan semakin memicu kejadian katarak.

Maka hipotesa yang disajikan peneliti diterima karena ada hubungan yang signifikan antara komplikasi DM dengan kejadian katarak. Demikian pula dengan nilai odds ratio 10.04 yang menunjukkan bahwa responden yang memiliki komplikasi DM dengan kategori risiko tinggi berpeluang 10.04 kali lebih besar mengalami katarak jika dibandingkan dengan responden dengan komplikasi risiko rendah.

Hal ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan Susy Listiarsasih (2012) yang menyatakan bahwa Katarak dapat disebabkan oleh kejadian trauma, penyakit sistemik (diabetes), infeksi pada janin, dan toksik, tetapi paling sering terjadi karena proses penuaan yang normal. Faktor yang juga berperan dalam terjadinya katarak meliputi trauma, infeksi, radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, rokok, dan kurangnya asupan antioksidan. Pada pasien diabetes, terjadi akumulasi sorbitol pada lensa akibat tingginya gula darah. Sorbitol pada lensa akan meningkatkan tekanan osmotik dan menyebabkan cairan bertambah dalam lensa sehingga lensa menjadi keruh.

(15)

selain itu, perubahan sorbitol menjadi fruktose relatif lama dan tidak seimbang sehingga kadar sorbitol dalam lensa mata meningkat. Disusun dalam hipotesa bahwa sorbitol menaikkan tekanan osmose intraseluler dengan meningkatnya water up take dan selanjutnya secara langsung maupun tidak langsung terbentuklah katarak. Pengaruh klinis yang lama akan mengakibatkan terjadinya katarak lebih dini pada pasien diabetes mellitus dibanding dengan pasien non diabetes.

Kelainan selaput jala akibat Diabetes melitus yang menggangu penglihatan tidak dapat ditentukan dengan keadaannya karena terdapat kekeruhan lensa didepan selaput jala yang akan diperiksa, Diabetes melitus menyebabkan katarak yang memberikan gambaran yang khas yaitu kekeruhan yang terbesar halus seperti lembaran kapas didalam massa lensa, kekeruhan lensa dapat berjalan progresif sehingga terjadi gangguan keseimbangan cairan didalam badan dan tubuh secara akut. (Sidarta Ilyas, 2004).

Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggun Trithias Arimbi (2012) yang dalam penelitiannya berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Katarak Degeneratif Di RSUD Budhi Asih” yang menyatakan bahwa orang yang berada pada ketegori menderita DM akan menderita katarak sebesar 4.9 kali dibandingkan dengan tidak menderita DM dengan (95% IK : 2.09 - 11.9). hal tersebut bermaksa secara statistk karena p value = 0.000 (p < 0.05).

Juga penelitian yang dilakukan oleh Martha Dwi Wardani (2008) yang dalam penelitiannya berjudul “Pengaruh Tinggiya Kadar Gula Darah Terhadap Kejadian Katarak Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUD Jombang” menyatakan bahwa Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar pasien Diabetes Melitus tipe 2 di RSUD Jombang yang mempunyai kadar gula darah yang tergolong buruk (66,4%). Mengenai kejadian katarak pada pasien penderita DM tipe 2 lebih banyak yang tidak mengalami katarak (33,6%). Berdasarkan hasil pengujian dengan uji Regresi (r= 0,177 dengan p= 0.045) menunjukkan bahwa kadar gula darah dengan kejadian katarak pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 mempunyai hubungan yang signifikan (bermakna).Tingginya kadar gula darah akan menyebabkan pasien DM tipe 2 semakin berisikotinggi mengalami kejadian katarak.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelti berasumsi bahwa tingginya kadar gula darah pada penderita diabetes melitus akan semakin memicu terjadinya katarak.

3. Hubungan Trauma Dengan Kejadian Katarak

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa dari total 99 orang responden, diketahui bahwa Trauma dengan risiko tinggi sebanyak 58 orang responden (58.6%), sedangkan Trauma dengan risiko rendah sebanyak 41 orang responden (41.4%).

(16)

Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan. Risiko tinggi trauma yang dialami responden maka akan semakin memicu kejadian katarak.

Maka hipotesa yang disajikan oleh peneliti diterima karena ada hubungan yang signifikan antara trauma dengan kejadian diabetes mellitus. Demikian pula dengan nilai Odds Ratio 9.9, menunjukkan bahwa responden dengan trauma risiko tinggi berpeluang 9.9 kali lebih besar mengalami katarak jika dibandingkan dengan responden dengan kategori trauma risiko rendah.

Penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia dalam blog resmi Indonesian Ophthalmologist Association (2013) menyatakan bahwa Katarak yang memperkeruh lensa normal biasanya terkait dengan proses penuaan. Tetapi katarak kongenital muncul pada bayi baru lahir karena berbagai alasan seperti keturunan (genetik), infeksi, masalah metabolism, diabetes, trauma (benturan), inflamasi atau reaksi obat.

Juga teori yang dikemukakan oleh Emirza Nur Wicaksono (2013) yang menyatakan bahwa katarak dapat terjadi akibat trauma lensa mata, serta robekan pada kapsul sebagai akibat dari benda tajam. Apabila terjadi lubang yang besar pada kapsul lensa, maka humor akuosus akan masuk ke dalam lensa dan menyebabkan penyerapan lensa, serta menyebabkan uveitis.

Katarak berkembang karena berbagai sebab, seperti kontak dalam waktu lama dengan cahaya ultra violet, radiasi, efek sekunder dari penyakit seperti

diabetes dan hipertensi, usia lanjut, atau trauma(dapat terjadi lebih awal), mereka biasanya akibat denaturasi dari lensa protein. Katarak juga dapat diakibatkan oleh cedera pada mata atau trauma fisik (Anonim, 2013).

(17)

69,8% menggunakan topi yang lebih bertujuan untuk melindungi dirinya terhadap panas matahari dan 0,5% menggunakan kacamata.

Katarak berkembang karena berbagai sebab, seperti kontak dalam waktu lama dengan cahaya ultra violet, radiasi, efek sekunder dari penyakit seperti

diabetes dan hipertensi, usia lanjut, atau trauma(dapat terjadi lebih awal), mereka biasanya akibat denaturasi dari lensa protein. faktor-faktor genetik sering menjadi penyebab katarak kongenital dan sejarah keluarga yang positif juga mungkin berperan dalam predisposisi seseorang untuk katarak pada usia lebih dini, fenomena "antisipasi" dalam katarak pra-senilis.

Katarak juga dapat diakibatkan oleh cedera pada mata atau trauma fisik. Sebuah studi menunjukan katarak berkembang di antara pilot-pilot pesawat komersial tiga kali lebih besar dari pada orang-orang dengan pekerjaan selain pilot. Hal ini diduga disebabkan oleh radiasi berlebihan yang berasal dari luar angkasa. Katarak juga biasanya sering terjadi pada orang yang terkena radiasi

inframerah, seperti para tukang (meniup)kaca yang menderita "sindrom Pengelupasan". Eksposur terhadap radiasi gelombang mikro juga dapat menyebabkan katarak. Kondisi atopik atau alergi yang juga dikenal untuk mempercepat perkembangan katarak, terutama pada anak-anak.

Berdasarkan hal di atas, maka peneliti berasumsi bahwa kejadian trauma pada mata dapat berakibat seseorang mengalami katarak. Karena trauma mata dapat menimbulkan keluhan nyeri dan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. Dampak trauma mata dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar akibat hilangnya penglihatan, hilangnya waktu kerja, dan kerugian dalam hal besarnya biaya yang dikeluarkan.1,2 Selain dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan, trauma mata dapat juga merupakan faktor yang berhubungan dengan terjadinya katarak.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian dan dengan melihat hasil penelitian yang ada tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Katarak di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian antara lain sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian katarak di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Ada hubungan yang signifikan antara komplikasi DM dengan kejadian katarak di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan.

3. Ada hubungan yang signifikan antara trauma dengan kejadian katarak di Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan

Saran

(18)

1. Karena katarak dapat disebabkan oleh faktor eksternal dan internal, maka kepada semua masyarakat diharapkan agar lebih memperhatikan lagi tentang penyakit katarak, baik itu tentang bahaya, akibat dan pengobatan agar dapat mengantisipasi kejadian katarak.

2. Kepada seluruh tenaga kesehatan yang ada agar senantiasa memberikan penyuluhan tentang katarak agar masyarakat dapat terhindar dari dampak katarak itu sendiri

(19)

DAFTAR PUSKATA

Adi Subhan, 2011. Hubungan Usia Lanjut Dengan Kejadian Katarak Pasien Yang Berobat Di Poli Mata RSUD Dr. M Yunus Propinsi Bengkulu. Skripsi Tidak Diterbitkan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Bengkulu : Bengkulu.

Anggun Trithias Arimbi, 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Katarak Degeneratif Di RSUD Budhi Asih. Skripsi Tidak Diterbitkan : Fakultas Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi Universitas Indonesia : Jakarta.

Anonim, 2013. Katarak. (Online) (http://id.wikipedia.org/wiki/Katarak, di akses pada 24 Juni 2013).

Arispurnomo. 2012. Anatomo dan fisiologi mata. (Online). (hptt: //www. Arispurnomo. Com, akses, 23 maret 2013).

Aula Ellisabet Lisa. 2010. Stop meroko. Edisi 1. Jogjakarta: Garailmu.

Emirza Nur Wicaksono, 2013. Katarak. (Online)

(http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/13/katarak/, di akses pada 24 Juni 2013).

Fraid A.M, 2011. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Katarak di Poliklinik Mata Rumah Sakit Islam Faisal Makassar. Skripsi tidak diterbitkan. STIKES Nani Hasanuddin Makassar.

Freddy Arsjad, 2009. Waspadai Katarak Saat Usia Muda. (Online) (http://lifestyle.okezone.com/read/2009/12/05/27/281982/redirect, di akses pada 24 Juni 2013).

Heri Ruslan, 15 Juli 2012. Waspada, 20 Persen Katarak Serang Usia Produktif. (Online) (http://www.republika.co.id/berita/nasional /12/07/15/m772fn-waspadalah-20-persen-katarak-serang-usia-produktif, di akses pada 24 Juni 2013).

Ilyas Sidarta, dkk. 2012. Ilmu penyakit mata. Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ilyas Sidarta. 2008. Penuntun ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta: FakultasKedokteran Universitas Indonesia.

Ilyas Sidarta. 2009. Kedaruratan dalam ilmu penyakit mata. Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ilyas sidarta. 2006. Katarak lensa mata keruh. Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(20)

James Bruce, dkk. 2009. Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga.

Lusianawati tana, 2010. Hubungan Antara Faktor Trauma Tumpul Pada Mata dengan Katarak Pada Petani di Empat Desa Teluk Jambe Barat Kabupaten Karawang. Artikel.

Marfuatus. 2010. Sehat Tubuhqw. (online). (http://kesehatan kompasiana.com, akses, 24 maret 2013).

PERDAMI, 2013. Katarak. (Online) (http://www.perdami.or.id, di akses pada 24 Juni 2013).

Pearce Evelyn. 2009. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia pustaka utama.

Putro wahyu. 2012. Jumlah penderita katarak. (Online), (http : // www. Republika.co.id, akses, 23 maret 2013).

Ramli Rosdiana. 2011. Penyakit katarak. (Online), (www.dokterumum.net, akses, 23 maret 2013).

Sambuanga L Theo, dkk. 2011. Kebutaan di Indonesia. Jakarta: Suara pembaharuan.

Shanty Meita. 2011. Penyakit yang diam-diam mematikan. Edisi 1. Jakarta: Buku kita.

Sidarta Ilyas. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Fakultas kedokteran. Sugiyono, 2011.Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Susy Listiarsasi, 2012. Katarak. (online) (http://blog.umy.ac.id/arsasih/katarak/, di akses pada 24 Juni 2013).

Sustina Yana. 2010. Mengenal tubuh kita. Bandung: Angkasa.

Gambar

Tabel 5.1
Tabel 5.3Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Pekerjaan di Poliklinik Balai
Tabel 5.6Distribusi Responden Berdasarkan Komplikasi DM di Poliklinik Balai
Tabel 5.8Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Katarak di Poliklinik Balai
+3

Referensi

Dokumen terkait

• A student takes a group of Papua students and a group of Java students and test whether they have a same consumption behavior two samples from different population. to

Sehingga nilai bobot akhir tersebut akan menjadi bobot referensi untuk tahap identifikasi pengenalan ucapan huruf vokal.. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap

[r]

Tujuan dari studi ini, yaitu untuk mengevaluasi korelasi antara tingkat pengetahuan masyarakat dan kondisi sosial ekonomi terhadap tingkat perubahan bangunan kuno

Hitung peluang terjadinya munculnya angka 5 pada dadu atau kejadian munculnya head pada pelemparan koin. • Ekperimen pelemparan dua

Cc Mengganti 1 baris kalimat yang telah ditulis di sebelah kanan posisi kursor dengan kalimat lain. ^ Pergi ke

Desa wisata merupakan suatu wilayah perdesaan yang dapat dimanfaatkan berdasarkan kemampuan unsur-unsur yang memiliki atribut produk wisata secara terpadu, dimana desa

It is an important political or 'philosophical' point to make to remind us that human labour was involved, but is it strictly a necessary one, essential to grasp- ing the